perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
EVALUASI CAPAIAN PENERIMAAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN OLEH DINAS PENDAPATAN, PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET KOTA SURAKARTA TAHUN 2011
TUGAS AKHIR Disusun guna memenuhi sebagian persyaratan untuk mencapai derajat gelar Ahli Madya Program Studi Diploma III Akuntansi
Oleh: LUSIANA ROCHI SD F3309071
PROGRAM DIPLOMA III AKUNTANSI KEUANGAN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA commit to user 2012 ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT
EVALUASI CAPAIAN PENERIMAAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN OLEH DINAS PENDAPATAN, PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET KOTA SURAKARTA TAHUN 2011
Lusiana Rochi Sd F3309071
The Research was conducted to complete the final report on the barriers experienced by DPPKA Surakarta aims at identifying and evaluating the achievement BPHTB income at 2011. This research was a descriptive analysis, whereas the data obtained through library research and field studies were then qualitatively and quantitatively analyzed. Based on these results we can conclude that the barriers experienced by DPPKA Surakarta can be divided into two sources, namely the obstacle that comes from the DPPKA itself and the barriers that come from the taxpayer. Such barriers can be further broken down into mental and technical barriers. In the implementation, barriers that often happen is that the technical barriers that come from the taxpayer, such as the problem determination of tax payable in terms of exchange, submission of false information in the calculation of tax payable on the sale and purchase transactions, requirements are not met in forms of applicant’s SSPD BPHTB, and calculation in the case of grants. In fact, mental barriers contributed to the occurrence of technical barriers to the city of Surakarta, The government should minimize the mental barriers such as holding regular socialization in the community about BPHTB and enhancing of human resources expert BPHTB to minimize technical barriers so that the maximum BPHTB is achieved.
commit to user Keywords: BPHTB - Voting Obstacles BPHTB iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK
EVALUASI CAPAIAN PENERIMAAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN OLEH DINAS PENDAPATAN, PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET KOTA SURAKARTA TAHUN 2011 Lusiana Rochi Sd F3309071
Penelitian dalam rangka penulisan Tugas Akhir atas hambatan-hambatan yang dialami oleh DPPKA Kota Surakarta bertujuan untuk mengetahui dan mengevaluasi capaian penerimaan BPHTB di tahun 2011. Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, sedangkan data diperoleh melalui penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan yang selanjutnya dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa hambatan-hambatan yang dialami oleh DPPKA Kota Surakarta dapat dibagi ke dalam dua sumber, yaitu hambatan yang berasal dari pihak DPPKA itu sendiri dan hambatan yang berasal dari Wajib Pajak. Hambatan tersebut selanjutnya dapat diperinci menjadi hambatan mental dan hambatan teknis. Dalam pelaksanaannya hambatan yang sering terjadi adalah hambatan teknis yang berasal dari Wajib Pajak, seperti masalah penetapan pajak yang terutang dalam hal tukar menukar, penyampaian informasi yang salah dalam perhitungan pajak yang terutang pada transaksi jual beli, tidak dipenuhinya persyaratan dalam formulir pemohonan SSPD BPHTB, dan perhitungan dalam kasus hibah wasiat. Dalam kenyataannya hambatan mental memberikan kontribusi atas terjadinya hambatan teknis, untuk itu pemerintah kota Surakarta seharusnya meminimalkan hambatan mental seperti diadakan sosialisasi rutin pada masyarakat tentang BPHTB dan peningkatan Sumber Daya Manusia yang ahli BPHTB untuk meminimalkan terjadinya hambatan teknis sehingga penerimaan BPHTB maksimal.
commit to user Kata Kunci: BPHTB – Hambatan Pemungutan BPHTB. iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
Tugas Akhir dengan judul “EVALUASI CAPAIAN PENERIMAAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN OLEH DINAS PENDAPATAN, PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET KOTA SURAKARTA TAHUN 2011 “ telah disetujui oleh Dosen Pembimbing untuk diujikan guna mencapai derajat Ahli Madya Program Studi DIII Akuntansi FE UNS
Surakarta,
2012
Disetujui dan diterima oleh,
Pembimbing commit to user v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Christiyaningsih Budiwati, SE.,MSi., Ak. NIP. 197511032000122001
HALAMAN PENGESAHAN
Telah disetujui dan diterima baik oleh tim penguji Tugas Akhir Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret guna melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syaratsyarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya Akuntansi
Nama
: Lusiana Rochi Saptadewi
NIM
: F3309071
Judul Tugas Akhir
: Evaluasi Capaian Penerimaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan oleh Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Surakarta Tahun 2011
Surakarta,
Agustus 2012
Tim Penguji Tugas Akhir 1. Drs. Agus Budiatmanto, M.Si., Ak. NIP. 195912161990031001 commit to user vi
(………………………..)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Penguji 2. Christiyaningsih Budiwati, SE.,MSi., Ak.
(………………………..)
NIP. 197511032000122001 Dosen Pembimbing
MOTTO
you have to endure caterpillar if you want to see butterflies (Antoine De Saint)
Dalam setiap upaya yang keras akan ada hasil terbaik yang datang karena Allah selalu bersama orang-orang yang bekerja keras (penulis)
PERSEMBAHAN
Penulis persembahkan kepada : 1. Allah SWT, 2. Ibu dan Bapak yang sangat aku sayangi, commit to user vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3. Kakakku yang kusayangi, 4. Seseorang yang kusayangi, 5. Sahabat-sahabatku
yang
selalu
menemaniku dalam suka dan duka, 6. Almamaterku, dan 7. Para pembaca. KATA PENGANTAR
Pertama penulis ingin mengucapkan Alhamdulillahirobbil’alamin kepada Allah SWT yang telah memberikan dorongan spiritual kepada penulis sehingga Tugas Akhir dengan judul “Evaluasi Capaian Penerimaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan oleh Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Surakarta Tahun 2011” dapat terselesaikan dengan baik. Tugas Akhir ini disusun sebagai salah satu persyaratan menempuh gelar Ahli Madya yang diajukan kepada Program Studi Diploma III Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta. Kerja keras penulis dalam menyelasaikan Tugas Akhir ini tentu tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak. Dengan ketulusan hati, penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu, mengarahkan, maupun memberikan dukungan kepada penulis. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada: 1.
Prof. Dr. Ravik Karsidi, MS., selaku Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta.
commit to user viii
perpustakaan.uns.ac.id
2.
digilib.uns.ac.id
Dr. Wisnu Untoro, MS., selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3.
Drs. Agus Budiatmanto, M.Si., Ak., selaku ketua Ketua Jurusan Diploma III Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.
4.
Ibu Christiyaningsih Budiwati, SE.,MSi., Ak., selaku Dosen Pembimbing Magang sekaligus Tugas Akhir yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan kepada Penulis dalam penyusunan Tugas Akhir.
5.
Ibu RR. Wahyu Widayati, SE, M.Si. selaku Kepala Bidang Penetapan DPPKA Surakarta yang telah memberikan
ijin untuk
melakukan kegiatan magang di bidang penetapan serta segala bimbingan dan pengarahan yang diberikan kepada penulis selama magang. 6.
Bapak Supartono, SE. Selaku seksi perhitungan yang telah memberikan pengarahan dan segala bantuan kepada penulis.
7.
Ibu Dra. V. Heny Sulistyarini selaku seksi penerbitan surat ketetapan yang telah memberikan penjelasan serta arahan kepada penulis.
8.
Ibu Atik, Bapak Pramudya, Bapak Aris selaku karyawan bidang penetapan yang telah membantu dan memberikan arahan kepada penulis selama magang. Terima kasih banyak bapak ibu semuanya.
commit to user ix
perpustakaan.uns.ac.id
9.
digilib.uns.ac.id
Sutaryo, SE., Msi., Ak., selaku Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan dorongan dan arahan kepada penulis. Terima kasih atas bimbingannya Pak.
10.
Bapak dan ibu tercinta terima kasih atas nasehat dan keringat yang telah engkau berikan serta dukungannya. Kata cinta tidak akan cukup untuk mewakilinya.
11.
Seseorang yang selalu menemaniku dan memberikan dorongan disaat tidak ada semangat, trimakasih banyak.
12.
Teman-teman magang di bidang penetapan Ratih dan Vita. Tetap selalu bersama ya. Tidak lupa teman magang di bidang lainnya terimakasih atas bantuannya.
13.
Teman-teman baikku Iqbal, Ikhwan, Logam, Kaendah, dan Nana serta teman seangkatan yang telah mendorongku untuk cepat menyelesaikan Tugas Akhir ini terima kasih.
14.
Temanku yang
tidak pernah berhenti menawarkan bantuan,
terimakasih modemnya. 15.
Kakak tingkatku yang baik terimakasih atas bantuan transletnya.
Kata ucapan terima kasih tidak akan cukup untuk mewakili apa yang penulis rasakan, semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat kepada pihak-pihak yang telah memberikan dukungan yang sangat berarti kepada penulis. Dalam Tugas Akhir ini, penulis sangat menyadari akan kekurangan yang ada. Penulis sangat berharap akan kritik dan saran dari pembaca yang membangun commit to user guna kesempurnaan Tugas Akhir ini. x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Akhir kata, penulis berharap semoga Tugas Akhir ini dapat berguna bagi pembaca dan pihak lainnya. Surakarta,
Juli 2012
Penulis
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL.....................................................................................
i
ABTRAKSI...................................................................................................
ii
HALAMAN PERSETUJUAN ......................................................................
iii
HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................
iv
HALAMAN MOTO DAN PERSEMBAHAN .............................................
v
KATA PENGANTAR ..................................................................................
vi
DAFTAR ISI .................................................................................................
ix
DAFTAR TABEL .........................................................................................
xii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................
xiii
BAB I PENDAHULUAN A.GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 1. Gambaran umum DPPKA Kota Surakarta................................................
1
2. Kedudukan, Tugas Pokok, dan Fungsi DPPKA Surakarta .......................
3
3. Struktur Organisasi ...................................................................................
6
4. Deskripsi Jabatan ......................................................................................
10
commit to user 5. Tata Kerja DPPKA Kota Surakarta ..........................................................
17
xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6. Rencana DPPKA Kota Surakarta ..............................................................
18
B. LATAR BELAKANG MASALAH .............................................
21
C. PERUMUSAN MASALAH.........................................................
25
D. TUJUAN PENELITIAN ..............................................................
26
E. MANFAAT PENELITIAN ..........................................................
26
BAB II ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN A. LANDASAN TEORI ...................................................................
28
1. Pengertian Pajak Secara Umum ...............................................
28
2. Pengelompokan Pajak ..............................................................
29
3. Sistem Pemungutan Pajak ........................................................
30
4. Pajak Daerah .............................................................................
31
B. TINJAUAN UMUM BPHTB ......................................................
32
1. Pengertian dan Dasar Hukum ...................................................
32
2. Prosedur Pemungutan BPHTB .................................................
34
3. Pelaksanaan Pemungutan BPHTB ...........................................
35
C. TINJAUAN UMUM ANGGARAN ............................................
41
D. PEMBAHASAN ..........................................................................
44
1. Evaluasi Capaian Penerimaan BPHTB oleh DPPKA Kota Surakarta tahun 2011 ...............................................................
44
2. Hambatan-Hambatan yang Dialami oleh DPPKA Kota Surakarta Dalam Pemungutan BPHTB ................................... 3. Upaya-Upaya yang Dilakukan oleh DPPKA Kota Surakarta Dalam Menghadapi Hambatan-Hambatan yang Ada Untuk commit to user xii
48
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Kelancaran Penerimaan Pendapatan Daerah dari BPHTB ......
54
BAB III TEMUAN A. KELEBIHAN ...............................................................................
62
B. KELEMAHAN .............................................................................
64
BAB IV PENUTUP A. KESIMPULAN ......................................................................
66
B. SARAN...................................................................................
68
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
commit to user xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Halaman II 1. Jumlah Pegawai DPPKA Berdasarkan Jabatan ...................................
16
II 2. Jumlah Pegawai DPPKA Berdasarkan Tingkat Pendidikan ...............
17
III 3. Anggaran dan Realisasi BPHTB di Kota Surakarta Tahun 2008 s/d 2010 ...........................................................................
44
III 4. Anggaran dan Realisasi BPHTB di Kota Surakarta Tahun 2011 ........
45
III 5. Proyeksi Realisasi BPHTB Kota Surakarta .........................................
46
commit to user xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR Halaman I.1
Struktur Organisasi DPPKA Kota Surakarta .......................................
commit to user xv
9
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
1. Surat pernyataan 2. Formulir Permohonan Penelitian SSPD-BHTB 3. Tanda Terima Penerimaan Berkas 4. Laporan Realisasi Th 2011
commit to user xvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A.
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 1.
Gambaran Umum DPPKA Kota Surakarta Berdasarkan Surat Keputusan Walikota Kepala Daerah Kotamadya Surakarta tanggal 30 Juni 1972 No.162/Kep/Kdh.IV/Kp.72 tentang penghapusan Bagian Pajak dari Dinas Pemerintahan Umum karena bertalian dengan pembentukan dinas baru. Dinas baru tersebut adalah Dinas Pendapatan Daerah yang kemudian sering disebut sebagai DIPENDA. Dinas Pendapatan Daerah yang dipimpin oleh Kepala Dinas yang berkedudukan langsung serta bertanggung jawab kepada Walikota. Pada saat itu, Dinas Pendapatan Daerah dibagi menjadi empat seksi, yaitu Seksi Umum, Seksi Pajak Daerah, Seksi Pusat atau Provinsi serta Seksi Retribusi dan Leges. Masing-masing seksi dipimpin oleh Kepala Seksi yang dalam menjalankan tugasnya langsung dibawah pimpinan dan bertanggung jawab pada Kepala Dinas Pendapatan Daerah. Terbitnya Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri KUPD No.7/12/41-101 tahun1978 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II semakin
memperjelas keberadaan commit to user
1
Dinas
Pendapatan
Daerah,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 2
disesuaikan dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri tanggal 26 Mei 1988 No. 473-442 tentang Sistem dan Prosedur Perpajakan, Retribusi Daerah, dan Pendapatan Daerah lainnya telah mengakibatkan pembagian tugas dan fungsi dilakukan berdasarkan tahapan kegiatan pemungutan
pendapatan
daerah,
yaitu
pendataan,
pemetaan,
pembukuan, dan seterusnya. Sistem dan prosedur tersebut dikenal dengan sebutan Manual Pendapatan Daerah (MAPATDA). Sistem ini ditetapkan di Kotamadya Surakarta dengan terbitnya Peraturan Daerah dengan Nomor 6 tahun 1990 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pendapatan Daerah Tingkat II. Pemerintah Kota Surakarta kembali mengalami perbaikan, dengan pertimbangan-pertimbangan yang matang, Peraturan Daerah Nomor 6 tahun 1990 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pendapatan Daerah Tingkat II diubah menjadi Peraturan Daerah Nomor 6 tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kota Surakarta. Dalam peraturan ini, nama Dinas Pendapatan Daerah berubah menjadi Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset atau juga disebut DPPKA. Peraturan baru tersebut berlaku mulai 1 Januari 2009. Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset dalam menjalankan tugasnya dipimpin oleh Kepala Dinas yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Walikota melalui Sekretaris Daerah. Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset dibagi ke dalam bidang-bidang yang dipimpin langsung oleh commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 3
Kepala Dinas. Masing-masing bagian dipimpin oleh Kepala Bagian yang dalam menjalankan tugasnya langsung di bawah pimpinan dan bertanggung jawab kepada Kepala DPPKA Kota Surakarta. 2.
Kedudukan, Tugas Pokok, dan Fungsi DPPKA Kota Surakarta Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset merupakan salah
satu
dinas
menyelenggarakan
daerah urusan
yang
mempunyai
pemerintahan
di
tugas
bidang
pokok
pendapatan
pengelolaan keuangan dan aset. Pendapatan
yang
menjadi
kewenangan
pengelolaan
Dinas
Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset meliputi : a. Pendapatan Asli Daerah yang selanjutnya disebut PAD yaitu : 1)
Hasil Pajak Daerah.
2) Hasil Retribusi Daerah. 3) Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan, dan 4) Lain – lain PAD yang sah. b. Dana Perimbangan, dan c. Lain – lain Pendapatan Daerah yang sah. Dalam melaksanakan pengelolaan keuangan dan aset DPPKA mempunyai kewenangan sebagai berikut. a. Penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), Kebijakan Umum Anggaran (KUA), Perhitungan Palfon Anggaran Sementara (PPAS) dan Rencana Kerja dan Anggaran – Satuan Kerja Perangkat commit to user Daerah (RKA – SKPD).
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 4
b. Penyusunan dan penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). c. Pelaksanaan dan perubahan APBD. d. Panatausahaan Keuangan Daerah. e. Pertanggungjawaban pelaksanaan APBD. f. Pengendalian defisit anggaran dan penggunaan surplus APBD. g. Pengelolaan Kas Umum Daerah. h. Pengelolaan Piutang Daerah. i. Pengelolaan Investasi daerah. j. Pengelolaan Barang Milik Daerah. k. Pengelolaan Dana Cadangan. l. Pengelolaan Utang Daerah. m. Pembinaan dan pengawasan pengelolaan keuangan daerah. n. Penyelesaian kerugian daerah. o. Pengelolaan Keuangan badan layanan umum daerah. p. Pengaturan pengelolaan keuangan daerah. Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Surakarta sesuai dengan Perda No. 6 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kota Surakarta dan ditindaklanjuti dengan Peraturan Walikota No. 24 Tahun 2008 tentang Penjabaran Tugas Pokok, Fungsi dan Tata Kerja Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Surakarta. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 5
Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Surakarta mempunyai tugas pokok menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendapatan pengelolaan keuangan dan aset. Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2008 tugas pokok, fungsi, dan tata kerja Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset memiliki fungsi sebagai berikut. a. Penyelenggaraan kesekretariatan dinas. b. Penyusunan
rencana
program,
pengendalian,
evaluasi
dan
pelaporan. c. Penyelenggaraan pendaftaran dan pendataan Wajib Pajak dan wajib retribusi. d. Pelaksanaan perhitungan, penetapan dan angsuran pajak dan retribusi. e. Pengelolaan dan pembukuan penerimaan pajak dan retribusi serta pendapatan lain. f. Pelaksanaan penagihan atas keterlambatan pajak, retribusi dan pendapatan lain. g. Penyelenggaraan
pengelolaan
anggaran,
perbendaharaan
dan
akuntansi. h. Pengelolaan aset barang daerah. i. Penyiapan penyusunan, perubahan dan perhitungan anggaran pendapatan dan belanja daerah. commit to user j. Penyelenggaraan administrasi keuangan daerah.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 6
k. Penyelenggaraan sosialisasi. l. Pembinaan jabatan fungsional. m. Pengelolaan Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD). 3.
Struktur Organisasi Dalam suatu badan organisasi diperlukan adanya struktur organisasi untuk memperlancar tugas serta fungsi dari masing masing staff yang diharapkan. Sesuai dengan Perda Kota Surakarta Nomor 6 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kota Surakarta Bagian Keempatbelas Pasal 35, Susunan Organisasi Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset adalah sebagai berikut. a. Kepala. b. Sekretariat, membawahi : 1) Subbagian Perencanaan, Evaluasi dan Pelaporan. 2) Subbagian Keuangan. 3) Subbagian Umum dan Kepegawaian. c.
Bidang Pendaftaran, Pendataan dan Dokumentasi, membawahi : 1) Seksi Pendaftaran dan Pendataan. 2) Seksi Dokumentasi dan Pengolahan Data.
d.
Bidang Penetapan, membawahi : 1) Seksi Perhitungan. 2) Seksi Penerbitan Surat Ketetapan.
e.
to user Bidang Penagihan,commit membawahi :
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 7
1) Seksi Penagihan dan Keberatan. 2) Seksi Pengelolaan Penerimaan Sumber Pendapatan Lain. f.
Bidang Anggaran, membawahi : 1) Seksi Anggaran I. 2) Seksi Anggaran II.
g.
Bidang Perbendaharaan, membawahi : 1) Seksi Pembendaharaan I. 2) Seksi Perbendaharaan II.
h.
Bidang Akuntansi, membawahi : 1) Seksi Akuntansi I. 2) Seksi Akuntansi II.
i.
Bidang Aset, membawahi : 1) Seksi Perencanaan Aset. 2) Seksi Pengelolaan Aset.
j.
Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD).
k.
Kelompok Jabatan Fungsional. Kepala Dinas memimpin pelaksanaan tugas pokok dan fungsi
tersebut diatas, membawahi : a.
Sekretariat
b.
Bidang pendaftaran, Pendataan dan Dokumentasi
c.
Bidang Penetapan
d.
Bidang Penagihan
e.
Bidang Anggaran commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 8
f.
Bidang Perbendaharaan
g.
Bidang Akuntansi
h.
Bidang Aset
i.
Bidang UPTD
j.
Kelompok Jabatan Fungsional Pada kelompok Jabatan Fungsional sebagaimana yang dimaksud
dalam ayat (1) dipimpin oleh seorang Tenaga Fungsional Senior sebagai Ketua Kelompok dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas. Untuk subbagian-subbagian dipimpin oleh Kepala Subbagian yang berada di bawah pimpinan dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas. Sedangkan untuk masing-masing bidang dipimpin oleh Kepala Bidang yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas yang bersangkutan. Berikut gambar struktur organisasi DPPKA Kota Surakarta berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 6 tahun 2008.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 9
Gambar Struktur Organisasi DPPKA Kota Surakarta
Sumber: DPPKA Kota Surakarta
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 10
4.
Deskripsi Jabatan a.
Sekretariat Sekretariat perumusan
mempunyai
kebijakan
tugas
teknis,
melaksanakan
pembinaan,
penyiapan,
pengkoordinasian
penyelenggaraan tugas secara terpadu, pelayanan administrasi dan pelaksanaan di bidang perencanaan, evaluasi dan pelaporan, keuangan, umum dan kepegawaian. Untuk
melaksanakan
tugas
tersebut
diatas,
sekretariat
mempunyai fungsi sebagai berikut. 1) Penyiapan bahan perumusan kebijkan teknis, pembinaan, pengkoordinasian penyelenggaraan tugas secara terpadu, pelayanan
administrasi,
dan
pelaksanaan
di
bidang
perencanaan, evaluasi dan pelaporan. 2) Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, pembinaan, pengkoordinasian penyelenggaraan tugas secara terpadu, pelayanan administrasi, dan pelaksanaan di bidang keuangan. 3) Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, pembinaan, pengkoordinasian penyelenggaraan tugas secara terpadu, pelayanan administrasi dan pelaksanaan di bidang umum dan kepegawaian. 4) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai dengan tugas dan fungsinya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 11
b.
Pendaftaran, Pendataan (DAFDA) & Dokumentasi Bidang Pendaftaran, pendataan dan dokumentasi mempunyai tugas pokok melaksanakan perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan pelaksanaan di bidang pendaftaran, pendataan, dokumentasi dan
pengolahan
data.
Untuk
melaksanakan
tugas
pokok
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Bidang Pendaftaran, Pendataan dan Dokumentasi mempunyai fungsi : 1) penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan pelaksanaan di bidang pendaftaran dan pendataan. 2) penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan pelaksanaan di bidang dokumentasi dan pengolahan data. 3) pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai dengan tugas dan fungsinya.
c.
Penetapan Bidang penetapan mempunyai tugas pokok melaksanakan perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan pelaksanaan di bidang perhitungan dan penerbitan surat ketetapan. Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam pasal 17, Bidang Penetapan mempunyai fungsi : 1) penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan pelaksanaan di bidang perhitungan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 12
2) penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan pelaksanaan di bidang penerbitan surat ketetapan. 3) pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai dengan tugas dan fungsinya.
d.
Penagihan Bidang Penagihan mempunyai tugas pokok melaksanakan perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan pelaksanaan di bidang penagihan,
keberatan
dan
pengelolaan
penerimaan
sumber
pendapatan lain. Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, Bidang penagihan mempunyai fungsi : 1) penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan pelaksanaan di bidang penagihan dan keberatan. 2) penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan pelaksanaan di bidang pengelolaan penerimaan sumber pendapatan lain. 3) pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai dengan tugas dan fungsinya.
e.
Anggaran Bidang Anggaran mempunyai tugas pokok melaksabnakan perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan pelaksanaan di bidang perencanaan, pengelolaan dan pengendalian anggran pendapatan, commit to user dalam rangka penyusunan dan belanja dan pembiayaan daerah
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 13
pelaksanaan APBD dan Perubahan APBD. Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27, Bidang Anggaran mempunyai fungsi : 1) penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan pelaksanaan di bidang anggaran I. 2) penyiapan bahan perumusan kebijkan teknis, pembinaan dan pelaksanaan di bidang anggaran II. 3) pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai dengan tugas dan fungsinya.
f.
Perbendaharaan Bidang Perbendaharaan mempunyai tugas pokok melaksanakan perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan pelaksanaan di bidang pengelolaan perbendaharaan I dan II. Untuk melaksanakan tugas pokok
sebagaimana
dimaksud
dalam
Pasal
32,
Bidang
Perbendaharaan mempunyai fungsi: 1) penyiapan bahan perumusan kebijakanteknis, pembinaan dan pelaksanaan di bidang pengelolaan perbendaharaan I. 2) penyiapan bahan perumusan kebijakanteknis, pembinaan dan pelaksanaan di bidang pengelolaan perbendaharaan II. 3) pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai dengan tugas dan fungsinya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 14
g.
Akuntansi Bidang akuntansi mempunyai tugas pokok melaksanakan perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan pelaksanaan di bidang penyelenggaraan tata akuntansi keuangan daerah pada tingkat Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan penyusunan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD Kota Surakarta. Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, Bidang Akuntansi mempunyai fungsi: 1) penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan pelaksanaan di bidang akuntansi I. 2) penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan pelaksanaan di bidang akuntansi II. 3) pelaksanaan tugas lain yang diberikan oelh Kepala Dinas sesuai dengan tugas dan fungsinya.
h.
Aset Bidang Aset mempunyai tugas pokok melaksanakan perumusan kebijaan teknis, pembinaan dan pelaksanaan di bidang perencanaan aset dan pengelolaan aset. Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42, Bidang Aset mempunyai fungsi: 1) penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan pelaksanaan di commit bidang perencanaan aset. to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 15
2) penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan pelaksanaan di bidang pengelolaan aset. 3) pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai dengan tugas dan fungsinya.
i.
Kelompok Jabatan Fungsional Kelompok Jabatan Fungsional mempunyai tugas sesuai dengan Jabatan
Fungsional
masing-masing
berdasarkan
peraturan
perundang-undangan yang berlaku. 1) Kelompok Jabatan Fungsional terdiri dari sejumlah tenaga fungisonal yang terbagi dalam berbagai kelompok sesuai dengan bidang keahliannya. 2) Jumlah jabatan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat(1), ditentukan berdasarkan kebutuhan dan beban kerja. 3) Jenis dan jenjang Jabatan Fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diatur sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. 4) Pembinaan
terhadap
Pejabat
Fungsional
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 16
Sumber daya manusia di Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Surakarta menurut jabatan dan tingkat pendidikan adalah sebagai berikut. a.
Menurut Jabatan Tabel II 1. Jumlah Pegawai DPPKA berdasarkan Jabatan No
Jabatan/Golongan
Jumlah
1
Eselon II
1
2
Eselon III a
1
3
Eselon III b
6
4
Eselon IV a
20
5
Eselon IV b
3
6
Staff PHS
103
7
Staff THL
19
Sumber: DPPKA Kota Surakarta
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 17
b. Menurut tingkat pendidikan Tabel II 2. Jumlah Pegawai DPPKA berdasarkan Tingkat Pendidikan No
Pendidikan
Jumlah
1
S2
14
2
S1
50
3
D3
9
4
SMA
58
5
SMP
-
6
SD / Sarjana Muda
3
Sumber: DPPKA Kota Surakarta
5.
Tata Kerja DPPKA DPPKA Kota Surakarta mendapatkan pembinaan teknis fungsional dari DPPKA Tingkat I Jawa Tengah. Dalam melaksanakan tugasnya, Kepala Dinas menerapkan prinsip-prinsip koordinasi, integrasi, sinkronasi, dan simplikasi sesuai dengan bidang tugasnya masingmasing. Kepala Sekretariat, Kepala Seksi, dan Kepala Unit Penyuluhan bertanggung jawab memberikan bimbingan atau pembinaan kepada bawahannya serta melaporkan hasil pelaksanaan tugasnya menurut hierarkis jabatan masing-masing. Kepala Sekretariat, Kepala Seksi, Kepala Unit Penyuluhan, dan Kepala Unit Pelaksanaan serta Kepala commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 18
Unit Pelaksanaan Teknis Dinas bertanggung jawab kepada Kepala Dinas. Kepala Dinas, Kepala Sekretariat, dan Kepala Seksi di lingkungan DPPKA Kotamadya Daerah Tingkat II diangkat dan diberhentikan oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat II. Sedangkan Kepala Urusan dan Kepala Unit Penyuluhan di lingkungan DPPKA Kotamadya Daerah Tingkat II diangkat dan diberhentikan oleh Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II. 6.
Rencana DPPKA Kota Surakarta Sebagai unsur pelaksana pemerintah daerah di bidang pendapatan pengelolaan keuangan dan aset, Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset merumuskan rencana stratejik dalam bentuk visi dan misi yang dijabarkan dalam tujuan dan sasaran yang akan dicapai. a. Visi dan Misi Visi : “Terwujudnya
peningkatan
pendapatan
daerah,
pengelolaan
keuangan dan aset daerah yang optimal, efektif, efisien, transparan serta akuntabel, menuju kemandirian keuangan daerah guna mendukung pembangunan daerah” Misi : 1) meningkatkan dan mengintensifkan pendapatan daerah secara optimal 2) meningkatkan kelancaran dan ketertiban pengelolaan keuangan commit user peraturan yang berlaku dan aset daerah sesuaitodengan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 19
3) mewujudkan pengelolaan keuangan daerah yang efektif efisien serta akuntable dengan memperhatikan azas kepatutan dan keadilan 4) meningkatkan pemberdayaan aset daerah secara efektif dan efisien b. Tujuan dan Sasaran Tujuan : 1) mengoptimalkan sumber – sumber pendapatan daerah untuk mencapai target pendapatan yang ditetapkan. 2) mewujudkan efisiensi dan efektifitas dalam pengelolaan keuangan daerah berdasarkan peraturan yang berlaku. 3) menyelamatkan dan memberdayakan aset pemerintah kota secara optimal. 4) meningkatkan profesionalisme dan peningkatan pelayanan kepada masyarakat Sasaran : 1) terwujudnya pencapaian pendapatan daerah sesuai target yang ditetapkan 2) terwujudnya manajemen keuangan daerah yang efektif, efisien, transparan dan akuntable. 3) terwujudnya pembakuan status hukum / pensertifikatan dan perlindungan aset daerah. 4) peningkatan kesadaran masyarakat sebagai Wajib Pajak. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 20
c. Kebijakan dan Program Sesuai dengan perda no. 6 tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kota Surakarta yang ditindaklanjuti dengan Perwali no. 24 tahun 2008 tentang Penjabaran Tugas Pokok, Fungsi dan Tata Kerja Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset. Untuk Kebijakan program yang ditetapkan kaitannya dengan tugas pokok dan fungsi Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset adalah sebagai berikut. 1) dalam usaha untuk mencapai tingkat pendapatan yang telah ditetapkan, diupayakan dengan mengintesifikasikan sumber – sumber pendapatan daerah yang dikelola Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset, baik dengan jemput bola, pendekatan pelayanan melalui wilayah – wilayah terdekat, sosialisasi kepada masyarakat langsung dengan pembagian leaflet, maupun melalui media elektronik (TATV). Bahkan sampai dengan pembagian hadiah bagi Wajib Pajak bumi dan bangunan yang melakukan pembayaran tepat waktu. 2) dalam mengelola keuangan daerah harus dilaksanakan secara tertib,
taat
pada
peraturan
perundang-undangan,
efisien,
ekonomis, efektif, transparan dan bertanggungjawab dengan meperhatikan azas keadilan, kepatutan dan manfaat untuk masyarakat.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 21
3) dalam usaha meningkatkan pengelolaan aset daerah diupayakan dengan meningkatkan pemberdayaan aset daerah, peningkatan status hukum dan pengamanan aset daerah.
B.
Latar Belakang Masalah Suatu negara memiliki kebutuhan untuk membiayai pembangunan sarana dan prasarana bagi kepentingan masyarakat negaranya. Untuk memenuhi
kebutuhan
tersebut,
pemerintah
sebagai
penyelenggara
pemerintahan mampu memenuhi kebutuhan tersebut berasal dari pajak sebagai salah satu sumber penerimaan. Menurut Brotodiharjo (1987) pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan), yang terutang oleh pribadi yang berkewajiban membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan berfungsi
untuk
membiayai
pengeluaran-pengeluaran
umum
yang
berhubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan. Pada awalnya penyelenggaraan pemerintahan menggunakan dua sistem, yaitu sentralisasi dan desentralisasi. Kedua sistem tersebut berperan penting dalam pertumbuhan suatu negara. Namun, terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1998 membuat daerah menjadi bergantung pada setiap kebijakan yang dibuat oleh pemerintah pusat sehingga penerapan sistem sentralisasi menimbulkan permasalahan baru, yaitu akuntabilitas pemerintahan rendah, menghambat pembangunan infrastruktur sosial, serta memperlambat commit to user pengembangan kelembagaan sosial dan ekonomi di daerah. Dalam
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 22
mengatasi permasalahan krisis ekonomi dan sosial tersebut otonomi daerah dipilih oleh pemerintah sebagai salah satu strategi baru untuk mengatasi persoalan-persoalan tersebut yang diberlakukan mulai 1 Januari 2011. Desentralisasi merupakan salah satu pilihan yang dijalankan oleh pemerintah dalam kaitannya dengan penyelenggaraan otonomi daerah di Indonesia. Desentralisasi memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan aspirasi masyarakat selama hal tersebut tidak keluar dari peraturan perundangan yang berlaku. Desentralisasi diberlakukan dengan harapan daerah akan memiliki kemampuan untuk dapat membiayai pembangunan daerahnya sendiri sehingga dapat menjawab tuntutan pemerataan pembangunan secara lebih efektif. Dalam sistem desentralisasi peningkatan Pendapatan Asli Daerah merupakan suatu kewajiban agar pemerintah daerah tidak lagi bergantung terhadap pendanaan pemerintah pusat. Salah satu sumber PAD adalah dari sektor pajak daerah. Dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang dimaksud pajak daerah yaitu: “Pajak daerah yang selanjutnya disebut pajak, adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada Daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan” commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 23
Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, jenis pajak daerah untuk kabupaten/kota meliputi: 1.
Pajak Hotel,
2.
Pajak Restoran,
3.
Pajak Hiburan,
4.
Pajak Reklame,
5.
Pajak Penerangan Jalan,
6.
Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan,
7.
Pajak Parkir,
8.
Pajak Air Tanah,
9.
Pajak Sarang Burung Walet,
10. Pajak Bumi dan Bangunan, 11. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan. Pajak memiliki peranan penting bagi pemerintah pusat maupun daerah. Berdasarkan jenis pajak di atas, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) memberikan sumber pendapatan yang dapat dikatakan cukup berpengaruh. Mengingat banyaknya Wajib Pajak yang melakukan aktivitas yang mengakibatkan adanya BPHTB. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) merupakan pajak yang menyangkut kepemilikan tanah dan bangunan. Sesuai dengan yang dikemukakan oleh Kuncoro dalam Otonomi dan Pembangunan Daerah (2004), BPHTB menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 Pasal 6 merupakan dana perimbangan bagian daerah (dana bagi hasil), yang selama commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 24
ini pelaksanaan pemungutannya dilakukan oleh pemerintah pusat dan penerimaan pajaknya diberikan kembali pada Pemerintah Daerah melalui pola bagi hasil. Pelaksanaan tersebut dahulu disebut sebagai Official Assessment System. Tetapi, di dalam prakteknya sistem tersebut membuat Wajib Pajak menjadi pasif dan hanya menunggu pihak pemungut pajak kapan akan memeriksa dan menentukan besar pajak terutang yang harus dibayarkan. Hal tersebut juga membuat pengetahuan Wajib Pajak terhadap kewajiban mereka menjadi sangat minim karena aktivitas perpajakan yang cenderung dilakukan oleh aparatur perpajakan. Untuk itu, pemerintah memberlakukan peraturan yang baru terhitung sejak tanggal 1 Januari 2011 melalui Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah bahwa BPHTB dialihkan dari pajak pusat menjadi pajak dengan kata lain Official Assessment System dirubah menjadi Self Assessment System. Penerapan Self Assessment System memberikan kepercayaan kepada Wajib Pajak untuk melaksanakan hak dan kewajibannya, mulai dari menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri pajak terutang yang harus dibayarnya. Perubahan sistem tersebut diharapkan dapat mengoptimalkan penerimaan pendapatan mengingat BPHTB merupakan sumber pendapatan potensial dibandingkan dari penerimaan pajak secara keseluruhan. Perpindahan wewenang atas pajak BPHTB dari pusat ke pemerintah daerah merupakan tantangan
yang cukup berat bagi pemerintah daerah.
Pemungutan BPHTB yang awalnya dipegang oleh KPP Pratama Surakarta commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 25
beralih kepada DPPKA Kota Surakarta. Perpindahan kewenangan tersebut tentunya masih memiliki banyak kekurangan yang mungkin dapat menjadi hambatan bagi DPPKA Kota Surakarta baik dari segi prosedur, sumber daya manusia maupun kesiapan organisasi. Mengingat pentingnya pengoptimalan pendapatan daerah dari peralihan BPHTB yang diselenggarakan oleh Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Surakarta, penulis berupaya mengkaji hambatan-hambatan yang dialami oleh DPPKA dalam melaksanakan penyelenggaraan pemungutan BPHTB oleh DPPKA dengan mewujudkannya ke dalam Tugas Akhir dengan judul “EVALUASI CAPAIAN PENERIMAAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN OLEH DINAS PENDAPATAN, PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET KOTA SURAKARTA TAHUN 2011”
C.
Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut. 1.
Bagaimana capaian penerimaan BPHTB oleh DPPKA Kota Surakarta pada tahun 2011?
2.
Apa saja hambatan-hambatan yang dihadapi oleh DPPKA Kota Surakarta dalam melaksanakan pemungutan BPHTB?
3.
Bagaimana upaya yang dilakukan oleh DPPKA Kota Surakarta dalam mengatasi hambatan yang ada untuk kelancaran penerimaan to user pendapatan daerah daricommit BPHTB?
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 26
D.
Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian latar belakang dan rumusan masalah di atas, adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1. untuk mengetahui bagaimanakah capaian penerimaan BPHTB oleh DPPKA Kota Surakarta pada tahun 2011, 2. untuk mengetahui hambatan-hambatan yang dihadapi oleh DPPKA Kota Surakarta dalam melaksanakan pemungutan BPHTB, 3. untuk mengetahui dan mengkaji upaya yang dilakukan oleh DPPKA Kota Surakarta dalam mengatasi hambatan-hambatan yang terjadi untuk menjaga kelancaran penerimaan pendapatan dari BPHTB.
E.
Manfaat Penelitian Terdapat beberapa manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penulisan Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut. 1. Bagi Penulis Dapat menambah wawasan penulis mengenai BPHTB secara terperinci mengenai apakah itu BPHTB, mekanisme perhitungan, dan Peraturan Daerah yang mengaturnya. Memberikan wawasan bagi penulis mengenai segala hambatan yang terjadi di lapangan mengenai penyelenggaraan penetapan BPHTB dan mendorong penulis dapat berpikir kritis atas upaya yang dilakukan oleh bidang penetapan DPPKA Kota Surakarta. Namun yang terutama, penulis dapat commit to user menyelesaikan penulisan ini dengan baik.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 27
2. Bagi Instansi atau Lembaga Penulisan Tugas Akhir ini diharapkan dapat membantu dalam mengevaluasi kinerja bidang penetapan DPPKA Kota Surakarta pada penyelenggaraan
BPHTB
dengan
harapan
dapat
membantu
meningkatkan kinerja DPPKA Kota Surakarta di masa yang akan datang. Selain itu, diharapkan dapat memberikan masukan bagi DPPKA Kota Surakarta sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan yang berkenaan dengan BPHTB. 3.
Bagi Pihak Lain Bagi pihak umum yang membaca diharapkan dapat memahami BPHTB dengan lebih jelas baik mengenai deskripsi, tata cara penyelenggaraan, mekanisme perhitungan, hambatan-hambatan yang dihadapi serta upaya yang dilakukan oleh DPPKA dalam menjaga kelancaran penyelenggaraan BPHTB demi kepentingan bersama.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
A.
LANDASAN TEORI 1.
Pengertian Pajak Secara Umum Terdapat beberapa pengertian pajak yang dikemukakan oleh para ahli dalam perpajakan, yaitu: a.
Pajak menurut Soemitro dalam Mardiasmo (2003) adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum,
b.
Pajak menurut Djajadiningrat dalam Resmi (2009) adalah kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara yang disebabkan oleh suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan umum, Dari beberapa pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa:
a.
Pajak
dipungut
berdasarkan
pelaksanaannya. commit to user
28
Undang-Undang
yang
diatur
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 29
b.
Pajak tidak dapat memberikan kontraprestasi secara langsung oleh pemerintah.
c.
Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
d.
Pajak diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran pemerintah yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
2.
Pengelompokan pajak Menurut Mardiasmo (2006), pajak dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: a.
Menurut golongannya 1)
Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.
2)
Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibeankan atau dilimpahkan kepada orang lain.
b.
Menurut sifatnya 1)
Pajak subjektif, yaitu pajak berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.
2)
Pajak objektif, yaitu pajak berdasarkan pada objeknya tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 30
c.
Menurut lembaga pemungutannya 1)
Pajak pusat, yaitu pajak yang pemungutannya dilakukan oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara.
2)
Pajak daerah, yaitu pajak yang pemungutannya dilakukan oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.
3. Sistem pemungutan pajak Terdapat tiga sistem pemungutan pajak, yaitu: a.
Official Assessment System Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.
b.
Self Assessment System Adalah sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang terutang.
c.
With Holding System Adalah sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus maupun Wajib Pajak bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 31
Sejak kemunculan Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Indonesia menetapkan penggunaan Self Assessment System secara penuh dalam pelaksanaan pemungutan pajak yang telah diberlakukan pada 1 Januari 1984. 4.
Pajak Daerah Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No.28 Tahun 2009 Pasal 1, yang disebut pajak daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No.28 Tahun 2009 Pasal 2 terdapat Pajak Daerah yang telah diatur berdasarkan jenisnya, yaitu: a.
Jenis Pajak provinsi yang terdiri atas: 1) Pajak Kendaraan Bermotor, 2) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, 3) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, 4) Pajak Air Permukaan, dan 5) Pajak Rokok.
b.
Jenis Pajak kabupaten/kota terdiri atas: 1) Pajak Hotel, 2) Pajak Restoran, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 32
3) Pajak Hiburan, 4) Pajak Reklame, 5) Pajak Penerangan Jalan, 6) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, 7) Pajak Parkir, 8) Pajak Air Tanah, 9) Pajak Sarang Burung Walet, 10) Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan, dan 11) Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.
B.
TINJAUAN UMUM BPHTB 1. Pengertian dan Dasar Hukum Pengertian BPHTB dalam Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 13 tahun 2010 adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan. Sesuai dengan Pasal 33 ayat (3) UndangUndang Dasar 1945 yang berbunyi “Bumi, dan air, dan kekayaan alam dan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”, masyarakat yang memperoleh hak atas tanah dan bangunan berkewajiban menyerahkan sebagian nilai ekonomi yang diperolehnya kepada negara yang telah diatur dalam Undang-Undang melalui pembayaran pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 33
Dasar hukum pemungutan BPHTB yang dianut oleh DPPKA Kota Surakarta yaitu: a.
Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 13 Tahun 2010 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan,
b.
Panduan Pelaksanaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009. Menurut Purwono (2010) adapun prinsip-prinsip yang diatur dalam
Undang-Undang BPHTB adalah: a.
Pemenuhan kewajiban BPHTB adalah sistem Self Assessment, yaitu Wajib Pajak menghitung dan membayar sendiri utang pajaknya,
a. Besarnya tarif adalah 5% dari Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (NPOPKP), b. Pengenaan sanksi kepada Wajib Pajak dan pejabat-pejabat umum yang melanggar ketentuan atau tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam Undang-Undang, c. Hasil Penerimaan BPHTB merupakan penerimaan Negara yang sebagian besar diserahkan kepada Permerintah Daerah.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 34
2. Prosedur Pemungutan BPHTB Pemungutan BPHTB memiliki prosedur pelaksanaannya. Berikut prosedur pelaksaan pemungutan BPHTB oleh DPPKA Kota Surakarta: a.
Wajib Pajak menyerahkan NPWPD kepada Customer Service Office (CSO) dan CSO menerima berkas permohonan yang berisi syarat-syarat selanjutnya dimohonkan NPWPD ke bagian Dafda,
b.
Bagian Dafda melakukan pendataan dan menerbitkan Surat Setoran dan NPWPD kemudian diserahkan pada CSO untuk diberikan pada Wajib Pajak,
c.
Wajib Pajak menerima Surat Setoran dan NPWPD kemudian melakukan pembayaran ke Bank/Bendahara Penerima,
d.
Bank/Bendahara Penerima menerima pembayaran dan menerbitkan Slip Setoran serta melakukan Register Surat Setoran Pajak yang kemudian diserahkan pada Wajib Pajak,
e.
Wajib Pajak menerima Slip Setoran, Surat Setoran Pajak yang telah diregister, dan SSPD BPHTB kemudian mengajukan validasi ke CSO yang kemudian akan diteruskan ke Bidang Penetapan,
f.
Apabila data yang diajukan benar, Bidang Penetapan melakukan validasi SSPD BPHTB dan Wajib Pajak dapat segera menerima SSPD BPHTB hasil validasi,
g.
Apabila data yang diajukan meragukan, Bidang Penetapan memerintahkan dilakukan cek lapangan oleh petugas lapangan, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 35
h.
Hasil cek lapangan dikirim kembali ke Bidang Penetapan. Apabila dinyatakan benar, dilakukan proses seperti pada huruf (f),
i.
Apabila hasil cek lapangan ditemukan kurang bayar, berkas dikembalikan pada Wajib Pajak melalui CSO,
j.
Wajib Pajak melunasi kurang bayar ke Bank/Bendahara Penerima kemudian mengulang proses pada huruf (e).
3.
Pelaksanaan Pemungutan BPHTB Menurut Mulyawan (2010), Subjek Pajak BPHTB yang diatur
dalan UU PDRD adalah orang pribadi atau Badan yang memperoleh Hak atas Tanah dan Bangunan, sedangkan yang dimaksud sebagai objek pajak BPHTB meliputi: a.
pemindahan hak karena: 1) jual beli, 2) tukar menukar, 3) hibah, 4) hibah wasiat, 5) waris, 6) pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lain, 7) pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan, 8) penunjukan pembeli dalam lelang, 9) pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap, 10) penggabungan usaha, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 36
11) peleburan usaha, 12) pemekaran usaha, 13) hadiah. b.
pemberian hak baru karena: 1) kelanjutan pelepasan hak, 2) di luar pelepasan hak. Berdasarkan Pasal 4 Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 13
Tahun 2010, objek pajak yang tidak dikenakan BPHTB adalah sebagai berikut. a.
Perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik,
b.
Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum,
c.
Badan atau perwakilan lembaga internasional yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan dengan syarat tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain di luar fungsi dan tugas badan atau perwakilan organisasi tersebut,
d.
Orang pribadi atau badan karena konversi hak atau karena perbuatan hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama,
e.
Orang pribadi atau badan karena wakaf atau digunakan untuk kepentingan ibadah. Dalam pelaksanaannya BPHTB mempunyai prinsip-prinsip yang
diatur dalam Undang-Undang, yaitu: commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 37
a.
Pemenuhan kewajiban BPHTB adalah berdasarkan Self Assessment System.
b.
Besarnya tarif ditetapkan sebesar 5% dari Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak.
c.
Adanya sanksi bagi Wajib Pajak maupun pejabat-pejabat umum yang melanggar ketentuan atau tidak melaksanakan kewajibannya sesuai Undang-Undang yang berlaku.
d.
Hasil penerimaan BPHTB sebagian besar diserahkan kepada Pemerintah Daerah untuk meningkatkan pendapatan daerah.
e.
Semua pungutan atas Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan di luar ketentuan ini tidak diperkenankan. Menurut Pasal 6 Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2010 yang
menjadi dasar pegenaan BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP), sedangkan yang dimaksudkan sebagai NPOP dalam hal: 1)
jual beli adalah harga transaksi,
2) tukar menukar adalah nilai pasar, 3) hibah adalah nilai pasar, 4) hibah wasiat adalah nilai pasar, 5) waris adalah nilai pasar, 6) pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah nilai pasar, 7) pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah nilai pasar, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 38
8) peralihan hak karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap adalah nilai pasar, 9) pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah nilai pasar, 10) pemberian hak baru aas tanah di luar pelepasan hak adalah nilai pasar, 11) penggabungan usaha adalah nilai pasar, 12) peleburan usaha adalah nilai pasar, 13) pemekaran usaha adalah nilai pasar, 14) hadiah adalah nilai pasar, dan 15) penunjukan pembeli dalam lelang adalah harga transaksi yang tercantum dalam risalah lelang. Apabila NPOP yang diketahui maupun yang tidak diketahui lebih rendah dari nilai Nilai Jual Objek Pajak dalam perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan (NJOP PBB) pada tahun terjadinya perolehan, dasar pengenaan BPHTB yang dipakai adalah NJOP PBB. Besarnya Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) yang ditetapkan sesuai dengan Pasal 7 PerDa No.13 Tahun 2010 adalah Rp.60.000.000,00 untuk setiap Wajib Pajak, sedangkan dalam hal perolehan hak karena waris atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami atau commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 39
istri, NPOPTKP sebesar Rp.300.000.000,00. Tarif BPHTB yang ditetapkan dalam Pasal 8 sebesar 5%, sedangkan khusus untuk tanah atau bangunan yang diperoleh dari waris atau hibah ditetapkan sebesar 2,5%. Adapun cara perhitungan BPHTB sebagai berikut: 5% x (NPOP – NPOPTKP) atau 5% x (NJOP – NPOPTKP), sebagai contoh: Pada tanggal 2 Juni 2011 Tuan Yoyo membeli tanah seluas 1500 m2 di Jalan Martadinata dengan harga transaksi Rp.250.000.000. diketahui bahwa NJOP PBB tanah per meter di daerah tersebut adalah Rp.120.000. NPOPTKP wilayah pemerintah daerah tersebut ditetapkan senilai Rp.60.000.000. Hitung besar BPHTB yang dibayarkan Tuan Yoyo tahun 2011. Jawab: NPOP
250.000.000
NPOPTKP
60.000.000
NPOPKP
190.000.000
BPHTB (5% x 190.000.000)
9.500.000
Diketahui bahwa NPOP > NJOP PBB (120.000 x 1500 m2) maka yang digunakan adalah NPOP. Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 13 Tahun 2012 tentang Bea Perolehan Atas Tanah dan Bangunan Pasal 14 menyatakan bahwa :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 40
a. Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, Pejabat yang berwenang dapat menerbitkan: 1) Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB) dalam hal: a) jika berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain, pajak yang terutang tidak atau kurang bayar, b) jika SSPD tidak disampaikan kepada Walikota dalam jangka waktu tertentu dan stelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam surat teguran, c) jika kewajiban mengisi SSPD tidak dipenuhi, pajak yang terutang dihitung secara jabatan. 2) Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan (SKPDKBT) jika ditemukan data baru dan atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang. 3) Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil (SKPDN) jika jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak. b. Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKB sebagaimana yang dimaksud pada ayat (a) dikenakan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 41
jangka waktu paling lama 24 bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak. c. Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKBT sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (a) dikenakan sanksi administratif berupa
kenaikan
sebesar 100% dari
jumlah
kekurangan pajak tersebut. d.
Kenaikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (c) tidak dikenakan jika Wajib Pajak melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan. Pemeriksaan dan penelitian BPHTB juga diatur dalam Peraturan
Daerah Kota Surakarta Nomor 13 Tahun 2010 sebagai berikut. a.
Walikota atau Pejabat yang ditunjuk wajib melakukan kegiatan penelitian atas SSPD yang disampaikan Wajib Pajak.
b.
Penelitian yang dilakukan harus memperhatikan hal-hal seperti : 1)
tarif dan NPOPTKP harus sesuai dengan yang ditetapkan,
2)
adanya kepastian bahwa Wajib Pajak telah membayar BPHTB dan telah disetor ke kas daerah,
C.
TINJAUAN UMUM ANGGARAN Menurut Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disebut sebagai APBD adalah rencana keuangan tahunan daerah yang ditetapkan berdasarkanperaturan daerah tentang APBD. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 42
Kebijakan penyusunan APBD yang perlu mendapat perhatian pemerintah daerah dalam penyusunan APBD tahun 2013 yang terkait dengan pendapatan daerah, belanja daerah dan pembiayaan daerah sebagaimana yang dimaksud dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2013 yang didasarkan pada Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 adalah pendapatan daerah yang dianggarkan dalam APBD merupakan perkiraan yang terukur secara rasional dan memiliki kepastian serta dasar hukum penerimaannya. Penganggaran pendapatan daerah yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) memperhatikan hal-hal berikut. 1.
Kondisi perekonomian yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya, perkiraan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2013 dan realisasi penerimaan PAD pada tahun sebelumnya, serta ketentuan peraturan perundang-undangan pejabat terkait.
2.
Tidak memberatkan masyarakat dan dunia usaha.
3.
Peraturan daerah tentang pajak daerah dan retribusi daerah berpedoman pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009.
Adapun fungsi APBD ditinjau dari segi manajemen adalah: 1.
Pedoman bagi pemerintah daerah untuk melakukan tugasnya pada periode mendatang.
2.
Alat kontrol masyarakat terhadap kebijakanyang dibuat oleh pemerintah daerah.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 43
3.
Untuk
menilai
seberapa
jauh
pencapaian
pemerintahdalam
melaksanakan kebijakan dan program-program yang direncanakan. Dalam penganggaran bukti bahwa anggaran dapat dicapai adalah realisasinya didasarkan pada hasil yang lampau. Oleh karena itu data dari hasil yang lampau harus dikumpulkan sedemikian rupa sehingga bernilai maksimal dalam menetapkan anggaran penjualan yang akan datang (Bartizal 1973). Penganggaran tidak hanya digunakan oleh perusahaaan tetapi juga digunakan oleh nonperusahaan. Menurut Narafin (2007) anggaran perlu memperhatikan hal-hal berikut. 1.
Anggaran harus dibuat serealitas dan secermat mungkin sehingga tidak terlalu rendah atau terlalu tinggi. Anggaran yang dibuat terlalu rendah tidak menggambarkan kedinamisan, sedangkan anggaran yang terlalu tinggi hanyalah angan-angan.
2.
Anggaran dapat berfungsi sebagai motivasi bagi pelaksananya.
3.
Anggaran yang dibuat harus mencerminkan keadilan sehingga pelaksana tidak merasa tertekan tetapi justru termotivasi.
4.
Untuk membuat laporan realisasi anggaran diperlukan laporan yang akurat dan tepat waktu.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 44
D.
PEMBAHASAN 1.
Evaluasi
capaian
penerimaan
BPHTB
oleh
DPPKA
Kota
Surakarta tahun 2011. Sebelum tahun 2011 pemungutan BPHTB menjadi tanggung jawab KPP Pratama Surakarta yang bertindak sebagai fiskus pusat, namun melalui Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 BPHTB yang semula pajak pusat dialihkan menjadi pajak daerah dengan Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset sebagai pemungut pajak tersebut dimulai sejak 1 Januari 2011. Perpindahan kewenangan dalam pemungutan pajak tersebut tentu menjadi tantangan baru bagi pihak DPPKA Kota Surakarta. Berikut adalah tabel yang menggambarkan anggaran serta besar realisasi dari pemungutan BPHTB oleh KPP Pratama Surakarta pada tahun anggaran 2008 sampai 2010. Tabel II.1 Anggaran dan Realisasi BPHTB di Kota Surakarta Tahun 2008 s/d 2010 No
Tahun
Anggaran
Realisasi s/d
(%)
Desember 1
2008
Rp.25.655.376.000 Rp.30.366.526.176
118,36%
2
2009
Rp.35.464.470.000 Rp.39.568.136.752
111,575%
3
2010
Rp.42.753.393.214 Rp.43.688.716.095
102,19%
Sumber: KPP Pratama Kota Surakarta Berdasarkan tabel di atas dapat kita ketahui bahwa pemungutan BPHTB dari tahun ke tahun semakin menurun. Hal tersebut dapat diindikasikan bahwa pemungutan BPHTB masih dirasa kurang efektif. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 45
Pada awal tahun 2011 pemungutan BPHTB telah berpindah ke DPPKA Kota Surakarta dengan jumlah anggaran dan realisasi sebagai berikut. Tabel II.2 Anggaran dan Realisasi BPHTB di Kota Surakarta tahun 2011 No.
Tahun
Anggaran
Realisasi s/d
(%)
Desember 1
2011
Rp.34.500.000.000
Rp.49.827.022.392
144,43%
Sumber: DPPKA Kota Surakarta Dari data tabel di atas dapat dilihat bahwa anggaran BPHTB pada tahun 2011 mengalami penurunan sebesar 19,3% dari anggaran tahun 2010. Berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yaitu NPOPTKP yang semula Rp.20 juta naik menjadi Rp.60 juta dan untuk waris dan hibah wasiat NPOPTKP yang semula sebesar RP.200 juta menjadi Rp.300 juta. Berdasarkan berita harian JOGLOSEMAR yang diterbitkan pada tanggal 8 Januari 2011, pejabat Kabid Penagihan Pajak DPPKA Kota Surakarta Kinkin Sultanul Hakim menyatakan target tersebut turun karena Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) mengalami kenaikan. Target tersebut sudah bagus untuk Kota Surakarta, di samping itu Surakarta nyaman, kondusif dan investasi banyak berdatangan. Jika kita melihat pada realisasi anggaran BPHTB tahun 2011 tentunya anggaran tersebut dirasa kecil dengan persentase realisasi sebesar 144,43% karena realisasi tahun sebelumnya seharusnya menjadi dasar penetapatan anggaran ditahun kemudian. Berdasarkan tabel yang commit to user telah dicantumkan di atas Pemerintah Kota Surakarta dirasa mampu
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 46
untuk memenuhi anggaran BPHTB yang lebih tinggi dibandingkan anggaran yang telah ditetapkan dengan persentase kenaikan realisasi dari tahun 2010 ke tahun 2011 sebesar 14%. Untuk memperkuat anggapan tersebut dapat dilihat pada tabel yang memaparkan proyeksi anggaran BPHTB untuk tahun 2011 dan 2012 berdasarkan realisasi yang terjadi pada tahun yang lalu sebagai berikut. Tabel II.3 Proyeksi Realisasi BPHTB Kota Surakarta No.
Realisasi dalam (Rp)
Kenaikan
Rata
(Penurunan)
-rata
Proyeksi
(%)
1
2008
2009
2010
2009
2010
30.366.526.176
39.568.136.752
43.688.716.095
23,3
9,4
16,3
2011
2012
50.831.821.180
59.142.823.490
Sumber : Modul Analisis Laporan Keuangan Universitas Sebelas Maret Surakarta Adapun rumus menghitung proyeksi adalah: a.
Kenaikan (penurunan) Tahun 2009 = realisasi tahun 2009 – realisasi tahun 2008 realisasi tahun 2009 = 39.568.136.752 – 30.366.526.176 39.568.136.752 = 23,3% Tahun 2010 = realisasi tahun 2010 – realisasi tahun 2009 realisasi tahun 2010 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 47
= 43.688.716.095 – 39.568.136.752 43.688.716.095 = 9,4% b.
Rata-rata kenaikan (penurunan) dalam (%) Rata-rata = kenaikan (penurunan) tahun 2009 + tahun 2010 2 = 23,3% + 9,4% 2 = 16,3%
c.
Proyeksi Proyeksi = {100% + rata-rata kenaikan (penurunan)} x tahun realisasi sebelum tahun proyeksi Tahun 2011 = (100% + 16,3%) x 43.688.716.095 = 50.831.821.180 Tahun 2012 = (100% + 16,3%) x 50.831.821.180 = 59.142.823.490
Dapat dilihat berdasarkan tabel proyeksi realisasi di atas, pada tahun 2011 realisasinya mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya meskipun dalam pencapaian realisasi tersebut tidak sama seperti yang diproyeksikan yaitu sebesar 49,8M. Dengan kondisi realisasi yang cenderung meningkat dapat dikatakan bahwa anggaran tahun 2011 seharusnya mengalami kenaikan dibanding tahun 2010 karena realisasi yang terjadi mampu mengalami kenaikan mengingat anggaran yang dibuat seharusnya didasarkan pada realisasi tahun yang lalu meskipun commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 48
dasar pengenaan pajak atas BPHTB meningkat. Namun jika kita melihat pada anggaran tahun 2011 yang jauh menurun terlihat “rasa pesimis” pemerintah kota Surakarta dalam realisasi BPHTB jika anggaran yang ditetapkan lebih tinggi dari anggaran pada tahun 2010 mengingat perpindahan kewenangan pemungutan BPHTB menjadi “barang baru” bagi pemerintah kota Surakarta. Terjadinya perpindahan kewenangan pemungutan yang semula di pihak Pemerintah Pusat melalui KPP Pratama Kota Surakarta menjadi wewenang DPPKA Kota Surakarta melalui Walikota menjadi tantangan tersendiri
bagi
DPPKA
Kota
Surakarta
karena
selain
harus
mempersiapkan Sumber Daya Manusia yang kompeten selain itu juga harus memiliki kesiapan baik organisasi maupun prosedurnya. Dalam perpindahan kewenangan tersebut tentunya tidak lepas dari hambatanhambatan yang terkadang dapat menyulitkan DPPKA Kota Surakarta sebagai fiskus. Oleh karena itu dengan persiapan yang singkat tentunya DPPKA Kota Surakarta masih memerlukan pembelajaran yang banyak mengenai BPHTB dalam menjalankan serta menghadapi hambatanhambatan yang mungkin terjadi guna memaksimalkan penerimaan BPHTB di Kota Surakarta.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 49
2.
Hambatan-hambatan yang dialami oleh DPPKA Kota Surakarta dalam pemungutan BPHTB. Hambatan-hambatan yang terjadi dalam pemungutan BPHTB dapat dibagi ke dalam dua kelompok yaitu hambatan yang timbul dari pihak DPPKA itu sendiri dan hambatan yang timbul dari Wajib Pajak. a.
Hambatan yang timbul dari pihak DPPKA itu sendiri. Hambatan yang timbul dari DPPKA dapat berasal dari hambatan mental dan hambatan teknis. Berikut uraian dari hambatanhambatan tersebut. 1) masih kurangnya sumber daya manusia yang ahli dalam pemahaman BPHTB, 2) masih kurangnya teknologi yang mendukung kelangsungan pemungutan BPHTB, 3) masih rumitnya prosedur pemungutan BPHTB yang memakan waktu yang cukup lama, 4) lamanya waktu yang digunakan untuk berkas permohonan validasi yang memerlukan kendali cek lapangan. Hambatan-hambatan di atas memiliki peran penting dalam penerimaan BPHTB karena apabila kurangnya tenaga kerja yang ahli dalam BPHTB akan menentukan besar penerimaan BPHTB itu sendiri sedangkan kurangnya teknologi mengakibatkan kinerja pemungutan BPHTB memerlukan waktu yang lama karena sebagian besar dilaksanakan secara manual. Rumitnya prosedur commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 50
serta lamanya waktu untuk kendali cek lapangan mengakibatkan penerimaan BPHTB menjadi terhambat. b.
Hambatan yang timbul dari Wajib Pajak Sama halnya dengan hambatan yang timbul dari DPPKA, hambatan yang timbul dari Wajib Pajak dapat diuraikan berdasarkan hambatan mental dan hambatan teknis. Berikut hambatan-hambatan mental yang terjadi pada Wajib Pajak. 1) kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya BPHTB, 2) kurangnya pemahaman masyarakat tentang mekanisme Self Assessment System dalam pengajuan permohonan BPHTB, 3) kecenderungan Wajib Pajak yang ingin membayar rendah atas kewajibannya atau bahkan menghindari kewajiban pajaknya, 4) rumitnya prosedur permohonan validasi atas BPHTB yang membuat Wajib Pajak menjadi malas untuk mengajukan permohonan BPHTB. Hambatan-hambatan
di
atas
jelas
dapat
mempengaruhi
penerimaan BPHTB karena kurangnya kesadaran dan pemahaman, sikap malas serta kecenderungan menghindari pajak dapat menyulitkan pihak DPPKA sebagai pemungut pajak dalam memenuhi target BPHTB yang telah ditetapkan. Hambatan-hambatan teknis yang berasal dari Wajib Pajak juga mempersulit DPPKA Kota Surakarta sebagai pemungut pajak. Hambatan-hambatan teknis yang sering terjadi adalah pada kasus commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 51
jual beli tanah, tukar menukar, waris dan hibah wasiat. Berikut contoh-contoh hambatan teknis yang sering dialami oleh DPPKA Kota Surakarta. 1) dalam Formulir Permohonan SSPD BPHTB terdapat dokumen pendukung yang terlampir sebagai syarat pemenuhan BPHTB oleh Wajib Pajak kepada DPPKA Kota Surakarta terdapat hambatan seperti syarat yang tercantum dalam Formulir tersebut tidak dipenuhi oleh Wajib Pajak. Banyak Wajib Pajak yang lupa melampirkan copy sertifikat tanah, copy kuitansi jual beli, surat keterangan lunas PBB, dan denah lokasi. Hal tersebut akan menyulitkan pihak DPPKA Kota Surakarta juga pihak Wajib Pajak karena akan memakan waktu yang lebih lama sehingga Wajib Pajak harus bolak-balik untuk mengurus dokumen pendukung yang belum dipenuhi. Bagi DPPKA Kota Surakarta kekurangan dokumen pendukung tersebut akan menghambat pengecekan atas SSPD BPHTB oleh bidang penetapan karena dari dokumen tersebutlah dapat diketahui secara pasti mengenai kebenaran BPHTB terutang yang tercantum pada SSPD BPHTB oleh Wajib Pajak. Berdasarkan copy sertifikat tanah, bidang penetapan dapat mengetahui kepemilikan tanah tersebut dan dari denah lokasi bidang penetapan dapat mengetahui apakah dalam gambaran tanah tersebut terdapat bangunan atau tidak karena apabila ternyata commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 52
terdapat bangunan sedangkan Wajib Pajak menyatakan tidak ada bangunan hal tersebut akan menambah jumlah BPHTB yang terutang. Apabila Wajib Pajak lupa melampirkan kuitansi jual beli maka bidang penetapan tidak dapat mengecek kebenaran BPHTB yang terutang karena dari kuitansi tersebut bidang penetapan dapat mengetahui dasar pengenaan pajak yang seharusnya dipakai. Apabila NJOP lebih tinggi dari NPOP maka yang menjadi dasar pengenaan pajak adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Dapat kita bayangkan apabila dokumen pendukung seperti sertifikat tanah, denah lokasi, kuitansi jual beli dan surat keterangan lunas PBB tidak dipenuhi maka hal tersebut akan membuang waktu bahkan membuat penerimaan BPHTB terhambat. 2) Wajib Pajak yang menginginkan kewajiban pajaknya rendah bahkan jika mungkin terbebas dari pajak membuat Wajib Pajak terkadang tidak jujur dalam memberikan informasi. Seperti terdapatnya kasus perumahan yang NJOPnya sebesar Rp.60.000.000, tentunya pihak DPPKA melalui bidang penetapan waspada sehingga melakukan pengecekan kepada Wajib Pajak apakah benar NJOP dari perumahan tersebut sebesar Rp.60.000.000.
Pokok permasalahannya adalah
ketidakjujuran Wajib Pajak dalam menghitung kewajiban commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 53
pajaknya. Hal tersebut dimungkinkan karena kurangnya pengetahuan Wajib Pajak atas BPHTB atau dapat juga dikarenakan motivasi menghindari pajak dari Wajib Pajak sendiri. 3) hambatan yang juga sering terjadi adalah dalam kasus tukar menukar. Dalam hal tukar menukar penentuan pajak yang terutang menjadi sulit karena selain susahnya menentukan nilai pasar dari tukar menukar tersebut juga sulitnya menentukan pihak mana yang terutang BPHTB karena hal tersebut berbeda dengan jual beli. Jika dalam hal jual beli pihak pembeli sebagai yang terutang BPHTB jelas dan didasarkan pada harga transaksi maka dalam hal tukar menukar akan sulit menetukan pihak mana yang terutang BPHTB karena yang terjadi adalah tukar menukar antara tanah dan atau bangunan dengan tanah atau bangunan yang mungkin memiliki nilai berbeda. 4) dalam hal hibah wasiat juga terdapat kendala seperti masalah dalam perhitungan terhadap hibah wasiat yang diterima secara bersama oleh keluarga sedarah dari garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus ke samping. Dalam hal tersebut bidang penetapan akan mengalami kesulitan dalam mengecek besarnya BPHTB yang terutang karena Wajib Pajak commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 54
yang kurang memahami tentang BPHTB dalam perkembangan kasus seperti di atas. Wajib Pajak biasanya hanya mengetahui tentang dasar-dasar pengenaan BPHTB seperti yang tercantum dalam Undang-Undang No.28 Tahun 2009. Dalam kasus tersebut Wajib Pajak tidak dapat menghitung BPHTB yang terutang dengan benar. Apakah dihitung sebesar nilai pasar langsung atau harus dibagikan kepada ahli waris masingmasing baru dihitung secara terpisah.
3.
Upaya-upaya yang dilakukan oleh DPPKA Kota Surakarta dalam mengatasi hambatan yang ada untuk kelancaran penerimaan pendapatan daerah dari BPHTB Dalam mengatasi hambatan-hambatan yang terjadi tentunya pihak DPPKA Kota Surakarta memiliki upaya-upaya demi kelancaran penerimaan BPHTB baik yang dilaksanakan bagi pihak DPPKA itu sendiri maupun upaya yang dilaksanakan untuk menghadapi hambatanhambatan yang datang dari Wajib Pajak. a.
Upaya-upaya yang dilakukan dalam menghadapi hambatan yang timbul dari pihak DPPKA itu sendiri. Berikut upaya-upaya yang telah dilakukan oleh DPPKA Kota Surakarta untuk menghadapi hambatan-hambatan yang terjadi karena DPPKA itu sendiri. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 55
1)
diadakannya pelatihan-pelatihan bagi karyawan untuk dapat memahami BPHTB lebih baik,
2)
diadakannya
sistem
komputerisasi
untuk
memproses
penerimaan berkas pelayanan BPHTB, 3)
pemahaman mendalam mengenai prosedur pembayaran dan validasi BPHTB sesuai dengan tugas masing-masing bidang,
4)
dibaginya fungsi bagian cek lapangan dengan fungsi yang lain untuk mempercepat proses pengecekan lapangan.
b. Upaya-upaya
yang
dilakukan
DPPKA
dalam
menghadapi
hambatan-hambatan yang timbul dari Wajib Pajak. Hambatan-hambatan yang terjadi dapat berasal dari mental Wajib Pajak untuk itu DPPKA Kota Surakarta menempuh upaya dengan
mengadakan
penyuluhan
bagi
masyarakat
untuk
memberikan pengertian seberapa pentingnya BPHTB, mengadakan pelatihan
untuk
perhitungan
mengajari
BPHTB
dan
masyarakat
tentang
penyuluhan
mengenai
mekanisme prosedur
permohonan validasi dan pembayaran BPHTB, serta mengadakan sosialisasi melalui media elektronik. DPPKA
Kota
Surakarta
juga
memiliki
upaya
dalam
menghadapi hambatan-hambatan teknis yang berasal dari Wajib Pajak. Berikut upaya-upaya tersebut. 1)
dalam kasus kurangnya pemenuhan dokumen pendukung seperti tidak adanya denah lokasi dan copy sertifikat tanah commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 56
maka pihak DPPKA akan meminta denah dan copy sertifikat tersebut kemudian mengecek kebenaran dari denah tersebut dengan dilakukannya kendali cek lapangan jika dirasa meragukan atau terdapat ketidakcocokan antara perhitungan dengan denah lokasi yang terlampir, seperti apakah benar tidak ada bangunan sebagaimana yang tercatat dalam perhitungan atau justru terdapat bangunan namun tidak diperhitungkan dalam perhitungan. Jika ternyata setelah dilakukan kendali cek lapangan ternyata kebenaran dari cek lapangan tersebut tidak sesuai dengan informasi yang diberikan Wajib Pajak dan perhitungan yang dilakukan Wajib Pajak maka DPPKA akan melakukan koreksi dengan mengeluarkan Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar (SKBPHTBKB) karena hal tersebut akan menambah jumlah BPHTB yang terutang. Sama seperti
yang sebelumnya,
apabila Wajib
Pajak
tidak
melampirkan copy kuitansi jual beli maka DPPKA melalui bidang penetapan tidak dapat mengetahui secara pasti dasar pengenaan jual beli yang seharusnya dipakai. Apabila ternyata NJOP lebih tinggi dari NPOP sedangkan yang digunakan oleh Wajib Pajak dalam menghitung BPHTB yang terutang adalah NPOP maka akan terjadi kurang bayar sehingga DPPKA akan menerbitkan SKBPHTBKB. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 57
2)
dalam menangani Wajib Pajak yang tidak memberikan informasi secara jujur pihak DPPKA memiliki batas toleransi. Batas tersebut ditentukan apabila BPHTB yang terutang oleh Wajib Pajak tersebut dirasa telah memberikan penerimaan BPHTB yang cukup baik maka hal tersebut tidak akan menjadi masalah bagi Wajib Pajak tersebut. Namun, apabila ternyata setelah dilakukan pengecekan diketahui bahwa Wajib Pajak telah memanipulasi harga transaksi dan ditemukan bahwa NPOP yang sebenarnya bukan seperti yang dikatakan Wajib Pajak maka DPPKA akan menerbitkan Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar (SKBPHTBKB). Kasus tersebut hampir sama penyelesaiannya dengan poin (1) di atas namun yang menjadi pembeda adalah sumber dari permasalahannya. Berikut contoh kasus untuk mempermudah pemahaman mengenai kesalahan informasi yang diberikan oleh Wajib Pajak. Pada 2 Juni 2011 Tuan B membeli tanah seluas 200 m2 di jalan Slamet Riyadi dengan mengakui harga transaksi sebesar Rp.250.000.000 diketahui bahwa NJOP PBB tanah per meter di wilayah tersebut adalah Rp. 950.000 maka BPHTB yang terutang
menurut
transaksi
(Rp.250.000.000-Rp.60.000.000) commit to user
diatas =
adalah
5%
x
Rp.9.500.000.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 58
Berdasarkan informasi tersebut patut diwaspadai karena harga transaksi yang dirasa tidak rasional melihat tanah yang dibeli adalah di daerah Slamet Riyadi maka DPPKA melakukan pemeriksaan terhadap Tuan B pada bulan Januari, setelah dilakukan pemeriksaan Tuan B diketahui telah memanipulasi harga Transaksi dan ditemukan bahwa NPOP sebenarnya atas transaksi tersebut adalah Rp. 350.000.000 sehingga BPHTB yang seharusnya terutang adalah 5% x (Rp.350.000.000Rp.60.000.000)
=
Rp.14.500.000
maka
DPPKA
Kota
Surakarta menerbitkan SKBPHTBKB karena BPHTB yang kurang bayar sebesar Rp.5.000.000 ditambah dengan sanksi administrasi sebesar Rp.800.000 (2% x Rp.5.000.000 x 8 bulan). 3)
dalam kasus tukar menukar pihak DPPKA Kota Surakarta memperlakukan tukar menukar seperti jual beli dengan mengunakan dasar pengenaan pajaknya dalah harga transaksi karena jika menggunakan nilai pasar akan sulit untuk menentukan nilai pasar sekarang dari tukar menukar tersebut. Dalam proses tukar menukar kedua belah pihak memperoleh hak baru sehingga kedua belah pihak terutang BPHTB sesuai dengan nilai asset yang diperolehnya. Untuk mempermudah memahami penyelesaian kasus di atas berikut contohnya: commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 59
Tuan Y memiliki tanah dan bangunan dengan NJOP sebesar Rp.250.000.000, sedangkan Tuan X memiliki sebidang tanah sebesar Rp.200.000.000 karena suatu hal kedua belah pihak setuju melakukan tukar menukar maka kedua belah pihak akan memperoleh hak baru sehingga kedua belah pihak terutang BPHTB. Tuan Y membayar BPHTB sebesar Rp.7.000.000 yang berasal dari 5% x (Rp.200.000.000Rp.60.000.000) sedangkan Tuan X membayar BPHTB sebesar Rp.9.500.000 yang berasal dari 5% x (Rp.250.000.000Rp.60.000.000). 4)
dalam kasus hibah wasiat sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 pasal 87 berbunyi: Besarnya NPOPTKP ditetapkan paling rendah Rp.60.000.000 untuk setiap Wajib Pajak kecuali dalam hal perolehan hak karena waris atau hibah wasiat yang diterima oleh orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hadiah wasiat, termasuk suami/istri, NPOPTKP ditetapkan paling rendah sebesar Rp.300.000.000
Dalam kasus pemberian hibah wasiat kepada dua orang yang berbeda perhitungan atas kewajiban BPHTB dari hibah wasiat adalah setelah dilakukan pengesahan hibah wasiat dengan pembuatan akta hibah wasiat antara dua orang yang berbeda yaitu antara keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau lurus satu derajat ke bawah commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 60
dengan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus kesamping harus segera dilakukan pembagian secara merata atau langsung dibagi dua sehingga dalam melakukan pendaftaran peralihan haknya dilakukan oleh masing-masing pihak yang menerimanya. Dari kasus hibah wasiat di atas yang menjadi pembeda dalam kasus hibah wasiat yang diterima secara bersama oleh keluarga sedarah dari garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus ke samping adalah tarif pajak. Dalam perhitungan BPHTB yang terutang pihak penerima dari garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dikenai tarif pajak sebesar 2,5% dari NJOP sedangkan penerima dari pihak keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus ke samping dikenai 5% dari NJOP meskipun sama-sama berasal dari hibah wasiat. Berikut contoh untuk memperjelas kasus diatas. Diketahui Nilai Jual Objek Pajak dari harta hibah wasiat adalah Rp.4.000.000.000 yang diberikan kepada saudara dan anaknya
dengan
jumlah
sama
besar
masing-masing
Rp.2.000.000.000 sesuai dengan akta hibah wasiat maka berikut perhitungannya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 61
Besar BPHTB yang terutang dari hibah wasiat bagi saudara pemberi hibah wasiat sebagai keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus kesamping:
NJOP BPHTB
2.000.000.000
NPOPTKP
( 300.000.000)
NPOPKP
1.700.000.000
BPHTB terutang 5% x 1.700.000.000
85.000.000
BPHTB Hibah Wasiat 50% x 85.000.000
42.500.000
Besar BPHTB yang terutang dari hibah wasiat bagi anak pemberi hibah wasiat sebagai keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau lurus satu derajat ke bawah adalah berikut perhitungannya. NJOP
Rp.2.000.000.000
NPOPTKP
(300.000.000)
NPOPKP
1.700.000.000
BPHTB terutang 2,5% x 1.700.000.000
42.500.000
BPHTB dari hibah wasiat 50% x 42.500.000
21.250.000
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III TEMUAN
Penelitian atas evaluasi capaian penerimaan BPHTB oleh DPPKA Kota Surakarta Tahun 2011 yang dilakukan oleh penulis telah menemukan hasil penelitian yang dapat diuraikan ke dalam dua golongan yaitu kelebihan dan kelemahan. Pelaksanaan pemungutan BPHTB yang sesuai dengan UndangUndang Nomor 28 Tahun 2009 dan Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah menjadi kelebihan bagi pihak DPPKA karena pelaksanaan telah mengacu pada aturan yang berlaku, pengoptimalan Wajib Pajak dan pengoptimalan penerimaan BPHTB juga menjadi kelebihan DPPKA Kota Surakarta mengingat BPHTB adalah “barang baru” yang telah berubah menjadi kewenangan Pemerintah Daerah sejak awal tahun 2011. Di samping kelebihan dalam pelaksanaan pemungutan BPHTB di atas tentu terdapat kelemahan yang menjadi evaluasi bagi DPPKA Kota Surakarta di masa datang. Penulis berupaya memaparkan kelebihan dan kelemahan yang lebih terperinci sebagai berikut: A.
KELEBIHAN Kelebihan dapat diuraian sebagai berikut: 1.
Dalam pelaksanaan pemungutan BPHTB oleh DPPKA Kota Surakarta telah
dilakukannya
pembagian
fungsi,
antara
lain
Bagian
Pelayanan/CSO yang berfungsi sebagai melayani permohonan BPHTB oleh Wajib Pajak, Divisi DAFDA dan Dokumentasi yang berfungsi mendata Surat Setoran Pajak NPWPD dengan menerbitkan Tanda commit to user
62
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 63
Terima Berkas, serta Bidang Penetapan yang berfungsi sebagai pengecek kebenaran data Wajib Pajak atas permohonan validasi BPHTB, menghitung BPHTB yang terutang dan menerbitkan SKBPHTB bagi Wajib Pajak yang kurang bayar. 2.
Pelatihan bagi karyawan di Semarang untuk pengoptimalan tenaga kerja ahli BPHTB pada DPPKA Kota Surakarta.
3.
Sosialisasi mengenai Peraturan-Peraturan Daerah tentang BPHTB serta mengajarkan mekanisme perhitungan BPHTB sesuai dengan UndangUndang Nomor 28 Tahun 2009 kepada masyarakat.
4.
Bekerja sama dengan Notaris Di wilayah kota Surakarta untuk mempermudah Wajib Pajak dalam melakukan pengajuan permohonan BPHTB.
5.
Diterbitkannya SKBPHTBKB atau SKBPHTBLB yang sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 13 tahun 2010 sebagai wujud atas BPHTB yang kurang bayar maupun lebih bayar untuk pengoptimalan penerimaan BPHTB.
6.
Pelaksanaan sanksi administratif sebesar 2% sesuai dengan UndangUndang Nomor 28 Tahun 2009 kepada Wajib Pajak yang kurang bayar atas permohonan BPHTB yang diajukan.
7.
Dilaksanakannya kendali cek lapangan bagi permohonan validasi BPHTB
yang
diragukan
kebenarannya
penerimaan BPHTB. commit to user
untuk
pengoptimalan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 64
8.
Sosialisasi persuasif melalui brosur maupun media iklan elektronik telah dilaksanakan.
9.
Kerja sama dengan bank milik pemerintah demi kelancaran pembayaran BPHTB.
B.
KELEMAHAN 1.
Masih kurangnya tenaga kerja ahli yang paham mengenai BPHTB sehingga masih harus dilaksanakannya pelatihan bagi karyawan yang menangani BPHTB.
2.
Minimnya teknologi yang digunakan dalam pelaksanaan BPHTB karena sebagian besar pelaksanaan dilaksanakan secara manual.
3.
Rumitnya prosedur pengajuan permohonan BPHTB yang terkadang dapat mendorong Wajib Pajak untuk menghindari pajak.
4.
Sosialisasi tentang Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2010 tentang BPHTB
dan
sosialisasi
mekanisme
perhitungan
yang
belum
menyaluruh sehingga banyak Wajib Pajak yang masih belum mengerti apa itu BPHTB dan tidak dapat menghitung BPHTB. 5.
Kendali cek lapangan yang dilakukan karena adanya keraguan atas kebenaran permohonan BPHTB memakan waktu yang lama sehingga tidak sesuai dengan tata cara cek lapangan yang biasanya dilaksanakan maksimal dua hari.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 65
6.
Kurangnya penyuluhan kepada notaris sehingga banyak dimungkinkan notaris yang ikut melakukan pemberian informasi yang salah atas permohonan validasi BPHTB dari Wajib Pajak.
7.
Lamanya proses validasi permohonan BPHTB membuat Wajib Pajak harus bolak-balik ke DPPKA untuk mengambil validasi tersebut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV PENUTUP
A.
KESIMPULAN Pada awal tahun 2011 sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 bahwa kewenangan pemungutan yang semula menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat melalui KPP Pratama beralih ke Pemerintah Daerah melalui DPPKA Kota Surakarta. Peralihan BPHTB yang masih tergolong baru bagi DPPKA Kota Surakarta menjadi tantangan tersendiri. Jika melihat pada realisasi anggaran BPHTB tahun 2011 kinerja DPPKA dapat dikatakan cukup baik karena berdasarkan proyeksi atas realisasi yang telah dibuat peneliti pada pembahasan sebelumnya pemerintah kota Surakarta cukup mampu memenuhi realisasi yang seharusnya meskipun terdapat sedikit selisih, namun mengingat anggaran BPHTB tahun 2011 menurun jauh dibandingkan tahun 2010 menjadi pertanyaan yang cukup kompleks mengingat kemampuan pemerintah kota Surakarta yang cukup baik dalam melaksanakan pemungutan BPHTB sehingga dapat dikatakan bahwa masih adanya kemungkinan hambatan-hambatan dalam pelaksanaan pemungutan BPHTB pada tahun 2011 yang menjadi awal perpindahan kewenangan pemungutan
BPHTB.
Hambatan-hambatan
yang
terjadi
dapat
mempengaruhi besar kecilnya penerimaan BPHTB karena apabila pemerintah kota Surakarta tidak tanggap dan kritis terhadap hambatan yang terjadi serta besar penerimaan commitBPHTB to user yang sebenarnya tidak dapat
66
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 67
diprediksi dapat membuat penerimaan BPHTB tidak maksimal. Pergerakan property yang tidak dapat diprediksikan membuat pemerintah kota Surakarta haruslah pandai dalam memaksimalkan penerimaan BPHTB. Berdasarkan penelitian ini penulis menemukan hambatan hambatan yang terjadi dalam pelaksanaan pemungutan BPHTB karena peralihan BPHTB yang telah menjadi kewenangan baru bagi DPPKA Kota Surakarta agar dapat dievaluasi untuk memaksimalkan penerimaan BPHTB. Hambatan yang dialami oleh DPPKA berasal dari dua macam, yaitu hambatan yang berasal dari DPPKA itu sendiri dan hambatan yang berasal dari Wajib Pajak. Hambatan yang berasal dari DPPKA itu sendiri adalah masih kurangnya tenaga kerja yang ahli dalam BPHTB, kurangnya diterapkan teknologi dalam pelaksanaan BPHTB sehingga sebagian besar dilaksanakan secara manual, masih rumitnya prosedur pelaksanaan pemungutan, serta lamanya waktu yang digunakan berkas cek lapangan untuk kembali pada Bidang Penetapan yang menghambat proses pemungutan. Sedangkan hambatan yang berasal dari Wajib Pajak adalah masih kurangnya kesadaran Wajib Pajak akan pentingnya BPHTB, kurangnya pemahaman Wajib Pajak tentang BPHTB dan mekanisme perhitungan BPHTB sebagai wujud dari pelaksanaan Self Assessment System membuat banyak terjadi masalah yang berhubungan dengan perhitungan BPHTB yang terutang, serta masih rumitnya prosedur dan lamanya proses validasi permohonan BPHTB membuat Wajib Pajak cenderung enggan atau menghindari membayar pajak. Sebagai akibat dari commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 68
hambatan mental yang berasal dari Wajib Pajak, DPPKA Kota Surakarta sering mengalami hambatan dalam validasi atas SSPD BPHTB. Dalam proses validasi Bidang Penetapan akan mengkoreksi SSPD BPHTB yang diajukan oleh Wajib Pajak apakah sesuai dengan yang sebenarnya atau tidak jika ternyata terdapat ketidakcocokan maka Bidang Penetapan akan menerbitkan SKBPHTBKB atau SKBPHTBLB. Hambatan dalam proses validasi sering terjadi pada kasus tukar menukar, kasus jual beli, pemenuhan persyaratan formulir permohonan validasi SSPD BPHTB, dan kasus hibah wasiat.
B.
SARAN Hambatan
mental
yang
terjadi
dalam
pengumutan
BPHTB
mengakibatkan terjadinya hambatan teknis yang dapat mempengaruhi penerimaan BPHTB. Sebagai contoh riil yang ada adalah hambatan mental yang berasal dari Wajib Pajak seperti kurangnya kesadaran akan pentingnya BPHTB berakibat pada ketidakjujuran Wajib Pajak dalam menyampaikan informasi dalam permohonan validasi BPHTB untuk menghindari atau mengurangi
pajak
yang
terutang.
Ketidakjujuran
tersebut
yang
mengakibatkan terjadinya kasus seperti dalam transaksi jual beli. Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk mencegah terjadinya hambatan teknis adalah dengan meminimalkan terjadinya hambatan mental. Berdasarkan hambatan-hambatan yang penulis temukan dalam penelitian atas evaluasi capaian penerimaan BPHTB oleh DPPKA Kota Surakarta Tahun 2011, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 69
penulis berupaya menyampaikan saran-saran yang ditujukan untuk pengoptimalan penerimaan BPHTB di tahun mendatang sebagai berikut. 1.
Perlunya pengoptimalan kinerja DPPKA Kota Surakarta dalam melaksanakan pemungutan BPHTB, seperti ditambahnya tenaga kerja ahli dalam BPHTB dan pengadaan sistem komputerisasi dalam pendataan Wajib Pajak yang mengajukan permohonan BPHTB pada masing-masing bidang dalam DPPKA dan pangadaan komputerisasi untuk mekanisme perhitungan BPHTB sehingga dapat meminimalkan terjadinya kesalahan oleh manusia.
2.
Perlu diadakannya pendampingan bagi Wajib Pajak yang hendak mengajukan permohonan validasi SSPD BPHTB di DPPKA sehingga Wajib Pajak yang tidak memahami mekanisme perhitungan BPHTB dapat didampingi dan dibantu oleh karyawan tersebut sebelum melakukan pembayaran atas pajak yang terutang sehingga dapat membantu meminimalkan kesalahan perhitungan oleh Wajib Pajak.
3.
Perlu diadakannya sosialisasi yang rutin kepada Wajib Pajak untuk memberikan pemahaman tentang BPHTB baik untuk meningkatkan kesadaran Wajib Pajak atas pentingnya BPHTB atau penyuluhan atas terbitnya peraturan-peraturan baru sehingga pengoptimalan jumlah Wajib Pajak dapat dilaksanakan.
4.
Perlunya diadakan inspeksi mendadak untuk memantau dan mengawasi pegawai yang telah melanggar aturan yang telah ditetapkan dan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 70
bertindak diluar fungsi jabatannya sehingga dapat meminimalkan tindak korupsi dan kolusi yang mungkin terjadi. 5.
Bagi penulis selanjutnya dapat melaksanakan penelitian mengenai BPHTB
yang
lebih
baik
dan
mendalam
untuk
membantu
pengoptimalan kinerja DPPKA Kota Surakarta karena masih banyaknya kekurangan-kekurangan yang disadari penulis dalam penelitian ini. Selain itu dapat melakukan penelitian tidak hanya terbatas pada BPHTB saja melainkan juga pajak reklame, pajak hiburan, pajak air tanah, dan sebagainya.
commit to user