ETNOBOTANI MASYARAKAT SUKU MELAYU TRADISIONAL DI SEKITAR TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH: Studi Kasus Di Desa Rantau Langsat, Kec. Batang Gangsal, Kab. Indragiri Hulu, Provinsi Riau
IRZAL FAKHROZI
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
ETNOBOTANI MASYARAKAT SUKU MELAYU TRADISIONAL DI SEKITAR TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH: Studi Kasus Di Desa Rantau Langsat, Kec. Batang Gangsal, Kab. Indragiri Hulu, Provinsi Riau
IRZAL FAKHROZI
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
RINGKASAN IRZAL FAKHROZI. E34050634. Etnobotani Masyarakat Suku Melayu Tradisional di Sekitar Taman Nasional Bukit Tiga Puluh : Studi Kasus di Desa Rantau Langsat, Kec. Batang Gangsal, Kab. Indragiri Hulu, Provinsi Riau. Dibimbing oleh : AGUS HIKMAT dan MOH. HARYONO Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat suku Melayu Tradisional dalam pemanfaatan tumbuhan. Diharapkan dengan adanya pendokumentasian pengetahuan etnobotani suku Melayu Tradisional di TN. Bukit Tigapuluh, pengetahuan yang ada di masyarakat tidak hilang dan hasil dari penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai masukan bagi pemerintah daerah dalam kegiatan pengembangan sumberdaya hutan, khususnya berbagai spesies tumbuhan untuk kesejahteraan masyarakat berbasis pengetahuan/ kearifan lokal. Penelitian dilakukan melalui tiga tahapan yaitu studi pustaka, observasi lapang dan wawancara serta pengolahan dan analisis data. Dari penelitian yang dilakukan Masyarakat suku Melayu Tradisional memanfaatkan ± 266 spesies tumbuhan yang dikelompokkan ke dalam 94 famili tumbuhan. Pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat suku Melayu Tradisional yaitu tumbuhan pangan (73 spesies), penghasil getah dan damar (16 spesies), kayu bakar (5 spesies), bahan bangunan (47 spesies), penghasil tali, kerajinanan dan anyaman (22 spesies), tumbuhan obat (173 spesies), tumbuhan aromatik, penghasil racun dan zat warna (11 spesies), kegunaan adat (13 spesies), penghasil pakan (9 spesies) dan tumbuhan hias (18 spesies). Pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat suku Melayu Tradisional selain untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, hasil dari pengambilan hasil hutan dan kebun juga mereka perjual belikan. Untuk melindungi lingkungan, memanfaatkan, dan menjaga sumberdaya alam yang ada di desanya, pemerintah desa dan pemuka adat masyarakat membuat suatu peraturan desa tentang perlindungan dan pemanfaatan berkelanjutan sumberdaya alam Desa Rantau Langsat berdasarkan hukum adat. Kata kunci : Etnobotani, suku Melayu Tradisional, perlindungan, pemanfaatan
SUMMARY IRZAL FAKHROZI. E34050634. The Ethnobotany of Traditional Malayan Ethnic Surround Bukit Tiga Puluh National Park: Case study at Rantau Langsat Village, Batang Gangsal Subdistrict, Indragiri Hulu Regency, the Province of Riau. Under Supervision of : AGUS HIKMAT and MOH. HARYONO
The aims of this study are to identify the utilization of plants by Traditional Malayan ethnic in using the plants. By documenting the ethnobotany of Traditional Malayan ethnic, it is expected that the community’s knowledge concerning about the traditional usage of plants will not be lost. In addition, it can be input data for the local government in managing forest resources, especially in managing various species of plants for developing community’s welfare based on traditional knowledge and wisdom. The study was conducted through 3 stages: literature study, field observation and interviews, data processing and analysis. The result of the research showed that Traditional Malayan ethnic use ± 266 species of plants. Those plants are grouped into 94 families. The plants utilization of Traditional Malayan ethnic consists of food plants (73 species), sap and resin produced plants (16 species), firewood (5 species), building materials (47 species), rope and handicraft materials (22 species), medicinal plants (173 species), aromatic plants, toxic and coloring materials (11 species), cultural purposes (13 species), cattle feeding (9 species) and ornamental plants (18 species). The local people of Traditional Malayan ethnic use the plants products that they obtain from forest and garden not only for fulfilling their daily need but also for trading. The village government and the traditional community leader have issued customary low regarding protection and utilization of natural resources at Rantau Langsat village in order to keep the sustainability of the natural resources and conserve their environmental. Keywords: Etnobotany, Traditional Malayan ethnic, protection, utilization.
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Etnobotani Masyarakat Suku Melayu Tradisional di Sekitar Taman Nasional Bukit Tigapuluh: Studi Kasus di Desa Rantau Langsat, Kecamatan Batang Gangsal, Kab. Indragiri Hulu, Provinsi Riau” adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Desember 2009
Irzal Fakhrozi E34050634
Judul Penelitian : Etnobotani Masyarakat Suku Melayu Tradisional di Sekitar Taman Nasional Bukit Tigapuluh: Studi Kasus di Desa Rantau Langsat, Kecamatan Batang Gangsal, Kab. Indragiri Hulu, Provinsi Riau Nama
: Irzal Fakhrozi
NIM
: E34050634
Menyetujui: Pembimbing I,
Pembimbing II,
Dr. Ir. Agus Hikmat, M.Sc.F NIP. 196209181989031002
Ir. Moh. Haryono, M.Si NIP. 196401081990031002
Mengetahui: Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS NIP. 195809151984031003
Tanggal Lulus:
KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim, Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi yang berjudul “Etnobotani Masyarakat Suku Melayu Tradisional di Sekitar Taman Nasional Bukit Tigapuluh : Studi Kasus di Desa Rantau Langsat, Kec. Batang Gangsal, Kab. Indragiri Hulu, Provinsi Riau” disusun sebagai suatu syarat untuk memperoleh gelar sarjana bidang kehutanan di Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk mendokumentasikan pengetahuan etnobotani dan kearifan masyarakat suku Melayu Tradisional dalam pemanfaatan tumbuhan. Hal ini penting dilakukan karena masyarakat suku Melayu Tradisional merupakan salah satu suku yang ada di TN. Bukit Tigapuluh dan memanfaatkan tumbuhan dan ekosistem hutan yang ada di Bukit Tigapuluh. Diharapkan nantinya penulisan skripsi ini dapat dijadikan sebagai sumber data dan informasi bagi para pihak dalam kegiatan pengembangan sumberdaya hutan, upaya pembinaan dan pemberdayaan masyarakat suku Melayu Tradisional dan pelestarian tumbuhan khususnya berbagai spesies tumbuhan untuk kesejahteraan
masyarakat
dengan
berbasis
pengetahuan/
kearifan
lokal
masyarakat. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna, untuk itu dengan penuh kerendahan hati penulis mengharapkan saran-saran dan petunjuk serta kritik yang membangun.
Bogor, Desember 2009 Penulis
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sungai Manau, Provinsi Riau pada tanggal 26 Desember 1987. Merupakan anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Darman dan Ibu Raja Yurida. Pendidikan formal dimulai di SDN 003 Teluk Pinang-Riau tahun 1993-1999, SMPN 2 Tembilahan-Riau tahun 1999-2002 dan SMAN 2 Tembilahan tahun 2002-2005. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui Jalur Undangan Siswa Masuk IPB (USMI) pada tahun 2005. Pada Tahun 2006 penulis diterima sebagai mahasiswa Mayor Departeman Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB. Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di Himpunan Profesi (HIMAKOVA) dan organisasi mahasiswa daerah Riau (IKPMR-Bogor). Di Himakova penulis tergabung dalam Kelompok Pemerhati Gua – Hira dan Kelompok Pemerhati Herpetofauna-Python, penulis merupakan koordinator divisi pemetaan gua tahun 2007 -2008, Ketua Biro Pengembangan Sumberdaya Manusia HIMAKOVA periode 2007-2008. Di IKPMR-Bogor penulis merupakan Ketua bidang Kajian Strategis Daerah IKPMR-Bogor tahun 2007-2008, Anggota Badan Legislatif Organisasi IKPMR Bogor tahun 2008-sekarang, reporter majalah Dang Merdu IKPMR-Bogor 2007-sekarang. Selain di organisasi mahasiswa penulis juga pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Inventarisasi dan Pemantauan Tumbuhan, Metode Statistik, dan Konservasi Tumbuhan Obat tropika. Praktek Lapang Kehutanan yang pernah diikuti Penulis diantaranya Praktek Pengenalan Ekositem Hutan di Linggarjati-Indramayu (2007), Praktek Umum Konservasi Eksitu Jonggol- Kebun Raya Bogor (2008), Praktek Kerja Lapang Profesi di Taman Nasional Tesso Nilo (2009). Kegiatan lapang HIMAKOVA yang diikuti penulis diantaranya, Eksplorasi Flora, Fauna dan Ekowisata Indonesia di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi tahun 2007, Studi Konservasi
Lingkungan
(SURILI)
Himokava
IPB
di
Taman
Nasional
Bantimurung Bulusaraung (Sulawesi Selatan) tahun 2007 dan di Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (Kalimantan Barat) tahun 2008.
UCAPAN TERIMA KASIH Bismillahirrahmanirrahim, Alhamdulillahirobbilla’lamin, puji syukur kehadirat Allah SWT atas izin dan kemudahan dari-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Dengan segala kerendahan hati dan ketulusan, ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada: 1. Ibu dan Ayah tercinta, atas segala doa, kasih sayang, kesabaran, semangat serta segala dukungan dan pengorbanannya. 2. Bapak Dr. Ir. Agus Hikmat, MSc.F. dan Bapak Ir. Moh. Haryono, M.Si. atas bimbingan, arahan, waktu, kesabaran, dan saran yang telah diberikan kepada penulis dalam penyusunan dan penyelesaian skripsi ini. 3. Ibu Dra. Sri Rahayu, M.Si sebagai dosen penguji dari Departemen Manajemen Hutan, Bapak Dr. Ir. Wayan Darmawan, M.Sc sebagai dosen penguji dari Departemen Hasil Hutan, Bapak Dr. Ir. Omo Rusdiana, M.Sc sebagai dosen penguji dari Departemen Silvikultur yang telah menguji dan memberikan masukan dalam penyempurnaan skripsi ini. 4. Bapak dan Ibu Dosen Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan ilmu pengetahuan, wawasan, pengajaran dan bimbingan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan di IPB. 5. Kakakku Engla Syafrida S.Pd, Adik-adikku Metti Handayani dan Dara Arubi serta seluruh keluarga besar atas do’a, kasih sayang, dukungan dan motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini. 6. Kepala Balai Taman Nasional Bukit Tigapuluh beserta seluruh jajaran stafnya; Pak Lancar, Bang Hisan, Bang Ibram dan semuanya atas bantuannya selama penelitian dilaksanakan. 7. Keluarga besar bapak M. Nasir (Kepala Desa Rantau Langsat) atas semua bantuan dalam pengambilan data lapang, nasehat-nasehat, saran, izin, fasilitas tempat tinggal dan lainnya selama penelitian dilaksanakan. 8. Bapak Bustani (pendamping lapang) dan Seluruh masyarakat Desa Rantau Langsat yang memberikan bantuan dalam pengambilan data serta rasa kekeluargaan dan sambutan yang baik selama penulis melakukan penelitian.
9. Seluruh Staf Tata Usaha Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, atas bantuannya kepada penulis selama kuliah dan penyelesaian skripsi. 10. Bapak dan Ibu Guru SDN 03 Teluk Pinang, SMPN 1 Teluk Pinang, SMPN 2 Tembilahan, SMUN 2 Tembilahan Kab. Indragiri Hilir yang telah turut andil memberikan pendidikan, nasehat, saran dan arahan kepada penulis. 11. Keluarga Besar Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA) dan Kelompok Pemerhati Gua (KPG) Hira atas dukungan, kekeluargaan, canda, tawa, pengalaman, ilmu pengetahuan dan kebersamaan dalam pendidikan dan penyusunan skripsi. 12. Keluarga besar KSHE 42 (Tarsius 42) atas kebersamaan, tawa, canda, duka, dan pengalaman yang dilalui bersama-sama. 13. Kawan, sahabat dan saudara seperjuangan di Lab. Konservasi Tumbuhan Depertemen KSHE atas bantuan, kerjasama, motivasi, saran dan kebersamaan dengan penulis dalam penyelesaian skripsi ini. 14. Keluarga besar FAHUTAN IPB atas kebersamaan, pengalaman, tawa, canda, duka, dukungan, motivasi dan saran-saran kepada penulis. 15. Teman-teman seperantauan di IKPMR-Bogor atas kebersamaan, saran, dukungan dan masukan yang diberikan kepada penulis. 16. Teman-teman Asrama Putera dan Puteri Riau (Dang Merdu). 17. Teman-teman semasa sekolah di SD, SMP, dan SMA terimakasih atas kebersamaan dan pertemanan yang masih terjalin sampai saat ini. 18. Semua pihak yang membantu penulis dalam menyelesaikan kuliah, penelitian dan penulisan skripsi yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang secara langsung maupun tidak langsung memberikan kontribusi dan bantuannya. Semoga Allah SWT memberikan limpahan rahmat-Nya dan membalas kebaikan semua pihak yang telah membantu penulis, baik yang tersebutkan maupun yang tidak tersebutkan, Amin.
ix
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR .................................................................................... v DAFTAR ISI .................................................................................................
ix
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................
xi
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
xii
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN ........................................................................
1
1.1
Latar Belakang .....................................................................
1
1.2
Tujuan ..................................................................................
2
1.3
Manfaat ................................................................................
2
TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................
3
2.1
Etnobotani .............................................................................
3
2.1.1 Pengertian etnobotani .................................................
3
2.1.2 Ruang lingkup..............................................................
3
Pemanfaatan Tumbuhan .....................................................
4
2.2.1 Tumbuhan obat ............................................................
4
2.2.2 Tumbuhan penghasil pangan .......................................
5
2.2.3 Tumbuhan penghasil pakan ternak ..............................
5
2.2.4 Tumbuhan hias ............................................................
5
2.2.5 Tumbuhan penghasil zat warna ...................................
5
2.2.6 Tumbuhan aromatik .....................................................
6
2.2
2.2.7 Tumbuhan penghasil pestisida alami dan bahan beracun .......................................................................
6
2.2.8 Tumbuhan untuk kegunaan adat .................................
7
2.2.9 Tumbuhan penghasil kayu bakar ................................
7
2.2.10 Tumbuhan penghasil tali, anyaman dan kerajinan .....
8
2.3
Masyarakat Tradisional dan Sistem Pengetahuannya
........
8
2.4
Taman Nasional ...................................................................
11
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................
13
3.1
Lokasi dan Waktu Penelitian ...............................................
13
x 3.2
Bahan dan Alat ....................................................................
13
3.2.1 Bahan ...........................................................................
13
3.2.2 Alat ..............................................................................
13
3.3
Kerangka Pemikiran Penelitian ............................................
13
3.4
Jenis Data ...............................................................................
15
3.4.1 Data primer ..................................................................
15
3.4.2 Data sekunder ..............................................................
15
3.5
Metode Pengumpulan Data ...................................................
15
3.6
Metode Analisis Data ..........................................................
16
3.6.1 Klasifikasi penggunaan tumbuhan...............................
16
3.6.2 Persentase habitus ........................................................
17
3.6.3 Persentase bagian yang dimanfaatkan .........................
17
3.6.4 Tingkat kegunaan tumbuhan .......................................
17
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN ..............................
18
BAB V
4.1
Keadaan Fisik Kawasan ........................................................
18
4.2
Sejarah Penetapan ................................................................
19
4.3
Flora, Fauna dan Potensi Ekowisata ......................................
20
4.4
Kondisi Sosial Budaya Suku Melayu Tradisional di Desa Rantau Langsat .........................................................
22
4.4.1 Desa Rantau Langsat ....................................................
22
4.4.2 Sejarah ..........................................................................
23
4.4.3 Budaya dan agama ........................................................
23
4.4.4 Perladangan berpindah .................................................
23
4.4.5 Perdagangan..................................................................
24
HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................
24
5.1
Pemanfaatan Keanekaragaman Tumbuhan ..........................
24
5.2
Pemanfaatan Tumbuhan Berdasarkan Habitus ....................
28
5.3
Pemanfaatan Tumbuhan Berguna Berdasarkan Asal Tumbuhan......................................................................
5.4
28
Pemanfaatan Tumbuhan Berdasarkan Kelompok Kegunaan ...............................................................................
29
5.4.1 Tumbuhan penghasil pangan.......................................
30
xi 5.4.2 Tumbuhan untuk kayu bakar .......................................
31
5.4.3 Tumbuhan penghasil getah/ damar ............................
32
5.4.4 Tumbuhan obat............................................................
33
5.4.5 Tumbuhan untuk bahan bangunan ..............................
36
5.4.6 Tumbuhan penghasil tali, bahan anyaman dan kerajinan .....................................................................
39
5.4.7 Tumbuhan untuk kegunaan adat ................................
40
5.4.8 Tumbuhan pakan ternak ..............................................
41
5.4.9
5.5
Tumbuhan penghasil zat warna, aromatik dan racun ...........................................................................
42
5.4.10 Tumbuhan hias ............................................................
42
Tingkat Kegunaan Tumbuhaan oleh Masyarakat Suku Melayu Tradisional ......................................................
5.6
44
Kearifan dan Praktek Konservasi Suku Melayu Tradisional .............................................................................
46
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN .....................................................
50
6.1
Kesimpulan ...........................................................................
50
6.2
Saran ....................................................................................
50
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................
51
LAMPIRAN ..................................................................................................
54
xii
DAFTAR TABEL No.
Halaman
1
Tahapan penelitian.....................................................................................
16
2
Potensi objek wisata Taman Nasional Bukit Tigapuluh ..........................
22
3
Kelompok pemanfaatan tumbuhan oleh suku Melayu Tradisional ...........
27
4
Tumbuhan penghasil pangan .....................................................................
31
5
Tumbuhan kayu bakar ...............................................................................
32
6
Tumbuhan penghasil getah/ damar ............................................................
33
7
Tumbuhan obat ..........................................................................................
34
8
Tumbuhan untuk rumah permanen ............................................................
37
9
Tumbuhan untuk pondok kebun atau ladang.............................................
38
10 Tumbuhan untuk anyaman dan kerajinan ..................................................
39
11 Tumbuhan untuk kegunaan adat ................................................................
41
12 Tumbuhan untuk pakan ternak ..................................................................
41
13 Tumbuhan penghasil zat warna, aromatik dan racun ................................
42
14 Tumbuhan hias ..........................................................................................
43
15 Tingkat kegunaan spesies tumbuhan .........................................................
45
xiii
DAFTAR GAMBAR No. 1
Halaman Alur penelitian kajian etnobotani masyarakat suku Melayu Tradisional ................................................................................................
14
2
Peta Taman Nasional Bukit Tigapuluh ...................................................
18
3
Jumlah spesies dan famili tumbuhan berguna ...........................................
27
4
Persentase pemanfaatan tumbuhan berdasarkan habitus ...........................
28
5
Persentase pemanfaatan tumbuhan berdasarkan asal tumbuhan ...............
29
6
Tumbuhan penghasil pangan .....................................................................
30
7
Persentase pemanfaatan tumbuhan sebagai bahan pangan pada tingkat habitus ...........................................................................................
30
8
Kayu Bakar ................................................................................................
32
9
Tumbuhan penghasil getah/ damar ............................................................
33
10 Spesies tumbuhan obat ..............................................................................
34
11 Grafik pemanfaatan bagian tumbuhan obat ...............................................
35
12 Persentase pemanfaatan tumbuhan obat pada tingkat habitus ...................
35
13 Bangunan pondok ladang dan kebun .........................................................
38
14 Kerajinan dan anyaman .............................................................................
40
15 Tumbuhan hias ..........................................................................................
43
16 Jernang .......................................................................................................
46
xiv
DAFTAR LAMPIRAN No. 1
Halaman Spesies tumbuhan berguna di suku Melayu Tradisional di Desa Rantau Langsat ..........................................................................................
2
Pemanfaatan tumbuhan obat oleh masyarakat suku Melayu Tradisional di Desa Rantau Langsat ............................................................................
3
68
Pemanfaatan tumbuhan untuk bahan bangunan oleh masyarakat suku Melayu Tradisional di Desa Rantau Langsat ....................................
5
62
Pemanfaatan tumbuhan penghasil tali, kerajinan, dan anyaman oleh masyarakat suku Melayu Tradisional di Desa Rantau Langsat .........
4
55
69
Pemanfaatan tumbuhan penghasil zat warna, aromatik, dan racun pada masyarakat suku Melayu Tradisional di Desa Rantau Langsat ......................................................................................................
6
Pemanfaatan tumbuhan penghasil pangan pada masyarakat suku Melayu Tradisional di Desa Rantau Langsat .............................................
7
72
Pemanfaatan tumbuhan penghasil getah/ damar pada masyarakat suku Melayu Tradisional di Desa Rantau Langsat ....................................
8
71
76
Pemanfaatan tumbuhan hias pada masyarakat suku Melayu Tradisional di Desa Rantau Langsat ..........................................................
77
Kutipan Peraturan Desa No. 1 Desa Rantau Langsat ................................
78
10 Daftar nama responden ..............................................................................
84
11 Daftar kuisioner wawancara kajian etnobotani di TNBT ..........................
85
9
1
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Etnobotani merupakan ilmu botani mengenai pemanfaatan tumbuh-
tumbuhan dalam hal pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan adat istiadat suku bangsa. Indonesia yang dikenal sebagai Negara mega diversity tidak hanya kaya akan keanekaragaman flora, fauna dan ekosistemnya tetapi juga memiliki keanekaragaman suku/ etnis dengan pengetahuan tradisional dan budaya yang berbeda dan unik tersebar dari sabang hingga merauke. Pengetahuan tradisional yang dimiliki setiap suku/ etnis diwariskan turun temurun antar generasi. Pengetahuan tradisional yang merupakan unsur budaya muncul dari pengalaman-pengalaman individu disebabkan adanya interaksi dengan lingkungan. Dengan pengetahuan yang dimiliki, mereka beradaptasi dengan lingkungannya. Pengetahuan tradisional yang ada di masyarakat memiliki nilai-nilai kearifan masyarakat dalam hal menjaga lingkungannya. Cara hidup manusia terkait dengan upaya pemenuhan kebutuhan harian. Dengan kemampuan adaptasinya, manusia akan berusaha memuaskan diri dan keinginannya sesuai dengan ketersediaan sumberdaya yang ada di sekitarnya. Interaksi yang sangat kuat dan lama antara manusia dengan lingkungannya akan memunculkan suatu budaya lokal yang sesuai dengan lingkungannya. Kajian terhadap pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat tradisional atau etnobotani penting dilakukan agar pengetahuan kearifan mereka dalam pemanfaatan tumbuhan tersebut tidak hilang ditelan arus modernisasi. Diharapkan kedepannya pemanfaatan sumberdaya hutan secara lestari oleh masyarakat tradisional dapat dijadikan inspirasi penerapan dan pengelolaan hutan di Indonesia Konservasi
tidak
hanya
mencakup
perlindungan
dan
pengawetan
sumberdaya hayati yang ada tetapi juga mencakup pemanfaatan sumberdaya hayati dengan prinsip kelestarian. Praktek konservasi sangat erat kaitannya dengan kehidupan banyak suku tradisional di Indonesia, mereka memanfaatkan, melindungi serta menjaga sumberdaya alam hayati yang ada di hutan sekitar tampat tinggal mereka. Hutan merupakan sumber kehidupan mereka baik sebagai sumber pangan, pakan ternak, obat-obatan, dan sebagainya. Oleh karena itu
2
kelestarian hutan merupakan hal yang mesti mereka jaga agar kehidupan mereka dapat berkelanjutan. TN. Bukit Tiga Puluh (TNBT) merupakan Taman Nasional yang terdapat di Provinsi Riau dan Provinsi Jambi. Di dalam kawasan TNBT dan di sekitarnya hidup masyarakat asli yakni suku Kubu (nomaden), suku Melayu Tradisional/ Melayu Tua dan suku Talang Mamak. Masyarakat tersebut ada jauh sebelum kawasan ini ditetapkan sebagai salah satu kawasan konservasi. Keberadaan mereka di kawasan TNBT dengan kearifan lokal yang dimiliki dalam menjaga, melindungi, memanfaatkan secara lestari hutan merupakan keunggulan tersendiri yang dimiliki untuk dipelajari, dikembangkan dan dilestarikan.
1.2
Tujuan Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui pemanfaatan
tumbuhan oleh masyarakat suku Melayu Tradisional.
1.3
Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai sumber data dan
informasi bagi para pihak, khususnya Balai TNBT dan Pemerintah Daerah dalam kegiatan pengembangan sumberdaya hutan, upaya pembinaan dan pemberdayaan masyarakat suku Melayu Tradisional untuk kesejahteraan masyarakat dengan berbasis pengetahuan/ kearifan lokal masyarakat dalam pemanfaatan tumbuhan.
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Etnobotani
2.1.1 Pengertian etnobotani Etnobotani menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah ilmu botani mengenai pemanfaatan tumbuh-tumbuhan dalam keperluan kehidupan sehari-hari dan adat suku bangsa. Etnobotani berasal dari dua kata yunani yaitu Ethnos dan botany. Etno berasal dari kata ethnos yang berarti memberi ciri pada kelompok dari suatu populasi dengan latar belakang yang sama baik dari adat istiadat, karekteristik, bahasa dan sejarahnya, sedangkan botani adalah ilmu yang mempelajari tentang tumbuhan. Dengan demikian etnobotani berarti kajian interaksi antara manusia dengan tumbuhan atau dapat diartikan sebagai studi mengenai pemanfaatan tumbuhan pada suatu budaya tertentu (Martin 1998). 2.1.2 Ruang lingkup Etnobotani adalah cabang ilmu pengetahuan yang mendalami tentang persepsi dan konsepsi masyarakat tentang sumber daya nabati di lingkungannya. Dalam hal ini adalah upaya untuk mempelajari kelompok masyarakat dalam mengatur sistem pengetahuan anggotanya menghadapi tetumbuhan dalam lingkungannya, yang digunakan tidak saja untuk keperluan ekonomi tetapi juga untuk keperluan spiritual dan nilai budaya lainnya. Dengan demikian termasuk kedalamnya adalah pemanfaatan tumbuhan oleh penduduk setempat atau suku bangsa tertentu. Pemanfaatan yang dimaksud disini adalah pemanfaatan baik sebagai bahan obat, sumber pangan, dan sumber kebutuhan hidup manusia lainnya. Sedangkan disiplin ilmu lainnya yang terkait dalam penelitian etnobotani adalah antara lain linguistik, anthropologi, sejarah, pertanian, kedokteran, farmasi dan lingkungan (Suwahyono 1992). Terdapat empat usaha utama yang berkaitan erat dengan etnobotani, yaitu: 1) pendokumentasian pengetahuan etnobotani tradisional; 2) penilaian kuantitatif tentang pemanfaatan dan pengelolaan sumber-sumber botani; 3) pendugaan tentang keuntungan yang dapat diperoleh dari tumbuhan, untuk keperluan sendiri maupun untuk tujuan komersial; dan 4) proyek yang bermanfaat untuk
4
memaksimumkan nilai yang dapat diperoleh masyarakat lokal dari pengetahuan ekologi dan sumber-sumber ekologi (Martin 1998). 2.2
Pemanfaatan Tumbuhan Tumbuhan adalah semua jenis sumber daya alam nabati, baik yang hidup
di darat maupun di air (Pasal 1 ayat 4 UU No.05 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya). Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 08 tahun 1999 tentang pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar bertujuan agar jenis tumbuhan dan satwa liar dapat didayagunakan secara lestari untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar dilakukan dengan mengendalikan pendayagunaan jenis tumbuhan dan satwaliar atau bagian-bagiannya serta hasil dari padanya dengan tetap menjaga keanekaragaman dan keseimbangan ekosistem. Berdasarkan pemanfaatannya, tumbuhan di Indonesia dapat dibagi menjadi beberapa kegunaan antara lain sebagai bahan pangan, sandang, obat-obatan dan kosmetika, papan dan peralatan rumah tangga, tali temali dan anyaman, pewarna dan pelengkap upacara adat atau ritual serta kegiatan sosial (Walujo, Riswan, dan Rahayu 1989) diacu dalam (Soekarman 1992). 2.2.1 Tumbuhan obat Menurut Departeman Kesahatan RI dalam surat keputusan Menteri Kesehatan No.149/SK/Menkes/IV/1978 disebutkan bahwa tumbuhan obat adalah tanaman/bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan obat tradisional atau jamu, atau sebagai bahan pemula bahan baku obat (prokursor), atau tanaman yang diekstraksi dan ekstrak tanaman tersebut digunakan sebagai obat (Kartikawati 2004). Menurut Zuhud (2004) tumbuhan obat adalah seluruh spesies tumbuhan yang diketahui mempunyai khasiat obat, yang dikelompokkan menjadi: 1.
Tumbuhan obat tradisonal, yaitu spesies tumbuhan yang diketahui atau dipercaya masyarakat mempunyai khasiat obat dan telah digunakan sebagai bahan baku obat tradisional.
5
2.
Tumbuhan obat modern, yaitu spesies tumbuhan yang secara ilmiah telah dibuktikan mengandung senyawa atau bahan bioaktif dan penggunaannya dapat dipertanggungjawabkan secara medis.
3.
Tumbuhan obat potensial, yaitu spesies tumbuhan yang diduga mengandung senyawa atau bahan bioaktif yang berkhasiat obat tetapi belum secara ilmiah atau penggunaanya sebagai bahan obat tradisional sulit ditelusuri.
2.2.2 Tumbuhan penghasil pangan Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, tumbuhan pangan adalah segala sesuatu yang tumbuh, hidup, berbatang, berakar, berdaun, dan dapat dimakan atau dikonsumsi oleh manusia. Bahan pangan yang dimaksud adalah makanan pokok, tambahan, minuman, bumbu masakan, dan rempah-rempah (Saepuddin 2005). 2.2.3 Tumbuhan penghasil pakan ternak Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, tumbuhan pakan adalah segala sesuatu yang tumbuh, hidup, berbatang, berakar, berdaun, dan dapat dimakan atau dikonsumsi oleh hewan (ternak). Tumbuhan yang digunakan untuk bahan pakan ternak misalnya dengan memangkas daun/ dahan dari tumbuhan lalu diberikan pada ternak yang dipelihara di dalam kandang maupun yang diikat/ sistem gembala. Bagian tumbuhan tersebut ada yang dilayukan terlebih dahulu baru atau setelah dipangkas langsung diberikan pada ternak peliharaan. 2.2.4 Tumbuhan hias Tanaman hias merupakan salah satu komoditi holtikultura non pangan yang digolongkan holtikultur.
Dalam
kehidupan
sehari-hari, komoditas
ini
dibudidayakan dan dinikmati keindahannya (Arafah 2005). 2.2.5 Tumbuhan penghasil zat warna Di Indonesia penggunaan tumbuhan sudah lama dilakukan. Tidak dapat dipungkiri bahwa tetumbuhan merupakan sumber utama yang dipakai orang Madura dan suku-suku bangsa Indonesia lainnya untuk meramu dan menemukan serta menciptakan bahan pewarna lainnya. Proses peramuan zat warna ini adalah kejelian nenek moyang dalam menggali dan memanfaatkan semaksimum mungkin sumber daya alam nabati (tumbuhan) yang ada. Tumbuhan pewarna digunakan untuk pewarna pakaian, riasan wajah ataupun masakan untuk
6
menambah daya tarik masakan tersebut. Tumbuhan yang digunakan untuk pewarna diantaranya kunyit (Curcuma domestica) untuk warna kuning, daun suji (Pleomele angustifolia) untuk warna hijau, siwalan (Borassus sundaicus) untuk warna coklat dan sebagainya (Rifai 1992). 2.2.6 Tumbuhan aromatik Tumbuhan aromatik dapat juga disebut tumbuhan penghasil minyak atsiri. Tumbuhan penghasil minyak atsiri memiliki ciri bau dan aroma karena fungsinya yang paling luas dan umum diminati adalah sebagai pengharum, baik sebagai parfum, kosmetik, pengharum ruangan, pengharum sabun, pasta gigi, pemberi rasa pada makanan maupun pada produk rumah tangga lainnya. Minyak atsiri dapat diperoleh dengan cara mengekstraksi atau penyulingan dari bagaian-bagian tumbuhan (Kartikawati 2004). Menurut Heyne (1987) tumbuhan yang menghasilkan minyak atsiri adalah dari family Poaceae, misalnya akar wangi (Polygala paniculata); Lauraceae misalnya kulit kayu manis (Cinnamomum burmanii); Zingiberaceae, misalnya jahe (Zingeber officinale); Piperaceae misalnya sirih (Piper batle); Santelaceae misalnya cendana (Santalum album); Annonacea misalnya kenanga (Cananga odorata) dan sebagainya. 2.2.7 Tumbuhan penghasil pestisida alami dan bahan racun Pestisida nabati adalah bahan aktif tunggal atau majemuk yang berasal dari tumbuhan yang digunakan untuk mengendalikan organisme pengganggu tumbuhan. Pestisida nabati ini dapat berfungsi sebagai penolak, penarik, antifertilitas (pemandul), pembunuh dan bentuk lainnya. Secara umum pestisida nabati diartikan sebagai suatu pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan yang relatif mudah dibuat dengan kemampuan dan pengetahuan yang terbatas (Arafah 2005). Berbagai racun yang dihasilkan oleh tumbuhan digunakan antara lain untuk keperluan berburu, meracun umpan binatang, racun ikan dan hama, malah untuk pembalas dendam tempo dulu dan sebagainya. Pemakaiannya ada yang secara tunggal atau campuran dari dua atau lebih macam racun. Setiap tumbuhan yang menghasilkan racun memiliki kadar racun yang berbeda-beda, mulai dari yang
7
menyebabkan peradangan kulit hingga merusak anggota-anggota tubuh bagian dalam yang mematikan (Hamid 1992). 2.2.8 Tumbuhan untuk kegunaan adat Pengetahuan-pengetahuan tentang tumbuhan yang dimiliki oleh masyarakat, ada yang bersifat magis dan spiritual. Demikian pula mengenai pemanfaatannya banyak ragamnya. Pemanfaatan tumbuhan dalam upacara-upacara adat berbedabeda tergantung pada pengetahuan masyarakat dan tradisi etnis/suku yang bersangkutan. Pemanfaatan tumbuhan tidak hanya sebatas untuk upacara adat saja akan tetapi ada juga jenis-jenis pohon-pohon keramat yang menurut masyarakat lokal mengandung kekuatan magis dan spritual yang dihuni oleh roh-roh halus atau leluhur mereka. Menurut Kartiwa (1992) ciri-ciri tanaman yang dipakai dalam upacara terpilih diantaranya : 1.
Sifat-sifat dari tumbuhan tertentu, khususnya bunga dihubungkan sifat feminim, ini sering kali diberikan dalam upacara pemberian nama kepada anak perumpuan, diberi nama antara lain : Dahlia, Mawar, Lili dan Melati.
2.
Sifat tumbuhan dan nama tanaman yang diasosiasikan dengan kata-kata yang mengandung nilai baik, misalnya dalam upacara perkawinan di Jawa. Contohnya : Janur (Lambang keagungan, seseorang yang menempuh hidup baru mempunyai nilai yang agung).
3.
Dalam berbagai upacara bentuk keindahan dengan lambang warna-warni dari tumbuhan yang dipergunakan seperti merah yang berarti berani, putih berarti kesucian dan kuning yang melambangkan keagungan.
4.
Ada tumbuhan karena sifat kegunaannya: mengandung zat yang kaitannya dengan kesehatan atau penolak malapetaka.
5.
Tanaman yang dipergunakan sebagai pengharum dan bumbu-bumbu untuk pengawetan (upacara kematian di Toraja).
2.2.9 Tumbuhan penghasil kayu bakar Menurut Sutarno (1996) diacu dalam Arafah (2005), jenis pohon yang ditujukan untuk pemenuhan kayu bakar harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Beradaptasi pada rentangan kondisi lingkungan yang luas
8
b. Pertumbuhan cepat, volume hasil kayu maksimal tercapai dalam waktu yang singkat c. Tidak merusak tanah dan menjaga kesuburannya d. Tahan penyakit dan hama e. Pengelolaannya singkat waktunya f. Tahan terhadap kekeringan dan toleran terhadap iklim yang lain g. Pertumbuhan tajuk baik, siap tumbuh pertunasan yang baru h. Memiliki manfaat lain yang menguntungkan petani i. Menghasilkan percabangan dengan diameter yang cukup kecil untuk dipotong dengan peralatan tangan dan mudah pengangkutannya j. Menghasilkan kayu yang mudah dibelah k. Kadar air rendah dan relatif cepat dikeringkan l. Menghasilkan sedikit asap dan tidak beracun apabila dibakar m. Tidak memercikkan api dan cukup aman apabila dibakar n. Menghasilkan kayu yang padat dan lebih lama dibakar. 2.2.10 Tumbuhan penghasil tali, anyaman dan kerajinan Tumbuhan penghasil tali, anyaman, dan kerajinan adalah tumbuhan yang biasa digunakan untuk membuat tali, anyaman maupun kerajinan. Masyarakat Indonesia telah menggunakan tumbuhan sebagai bahan tali temali dan teknologi pasak sebagai contoh adalah bangunan-banguan rumah adat di Indonesia yang tidak menggunakan paku tetapi menggunakan pasak dan tali temali untuk mengokohkan bangunan tersebut, pembuatan kapal pinisi dan lain sebagainya. Kepandaian anyam menganyam tidak sekedar menciptakan motif tetapi yang lebih penting adalah penciptaan barang atau alat, baik untuk pembawa atau wadah (Waluyo 1992). 2.3
Masyarakat Tradisional dan Sistem Pengetahuannya Sistem pengetahuan yang merupakan salah satu unsur kebudayaan muncul
dari pengalaman-pengalaman individu yang disebabkan oleh adanya interaksi diantara
mereka
dalam
menanggapi
lingkungannya.
Pengalaman
itu
diabstraksikan menjadi konsep-konsep, pendirian-pendirian, dan pedomanpedoman tingkah laku bermasyarakat (Adimihardja 1996).
9
Pengetahuan merupakan kapasitas
manusia
untuk
memahami
dan
menginterpretasikan baik hasil pengamatan maupun pengalaman, sehingga bisa digunakan untuk meramal atau sebagai dasar pertimbangan dalam pengambilan keputusan (Kartikawati 2004). Istilah traditional knowledge atau pengetahuan tradisional mencakup pengetahuan, inovasi, praktek masyarakat adat dan komunitas lokal dalam kehidupan mereka. Pengetahuan tradisional telah berkembang sejak berabad-abad, diwariskan dari generasi selanjutnya secara lisan dan beradaptasi dengan budaya setempat dalam bentuk cerita, lagu, dongeng, nilai budaya, kepercayaan, ritual, adat, bahasa, dan praktek pertanian ( Plotkin 1991; Adimihardja 1996) Secara bahasa, tradisi berarti adat kebiasaan yang turun temurun (dari nenek moyang) yang masih dijalankan masyarakat atau adat yang telah lama dijalankan dan dipengaruhi oleh hukum yang tidak tertulis. Sedangkan tradisional berarti bersifat adat kebiasaaan yang turun temurun. Pengetahuan ini merupakan hasil kreativitas dan uji coba secara terus menerus dengan melibatkan inovasi internal dan pengaruh eksternal dalam usaha menyesuaikan dengan kondisi baru (Adimihardja 1996). Wiratno (2004) menyatakan bahwa karekteristik yang agak jelas dari masyarakat tradisional adalah bahwa mereka masih menjaga tradisi peninggalan nenek moyangnya, baik dalam hal aturan hubungan antar manusia maupun dengan alam sekitarnya yang mengutamakan keselarasan dan keharmonisan. Ciri lain yang menonjol dari masyarakat ini adalah tingginya adaptasi sosial budaya serta releginya dengan mekanisme alam dan sekitarnya. Karenanya, mereka juga bukan manusia yang statis, karena sistem pengetahuan mereka juga berkembang selaras dengan dinamika permasalahan serta faktor-faktor eksternal lain yang mereka hadapi. Masyarakat tradisonal adalah komonitas yang dinamis yang berubah dari waktu ke waktu sebagai suatu proses adaptasi sesuai dengan perubahan yang terjadi pada lingkungan lokalnya. Sumber perubahan ini biasanya berupa masuknya pengaruh dari luar, tetapi juga bisa muncul dari dalam masyarakat itu sendiri. Persoalannya adalah apabila pengaruh unsur-unsur luar (lebih tepat disebut: gelombang intervensi) menjadi sedemikan besar sehingga nilai-nilai dan
10
pranata-pranata sosial (adat) tidak mampu lagi mengakomodasikan nilai-nilai dan pranata sosial yang baru yang datang dari luar dalam suatu proses transformasi yang sehat (Nababan 1995). Pengetahuan masyarakat lokal tentang lingkungannya berkembang dari pengalaman sehari-hari. Dari sistem pengetahuan ini kebudayaan mereka terus beradapatasi dan berkembang agar mampu menjawab persoalan-persoalan yang muncul. Berbagai tradisi, upacara adat, dan tindakan sehari-hari mereka mengandung makna yang dalam atas hubungan mereka dengan lingkungannya. Konservasi tradisional, yang didasari nilai-nilai dan kearifan lingkungan, terbukti mampu mempertahankan kehidupan mereka selama berabad-abad di lingkungan lokal mereka hidup. Hal ini menjadi sangat relevan dan penting diungkapkan ditengah pergulatan kita mencari pemecahan atas persoalan-persoalan lingkungan, khususnya kerusakan sumber daya alam, yang muncul sebagai dampak pembangunan yang beorientasi pada pertumbuhan ekonomi (Nababan 1995). Prinsip-prinsip konservasi yang telah mengkristal dalam berbagai bentuk kearifan tradisional, telah mengakar dan berkembang pada berbagai bentuk praktek yang diterapkan masyarakat tersebut. Kaidah-kaidah konservasi alam diadaptasi dari pengalaman mereka menyelaraskan diri dengan alam. Pengalamanpengalaman tersebut kemudian dihimpun dan disebarluaskan kepada seluruh anggota
masyarakat
untuk
dijadikan
pedoman
dan
bagi
pelanggarnya
diberlakukan sanksi, sehingga lama kelamaan menjadi tradisi dan tata nilai kehidupan mereka (Wiratno 2004). Menurut Nababan (1995) kebudayaan-kebudayaan tradisional, khususnya dalam hal pengelolaan sumberdaya alam secara tradisional telah memiliki prinsipprinsip konservasi diantaranya: 1.
Rasa hormat yang mendorong keselarasan (harmoni) hubungan manusia dengan alam sekitarnya. Dalam hal ini masyarakat tradisional lebih condong memandang dirinya sebagai bagaian dari alam itu sendiri.
2.
Rasa memiliki yang esklusif bagi komonitas atas suatu kawasan atau sumberdaya alam tertentu sebagai hak kepemilikan bersama (communal property resource). Rasa memiliki ini mengikat semua warga untuk menjaga dan mengamankan sumberdaya bersama ini dari pihak luar.
11
3.
Sistem pengetahuan masyarakat setempat (local knowledge system) yang memberikan kemampuan kepada masyarakat untuk memecahkan masalahmasalah yang mereka hadapi dalam memanfaatkan sumberdaya alam yang terbatas.
4.
Daya adaptasi dalam penggunaan teknologi sederhana yang tepat guna dan hemat (include) energi sesuai dengan kondisi alam setempat.
5.
Sistem alokasi dan penegakan aturan-aturan adat yang bisa mengamankan sumberdaya milik bersama dari penggunaan berlebihan, baik oleh masyarakat sendiri maupun masyarakat luar (pendatang). Dalam hal ini masyarakat tradisional sudah memiliki pranata dan hukum adat yang mengatur semua aspek kehidupan bermasyarakat dalam suatu kesatuan sosial tertentu
6.
Mekanisme pemerataan (distribusi) hasil “panen” atas sumberdaya milik bersama yang dapat mencegah munculnya kesenjangan berlebih di dalam masyarakat tradisional. Tidak adanya kecemburuan atau kemarahan sosial akan mencegah pencurian atau penggunaan sumberdaya di luar aturan adat yang berlaku.
2.4
Taman Nasional Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 68 tahun 1998
tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam disebutkan bahwa kawasan Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk keperluan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk keperluan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budaya, pariwisata, dan rekreasi (Pasal 1 ayat 14 UU No.05 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya). Berdasarkan sistem zonasi pengelolaannya Kawasan Taman Nasional dapat dibagi atas : a. Zona inti b. Zona pemanfaatan
12
c. Zona rimba dan atau zona lain yang ditetapkan Menteri berdasarkan kebutuhan pelestarian sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Pemanfaatan oleh masyarakat lokal/ tradisional diizinkan pada zona selain zona inti asalkan pemanfaatan yang dilakukan tidak mengeksploitasi sumberdaya alam yang ada di Taman Nasional secara berlebih.
13
BAB III METODE PENELITIAN 3.1
Lokasi dan Waktu penelitian Penelitian dilakukan di Desa Rantau Langsat, Kec. Batang Gangsal, Kab.
Indragiri Hulu, Provinsi Riau dan Taman Nasional Bukit Tigapuluh, Provinsi Riau. Waktu penelitian dilaksanakan selama 2 bulan yaitu bulan Juni – Juli 2009. 3.2
Bahan dan Alat
3.2.1 Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: dokumen atau laporan yang telah dilakukan oleh pihak BTNBT maupun instansi lain, alkohol 70%, kertas koran, kertas label nama, tali plastik, sampel tumbuhan, plastik, 3.2.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: Peta kerja, alat tulis, kamera, tape recorder, kalkulator, golok/parang, daftar pertanyaan responden dan komputer beserta perlengkapannya. 3.3
Kerangka Pemikiran Penelitian Perhatian terhadap masyarakat adat pada KTT Bumi di Rio de Jeneiro tahun
1992 telah memunculkan wacana tentang “konservasi tradisional” yang berlandaskan kearifan budaya tradisional (traditional wisdom). Pengertian tersebut, meliputi praktik-praktik pemanfaatan sumberdaya alam oleh masyarakat adat, masyarakat lokal dan/atau masyarakat tradisional yang masih terikat pada pranata-pranata asli yang menyatu dalam kesahariannya hidupnya. Kajian etnobotani masyarakat sekitar atau yang tinggal di dalam kawasan hutan masih dirasa kurang. Ilmu atau pengetahuan yang didasarkan pada pengalaman bertahun-tahun berinteraksi dengan komunitas tumbuhan hutan sebagai sarana pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari yang diturunkan dari generasi ke generasi. Ilmu atau pengetahuan masyarakat sekitar kawasan hutan tentang pemanfaatan potensi tumbuhan yang ada di hutan, sekarang terancam hilang karena pengaruh globalisasi. Perubahan ini dapat terlihat dari perubahan pola hidup pada masyarakat tradisional.
Pengetahuan tentang pemanfaatan
14
tumbuhan secara arif dan bijaksana oleh masyarakat Suku Melayu Tradisional di era globalisasi ini sangat penting.
Suku Melayu Tradisional TNBT Memiliki potensi etnobotani yang perlu didokumentasikan
Penelitian
Teknik Pengumpulan Data Studi Pustaka Observasi Lapang/ Wawancara
Informasi Etnobotani Pemanfaatan tumbuhan Kegunaan/ persepsi masyarakat Bagian tumbuhan yang digunakan Budidaya tumbuhan dan pemanenan
Identifikasi spesies Tumbuhan Informasi nama tumbuhan yang digunakan Pembuatan Herbarium
Karakteristik Masyarakat Sejarah dan budaya Demografi Pendidikan Sistem sosial Sistem penggunaan lahan Mata pencaharian
Analisis Data
Luaran Terdokumentasinya pengetahuan etnobotani masyarakat Suku Melayu Tradisional
Gambar 1. Alur penelitian kajian etnobotani masyarakat Suku Melayu Tradisonal
15
3.4
Jenis Data
3.4.1 Data primer Data primer yang diperlukan antara lain: a) Karakteristik masyarakat asli yang ada (budaya, jumlah penduduk, jumlah KK struktur kemasyarakatan, mata pencaharian dan pendidikan). b) Kajian pemanfaatan tumbuhan (etnobotani) baik sebagai bahan bangunan, obat tradisional, pangan, parfum/ kosmetik, rempah-rempah, bahan pewarna, upacara adat dan lain-lain (spesies, bagian tumbuhan, habitus, khasiat/kegunaan). c) Upaya pelestarian sumberdaya hutan/ praktek konservasi masyarakat Suku Melayu Tradisional. 3.4.2 Data sekunder Data sekunder merupakan data penunjang berupa sejarah suku, kondisi wilayah, sosial ekonomi masyarakat dan karakteristiknya melalui literatur, studi pustaka dan monografi desa. 3.5
Metode Pengumpulan Data Data dikumpulkan melalui tiga tahapan yakni kajian literatur/ studi pustaka,
survey dan pengambilan data lapang serta pengolahan dan analisis data. Adapun data yang diambil dikelompokkan menjadi dua kelompok data yakni data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan melalui wawancara semi terstruktur dengan menggunakan kuisioner yang telah dipersiapkan serta pendalaman pertanyaan sesuai dengan keperluan. Wawancara dilakukan terhadap responden terpilih (key person) dengan kriteria : 1) Masyarakat memahami tentang pemanfaatan dan pelestarian hasil hutan misalnya dukun/ tabib desa, 2) Masyarakat yang pernah dan sedang memanfaatkan hasil hutan, 3) Masyarakat dapat memberikan informasi yang tepat terhadap pemanfaatan dan pelestarian hasil hutan. Dalam penelitian ini responden yang diwawancara sebanyak 30 orang. Pengamatan langsung meliputi cara pemakaian serta bagian yang digunakan. Spesimen yang diperoleh dibuat herbarium selanjutnya untuk identifikasi. Hasil disusun sesuai dengan kegunaannya (pangan, sandang, papan, obat-obatan, kosmetik, wangiwangian dan sebagainya).
16
Data sekunder dikumpulkan melalui pencarian buku, artikel, jurnal, skripsi, situs-situs internet yang berkaitan dengan etnobotani, kondisi kawasan, sosial masyarakat suku melayu tradisional. Tahapan penelitian seperti tersaji pada Tabel 1: Tabel 1. Tahapan penelitian No Tahapan penelitian Aspek yang di kaji
Sumber data
1
Data kondisi fisik kawasan (kondisi
Kantor BTNBT, Penelusuran dan
topografi, curah hujan, iklim, tipe
kantor
ekosistem, suhu dan kondisi tanah,
perpustakaan dan laporan,
letak, luas wilayah, topografi, dan
internet
Kajian literatur
lain-lain);
Data
kondisi
Metode
desa, kajian
terhadap
dokumen
biologi
yang
telah ada
(kondisi flora & fauna); Kondisi sosial budaya masyarakat; 2
3
Pengambilan data
Pengetahuan etnobotani (penggunaan
Masyarakat
lapang
tumbuhan oleh masyarakat), kearifan
suku
tradisional masyarakat dalam praktek
Tradisional dan
konservasi
kantor BTNBT
Pengelompokkan spesies tumbuhan
Data lapangan
Pengolahan analisis data
dan
Survei
Melayu dan wawancara
Analisis
berdasarkan kegunaan, bagian yang - Primer
deskriptif/
dimanfaatkan, habitus, asal tumbuhan, - Sekunder
kualitatif
menghitung
tingkat
lapang
kegunaan
tumbuhan
3.6
Metode Analisis Data
3.6.1 Klasifikasi penggunaan tumbuhan Hasil identifikasi spesies tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat Suku Melayu Tradisional untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dikelompokkan berdasarkan suku/ famili, spesies untuk dianalisis sesuai dengan kegunaan dan manfaatnya. Pengelompokkan kegunaan tumbuhan berdasarkan Walujo et.al (1989) diacu dalam Soekarman (1992), seperti penggunaan tumbuhan untuk bahan pangan, sandang, obat-obatan dan kosmetika, papan dan peralatan rumah tangga, tali temali dan anyaman, pewarna dan pelengkap upacara adat atau ritual serta kegiatan sosial 3.6.2 Persentase habitus Habitus (perawakan) dari tumbuhan yang dimanfaatkan meliputi pohon, semak, perdu liana dan herba. Persentase habitus merupakan telaah tentang
17
besarnya suatu spesies habitus digunakan terhadap seluruh habitus yang ada. Untuk menghitungnya digunakan rumus sebagai berikut : 𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 𝑎𝑏𝑖𝑡𝑢𝑠 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑒𝑛𝑡𝑢 =
𝑎𝑏𝑖𝑡𝑢𝑠 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑒𝑛𝑡𝑢 × 100% 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢 𝑎𝑏𝑖𝑡𝑢𝑠
3.6.3 Persentase bagian yang dimanfaatkan Pemanfaatan bagian tumbuhan baik itu daun, batang, kulit, buah, bunga, dan akar juga dihitung persentasenya. Persentase bagian yang dimanfaatkan dihitung untuk mengetahui berapa besarnya suatu bagian tumbuhan dimanfaatkan terhadap seluruh bagian tumbuhan yang dimanfaatkan. Untuk menghitungnya digunakan rumus : 𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 𝑏𝑎𝑔𝑖𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑚𝑎𝑛𝑓𝑎𝑎𝑡𝑘𝑎𝑛 =
𝑏𝑎𝑔𝑖𝑎𝑛 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑒𝑛𝑡𝑢 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑚𝑎𝑛𝑓𝑎𝑎𝑡𝑘𝑎𝑛 × 100% 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢 𝑏𝑎𝑔𝑖𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑚𝑎𝑛𝑓𝑎𝑎𝑡𝑘𝑎𝑛
3.6.4 Tingkat kegunaan tumbuhan Penghitungan tingkat kegunaan dilakukan untuk menilai dan menganalisis tingkat kegunaan spesies tumbuhan oleh responden. Analisis tingkat kegunaan merupakan analisis sederhana, tingkat kegunaan suatu spesies tumbuhan dihitung berdasarkan pada berapa jumlah kegunaan yang diperoleh dari suatu spesies tumbuhan yang digunakan.
18
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1
Keadaan Fisik Kawasan Secara geografis kawasan TN. Bukit Tigapuluh terletak pada koordinat
antara 0° 40" - 1° 25" LS dan 102° 10" - 102° 50" BT dengan luas 144.223 Ha. Secara administrasi pemerintahan kawasan tersebut terletak pada 2 wilayah provinsi, yakni wilayah Provinsi Jambi dan Provinsi Riau. Di wilayah Provinsi Jambi terletak di Kabupaten Tebo ( seluas 23.000 ha) dan Kabupaten Tanjung Jabung Barat (seluas 10.000 ha). Sedangkan di wilayah Provinsi Riau terletak di Kabupaten Indragiri Hulu (seluas 81.223 ha) dan Kabupaten Indragiri Hilir (seluas 30.000 ha).
TNBT
Gambar 2 Peta TN. Bukit Tigapuluh (sumber: www.bukittigapuluh.com) Kawasan TN. Bukit Tigapuluh merupakan daerah perbukitan yang cukup curam dengan ketinggian antara 60 - 843 m dpl, dengan puncak tertinggi terdapat pada Bukit Supin. Daerah perbukitan tersebut terpisah dengan rangkaian pegunungan Bukit Barisan yang memanjang dari selatan ke utara di Pulau Sumatera. Kawasan TN. Bukit Tigapuluh merupakan bagian dari Daerah Aliran Sungai (DAS) Sungai Gansal di Provinsi Riau dan Sungai Batang Hari di Provinsi
19
Jambi, serta terdapat beberapa Sub DAS seperti Sungai Cinaku, Keritang, Pengabuhan dan Sumai. Jenis tanah yang terdapat di kawasan tersebut adalah Podsolik Merah Kuning dengan kedalaman bervariasi antara 40 - 150 cm dan berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Ferguson, kawasan TN. Bukit Tigapuluh termasuk iklim tipe B. Curah hujan rata-rata tahunan sebesar 2.577 mm/tahun, tertinggi pada bulan Oktober (347 mm) dan terendah pada bulan Juli (83 mm). TN. Bukit Tigapuluh memiliki udara yang sejuk dengan suhu bulanan maksimum 33° C pada bulan Agustus dan suhu minimum 20,8°C pada bulan Januari. 4.2
Sejarah Penetapan Sejarah penetapan Bukit Tigapuluh dimulai dengan dikeluarkannya Rencana
Konservasi Nasional Indonesia pada tahun 1982. Rencana tersebut mengakui penting dan tingginya nilai ekosistem Bukit Tigapuluh, yang terdiri dari Suaka Margasatwa Bukit Besar (200.000 ha) dan Cagar Alam Seberida (120.000 ha). Pada tahun 1988 dikeluarkan Instrumen Perencanaan Report yang isinya mengkategorikan ekosistem Bukit Tigapuluh sebagai daerah perbukitan dan pegunungan yang hanya sesuai sebagai kawasan hutan lindung dengan luas 350.000 Ha. Pada periode antara tahun 1991 sampai dengan 1992 dilakukan penelitian bersama antara Indonesia dengan Norwegia dengan tujuan untuk memperlihatkan arti penting dan fungsi keberadaan ekosistem Bukit Tigapuluh. Hasil penelitian ini merekomendasikan kawasan tersebut agar ditetapkan sebagai taman nasional dengan luas 250.000 ha. Pada tahun 1993 Dirjen Perlindungan hutan dan Pelestarian Alam (PHPA) bersama WWF Indonesia mengusulkan program pengelolaan kawasan Bukit Tigapuluh kepada Menteri Kehutanan Republik Indonesia. Pada tahun 1994 Pemerintah Daerah Tingkat I Riau mengeluarkan Peraturan Daerah No. 10 tahun 1994 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi yang di dalamnya mencakup Kawasan Konservasi Bukit Tigapuluh. Pada tahun yang sama, Dirjen PHPA melalui surat Nomor 103/DJ-VI/Binprog/94 mengusulkan kepada Menteri Kehutanan untuk menunjuk Kawasan Bukit Tigapuluh dan Bukit Besar sebagai Taman Nasional.
20
Selanjutnya pada tahun 1995 Menteri Kehutanan berdasarkan Surat Keputusan Nomor 539/Kpts-II/1995 menunjuk kawasan Bukit Tigapuluh sebagai taman nasional dengan luas 127.698 ha. Luas tersebut merupakan gabungan dari 57.488 Hutan Produksi terbatas yang ada di Provinsi Riau, serta 33.000 Hutan Lindung di wilayah Provinsi Jambi. Luas tersebut lebih kecil dari yang diusulkan semula karena adanya konflik kepentingan dari pemegang HPH yang ada pada saat itu. Kemudian berdasarkan Surat Keputusan Direktorat Jenderal Perlindungan dan Konservasi Alam Nomor: 17/Kpta/12J-V/2001, maka ditunjuklah zonasi Taman Nasional Bukit Tigapuluh. Dan akhirnya, pada tanggal 21 Juni 2002, Menteri Kehutanan mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 6407/Kpts-II/2002 Tentang Penetapan Kelompok Hutan Taman Nasional Bukit Tigapuluh seluas 144.223 ha yang terletak di 4 kabupaten pada 2 Provinsi yaitu Riau dan Jambi sebagai Taman Nasional Bukit Tigapuluh. 4.3
Flora, Fauna dan Potensi Ekowisata Kawasan TN. Bukit Tigapuluh mempunyai tipe ekosistem Hutan Hujan
Tropika Dataran Rendah (low land tropical rain forest), karena memiliki iklim yang sangat basah, tanah kering dan ketinggian di bawah 1000 m dpl. Ekosistem TN. Bukit Tigapuluh merupakan peralihan antara hutan hujan pegunungan dan hutan rawa. Tidak kurang dari 1500 jenis tumbuhan terdapat di kawasan tersebut yang sebagian di antaranya berupa jenis-jenis komersil penghasil kayu, kulit, getah, buah, pangan, obat-obatan dan tumbuhan langka yang dilindungi. Adapun jenis tumbuhan langka yang terdapat di kawasan TN. Bukit Tigapuluh antara lain :
Salo
(Johannesteijsmania
altrifrons),
tergolong
dalam
suku
palem
(arecaceae), sering tumbuh bersama-sama Licuala spinosa di lapisan bawah hutan hujan tropika.
Bunga Bangkai (Amorphophallus sp) banyak ditemukan di daerah penyanggah TN. Bukit Tigapuluh. Waktu mekar bunga ini mencapai tinggi total 3 meter dengan ciri-ciri berwarna loreng hitam kecoklatan dan hijau tua.
Jernang (Daemonorops draco), tergolong dalam suku palem (Arecaceae). Jernang tergolong jenis rotan yang hidup merumpun dan keberadaannya
21
sudah mulai jarang ditemukan. Jenis tersebut mempunyai resin berupa lilin berwarna merah darah/merah tua yang melapisi permukaan kulit buahnya. Jernang mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi dan kini jenis tersebut banyak dicari masyarakat pedalaman untuk dijual.
Kayu Gaharu (Aquilaria malaccensis), termasuk dalam suku Thymeliaceae. Jenis pohon ini menghasilkan senyawa hasil dari aktivitas mikro organisme pada batang yang berbau harum.
Cendawan muka rimau (Rafflesia hasseltii) Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Danielson dan Heegraard tahun
1994, di kawasan TN. Bukit Tigapuluh terdapat minimal 59 jenis mamalia, 198 jenis burung dan 18 jenis kelelawar. Beberapa jenis satwa liar yang ada di TN. Bukit Tigapuluh antara lain : Mamalia: Siamang (Symphalangus syndactylus), Beruk (Macaca fascicularis), Lutung (Presbytis cristata), Kukang (Nycticebus coucang), Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrensis), Macan dahan (Neofelis nebulosa), Kucing congkok (Felis bengalensis), Kucing batu (Felis marmorata), Tapir (Tapirus indicus), Musang
pandan
(Vivertangalunga),
Binturong
(Artictis
bintur),
Kijang
(Muntiacus muntjak), Kambing hutan (Capricornis sumatraensis), Kancil (Tragulus javanicus), dan lain-lain. Burung: Kuaw (Argusianus argus), Punai kecil (Treron olax), Murai batu (Copsychus malabaricus), Pelatuk apai (Dryyocopus javensis), Elang bido (Spilornis cheela), Beo (Graucula religiosa), Rangkong (Rhinoplax sp), Itik liar Sumatera (Cairina scutulata), Bangau (Ciconia stormi), Burung Paok (Pitta granatina), Rangkong Gading (Rhyriceros corrugatus), Kancilan (Malacopteron albogulare), dan lain-lain. Reptil: Buaya muara (Crocodylus porosus), Senyulong (Tomistoma scigelii), Ular tedung (Ophiophagus hannah) dan Moru (Bungaurus candidus). Ikan: Sedikitnya terdapat 97 jenis ikan di perairan sekitar TNBT, di antaranya ikan Belida, Gurami dan Semah. Selain merupakan habitat dari berbagai jenis flora dan fauna langka dan dilindungi, kawasan TNBT juga merupakan tempat hidup dan bermukim beberapa komunitas suku pedalaman seperti suku Talang Mamak, suku Kubu (Anak
22
Rimba) dan suku Melayu Tua/ Melayu tradisional, yang menjadikan kawasan ini menarik untuk dijelajahi. Tabel 2. Potensi objek wisata TN. Bukit Tigapuluh No. Nama Obyek Wisata 1. Tracking panorama alam (Bukit Tebet) 2. Air terjun papunawan
Jenis Wisata alam Wisata alam Hunting photo Wisata alam
3.
Air terjun (Eks. tambang granit)
4.
Goa pintu tujuh dan panorama geologi Wisata alam
5.
Perladangan dan budaya
6.
Sabung ayam dan budaya Suku Talang Wisata budaya Mamak Kerajinan dan habitat bunga Bangkai Wisata alam (Amorpophalus sp) dan bunga Wisata budaya Rafflesia (Rafflesia hasseltii)
7.
Wisata alam
Lokasi Ds. Rantau Langsat Kec. Batang Gansal Ds. Rantau Langsat Kec. Batang Gansal Ds. Rantau Langsat Kec. Batang Gansal Nunusan Kec. Batang Gansal Air Bomban Kec. Batang Gansal Ds. Siambul Kec. Batang Gansal Ds. Rantau Langsat Kec. Batang Gansal
Letak TNBT TNBT TNBT TNBT TNBT Penyangga TNBT TNBT
Sumber : Balai TN. Bukit Tigapuluh (2005) 4.4. Kondisi Sosial, Budaya Suku Melayu Tradisional di Desa Rantau Langsat 4.4.1 Desa Rantau Langsat Secara umum kondisi fisik dan potensi biotik di Desa Rantau Langsat tidak jauh berbeda dengan TNBT karena sebagian besar desa ini termasuk kedalam kawasan TNBT. Desa Rantau Langsat termasuk salah satu desa di Kec. Batang Gangsal, Kab. Indragiri Hulu, Prov. Riau. Desa Rantau Langsat merupakan salah satu desa yang berbatasan langsung dengan TNBT. Secara administrasi Desa Rantau Langsat berbatasan dengan: Utara
: Desa Siambul
Timur
: Desa Usul
Barat
: Provinsi Jambi
Selatan
: Sanglap
Terdapat 8 dusun dalam wilayah Desa Rantau Langsat di sepanjang Sungai Gangsal dalam zona pemanfaatan tradisional kawasan TNBT, yaitu (dari hulu ke hilir) Dusun Datai, Suit, Air Bomban, Sadan, Nunusan, Siamang, Lemang dan Pebidaian yang ditempati oleh masyarakat Talang Mamak dan Melayu Tradisional. Masyarakat tersebut tinggal tersebar di 15 pemukiman, dimana pemukiman Datai Tua, Suit, Air Bomban, Nunusan dan Siamang sebagai pusat
23
dusun. Dusun Datai, Dusun Siamang dan Dusun Suit didominasi oleh masyarakat Talang Mamak sedangkan Dusun Air Bomban-Sadan dan Dusun Nunusan didominasi oleh masyarakat Melayu Tradisional. Pada Juli 2009 terdapat 384 KK dengan jumlah penduduk 1397 jiwa di Desa Rantau Langsat, mayoritas beragama Islam dengan mata pencaharian sebagai petani. 4.4.2 Sejarah Orang Melayu merupakan suku asli di Indragiri yang mendiami pinggirpinggir sungai, mereka telah lama hidup di wilayah ini dan diperkirakan lebih dari 500 tahun yang lalu. Perbedaan Orang Melayu dan Talang Mamak hanya pada kepercayaan dan pemakaian adat. Orang Talang Mamak masih Animisme sedangkan Melayu sudah Islam. Hal tersebut juga berdampak pada pola konsumsi dan makanan di mana Melayu cenderung banyak pantangan makanan. Demikian juga adat-adat yang telah berbau kebudayaan Muslim/ Arab (Haryono 2005). 4.4.3 Budaya dan agama Penduduk yang berada di dataran rendah Sumatera dan yang berdiam di sekitar sungai mempunyai persamaan bahasa dan budaya. Ada perbedaan sosial kultural dari penduduk di atas, hal ini disebabkan oleh perbedaan adaptasi lingkungan terutama dikarenakan adanya hubungan komunikasi dan politik ekonomi dengan pihak luar. Lebih dari 500 tahun yang lalu penduduk yang berada di sekitar sungai telah beragama Islam. Pada abad yang lalu hingga sekarang ini perdagangan yang intensif mempengaruhi ekspansi Islam, begitu juga dengan masuknya migran dan perkawinan silang. Pada umumnya penduduk asli Bukit Tigapuluh telah menganut Agama Islam, identitas itu pula yang menjadikan mereka disebut Melayu. Walaupun mereka sudah Islam namun masih sinkritis. Sebagian lagi penduduk tradisional masih menganut agama asli dan cenderung menolak Islam karena alasan makanan haram dan perbedaan kecil lainnya. 4.4.4 Perladangan berpindah Penduduk yang ada di sekitar Bukit Tigapuluh sangat mendukung pengelolaan kawasan konservasi di Bukit Tigapuluh karena mereka melakukan perladangan berpindah dengan menanam karet dan hidup dari mengumpulkan
24
hasil hutan. Ketersediaan hutan sangat menjaminkan sistem perladangan beringsut tidak bisa dilakukan dengan baik dan benar. Contoh kasus hutan yang semakin sedikit di Desa Talang Perigi di Kecamatan Kelayang mengakibatkan rotasi perladangan berpindah semakin cepat. Kalau rotasi perladangan beringsut semakin cepat, unsur humus tanah kurang tebal dan mengakibatkan miskinnya kandungan hara, sehingga hasil padi kurang memuaskan. Dengan ditetapkannya taman nasional, berarti menjamin lahan dan sumberdaya bagi kehidupan ketiga suku tradisional yang ada di Bukit Tigapuluh. Integrasi perladangan berpindah dengan penanaman karet sangat menguntungkan penduduk lokal, sebab setelah ladang dibuka kemudian ditanami karet, untuk mendapatkan penghasilan lain, mereka mencari hasil hutan. Setelah karet bisa ditakik/deres kaum tua atau perempuan yang menyadapnya sedangkan kaum muda perti mencari hasil hutan sehingga mereka selalu dapat subsistem (Haryono 2005). 4.4.5 Perdagangan Masyarakat suku tradisional Bukit Tigapuluh hidup dari perladangan berpindah dan mengumpulkan hasil hutan yang dipertukarkan dan dijual. Tradisi telah berlangsung ribuan tahun yang lalu dan merupakan hal penting dalam pembentukan struktur sosial politik masyarakat di Sumatera dataran rendah. Sebagai sarana transportasi pada waktu itu untuk mengangkut sumberdaya dari daerah ini dan sekitarnya sebagian menggunakan jalan setapak dan sungai-sungai menggunakan rakit dan sampan. Kawasan Bukit Tigapuluh Utara dan Barat menggunakan Sungai Cenaku, Keritang, Akar dan Gangsal. Di daerah Jambi transportasi sungai tersebut menggunakan jalur Sungai Tungkal dan Sumai. Pusat kekuasaan dan kerajaan pada masa lalu berkembang pada sungai besar utama seperti Indragiri dan Batanghari yang didasarkan pada arus barang dan pengenalan barang-barang perdagangan antar Asia yang disebut jalur sutra ke Selat Malaka. Penduduk yang berada pada hutan dataran rendah yang luas berada di antara Sungai Indragiri dengan Batanghari di mana Bukit Tigapuluh itu berada terorganisir pada suatu federasi yang longgar yang menguasai anak-anak sungai. Namun pada dasarnya federasi itu bersifat otonom pada zaman kerajaan dengan menggunakan DAS dan Sub DAS karena jalur transportasi hanya tinggal sedikit yaitu penduduk di dalam TNBT di DAS Gangsal.
25
Pada abad ke-19 pengumpulan hasil hutan meningkat karena perdagangan dunia dan permintaan hasil hutan meningkat pula. Pada abad ke-20 mengalami penurunan karena harganya tidak stabil bahkan rendah sekali. Akibatnya penduduk
lokal
mempunyai
pekerjaan
alternatif
ketika
tanaman
karet
diperkenalkan ke daerah ini. Sistem perladangan berpindah pun diintegrasikan dengan penanaman karet (Haryono 2005).
26
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1
Pemanfaatan Keanekaragaman Tumbuhan Interaksi yang lama antara masyarakat sekitar hutan dan hutan
menumbuhkan kearifan lokal masyarakat dalam mengelola dan memanfaatkan hutan yang ada. Kesadaran yang ada di masyarakat tercipta karena kesadaran akan pentingnya hutan dan manfaat yang dirasa karena adanya hutan dirasakan benar oleh masyarakat sekitar kawasan hutan. Ketergantungan masyarakat sekitar kawasan hutan terhadap hutan sangat tinggi. Masyarakat sekitar kawasan hutan menggantungkan hidupnya dari mengelola dan memanfaatkan hutan yang ada. Salah satu bentuk pemanfaatan hutan adalah pemanfaatan keanekaragaman tumbuhan yang ada baik untuk pangan, kayu bakar, obat, pakan ternak, kerajinan dan lain sebagainya. Masyarakat suku Melayu Tradisonal yang ada di sekitar Taman Nasional Bukit Tigapuluh sedikitnya memanfaatkan ± 266 spesies tumbuhan yang termasuk kedalam 94 famili. Berbeda jauh dengan pemanfaatan tumbuhan yang dilakukan oleh suku Melayu di DAS Alo, Desa Lubuk Kambing, Kab. Tebo, Prov. Jambi yang berada di luar kawasan TNBT. Penelitian yang dilakukan oleh Setyowati (1995), menyebutkan bahwa masyarakat Melayu di DAS Alo memanfaatkan 99 spesies tumbuhan diantaranya untuk bahan pangan (45 spesies), bahan obat dan kosmetik (24 spesies), bahan bangunan (12 spesies), bahan bumbu dapur (8 spesies), insektisida (1 spesies), anyaman (3 spesies), ramuan makan sirih (2 spesies), bahan pewarna (1 spesies), peralatan (2 spesies), bahan karet (2 spesies) dan kayu bakar (4 spesies). Tumbuhan yang dimanfaatkan ± 65% diambil dari hutan dan sisanya ± 35% merupakan tanaman budidaya. Sedikitnya spesies tumbuhan yang dimanfaatakan dikarenakan masyarakat Melayu di DAS Alo berada di luar kawasan TNBT dan kawasan hutan TNBT yang dekat dengan mereka merupakan zona inti TNBT sehingga pemanfaatannya terbatas. Famili Arecaceae dan Euphorbiaceae merupakan famili yang memiliki jumlah spesies paling banyak dimanfaatkan oleh masyarakat suku Melayu Tradisional. Terdapat 20 spesies tumbuhan dari famili Arecaceae yang dimanfaatkan oleh suku Melayu Tradisonal, spesies-spesies tumbuhan ini
27
dimanfaatkan untuk bahan bangunan, kerajinan, obat, kegunaan adat, bahan pangan dan lain sebagainya. Famili tumbuhan dan jumlah spesies yang dimanfaatkan dapat dilihat pada Gambar 3 yang selengkapnya tercantum pada Lampiran 1. Zingeberaceae Sapindaceae Rubiaceae Poaceae Orchidaceae Myrtaceae Moraceae Meliaceae Fabaceae Euphorbiace… Dipterocarpa… Dillineaceae Clusiaceae Arecaceae Apocynaceae Anacardiaceae 0
5
10
15
20
25
Spesies
Gambar 3 Jumlah spesies dan famili tumbuhan berguna yang dimanfaatkan oleh Suku Melayu Tradisional. Berdasarkan kelompok pemanfaatannya, pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat suku Melayu Tradisonal dikelompokkan kedalam 10 kelompok pemanfaatan yang dirincikan pada Tabel 3: Tabel 3 Kelompok pemanfaatan tumbuhan oleh Suku Melayu Tradisional No Kelompok Pemanfaatan Famili Spesies 1 Tumbuhan penghasil pangan 30 73 2 Tumbuhan untuk kayu bakar 3 5 3 Tumbuhan penghasil tali, kerajinan dan anyaman 10 22 4 Tumbuhan untuk bahan bangunan 26 47 5 Tumbuhan penghasil getah dan damar 9 16 6 Tumbuhan obat 71 138 7 Tumbuhan untuk kegunaan adat 11 13 8 Tumbuhan aromatik, penghasil racun dan zat warna 8 11 9 Tumbuhan penghasil pakan 7 9 10 Tumbuhan hias 9 18 Ket: - Ada beberapa spesies tumbuhan yang dimanfaatkan lebih dari satu kelompok pemanfaatan.
Dari Tabel 3 di atas dapat dilihat bahwa pemanfaatan spesies tumbuhan lebih tinggi untuk obat, pangan, dan bahan bangunan, sedangkan pemanfaatan tumbuhan untuk pakan, kayu bakar dan hias sedikit.
28
5.2
Pemanfaatan Tumbuhan Berdasarkan Habitus Pada tingkatan habitus (perawakan), pemanfaatan tumbuhan oleh
masyarakat Suku Melayu Tradisonal secara berturut-turut mulai dari yang tertinggi hingga yang terendah yaitu pada tingkatan pohon (162 spesies/ 61%), perdu (67 spesies/ 25%), liana (17 spesies/ 6%), herba (13 spesies/ 5%) dan epifit (7 spesies/ 3%). Persentasi pemanfaatan pada tingkat habitus dapat dilihat pada Gambar 4. 6% 3% 5% Epifit 25% 61%
Herba Perdu Pohon Liana
Gambar 4 Persentase pemanfaatan tumbuhan berdasarkan habitus Pemanfaatan pada tumbuhan yang tinggi pada habitus pohon selain karena jumlah spesies tumbuhan pohon yang banyak juga dikarenakan banyaknya bagian dari pohon yang bisa dimanfaatkan mulai dari buah, daun, akar, batang, buah ataupun getah. Sedangkan untuk pemanfaatan pada tingkat habitus epifit rendah karena jumlah spesies epifit yang berguna/ dimanfaatkan masih rendah dan tumbuhan epifit juga tidak banyak spesiesnya bila dibandingkan dengan pohon. 5.3
Pemanfaatan Tumbuhan Berguna Berdasarkan Asal Tumbuhan Pemanfaatan spesies tumbuhan berguna berdasarkan asal tumbuhan
tersebut dikelompokkan kedalam tiga kelompok yakni tumbuhan yang berasal dari kebun, halaman dan hutan. Tumbuhan yang hidup di pinggir-pinggir jalan desa dikelompokkan kedalam tumbuhan yang berasal dari halaman. Berdasarkan pengelompokan ini, tumbuhan yang berasal dari hutan sebanyak 207 spesies tumbuhan, kebun 55 spesies tumbuhan dan halaman 29 spesies tumbuhan. Hal ini membuktikan bahwa peranan hutan sebagai penyedia tumbuhan berguna masih sangat tinggi di masyarakat Suku Melayu Tradisional. Spesies tumbuhan berguna yang ada di kebun ataupun di halaman sebagain besar merupakan tumbuhan yang sering dimanfaatkan oleh masyarakat dan memiliki nilai ekonomi. Contoh spesies tumbuhan yang berasal dari kebun seperti duku (Lansium domesticum), durian
29
(Durio carinatus), petai (Parkia speciosa), rambutan (Nephelium mutabile), karet (Hevea brasiliensis) dan lain sebagainya. Persentase tumbuhan berguna berdasarkan asal tumbuhan dapat dilihat pada Gambar 5. 3% 1%
Hutan
5% 6%
Kebun Halaman
15%
Hutan & Kebun Hutan & Halaman
70%
Kebun & Halaman
Gambar 5 Pemanfaatan Tumbuhan Berguna berdasarkan Asal Tumbuhan Spesies-spesies tumbuhan hutan yang bisa dibudidayakan oleh masyarakat baik di halaman ataupun di kebun masyarakat seperti duku (Lansium domesticum), durian (Durio carinatus), petai (Parkia speciosa) masyarakat tanam hal ini dilakukan untuk memudahkan perawatan dan pengambilan hasilnya nanti. Selain spesies-spesies tumbuhan penghasil pangan yang masyarakat budidayakan, spesies
tumbuhan
yang memiliki
nilai
keindahan tinggi
seperti
Salo
(Johannesteijsmannia altifrons) juga ada masyarakat yang menanamnya di halaman rumah. Sedangkan untuk Jernang (Daemonorops draco) sendiri belum ada masyarakat yang membudidayakannya. Penggunaan halaman/ pekarangan oleh masyarakat melayu seperti yang dijelaskan oleh Rusmini (2009) digunakan untuk menanam spesies-spesies tanaman buah-buahan, sayuran, tanaman obat-obatan, hias, dan pohon-pohonan. Cara bertanamnya tanpa aturan tertentu, mereka menanamnya secara acak. Umumnya halaman/ pekarangan orang melayu tidak berpagar, biasanya hanya dibatasi spesies-spesies tumbuhan yang sengaja ditanam seperti pinang (Areca catechu ) dan pisang (Musa paradisiaca). 5.4
Pemanfaatan Tumbuhan Berdasarkan Kelompok Kegunaan Kajian etnobotani masyarakat suku Melayu Tradisonal yang dilakukan
baik melalui pengambilan data lapangan, maupun studi pustaka mengelompokkan tumbuhan berdasarkan pemanfaatannya dengan rincian:
30
5.4.1
Tumbuhan penghasil pangan Tumbuhan sebagai bahan pangan selain dari hutan juga berasal dari kebun
dan ladang yang dimiliki masyarakat. Sistem perladangan berpindah masih diterapkan oleh masyarakat suku melayu tradisional. Jenis yang ditanam antara lain padi, jagung, tembakau, cabe rawit, kacang panjang, timun, terung. Masyarakat juga tidak terlalu tergantung dengan padi sebagai makanan pokok. Masih ada masyarakat yang memakan sagu, jagung atau ubi jika persedian beras tidak ada. Pada Gambar 6 (a) merupakan bangunan untuk mengolah batang sagu (Metroxylon sagu) menjadi sagu. Hutan juga merupakan penghasil pangan terutama buah-buahan Gambar 6 (b) merupakan bunga dari Tampui kura-kura (Baccaurea parviflora) yang buahnya edible (bisa dimakan).
(a)
(b)
Gambar 6 (a) bangunan pengolahan sagu, (b) bunga dari tampui kura-kura Dari penelitian yang dilakukan terdapat 72 spesies yang termasuk kedalam 30 famili yang didominasi oleh pepohonan (50 spesies /70%), perdu (11 spesies/ 15%), herba (7 spesies /10%), liana (3 spesies /4%) dan epifit (1 spesies /1%). Selain buah-buahan terdapat juga tumbuh-tumbuhan yang digunakan sebagai bumbu masak. 4% 1%
10%
Pohon Perdu
15%
Epifit 70%
Herba Liana
Gambar 7 Pemanfaatan tumbuhan sebagai penghasil pangan pada tingkatan habitus
31
Tingginya potensi sumberdaya hutan berupa buah yang ada di TNBT, merupakan berkah tersendiri bagi masyarakat suku Melayu Tradisional. Pada musim tertentu masyarakat suku Melayu Tradisional, masuk ke hutan untuk mengambil buah-buahan seperti durian (Durio carinatus), duku (Lansium domesticum), cempedak (Artocarpus champedem), petai (Parkia speciosa) dan lain sebagainya. Buah yang diambil di hutan ini selain dikonsumsi sendiri juga untuk diperjual-belikan sehingga bisa menambah penghasilan keluarga Tumbuhan hutan yang dimanfaatkan sebagai sumber pangan biasanya merupakan buah-buahan yang berbuah pada musim-musim tertentu dan tidak selalu tersedia di hutan. Beberapa spesies tumbuhan penghasil pangan seperti tercantum pada Tabel 4. Daftar lengkap spesies tumbuhan penghasil pangan dapat dilihat pada Lampiran 6. Tabel 4 Pemanfaatan tumbuhan penghasil pangan pada masyarakat Suku Melayu Tradisional No
Nama Lokal
Nama Ilmiah
Famili
1
Cempedak
Artocarpus champedem
Moraceae
Buah
2
Cendawan pohon
Pleurotus intinger
Pleurotaceae
Daun
3
Duku
Lansium domesticum
Meliaceae
Buah
4
Durian
Durio carinatus
Bombacaceae
Buah
5
Enau
Arenga pinnata
Arecaceae
5.4.2
Bagian Tumbuhan
Buah, nira
Tumbuhan untuk kayu bakar Tumbuhan penghasil kayu bakar diperoleh masyarakat dari tumbuhan
yang ada di sekitar mereka. Untuk jenis kayu yang bagus dijadikan sebagai kayu bakar adalah spesies karet, leban, dangla, rambutan, sungkai. Untuk memudahkan api menyala digunakan damar yang dihasilkan dari spesies kayu meranti, resak, balau, mersawa, dan sebagainya. Sebelum dibakar kayu dijemur terlebih dahulu dibawah sinar matahari agar kandungan air didalam kayu berkurang sehingga mudah dibakar. Kayu yang telah kering disusun sedemikian rupa sehingga kayu tetap kering agar bisa digunakan kapan saja.
32
(a)
(b)
Gambar 8 (a) kayu bakar yang dikeringkan, (b) batang kayu yang belum dipotong Tumbuhan penghasil kayu bakar terdiri dari 5 spesies tumbuhan yang terbagi kedalam 3 famili tumbuhan. Bagian yang dimanfaatkan adalah ranting kayu yang kering dan batang kayu yang telah mati. Spesies tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai kayu bakar dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai kayu bakar No 1
Nama Lokal Dangla
Nama Ilmiah
Famili
Bagian digunakan
Vitex trifolia
Verbenaceae
Ranting dan Batang Ranting dan Batang
2
Karet
Hevea brasiliensis
Euphorbiaceae
3
Leban
Vitex pinnata
Verbenaceae
Ranting dan Batang
4
Rambutan
Nephelium mutabile
Sapindaceae
Ranting dan Batang
Peronema canescens
Verbenaceae
Ranting dan Batang
5
5.4.3
Sungkai
Tumbuhan penghasil getah/ damar Pemanfaatan tumbuhan sebagai penghasil getah/ damar oleh masyarakat
suku Melayu Tradisonal berupa penyadapan dan pengambilan getah/ damar baik yang ada di kebun ataupun yang meraka ambil di hutan. Hasil dari penyadapan dan pengambilan getah/ damar dijual untuk memenuhi kebutuhan hidup seharihari. Tumbuhan penghasil getah/ damar khususnya karet (Hevea brasiliensis) dan jernang (Daemonorops draco)
merupakan salah satu penopang kehidupan
masyararakat. Masyarakat sendiri tidak memanfaatkan getah dan damar tersebut secara langsung. Meraka hanya penyadap dan pengambil getah/ damar yang ada untuk dijual kembali. Tapi ada juga getah dari spesies tumbuhan yang dimanfaatkan secara langsung untuk menjerat burung, biasanya getah spesies tumbuhan terap (Artocarpus sp) dari famili Moraceae. Tumbuhan penghasil getah/ damar yang dimanfaatkan oleh masyarakat suku Melayu Tradisional sebanyak 16 spesies tumbuhan yang termasuk kedalam
33
9 famili tumbuhan. Penghasil damar sebanyak 6 spesies tumbuhan dan penghasil getah 10 spesies tumbuhan. Didominasi oleh pohon dan bagian yang dimanfaatkan berupa batang. Beberapa spesies tumbuhan penghasil getah/ damar dapat dilihat pada pada Tabel 6. Data mengenai tumbuhan penghasil getah/ damar dapat dilihat pada Lampiran 7. Tabel 6 Spesies tumbuhan penghasil getah/ damar N o Nama Lokal
Nama Ilmiah
Famili
Produk
1
Gaharu
Aquilaria malaccensis
Thymelaeaceae
Getah
2
Karet
Hevea brasiliensis
Euphorbiaceae
Getah
3
Jelutung
Dyera costulata
Apocynaceae
Getah
4
Jernang
Daemonorops draco
Arecaceae
Damar
5
Kemenyan
Styrax parallelneumerus
Styracaceae
Getah
6
Meranti
Shorea leprosula
Dipterocarpaceae
Damar
7
Mersawa
Anisoptera curtisii
Dipterocarpaceae
Damar
8
Rengas
Gluta aptera
Anacardiaceae
Getah
9
Resak
Vatica rassak
Dipterocarpaceae
Damar
10
Terap
Artocarpus sp
Moraceae
Getah
Gambar 9 merupakan tumbuhan berguna penghasil getah/ damar yaitu damar resak (Vatica ressak) dan sadapan karet (Hevea brasiliensis) pada kebun masyarakat.
(a)
(b)
Gambar 9 Tumbuhan penghasil getah/damar (a) Damar Resak (b) pohon karet 5.4.4
Tumbuhan obat Dari wawancara yang dilakukan dengan dukun/ tabib kampung, dukun
beranak serta studi pustaka yang dilakukan, sedikitnya terdapat 138 spesies (71 Famili) tumbuhan berkhasiat obat yang dimanfaatkan oleh masyarakat suku Melayu Tradisonal di Desa Rantau Langsat ini. Gambar 10 merupakan salah satu
34
dokumentasi dari spesies tumbuhan obat yang digunakan yang dimanfaatkan oleh masyarakat. Hati-hati (Plectranthus scutellarioides) merupakan spesies tumbuhan yang digunakan untuk mengobati penyakit maag, sedangkan bilik angin (Mallotus paniculatus) merupakan spesies tumbuhan yang digunakan untuk mengobati penyakit demam.
(a)
(b)
Gambar 10 (a) Hati-hati, (b) Bilik angin Tumbuhan digunakan untuk mengobati ± 47 macam penyakit diantaranya penyakit demam, masuk angin, sakit perut, malaria, aprosidiak, sakit kepala, batuk, sakit mata, perawatan setelah melahirkan, sakit gigi dan lain sebagainya. Beberapa spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan suku Melayu Tradisional seperti tercantum pada Tabel 7. Daftar lengkap tentang spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan dapat dilihat pada Lampiran 2. Tabel 7 Spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan oleh masyarakat suku Melayu Tradisional di Desa Rantau Langsat. No
Nama Lokal
Nama Ilmiah
Famili
Khasiat
1
Duku
Lansium domesticum
Meliaceae
Infeksi Saluran Kemih
2
Alang-alang
Imperata cylindrica
Poaceae
Penutup luka
3
Jernang
Daemonorops draco
Arecaceae
Berak darah
4
Mambul
Melia indica
Meliaceae
Demam
5
Belimbing wuluh
Averrhoa sp
Oxalidaceae
Darah tinggi
6
Akar Kuning
Arcangelisia flava
Piperaceae
Sakit kuning
7
Bijan
Sesanum indicum
Pedaliaceae
Berak batu
8
Bunga dani
Quisqualis indica
Combretaceae
Penambah nafsu makan
9
Bomban
Donax cannaeformis
Maranthaceae
Batuk
10
Jangau
Acorus calamus
Acoraceae
Sakit pinggang
35
Bagian tumbuhan yang digunakan juga beragam mulai dari daun, akar, bunga, kulit batang dan buahnya.
Bagian dari tumbuhan yang sering
dimanfaatkan bila diurutkan adalah bagian daun, akar, batang, kulit batang, buah, getah dan bunga. Pemanfaatan bagian tumbuhan tersaji pada Gambar 11.
30
20
31
56
13
1
8
Batang
Kulit
Akar
Daun
Buah
Bunga
Getah
Gambar 11 Grafik pemanfaatan bagian tumbuhan obat Sebagian besar penelitian etnobotani yang telah dilakukan pada masyarakat suku lain yang ada di Indonesia menyebutkan daun merupakan bagian tumbuhan yang sering dimanfaatkan untuk pengobatan. Penggunaan daun sebagai bagian untuk pengobatan selain tidak merusak spesies tumbuhan obat, bagian daun juga mudah dalam hal pengambilan dan peracikan ramuan obat. Pengolahan tumbuhan obat oleh masyarakat Suku Melayu Tradisional diantaranya yaitu : a) Obat yang dimakan: bahan dikukus, dibakar atau dimakan secara mentah; b) Obat yang diminum: bahan direbus, diseduh air panas, airnya diminum, selain itu ada cara lain yang dilakukan yaitu dengan menampung air batang, dengan cara batang dipotong atau dilukai, air yang keluar ditampung dan diminum; c) Penggunaan luar, ditempel, dioleskan/ dilulurkan pada bagian yang sakit/ luka. Pada tingkat habitus pemanfaatan tumbuhan berkhasiat obat paling tinggi terdapat pada tingkat pohon (59 spesies/ 43%), perdu (42 spesies/ 30%), liana (15 spesies/ 11%), herba (12 spesies/ 9%) dan semak (10 spesies/ 7%). Gambaran persentase pemanfaatan habitus tumbuhan obat dapat dilihat pada Gambar 12 Herba
9% 11%
30%
7%
43%
Liana Semak Pohon Perdu
Gambar 12 Persentase pemanfaatan tumbuhan obat pada tingkat habitus
36
Pemanfaatan habitus tertinggi pada tingkat pohon dikarenakan pohon memiliki umur yang panjang dan banyak bagian dari pohon yang bisa dimanfaatkan. Menurut penelitian Permanasari (2001) pemanfaatan habitus pada tingkat pohon tinggi untuk obat karena pohon memiliki biomassa yang lebih besar dibandingkan habitus lainnya dan memiliki keanekaragaman genetik yang lebih luas. Selain itu di dalam pohon terdapat sistem metabolisme yang menghasilkan senyawa kimia tertentu yang digunakan sebagai bahan obat. Pada pohon juga jumlah zat ekstraktif relatif lebih banyak dibandingkan habitus lain. Pemanfaatan tumbuhan sebagai bahan obat cenderung berkurang karena masyarakat sekarang lebih banyak memakai obat-obatan kimia yang diperoleh di warung-warung dan yang diberikan oleh petugas kesehatan. Petugas kesehatan (bidan) datang satu minggu sekali untuk memberikan penyuluhan dan pemeriksaan kesehatan. 5.4.5
Tumbuhan untuk bahan bangunan Masyarakat suku Melayu Tradisonal dulunya hidup berpindah-pindah/
nomaden. Hal ini sesuai dengan kebiasaan berladang berpindah yang mereka lakukan. Tapi sekarang masyarakat suku Melayu Tradisonal sudah menetap dan berkebun dan berladang, hanya pada waktu-waktu tertentu mereka masuk kedalam hutan untuk mengambil hasil hutan ataupun berburu. Sistem berladang yang berpindah-pindah ini, pada dasarnya sistem yang baik untuk meremajakan tanah hutan hanya saja, karena pertambahan jumlah masyarakat dan luasan hutan yang ada terbatas areal pemanfaatanya membuat daur/ siklus perladangan ini menjadi pendek. Akibatnya peremajaan tanah menjadi terkendala. Bangunan rumah permanen/ tetap yang ada di Desa Rantau Langsat terbuat dari kayu-kayu yang sebagian besar termasuk kedalam famili Dipterocarpaceae dan ada juga beberapa rumah masyarakat yang dibangun menggunakan beton. Atap rumah menggunakan seng dan atap rumbia/ enau. Perkampungan masyarakat dekat dengan sungai sehingga keperluan MCK dilakukan di sungai. Untuk penyedian air minum masyarakat menggunakan air hujan yang ditampung dan membuat sumur (perigi) yang airnya masih jernih.
37
Adapun spesies tumbuhan yang digunakan untuk bahan bangunan tercantum pada Tabel 8. Tabel 8 Spesies tumbuhan yang biasa digunakan untuk rumah permanen/ tetap No
Nama Lokal
Nama Ilmiah
Famili
Kegunaan
1
Balau
Dysoxylum acutangulum
Meliaceae
Pondasi tiang
2
Kempas
Koompassia malaccensis
Fabaceae
Lantai
3
Keruing
Dipterocarpus grandiflorus
Dipterocarpaceae Kerangka bangunan
4
Kulim
Scorodocarpus borneensis
Olaceae
5
Meranti
Shorea leprosula
Dipterocarpaceae Dinding
6
Mersawa
Anisoptera curtisii
Dipterocarpaceae Pondasi
7
Punak
Tetramerista glabra
Theacaee
Dinding
8
Ramin
Gonystylus macrophyllus
Thymelaceae
Lantai
9
Resak
Vatica rassak
Dipterocarpaceae Pondasi tiang
10
Rumbia
Metroxylon sagu
Arecaceae
Pondasi bawah
Atap
Pemanfaatan spesies tumbuhan pada tabel di atas terbatas pemanfaatannya oleh masyarakat dan pemanfaatanya pun oleh Balai TNBT dibatasi dan tidak diperjual-belikan. Masyarakat suku Melayu Tradisional pun sekarang jarang memanfaatkan spesies tumbuhan ini untuk dijadikan bahan bangunan. Bangunan tempat tinggal baik untuk rumah ataupun pondokan di kebun/ di ladang, dibuat menggunakan tumbuhan-tumbuhan yang ada di hutan. Bangunan yang dibuat sifatnya sementara dan bukan untuk menetap. Bangunan digunakan selama musim berladang/ menunggu kebun dari mulai tanam hingga panen. Setidaknya terdapat 47 spesies yang terbagi dalam 26 famili tumbuhan yang berpotensi sebagai tumbuhan yang sering dimanfaatkan sebagai bahan bangunan. Pemanfaatan tumbuhan sebagai bahan bangunan berupa atap, kayu dinding dan lantai, pondasi rumah dan pengikat. Untuk pondokan sementara/ rumah kebun biasanya masyarakat melayu tradisional
menggunakan
tumbuhan
yang
mudah
didapat
dan
mudah
mendapatkannya. Bangunan pondok sangat sederhana, biasanya beratapkan daun rumbia, menggunakan dinding dan lantai bambu, dan menggunakan kulit kayu terap sebagai pengikatnya. Tiang penyangga bangunan biasanya menggunakan kayu mahang/ labai (Macaranga sp) dan jenis-jenis kayu yang ada di sekitar bangunan yang akan dibangun. Beberapa spesies yang biasa digunakan untuk pembuatan pondok kebun/ ladang tersaji pada Tabel 9. Daftar lengkap spesies tumbuhan untuk bahan bangunan dapat dilihat pada Lampiran 4.
38
Tabel 9 Spesies tumbuhan yang digunakan untuk pondokan di kebun/ di ladang No
Nama Lokal
Nama Ilmiah
Famili
Kegunaan
1
Bambu
Bambusa sp
Poaceae
Dinding, Lantai
2
Berumbungan
Adina rubescens
Rubiaceae
Pondasi tiang
3
Enau
Arenga pinnata
Arecaceae
Atap
4
Marapuyan
Rhodemnia cinerea
Myrtaceae
Dinding, lantai
5
Mahang/ labai
Macaranga sp
Euphorbiaceae
Pondasi tiang
6
Rumbia
Metroxylon sagu
Arecaceae
Atap/ dinding
7
Terap kangkung
Artocarpus elasticus
Moraceae
Dinding, pengikat
8
Terap tungkal
Artocarpus sp1
Moraceae
Dinding, pengikat
9
Terap nasi
Artocarpus sp2
Moraceae
Dinding, pengikat
10
Dangla
Vitex trifolia
Verbenaceae
Pondasi tiang
Bangunan pondok yang sederhana seperti pada Gambar 13 (a) merupakan pondok kebun yang menggunakan bamboo (Bambusa sp) sebagai dinding dan atap rumbia (Metroxylon sagu) sebagai atap, sedangkan Gambar 13 (b) merupakan pondok kebun yang dibuat menggunakan kulit kayu terap (Artocarpus sp) dan pelepah daun enau (Arenga pinnata) sebagai dinding, dan beratapkan plastik/ terpal. Bangunan dibuat tinggi salah satu tujuannya untuk menyimpan kayu bakar atau peralatan-peralatan rumah tangga seperti lukah (alat penangkap ikan), ambung-ambung, dan lain sebagainya. Pada beberapa rumah pondok bagian bawah rumah juga ada yang digunakan sebagai kandang ayam.
(a)
(b)
Gambar 13 (a) pondok kebun berdinding bambu, (b) Pondok kebun berdinding kulit terap dan pelepah daun enau. Pada tingkatan habitus pemanfaatan tumbuhan penghasil bahan bangunan lebih didominasi oleh pohon (45 spesies) dan perdu (2 spesies). Bagian dari tumbuhan yang dimanfaatkan didominasi oleh batang pohon/ kayu, daun, kulit kayu dan rotan sebagai pengikat.
39
5.4.6
Tumbuhan penghasil tali, bahan anyaman dan kerajinan Masyarakat
suku
Melayu
Tradisional
khususnya
kaum
wanita
menggunakan waktu luang mereka untuk menganyam tikar dan membuat kerajinan untuk digunakan dalam kehidupan mereka sehari-hari. Kerajinan tangan yang dimiliki menghasilkan beberapa barang kebutuhan rumah tangga seperti tikar, lukah (penangkap ikan), sumpit, ambung, bakul dan lain-lain. Untuk pembuatan tikar biasanya menggunakan bahan dasar dari tumbuhan dari famili pandan-pandanan seperti pandan (Pandanus immersus), menkuang (Pandanus furcatus) dan spesies tumbuhan dari famili Arecacea khususnya rotan-rotanan seperti rotan manau (Calamus manan), rotan getah (Daemonorops angustifolia), rotan udang (Korthalsia echinometra) dan sebagainya. Tumbuhan ini mudah didapat di pinggir-pinggir hutan. Tumbuhan yang penghasil tali, bahan anyaman dan kerajinan yang dimanfaatkan oleh suku Melayu Tradisional ± 21 spesies tumbuhan yang terbagi kedalam 10 famili. Bagian yang dimanfaatkan berupa rotan (8 spesies), daun (4 spesies), batang (5 spesies), kulit (3 spesies), dan isi batang (1 spesies). Untuk membuat perkakas/ peralatan rumah tangga biasanya digunakan lebih dari satu spesies tumbuhan untuk membuat suatu kerajinan. Contohnya untuk membuat bakul (gambar 14a) spesies yang digunakan adalah kulit kayu terap (Artocarpus sp) untuk tali sandang, rotan manau (Korthalsia flagellaris) sebagai pondasi atas dan pengikat, mahang/ labai (Macaranga sp) untuk bagian pondasi bawah dan daun rumbia (Metroxylon sagu) untuk dinding bakul. Tabel 10 Spesies tumbuhan yang digunakan untuk membuat anyaman dan kerajinan No
Nama Lokal
Nama Ilmiah
Famili
Kegunaan
1
Pandan
Pandanus immersus
Pandanaceae
Tikar
2
Menkuang
Pandanus furcatus
Pandanaceae
Tikar
3
Rotan manau
Korthalsia flagellaris
Arecaceae
Perkakas rumah tangga
4
Rotan getah
Daemonorops angustifolia Arecaceae
Perkakas rumah tangga
5
Rotan udang
Korthalsia echinometra
Arecaceae
Perkakas rumah tangga
6
Bomban
Donax cannaeformis
Maranthaceae
Pengikat
7
Terap
Artocarpus sp
Moraceae
Pengikat
8
Rumbia
Metroxylon sagu
Arecaceae
Tikar
9
Kepinis
Sloetia elongate
Urtiaceae
Perkakas rumah tangga
10
Bambu
Bambusa sp
Poaceae
Perkakas rumah tangga
40
Pada tingkat habitus pemanfaatan tumbuhan tertinggi pada pohon (14 spesies), perdu (6 spesies), dan semak (1 spesies). Daftar lengkap spesies tumbuhan penghasil tali, bahan anyaman dan kerajinan dapat dilihat pada Lampiran 3.
(a)
(b)
Gambar 14 (a) bakul, (b) kegiatan menganyam tikar. 5.4.7
Tumbuhan untuk kegunaan adat Pada masyarakat suku Melayu Tradisional dikenal dengan namanya pohon
sialang. Pohon sialang merupakan pohon tempat bersarangnya lebah hutan, pohon sialang keberadaannya dilindungi baik melalui hukum adat ataupun peraturan desa. Pohon-pohon yang dijadikan tempat bersarang lebah biasanya adalah spesies pohon yang tinggi, percabangan simpodial, daun kecil tapi rimbun. Selain pohon sialang, ada juga spesies tumbuhan lain yang digunakan untuk acara-acara adat dan kebiasaan warga sehari-hari seperti merokok dan menyirih (biasanya dilakukan kaum wanita). Dari kegiatan penelitian yang dilakukan sedikitnya terdapat 13 spesies tumbuhan untuk kegunaan adat yang terbagi kedalam 11 famili tumbuhan. Didominasi oleh pohon (9 spesies), liana dan perdu masing-masing dua spesies. Bagian tumbuhan yang digunakan adalah batang (6 spesies), daun (5 spesies), buah dan getah masing-masing satu spesies. Data mengenai nama jenis, bagian tumbuhan yang digunakan serta kegunaannya dapat dilihat pada Tabel 11.
41
Tabel 11 Tumbuhan untuk kegunaan adat No
Nama Lokal
Nama Ilmiah
Bagian Digunakan
Kegunaan
1
Kelapa
Cocos nucifera
Daun Muda
Janur
2
Ribu-ribu
Lygodium circinatum
Batang
Menunggal padi
3
Pinang
Areca catechu
Buah
Menyirih
4
Sirih
Piper betle
Daun
Menyirih
5
Gambir
Uncaria longiflora
Daun
Menyirih
6
Tembakau
Nicotiana tabacum
Daun
Merokok
7
Kemenyan
Styrax paralleloneumerus Getah
8
Akar Padi-padi
Daun
Pengganti Bungkus rokok
9
Kedondong Hutan
Pentaspadon motleyi
Batang
Pohon sialang
10
Jelutung
Dyera costulata
Batang
Pohon sialang
11
Kempas
Koompassia malaccensis
Batang
Pohon sialang
12
Jelemu
Garcinia parvifolia
Batang
Pohon sialang
13
Kayu Kawan
Dipterocarpus sp
Batang
Pohon sialang
5.4.8
Merokok, Menyirih
Tumbuhan untuk pakan ternak Selain berkebun dan ke hutan sebagian masyarakat ada yang beternak
kambing, kambing dilepas dan dibiarkan mencari makan di sekitar rumah. Penduduk tidak ada yang mengambil pakan kambing ke dalam hutan. Biasanya kambing memakan rumput-rumputan yang tumbuh di sekitar rumah dan tanamantanaman yang ada seperti nangka, pisang, rambutan, dan sebagainya. Tumbuhan yang digunakan sebagai pakan ternak kambing sebanyak ± 8 spesies tumbuhan yang dikelompokkan kedalam 7 famili tumbuhan.
Selain
Kambing jenis satwa yang dipelihara adalah burung dengan pakan yang diberikan adalah pisang dan pakan burung yang dibeli di pasar. Didominasi oleh perdu (3 spesies), pohon dan semak (2 spesies) dan liana satu spesies. Data mengenai nama jenis, bagian tumbuhan yang digunakan serta kegunaannya dapat dilihat pada Tabel 12 Tabel 12. Tumbuhan untuk pakan ternak No 1
Nama Lokal
Nama Ilmiah
Famili
Bagian Di gunakan
Birau-birau
Axonopus compresus
Poaceae
Daun Daun
2
Daun Sudu-Sudu Euphorbia antiquorum
Euphorbiaceae
3
Kumpai
Panicum stagninum
Paniceae
Daun
4
Nangka
Artocarpus heterophyllus
Moraceae
Daun, Buah
5
Pisang
Musa sp
Musaceae
Buah, daun Daun, Buah
6
Rambutan
Nephelium mutabile
Sapindaceae
7
Sialit Tajam
Scleria terretris
Poaceae
Daun
8
Ubi Jalar
Ipomoea batatas
Convolvulaceae
Daun
42
Kandang untuk ternak biasanya dibangun di halaman belakang rumah tak jauh dari tempat tinggal dan ada juga ternak yang dibiarkan lepas tanpa kandang. Ternak dilepas pada pagi menjelang siang dan kembali dimasukkan ke kandang ketika sore hari. 5.4.9
Tumbuhan penghasil zat warna, aromatik dan racun Tumbuhan penghasil warna diantaranya jernang (penghasil warna merah),
kunyit (kuning), getah manggis (coklat), pandan wangi (hijau). Masyarakat menggunakan pewarna buatan untuk memberi corak warna pada kerajinan tikar yang mereka buat. Meraka tidak menggunakan pewarna alami, karena prosesnya lama dan rumit. Tumbuhan penghasil zat warna, aromatik dan racun yang digunakan sebanyak 11 spesies yang termasuk kedalam 8 famili tumbuhan. Didominasi oleh pohon (7 spesies), perdu (2 spesies), herba dan semak masing-masing satu spesies. Bagian tumbuhan yang digunakan adalah daun (5 spesies), getah (4 spesies) dan akar (2 spesies). Tumbuhan penghasil zat warna, aromatik dan racun dapat dilihat pada Tabel 13 dan daftar lengkap tumbuhan penghasil zat warna, aromatik dan racun dapat dilihat pada Lampiran 5. Tabel 13. Tumbuhan penghasil zat warna, aromatik dan racun No
Nama Lokal
Nama Ilmiah
Famili
Kegunaan
1
Cekraw
Lavandula angustifolia
Lamiaceae
Insektisida
2
Gaharu
Aquilaria malaccensis
Thymelaeaceae
Aromatik
3
Jernang
Daemonorops draco
Arecaceae
Pewarna Alami
4
Kemambai
Eucalyptus sp
Myrtaceae
Aromatik
5
Kemenyan
Styrax paralleloneumerus
Styracaceae
Aromatik
6
Kunyit
Curcuma domestica
Zingiberaceae
Pewarna Alami
7
Manggis
Garcinia mangostana
Clusiaceae
Pewarna Alami
8
Pandan Wangi
Pandanus amaryllifolius
Pandanaceae
Pewarna Alami
5.4.10 Tumbuhan hias Tumbuhan hias merupakan tumbuhan yang menarik untuk dipandang dan biasanya ditanam di pekarangan atau di sekitar rumah. Hal ini tentunya bertujuan untuk menambah indah halaman/ pekarangan rumah. Pada pekarangan rumah masyarakat suku Melayu Tradisional lebih banyak ditanam tanaman penghasil pangan dari pada tumbuhan hias. Akan tetapi, ada juga beberapa rumah yang memiliki tanaman hias yang indah dan menarik seperti
43
salo (Johannesteijsmannia altifrons) yang merupakan tumbuhan langka yang khas yang ada di Bukit Tiga puluh. Berdasarkan pengamatan di lapangan dan studi literatur yang dilakukan sedikitnya terdapat 18 spesies tumbuhan hias yang terbagi kedalam 9 famili tumbuhan yang berpotensi sebagai tumbuhan hias. Didominasi oleh perdu (9 spesies), epifit (5 spesies), pohon (2 spesies), liana dan semak masing-masing satu spesies. Tumbuhan yang berpotensi sebagai tumbuhan hias diantaranya seperti tercantum pada Tabel 14. Daftar lengkap spesies tumbuhan yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai tanaman hias dapat dilihat pada Lampiran 8. Tabel 14 Spesies tumbuhan yang berpotensi sebagai tumbuhan hias No
Nama Lokal
Nama Ilmiah
Famili
1
Salo
Johannesteijsmannia altifrons
Arecaceae
2
Anggrek/ sakat
Acriopsos indica
Orchidaceae
3
Nipai
Licuala paladosa
Arecaceae
4
Pisang Karuk
Musa salaccensis
Musaceae
5
Titi dahan
Ixora grandifolia
Rubiaceae
6
Cekraw
Lavandula angustifolia
Lamiaceae
7
Hati-hati
Plectranthus scutellarioides
Lamiacaee
8
Terung kecubung
Brugmansia candida
Solanacaee
Pada gambar 15 (a) merupakan gambar dari salo (Johannesteijsmannia altrifrons) yang merupakan tanaman langka yang ada di TNBT dan gambar 15 (b) merupakan gambar dari nipai (Licuala paladosa), kedua jenis ini merupakan spesies tumbuhan dari famili Arecaceae.
(a)
(b)
Gambar 15 (a) Salo, (b) Nipai
44
Pengambilan/ pemanfaatan hasil hutan biasanya dilakukan dalam kelompok yang beranggotakan 3-7 orang. Pemanfaatan hasil hutan tidak dilakukan setiap waktu, pengambilan hasil hutan dipengaruhi oleh: a. Musim. Pada umumnya masyarakat mengambil/ memanfaatkan hasil hutan pada musim penghujan, karena pada saat itu hasil sadapan dari kebun karet yang dimiliki penduduk kurang baik kualitasnya dan jumlah yang dihasilkan juga sedikit. Penurunan kualitas getah karet yang dihasilkan karena getah bercampur dengan air. Selain itu akhir musim kemarau menjelang musim penghujan merupakan awal dari musim tanam bagi masyarakat suku Melayu Tradional, sehingga ladang juga belum bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari. Pada musim kemarau masyarakat bergantung pada hasil kebun dan ladang mereka untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Sistem perladangan berpindah masih dipertahankan oleh masyarakat suku Melayu Tradisional. b. Ketersediaan hasil hutan yang akan di panen Pemanfaatan hasil hutan tidak akan ada jika hasil hutan yang dimanfaatkan/ diambil tidak tersedia. Masyarakat juga masuk ke hutan/ rimba ketika ada hasil hutan yang bisa dimanfaatkan/ berbuah. Apalagi jika hasil hutan yang dimanfaatkan tersebut bernilai ekonomis tinggi seperti jernang, petai, durian ataupun buah-buahan lain yang berbuah. c. Permintaan pasar Selain itu pemanfaatan hasil hutan juga dilakukan jika ada permintaan dari penadah/pembeli seperti permintaan terhadap damar, kulit resak, dan gaharu. Jika ada permintaan dalam jumlah yang besar, akan dilakukan musyawarah adat untuk membahas pembagian hasil antara pengambil, kas desa dan adat. 5.5
Tingkat Kegunaan Tumbuhan oleh Masyarakat Suku Melayu Tradisional Dari 266 spesies tumbuhan yang dimanfaatkan masyarakat suku Melayu
Tradisional, spesies tumbuhan terap (Artocarpus sp) dan bambu (Bambusa sp) memiliki kegunaan yang lebih banyak dibandingkan spesies tumbuhan lain. Terap (Artocarpus sp) digunakan masyarakat untuk bahan kerajinan, obat, penghasil
45
getah dan bahan bangunan, sedangkan bambu (Bambusa sp) digunakan masyarakat untuk bahan obat, pangan, kerajinan dan bahan bangunan. Tabel 15 Tingkat kegunaan spesies tumbuhan ∑ Guna Kegunaan
No Nama Lokal
Nama Ilmiah
Famili
1
Terap
Artocarpus sp
Moraceae
4
2
Bambu
Bambusa sp
Poaceae
4
3
Jernang
Daemonorops draco
Arecaceae
3
4
Rambutan
Nephelium mutabile
Sapindaceae
3
5
Leban
Vitex pinnata
Verbenaceae
3
6
Sungkai
Peronema canescens
Verbenaceae
3
7
Rumbia
Metroxylon sagu
Arecaceae
3
8
Kemenyan
Styrax paralleloneumerus Sytracaceae
3
Pangan, Pakan, Kayu Bakar Obat, Kayu bakar, Bahan Bangunan Obat, Kayu bakar, Bahan Bangunan Pangan, Bahan banguan, Kerajinan Obat, Kegunaan adat, Getah
9
Kelapa
Cocos nucifera
Arecaceae
3
Obat, Pangan, Kegunaan adat
10 Enau
Arenga pinnata
Arecaceae
3
11 Dangla
Vitex trifolia
Verbenaceae
3
12 Rotan Manau
Calamus manan Miquel
Arecaceae
3
13 Sirih
Piper betle
Piperaceae
2
Obat, Pangan, Bahan bangunan Obat, Kayu bakar, Bahan Bangunan Obat, Bahan bangunan, Kerajinan Obat, Kegunaan adat
14 Getah
Hevea brasiliansis
Euphorbiaceae
2
Kayu bakar, Getah
15 Duku
Lansium domesticum
Meliaceae
2
Pangan, Obat
Kerajinan, Obat, Getah, Bahan Bangunan Obat, Pangan, Bahan Bangunan, Kerajinan Obat, Pewarna, Getah,
Selain kegunaan dari spesies tumbuhan, faktor lain yang mempengaruhi intensitas pemanfaatan tumbuhan di masyarakat suku Melayu Tradisional adalah nilai ekonomi dari spesies yang dimanfaatkan. Spesies yang dimanfaatkan pada umumnya merupakan spesies tumbuhan penghasil damar dan penghasil buah. Keberadaan spesies-spesies ini biasanya tergantung pada musim sehingga tidak setiap saat bisa dimanfaatkan. Salah satu spesies yang bernilai jual tinggi adalah Jernang (Daemonorops draco). Pada tahun 2005 harga jualnya pernah mencapai Rp 1.200.0000/kg. Harga jernang sendiri sekarang berada pada kisaran harga Rp 300.000- Rp 500.000 per kilonya. Jika pemanfaatan rotan pada umumnya adalah dari batangnya maka pemanfaatan pada jernang adalah dari resin yang ada buahnya. Resin jernang bewarna merah yang digunakan untuk pewarna vernis, keramik, marmer, alat dari batu, kayu rotan, bambu, kertas, cat, sebagai bahan farmasi (obat diare, disentri, pembeku darah karena luka). Jernang dengan nama dagang Dragon Blood
46
merupakan bahan baku yang diekspor untuk industri-industri di negara China, Singapura dan Hongkong.
Gambar 16. Jernang (Daemonorps draco) Selain jernang, spesies tumbuhan yang menjadi sumber penghasilan masyarakat adalah karet (Hevea brasiliansis), karet merupakan tanaman utama perkebunan masyarakat yang ada di Desa Rantau Langsat, bagian yang dimanfaatkan adalah getah karet dan bagian ranting atau batang yang telah mati untuk kayu bakar. Harga getah karet kisaran harganya dari Rp 6.000- Rp 7.000/ kg. Pemanfaatan kedua jenis ini berbeda waktunya, pencarian jernang dilakukan ketika musim penghujan hal ini dilakukan karena pada musim penghujan getah karet yang dihasilkan kurang bagus kualitasnya dan ketika musim penghujan buah jernang bisa dipanen dari hutan. 5.6
Kearifan dan Praktek Konservasi Suku Melayu Tradisional Dalam mengelola lingkungan masyarakat Melayu Tradisional memiliki
dasar dan konsep pengelolaan konservasi, pepatah masyarakat Melayu Tradisional yang berbunyi "tindik dabu, lupak pendanauan, sialang pendulangan, cucur ayik sinding pematang" (sesuatunya didasarkan pada adat, sungai dilindungi untuk mendapatkan ikan, sialang untuk mendapatkan madu, batas desa dan kekuasaan didasarkan pada sungai yang mengalir pada sungai besar /DAS). Selain itu mereka juga mengenal puaka yaitu suatu hamparan hutan yang dikeramatkan dan dipercayai adanya roh-roh gaib dari leluhur yang bersemayam di daerah tersebut. Dalam kampung juga terdapat banyak sialang (pohon yang dihinggapi lebah yang menghasilkan madu). Menebang pohon sialang merupakan
47
kesalahan kedua setelah membunuh manusia. Jika pohon sialang tertebang maka masyarakat akan mengadakan upacara menebus kematian pohon kehidupan dengan memberi sepucuk kain putih. Biasanya kalau sialang tertebang akan dilakukan denda baik bagi masyarakat setempat ataupun pihak luar. Pohon sialang mempunyai fungsi sosial karena dalam pemanfaatan madu semua unsur dalam masyarakat mendapatkannya, dan fungsi ekonomi, karena satu pohon sialang bisa menghasilkan madu hingga berton-ton dan uang sampai jutaan rupiah Penegasan terhadap perilaku konservasi masyarakat suku Melayu Tradisional sebagaimana di muat dalam Peraturan Desa Rantau Langsat No.1 tahun 2009 (Lampiran 9) diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Perlindungan Kawasan Hutan Dalam pengelolaan wilayah masyarakat Melayu dan Talang Mamak memiliki pepatah "tindik dabu, lupak pendanauan, sialang pendulangan, cucur ayik sinding pematang" (sesuatunya didasarkan pada adat, sungai dilindungi untuk mendapatkan ikan, sialang untuk mendapatkan madu, batas desa dan kekuasaan didasarkan pada sungai yang mengalir pada sungai besar (DAS). Peranan adat dalam perlindungan kawasan hutan sangat penting, dimana segala sesuatunya didasarkan pada adat yang ada dan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Perlindungan hutan yang ada di masyarakat berasaskan kepada kemandirian, pemerataan kesempatan terhadap fungsi dan pemanfaatannya, penghormatan terhadap nilai-nilai yang berlaku, kebutuhan masyarakat setempat, pelestarian kemampuan fungsi dan proses serta pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan pedesaan lainnya secara serasi, seimbang, terkendali, terorganisasi dan berkelanjutan. Hal ini ditujukan kepada terpiliharanya fungsi dan proses lingkungan yang mendukung kelangsungan hidup serta meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat di Desa Rantau Langsat. Jadi cukup jelas bahwa masyarakat Desa Rantau Langsat menjaga hutan yang mereka punya karena kehidupan sehari-hari mereka sangat tergantung pada hutan yang ada.
48
2. Kegiatan-kegiatan pelestarian hutan Untuk menjaga kelestarian hutan yang mereka punya, masyarakat melakukan beberapa kegiatan diantaranya yang tercantum di peraturan desa adalah: -
Penanaman kembali tegakan pohon dan pengayaan spesies tumbuhan sesuai kondisi lingkungan dan kebutuhan masyarakat yang ditanam pada tanah-tanah desa/ ruang terbuka lainnya seperti pinggir sungai, pekarangan, pinggir jalan, kebun.
-
Tidak menebang tegakan pohon atau memusnahkan spesies pohon yang dikategorikan sebagai pendapatan warga desa seperti karet, jernang, durian, petai, pohon sialang dan sebagainya, jenis pohon yang unik dan sedikit jumlahnya/ langka. Sumber bahan baku obat-obatan tradisional, tegakan pohon yang terletak di dekat sumber air, jurang dan anak sungai.
-
Tidak membuang sampah tidak dapat dihancurkan oleh proses alami seperti plastik, karet, jenis-jenis logam dan kaca ke dalam lingkungan sekitar desa.
-
Tidak menggunakan, membawa, atau menyuruh orang lain untuk menggunakan gergaji mesin (Chain saw) dalam aktivitas kehidupan di dalam kawasan TNBT.
3. Etika Pemanfaatan Hutan Selain kegiatan perlindungan dan pelestarian kawasan hutan, masyarakat juga memiliki etika dalam hal memanfaatkan hasil hutan yang ada. Pada bab tentang hak, kewajiban dan kewenangan dalam peraturan desa, disebutkan bahwa masyarakat di Desa Rantau Langsat yang tinggal menetap di Desa tersebut memiliki hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik, sehat dan akses terhadap sumberdaya alam serta berperan serta dalam seluruh tahapan perencanaan, pelaksanaan, penilaian kembali usaha-usaha perlindungan dan pemanfaatannya. Masyarakat di Desa Rantau Langsat juga memiliki kewajiban yang sama dalam memilihara dan memperbaiki fungsi-fungsi dan proses-proses sumberdaya alam sekitar serta mencegah segala bentuk ganggguan perusakan terhadap hutan yang ada. Penjebaran dari bab ini
49
membuktikan bahwa masyarakat memiliki nilai-nilai konservasi yang ada dan membuktikan juga bahwa masyarakat bukan hanya memanfaatkan hasil hutan yang ada tetapi juga ingin berperan lebih dalam penjagaan hutan di TNBT. Pelanggaran terhadap peraturan desa dikenai sanksi berupa denda adat dan biaya pemulihan. Ketentuan denda adat dan biaya pemulihan juga diatur dan tercantum dalam peraturan desa yang ada. Peraturan desa ini ditandatangani oleh Kepala Desa Rantau Langsat, Sekretaris Desa, Camat Batang Gansal dan di setujui oleh Kepala Balai Taman Nasional Bukit Tigapuluh. Adanya peraturan desa ini membuktikan bahwa masyarakat suku Melayu Tradisional yang ada di Desa Rantau Langsat benarbenar menjaga dan tergantung pada hutan yang mereka punya. Kesadaran akan pentingnya hutan untuk generasi yang akan datang sangat bagus, walau sebagian masyarakat masih rendah tingkat pendidikannya. Ketergantungan masyarakat terhadap hutan tidak hanya pemanfaatan yang dilakukan secara langsung, akan tetapi juga pemanfaatan yang dirasakan secara tidak langsung yang berupa jasa hutan seperti penyediaan udara bersih, tata air, bahkan nilai-nilai ekowisata yang dapat dinikmati oleh penduduk desa. Dengan konsep pengelolaan ruang/ wilayah secara tradisional yang dimiliki mengenai batas antara kampung dengan kampung lain, dimana batas antara batin atau kampung dibatasi oleh sungai dan aliran sungai ke induk sungai "Cucur Ayik Sinding Pematang" pembagian kerja/ pembagian tugas dalam menjaga kelestarian wilayah baik darat ataupun perairan mereka agar tetap terjaga menjadi jelas. Tingginya kesadaran masyarakat suku Melayu Tradisional dalam menjaga hutan yang mereka miliki didasarkan akan kesadaran masyarakat akan nilai manfaat dari hutan baik langsung atau tidak langsung bagi kehidupan mereka baik sekarang atau pun dimasa yang akan datang.
50
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6. 1
Kesimpulan Kearifan tradisional dan praktek konservasi yang ada di masyarakat suku
Melayu
Tradisional didasarkan pada ketergantungan hidup mereka terhadap
kelestarian hutan yang ada di sekitar lingkungan hidup mereka. Pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat suku Melayu Tradisional sebanyak ± 266 spesies dalam 94 famili tumbuhan yang dikelompokkan kedalam beberapa kelompok pemanfaatan yaitu sebagai sumber penghasil pangan (73 spesies), obat-obatan (173 spesies), bahan bangunan (47 spesies), penghasil getah dan damar (16 spesies), tanaman hias (18 spesies), kayu bakar (5 spesies), penghasil tali, kerajinan dan anyaman (22 spesies), tumbuhan aromatik, penghasil racun dan zat warna (11 spesies), kegunaan adat (13 spesies) dan pakan ternak (9 spesies). Interaksi yang lama antara masyarakat suku Melayu Tradisional dan hutan yang ada di sekitar mereka menciptakan suatu keharmonisan, dimana pemanfaatan sumberdaya tumbuhan dengan tetap menjaga kelestarian melalui aturan adat yang ada di masyarakat. 6. 2 1.
Saran Perlu adanya upaya pelestarian terhadap spesies-spesies tumbuhan yang mempunyai nilai manfaat di masyarakat yang keberadaannya terancam punah seperti salo (Johannesteijsmannia altifrons).
2.
Perlu adanya upaya pengembangan budidaya beberapa spesies tumbuhan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi bagi masyarakat seperti jernang (Daemonorops draco) dan petai (Parkia speciosa).
3.
Perlu adanya upaya pembinaan bagi masyarakat suku Melayu Tradisional agar mereka dapat mempertahankan nilai-nilai budayanya khususnya pengetahuan etnobotani yang ada di masyarakat. Nilai-nilai budaya yang ada di masyarakat merupakan potensi ekowisata yang dapat dikembangkan oleh pihak Balai TNBT dan dengan adanya keikut-sertaan masyarakat diharapkan masyarakat akan lebih berperan dalam pengelolaan taman nasional.
51
DAFTAR PUSTAKA Adimihardja, K. 1996. Kebudayaan dan Lingkungan. Studi Bibliografi. Ilham Jaya Bandung Arafah, D. 2005. Studi Potensi Tumbuhan Berguna di Kawasan Taman Nasional Bali Barat. Skripsi. Departamen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Tidak dipublikasikan Balai Taman Nasional Bukit Tigapuluh dan Frankurt Zoologi Society. 2009. Resource Base Inventory Implementasi Konservasi Ekosistem Bukit Tiga puluh. Balai Taman Nasional Bukit Tigapuluh. Riau Balai Taman Nasional Bukit Tigapuluh. 1997. Rencana Pengelolaan Taman Nasional Bukit Tigapuluh Buku I Rencana Pengelolaan Taman Nasional. Departemen Kehutanan, Direktorat Jendral Perlindungan Hutan Dan Konservasi Alam. Pekanbaru, Riau. Balai Taman Nasional Bukit Tigapuluh. 1997. Draft Rencana Pengelolaan Taman Nasional Bukit Tigapuluh Buku II Rencana Pengelolaan Taman Nasional Data, Proyeksi dan Analisis. Departemen Kehutanan, Direktorat Jendral Perlindungan Hutan Dan Konservasi Alam. Pekanbaru, Riau. Cotton, C.M. 1997. Etnobotany and Aplication. John Wiley and Son ltd, New York. Departemen Kehutanan. 2004. Peraturan Perundang-undangan Bidang Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. Sekretariat Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. Jakarta Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam . 2007. Buku informasi 50 Taman Nasional di Indonesia. Sub Direktorat Informasi Konservasi Alam, Depertemen Kehutanan Republik Indonesia Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia jilid 1-4. Badan Litbang Kehutanan. Yayasan Wana Jaya. Jakarta. Haryono, Chandra IE, Hisan, Yurizal . 2005. Taman Nasional Bukit Tigapuluh. Balai Taman Nasional Bukit Tigapuluh. Riau Isdijoso, S.H. 1992. Tumbuhan Sebagai Sumber Bahan Sandang, Tali Temali dan Anyam-anyaman. Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Etnobotani I. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Departemen Pertanian RI, LIPI, Perpustakaan Nasional RI. Bogor. Hal: 328-334 Inama. 2008. Kajian Etnobotani Masyarakat Suku Marind Sendawi Anim di Kawasan Taman Nasional Wasur, Kabupaten Merauke, Propinsi Papua. Skripsi. Departamen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Tidak dipublikasikan
52
Kartikawati, S.M. 2004. Pemanfaatan Sumberdaya Tumbuhan oleh Masyarakat Dayak Meratus di Kawasan Hutan Pegunungan Meratus, Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Tesis pada Sekolah Pascasarjana IPB.Bogor Kartiwa, S dan Wahyono M. 1992. Hubungan antara Tumbuhan dan Manusia dalam Upacara Adat di Indonesia. Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Etnobotani I. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Departemen Pertanian RI, LIPI, Perpustakaan Nasional RI. Bogor. Hal: 149 155 Martin, G.J. 1998. Penerjemah Maryati Mohamed. Ethnobotany, A People and Plants Conservation Manual. Chapman and Hall, London. Medi, La.1995. Pemanfaatan dan Pelestarian Hasil Hutan Non Kayu oleh Suku Sakai di Desa Sebangar, Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis, Propinsi Riau. Skripsi. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Tidak dipublikasikan Nababan, A. 1995. Kearifan Tradisional dan Pelestarian Lingkungang Hidup di Indonesia. Analisis CSIS. TH. XXIV, No.6 Edisi November – Desember. Hal 421-435 Peraturan Desa Rantau Langsat NO 1 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pemanfaatan Berkelanjutan Sumberdaya Alam Desa Rantau Langsat Berdasarkan Hukum Adat: Rantau Langsat, Kab.Indragiri Hulu, Riau Permanasari, T. 2001. Kajian Pemanfaatan Obat oleh Berbagai Etnis di Indonesia. Skripsi. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Tidak dipublikasikan Rifai M.A, Waluyo EB. 1992. Etnobotani dan Pengembangan Tetumbuhan Pewarna Indonesia: Ulasan Suatu Pengamatan di Madura. Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Etnobotani I. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Departemen Pertanian RI, LIPI, Perpustakaan Nasional RI. Bogor. Hal: 119 - 126 Rifai, M.A. 1998. Pemasakinian Etnobotani Indonesia : Suatu Keharusan demi Peningkatan Upaya Pemanfaatan, Pengembangan dan Penguasaannya. Prosiding Seminar Nasional Etnobotani III ( 5-6 Mei 1998, Denpasar-Bali) : 352-356. Rusmini, N. 1998. Fungsi Pekarangan Pada Masyarakat Melayu di Deli Serdang Sumatera Utara. Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Etnobotani III. ( 5-6 Mei 1998, Denpasar-Bali) : 199-204. Saepuddin, R. 2005. Etnobotani pada Masyarakat Adat Kasepuhan Banten Kidul, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Skripsi. Departamen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Tidak dipublikasikan
53
Setyowati, F.M. 1998. Aneka Pemanfaatan Tumbuhan Oleh Masyarakat Melayu di D.A.S Alo Taman Nasional Bukit Tigapuluh, Jambi. Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Etnobotani III. ( 5-6 Mei 1998, Denpasar-Bali) : 232-240 Soekarman, Riswan S. 1992. Status Pengetahuan Etnobotani di Indonesia . Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Etnobotani I. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Departemen Pertanian RI, LIPI, Perpustakaan Nasional RI. Bogor. Hal: 1-7 Suwahyono, N, Sudarsono B, Waluyo EB. 1992. Pengelolaan Data Etnobotani Indonesia. Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Etnobotani I. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Departemen Pertanian RI, LIPI, Perpustakaan Nasional RI. Bogor. Hal: 8-15 Waluyo, E.B. 1992. Tumbuhan dalam Kehidupan Tradisional Masyarakat Dawan di Timor. Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Etnobotani I. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Departemen Pertanian RI, LIPI, Perpustakaan Nasional RI. Bogor. Hal: 216-224 Widyatmoko, D, Frank Zich. 1998. The Flora Of Bukit Tigapuluh National Park, Sanctuary and Mahato Protective Reserve, Riau – Indonesia. Indonesian Botanic Gardens and Yayasan Sosial Chevron dan Texaco Indonesia Wiratno, Indriyo D, Syarifudin A, Kartikasari A. 2004. Berkaca di Cermin Retak ;Refleksi Konservasi dan Implikasi bagi Pengelolaan Taman Nasional. The Gibbon Fondation Indonesia, PILI-Ngo Movement. Jakarta
Lampiran 1. Spesies tumbuhan berguna di suku Melayu Tradisional Desa Rantau Langsat No Nama Lokal
Nama Ilmiah
Famili
Habitus
1
Akar beluluh
Mikania cordata (Burm.f.) B.L. Robinson Asteraceae
Liana
2
Akar benawa
Tidak teridentifikasi
Liana
3
Hibiscus tillaceus L.
Malvaceae
Herba
Thottea corymbosa (Grifft.) Ding Hou
Aristolociaceae
Liana
5
Akar boru laut Akar cambai tempalo Akar cirik murai
Hoya imperialis Lindley
Asclepiadaceae
Liana
6
Akar haus
Pterisanthes polita M.Laws
Vitaceae
Liana
7
Akar kalakatai
Tidak teridentifikasi
8
Akar kancil
Smilax zeylanica L.
Smilaxaceae
Liana
9
Akar kopo
Cassia leschenaultiana DC.
Fabaceae
Liana
10 Akar lemponang
Pericamphylus glaucus (Lmk.) Merr
Piperaceae
Liana
11 Akar padi-padi
Tidak teridentifikasi
12 Akar urut
Embelia borneensis Scheff.
Myrsinaceae
Liana
13 Alang-alang
Imperata cylindrica
Poaceae
Semak
14 Ampelas kucing
Tetracera fagifolia BI
Dilleniaceae
Perdu
15 Andarung
Tidak teridentifikasi
16 Anggrek
Dipodium pictum (Lindl.) Rchb. f.
Orchidaceae
Epifit
17 Anggrek meteor
Coelogyne foerstermannii Rchb.f.
Orchidaceae
Epifit
18 Anggrek tebu
Bromheadia finlaysoniana (Lindl.) Miq. Orchidaceae
Epifit
4
Liana
Liana
Pohon
19 Asam gelugu koo Garcinia bancana Miq.
Clusiaceae
Pohon
20 Asam kandis
Garcinia sizygiifolia Pierre
Clusiaceae
Pohon
21 Aur gading
Dendrocalamus asper (Schulf f.)B. ex Hy Poaceae
Perdu
22 Bacang
Mangifera odorata Grifft.
Anacardiaceae
Pohon
23 Balau
Dysoxylum acutangulum Miq.
Meliaceae
Pohon
24 Bambu Basung/ pulai 25 putih 26 Bayas
Bambusa sp.
Poaceae
Perdu
Alstonia pneumatophora
Apocynaceae
Pohon
Oncosperma horridum Blume
Arecaceae
Perdu
27 Bayur
Pterospermum blumeanum Korth
Malvaceae
Perdu
28 Belimbing wuluh Averrhoa sp.
Oxalidaceae
Pohon
29 Bengkirai
Trema oriental Bl
Ulmaceae
Pohon
30 Berumbungan
Adina rubescens Hemsley
Rubiaceae
Pohon
31 Bijan
Sesanum indicum L.
Pedaliaceae
Perdu
32 Bilik angin
Mallotus paniculatus Muell.Arg.
Euphorbiaceae
Perdu
33 Birau-birau
Axonopus compresus (Sw.) Beauv.
Poaceae
Semak
34 Bomban
Donax cannaeformis (G.Forst.) K.Schum Maranthaceae
Perdu
35 Bonggang
Tidak teridentifikasi
Pohon
36 Bunai Bunga 37 abang/kuning 38 Bunga cino
Antidesma montanum Bl.
Euphorbiaceae
Pohon
Celosia argentea L.
Amaranthaceae
Perdu
Allamanda cathartica L.
Apocynaceae
Perdu
39 Bunga dani
Quisqualis indica L.
Combretaceae
Perdu
Lanjutan Lampiran 1 No Nama Lokal
Nama Ilmiah
Famili
Habitus
40 Buting- buting
Ptemandra cardiphylla
Malpighiaceae
Perdu
41 Cambai rawang
Piper arcuatum
Piperaceae
Liana
42 Capo
Didymocarpus sp.
Didymocarpaceae Perdu
43 Capo sidapat
Didymocarpus crinitus Jack
Didymocarpaceae Perdu
44 Cebe rawit
Capsicum frutescens LINN
Solanaceae
Perdu
45 Cekraw
Lavandula angustifolia
Lamiaceae
Perdu
46 Cempedak
Artocarpus champeden
Moraceae
Pohon
Pleurotaceae
Epifit
47 Cendawan pohon Pleurotus sajor 48 Dadap
Eyrthtina orientalis (L.) Murr.
49 Dangla
Vitex trifolia
Verbenaceae
Pohon
50 Daun sudu-Sudu
Euphorbia antiquorum LINN
Euphorbiaceae
Perdu
51 Deket
Nephelium cuspidatum var. (Miq.) Leenh. Sapindaceae
Pohon
52 Duku
Lansium domesticum Corr.
Meliaceae
Pohon
53 Duri bulangan
Randia sp.
Rubiaceae
Pohon
54 Durian
Durio zibethinus Murr.
Bombacaceae
Pohon
55 Enau
Arenga pinnata MERR
Arecaceae
Pohon
56 Gadung
Dioscorea bulbifera L.
Dioscoreaceae
Semak
57 Gaharu
Aquilaria malaccensis Lamk.
Thymelaeaceae
Pohon
58 Galinggang
Cassia alata L.
Fabaceae
Herba
59 Gambir
Uncaria longiflora Merr
Rubiaceae
Pohon
60 Garu betina/ tusam Cantleya corniculata (Becc.) Howard
Icacinaceae
Pohon
61 Gawal-gawal Gayat/ paling62 paling 63 Gelugur
Dillenia reticulata King
Dilleniaceae
Pohon
Alpinia javanica Blume
Zingiberaceae
Herba
Garcinia cf. dulcis Kurtz
Clusiaceae
Pohon
64 Gemuruh
Selaginella doederleinii Hieron
Selaginellaceae
Perdu
65 Geraan
Tidak teridentifikasi
66 Getah
Hevea brasiliansis
Euphorbiaceae
Pohon
67 Gimban darah
Labisia pumila
Myrsinaceae
Pohon
68 Gitan
Willughbeia angustifolia
Apocynaceae
Pohon
69 Hara Harang pare/ 70 pulasan 71 Hati-hati
Ficus sp.
Moraceae
Pohon
Nephelium ramboutan-ake
Sapindaceae
Pohon
Plectranthus scutellarioides (L.) R.Br.
Lamiaceae
Perdu
72 Ibu-ibu
Anisophylla disticha (Jack) Bail/On
Anisophylleaceae Perdu
73 Inggen sikara
Mussaenda frondosa L.
Rubiaceae
Perdu
74 Jagung
Zea mays
Poaceae
Perdu
75 Jahe
Zingiber officinale Roxb.
Zingiberaceae
Herba
76 Jambu biji
Psidium guajava Linn
Myrtaceae
Pohon
77 Jangau
Acorus calamus
Acoraceae
Herba
78 Janggut baung
Aglaunema simplex BI
Violaceae
Perdu
79 Jelatang/ derangsi Laportea stimulans (L.f.) Gaud ex Mig
Urticaceae
Pohon
80 Jelemu
Clusiaceae
Pohon
Garcinia parvifolia
Pohon
Pohon
Lanjutan Lampiran 1 No Nama Lokal
Nama Ilmiah
Famili
Habitus
81 Jelutung
Dyera costulata (Miq.) Hook.f.
Apocynaceae
Pohon
82 Jering/ jengkol
Pithecellobium jiringa (Jack.)
Fabaceae
Pohon
83 Jernang
Daemonorops draco Bl
Arecaceae
Perdu
84 Jirak nasi
Symplocos cochinensis Fumb.& Bonpl
85 Kala mamba
Tidak teridentifikasi
86 Kalimunting
Marumia nemorosa Blume
Melastomataceae Perdu
87 Kapung-kapung
Oroxylum indicum (J.Kurz)
Bignoniaceae
Perdu
88 Kasai
Pometia pinnata J.R.Forst.& G.Forst
Sapindaceae
Pohon
89 Katari beruk
Curculigo latifolia Dryand
Hypoxidaceae
Pohon
90 Kates
Carica papaya L.
Caricaceae
Perdu
91 Kayu aro
Ficus sp.
Moraceae
Pohon
92 Kayu bakata
Fagraea racemosa Jack ex Wall.
Loganiaceae
Pohon
93 Kayu batu
Irvinga malayana
94 Kayu gerang
Antidesma bunius Spreng
Euphorbiaceae
95 Kayu kawan
Dipterocarpus sp.
Dipterocarpaceae Pohon
96 Kayu kelat
Syzygium sp.
Myrtaceae
Pohon
97 Kayu kepinding
Syzygium tetrapterum (Mim) Gaesta.
Myrtaceae
Pohon
98 Kayu kunyit
Dysoxylum macrocarpum Blume
Meliaceae
Pohon
99 Kayu lid
Dillenia cf obafata (81.) Hoogl
Dilleniaceae
Pohon
100 Kayu ratus
Barringtonia sp.
Lecythidaceae
Pohon
101 Kayu ringgit
Carallia brachiata (Lour.)Merr
Rhizophoraceae
Pohon
102 Kayu rusun
Bouea oppositifolia Roxb.
Anacardiaceae
Pohon
103 Kayu sampu
Antrophylum semicolatum
Adiantaceae
Pohon
104 Kayu sibasah
Porosa fruteoceus Blume.
Perdu Pohon
Pohon Pohon
Pohon
105 Kedondong hutan Pentaspadon motleyi Hook.f.
Anacardiaceae
106 Keduduk akar
Dissochaela fallax Bl
Melastomataceae Perdu
Pohon
107 Keduduk batang
Melastoma sp.
Melastomataceae Perdu
108 Kelapa
Cocos nucifera
Arecaceae
109 Kelemidingan
Tidak teridentifikasi
110 Kelepung
Randia exaltata Griff
111 Kemambai Kembang 112 semangkuk 113 Kemenyan
Tidak teridentifikasi
114 Kempas
Pohon Pohon
Rubiaceae
Pohon Pohon
Sterculia foetida
Sterculiaceae
Pohon
Styrax paralleloneumerus Perkins
Sytracaceae
Pohon
Koompassia malaccensis Benth
Fabaceae
Pohon
115 Kencur
Kaempferia sp.
Zingiberaceae
Herba
116 Kepayang
Pangium edule Reinw.
Flacourtiaceae
Pohon
117 Kepinis
Sloetia elongata Koord.
Urticaceae
Pohon
118 Keranji
Dialium maingayi Baker
Fabaceae
Pohon
119 Keruing
Dipterocarpus grandiflorus (Blanco)
Dipterocarpaceae Pohon
120 Ketapang
Terminalia cattapa
Combretaceae
Pohon
121 Ki tawa
Euphorbia hirta L
Euphorbiaceae
Perdu
122 Kiuh
Tidak teridentifikasi
Pohon
Lanjutan Lampiran 1 No Nama Lokal
Nama Ilmiah
Famili
Habitus
123 Kolud
Mangifera sp1.
Anacardiaceae
Pohon
124 Komang
Mangifera sp2.
Anacardiaceae
Pohon
125 Kriat
Pterisanthes sp.
Vitaceae
Liana
126 Kriat betina
Pterisanthes cissoides Blume
Vitaceae
Liana
127 Kucai
Allium odorum L.
Liliaceae
Herba
128 Kuhang/ kokang
Aralidium pinnatiridum Miq.
Toricelliaceae
Pohon
129 Kulim
Scorodocarpus borneensis Becc.
Olaceae
Pohon
130 Kumpai
Panicum stagninum Retz
Paniceae
Perdu
131 Kumpal benang
Nephelium cuspidatum
Sapindaceae
Pohon
132 Kunyit
Curcuma domestica Val.
Zingiberaceae
Herba
133 Labu
Lagenaria leucantha Rusby
Cucurbitaceae
Semak
134 Laka
Myristica iners Blume
Myristicaceae
Pohon
135 Leban
Vitex pinnata L.
Verbenaceae
Pohon
136 Lengkonai
Selaginella plana Hieron
Selaginellaceae
Perdu
137 Lengkuas
Alpinia galanga Sw
Zingiberaceae
Herba
138 Lesa
Conocephalus naucleiflorus Engl.
139 Lese putih
Litsea lanceolata (Bl.) Kosterm.
Lauraceae
Pohon
140 Letup-letup
Passiflora foetida Linn.
Passifloraceae
Perdu
141 Lidan
Tidak teridentifikasi
Pohon
142 Limau nipis Linau/ pinang 143 merah 144 Lirik
Citrus aurantifolia (Chris & Panz) Swing Rutaceae
Perdu
Cyrtostachys renda Blume
Arecaceae
Perdu
Aglaonema nitidum Kunth
Araceae
Herba
145 Mahang kuku
Macaranga pruinosa Muell. Arg
Euphorbiaceae
Pohon
146 Mambul
Melia indica Brand.
Meliaceae
Perdu
147 Manggis
Garcinia mangostana
Clusiaceae
Pohon
148 Marapuyan
Rhodemnia cinerea Jack.
Myrtaceae
Pohon
149 Mata kucing
Dimocarpus longan
Sapindaceae
Pohon
150 Medang cendana
Cinnamomum subcuneatum Miq.
Lauraceae
Pohon
Theaceae
Pohon
151 Medang kataping Gordonia excelsa (Blume) Blume
Pohon
152 Medang lendir
Tidak teridentifikasi
Pohon
153 Medang piawai
Litsea angulata Bl.
Lauraceae
Pohon
154 Medang sendok
Endospermum diadenum
Euphorbiaceae
Pohon
155 Medang siarah
Elaeocarpus griffithii (Wight) A. Gray
Elaeocarpaceae
Pohon
156 Mahang/ Labai
Macaranga sp.
Euphorbiaceae
Pohon
157 Mempening
Quercus argentata Korth
Fagaceae
Pohon
158 Mengkuang
Pandanus furcatus
Pandanaceae
Perdu
159 Mentangur
Calophyllum grandiflorum J.J. Smith
Clusiaceae
Pohon
160 Meranti kucing
Anisoptera marginata Korth.
Dipterocarpaceae Pohon
161 Meranti semut Meranti/ meranti 162 bunga 163 Merawan
Shorea parviflolia Dyer
Dipterocarpaceae Pohon
Shorea leprosula Miq.
Dipterocarpaceae Pohon
Hopea mengarawan Miq
Dipterocarpaceae Pohon
Lanjutan Lampiran 1 No Nama Lokal
Nama Ilmiah
Famili
Habitus
164 Mersawa
Anisoptera curtisii King
Dipterocarpaceae Pohon
165 Mincak
Tidak teridentifikasi
166 Nangka
Artocarpus heterophyllus
Moraceae
Pohon
167 Nenas
Ananas comosus Merr
Bromeliaceae
Semak
168 Nipai
Licuala paladosa Griff. Ex Mart
Arecaceae
Perdu
169 Nipai kecil
Licuala sp.
Arecaceae
Perdu
170 Padi
Oryza sativa Linn
Poaceae
Semak
171 Paku gajah
Angiopteris evecta Hoffm.
Marattiaceae
Semak
172 Paku kawat
Lycopodium sp.
Lycopodiaceae
Semak
173 Paku kunyit
Sphaerostephanos heterophyllus
Thelypteridaceae Perdu
174 Paku miding
Stenochlaena palustris(Burm.f.) Bedd.
Pteridaceae
Semak
175 Paku sembelit
Rourea mimosoides (Vahl.) Ranch
Connaraceae
Semak
176 Paku tiang Paku uban/ 177 kucibuk 178 Pandan
Cyathea sumatranan Bank
Cyatheaceae
Semak
Nephrolepis biserrata Schott
Polypodiaceae
Semak
Pandanus immersus Ridl
Pandanaceae
Perdu
179 Pandan wangi
Pandanus amaryllifolius Roxb
Pandanaceae
Perdu
180 Pasak bumi
Eurycoma longifolia Jack
Simaroubaceae
Perdu
181 Pauh udang
Mangifera sp3.
Anacardiaceae
Pohon
182 Pelangas
Antidesma tetrandum Bl
Euphorbiaceae
Pohon
183 Petai
Parkia timoriana Hassk.
Fabaceae
Pohon
184 Petaling
Ochanostachys amentaceae Mast
Olacaceae
Pohon
185 Pinang
Areca catechu Linn
Arecaceae
Pohon
186 Pinang kancil
Pinanga malalaina Scheff
Arecaceae
Pohon
187 Pisang
Musa sp.
Musaceae
Perdu
188 Pisang karuk
Musa salaccensis Zoll.
Musaceae
Perdu
189 Puar
Etlingera sp.
Zingiberaceae
Herba
190 Puding hitam
Chasalia curviflora THW.
191 Pulai
Alstonia scholaris (L.) R. Br.
Apocynaceae
Pohon
192 Pulut-pulut
Urena lobata Linn
Malvaceae
Perdu
193 Pumpung mata
Tidak teridentifikasi
194 Punak
Tetramerista glabra Miq.
Theaceae
Pohon
195 Putan
Chisocheton divergens Blume
Meliaceae
Pohon
196 Putat
Barringtonia lanceolata (Ridley) Payens. Lecythidaceae
Pohon
197 Rambai
Baccaurea motleyana (Muell.Arg.)
Euphorbiaceae
Pohon
198 Rambutan
Nephelium mutabile
Sapindaceae
Pohon
199 Rambutan pacat
Rinorea anguifera (Lour.) O.K.
Violaceae
Perdu
200 Ramin
Gonystylus macrophyllus (Miq.)
Thymelaeaceae
Pohon
201 Rengas
Gluta renghas Linn
Anacardiaceae
Pohon
202 Resak
Vatica rassak (Korth.)Blume
Dipterocarpaceae Pohon
203 Resam
Gleichidia sp.
204 Ribu-ribu
Lygodium circinatum Swartz
Schizaeaceae
Perdu
205 Ringin
Dillenia excelsa Maretelli
Dilleniaceae
Pohon
Pohon
Perdu
Perdu
Semak
Lanjutan Lampiran 1 No Nama Lokal
Nama Ilmiah
Famili
Habitus
206 Rotan batu
Calamus diepenhorstii Miq.
Arecaceae
Pohon
207 Rotan belindang
Korthalsia paicijuga Becc.
Arecaceae
Pohon
208 Rotan bini
Flagellaria indica L
Flagellariaceae
Perdu
209 Rotan dahan
Korthalsia flagellaris Miq.
Arecaceae
Pohon
210 Rotan getah
Daemonorops angustifolia (Griff.) Mart. Arecaceae
Pohon
211 Rotan manau
Calamus manan
Arecaceae
Pohon
212 Rotan semambu
Calamus scipionum
Arecaceae
Pohon
213 Rotan udang
Korthalsia echinometra Becc.
Arecaceae
Pohon
214 Rumbia/ sagu
Metroxylon sagu
Arecaceae
Pohon
215 Sakat
Acriopsis indica Wight.
Orchidaceae
Epifit
216 Sakat
Bulbophyllum limbatum Lindl.
Orchidaceae
Epifit
217 Sakat
Bulbophyllum medusae (Lindl.) Reichb.f. Orchidaceae
Epifit
218 Salam
Syzygium polyantha Wight.
Myrtaceae
Pohon
219 Salo
Johannesteijsmannia altifrons
Arecaceae
Perdu
220 Sedingin
Kalanchoe pinnata Pers
Crassulaceae
Perdu
221 Seminai
Palaquium ridleyi K. and G.
Sapotaceae
Pohon
222 Sengkumang
Tidak teridentifikasi
223 Serai
Andropogon nardus Linn
224 Setanggi
Tidak teridentifikasi
225 Setawar
Costus sp.
Costaceae
Perdu
226 Si bokal
Milletia slendidissima Bl
Meliaceae
Pohon
227 Si buru
Goniothamus macrophyllus
Annonaceae
Perdu
228 Sialit tajam
Scleria terretris (L.) Fass
Poaceae
Semak
229 Silima jari
Tetrastigma lanceolarium (Roxb.) Planch Vitaceae
Liana
230 Simantung
Ficus hirta Vahl
Moraceae
Pohon
231 Simbar badak
Tabernaemontana macrocarpa Jack.
Apocynaceae
Perdu
232 Simpo
Dillenia albitlos (Rudl) Hoogi
Dilleniaceae
Pohon
233 Singkawang
Shorea singkawang Burck.
Dipterocarpaceae Pohon
234 Singkong
Manihot utilissima Pohl
Euphorbiaceae
Perdu
235 Sirih
Piper betle L.
Piperaceae
Liana
236 Sulai
Palaquium burckii H.J.Lam
Sapotaceae
Pohon
237 Sungkai
Peronema canescens Jack.
Verbenaceae
Pohon
238 Sungkit
Nephelium maingayi Hiern
Sapindaceae
Pohon
239 Surem
Tidak teridentifikasi
240 Tali kuning
Arcangelisia flava (L.) Merr.
241 Tampak
Tidak teridentifikasi
242 Tampui
Pohon Poaceae
Semak Pohon
Pohon Piperaceae
Liana Pohon
Baccaurea bracteata Muell.Arg.
Euphorbiaceae
Pohon
243 Tampui kura-kura Baccaurea parviflora Muell.Arg.
Euphorbiaceae
Pohon
244 Tapus
Elateriospermum tapos Bl.
Euphorbiaceae
Perdu
245 Tayas
Parinarium costatum Bl
246 Tebu udang
Saccharum saccharum sp.
Poaceae
Perdu
247 Tembakau
Nicotiana tabacum Linn
Solanaceae
Perdu
Pohon
Lanjutan Lampiran 1 No Nama Lokal
Nama Ilmiah
Famili
Habitus
248 Tembesu
Fagraea fragrans Roxb.
Loganiaceae
Pohon
249 Tempanai
Tidak teridentifikasi
250 Temulawak
Curcuma xanthorrhiza Roxb.
Zingiberaceae
251 Tengkawang
Shorea sp.
Dipterocarpaceae Pohon
252 Terap kangkung
Artocarpus elasticus
Moraceae
Pohon
253 Terap nasi
Artocarpus sp1.
Moraceae
Pohon
254 Terap tungkal
Artocarpus sp2.
Moraceae
Pohon
255 Terentang
Campnosperma coriaceum (Jack.)
Anacardiaceae
Pohon
256 Terong kecubung Brugmansia candida
Solanaceae
Perdu
257 Terung
Solanum melongena Linn
Solanaceae
Perdu
258 Timun
Cucumis sativus Linn
Cucurbitaceae
Liana
259 Tinjau tasik
Plectronia sumatrana Val
260 Titi dahan
Ixora grandifolia Z.&M.
Rubiaceae
Perdu
261 Tobu limbuan
Forrestia mollissima (Bl.) Koord
Commelinaceae
Perdu
262 Tomui/ salak
Salacca conferta Griffith
Arecaceae
Perdu
263 Tubung-tubung
Gonocaryum gracile Miq.
Icacinaceae
Pohon
264 Tunjuk langit
Helminthostachys zeylanica
Ophiglossaceae
Perdu
265 Ubi jalar
Ipomoea batatas Poir
Convolvulaceae
Liana
266 Umbut berisuk
Caryota mitis Lour.
Arecaceae
Pohon
Pohon Herba
Pohon
Lampiran 2. Pemanfaatan tumbuhan obat oleh masyarakat suku Melayu Tradisional di Desa Rantau Langsat No Nama Lokal
Nama Ilmiah
Famili
Habitus Bagian Digunakan
Kegunaan
1 Akar beluluh
Mikania cordata (Burm.f.) B.L. Robinson Asteraceae
Liana
Daun
Perawatan sebelum melahirkan
2 Akar benawa
Tidak teridentifikasi
Liana
Akar
Sesak napas
3 Akar boru laut
Hibiscus tillaceus L.
Malvaceae
Herba
Akar
Infeksi saluran kemih
4 Akar cambai tempalo
Thottea corymbosa (Grifft.) Ding Hou
Aristolociaceae
Liana
Daun
Sakit gigi
5 Akar cirik murai
Hoya imperialis Lindley
Aslepiadaceae
Liana
Akar
Mempelancar kelahiran
6 Akar inang sikarak
Mussaenda frandosa L
Rubiacea
Perdu
Akar
Demam
7 Akar kalakatai
Tidak teridentifikasi
Liana
Batang
Sakit perut
8 Akar kancil
Smilax zeylanica L.
Smilaxaceae
Liana
Akar dan batang
Batuk dan aprosidiak
9 Akar kopo
Cassia leschenaultianaDC.
Fabaceae
Liana
Akar
Penangkal racun
10 Akar lemponang
Pericamphylus glaucus (Lmk.) Merr
Piperaceae
Liana
Batang
Pening/ pusing
11 Akar seduduk 12 Akar tiga tail/ tali kuning 13 Akar urut
Marumia nemorosa Blume
Melastomataceae Perdu
Daun dan akar
Arcangelisia flava (L.)Merr
Piperaceae
Liana
Batang
Embelia borneensis Scheff.
Myrsinaceae
Liana
Daun
Pasca melahirkan Aprosidiak, patah tulang, rematik, sakit kuning Sakit perut
14 Alang-alang
Imperata cylindrical
Poaceae
Semak
Akar
Luka
15 Ampelas kucing
Tetracera fagifolia Bl
Dilleniaceae
Perdu
Batang
Batuk
16 Asam kandis 17 Aur gading/ bambu kuning 18 Bacang
Garcinia sizygiifolia Pierre
Clusiacae
Pohon
Buah
Sariawan
Dendrocalamus asper (Schulf f.) B. ex Hy Poacaea
Perdu
Air batang
Batuk
Mangifera odorata Grifft
Anacardiaceae
Pohon
Buah
Perawatan sebelum melahirkan
19 Bayur
Pterospermum blumeanum Korth
Malvaceae
Perdu
Pucuk daun
Mempelancar kelahiran
20 Belimbing wuluh
Averrhoa sp.
Oxalidaceae
Perdu
Buah, daun, kulit batang Darah tinggi dan sakit gigi
21 Bijan
Sesanum indicum L.
Pedaliaceae
Perdu
Akar
Sakit perut, berak batu
22 Bilik angin
Mallotus paniculatus Muell.Arg.
Euphorbiaceae
Perdu
Daun
Demam
23 Bomban
Donax cannaeformis (G.Forst.) K.Schum
Maranthaceae
Perdu
Batang
Batuk
Lanjutan lampiran 2 No Nama Lokal
Nama Ilmiah
Famili
Habitus Bagian Digunakan
Kegunaan
24 Bunai
Antidesma montanum Bl.
Euphorbiaceae
Pohon
Kulit kayu
Sakit gigi
25 Bunga abang/kuning
Celosia argentea L.
Amaranthaceae
Perdu
Daun
Mempelancar kelahiran/ pusing
26 Bunga cino
Allamanda cathartica L
Apocynaceae
Perdu
Batang
Batuk berdahak/ sakit tenggorokan
27 Bunga dani
Quisqualis indica L.
Combretaceae
Pohon
Batang
Penambah nafsu makan
28 Buting- buting
Ptemandra cardiphylla
Malpighiaceae
Perdu
Batang
Penawar racun
29 Cambai rawang
Piper arcuatum
Piperaceae
Liana
Daun
Mempelancar kelahiran
30 Capo
Didymocarpus sp.
Didymocarpaceae Perdu
Daun
Perawatan sebelum melahirkan, flu
31 Capo sidapat
Didymocarpus crinitus Jack
Didymocarpaceae Perdu
Daun
Demam
32 Dadap
Eyrthtina orientalis (L.) Murr.
Pohon
Daun, batang
Sakit kulit, obat racun gadung
33 Dangla
Vitex trifolia
Verbenaceae
Pohon
Batang
Batuk
34 Derangsi/ Jelatang
Laportea stimulans (L.f.) Gaud ex Mig
Urticaceae
Pohon
Batang, akar
Batuk, cacingan
35 Duku
Lansium domesticum Corr.
Meliaceae
Pohon
Kulit batang
Demam
36 Duri bulangan
Randia sp.
Rubiacea
Pohon
Daun
Panas, pusing
37 Durian
Durio zibethinus Murr.
Bombacaceae
Pohon
Buah
Memanaskan tubuh
38 Gaharu
Aquilaria malaccensis Lamk
Thymelaeceae
Pohon
Getah dan kulit kayu
Sakit perut dan mual
39 Galinggang laut
Cassia alata L.
Fabaceae
Herba
Daun
Iritasi pada kulit
40 Gambir
Uncaria longiflora Merr
Rubiacea
Pohon
Daun
Penguat gusi/ gigi
41 Gayat/ paling-paling
Alpinia javanica Blume
Zingiberaceae
Herba
Daun
Biang keringat
42 Gelugur
Garcinia dulcis Kurtz
Clusiacae
Pohon
Daun dan buah
Perawatan pasca melahirkan
43 Gemuruh
Selaginella doederleinii Hieron
Selaginellaceae
Perdu
Akar
Penambah stamina
44 Getah ara
Ficus sp1.
Moraceae
Pohon
Getah
Peluruh racun
45 Gimban darah
Labisia pumila (Blume)
Myrsinaceae
Pohon
Daun
Pasca melahirkan
46 Hara
Ficus sp.2
Moraceae
Pohon
Daun
Sakit perut
47 Hati-hati
Plectranthus scutellarioides (Labill.)
Lamiacae
Perdu
Daun
Maag
Lanjutan lampiran 2 No Nama Lokal
Nama Ilmiah
Famili
48 Ibu-ibu
Anisophylla disticha (Jack) Bail/ On
Anisophylleaceae Perdu
Daun
Memperlancar kelahiran
49 Jahe
Zingiber officinale Roxb
Zingiberaceae
Herba
Akar
Pasca melahirkan
50 Jambu biji
Psidium guajava Linn
Myrtaceae
Pohon
Daun
Menghentikan luka
51 Jangau
Acorus calamus
Acoraceae
Herba
Daun
Sakit pinggang, kejang-kejang
52 Janggut baung
Aglaunema simplex Bl
Araceae
Herba
Daun
Demam
53 Jelutung
Dyera costulata (Miq.) Hook.f.
Apocynaceae
Pohon
Getah
Disentri
54 Jering/ jengkol
Pithecellobium jiringa (Jack.)Prain ex King Fabaceae
Pohon
Kulit batang, kulit buah
Gatal-gatal, keracunan jengkol
55 Jernang
Daemonorops draco Bl
Perdu
Getah buah
Berak darah
56 Jirak nasi
Symplocos cochinensis Fumb.& Bonpl
Perdu
Getah
Tuli/ pekak
57 Kala mamba
Tidak teridentifikasi
Pohon
Batang
Batuk
58 Kapung-kapung
Oroxylum indicum (J.Kurz)
Bignoniaceae
Perdu
Daun
Pengusir kantuk
59 Kasai
Pometia pinnata J.R.Forst.&G.Forst
Sapindaceae
Pohon
Kulit batang dan daun
Demam
60 Katari beruk
Curculigo latifolia Dryand
Hypoxidaceae
Pohon
Daun
Penambah nafsu makan
61 Kates
Carica papaya L.
Caricaceae
Perdu
Daun muda
Sakit kepala, malaria
62 Kayu bakata
Fagraea racemosa Jack ex Wall.
Loganiaceae
Pohon
Daun, batang, akar
Anti bisa, tonic
63 Kayu gerang
Antidesma bunius Spreng
Euphorbiaceae
Pohon
Kulit kayu
Obat gusi, rematik
64 Kayu lid
Dillenia obafata Hoogl
Dilleniaceae
Pohon
Akar
Obat kuat
65 Kayu ratus
Barringtonia sp.
Lecythidaceae
Pohon
Pucuk batang
Malaria
66 Kayu ringgit
Carallia brachiata (Lour.) Merr
Rhizophoraceae
Pohon
Kulit batang
Demam
67 Kayu sampu
Antrophylum semicolatum
Adiantaceae
Pohon
Kulit batang
Diare anak-anak, demam
68 Kayu sibasah
Porosa fruteoceus Blume.
Pohon
Batang
Demam
69 Keduduk akar
Dissochaela fallax Bl
Melastomataceae Perdu
Akar
Batuk
70 Keduduk batang
Melastoma malabatricum
Melastomataceae Perdu
Daun
Luka
71 Kelapa
Cocos nucifera
Arecacea
Buah
Demam, panas dalam
Arecacea
Habitus Bagian Digunakan
Pohon
Kegunaan
Lanjutan lampiran 2 No Nama Lokal
Nama Ilmiah
Famili
Habitus Bagian Digunakan
Kegunaan
72 Kembang semangkuk
Sterculia foetida
Sterculiaceae
Pohon
Buah dan Biji
Panas dalam
73 Kemenyan
Styrax paralleloneumerus Perkins
Styracaceae
Pohon
Minyak
Kudis
74 Kencur
Kaempferia sp.
Zingiberaceae
Herba
Akar
Pasca melahirkan
75 Kepayang
Pangium edule Reinw.
Flacourtiaceae
Pohon
Kulit batang
Pembasmi kutu
76 Ketapang
Terminalia cattapa
Combretaceae
Pohon
Kulit Batang
Maag
77 Ki tawa
Euphorbia hirta L
Euphorbiaceae
Perdu
Batang
Batuk
78 Kriat
Pterisanthes sp.
Vitaceae
Liana
Daun
Susah tidur
79 Kriat betina
Pterisanthes cissoides Blume
Vitaceae
Liana
Batang
Batuk
80 Kucai
Allium odorum L.
Liliaceae
Herba
Umbi
Demam
81 Kuhang/ kokang
Aralidium pinnatiridum Miq.
Toricelliaceae
Pohon
Daun
Perut kembung, beri-beri
82 Kunyit
Curcuma domestica Val.
Zingiberaceae
Herba
Akar
Sakit perut, pasca melahirkan
83 Leban
Vitex pinnata L.
Verbenaceae
Pohon
Kulit Batang
Sakit perut, luka
84 Lengkonai
Selaginella plana Hieron
Selaginellaceae
Perdu
Daun
Demam
85 Lengkuas
Alpinia galanga Sw
Zingiberaceae
Herba
Akar
Pasca melahirkan
86 Lesa
Conocephalus neucleiflorus Engl.
Pohon
Daun
Sakit perut
87 Lese putih
Litsea lanceolata (BI.) Kosterm
Lauraceae
Pohon
Daun
Kencing manis
88 Limau nipis
Citrus aurantifolia (Chris & Panz) Swing
Rutaceae
Perdu
Buah
Masuk angin
89 Mambul
Melia indica Brand
Meliaceae
Pohon
Batang, daun
Sakit perut, batuk
90 Manggis
Garcinia mangostana
Clusiacae
Pohon
Kulit Batang
Pasca melahirkan
91 Medang cendana
Cinnamomum subcuneatum Miq.
Lauraceae
Pohon
Kulit Batang
Demam
92 Medang piawai
Litsea angulata Bl.
Lauraceae
Pohon
Kulit batang
Rematik
93 Medang siarah
Elaeocarpus griffithii (Wight) A.Gray
Elaeocarpaceae
Pohon
Kulit batang
Diare
94 Labai
Macaranga sp.
Euphorbiaceae
Pohon
Getah
Penawar bisa
95 Nenas
Ananas comosus Merr
Bromeliaceae
Semak
Pucuk daun
Sakit perut
Lanjutan lampiran 2 No Nama Lokal
Nama Ilmiah
Famili
Habitus Bagian Digunakan
Kegunaan
96 Paku gajah
Angiopteris evecta Hoffm.
Marattiaceae
Semak
Pucuk daun
Gatal-gatal
97 Paku kawat
Lycopodium sp.
Lycopodiaceae
Semak
Akar
Aprosidiak
98 Paku kunyit
Sphaerostephanos heterophyllus (Bl.) Holt Thelypteridaceae Perdu
Akar muda
Sakit kuning
99 Paku miding
Stenochlaena palustris (Burm.f) Bedd
Pteridaceae
Semak
Batang
Batuk
100 Paku sembelit
Rourea mimosoides (Vahl.) Ranch
Connaraceae
Semak
Akar
Diare
101 Paku uban
Nephrolepis bisserata Schoot
Polypodiaceae
Semak
Serbuk ranting
Penutup luka
102 Pandan
Pandanus immersus Ridl
Pandanacaea
Perdu
Daun
Sakit perut
103 Pasak bumi
Eurycoma longifoliaJack
Simaroubaceae
Perdu
Akar
Penambah stamina
104 Pelangas
Antidesma tetrandum Bl
Euphorbiaceae
Pohon
Daun, pucuk
Demam tipus
105 Pinang
Areca catechu Linn
Arecacea
Pohon
Buah
Penguat gigi/ gusi
106 Pisang
Musa sp.
Musaceae
Perdu
Buah, jantung muda
Penambah ASI
107 Puar
Etlingera sp.
Zingiberaceae
Herba
Akar
Bisa ular
108 Puding hitam
Chasalia curviflora THW
Arecacea
Perdu
Daun
kesuburan wanita
109 Pulai
Alstonia scholaris (L.) R. Br.
Apocynaceae
Pohon
Getah, kulit batang
Sakit gigi,penyubur rambut
110 Pulut-pulut
Urena lobata Linn
Malvaceae
Perdu
Akar
Diare
111 Pumpung mata
Tidak teridentifikasi
Perdu
Daun
Susah tidur
112 Rambutan pacat
Rinorea anguifera (Lour.) O.K.
Perdu
Akar, kulit batang
Sakit perut, demam
113 Resam
Gleichidia sp.
Semak
Daun
Demam/ panas
114 Ringin
Dillenia excelsa Maretelli
Dilleniaceae
Pohon
Air Batang
sakit gigi
115 Rotan bini
Flagellaria indica L
Flagellariaceae
Perdu
Batang
Penangkal racun
116 Rotan manau
Calamus manan
Arecacea
Pohon
Batang
Batuk
117 Rotan semambu
Calamus scipionum
Arecacea
Pohon
Batang
Batuk
118 Rotan udang
Korthalsia echinometra Becc.
Arecacea
Pohon
Batang
Batuk
119 Sedingin
Kalanchoe pinnata Pers
Crassulaceae
Perdu
Daun
Demam
Violaceae
Lanjutan lampiran 2 No Nama Lokal
Nama Ilmiah
Famili
Habitus Bagian Digunakan
Kegunaan
120 Setawar
Costus sp.
Costaceae
Perdu
Daun
Demam
121 Si bokal
Milletia slendidissima Bl
Meliaceae
Pohon
Daun
Penambah stamina
122 Si buru
Goniothamus macrophyllus
Annonaceae
Perdu
Daun
Demam
123 Sialit tajam
Scleria terretris (L.) Fass
Poaceae
Semak
Akar, batang
Batuk
124 Silima Jari
Tetrastigma lanceolarium (Roxb.) Planch
Vitaceae
Liana
Daun
Sakit mata
125 Simantung
Ficus hirta Vahl
Moraceae
Pohon
Pucuk daun
Batuk
126 Simpo
Dillenia albitlos (Rudl) Hoogi
Dilleniaceae
Pohon
Akar
Malaria
127 Sirih
Piper betle L
Piperaceae
Liana
Daun
Mimisan
128 Sungkai
Peronema canescens Jack
Verbenaceae
Pohon
Daun, kulit batang
Demam
129 Tebu udang
Saccharum saccharum
Panicoidea
Perdu
Batang
Demam
130 Tembakau
Nicotiana tabacum Linn
Solanaceae
Perdu
Daun
Menghentikan luka
131 Tempanai
Tidak teridentifikasi
Pohon
Pucuk daun
Anti mengantuk
132 Temu lawak
Curcuma xanthorrhiza Roxb.
Zingiberaceae
Herba
Akar
Pasca melahirkan
133 Terap
Artocarpus elasticus
Moraceae
Pohon
Kulit batang
Disentri
134 Terong kecubung
Brugmansia candida
Solanaceae
Perdu
Bunga
Sakit gigi
135 Tinjau tasik
Plectronia sumatrana Val
Pohon
Akar
Penawar bisa
136 Tobu limbuan
Forrestia mollissima (Bl.) Koord
Commelinaceae
Perdu
Akar
Obat tidur
137 Tubung-tubung
Gonocaryum gracile Miq.
Icacinaceae
Pohon
Daun
Pusing/ pening
138 Umbut berisuk
Caryota mitis Lour.
Arecaceae
Semak
Daun
Pusing
Lampiran 3. Pemanfaatan tumbuhan penghasil tali, kerajinan dan anyaman oleh masyarakat suku Melayu Tradisional di Desa Rantau Langsat No
Nama Lokal
Nama Ilmiah
Famili
Habitus
Bagian Digunakan
Kegunaan
1
Aur gading/ bambu kuning
Dendrocalamus asper (Schulf f.) B. ex Hy
Poaceae
Perdu
Batang
Perkakas rumah tangga
2
Bomban
Donax cannaeformis (G.Forst.) K.Schum
Maranthaceae
Perdu
Batang
Pengikat
3
Kayu kunyit
Dysoxylum macrocarpum Blume
Meliacea
Pohon
Batang
Perkakas rumah tangga
4
Kepinis
Sloetia elongata Koord.
Urtiaceae
Pohon
Batang
Ganggang pisau
5
Kumpai
Panicum stagninum Retz
Paniceae
Perdu
Isi batang
Hiasan
6
Menkuang
Pandanus furcatus
Pandanaceae
Perdu
Daun
Tikar
7
Nenas
Ananas comosus Merr
Bromeliaceae
Semak
Daun
Pengikat
8
Pandan
Pandanus immersus Ridl
Pandanaceae
Perdu
Daun
Tikar
9
Pinang kancil
Pinanga malalaina Scheff
Arecaceae
Pohon
Akar rotan
Perkakas rumah tangga
10
Rotan batu
Calamus diepenhorstii Miq.
Arecaceae
Pohon
Akar rotan
Perkakas rumah tangga
11
Rotan bini
Flagellaria indica L
Flagellariaceae
Perdu
Akar rotan
Perkakas rumah tangga
12
Rotan dahan
Korthalsia flagellaris Miq
Arecaceae
Pohon
Akar rotan
Perkakas rumah tangga
13
Rotan getah
Daemonorops angustifolia (Griff.) Mart
Arecaceae
Pohon
Akar rotan
Perkakas rumah tangga
14
Rotan manau
Calamus manan Miquel
Arecaceae
Pohon
Akar rotan
Perkakas rumah tangga
15
Rotan semambu
Calamus scipionum
Arecaceae
Pohon
Akar rotan
Perkakas rumah tangga
16
Rotan udang
Korthalsia echinometra Becc
Arecaceae
Pohon
Akar rotan
Perkakas rumah tangga
17
Rumbia/ sagu
Metroxylon sagu
Arecaceae
Pohon
Daun
Tikar
18
Surem
Tidak teridentifikasi
Pohon
Batang
Perkakas rumah tangga
19
Terap kangkung
Artocarpus elasticus
Moraceae
Pohon
Kulit kayu
Pengikat
20
Terap nasi
Artocarpus sp.1
Moraceae
Pohon
Kulit kayu
Pengikat
21
Terap tangkal
Artocarpus sp.2
Moraceae
Pohon
Kulit kayu
Pengikat
Lampiran 4. Pemanfaatan tumbuhan untuk bahan bangunan oleh masyarakat suku Melayu Tradisional di Desa Rantau Langsat No
Nama Lokal
Nama Ilmiah
Famili
Habitus
Bagian digunakan
Kegunaan
1
Andarung
Tidak teridentifikasi
2
Balau
Dysoxylum acutangulum Miq.
Meliaceae
Pohon
Batang
Dinding, lantai
Pohon
Batang
Pondasi tiang
3
Bambu
Bambusa sp.
Poaceae
Perdu
Batang
Dinding, lantai
4
Basung/ Pulai putih
Alstonia pneumatophora Becker ex den Berger
Apocynaceae
Pohon
Batang
Dinding
5
Bengkirai
Trema oriental Bl
Ulmaceae
Pohon
Batang
Pondasi tiang
6
Berumbungan
Adina rubescens Hemsley
Rubiaceae
Pohon
Batang
Pondasi tiang
7
Dangla
Vitex trifolia
Verbenaceae
Pohon
Batang
Dinding, lantai
8
Enau
Arenga pinnata MERR
Arecaceae
Pohon
Daun
Atap
9
Garu betina/ tusam
Cantleya corniculata (Becc.) Howard
Icacinaceae
Pohon
Batang
Dinding, lantai
10
Gawal-gawal
Dillenia reticulata King
Dillineaceae
Pohon
Batang
Dinding, lantai
11
Kayu kawan
Dipterocarpus sp.
Dipterocarpaceae
Pohon
Batang
Dinding, lantai
12
Kayu kelat
Syzygium sp.
Myrtaceae
Pohon
Batang
Dinding, lantai
13
Kelemidingan
Tidak teridentifikasi
Pohon
Batang
Dinding, lantai
14
Kembang semangkuk
Sterculia foetida
Sterculiaceae
Pohon
Batang
Dinding, lantai
15
Kempas
Koompassia malaccensis Benth
Fabaceae
Pohon
Batang
Dinding, lantai
16
Kepinis
Sloetia elongata Koord.
Urticaceae
Pohon
Batang
Dinding, lantai
17
Keranji
Dialium maingayi Baker
Fabacea
Pohon
Batang
Dinding, lantai
18
Keruing
Dipterocarpus grandiflorus (Blanco) Blanco
Dipterocarpaceae
Pohon
Batang
Dinding, lantai
19
Ketapang
Terminalia cattapa
Combretaceae
Pohon
Batang
Dinding, lantai
20
Kulim
Scorodocarpus borneensis Becc.
Olaceae
Pohon
Batang
Pondasi tiang
21
Lesa
Conocephalus naucleiflorus Engl.
Pohon
Batang
Dinding, lantai
22
Mahang kuku
Macaranga pruinosa Muell. Arg
Euphorbiaceae
Pohon
Batang
Dinding, lantai
23
Marapuyan
Rhodemnia cinerea Jack.
Myrtaceae
Pohon
Batang
Dinding, lantai
Lanjutan lampiran 4 No
Nama Lokal
Nama Ilmiah
Famili
Habitus
Bagian digunakan
Kegunaan
24
Medang sendok
Endospermum diadenum
Euphorbiaceae
Pohon
Batang
Dinding, lantai
25
Labai
Macaranga sp.
Euphorbiaceae
Pohon
Batang
Dinding, lantai
26
Mempening
Quercus argentata Korth
Fagaceae
Pohon
Batang
Dinding, lantai
27
Meranti bunga
Shorea leprosula
Dipterocarpaceae
Pohon
Batang
Dinding, lantai
28
Merawan
Hopea mengarawan Miq
Dipterocarpaceae
Pohon
Batang
Dinding, lantai
29
Mersawa
Anisoptera curtisii King
Dipterocarpaceae
Pohon
Batang
Dinding, lantai
30
Petaling
Ochanostachys amentaceae Mast
Olacaceae
Pohon
Batang
Dinding, lantai
31
Pinang Kancil
Pinanga malalaina Scheff
Arecaceae
Pohon
Rotan
Pengikat
32
Pulai
Alstonia scholaris (L.) R. Br.
Apocynaceae
Pohon
Batang
Dinding
33
Punak
Tetramerista glabra Miq.
Theaceae
Pohon
Batang
Dinding, lantai
34
Ramin
Gonystylus macrophyllus (Miq.) Airy Shaw
Thymelaceae
Pohon
Batang
Dinding, lantai
35
Resak
Vatica rassak (Korth.)Blume
Dipterocarpaceae
Pohon
Batang
Pondasi tiang
36
Rumbia/ Sagu
Arecaceae
Pohon
Daun
Atap
37
Salo
Metroxylon sagu Johannesteijsmannia altifrons (Reichb.f.et Zoll.) H.E. Moore
Arecaceae
Perdu
Daun
Atap
38
Seminai
Palaquium ridleyi K. and G.
Sapotaceae
Pohon
Batang
Dinding, lantai
39
Singkawang
Shorea singkawang Burck.
Dipterocarpaceae
Pohon
Batang
Dinding, lantai
40
Sungkai
Peronema canescens Jack.
Verbenaceae
Pohon
Batang
Dinding, lantai
41
Tembesu
Fagraea fragrans Roxb.
Loganiaceae
Pohon
Batang
Dinding, lantai
42
Tengkawang
Shorea sp.
Dipterocarpaceae
Pohon
Batang
Dinding, lantai
43
Terap kangkung
Artocarpus elasticus
Moraceae
Pohon
Batang, kulit
Dinding, pengikat
44
Terap nasi
Artocarpus sp.1
Moraceae
Pohon
Batang, kulit
Dinding, pengikat
45
Terap tungkal
Artocarpus sp.2
Moraceae
Pohon
Batang, kulit
Dinding, pengikat
46
Terentang
Campnosperma coriaceum (Jack.)Hall. F. ex Steen
Anacardiaceae
Pohon
Batang
Dinding, lantai
Lampiran 5. Pemanfaatan tumbuhan penghasil zat warna, aromatik dan racun pada masyarakat suku Melayu Tradisional di Desa Rantau Langsat No
Nama Lokal
Nama Ilmiah
Famili
Habitus
Bagian Tumbuhan
Kegunaan
1
Cekraw
Lavandula angustifolia
Lamiaceae
Perdu
Daun
Insektisida
2
Gaharu
Aquilaria malaccensis
Thymelaeaceae
Pohon
Getah
Aromatik
3
Jernang
Daemonorops draco
Arecaceae
Pohon
Getah Buah
Pewarna Alami
4
Kemambai
Eucalyptus sp.
Myrtaceae
Pohon
Daun
Aromatik
5
Kemenyan
Styrax paralleloneumerus
Sytracaceae
Pohon
Getah
Aromatik
6
Kunyit
Curcuma domestica
Zingiberaceae
Herba
Akar Rimpang
Pewarna Alami
7
Manggis
Garcinia mangostana
Clusiaceae
Pohon
Getah Buah
Pewarna Alami
8
Medang lendir
Tidak teridentifikasi
Pohon
Daun
Aromatik
9
Pandan Wangi
Pandanus amaryllifolius
Perdu
Daun
Pewarna Alami
10
Sengkumang
Tidak teridentifikasi
Pohon
Daun
Aromatik
11
Setanggi
Tidak teridentifikasi
Semak
Akar
Aromatik
Pandanaceae
Lampiran 6. Pemanfaatan tumbuhan penghasil pangan pada masyarakat suku Melayu Tradisional di Desa Rantau Langsat No
Nama Lokal
Nama Ilmiah
Marga
Habitus
Bagian Digunakan
1
Asam Gelugo koo
Garcinia bancana Miq
Clusiaceae
Pohon
Buah
2
Asam Kandis
Garcinia sizygiifolia Pierre
Clusiaceae
Pohon
Buah
3
Bayas
Oncosperma horridum Blume
Arecaceae
Pohon
Batang muda
4
Belimbing Wuluh
Averrhoa sp.
Oxiladaceae
Perdu
Buah
5
Bitan
Willughbeia angustifolia (Miq.) Markgraf.
Apocynaceae
Pohon
Buah
6
Bonggang
Mangifera sp1.
Anacardiaceae
Pohon
Buah
7
Cebe Rawit
Capsicum frutescens Linn
Solanaceae
Perdu
Buah
8
Cempedak
Artocarpus champedem
Moraceae
Pohon
Buah
9
Cendawan pohon
Pleurotus intinger
Pleurotaceae
Epifit
Daun
10
Duku
Lansium domesticum Corr.
Meliaceae
Pohon
Buah
11
Durian
Durio carinatus Mast
Bombacaceae
Pohon
Buah
12
Enau
Arenga pinnata Merr
Arecaceae
Pohon
Buah, nira
13
Gadung
Dioscorea bulbifera L
Dioscoreaceae
Perdu
Umbi akar
14
Gayat
Alpinia javanica Blume
Zingiberaceae
Herba
Akar rimpang
15
Geraan
Mangifera sp2.
Anacardiaceae
Pohon
Buah
16
Hara
Ficus sp2.
Moraceae
Pohon
Buah
17
Harang pare/ pulasan
Nephelium ramboutan-ake (Labill.) Leenh
Sapindaceae
Pohon
Buah
18
Jagung
Zea mays
Poaceae
Perdu
Buah
19
Jahe
Zingiber officinale Roxb.
Zingiberaceae
Herba
Akar rimpang
20
Jambu biji
Psidium guajava Linn
Myrtaceae
Pohon
Buah
21
Jering/ Jengkol
Pithecellobium jiringa (Jack.) Prain ex King
Fabaceae
Pohon
Buah
22
Kaki nyamuk
Tidak teridentifikasi
Pohon
Daun muda
23
Kasai
Pometia pinnata J.R.Forst & G.Forst
Perdu
Buah
Sapindaceae
Lanjutan lampiran 6 No
Nama Lokal
Nama Ilmiah
Marga
Habitus
Bagian Digunakan
24
Kates
Carica papaya L.
Caricaceae
Pohon
Buah
25
Kelapa
Cocos nucifera
Arecaceae
Pohon
Buah, umbut
26
Kelepung
Randia exaltata Griff
Rubiaceae
Herba
Buah
27
Kencur
Kaempferia sp.
Zingiberaceae
Pohon
Akar rimpang
28
Ketapang
Terminalia cattapa
Combretaceae
Pohon
Buah
29
Kiuh
Mangifera sp.3
Anacardiaceae
Pohon
Buah
30
Kolud
Mangifera sp.4
Anacardiaceae
Pohon
Buah
31
Komang
Mangifera sp.5
Anacardiaceae
Herba
Buah
32
Kucai
Allium odorum L.
Liliaceae
Pohon
Daun, batang, akar
33
Kumpal benang
Nephelium cuspidatum
Sapindaceae
Herba
Buah
34
Kunyit
Curcuma domestica Val.
Zingiberaceae
Liana
Akar rimpang
35
Labu
Lagenaria leucantha Rusby
Cucurbitaceae
Herba
Buah
36
Lengkuas
Alpinia galanga Sw
Zingiberaceae
Pohon
Akar rimpang
37
Lesa
Conocephalus naucleiflorus Engl
Cecropiaceae
Pohon
Buah
38
Lidan
Tidak teridentifikasi
Perdu
Buah
39
Limau nipis
Citrus aurantifolia (Chris & Panz) Swing
Rutaceae
Pohon
Buah
40
Manggis
Garcinia mangostana
Clusiaceae
Pohon
Buah
41
Mata kucing
Dimocarpus longan Lour.var.malesianus Leenh.
Sapindaceae
Pohon
Buah
42
Mincak
Tidak teridentifikasi
Pohon
Buah
43
Nangka
Artocarpus heterophyllus
Moraceae
Semak
Buah
44
Nenas
Ananas comosus Merr
Bromeliaceae
Semak
Buah
45
Padi
Oryza sativa Linn
Poaceae
Semak
Buah
46
Paku miding
Stenochlaena palustris (Burm.f.) Bedd.
Pteridaceae
Pohon
Daun
47
Pauh udang
Mangifera sp.7
Anacardiaceae
Pohon
Buah
Lanjutan lampiran 6 No
Nama Lokal
Nama Ilmiah
Marga
Habitus
Bagian Digunakan
48
Petai
Parkia speciosa Hassk.
Fabaceae
Perdu
Buah
49
Pisang
Musa sp.
Musaceae
Perdu
Buah, jantung muda
50
Pisang karuk
Musa salaccensis Zoll.
Musaceae
Pohon
Buah, jantung muda
51
Putan
Chisocheton divergens Blume
Meliaceae
Pohon
Buah
52
Putat
Barrringtonia lanceolata (Ridley) Payens
Lecythidaceae
Pohon
Buah
53
Rambai
Baccaurea motleyana Muell.Arg.
Euphorbiaceae
Pohon
Buah
54
Rambutan
Nephelium mutabile
Sapindaceae
Pohon
Buah
55
Rumbia/sagu
Metroxylon sagu
Arecaceae
Pohon
Batang muda
56
Salam
Syzygium polyanthum Wight.
Myrtaceae
Pohon
Daun
57
Seminai
Palaquium ridleyi K. and G.
Sapotaceae
Semak
Buah
58
Serai
Andropogon nardus Linn
Poaceae
Pohon
Daun
59
Si Bokal
Milletia slendidissima Bl
Meliaceae
Perdu
Buah, daun muda
60
Singkong
Manihot utilissima Pohl
Euphorbiaceae
Pohon
Buah
61
Sulai
Palaquium burckii H.J.Lam
Sapotaceae
Pohon
Buah
62
Sungkit
Nephelium maingayi Hiern
Sapindaceae
Pohon
Buah
63
Tampak
Tidak teridentifikasi
Pohon
Buah
64
Tampui
Baccaurea bracteata Muell.Arg.
Euphorbiaceae
Pohon
Buah
65
Tampui kura-kura
Baccaurea parviflora Muell.Arg.
Euphorbiaceae
Pohon
Buah
66
Tapus
Elateriospermum tapos Bl
Euphorbiaceae
Pohon
Buah
67
Tayas
Parinarium costatum Bl
Herba
Buah
68
Temu lawak
Curcuma xanthorrhiza Roxb.
Zingiberaceae
Perdu
Akar rimpang
69
Terung
Solanum melongena Linn
Solanaceae
Liana
Buah
70
Timun
Cucumis sativus Linn
Cucurbitaceae
Pohon
Buah
71
Tomui
Salacca conferta Griffith
Arecaceae
Liana
Buah
Lanjutan lampiran 6 No
Nama Lokal
Nama Ilmiah
Marga
Habitus
Bagian Digunakan
72
Ubi jalar
Ipomoea batatas Poir
Convolvulaceae
Perdu
Umbi akar
73
Umbut bayas
Caryota mitis Lour.
Arecaceae
Umbi batang
Lampiran 7. Pemanfaatan tumbuhan penghasil getah/ damar pada masyarakat suku Melayu Tradisional di Desa Rantau Langsat No
Nama Lokal
Nama Ilmiah
Famili
Habitus
B. Tumbuhan
Kegunaan
1
Balau
Dysoxylum acutangulum Miq.
Meliaceae
Pohon
Batang
Getah
2
Gaharu
Aquilaria malaccensis Lamk
Thymelaeaceae
Pohon
Batang
Getah untuk dijual/ dipakai sendiri
3
Getah
Hevea brasiliansis
Euphorbiaceae
Pohon
Batang
Getah untuk dijual
4
Jelutung
Dyera custulata (Miq.) Hook.F
Apocynaceae
Pohon
Batang
Getah untuk dijual
5
Jernang
Daemonorops draco Bl
Arecaceae
Pohon
Buah
Getah buah untuk dijual
6
Kemenyan
Styrax paralleloneumerus Perkins
Styracaceae
Pohon
Batang
Getah untuk di jual/ dipakai sendiri
7
Keruing
Dipterocarpus grandiflorus (Blanco) Blanco
Dipterocarpaceae
Pohon
Batang
Damar untuk dijual
8
Meranti
Shorea leprosula Miq.
Dipterocarpaceae
Pohon
Batang
Damar untuk dijual
9
Meranti kucing
Anisoptera marginata Korth.
Dipterocarpaceae
Pohon
Batang
Damar untuk dijual
10
Merawan
Hopea mengarawan Miq
Dipterocarpaceae
Pohon
Batang
Damar untuk dijual
11
Mersawa
Anisoptera curtisii King
Dipterocarpaceae
Pohon
Batang
Damar untuk dijual
12
Rengas
Gluta aptera (King) Ding Hou
Anacardiaceae
Pohon
Batang
Getah untuk dijual
13
Resak
Vatica rassak (Korth.)Blume
Dipterocarpaceae
Pohon
Batang
Damar untuk dijual
14
Terap kangkung
Artocarpus elasticus
Moraceae
Pohon
Batang
Getah untuk jerat burung
15
Terap nasi
Artocarpus sp1.
Moraceae
Pohon
Batang
Getah untuk jerat burung
16
Terap tangkal
Artocarpus sp2.
Moraceae
Pohon
Batang
Getah untuk jerat burung
Lampiran 8. Pemanfaatan tumbuhan hias pada masyarakat suku Melayu Tradisional di Desa Rantau Langsat Nama Lokal
Nama Ilmiah
Famili
Habitus
Bagian Digunakan
1
Akar cirik murai
Hoya imperialis Lindley
Aslepiadaceae
Liana
Batang merambat
2
Anggrek meteor
Coelogyne foerstermannii Reichb.f.
Orchidaceae
Epifit
Bunga
3
Anggrek tebu
Bromheadia finlaysoniana (Lind.) Miq
Orchidaceae
Epifit
Bunga
4
Bayas
Oncosperma horridum Blume
Arecaceae
Perdu
Daun
5
Cekraw
Lavandula angustifolia
Lamiaceae
Perdu
Bunga
6
Hati-hati
Plectranthus scutellarioides (L.) R.Br
Lamiaceae
Perdu
Daun
7
Kayu kepinding
Syzygium tetrapterum (Miq.) Hend
Myrtaceae
Pohon
Batang
8
Nipai
Licuala paladosa Griff. Ex. Mart
Arecaceae
Perdu
Daun
9
Nipai kecil
Licuala sp.
Arecaceae
Perdu
Daun
10
Paku tiang
Cythea sp.
Cyatheaceae
Semak
Batang
11
Pinang merah
Cyrtostachys renda Blume
Arecaceae
Pohon
Batang
12
Pisang karuk
Musa salaccensisZoll.
Musaceae
Perdu
Buah
13
Sakat
Bulbophyllum medusae (Lind.) Reichb.f.
Orchidaceae
Epifit
Bunga
14
Sakat
Bulbophyllum limbatum Lindl.
Orchidaceae
Epifit
Bunga
15
Sakat/anggrek
Acriopsis indica Wight.
Orchidaceae
Epifit
Bunga
16
Salo
Johannesteijsmannia altifrons (Reichb.F.et.zoll.) H.E.Moore
Arecaceae
Perdu
Daun
17
Terung kecubung
Brugmansia candida
Solanaceae
Perdu
Bunga
18
Titi dahan/ Bunga jarum
Ixora grandifolia Z.&M.
Rubiaceae
Perdu
Bunga
No
Lampiran 9. Kutipan Peraturan Desa No. 1 Desa Rantau Langsat PERATURAN DESA RANTAU LANGSAT KECAMATAN BATANG GANSAL KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMANFAATAN BERKELANJUTAN SUMBER DAYA ALAM DESA RANTAU LANGSAT BERDASARKAN HUKUM ADAT Menimbang:
a. Bahwa lingkungan Desa Rantau Langsat merupakan bagian dari sumberdaya alam yang tidak terpisahkan dari ekosistem Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT) yang berperan penting bagi kehidupan manusia, oleh karena itu perlu pengaturan dalam hal perlindungan dan pemanfaatan secara berkelanjutan yang terkendali, serasi dan seimbang untuk kesejahteraan masyarakat Desa Rantau Langsat, baik masa kini maupun masa depan. b. Bahwa perlindungan dan pemanfaatan sumber daya alam di pedesaan dan lingkungannya pada hakikatnya merupakan salah satu unsur penting dalam pembangunan desa yang berkelanjutan. c. Bahwa setiap desa setempat berkewajiban dan berhak dan dapat berperan serta dalam memilihara, menjaga, memperbaiki dan memanfaatkan lingkungan sekitarnya secara berkelanjutan serta tinggal dalam lingkungan yang sehat dan baik. d. Bahwa hukum adat yang mengatur perlindungan dan pemanfaatan sumber daya alam di Desa Rantau Langsat yang berlaku dan diterapkan selama ini merupakan hukum tidak tertulis, sehingga perlu dikukuhkan dalam bentuk hukum tertulis. e. Bahwa sehubungan dengan hal tersebut diatas, dipandang perlu ditetapkan peraturan desa yang memuat ketentuan-ketentuan mengenai penetapan fungsi dan wilayah untuk menjaga dalam rangka perlindungan dan pemanfaatan sumber daya akan di Desa Rantau Langsat sebagai landasan kebijakan selanjutnya dalam pengelolaan lingkungan hidup di pedesaan.
Mengingat:
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1) dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4475) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4493) yang telah ditetapkan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548). 3. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang ketentuan pokok lingkungan hidup. 4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya. 5. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan 6. Surat Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor 6497/KptsII/2002 Tentang Penetapan Kawasan Taman Nasional Bukit Tigapuluh
Memperhatikan: 1. Peraturan Dearah Kabupaten Indragiri Hulu No. 5 Tahun 2001 Tentang Peraturan Desa 2. Hasil Rapat dan musyawarah perangkat desa, tokoh adat dan warga desa tanggal 28 Juli Tahun 2008 tentang Peraturan dan Hukum Adat untuk Perlindungan alam dalam upaya penjagaan keutuhan lingkungan dan pemanfaatannya secara lestari.
3. Hasil Rapat Badan Permusyawarahan Desa tanggal 29 November tahun 2008 tentang perumusan peraturan dan hukum adat untuk menjaga kelestarian lingkungan di wilayah Desa Rantau Langsat. 4. Kehidupan Masyarakat Desa Rantau Langsat umumnya dan Suku Talang Mamak serta Melayu Tua khususnya yang masih sangat bergantung kepada hasil sumberdaya alam di Kawasan Taman Nasional Bukit Tigapuluh. Dengan Persetujuan BADAN PERMUSYAWARAHAN DESA SERTA WARGA MASYARAKAT DESA RANTAU LANGSAT KECAMATAN BATANG GANGSAL KABUPATEN INDRAGIRI HULU MEMUTUSKAN: Menetapkan :
PERATURAN DESA RANTAU LANGSAT TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMANFAATAN BERKELANJUTAN SUMBER DAYA ALAM DESA RANTAU LANGSAT BERDASARKAN HUKUM ADAT. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1
Dalam Peraturan Desa ini yang dimaksud dengan: 1. Sumberdaya Alam adalah unsur-unsur mahluk hidup (tumbuhan, binatang, manusia) dan tak hidup (tanah, cuaca, air) yang saling mempengaruhi dan tergantung satu sama lainnya dan membentuk sistem lingkungan pedesaan. 2. Perlindungan dan Pemanfaatan (konservasi) sumberdaya alam adalah pengaturan sumberdaya alam yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kelanjutan persediaanya dengan tetap memilihara dan meningkatkan mutu keanekaragaman binatang dan tumbuhan dan nilai fungsinya. 3. Pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya suatu unsur dari luar atau berubahnya lingkungan oleh kegiatan manusia atau proses alami, sehingga mutu lingkungan menurun dan tidak dapat berfungsi dengan baik lagi. 4. Perusakan lingkungan adalah tindakan yang menimbulkan perubahan langsung dan tidak langsung terhadap sifat-sifat fisik dan kehidupan yang berakibat lingkungan tidak berfungsi lagi dalam menunjang pembangunan berkelanjutan. 5. Peran serta nmasyarakat adalah proses kesadaran masyarakat yang tumbuh secara swadaya, atas kehendak sendiri dan keinganan sendiri terlibat dalam merencanakan, melaksanakan dan menilai kembali dalam usaha-usaha perlindungan, pemiliharaan, pemulihan dan pemanfaatan lingkungan hidup. 6. Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu dalam pemanfaatan, penataan, pemiliharaan, pengawasan, pengendalian, pemulihan dan pengembangan lingkungan hidup. 7. Desa atau yang disebur dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia 8. Pemerintah Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah Kepala Desa dan Perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa 9. Badan Permusyawarahan Desa, yang selanjutnya disebut BPD adalah badan yang berfungsi mengayomi adat istiadat, membuat peraturan desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat serta melakukan pengawasan terhadap penyelengaraan pemerintahan desa. 10. Desa Rantau Langsat adalah wilayah administratif yang terletak di Kecamatan Batang Gangsal Kabupaten Indragiri Hulu Provinsi Riau yang mempunyai unsur-unsur tata batas administratif, Perangkat Pemerintahan Desa dan Perangkat Rukun Warga sebagai pelengkap; sistem kehidupan nilai-nilai tertentu; fasilitas sosial ekonomi serta bentang alam tertentu; serta peraturan-peraturan hukum yang berlaku. 11. Hukum adat adalah peraturan atau tatanan kehidupan bermasyarakat yang mengacu kepada peraturan kehidupan yang dibuat dan telah diterapkan oleh para nenek moyang warga masyarakat desa.
12. Hukum adat istiadat adalah semua hukuman atau denda baik berupa uang dan atau barang lainnya yang dikenakan dan wajib dipatuhi dan dilaksanakan oleh para pelaku pelanggaran atas hukum adat. 13. Peraturan Desa adalah semua keputusan yang telah ditetapkan oleh Kepala Desa setelah mendapatkan persetujuan BPD 14. Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi. 15. Taman Nasional Bukit Tigapuluh selanjutnya disebut TNBT adalah kawasan Taman Nasional yang berada di wilayah tengah Sumatra dan berbatasan langsung denga Desa Rantau Langsat. 16. Zona inti TNBT adalah kawasan hutan TNBT yang masih asli yang belum diganggu oleh manusia dan dapat menjamin berlangsungnya proses ekologis/ lingkungan secara alami. 17. Zona rimba TNBT adalah kawasan hutan TNBT yang mampu mendukung upaya konservasi jenis satwa/ hewan yang merupakan tempat dan kehidupan satwa. 18. Sialang adalah tumbuhan atau jenis-jenis pepohonan yang biasanya menjadi tempat lebah madu bersarang 19. Jernang adalah tanaman hutan dari keluarga rotan yang menghasilkan getah atau resin berwarna merah yang bernilai ekonomi tinggi 20. Kemantan adalah ritual acara pengobatan tradisonal dengan mengundang arwah para nenek moyang dengan dipimpin oleh seorang dukun. 21. Gawal atau tergawal adalah jenis hukuman adat sebagai bentuk pertanggung jawaban yang khusus dikenakan kepada pasangan berlainan jenis yang kedapatan sedang berduaan ditempat yang sepi dan melakukan perbuatan asusila. BAB II AZAS, TUJUAN DAN SASARAN Pasal 2 Perlindungan fungsi dan proses lingkungan dan pemanfaatan sumberdayanya berasaskan kemandirian, pemerataan kesempatan terhadap fungsi dan pemanfaatannya, penghormatan terhadap nilai-nilai yang berlaku, kebutuhan masyarakat setempat, pelestarian kemampuan fungsi dan proses serta pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan pedesaan lainnya secara serasi, seimbang, terkendali, terorganisasi dan berkelanjutan. Pasal 3 Perlindungan fungsi dan proses lingkungan dan pemanfaatan ditujukan kepada terpiliharanya fungsi dan proses dilingkungan yang mendukung kelangsungan hidup di Desa Rantau Langsat untuk meningkatkan kesejahteraan dan mutu hidup masyarakat Desa Rantau Langsat Pasal 4 Sasaran yang ingin dicapai untuk mencapai tujuan sebagaimana yang dimaksud pasal 3 adalah: 1. Pemiliharaan dan perlindungan fungsi dan proses lingkungan desa sebagai daerah konservasi pedesaan sebagai pencegah ketidakseimbangan alam, pencegah banjir dan erosi. Pengatur cuaca, dan pelindung kesuburan tanah pedesaan serta perlindungan keragaman jenis tumbuhan dan binatang melalui kegiatan rutin masyarakat sebagai berikut: a. Penanaman kembali tegakan pohon dan pengayaan jenis tumbuhan sesuai kondisi lingkungan setempat dan kebutuhan masyarakat Desa Rantau Langsat ditanah-tanah desa maupun ditanah/ ruang terbuka lainnya (pekarangan, pinggir jalan, pinggir sungai, kebun) yang dilaksanakan secara masal, teratur, terkendali, terorganisasi dan berkelanjutan. b. Tidak menebang tegakan pohon atau memusnahkan jenis tumbuhan yang dikategorikan sebagai sumber pendapatan warga desa (karet, durian, jernang, petai, sialang, dsb), jenis tumbuhan yang unik dan sedikit jumlahnya/ langka. Sumber bahan baku obat-obat tradisional, tegakan pohon yang terletak didekat sumber air, jurang dan anak sungai c. Tidak membunuh jenis-jenis satwa yang berperan penting sebagai penyebar biji/ penyerbuk bunga tumbuhan, pemangsa hama penyakit tanaman budidaya, penyubur tanah, khususnya satwa yang digolongkan satwa langka dan dilindungi, kecuali jika jenis satwa tesebut telah mengancam dan merugikan hajat hidup orang banyak dengan penangannya dilaksanakan oleh pihak yang berwenang.
d. Tidak mencari mahluk hidup dan atau tumbuhan didalam air menggunakan setrum atau racun sehingga mengakibatkan ekosistem air mati, baik diperairan sungai, kali, sawah, danau ataupun perairan lainnya. e. Tidak membuang sampah tidak dapat dihancurkan oleh proses alami seperti plastik, karet, jenis-jenis logam dan kaca kedalam lingkungan sekitar desa f. Tidak memetik daun pohon tegakan yang penggunaannya sebagai pakan ternak di lahan hak milik tanpa seijin pemilik hak atas tanah dan atau di lahan desa atau lahan umum tanpa seijin pemangku atau yang berhak atas perawatan tumbuhan tersebut g. Tidak boleh membuat kandang ternak ayam berskala besar (petelur, pedaging) yang berdekatan dengan pemukiman masyarakat, jarak paling dekat ± 200m dari pemukiman, karena dapat mengganggu lingkungan (baunya) h. Tidak boleh mendirikan kandang ternak (kerbau dan sapi) berskala besar yang berdekatan dengan pemukiman warga i. Tidak menggunakan, membawa, atau menyuruh orang lain untuk menggunakan gergaji mesin (chain saw) dalam aktivitas kehidupan didalam kawasan TNBT sesuai dengan ketentuan yang berlaku j. Tidak melakukan aktivitas kehidupan di zona inti TNBT atau diwilayah hutan TNBT yang masih alami dan di zona rimba TNBT atau wilayah tempat dan kehidupan satwa penting tanpa persetujuan dari Balai TNBT Pasal 5 2. Pemanfaatan sumber daya Desa Rantau Langsat dilakukan secara bijak dan berkelanjutan dengan memegang teguh prinsip-prinsip kelestarian fungsi dan proses lingkungan jangka panjang, sebagai tempat “belajar kembali kealam” sambil berekreasi (wisata pendidikan konservasi) dan penelitian berbagai ilmu yang diharapkan dapat memberi sumbangan positif bagi masyarakat Desa Rantau Langsat, 3. Menjaga dan melestarikan adat istiadat yang ada dan berlaku di Desa Rantau Langsat. BAB III HAK, KEWAJIBAN DAN KEWENANGAN Pasal 6 1. Setiap orang yang bertempat tinggal tetap di Desa Rantau Langsat memiliki hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik, sehat dan akses terhadap sumberdaya alam serta berperan serta dalam seluruh tahapan perencanaan, pelaksanaan, penilaian kembali usaha-usaha perlidungan dan pemanfaatannya. 2. Setiap orang yang bertempat tinggal didesa Rantau Langsat memiliki kewajiban yang sama dalam memelihara dan memperbaiki fungsi-fungsi dan proses-proses sumberdaya alam sekitar serta mencegah segala bentuk gangguan perusakan terhadapnya 3. Setiap orang yang berkehidupan didalam kawaan TNBT dan memiliki Claim atau pengakuan milik terhadap sumberdaya termasuk pohon, wajib melaporkan kepada petugas TNBT. Pasal 7 1. Perlindungan fungsi dan proses lingkungan dan pemanfaatannya dilaksanakan secara terencana, terpadu dan terkendali oleh perangkat pemerintah Desa, Tokoh masyarakat dan lembaga-lemabaga masyarakat biasa di Desa Rantau Langsat berdasarkan fungsi dari struktur pemerintahan yang berlaku dan dipimpin oleh pejabat desa 2. Dalam teknis pelaksanaan, BPD menunjuk Pejabat Kepala Desa yang membentuk panitia/ kelompok kerja/ anggota masyarakat untuk mengatur, melaksanakan dan mengendalikan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 7 ayat 1. 3. Pemerintah Desa Rantau langsat dapat melakukan hubungan kerjasama dengan instansi pemerintah setempat, individu yang terkait, partikel/ swasta, lembaga non pemerintah/ LSM atau kelompok-kelompok masyarakat diluar Desa Rantau Langsat sebagaimana dimaksud pasal 7 ayat 2. BAB IV KETENTUAN HUKUM Pasal 8 1. Barang siapa seseorang/ kelompok masyarakat didalam/ diluar kota Desa Rantau Langsat terbukti dengan sengaja melakukan perbuatan atau tindak kejahatan dan kelalaian atau tindakan
2. 3. 4. 5.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
1.
2.
pelanggaran yang menyebabkan menurunnya mutu dan merusak fingsi dan proses lingkungan alam Desa Rantau Langsat, diancam hukum adat yang berlaku di Desa Rantau Langsat. Hukum adat diberlakukan tanpa kekerasan dengan tujuan usaha penyadaran si pelaku tindak kejahatan atau pelanggaran Jenis hukuman sebagaimana pasal 8 ayat 1 selanjutnya diuraikan pada Bab V yang mengatur tentang Ketentuan Denda Adat dan Biaya Pemulihan Hukum adat diberlakukan secara obyektif dan ditentukan melalui sidang adat, Hukum adat yang diterapkan tidak berarti menghilangkan ketentuan pidana –undang- undang kehutanan dan atau peraturan lainnya. BAB V KETENTUAN DENDA ADAT DAN BIAYA PEMULIHAN Pasal 9 Barang siapa terbukti dengan sengaja menyetrum dan meracun di Sungai Gansal yang karena perbuatannya itu menyebabkan berbagai jenis hidupan di dalamnya (ikan, udang, dsb) mabuk atau mati, juga menyebabkan kerusakan dan pencemaran Sungai Gansal maka sipelaku di kenakan hukuman adat yang berlaku yaitu denda seratus gantang beras, satu ekor sapi, selemak semanisnya dan denda uang tunai sebesar duabelas juta rupiah. Barang siapa terbukti dengan sengaja menyetrum dan meracun di anak Sungai Gansal yang karena perbuatannya itu menyebabkan berbagai jenis hidupan didalamnya (ikan, udang, dsb) mabuk atau mati, juga menyebabkan kerusakan dan pencemaran Sungai Gansal maka sipelaku di kenakan hukuman adat yang berlaku yaitu denda sepuluh gantang beras, satu ekor kambing, selemak semanisnya dan denda uang tunai sebesar enam juta rupiah. Barang siapa terbukti dengan sengaja menyetrum dan meracun di Lunak Pendanauan/ kolam milik orang lain tanpa seijin pemilik atau orang yang berwenang merawatnya maka sipelaku dikenakan hukuman adat yang berlaku yaitu denda sepuluh gantang beras, satu ekor kambing, selemak manisnya dan denda uang tunai sebesar lima juta rupiah Barang siapa terbukti dengan sengaja memanjat untuk mengambil madu dari pohon sialang yang bukan hak miliknya tanpa seijin si pemilik maka si pelaku dikenakan hukuman adat yaitu denda satu ekor kambing, sepuluh gantang beras, selemak semanisnya dan denda uang sebesar seratus enam puluh ribu rupiah. Barang siapa terbukti dengan sengaja menebang dan membunuh pohon Sialang, Petai dan Jernang maka sipelaku dikenakan hukuman adat yaitu denda satu batang kayu, satu lembar kain putih, sepuluh gantang beras, satu ekor kambing dan denda uang sebesar satu juta lima ratus ribu rupiah. Barang siapa bukan warga Desa Rantau Langsat yang terbukti dengan sengaja mencari/ memanen Jernang dan hasil hutan lainnya tanpa ijin dari pihak berwenang desa maka dikenakan hukuman adat yaitu pancung alas atau pajak desa sebesar sepuluh persen dari hasil pendapatannya tersebut. Kemudian pelaku tidak dibenarkan mengulangi perbuatannya itu lagi, dan apabila dikemudian hari terbukti dan tertangkap melakukan perbuatan yang sama maka akan dikenakan hukuman yang jauh lebih berat sesuai dengan sidang adat desa Barang siapa menggunakan chainsaw didalam kawasan TNBT yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku dikenakan hukuman adat berupa yaitu denda satu batang kayu, satu lembar kain putih, sepuluh gantang beras, satu ekor kambing dan denda uang sebesar stau juta lima ratus ribu rupiah. Pasal 10 Barang siapa membuat keributan dalam sebuah acara pesta pernikahan dan khitanan, sehingga menyebabkan terjadinya suasana yang tidak aman dan nyaman, dikenakan hukuman adat berupa denda sejumlah dua kali lipat dari kerusakan dan kerugian yang ditimbulkan karenanya. Barang siapa membuat keributan dalam acara pengobatan tradisional atau kemantan, sehingga menimbulkan kekacauan dan ketidaknyamanan pada suasana berkemantan tersebut, maka dikenakan hukuman adat berupa denda sejumlah dua kali lipat dari kerusakan dan kerugian yang ditimbulkan karenanya.
Pasal 11 Barang siapa sepasang pemuda dan pemudi kedapatan sedang berduaan ditempat yang gelap atau sepi tanpa seorangpun yang lain bersama mereka, maka kepada si pelaku dikenakan hukuman adat yang disebut Gawal atau Tergawal.
BAB VI KETENTUAN-KETENTUAN LAIN Pasal 12 Peraturan Desa ini, apabila dipandang perlu dapat disempurnakan atau ditingkatkan menurut perkembangan kehidupan sosial masyarakat dan situasi sosial lainnya dalam waktu lima tahun sekali. BAB VII KETENTUAN PENUTUP Pasal 13 1. Peraturan Desa ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan 2. Peraturan Desa ini bersifat mengikat baik bagi semua penduduk Desa Rantau Langsat ataupun masyarakt di luar Desa Rantau Langsat 3. Peraturan Desa ini dapat disebut Peraturan Desa Rantau Langsat Tentang Penetapan Terhadap Perlindungan Alam di wilayah Desa Rantau Langsat 4. Peraturan Desa ini menjadi dasar hukum dalam peraturan-peraturan yang lebih tinggi. 5. Hal-hal mana yang belum diatur dalam peraturan desa ini lebih lanjut akan diatur dalam Peraturan/ Keputusan Desa selanjutnya.
Lampiran 10. Daftar nama responden No
Nama Responden
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Lambeng Sainal Sidas Sisap Ujang Kulub Bunsal Ujang Suni Saat Nadar Muin Saharan Gohop Ardi Daguh Johan Lobat Janggo Ujang P Cuntak Ruslan Dubot Dedi Suer Cantel Nurati Ibu iyoh Bustani M. Nasir
Umur
Jenis Kelamin
Status
39 28 38 21 36 44 21 34 42 54 24 46 51 52 19 49 47 32 39 34 33 42 45 24 33 33 40 50 40 46
Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Perempuan Perempuan Laki-laki Laki-laki
Menikah Menikah Menikah Belum Menikah Menikah Belum Menikah Menikah Menikah Belum Menikah Menikah Menikah Belum Menikah Menikah Menikah Menikah Menikah Menikah Menikah Menikah Belum Belum Menikah Menikah Menikah Menikah Menikah
Lampiran 11. Daftar kuisioner wawancara kajian etnobotani di TNBT 1.
2.
3.
4.
5.
6.
7. 8.
9. 10.
11.
12.
13.
Data Pribadi Nama : Umur : Jenis Kelamin : Pendidikan : Status : Dalam keseharian kegiataan apa yang menjadi rutinitas anda? a. Bertani/ berkebun c. lainnya…….. b. Kehutan Kegiatan apa yang Saudara lakukan didalam hutan? a. Berburu c. Tumbuhan e. lainnya b. Kayu bakar d. Hewan dan satwa Berapa kali anda masuk kehutan? a. Satu b. Dua c. Tiga d. Empat e. Setiap hari Jenis tumbuhan apa yang Saudara ambil dari hutan? 1)……. 2)……. 3)……. Jenis-jenis tumbuhan tersebut digunakan untuk? 1. Bahan bangunan 2. Bahan pangan 3. Bahan sandang 4. Bahan obat 5. Bahan racun 6. Bahan pewarna 7. Upacara adat 8. Lainnya… Apakah tumbuhan berguna yang diambil dibudidayakan? a. Ya b. Tidak Bagaimanakah membudidayakan tumbuhan yang digunakan tersebut? a) ….. b) ….. c) …. Apakah tumbuhan berguna yang diambil untuk digunakan sendiri atau dijual? a. Dipergunakan sendiri b. Dijual c. Sebagian dijual Kalau di jual, dijual kemana? a. Diambil langsung sama pembeli c. Lainnya…. b. Dijual kepasar Dijual dalam bentuk apa? a. Kayu/ gelondongan c. Lainnya… b. Kiloan Jenis tumbuhan apa yang sering dijual? a) ….. b) ….. c) ….. Kapan waktu pengambilan tumbuhan berguna dialam? a. Musiman b. Tidak tergantung musim c. lainnya….
14. Apakah ada persediaan tumbuhan berguna dirumah? a. Ya b. Tidak 15. Kalau ada, disimpan untuk apa? a. Serbuk b. Simplisia 16. Jenis-jenis tumbuhan berguna yang dibudidayakan oleh masyarakat? 1. Tumbuhan obat a. Nama lokal : b. Asal : 2. Tumbuhan hias a.
18.
19.
20. 21. 22. 23. 24. 25.
:
b. Asal : Tumbuhan pangan a. Nama lokal : b. Asal : 4. Tumbuhan sandang a. Nama lokal : b. Asal : 5. Kebutuhan bangunan a. Nama lokal : b. Asal : 6. Upacara adat a. Nama lokal : b. Asal : 7. Lainnya… a. Nama lokal : b. Asal : Bagian tumbuhan berguna yang dimanfaatkan? a. Daun c. Batang e. Akar b. Bunga d. Buah Bagaimanakah cara pengolahan tumbuhan yang dipergunakan? a) …… b) …… c) ….. Bagaimana cara pemanenan/ pengambilan tumbuhan berguna tersebut dialam? a) … b) … c) …. Darimana pengetahuan mengenai tumbuhan berguna yang Saudara peroleh? a. Belajar sendiri b. Orang tua c. Lainnya Apakah dengan adanya Taman Nasional ikut membantu masyarakat sekitar? a. Pernah b. Tidak c. Tidak tahu Apakah ada larangan dari Taman Nasional dalam hal pemanfaatan hasil hutan? a. Ada b. Tidak ada Dalam bentuk apa larangan tersebut?**** a. Papan interpretasi b. Himbauan c. Tindakan langsung dilapangan Apakah Taman Nasional pernah melakukan penyuluhan mengenai tumbuhan berguna? a. Pernah b. Tidak c. Tidak tahu Selama ini apakah ada bantuan dari pihak Taman Nasional berupa budidaya tumbuhan berguna atau cara pengolahan tumbuhan berguna? a. Ada b. Tidak ada 3.
17.
Nama lokal
26. Apakah harapan saudara dari pihak pengelola Taman Nasional Bukit Tigapuluh? a. Bantuan dana b. Akses mudah c. Budidaya d. Lainnya 27. Seberapa penting keberadaan hutan untuk anda? a. Penting sekali b. Cukup penting c. Tidak penting 28. Bagaimana menurut anda keadaan hutan sekarang dibanding dimasa yang lalu? a. Baik b. Buruk c. Sama saja *** boleh diisi lebih dari satu