perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
EFEKTIVITAS DAN ELASTISITAS PEMUNGUTAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB) DI KABUPATEN NGAWI TAHUN 2006 - 2011
TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Magister Ekonomi dan Studi Pembangunan Konsentrasi : Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Keuangan Daerah
Oleh : CITA PUTRI MAHARANI, S.STP NIM. S4211030
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN SURAKARTA 2013
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
EFEKTIVITAS DAN ELASTISITAS PEMUNGUTAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB) DI KABUPATEN NGAWI TAHUN 2006 – 2011
Disusun Oleh : CITA PUTRI MAHARANI, S.STP NIM. S4211030
Telah disetujui oleh pembimbing
Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. AM. Soesilo, M.Sc NIP. 19590328 198803 1 001
Dr. Siti Aisyah TR, SE., M.Si NIP. 19590328 198803 1 001
Ketua Program Studi Magister Ekonomi dan Studi Pembangunan
Dr. AM. Soesilo, M.Sc NIP. 19590328 198803 1 001
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
EFEKTIVITAS DAN ELASTISITAS PEMUNGUTAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB) DI KABUPATEN NGAWI TAHUN 2006 – 2011
Disusun Oleh : CITA PUTRI MAHARANI, S.STP NIM. S4211030
Telah disetujui oleh Tim Penguji Pada tanggal : Februari 2013
Jabatan Ketua Tim Penguji
Pembimbing Utama
Pembimbing Pendamping
Nama
Tanda Tangan
Dr. Agustinus Suryantoro, MS NIP. 19590911 198702 1 001
.......................................
Dr. AM. Soesilo, M.Sc NIP. 19590328 198803 1 001
.......................................
Dr. Siti Aisyah TR, SE., M.Si NIP. 19590328 198803 1 001
.......................................
Mengetahui Direktur PPs UNS
Ketua Program Studi Magister Ekonomi dan Studi Pembangunan
Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, M.S NIP. 19610717 198601 1 001
Dr. AM. Soesilo, M.Sc NIP. 19590328 198803 1 001
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HALAMAN PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama
: CITA PUTRI MAHARANI, S.STP
NIM
: S4211030
Program Studi
: Magister Ekonomi dan Studi Pembangunan
Konsentrasi
: Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Keuangan Daerah
Menyatakan bahwa tesis ini adalah hasil karya sendiri dan bukan merupakan jiplakan dari hasil karya orang lain.
Demikian surat pernyataan ini saya buat sebenar-benarnya.
Surakarta, 12 Februari 2013 Tertanda,
CITA PUTRI MAHARANI, S.STP
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK EFEKTIVITAS DAN ELASTISITAS PEMUNGUTAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB) DI KABUPATEN NGAWI TAHUN 2006 – 2011
CITA PUTRI MAHARANI, S.STP S4211030
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis Efektivitas dan Elastisitas Pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) di Kabupaten Ngawi pada tahun 2006 sampai dengan 2011. BPHTB merupakan salah satu komponen Pendapatan Daerah yang kontribusinya sangat mempengaruhi tingkat kemandirian keuangan daerah. Data yang dipergunakan adalah data time series BPHTB tahun 2006-2011. Data yang dipergunakan merupakan data sekunder yang diambil dari data resmi Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Kabupaten Ngawi dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Ngawi yang meliputi data target dan realisasi BPHTB dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa efektivitas pemungutan BPHTB dilihat dari perbandingan antara realisasi dengan target yang telah ditetapkan rata-rata per tahun lebih besar dari 100% yaitu sebesar 136,07%. Hal ini dapat dikatakan bahwa pemungutan BPHTB di Kabupaten Ngawi selama kurun waktu tahun 2006 – 2011 sudah sangat efektif. Artinya pertumbuhan kebutuhan pembangunan dan iklim investasi terhadap tanah dan bangunan di Kabupaten Ngawi cukup besar. Sedangkan elastisitas PDRB per kapita terhadap BPHTB berdasarkan perbandingan antara prosentase pertumbuhan BPHTB dengan prosentase pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga Berlaku sebesar 0,005 atau kurang dari 1 (<1) termasuk dalam kategori inelastis. Artinya kenaikan PDRB sebesar 1% hanya mengakibatkan kenaikan penerimaan BPHTB kurang dari 1% atau hanya sebesar 0,005%. Dengan demikian Pemerintah Kabupaten Ngawi perlu mengambil kebijakan dan tindakan untuk meningkatkan penerimaan BPHTB diantaranya perlu mengkaji lagi apakah target yang ditetapkan sudah sesuai dengan potensi riil yang ada di daerah atau belum, menetapkan peraturan yang mengatur standar harga pasar di tiap-tiap wilayah di Kabupaten Ngawi, melakukan tindakan yang tegas terhadap petugas yang melakukan tindakan penggelapan dan kepada wajib pajak yang tidak mematuhi peraturan yang berlaku, dan tetap menggalakkan kegiatan intensifikasi dan ekstensifikasi BPHTB. Kata kunci : Efektivitas, Elastisitas dan BPHTB.
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT EFFECTIVENESS AND ELASTICITY VOTING BEA ACQUISITION OF LAND AND BUILDING (BPHTB) AT NGAWI REGENCY (2006 – 2011)
CITA PUTRI MAHARANI, S.STP S4211030
This study aims to analyze the Effectiveness and Elasticity Voting Bea Acquisition of Land and Building (BPHTB) at Ngawi Regency (2006 – 2011). BPHTB is one component that contributes Revenue greatly affect the level of local financial autonomy. The data used are time series data BPHTB during the period 2006-2011. The data used are secondary data taken from official data Revenue Service, Finance and Asset Management District and the Central Bureau of Statistics Ngawi Ngawi district that includes targets and realization BPHTB and Gross Regional Domestic Product (GRDP). The results showed that while the effectiveness of voting BPHTB seen from the comparison between the realization of the set targets on average per year greater than 100% is equal to 136.07%. It can be said that the collection BPHTB Ngawi district during the period 2006 - 2011 has been very effective. This means that the growth and development needs of the investment climate on land and buildings in the District Ngawi big enough. While the elasticity of GDP per capita to BPHTB based on the comparison between the percentage growth BPHTB percentage of GDP growth at current prices of 0.005 or less than 1 (<1) are included in the category of inelastic. This means that a 1% increase in GDP may lead to an increase BPHTB less than 1% or by only 0.005%. Thus Ngawi district government should adopt policies and measures to improve them BPHTB need to examine again whether the target is in conformity with the real potential in the area or not, to establish rules governing the standard market price in each region in the district of Ngawi, strict action against officers who commit acts of fraud and to taxpayers who do not comply with current regulations, and still promote intensification and extensification BPHTB. Keywords: Effectiveness, Elasticity and BPHTB.
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap syukur Alhamdulillah ke hadirat Alloh SWT, karena atas ridho dan rahmat-Nya, maka penulisan tesis dengan judul “Efektivitas dan Elastisitas Pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) di Kabupaten Ngawi Tahun 2006 - 2011” dapat diselesaikan. Penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat untuk mencapai derajat sarjana S-2 pada Program Pasca Sarjana Studi Magister Ekonomi dan Studi Pembangunan (MESP) Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dalam penulisan tesis ini penulis telah banyak menerima bantuan moril maupun materiil, dorongan, semangat, saran, dan pendapat dari berbagai pihak. Oleh karena itu perkenankanlah penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada : 1.
Dr. Wisnu Untoro, M.S Selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret;
2.
Dr. AM. Soesilo, M.Sc selaku Ketua Program Pasca Sarjana Magister Ekonomi dan Studi Pembangunan (MESP) dan sekaligus Dosen Pembimbing penulis I yang telah banyak memberikan motivasi kepada penulis;
3.
Dr. Agustinus Suryantoro, MS selaku Ketua Tim Penguji yang telah memberikan pengarahan untuk lebih mempertajam penulisan ini;
4.
Dr. Siti Aisyah TR, SE., M.Si selaku Dosen Pembimbing II yang dengan sabar dan tak kenal lelah berkenan meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing dan mengarahkan penulis dalam penulisan tesis ini;
viii
perpustakaan.uns.ac.id
5.
digilib.uns.ac.id
Dr. Yunastiti Purwaningsih, MP selaku Sekretaris Program Pasca Sarjana Magister Ekonomi dan Studi Pembangunan atas dukungan semangat kepada penulis;
6.
Seluruh karyawan bagian administrasi Program Pasca Sarjana Magister Ekonomi dan Studi Pembangunan Universitas Sebelas Maret atas pelayanan administrasi yang baik selama ini;
7.
Bapak dan Ibuku tercinta yang telah memberi semangat dan doanya kepada penulis dalam segala hal termasuk dalam menyelesaikan tesis ini;
8.
Suamiku tercinta, Dwi Nuridwan, SH yang telah memberikan curahan doa, dorongan moril dan materiil kepada penulis untuk menyelesaikan tesis ini;
9.
Anakku tersayang, Kanaya Raissa Putri yang telah memberi motivasi dan inspirasi kepada penulis;
10. Bapak Kepala Dinas, Bapak Sekretaris, Ibu Kabid Anggaran, dan Bapak Kabid Pajak Daerah pada Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Kabupaten Ngawi yang telah memberikan banyak bantuan moril, arahan, dan semangat kepada penulis; 11. Bapak Kepala Badan Pusat Statistik Kabupaten Ngawi beserta jajarannya yang telah memberikan data kepada penulis; 12. Semua rekan-rekan seperjuangan di Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Kabupaten Ngawi yang membantu penulis dalam penyediaan data; 13. Rekan-rekanku Angkatan XVIII Program Pasca Sarjana Magister Ekonomi dan Studi Pembangunan Universitas Sebelas Maret.
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Penulis menyadari bahwa penulisan Tesis ini masih banyak terdapat kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu saran dan kritik sebagai masukan bagi perbaikan di masa yang akan datang sangat penulis harapkan. Akhirnya, penulis berharap semoga Tesis ini dapat bermanfaat.
Surakarta, ............................2013 Penulis,
CITA PUTRI MAHARANI, S.STP
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
JUDUL ...........................................................................................................
i
PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................................
ii
PENGESAHAN TIM PENGUJI ...................................................................
iii
HALAMAN PERNYATAAN .......................................................................
iv
MOTTO .........................................................................................................
v
ABSTRAK .....................................................................................................
vi
KATA PENGANTAR ...................................................................................
viii
DAFTAR ISI ..................................................................................................
xi
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
xiii
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................
xiv
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
xv
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................
1
A. Latar Belakang ...........................................................................
1
B. Rumusan Masalah .......................................................................
11
C. Tujuan Penelitian ........................................................................
11
D. Manfaat Penelitian ......................................................................
11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................
13
A. Kajian Teoritis..............................................................................
13
1. Pengertian Pendapatan Daerah ..............................................
13
2. Pengertian Pajak .....................................................................
14
3. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)......
15
xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4. Pengertian Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ..........
21
5. Pengertian Efektivitas dan Elastisitas .....................................
23
B. Kajian Empiris ............................................................................
26
C. Kerangka Konseptual ..................................................................
30
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ......................................................
31
A. Tipe Penelitian ............................................................................
31
B. Unit Analisis ...............................................................................
31
C. Jenis dan Sumber Data ................................................................
31
D. Teknik Pengumpulan Data ..........................................................
32
E. Definisi Operasional Variabel .....................................................
32
F. Teknik Analisis Data ...................................................................
33
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN .....................................
36
A. Analisis Deskriptif .......................................................................
36
B. Pembahasan ...............................................................................
51
1. Analisis Efektivitas Pemungutan BPHTB .............................
51
2. Analisis Elastisitas PDRB terhadap BPHTB .........................
52
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .........................................................
55
A. Kesimpulan .................................................................................
55
B. Saran ...........................................................................................
56
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................
57
xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1
Hal Target dan Realisasi Penerimaan Pendapatan Daerah Kabupaten Ngawi Tahun 2006 – 2011 ……………...................
6
4.1
Jumlah PNS di Kabupaten Ngawi Tahun 2007 – 2011 .........
40
4.2
Tingkat Kepadatan Penduduk Kabupaten Ngawi Tahun 2011 ..
42
4.3
PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Konstan (2000) Kabupaten Ngawi Tahun 2006 – 2011 .......................................
45
PDRB Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2006 – 2011 …….............................................................
46
PDRB Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan (2000) Tahun 2006 – 2011 …….................................................
47
Rincian Penerimaan Pendapatan Daerah Kabupaten Ngawi Tahun 2006 – 2011 .....................................................................
49
Target dan Realisasi BPHTB Kabupaten Ngawi Tahun 2006 2011 ............................................................................................
50
Efektivitas Pemungutan BPHTB Kabupaten Ngawi Tahun 2006 – 2011 ................................................................................
51
Elastisitas PDRB terhadap BPHTB Kabupaten Ngawi Tahun 2006 - 2011 …………………………………………………….
54
4.4
4.5
4.6
4.7
4.8
4.9
xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1
Kerangka Konseptual ………………....................................... 30
Gambar 4.1
Peta Wilayah Kabupaten Ngawi …………………………….... 37
Gambar 4.2
Jumlah PNS Kabupaten Ngawi Menurut Tingkat Pendidikan .. 40
Gambar 4.3
Sektor Perekonomian Kabupaten Ngawi Tahun 2011 ............... 43
Gambar 4.4
Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Ngawi dan Provinsi Jawa Timur Tahun 2007 - 2011 ................................................. 44
xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I
: Hasil Perhitungan Efektivitas BPHTB
Lampiran II
: Tabel Efektivitas BPHTB
Lampiran III
: Hasil Perhitungan Tingkat Pertumbuhan BPHTB
Lampiran IV
: Hasil Perhitungan Tingkat Pertumbuhan PDRB
Lampiran V
: Hasil Perhitungan Tingkat Elastisitas PDRB terhadap BPHTB
Lampiran VI
: Tabel Elastisitas PDRB terhadap BPHTB
xv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK EFEKTIVITAS DAN ELASTISITAS PEMUNGUTAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB) DI KABUPATEN NGAWI TAHUN 2006 – 2011
CITA PUTRI MAHARANI, S.STP S4211030
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis Efektivitas dan Elastisitas Pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) di Kabupaten Ngawi pada tahun 2006 sampai dengan 2011. BPHTB merupakan salah satu komponen Pendapatan Daerah yang kontribusinya sangat mempengaruhi tingkat kemandirian keuangan daerah. Data yang dipergunakan adalah data time series BPHTB tahun 2006-2011. Data yang dipergunakan merupakan data sekunder yang diambil dari data resmi Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Kabupaten Ngawi dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Ngawi yang meliputi data target dan realisasi BPHTB dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa efektivitas pemungutan BPHTB dilihat dari perbandingan antara realisasi dengan target yang telah ditetapkan rata-rata per tahun lebih besar dari 100% yaitu sebesar 136,07%. Hal ini dapat dikatakan bahwa pemungutan BPHTB di Kabupaten Ngawi selama kurun waktu tahun 2006 – 2011 sudah sangat efektif. Artinya pertumbuhan kebutuhan pembangunan dan iklim investasi terhadap tanah dan bangunan di Kabupaten Ngawi cukup besar. Sedangkan elastisitas PDRB per kapita terhadap BPHTB berdasarkan perbandingan antara prosentase pertumbuhan BPHTB dengan prosentase pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga Berlaku sebesar 0,005 atau kurang dari 1 (<1) termasuk dalam kategori inelastis. Artinya kenaikan PDRB sebesar 1% hanya mengakibatkan kenaikan penerimaan BPHTB kurang dari 1% atau hanya sebesar 0,005%. Dengan demikian Pemerintah Kabupaten Ngawi perlu mengambil kebijakan dan tindakan untuk meningkatkan penerimaan BPHTB diantaranya perlu mengkaji lagi apakah target yang ditetapkan sudah sesuai dengan potensi riil yang ada di daerah atau belum, menetapkan peraturan yang mengatur standar harga pasar di tiap-tiap wilayah di Kabupaten Ngawi, melakukan tindakan yang tegas terhadap petugas yang melakukan tindakan penggelapan dan kepada wajib pajak yang tidak mematuhi peraturan yang berlaku, dan tetap menggalakkan kegiatan intensifikasi dan ekstensifikasi BPHTB. Kata kunci : Efektivitas, Elastisitas dan BPHTB.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT EFFECTIVENESS AND ELASTICITY VOTING BEA ACQUISITION OF LAND AND BUILDING (BPHTB) AT NGAWI REGENCY (2006 – 2011)
CITA PUTRI MAHARANI, S.STP S4211030
This study aims to analyze the Effectiveness and Elasticity Voting Bea Acquisition of Land and Building (BPHTB) at Ngawi Regency (2006 – 2011). BPHTB is one component that contributes Revenue greatly affect the level of local financial autonomy. The data used are time series data BPHTB during the period 2006-2011. The data used are secondary data taken from official data Revenue Service, Finance and Asset Management District and the Central Bureau of Statistics Ngawi Ngawi district that includes targets and realization BPHTB and Gross Regional Domestic Product (GRDP). The results showed that while the effectiveness of voting BPHTB seen from the comparison between the realization of the set targets on average per year greater than 100% is equal to 136.07%. It can be said that the collection BPHTB Ngawi district during the period 2006 - 2011 has been very effective. This means that the growth and development needs of the investment climate on land and buildings in the District Ngawi big enough. While the elasticity of GDP per capita to BPHTB based on the comparison between the percentage growth BPHTB percentage of GDP growth at current prices of 0.005 or less than 1 (<1) are included in the category of inelastic. This means that a 1% increase in GDP may lead to an increase BPHTB less than 1% or by only 0.005%. Thus Ngawi district government should adopt policies and measures to improve them BPHTB need to examine again whether the target is in conformity with the real potential in the area or not, to establish rules governing the standard market price in each region in the district of Ngawi, strict action against officers who commit acts of fraud and to taxpayers who do not comply with current regulations, and still promote intensification and extensification BPHTB. Keywords: Effectiveness, Elasticity and BPHTB.
ii
1 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Otonomi daerah yang luas dan bertanggung jawab memberikan keleluasaan kepada daerah kota/kabupaten dalam mengurus kepentingan masyarakat sesuai dengan kondisi, potensi dan keanekaragaman wilayahnya. Otonomi luas bukanlah berarti kebebasan absolut bagi suatu daerah untuk menjalankan hak dan fungsi otonomi menurut kehendak daerah sendiri tanpa mempertimbangkan kepentingan daerah lain atau nasional. Implikasi dari otonomi daerah adalah kemampuan keuangan daerah dalam penyelenggaraan urusan daerah. Daerah harus memiliki kemampuan untuk menggali sumber keuangan sendiri, mengelola dan menggunakannya dalam membiayai penyelenggaraan pemerintahan. Daerah harus mempunyai sumber-sumber
keuangan
sendiri
yang
cukup
kuat
untuk
dapat
melaksanakan pembangunan dan mengurus rumah tangganya sendiri. Keberhasilan daerah menggali potensi sumber keuangan secara maksimal, akan berdampak positif terhadap penyelenggaraan pemerintahan dalam melaksanakan otonomi. Prinsip otonomi, daerah didorong untuk dapat berkreasi mencari sumber-sumber penerimaan daerah yang dapat mendukung pembiayaan pengeluaran daerah. Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang merupakan salah satu komponen dari Pendapatan Daerah bisa menjadi salah satu kekuatan dalam pembangunan daerah, terutama potensi pendapatan yang bersumber dari Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah
2 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang Dipisahkan, dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah, yang didukung oleh kebijakan perimbangan keuangan pusat dan daerah sebagai konsekuensi logis tanggung jawab negara terhadap wilayahnya. Argumen
dalam
pelaksanaan
otonomi
daerah
yaitu
bahwa
pemerintah daerah harus mempunyai sumber-sumber keuangan yang memadai untuk membiayai penyelenggaraan
otonominya. Kapasitas
Keuangan Pemerintah Daerah akan sangat menentukan kemampuan pemerintah daerah dalam menjalankan fungsi-fungsinya, seperti : Fungsi Pelayanan Masyarakat (public service function); Fungsi Pelaksanaan Pembangunan (development function); dan Fungsi Perlindungan Kepada Masyarakat (protective function). Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang disempurnakan dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang disempurnakan dengan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah; bukan hanya bertujuan untuk melimpahkan kewenangan dan pembiayaan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, tetapi memiliki tujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan Sumber Daya Keuangan daerah dalam rangka peningkatan kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat. Undang-undang yang mengatur tentang pelaksanaan otonomi daerah tersebut diatas, memberikan kesempatan kepada pemerintah daerah untuk menggali dan mengelola sumber-sumber pendapatan daerah. Penggalian sumber-sumber pendapatan daerah tersebut dimaksudkan untuk memenuhi
3 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kebutuhan
dana
pemerintahan,
pembangunan
dan
pembinaan
kemasyarakatan. Sumber-sumber
penerimaan
daerah
dalam
melaksanakan
desentralisasi, sebagaimana diatur oleh Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 diklasifikasikan menjadi 4 (empat), yaitu : (i) Pendapatan Asli Daerah (PAD); (ii) Dana Perimbangan; (iii) Pinjaman Daerah; serta (iv) Lain-lain Penerimaan yang Sah. Khusus mengenai PAD dapat dikatakan bahwa peranan atau sumbangannya terhadap keseluruhan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) masih relatif kecil. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah menetapkan bahwa Pendapatan Daerah bersumber dari tiga kelompok, yaitu : 1. ”Pendapatan Asli Daerah (PAD), yaitu pendapatan yang diperoleh daerah dan dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan meliputi : a. Pajak Daerah; b. Retribusi Daerah, termasuk hasil dari pelayanan Badan Layanan Umum (BLU) daerah; c. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan, antara lain bagian laba dari BUMD, hasil kerja sama dengan pihak ketiga; dan d. Lain-lain PAD yang Sah. 2. Dana Perimbangan, yaitu dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi; 3. Lain-lain pendapatan daerah yang sah”.
PAD diprioritaskan untuk membiayai kegiatan operasional dan pemeliharaan sarana dan prasarana pelayanan masyarakat. Oleh karenanya, penyediaan
dana
yang
bersumber
dari
PAD
seyogyanya
harus
mempertimbangkan efisiensi dan efektivitas; sehingga tidak menurunkan
4 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
standar pelayanan kepada masyarakat. Salah satu permasalahan yang dihadapi oleh Pemerintah Daerah dalam menyusun dan melaksanakan APBD adalah meningkatkan pendapatan yang berasal dari Pajak Daerah dan Retribusi Daerah tanpa harus menambah beban masyarakat, tetapi melalui penyederhanaan
pemungutan,
memperkecil
jumlah
tunggakan,
dan
menegakkan sanksi hukum bagi para penghindar pajak. Pajak merupakan salah satu penerimaan negara yang utama disamping penerimaan dari pungutan atau juga pinjaman, dimana pajak dapat berupa dana yang ditarik dari sektor swasta tanpa mengakibatkan timbulnya kewajiban bagi pemerintah terhadap pihak pembayar. Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan), yang terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan. Besarnya peran yang diberikan oleh pajak sebagai sumber dana dalam pembangunan nasional, maka tentunya perlu lebih digali lagi potensi pajak yang ada dalam masyarakat sesuai dengan situasi dan kondisi perekonomian serta perkembangan bangsa ini. Salah satu sumber potensi pajak yang patut digali sesuai situasi dan kondisi perekonomian serta perkembangan pembangunan bangsa sekarang ini adalah jenis Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah pajak atas perolehan hak atas tanah dan bangunan. Pajak ini bukan merupakan jenis pajak baru, karena pernah ada jenis pajak jenis itu, yaitu Bea Balik
5 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Nama (BBN) atas tanah. Munculnya pajak BPHTB dilatarbelakangi pemikiran bahwa tanah dan bangunan sebagai sumber daya alam memiliki fungsi sosial, disamping memenuhi kebutuhan dasar untuk papan dan lahan usaha, juga memberi dampak ekonomi kepada pemiliknya. Oleh karena itu, bagi mereka yang memperoleh hak atas tanah dan/atau bangunan wajib menyerahkan sebagian dari nilai ekonomi yang diperolehnya kepada negara melalui pembayaran pajak, yaitu BPHTB. Jenis pajak ini mulai dipungut oleh pemerintah Indonesia (sebagai pajak pusat) pada tahun 1997 dengan diterbitkannya UU Nomor 21 Tahun 1997 yang telah mengalami perubahan, terakhir dengan UU Nomor 20 Tahun 2000. Berdasarkan undang-undang tersebut, tarif BPHTB ditetapkan sebesar 5% (lima persen) dari Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP). Berdasarkan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan
antara
pemerintah
pusat
dan
pemerintahan
daerah,
pendapatan BPHTB dibagikan ke daerah dengan pola distribusi sebagai berikut: 1. 80% merupakan bagian daerah yang dibagikan kepada daerah provinsi dan kabupaten/kota dengan porsi 16% untuk daerah provinsi yang bersangkutan, dan 64% untuk daerah kabupaten/kota penghasil. 2. 20% merupakan bagian pemerintah pusat dan dibagikan kepada seluruh kabupaten/kota dengan porsi yang sama. Dengan demikian, seluruh pendapatan BPHTB yang dipungut oleh pemerintah pusat pada dasarnya diserahkan kepada daerah melalui mekanisme Dana Bagi Hasil. Adapun penerimaan pendapatan daerah Kabupaten Ngawi tahun 2006 – 2011 dapat dilihat pada Tabel 1.1 sebagai berikut:
6 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 1.1 Target dan Realisasi Penerimaan Pendapatan Daerah Kabupaten Ngawi Tahun 2006 - 2011 Tahun
Target
Realisasi
(%)
2006
526.647.929.985,77
547.666.124.809,88 104,00
2007
600.452.195.875,48
610.883.125.455,98 101,74
2008
709.669.692.359.29
716.286.788.781.70 100,93
2009
785.231.302.302.08
797.744.005.903.73 101,59
2010
892,481,019,781.00
887,001,554,928.49
2011
99.39
1,104,752,584,700.00 1,130,520,094,512.19 102.33
Sumber : DPPKA Kabupaten Ngawi
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa realisasi penerimaan pendapatan daerah Kabupaten Ngawi dari tahun 2006 – 2011 cenderung mengalami kenaikan. Meskipun pada tahun 2010, tidak memenuhi target yang telah ditetapkan. Berdasarkan pertimbangan efisiensi dan dalam upaya menata kembali sistem perpajakan nasional yang dikaitkan dengan pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, maka dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, BPHTB dialihkan dari pajak pusat menjadi pajak kabupaten/kota. UndangUndang No. 28 Tahun 2009 ditetapkan pada tanggal 15 September 2009 dan berlaku secara efektif pada tanggal 1 Januari 2010. Khusus untuk BPHTB, mulai dapat dipungut oleh daerah pada tanggal 1 Januari 2011. Kebijakan pengalihan BPHTB menjadi pajak daerah dilakukan melalui suatu proses pembahasan rancangan undang-undang yang cukup panjang antara pemerintah dan dewan perwakilan rakyat. Dengan mempertimbangkan berbagai
perpustakaan.uns.ac.id
7 digilib.uns.ac.id
faktor strategis serta kondisi daerah yang berbeda-beda, pemerintah dan dewan perwakilan rakyat akhirnya menyepakati pengalihan BPHTB menjadi pajak daerah dengan beberapa kondisi, antara lain: 1. Pemungutan BPHTB dapat dilakukan oleh daerah secara optimal, dan 2. Pelayanan kepada masyarakat tidak mengalami penurunan. Secara konsepsional, terdapat beberapa dasar pemikiran mengenai kebijakan pengalihan BPHTB yang semula sebagai pajak pusat menjadi pajak daerah, antara lain: a. BPHTB layak ditetapkan sebagai pajak daerah. BPHTB memenuhi kriteria dan prinsip-prinsip pajak daerah yang baik, seperti: objek pajaknya terdapat di daerah (local-origin), objek pajak tidak berpindah-pindah (im-movable), dan terdapat hubungan yang erat antara pembayar pajak dan pihak yang menikmati hasil pajak tersebut (the benefit-tax link principle). b. Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah. Penetapan BPHTB sebagai pajak daerah akan meningkatkan pendapatan yang bersumber dari daerah itu sendiri (Pendapatan Asli Daerah) Hal ini berbeda dengan penerimaan BPHTB sebagai pajak pusat, meskipun pendapatan BPHTB kemudian diserahkan kepada daerah, penerimaan ini tidak dimasukkan ke dalam kelompok pendapatan asli daerah, melainkan sebagai dana perimbangan (Dana Bagi Hasil).
8 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c. Meningkatkan akuntabilitas daerah (local accountability). Dengan menetapkan BPHTB sebagai pajak daerah, maka kebijakan BPHTB (objek, subjek, tarif, dan dasar pengenaan pajak) ditetapkan oleh daerah dan disesuaikan dengan kondisi dan tujuan pembangunan daerah. Demikian pula dengan pemungutan BPHTB, sepenuhnya dilakukan oleh daerah sehingga optimalitas pemungutannya tergantung pada kemauan dan kemampuan daerah. Selanjutnya, penggunaan hasil BPHTB ditentukan oleh daerah (melalui proses alokasi belanja dalam APBD). Dengan demikian, daerah
mempertanggungjawabkan
segala
sesuatu
terkait
dengan
pemungutan BPHTB kepada masyarakat di daerahnya dan masyarakat memiliki akses untuk ikut serta dalam pengawasan penggunaan hasil pungutan BPHTB. d. Internationally good practice. Praktek di berbagai negara, BPHTB (property transfer tax) ditempatkan sebagai pajak daerah. Argumentasi lain yang mendukung kebijakan pengalihan BPHTB menjadi pajak daerah adalah berkaitan dengan kualitas belanja daerah (local spending quality). Secara teoritis, pengalihan suatu jenis pajak dari pajak pusat menjadi pajak daerah akan dapat meningkatkan kualitas pengeluaran daerah. Kualitas belanja daerah akan menjadi lebih baik dengan semakin besarnya penerimaan yang bersumber dari pendapatan asli daerah (PAD). Peningkatan kualitas belanja daerah secara langsung akan memperbaiki kualitas pelayanan publik yang merupakan salah satu tujuan kebijakan otonomi daerah. Hal ini pada gilirannya akan mempercepat pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat.
9 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Yang dimaksud dengan pengalihan wewenang pemungutan sebenarnya adalah
merupakan
pengalihan
seluruh rangkaian
kegiatan mulai dari
penghimpunan data objek dan subjek pajak, penentuan besarnya pajak yang terhutang, pelaksanaan kegiatan penagihan pajak terhadap Wajib Pajak serta pengawasan penyetorannya yang selama ini dilakukan oleh Pemerintah Pusat. Prinsip dasar pelaksanaan desentralisasi fiskal menurut UU PDRD adalah money follows functions, yaitu fungsi pokok pelayanan publik didaerahkan tentunya masih dengan dukungan pembiayaan pusat melalui penyerahan sumber-sumber penerimaan kepada daerah. Jika dilihat secara seksama inti dari Undang-undang Nomor 28 tahun 2009 adalah antara lain: 1. Pengenaan pajak yang close list, artinya Pemda tidak diperkenankan memungut jenis pajak lain selain yang disebutkan dalam UU tersebut. 2. Perubahan pola pengawasan yang semula bersifat represif menjadi ke arah preventif dan korektif. 3. Terdapat sanksi bagi daerah apabila melanggar. 4. Mulai memperkenalkan adanya earmarking system, artinya pemanfaatan dari penerimaan masing-masing jenis pajak dan retribusi diutamakan untuk mendanai kegiatan yang berkaitan langsung dengan pelayanan yang bersangkutan 5. Terdapat pengalihan hak pemungutan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Menurut Wahyudi (2010) Adapun tujuan penyempurnaan dari UU PDRD adalah: 1. Memperbaiki Sistem Pemungutan pajak dan retribusi daerah 2. Meningkatkan Local Taxing Power melalui:
perpustakaan.uns.ac.id
10 digilib.uns.ac.id
Perluasan objek pajak daerah dan retribusi daerah, Penambahan jenis pajak daerah dan retribusi daerah (termasuk pengalihan PBB dan BPHTB menjadi Pajak Daerah), Menaikkan tarif maksimum beberapa jenis pajak daerah, Memberikan diskresi penetapan tarif pajak kepada daerah. 3. Meningkatkan Efektifitas Sistem Pengawasan dengan cara: Mengubah sistem pengawasan, Mengenakan sanksi bagi yang melanggar ketentuan PDRD. 4. Meningkatkan Sistem Pengelolaan melalui penyempurnaan: Sistem bagi hasil pajak Provinsi, Pengembangan sistem earmarking, Memberikan insentif pemungutan.
Dengan pengalihan ini diharapkan BPHTB akan menjadi salah satu sumber PAD yang cukup potensial bagi daerah, dibandingkan dari keseluruhan penerimaan pajak-pajak daerah selama ini ada. Selain itu, diharapkan kemampuan daerah untuk membiayai kebutuhannya akan jauh meningkat. Daerah juga akan lebih mudah dalam menyesuaikan jumlah dan sumber pendapatannya. Demikian pula dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Ngawi, sesuai amanat Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 mulai 1 Januari 2011 juga sudah memungut BPHTB.
11 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B.
Rumusan Masalah Berdasarkan
latar
belakang
yang
telah
dipaparkan
sebelumnya,
permasalahan pokok yang akan diteliti antara lain : 1. Bagaimanakah tingkat efektivitas pemungutan BPHTB di Kabupaten Ngawi selama periode 2006 – 2011? 2. Bagaimanakah tingkat kepekaan BPHTB terhadap perubahan PDRB di Kabupaten Ngawi selama periode 2006 – 2011?
C.
Tujuan Penelitian 1.
Untuk mengetahui tingkat efektivitas pemungutan BPHTB di Kabupaten Ngawi selama periode 2006 - 2011.
2.
Untuk mengetahui kepekaan BPHTB di Kabupaten Ngawi selama periode 2006 - 2011.
D.
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memberi masukan dan bahan pertimbangan dalam mengembangkan kebijakan pengelolaan keuangan daerah di masa yang akan datang. Manfaat dimaksud antara lain adalah: 1.
Sebagai bahan kajian untuk mengevaluasi bagaimana kinerja keuangan daerah dilihat dari parameter kemampuan dan kemandirian keuangan daerah selama otonomi daerah di Kabupaten Ngawi.
2.
Sebagai bahan kajian untuk mengevaluasi keterkaitan kebijakan pengelolaan keuangan daerah selama ini terhadap perkembangan
12 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
perekonomian daerah melalui indikator pertumbuhan ekonomi dan laju inflasi daerah. 3.
Sebagai
bahan
kajian
merumuskan kebijakan
untuk
dijadikan
pertimbangan
dalam
lebih lanjut dalam pengembangan dan
pengelolaan keuangan daerah secara optimal. 4.
Sebagai bahan
perbandingan
dan penambahan
referensi bagi
penelitian-penelitian lebih lanjut dengan tema yang sama.
13 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A.
Kajian Teoritis 1.
Pengertian Pendapatan Daerah Yuwono dkk, (2005:107) menyatakan bahwa Pendapatan Daerah
adalah semua penerimaan kas yang menjadi hak daerah dan diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam satu tahun anggaran dan tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah menjelaskan bahwa Pendapatan Daerah adalah Hak Pemerintah Daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun yang bersangkutan. Dengan demikian pengertian Pendapatan Daerah adalah semua penerimaan uang yang merupakan hak daerah dalam satu tahun anggaran, yang diterima melalui rekening Kas Daerah dan menambah ekuitas dana lancar, yang diatur dengan peraturan yang berlaku, dan dipergunakan untuk menutup pengeluaran daerah. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah menetapkan bahwa : Pendapatan Daerah bersumber dari tiga kelompok, yaitu : 1. Pendapatan Asli Daerah (PAD), yaitu pendapatan yang diperoleh daerah dan dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan meliputi : a. pajak daerah; b. retribusi daerah, termasuk hasil dari pelayanan Badan Layanan Umum (BLU) Daerah; c. hasil pengelolaan kekayaan yang dipisahkan, antara lain bagian laba dari BUMD, hasil kerja sama dengan pihak ketiga; dan
perpustakaan.uns.ac.id
14 digilib.uns.ac.id
d. lain-lain PAD yang sah. 2. Dana Perimbangan, yaitu dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, meliputi; a. bagi hasil pajak; b. bagi hasil bukan pajak/SDA; c. Dana Alokasi Umum (DAU); d. Dana Alokasi Khusus (DAK). 3. Lain-lain pendapatan daerah yang sah.
2.
Pengertian Pajak Ada beberapa pengertian pajak yang dikemukakan oleh para ahli yang dapat memberi batasan tentang pajak, diantaranya : a. Menurut Prof. Dr. P.J.A. Adriani Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutama oleh yang wajib membayarnya menurut peraturanperaturan dengan tidak dapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaranpengeluaran umum yang berhubungan dengan tugas pemerintahan. b. Menurut Prof. Dr. M.J.H. Smeets Pajak adalah prestasi pemerintahan yang terutang melalui normanorma umum, dan yang dapat dipaksakan tanpa adanya kontra prestasi, yang dapat ditunjukkan dalam hal yang individual, maksudnya adalah membiayai pengeluaran pemerintah. c. Menurut Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro, SH. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undangundang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbul (kontra prestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
Kemudian dalam perkembangannya Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH memberikan definisi pajak ditinjau dari segi hukum : Pajak adalah perikatan yang timbul karena undang-undang yang mewajibkan seseorang yang memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang (TATBESTAND) untuk membayar sejumlah uang kepada (kas) negara yang dapat
15 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dipaksakan tanpa mendapatkan suatu imbalan yang secara langsung dapat ditunjuk, yang digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran Negara (rutin dan pembangunan) dan digunakan sebagai alat (pendorong, penghambat) untuk mencapai tujuan di luar bidang keuangan.
d. Menurut Mardiasmo Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undangundang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat balas jasa timbul yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Dari pengertian-pengertian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak, yaitu : 1. Pajak
dipungut
berdasarkan
undang-undang
serta
aturan
pelaksanaannya. 2. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontra prestasi individual oleh pemerintah. 3. Pajak dipungut oleh negara, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. 4. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah yang
bila
dari
pemasukkannya
masih
terdapat
surplus,
dipergunakan untuk membiayai “public investment” 5. Pajak dapat pula mempunyai tujuan yang bukan budgeter, yaitu mengatur. 3.
Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan (BPHTB) a. Pengertian dan Dasar Hukumnya Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan bangunan.
16 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Sesuai dengan bunyi Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi sebagai berikut : “Bumi, dan air, dan kekayaan dan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh
negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besar kumakmuran rakyat.” Tanah sebagai bagian dari bumi yang merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, di samping memenuhi kebutuhan dasar untuk papan dan lahan
usaha, juga merupakan
alat
investasi
yang sangat
menguntungkan. Di samping itu, bangunan juga memberi manfaat ekonomi bagi pemiliknya. Oleh karena itu, bagi mereka yang memperoleh hak atas tanah dan bangunan, wajar menyerahkan sebagian dari nilai ekonomi yang diperolehnya kepada negara melalui pembayaran pajak, yang dalam hal ini adalah Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang lebih lanjut diatur dengan UU No. 21 Tahun 1997. Sebelum dikeluarkan UU No. 21 Tahun 1997, ada pemungutan pajak dengan nama Bea Balik Nama yang diatur dalam ordonansi Bea Balik Nama Staatsblaad 1924 Nomor 291. Bea Balik Nama ini dipungut atas setiap ada perjanjian pemindahan hak atas harta tetap yang ada di wilayah Indonesia, termasuk peralihan harta karena hibah wasiat. Yang dimaksud harta tetap dalam Ordonansi tersebut adalah barang-barang tetap dan hak-hak kebendaan atas tanah, yang pemindahan haknya dilakukan dengan pembuatan akta menurut cara yang diatur dalam undang-undang, yaitu Ordonansi Balik Nama Staatsblaad 1834 Nomor 27.
17 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tindak Lanjut dari pemerintah mengenai perolehan hak atas tanah dan bangunan adalah dengan mengeluarkan UU No. 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, Undang-undang ini seharusnya berlaku mulai tanggal 1 Januari 1998, namun ditangguhkan masa berlakunya selama 6 bulan, jadi UU No. 21 Tahun 1997 ini berlaku efektif tanggal 1 Juli 1998. Pada Tahun 2000 pemerintah mengeluarkan UU No. 20 Th 2000 yang menggantikan UU No. 21 Th 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan. Prinsip-prinsip yang diatur dalam Undang-Undang BPHTB adalah: a. Pemenuhan kewajiban BPHTB adalah berdasarkar sistem Self Assessment. b. Besarnya tarif ditetapkan sebesar 5% dari Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak. c. Adanya sanksi bagi Wajib Pajak maupun pejabat-pejabat umum yang melanggar ketentuan atau tidak melaksnakan kewajibannya menurut Undang-undang yang berlaku. d. Hasil Penerimaan BPHTB sebagian besar diserahkan kepada Pemerintah Daerah, untuk meningkatkan pendapatan daerah. e. Semua pungutan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan diluar ketentuan ini tidak diperkenankan. Dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, BPHTB dialihkan dari pajak pusat menjadi pajak kabupaten/kota. Pada dasarnya tidak terdapat perbedaan yang besar antara ketentuan mengenai BPHTB yang
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
diatur dalam UU Nomor 21 Tahun 1997 (BPHTB sebagai pajak pusat) dan BPHTB yang diatur dalam UU Nomor 28 Tahun 2009 (BPHTB sebagai pajak daerah). Perbedaan pokok terletak pada fleksibilitas yang diberikan kepada daerah dalam perumusan kebijakan BPHTB untuk memberi ruang bagi daerah menetapkan kebijakan perpajakan yang sesuai dengan kondisi daerahnya. Dasar pemungutan BPHTB adalah peraturan daerah yang memuat ketentuan mengenai objek pajak, subjek pajak, wajib pajak, tarif pajak, dasar pengenaan pajak, dan lain-lain. Namun demikian, pengaturan dalam peraturan daerah harus disesuaikan dengan kebijakan yang termuat dalam UU atau Peraturan Pemerintah. Kebijakan pokok mengenai BPHTB yang diatur dalam UU Nomor 28 Tahun 2009 adalah sebagai berikut: a. Objek pajak adalah perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan (seperti hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, dan hak pengelolaan), baik pemindahan hak (seperti jual-beli, tukar-menukar, hibah, hadiah, dan waris) maupun pemberian hak baru. b. Sejumlah objek pajak tidak dikenakan BPHTB, seperti objek pajak yang diperoleh perwakilan diplomatik dan konsulat, negara, badan atau perwakilan lembaga internasional, konversi hak yang tidak merubah nama, wakaf, dan kepentingan ibadah. Khusus mengenai badan atau perwakilan lembaga internasional yang dikecualikan dari pengenaan BPHTB diatur dalam
19 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.07/2010 tanggal 27 Agustus 2010. c. Subjek
pajak
adalah
orang
pribadi atau
badan
yang
memperoleh hak atas tanah dan/atau bangunan. d. Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan/atau bangunan. Termasuk wajib pajak BPHTB adalah pejabat pembuat akta tanah/notaris, kepala kantor lelang negara, dan kepala kantor pertanahan, yang berdasarkan undang- undang diberikan kewajiban tertentu dalam proses pemungutan BPHTB. e. Tarif BPHTB paling tinggi 5%. Setiap daerah
dapat
menetapkan tarif BPHTB sesuai dengan kebijakan daerahnya sepanjang tidak melampaui 5%. f. Dasar pengenaan BPHTB adalah ‘Nilai Perolehan Objek Pajak’ (NPOP) dan saat terutang BPHTB adalah tanggal peralihan hak, dengan ketentuan sebagai berikut: menetapkan NPOP dan NPOPTKP (NPOP Tidak Kena Pajak) serta saat terutang BPHTB untuk pemindahan hak karena : - Jual beli - Tukar menukar - Hibah - Hibah wasiat - Waris - Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan
20 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
- Penunjukan pembeli dalam lelang - Pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap - Penggabungan Usaha - Peleburan Usaha - Pemekaran Usaha - Hadiah dan untuk Pemberian hak baru karena : - Kelanjutan pelepasan hak - Di luar pelepasan hak Apabila NPOP tidak diketahui atau lebih rendah dari pada NJOP-PBB (Nilai Jual Objek Pajak yang digunakan sebagai dasar penghitungan Pajak Bumi dan Bangunan), dasar pengenaan BPHTB adalah NJOP-PBB. Setiap daerah dapat menetapkan NPOP-TKP yang berbeda sepanjang tidak lebih rendah dari jumlah tersebut di atas.
c. Pengalihan BPHTB menjadi pajak daerah Pengalihan BPHTB menjadi pajak daerah diawali dengan perumusan kebijakan yang dituangkan dalam UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Dalam undangundang tersebut ditetapkan bahwa BPHTB dialihkan menjadi pajak kabupaten/kota dan mulai berlaku secara efektif pada tanggal 1 Januari 2011. Dengan demikian terdapat waktu satu tahun sejak saat berlakunya UU Nomor 28 Tahun 2009 (1 Januari 2010)
21 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dengan saat diberlakukannya BPHTB sebagai pajak daerah. Masa transisi ini dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk secara bersamasama mempersiapkan berbagai aspek dalam pemungutan BPHTB. Ketentuan umum mengenai pengalihan BPHTB antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah diatur sebagai berikut: a. Pemerintah pusat (Direktorat Jenderal Pajak) masih tetap memungut BPHTB sampai dengan tanggal 31 Desember 2010. BPHTB disetor ke Kas Umum Negara dan hasilnya dibagikan kepada daerah sesuai porsi yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. b. Menteri Keuangan bersama-sama dengan Menteri Dalam Negeri mengatur tahapan persiapan pengalihan BPHTB sebagai pajak daerah. c. Pemerintah daerah dapat memungut BPHTB mulai tanggal 1 Januari 2011 dengan menerbitkan peraturan daerah. BPHTB disetor ke Kas Umum Daerah dan hasilnya merupakan pendapatan asli daerah (PAD).
4. Pengertian Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Produk Domestik Regional Bruto menurut Badan Pusat Statistik (2005:1) adalah jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh sektor produksi atau merupakan jumlah nilai tambah bruto yang dihasilkan oleh seluruh unit kegiatan ekonomi yang beroperasi di wilayah yang bersangkutan pada suatu periode waktu tertentu. Produk Domestik Bruto
perpustakaan.uns.ac.id
22 digilib.uns.ac.id
(PDB) merupakan salah satu indikator makro ekonomi yang pada umumnya digunakan untuk mengukur kinerja ekonomi suatu Negara, untuk tingkat wilayah provinsi maupun kabupaten/kota, digunakan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Secara teori dapat dijelaskan bahwa PDRB merupakan bagian dari PDB, sehingga perubahan PDRB yang terjadi di tingkat regional akan berpengaruh terhadap PDB di tingkat nasional, atau sebaliknya. Cara penghitungan PDRB dapat diperoleh melalui 3 (tiga) pendekatan yaitu: pendekatan produksi, pendekatan pendapatan, dan pendekatan pengeluaran. Menurut pendekatan produksi, PDRB merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu (satu tahun). Unit-unit produksi tersebut dalam penyajiannya dikelompokkan ke dalam 9 (sembilan) sektor atau lapangan usaha yaitu : Pertanian; Pertambangan dan Penggalian; Industri Pengolahan; Listrik, Gas, dan Air Bersih; Bangunan; Perdagangan, Hotel dan Restoran; Pengangkutan dan Komunikasi; Jasa Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan; serta Jasa-jasa. Menurut pendekatan pendapatan, PDRB merupakan jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi dalam suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu (satu tahun). Balas jasa faktor produksi yang dimaksud adalah upah dan gaji, sewa rumah, bunga modal dan keuntungan yang dihitung sebelum adanya pemotongan pajak penghasilan dan pajak lainnya. Menurut pendekatan pengeluaran, PDRB merupakan penjumlahan semua komponen permintaan akhir yaitu : pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta yang tidak mencari untung, konsumsi
perpustakaan.uns.ac.id
23 digilib.uns.ac.id
pemerintah, pembentukan modal tetap domestik bruto, perubahan stok, dan eksport netto.
5. Pengertian Efektivitas dan Elastisitas Dalam rangka mendorong perkembangan ekonomi daerah yang nyata, dinamis, serasi dan bertanggungjawab, pembiayaan pemerintah dan pembangunan daerah yang bersumber dari Pendapatan Daerah, khususnya yang berasal dari BPHTB pengaturannya lebih ditingkatkan lagi. Sejalan dengan semakin meningkatnya pelaksanaan pembangunan dan pemberian pelayanan kepada masyarakat serta usaha peningkatan pertumbuhan perekonomian daerah, diperlukan penyediaan sumber-sumber Pendapatan Daerah yang hasilnya semakin meningkat pula. Upaya peningkatan penyediaan dana dari sumber-sumber tersebut antara lain dilakukan dengan peningkatan kinerja pemungutnya, penyempurnaan dan penambahan jenis pajak. Langkah-langkah tersebut diharapkan akan meningkatkan efektivitas dan elastisitas pemungutan BPHTB serta mutu dan jenis pelayanan kepada masyarakat. Dua konsepsi utama untuk mengatur prestasi kerja manajemen adalah efektivitas dan elastisitas. Untuk lebih memahami tentang efektivitas dan elastisitas, maka dalam bagian ini akan diuraikan pengertian efektivitas dan elastisitas yang disampaikan beberapa ahli, yaitu : 3.1.Pengertian Efektivitas Efektivitas dalam pengertian yang umum menunjukkan pada taraf tercapainya hasil, dalam bahasa sederhana hal tersebut dapat dijelaskan bahwa efektifitas dari pemerintah daerah adalah bila tujuan pemerintah
perpustakaan.uns.ac.id
24 digilib.uns.ac.id
daerah tersebut dapat dicapai sesuai dengan kebutuhan yang direncanakan. Sesuai dengan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006,
efektivitas
adalah
pencapaian hasil program dengan target yang telah ditetapkan, yaitu dengan cara membandingkan keluaran dengan hasil. Efektifitas berfokus pada outcome atau hasil. Suatu organisasi program atau kegiatan dikatakan efektif apabila output yang dilaksanakan bisa memenuhi target yang diharapkan (Mahmudi: 2007). Pengertian efektivitas berhubungan dengan derajat keberhasilan suatu operasi pada sektor publik sehingga suatu kegiatan dikatakan efektif jika kegiatan tersebut mempunyai pengaruh besar terhadap kemampuan menyediakan pelayanan masyarakat yang merupakan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Efektivitas menurut Devas, dkk., (1989, 279-280) adalah hasil guna kegiatan pemerintah dalam mengurus keuangan daerah harus sedemikian rupa sehingga memungkinkan program dapat direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan pemerintah dengan biaya serendah-rendahnya dan dalam waktu yang secepat-cepatnya. Menurut Handoko (1995:7) efektivitas merupakan kemampuan memilih tujuan yang tepat atau peralatan yang tepat untuk pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Dengan kata lain, dikatakan efektif jika dapat memilih pekerjaan yang harus dilakukan atau metoda (cara) yang tepat untuk mencapai tujuan. Efektivitas juga diartikan melakukan pekerjaan yang benar. Definisi yang dikemukakan Abdul Halim (2000:72), efektivitas adalah hubungan antara output pusat tanggungjawabnya dan tujuannya.
25 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Makin besar kontribusi output terhadap tujuan makin efektiflah satu unit tersebut. Dari pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa efektivitas adalah perbandingan antara output (keluaran) dengan tujuan. Sehingga untuk mengetahui efektivitas pemungutan BPHTB yaitu dengan membandingkan antara output (realisasi penerimaan BPHTB) dengan tujuannya (target yang telah ditetapkan). 3.2.Pengertian Elastisitas Elastisitas merupakan salah satu konsep penting untuk memahami beragam permasalahan di bidang ekonomi. Konsep elastisitas sering dipakai sebagai dasar analisis ekonomi, seperti dalam menganalisis permintaan, penawaran, pendapatan, maupun distribusi kemakmuran. Elastisitas adalah prosentase perubahan variabel dependen yang disebabkan oleh adanya perubahan variabel independen sebesar 1%. Dalam penelitian ini variabel dependen yaitu pertumbuhan BPHTB, sedangkan variabel independennya adalah pertumbuhan PDRB Kabupaten Ngawi. Dalam hal pemungutan BPHTB, elastisitas berarti tingkat kepekaan perubahan BPHTB jika terjadi perubahan pada jumlah PDRB (Simanjuntak dalam Halim, 2004:93). Untuk menghitung tingkat elastisitas tersebut dilakukan dengan menghitung tingkat pertumbuhan realisasi BPHTB dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan PDRB per kapita.
Untuk
mengukur kepekaan atau pengaruh perubahan BPHTB jika terjadi perubahan PDRB,
dipergunakan
(2004:94), yaitu :
kriteria elastisitas
yang dikemukakan
Halim
26 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1). Elastis (Elastic) Koefisien elastisitas lebih besar dari 1 ( 1) menunjukkan perubahan PDRB sangat peka atau sangat berpengaruh terhadap perubahan penerimaan BPHTB. Perubahan 1% PDRB akan mengakibatkan perubahan penerimaan BPHTB lebih besar dari 1%. 2). Elastis Uniter (Unitary Elastic) Koefisien sama dengan 1 (=1) menunjukkan perubahan PDRB tepat sama dengan perubahan penerimaan BPHTB. Perubahan 1% PDRB akan mengakibatkan perubahan penerimaan BPHTB sebesar 1% juga. 3). Inelastis (Inelastic) Koefisien lebih kecil dari 1 (
) yang menunjukkan perubahan PDRB
atau jumlah penduduk kurang peka atau kurang berpengaruh terhadap perubahan
penerimaan
BPHTB.
Perubahan
PDRB
1%
akan
mengakibatkan perubahan penerimaan BPHTB lebih kecil atau kurang dari 1%.
B.
Kajian Empiris Soeryadie (2003) meneliti mengenai “Efektivitas Pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) di Propinsi DKI Jakarta” menganalisis pelaksanaan koordinasi dan administrasi perpajakan yang dapat menunjang optimalisasi pemungutan BPHTB. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan pemungutan BPHTB di Propinsi DKI Jakarta tahun 1998 sampai dengan tahun 2002 sudah cukup efektif. Hal ini dapat dilihat dari tercapainya target penerimaan BPHTB.
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Utomo (2006) meneliti mengenai kontribusi pajak reklame terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Kudus Tahun 2000 – 2004. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa potensi pajak reklame sebagai salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah sangat potensial, hal ini bisa dilihat dalam daftar penerimaan pajak reklame yang setiap tahunnya selalu mengalami kenaikkan. Pajak reklame bersifat elastis terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), dari hasil perhitungan elastisitas pajak reklame terhadap PDRB adalah E > 1. Pajak reklame bersifat elastis terhadap jumlah penduduk, karena menurut perhitungan elastisitasnya pajak reklame terhadap jumlah penduduk diperoleh E > 1. Pajak reklame elastis terhadap laju inflasi, karena dari hasil perhitungan diperoleh E > 1. Sedangkan kontribusi pajak reklame terhadap Pendapatan Asli Daerah walaupun masih kecil yang rata-ratanya 0,97% akan tetapi cukup berarti dalam pembiayaan penyelenggaraan pemerintah. Upaya pemerintah dalam meningkatkan penerimaan pajak reklame sudah cukup baik dan selalu berkembang demi kemajuan bersama, hal ini bisa dilihat dari peran pemerintah yang selalu berusaha
meningkatkan
penerimaannya
dengan
cara
mengevaluasi,
mengkaji kembali dan apabila diperlukan menaikkan pengenaan tarif yang berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku, dan faktor-faktor yang menjadi pendukung antara lain informasi dan data objek pajak reklame, media komunikasi sudah cukup dimanfaatkan sebaik mungkin. Wicaksono (2007) dalam studi kasusnya mengenai efektivitas implementasi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan di Kota Salatiga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
28 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kebijakan Pemerintah Kota Salatiga dalam pemungutan BPHTB adalah berdasarkan UU BPHTB dan peraturan pelaksananya, dan juga peraturan daerah yang mengatur mengenai BPHTB; pelaksanaan pemungutan BPHTB di Kota Salatiga berdasarkan UU BPHTB dilaksanakan oleh Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Ungaran, Badan Pertanahan Nasional Kota Salatiga, Dewan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Salatiga, para PPAT / notaris Kota Salatiga dan bank persepsi untuk Kota Salatiga yaitu Bank Mandiri; dan efektivitas UU BPHTB terhadap pelaksanaan pemungutan BPHTB di Kota Salatiga dapat disimpulkan berjalan dengan efektif, hal ini dapat diketahui dari hasil penerimaan dari pajak BPHTB yang tiap tahun berhasil melampaui target yang ditetapkan, dan dapat mengatasi kendala-kendala yang menghambat dalam pelaksanaan pemungutan BPHTB tersebut. Syahelmi (2008) menganalisis Elastisitas, Efisiensi, Dan Efektifitas PAD Sumatera Utara Dalam Era Otonomi Daerah” menganalisis perkembangan
posisi
kemampuan keuangan daerah propinsi Sumatera
Utara dalam pelaksanaan Otonomi Daerah. Studi ini dibatasi pada sisi pendapatan dan berfokus pada aspek PAD provinsi. Hasil kajian ini antara lain menyimpulkan bahwa: (1) posisi fiskal yang ditunjukkan oleh upaya pajak belum menunjukkan hasil yang signifikan dimana hasil perhitungan adalah bervariasi antara
5 sampai
9 kurang dari seratus
(<100),
(2) tingkat elastisitas PAD terhadap PDRB Sumatera Utara bisa dikatakan cukup tinggi yaitu sebesar 7.95 hal ini menunjukkan bahwa perubahan PDRB Sumatera Utara akan merespon perubahan yang signifikan terhadap PAD Sumatera Utara (Sebesar 7.95%). (3) Tingkat efisiensi PAD Sumatera
29 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Utara masih
rendah
hal
ini ditunjukkan oleh hasil perhitungan yaitu
bervariasi antara 79,79% sampai 81.57 masih dibawah seratus persen. (4) Tingkat efektifitas PAD Sumatera Utara bisa dikatakan sudah cukup efektif hal ini ditunjukkan dari hasil perhitungan yang lebih dari 100% kecuali untuk tahun 2001 yaitu sebesar 93.09%. Devi (2011) dalam studi kasusnya di Kabupaten Karanganyar mengenai efektivitas penerimaan pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sebagai Pendapatan Asli Daerah. Hasil dari penelitian ini adalah pada tahun 2008 sampai dengan tahun 2010 tingkat efektivitas mengalami kenaikan penerimaan pajak BPHTB dari tahun ke tahun, sedangkan dari tahun 2011 pada bulan January sampai bulan April mengalami pasang surut penerimaan pajak. Akan tetapi, tingkat efektivitas pada tahun 2008 sampai dengan 2010 dan pada tahun 2011 bulan January sampai bulan April sudah dapat dikatakan efektif, karena persentasenya telah melampaui indicator efektivitas 100%. Berdasarkan hasil penelitian, peneliti memberikan beberapa usul yaitu menambahkan sumber daya manusia untuk menangani pelaksanaan verifikasi data BPHTB, bekerjasama dengan PPAT/Notaris untuk memotivasi mengajak untuk mendorong menetapkan harga transaksi, dan meningkatkan kesadaran Wajib Pajak untuk membayar pajak dengan cara DPPKAD memberikan penyuluhan dan sosialisasi kepada masyarakat tentang Peraturan Bupati Karanganyar Nomor 8 Tahun 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 14 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
C.
Kerangka Konseptual Dalam membiayai pembangunan salah satu upaya pemerintah daerah adalah menyerap pendapatan dari sektor pajak. Hal demikian juga dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Ngawi sebagai upaya untuk peningkatan pajak daerah khusunya BPHTB secara optimal guna mengisi kas daerah dalam membiayai pembangunan. Kerangka konseptual penelitian ini bahwa efektivitas dan elastisitas pemungutan BPHTB akan memberikan kontribusi positif kepada PAD Kabupaten Ngawi. Maka pemungutan BPHTB harus diupayakan seefektif mungkin agar mencerminkan PDRB yang baik bagi Pemerintah Kabupaten Ngawi.
Efektivitas BPHTB
Pendapatan Asli Daerah (PAD) Elastisitas BPHTB Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
31 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A.
Tipe Penelitian Tipe penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif merupakan kegiatan pengumpulan data untuk diuji hipotesis atau menjawab pertanyaan mengenai status terakhir dari subyek penelitian. Penelitian deskriptif berguna untuk dasar pengambilan keputusan maupun untuk mengenali distribusi maupun perilaku data yang kita miliki (Kuncoro, 2003:9).
B.
Unit Analisis Menurut Singarimbun (1989:10) menyatakan bahwa “Unit analisis” adalah unit yang akan diteliti atau dianalisis. Unit analisis yang menjadi subjek penelitian dapat berupa benda dan manusia. Dengan dasar uraian di atas, maka yang akan dijadikan unit analisis dalam penelitian ini adalah Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Kabupaten Ngawi khususnya Bidang Pajak Daerah.
C.
Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah time series selama tahun 2006 – 2011. Data penelitian ini merupakan data sekunder yang dikumpulkan dari sumber-sumber: 1.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Ngawi. a. PDRB Kabupaten Ngawi dan Propinsi Jawa Timur harga berlaku.
perpustakaan.uns.ac.id
32 digilib.uns.ac.id
b. PDRB Kabupaten Ngawi dan Propinsi Jawa Timur harga konstan. c. Ngawi Dalam Angka 2011 : 1). Kondisi Geografis Kabupaten Ngawi. 2). Pemerintahan Kabupaten Ngawi. 3). Indikator Kinerja Pembangunan. 2.
DPPKA Kabupaten Ngawi. a. Target BPHTB tahun 2006-2011. b. Realisasi BPHTB tahun 2006-2011.
3. D.
SKPD/ Instansi terkait lainnya.
Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data penelitian dilakukan dengan metode pengumpulan data antara lain : a.
Studi Kepustakaan yaitu dengan mengumpulkan dokumen-dokumen perencanaan dan penganggaran Kabupaten Ngawi,
b.
Observasi dan Wawancana langsung yaitu melakukan kunjungan kepada nara sumber penelitian untuk melakukan observasi dan wawancara.
E.
Definisi Operasional Variabel Untuk menyamakan persepsi tentang variabel-variabel yang digunakan dan menghindari terjadinya perbedaan penafsiran, maka penulis memberi batasan definisi operasional sebagai berikut:
33 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 2. PDRB adalah jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh sektor produksi di suatu wilayah pada suatu periode waktu tertentu yang dihitung dalam satuan juta rupiah. 3. Efektivitas adalah rasio dari realisasi penerimaan BPHTB dengan target BPHTB yang dinyatakan dalam persentase. 4. Elastisitas PDRB terhadap BPHTB adalah rasio perubahan penerimaan BPHTB dengan perubahan PDRB per kapita yang dinyatakan dalam angka koefisien elastisitas.
F.
Teknik Analisis Data 1. Analisis Efektivitas BPHTB Untuk melihat efektivitas BPHTB adalah dengan menghitung rasio realisasi dengan target BPHTB dengan rumus sebagai berikut (Devas, 1989:146): Realisasi BPHTB Efektivitas =
x 100 % Target BPHTB
Nilai efektivitas diperoleh dari perbandingan sebagaimana tersebut diatas, diukur dengan kriteria penilaian kinerja keuangan (Medi, 1996 dalam Budiarto, 2007). Apabila persentase kinerja keuangan di atas 100% dapat dikatakan sangat efektif, 90% - 100 % adalah efektif, 80% - 90%
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
adalah cukup efektif, 60% - 80% adalah kurang efektif dan kurang dari 60% adalah tidak efektif. Faktor penentu efisiensi dan efektivitas (Budiarto, 2007) adalah: (a) faktor sumber daya, baik sumber daya manusia seperti tenaga kerja, kemampuan kerja maupun sumber daya fisik seperti peralatan kerja, tempat bekerja serta dana keuangan; ( b) faktor struktur organisasi, yaitu susunan yang stabil dari jabatan-jabatan, baik itu struktural maupun fungsional; ( c) faktor teknologi pelaksanaan pekerjaan; ( d) faktor dukungan kepada aparatur dan pelaksanaannya, baik pimpinan maupun masyarakat; (e) faktor pimpinan dalam arti kemampuan untuk mengkombinasikan keempat faktor tersebut kedalam suatu usaha yang berdaya guna dan berhasil guna untuk mencapai sasaran yang dimaksud. 2. Teknik Analisis Elastisitas Analisis Elatisitas berfungsi untuk menganalisa seberapa besar pengaruh pertumbuhan ekonomi atau pertumbuhan PDRB Per Kapita Atas Dasar Harga Berlaku terhadap penerimaan BPHTB. Untuk mengetahui koefesien elastisitas menggunakan formula (Boediono, 2002 : 31) sebagai berikut:
% Pertumbuhan BPHTB Elastisitas
= % Pertumbuhan PDRB
Kriteria elastisitas yang dipergunakan untuk mengukur kepekaan perubahan BPHTB jika terjadi perubahan PDRB, menurut Halim (2004:94) ada 3 (tiga), yaitu :
35 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a. Elastis (Elastic). Koefisien elastisitas lebih besar dari 1 ( 1) menunjukkan perubahan PDRB sangat peka atau sangat berpengaruh terhadap perubahan penerimaan BPHTB. Perubahan 1% PDRB akan mengakibatkan perubahan penerimaan BPHTB lebih besar dari 1%. b. Elastis Uniter (Unitary Elastic). Koefisien sama dengan 1 (=1) menunjukkan perubahan PDRB tepat sama dengan perubahan penerimaan BPHTB. Perubahan 1% PDRB akan mengakibatkan perubahan penerimaan BPHTB sebesar 1% juga. c. Inelastis (Inelastic). Koefisien lebih kecil dari 1 (
) yang menunjukkan perubahan PDRB
atau jumlah penduduk kurang peka atau kurang berpengaruh terhadap perubahan
penerimaan
BPHTB.
Perubahan
PDRB
1%
akan
mengakibatkan perubahan penerimaan BPHTB lebih kecil atau kurang dari 1%.
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
A.
Analisis Deskriptif 1. Gambaran Umum Kabupaten Ngawi a. Kondisi Geografis Kabupaten Ngawi secara geografis berada di Provinsi Jawa Timur bagian barat, merupakan daerah penghubung Provinsi Jawa Timur dengan Jawa Tengah. Luas wilayah Kabupaten Ngawi adalah 1.298,58 km2. Secara administratif pemerintahan terbagi kedalam : 19 kecamatan, 4 kelurahan, dan 213 desa. Secara astronomis Kabupaten Ngawi terletak pada posisi 7021’ – 7031’ Lintang Selatan dan 110010’ – 111040’ Bujur Timur dengan batas-batas wilayah sebagai berikut : a. Sebelah utara : Kabupaten Blora, Kabupaten Grobogan (Provinsi Jawa Tengah), Kabupaten Blora (Provinsi Jawa Tengah), dan Kabupaten Bojonegoro (Provinsi Jawa Timur); b. Sebelah barat : Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Sragen (Provinsi Jawa Tengah); c. Sebelah selatan : Kabupaten Magetan dan Kabupaten Madiun (Provinsi Jawa Timur); d. Sebelah timur : Kabupaten Madiun (Provinsi Jawa Timur).
37 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 4.1 Peta Wilayah Kabupaten Ngawi Sumber : Ngawi Dalam Angka 2012
Topografi wilayah Kabupaten Ngawi berupa dataran tinggi dan tanah datar. Tercatat 4 Kecamatan terletak pada dataran tinggi yaitu Sine, Ngrambe, Jogorogo dan Kendal yang terletak di kaki Gunung Lawu. Lima belas Kecamatan sisanya berupa tanah datar. Kecamatan Karanganyar dan Kecamatan Kedunggalar merupakan Kecamatan yang memiliki wilayah paling luas yaitu sebesar 138,29 km2 atau 10,67 persen and 129,65 km2 atau 10,00 persen.
b. Kondisi Pemerintahan Kabupaten Ngawi 1). Visi dan Misi Kabupaten Ngawi Dengan
mempertimbangkan potensi,
kondisi,
permasalahan,
tantangan dan peluang yang ada di Kabupaten Ngawi serta
38 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mempertimbangkan budaya yang hidup dalam masyarakat, maka visi yang di canangkan pada tahun 2010-2015 adalah : “TERWUJUDNYA NGAWI SEJAHTERA DAN BERAKHLAK DENGAN BERBASIS PEMBANGUNAN PEDESAAN“. Penjabaran makna dari visi tersebut adalah sebagai berikut: a). Terwujudnya : suatu kondisi akhir yang diinginkan b). Ngawi : satu kesatuan wilayah dan masyarakat dengan segala potensi dalam sistem Pemerintahan Kabupaten Ngawi. c). Sejahtera : kondisi masyarakat Kabupaten Ngawi yang mampu memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani dengan kemandirian ekonomi secara layak dan berdaya saing. d). Berakhlak : mewujudkan masyarakat Kabupaten Ngawi yang dijiwai oleh penghayatan nilai-nilai agama, budi pekerti luhur dan berbudaya dengan indikator kesalehan sosial dalam suasana kondusif dan nyaman. e). Berbasis Pembangunan Pedesaan : subyek utama pembangunan dan
pemberdayaan
berada
di
pedesaan
dibarengi
dengan
pertumbuhan dan pemerataan di seluruh wilayah Kabupaten Ngawi.
Misi adalah rumusan umum tentang upaya yang akan dilaksanakan untuk
mewujudkan
visi
dengan
mengantisipasi
kondisi
dan
permasalahan yang ada serta memperhatikan tantangan kedepan dengan memperhitungkan peluang yang dimiliki.
39 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Misi berfungsi sebagai pemersatu gerak, langkah dan tindakan nyata bagi segenap komponen penyelenggara pemerintahan tanpa mengabaikan mandat yang diberikannya. Untuk mencapai visi yang telah ditetapkan maka Pemerintah Kabupaten Ngawi merumuskan misi sebagai berikut: 1. Menanggulangi kemiskinan secara terpadu dan berkelanjutan; 2. Meningkatkan pelayanan dasar bidang pendidikan dan kesehatan yang berkualitas serta berdaya saing; 3. Mengembangkan iklim usaha dan ekonomi kerakyatan berbasis agraris; 4. Pembaharuan tata kelola pemerintahan daerah dan desa serta pelayanan publik yang baik, bersih dan akuntabel; 5. Meningkatkan kualitas infrastruktur sesuai dengan daya dukung lingkungan dan fungsi ruang; 6. Meningkatkan budaya yang berlandaskan kearifan dan keagamaan dalam suasana yang kondusif.
2). Sumber Daya Aparatur Kabupaten Ngawi Kabupaten Ngawi terbagi dalam
19 kecamatan dan 217
desa/kelurahan. Kecamatan Karangjati merupakan kecamatan dengan jumlah desa terbanyak yaitu 17 desa. Pemerintahan daerah Kabupaten Ngawi memiliki 64 kantor/instansi/satuan kerja. Total Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada instansi tersebut yaitu 14.000 orang tahun 2011, turun 2,52 persen dibanding dengan tahun 2010 seperti terlihat pada Tabel 4.1 berikut ini :
40 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 4.1 Jumlah PNS di Kabupaten Ngawi Tahun 2007 - 2011 Tahun No.
Golongan 2007
2008
2009
2010
2011
1.
Golongan I
191
569
734
732
694
2.
Golongan II
1.975
2.703
3.847
4.335
4.248
3.
Golongan III
5.058
5.118
6.043
5.696
4.609
4.
Golongan IV
3.515
3.687
3.203
3.600
4.449
10.739
12.077
13.827
14.363
14.000
TOTAL
Sumber : Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Ngawi
Persentase tingkat pendidikan PNS di lingkungan Pemerintah Kabupaten Ngawi dapat dilihat pada Gambar 4.2 di bawah ini :
Gambar 4.2 Jumlah PNS Kab. Ngawi menurut tingkat pendidikan Sumber : Badan Kepegawaian Daerah Kab. Ngawi
perpustakaan.uns.ac.id
41 digilib.uns.ac.id
c. Kondisi Penduduk Kabupaten Ngawi Jumlah penduduk Kabupaten Ngawi akhir tahun 2011 adalah 911.911 jiwa, terdiri dari 448.424 penduduk laki-laki dan 463.487 penduduk perempuan, dengan sex ratio sebesar 96 artinya bahwa setiap 100 penduduk wanita terdapat sekitar 96 penduduk laki-laki. Dibandingkan dengan tahun 2010 jumlah penduduk Kabupaten Ngawi bertambah sebesar 17.236 jiwa atau meningkat sebesar 1,92 persen. Kecamatan dengan jumlah penduduk terbesar adalah Paron dengan 88.510 jiwa, sedangkan kecamatan dengan jumlah penduduk terkecil adalah Kasreman yaitu 24.545 jiwa. Tingkat kepadatan penduduk Kab. Ngawi tahun 2011 adalah 704 jiwa/km2, naik sekitar 14 jiwa untuk setiap kilometer persegi dari tahun sebelumnya (Tabel 4.2). Tingkat kepadatan per kecamatan tertinggi adalah Ngawi (1.199 jiwa/km2) dan tingkat kepadatan terendah adalah Kecamatan Karanganyar (230 jiwa/km2). Jumlah kelahiran selama tahun 2011 adalah 8.015 jiwa, terdiri dari 4.002 bayi laki-laki dan 4.013 bayi perempuan. Jika dibandingkan dengan tahun 2010 terjadi penurunan hingga 2,49 persen. Jumlah kematian pada tahun 2011 tercatat sebesar 4.270 jiwa, yang terdiri dari 2.239 penduduk laki-laki dan 2.031 penduduk perempuan. jika dibandingkan dengan tahun 2010 naik 3,19 persen.
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
TABEL 4.2 Tingkat Kepadatan Penduduk Kabupaten Ngawi Tahun 2011
Luas Jumlah Kepadatan Daerah Penduduk Penduduk (km²) (jiwa) (jiwa/km²) 1. Sine 80,22 49.380 616 2. Ngrambe 57,49 44.107 767 3. Jogorogo 65,84 48.587 738 4. Kendal 84,56 58.013 686 5. Geneng 52,52 56.114 1.068 6. Gerih 34,52 37.652 1.091 7. Kwadungan 30,30 28.708 947 8 Pangkur 29,41 29.072 989 9. Karangjati 66,67 48.420 726 10. Bringin 62,62 32.436 518 11. Padas 50,22 34.460 686 12. Kasreman 31,49 24.545 779 13. Ngawi 70,56 84.580 1.199 14. Paron 101,14 88.510 875 15. Kedunggalar 129,65 73.801 569 16. Pitu 56,01 28.297 505 17. Widodaren 92,26 71.508 775 18. Mantingan 62,21 41.919 674 19. Karanganyar 138,29 31.802 230 TOTAL 1.295,98 911.911 704 Sumber : Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Ngawi No.
Kecamatan
d. Kondisi Perekonomian Struktur
perekonomian
Kabupaten
Ngawi
tahun
2011
masih
didominasi oleh sektor pertanian dengan kontribusi mencapai 35,72 persen. Kontribusi sektor ini mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 36,63 persen. Kontribusi sektor pertanian terus menurun dalam kurun waktu tiga tahun terakhir. Penurunan kontribusi tersebut utamanya disebabkan penurunan produksi padi akibat iklim yang tidak menentu, serangan hama tanaman padi dan perubahan lahan pertanian menjadi lahan perumahan sepanjang tahun 2011.
perpustakaan.uns.ac.id
43 digilib.uns.ac.id
Sektor perdagangan menjadi kontributor terbesar kedua terhadap PDRB Kabupaten Ngawi. Kontribusi sektor ini pada tahun 2011 mencapai 29,20 persen, meningkat 0,54 persen dibandingkan tahun sebelumnya yang tercatat 28,66 persen. Dalam kurun waktu 4 tahun sejak tahun 2008 hingga 2011 sektor perdagangan terus meningkat, jika sektor perdagangan terus meningkat tiap tahunnya dan sektor pertanian terus menurun maka dimungkinkan struktur perekonomian Kabupaten Ngawi dapat berubah dari sektor pertanian ke sektor perdagangan. Dan seperti tahun-tahun sebelumnya, sektor jasa menjadi kontributor terbesar ketiga setelah pertanian dan perdagangan. Pada tahun 2011 sektor ini menyumbang sebesar 13,45 persen terhadap total PDRB sedikit turun dibanding tahun sebelumnya yang mencapai 13,73 persen. Berikut gambar prosentase sektor perekonomian Kabupaten Ngawi Tahun 2011 :
Gambar 4.3 Sektor perekonomian Kabupaten Ngawi Tahun 2011 Sumber : Ngawi Dalam Angka 2012 Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Ngawi dalam kurun waktu 5 tahun terakhir merangkat naik dari 5,16 persen tahun 2007 hingga mencapai 6,14 persen pada tahun 2011. Sama dengan tahun sebelumnya, pada tahun 2011
44 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ekonomi Kabupaten
Ngawi
mengalami
peningkatan
pertumbuhan
(Gambar 4.3). Dalam kurun antara 2006-2008 pertumbuhan ekonomi Kabupaten Ngawi selalu di bawah pertumbuhan Propinsi Jawa Timur. Hal ini bisa dimengerti karena perekonomian Jawa Timur didominasi sektor industri sedangkan perekonomian Kabupaten Ngawi didominasi sektor pertanian, dimana pada umumnya pertumbuhan sektor industri akan lebih cepat dibandingkan sektor pertanian. Pada tahun 2009 ketika industri Jawa Timur mengalami perlambatan dari 4,36 persen menjadi 2,8 persen, hal ini menyebabkan penurunan pertumbuhan Jawa Timur menjadi 5,01 persen dibawah pertumbuhan Kabupaten Ngawi yang justru meningkat menjadi 5,65 persen. Kemudian pada tahun 2010 dan 2011 kembali pertumbuhan Jawa Timur melampaui pertumbuhan Kabupaten Ngawi. Pertumbuhan ekonomi Jawa Timur tahun 2010 meningkat tajam sebesar 1,67 persen dari tahun sebelumnya mencapai 6,68 persen dan terus meningkat pada tahun 2011 sebesar 7,22 persen.
Gambar 4.4 Pertumbuhan Ekonomi Kab. Ngawi dan Propinsi Jawa Timur Tahun 2007 – 2011 (Persen) Sumber : Ngawi Dalam Angka 2012
45 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu indikator untuk memperoleh gambaran menyeluruh tentang kegiatan ekonomi dalam suatu wilayah. Besaran Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Ngawi merupakan jumlah seluruh nilai tambah dari produk barang dan jasa yang dasar pengukurannya timbul akibat adanya berbagai aktivitas ekonomi. PDRB atas dasar harga berlaku Kabupaten Ngawi tahun 2006 mencapai 4.445.555,03 juta rupiah. Angka tersebut secara konsisten naik dari tahun ke tahun hingga 2011 baik atas harga berlaku maupun harga konstannya. Pada tahun 2011 PDRB atas dasar harga berlaku (adhb) mencapai 8.116.202,9 juta rupiah, meningkat sekitar 12,01 persen dari tahun sebelumnya. Peningkatan PDRB adhb tahun 2011 lebih rendah dibandingkan kenaikan PDRB adhb pada tahun 2010 yang mencapai 12,43 persen. Sedangkan PDRB atas dasar harga konstan (adhk) pada tahun 2011 mencapai 3.313.434,98 juta rupiah atau meningkat sekitar 6,14 persen (lihat Tabel 4.3). Tabel 4.3 PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Konstan (2000) Kabupaten Ngawi Tahun 2006 – 2011 (Juta Rupiah) No.
Tahun
Harga Berlaku
Harga Konstan
1.
2006
4.445.555,03
2.510.075,52
2.
2007
5.031.428,99
2.639.717,89
3.
2008
5.770.273,06
2.785.335,43
4.
2009
6.444.782,83
2.942.602,51
5.
2010
7.245.842,42
3.121.821,49
6.
2011
8.116.202,90
3.313.434,98
Sumber : Ngawi Dalam Angka 2012
Pertambangan & Penggalian
Industri Pengolahan .
Listrik, Gas & Air Bersih
Bangunan
Perdagangan, Hotel & Restoran
Pengangkutan & Komunikasi
Keuangan, Persewaan & Jasaa Perusahaan
Jasa-Jasa
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Sumber : Ngawi Dalam Angka 2012
Pertanian
Lapangan Usaha
1.
No.
726,849.17 5,031,428.99
4,445,555.03
288,861.06
146,035.48
1,412,591.98
243,130.70
36,199.99
306,568.98
27,821.13
1,843,370.50
2007
655,513.77
257,402.33
127,212.32
1,241,254.87
202,821.88
31,946.84
275,496.96
23,924.26
1,629,981.80
2006
5,770,273.06
833,856.07
323,918.47
166,234.74
1,610,680.64
276,908.89
44,111.18
354,275.13
31,159.67
2,129,128.28
2008
6,444,782.83
922,233.41
358,550.23
184,983.30
1,807,677.16
304,976.38
53,443.97
399,597.31
34,743.03
2,378,578.04
2009
7,245,842.42
994,551.07
399,964.91
207,931.40
2,076,707.35
360,181.25
60,369.81
455,258.87
36,518.40
2,654,359.37
2010
Tabel 4.4 PDRB Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2006 - 2011 (Juta Rupiah)
8,116,202.90
1,091,282.79
446,525.64
233,895.04
2,370,210.11
432,702.30
69,068.08
533,167.88
39,881.74
2,899,469.33
2011
46
Pertambangan & Penggalian
Industri Pengolahan .
Listrik, Gas & Air Bersih
Bangunan
Perdagangan, Hotel & Restoran
Pengangkutan & Komunikasi
Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan
Jasa-Jasa
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Sumber : Ngawi Dalam Angka 2012
Pertanian
Lapangan Usaha
1.
No.
367,281.87 2,639,717.89
2,510,075.52
165,732.93
66,037.18
745,925.20
116,758.32
14,673.00
162,859.61
15,442.31
985,007.46
2007
356,189.23
159,935.81
61,538.19
697,427.05
110,420.20
13,730.36
155,405.22
14,403.57
941,025.88
2006
2,785,335.43
381,888.39
173,209.38
70,403.69
793,681.83
120,634.70
16,013.48
173,860.51
16,286.80
1,039,356.65
2008
2,942,602.51
399,228.25
180,511.25
75,655.53
848,170.35
127,066.94
17,819.46
184,792.71
16,983.88
1,092,374.15
2009
3,121,821.49
412,818.32
190,048.43
81,775.64
923,010.01
135,663.44
19,108.85
196,280.68
17,526.39
1,145,589.73
2010
2011
3,313,434.98
433,126.72
201,371.53
88,463.67
1,012,315.75
147,557.05
20,651.62
209,719.30
18,145.41
1,182,083.93
Tabel 4.5 PDRB Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan (2000) Tahun 2006 – 2011 (Juta Rupiah)
47
perpustakaan.uns.ac.id
48 digilib.uns.ac.id
e. Pendapatan Daerah Pendapatan daerah Kabupaten Ngawi bersumber dari pendapatan asli daerah, dana perimbangan, dan pendapatan daerah lain-lain yang sah. Seperti telah dijelaskan pada bab I bahwa realisasi penerimaan pendapatan daerah Kabupaten Ngawi tahun 2006 – 2011 cenderung mengalami kenaikan. Dana Perimbangan khususnya Dana Alokasi Umum (DAU) masih masih menjadi penyokong terbesar bagi penerimaan Kabupaten Ngawi. Rincian penerimaan pendapatan daerah Kabupaten Ngawi tahun 2006 – 2011 dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
III.
II.
610,883,125,455.98
-
547,666,124,809.88
f. Tunjangan Profesi Guru PNSD
JUMLAH
-
-
e. Tambahan Penghasilan PNS Guru
-
-
-
d. Dana Penyesuaian & Otonomi
-
7,932,240,016.00
241,980,831.00 -
23,511,453,523.00
22,741,074,974.00
31,443,693,539.00
28,355,800,000.00
493,983,000,000.00
1,838,316,010.00
34,526,485,441.00
558,703,601,451.00
6,675,741,332.85
846,357,768.13
6,864,895,931.00
6,348,835,434.00
20,735,830,465.98
2007 610,883,125,455.98
c. Pendapatan Hibah
a. Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi & Pemda b. Bant. Keu. dari Provinsi / Pemda lainnya
22,983,055,805.00
25,800,000,000.00
d. DAK
Lain2 Pendapatan Daerah yg sah
450,161,000,000.00
c. DAU
1,793,777,110.40
26,933,049,740.00
a. Bagi Hasil Pajak
b. Bagi Hasil Bkn Pajak/SDA
504,687,826,850.40
6,757,334,204.27
229,710,848.21
Dana Perimbangan
d. Lain2 PAD yg sah
c. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yg dipisahkan
6,890,128,248.00
b. Retribusi Daerah
19,995,242,154.48 6,118,068,854.00
PAD
I.
2006 547,666,124,809.88
a. Pajak Daerah
Uraian Pendapatan Daerah
No
716,286,788,781.70
-
-
1,175,876,666.00
25,183,045,600.00
1,256,238,532.00
25,823,702,938.00
53,438,863,736.00
53,410,000,000.00
544,877,704,000.00
5,728,751,376.00
35,968,218,436.00
639,984,673,812.00
5,224,678,716.62
1,246,498,809.08
8,000,621,944.00
8,391,451,764.00
22,863,251,233.70
2008 716,286,788,781.70
797,744,005,903.73
-
-
12,401,464,000.00
15,451,675,000.00
39,467,725,743.00
30,916,382,939.00
98,237,247,682.00
69,847,000,000.00
555,625,375,000.00
2,937,206,527.00
45,204,381,818.00
673,613,963,345.00
6,003,935,382.13
1,093,549,352.60
10,000,480,061.00
8,794,830,081.00
25,892,794,876.73
2009 797,744,005,903.73
887,001,554,928.49
69,634,489,600.00
9,542,050,000.00
14,889,600,000.00
613,618,800.00
34,255,429,769.00
41,153,160,159.00
170,088,348,328.00
57,853,200,000.00
572,965,157,000.00
6,771,423,535.00
51,833,484,001.00
689,423,264,536.00
3,973,523,163.00
1,073,982,259.90
12,859,910,145.59
9,582,526,496.00
27,489,942,064.49
2010 887,001,554,928.49
Tabel 4.6 Rincian Penerimaan Pendapatan Daerah Kabupaten Ngawi Tahun 2006 – 2011
1,130,520,094,512.19
89,798,115,100.00
10,013,750,000.00
81,768,614,000.00
354,375,000.00
53,966,530,000.00
44,583,177,716.00
280,484,561,816.00
69,759,800,000.00
654,412,778,000.00
9,735,009,796.00
54,589,373,843.00
788,496,961,639.00
38,743,291,610.24
1,642,244,855.95
9,653,987,452.00
11,499,047,139.00
61,538,571,057.19
2011 1,130,520,094,512.19
49
50 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dipungut oleh Pemerintah Indonesia sejak tahun 1997. Berdasarkan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah, pendapatan BPHTB dibagikan ke daerah melalui mekanisme dana bagi hasil. Namun, dengan munculnya UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, maka mulai 1 Januari 2011 BPHTB telah dialihkan menjadi pajak daerah dan dipungut juga oleh daerah. Berikut target dan realisasi penerimaan BPHTB Kabupaten Ngawi tahun 2006 – 2011 : Tabel 4.7 Target dan Realisasi BPHTB Kabupaten Ngawi Tahun 2006 -2011 Tahun
Target (Rp)
Realisasi (Rp)
(%)
2006
868.300.000,00
1.691.620.137,00
194,82
2007
1.457.000.000,00
2.572.733.790,00
176,58
2008
2.586.431.448,06
3.295.692.009,00
127,42
2009
2.464.108.320,00
3.206.746.107,00
130,14
2010
4.154.755.659,00
3.621.239.912,00
87,16
2011
732.004.000,00
734.195.967,00
100,30
Sumber : DPPKA Kabupaten Ngawi
51 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Pembahasan 1. Analisis Efektivitas Pemungutan BPHTB Untuk menghitung efektivitas pemungutan BPHTB Kabupaten Ngawi Tahun 2006-2011 menggunakan rumus (Devas, 1989:146) sebagai berikut: Realisasi BPHTB Efektivitas =
x 100 % Target BPHTB
Maka diperoleh hasil penghitungan seperti tertera pada tabel dibawah ini : Tabel4.8 Efektivitas Pemungutan BPHTB Kabupaten Ngawi Tahun 2006 – 2011 Tahun
Target (Rp)
Realisasi (Rp)
Efektivitas (%)
2006
868.300.000,00
1.691.620.137,00
194,82
2007
1.457.000.000,00
2.572.733.790,00
176,58
2008
2.586.431.448,06
3.295.692.009,00
127,42
2009
2.464.108.320,00
3.206.746.107,00
130,14
2010
4.154.755.659,00
3.621.239.912,00
87,16
2011
732.004.000,00
734.195.967,00
100,30
Rata-rata
2.043.766.571,18
2.520.371.320,33
136,07
Sumber : DPPKA Kabupaten Ngawi (diolah)
Berdasarkan Tabel 4.8 diatas diketahui bahwa rasio efektivitas BPHTB yang dihitung berdasarkan perbandingan antara realisasi penerimaan BPHTB dengan target BPHTB menunjukkan tingkat efektivitas rata-rata per tahun lebih besar dari 100% atau sebesar 136,07%. Hal ini dapat dikatakan bahwa pemungutan BPHTB di Kabupaten Ngawi selama tahun 2006 – 2011 sudah
52 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sangat efektif. Artinya pertumbuhan kebutuhan pembangunan dan iklim investasi terhadap tanah dan bangunan cukup besar. Ini juga bisa diartikan bahwa Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan mampu menjaring seluruh obyek potensi penerimaan di Kabupaten Ngawi, dengan asumsi bahwa target penerimaan telah sesuai dengan potensi penerimaan yang ada. Rasio perbandingan target penerimaan dengan realisasi penerimaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan di Kabupaten Ngawi selama enam tahun terakhir ini mengalami naik turun. Pada tiga tahun pertama yaitu mulai tahun 2006 sampai dengan tahun 2008 berturut-turut mengalami penurunan, meskipun rasio perbandingannya masih diatas 100% dan masih dikategorikan sangat efektif. Akan tetapi pada tahun 2009 mengalami kenaikan sebesar 2,72% yaitu dari 127,42% menjadi 130,14%. Kemudian pada tahun 2010 mengalami penurunan yang signifikan yaitu sebesar 42,98%, dan tahun 2011 mengalami kenaikan kembali menjadi 100,30%.
2. Analisis Elastisitas PDRB terhadap BPHTB Analisis elastisitas merupakan suatu metode untuk mengetahui tingkat kepekaan perubahan penerimaan BPHTB, apabila terjadi perubahan pada faktor yang mempengaruhinya. Besar atau kecilnya tingkat perubahan tersebut dapat diukur dengan angka-angka yang disebut koefisien elastisitas. Untuk menghitung koefisien elastisitas dilakukan dengan cara membandingkan tingkat pertumbuhan realisasi BPHTB dengan tingkat pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dengan menggunakan formula sebagai berikut : % Pertumbuhan BPHTB Elastisitas
= % Pertumbuhan PDRB
53 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Untuk melakukan perhitungan dengan Elastisitas maka terlebih dahulu harus diketahui tingkat pertumbuhan BPHTB dan PDRB tahun 2006-2011. Menurut Sadono Sukirno (1985:21), adapun cara yang digunakan untuk mengetahui tingkat pertumbuhan adalah: a. Tingkat pertumbuhan BPHTB Xt – Xt-1 X =
x 100% Xt-1
Dimana :
= Pertumbuhan BPHTB Xt
= BPHTB tahun t
Xt-1 = BPHTB tahun t-1 b. Tingkat pertumbuhan PDRB Yt – Yt-1 =
x 100% Yt-1
Dimana :
= Pertumbuhan PDRB Xt
= PDRB tahun t
Xt-1 = PDRB tahun t-1
Hasil perhitungan analisis elastisitas PDRB terhadap BPHTB di Kabupaten Ngawi pada tahun 2006-2011 dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
54 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 4.9 Elastisitas PDRB Terhadap BPHTB Kabupaten Ngawi Tahun 2006 – 2011
Tahun
PDRB (Juta Rupiah)
Pertumbuhan PDRB (%)
Realisasi BPHTB (Rp)
Pertumbuhan BPHTB Elastisitas (%)
2006
4.445.555,03
-
1.691.620.137,00
-
-
2007
5.031.428,99
13,18
2.572.733.790,00
52,09
3,95
2008
5.770.273,06
14,68
3.295.692.009,00
28,10
1,91
2009
6.444.782,83
11,69
3.206.746.107,00
(2,70)
(0,23)
2010
7.245.842,42
12,43
3.621.239.912,00
12,93
1,04
2011
8.116.202,90
12,01
734.195.967,00
(79,73)
(6,64)
Rata-Rata
6.175.680,87
10,67
2.520.371.320,33
1,79
0,005
Sumber : DPPKA Kabupaten Ngawi (diolah) Tabel 4.9 menunjukkan bahwa elastisitas PDRB terhadap BPHTB di Kabupaten Ngawi berdasarkan perbandingan antara persentase pertumbuhan BPHTB dengan persentase pertumbuhan PDRB pada tahun 2006-2011 cenderung inelastis, dengan hasil koefisien elastisitas rata-rata per tahun sebesar 0,005, yang berarti bahwa pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga Berlaku kurang peka atau kurang berpengaruh terhadap pertumbuhan penerimaan
BPHTB.
Artinya
kenaikan
PDRB
sebesar
1%
hanya
mengakibatkan kenaikan penerimaan BPHTB kurang dari 1% atau sebesar 0,005%.
55 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tingkat efektivitas dan elastisitas pemungutan BPHTB di Kabupaten Ngawi pada tahun 2006 sampai dengan 2011, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Pemungutan BPHTB di Kabupaten Ngawi pada tahun 2006 sampai dengan 2011 cenderung stabil dan termasuk dalam kriteria sangat efektif yang ditunjukkan dengan perhitungan hasil perbandingan antara realisasi penerimaan BPHTB dengan target yang ditetapkan, dengan tingkat efektivitas rata-rata per tahun lebih besar dari 100% atau sebesar 136,07%. 2. Tingkat elastisitas PDRB terhadap BPHTB selama kurun waktu 2006 sampai dengan 2011 berdasarkan hasil perbandingan antara persentase pertumbuhan BPHTB dengan persentase pertumbuhan PDRB cenderung inelastis dengan koefisien elastisitas rata-rata per tahun sebesar 0,005 atau kurang dari 1 (E 1), yang berarti bahwa kenaikan PDRB sebesar 1% hanya mengakibatkan kenaikan penerimaan BPHTB sebesar 0,005%.
perpustakaan.uns.ac.id
B.
56 digilib.uns.ac.id
Saran Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, ada beberapa saran yang penulis ajukan, yaitu : 1. Meskipun dari hasil pembahasan sebelumnya pemungutan BPHTB sudah sangat efektif, untuk meningkatkan kemampuan keuangan daerah, efektivitas pemungutan BPHTB harus ditingkatkan lagi. Apalagi sejak tahun 2011 BPHTB telah dialihkan menjadi pajak daerah, sehingga Pemerintah Daerah perlu mengkaji lagi apakah target yang ditetapkan sudah sesuai dengan potensi riil yang ada di daerah atau belum. Agar nantinya dengan dialihkannya pemungutan BPHTB menjadi pajak daerah, akan lebih meningkatkan pendapatan serta kemandirian daerah. 2. Pemerintah Daerah sebaiknya menyusun peraturan yang mengatur tentang standar harga pasar di tiap-tiap wilayah Kabupaten Ngawi serta mensosialisasikan lebih giat lagi melalui kegiatan penyuluhan maupun publikasi umum, yang nantinya diharapkan dengan adanya peningkatan PDRB perkapita dapat diikuti pula oleh meningkatnya penerimaan BPHTB.