ETNOBOTANI MASYARAKAT SUKU TENGGER: Studi Kasus di Desa Ranu Pane Wilayah Enclave Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang
NOVITASARI
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
RINGKASAN NOVITASARI. Etnobotani Masyarakat Suku Tengger: Studi Kasus di Desa Ranu Pane Wilayah Enclave Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang. Dibimbing oleh AGUS HIKMAT dan ERVIZAL A.M. ZUHUD.
Etnobotani dapat mengungkap pengetahuan masyarakat tradisional atau lokal dalam pemanfaatan tumbuhan. Salah satu masyarakat yang memiliki pengetahuan dan terbiasa memanfaatkan tumbuhan adalah masyarakat Suku Tengger di Desa Ranu Pane wilayah enclave Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS). Namun tingginya kegiatan wisata di kawasan TNBTS, khususnya Resort Ranu Pane, dapat menggeser pengetahuan dan budaya asli masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi dan data dasar bagi pihak TNBTS. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi pengetahuan tradisonal masyarakat Suku Tengger dalam pemanfaatan tumbuhan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-April 2011 di Desa Ranu Pane
wilayah
enclave
TNBTS,
dengan
menggunakan
metode
wawancara/kuisioner. Responden dipilih/ditentukan dengan menggunakan teknik Snow Ball sampling dengan jumlah 30 orang responden. Pengetahuan tradisional Masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane mengenai tumbuhan adalah dalam bentuk pemanfaatan spesies tumbuhan meliputi, cara pengambilan, cara pengolahan dan penggunaan, serta cara membudidayakannya, khususnya tumbuhan pangan. Masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane memanfaatkan 77 spesies dari 38 famili untuk berbagai keperluan, diantaranya pangan, obat, hias, kayu bakar, upacara adat, pakan ternak, bahan bangunan. Spesies tumbuhan pangan lebih banyak dimanfaatkan dibanding dengan pemanfaatan tumbuhan untuk keperluan lain, karena tumbuhan pangan banyak dibudidayakan dan merupakan komoditas ekonomi bagi masyarakat.
Kata kunci : Etnobotani, Suku Tengger, Desa Ranu Pane, wilayah enclave
SUMMARY NOVITASARI. Ethnobotany of Tengger Tribe Community: Case Studies at Ranu Pane Village Enclave area of Bromo Tengger Semeru National Park, Senduro district, Lumajang. Under supervision of AGUS HIKMAT and ERVIZAL A.M. ZUHUD.
Ethnobotany can reveal local knowledge about the various benefits of plants. Tengger tribe community at Ranu Pane Village the enclave of Bromo Tengger Semeru National Park (BTSNP), is One of comunities who has the knowledge about plants and accustomed to using them. However, high tourist activity in the area of BTSNP, particularly Resort Ranu Pane, can shift indigenous knowledge and indigenous culture of Tengger tribe communities of Ranu Pane Village. The study was expected to become information and data base for BTSNP. The purpose of this study was to identify the Tengger tribe communities traditional knowledge in the utilization of plant. The study was conducted on March-April 2011 at Ranu Pane village, enclave village area of BTSNP. Data was collected trough structure interview using quitionnaires toward 30 respondent. The respondent were determined by Snow Ball sampling technique. Traditional knowledge of the Tengger tribe in using plants include the knowledge on harvest, process and use, as well as how to cultivate them, particularly food crops. Tengger tribe communities at Ranu Pane village used 77 species from 38 families for a variety of purposes, including food, medicinal, ornamental, firewood, traditional ceremonies, animal feed, building materials. Species of food crops was more widely used than species of plants for other purposes. This was because edible plant foods, particularly vegetables, were widely cultivated since if had high economic value.
Kata kunci : Ethnobotany, Tengger tribal, Ranu Pane village, Enclave area.
ETNOBOTANI MASYARAKAT SUKU TENGGER: Studi Kasus di Desa Ranu Pane Wilayah Enclave Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang
NOVITASARI
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Etnobotani Masyarakat Suku Tengger: Studi Kasus di Desa Ranu Pane Wilayah Enclave Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal dari atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian skripsi ini.
Bogor, September 2011
Novitasari E34070033
Judul Skripsi
: Etnobotani Masyarakat Suku Tengger: Studi Kasus di Desa Ranu Pane Wilayah Enclave Taman Nasional Bromo
Tengger
Semeru,
Kecamatan
Senduro,
Kabupaten Lumajang. Nama
: Novitasari
NIM
: E34070033
Menyetujui :
Pembimbing I
Pembimbing II
Dr.Ir. Agus Hikmat, M.Sc.F
Prof. Dr. Ir. Ervizal A.M. Zuhud, MS.
NIP. 19620918 198903 1 002
NIP. 19590618 198503 1 003
Mengetahui,
Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS. NIP : 19580915 198403 1 003
Tanggal Lulus :
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin, puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat
Allah SWT karena atas segala berkah dan rahmat-Nyalah penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Etnobotani Masyarakat Suku Tengger: Studi Kasus di Desa Ranu Pane Wilayah Enclave Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang”. Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan April-Maret 2011. Tujuan
dari penelitian
ini
adalah
untuk
mengidentifikasi
pengetahuan tradisional masyarakat Suku Tengger, khususnya masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane dalam pemanfaatan tumbuhan. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi informasi dan data dasar bagi pihak Taman Nasional Bromo Tengger Semeru dalam pengembangan keanekaragaman hayati.
Bogor,September 2011
Penulis
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor, pada tanggal 12 Nopember 1989 sebagai anak ketiga dari tiga bersaudara pasangan Sahroni dan Ernawati. Pada tahun 2007 penulis lulus dari Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Rumpin dan pada tahun itu juga penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Khusus Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB. Penulis aktif dalam Himpunan Profesi Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA) dan tergabung dalam Kelompok Pemerhati Flora (KPF) dan Kelompok Pemerhati Mamalia (KPM). Pada tahun 2009, penulis pernah mengikuti kegiatan RAFFLESIA (Eksplorasi Flora Fauna dan Ekowisata Indonesia) di Cagar Alam Rawa Danau, Banten dan Studi Konservasi Lingkungan (SURILI) di Taman Nasional Manupeu Tanadaru, Nusa Tenggara Timur. Selain itu juga penulis pernah mengikuti Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Gunung Burangrang dan Cikiong. Pada tahun 2010, penulis mengikuti Praktek Pengelolaan (P2H) di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi. Tahun 2011, penulis mengikuti Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, Jawa Timur. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Penulis melakukan penelitian yang berjudul “Etnobotani Mayarakat Suku Tengger: Studi Kasus di Desa Ranu Pane Wilayah Enclave Taman Nasional Bromo Tengger Semeru kecamatan Senduro, kabupaten Lumajang” yang dibimbing oleh Dr.Ir Agus Hikmat, M.Sc.F. dan Prof. Dr.Ir. Ervizal A.M. Zuhud, MS.
UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan anugrah-Nyalah penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada : 1. Dr. Ir. Agus Hikmat M.Sc.F. dan Prof. Dr.Ir. Ervizal A.M. Zuhud, MS. sebagai dosen pembimbing skripsi yang selalu meluangkan waktu dan sabar dalam memberikan arahan dalam membimbing. 2. Ir. Oemijati Rachmatsjah selaku dosen penguji. 3. Bapak Boiga, Bpk Hadi Suyitno, Bpk Sarmin, Bpk Tuangkat beserta keluarga, Mas Deden, Mas Haryono, Bpk Mamat, Bpk Muhyar beserta keluarga dan seluruh Staf BBTNBTS yang telah membantu penulis dalam melaksanakan penelitian. 4. Ibunda (Ernawati) dan bapak (Sahroni), serta keluarga atas dukungan, doa serta kasih sayang yang telah tercurah untukku. 5. Teman-teman PKLP BBTNBTS (Mettha, Yunda, Cahya, Angga, Tiwi dan Ardi) atas dukungan, perhatian, kecerian dan persaudaraan selama di BBTNBTS 6. Teman-temanku, Retno, Asih, Rona, Mamat, Neneng, Heni, Ririn, Tridha, Risa, Neina atas dukungan dan masukan selama menyusun skripsi ini 7. Teman-teman seperjuangan di lab KTO atas bantuan dan kerjasamanya selama ini 8. Teman-teman KSHE 44 Beruang madu (Helarctos malayanus) atas kebersamaan, canda tawa dan rasa persaudaraan 9. Teman-teman Kelompok Pemerhati Mamalia (KPM) dan Kelompok Pemerhati Flora (KPF) HIMAKOVA, atas ilmu dan pengalaman yang telah diberikan 10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini.
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ........................................................................................ i DAFTAR ISI .................................................................................................... ii DAFTAR TABEL .................................................................................. ……….iv DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ v DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... ……….vi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang .................................................................................... 1 1.2. Tujuan Penelitian .........................................................................…….2 1.3. Manfaat Penelitian .................................................................... ………2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Etnobotani .............................................................................. ………3 2.1.1 Definisi ................................................................................... 3 2.1.2 Ruang lingkup etnobotani .......................................................... 3 2.2 Kearifan Tradisional................................................................... ……4 2.3 Pemanfaatan Tumbuhan. .................................................................... 5 2.3.1 Tumbuhan pangan .................................................................... 5 2.3.2 Tumbuhan obat .......................................................................... 5 2.3.3 Tumbuhan untuk kebutuhan adat dan keagamaan....................... 5 2.3.4 Tumbuhan hias .......................................................................... 6 2.3.5 Tumbuhan aromatik ................................................................... 6 2.3.6 Tumbuhan penghasil warna ....................................................... 6 2.3.7 Tumbuhan sebagai pakan ternak ................................................ 7 2.3.8 Tumbuhan penghasil kayu bakar ............................................... 8 2.3.9 Tumbuhan pestisida nabati......................................................... 8 2.3.10 Tumbuhan penghasil tali, anyaman dan kerajinan .................... 9 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu. ............................................................................ 10 3.2 Objek dan Alat Penelitian ................................................................ 10 3.3 Jenis Data yang Dikumpulkan .................................................. …….11 3.4 Metode Pengumpulan Data ........................................................……11 3.5 Analisis data ..................................................................................... 13 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak, Luas dan Batas Kawasan Resort Ranu Pane ........................... 14 4.2 Aksesibilitas ..................................................................................... 14 4.3 Kondisi Fisik .................................................................................... 14 4.4 Kondisi Biologi. ............................................................................... 16 4.5 Kondisi Masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane ......................... 17 4.5.1 Kondisi Desa Ranu Pane .......................................................... 17 4.5.2 Mata pencaharian ..................................................................... 18
4.5.3 Pendidikan ................................................................................ 18 4.5.4 Agama dan kebudaayan ............................................................ 19 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden ..................................................................... 21 5.2 Pemanfaatatan Keanekaragaman Tumbuhan ............................... …….23 5.3 Pemanfaatan Tumbuhan berdasarkan Famili ............................ ………25 5.4 Pemanfaatan Tumbuhan berdasarkan Habitus ..................................... 27 5.5 Pemanfaatatan Tumbuhan berdasarkan Bagian yang Digunakan . …….28 5.6 Pemanfaatan tumbuhan berdasarkan Tipologi Habitat .............. ………29 5.7 Pemanfaatan tumbuhan berdasarkan Kelompok Kegunaan ...... ………30 5.7.1 Tumbuhan pangan ..................................................................... 31 5.7.2 Tumbuhan obat .................................................................. …….33 5.7.3 Tumbuhan hias ............................................................... ………37 5.7.4 Tumbuhan kayu bakar................................................................ 38 5.7.5 tumbuhan untuk upacara adat ............................................. …….40 5.7.6 Tumbuhan untuk pakan ternak ........................................ ………40 5.7.7 Tumbuhan untuk bahan bangunan ................................... ………41 5.8 Status Kearifan Tradisional...................................................... ………43 5.9 Pengembangan SDM Masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane pada Masa yang akan Datang .............................................................. 46 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 5.5 Kesimpulan ................................................................................ …….48 5.6 Saran ....................................................................................... ………48 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 49 LAMPIRAN ...................................................................................................... 53
DAFTAR TABEL No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
Halaman Jenis data yang dikumpulkan secara langsung dari lokasi penelitian .......... 11 Pengklasifikasian kelompok tumbuhan berdasarkan kelompok kegunaan .... 13 Sarana dan prasarana Desa Ranu Pane. ..................................................... 18 Mata pencaharaian masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane ................ 18 Tingkat pendidikan masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane ................ 19 Beberapa penelitian mengenai etnobotani pada beberapa suku/masyarakat di Indonesia. .............................................................................................. 24 Beberapa Spesies tumbuhan pangan yang dibudidayakan .......................... 31 Spesies tumbuhan pangan yang berasal dari hutan/pekarangan .................. 32 Beberapa spesies tumbuhan yang sering dimanfaatkan sebagai obat oleh masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane ................................................. 34 Lima spesies tumbuhan yang sering dimanfaatkan sebagai tanaman hias Yang berasal dari luar Resort Ranu Pane ..................................................... 37 Beberapa spesies tumbuhan hias yang berasal dari hutan/pekarangan ......... 38 Spesies tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai kayu bakar oleh masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane ............................................... 38 Spesies tumbuhan yang dimanfaatkan untuk kegiatan upacara adat masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane ................................................. 40 Spesies tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai pakan ternak oleh masyarakat suku Tengger Desa Ranu Pane ............................................... 41 Spesies tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai bahan bangunan oleh masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane ................................................. 41
DAFTAR GAMBAR
No.
Halaman
Denah lokasi Taman Nasional Bromo Tengger Semeru ....................................... 10 Klasifikasi kelompok usia responden ...................................................................... 21 Komposisi responden berdasarkan jenis kelamin .................................................. 22 Klasifikasi famili dan jumlah spesies tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane. ............................................ 26 Persentase habitus tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane. ............................................................................. 27 Persentase bagian tumbuhan yang digunakan oleh masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane. .................................................................................................. 28 Persentase tipe habitat tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane.. ........................................................ 29 Jumlah spesies tumbuhan berdasarkan kelompok kegunaan.. ............................... 30 Spesies tumbuhanyang banyak dimanfaatkan sebagai pangan : (a) kubis (Brassica oleracea ), (b) bawang merah (Allium cepa ), (c) kentang (Solanum tuberosum). ................................................................................................. 31 Jamur kuping (Auricularia auricula) ..................................................................... 33 Spesies tumbuhan yang sering digunakan sebagai obat : (a) suri pandak (Plantago major ), (b) ampet (Pilea melastomoides), (c) jenggot besi (Usnea barbata) 35 Dahlia (Dahlia pinnata)........................................................................................... 37 Pemanfaatan tumbuhan untuk kayu bakar ............................................................. 39 Salah satu rumah masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane ............................... 42 Pengetahuan Masayarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane terhadap spesies tumbuhan yang biasa dimanfaatkan berdasarkan kelompok usia. 43 Bapak H. Amin, responden berusia 91 tahun........................................................... 45
DAFTAR LAMPIRAN No. 1.
Halaman
Spesies tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane ........................................................................................ 54 2. Spesies tumbuhan yang dimanfaatkan untuk obat oleh masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane .......................................................................... 58
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Etnobotani merupakan ilmu yang dapat digunakan sebagai salah satu alat
untuk mendokumentasikan pengetahuan masyarakat tradisional, masyarakat awam yang telah menggunakan berbagai macam jasa tumbuhan untuk menunjang kehidupannya. Pendukung kehidupan untuk kepentingan makan, pengobatan, bahan bangunan, upacara adat, budaya, bahan pewarna, dan lain-lain (Suryadarma 2008). Masyarakat tradisional atau lokal memegang peranan penting dalam hal pengembangan sumberdaya alam di sekitarnya. Pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat sebagai bahan pemenuh kebutuhan berkembang menjadi pengetahuan yang diwariskan secara turun-temurun oleh leluhur masyarakat tersebut. Pada umumnya masyarakat yang masih memegang teguh pengetahuan tradisional warisan leluhurnya adalah masyarakat tradisional, yaitu masyarakat yang kehidupannya dipengaruhi oleh nilai-nilai yang berlaku dan mempengaruhi interpretasi dan pandangan serta nilai-niai kepercayaan terhadap pengetahuan dan pengalaman masyarakat (Mutakin & Pasya 2003). Salah satu masyarakat yang masih kental pengaruh kebiasaan leluhurnya adalah masyarakat Suku Tengger di Desa Ranu Pane wilayah enclave Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS). Kepercayaan masyarakat Suku Tengger terhadap Gunung Bromo dan Gunung Semeru sangat besar, sehingga telah menciptakan hubungan yang erat antara masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane dengan alam. Masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane telah lama memanfaatkan sumberdaya alam, khususnya tumbuhan sebagai bahan pemenuh kebutuhan hidup. Namun tingginya kegiatan wisata di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, khususnya Resort Ranu Pane, dengan berbagai hal yang dibawa oleh para wisatawan dapat mempengaruhi gaya hidup masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane itu sendiri. Hal tersebut dikhawatirkan dapat menggeser pengetahuan tradisional masyarakat dalam pemanfaatan tumbuhan. Selain itu juga dapat mengancam kelestarian sumberdaya alam hayati Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, yang pada
akhirnya dapat menggeser budaya asli masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane dalam memanfaatkan tumbuhan tersebut. Kajian etnobotani diharapkan tidak hanya menjadi sebuah dokumentasi pengetahuan tradisional dalam pemanfaatan tumbuhan untuk generasi-generasi berikutnya, tetapi juga sebagai salah satu modal dalam pengembangan dan kelestarian sumberdaya alam hayati Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Agar pengetahuan tradisional masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane dalam pemanfaatan tumbuhan dapat bersanding dan bersambung dengan teknologi modern di masa depan, guna menciptakan masyarakat Suku Tengger, khususnya masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane yang mandiri dalam menghadapi era globalisasi. Untuk itu penelitian mengenai etnobotani ini sangat penting untuk dilakukan.
1.2
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi pengetahuan
tradisional mengenai pemanfaatan tumbuhan (etnobotani) pada masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane.
1.3
Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi dan data dasar
bagi pihak pengelola Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS), dalam pelestarian, pengembangan dan pemanfaatan sumberdaya alam hayati yang berbasis pada pengetahuan tradisional masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Etnobotani
2.1.1
Definisi Etnobotani berasal dari dua kata yaitu ethnos dan botani, etno berasal
dari kata ethnos yang berarti memberi ciri pada kelompok dari suatu populasi dan sejarahnya, sedangkan botani adalah ilmu yang mempelajari tentang tumbuhan. Dengan demikian etnobotani berarti kajian interaksi antara manusia dengan tumbuhan atau dapat diartikan sebagai studi mengenai pemanfaatan tumbuhan pada suatu budaya tertentu (Martin 1998). Sedangkan menurut Choudhary et al. (2008), etnobotani merupakan disiplin ilmu mengenai hubungan interaksi antara tumbuhan dan manusia. Hubungan antara tumbuhan dan kebudayaan manusia tidak hanya terbatas pada kebutuhan manusia untuk pangan, pakaian dan bangunan, tapi juga termasuk ke dalam penggunaan tumbuhan untuk keperluan agama, hiasan dan obat.
2.1.2
Ruang lingkup etnobotani Secara khusus etnobotani mencakup beberapa bidang studi yang
berhubungan dengan keanekaragaman jenis tumbuhan, termasuk bagaimana masyarakat tersebut mengklasifikasikannya dan memakannya, bagaimana mereka menggunakannya dan mengelola, bagaimana mereka mengeksploitasi dan pengaruhnya terhadap evolusi. Ruang lingkup etnobotani masa kini meliputi beberapa bidang studi yang menganalisis semua aspek timbal balik antara suatu kelompok masyarakat atau etnis dengan keanekaragaman spesies tumbuhan dan lingkungannya (Purwanto 2000). Ruang lingkup kajian etnobotani, diantaranya : 1) Etnoekologi, mempelajari sistem pengetahuan tradisional tentang fenologi tumbuhan, adaptasi dan interaksi dengan organisme lainnya, pengaruh pengelolaan tradisional terhadap lingkungan alam; 2) Pertanian tradisional, mempelajari sistem pengetahuan tradisional tentang varietas tanaman dan sistem pertanian, pengaruh alam dan lingkungan pada seleksi tanaman serta sistem pengelolaan
sumberdaya tanaman; 3) Etnobotani kognitif, studi tentang persepsi tradisional terhadap keanekaragaman sumberdaya alam tumbuhan, melalui analisis simbolik dalam ritual dan mitos serta konsekuensi ekologinya, organisasi dari sistem pengetahuan melalui studi etnotaksonomi; 4) Budaya materi, mempelajari sistem pengetahuan tradisional dan pemanfaatan tumbuhan serta produk tumbuhan dalam seni dan teknologi; 5) Fitokimia tradisional, studi tentang pengetahuan tradisional mengenai penggunaan berbagai jenis tumbuhan dan kandungan bahan kimianya, contohnya insektisida lokal dan tumbuhan obat-obatan; 6) Paleobotani, studi tentang interaksi masa lalu antara populasi manusia dengan tumbuhan yang mendasarkan pada interpretasi peninggalan arkeologi (Purwanto 2000).
2.2
Kearifan Tradisional Menurut Lampe (2006) diacu dalam Pairah (2010), kearifan tradisional
merupakan salah satu warisan budaya yang ada di masyarakat (tradisional) dan secara turun temurun dilaksanakan oleh masyarakat yang bersangkutan. Kearifan tradisional tersebut umumnya berisi ajaran untuk memelihara dan memanfaatkan sumberdaya alam (hutan, tanah dan air) secara berkelanjutan. Keberadaan kearifan tradisional sangat menguntungkan karena secara langsung maupun tidak langsung sangat membantu dalam memelihara lingkungan serta mencegah terjadinya kerusakan lingkungan. Sedangkan menurut Nur (2010) diacu dalam Pairah (2010), masyarakat Suku Tengger dalam bertani selalu berpegang teguh pada norma adat sehari-hari yaitu, “tanaha iku nguripi, perlu dijogo” (tanah itu yang memberi hidup perlu dijaga), “air niku sumber sing paling tuwo, perlu dijaga sumbere” (air itu sumber yang paling tua, perlu dijaga sumbernya), “ tanaman niku salah satunggele sumber urip, mulane niku perlu diopeni sing apik" (tanaman itu salah satu sumber kehidupan, oleh karena itu perlu dipelihara dengan baik), dan “ojo negor sak durunge nandur” (jangan menebang sebelum menanam). Norma-norma adat itu sudah mendarah daging dalam kehidupan masyrakat suku Tengger.
2.3
Pemanfaatan Tumbuhan 2.3.1 Tumbuhan pangan Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia, bahan pangan, yaitu bahan pangan hewani dan nabati (tumbuh-tumbuhan). Bahan pangan nabati ada yang berasal dari tumbuhan rendah dan tumbuhan tingkat tinggi. Bahan pangan yang berasal dari tumbuhan tingkat tinggi dapat diperoleh dari hasil hutan yang berupa buah-buahan, dedaunan, dan biji-bijian. Pada umumnya bahan pangan nabati berasal dari kelompok buah-buahan, sayur-sayuran dan sereal (Sunarti et al. 2007). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, tumbuhan pangan adalah segala sesuatu yang tumbuh, hidup, berbatang, berakar, berdaun dan dapat dimakan atau dikonsumsi oleh manusia (apabila hewan disebut pakan). Contohnya yaitu buah-buahan, sayuran, kacang-kacangan, dan tumbuhan yang mengandung sumber karbohidrat.
2.3.2 Tumbuhan obat Tumbuhan obat adalah spesies tumbuhan yang diketahui mempunyai khasiat obat, yang dapat dikelompokan menjadi : (1) Tumbuhan obat tradisional, yaitu spesis tumbuhan yang diketahui dan dipercaya masyarakat mempunyai khasiat obat dan telah digunakan sebagai bahan baku obat tradisional; (2) tumbuhan obat modern, yaitu spesies tumbuhan yang secara ilmiah telah dibuktikan mengandung senyawa atau bahan bioaktif dan penggunaannya dapat dipertanggungjawabkan secara medis; (3)Tumbuhan obat potensial, yaitu spesies tumbuhan yang diduga mengandung senyawa atau bahan bioaktif yang berkhasiat obat tetapi belum secara ilmiah atau penggunaanya sebagai bahan obat tradisional sulit ditelusuri (Zuhud 2004).
2.3.3 Tumbuhan untuk kebutuhan adat dan keagamaan Pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat adat tidak hanya sebagai pemenuh kebutuhan jasmani semata, melainkan juga sebagai pemenuh kebutuhan rohani, yaitu sebagai pelengkap dalam suatu upacara adat atau kegiatan keagamaan. Salah satu etnik yang kental dengan penggunaan
tumbuhan dalam kegiatan upacara adat maupun kegiatan keagamaan adalah masyarakat Bali. Beberapa jenis tumbuhan yang sering digunakan dalam kegiatan upacara adat atau kegiatan keagamaan diantaranya, padang lepas (Cynodon dactylon), mimba (Azadirachta indica), buah bila (Aegle marmelos), bunga rijasa (Elaeocarphus grandiflorus), kelapa (Cocos nucifera), umbi sabrang (Colocasia tuberosus), biji pare (Luffa acutangula), dlungdung (Erythrina evodiphylla), dll (Lestari 2004).
2.3.4 Tumbuhan hias Tumbuhan hias merupakan tumbuhan yang mempunyai warna menarik pada bunga, daun, kulit batang, atau dahan, serta bertajuk indah (Waluyo 2009). Sedangkan menurut Ahira (2010), tumbuhan hias adalah jenis dari banyak golongan tanaman yang biasanya digunakan untuk pelengkap dan sebagai dekorasi baik diluar atau di dalam ruangan. Berdasarkan bentuk dan jenisnya, tanaman hias memiliki keragaman dan sangat banyak dicari untuk berbagai keperluan.
2.3.5 Tumbuhan aromatik Tumbuhan aromatik yakni tumbuhan yang mampu mengeluarkan aroma, bisa juga digunakan untuk mengendalikan lalat buah. Di antaranya jenis selasih (Ocimum sp.), yaitu O.minimum, O.tenuiflorum, O.sanctum dan lainnya. Selain selasih, ada juga tumbuhan lain, yaitu Melaleuca bracteata dan tumbuhan yang bersifat sinergis (meningkatkan efektifitas atraktan), seperti pala (Myristica fragrans). Semua tumbuhan ini mengandung bahan aktif yang disukai oleh lalat buah, yaitu methyl eugenol, dengan kadar yang berbeda (Kardinan 2010).
2.3.6
Tumbuhan penghasil warna Zat pewarna alam adalah zat pewarna yang diperoleh dari alam seperti
binatang, mineral-mineral dan tumbuhan baik secara langsung maupun tidak langsung. Zat pewarna alam ini diperoleh dengan ekstraksi atau perebusan secara tradisional. Bagian-bagian tumbuhan yang dapat dipergunakan untuk
zat pewarna alam adalah kulit kayu, batang, daun, akar, bunga, biji dan getah. Setiap tumbuhan dapat merupakan sumber zat warna alam karena mengandung pigmen alam (Sutara 2009). Tumbuhan pewarna adalah tumbuhan yang dapat menghasilkan warna secara alami, serta dapat digunakan sebagai pewarna bahan makanan, pewarna peralatan/perlengkapan tradisional dan magis (Harbelubun et al. 2005). Terdapat kurang lebih 150 jenis pewarna alami di Indonesia yang telah diidentifikasi dan digunakan secara luas dalam berbagai industri seperti pada komoditas kerajinan (kayu, bambu, pandan) dan batik (katun, sutra, wol). Jenis pewarna alami menghasilkan warna-warna dasar, misalnya: warna merah dari Caesalpinia sp., warna biru dari Indigofera, warna jingga dari Bixa orellana dan warna kuning dari Mimmosa pudica (Husodo 1999 diacu dalam Harbelubun et al. 2005).
2.3.7
Tumbuhan penghasil pakan ternak Menurut Rinduwati (2008), tumbuhan pakan ternak adalah tumbuhan
yang sengaja ditanam dan dibudidayakan (sehingga meningkat daya gunanya) ataupun masih hidup secara liar, yang biasa diberikan kepada ternak, baik berupa daun, batang, buah/biji, atau umbinya, seluruh atau sebagian, serta tidak menimbulkan pengaruh buruk pada ternak yang memakannya. Tumbuhan pakan ternak terdiri dari 2 golongan (famili besar), yaitu Graminae dan Leguminosa. Jenis-jenis rumput famili Graminae yang sering digunakan sebagai pakan ternak diantaranya, rumput gajah (Pennisetum purpureum), rumput raja (Pennisetum purputhypoides), rumput benggala (Panicum maximum), rumput Australia (Paspalum dilatatum), rumput jaragua (Hyparrhenia rufa), rumput bede (Brachiaria decumbens), rumput para (Brachiaria mutica), rumput koronivia (Brachiaria humidicola), rumput ruzi (Brachiaria ruziziensis), rumput buffel (Cenchrus ciliaris), rumput bermuda (Cynodon dactylon), rumput “giant star” (Cynodon plectostachyus), rumput pangola (Digitaria decumbens), rumput molasses (Melinis minutiflora), rumput bahia (Paspalum notatum), Rumput “golden timothy” (Setaria anceps), rumput lampung (Setaria
splendida), rumput rhodes (Chloris gayana). Sedangkan jenis tumbuhan famili Leguminosae yang sering
digunakan sebagai
pakan ternak diantaranya,
Cajanus cajan, Calopogonium mucunoides, Centrosema pubescens, Leucaena leucocephala,
Clitoria
cajanifolia,
Desmodium
intortum,
Desmodium
uncinatum, Macroptilium atropurpureum, Pueraria phaseoloides, Sesbania grandiflora,
Styloshantes
guyanensis,
Stylosanthes
humilis,
Gliricidia
maculata.
2.3.8
Tumbuhan penghasil kayu bakar Rahayu et al. (2006) menyatakan bahwa tumbuhan penghasil kayu
bakar pada dasarnya semua jenis tumbuhan berkayu atau yang berbentuk pohon dapat dimanfaatkan sebagai kayu bakar. Namun demikian, pada umumnya tumbuhan atau pohon yang dimanfaatkan sebagai kayu bakar memiliki kriteria tertentu, antara lain kayunya ”kering”, awet atau tidak cepat habis dan energi panas yang dihasilkan cukup tinggi. Beberapa jenis kayu bakar utama antara lain kranji (Dialium indum), arang-arang (Diospyros sp.), kempas (Koompassia malaccensis), mempening (Lithocarpus lucidus), ridan (Nephelium sp.), sungkai (Peronema canescens), dll.
2.3.9 Tumbuhan penghasil pestisida nabati Pestisida alami adalah pestisida yang berbahan dasar alam, seperti tumbuhan, jenis pestisida ini mudah terurai (biodegradable) di alam, sehingga tidak mencemarkan lingkungan dan relatif aman bagi manusia dan ternak, karena residunya akan terurai dan mudah hilang. Pestisida nabati dapat membunuh atau mengganggu serangan hama dan penyakit melalui cara kerja yang unik, yaitu dapat melalui perpaduan berbagai cara atau secara tunggal (Hendayana 2006). Sedangkan menurut Meilin (2009), pestisida nabati adalah bahan aktif tunggal atau majemuk yang berasal dari tumbuhan (daun, buah, biji atau akar) berfungsi sebagai penolak, penarik, antifertilitas (pemandul), pembunuh dan bentuk lainnya dapat untuk mengendalikan organisme pengganggu tumbuhan (OPT).
Menurut Lestari (2009) Pada dasarnya tumbuhan-tumbuhan yang berpotensi sebagai pestisida nabati adalah tumbuhan yang memiliki kandungan senyawa kimia yang sifatnya sebagai attractant atau penolak bagi serangga hama maupun patogen. Beberapa persyaratan yang perlu diketahui bagi tumbuhan yang berperan sebagai pestisida nabati, diantaranya : 1. Tidak mempunyai nilai ekonomi, karena itu bagian tumbuhan yang merupakan limbah atau bagian yang tidak digunakan. 2. Tumbuhan bahan pestisida nabati harus mudah diperoleh dan terdapat dalam jumlah yang banyak atau berlimpah, tumbuh dimana-mana, serta memiliki pertumbuhan kosmopolit. 3. Tumbuhan mudah diperbanyak. 4. Tumbuhan tidak memerlukan perawatan khusus. 5. Tumbuhan dapat berfungsi mengendalikan banyak jenis organisme pengganggu tumbuhan. 6. Bagian tumbuhan merupakan limbah pertanian. 7. Bisa merupakan tumbuhan liar. spesies tumbuhan yang sering digunakan sebagai pestisida nabati diantaranya, bawang putih, biji jarak, umbi gadung, daun mimba, lengkuas, kunyit, jahe, kencur (Meilin 2009). Selain spesies-spesies tersebut terdapat beberapa spesies tumbuhan lain yang juga biasa dimanfaatkan sebagai pestisida nabati yaitu, kapasan (Albemoschus moschatus), kemangi (Ocimum basilicum), widuri (Calotrophis gigantea), babadotan (Ageratum conyzoides), legetan (Synedrella nodiflora), tembelekan (Lantana camara) (Octavia et al. 2008).
2.3.10
Tumbuhan penghasil tali, anyaman dan kerajinan Menurut Widjaja et al. (1989) tumbuhan anyaman yang biasa
digunakan dalam kerajinan anyaman di Indonesia yaitu, bambu (Bambusa sp.), aren (Arenga pinnata), gebang (Corypha clata), kelapa (Cocos nucifera), nipa (Nypa fruticans), palas biru (Licuala valida), rotan (Daemonorops sp.), serdang (Livistona
rotundifolia),
pandan
(Pandanus
sp.),
purun
(Eleocharis
acutangula), lingi (Cyperus elatus), eceng gondok (Eichormia crassipes).
BAB III METODE PENELITIAN
3.1
Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Desa Ranu Pane wilayah enclave Taman
Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS), Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang, dan bertempat di kantor Resort Ranu Pane, SPTN III wilayah Senduro. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-April 2011.
Gambar 1 Denah Lokasi Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, Jawa Timur.
3.2
Objek dan Alat Penelitian Adapun objek kajian dalam penelitian ini adalah masyarakat Suku
Tengger Desa Ranu Pane dan spesies tumbuhan yang biasa dimanfaatkan oleh masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya, kuesioner, alat tulis menulis, komputer dan perlengkapan lainnya, kamera, alkohol 70%, trashbag transparan, koran.
3.3
Jenis Data yang Dikumpulkan Jenis data yang dikumpulkan pada penelitian ini berupa data yang
diperoleh secara langsung dari lokasi penelitian. Adapun jenis data tersebut ditunjukkan pada tabel di bawah ini : Tabel 1 Jenis data yang dikumpulkan secara langsung dari lokasi penelitian No. 1 2 3 4 5 6 7
Jenis Data Spesies tumbuhan yang dimanfaatkan Kegunaan tumbuhan Bagian yang dimanfaatkan Cara pengolahan Cara penggunaan tumbuhan Cara pembudidayaan Kondisi masyarakat suku Tengger (sejarah, ekonomi, adat istiadat, kepercayaan, pendidikan).
Metode pengambilan Data Wawancara, survei lapang Wawancara Wawancara Wawancara,survei lapang Wawancara, survei lapang Wawancara Wawancara, survei lapang, literatur
Selain itu juga diperlukan data pendukung yang diperoleh dari berbagai literatur secara tidak langsung dari lokasi penelitian. Adapun jenis data tersebut diantaranya kondisi umum lokasi penelitian dan kondisi umum masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane (kependudukan, sejarah, ekonomi, adat istiadat, kepercayaan, pendidikan).
3.4
Metode Pengumpulan Data 3.4.1
Studi literatur Studi literatur dilakukan sebelum dan setelah penelitian. Hal ini
dilakukan untuk memperoleh data dasar baik mengenai lokasi penelitian, kondisi masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane maupun mengenai pemanfaatan tumbuhan. Selain untuk memperoleh data dasar tersebut studi literatur ini juga dilakukan untuk melengkapi serta verifikasi hasil wawancara dengan masyarakat.
3.4.2
Wawancara Wawancara dilakukan terhadap responden terpilih sebanyak 30 orang
untuk mengetahui dan menggali pengetahuan tradisional mengenai spesiesspesies
tumbuhan
yang
dimanfaatkan,
kegunaannya,
bagian
yang
diamanfaatkan, cara pemanfaatannya, serta cara pembudidayaannya. Kegiatan wawancara akan dilaksanakan secara keseluruhan dengan menggunakan
kuisioner. Responden yang dipilih berdasarkan teknik Snow Ball, yaitu dengan cara menentukan tokoh kunci (key person), sedangkan responden berikutnya berdasarkan arahan dari responden sebelumnya.
3.4.3
Survey lapangan Survey lapangan dilakukan untuk verifikasi spesies dan untuk
memperoleh sampel spesies tumbuhan yang dimanfaatkan berdasarkan hasil wawancara. Dalam kegiatan survey lapang ini dilakukan pengambilan sampel dan dokumentasi tumbuhan yang biasa dimanfaatkan oleh masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane untuk dibuat herbarium guna identifikasi lebih lanjut.
3.4.4
Dokumentasi dan pembuatan herbarium Dokumentasi spesies tumbuhan yang digunakan masyarakakat Suku
Tengger Desa Ranu Pane dengan melakukan pengambilan gambar/foto. Pembuatan herbarium bertujuan untuk memperoleh spesimen kering guna identifikasi dan pengembangan pengetahuan mengenai suatu spesies tumbuhan. Untuk itu pembuatan herbarium ini dilakukan hanya untuk spesies yang belum diketahui namanya. Pembuatan herbarium melalui beberapa tahapan, diantaranya : 1. Mengambil contoh herbarium yang terdiri dari ranting lengkap dengan daunnya, serta bunga dan buah jika ada dengan menggunakan gunting daun, dipotong dengan panjang ± 40 cm. 2. Contoh herbarium yang telah diambil tersebut dimasukan ke kertas koran dengan memberikan etiket yang berukuran (3x5) cm. Etiket berisi keterangan tentang nomor spesies, nama lokal, lokasi pengumpulan, dan nama pengumpul/kolektor. 3. Penyusunan herbarium pada sasak yang terbuat dari bambu dan disemprot dengan alkohol 70%, dan kemudian dijemur pada panas matahari. 4. Herbarium yang sudah kering, disimpan untuk diidentifikasi selanjutnya oleh Bapak Ismail staf Herbarium Bogoriense, LIPI Bogor.
3.5
Analisis Data 3.5.1 Klasifikasi responden Responden diklasifikasikan berdasarkan kelas umur, jenis kelamin, pendidikan dan mata pencaharian. Klasifikasi kelas umur dikelompokan menjadi empat kelompok yaitu, kelas umur 20-30 tahun, 31-40 tahun, 41-50 tahun dan ˃50 tahun.
3.5.2 Pengklasifikasian kelompok tumbuhan Tabel 2 Klasifikasi kelompok tumbuhan berdasarkan kegunaanya No
Jenis Kegunaan
1. Tumbuhan penghasil pangan 2. Tumbuhan penghasil obat 3. Tumbuhan penghasil pakan ternak 4. Tumbuhan penghasil bahan bangunan 5. Tumbuhan penghasil kayu bakar 6. Tumbuhan hias 7. Tumbuhan untuk upacara adat Sumber : Purwanto dan Waluyo (1992) diacu dalam Kartikawati (2004).
3.5.3 Persentase bagian dan habitus tumbuhan yang digunakan Perhitungan persentase bagian yang dimanfaatkan (batang, daun, akar, buah, kulit, kayu, bunga) dilakukan pada tumbuhan yang dimanfaatkan, dan dihitung persentase tingkat habitusnya (pohon, semak, liana, perdu, efipit, herba, dsb.). Penentuan persentase tersebut adalah berikut : ∑
Persentase bagian tertentu yang digunakan =
∑
x100%
Persentase habitus tertentu yang digunakan = ∑ ∑
x100%
3.5.4 Persentase tipe habitat Persentase tipe habitat tumbuhan dihitung berdasarkan jumlah spesies yang dimanfaatkan dari berbagai tipe habitat (hutan, kebun, ladang, pekarangan, dll). Penentuan presentase tersebut sebagai berikut : Presentase tipe habitat tertentu =
∑ ∑
100%
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1
Letak, Luas dan Batas Kawasan Resort Ranu Pane Resort Ranu Pane termasuk ke dalam Seksi Pengelolaan TNBTS (SPTN)
wilayah III Senduro yang memilki luas 5.212,050 ha. Resort Ranu Pane merupakan Resort yang terletak di Desa Ranu Pane. Desa Ranu Pane merupakan wilayah enclave TNBTS yang terletak pada ketinggian 2200 m dpl. Desa Ranu Pane diusahakan menjadi desa pada tanggal 19 Desember 2005 oleh pemerintah Kabupaten Lumajang dan termasuk dalam wilayah administratif Kecamatan Senduro. Desa Ranu Pane memilki luas 300 ha yang terbagi menjadi dua dukuh yaitu, Mbedog asu dan Besaran. Batas utara Resort Ranu Pane adalah Resort Pengelolaan Taman Nasional (RPTN) Tengger Laut Pasir, sebelah selatan berbatasan dengan RPTN Darungan, sebelah selatan berbatasan dengan RPTN Patok Picis, RPTN Kunci, RPTN Taman Satriyan dan sebelah timur berbatasan dengan RPTN Seroja, RPTN Candipuro (BBTNBTS 2010).
4.2
Aksesibilitas Resort Ranu Pane SPTN III Wilayah Senduro dapat dicapai melalui dua
jalur yaitu dari arah Lumajang melalui Senduro (±50 Km) dan dari arah Tumpang - Malang (±53 Km). Perjalan dari kedua arah tersebut melalui jalan aspal yang dapat dilalui dengan menggunakan mobil atau motor. Perjalan dari arah TumpangMalang dapat ditempuh dalam waktu 1-1,5 jam perjalan dengan menggunakan mobil dengan kondisi jalan aspal-berbatu dan hanya dapat dilalui oleh satu mobil serta terdapat jurang di bagian kiri atau kanan jalan.
4.3
Kondisi Fisik
4.3.1
Iklim Berdasarkan klasifikasi tipe iklim oleh Schmidt dan Ferguson (1951)
kawasan Resort Ranu Pane termasuk dalam iklim C. Kawasan Ranu Pane setiap hari hampir selalu berkabut dan dingin. Suhu udara rata-rata mencapai 10oC, curah hujan di Ranu Pane cukup tinggi yaitu, dengan nilai Q=33,3-60%.
Pada bulan Januari-Februari angin bertiup kencang disertai dengan hujan yang terus menerus. Kombinasi hujan dan tiupan angin ini merupakan salah satu penyebab erosi (BBTNBTS 2010).
4.3.2
Tanah dan Hidrologi Materi tanah yang membentuk daerah Ranu Pane merupakan akumulasi
dari tumpukan lava atau lahar Gunung Semeru yang memadat ribuan tahun lalu dan telah mengalami pelapukan karena faktor air dan radiasi matahari. Jenis tanah daerah ini termasuk jenis regosol dan latosol dengan kelas tanah 5, artinya bahwa tanah di daerah ini sangat peka terhadap erosi (BBTNBTS 2010). Kawasan Ranu Pane memiliki kondisi hidrologi yang pada umumnya sama dengan daerah vulkanik lainnya. Daerah Ranu Pane memperolah air tanah dari air hujan yang merembes melalui sebaran batu gunung, bergerak masuk ke dalam lapisan batuan di bawah batu lempung yang kedap air. Untuk keperluan sehari-hari masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane diperoleh dari bukit, yaitu dari sumber air Amprong dekat Gunung Ayek-ayek yang berjarak kurang lebih 4-5 Km dari Ranu Pane. Sumber air lainnya adalah dari Ranu Regulo yang mempunyai mata air sendiri, berbeda dengan Ranu Pani yang tidak memiliki mata air sendiri, karena Ranu Pane merupakan danau tadah hujan (BBTNBTS 2010).
4.3.3
Topografi Resort Ranu Pane memiliki kondisi topografi bergelombang mulai
sedang sampai dengan curam pada daerah desa dan topografi terjal sampai sangat terjal pada kawasan hutan. Pada kawasan hutan Gunung Semeru terdapat banyak sungai yang merupakan jalur lahar yang membawa material hasil aktivitas Gunung Semeru berupa pasir dan batu. Dilihat dari selatan Gunung Semeru berbentuk kerucut sempurna dengan lereng bagian timur lebih landai dari pada lereng di sebelah barat. Pada elevasi 1.000 hingga 2.000 m dpl, lerengnaya tidak begitu terjal, namun volume endapan material cukup besar. Mata air dan sungai-sungai mulai dijumpai dan bersumber dari Gunung
Semeru. Hal ini dikarenakan kondisi vegetasi yang mulai rapat dan bervariasi jenisnya. Lereng pada elevasi 1.000 m dpl semakin landai dan mulai dijumpai permukaan yang padat hingga ke bawah serta terdapat daerah persawahan yang sangat subur (BBTNBTS 2010).
4.4
Kondisi Biologi
4.4.1
Flora Formasi hutan Resort Ranu Pane dan sekitarnya termasuk ke dalam
zona montana (1.500-2.000 m dpl). Pada zona ini sebagian besar merupakan hutan sekunder yang keanekaragaman jenisnya sudah mulai berkuarng. Jenis dominan di zona montana ini merupakan tumbuhan pioner yang tidak dapat hidup di bawah tajuk yang tertutup. Pada umunya jenis vegetasi yang banyak dijumpai adalah cemara gunung (Casuarina junghuhniana), kemlandingan gunung (Albizia lophanta), akasia gunung (Accacia decurens), mentigi gunung (Vaccinium varingifolium). Jenis tanaman hias seperti edelweis (Anapahalis longifolia), tembelekan (Lantana camara), dan anggrek dataran (BBTNBTS 2010). Tanaman obat yang terdapat di Resort Ranu Pane diantaranya pulosari (Alyxia reinwardtii), purwoceng (Pimpinella pruatjan), adas (Foeniculum vulgare), serta tumbuhan bawah seperti alang-alang (Imperata cylindrica), dll. Penyebaran vegetasi pada daerah savana (padang rumput yang tersebar di Blok Klosot, Blok Oro-oro Ombo, dan Blok Jambangan (BBTNBTS 2010). Resort Ranu Pane juga memilki hutan hujan pegunungan atas yang terdiri dari beberapa jenis vegetasi diantaranya, jamuju (Podocarpus imbricatus), cemara gunung (Casuarina junghuhniana), akasia gunung (Accacia decurens), mentigi gunung (Vaccinium varingaefolium), pasang (Quercus sp.), tutup (Homalantus sp.), paku-pakuan (Pteris sp.). Jenis vegetasi tersebut tersebar di Blok Krepelan, Blok Gunung Lanang, Blok Gunung Gending, Blok Pusung Bingung, Blok Jantur dan Blok Watu Rejeng. Sedangkan jenis tumbuhan yang banyak ditemukan di sekitar danau adalah bunga pahitan (Tithonian diversifolia), bunga anting-anting (Fuchsia hybryda), bunga terompet/kecubung (Datura fastuosa L), adas (Foeniculum vulgare).
sedangkan jenis tumbuhan air yang terdapat di sekitar danau diantaranya, semanggi (Hydrocotyle sibthorpiodes) dan ganggang (Pteridophyta sp.) (BBTNBTS 2010).
4.4.2
Fauna Jenis satwa yang dapat ditemukan di Resort Ranu Pane diantaranya
adalah satwa jenis mamalia yang terdiri dari kijang (Muntiacus muntjak), babi hutan (Sus sp.), macan tutul (Panthera pardus), lutung jawa (Tratchypithecus auratus). Sedangkan jenis burung yang banyak ditemukan di Resort Ranu Pane diantaranya, ayam hutan (Gallus gallus), belibis gunung (Anas superciliosa), dederuk jawa (Streptopelia bitorquata), tekukur (Streptopelia chinensis), kepodang (Oriolus sp.), jalak suren (Sturnus sp.), burung cabe gunung (Dicaeum sanguinolentum), burung kacamata jawa (Zosterops flaus), burung kacamata gunung (Zopterops montanus), branjangan (Mirafra javanica), cendet (Lanius schach) dan kipasan bukit (Rhipidura euryura) (BBTNBTS 2010) Wilayah penyebaran satwa pada umunya ditemukan pada daerah hutan di Resort Ranu Pane. Belibis gunung (Anas superciliosa) dapat dijumpai di sekitar Ranu Kumbolo dan Ranu Regulo. Sedangkan lutung jawa (Tratchypithecus auratus) biasa dijumpai di Blok Bantengan, dan jenis burung yang umum dijumpai di Ranu Pane seperti tekukur (Streptopelia chinensis). Jenis reptil yang dapat ditemukan di Resort Ranu Pane adalah ular tanah yang dapat dijumpai di Blok Watu tulis, kantor resort dan ladang penduduk (BBTNBTS 2010).
4.5
Kondisi masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pani
4.5.1 Kondisi Desa Ranu Pani Desa Ranu Pane terbagi menjadi dua dusun yaitu, Dusun Mbedog Asu dan Dusun Besaran, kedua dusun tersebut merupakan desa encalave TNBTS. Jenis penggunaan lahan di sekitar kawasan taman nasional oleh masyarakat adalah untuk pertanian dan tegalan dengan luasan sebesar 400 ha. Dasa Ranu Pane memiliki berbagai sarana desa, tercantum pada Tabel 3.
Tabel 3 Sarana dan prasarana Desa Ranu Pane No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Sarana dan Prasarana Desa Balai desa Kantor desa Puskesmas pembantu Posyandu Mesjid Mushola Pura Gereja TK SD
Jumlah 1 1 1 2 1 2 1 1 3 1
Sumber : BBTNBTS (2009).
4.5.2 Mata Pencaharian Masyarakat Suku
Tengger Ranu Pane sebagian besar bermata
pencaharian sebagai petani dan buruh tani dengan hasil pertanian berupa sayursayuran yaitu kentang, bawang dan kubis. Hasil pertanian berupa sayursayuran dijual pada tengkulak yang datang langsung ke Desa Ranu Pane. Pada umunya tengkulak telah memiliki pelanggan yang menampung dan menjual kembali hasil pertanian tersebut di pasar. Rata-rata luas aral pertanian yang dimiliki oleh masyarakat sekitar 0,5 ha. Dengan pendapatan rata-rata yang diperoleh dari hasil pertanian 1.250.000/bulan. Sedangkan buruh tani pendapatannya sekitar 600.000/bulan/kepala keluarga. Tabel 4 Mata pencaharaian masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane No. Jenis Pekerjaan Petani 1 Pedagang 2 Pegawai 3 Buruh tani 4 Karyawan swasta 5 Tukang 6 Pensiunan 7 Sumber : BBTNBTS (2009).
4.5.3
Jumlah 824 215 38 1 110 2 25
Pendidikan Tingkat pendidikan masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane sangat
rendah. hal tersebut terbukti dari rendahnya jumlah masyarakat yang mengecap pendidikan yaitu sebanyak 563 jiwa dibandingkan dengan jumlah masyarakat
Suku Tengger Desa Ranu Pane yang tidak bersekolah yang mencapai 824 jiwa. Pada umunya masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane hanya berpendidikan sampai dengan Sekolah Dasar (SD). Hal tersebut disebabkan jauhnya akses untuk mencapai Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA), serta jarangnya kendaraan umum untuk mencapai sekolah tersebut. Tabel 5 Tingkat pendidikan masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane No.
Jenis Pendidikan
1 2 3 4 5
Sekolah Dasar (SD) Sekolah Menengah Pertama (SMP) Sekolah Menengah Atas (SMA) Perguruan Tinggi Tidak sekolah
Jumlah 546 11 2 4 824
Sumber : BB TNBTS 2009.
4.5.4
Agama dan kebudayaan Desa Ranu Pane dihuni oleh 375 kepala keluarga, dimana 959 jiwa
yang menganut Agama Islam, 342 menganut Agama Hindu, dan 69 jiwa menganut agama Kristen. Hukum adat yang dimiliki adalah peraturan desa No. 4 tahun 2004 yang mewajibkan setiap warga Desa Ranu Pane yang hendak menikah diwajibkan menanam pohon sebanyak 5 pohon, sedangkan bagi yang hendak bercerai diwajibkan menanam pohon sebanyak 10 pohon. Kegiatan penanaman pohon guna memenuhi peraturan tersebut dilakukan pada lokasi hutan TNBTS, di sekitar Desa Ranu Pane. Adapun upacara adat yang biasa diselenggarakan oleh masyarakat Suku Tengger Ranu Pane diantaranya : 1. Upacara adat Kasodo Upacara adat kasodo merupakan upacara adat bagi umat Hindu untuk memperingati kemenangan Dharma melawan Adharma. Upacara ini dilakukan pada tanggal 14 dan 15 bulan purnama, pada bulan keduabelas (Kasado). Penyelenggaraannya di Laut pasir dan upacara pengorbanannya di tepi Kawah Gunung Bromo. Di tempat upacara dilengkapi bumbu berbentuk stengah lingkaran yang dihiasi oleh 30 macam buah-buahan dan kue yang disebut ongkek sebagai sesajen. Upacara ini dilakukan dengan mengucapkan mantra atau doa yang dipimpin oleh dukun, sebagai puji
syukur kepada Sang Hyang Widhi Wasa, atas berkat dan kasih sayang kepada umat manusia (Pairah 2010). 2. Upacara adat Karo Upacara adat Karo merupakan upacara adat yang bertujuan untuk kembali kepada kesucian , disebut juga satya yoga. Hari raya Karo merupakan hari raya terbesar bagi masyarakat Suku Tengger setelah Kasado. Pada hari Karo masayarakat Suku Tengger memperingati Sang Hyang Widhi Wasa yang telah menciptakan dua jenis makhluk manusia (Karo), laki-laki dan perempuan sebagai leluhurnya (Roro Anteng dan Jaka Seger). Hari raya Karo berlangsung selama 12 hari ditambah 2 hari untuk pembukaan dan penutupan yang dilaksanakan secara serentak (Pairah 2010). 3. Upacara adat Unan-unan Upacara ini dilaksanakan setiap lima tahun sekali. Unan-unan berasal dari istilah tuna alias rugi, ini berhubungan dengan perhitungan hari masyarakat Suku Tengger. Ada hari-hari yang harus digabungkan sehingga dianggap rugi. Unan-unan juga digunakan sebagai sarana mengusir makhluk halus sekaligus untuk menyelamatkan desa dari malapetaka (Pairah 2010). 4. Upacara Pujan atau Barian Upacara Pujan atau Barian merupakan upacara adat yang dilaksanakan satu bulan sekali (Pairah 2010).
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1
Karakteristik Responden Masyarakat Suku Tengger yang diteliti adalah masyarakat Suku Tengger
yang bertempat tinggal di Desa Ranu Pane, Wilayah enclave TNBTS. Masyarakat tersebut merupakan masyarakat yang telah modern. Masyarakat yang telah memiliki rumah permanen yaitu, rumah yang terbuat dari semen, pasir dan batu bata. Serta telah memiliki sistem pertanian yang intensif. Untuk mengetahui kondisi dan pemanfaatan spesies tumbuhan oleh Masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane, maka dilakukan wawancara dan kuisioner terhadap 30 responden yang memiliki karakteristik usia yang berbeda. Karakteristik responden berdasarkan kelompok usia dapat dikelompokan ke dalam empat kelompok (Gambar 2). 40 Persentase(%)
40
33,33
30 20
16,67 10
10 0 20-30
31-40
41-50
˃50
Kelompok Usia
Gambar 2 Klasifikasi kelompok usia responden. Masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane yang menjadi responden pada umunya beragama Islam dan berpendidikan Sekolah Dasar (SD) dengan mata pencaharian 100% sebagai petani sayur, namun dua diantaranya juga berprofesi sebagai dukun yang dipercaya oleh masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane memiliki kemampuan untuk mengobati orang sakit. Sedangkan komposisi responden berdasakan jenis kelamin dapat dilihat pada Gambar 3.
44,44% 55,56%
Pria Wanita
Gambar 3 Komposisi responden berdasarkan jenis kelamin. Berdasarkan Gambar 3, lebih banyaknya responden berjenis kelamin lakilaki (55,56 %) dibandingkan responden perempuan (44,44%). dikarenakan lakilaki dari masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane paling sering pergi kehutan untuk mengambil spesies tumbuhan yang biasa dimanfaatkan. Masyarakat Suku Tengger memiliki sikap tenggang rasa yang tinggi, gotong-royong, kekeluargaan dan ramah. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Pairah (2010) yaitu bahwa pada umunya masyarakat Suku Tengger memilki sikap tenggang rasa antar umat beragama yang tinggi, sikap gotong royong, kekeluargaan dan ramah. Sikap tersebut pun ditunjukan oleh masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane. Tingginya tenggang rasa diantara masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane, ditunjukkan melalui toleransi dalam masyarakat dengan agama yang beragama. Masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane terdiri dari masyarakat yang beragama Islam, Hindu dan Kristen. Namun keragaman dalam beragama di Desa Ranu Pane tidak menjadi masalah. Hal itu terbukti dari keikutsertaan masyarakat agama lain dalam suatu perayaan hari-hari besar suatu agama. Contohnya pada perayaan upacara adat Kasodo yang merupakan upacara adat bagi umat hindu. Dalam kegiatan tersebut tidak hanya umat Hindu yang melaksanakan, namun umat agama lain baik Islam maupun Kristen turut serta dalam perayaan upacara adat tersebut. Sikap gotong royong dan kekeluargaan tercermin dari kegiatan masyarakat dalam memperbaiki atau membersihakan sarana dan prasarana Desa Ranu Pane, serta sikap saling membantu ketika ada salah satu keluarga yang
menggelar suatu pesta pernikahan atau pesta khitanan. Sedangkan keramahan masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane tercermin dari cara mereka dalam menyambut tamu yang berkunjung ke rumah mereka. Kebiasaan mereka adalah mempersilahkan tamunya ke dapur untuk menghangatkan diri dari udara dingin sambil mengobrol dengan para anggota keluarga dan menikmati kopi atau teh hangat di depan perapian.
5.2
Pemanfaatan Keanekaragaman Tumbuhan Masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane hidupnya tergantung pada
alam sekitar. Sebagian besar masyarakat memperoleh tumbuhan yang mereka butuhkan adalah dari hutan, pekarangan dan ladang. Spesies tumbuhan yang biasa diambil oleh masayarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane dari hutan biasanya merupakan tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai obat dan kayu bakar, sedangkan untuk pangan sendiri lebih banyak sengaja dibudidayakan di ladang. Pengambilan berbagai spesies tumbuhan dari hutan telah dilarang oleh pihak Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS), terutama pengambilan kayu bakar. Kebutuhan masyarakat akan kayu bakar yang cukup tinggi dikhawatirkan dapat mengancam kelestarian hutan TNBTS, khususnya Resort Ranu Pane. Apabila dibandingkan dengan beberapa penelitian mengenai etnobotani di beberapa masyarakat/suku di Indonesia. Pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane tidak terlalu banyak. Spesies tumbuhan yang biasa dimanfaatkan oleh masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane sebanyak 77 spesies yang termasuk dalam 38 famili. Hal tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya, luas lokasi penelitian, status kawasan dan pengetahuan tradisional masyarakat setempat yang telah mengalami penurunan, serta minimnya kegiatan budidaya oleh masyarakat setempat. Pada beberapa penelitian etnobotani, penelitian dilakukan pada lokasi yang relatif lebih luas dan memiliki ketinggian yang lebih rendah dibandingkan dengan Desa Ranu Pane. Handayani (2010) melakukan penelitian di sekitar Cagar Alam Simpang, Cianjur dengan luas 3.791 ha, sedangkan penelitian Angriyantie (2010) dilakukan di kampung Keay, Kutai Barat-Kalimantan Timur dengan luas 10.842
ha. Kedua penelitian ini dilakukan pada lokasi yang lebih luas dibandingkan dengan Desa Ranu Pane yaitu 300 ha. Tabel 6 Beberapa penelitian mengenai etnobotani pada beberapa suku/masyarakat di Indonesia No
1
2
3
4 5
6
Etnobotani Suku/ masyarakat Masyarakat sekitar Gunung Simpang Kampung Keay Kabupaten Kutai Barat Masyarakat adat Kampung dukuh Suku Melayu Daratan Suku Bunaq, Nusa Tenggara Timur Masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane
1
2
3
62
74
35
12
9
19
14
12
4
14
5 Handayani (2010)
87
95
56
12
14
34
32
22
10
25
9 Angriyantie (2010)
102
151
24
8 Hidayat (2009)
47
98
10
11
12
41
69
21
43
10
4 Ernawatii (2009) 7 Roswita Atok (2009)
31
30
15
4
3
52
4
5
32
6
34
7
16
8
47
11
3
9
19
10
7
11
26
11
7
11
32
18
6
20
3
-
-
-
Sumber
- Penelitian ini (2011)
Keterangan kategori pemanfaatan : 1) pangan, 2) obat, 3) hias, 4) pakan ternak, 5) kayu bakar, 6) upacara adat, 7) bahan bangunan, 8) aromatik, 9) warna, 10) kerajinan, 11) pestisida. Tingginya pemanfaatan tumbuhan oleh suatu masyarakat/suku juga dipengaruhi oleh tersedianya keanekaragaman spesies tumbuhan yang tinggi di lokasi tersebut. Keanekaragaman spesies tumbuhan dapat dipengaruhi oleh ketinggian tempat. Semakin tinggi tempat, maka semakin rendah keanekaragaman spseies tumbuhan pada lokasi tersebut (Primack et al.1998). Desa Ranu Pane terletak pada ketinggian 2200 m dpl. Oleh karena itu keanekaragaman spesies tumbuhan di sekitar Desa Ranu Pane pun rendah dan pada umumnya di dominasi oleh spesies tumbuhan dengan famili Asteraceae. Status
kawasan
juga
berpengaruh
terhadap
banyaknya
jumlah
pemanfaatan. Berdasarkan UU No.5 tahun 1990, bahwa pemanfaatan pada taman nasional hanya dapat dilakukan pada zona pemanfaatan tradisional. Selain itu terdapatnya larangan untuk mengambil hasil hutan, terutama kayu oleh pihak TNBTS. Rendahnya pemanfaatan tumbuhan juga dapat dipengaruhi oleh pengetahuan tradisional masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane yang telah mengalami penurunan.
Menurunnya pengetahuan tradisional masyarakat dalam memanfaatkan tumbuhan di Desa Ranu Pane disebabkan oleh perubahan pola hidup masyarakat yang lebih modern. Perubahan tersebut diduga disebabkan karena pengaruh yang dibawa oleh pengunjung/wisatawan yang berkunjung ke Resort Ranu Pane. Pada umumnya pemanfaatan spesies tumbuhan terbatas pada pemanfaatan yang sederhana seperti, pangan, obat, hias, pakan ternak, upacara adat, dan bahan bangunan. Berbeda dengan pemanfaatan tumbuhan untuk berbagai kebutuhan lainnya seperti, kerajinan, pestisida, pewarna, aroma, dll, masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane lebih memilih untuk membelinya di pasar karena dianggap lebih praktis. Pada beberapa penelitian etnobotani di beberapa daerah di Indonesia, menunjukan hasil yang sama yaitu pemanfaatan tumbuhan untuk obat lebih tinggi dibandingkan dengan pemanfaatan lainnya (Handayani 2010; Angriyantie 2010; Ernawati 2009; Hidayat 2009; Atok 2009). Sedangkan pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane lebih banyak adalah pemanfaatan tumbuhan untuk pangan. Hal tersebut dikarenakan spesies tumbuhan yang biasa dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan pangan, tidak hanya diperoleh dari hutan, tetapi juga diperoleh dari hasil kegiatan budidaya, yaitu berupa tanaman sayur-sayuran.
5.3
Pemanfaatan Tumbuhan berdasarkan Tingkat Famili Hasil wawancara menunjukan bahwa terdapat 77 spesies tumbuhan yang
termasuk dalam 38 famili yang dimanfaatkan oleh masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane. Spesies tumbuhan dari berbagai famili tersebut digunakan dalam berbagai keperluan yaitu pangan, obat, hias, kayu bakar, pakan ternak, bahan bangunan, upacara adat. Klasifikasi pemanfaatan famili dan jumlah spesies tumbuhan tersebut tersaji dalam Gambar 4.
Famili
Apocynaceae Poaceae Ruscaceae Liliaceae Fabaceae Casuarinaceae Equisetaceae Planfaginaceae Solanaceae Parmeliaceae Apiaceae Asteraceae Onagraceae Marsileaceae Caricaceae Rosaceae Araliaceae Piperaceae Cruciferae Urticaceae Crassulaceae Lauraceae Araceae Moraceae Brassicaceae Cucurbitaceae Lamiaceae Myrtaceae Amaranthaceae Arecaceae Begoniaceae Euphorbiaceae Amarillydaceae Ericaceae Cyatheaceae Polygonaceae Menispermaceae Boraginaceae 0
5
10
15
Jumlah spesies
Gambar 4 Klasifikasi famili dan jumlah spesies tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane.
Famili Asteraceae merupakan famili yang paling banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane yaitu sebanyak 12 spesies. Berbagai spesies dari famili Asteraceae memiliki banyak manfaat diantaranya, pangan, obat, hias dan upacara adat. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Pudjowati (2006) bahwa spesies tumbuhan dari famili Asteraceae merupakan salah satu tumbuhan lansekap yang bernilai estetik dan secara fungsional memiliki manfaat (khasiat) sebagai obat. Selain memiliki berbagai kegunaan, spesies tumbuhan dari famili Asteraceae juga dapat disebabkan karena, famili Asteraceae merupakan salah satu famili tumbuhan yang mudah ditemukan disekitar Desa Ranu Pane. Keberadaan spesies tumbuhan dari famili Asteraceae yang dapat ditemukan diberbagai lokasi seperti, ladang, hutan dan pekarangan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Pudjowati (2006) bahwa famili Asteraceae merupakan spesies tumbuan yang mudah untuk dipelihara dan tersebar diberbagai daerah, serta tumbuh liar di halaman, kebun dan di tepi jalan.
5.4
Pemanfaatan Tumbuhan berdasarkan Habitus Berdasarkan habitusnya, spesies tumbuhan yang dimanfaatkan oleh
masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane, dapat dikelompokkan kedalam 7 habitus yaitu, herba,
pohon, perdu, semak, efipit, liana, palem. Persentase
Persentase (%)
pemanfaatan tumbuhan berdasarkan habitus tersebut ditunjukan oleh Gambar 5. 70 60 50 40 30 20 10 0
63,64
15,58
Herba
Pohon
9,09
Perdu
2,6 Semak
6,49 Liana
1,3
1,3
Efipit
Palem
Habitus
Gambar 5 Persentase habitus tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane.
Spesies yang dimanfaatkan sebagian besar merupakan spesies tumbuhan berhabitus herba, yaitu sebesar 63,64%. Hal tersebut dikarenakan spesies tumbuhan berhabitus herba merupakan spesies tumbuhan yang paling banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane. Spesies tumbuhan berhabitus herba tersebut pada umumnya merupakan spesies yang dimanfaatkan untuk obat, pangan dan hias. Tingginya pemanfaatan spesies tumbuhan berhabitus herba dikarenakan tumbuhan berhabitus herba lebih cepat tumbuh dibandingkan dengan tumbuhan berhabitus lainnya. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Handayani (2010), bahwa tumbuhan yang berhabitus herba lebih mudah dalam pengambilannya dan lebih cepat tumbuh. Sehingga kecil kemungkinan bahwa tubuhan berhabitus herba punah.
5.5
Pemanfaatan Tumbuhan berdasarkan Bagian yang Digunakan Salah satu bagian tumbuhan yang paling banyak dimanfaatkan oleh
masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane adalah daun (44,87%) diikuti oleh buah (14,29%) dan bunga (11,69%). Persentase besarnya penggunaan bagian
Persentase (%)
tumbuhan tersebut ditunjukan oleh Gambar 6. 50 40 30 20 10 0
45,45
14,29 3,9
5,19
3,9
9,09 11,69
3,9
7,79
6,49
Bagian yang digunakan
Gambar 6 Persentase bagian tumbuhan yang digunakan oleh masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane. Pemanfaatan bagian tumbuhan berupa daun lebih banyak dilakukan. Hal tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya, karena daun merupakan bagian tumbuhan yang mudah untuk diambil dan diolah dibandingkan dengan bagian tumbuhan lainnya. Pada umunya spesies tumbuhan memiliki daun yang tidak tergantung pada musim serta jumlah ketersedian daun pada suatu
spesies tumbuhan lebih besar dibandingkan bagian tumbuhan lainnya seperti akar, batang, bunga, kulit, buah, kayu, biji dan getah. Selain itu juga pemanfaatan tumbuhan melalui daun dapat tetap menjaga kelestarian tumbuhan tersebut, karena tumbuhan tersebut dapat tetap tumbuh. Karena pemanfaatan bagian lain dari tumbuhan kebanyakan harus melukai bahkan menebang tumbuhan tersebut, dengan kata lain pemanfaatan tumbuhan berupa daun dapat berperan dalam usaha konservasi flora. Selain daun, bagian tumbuhan yang juga banyak digunakan adalah buah (14,29%). Pemanfaatan buah juga banyak dimanfaatkan karena pada umumnya buah tidak memerlukan proses pengolahan atau bisa langsung dikonsumsi (Mahendra 2005). Sehingga dianggap lebih praktis dibandingkan dengan bagian tumbuhan lainnya.
5.6
Pemanfaatan Tumbuhan berdasarkan Tipe Habitat Spesies tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat Suku Tengger Desa
Ranu Pane pada umumnya berasal dari hutan, ladang dan pekarangan. Hal
Persentase (%)
tersebut dapat dilihat pada Gambar 7. 70 60 50 40 30 20 10 0
63,64 38,46 15,58
Hutan
Ladang
Pekarangan
Tipe habitat
Gambar 7 Persentase tipe habitat yang dimanfaatkan oleh masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pani. Gambar 7 menunjukan bahwa sebagian besar (63,64%) tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane berasal dari hutan. Tingginya pemanfaatan spesies tumbuhan yang berasal dari hutan dapat dikarenakan hutan merupakan tempat yang banyak menyediakan berbagai kebutuhan manusia diantaranya, menyediakan pangan, obat-obatan dan bahan bakar (CIFOR 2007).
Spesies tumbuhan yang biasa diambil dari hutan merupakan spesies tumbuhan yang dimanfaatkan untuk obat dan kayu bakar. Selain itu juga, karena masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane tidak banyak melakukan budidaya terhadap tumbuhan yang biasa mereka manfaatkan. Tumbuhan yang umum dibudidayakan oleh masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane adalah tanaman ladang seperti sayur-sayuran. Sehingga selain tingginya pemanfaatan tumbuhan dari hutan, pemanfaatan tumbuhan juga banyak yang berasal dari ladang.
5.7
Pemanfaatan Tumbuhan berdasarkan Kelompok Kegunaan Pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane,
dapat dikelompokan ke dalam beberapa kelompok kegunaan diantaranya, pangan, obat, kayu bakar, hias, pakan ternak, upacara adat dan bahan bangunan. Banyakanya spesies yang dimanfaatkan dalam masing-masing kelompok
Jumlah
kegunaan tersebut ditunjukan oleh Gambar 8. 35 30 25 20 15 10 5 0
31
30 15 4
3
3
3
Kelompok kegunaan
Gambar 8 Jumlah spesies tumbuhan berdasarkan kelompok kegunaan. Jumlah spesies yang paling banyak digunakan adalah untuk kebutuhan pangan yaitu sebanyak 31 spesies. Hal tersebut dikarenakan spesies tersebut banyak dibudidayakan oleh masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane dan menjadi salah satu komoditas ekonomi masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane.
5.7.1
Tumbuhan pangan Spesies tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai pangan oleh masyarakat
Suku Tengger Desa Ranu Pane sebanyak 31 spesies yang terdiri dari 18 famili. Spesies tumbuhan yang sering dimanafaatkan sebagai pangan oleh masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane umumnya berupa sayur-sayuran baik hasil budidaya maupun spesies tumbuhan yang berasal dari hutan atau pekarangan. Adapun spesies tanaman sayuran yang dibudidayakan dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Beberapa Spesies tumbuhan pangan yang dibudidayakan No. 1 2 3 5 6 7 8
Nama Lokal Kubis Kentang Bawang merah Bawang putih Ketumbar Labu siam Jagung
Nama Ilmiah Brassica oleracea Solanum tuberosum Allium cepa Allium sativum Coriandrum sativum Sechium edule Zea mays
Bagian yang Digunakan Daun Umbi Umbi dan daun Umbi Biji Buah Buah
(a) (b) (c) Gambar 9 Spesies tumbuhan pangan yang banyak dibudidayakan : (a) kubis (Brassica oleracea), (b) bawang merah (Allium cepa), (c) kentang (Solanum tuberosum). Gambar 9. Merupakan gambar beberapa spesies tanaman sayur yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane. Ketiga Spesies tersebut juga merupakan komoditas ekonomi utama bagi masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane. Masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane biasanya menjual hasil ladangnya yaitu sayur-sayuran pada tengkulak yang datang langsung kepada petani. Sayur-sayuran tersebut diangkut dengan menggunakan truk dan dibawa guna dijual di pasar, biasanya para tengkulak tersebut sudah mempunyai pelanggan yang siap menampung dan menjual kembali di pasar.
Selain memanfaatkan sayur-sayuran yang sengaja dibudidayakan untuk dikonsumsi masyarakat juga biasa memanfaatkan beberapa spesies tumbuhan yang berasal dari hutan atau pekarangan untuk memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari. Beberapa spesies tumbuhan yang biasa dimanfaatkan sebagai pangan dan berasal dari hutan atau pekarangan tersaji pada Tabel 8. Tabel 8 Spesies tumbuhan pangan yang berasal dari hutan/pekarangan No. 1 2 3 4 5
Nama Lokal Tiwu Semanggi Permenan Ranti Loba
Nama Ilmiah Sonchus malaianus Hydrocotyle sibthorpiodes Mentha sp. Physalis nigrum Nasturtium sp.
Bagian yang Digunakan Daun Daun Daun Daun, buah Buah/biji
Kebiasaan masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane mengkonsumsi sayur-sayuran sehari-hari dapat berefek positif pada kesehatan masyarakat hal tersebut karena menurut Suwahyono (2011) sayur-sayuran mengindikasikan adanya semacam senyawa yang mempunyai sifat menstimulasi tubuh memproduksi senyawa, yang diistilahkan dengan TNF (Tumor Necrosis Factor). TNF adalah senyawa aktif dalam tubuh yang dapat berfungsi untuk meluruhkan sel-sel tumor. Selain itu juga sayuran mempunyai kemampuan menstimulasi daya tahan tubuh atau kekebalan tubuh yang diistilahkan dengan immunopotentiator. Salah satu jenis sayuran tersebut adalah kubis dan bayam, dimana kedua spesies tersebut mempunyai aktivitas stimulan yang kuat sepadan dengan interferon dan OK-432 serum. Hal tersebut terbukti dari 7 dari 10 responden yang berusia di atas 50 tahun masih memiliki fisik yang bugar dan masih dapat bekerja di ladang. Selain tumbuhan, masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane juga sering memanfaatkan jamur sebagai salah satu pangan sehari-hari. Salah satu jamur yang biasa dikonsumsi adalah jamur kuping (Auricularia auricula) dari famili Auriculariaceae.
Gambar 10 Jamur kuping (Auricularia auricula). Masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane biasanya memperoleh jamur kuping (Auricularia auricula) pada pohon-pohon yang telah mati atau tumbang di hutan. Pengambilan jamur kuping (Auricularia auricula) dari hutan dilakukan sengaja ataupun ketika mencari kayu bakar. Pemanfaatan jamur kuping oleh masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane sebagai pangan juga karena masyarakat mempercayai kandungan dari jamur kuping yang memiliki khasiat tersendiri bagi tubuh. Menurut Crisan et al. (1978) dalam Susilawati et al. (2010), rata-rata kandungan protein dari jamur kuping (%berat kering) sebesar 49%. Bahkan menurut Susilawati et al. (2010) jamur kuping selain memilki senyawa penting bagi tubuh juga dapat memerankan peranan penting dalam pengobatan masyarakat. Adapun khasiat dari jamur kuping tersebut diantaranya, menormalkan tekanan darah dan menurunkan kolesterol darah, (Chang et al. 1978) dalam Susilawati et al. (2010). Jamur kuping (Auricularia auricula) merupakan salah satu jamur yang memiliki nilai ekonomi tinggi di pasaran. Oleh karena itu selain untuk konsumsi rumah tangga, jamur kuping yang diperoleh masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pani dari hutan, sebagian juga biasanya dijual.
5.7.2
Tumbuhan obat Spesies tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai obat oleh masyarakat
Suku Tengger Desa Ranu Pane sebanyak 30 spesies yang termasuk ke dalam 17 famili. Beberapa spesies tumbuhan yang sering dimanfaatkan sebagai obat oleh masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9 Beberapa spesies tumbuhan yang sering dimanfaatkan sebagai obat oleh masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane No
Nama Lokal
Nama Ilmiah
1
Adas
Foeniculum vulgare
2
Sempretan
Eupatorium inofolium
3
Suri pandak
Plantago major
4 5 6
Usnea barbata Pilea melastomoides Pimpinella pruatjan
7 8
Jenggot besi Ampet Jahe wono/ purwoceng Alang-alang Dringu
9 10
Kecubung Tepung otot
Datura fastuosa Stellaria saxatilis
Imperata cilyndrica Acorus calamus
Kegunaan Obat batuk dan obat demam Luka luar dan Jantung Obat luka, kurang darah dan nyeri otot Nyeri otot Sakit perut Perut kembung Nyeri otot Pencegah perut kembung pada bayi Obat mata Obat keseleo
Bagian yang Digunakan Daun Akar dan daun Seluruh bagian Seluruh bagian Kulit Daun Akar Daun, buah, umbi Buah Seluruh bagian
Spesies tumbuhan yang sering dimanfaatkan sebagai obat biasanya digunakan untuk mengobati penyakit ringan seperti, pegal linu/nyeri otot dan perut kembung. Perut kembung merupakan penyakit yang paling sering diderita oleh masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane. Hal tersebut dapat disebabkan oleh kebiasaan masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane seharihari. kebiasaan masyarakat Suku tengger Desa Ranu Pani, yaitu makan atau merokok sambil mengobrol, sehingga masyarakat banyak menelan udara. Spesies tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai obat pada umunya diolah dengan cara yang sederhana yaitu dengan cara merebusnya dalam air. Pemanfaatan tumbuhan untuk obat tidak hanya terbatas pada bagian tumbuhan yang masih segar, beberapa masyarakat juga menyimpanya dalam bentuk kering/simplisia maupun ramuan yang siap digunakan. Salah satu ramuan yang sering disimpan oleh masyarakat adalah sempretan (Eupatorium inofolium) yang berkhasiat untuk mengobati luka luar pada kulit. Cara pengolahan dari sempretan (Eupatorium inofolium) tergolong mudah yaitu hanya perlu melumat daun segarnya dan menambahkan air, kemudian diambil airnya. Menurut salah satu dukun di Desa Ranu Pane, menyatakan bahwa abu dari hasil pembakaran edelweis (Anaphalis longifolia) juga dapat dimanfaatkan sebagai obat pelangsing, yaitu dengan cara abu tersebut ditambahkan air, lalu diminum. Beberapa spesies tumbuhan yang sering dimanfaatkan sebagai obat dapat dilihat pada Gambar 11.
(a) (b) (c) Gambar 11 Spesies tumbuhan yang sering digunakan sebagai obat : (a) suri pandak (Plantago major), (b) ampet (Pilea melastomoides.), (c) jenggot besi (Usnea barbata). Berdasarkan Gambar 10, ketiga spesies tumbuhan tersebut merupakan spesies tumbuhan berkhasiat obat yang tumbuh liar di pekarangan ataupun hutan. suri pandak (Plantago major) dan jenggot besi (Usnea barbata) biasa dimanfaatkan untuk
mengobati nyeri otot, sedangkan ampet
(Pilea
melastomoides.) biasa dimanfaatkan untuk mengobati sakit perut. Bagian yang dimanfaatkan dari ampet (Pilea melastomoides.) adalah kulit kayunya. Sedangkan suri pandak (Plantago major) bagian yang digunakan adalah daunnya. Ketiga spesies tumbuhan tersebut cukup diolah dengan cara direbus dan diminum airnya guna mengobati penyakit tersebut. Pemanfaatan jenggot besi (Usnea barbata) kini telah dilarang oleh pihak TNBTS, karena tempat tumbuh dari jenggot besi (Usnea barbata) sendiri yang menempel pada pohon inang, biasanya yang menjadi pohon inang dari jenggot besi (Usnea barbata) adalah pohon Acacia decurens. Sehingga untuk mengambilnya perlu memotong cabang dan bahkan menebang pohon inangnya. Umumnya masyarakat Suku Desa Ranu Pane memanfaatkan tumbuhan berkhasiat obat sebagai pertolongan pertama sebelum dibawa ke dukun atau Puskesmas yang terdapat di Desa tersebut. Kebanyakan masyarakat
Suku
Tengger Desa Ranu Pane memilih untuk berobat pada seorang seorang dukun. Selain lebih percaya, alasan lainnya adalah karena minimnya sarana kesehatan di Desa Ranu Pane. Sehingga harus pergi ke luar Desa bila ingin berobat ke Rumah Sakit. Di Desa Ranu Pane terdapat dua orang dukun. Kedua dukun ini tidak hanya menggunakan berbagai spesies tumbuhan sebagai obat, pengobatan
juga disertai dengan jampi-jampi sebagai sarana memohon kesembuhan bagi orang yang sakit. Salah satu spesies tumbuhan obat yang berkhasiat dan bernilai ekonomi tinggi adalah purwoceng (Pimpinella pruatjan) atau spesies yang biasa masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane sebut dengan jahe wono. habitat dari purwoceng yang tumbuh pada ketinggian 2000-3000 m dpl (Darwati et al. 2006). Ketinggian tempat tumbuh purwoceng (Pimpinella pruatjan) tersebut memungkinkan purwoceng (Pimpinella pruatjan) dapat tumbuh dengan baik di kawasan Resort Ranu Pane yang terletak pada ketinggian 2200 m dpl. Pemanfaatan purwoceng (Pimpinella pruatjan) oleh masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane sendiri umunya untuk mengobati penyakit ringan seperti perut kembung. Adapun Cara penggunaan purwoceng (Pimpinella pruatjan) tersebut adalah dengan melumatkan akarnya kemudian dibalurkan pada perut. Masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane belum mengetahui bahwa purwoceng (Pimpinella pruatjan) ini merupakan salah satu spesies tumbuhan obat yang memilki nilai ekonomi tinggi dan memiliki khasiat lebih dari sekedar obat perut kembung yaitu untuk diuretic (melancarkan saluran air seni), tonikum (meningkatkan stamina tubuh) dan afrodisiak (meningkatkan gairah seksual dan ereksi) (Darwati et al. 2006). Kurangnya informasi akan khasiat dan nilai ekonomi yang tinggi dari spesies purwoceng (Pimpinella pruatjan) ini membuat tidak banyak masyarakat yang membudidayakannya.
5.7.3
Tumbuhan hias
Spesies tumbuhan yang biasa dimanfaatkan sebagai hiasan baik yang ditanam dalam suatu pot dan ditaruh di teras rumah maupun ditanam langsung di pekarangan terdapat 15 spesies yang termasuk dalam 11 famili. Adapun spesies yang sering dimanfaatkan sebagai tanaman hias dan berasal dari luar Resort Ranu Pane dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10 Lima spesies tumbuhan yang sering dimanfaatkan sebagai tanaman hias dan berasal dari luar Resort Ranu Pane No. 1 2 3 4 5
Nama Lokal Anting-anting Euphorbia Tiris Lidah mertua Dahlia
Nama Ilmiah Fuchsia hybryda Euphorbia mili Kalanchoe pinnata Sansevieria trifasciata Dahlia pinnata
Bagian yang Digunakan Bunga Bunga Seluruh bagian Daun Bunga
Spesies tumbuhan yang umumnya dijadikan tamanan hias merupakan spesies tumbuhan yang memiliki nilai estetika baik bunga maupun bagian tumbuhan lainnya. Salah satu spesies yang dimanfaatkan sebagai tanaman hias adalah dahlia (Dahlia pinnata). Pemanfaatan dahlia (Dahlia pinnata) sebagai tanaman hias dikarena dahlia (Dahlia pinnata) memiliki bunga yang indah dengan warna yang menarik. Umumnya masyarakat memanfaatkan dahlia (Dahlia pinnata) sebagai tanaman hias berdasarkan nilai estetisnya, namun disamping itu dahlia (Dahlia pinnata) memiliki kemampuan dalam mengakumulasi dan menyaerap logam Cu dengan efisiensi sebesar 3, 73% (BBPK 2009).
Gambar 12 Dahlia (Dahlia pinnata) Spesies tumbuhan yang banyak dimanfaatkan sebagai tanaman hias kebanyakan bukan merupakan tumbuhan asli dari hutan Resort Ranu Pane, Masyarakat kebanyakan membawanya dari luar Desa Ranu Pane. Oleh sebab itu kebanyakan masayarakat menanamnya di pot dan di taruh di pekarangan rumah mereka. Sedangkan beberapa spesies tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai tanaman hias yang bersal dari hutan atau pekarangan dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11 Beberapa spesies tumbuhan hias yang bersal dari hutan/pekarangan No. 1 2 3 4
Nama Lokal Edelweis Mentigi Jogoran Peron
Nama Ilmiah Anaphalis longifolia Vaccinium varingifolium Hyptis suaveolens Anamirta cocculus
Bagian yang Digunakan Bunga Bunga Seluruh bagian Daun
Edelweis (Anaphalis longifolia) merupakan salah satu spesies tumbuhan yang banyak dimanfaatkan untuk untuk berbagai keperluan disamping dimanfaatkan sebagai hiasan di rumah-rumah masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane. Walaupun pengambilannya di larang oleh pihak TNBTS karena edelweis (Anaphalis longifolia) merupakan spesies tumbuhan yang dilindungi.
5.7.4
Tumbuhan kayu bakar Masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane dalam kehidupan sehari-
harinya memanfaatkan kayu bakar guna memenuhi kebutuhannya dalam memasak dan terutama untuk perapian guna menghangatkan diri dari udara dingin. Spesies yang sering dimanfaatkan sebagai kayu bakar dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12 Spesies tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai kayu bakar oleh masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane No. 1 2 3
Nama Lokal Acacia Cemara gunung Kemlandingan
Nama Ilmiah Acacia decurrens Casuarina junghuhniana Albizzia lophanta
Bagian yang Digunakan Kayu Kayu Kayu
Ketiga spesies tersebut biasa masyarakat peroleh dari hutan sekitar desa. Kegiatan masyarakat
Suku Tengger Desa Ranu Pane dalam
menanfaatkan kayu bakar dikhawatirkan dapat mengancam kelestarian hutan TNBTS, terutama Resort Ranu Pane. Masyarakat mengaku bahwa kayu bakar yang mereka gunakan diperoleh dari pohon yang telah mati dan tumbang. Untuk memenuhi kebutuhan akan kayu bakar setiap saat baik untuk memasak maupun untuk meghangatkan tubuh dari udara dingin, masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane biasanya menyimpannya di dapur dekat dengan tungku, selain untuk memudahkan dalam pengambilannya, penyimpanan dekat tungku juga dimaksudkan untuk mengeringkan kayu tersebut. Penyipanan kayu
bakar dilakukan sebagai persediaan untuk kapan saja dapat digunakan, dengan kata lain di setiap rumah masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane selalu tersedia kayu bakar. Tingginya penggunaan kayu bakar oleh masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane, yaitu setiap kepala keluarga dapat menghabiskan 1 gelondong pohon berdiameter 10-20 cm perharinya. Walaupun telah ada larangan oleh pihak TNBTS untuk tidak mengambil kayu bakar, khususnya pohon untuk kayu bakar, tidak menutup kemungkinan terjadi pelanggaran mengingat besarnya kebutuhan masyarakat akan kayu bakar guna menghangatkan tubuh dari udara dingin. Pelanggaran tersebut terjadi berupa pencurian kayu bakar, dan Resort Ranu Pane merupakan Resort yang paling tinggi tingkat pencurian kayu bakarnya yaitu sebanyak 24 kasus pada tahun 2002-2003 dibandingkan dengan Resort lainnya. Lokasi pencurian kayu bakar di Resort Ranu Pane diantaranya, Bantengan, Pusung Bingung, Krepelan dan Besaran (Nugroho et al. 2007). Berikut gambar mengenai pemanfaatan tumbuhan sebagai kayu bakar di salah satu rumah masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane, tersaji pada Gambar 13.
Gambar 13 Pemanfaatan tumbuhan untuk kayu bakar. Untuk menanggulangi masalah tingginya kebutuhan masyarakat akan kayu bakar pihak TNBTS SPTN 3, Resort Ranu Pane berencana untuk membuat lumbung kayu bakar, dan masyarakatlah yang berperan untuk mengelola lumbung tersebut guna digunakan bersama untuk memenuhi kebutuhan kayu bakar masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane. Adapun
spesies yang menjadi unggulan dalam pembutan lumbung kayu bakar tersebut adalah akasia gunung (Acacia decurrens) dan cemara gunung (Casuarina junghuhniana).
5.7.5
Tumbuhan untuk upacara adat Masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane memanfaatkan tumbuhan
untuk melangsungkan upacara adat, salah satunya adalah upacara adat pernikahan dan kematian masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane. Spesies tumbuhan yang biasa digunakan dalam upacara adat Suku Tengger Desa Ranu Pane terdiri dari 3 spesies dari 3 famili. Spesies tumbuhan tersebut dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13 Spesies tumbuhan yang dimanfaatkan untuk kegiatan upacara adat masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane No. 1 2 3
Nama Lokal Edelweis Pampung Genjret
Nama Ilmiah Anaphalis longifolia Macropanax dispermus Pytholacca dioica
Bagian yang Digunakan Bunga Daun Daun
Pampung (Macropanax dispermus) dan genjret (Pytholacca dioica) merupakan spesies pelengkap dalam upacara adat masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane. Lain halnya dengan Edelweis (Anaphalis longifolia) yang memiliki arti penting tersendiri dalam setiap upacara adat, khususnya upacara adat pernikahan masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane. Pentingnya Edelweis (Anaphalis longifolia) dalam upacara adat pernikahan karena melambangkan keabadian, dimana diharapkan pasangan yang melaksanakan upacara adat pernikahan tersebut dapat menjadi pasangan yang abadi atau langgeng dalam membina rumah tangga.
5.7.6
Tumbuhan pakan ternak Spesies tumbuhan yang biasa dimanfaatkan sebagai pakan ternak tediri
dari 4 spesies dan termasuk dalam 4 famili. Spesies tumbuhan tersebut dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14 Spesies tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai pakan ternak oleh masyarakat suku Tengger Desa Ranu Pane No. 1 2 3 4
Nama Lokal Kubis Kemlandingan Rumput gajah Greges otot
Nama Ilmiah Brassica oleracea Albzzia lophanta Pennisetum purpureum Equisetum debile
Bagian yang Digunakan Daun Daun Daun Seluruh bagian
Pemberian pakan berupa kubis (Brassica oleracea L.) pada ternak merupakan salah satu tindakan dalam memanfaatkan limbah sayuran, khususnya kubis (Brassica oleracea). Limbah kubis (Brassica oleracea) memiliki kadar protein yang tinggi, yaitu 1,4 g per 100 g berat basah. Limbah kubis (Brassica oleracea) dapat di olah menjadi tepung untuk pakan ternak. Sehingga dapat menjadi salah satu alternatif pakan bagi ternak (Wibawa 2009). Selain memanfaatkan limbah kubis, masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane juga biasanya memperoleh pakan untuk ternaknya dari hutan atau pekarangan. Adapun pakan ternak yang biasa diperoleh dari hutan yaitu, kemlandingan dan greges otot (Equisetum debile). Kemlandingan (Albzia lophanta) dimanfaatkan daunnya untuk pakan ternak setelah kayunya diambil untuk kayu bakar. Greges otot (Equisetum debile) selain dimanfaatkan sebagai pakan ternak, masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane juga biasa memanfaatkannya sebagai obat untuk mengobati wasir, rematik dan radang usus. Sedangkan rumput gajah (Pennisetum purpureum) merupakan salah satu pakan yang sengaja masyarakat tanam guna memenuhi kebutuhan pakan ternaknya.
5.7.7
Tumbuhan bahan bangunan Spesies tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai bahan bangunan oleh
Masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane sebanyak 3 spesies. Ketiga spesies tersebut dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15 Spesies tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai bahan bangunan oleh masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane No. 1 2 3
Nama Lokal Cemara gunung Bambu tali Bambu petung
Nama Ilmiah Casuarina junghuhniana Gigantochloa apus Dendrocalamus asper
Bagian yang Digunakan Kayu Kayu Kayu
Masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane lebih banyak menggunakan kayu dan bambu untuk membangun kandang ternak dan gubuk-gubuk kecil di ladang dibandingkan dengan rumah mereka. Hal tersebut dikarenakan rumah masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane merupakan bangunan permanen yang terbuat dari batu bata, pasir dan semen (Gambar 14).
Gambar 14 Salah satu rumah masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane. Pemanfaatan tumbuhan untuk bahan banguan digunakan untuk sebagain kecil dari rumah mereka misalnya untuk plafon, reng, kusen, pintu dan bingkai jendela. Adanya larangan oleh pihak TNBTS dalam pengambilan kayu atau hasil hutan lainnya telah mendesak masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane untuk membeli kayu sebagai bahan bangunan di pasar dan jarang mengambilnya dari hutan. Pada umunya masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane hanya memanfaatkan kayu dari pohon atau bambu yang roboh. Bambu yang terdapat di Resort Ranu Pane merupakan spesies yang sengaja ditanam oleh pihak taman nasional dan merupakan habitat dari lutung (Trachypihecus auratus) dan monyet ekor panjang (Macaca fascicularis). Spesies bambu tersebut terdapat di Blok Ireng-ireng Resort Ranu Pane dan berlokasi jauh dari Desa Ranu Pane. Selain dimanfaatkan sebagai bahan bangunan, masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane juga memanfaatkan bambu tali dan bambu petung sebagai pangan. Adapun bagian yang dimanfaatkan adalah rebung atau anakan bambu yang masih muda. Menurut Batubara (2002), Rebung mengandung HCN yang sangat kecil bahkan tidak ada. Rebung memiliki rasa yang memenuhi selera, lunak dan warna menarik. Serta memilki kandungan gizi yang cukup memadai sebagai sumber mineral dan vitamin.
5.8
Status Kearifan Tradisional Status pengetahuan tradisional masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane
dalam pemanfaatan tumbuhan telah mengalami penurunan. Hal tersebut terlihat dari penguasaan pengetahuan tradisional mengenai pemanfaatan tumbuhan lebih banyak diketahui oleh masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane yang telah lanjut usia dibanding dengan masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane yang berusia muda. Pada umunya responden yang berusia muda kurang mengetahui pemanfaatan spesies tumbuhan secara tradisional, bahkan beberapa responden kurang mengenal berbagai spesies tumbuhan yang berguna dan biasa para orang tua mereka gunakan. Pengetahuan masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pani terhadap spesies yang biasa dimanfaatkan berdasarkan kelompok usia tersaji pada Gamabar 15. 74 Jumlah
80 60
53
57
31-40
41-50
36
40 20 0 20-30
˃50
Kelompok Usia
Gambar 15 Pengetahuan rata-rata masayarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane terhadap spesies tumbuhan yang biasa dimanfaatkan berdasarkan kelas umur. Pengetahuan responden yang berusia muda lebih banyak pada spesies tumbuhan pangan, terutama sayur-sayuran serta bagaimana membudidayakannya. Hal tersebut dipengaruhi oleh pandangan masyarakat bahwa sayur-sayuranlah merupakan satu-satunya komoditas yang penting untuk dibudidayakan karena merupakan sumber penghidupan bagi mereka. Status kearifan tradisional masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane dapat dikatakan mengalami penurunan, karena berdasarkan definisi kearifan tradisional sendiri menurut Suhartini (2009) bahwa kearifan tradisional merupakan warisan nenek moyang dan dijalankan secara turun-temurun dalam tata nilai kehidupan yang menyatu dalam bentuk religi, budaya dan adat-istiadat. Dan salah satu penyebab
menurunnya kearifan tradisional masayarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane karena tidak adanya proses pewarisan pengetahuan tradisonal dalam pemanfaatan tumbuhan di luar pemanfaatan dan budidaya spesies tumbuhan pangan. Lain halnya dengan pewarisan pengetahuan mengenai pemanfaatan tumbuhan untuk berbagai kebutuhan selain pemanfaatan tumbuhan pangan. Pewarisan pengetahuan tradisional dalam pemanfaatan dan budidaya tumbuhan pangan lebih banyak dilakukan. Pewarisan pengetahuan tradisional mengenai pemanfaatan dan budidaya spesies tumbuhan pangan yang secara tidak langsung telah dilakukan secara turun-temurun. Orang tua biasanya membawa serta anakanaknya ke ladang untuk sekedar melihat atau sedikit membantu pekerjaan orang tuanya di ladang. Oleh karena itu pemanfaatan dan budidaya spesies tumbuhan pangan lebih banyak diketahui dibandingkan dengan pemanfaatan spesies tumbuhan untuk kegunaan lain. Rendahnya pengetahuan masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane berusia muda merupakan pertanda bahwa nilai-nilai kearifan tradisional yang terdapat dalam masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane telah mengalami penurunan. Apabila hal tersebut terus dibiarkan tanpa adanya proses pewarisan pengetahuan tradisional dari generasi ke generasi, maka pengetahuan tradisional masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane dalam memanfaatkan tumbuhan dapat punah. Selain faktor ekonomi, faktor lainnya diduga karena adanya pengaruh budaya dari luar. Pengaruh budaya luar di Desa Ranu Pane sangat mungkin terjadi mengingat tingginya pengunjung/wisatawan yang berkunjung ke Resort Ranu Pane, karena Resort Ranu Pane merupakan pintu gerbang untuk mendaki ke Gunung Semeru. Adanya interaksi antara masyarakat dengan wisatawan tidak menutup kemungkinan terjadinya perubahan gaya hidup maupun pola pikir masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane, sehingga terjadi perubahan pola pikir pada masyarakat, dimana masyarakat berpikir bahwa berbagai kebutuhannya dapat dengan mudah diperoleh di pasar. Disamping terjadinya penurunan kearifan tradisional pada masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane, salah satu hal yang dapat dijadikan pelajaran adalah produktivitas dari masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane. Hal tersebut
dapat dilihat dari salah satu responden yang berusi lanjut yaitu bapak H. Amin. Beliau lahir pada tahun 1920. Dan kini usianya telah mencapai 91 tahun. Namun dibalik usianya yang telah lanjut bapak H. Amin ini masih memiliki kondisi fisik yang masih bugar disamping produktivitas yang masih tinggi (Gambar 16).
Gambar 16 Bapak H. Amin, responden berusia 91 tahun. Bapak H. Amin mengaku bahwa produktivitas dan kondisi fisik yang masih bugar diusianya yang telah lanjut ini berkat pola hidup yang beliau jalani selama ini yaitu ketika masih muda terbiasa bekerja di ladang yang beliau anggap sebagai olah raga dan kebiasaan beliau dalam mengkonsumsi sayur-sayuran sehari-hari. Selain mengkonsumsi sayur-sayuran sebagai serat dan vitamin yang dibutuhkan oleh tubuh. Beliau juga mengkonsumsi karbohirat dan protein sebagai pelengkap. Karbohidrat biasa diperoleh melalui konsumsi nasi, jagung dan kentang sedangkan protein diperoleh dari konsumsi tahu, tempe, telur, dan ikan. Aktivitas sehari-hari yang biasa bapak H. Amin lakukan ini adalah bangun pagi pada pukul 05.00 WIB pagi, kemudian menunaikan ibadah shalat subuh. Setelah menunaikan ibadah shalat subuh beliau bersantai di depan perapian di dapur rumahnya sambil menikmati secangkir kopi hangat dan mengobrol dengan anggota keluarga lainnya sebelum pergi ke ladang atau mengerjakan hal lainnya di rumah.
5.9
Pengembangan SDM Masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane pada Masa yang akan Datang Kondisi masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane telah mengalami
kemajuan, khususnya dalam bidang perekonomian dengan sistem pertanian intensif. Namun disayangkan, kemajuan tersebut tidak disertai dengan kemajuan pendidikan masyarakat. Data BBTNBTS (2009) menunjukan bahwa masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane, sebagian besar (824 jiwa) tidak bersekolah dan bermata pencaharian sebagai petani sayur. Hal tersebut dipengaruhi oleh sarana dan prasara pendidikan di Desa Ranu Pane sendiri yang masih minim. Untuk itu diperlukan suatu langkah untuk mengejar ketertinggalan tersebut sekaligus memanfaatkan potensi serta kondisi yang ada pada Resort Ranu Pane. Salah satu langkah yang perlu dilakukan adalah kerjasama antara pemerintah daerah Kabupaten Lumajang dengan TNBTS. Salah satu bentuk kerjasama tersebut dapat diwujudkan melalui pembangunan sekolah kejuruan atau sekolah alam. sekolah kejuruan yang sesuai dengan kondisi dan potensi yang dimiliki Desa Ranu Pane adalah sekolah kejuruan pertanian dan konservasi dan sekolah kejuruan ekowisata. Sekolah kejuruan merupakan lembaga untuk menghasilkan tenaga teknis terampil, baik untuk mengisi kebutuhan pasar kerja maupun untuk bekerja secara mandiri di sektor pertanian maupun ekowisata. berdasarkan undang-undang no.20 tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional, penyelenggaraan sekolah kejuruan merupakan tanggung jawab Kementrian Pendidikan Nasional di daerah. Menurut undang-undang no. 20 tahun 2003, pasal 50 ayat 3, menyatakan bahwa pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional. Sekolah kejuruan pertanian dan konservasi serta sekolah kejuruan ekowisata diharapkan dapat memberi informasi, pengetahuan dan keterampilan kepada masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane dalam memanfaatkan potensi sumberdaya yang dimilki. Pengetahuan dan keterampilan tersebut meliputi, cara mengolah, mengembangkan, dan memasarkan, serta melestarikan sumberdaya alam baik dalam bidang pertanian maupun ekowisata yang dimiliki Resort Ranu
Pane. Melalui kegiatan tersebut masyarakat tidak hanya akan memperoleh informasi, pengetahuan dan keterampilan, tapi juga keuntungan materi dari kegiatan tersebut. Selain itu masyarakat dapat berperan serta dalam menjaga kelestarian hutan TNBTS, khususnya Resort Ranu Pane.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1
Kesimpulan Pengetahuan tradisional Masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane
mengenai tumbuhan adalah dalam bentuk pemanfaatan spesies tumbuhan meliputi, cara pengambilan, cara pengolahan dan penggunaan, serta cara membudidayakannya, khususnya tumbuhan pangan. Spesies tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane sebanyak 77 spesies dari 38 famili. Pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane diantaranya, pangan, obat, hias, pakan ternak, bahan bangunan, upacara adat, kayu bakar. Spesies tumbuhan pangan merupakan spesies yang paling banyak dimanfaatkan. Hal tersebut karena fokus masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane pada spesies tumbuhan pangan yaitu sayur-sayuran sebagai komoditas ekonomi utama. Sehingga kegiatan budidaya lebih banyak dilakukan terhadap spesies tumbuhan pangan.
6.2 Saran 1. Perlu adanya kerjasama antara pihak taman nasional dengan masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane dalam hal kegiatan pelestarian, budidaya dan pemanfaatan spesies tumbuhan yang berasal dari hutan. 2. Perlu adanya penurunan pengetahuan tradisional masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane dalam pemanfaatan tumbuhan. Sehingga pengetahuan tradisional masyarakat dalam memanfaatkan tumbuhan tidak punah. 3. Pihak taman nasional perlu memfasilitasi masyarakat dalam hal informasi mengenai berbagai spesies tumbuhan potensial dan bernilai ekonomi tinggi seperti purwoceng (Pimpinella pruatjan), serta bekerjasama dalam hal teknik budidaya, pengolahan dan pemasarannya.
DAFTAR PUSTAKA Ahira A.2010. Tanaman Hias Pelengkap Dekorasi, Penghias Taman, Bonsai. http://www.aneeahira.com/bunga/index.htm. [14 Desember 2010]. Angriyantie L. 2010. Etnobotani dan Potensi Tumbuhan Berguna di Kampung Keay Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur [Skripsi]. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. (Tidak diterbitkan). Atok AR. 2009. Etnobotani Masyarakat Suku Bunaq (Studi Kasus di Desa Dirun, Kecamatan Lamaknen Kabupaten Belu, Provinsi Nusa Tenggara Timur. ) [Skripsi]. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. (Tidak diterbitkan). Batubara R. 2002. Pemanfaatan Bambu di Indonesia. Fakultas Pertanian Program Ilmu Kehutanan Universitas Sumatera Utara. BBPK [Balai Besar Pulp dan Kertas]. 2009. Plants Potency in Accumulating Cu Metal Soil Media Contaminated by Solid Waste of Paper Industry. BS. 44 ( 1) : 27-40 BBTNBTS [Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru]. 2010. Laporan Inventarisasi Flora Penting Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Malang : BBTNBTS. Choudhary K, Singh M, Pillai U. 2008. Ethnobotanical Survey of Rajasthan-An Update. American-Eurasian Journal of Botany. 1(2):38-45. CIFOR. 2007. Hutan dan Kesehatan Manusia. Cifor infobrief. 11(b) Darwati I, Roostika I. 2006. Status penelitian Purwoceng (Pimpinella pruatjan Molk) di Indonesia. Buletin Plasma Nutfah. 12(1):9-15. Ernawati E. 2009. Etnobotani Masyarakat Suku Melayu Daratan (Studi Kasus di Desa Aur Kuning, Kecamatan kampar Kiri Hulu, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau) [Skripsi]. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Handayani A. 2010. Etnobotani Masyarakat sekitar kawasan Cagar alam Gunung Simpang (Studi Kasus di Desa Balegede, Kecamatan Naringgul, Kaupaten Cianjur, Jawa Barat) [Skripsi]. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Harbelubun AE, Kesaulija EM, Rahawarin YY. 2005. Tumbuhan Pewarna Alami dan Pemanfaatannya secara Tradisional oleh Suku Marori Men-Gey di Taman Nasional Wasur Kabupaten Merauke. 6(4):285-288. Hendayana D. 2006. Mengenal Tanaman Bahan Pestisida Nabati.
Hidayat S. 2009. Kajian Etnobotani Masyarakat Kampung Adat Dukuh Kabupaten Garut, Jawa Barat [Skripsi]. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Kardinan, A. 2007. Tanaman Aromatik Pengendali Hama Lalat Buah. http://www.litbang.deptan.go.id/../164/. [27 Agustus 2010]. Kartikawati, S.M. 2004. Pemanfaatan Sumberdaya Tumbuhan Oleh Masyarakat Dayak Meratus di Kawasan Hutan Pegunungan Meratus, Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Tesis Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor: Bogor. Lestari DA. 2009. Eksplorasi Jenis Tumbuhan Kebun Raya Purwodadi yang Berpotensi sebagai Pestisida Nabati. BSS 71(2):1-5. Lestari WS. 2004. Pemanfaatan Tumbuhan untuk Upacara Agama Hindu di Beberapa Wilayah di Kabupaten Gianyar. Prosiding Seminar Konservasi Tumbuhan Upacara Agama Hindu. Hal 273-278. Mahendra B. 2005. 13 Jenis Tanaman Obat Ampuh. Jakarta : Penebar Swadaya. Martin GI. 1998. Etnobotani. M. Mohamed, penerjemah. Gland Switzerland: kerja sama Natural History Publication (Borneo ), Kota Kinabalu dan World Life Fund for Nature. Masrukin H. 2008. Kajian Pencegahan Penambangan Pasir di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru Jawa Timur melalui Pengembangan Budidaya Jamur Tiram Putih (Pleuratus ostreatus) (Studi Kasus di Dusun Karangsuko, Desa Taman Santrian kecamatan Tirtoyudo kabupaten Malang Jawa Timur) [Skripsi]. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Meilin A. 2009. Pemanfaatan Pestisida Nabati pada Tanaman Sayuran. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi. Mutakin AM, Pasya GK. 2003. Dinamika Masyarakat Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Nugoroho, AW, Darwiati W. 2007. Studi Daerah Rawan Gangguan, Taman Nasional Bromo Tengger Semeru dan Desa Sekitarnya. Penelitian Hutan dan Konservasi Alam IV (1) : 1-12. Octavia D, Andriani S, Qirom MA, Azwar F. 2008. Keanekargaman Jenis Tumbuhan sebagai Pestisida Alami di Savana Bekol Taman Nasional Baluran. Penelitian Hutan dan Konservasi Alam 4(4):355-365. Pairah. 2010. Praktek Ekoteknologi dalam Etnik Tradisional Suku Tengger Jawa timur [Laporan praktikum]. Konservasi BiodiversitasTropika Sekolah Pasca Sarjana. IPB. Bogor. (Tidak diterbitkan). Primack RB, Supriatna J, Indrawan M, Kramadibrata P. 1998. Biologi Konservasi. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.
Pujowati P. 2006. Pengenalan Ragam Tanaman Lansekap Asteraceae (Compositae) [Laporan]. Sekolah Pasca Sarjana Departeman Arsitektur Lansekap Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Purwanto Y. 2000. Etnobotani dan Konservasi Plasma Nutfah Holtikultura: Peran Sistem Pengetahuan Lokal pada Pengembangan dan Pengelolaanya. Prosiding Seminar Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional. Laboratorium Etnobotani, puslitbang Biologi-LIPI dan Lembaga Etnobotani Indonesia. Bogor. Hal 308-322. Rahayu M, Susiarti S, Purwanto Y. 2006. Kajian Pemanfaatan Tumbuhan Hutan Non Kayu oleh Masyarakat Lokal di Kawasan Konservasi PT Wira Karya Sakti Sungai Tapa-Jambi. Biodiversitas 8(1):73-78. Rinduwati. 2008. Modul Pembelajaran Ilmu Tanaman Makanan Ternak. Jurusan Ilmu Nurisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin. Makasar. Sayektiningsih T. 2008. Strategi Pengembangan Pendidikan Konservasi pada Masyarakat di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru [Skripsi]. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Suhartini. 2009. Kajian Kearifan Lokal dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Proshiding Seminar Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta. Sunarti S, Rugayah, Djarningsih T. 2007. Tumbuhan Berpotensi Bahan Pangan di Cagar Alam Tangale. Biodiversitas 8(2): 88-91. Suryadarma IGP. 2008. Etnobotani. Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta. Susilawati, Raharjo B.2010. Petunjuk Teknis Budidaya Jamur Tiram (Pleouratus ostrearatus Var. Florida.) (Materi Pelatihan bagi KMPH). WWW.gtz.de Indonesia. [18 agustus 2011]. Sutara PK. 2009. Jenis Tumbuhan sebagai Pewarna Alam pada Beberapa Perusahaan Tenun di Gianyar. Bumi Lestari 9(2):217-223. Suwahyono S. 2011. Konsumsi Sayuran Tingkatkan Kekebalan Tubuh. http://pharos.co.id/news/190-sayuran.html. 03 Juli 2011. Waluyo. AA. 2009. Pusat Pelestarian dan Pengembangan Tanaman Hias di Karanganyar (Sarana Pengembangan Hobi bagi Kalangan Eksekutif) [Skripsi]. Jurusan Teknik Arsitektur Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarata.
Wibawa DAA, Prasetya E, Utari D. 2009. Kajian Tepung Fermentasi dari Bahan Baku Sampah Buah dan Sayur Pasar Sebagai Alternatif Pakan Ternak. Fakultas Ilmu Kesehatan, universitas Setia Budi. Surakarta. Widjaja EA, Mahyar UW, Utama SS. 1989. Tumbuhan Anyaman Indonesia. Jakarta : PT Melton Putra. Zuhud, E.A.M., Siswoyo, E.Sandra, R. Soekmadi, E. Adhiyanto. 2004. Penyusunan Rancangan dan Pengembangan Sumberdaya Alam Hayati Berupa Tumbuhan di Kabupaten Sintang. Kerjasama Fakultas Kehutanan IPB dengan Bappeda Kabupaten Sintang. Bogor.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Spesies Tumbuhan yang Dimanfaatkan oleh Masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane
No
Nama Spesies
Nama Ilmiah
Famili
Habitus
1
Acacia gunung
Acacia decurrens (Wendl.f.) Willd.
Fabaceae
Pohon
2
Adas
Foeniculum vulgare Mill.
Apiaceae
Herba
3
Alang-alang
Imperata cylindrica (L.) Beauv.
Poaceae
4 5
Ampet Anting-anting
Pilea melastomoides (Poir.) Bl Fuchsia spesiosa Hort
6
Bambu petung
7
Asal
Manfaat
Bagian digunakan
Keterangan
Kayu bakar
Kayu
Liar
Obat
Seluruh bagian
Liar
Herba
Hutan, pekarangan Hutan, pekarangan Pekarangan
Obat
Akar
Liar
Urticaceae Onagraceae
Pohon Herba
Hutan Pekarangan
Obat Hias
Kulit Bunga
Liar Budidaya
Dendrocalamus asper Backer
Poaceae
Pohon
Hutan
Kayu
Budidaya
Bambu tali
Gigantochloa apus J.A.& J.H. Schult.
Poaceae
Pohon
Hutan
Kayu
Budidaya
8
Bawang merah
Allium cepa L.
Liliaceae
Herba
Ladang
Bangunan, pangan Bangunan, pangan Pangan, obat
Umbi
Budidaya
9 10 11
Allium sativum L. Amaranthus spinosus L. Matricaria rucutita L.
Liliaceae Amaranthaceae Asteraceae
Herba Herba Herba
Ladang Hutan Pekarangan
Pangan Pangan Hias
Umbi Daun, batang Bunga
Budidaya Liar Budidaya
12 13 14 15
Bawang putih Bayam hutan Bunga chamomile Bunga lili Bunga matahari Carica Cemara gunung
Hymeocallis milii Des moul Helianthus annuus L. Carica pubescens Lanne & K. Koch Casuarina junghuhniana Miq.
Liliaceae Asteraceae Caricaceae Casuarinaceae
Herba Herba Herba Pohon
Hias Hias Pangan Kayu bakar
Bunga Bunga Buah Kayu
Budidaya Budidaya Budidaya Liar
16
Ceplukan
Physalis minima L.
Solanaceae
Herba
Obat, pangan
Buah, akar
Liar
17 18
Dahlia Digitalis
Dahlia pinnata Cav. Digitalis purpure L.
Asteraceae Lamiaceae
Herba Herba
Pekarangan Pekarangan Pekarangan Hutan, pekarangan Hutan, pekarangan Pekarangan Hutan
Hias Obat
Bunga Daun
Budidaya Liar
No
Nama Spesies
Nama Ilmiah
Famili
Habitus
Asal
Manfaat
Bagian digunakan
Keterangan
19
Dringu
Acorus calamus L.
Araceae
Herba
Hutan
Obat
Daun,buah, umbi
20
Edelweis
Anaphalis longifolia (BI.) DC.
Asteraceae
Semak
Hutan
Daun, akar, bunga
21 22 23 24
Euphorbia Ganjan Genjret Greges otot
Euphorbia milii Des moul Artemisia vulgaris L. Phytolacca dioica L. Equisetum debile Roxb
Euphorbiaceae Asteraceae Moraceae Equisetaceae
Herba Herba Herba Liana
Pekarangan Pekarangan Pekarangan Hutan
seluruh bagian Daun Daun Daun
Budidaya Liar Budidaya Liar
25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
Jagung Jambu wer Jarak merah Jenggot besi Jogoran Kacang koro Kayu manis Kayu putih Kecubung Kelembak ketan Kembang ros Kembang skolaan
Zea mays L. Pimenta dioica (L.) Merr. Riccinus communis L. Usnea barbata Fries Hyptis suaveolens (L.) Poir Canavalia ensiformis (L.) DC. Cinnamomum burmannii Blume Eucalyptus deglupta BI. Datura fasturosa L. Rheum officinale Baill Rosa damascana Mill. Tidak teridentifikasi
Poaceae Myrtaceae Euphorbiaceae Parmeliaceae Lamiaceae Fabaceae Lauraceae Myrtaceae Solanaceae Polygonaceae Rosaceae Lamiaceae
Herba Pohon Perdu Efipit Herba Herba Pohon Pohon Perdu Herba Herba Herba
Biji Buah Biji, daun Seluruh bagian Seluruh bagian Biji Kulit Daun Buah Daun Bunga Bunga
Budidaya Budidaya Liar Liar Liar Budidaya Budidaya Budidaya Liar Liar Budidaya Liar
37
Kemlandingan
Albizia lophanta Willd
Fabaceae
Perdu
Ladang Hutan Pekarangan Hutan Hutan Ladang Ladang Hutan Pekarangan Hutan Pekarangan Hutan, pekarangan Hutan
Obat, hias, upacara adat Hias Obat Upacara adat Obat, Pakan ternak Pagan Obat Obat, pangan Obat Hias Pangan Pangan Obat Obat Obat Hias Hias
Liar, Budidaya Liar
Daun, kayu
Liar
38 39 40
Kentang Ketumbar Konfree
Solanum tuberosum L. Coriandrum sativum L. Symfitum officinale L.
Solanaceae Apiaceae Boraginaceae
Herba Semak Herba
Ladang Ladang Hutan
Pakan ternak, kayu bakar Pangan Pangan Obat
Umbi Biji Daun
Budidaya Budidaya Liar
No
Nama Spesies
Nama Ilmiah
Famili
Habitus
41 42 43 44 45
Krangean Kubis Labu siam Lidah mertua Lieur
Litsea cubeba Pers. Brassica oleracea Var. Sechium edule (Jacq.) Sw. Sansevieria trifasciata Prain Eupatorium odoratum L.f.
Lauraceae Cruciferae Cucurbitaceae Ruscaceae Asteraceae
Pohon Herba Liana Herba Perdu
46
Loba
Nasturtium sp.
Cruciferae
Herba
47 48 49 50 51 52 53 54
Lombok teronng Lompong Loyor Lubuk Mentigi Pakis pohon Pampung Permenan
Capsium sp. Colocasia esculenta (L.) Schott Pilea melastomoides (Poir.) Bl. Begonia heracleifolia Schlech & Chamisso Vaccinium varingifolium (Blume) Miq Cyathea contaminans (Hook) Capel. Macropanax dispermus (Bl.) O.K. Mentha sp.
Solanaceae Araceae Urticaceae Begoniaceae Ericaceae Cyatheaceae Araliaceae Lamiaceae
Herba Herba Herba Herba Herba Herba Pohon Herba
55 56 57
Peron Pulosari Purwoceng
Anamirta cocculus (L.) Alyxia reinwardtii BL. Pimpinella pruatjan Molk
Menispermaceae Apocynaceae Apiaceae
58 59 60 61 62 63
Ranti Rotan Rumput gajah Sawi Sawi ireng Sedap malam
Solanum nigrum L. Calamus rotang L. Pennisetum purpureum Schumacher Brassica rapa Var Brassica sp. Polyanthes tuberosa L.
Solanaceae Arecaceae Poaceae Brassicaceae Brassicaceae Amarillydaceae
Asal
Manfaat
Bagian digunakan
Keterangan
Obat, pangan Pangan, pakan Pangan Hias Obat
Kulit, buah Bunga Buah Daun Daun
Liar Budidaya Budidaya Budidaya Liar
Pangan
Daun/pucuk
Liar
Pangan Pangan Pangan Pangan Hias Pangan Upacara adat Pangan
Buah Batang Daun Batang Daun Daun Daun Daun
Budidaya Liar Liar Liar Liar Liar Liar Liar
Liana Pohon herba
Hutan Ladang Ladang Pekarangan Hutan, pekarangan Hutan, pekarangan Ladang Hutan Hutan Hutan Hutan Hutan Hutan hutan, pekarangan Hutan Hutan Hutan
Hias Obat Obat
Seluruh bagian Kulit Akar
herba Palem Herba Herba Herba Herba
Hutan Hutan Ladang Ladang Hutan Hutan
Pangan Pangan Pakan ternak Pangan Obat Hias
Daun, batang Pucuk daun Daun Daun Seluruh bagian Bunga
Liar Liar Liar, Budidaya Liar Liar Budidaya Budidaya Liar Budidaya
No
Nama Spesies
Nama Ilmiah
Famili
Habitus
64 65 66 67 68 69 70 71
Selada Semanggi Sembung manis Sembung reungit Sempretan Senikir Sintok Stroberi gunung
Lactuca sativa L. Hydocotyle sibthorpiodes Lamk Blumea balsamifera (L.) Dc. Blumea lacera Dc. Eupatorium inofolium H.B.K. Cosmos caudatu Kunth Entada spiralis Ridl. Rubus idaeus L.
Asteraceae Marsileaceae Asteraceae Asteraceae Asteraceae Asteraceae Fabaceae Rosaceae
Herba Liana Herba Herba Perdu Herba Pohon Perdu
72
Suri pandak
Plantago major L.
Planfaginaceae
73 74
Suruan Tepung otot
Piper cf. Caninum Bl. Stellaria saxatilis Buch-Ham
75 76 77
Terong belanda Tiris Tiwu
Solanum betaceum Cav. Kalanchoe pinnata Pers. Sonchus malaianus (Bl.) O.K.
Asal
Manfaat
Bagian digunakan
Keterangan
Pangan Pangan Obat Obat Obat Pangan Obat Pangan, Obat
Daun Buah Dun Daun Daun Daun Kulit Buah
Budidaya Liar Liar Liar Liar Liar Liar Liar
Herba
Ladang Pekarangan Hutan Hutan Hutan Pekarangan Hutan hutan, pekarangan Hutan
Obat
Seluruh bagian
Liar
Piperaceae Lamiaceae
Liana Herba
Hutan Hutan
Obat Obat
Daun Seluruh bagian
Liar Liar
Solanaceae Crassulaceae Asteraceae
Perdu Herba Herba
Ladang Pekarangan hutan, pekarangan
Pangan Hias Pangan
Buah Daun Daun
Budidaya Budidaya Liar
Lampiran 2. Spesies Tumbuhan yang Dimanfaatkan untuk Obat oleh Masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane
No.
Nama Spesies
Nama ilmiah
Famili
Kegunaan
Bagian yang Digunakan Daun
1
Adas
Foeniculum vulgare Mill.
Apiaceae
Obat batuk dan obat demam
2
Alang-alang
Imperata cilyndrica (L.) Beauv.
Poaceae
Nyeri otot
Akar
3 4
Ampet Bawang merah
Pilea melastomoides (Poir.) Bl. Allium cepa L.
Urticaceae Liliaceae
Sakit perut Sakit perut dan demam
Kulit Umbi
5
Ceplukan
Phisalis minima L.
Solanaceae
Perut keram, stroke
Akar
6
Digitalis
Digitalis purpure L.
Lamiaceae
Lemah jantung
Daun
7 8
Dringu Edelweis
Acorus calamus Rump Anaphalis longifolia (BI.) DC.
Araceae Asteraceae
Popok bayi obat sakit pinggang,
9
Ganjan
Artemisia vulgaris L.
Asteraceae
Obat congek
Daun, buah, umbi Daun, akar, abu,arang pembakaran Daun
10
Greges otot
Equisetum debile Roxb
Equisetaceae
obat rematik, wasir dan radang usus
Daun
Cara Penggunaan Obat batuk: daun direbus dan diminum Obat demam: daun ditumbuk, ditambahkan bawang lalu di oleskan pada tubuh Direbus dan airnya diminum secara teratur. Direbus dan airnya diminum. Umbi dilumatkan kemudian dibalurkan pada perut (sakit perut) atau kening dan tubuh (demam) Perut keram: Akar direbus dengan air dan ditambahkan arang Stroke: akar danpurwoceng direbus diminum 2x sehari Cuci daun dan rebus daun dalam dua gelas air selama 15 menit. Hasil rebusan diminum pada pagi dan sore hari. Ditempelkan pada bayi Direbus dan airnya diminum secara teratur. Daun diremas dan disumpalkan pada telinga Daun direbus dengan air kemudian airnya diminum teratur
No.
Nama Spesies
Nama ilmiah
Famili
Kegunaan
Bagian yang Digunakan Akar
11
Pimpinella pruatjan Molk.
Apiaceae
Perut kembung
12
Jahe wono/purwoc eng Jambu wer
Pimenta dioica (L.) Merr.
Myrtaceae
Obat ginjal
Buah yang masih muda
13
Jarak merah
Riccinus communis L.
Euphorbiaceae
Obat masuk angin
Daun
14 15
Jenggot besi Kayu putih/kayu poo
Usnea barbata Fries Eucaliptus deglupta BI.
Parmeliaceae Myrtaceae
Seluruh bagian Daun
16
Kecubung
Datura fasturosa L.
Solanaceae
Nyeri otot Flu dan menghangatkan tubuh Obat mata
17
Rheum officinale Baill
Polygonaceae
Sembelit
Akar
18
Kelembak ketan Konfree
Sympitum officinale L.
Boraginaceae
Darah tinggi, pegal linu
Daun
19
Krangean
Litsea cubeba Pers.
Lauraceae
Obat pegal linu
Kulit
Buah
Cara Penggunaan Dihaluskan kemudian dibalurkan pada perut Direbus dam 2 gelas air hingga menjadi 1 gelas. Minum secara teratur Masuk angin: pucuk daun dihaluskan dan ditambahkan minyak tanah kemudian dibalurkan pada perut Direbus Daun dihaluskan dan ditambahkan sedikit air kemudian airnya di oleskan pada tubuh Air dari buahnya diteteskan pada mata Akar direbus kemudian airnya diminum. Daun segar 4 lembar dilalap, setelah dilemaskan dengan garam dan dicuci, untuk 2 kali atau daun segar 4 lembar di juice, sarinva diminum, untuk 2 kali. atau daun 4 lembar direbus dengan 4 gelas air hingga tersisa 3 gelas, minum airnya 2 kali sehari. Kulit direbus dan airnya diminum secara teratur
No.
Nama Spesies
Nama ilmiah
Famili
Kegunaan
Bagian yang Digunakan Daun
20
Eupatorium odoratum L.f.
Asterceae
Obat luka luar
21
Lieur/tri wulan/ ki rinyuh Pulo sari
Alyxia reinwardtii BL.
Apocynaceae
Kulit
22
Sawi ireng
Brassica sp.
Brassicaeae
Obat kurang darah, lemas Obat demam
23
Sembung manis
Blumea balsamifera (L.) DC.
Asteraceae
Diare, demam
Daun
24
Sembung reungit
Blumea lacera DC.
Astreraceae
Penurun panas
Daun
25
Sempretan
Eupatorium inofolium H.B.K.
Asteraceae
Luka luar Jantung
Akar dan daun
26
Sintok
Entada spiralis Ridl.
Fabaceae
Pegal linu
Kulit
27
Stroberi gunung Rubus idaeus L.
Rosaceae
Buah
28
Suri pandak
Plantago major L.
Planfaginaceae
Buah muda : babal untuk obat diare Obat luka, kurang darah dan nyeri otot
29 30
Suruan Tepung otot
Piper cf. Caninum Bl. Stellaria saxatilis Buch-Ham
Piperaceae Lamiaceae
Obat Obat keseleo
Daun Seluruh bagian
Seluruh bagian
Seluruh bagian
Cara Penggunaan Daun dihaluskan lalu dilumurkan pada luka. Direbus dalam air dan diminum secara teratur. Daun dilumatkan dan di balurkan pada kening Diare: daun direbus dengan 3 gelas air sampai airnya tersisa 1,5 gelas, tambahkan madu, minum 3 kali sehari. Demam: direbus dengan 1 gelas air selama 15 menit, dinginkan, saring, lalu hasilnya diminum 2 kali sehari. Daun segar direbus dalam 3 gelas air, rebus hingga menjadi 1 ½ gelas minum 2x sehari. Dihaluskan dan ditambahkan air lalu airnya dioleskan Jantung : akar direbus lalu diminum 2x sehari Direbus dan airnya diminum secara teratur. Buah muda/babal direbus dan airnya diminum Direbus Luka : kulit dihaluskan kemudian dioleskan Direbus dan airny diminum Dihaluskan dan dibalurkan pada bagian tubuh yang keseleo