1
KAJIAN ETNOBOTANI SUKU BUTON (Kasus Masyarakat Sekitar Hutan Lambusango Kabupaten Buton Provinsi Sulawesi Tenggara)
HERNA HAMIDU
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
2
KAJIAN ETNOBOTANI SUKU BUTON (Kasus Masyarakat Sekitar Hutan Lambusango Kabupaten Buton Provinsi Sulawesi Tenggara)
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan Pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
HERNA HAMIDU
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
3
RINGKASAN Herna Hamidu. E34053059. Kajian Etnobotani Suku Buton (Kasus Masyarakat Sekitar Hutan Lambusango, Kabupaten Buton, Provinsi Sulawesi Tenggara) Dibimbing oleh ERVIZAL A. M. ZUHUD dan AGUS HIKMAT. Hutan Lambusango merupakan salah satu ekosistem hutan hujan dataran rendah yang terdapat di Pulau Buton. Hutan Lambusango merupakan satu kesatuan ekosistem hutan yang terdiri dari Suaka Margasatwa Lambusango (27.700 ha), Cagar Alam Kakinauwe (810 ha) yang di sekitarnya terdapat hutan produksi (35.000 ha). Masyarakat suku Buton di sekitar hutan Lambusango memiliki kearifan tradisional dalam memanfaatkan tumbuhan untuk kehidupan sehari-hari serta memiliki peran serta dalam kegiatan konservasi tumbuhan berguna. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemanfaatan tumbuhan secara tradisional oleh masyarakat suku Buton. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemerintah, pihak terkait dalam pengelolaan, pengembangan, pemanfaatan dan pelestarian sumberdaya alam hayati khususnya tumbuhan berguna bagi kesejahteraan masyarakat sekitar hutan Lambusango, khususnya suku Buton. Penelitian ini dilakukan di tiga lokasi yaitu Desa Lambusango, Kelurahan Watumotobe dan Desa Wambulu. Penelitian dilakukan pada bulan AgustusSeptember 2009. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dokumen/laporan penelitian yang telah dilakukan oleh instansi terkait, tumbuhan untuk pembuatan herbarium dan alkohol 70%, sedangkan alat yang digunakan yaitu peta, kamera, kuisioner, tally sheet, tape recorder, kertas koran, sasak, label gantung dan alat tulis menulis. Metode penelitian dilakukan dengan tiga tahapan besar yaitu: (1) Pengumpulan data melalui kajian literatur, data yang dikumpulkan meliputi kondisi fisik, biotik dan sosial budaya masyarakat; (2) Survei lapang dengan menggunakan metode wawancara, pengambilan contoh dan dokumentasi; (3) Pengolahan dan analisis data yang dilakukan secara deskriptif kualitatif. Pemanfaatan spesies tumbuhan berguna di sekitar hutan Lambusango sebanyak 169 spesies dari 66 famili. Klasifikasi tumbuhan berguna menurut habitusnya dapat dibagi menjadi 6 habitus yaitu habitus epifit, liana, herba, semak, perdu dan pohon. Jumlah spesies tertinggi terdapat pada kelompok habitus pohon sebesar 40% (68 spesies), sedangkan jumlah spesies terendah terdapat pada habitus epifit sebesar 1% (1 spesies). Berdasarkan bagian tumbuhan yang dimanfaatkan maka dikelompokkan menjadi 10 kelompok bagian tumbuhan. Bagian tumbuhan yang paling banyak digunakan yaitu daun sebesar 30% (63 spesies) dan yang paling sedikit yaitu akar sebesar 2% (3 spesies). Tumbuhan yang paling banyak dimanfaatkan oleh masyarakat merupakan tumbuhan yang telah dibudidayakan sebesar 63% (106 spesies), dengan rincian 72 spesies berasal dari pekarangan, 22 spesies berasal dari kebun dan 12 spesies berasal dari keduanya. Tumbuhan non-budidaya sebesar 37% (63 spesies), dengan rincian 46 spesies berasal dari hutan, 10 spesies merupakan
4
tumbuhan liar dan 7 spesies gabungan keduanya. Berdasarkan kelompok kegunaannya, tumbuhan yang paling banyak dimanfaatkan oleh masyarakat yaitu sebagai tumbuhan obat sebanyak 83 spesies. Masyarakat juga banyak memanfaatkan tumbuhan sebagai bahan pangan sebesar 80 spesies, penghasil minuman 12 spesies, bahan bangunan 37 spesies, kayu bakar 36 spesies, pakan ternak 12 spesies, aromatik 17 spesies, pewarna 8 spesies, tumbuhan hias 55 spesies, bahan tali, anyaman dan kerajinan 11 spesies dan tumbuhan untuk upacara adat 41 spesies. Tumbuhan yang memiliki tingkat kegunaan paling tinggi yaitu kelapa (Cocos nucifera) yaitu sebanyak 9 dari 11 kelompok kegunaan. Pengetahuan tentang tumbuhan berguna dan pemanfaatannya diperoleh secara turun temurun, pengalaman secara langsung di lapangan, serta dari penyuluhan-penyuluhan instansi terkait. Secara langsung maupun tidak langsung, masyarakat di sekitar juga turut serta dalam menjaga kelestarian hutan Lambusango. Kata kunci: etnobotani, kearifan tradisional, suku Buton, hutan Lambusango.
5
SUMMARY Herna Hamidu. E34053059. Ethnobotany of Buton Ethnic (Case Study on the Local Community Arround of Lambusango Forest, Buton Regency, the Province of South East Sulawesi). Under supervision of ERVIZAL A. M. ZUHUD and AGUS HIKMAT. Lambusango Forest is one of the typical of lowland-rain forest ecosystem located at Buton Island. Lambusango Forest consists of Lambusango Sanctuary (27.700 ha), Kakinauwe Nature Reserve (810 ha) and Production Forest (35.000 ha). The community of Buton ethnic has traditional wisdom in using the plants for their daily needs and has effort in conserving useful plants. This study is aimed to identify the traditional using of plant by Buton ethnic. The result of this study hopefully could be input information to the government and relevant institutions in manage, develop and use the natural resources especially useful plants for community’s welfare surround the Lambusango forest. This study was conducted at three different locations; there were Lambusango village, Watumotobe village and Wambulu village. This study was conducted during August and September 2009. The materials that were used consisted of available documents/research reports from some institutions, herbarium and alcohol 70%, while the tools were map, camera, questioner, tally sheet, tape recorder, secondarynewspapers, wattle, label and writing tools. The method of this study consisted of 3 steps: (1) The data collection through literatur study (physic and biotic conditions and socio-culural); (2) Field Survey through interview method, determining the sampling and documentation; (3) Data processing and analyzing that were done descriptifly and qualitatively. The result showed that 169 species from 66 families of plants surround Lambusango forest are used. The classification of useful plants was based on their habitus. There were 6 habitus; epifit, liana, herb, shrubs, lowest part of tree trunk and trees. The highest total was found at the habitus of trees (40%; 68 species) while the fewest total was found at the habitus of epifit (1%; 1 species). The classification based on the usage of plants’ parts could be grouped into 10 parts of plants. The parts of plants that mostly used was leaves (2%; species) and rarely used was roots (2%; 3 species). The people surround the forest have cultivated 63% (106 species) of useful plants. There were 72 species cultivated at their yards, 22 species at gardens and 12 species were planted both at yards or gardens. There were 31% of un-cultivated species; 12 species grow inside the forest, 10 species were wild plants (can be found everywhere) and 7 species can be found in the forest and ouside the forest. Based on their utilization classification, the medicinal plants were the mostly used. There were 83 species of medicinal plants used by the community. They also use food plants (80 species), drinking-materal plants (12 species), building-materia plants (37 species), aromatic plants (17 species), coloring-material plants (8 species), ornamental plants (55 species), rope, plaited and hadicraft materials (11 species) and cultural purpose
6
(41 species). The plants that had highest usage was coconut (Cocos nucifera). There were 9 type of coconut usage from the total of 11 usage catagories. The knowledge concerning the useful plants and their usages were got from their ancestors, direct experience in the field and illumination from certain institutions. The local community surround the forest have participated in conserving the Lambusango forest both directly and un-directly. Keywords: ethnobotany, local wisdom, Buton ethnic, Lambusango forest.
7
PERNYATAAN Dengan ini Saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kajian Etnobotani Suku Buton (Kasus Masyarakat Sekitar Hutan Lambusango, Kabupaten Buton, Provinsi Sulawesi Tenggara) adalah benar-benar hasil karya Saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Desember 2009
Herna Hamidu NRP E34053059
8
Judul Penelitian
: Kajian Etnobotani Suku Buton (Kasus Masyarakat Sekitar Hutan Lambusango, Kabupaten Buton, Provinsi Sulawesi Tenggara)
Nama
: Herna Hamidu
NIM
: E34053059
Menyetujui :
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Dr. Ir. Ervizal A.M. Zuhud, MS
Dr. Ir. Agus Hikmat, M.Sc.F
NIP 195906181985031003
NIP 196209181989031002
Mengetahui :
Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS NIP 195809151984031003
Tanggal lulus :
9
KATA PENGANTAR Alhamdulillah, Puji syukur Kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kajian Etnobotani Suku Buton (Kasus Masyarakat Sekitar Hutan Lambusango, Kabupaten Buton, Provinsi Sulawesi Tenggara)” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendokumentasikan pengetahuan dan kearifan tradisional masyarakat suku Buton dalam pemanfaatan tumbuhan di sekitar hutan Lambusango. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemerintah, pihak terkait dalam pengelolaan, pengembangan, pemanfaatan dan pelestarian sumberdaya alam hayati khususnya tumbuhan berguna bagi kesejahteraan masyarakat sekitar hutan Lambusango, khususnya suku Buton. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang terkait khususnya pengelola hutan Lambusango, Pemerintah Daerah dan masyarakat. Terima kasih atas bantuan dan dukungan dari semua pihak.
Bogor, Desember 2009
Herna Hamidu
10
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama lengkap Herna Hamidu dilahirkan di Kota Bau-Bau, Provinsi Sulawesi Tenggara pada tanggal 21 Maret 1987, merupakan anak keempat dari empat bersaudara pasangan Hamidu dan Maemuna. Penulis mengikuti pendidikan dimulai dari TK Tomba pada tahun 1991 dan dilanjutkan dengan pendidikan dasar di Sekolah Dasar Negeri 3 Bau-Bau dari tahun 1993 sampai 1999, pendidikan menengah pertama di Sekolah Lanjut Tingkat Pertama Negeri 1 Bau-Bau dari tahun 1999 sampai 2002 dan pendidikan menengah umum di Sekolah Menegah Umum Negeri 1 Bau-Bau dari tahun 2002 sampai 2005. Pada tahun 2005, penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) program Mayor-Minor. Pada tahun 2006, penulis terdaftar sebagai Mahasiswa dengan mayor Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan dengan program minor Arsitektur Lanskap. Selama kuliah penulis aktif dalam kegiatan organisasi Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA) pada periode 2006/2007 dan 2007/2008 sebagai anggota Kelompok Pemerhati Ekowisata (KPE). Penulis melakukan kegiatan Praktek Pengenalan Ekosostem Hutan (PPEH) di Cilacap dan Baturraden pada tahun 2007, Praktek Umum Konservasi Eksitu (PUKES) di Kebun Tanaman Obat Karyasari dan Taman Margasatwa Ragunan pada tahun 2008 dan Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Baluran pada tahun 2009. Dalam rangka menyelesaikan pendidikan dan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian dan penyusunan skripsi dengan judul “Kajian Etnobotani Suku Buton (Kasus Masyarakat Sekitar Hutan Lambusango, Kabupaten Buton, Provinsi Sulawesi Tenggara)” di bawah bimbingan Dr. Ir. Ervizal A. M. Zuhud, MS dan Dr. Ir. Agus Hikmat, M.Sc.F.
11
UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur penulis panjatkan Kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kajian Etnobotani Suku Buton (Kasus Masyarakat Sekitar Hutan Lambusango, Kabupaten Buton, Provinsi Sulawesi Tenggara)” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan kali ini penulis penyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada : 1.
Bapak Dr. Ir. Ervizal A. M. Zuhud, MS selaku pembimbing pertama dan Bapak Dr. Ir. Agus Hikmat, M.Sc.F selaku pembimbing kedua atas bimbingan dan saran kepada penulis selama melakukan penelitian dan penulisan skripsi,
2.
Bapak Prof. Dr. Ir. Wasrin Syafii, M.Agr, Bapak Ir. Nana Mulyana Arifjaya, M.Si dan Bapak Ir. Andi Sukendro, M.Si selaku dosen penguji,
3.
Dosen dan Staf KPAP atas bimbingan dan pelayanan selama penulis menimba ilmu di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor,
4.
Mama, Bapak, kakak-kakakku serta seluruh keluarga atas dukungan, semangat, kasih sayang dan doa yang tak terhingga untuk keberhasilan penulis,
5.
Sub Seksi Konservasi Sumberdaya Alam Kabupaten Buton,
6.
Bapak Sekretaris Desa Lambusango, Bapak Lurah Watumotobe dan Kepala Desa Wambulu atas bantuan yang telah diberikan selama penulis berada di lapangan,
7.
Teman-teman dan kakak-kakak di Pondok Puri Citra Handayani atas dukungan dan semangat yang selalu diberikan,
8.
Rekan-rekan seperjuangan KSHE “Tarsius” 42 atas kebersamaan, canda tawa, dukungan semangat dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis selama ini, terutama dalam proses pembuatan skripsi,
9.
Keluarga besar HIMAKOVA,
10. Rekan-rekan di Lab. Konservasi Tumbuhan serta semua teman dan sahabat yang telah membantu dengan caranya masing-masing,
12
11. Pihak-pihak lain yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi pembaca dan khususnya bagi penulis sendiri. Mohon maaf atas segala kekurangan dan penulis menerima saran dan kritik apabila diperlukan. Terima kasih.
Bogor, Desember 2009
Herna Hamidu
i
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ……………………………..………………………………..........
i
DAFTAR TABEL…………………………………………………………..…... iv DAFTAR GAMBAR……………………………………….……………….…..
v
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………........
vi
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang…………………………………………………….........
1
1.2 Tujuan Penelitian………………………………………………….........
2
1.3 Manfaat Penelitian………………………………………………….......
2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Etnobotani………………………………………………………………
3
2.1.1 Definisi ………….……………………………………………….
3
2.1.2 Ruang lingkup ………….….………………………….………….
4
2.2 Kearifan Tradisional Masyarakat………………………………….........
4
2.3 Keanekaragaman Tumbuhan yang Dimanfaatkan……………………...
5
2.3.1 Keanekaragaman habitus tumbuhan yang dimanfaatkan…………
5
2.3.2 Keanekaragaman pemanfaatan tumbuhan………………………..
6
BAB III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian…………………………………………... 13 3.2 Bahan dan Alat Penelitian…………………………………………........ 14 3.3 Metode Penelitian……………………………………………………… 14 3.3.1 Jenis data yang dikumpulkan…………………………………….. 14 3.3.2 Teknik pengumpulan data……..………………………………… 15 3.4 Pengolahan dan Analisis Data……………………………………......... 16 3.4.1 Pengklasifikasian kelompok kegunaan………………………….. 16 3.4.2 Persentase habitus……………………………………………….. 17
ii
3.4.3 Persentase bagian yang dimanfaatkan………………………….... 17 3.4.4 Tingkat kegunaan tumbuhan……………………………………... 17 BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah, Letak dan Luas Kawasan……………………………………... 18 4.2 Aksesibilitas………………………………………………………......... 18 4.3 Topografi………………………………………………………….......... 19 4.4 Tanah…………………………………………………………………… 19 4.5 Hidrologi……………………………………………………………….. 20 4.6 Iklim………………………………………………………………......... 20 4.7 Potensi Flora dan Fauna………………………………………………... 20 4.8 Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Sekitar Hutan Lambusango….. 21 4.8.1 Sejarah suku Buton……………………………………………….. 21 4.8.2 Rumah adat……………………………………………………….. 23 4.8.3 Upacara adat……………………………………………………… 25 4.8.4 Kependudukan……………………………………………………. 27 4.8.5 Sarana dan prasarana……………………………………………... 28 4.8.6 Mata pencaharian…………………………………………………. 28 4.8.7 Penggunaan lahan………………………………………………… 28 BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pemanfaatan Keanekaragaman Spesies Tumbuhan…………..……...... 30 5.1.1 Keanekaragaman tumbuhan berdasarkan famili………………... 30 5.1.2 Keanekaragaman tumbuhan berdasarkan habitusnya…………… 31 5.1.3 Keanekaragaman tumbuhan berdasarkan bagian yang dimanfaatkan…………………………………………………… 32 5.1.4 Asal tumbuhan………………………………………………….. 33 5.2 Potensi dan Pemanfaatan Tumbuhan Berguna……………………….. 34 5.2.1 Pangan…………………………………………………………... 35 5.2.2 Minuman………………………………………………………... 37 5.2.3 Bahan bangunan………………………………………………… 38
iii
5.2.4 Kayu bakar……………………………….................................... 40 2.2.4 Obat ……………………………...………………....................... 41 2.2.5 Pakan ternak…………………………………………………….. 44 2.2.6 Aromatik ………………………………………………………... 45 2.2.7 Bahan pewarna…………………………...................................... 46 2.2.9 Tumbuhan hias………………………………………………….. 47 2.2.10 Tali, anyaman dan kerajinan ……..…….................................... 48 2.2.11 Bahan upacara adat …………………………………………… 49 5.3 Tingkat Kegunaan Tumbuhan…………………………………………. 49 5.4 Praktek Konservasi Suku Buton di Sekitar Hutan Lambusango……... 51 5.4.1 Kegiatan pemanfaatan oleh masyarakat ………………………... 52 5.4.2 Pembagian fungsi hutan ………………………………………... 53 BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan…………………………………………………………….. 54 6.2 Saran…………………………………………………………………… 54 DAFTAR PUSTAKA……………………………….…………………….........
56
LAMPIRAN……………………….……………………………………………
59
iv
DAFTAR TABEL No
Halaman
1
Tahapan kegiatan dan aspek yang dikaji…………………………………...... 16
2
Tumbuhan yang sering digunakan sebagai bahan pangan …………………... 36
3
Tumbuhan yang digunakan sebagai bahan minuman………………............... 38
4
Tumbuhan yang sering digunakan sebagai bahan bangunan…………………..39
5
Tumbuhan yang sering digunakan sebagai kayu bakar………………………. 40
6
Tumbuhan obat yang sering dimanfaatkan oleh masyarakat…………………. 42
7
Tumbuhan yang digunakan sebagai pakan ternak…………………………… 45
8
Tumbuhan aromatik yang sering dimanfaatkan oleh masyarakat……..…….. 46
9
Tumbuhan yang digunakan sebagai bahan pewarna…………..…………….. 46
10
Tumbuhan hias yang terdapat di pekarangan masyarakat….……………….. 47
11
Tumbuhan yang sering digunakan sebagai tali, anyaman dan kerajinan…….. 48
12
Tumbuhan untuk keperluan upacara adat…………………………………….. 49
13
Tingkat kegunaan tumbuhan berdasarkan jumlah kegunaannya....................... 50
v
DAFTAR GAMBAR No
Halaman
1
Peta lokasi penelitian....................................................................................... 13
2
Alat dan bahan.................................................................................................. 14
3
Situs pelantikan Wa Kaa Kaa……………………………………………….
21
4
Benteng Keraton Buton……………………………………………………..
23
5
Mesjid Agung Keraton Buton………………………………………………. 23
6
Istana Malige / Kamali ……………………………………………………... 25
7
Upacara adat dhole-dhole …………………………………………………… 26
8 Upacara adat kande-kandea ………………………………………………....
27
9
Hubungan famili dengan jumlah spesies tumbuhan berguna di hutan Lambusango…………………………………………………………………. 31
10
Persentase jumlah spesies tumbuhan berdasarkan kelompok habitusnya….... 32
11
Jumlah spesies tumbuhan berdasarkan bagian yang digunakan….………….. 32
12
Persentase jumlah spesies tumbuhan berdasarkan asalnya………………….. 33
13
Jumlah spesies tumbuhan berdasarkan kelompok kegunaannya…………….. 35
14
Lahan yang digunakan oleh masyarakat untuk pertanian dan perkebunan….. 36
15
Makanan khas suku Buton yaitu Kaopi dan Kasuami………………………….. 37
16
Rumah penduduk……………………………………………………………
17
Kayu bakar yang digunakan oleh masyarakat……………………………….. 41
18
Samburoto dan ntanga-ntanga……………………………………………….. 42
19
Ternak masyarakat………………………………………………………….... 44
20
Tumbuhan hias di pekarangan rumah masyarakat…………………………… 47
21
Hasil tali, anyaman dan kerajinan masyarakat suku Buton…………………. 48
22
Hutan larangan……………………………………………………………….. 53
39
vi
DAFTAR LAMPIRAN No
Halaman
1
Daftar famili tumbuhan berguna di sekitar hutan Lambusango……….……. 59
2
Daftar spesies tumbuhan berguna di sekitar hutan Lambusango…………...
3
Daftar spesies tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat desa penyangga hutan Lambusango sebagai tumbuhan pangan……………...….. 66
4
Daftar spesies tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat desa penyangga hutan Lambusango sebagai bahan minuman…………………... 69
5
Daftar spesies tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat desa penyangga hutan Lambusango sebagai bahan bangunan…………………... 70
6
Daftar spesies tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat desa penyangga hutan Lambusango sebagai kayu bakar………………………... 71
7
Daftar spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar hutan Lambusango…………………………………………………………. 72
8
Daftar spesies tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat desa penyangga hutan Lambusango sebagai pakan ternak……………………… 73
9
Daftar spesies tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat desa penyangga hutan Lambusango sebagai tumbuhan aromatik………………. 76
10
Daftar spesies tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat desa penyangga hutan Lambusango sebagai tumbuhan pewarna……………….. 77
11
Daftar spesies tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat desa penyangga hutan Lambusango sebagai tumbuhan hias……………………. 78
12
Daftar spesies tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat desa penyangga hutan Lambusango sebagai bahan tali, anyaman dan kerajinan…………………………………………………………………… 80
13
Daftar spesies tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat desa penyangga hutan Lambusango sebagai tumbuhan upacara adat…………… 81
14
Tingkat kegunaan tumbuhan……..…………………………………………
83
15
Daftar responden yang diwawancara…………………………………….....
84
61
1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Etnobotani merupakan ilmu yang mempelajari hubungan langsung manusia dengan tumbuhan dalam kegiatan pemanfaatannya secara tradisional (Soekarman & Riswan 1992). Masyarakat tradisional telah lama hidup secara berdampingan dengan keanekaragaman hayati atau sumberdaya alam yang ada di sekelilingnya. Dalam sejarah perkembangan manusia, tumbuhan memiliki peranan yang sangat penting dalam perkembangan budaya masyarakat. Hutan Lambusango merupakan salah satu ekosistem hutan hujan dataran rendah yang terdapat di Pulau Buton. Hutan Lambusango memiliki potensi flora dan fauna endemik yang cukup tinggi dikarenakan letaknya yang terisolasi oleh laut serta berada di kawasan Wallacea, yang merupakan peralihan antara flora fauna Oriental ke Australia. Hutan Lambusango merupakan satu kesatuan ekosistem hutan yang terdiri dari Suaka Margasatwa Lambusango (27.700 ha), Cagar Alam Kakinauwe (810 ha) yang di sekitarnya terdapat hutan produksi (35.000 ha). Masyarakat sekitar hutan Lambusango merupakan suku Buton yang terbagi dalam beberapa sub etnis di dalamnya. Masyarakat tersebut sangat bergantung terhadap keberadaan hutan Lambusango, baik berupa fungsi hutan sebagai penyedia jasa lingkungan maupun terhadap sumberdaya alam yang berada di dalamnya. Hal ini dapat memberikan dampak negatif
terhadap ekosistem hutan, tetapi di sisi lain
kesejahteraan masyarakat juga merupakan sesuatu yang sangat penting. Pengetahuan atau kearifan tradisional masyarakat suku Buton didalam pemanfaatan sumberdaya alam, khususnya tumbuhan (etnobotani) merupakan kekayaan budaya yang perlu digali agar pengelolaan tradisional tersebut tidak punah. Kajian etnobotani diantaranya yaitu pengetahuan tradisional dalam pemanfaatan tumbuhan berguna berupa tumbuhan penghasil pangan, tumbuhan penghasil minuman, tumbuhan penghasil bahan bangunan, tumbuhan penghasil kayu bakar, tumbuhan obat, tumbuhan penghasil pakan ternak, tumbuhan aromatik, tumbuhan
2
hias, tumbuhan penghasil pestisida nabati, tumbuhan penghasil bahan pewarna dan tanin, tumbuhan penghasil tali, anyaman dan kerajinan dan tumbuhan untuk upacara adat, serta kearifan tradisional mereka dalam pemanfaatan dan pengelolaan tumbuhan berguna pada suatu ekosistem hutan. Sehubungan dengan hal tersebut di atas dan dalam rangka mengumpulkan informasi mengenai potensi tumbuhan berguna serta pemanfaatannya oleh masyarakat di sekitar hutan Lambusango, maka perlu dilakukan kajian etnobotani terhadap masyarakat suku Buton, baik dalam pemanfaatan terhadap tumbuhan maupun peran masyarakat suku Buton dalam melakukan konservasi tumbuhan berguna.
1.2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penggunaan tumbuhan secara tradisional oleh masyarakat suku Buton .
1.3 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemerintah, pihak terkait dalam pengelolaan, pengembangan, pemanfaatan dan pelestarian sumberdaya alam hayati khususnya tumbuhan berguna bagi kesejahteraan masyarakat sekitar hutan Lambusango, khususnya suku Buton.
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Etnobotani 2.1.1 Definisi Istilah etnobotani yang pertama sekali diusulkan oleh Harsberger pada tahun 1895, dan didefinisikan sebagai suatu cabang ilmu yang mendalami hubungan budaya manusia dengan sumberdaya nabati di lingkungannya (Ashar 1994). Etnobotani berasal dari dua kata Yunani yaitu ethnos dan botany. Etno berasal dari kata ethnos yang berarti memberi ciri pada kelompok dari suatu populasi dengan latar belakang budaya yang sama dari adat istiadat, karakteristik bahasa dan sejarahnya, sedangkan botani adalah ilmu yang mempelajari tentang tumbuhan. Dengan demikian etnobotani berarti kajian interaksi antara manusia dengan tumbuhan atau dapat diartikan sebagai studi mengenai pemanfaatan tumbuhan pada suatu budidaya tertentu (Martin 1998). Beberapa definisi etnobotani yang lain menurut beberapa penulis yang diacu dalam Soekarman dan Riswan (1992), antara lain: 1. Hough (1898), etnobotani adalah ilmu yang mempelajari tumbuh-tumbuhan dalam hubungannya dengan budaya manusia, 2. Jones (1941), etnobotani adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia yang primitif dengan tumbuh-tumbuhan, 3. Schultes (1967), etnobotani adalah ilmu yang mempelajari hubungan manusia dengan vegetasi di sekitarnya, 4. Ford (1980), etnobotani adalah ilmu yang mempelajari penempatan tumbuhan secara keseluruhan didalam budaya dan interaksi langsung manusia dengan tumbuhan, 5. Sheng-Ji et al. (1990), etnobotani adalah ilmu yang mempelajari keseluruhan hubungan langsung antara manusia dan tumbuhan untuk apa saja kegunaannya. Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa etnobotani merupakan ilmu yang mempelajari hubungan langsung manusia dengan tumbuhan dalam kegiatan pemanfaatannya secara tradisional (Soekarman & Riswan 1992).
4
2.1.2 Ruang lingkup Pengkajian etnobotani dibatasi oleh ruang lingkup bahwa etnobotani yaitu cabang ilmu pengetahuan yang mendalami tentang persepsi dan konsepsi masyarakat tentang sumberdaya tumbuhan di lingkungan sekitarnya. Dalam hal ini kajian diarahkan
dalam
upaya
untuk
mempelajari
kelompok
masyarakat
dalam
pemanfaatannya terhadap tumbuhan di lingkungan sekitar mereka. Pemanfaatan yang dimaksud di sini yaitu pemanfaatan tumbuhan baik sebagai bahan obat, sumber pangan maupun sumber kebutuhan hidup manusia lainnya. Terdapat empat usaha utama yang berkaitan erat dalam etnobotani, yaitu: 1) Pendokumentasian pengetahuan etnobotani tradisional; 2) Penilaian kuantitatif tentang pemanfaatan dan pengelolaan sumber-sumber botani; 3) Pendugaan tentang keuntungan yang dapat diperoleh dari tumbuhan, untuk keperluan sendiri maupun untuk tujuan komersial; dan 4) Proyek yang bermanfaat untuk memaksimumkan nilai yang dapat diperoleh masyarakat lokal dari pengetahuan ekologi dan sumber-sumber ekologi (Martin 1998).
2.2 Kearifan Tradisional Masyarakat Bangsa Indonesia yang mendiami seluruh pulau-pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke terdiri dari suku-suku yang masing-masing mempunyai kebudayaan dan adat istiadat yang berkembang dan diwariskan secara turun temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya. Kehidupan suku-suku tersbut memiliki interaksi yang dekat dengan sumberdaya alam dan lingkungannya, serta secara turun temurun pula mewarisi pola hidup tradisional yang dijalani leluhurnya. Masyarakat setempat yang hidup secara tradisional tersebut dikenal dengan berbagai istilah, diantaranya yaitu masyarakat suku (tribal people), orang asli (indigenous people), penduduk asli (native people) dan masyarakat tradisional (tradisional people) (Primack et al. 1998 diacu dalam Afrianti 2007). Masyarakat tradisional telah lama hidup secara berdampingan dengan sumberdaya alam yang ada di sekitarnya. Di sebagian besar tempat ternyata mereka tidak melakukan perusakan besar-besaran terhadap sumberdaya alam yang ada di
5
sekitarnya tersebut. Namun, saat ini masyarakat tradisional sedang dihadapkan pada perubahan
lingkungan
secara
besar-besaran
akibat
meningkatnya
interaksi
masyarakat dengan dunia luar, sehingga seringkali timbul perbedaan yang mencolok antara generasi tua dengan generasi muda (Primack et al. 1998 diacu dalam Afrianti 2007).
2.3 Keanekaragaman Tumbuhan yang Dimanfaatkan Masyarakat tradisional telah lama hidup secara berdampingan dengan keanekaragaman hayati atau sumberdaya alam yang ada di sekelilingnya. Dalam sejarah perkembangan manusia, tumbuhan memiliki peranan yang sangat penting dalam perkembangan budaya masyarakat (Afrianti 2007).
2.3.1 Keanekaragaman habitus tumbuhan yang dimanfaatkan Tumbuhan yang dimanfaatkan berasal dari beberapa habitus. Habitus merupakan penampakan luar dan sifat tumbuh suatu tumbuhan. Adapun habitus berbagai jenis tumbuhan menurut Tjitrosoepomo (1988) adalah sebagai berikut: 1) Pohon: merupakan tumbuhan berkayu yang tinggi besar, memiliki satu batang yang jelas dan bercabang jauh dari permukaan tanah, 2) Perdu: merupakan tumbuhan berkayu yang tidak terlalu besar dan bercabang dekat dengan permukaan tanah atau di dalam tanah, 3) Semak: merupakan tumbuhan berkayu yang mengelompok dengan anggota yang sangat banyak membentuk rumpun, tumbuh pada permukaan tanah dan tingginya dapat mencapai 1 m, 4) Herba: merupakan tumbuhan tidak berkayu dengan batang lunak dan berair, 5) Liana: merupakan tumbuhan berkayu, yang batangnya menjalar/memanjat pada tumbuhan lain, 6) Epifit: merupakan tumbuhan yang menumpang pada tumbuhan lain sebagai tempat hidupnya.
6
2.3.2 Keanekaragaman pemanfaatan tumbuhan Purwanto dan Waluyo (1992) mengelompokkan tumbuhan sebagai bahan sandang, bahan pangan, bahan bangunan, bahan obat tradisional, bahan pewarna, bahan bangunan, alat pertanian dan alat rumah tangga, bahan kayu bakar, pelengkap upacara adat dan kegiatan sosial dan lain-lain.
2.3.2.1 Pangan Menurut Kamus Bahasa Indonesia, tumbuhan pangan adalah segala sesuatu yang tumbuh, hidup, berbatang, berakar, berdaun dan dapat dimakan atau dikonsumsi oleh manusia (jika dikonsumsi oleh hewan disebut pakan). Contohnya yaitu buahbuahan, sayuran, kacang-kacangan dan tumbuhan yang mengandung karbohidrat. Buah-buahan merupakan jenis buah-buahan tahunan yang dapat dimakan baik dalam keadaan segar maupun yang telah dikeringkan. Buah-buahan mengandung vitamin dan mineral untuk menyeimbangkan menu makan. Buah-buahan pada umumnya dikonsumsi mentah karena jika direbus ataupun diolah dengan cara lain maka kandungan vitaminnya akan hilang (Verheij & Coronel 1997). Jenis buahbuahan tersebut diantaranya yaitu pisang (Musa paradisiaca L.), mangga (Mangifera indica L.), rambutan (Nephelim lappaceum L.) dan lain sebagainya. Sayuran merupakan komoditas tumbuhan yang dikonsumsi sebagai bahan makanan yang mengandung zat tepung dan digunakan sedikit pada makanan untuk menyeimbangkan menu makanan serta menambah rasa dan kelezatan makanan. Jenis sayuran yang biasa dikonsumsi diantaranya yaitu kangkung (Ipomea aquatica Forsk), jenis-jenis kubis, kol (Brassica oleraceae L.), selada (Lactuca sativa L.), dan sebagainya. Sayuran yang biasanya digunakan sebagai penambah rasa diantaranya yaitu bawang merah (Allium cepa L.), bawang putih (Allium sativum L.), daun bawang (Allium ampeloprasum L.) dan seledri (Apium graveolens L.). Sedangkan jenis tumbuhan yang fungsi sekundernya sebagai sayuran antara lain pepaya (Carica papaya L.), jagung muda (Zea mays L.), daun ubi jalar (Ipomea batatas L.) dan daun singkong (Manihot utillisima Pohl). Sayuran ini biasanya ditanam intensif dalam kebun dan merupakan tanaman hortikultura (Kartikawati 2004).
7
Kacang-kacangan merupakan biji kering yang dapat dimakan (edible) dari polong-polongan. Kacang-kacangan utama yang dapat dimakan termasuk dalam anak suku Papilonoideae yang merupakan anak suku terbesar dari suku Leguminosae. Kacang-kacangan sangat bermanfaat sebagai pangan yang kaya akan protein (Kartikawati 2004). Tumbuhan sebagai sumber karbohidrat merupakan jenis tumbuhan yang mengandung zat tepung atau zat gula sebagai cadangan makanan. Karbohidrat merupakan sumber energi utama dalam makanan yang diperlukan oleh manusia dan hewan. Beberapa tumbuhan yang merupakan sumber karbohidrat diantaranya yaitu padi (Oryza sativa Linn), singkong (Manihot utillisima Pohl), ubi jalar (Ipomea batatas Lamk), sagu (Metroxylon sagu Rottboell) dan lain sebagainya (Kartikawati 2004).
2.3.2.2 Bahan bangunan Tumbuhan penghasil bahan bangunan oleh masyarakat adat digunakan untuk membuat atau membangun rumah, tempat berkumpul dan beristirahat serta sarana peribadatan. Kartikawati (2004) menyebutkan bahwa bahan bangunan utama pada masyarakat suku Dayak Meratus adalah pohon-pohon di hutan, ada pula rotan dan bambu. Jenis-jenis yang umum digunakan adalah sengon (Paraserienthes falcataria (L.) Nielsen), jati (Tectona grandis Linn.), ulin (Eusideroxylon zwageri Teijm & Binn) dan sebagainya.
2.3.2.3 Kayu bakar Menurut Sutarno (1996), jenis pohon yang ditujukan untuk pemenuhan kayu bakar harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1)
Beradapatasi pada rentangan kondisi yang luas,
2)
Pertumbuhan cepat, volume hasil kayu maksimal tercapai dalam waktu yang singkat,
3)
Tidak merusak tanah dan menjaga kesuburannya,
4)
Tahan penyakit dan hama,
8
5)
Pengelolaannya singkat waktunya,
6)
Tahan terhadap kekeringan dan toleran iklim yang lain,
7)
Pertumbuhan tajuk baik dan siap tumbuh pertunasan yang baru,
8)
Memiliki manfaat yang lain yang menguntungkan pertanian,
9)
Menghasilkan percabangan dengan diameter yang cukup kecil untuk dipotong dengan peralatan tangan dan mudah pengangkutannya,
10) Menghasilkan kayu yang mudah dibelah, 11) Kadar air rendah dan relatif cepat dikeringkan, 12) Menghasilkan sedikit asap dan tidak beracun apabila dibakar, 13) Tidak memercikkan api dan cukup aman apabila dibakar, 14) Menghasilkan kayu yang padat dan lebih lama dibakar.
2.3.2.4 Obat Menurut Departemen Kesehatan RI dalam surat Keputusan Menteri Kesehatan No.149/SK/Menseknes/IV/1978 diacu dalam Kartikawati (2004) definisi tumbuhan obat adalah tumbuhan atau bagian tumbuhan yang digunakan sebagai bahan baku obat (prokursor), atau tumbuhan yang diekstraksi dan ekstrak tumbuhan tersebut digunakan sebagai obat. Menurut Zuhud (1994), tumbuhan obat adalah seluruh spesies tumbuhan obat yang diketahui atau dipercaya memiliki khasiat obat. Tumbuhan obat dikelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu: 1) Tumbuhan obat tradisional yaitu spesies tumbuhan yang diketahui atau dipercayai masyarakat memiliki khasiat obat dan telah digunakan sebagai bahan baku obat tradisional, 2) Tumbuhan
obat
modern
yaitu
spesies
tumbuhan
yang
mengandung
senyawa/bahan bioaktif yang berkhasiat obat dan telah dibuktikan secara ilmiah serta penggunaanya dapat dipertanggungjawabkan secara medis,
9
3) Tumbuhan obat potensial yaitu spesies tumbuhan yang diduga mengandung senyawa/bahan bioaktif yang berkhasiat obat, tetapi belum dibuktikan secara ilmiah dan medis atau dengan kata lain penggunaannya sebagai bahan obat tradisional sulit ditelusuri. Tumbuhan obat merupakan salah satu komponen penting dalam obat tradisional, sehingga perkembangan pemanfaatan tumbuhan obat dapat dilihat dari perkembangan pemanfaatan obat tradisional. Suku-suku bangsa di Indonesia telah banyak memanfaatkan tumbuhan obat untuk kepentingan pengobatan tradisional. Setiap suku bangsa memiliki kearifan tersendiri dalam pengobatan tardisional, termasuk pengetahuan mengenai tumbuhan yang berkhasiat obat. Hal ini dapat dilihat dari berbedanya ramuan obat tradisional yang digunakan untuk mengobati penyakit yang sama (Aliadi & Roemantyo 1994). Menurut
Aliadi
dan
Roemantyo
(1994),
berdasarkan
intensitas
pemanfaatannya, masyarakat pemanfaat tumbuhan obat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu : 1) Kelompok masyarakat asli yang hanya menggunakan pengobatan tradisional. Masyarakat ini umumnya tinggal di pedesaan atau daerah terpencil yang tidak memiliki sarana dan prasarana kesehatan. Cara pengobatan sangat dipengaruhi oleh adat dan tradisi setempat, 2) Kelompok masyarakat yang menggunakan pengobatan tradisional dalam skala keluarga. Masyarakat ini umumnya tinggal di daerah pedesaan dengan sarana dan prasarana kesehatan yang terbatas, 3) Kelompok industriawan obat tradisional.
2.3.2.5 Pakan ternak Pakan ternak merupakan makanan yang diberikan pada hewan ternak. Pakan ternak berkaki empat pada umumnya terdiri atas berbagai jenis rumput dan daundaunan. Meskipun pada umumnya semua rumput dan daun-daun muda dapat dimakan oleh ternak, tetapi ada beberapa jenis tertentu yang paling disukai dan tidak disukai oleh ternak. Rumput yang tidak disukai ternak yaitu rumput yang berdaun
10
kasar seperti alang-alang, terutama daun tuanya. Pakan ternak tidak sebatas pada rumput-rumputan saja. Kacang-kacangan juga digunakan sebagai pakan ternak. Jumlah jenis yang termasuk dalam kelompok ini memang tidak terlalu banyak, diantaranya yaitu galenggang, gewor ombo dan bayeman (Sastropradja et al. 1983)
2.3.2.6 Aromatik Tumbuhan aromatik dapat juga disebut sebagai tumbuhan penghasil minyak atsiri. Tumbuhan penghasil minyak atsiri yaitu tumbuh-tumbuhan yang mengandung minyak yang memiliki ciri dari bau atau aromanya yang khas. Minyak ini memiliki sifat mudah menguap (Harris 1994). Fungsi minyak atsiri yang paling utama dan umum diminati yaitu sebagai pengharum, baik itu dalam bentuk parfum, kosmetik, pengharum ruangan, pengharum sabun, pasta gigi, pemberi rasa pada makanan maupun produk rumah tangga lainnya (Kartikawati 2004). Tumbuhan yang menghasilkan minyak atsiri diantaranya yaitu tumbuhan yang berasal dari famili Graminae, contohnya akar wangi (Andropogon zizinioides Urban); Lauraceae, contohnya kulit kayu manis (Cinnamomum burmani Bl); Zingiberaceae, contonya jahe (Zingiber officinale Rosc); Piperaceae, contohnya sirih (Piper betle Linn); Santalaceae, contohnya cendana (Santalum album Linn); Anonaceae, contohnya kenanga (Canangium odoratum Aill) dan sebagainya (Heyne 1987).
2.3.2.7 Bahan Pewarna Pewarna nabati merupakan bahan pewarna yang berasal dari tumbuhtumbuhan. Menurut Kartikawati (2004), zat warna biasa juga digunakan pada makanan. Untuk memberi warna kuning pada makanan, yang umum digunakan yaitu kunyit (Curcuma domestica) sedangkan untuk memberi warna hijau yaitu daun suji (Pleomele angustifolia).
2.3.2.8 Pestisida nabati Pestisida nabati adalah bahan aktif tunggal atau majemuk yang berasal dari tumbuhan yang dapat digunakan untuk mengendalikan organisme pengganggu
11
tumbuhan. Pestisida nabati ini dapat berfungsi sebagai penolak, penarik antifertilitas (pemandul), pembunuh dan bentuk-bentuk lainnya. Secara umum pestisida nabati diartikan sebagai suatu pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan, bersifat mudah terurai (bio-degradable) di alam sehingga tidak mencemari lingkungan dan relatif aman bagi manusia dan ternak peliharaan karena residu mudah hilang (Arafah 2005).
2.3.2.9 Tumbuhan hias Keanekaragaman jenis tumbuhan hias di Indonesia sangat melimpah. Tumbuhan hias dapat dijumpai mulai dari bentuk rerumputan dan penutup tanah, herba daun dan bunga, semak dan perdu yang menggerombol, liana, hingga tanaman besar dalam bentuk pohon yang menjulang tinggi (Arifin 2005). Tumbuhan hias merupakan salah satu komoditi hortikultura non pangan yang digolongkan sebagai hortikultur. Dalam kehidupan sehari-hari, komoditas ini dibudidayakan untuk dinikmati keindahannya (Arafah 2005).
2.3.2.10 Tali, anyaman dan kerajinan Tumbuhan penghasil tali, anyaman dan kerajinan adalah tumbuhan yang biasa digunakan untuk membuat tali, anyaman maupun kerajinan. Jenis tumbuhan yang digunakan sebagai bahan baku anyaman di suatu daerah bergantung pada jenis tumbuhan yang hidup di daerah tersebut. Menurut Widjaja et al. (1988), jenis-jenis tumbuhan yang biasa dipakai sebagai bahan baku anyaman yaitu tumbuh-tumbuhan dari suku bambu, pinang-pinangan, pandan, teki-tekian dan anggrek.
2.3.2.11 Bahan upacara adat Beberapa tumbuhan memiliki sifat spiritual, magis dan ritual. Penggunaan tumbuhan untuk adat dapat berupa bentuk penggunaan dalam berbagai upacara adat. Di berbagai etnis atau suku, jenis tumbuh-tumbuhan yang dipakai dalam upacara berbeda-beda menurut pengetahuan masyarakat di daerah tersebut (Kartiwa & Wahyuno 1992).
12
Menurut Gennep (1965) diacu dalam Kartiwa dan Wahyuno (1992) upacara ritual yang dilakukan oleh masyarakat dibedakan atas 3 tujuan pokok, yaitu: 1) Memisahkan (separation), misalnya dalam upacara kematian. Upacara terebut bertujuan untuk memisahkan orang yang sudah meninggal dari orang-orang yang masih hidup, 2) Menyatukan (incorporated), misalnya pada upacara perkawinan. Upacara tersebut bertujuan untuk menyatukan antara pasangan pengantin laki-laki dengan pengantin perempuan, 3) Tradisi atau peralihan (transition), misalnya pada upacara pasah gigi, khitanan, nuju bulan, dan lain-lain.
13
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di hutan Lambusango, Kabupaten Buton, Provinsi Sulawesi Tenggara, selama kurang lebih dua bulan, yaitu pada bulan Agustus hingga September 2009. Penelitian dilakukan di desa penyangga hutan Lambusango, dengan mengambil sample tiga desa, yaitu Desa Lambusango, Watumotobe dan Wambulu.
Sumber : Widayati & Carlisle (2007) Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian.
14
3.2 Bahan dan Alat Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dokumen/laporan penelitian yang telah dilakukan oleh instansi terkait, tumbuhan untuk pembuatan herbarium dan alkohol 70%, sedangkan alat yang digunakan yaitu peta, kamera, kuisioner, tally sheet, tape recorder, kertas koran, sasak, label gantung dan alat tulis menulis.
Gambar 2 Alat dan bahan. 3.3 Metode Penelitian 3.3.1 Jenis data yang dikumpulkan Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat melalui wawancara dan pengamatan langsung di lapangan. Data sekunder yaitu data yang berfungsi sebagai penunjang hasil penelitian. 3.3.1.1 Data primer Data primer diperoleh langsung dari lapangan yang dikumpulkan melalui wawancara, pengamatan dan pengambilan spesimen. Data primer yang dikumpulkan meliputi data botani, data pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat dan data jenis tumbuhan yang diperoleh melalui survey langsung di lapangan, cek silang dengan herbarium, data spesies tumbuhan hutan Lambusango di Sub Seksi KSDA Sulawesi Tenggara, ataupun melalui foto. 3.3.1.2 Data sekunder Data sekunder yang dikumpulkan meliputi data kondisi umum hutan Lambusango, data sosial ekonomi dan budaya masyarakat sekitar hutan Lambusango serta literatur mengenai kebijakan pemerintah, terkait dengan pengelolaan,
15
pemanfaatan dan peran serta masyarakat dalam upaya kegiatan konservasi di hutan Lambusango yang dilaksanakan oleh pihak pengelola. 3.3.2 Teknik pengumpulan data Penentuan sampel wilayah penelitian dilakukan secara purposive sampling yaitu memilih daerah yang berhubungan secara langsung dengan kawasan hutan. Wawancara dilakukan terhadap masyarakat di sekitar hutan Lambusango dengan sasaran responden ditentukan secara terpilih (key person). Adapun kriteria responden yaitu masyarakat yang memiliki pengetahuan serta yang sering memanfaatkan tumbuhan dalam kesehariannya seperti tokoh adat/kepala kampung, masyarakat yang memiliki mata pencaharian di dalam kawasan hutan, ibu-ibu rumah tangga dan sebagainya. Wawancara dilakukan secara semi terstruktur, dengan menggunakan kuisioner dengan pendalaman pertanyaan sesuai keperluan. Responden pada penelitian ini berjumlah 49 orang. Seluruh informasi mengenai spesies tumbuhan dicatat kemudian disurvey di lapangan, dikumpulkan dan dibuat material herbariumnya serta melakukan cek silang dengan data spesies tumbuhan hutan Lambusango di Sub Seksi KSDA Sulawesi Tenggara, ataupun melalui foto. Pembuatan herbarium ditujukan untuk pengkoleksian spesimen tumbuhan yang terdiri dari bagian-bagian tumbuhan (ranting lengkap dengan daun, serta bunga dan buahnya jika ada). Herbarium dibuat dengan cara kering. Adapun tahapan dalam pembuatan herbarium yaitu: 1) Mengambil contoh herbarium yang terdiri dari ranting lengkap dengan daunnya, serta bunga dan buah jika ada dengan menggunakan gunting daundipotong dengan panjang ± 40 cm, 2) Contoh herbarium yang telah diambil tersebut kemudian dimasukkan ke dalam kertas koran dengan memberikan etiket yang berukuran 3 cm x 5 cm. Etiket berisi keterangan tentang nomor spesies, nama lokal, lokasi pengumpulan dan nama pengumpul (kolektor), 3) Selanjutnya herbarium disusun pada sasak yang terbuat dari bambu dan disemprot dengan alkohol 70% kemudian dijemur di sinar matahari,
16
4) Herbarium yang sudah kering disimpan untuk diidentifikasi selanjutnya di Laboratorium Konservasi Tumbuhan Fakultas Kehutanan IPB. Tahapan kegiatan dan aspek yang dikaji dalam penelitian ini seperti tercantum pada Tabel 1. Tabel 1 Tahapan kegiatan dan aspek yang dikaji Tahapan Kegiatan 1. Kajian
Sumber
Aspek yang Dikaji a.
literatur
Kondisi fisik kawasan (letak, luas, topografi, geologi, tanah, iklim dan hidrologi)
b.
Kondisi
biologi
(flora
dan
fauna) c.
Metode
Data
Kondisi sosial, ekonomi dan
Sub Seksi KSDA Sulawesi
Mengkaji berbagai literatur
Tenggara
budaya masyarakat
2.
Survey lapang
Kajian
etnobotani
tumbuhan
oleh
pemanfaatan
masyarakat
di
sekitar Hutan Lambusango
3.
Pengolahan
Analisis
data
berdasarkan
dan analisis
pengklasifikasian
kelompok
data
kegunaan, habitus, bagian yang dimanfaatkan,
tingkat
kegunaan
tumbuhan dan analisis tindakan
Masyarakat suku Buton
a.
Wawancara
b.
Pengambilan contoh
c.
Dokumentasi
Primer dan
Analisis secara deskriptif
Sekunder
kualitatif
konservasi yang dilakukan oleh masyarakat
3.4 Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan dan analisis data dilakukan secara kualitatif dan deskriptif untuk memperoleh informasi mengenai kelompok kegunaan, persentase habitus, persentase bagian yang dimanfaatkan, asal tumbuhan, tingkat kegunaan dan tindakan konservasi yang dilakukan oleh masyarakat.
17
3.4.1 Pengklasifikasian kelompok kegunaan Tumbuhan memiliki berbagai macam manfaat atau kegunaan. Agar mempermudah dalam
penyajian, maka dilakukan pengelompokkan dengan
menyaring dari tiap-tiap kegunaan masing-masing spesies tumbuhan. Terdapat 11 klasifikasi kelompok kegunaan yaitu sebagai pangan, minuman, bahan bangunan, kayu bakar, obat, pakan ternak, aromatik, bahan pewarna, tumbuhan hias, tali, anyaman dan kerajinan serta bahan upacara adat.
3.4.2 Persentase habitus Persentase habitus merupakan telaah mengenai besarnya persentase suatu habitus yang digunakan terhadap seluruh habitus yang ada. Habitus tersebut meliputi pohon, semak, perdu, liana dan herba. Penentuan persentase tersebut yaitu sebagai berikut:
3.4.3 Persentase bagian yang dimanfaatkan Persentase bagian tumbuhan yang dimanfaatkan meliputi bagian tumbuhan yang dimanfaatkan mulai dari bagian tumbuhan paling atas (daun) hingga ke bagian bawah (akar). Penentuan persentase tersebut yaitu sebagai berikut:
3.4.4 Tingkat kegunaan tumbuhan Tingkat kegunaan tumbuhan merupakan analisis sederhana, dimana tingkat kegunaan suatu spesies tumbuhan dihitung berdasarkan pada berapa jumlah kegunaan yang diperoleh dari suatu spesies tumbuhan.
18
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah, Letak dan Luas Kawasan Kawasan hutan Lambusango seluas 28.510 ha yang terletak di Kabupaten Dati II Buton diperuntukkan sebagai kawasan hutan dengan fungsi suaka alam berdasarkan Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) yang telah disahkan oleh Menteri Pertanian pada tanggal 1 September 1982 dengan SK Nomor 639/KPTS/9/Um/1982. Secara geografis kawasan ini terletak di antara 05º08’ LS - 05º24’ LS dan 122º47’ BT - 122º57’ BT. Secara administrasi pemerintahan, kawasan hutan Lambusango termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Kapuntori, Lasalimu dan Pasarwajo sedangkan secara administratif kehutanan termasuk wilayah RPH Pasarwajo (BKPH Buton Barat), RPH Lasalimu dan RPH Kapuntori (BKPH Buton Timur) KPH Buton. Status kawasan hutan Lambusango masih belum ditetapkan secara pasti (definitive). Permasalahan yang terjadi di kawasan Lambusango ini diantaranya adalah belum adanya fasilitas pengelolaan, perburuan, penebangan liar dan pemungutan hasil hutan bukan kayu, antara lain pengambilan rotan dan madu hutan. Beberapa kegiatan yang ditujukan untuk pengelolaan kawasan telah dilaksanakan oleh Departemen Kehutanan ataupun Pemerintah Daerah, antara lain penetapan tata batas oleh Sub BIPHUT Kendari, serta pembinaan daerah penyangga di Desa Lambusango oleh Sub Seksi KSDA Sulawesi Tenggara, berupa pemberian bibit mangga dan jeruk kepada masyarakat Desa Lambusango pada tahun 1997. Desa-desa yang berbatasan langsung dengan kawasan adalah Desa Barangka, Wakalambe, Lambusango, Wakangka, Lawele dan Kapuntori.
4.2 Aksesibilitas Untuk mencapai hutan Lambusango dapat ditempuh melalui jalan darat dari Bau-Bau sampai Lambusango dengan jarak ± 30 km, waktu tempuh ± 1 jam. Kondisi
19
jalan beraspal. Akses lainnya dapat melalui laut dari pelabuhan Bau-Bau menuju lokasi dengan speed boat atau perahu dalam waktu 2 jam. Penginapan terdekat berada di Bau-Bau. Izin masuk kawasan dapat diperoleh di kantor Sub Seksi KSDA Buton di Bau-Bau, atau Sub Balai KSDA Sulawesi Tenggara di Kendari.
4.3 Topografi Hutan Lambusango berada pada ketinggian 15-780 m dpl. Puncak tertingginya berada di daerah pegunungan Warumbia. Wilayah hutan ini cenderung datar, bergelombang hingga berbukit-bukit yang memiliki kisaran rata-rata kemiringan antara 10º - 30º (20-65%).
4.4 Tanah Hutan Lambusango merupakan hutan hujan dataran rendah yang kondisi geologinya didominasi oleh batuan ultra basa dan kapur (limestone). Tanah yang terbentuk dari batuan ini mengandung magnesium dan mineral ferik. Jenis tanah ini memiliki tingkat kesuburan yang rendah. Oleh karena itu, tegakan hutan yang terbentuk relatif kurang rapat. Penetrasi radiasi matahari dapat masuk sampai ke lantai hutan sehingga semak dan tumbuhan bawah tumbuh subur. Selain itu, sifat batuan kapur yang tidak dapat menyimpan air dan mudah terlarutkan oleh air menyebabkan lahan yang terbentuk dari batuan ini bertopografi bergelombang dengan cekungan-cekungan yang dalam. Lapisan tanah yang terbentuk dari batuan ini umumnya tipis. Hal ini dikarenakan lambatnya proses pelapukan batuan dan tingginya laju erosi. Tanah yang terbentuk dari batuan kapur, selain tipis juga kurang subur dan bersifat tidak kedap air. Air hujan yang jatuh sebagian besar diteruskan, air tersebut kemudian mengalir pada rongga-rongga yang terbentuk oleh proses pelarutan batuan kapur oleh air hujan. Selanjutnya, terkumpul pada gua-gua yang berada di dalam tanah. Dengan demikian pada wilayah karst terjadi kelangkaan air tanah. Oleh karena itu tanaman di wilayah ini sering kekurangan air.
20
4.5 Hidrologi Beberapa sungai yang membelah kawasan hutan Lambusango relatif kecil dan tidak terlalu dalam. Rata-rata lebar sungainya kurang dari 5 m dengan kedalaman kurang dari 2 m, kecuali di bagian timur dan selatan hutan Lambusango. Di bagian ini terdapat sungai yang cukup besar, dengan lebar sungai pada bagian muara bisa mencapai 20-30 m. Sungai-sungai tersebut yaitu sungai Minaga one, sungai Kumele todo dan sungai Winto. Sumber-sumber air pada daerah ini umumnya terdapat pada wilayah karst. Hal ini dikarenakan air hujan yang jatuh pada daerah berkapur sebagian besar diteruskan. Air tersebut kemudian mengalir dan disimpan dalam rongga-rongga dan gua-gua di bawah tanah. Air yang terdapat pada kawasan ini mengandung zat kapur yang tinggi.
4.6 Iklim Menurut Klasifikasi Schmidt dan Ferguson, hutan Lambusango termasuk dalam tipe iklim D dengan curah hujan tahunan rata-rata 1.980 mm. Bulan-bulan terkering adalah Agustus, September, Oktober dan November. Suhu udara tahunan berkisar antara 20ºC hingga 34ºC dengan kelembaban relatif tahunan sebesar 80%.
4.7 Potensi Flora dan Fauna Potensi flora dan fauna hutan Lambusango cukup tinggi. Jenis-jenis tumbuhan yang ditemukan di dalam kawasan antara lain kayu hitam/eboni (Diospyros celebica), kayu besi (Metrocideros petiolata), kuma (Palaquium obovatum), wola (Vitex copassus),
bayan
(Intsia
bijuga),
cendana
(Santalum
album),
bangkali
(Anthocephallus macrophyllus), kayu angin (Casuarina rumpiana), sengon (Paraserianthes falcataria), pohon bigi (Dillenia sp.), rotan (Calamus spp.), palem baru (Caryota mitis), noko (Daemonorops robusta), wiu (Licula celebica), lanu (livistona ratundifolia), nipa (Nypa fruticans), sampu (Pinanga sp), paku tiang, paku sarang burung (Asplenium nidus), pakis (Cyathea sp.) dan berbagai jenis lumut. Satwaliar yang menempati habitat di dalam kawasan antara lain anoa (Bubalus depresicornis), monyet buton (Macaca ochreata brunescens), rusa (Cervus
21
timorensis), kus-kus (Phalanger ursinus), sapi liar (Bos sp), biawak (Varanus salvator), musang tenggarong (Vivera tungalunga), kadal (Eutropis sp.), king kobra (Ophiopagus hannah), latubemba (Pit viper), ular cincin mas (Boiga dendrophilla), ular sanca kembang (Phyton reticulatus), Bufo celebensis, Rachoporus monticola, berbagai spesies burung, serangga dan lain-lain
4.8 Kondisi Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat di Sekitar Hutan Lambusango 4.8.1 Sejarah suku Buton Penduduk Buton berasal dari Semenanjung Tanah Melayu di Johor yang datang dengan menggunakan kapal ke pulau tersebut, pada abad ke-13. Pada saat itu ada empat kelompok yang mendarat di Buton, dua kelompok mendarat di Buton bagian barat dan dua kelompok lagi mendarat di Buton bagian utara. Dua kelompok pertama tersebut kemudian mendirikan kampung Wolio. Setelah menjadi kampung yang cukup besar, warga Buton kemudian mengangkat Ratu pertama mereka yang bernama Wa Kaa Kaa. Wa Kaa Kaa merupakan seorang wanita yang memiliki kepribadian dan sifat kepemimpinan yang luhur. Gambar 3 menunjukkan situs pelantikan Wa Kaa Kaa berupa sebuah lubang yang menjadi tempat kaki ratu ketika dilakukan pelantikan. Di masyarakat sendiri terdapat cerita rakyat yang mengatakan bahwa Wa Kaa Kaa merupakan penduduk pertama di Buton dan berasal dari lubang bambu kuning di dalam kompleks Keraton Buton sekarang (Wijaya 2006).
Gambar 3 Situs pelantikan Wa Kaa Kaa.
22
Dengan naiknya Wa Kaa Kaa sebagai raja, Kerajaan Buton semakin berkembang hingga masuknya islam ke Buton pada pertengahan abad ke-16 M. Selama masa pra Islam, di Buton telah berkuasa enam orang raja, dua di antaranya perempuan. Perubahan Buton menjadi kesultanan terjadi pada tahun 1542 M (948 H), bersamaan dengan pelantikan Lakilaponto sebagai Sultan Buton I, dengan gelar Sultan Murhum Kaimuddin Khalifatul Khamis (Dikman 2007). Pulau Buton dalam sejarahnya merupakan Kota Kerajaan Sultan Wolio yang memerintah di kawasan Buton dan pulau-pulau sekitarnya seperti Muna, Kabaena, Wowini dan Kepulauan Tukang Besi (Wakatobi). Terdapat beberapa peninggalan Kesultanan Buton, diantaranya yaitu Masjid Agung dan Benteng Keraton Buton. Benteng yang mengelilingi pusat pemerintahan Kesultanan Buton dibangun pada masa pemerintahan Sultan Buton III, La Sangaji (Sultan Kaimuddin). Benteng tersebut awalnya hanyalah tumpukan batu yang mengelilingi pusat kerajaan. Selain berfungsi sebagai pembatas pusat lingkungan keraton, tumpukan batu tersebut berfungsi sebagai perlindungan dari serangan musuh. Pada masa pemerintahan Sultan Buton IV, La Elangi (Sultan Dayanu Ikhsanuddin), tumpukan batu tersebut dibangun menjadi sebuah benteng (Septianto 2007). Benteng Keraton Buton, selesai dibangun sekitar tahun 1645. Benteng tersebut dibangun dengan menggunakan batuan kapur yang direkatkan dengan menggunakan pasir, kapur dan putih telur (Wijaya 2006). Benteng ini memiliki keliling sepanjang 2.740 meter, ketebalan dinding 1 - 2 m dan ketinggian berkisar antara 2 - 8 meter melindungi area seluas 401.900 m2 (Dikman 2007). Benteng ini memiliki 12 pintu (lawa) yang diberi nama sesuai dengan nama atau gelar pengawas pintu-pintu tersebut, antara lain Lawana Rakia, Lawana Lanto, Lawana Labunta, Lawana Kampebuni, Lawana Wabarobo, Lawana Dete, Lawana Kalau, Lawana Bajo/Bariya, Lawana Burukene/Tanailandu, Lawana Melai/Baau, Lawana Lantongau, dan Lawana Gundu-gundu, yang berfungsi sebagai penghubung keraton dengan kampungkampung di sekitarnya. Gambar 4 menunjukkan salah satu bagian dari Benteng Keraton Buton.
23
Gambar 4 Benteng Keraton Buton Masjid Agung Keraton Buton dibangun pada tahun 1712 oleh Sultan Buton XIX Langkariyiy yang bergelar Sultan Zaikuddin Darul Alam. Gaya arsitektur bangunan Masjid Agung Keraton Buton sangat sederhana. Bangunan masjid tersebut memiliki ukuran 20,6x19,4 m2 berbentuk persegi empat yang mengerucut dan terdiri dari dua lantai. Lantai satu sebagai ruang shalat, sedangkan lantai dua berfungsi sebagai tempat untuk mengumandangkan adzan. Sama halnya dengan benteng, fondasi dan dinding masjid terbuat dari batuan kapur yang direkatkan dengan menggunakan pasir, kapur dan putih telur. Sejak didirikan, fondasi dan dinding bangunan tersebut belum pernah diganti (Wijaya 2006).
Gambar 5 Masjid Agung Keraton Buton 4.8.2 Rumah adat Rumah adat suku Buton atau yang biasa disebut Bhanua Wolio, memiliki nama yang berbeda menurut status penghuni dalam status sosial kemasyarakatan. Rumah adat Buton tersebut terbagi menjadi tiga yaitu: Kamali atau Istana Malige yang
24
merupakan tempat tinggal Sultan, rumah pejabat kesultanan dan rumah masyarakat umum (Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara 2009). Pada dasarnya, Istana Malige/Kamali dan rumah masyarakat biasa di Buton sama, sebab berasal dari satu konstruksi yang sama yang disebut bhanua tada. Di katakan Kamali jika bangunan tersebut dihuni oleh pejabat kerajaan/kesultanan, dengan menambahkan tiang penyangga di setiap sisi bangunan, berfungsi konstruksi yang disebut kambero (kipas), lengkaplah di sebut Kamali karena di sebut bhanua tada kambero, inilah yang membedakannya dengan rumah masyarakat biasa yang cukup disebut dengan bhanua tada. Satu hal yang menarik pada rumah adat Buton yaitu peninggian lantai rumah yang berbeda-beda dan bangunan berdiri di atas tiang-tiang yang menumpu pada pondasi batu alam (sandi) yang tidak di tanam, hanya di letakkan begitu saja tanpa perekat. Khusus untuk Kamali, dalam pembangunannya tidak menggunakan besi ataupun paku (Ahmadi 2009). Terdapat beberapa simbol pada dekorasi Kamali yang merupakan hiasan berbentuk flora dan fauna. Menurut Ahmadi (2009) simbol tersebut masing-masing memiliki makna tertentu, diantaranya yaitu: 1.
Nenas merupakan simbol kesejahteraan yang ditumbuhkan dari rakyat. Secara umum simbol ini menyiratkan bahwa masyarakat Buton agar mempunyai sifat seperti nenas, yang walaupun penuh duri dan berkulit tebal tetapi rasanya manis,
2.
Ake merupakan hiasan yang bentuknya seperti daun. Ake dimaksudkan sebagai wujud kesempurnaan dan lambang bersatunya antara Sultan (manusia) dengan Khalik (Tuhan),
3.
Kamba/kembang yang berbentuk kelopak teratai melambangkan kesucian,
4.
Terdapatnya Naga pada bumbungan Atap, melambangkan kekuasaan, dan pemerintahan. Naga adalah binatang mitos yang berada di langit, bukan muncul dari dalam bumi.
25
Gambar 6 Istana Malige / Kamali
4.8.3 Upacara adat 4.8.3.1 Pesta panen Pesta panen merupakan suatu acara tradisional sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT karena panen berhasil. Pesta panen biasanya diadakan setiap satu tahun sekali, biasanya pada bulan Oktober-November. Pada saat pesta panen, masyarakat berkumpul di balai desa dengan membawa makanan-makanan hasil dari panen mereka serta berbagai hasil laut lainnya. Makanan yang dibawa berupa nasi bambu, kasuami, kambewe, beserta lauknya (ikan, cumi-cumi, udang, dll), pisang goreng, tuli-tuli. Makanan-makanan tersebut ditata di atas talang.
4.8.3.2 Dhole-dhole Dhole-dhole merupakan upacara adat yang ditujukan untuk anak-anak dengan usia di bawah 10 tahun. Inti dari prosesi upacara ini sesuai dengan asal katanya, dhole-dhole (guling-guling) yaitu anak tersebut diguling-gulingkan di atas daun pisang yang sudah dilumuri dengan minyak dan diasapi dengan asap kemenyan dan ikan bakar. Dhole-dhole harus dilakukan sebelum anak tersebut disunat. Tradisi ini bertujuan agar anak tersebut dijauhkan dari segala macam penyakit. Sedangkan menurut filosofinya, upacara adat dhole-dhole dimaksudkan agar anak tersebut kelak tahan
26
terhadap cobaan hidup yang akan dilaluinya, karena ketika didhole-dhole di atas daun pisang itu diibaratkan sebagai rintangan dan cobaan hidup.
Gambar 7 Upacara adat dhole-dhole. 4.8.3.3 Kande-kandea Kande-kandea adalah suatu acara tradisional warisan leluhur suku Buton yang lahir dan bermula sebagai nazar/syukuran dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, khususnya bagi para remaja putri yang zaman dahulu hidup dalam keterikatan adat pergaulan yang tertutup serta didewasakan dengan sopan santun adat yang ketat. Dalam tradisi unik ini, disajikan beraneka penganan kecil tradisional yang diletakkan di atas sebuah talam besar yang terbuat dari kuningan dan ditutup dengan tudung saji (bosara). Tamu-tamu yang hadir mengawali acara makan bersama dengan disuapi penganan oleh remaja-remaja putri yang berpakaian adat dan duduk bersimpuh di sebelah talam. Seringkali, acara ini merupakan ajang promosi remaja-remaja putri untuk mendapatkan jodoh. Selain itu, acara ini merupakan arena kebersamaan rakyat untuk memupuk rasa persatuan dan kesatuan dalam hukum adat dan membina hubungan silaturahmi yang penuh keakraban. Tradisi ini merupakan permainan rakyat yang diatur dengan adat serta tata krama dan sopan santun tertentu yang hingga kini masih eksis dalam kehidupan masyarakat suku Buton (Wahana Budaya Indonesia 2009).
27
Gambar 8 Upacara adat kande-kandea. 4.8.3.4 Posuo Dalam adat suku Buton, setiap anak perempuan yang akan memasuki usia remaja diwajibkan menjalani tradisi pingitan (posuo) selama delapan hari delapan malam. Tradisi ini bertujuan untuk membekali anak-anak perempuan dengan nilainilai etika, moral dan spritual, baik statusnya seorang anak, ibu, istri maupun sebagai anggota masyarakat. Sesuai proses pingitan, diadakan selamatan dengan mengundang sanak keluarga, kerabat dan handai taulan. Dalam prosesi selamatan ini digelar Tari Kalegoa yang menggambarkan suka duka gadis-gadis Buton dalam menjalani tradisi pingitan tersebut. Hingga kini tradisi pusuo ini masih tetap hidup dan lestari sejalan dengan kehidupan masyarakat suku Buton (Wahana Budaya Indonesia 2009). 4.8.4 Kependudukan Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS 2004) Kabupaten Buton memiliki pertumbuhan penduduk yang cenderung meningkat. Penduduk Kabupaten Buton menurut hasil sensus penduduk tahun 2000 berjumlah 240.958 jiwa, dimana penduduk laki-laki berjumlah 118.894 jiwa dan penduduk perempuan berjumlah 122.064 jiwa. Pada tahun 2004, jumlah penduduk Kabupaten Buton mencapai 265.724 jiwa yang terdiri dari penduduk laki-laki sebanyak 132.271 jiwa dan penduduk perempuan sebanyak 133.453 jiwa atau mengalami pertumbuhan sebesar 3,33 persen. Secara administratif, hutan Lambusango berada di enam kecamatan yaitu Kecamatan Kapuntori, Lasalimu, Lasalimu Selatan, Siontapina, Wolowa dan
28
Pasarwajo. Tetapi, hutan Lambusango itu sendiri lebih cenderung diidentikkan dengan Kecamatan Kapuntori, hal ini dikarenakan banyaknya desa pada kecamatan ini yang berbatasan langsung dengan kawasan hutan Lambusango. Masyarakat sekitar hutan Lambusango merupakan suku Buton yang terbagi dalam beberapa sub etnis di dalamnya. Bahasa yang digunakan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Buton dengan berbagai sub bahasa dan dialek yang berbeda-beda. Mayoritas penduduk di sekitar hutan Lambusango beragama islam.
4.8.5 Sarana dan prasarana Sarana dan prasarana merupakan media penunjang bagi pembangunan suatu daerah yang sekaligus menjadi media penghubung antara masyarakat dan pemerintah. Kondisi sarana dan prasarana biasanya menunjukkan kualitas pelayanan yang diberikan dan akselerasi pembangunan daerah tersebut (Inama 2009). Adapun beberapa sarana dan prasarana yang sudah ada di lokasi penelitian sebagai berikut : jalan kabupaten, tempat ibadah, puskesmas, sekolah (SD, SMP, SMA), PLN, kantor pemerintahan (Kantor desa/lurah dan Kantor kecamatan), Balai desa, lapangan.
4.8.6 Mata pencaharian Sebagian besar masyarakat di lokasi penelitian bermata pencaharian sebagai nelayan dan petani, yaitu sekitar 90%. Hanya sedikit saja masyarakat yang bergerak di bidang jasa. Hal ini dikarenakan kondisi alam yang mendukung kedua profesi tersebut.
4.8.7 Penggunaan lahan Pada umumnya masyarakat desa di lokasi penelitian memiliki pekarangan di sekitar rumah dan lahan pertanian atau kebun. Jenis tanaman yang biasa ditanam di pekarangan terdiri dari tiga jenis tanaman, yaitu tanaman jangka pendek, jangka panjang dan tanaman pagar/pelindung. Untuk tanaman jangka pendek biasanya berupa buah-buahan seperti asam, belimbing, jambu air, buah malaka, mangga,
29
nanas, nangka, salak dan sirsak. Tanaman jangka panjang diantaranya yaitu jati, jambu mente, cokelat, kelapa, ketapang dan kopi. Selain itu, terdapat pula jenis tanaman pagar seperti kelor dan gamal. Pada lahan pertanian jenis tanaman yang biasa ditanam, hanya terdiri dari dua jenis tanaman yaitu tanaman jangka pendek dan tanaman jangka panjang. Jenis tanaman jangka pendek biasanya berupa buah-buahan yang tidak jauh berbeda seperti yang ditanam di pekarangan, tanaman palawija (jagung, kacang tanah, dll), sayuran (bayam, lombok, terong dan tomat). Tanaman jangka panjang diantaranya yaitu jati, cendana, jambu mente, cokelat, kelapa, kemiri, kopi, wola, dll.
30
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pemanfaatan Keanekaragaman Spesies Tumbuhan Berdasarkan
hasil
identifikasi
dan
wawancara
dengan
masyarakat,
menunjukkan bahwa di kawasan hutan Lambusango ditemukan jumlah spesies tumbuhan berguna yang dimanfaatkan oleh masyarakat sebanyak 169 spesies dari 66 famili (Lampiran 2). Spesies-spesies tersebut selain merupakan hasil budidaya oleh masyarakat, ada pula yang berasal dari dalam kawasan hutan Lambusango serta tumbuhan yang hidup liar di pinggir jalan.
5.1.1 Keanekaragaman tumbuhan berdasarkan familinya Jumlah famili yang digunakan sebagai tumbuhan berguna yaitu 66 famili. Jumlah famili yang paling banyak digunakan yaitu dari famili Fabaceae sebanyak 13 spesies. Famili kedua yang banyak digunakan oleh masyarakat yaitu Euphorbiaceae sebanyak 10 spesies. sedangkan famili lainnya terdiri dari 1 hingga 9 spesies (Lampiran 1). Hal tersebut menunjukkan bahwa famili Fabaceae memiliki keanekaragaman spesies tertinggi yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar hutan Lambusango dibandingkan dengan famili lainnya. Fabaceae banyak digunakan oleh masyarakat karena tumbuhan ini banyak ditemukan dan dimanfaatkan masyarakat. Hal ini dikarenakan sifat tumbuh Fabaceae yang mudah beradaptasi dengan lingkungan sekitar sehingga anggota famili tersebut banyak dijumpai di berbagai wilayah, demikian pula halnya di lokasi penelitian. Gambar 9 menyajikan daftar 20 peringkat teratas famili yang memiliki jumlah spesies terbanyak digunakan oleh masyarakat. Untuk 46 famili lainnya hanya terdiri dari 1-2 spesies.
31
Gambar 9 Hubungan famili dengan jumlah spesies tumbuhan berguna di hutan Lambusango. 5.1.2 Keanekaragaman tumbuhan berdasarkan habitusnya Klasifikasi tumbuhan berguna menurut habitusnya dapat dibagi menjadi 6 habitus yaitu habitus epifit, liana, herba, semak, perdu dan pohon. Jumlah spesies tertinggi terdapat pada kelompok habitus pohon sebesar 40% (68 spesies), sedangkan jumlah spesies terendah terdapat pada habitus epifit sebesar 1% (1 spesies) (Gambar 10). Habitus pohon banyak digunakan oleh masyarakat dikarenakan pohon merupakan tumbuhan berumur panjang yang selalu tersedia sepanjang tahun, banyak berada di lingkungan sekitar masyarakat baik itu sengaja dibudidayakan maupun tumbuh secara liar di alam dan relatif aman untuk digunakan. Habitus kedua terbanyak digunakan yaitu herba. Herba yang digunakan pada umumnya merupakan tumbuhan yang sengaja dibudidayakan di halaman atau pekarangan rumah.
32
Gambar 10 Persentase jumlah spesies tumbuhan berdasarkan kelompok habitusnya.
5.1.3 Keanekaragaman dimanfaatkan
tumbuhan
berdasarkan
bagian
yang
Berdasarkan bagian tumbuhan yang dimanfaatkan maka dikelompokkan menjadi 10 kelompok bagian tumbuhan. Bagian tumbuhan yang paling banyak digunakan yaitu daun sebanyak 63 spesies (30,77%) dan yang paling sedikit yaitu akar sebanyak 3 spesies
(1,44%) (Gambar 11). Hal ini menunjukkan bahwa
pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat dilakukan secara lestari. Karena pada umumnya pengambilan tumbuhan tersebut tidak memberikan dampak/pengaruh yang besar pada tumbuhan tersebut.
Gambar 11 Jumlah spesies tumbuhan berdasarkan bagian yang digunakan.
33
5.1.4 Asal tumbuhan Asal tumbuhan yang digunakan oleh suku Buton dapat dikategorikan menjadi dua yaitu tumbuhan budidaya dan non-budidaya. Tumbuhan budidaya yaitu tumbuhan yang sengaja ditanam oleh masyarakat di kebun dan pekarangan, sedangkan tumbuhan non-budidaya yaitu tumbuhan yang berasal dari hutan dan tumbuhan liar di sekitar rumah, di pinggir jalan atau sungai dan di tepi laut. Gambar 12 menyajikan persentase asal tumbuhan yang digunakan oleh masyarakat sekitar hutan Lambusango.
Gambar 12 Persentase jumlah spesies tumbuhan berdasarkan asalnya. Berdasarkan Gambar 12, tumbuhan yang paling banyak dimanfaatkan oleh masyarakat merupakan tumbuhan yang telah dibudidayakan sebesar 63% (106 spesies), dengan rincian 72 spesies berasal dari pekarangan, 22 spesies berasal dari kebun dan 12 spesies berasal dari keduanya. Tumbuhan non-budidaya sebesar 37% (63 spesies), dengan rincian 46 spesies berasal dari hutan, 10 spesies merupakan tumbuhan liar dan 7 spesies gabungan keduanya. Dari data tersebut menunjukkan tumbuhan yang digunakan oleh masyarakat sebagian besar berasal dari pekarangan. Pekarangan merupakan lahan di sekitar rumah yang ditanami bermacam-macam tanaman baik jenis, umur, stratifikasi tajuk, maupun fungsinya. Walaupun fungsi ekonomi pekarangan tidak dapat disejajarkan dengan kebun atau sawah, namun keberadaan pekarangan memberi arti tersendiri bagi kehidupan masyarakat. Sebab selain digunakan untuk membantu memenuhi
34
kebutuhan pangan sehari-hari, pekarangan juga memiliki nilai estetis, sosial budaya dan psikologis. Pekarangan masyarakat biasanya terdiri dari kelapa (Cocos nucifera), ketapang (Terminalia catappa), mangga (Mangifera indica), pepaya (Carica papaya), pisang (Musa paradisiaca), kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis), ubi jalar (Ipomea batatas) dan sebagainya. Tampak bahwa komposisi lahan pekarangan terdiri dari tanaman dengan tajuk yang berlapis, mulai dari tanaman bertajuk tinggi hingga tanaman menjalar. Struktur ini menguntungkan dari segi ekologis karena tajuk yang berlapis dapat dengan efektif melindungi tanah dari erosi.
5.2 Potensi dan Pemanfaatan Tumbuhan Berguna Berdasarkan pada kelompok kegunaannya, spesies-spesies yang dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar hutan Lambusango dapat dikelompokkan ke dalam 11 kelompok kegunaan meliputi pangan, minuman, bahan bangunan, kayu bakar, obat, pakan ternak, aromatik, pewarna, tumbuhan hias, tali, anyaman dan kerajinan, serta untuk keperluan upacara adat. Jumlah spesies tertinggi terdapat pada kelompok kegunan tumbuhan obat sebesar 83 spesies dan terendah pada kelompok kegunaan tumbuhan pewarna sebanyak 8 spesies. Selain itu, dapat juga dilihat jumlah lain yang banyak digunakan oleh masyarakat yaitu tumbuhan pangan sebesar 80 spesies, tanaman hias 55 spesies dan untuk upacara adat sebesar 41 spesies. Jumlah keseluruhan tumbuhan yang digunakan oleh masyarakat di sekitar hutan Lambusango yaitu sebanyak 169 spesies. Dalam pengelompokannya, satu spesies tumbuhan dapat terdiri dari beberapa kelompok kegunaan, sebagai contoh pisang (Musa paradisiaca L.) merupakan bahan pangan, tumbuhan obat, juga digunakan untuk upacara adat. Ragam pemanfaatan tumbuhan berdasarkan kelompok kegunaan secara rinci dapat dilihat pada Gambar 13.
35
Gambar 13 Jumlah spesies tumbuhan berdasarkan kelompok kegunaannya.
5.2.1 Pangan Pangan merupakan kebutuhan primer manusia yang sangat mempengaruhi keberlangsungan hidup manusia. Berbagai macam tumbuhan sering dimanfaatkan manusia sebagai bahan pangan, baik karena nilai kandungan yang terdapat di dalamnya, rasa, budaya maupun karena kemudahan dalam memperolehnya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, tumbuhan pangan adalah segala sesuatu yang tumbuh, hidup, berbatang, berakar, berdaun dan dapat dimakan atau dikonsumsi oleh manusia. Contohnya yaitu buah-buahan, sayuran, kacang-kacangan dan tumbuhan yang mengandung sumber karbohidrat. Pemanfaatan tumbuhan sebagai bahan pangan meliputi bahan pangan pokok, buah dan sayur serta bumbu dapur dan rempah. Berdasarkan wawancara dengan masyarakat, diperoleh 80 spesies tumbuhan yang digunakan sebagai bahan pangan. Tanaman bahan pangan tersebut sebagian besar merupakan jenis yang telah sengaja ditanam di sawah, kebun atau pekarangan. Sedangkan selebihnya merupakan tanaman
36
yang tumbuh di hutan dan liar di pinggir jalan, terutama buah-buahan. Tabel 2 menyajikan spesies tumbuhan yang sering digunakan sebagai bahan pangan. Tabel 2 Tumbuhan yang sering digunakan sebagai bahan pangan No
Nama Lokal
Nama Ilmiah
Famili
Makanan Pokok (Sumber Karbohidrat) 1
Padi
Oryza sativa
Poaceae
2
Jagung
Zea mays
Poaceae
3
Ubi kayu
Manihot esculenta
Euphorbiaceae
Buah dan Sayur 4
Kangkung
Ipomea aquatic
Convolvulaceae
5
Kelor
Moringa oleifera
Moringaceae
6
Nangka
Artocarpus heterophyllus
Moraceae
7
Pepaya
Carica papaya
Cariccaceae
8
Pisang
Musa paradisiaca
Musaceae
Bumbu dapur dan Rempah 9
Asam
Tamarindus indica
Fabaceae
10
Merica
Piper ningrum
Piperaceae
Bahan makanan pokok masyarakat desa penyangga hutan Lambusango yaitu padi (Oryza sativa) (Gambar 14). Dulunya makanan pokok masyarakat yaitu jagung dan ubi kayu, yang diolah menjadi berbagai jenis masakan diantaranya yaitu kapusu, kambuse, kambewe dan kasuami. Seiring perkembangan waktu, terutama pada waktu swasembada beras yaitu sekitar tahun 1980 makanan pokok masyarakat mulai beralih ke beras. Saat ini, makanan yang berasal dari jagung dan ubi kayu hanya dijadikan makanan selingan saja.
Gambar 14 Lahan yang digunakan oleh masyarakat untuk pertanian dan perkebunan.
37
Dalam penyajian makanan, masyarakat suku Buton memiliki keanekaragaman jenis olahan makanan (menu). Sebagai contoh jagung diolah menjadi kapusu, kambuse dan kambewe, sedangkan ubi kayu diolah menjadi tepung kaopi yang dapat dibuat berbagai jenis makanan seperti kasuami, epu-epu dan tuli-tuli. Demikian juga berbagai macam sayur, disajikan dalam berbagai bentuk masakan, misalnya tumis kangkung, parende kelor, parende bayam, sayur labu dan sebagainya. Sedangkan buah-buahan umumnya hanya sebagai pelengkap saja dan disajikan dalam acaraacara tertentu. Berikut salah satu jenis makanan yang barasal dari ubi kayu (Gambar 15).
Gambar 15 Makanan khas suku Buton yaitu kaopi dan kasuami. Tumbuhan yang dijadikan sebagai bahan pangan oleh masyarakat bukan hanya tumbuhan yang dibudidayakan, melainkan juga tumbuhan yang hidup liar di hutan. Salah satu jenis tumbuhan liar yang biasa dimanfaatkan oleh masyarakat yaitu ondo (Dioscorea hispida). Masyarakat mengkonsumsi ondo pada saat-saat tertentu saja. Ondo termasuk kategori tumbuhan beracun, tetapi masyarakat memiliki cara agar aman mengkonsumsi ondo tersebut. Adapun cara pengolahannya yaitu ondo tersebut dibelah menjadi 2 bagian dengan komposisi yang sama, kemudian direndam di laut selama 1 hari 1 malam, setelah itu ondo telah siap untuk dikonsumsi.
5.2.2 Minuman Tumbuhan yang biasa digunakan sebagai penghasil minuman oleh masyarakat sekitar hutan Lambusango ada 12 spesies. Bagian dari tumbuhan yang sering
38
dikonsumsi sebagai minuman adalah bagian buahnya. Diantara spesies yang paling umum digunakan sebagai penghasil minuman yaitu kelapa (Cocos nucifera) dan enau (Arenga pinnata) yang telah difermentasi menjadi konau yang merupakan minuman keras dan memabukkan. Tapi untuk saat ini, konau telah sangat jarang digunakan oleh masyarakat karena adanya larangan adat dan juga larangan oleh pemerintah. Adapun minuman khasnya yaitu saraba yang merupakan campuran antara jahe, santan, gula merah dan susu. Tabel 3 menyajikan tumbuhan yang digunakan oleh masyarakat sebagai bahan minuman. Tabel 3 Tumbuhan yang digunakan sebagai bahan minuman No 1
Nama Lokal Asam
Nama Ilmiah Tamarindus indica
Famili Fabaceae
Bagian yang Digunakan Buah
2
Enau
Arenga pinnata
Arecaceae
Buah
3
Jahe
Zingiber officinale
Zingiberaceae
Rimpang
4
Jeruk nipis
Citrus aurantifolia
Rutaceae
Buah
5
Jeruk purut
Citrus hystrix
Rutaceae
Buah
6
Kelapa
Cocos nucifera
Arecaceae
Buah
7
Kencur
Kaempferia galangal
Zingiberaceae
Rimpang
8
Kopi
Coffea arabica
Rubiaceae
Biji
9
Kunyit
Curcuma domestica
Zingiberaceae
Rimpang
10
Lengkuas
Alpinia galanga
Zingiberaceae
Rimpang
11
Sirih
Piper betle
Piperaceae
Daun
12
Temulawak
Curcuma xanthorrhiza
Zingiberaceae
Rimpang
5.2.3 Bahan bangunan Rumah atau papan merupakan salah satu kebutuhan primer manusia selain pangan dan pakaian. Rumah berfungsi sebagai tempat tinggal dan tempat berlindung. Kayu dan bagian lain dari tumbuhan banyak yang berguna untuk dijadikan sebagai bahan bangunan. Biasanya kayu digunakan untuk tiang, rangka atap, rangka lantai dan daun pintu, namun bagian lain tumbuhan seperti daun juga dapat dijadikan sebagai atap rumah. Berdasarkan hasil wawancara, diketahui bahwa masyarakat memanfaatkan 37 spesies tumbuhan untuk dijadikan sebagai bahan bangunan. Beberapa spesies tumbuhan yang sering digunakan sebagai bahan bangunan seperti tercantum pada Tabel 4.
39
Tabel 4 Tumbuhan yang sering digunakan sebagai bahan bangunan No 1
Nama Lokal Jati
Nama Ilmiah Tectona grandis
Famili Verbenaceae
Kegunaan Tiang, dinding, lantai
2
Wola
Vitex cofassus
Verbenaceae
Tiang, dinding, lantai
3
Cendana
Santalum album
Santalaceae
Tiang, dinding, lantai
4
Kelapa
Cocos nucifera
Arecaceae
Tambahan penyangga lantai
5
Bambu
Bambusa sp.
Poaceae
Dinding, lantai dapur
6
Bakau
Rhizophora sp.
Rhizophoraceae
Tiang, dinding
7
Lapi
Macaranga tanarius
Euphorbiaceae
Tiang, dinding
8
Welalo
Archidendron fagifolium
Fabaceae
Tiang, dinding
9
Nipah
Nypa fruticans
Arecaceae
Atap
10
Alang-alang
Imperata cylindrica
Poaceae
Atap
Kayu yang paling disukai untuk dijadikan sebagai bahan bangunan yaitu jati (Tectona grandis) dan wola (Vitex coffasus) karena kuat dan awet. Sedangkan untuk spesies lainnya yang merupakan kayu kelas dua, biasanya digunakan sebagai bahan bangunan rumah kebun, tempat beristirahat dan lain-lain. Terdapat pula beberapa rumah yang dindingnya masih menggunakan jelajah yang merupakan anyaman dari bambu dan atap yang berasal dari daun nipah dan alang-alang. Meskipun hal tersebut sudah jarang dijumpai, dikarenakan saat ini hampir semua masyarakat memiliki atap rumah yang terbuat dari seng. Seng banyak digunakan oleh masyarakat karena masyarakat menganggap penggunaan seng lebih praktis. Penggunaan atap yang berasal dari daun nipah dan alang-alang biasanya hanya sebatas untuk di rumah kebun (Gambar 16).
Gambar 16 Rumah penduduk
40
5.2.4 Kayu bakar Kayu bakar merupakan sumberdaya yang penting bagi masyarakat yang tidak memiliki sumber energi lain seperti listrik, minyak tanah atau gas. Kayu bakar dapat diperoleh dengan mudah dan tidak memerlukan biaya yang mahal atau bahkan tidak memerlukan biaya apapun. Masyarakat di sekitar hutan Lambusango masih menggunakan kayu bakar untuk memasak, meskipun mereka juga ada yang sudah memiliki kompor. Hal ini dikarenakan sumber energi dari kayu bakar hemat dan mudah didapatkan. Pada umumnya masyarakat menggunakan tumbuhan apapun untuk dijadikan sebagai kayu bakar, yang penting kering dan dapat terbakar. Masyarakat mendapatkan kayu bakar biasanya dengan cara menebang langsung kemudian membelah-belahnya atau mengumpulkan dahan dan ranting yang telah berjatuhan. Berdasarkan hasil wawancara diperoleh 36 spesies tumbuhan yang digunakan sebagai kayu bakar. Tabel 5 menyajikan tumbuhan yang sering digunakan oleh masyarakat sebagai kayu bakar. Tabel 5 Tumbuhan yang sering digunakan sebagai kayu bakar No 1
Nama Lokal Bakau
Nama Ilmiah Rhizophora sp.
Famili Rhizophoraceae
Bagian yang Digunakan Batang, ranting
2
Bambu
Bambusa sp.
Poaceae
Batang
3
Bambu buluh
Bambusa atra
Poaceae
Batang
4
Gamal
Glyricida sepium
Fabaceae
Batang
5
Kelapa
Cocos nucifera
Arecaceae
Batang
6
Jati
Tectona grandis
Verbenaceae
Batang
7
Wola
Vitex cofassus
Verbenaceae
Batang
8
Ketapang
Terminalia catappa
Combretaceae
Batang, ranting
9
Mangga
Mangifera indica
Anacardiaceae
Batang, ranting
Asam
Tamarindus indica
Fabaceae
Batang, ranting
10
Jenis yang paling sering digunakan yaitu bakau (Rhizophora sp.). Pemukiman masyarakat berada di daerah pesisir, dimana di beberapa kawasan terdapat areal hutan mangrove dengan spesies yang mendominasi yaitu bakau. Sehingga bakau relatif lebih mudah diperoleh. Kayu bakau yang diambil pada umumnya berasal dari pohon
41
bakau yang sudah tua ataupun sudah mati. Gambar 17 menyajikan kayu bakar yang digunakan serta kondisi dapur masyarakat.
Gambar 17 Kayu bakar yang digunakan oleh masyarakat.
5.2.5 Obat Diantara 169 spesies tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat, terdapat 83 spesies yang mempunyai khasiat sebagai obat (Lampiran 7). Spesies-spesies tumbuhan tersebut bukan hanya spesies yang berasal dari hutan saja, melainkan sebagian besar yang digunakan oleh masyarakat merupakan hasil budidaya di pekarangan rumah. Spesies-spesies tersebut mempunyai manfaat yang banyak bagi kesehatan manusia. Umumnya setiap spesies mempunyai kegunaan menyembuhkan lebih dari satu penyakit dan kelompok penyakit atau penggunaan, namun ada pula spesies yang berkhasiat hanya untuk satu kelompok penyakit atau penggunaan (Lampiran 7). Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan tumbuhan untuk digunakan sebagai obat yaitu, bagian tumbuhan, cara pemanenan, cara pengolahan dan aturan pemakaian (dosis). Bagian dari tiap tumbuhan mempunyai peranan masing-masing dalam menyembuhkan penyakit, ada spesies tertentu yang seluruh bagiannya dapat digunakan, ada juga yang hanya bagian tertentu yang berpengaruh menyembuhkan. Berikut beberapa spesies tumbuhan obat yang sering digunakan oleh masyarakat (Tabel 6).
42
Tabel 6 Tumbuhan obat yang sering dimanfaatkan oleh masyarakat No
Nama Lokal
Nama Ilmiah
Famili
Kegunaan
Bagian yang Digunakan Kulit batang
1
Damar
Canarium aspersum Burseraceae
Muntah darah
2
Engkuni
Arcangelisia flava
Menispermaceae
Kulit batang
3
Kambahu
Planchonia valida
Lecythidaceae
Sarampa, demam, sakit pinggang Paru-paru basah
4
Konduru
Sechium edule
Cucurbitaceae
Thypus
Buah muda
5
Ntanga-ntanga Jatropha curcas
Euphorbiaceae
Demam, sariawan
Daun
6
Pepaya
Carica papaya
Caricaceae
Malaria
Daun, bunga
7
Samburoto
Acanthaceae
Sirih
9
Tekulo
Kleinhovia hospita Sterculiaceae
Demam,malaria, batuk Penyakit dalam, muntah darah, mata, gigi, batuk, keputihan Lever
Daun
8
Andrographis paniculata Piper betle
10
Welalo
Archidendron fagifolium
Paru-paru basah
Daun
Piperaceae
Fabaceae
Batang
Daun
Daun
Pengetahuan masyarakat mengenai tumbuhan obat selain diperoleh dari pengetahuan turun temurun juga merupakan hasil pembelajaran sendiri oleh masyarakat serta adanya penyuluhan instansi-instansi terkait diantaranya Dinas Kesehatan mengenai Tumbuhan Obat Keluarga (TOGA). Dari hasil penelitian didapatkan bahwa
pada umumnya tumbuhan obat digunakan untuk mengobati
demam dan penyakit saluran pencernaan. Hal ini dikarenakan kedua jenis penyakit tersebut merupakan penyakit yang sering dijumpai di masyarakat. Gambar 18 merupakan contoh tumbuhan yang sering digunakan untuk mengobati demam.
Gambar 18 Samburoto dan Ntanga-ntanga.
43
Berdasarkan hasil pengamatan di lapang, selain demam dan penyakit saluran pencernaan, masyarakat juga banyak yang menderita sakit ginjal. Hal ini dikarenakan air pada kawasan ini banyak mengandung zat kapur. Meskipun air tersebut telah dimasak, tetapi masih ada zat kapur yang tertinggal dalam air minum tersebut. Oleh karena itu perlu dikembangkan beberapa spesies tumbuhan obat yang berfungsi untuk mengobati penyakit ginjal. Spesies tersebut diutamakan spesies yang telah ada di kawasan tersebut. Spesies yang berkhasiat mengobati penyakit ginjal diantaranya yaitu kumis kucing, cocor bebek, jagung dan pecah beling. Menurut Dalimartha (2003), cara penggunaan kumis kucing sebagai obat ginjal yaitu herba kumis kucing tersebut direbus dengan dosis, untuk herba kering sebanyak 30-60 gram sedangkan untuk herba segar yaitu sebanyak 90-120 gram, lalu diminum air rebusannya. Herba kumis kucing yang kering ataupun yang segar juga bisa diseduh lalu diminum seperti teh. Menurut Utami (2008), untuk mengobati radang ginjal akut yaitu dengan menggunakan daun cocor bebek sebanyak 60 gram, yang direbus dengan 3 gelas air hingga tersisa 1 gelas. Sedangkan untuk mengobati batu ginjal yaitu dengan menggunakan 4 tongkol jagung muda, 1 genggam rambut jagung, 8 helai daun keji beling yang dihaluskan lalu ditambahkan 100 ml air matang. Minum 1 kali sehari selama 14 hari. Setelah batu ginjal keluar, baik berupa kerikil, butiran maupun buih, pengobatan dihentikan serta diteruskan dengan meminum jamu kumis kucing dan meniran. Spesies-spesies tersebut di atas merupakan tumbuhan yang terdapat di kebun atau pekarangan masyarakat sehingga mudah dalam memperolehnya. Tetapi tidak tertutup kemungkinan untuk peluang dikembangkannya spesies-spesies potensial tersebut dalam bentuk simplisia ataupun dalam bentuk olahan obat herbal yang lebih praktis dan modern. Apabila dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan di sekitar Taman Nasional Lore Lindu, Sulawesi Tengah dengan jumlah tumbuhan obat sebanyak 401 spesies (Gailea 2005), di Taman Nasional Bali Barat sebanyak 59 spesies (Arafah 2005), jumlah ini termasuk kategori sedang yaitu 83 spesies. Dalam batas-batas
44
perkembangannya, masyarakat di sekitar hutan Lambusango hingga kini masih menjaga dan mempraktekkan pengetahuan pengobatan tradisional yang menggunakan bahan dari tumbuhan yang mereka miliki. Walaupun pergeseran pengetahuan dan pemanfaatan tumbuhan sebagai alternatif penyembuhan itu terjadi, akan tetapi dalam batas-batas tertentu mereka masih belum sepenuhnya meninggalkan pola pengobatan tradisional. Pergeseran pengetahuan ini erat kaitannya dengan fasilitas kesehatan yang tersedia, kemudahan memperoleh obat-obatan siap pakai yang bebas diperoleh di kios-kios kecil serta kuatnya arus informasi dan komunikasi.
5.2.6 Pakan ternak Mannetje dan Jones (1992) diacu dalam Kartikawati (2004) mengemukakan bahwa tanaman pakan merupakan tanaman yang mempunyai konsentrasi nutrisi rendah dan mudah dicerna yang merupakan penghasil pakan bagi satwa herbivora. Tanaman pakan dapat diolah dan dibudidayakan, meskipun seringkali dapat muncul sebagai tumbuhan liar, misalnya alang-alang. Pada lokasi penelitian, tidak dijumpai adanya peternakan besar. Peternakan hanya sebatas skala rumah tangga dengan 1-4 ekor sapi ataupun kambing, juga ayam kampung. Dalam pemberian pakannya pun, ternak tersebut biasanya dilepaskan di sekitar kebun, pekarangan atau pun di tepi jalan yang berumput (Gambar 19).
Gambar 19 Ternak masyarakat.
45
Berdasarkan hasil wawancara, terdapat 12 spesies yang digunakan oleh masyarakat sebagai pakan ternak. Adapun spesies yang paling sering digunakan yaitu rumput gajah (Axonopus compressus) yang tumbuh liar di alam serta batang dan daun pisang (Musa paradisiaca). Tabel 7 menyajikan tumbuhan yang digunakan sebagai pakan ternak. Tabel 7 Tumbuhan yang digunakan sebagai pakan ternak No 1
Nama Lokal Alang-alang
Nama Ilmiah Imperata cylindrica
Famili Poaceae
Bagian yang Digunakan Daun
2
Bakau
Rhizophora sp.
Rhizophoraceae
Daun
3
Bayam
Amaranthus tricolor
Amaranthaceae
Herba
4
Gamal
Glyricida sepium
Fabaceae
Daun
5
Jagung
Zea mays
Poaceae
Biji
6
Kangkung
Ipomea aquatica
Convolvulaceae
Herba
7
Pisang
Musa paradisiaca
Musaceae
Daun dan batang
8
Rumput gajah
Axonopus compressus
Poaceae
Daun
9
Kawu jawa/Turi
Sesbania grandiflora
Fabaceae
Daun
10
Pegagan
Centella asiatica
Apiaceae
Daun
11
Rumput teki
Cyperus rotundus
Cyperaceae
Daun
12
Padi
Oryza sativa
Poaceae
Biji
5.2.7 Aromatik Dari hasil wawancara, diperoleh sebanyak 17 spesies tumbuhan yang digunakan sebagai tumbuhan aromatik oleh masyarakat. Pada umumnya tumbuhan berguna tersebut digunakan untuk mengharumkan masakan, serta untuk wewangian pada upacara adat. Untuk kebutuhan tumbuhan aromatik lainnya, seperti untuk parfum dan lain sebagainya, tidak dijumpai di daerah ini. Tumbuhan yang sering digunakan sebagai aromatik yaitu kelapa (Cocos nucifera) yang diolah menjadi minyak harum. Minyak harum ini dapat digunakan untuk masakan, minyak rambut dan lain sebagainya. Berikut beberapa spesies yang sering digunakan sebagai tumbuhan aromatik (Tabel 8).
46
Tabel 8 Tumbuhan aromatik yang sering dimanfaatkan oleh masyarakat
1
Nama Lokal Cengkeh
Syzygium aromaticum
Myrtaceae
Bagian yang digunakan Buah
2 3
Gaharu Jeruk nipis
Aquilaria malaccensis Citrus aurantifolia
Thymelaeaceae Rutaceae
Batang Buah
4 5
Kamboja Kayu manis
Plumeria multifora Apocynaceae Cinnamomum burmanii Lauraceae
Bunga Kulit batang
6
Kelapa
Cocos nucifera
Arecaceae
Buah
7 8 9 10
Kulilawa Mawar Melati Tangkurera
Cinnamomum culilawa Rosaceae sp. Jasminum sambac Averrhoa bilimbi
Lauraceae Rosaceae Oleraceae Oxalidaceae
Batang Bunga Bunga Buah
No
Nama Ilmiah
Famili
Kegunaan Mengharumkan masakan Upacara adat Mengharumkan masakan Upacara adat Mengharumkan masakan Dibuat minyak harum Upacara adat Upacara adat Upacara adat Mengharumkan masakan
5.2.8 Bahan pewarna Pewarna yang berasal dari tumbuhan disebut sebagai pewarna nabati. Dari hasil wawancara diperoleh 8 spesies tumbuhan yang dimanfaatkan masyarakat sebagai pewarna. Sebagian besar tumbuhan tersebut digunakan untuk memberi warna pada masakan. Adapun spesies yang sering digunakan yaitu pandan (Pandanus tectorius) dan kunyit (Curcuma domestica). Tabel 9 menyajikan beberapa spesies tumbuhan yang digunakan sebagai bahan pewarna. Tabel 9 Tumbuhan yang digunakan sebagai bahan pewarna
1
Bunga anting-anting
Acalypha australis
Euphorbiaceae
Bagian yang Digunakan Daun
2
Kemangi
Ocimum basilicum
Zingiberaceae
Daun
Hijau
3
Kunyit
Curcuma domestica
Zingiberaceae
Rimpang
Kuning
4
Lombok besar
Capsicum annum
Solanaceae
Buah
Merah
5
Lombok kecil
Capsicum frustescens
Solanaceae
Buah
Merah
6
Pacar air
Impatiens balsamina
Balsaminaceae
Daun
Merah
7
Pandan
Pandanus tectorius
Pandanaceae
Daun
Hijau
8
Ponda
Pandanus sp.
Pandanaceae
Daun
Hijau
No
Nama Lokal
Nama Ilmiah
Famili
Warna Jingga
47
5.2.9 Tumbuhan hias Tumbuhan hias merupakan tumbuhan yang digunakan oleh masyarakat sebagai penghias rumah atau pekarangan. Dikatakan sebagai tumbuhan hias karena memiliki keindahan baik dari bunga, daun, batang dan buahnya. Saat ini kecenderungan yang ada di pasar yaitu berburu tanaman yang unik dan langka. Hal tersebut tentunya mempengaruhi minat masyarakat dalam membudidayakan tumbuhan hias. Jumlah tumbuhan yang digunakan oleh masyarakat sebagai tanaman hias yaitu 55 spesies. Spesies tumbuhan tersebut dijadikan sebagai tanaman hias karena memiliki nilai hias baik dari segi bunga, buah, daun, tajuk maupun batangnya. Adapun spesies tumbuhan yang banyak dijadikan sebagai tanaman hias diantaranya yaitu seperti yang terlihat pada Tabel 10 dan Gambar 20. Tabel 10 Tumbuhan hias yang terdapat di pekarangan masyarakat No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Nama Lokal Anggrek bulan Agave Asoka Bunga kancing baju Bunga kertas Boroco Kembang sepatu Ketapang Lili Mangga
Nama Ilmiah Phalaenopsis amabilis Agave cantula Ixora paludosa Euphorbia mili Zinia elegan Celosia argentea Hibiscus rosa-sinensis Terminalia catappa Chlorophytum Capense Mangifera indica
Famili Orchidaceae Agavaceae Rubiaceae Euphorbiaceae Asteraceae Amaranthaceae Malvaceae Combretaceae Euphorbiaceae Anacardiaceae
Bagian yang digunakan Bunga Daun Bunga Bunga Bunga Bunga Bunga Pohon Daun Pohon
Gambar 20 Tumbuhan hias di pekarangan rumah masyarakat.
48
5.2.10 Tali, anyaman dan kerajinan Terdapat 11 spesies tumbuhan yang digunakan untuk membuat tali, anyaman dan kerajinan. Tumbuhan yang digunakan sebagai bahan tali, anyaman dan kerajinan pada umumnya merupakan tumbuhan yang belum dibudidayakan, yang berasal dari hutan dan tumbuhan liar di pinggir-pinggir jalan, sungai maupun tepi laut. Tabel 11 menyajikan spesies tumbuhan yang digunakan oleh masyarakat sebagai bahan pembuat tali, anyaman dan kerajinan. Tabel 11 Tumbuhan yang digunakan sebagai tali, anyaman dan kerajinan No 1
Nama Lokal Alang-alang
Nama Ilmiah Imperata cylindrica
Famili Poaceae
Bagian yang Digunakan Daun
2
Bambu
Bambusa sp.
Poaceae
Batang
3
Bambu buluh
Bambusa atra
Poaceae
Batang
4
Enau
Arenga pinnata
Arecaceae
Daun, tulang daun
5
Kelapa
Cocos nucifera
Arecaceae
Daun, tulang daun
6
Nipah
Nypa fruticans
Arecaceae
Daun
7
Pandan
Pandanus tectorius
Pandanaceaae
Daun
8
Ponda
Pandanus sp.
Pandanaceaae
Daun
9
Rotan
Callamus sp.
Arecaceae
Batang
10
Rumput gajah
Axonopus compressus
Poaceae
Daun
11
Sagu
Metroxylon sagu
Arecaceae
Daun
Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa bambu dan rotan merupakan jenis yang paling sering digunakan sebagai anyaman. Bambu biasa digunakan untuk membuat jelajah, kalase, keranjang, karamba dan lain-lain. Sedangkan rotan biasanya digunakan sebagai tali serta untuk membuat keranjang. Beberapa hasil tali dan anyaman seperti yang disajikan pada Gambar 21.
Gambar 21 Hasil tali, anyaman dan kerajinan masyarakat suku Buton.
49
5.2.11 Bahan upacara adat Kepercayaan masyarakat adat yang merupakan suatu tradisi dan budaya tidak dapat dipisahkan dari tumbuhan. Tumbuh-tumbuhan dianggap sebagai salah satu bagian dari upacara adat. Upacara adat tidak dapat berlangsung apabila terdapat salah satu komponen yang tidak lengkap. Kepercayaan masyarakat tersebut adalah karena didasari oleh penghormatan terhadap Sang Pencipta, leluhur dan nenek moyang yang melakukan hal yang sama. Dalam masyarakat Buton terdapat rangkaian ritual dalam kehidupan manusia yang keseluruhannya dikenal sebagai ritual siklus hidup. Ritual ini umumnya terdiri dari rangkaian selamatan bagi wanita hamil, kelahiran bayi, aqiqah, dhole-dhole, khitanan, posuo, pernikahan serta kematian. Tumbuhan yang digunakan oleh masyarakat sebagai tumbuhan untuk keperluan upacara adat yaitu terdapat 41 spesies. Adapun spesies-spesies tumbuhan yang sering digunakan dalam upacara adat yaitu sebagai berikut (Tabel 12). Tabel 12 Tumbuhan untuk keperluan upacara adat Nama Ilmiah
Famili
1 2 3 4 5 6 7 8
Nama Lokal Bambu Enau Jagung Kelapa Kunyit Padi Pinang Pisang
Bambusa sp. Arenga pinnata Zea mays Cocos nucifera Curcuma domestica Oryza sativa Areca catechu Musa paradisiaca
Poaceae Arecaceae Poaceae Arecaceae Zingiberaceae Poaceae Arecaceae Musaceae
Bagian yang Digunakan Batang Buah Biji Buah, daun Rimpang Biji Buah Daun, batang, buah
9 10
Sirih Ubi kayu
Piper betle Manihot esculenta
Piperaceae Euphorbiaceae
Daun Umbi
No
Kegunaan Membungkus nasi Pewarna makanan Makanan Makanan, anyaman Pewarna Makanan Upacara adat Upacara adat, makanan Upacara adat Makanan
5.3 Tingkat Kegunaan Tumbuhan Berdasarkan Jumlah Kegunaannya Setiap spesies tumbuhan yang digunakan dapat memiliki beberapa kegunaan. Berdasarkan data yang diperoleh, dari 169 spesies tumbuhan yang digunakan, terdapat 35 spesies yang memiliki tingkat kegunaan tinggi yaitu berkisar antara 3 sampai 9 kegunaan (Lampiran 14). Tabel 13 menunjukkan 10 spesies yang memiliki tingkat kegunaan yang tertinggi.
50
Tabel 13 Tingkat kegunaan tumbuhan berdasarkan jumlah kegunaannya No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Nama Lokal Kelapa Pisang Bambu Kunyit Sirih Asam Pandan Cengkeh Jeruk nipis Jagung
Keterangan* : 1. Pangan 2. Minuman 3. Bahan bangunan 4. Kayu bakar
∑ Kegunaan
Nama Ilmiah Cocos nucifera Musa paradisiaca Bambusa sp. Curcuma domestica Piper betle Tamarindus indica Pandanus tectorius Syzygium aromaticum Citrus aurantifolia Zea mays
5. Obat 6. Pakan ternak 7. Tumbuhan aromatic 8. Pewarna
9 5 5 5 5 5 5 5 5 4
Kegunaan* 1,2,3,4,5,7,9,10,11 1,5,6, 9,11 1,3,4,10,11 1,2,5,8,11 1,2,5,9,11 1,2,4,5,11 1,8,9,10,11 1,4,5,7,11 1,2,5,7,11 1,5,6,11
9. Tumbuhan hias 10. Tali, anyaman dan kerajinan 11. Upacara adat
Kelapa (Cocos nucifera) merupakan spesies yang memiliki nilai kegunaan yang tinggi. Hal ini dikarenakan kelapa (Cocos nucifera) setiap bagian kelapa semuanya dapat dimanfaatkan sehingga memiliki banyak kegunaan (9 kegunaan dari 11 klasifikasi kegunaan tumbuhan) yaitu sebagai bahan pangan, bahan minuman, bahan bangunan, kayu bakar, tumbuhan hias, tumbuhan aromatik, tali, anyaman dan kerajinan, untuk upacara adat dan juga sebagai tumbuhan obat. Spesies tumbuhan lain yang memiliki tingkat kegunaan yang tinggi yaitu pisang (Musa paradisiaca), bambu (Bambusa sp.), asam (Tamarindus indica), kunyit (Curcuma domestica) dan sirih (Piper betle) masing-masing sebanyak 5 kegunaan dari 11 klasifikasi kegunaan tumbuhan. Kelapa dan pisang banyak digunakan oleh masyarakat, dikarenakan hampir semua bagian kedua spesies tersebut dapat digunakan dan banyak ditemukan tumbuh di lingkungan sekitar masyarakat, baik itu yang tumbuh liar, maupun yang sudah dibudidayakan di kebun dan pekarangan.
51
5.4 Praktek Konservasi Suku Buton di Sekitar Hutan Lambusango Kearifan tradisional secara sederhana dapat diartikan sebagai suatu sistem, pengetahuan atau nilai yang mengakar dalam suatu komunitas masyarakat dan dijadikan sebagai bagian dari peraturan tidak tertulis untuk dipatuhi oleh warganya. Masyarakat pedesaan terlebih masyarakat adat akan sangat menjunjunng tinggi kearifan tersebut dalam perilaku keseharian mereka. Suku Buton memiliki beberapa aturan-aturan adat yang tidak tertulis. Diantaranya yaitu “Bholimo karo somanamo lipu”, yang merupakan penggalan dari pepatah adat yaitu: 1)
Bholimo arata somanamo karo
2)
Bholimo karo somanamo lipu
3)
Bholimo lipu somanamo sara
4)
Bholimo sara somanamo agama Dari pepatah tersebut di atas dapat terlihat bahwa kepentingan daerah
ditempatkan diatas kepentingan pribadi. Hal ini menunjukkan bahwa daerah atau dalam hal ini lingkungan alam sekitar memiliki peranan yang sangat penting dalam mendukung peri kehidupan manusia. Selalulah tempatkan kepentingan daerah diatas kepentingan pribadi karena setiap pribadi merupakan bagian dari daerah itu sendiri, tetapi kepentingan daerah tersebut harus tetap sesuai dengan sara dan agama. Dewasa ini, kearifan tradisional masyarakat suku Buton di sekitar hutan Lambusango sudah mulai luntur. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhinya diantaranya yaitu telah masuk dan berkembangnya sistem teknologi, informasi dan komunikasi, aksesibilitas yang cukup baik serta adanya masyarakat pendatang. Aksesibilitas dan sarana transportasi menuju kawasan hutan Lambusango dan desa-desa di sekitarnya cukup baik. Hal ini dikarenakan kawasan ini merupakan jalur lintas kabupaten. Di satu sisi adanya aksesibilitas yang baik ini dapat mendorong kemajuan pembangunan di kawasan ini. Di sisi lain, hal ini mengakibatkan terancamnya sistem kearifan tradisional masyarakat asli dikarenakan masuknya pola hidup modernisasi masyarakat perkotaan yang cenderung bersifat materialis dan konsumtif.
52
Kemajuan teknologi dan masuknya pola hidup modern di suatu kawasan tidak dapat dihindari. Tetapi hal tersebut jangan sampai menjadi alasan untuk meninggalkan sistem kearifan tradisional. Justru hal tersebut harus dijadikan kekuatan untuk membangun dan mengembangkan resources lokal yang berasaskan sistem kearifan tradisional. Sehingga kelestarian sumberdaya alam tetap terjaga yang diikuti dengan terjaminnya kesejahteraan masyarakat sekitar hutan.
5.4.1 Kegiatan pemanfaatan oleh masyarakat Masyarakat sekitar hutan Lambusango mengetahui mengenai pentingnya keberadaan dan fungsi dari hutan Lambusango itu sendiri. Hutan berfungsi sebagai daerah resapan air. Dengan menjaga keseimbangan ekosistem hutan berarti juga menjaga tetap tersedianya air bersih yang digunakan sebagai air minum dan irigasi, menjaga kualitas dan kuantitas air, serta memelihara kelestarian ekosistem perairan laut di sekitar Pulau Buton. Masyarakat
sekitar
hutan
Lambusango
juga
banyak
memanfaatkan
sumberdaya alam di dalam hutan, diantaranya yaitu pemanfaatan rotan (Callamus sp.). Di kawasan hutan Lambusango, rotan dikenal sebagai tumbuhan yang tersebar luas di berbagai tipe habitat dan ketinggian. Masyarakat sekitar hutan biasa mengambil rotan di dalam hutan sebagai salah satu jenis mata pencaharian tambahan. Pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat pengumpul rotan yang bermukim di sekitar kawasan hutan Lambusango, merupakan pengetahuan yang diperoleh secara turun temurun atau yang didapat dari pengalaman di lapangan. Pengetahuan tersebut meliputi pengenalan jenis rotan (nama lokal), kriteria dan indikator dari rotan masak tebang, waktu yang paling baik untuk mengambil rotan. Masyarakat tersebut juga memiliki kearifan tradisional berupa peraturan yang tidak tertulis mengenai aturanaturan dalam pemanenan rotan, yaitu: (1) Memungut rotan yang sudah masak tebang, (2) Menyisakan beberapa batang dalam setiap rumpun rotan yang ditebang.
53
5.4.2 Pembagian fungsi hutan Di dalam hutan Lambusango juga terdapat blok-blok yang merupakan hutan larangan. Masyarakat meyakini bahwa di blok hutan tersebut ada penunggunya. Oleh karena itu, pada kawasan tersebut tidak boleh ribut serta tidak boleh mengambil hasil hutannya. Hutan larangan tersebut juga tidak hanya terdapat di dalam kawasan hutan Lambusango, tetapi juga terdapat di sekitar pemukiman warga di luar kawasan Adanya blok-blok hutan larangan ini merupakan salah satu kearifan tradisional serta sikap konservasi masyarakat terhadap kawasan hutan agar tidak dieksploitasi secara berlebihan. Gambar 22 menunjukkan kawasan hutan yang merupakan hutan larangan.
Gambar 22 Hutan larangan.
54
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Masyarakat suku Buton di sekitar hutan Lambusango memiliki pengetahuan mengenai tumbuhan berguna. Pengetahuan ini diperoleh secara turun temurun, pengalaman secara langsung di lapangan, serta dari penyuluhan-penyuluhan instansi terkait. Tumbuhan berguna yang dimanfaatkan masyarakat suku Buton di sekitar hutan Lambusango sebanyak 169 spesies untuk berbagai kegunaan. Digunakan sebagai bahan pangan (80 spesies), bahan minuman (12 spesies), bahan bangunan (37 spesies), kayu bakar (36 spesies), tumbuhan obat (83 spesies), pakan ternak (12 spesies), tumbuhan aromatik (17 spesies), pewarna (8 spesies), tumbuhan hias (55 spesies), bahan tali, anyaman dan kerajinan (11 spesies) serta untuk keperluan upacara adat (41 spesies). Saat ini pengambilan tumbuhan hutan sudah jarang dilakukan, kecuali hanya untuk spesies tertentu seperti rotan dan bambu. Tumbuhan yang digunakan oleh masyarakat, pada umumnya telah dibudidayakan sendiri di pekarangan rumah dan kebun/sawah. Secara tidak langsung, masyarakat di sekitar juga turut serta dalam menjaga kelestarian hutan Lambusango.
6.2 Saran Adapun saran yang dapat diberikan yaitu: 1. Pengembangan keanekaragaman spesies-spesies unggulan daerah berdasarkan hasil penelitian dan kemandirian masyarakat, sehingga selain dapat meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat sekaligus dapat melestarikan hutan dan kearifan tradisional masyarakat suku Buton, 2. Pelatihan dan penyuluhan mengenai pembudidayaan khususnya bambu dan rotan sehingga masyarakat tidak terlalu bergantung dengan ketersediaan spesies tersebut di dalam kawasan hutan,
55
3. Pengembangan Tumbuhan Obat Keluarga (TOGA) berupa spesies tumbuhan obat yang sesuai dengan penyakit yang banyak diderita oleh masyarakat, 4. Pengembangan ekowisata berupa agrowisata dan wisata budaya di daerah sekitar hutan Lambusango.
56
DAFTAR PUSTAKA
Afrianti UR. 2007. Kajian Etnobotani dan Aspek Konservasi Sengkubak (Pycnarrhena cauliflora (Miers.) Diels.) di Kabupaten Sintang Kalimantan Barat [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Ahmadi A. 2009. Makna Simbolis pada Istana Malige. http://orangbuton.wordpress.com/2009/10/23/makna-simbolis-pada-istanamalige-buton. [13 Desember 2009]. Aliadi A, HS Roemantyo. 1994. Kaitan Pengobatan Tradisional dengan Pemanfaatan Tumbuhan Obat dalam Zuhud,E.A.M. dan Haryanto (eds.). Pelestarian Pemanfaatan Keanekaragaman Tumbuhan Obat Hutan Tropika Indonesia. Bogor: Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan IPB – Lembaga Alam Tropika Indonesia (LATIN). Arafah D. 2005. Studi Potensi Tumbuhan Berguna di Kawasan Taman Nasional Bali Barat [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Arifin HS. 2005. Tanaman Hias Tampil Prima. Jakarta: Penebar Swadaya. Ashar H. 1994. Etnobotani Rempah Dalam Makanan Adat Masyarakat Batak Angkola Dan Mandailing [Tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor Dalimartha S. 2003. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jiid 2. Jakarta: Trubus Agriwidya. Dikman. 2007. Sejarah Kesultanan Buton. http://buton.wordpress.com [13 Desember 2009]. Gailea R. 2005. Identifikasi Pemanfaatan dan Pengembangan Tumbuhan Obat di Sekitar Taman Nasional Lore Lindu [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Harris R. 1994. Tanaman Minyak Atsiri. Jakarta: Penebar Swadaya. Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid I-IV. Jakarta: Badan Litbang Kehutanan Yayasan Wana Jaya. Inama. 2008. Kajian Etnobotani Masyarakat Suku Marind Sendawi Anim di Kawasan Taman Nasional Wasur, Kabupaten Merauke, Propinsi Papua [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
57
Kartikawati SM. 2004. Pemanfaatan Sumberdaya Tumbuhan oleh Masyarakat Dayak Meratus di Kawasan Hutan Pegunungan Meratus, Kabupaten Hulu Sungai Tengah [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Kartiwa S, M Wahyuno. 1992. Hubungan Antara Tumbuhan dan Manusia dalam Upacara Adat di Indonesia. Prosiding dan Lokakarya Nasional Etnobotani. Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Departemen Pertanian RI, LIPI, Perpustakaan Nasional RI. Hal : 149-155 Martin GI. 1998. Etnobotani. M.Mohamed, penerjemah. Gland Switzerland : Kerjasama Natural History Publication (borneo), Kota Kinibalu dan World Life Fund for Nature. Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara. http://www.sultra.go.id. [21 Oktober 2009]
2009.
Kabupaten
Buton.
Purwanto YEB, Waluyo. 1992. Etnobotani Suku Dani di Lembah Baliem Irian Jaya: Suatu Telaah tentang Pengetahuan dan Pemanfaatan Sumber Daya Alam Tumbuhan. Prosiding, Seminar dan Lokakarya Nasional Etnobotani I. Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Departemen Pertanian RI, LIPI, Perpustakaan Nasional RI. Hal: 132-140 Sastropradja S, JJ Afriastini, H Sutarno. 1983. Makanan Ternak. Bogor: Lembaga Biologi Nasional – LIPI. Septianto A. 2007. Keraton Sultan Buton. http://sultra.bps.go.id/index.php . [13 Desember 2009] Singer HA, E Purwanto. 2006. Misteri Kekayaam Hutan Lambusango. Bau-Bau: Program Konservasi Hutan Lambusango (PKHL) – Operation Wallacea Trust. Soekarman, S Riswan. 1992. Status Pengetahuan Etnobotani di Indonesia. Prosiding dan Lokakarya Nasional Etnobotani. Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Departemen Pertanian RI, LIPI, Perpustakaan Nasional RI. Hal : 1-7 Sutarno. 1996. Paket Modul Partisipatif : Pemberdayaan Jenis Pohon dalam Sistem Wanatani. Prosea-Indonesia. Bogor: Yayasan Prosea. Tjitrosoepomo G. 1988. Morfologi Tumbuhan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Utami P. 2008. Buku Pintar Tanaman Obat. Jakarta: Agromedia Pustaka.
58
Verheij EWM, RE Coronel. 1997. Buah-buahan yang dapat Dimakan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Wahana Budaya Indonesia. 2009. Adat Istiadat dan Budaya Sulawesi Tenggara. http://www.wahana-budaya-indonesia.com/index.php. [21 Oktober 2009]. Widayati A, B Carlisle. 2007. Landcover Change in Lambusango Forest and Vicinity from 1994 to 2004. Amerika Serikat: Northumbia University. Widjaja EA, UW Mahyar, SS Utomo. 1988. Tumbuhan Anyaman Indonesia. Jakarta : Mediyatama Sarana Perkasa. Wijaya A. 2006. Sepenggal Sejarah Budaya Kesultanan Buton. Lambusango Lestari edisi Juli 2006. Hal: 16-17 Zuhud EAM, Ekarelawan, Riswan S. 1994. Hutan Tropika Indonesia sebagai Sumber Keanekaragaman Plasma Nutfah Tumbuhan Obat dalam Zuhud,E.A.M. dan Haryanto (eds.). Pelestarian Pemanfaatan Keanekaragaman Tumbuhan Obat Hutan Tropika Indonesia. Bogor: Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan IPB – Lembaga Alam Tropika Indonesia (LATIN).
59
LAMPIRAN
60
Lampiran 1 Daftar famili tumbuhan berguna di sekitar hutan Lambusango No
Famili
1
Acanthaceae
2
Agavaceae
3
Amaranthaceae
4
Anacardiaceae
5
Annonaceae
6
Apiaceae
7
Apocynaceae
8
Araceae
9
Arecaceae
10
Asteraceae
11
Jumlah Spesies
No
Famili
Jumlah Spesies
34
Liliaceae
3
35
Loganiaceae
1
36
Magnoliaceae
1
37
Malvaceae
3
38
Meliaceae
2
39
Menispermaceae
2
40
Moraceae
4
41
Moringaceae
1
8
42
Musaceae
1
4
43
Myristicaceae
1
Balsaminaceae
1
44
Myrtaceae
6
12
Bombacaceae
2
45
Nyctaginaceae
1
13
Brassicaceae
2
46
Oleraceae
1
14
Bromeliaceae
1
47
Orchidaceae
1
15
Burseraceae
2
48
Oxalidaceae
2
16
Cactaceae
1
49
Pandanaceae
2
17
Caricaceae
50
Piperaceae
2
18
Clusiaceae
51
Poaceae
9
19
Combretaceae
52
Punicaceae
1
20
Commelinaceae
53
Rhizophoraceae
1
21
Convolvulaceae
54
Rosaceae
1
22
Crassulaceae
55
Rubiaceae
4
23
Cucurbitaceae
56
Rutaceae
2
24
Cyperaceae
57
Santalaceae
1
25
Datiscaceae
1
58
Sapindaceae
1
26
Dilleniaceae
1
59
Sapotaceae
1
27
Dioscoraceae
1
60
Solanaceae
5
28
Euphorbiaceae
10
61
Sterculiaceae
3
29
Fabaceae
13
62
Thymelaeaceae
1
30
Goodeniaceae
1
63
Tiliaceae
1
31
Lamiaceae
1
64
Verbenaceae
4
32
Lauraceae
3
65
Zingiberaceae
8
33
Lecythidaceae
1
66
Tidak teridentifikasi
2
2 3 2 4 2 4 4 1
1 2 1 1 2 1 6 1
61
Lampiran 2 Daftar spesies tumbuhan berguna di sekitar hutan Lambusango No
Nama Lokal
Nama Ilmiah
Famili
Habitus
1
Agave
Agave cantula Roxb.
Agavaceae
Herba
2
Alang-alang
Imperata cylindrica (L.) Beauv.
Poaceae
Semak
3
Alibesi
Albizia sp.
Fabaceae
Pohon
4
Alpukat
Persea americana Mill.
Lauraceae
Pohon
5
Anggrek bulan
Phalaeneopsis amabilis Blume.
Orchidaceae
Epifit
6
Asam
Tamarindus indica Linn.
Fabaceae
Pohon
7
Asoka
Ixora paludosa (Blume) Kurz.
Rubiaceae
Semak
8
Bakau
Rhizophora sp.
Rhizophoraceae
Pohon
9
Bala-bala
Tidak teridentifikasi
Herba
10
Bambu
Bambusa sp.
Tidak teridentifikasi Poaceae
11
Bambu buluh
Bambusa atra
Poaceae
Semak
12
Bangle
Zingiber purpureum roxb.
Zingiberaceae
Herba
13
Bawang merah
Allium ascalonicum L.
Liliaceae
Herba
14
Bawang putih
Allium sativum L.
Liliaceae
Herba
15
Bayam
Amaranthus tricolor L.
Amaranthaceae
Herba
16
Bayam
Intsia bijuga (Colebr) Kuntze.
Fabaceae
Pohon
17
Bayur
Pterospermum diversifolium Blume.
Sterculiaceae
Pohon
18
Belimbing
Averrhoa carambola L.
Oxalidaceae
Pohon
19
Belongita
Tetrameles nudiflora R.Br.
Datiscaceae
Pohon
20
Beluntas
Pluchea indica Less
Asteraceae
Semak
21
Beringin
Ficus benjamina L.
Moraceae
Pohon
22
Betao
Clusiaceae
Pohon
23
Bigi
Calophyllum soulattri Burm. f. ex Mull. Dillenia pentagyna Roxb.
Dilleniaceae
Pohon
24
Bolo
Burseraceae
Pohon
25
Boroco
Santiria laevigata Bl. forma laevigata Blume Celosia argentea L.
Amaranthaceae
Herba
26
Bougenvile
Bougainvillea spectabilis Willd.
Nyctaginaceae
Pohon
27
Buah malaka
Psidium guajava Linn.
Myrtaceae
Perdu
28
Buah manila
Manilkara zapota (L.) van Royen
Sapotaceae
Pohon
29
Bunga anting-anting
Acalypha australis L.
Euphorbiaceae
Semak
30
Bunga jam-jam
Vinca sp.
Apocynaceae
Semak
31
Bunga kancing baju
Euphorbia mili Ch.des Moulins
Euphorbiaceae
Semak
Bunga kertas
Zinnia elegan
Asteraceae
Perdu
Bunga pagoda
Clerodendrum japonicum (Thunb.) Sweet Michelia alba DC.
Verbenaceae
Perdu
Magnoliaceae
Pohon
32 33 34
Cempaka
Perdu
62
No
Nama Lokal
Nama Ilmiah
Famili
Habitus
35
Cendana
Santalum album Linn.
Santalaceae
Pohon
36
Cengkeh
Syzygium aromaticum L.
Myrtaceae
Perdu
37
Cokelat
Theobroma cacao L.
Sterculiaceae
Pohon
38
Damar
Canarium aspersum Benth.
Burseraceae
Pohon
39
Dara-dara
Caesalpinia honduc (Linn.) Roxb.
Fabaceae
Pohon
40
Delima
Punica granatum L.
Punicaceae
Perdu
41
Ekor kucing
Acalypha hispida Burm.f.
Euphorbiaceae
Perdu
42
Enau
Arenga pinnata (Wurmb.) Merr
Arecaceae
Pohon
43
Engkuni
Arcangelisia flava Merr
Menispermaceae
Pohon
44
Gaharu
Aquilaria malaccensis Lamk.
Thymelaeaceae
Pohon
45
Gamal
Fabaceae
Perdu
46
Gambas
Glyricida sepium (Jacq.) Kunth ex Walp Luffa acutangula L.
Cucurbitaceae
Liana
47
Gambir
Uncaria gambir (hunter.) roxb.
Rubiaceae
Perdu
48
Garu
Myristicaceae
Pohon
49
Gompanga
Gymnacranthera forbesii Warb. var. forbesii Alstonia scholaris R. Br.
Apocynaceae
Pohon
50
Hanjuang
Cordyline fruticosa (L.) A. Chev
Agavaceae
Herba
51
Hondilo
Hibiscus radiates Cav.
Malvaceae
Pohon
52
Iler (pohon merah)
Coleus scutellarioides (L.) Benth.
Zingiberaceae
Perdu
53
Jagung
Zea mays Linn.
Poaceae
Perdu
54
Jahe
Zingiber officinale Roxb.
Zingiberaceae
Herba
55
Jambu air
Syzygium aqueum (Burm. f.) Alston
Myrtaceae
Pohon
56
Jambu mente
Anacardium occidentale L.
Anacardiaceae
Pohon
57
Jati
Tectona grandis L. F.
Verbenaceae
Pohon
58
Jeruk nipis
Rutaceae
Perdu
59
Jeruk purut
Citrus aurantifolia (Christm.&Panz.) Swingle. Citrus hystrix D.C.
Rutaceae
Perdu
60
Kacang ijo
Phaseolus radiates L.
Fabaceae
Herba
61
Kacang panjang
Vigna sinensis L.
Fabaceae
Herba
62
Kacang tanah
Arachis hypogaea L.
Fabaceae
Herba
63
Kaktus
Opuntia spp
Cactaceae
Herba
64
Kaliandra
Caliandra haematocephala Hassk.
Fabaceae
Perdu
65
Kambahu
Planchonia valida Blume
Lecythidaceae
Pohon
66 67
Kambampu
Grewia koordersiana Burret
Tiliaceae
Pohon
Kamboja
Plumeria multifora Ait
Apocynaceae
Pohon
68
Kangkung
Ipomea aquatic Forssk.
Convolvulaceae
Herba
69
Kapas
Gossypium herbaceum L.
Malvaceae
Perdu
70
Kapopo
Cerbera odollam Gaertn.
Apocynaceae
Pohon
63
No
Nama Lokal
Nama Ilmiah
Famili
Habitus
71
Kapuk
Ceiba pentandra (L.) Gaertn.
Bombacaceae
Pohon
72
Kateo-teo
Syzygium densiflorum Wall.
Myrtaceae
Pohon
73
Katuk
Sauropus androgynus (L.) Merr.
Euphorbiaceae
Perdu
74
Kawu jawa/Turi
Sesbania grandiflora Pers.
Fabaceae
Pohon
75
Kawu-kawu
Bombax ceiba L.
Bombacaceae
Pohon
76
Kayu besi
Metrocideros petiolata
Myrtaceae
Pohon
77
Kayu manis
Lauraceae
Pohon
78
Kayu Pahit
Cinnamomum burmannii (Nees &Th. Nees) Nees ex Blume Strychnos lucida R. Br.,
Loganiaceae
Pohon
79
Kedondong
Spondias pinnata (L. f.) Kurz.
Anacardiaceae
Pohon
80
Kedondong hutan
Dysoxylum oppositifolium F.Muell.
Anacardiaceae
Pohon
81
Keladi
Caladium bicolor ( W.Ait.) Vent
Araceae
Herba
82
Kelapa
Cocos nucifera L.
Arecaceae
Pohon
83
Kentang
Solanum tuberosum L.
Solanaceae
Herba
84
Kelapa sawit
Elaeis Guineensis Jacq.
Arecaceae
Pohon
85
Kelor
Moringa oleifera L.
Moringaceae
Perdu
86
Kemangi
Ocimum basilicum L.
Zingiberaceae
Herba
87
Kembang sepatu
Hibiscus rosa-sinensis L.
Malvaceae
Semak
88
Kemiri
Aleurites moluccana (L.) Willd
Euphorbiaceae
Pohon
89
Kencur
Kaempferia galanga (Linn.)
Zingiberaceae
Herba
90
Ketapang
Terminalia catappa Roxb.L.
Combretaceae
Pohon
91
Ketumbar
Coriandrum sativum L.
Apiaceae
Herba
92
Koba
Ageratum Conyzoides L.
Asteraceae
Herba
93
Kol
Brassica oleracea L
Brassicaceae
Herba
94
Komba-komba
Asteraceae
Herba
95
Konduru
Chromolaena odorata (L) R.M. King dan H. Robinson Sechium edule (Jacq.) Sw.
Cucurbitaceae
Herba
96
Kopi
Coffea arabica L.
Rubiaceae
Pohon
97
Kulilawa
Cinnamomum culilawa Blume
Lauraceae
Pohon
98
Kumis kucing
Orthosiphon spicatus B.B.S.
Lamiaceae
Herba
99
Kunyit
Curcuma domestica Val.
Zingiberaceae
Herba
100
Kusambe
Schleichera oleosa (Lour.) Oken
Sapindaceae
Pohon
101
Labu
Cucurbita pepo L.
Cucurbitaceae
Liana
102
Langsat
Lansium domesticum Corr.
Meliaceae
Pohon
103
Lapi
Macaranga tanarius Muell. Arg.
Euphorbiaceae
Pohon
Lengkuas
Alpinia galanga (L.) Willd.
Zingiberaceae
Herba
Libo
Ficus septicaa Burm. F.
Moraceae
Pohon
Lidah buaya
Aloe vera Bush.
Liliaceae
Herba
104 105 106
64
No
Nama Lokal
Nama Ilmiah
Famili
Habitus
107
Lidah mertua
Sansevieria trifasciata
Agavaceae
Herba
108
Lili
Chlorophytum Capense (L.) Voss.
Euphorbiaceae
Herba
109
Lombok besar
Capsicum annum L.
Solanaceae
Perdu
110
Lombok kecil
Capsicum frustescens L.
Solanaceae
Perdu
111
Mahoni
Swietenia mahagoni Jacq.
Meliaceae
Pohon
112
Mangga
Mangifera indica L.
Anacardiaceae
Pohon
113
Manggis hutan
Garcinia mangostana L.
Clusiaceae
Pohon
114
Maniaga
Tidak teridentifikasi
Pohon
115
Marantawali
Tinospora crispa L.
Tidak teridentifikasi Menispermaceae
116
Mawar
Rosaceae sp.
Rosaceae
Perdu
117
Melati
Jasminum sambac L.
Oleraceae
Semak
118
Mengkudu
Morinda citrifolia L.
Rubiaceae
Pohon
119
Mentimun
Cucumis sativus L.
Cucurbitaceae
Liana
120
Merica
Piper ningrum Linn.
Piperaceae
Herba
121
Nanas kerang
Rhoeo discolor (L.Her.) Hance
Commelinaceae
Herba
122
Nangka
Artocarpus heterophyllus Lam.
Moraceae
Pohon
123
Nenas
Ananas comosus (L.) Merr.
Bromeliaceae
Herba
124
Nipah
Nypa fruticans Wumb
Arecaceae
Pohon
125
Ntanga-ntanga
Jatropha curcas Linn.
Euphorbiaceae
Perdu
126
Ondo
Dioscorea hispida Dennst
Dioscoraceae
Liana
127
Pacar air
Impatiens balsamina Linn.
Balsaminaceae
Herba
128
Padi
Oryza sativa Linn.
Poaceae
Herba
129
Palola/Terong
Solanum melongena L.
Solanaceae
Herba
130
Pandan
Pandanus tectorius Sol.
Pandanaceae
Perdu
131
Paria
Momordica charantia L.
Cucurbitaceae
Liana
132
Pecah beling
Strobilanthes crispus BL.
Acanthaceae
Semak
133
Pegagan
Centella asiatica (L.) Urban
Apiaceae
Herba
134
Pepaya
Carica papaya L.
Caricaceae
Perdu
135
Pinang
Areca catechu L.
Arecaceae
Pohon
136
Pisang
Musa paradisiaca L.
Musaceae
Herba
137
Ponda
Pandanus sp.
Pandanaceae
Herba
138
Puring
Codiaeum variegatum (L.) A. Juss.
Euphorbiaceae
Perdu
139
Putri malu
Mimosa pudica L.
Fabaceae
Herba
140 141
Rongo
Premna foetida Reinw.
Verbenaceae
Herba
Rotan
Callamus sp.
Arecaceae
Liana
142
Rumput gajah
Poaceae
Herba
143
Rumput laut
Axonopus compressus (Sw.) P. Beauv. Spinifex littoreus (Burm. f.) Merr.
Poaceae
Herba
Liana
65
No
Nama Lokal
Nama Ilmiah
Famili
Habitus
144
Rumput teki
Cyperus rotundus L.
Cyperaceae
Herba
145
Sagu
Metroxylon sagu Rottb.
Arecaceae
Pohon
146
Salak
Salacca zalacca (Gaertn.) Voss.
Arecaceae
Perdu
147
Salam
Myrtaceae
Pohon
148
Sambung nyawa
Syzygium polyanthum (Wight.) Walp. Gynura procumbens (Lour.) Merr.
Goodeniaceae
Herba
149
Samburoto
Acanthaceae
Herba
150
Sawi
Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees. Brassica juncea (L.) Czern.
Brassicaceae
Herba
151
Seledri
Apium Graveolens L.
Apiaceae
Herba
152
Semangka
Citrullus vulgaris Schrad.
Cucurbitaceae
Liana
153
Sengon
Fabaceae
Pohon
154
Sirih
Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen. Piper betle L.
Piperaceae
Liana
155
Sirsak
Annona muricata L.
Annonaceae
Pohon
156
Sosor Bebek
Kalanchoe pinnata (Lamk.) Pers.
Crassulaceae
Herba
157
Srei
Cymbopogon nardus (L.) Rendle.
Poaceae
Herba
158
Srikaya
Annona squamosa L.
Annonaceae
Perdu
159
Sukun
Artocarpus atilis Park. Foss.
Moraceae
Pohon
160
Tangkurera
Averrhoa bilimbi L.
Oxalidaceae
Pohon
161
Tebu
Saccharum officinarum L.
Poaceae
Herba
162
Tekulo
Kleinhovia hospita Linn.
Sterculiaceae
Pohon
163
Temulawak
Curcuma xanthorrhiza Roxb.
Zingiberaceae
Herba
164
Tomat
Lycopersicum esculentum Mill.
Solanaceae
Herba
165
Ubi jalar
Ipomea batatas L.
Convolvulaceae
Herba
166
Ubi kayu
Manihot esculenta Crantz.
Euphorbiaceae
Perdu
167
Welalo
Fabaceae
Pohon
168
Wola
Archidendron fagifolium (Bl.ex Miq.) Nielsen Vitex cofassus Reinw. ex Blume
Verbenaceae
Pohon
169
Wortel
Daucus carota L.
Apiaceae
Herba
66
Lampiran 3 Daftar spesies tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat desa penyangga hutan Lambusango sebagai tumbuhan pangan No
Nama Lokal Pangan
Nama Ilmiah
Famili
1
Padi
Oryza sativa Linn.
Poaceae
2
Jagung
Zea mays Linn.
Poaceae
3
Ubi jalar
Ipomea batatas L.
Convolvulaceae
4
Ubi kayu
Manihot esculenta Crantz.
Euphorbiaceae
5
Ondo
Dioscorea hispida Dennst
Dioscoraceae
6
Sagu
Metroxylon sagu Rottb.
Arecaceae
Buah dan Sayur 1
Alpukat
Persea americana Mill.
Lauraceae
2
Bayam
Amaranthus tricolor L.
Amaranthaceae
3
Belimbing
Averrhoa carambola L.
Oxalidaceae
4
Bigi
Dillenia pentagyna Roxb.
Dilleniaceae
5
Buah malaka
Psidium guajava Linn.
Myrtaceae
6
Buah manila
Manilkara zapota (L.) van Royen
Sapotaceae
7
Cokelat
Theobroma cacao L.
Sterculiaceae
8
Delima
Punica granatum L.
Punicaceae
9
Gambas
Luffa acutangula L.
Cucurbitaceae
10
Jambu air
Syzygium aqueum (Burm. f.) Alston
Myrtaceae
11
Jambu mente
Anacardium occidentale L.
Anacardiaceae
12
Kacang ijo
Phaseolus radiates L.
Fabaceae
13
Kacang panjang
Vigna sinensis L.
Fabaceae
14
Kacang tanah
Arachis hypogaea L.
Fabaceae
15
Kangkung
Ipomea aquatic Forssk.
Convolvulaceae
16
Katuk
Sauropus androgynus Merr.
Euphorbiaceae
17
Kedondong
Spondias pinnata (L. f.) Kurz.
Anacardiaceae
18
Keladi
Caladium bicolor ( W.Ait.) Vent
Araceae
19
Kelor
Moringa oleifera L.
Moringaceae
20
Kemangi
Ocimum basilicum L.
Zingiberaceae
21
Kentang
Solanum tuberosum L.
Solanaceae
22
Kol
Brassica oleracea L
Brassicaceae
23
Konduru
Sechium edule (Jacq.) Sw.
Cucurbitaceae
24
Kusambe
Schleichera oleosa (Lour.) Oken
Sapindaceae
25
Labu
Cucurbita pepo L.
Cucurbitaceae
26
Langsat
Lansium domesticum Corr.
Meliaceae
27
Lombok besar
Capsicum annum L.
Solanaceae
67
No 28
Nama Lokal Lombok kecil
Nama Ilmiah Capsicum frustescens L.
Famili Solanaceae
29
Mangga
Mangifera indica L.
Anacardiaceae
30
Manggis hutan
Garcinia mangostana L.
Clusiaceae
31
Mentimun
Cucumis sativus L.
Cucurbitaceae
32
Nangka
Artocarpus heterophyllus Lam.
Moraceae
33
Nenas
Ananas comosus (L.) Merr.
Bromeliaceae
34
Nipah
Nypa fruticans Wumbs
Arecaceae
35
Palola/Terong
Solanum melongena L.
Solanaceae
36
Paria
Momordica charantia L.
Cucurbitaceae
37
Pepaya
Carica papaya L.
Caricaceae
38
Pinang
Areca catechu L.
Arecaceae
39
Pisang
Musa paradisiaca L.
Musaceae
40
Rotan
Callamus sp.
Arecaceae
41
Rumput laut
Spinifex littoreus (Burm. f.) Merr.
Poaceae
42
Salak
Salacca zalacca (Gaertn.) Voss.
Arecaceae
43
Sawi
Brassica juncea (L.) Czern.
Brassicaceae
44
Seledri
Apium Graveolens L.
Apiaceae
45
Semangka
Citrullus vulgaris Schrad.
Cucurbitaceae
46
Sirih
Piper betle L.
Piperaceae
47
Sirsak
Annona muricata L.
Annonaceae
48
Srei
Cymbopogon nardus (L.) Rendle.
Poaceae
49
Srikaya
Annona squamosa L.
Annonaceae
50
Sukun
Artocarpus atilis Park. Foss.
Moraceae
51
Tebu
Saccharum officinarum L.
Poaceae
52
Tomat
Lycopersicum esculentum Mill.
Solanaceae
53
Wortel
Daucus carota L.
Apiaceae
Bumbu dapur dan Rempah 1
Asam
Tamarindus indica Linn.
Fabaceae
2
Bawang merah
Allium ascalonicum L.
Liliaceae
3
Bawang putih
Allium sativum L.
Liliaceae
4
Cengkeh
Syzygium aromaticum L.
Myrtaceae
5
Enau
Arenga pinnata (Wurmb.) Merr
Arecaceae
6
Jahe
Zingiber officinale Roxb.
Zingiberaceae
7
Jeruk nipis
Rutaceae
8
Jeruk purut
Citrus aurantifolia (Christm.&Panz.) Swingle. Citrus hystrix D.C.
9
Kayu manis
Lauraceae
10
Kelapa
Cinnamomum burmannii (Nees &Th. Nees) Nees ex Blume Cocos nucifera L.
Rutaceae
Arecaceae
68
No 11
Nama Lokal Kelapa sawit
Nama Ilmiah Elaeis Guineensis Jacq.
Famili Arecaceae
12
Kemiri
Aleurites moluccana (L.) Willd
Euphorbiaceae
13
Kencur
Kaempferia galanga (Linn.)
Zingiberaceae
14
Ketumbar
Coriandrum sativum L.
Apiaceae
15
Kunyit
Curcuma domestica Val.
Zingiberaceae
16
Lengkuas
Alpinia galanga (L.) Willd.
Zingiberaceae
17
Merica
Piper ningrum Linn.
Piperaceae
18
Pandan
Pandanus tectorius Sol.
Pandanaceae
19
Ponda
Pandanus sp.
Pandanaceae
20
Salam
Syzygium polyanthum (Wight.) Walp.
Myrtaceae
21
Tangkurera
Averrhoa bilimbi L.
Oxalidaceae
69
Lampiran 4
No 1
Daftar spesies tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat desa penyangga hutan Lambusango sebagai bahan minuman
Nama Lokal Asam
Nama Ilmiah Tamarindus indica Linn.
Famili Fabaceae
2
Enau
Arenga pinnata (Wurmb.) Merr
Arecaceae
3
Jahe
Zingiber officinale Roxb.
Zingiberaceae
4
Jeruk nipis
Rutaceae
5
Jeruk purut
Citrus aurantifolia (Christm.&Panz.) Swingle. Citrus hystrix D.C.
6
Kelapa
Cocos nucifera L.
Arecaceae
7
Kencur
Kaempferia galanga (Linn.)
Zingiberaceae
8
Kopi
Coffea arabica L.
Rubiaceae
9
Kunyit
Curcuma domestica Val.
Zingiberaceae
10
Lengkuas
Alpinia galanga (L.) Willd.
Zingiberaceae
11
Sirih
Piper betle L.
Piperaceae
12
Temulawak
Curcuma xanthorrhiza Roxb.
Zingiberaceae
Rutaceae
70
Lampiran 5
Daftar spesies tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat desa penyangga hutan Lambusango sebagai bahan bangunan
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Nama Lokal Alang-alang Alibesi Bakau Bambu Bambu buluh Bayam Bayur Belongita Beringin Betao Bolo
12 13 14 15 16 17
Cendana Damar Gaharu Gamal Gambir Garu
18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
Gompanga Hondilo Jati Kawu jawa/Turi Kawu-kawu Kayu besi Kelapa Kemiri Ketapang Kusambe Lapi Libo Mahoni Maniaga Nipah Rotan Sagu Sengon Welalo
37
Wola
Nama Ilmiah Imperata cylindrica (L.) Beauv. Albizia sp. Rhizophora sp. Bambusa sp. Bambusa atra Intsia bijuga (Colebr) Kuntze. Pterospermum diversifolium Blume. Tetrameles nudiflora R.Br. Ficus benjamina L. Calophyllum soulattri Burm. f. ex Mull. Santiria laevigata Bl. forma laevigata Blume Santalum album Linn. Canarium aspersum Benth. Aquilaria malaccensis Lamk. Glyricida sepium (Jacq.) Kunth ex Walp Uncaria gambir (hunter.) roxb. Gymnacranthera forbesii Warb. var. forbesii Alstonia scholaris R. Br. Hibiscus radiates Cav. Tectona grandis L. F. Sesbania grandiflora Pers. Bombax ceiba L. Metrocideros petiolata Cocos nucifera L. Aleurites moluccana (L.) Willd Terminalia catappa Roxb.L. Schleichera oleosa (Lour.) Oken Macaranga tanarius Muell. Arg. Ficus septica Burm. F. Swietenia mahagoni Jacq. Tidak teridentifikasi Nypa fruticans Wumbs Callamus sp. Metroxylon sagu Rottb. Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen. Archidendron fagifolium (Bl.ex Miq.) Nielsen Vitex cofassus Reinw. ex Blume
Famili Poaceae Fabaceae Rhizophoraceae Poaceae Poaceae Fabaceae Sterculiaceae Datiscaceae Moraceae Clusiaceae Burseraceae Santalaceae Burseraceae Thymelaeaceae Fabaceae Rubiaceae Myristicaceae Apocynaceae Malvaceae Verbenaceae Fabaceae Bombacaceae Myrtaceae Arecaceae Euphorbiaceae Combretaceae Sapindaceae Euphorbiaceae Moraceae Meliaceae Tidak teridentifikasi Arecaceae Arecaceae Arecaceae Fabaceae Fabaceae Verbenaceae
71
Lampiran 6 Daftar spesies tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat desa penyangga hutan Lambusango sebagai kayu bakar No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Nama Lokal Alibesi Asam Bakau Bambu Bambu buluh Bayam Bayur Beringin Betao Buah manila Cendana Cengkeh Cokelat Damar Gaharu Gamal Gambir Garu
19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
Gompanga Jambu air Jambu mente Jati Kapuk Kawu jawa/Turi Kayu besi Kelapa Ketapang Lapi Mahoni Mangga Maniaga Rotan Sengon Sukun Welalo
36
Wola
Nama Ilmiah Albizia sp. Tamarindus indica Linn. Rhizophora sp. Bambusa sp. Bambusa atra Intsia bijuga (Colebr) Kuntze. Pterospermum diversifolium Blume. Ficus benjamina L. Calophyllum soulattri Burm. f. ex Mull. Manilkara zapota (L.) van Royen Santalum album Linn. Syzygium aromaticum L. Theobroma cacao Canarium aspersum Benth. Aquilaria malaccensis Lamk. Glyricida sepium (Jacq.) Kunth ex Walp Uncaria gambir (hunter.) roxb. Gymnacranthera forbesii Warb. var. forbesii Alstonia scholaris R. Br. Syzygium aqueum (Burm. f.) Alston Anacardium occidentale L. Tectona grandis L. F. Ceiba pentandra (L.) Gaertn. Sesbania grandiflora Pers. Metrocideross petiolata Cocos nucifera L. Terminalia catappa Roxb.L. Macaranga tanarius Muell. Arg. Swietenia mahagoni Jacq. Mangifera indica L. Tidak teridentifikasi Callamus sp. Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen. Artocarpus atilis Park. Foss. Archidendron fagifolium (Bl.ex Miq.) Nielsen Vitex cofassus Reinw. ex Blume
Famili Fabaceae Fabaceae Rhizophoraceae Poaceae Poaceae Fabaceae Sterculiaceae Moraceae Clusiaceae Sapotaceae Santalaceae Myrtaceae Sterculiaceae Burseraceae Thymelaeaceae Fabaceae Rubiaceae Myristicaceae Apocynaceae Myrtaceae Anacardiaceae Verbenaceae Bombacaceae Fabaceae Myrtaceae Arecaceae Combretaceae Euphorbiaceae Meliaceae Anacardiaceae Tidak teridentifikasi Arecaceae Fabaceae Moraceae Fabaceae Verbenaceae
72
Lampiran 7 Daftar spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar hutan Lambusango No 1
Nama Lokal
Nama Ilmiah
Kelompok Kegunaan
Bagian yang Digunakan Daun, Akar
Imperata cylindrica (L.) Beauv.
Ambeien, obat kuat
2
Alangalang Alpukat
Persea americana Mill.
Buah
3
Asam
Tamarindus indica Linn.
4
Bala-bala
Tidak teridentifikasi
5 6
Zingiber purpureum roxb. Allium ascalonicum L.
7 8
Bangle Bawang merah Bawang putih Belimbing
Penurun tekanan darah tinggi Penyakit saluran pencernaan Obat patah tulang, ginjal dan Obat saluran pencernaan Penyakit dalam Demam
9 10
Beluntas Boroco
Pluchea indica Less Celosia argentea L.
Sakit Jantung Demam dan menurunkan tekanan darah tinggi Penghilang bau badan Muntah darah
11
Buah malaka
Psidium guajava Linn.
Umbi Buah, daun, bunga Daun Daun dan bunga Daun
12
Vinca sp.
13 14 15 16 17
Bunga jamjam Cempaka Cengkeh Cokelat Damar Dara-dara
18
Delima
Michelia alba DC. Syzygium aromaticum L. Theobroma cacao L. Canarium aspersum Benth. Caesalpinia honduc (Linn.) Roxb. Punica granatum L.
19
Engkuni
Arcangelisia flava Merr
20 21
Gambir Gompanga
Uncaria gambir (hunter.) roxb. Alstonia scholaris R. Br.
22 23 24
Jagung Jahe Jeruk nipis
25 26 27
Jeruk purut Kambahu Kapas
Zea mays Linn. Zingiber officinale Roxb. Citrus aurantifolia (Christm.&Panz.) Swingle. Citrus hystrix D.C. Planchonia valida Blume Gossypium herbaceum L.
Allium sativum L. Averrhoa carambola L.
Penyakit saluran pencernaan Penyakit saluran pencernaan Sakit gigi Sakit gigi Penyakit kulit, luka Muntah darah Cacingan Penyakit saluran pencernaan Sarampa, demam, sakit pinggang Menguatkan gigi Muntah darah dan luka dalam Menghilangkan bekas luka Sakit kepala Batuk, Menurunkan kolesterol Menurunkan kolesterol Paru-paru basah Luka bakar, bisul, flek hitam
Buah, Batang Daun, Batang Rimpang Umbi
Daun Bunga Buah Buah Kulit batang Daun Buah muda Kulit batang Buah Kulit batang Buah muda Rimpang Buah, daun Buah Batang Daun
73
No
Nama Lokal
Nama Ilmiah
Kelompok Kegunaan
28 29 30
Kapopo Kateo-teo Katuk
Cerbera odollam Gaertn. Syzygium densiflorum Wall. Sauropus androginus (L.) Merr.
Kawu jawa/Turi Kayu Pahit
Sesbania grandiflora Pers.
34
Kedondong hutan Kelapa
Dysoxylum oppositifolium F.Muell. Cocos nucifera L.
35 36
Kentang Kelor
Solanum tuberosum L. Moringa oleifera L.
37 38
Kemangi Kemiri
Ocimum basilicum L. Aleurites moluccana (L.) Willd
39
Kencur
Kaempferia galanga (Linn.)
40
Ketumbar
Coriandrum sativum L.
41 42 43 44
Kombakomba Konduru Kopi Kumis kucing
Chromolaena odorata (L) R.M. King Sechium edule (Jacq.) Sw. Coffea arabica L. Orthosiphon spicatus B.B.S.
Penyakit kulit Sarampa Penurun tekanan darah tinggi Demam, sarampa, panas dalam dan paru-paru basah Obat segala macam penyakit, sakit pinggang Proses penyembuhan, keseleo, salah urat Penurun tekanan darah tinggi, diabetes, keracunan Hipertensi Demam, melancarkan air susu, Bau badan Penyubur rambut, obat kudis Penambah nafsu makan, radang lambung Penyakit saluran pencernaan Obat Luka
31
45
Kunyit
Curcuma domestica Val.
46
Kusambe
47
Lapi
48 49
Lengkuas Libo
Schleichera oleosa (Lour.) Oken Macaranga tanarius Muell. Arg. Alpinia galanga (L.) Willd. Ficus septicaa Burm. F.
50 51 52 53
Lidah buaya Lidah mertua Lombok besar Lombok kecil
Aloe vera Bush. Sansevieria trifasciata Capsicum annum L. Capsicum frustescens L.
54
Maniaga
Tidak teridentifikasi
55
Marantawali
Tinospora crispa L.
32 33
Strychnos lucida R. Br.,
Thypus Obat setelah melahirkan Demam, panas dalam, malaria, muntah darah, sakit pinggang Luka dalam, sehabis melahirkan, kudis Penyakit dalam, muntah darah, paru-paru basah Penurun tekanan darah tinggi Penyakit kulit Membersihkan darah Demam, penyubur rambut Batuk, flu Sariawan, sakit gigi Sariawan, sembelit, menambah nafsu makan Obat panjang umur Demam, malaria, obat penyakit dalam
Bagian yang Digunakan Daun Daun Daun Daun Batang Daun Buah Umbi Daun Daun Buah, daun Rimpang Biji Daun Buah muda Daun Daun
Rimpang Kulit batang Daun Rimpang Daun dan batang Daun Daun Buah Buah Daun dan batang Daun
74
No
Nama Lokal
Nama Ilmiah
56
Mengkudu
Morinda citrifolia L.
57
Mentimun
Cucumis sativus L.
58 59
Nanas kerang Nenas
Rhoeo discolor (L.Her.) Hance Ananas comosus (L.) Merr.
60 61 62 63 64 65
Ntanga-ntanga Pacar air Paria Pegagan Pepaya Pinang
Jatropha curcas Linn. Impatiens balsamina Linn. Momordica charantia L. Centella asiatica (L.) Urban Carica papaya L. Areca catechu L.
66
Pisang
Musa paradisiaca L.
67 68 69
Putri malu Rongo Salak
Mimosa pudica L. Premna foetida Reinw. Salacca zalacca (Gaertn.) Voss.
70 71
Sambung nyawa Samburoto
72
Sirih
Gynura procumbens (Lour.) Merr. Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees. Piper betle L.
73 74
Sirsak Srei
75 76
Srikaya Tangkurera
Annona muricata L. Cymbopogon nardus (L.) Rendle. Annona squamosa L. Averrhoa bilimbi L.
77 78 79
Tekulo Temulawak Tomat
Kleinhovia hospita Linn. Curcuma xanthorrhiza Roxb. Lycopersicum esculentum Mill.
80 81 82
Ubi jalar Ubi kayu Welalo
83
Wortel
Ipomea batatas L. Manihot esculenta Crantz. Archidendron fagifolium (Bl.ex Miq.) Nielsen Daucus carota L.
Kelompok Kegunaan Penyakit dalam, penghilang bau badan Penurun tekanan darah tinggi Batuk darah Sembelit, radang tenggorokan, cacingan Demam, sariawan Keputihan Malaria Demam, sakit perut Demam, Malaria Penyakit dalam, menguatkan gigi Penyakit saluran pencernaan, proses penyembuhan Demam, batuk Demam, sarampa, cacar Penyakit saluran pencernaan Penyakit dalam,
Bagian yang Digunakan Buah Buah Daun Buah Daun Daun Buah Daun Daun, bunga Daun, akar, buah Daun, buah
Daun, akar Batang Buah Daun
Demam,malaria, batuk
Daun
Penyakit dalam, muntah darah, mata, gigi, batuk, keputihan Demam Demam
Daun
Demam Penurun tekanan darah tinggi, demam Lever Demam Penyakit saluran pencernaan Rematik, asam urat Demam, sakit kepala, luka Paru-paru basah
Daun Daun
Obat mata
Buah
Daun Akar, daun
Daun Rimpang Buah Umbi Daun, umbi Daun
75
Lampiran 8 Daftar spesies tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat desa penyangga hutan Lambusango sebagai pakan ternak No 1
Nama Lokal Alang-alang
Nama Ilmiah Imperata cylindrica (L.) Beauv.
Famili Poaceae
2
Bakau
Rhizophora sp.
Rhizophoraceae
3
Bayam
Amaranthus tricolor L.
Amaranthaceae
4
Gamal
Glyricida sepium (Jacq.) Kunth ex Walp
Fabaceae
5
Jagung
Zea mays Linn.
Poaceae
6
Kangkung
Ipomea aquatic Forssk.
Convolvulaceae
7
Pisang
Musa paradisiaca L.
Musaceae
8
Rumput gajah
Axonopus compressus (Sw.) P. Beauv.
Poaceae
9
Kawu jawa/Turi
Sesbania grandiflora Pers.
Fabaceae
10
Pegagan
Centella asiatica (L.) Urban
Apiaceae
11
Rumput teki
Cyperus rotundus L.
Cyperaceae
12
Padi
Oryza sativa Linn.
Poaceae
76
Lampiran 9 Daftar spesies tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat desa penyangga hutan Lambusango sebagai tumbuhan aromatik No 1
Nama Lokal Cempaka
Nama Ilmiah Michelia alba DC.
Famili Magnoliaceae
2
Cendana
Santalum album Linn.
Santalaceae
3
Cengkeh
Syzygium aromaticum L.
Myrtaceae
4
Gaharu
Aquilaria malaccensis Lamk.
Thymelaeaceae
5
Gamal
Glyricida sepium (Jacq.) Kunth ex Walp
Fabaceae
6
Garu
Gymnacranthera forbesii Warb. var. forbesii
Myristicaceae
7
Jeruk nipis
Citrus aurantifolia (Christm.&Panz.) Swingle.
Rutaceae
8
Jeruk purut
Citrus hystrix D.C.
Rutaceae
9
Kamboja
Plumeria multifora Ait
Apocynaceae
10
Kayu manis
Lauraceae
11
Kelapa
Cinnamomum burmannii (Nees &Th. Nees) Nees ex Blume Cocos nucifera L.
12
Kemiri
Aleurites moluccana (L.) Willd
Euphorbiaceae
13
Kulilawa
Cinnamomum culilawa Blume
Lauraceae
14
Langsat
Lansium domesticum Corr.
Meliaceae
15
Mawar
Rosaceae sp.
Rosaceae
16
Melati
Jasminum sambac L.
Oleraceae
17
Tangkurera
Averrhoa bilimbi L.
Oxalidaceae
Arecaceae
77
Lampiran 10 Daftar spesies tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat desa penyangga hutan Lambusango sebagai tumbuhan pewarna No 1
Nama Lokal Bunga anting-anting
Nama Ilmiah Acalypha australis L.
Famili Euphorbiaceae
2
Kemangi
Ocimum basilicum L.
Zingiberaceae
3
Kunyit
Curcuma domestica Val.
Zingiberaceae
4
Lombok besar
Capsicum annum L.
Solanaceae
5
Lombok kecil
Capsicum frustescens L.
Solanaceae
6
Pacar air
Impatiens balsamina Linn.
Balsaminaceae
7
Pandan
Pandanus tectorius Sol.
Pandanaceae
8
Ponda
Pandanus sp.
Pandanaceae
78
Lampiran 11 Daftar spesies tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat desa penyangga hutan Lambusango sebagai tumbuhan hias No
Nama Lokal
Nama Ilmiah
Famili
1
Agave
Agave cantula Roxb.
Agavaceae
2
Anggrek bulan
Phalaenopsis amabilis Blume.
Orchidaceae
3
Asoka
Ixora paludosa (Blume) Kurz.
Rubiaceae
4
Bala-bala
Tidak teridentifikasi
Tidak teridentifikasi
5
Belimbing
Averrhoa carambola L.
Oxalidaceae
6
Beluntas
Pluchea indica Less
Asteraceae
7
Beringin
Ficus benjamina L.
Moraceae
8
Boroco
Celosia argentea L.
Amaranthaceae
9
Bougenvile
Bougainvillea spectabilis Willd.
Nyctaginaceae
10
Bunga anting-anting
Acalypha australis L.
Euphorbiaceae
11
Bunga jam-jam
Vinca sp.
Apocynaceae
12
Bunga kancing baju
Euphorbia mili Ch.des Moulins
Euphorbiaceae
13
Bunga kertas
Zinia elegan
Asteraceae
14
Bunga pagoda
Clerodendrum japonicum (Thunb.) Sweet
Verbenaceae
15
Cempaka
Michelia alba DC.
Magnoliaceae
16
Dara-dara
Caesalpinia honduc (Linn.) Roxb.
Fabaceae
17
Delima
Punica granatum L.
Punicaceae
18
Ekor kucing
Acalypha hispida Burm.f.
Euphorbiaceae
19
Hanjuang
Cordyline fruticosa (L.) A. Chev
Agavaceae
20
Iler (pohon merah)
Coleus scutellarioides (L.) Benth.
Zingiberaceae
21
Kaktus
Opuntia spp
Cactaceae
22
Kaliandra
Caliandra haematocephala Hassk.
Fabaceae
23
Kamboja
Plumeria multifora Ait
Apocynaceae
24
Kelapa
Cocos nucifera L.
Arecaceae
25
Kelor
Moringa oleifera L.
Moringaceae
26
Kembang sepatu
Hibiscus rosa-sinensis L.
Malvaceae
27
Ketapang
Terminalia catappa Roxb.L.
Combretaceae
28
Kumis kucing
Orthosiphon spicatus B.B.S.
Lamiaceae
29
Lidah buaya
Aloe vera Bush.
Liliaceae
30
Lidah mertua
Sansevieria trifasciata
Agavaceae
31
Lili
Chlorophytum Capense (L.) Voss.
Euphorbiaceae
32
Mangga
Mangifera indica L.
Anacardiaceae
33
Mawar
Rosaceae sp.
Rosaceae
34
Melati
Jasminum sambac L.
Oleraceae
35
Mengkudu
Morinda citrifolia L.
Rubiaceae
79
No
Nama Lokal
Nama Ilmiah
Famili
36
Nanas kerang
Rhoeo discolor (L.Her.) Hance
Commelinaceae
37
Nenas
Ananas comosus (L.) Merr.
Bromeliaceae
38
Ntanga-ntanga
Jatropha curcas Linn.
Euphorbiaceae
39
Pacar air
Impatiens balsamina Linn.
Balsaminaceae
40
Pandan
Pandanus tectorius Sol.
Pandanaceae
41
Pecah beling
Strobilanthes crispus BL.
Acanthaceae
42
Pepaya
Carica papaya L.
Caricaceae
43
Pinang
Areca catechu L.
Arecaceae
44
Pisang
Musa paradisiaca L.
Musaceae
45
Ponda
Pandanus sp.
Pandanaceae
46
Puring
Codiaeum variegatum (L.) A. Juss.
Euphorbiaceae
47
Putri malu
Mimosa pudica L.
Fabaceae
48
Salak
Salacca zalacca (Gaertn.) Voss.
Arecaceae
49
Samburoto
Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees.
Acanthaceae
50
Sirih
Piper betle L.
Piperaceae
51
Sosor Bebek
Kalanchoe pinnata (Lamk.) Pers.
Crassulaceae
52
Srei
Cymbopogon nardus (L.) Rendle.
Poaceae
53
Srikaya
Annona squamosa L.
Annonaceae
54
Tangkurera
Averrhoa bilimbi L.
Oxalidaceae
55
Tebu
Saccharum officinarum L.
Poaceae
80
Lampiran 12 Daftar spesies tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat desa penyangga hutan Lambusango sebagai bahan tali, anyaman dan kerajinan No 1
Nama Lokal Alang-alang
Nama Ilmiah Imperata cylindrica (L.) Beauv.
Poaceae
Famili
2
Bambu
Bambusa sp.
Poaceae
3
Bambu buluh
Bambusa atra
Poaceae
4
Enau
Arenga pinnata (Wurmb.) Merr
Arecaceae
5
Kelapa
Cocos nucifera L.
Arecaceae
6
Nipah
Nypa fruticans Wumbs
Arecaceae
7
Pandan
Pandanus tectorius Sol.
Pandanaceaae
8
Ponda
Pandanus sp.
Pandanaceaae
9
Rotan
Callamus sp.
Arecaceae
10
Rumput gajah
Axonopus compressus (Sw.) P. Beauv.
Poaceae
11
Sagu
Metroxylon sagu Rottb.
Arecaceae
81
Lampiran 13
No 1
Daftar spesies tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat desa penyangga hutan Lambusango sebagai tumbuhan upacara adat
Nama Lokal Asam
Nama Ilmiah Tamarindus indica Linn.
Famili Fabaceae
2
Asoka
Ixora paludosa (Blume) Kurz.
Rubiaceae
3
Bambu
Bambusa sp.
Poaceae
4
Bunga kertas
Zinia elegan
Asteraceae
5
Cempaka
Michelia alba DC.
Magnoliaceae
6
Cengkeh
Syzygium aromaticum L.
Myrtaceae
7
Enau
Arenga pinnata (Wurmb.) Merr
Arecaceae
8
Gaharu
Aquilaria malaccensis Lamk.
Thymelaeaceae
9
Garu
Gymnacranthera forbesii Warb. var. forbesii
Myristicaceae
10
Jagung
Zea mays Linn.
Poaceae
11
Jahe
Zingiber officinale Roxb.
Zingiberaceae
12
Jeruk nipis
Citrus aurantifolia (Christm.&Panz.) Swingle.
Rutaceae
13
Kambahu
Planchonia valida Blume
Lecythidaceae
14
Kambampu
Grewia koordersiana Burret
Tiliaceae
15
Kamboja
Plumeria multifora Ait
Apocynaceae
16
Kateo-teo
Syzygium densiflorum Wall.
Myrtaceae
17
Kayu manis
Cinnamomum zaylanicum
Lauraceae
18
Kayu Pahit
Strychnos lucida R. Br.,
Loganiaceae
19
Kelapa
Cocos nucifera L.
Arecaceae
20
Kelor
Moringa oleifera L.
Moringaceae
21
Kemangi
Ocimum basilicum L.
Zingiberaceae
22
Kembang sepatu
Hibiscus rosa-sinensis L.
Malvaceae
23
Kencur
Kaempferia galanga (Linn.)
Zingiberaceae
24
Kopi
Coffea arabica L.
Rubiaceae
25
Kunyit
Curcuma domestica Val.
Zingiberaceae
26
Langsat
Lansium domesticum Corr.
Meliaceae
27
Lapi
Macaranga tanarius Muell. Arg.
Euphorbiaceaae
28
Lengkuas
Alpinia galanga (L.) Willd.
Zingiberaceae
29
Mawar
Rosaceae sp.
Rosaceae
30
Melati
Jasminum sambac L.
Oleraceae
31
Nipah
Nypa fruticans Wumbs
Arecaceae
32
Padi
Oryza sativa Linn.
Poaceae
33
Pandan
Pandanus tectorius Sol.
Pandanaceae
34
Paria
Momordica charantia L.
Cucurbitaceae
35
Pepaya
Carica papaya L.
Caricaceae
82
No 36
Nama Lokal Pinang
Areca catechu L.
Nama Ilmiah
Famili Arecaceae
37
Pisang
Musa paradisiaca L.
Musaceae
38
Salam
Syzygium polyanthum (Wight.) Walp.
Myrtaceae
39
Sirih
Piper betle L.
Piperaceae
40
Ubi jalar
Ipomea batatas L.
Convolvulaceae
41
Ubi kayu
Manihot esculenta Crantz.
Euphorbiaceaae
83
Lampiran 14 Tingkat kegunaan tumbuhan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Nama Lokal Kelapa Pisang Bambu Kunyit Sirih Asam Pandan Cengkeh Jeruk nipis
10 11 12 13 14
Jagung Rotan Pepaya Kelor Gamal
15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Nipah Alang-alang Kawu jawa/Turi Jeruk purut Kemangi Kemiri Kencur Lapi Lengkuas Cempaka Garu
26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
Pinang Ponda Gaharu Tangkurera Bambu buluh Enau Padi Sagu Ubi jalar Ubi kayu
Keterangan* : 1. Pangan 2. Minuman 3. Bahan bangunan 4. Kayu bakar
Nama Ilmiah Cocos nucifera L. Musa paradisiaca L. Bambusa sp. Curcuma domestica Val. Piper betle L. Tamarindus indica Linn. Pandanus tectorius Sol. Syzygium aromaticum L. Citrus aurantifolia (Christm.&Panz.) Swingle. Zea mays Linn. Callamus sp. Carica papaya L. Moringa oleifera L. Glyricida sepium (Jacq.) Kunth ex Walp Nypa fruticans Wumb Imperata cylindrica (L.) Beauv. Sesbania grandiflora Pers. Citrus hystrix D.C. Ocimum basilicum L. Aleuritus moluccana (L.) Willd Kaempferia galanga (Linn.) Macaranga tanarius Muell. Arg. Alpinia galanga (L.) Willd. Michelia alba DC. Gymnacranthera forbesii Warb. var. forbesii Areca catechu L. Pandanus sp. Aquilaria malaccensis Lamk. Averrhoa bilimbi L. Bambusa atra Arenga pinnata (Wurmb.) Merr Oryza sativa Linn. Metroxylon sagu Rottb. Ipomea batatas L. Manihot esculenta Crantz.
5. Obat 6. Pakan ternak 7. Aromatik 8. Pewarna
∑ Kegunaan 9 5 5 5 5 5 5 5 5
Kegunaan* 1,2,3,4,5,7,9,10,11 1,5,6, 9,11 1,3,4,10,11 1,2,5,8,11 1,2,5,9,11 1,2,4,5,11 1,8,9,10,11 1,4,5,7,11 1,2,5,7,11
4 4 4 4 4
1,5,6,11 1,3,4,10 1,5,9,11 1,5,9,11 3,4,6,7
4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
1,3,10,11 3,5,6,10 3,4,5,6 1,2,5,7 1,5,8,11 1,3,5,7 1,2,5,11 3,4,5,11 1,2,5,11 5,7,9,11 3,4,7,11
4 4 4 4 3 3 3 3 3 3
1,5,9,11 1,8,9,10 3,4,7,11 1,5,7,9 3,4,10 2,10,11 1,6,11 1,3,10 1,5,11 1,5,11
9. Tumbuhan hias 10. Tali, anyaman dan kerajinan 11. Bahan upacara adat
84
Lampiran15 Daftar responden yang diwawancara No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
Nama La Pera Hamia Samna Mila La Rambo La Ode Impo Nurma La Ode Tamsin Liza La Awa Nasarudin Baharudin Aeta Sumiati Laganepo Rusiana Farihi Zamuddin Ardi Hasan Wa Azizah Kiasta Rafiah La Rasina Iskandar Rudi Udin Sudin Saria Hasidu La Umi La Ode Syarif La Abadi Sumista La Bariji Kamirudin Saifu La Ode Muhinu Saite La Tajura
Umur 86 31 38 31 57 57 52 41 80 34 37 43 45 43 45 37 45 45 46 40 70 37 42 75 67 63 35 39 75 85 52 49 48 53 45 50 57 67 70 48
Dusun Wawoncusu Wawoncusu Wawoncusu Wawoncusu Wawoncusu Wawoncusu Wawoncusu Wawoncusu Mandauli Mandauli Mandauli Mandauli Mandauli Mandauli Mandauli Mandauli Mandauli Pobaa Pobaa Pobaa Pobaa Pobaa Wakancideli Wakancideli Wakancideli Wakancideli Wakancideli Palewata Timur Palewata Timur Palewata Timur Palewata Timur Palewata Timur Palewata Timur Palewata Timur Palewata Barat Palewata Barat Palewata Barat Palewata Barat Palewata Barat Talingko
Desa/Kelurahan Lambusango Lambusango Lambusango Lambusango Lambusango Lambusango Lambusango Lambusango Lambusango Lambusango Lambusango Lambusango Lambusango Lambusango Lambusango Lambusango Lambusango Lambusango Lambusango Lambusango Lambusango Lambusango Watumotobe Watumotobe Watumotobe Watumotobe Watumotobe Watumotobe Watumotobe Watumotobe Watumotobe Watumotobe Watumotobe Watumotobe Watumotobe Watumotobe Watumotobe Watumotobe Watumotobe Wambulu
Kecamatan Kapuntori Kapuntori Kapuntori Kapuntori Kapuntori Kapuntori Kapuntori Kapuntori Kapuntori Kapuntori Kapuntori Kapuntori Kapuntori Kapuntori Kapuntori Kapuntori Kapuntori Kapuntori Kapuntori Kapuntori Kapuntori Kapuntori Kapuntori Kapuntori Kapuntori Kapuntori Kapuntori Kapuntori Kapuntori Kapuntori Kapuntori Kapuntori Kapuntori Kapuntori Kapuntori Kapuntori Kapuntori Kapuntori Kapuntori Kapuntori
85
No 41 42 43 44 45 46 47 48 49
Nama La Ode Baetu Rusdin La Uta La Oncisu La Isa La Obuu La Rahima La Hazuri Kadir
Umur 50 41 60 48 64 62 48 42 62
Dusun Talingko Talingko Talingko Talingko Wambulu Wambulu Wambulu Wambulu Wambulu
Desa/Kelurahan Wambulu Wambulu Wambulu Wambulu Wambulu Wambulu Wambulu Wambulu Wambulu
Kecamatan Kapuntori Kapuntori Kapuntori Kapuntori Kapuntori Kapuntori Kapuntori Kapuntori Kapuntori