MODUL PERPAJAKAN
BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN ATAU BANGUNAN
PENDAHULUAN Dengan berlakunya UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD), maka mulai tahun 2011, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang sebelumnya merupakan pajak pusat berdasarkan UU Nomor 20 tahun 2000, menjadi pajak daerah yang dipungut dan diadministrasikan oleh pemerintah Kota/Kabupaten. Berikut akan dijelaskan beberapa pokok aturan yang berkaitan dengan BPHTB yang diatur dalam UU PDRD. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Dalam pembahasan ini, BPHTB selanjutnya disebut pajak. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah perbutan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau bangunan. Sedangkan Hak atas tanah adalah hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. OBJEK DAN SUBJEK BPHTB Objek BPHTB Sebagaimana diatur dalam pasal 85 ayat (1) UU PDRD bahwa objek dari BPHTB adalah Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan. Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan/atau bangunan oleh orang pribadi atau Badan. Selanjutnya dalam pasal 85 ayat (2) diatur bahwa Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan, meliputi: a. Pemindahan Hak karena: 1) Jual beli; 2) Tukar menukar; 3) Hibah; 4) Hibah wasiat; 5) Waris; 6) Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lain; 7) Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan; 8) Penunjukan pembeli dalam lelang; 9) Pelaksanaan putusan akim yang mempunyai kekuatan hukum tetap; 10) Penggabungan usaha; PAnduPAJAK.ORG | Modul Perpajakan - BPHTB
2
11) Peleburan usaha; 12) Pemekaran usaha; atau 13) Hadiah. b. Pemberian Hak Baru karena : 1) Kelanjutan pelepasan hak; atau 2) Diluar pelepasan hak. Hak atas tanah dan/atau bangunan adalah hak atas tanah, termasuk hak pengelolaan, beserta bangunan diatasnya. Sebagai mana diatur dalam pasal 85 ayat (3) UU PDRD, hak atas tanah meliputi hak sebagai mana diatur dalam UU Pokok Agraria, meliputi : a. Hak Milik; b. Hak Guna Usaha; c. Hak Guna Bangunan; d. Hak Pakai; e. Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun; dan f. Hak Pengelolaan. Objek Pajak Yang Tidak Dikenakan BPHTB Berdasarkan aturan tersebut, pada prinsipnya setiap perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan merupakan objek dari BPHTB. Namun dalam pasal 85 ayat (4) UU PDRD diatur beberapa perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan yang tidak dikenakan BPHTB. Adapun perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan yang tidak dikenakan BPHTB adalah objek pajak yang diperoleh : a. perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik; b. negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan/atau untuk pelaksanaan c. pembangunan guna kepentingan umum; d. badan atau perwakilan lembaga internasional yang ditetapkan dengan e. Peraturan Menteri Keuangan dengan syarat tidak menjalankan usaha atau f. melakukan kegiatan lain di luar fungsi dan tugas badan atau perwakilan g. organisasi tersebut; h. orang pribadi atau Badan karena konversi hak atau karena perbuatan hukum i. lain dengan tidak adanya perubahan nama; j. orang pribadi atau Badan karena wakaf; dan k. orang pribadi atau Badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah.
PAnduPAJAK.ORG | Modul Perpajakan - BPHTB
3
Selain itu, BPHTB juga tidak dikenakan atas: a. Objek pajak yang besar nilai perolehannya lebih rendah dari Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP), yang ditetapkan paling rendah Rp60.000.000 (enam puluh juta rupiah), sebagaimana diatur dalam pasal 87 ayat (4). b. Perolehan hak karena waris atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat termasuk suami istri yang besar nilai perolehannya lebih rendah dari Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP), yang ditetapkan paling rendah Rp300.000.000 (tiga ratus juta rupiah), sebagaimana diatur dalam pasal 87 ayat (5). Subjek dan Wajib Pajak BPHTB Dalam pasal 86 ayat (1) diatur bahwa yang menjadi subjek dari BPHTB adalah Orang Pribadi atau Badan yang memperoleh Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan. Badan sebagaimana dijelaskan dalam pasal 1 angka 11 UU PDRD adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas,perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi masa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap. Selanjutnya dalam pasal 86 ayat (2) diatur bahwa wajib pajak BPHTB adalah orang pribadi atau Badan yang memperoleh Hak atas Tanah dan/atau Bangunan. TARIF, DASAR PENGENAAN DAN CARA MENGHITUNG BPHTB Tarif BPHTB Dalam pasal 88 ayat (1) UU PDRD diatur bahwa tarif BPHTB ditetapkan paling tinggi sebesar 5%. Besarnya tarif yang berlaku di masing-masing kabupaten/kota sebagai pengelola BPHTB ditetapkan dalam peraturan daerah masing-masing.
PAnduPAJAK.ORG | Modul Perpajakan - BPHTB
4
Dasar Pengenaan dan Saat Terutang BPHTB Dalam pasal 87 ayat (1) UU PDRD diatur bahwa dasar pengenaan BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP). NPOP ditentukan berdasarkan harga transaksi atau nilai pasar, tergantung dari transaksi perolehan objek pajak tersebut. Nilai Perolehan Objek Pajak sebagaimana dimaksud pada pasal 87 ayat (1), dalam hal: a. jual beli adalah harga transaksi; b. tukar menukar adalah nilai pasar; c. hibah adalah nilai pasar; d. hibah wasiat adalah nilai pasar; e. waris adalah nilai pasar; f. pemasukan dalam peseroan atau badan hukum lainnya adalah nilai pasar; g. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah nilai pasar; h. peralihan hak karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap adalah nilaipasar; i. pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah nilai pasar; j. pemberian hak baru atas tanah di luar pelepasan hak adalah nilai pasar; k. penggabungan usaha adalah nilai pasar; l. peleburan usaha adalah nilai pasar; m. pemekaran usaha adalah nilai pasar; n. hadiah adalah nilai pasar; dan/atau o. penunjukan pembeli dalam lelang adalah harga transaksi yang tercantum dalam risalah lelang. Jika Nilai Perolehan Objek tidak diketahui atau lebih rendah daripada NJOP yang digunakan dalam pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan pada tahun terjadinya perolehan, dasar pengenaan yang dipakai adalah NJOP Pajak Bumi dan Bangunan. Besarnya Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan paling rendah sebesar Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) untuk setiap Wajib Pajak. Dalam hal perolehan hak karena waris atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri, Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan paling rendah sebesar Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
PAnduPAJAK.ORG | Modul Perpajakan - BPHTB
5
Saat Terutang BPHTB Pajak yang terutang harus dilunasi pada saat terjadinya perolehan hak.
Cara Menghitung BPHTB Sesuai dengan asas self asessment dalam sistem perpajakan nasional,wajib pajak menghitung sendiri besarnya BPHTB terutang. Besarnya BPHTB terutang dihitung dengan rumus berikut :
Contoh : Seorang wajib pajak A pada tanggal 15 Maret 2015 memperoleh hak atas tanah dengan luas 150M2 dan bangunan seluas 100 M2 yang dibelinya dari Tuan B. Transaksi dilakukan di depan PPAT. Total NJOP PBB atas objek tersebut pada tahun 2015 adalah Rp180.000.000, sedangkan transaksi dilakukan dengan harga yang disepakati sebesar Rp210.000.000. Tarif yang berlaku di kota tersebut adalah 5% dan NJOPTKP sebesar Rp60.000.000. BPHTB yang terutang dihitung sebagai berikut : NPOP : Rp210.000.000 NPOPTKP : Rp60.000.000 (-) NPOP kena Pajak : Rp150.000.000 BPHTB terutang : 5% x 150.000.000 = Rp7.500.000 Seorang wajib pajak C memperoleh tanah dengan luas 200 M2 dan bangunan dengan luas 100 M2 yang dibelinya dari tuan D pada tanggal 20 Maret 2015. NJOP PBB yang berlaku tahun 2015 atas objek tersebut sebesar Rp300.000.000, sedangkan transaksi jual beli disepakati dengan harga Rp250.000.000. Tarif yang berlaku di kota tersebut sebesar 5% dan NJOPTKP sebesar Rp60.000.000. BPHTB terutang dihitung sebagai berikut : NPOP : Rp 300.000.000 NPOPTKP : Rp 60.000.000 (-) NPOP kena Pajak : Rp 240.000.000 BPHTB terutang : 5% x 240.000.000 = Rp 12.000.000 PAnduPAJAK.ORG | Modul Perpajakan - BPHTB
6
Seorang anak menerima warisan dari orang tuanya sebidang tanah dan bangunan dengan nilai pasar pada waktu pendaftaran hak sebesar Rp250.000.000. Terhadap tanah dan bangunan tersebut telah dikenakan PBB dengan NJOP sebesar Rp325.000.000. Apabila NPOPTKP karena waris untuk daerah tersebut ditentukan sebesar Rp350.000.000,BPHTB terutang dihitung sebagai berikut : NPOP : Rp325.000.000 NPOPTKP : Rp350.000.000 (-) NPOP kena Pajak : Rp 0 BPHTB terutang : 5% x 0 = Nihil
REFERENSI : UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH
PAnduPAJAK.ORG | Modul Perpajakan - BPHTB
7