ISSN : 1411-1608
Dinamika Kebudayaan Vol. XI No. 1, 2009
Makna Ungkapan Pemali Masyarakat Wolio di Kabupaten Buton Provinsi Sulawesi Tenggara Sri Suryana Dinar Staf Pengajar FKIP Unhalu Kendari ABSTRACT Research of problem " expression of forbidden" conducted in Bungi, SubDistrict Of Lakologou, Sub-Province of Buton. Data Expression of forbidden collected to be to be got directly in field of assumed information fulfill criterion which have been determined. Hereinafter expression data of forbidden obtained from result of research analyzed by description . As for method the used is descriptive method qualitative, technique while the used is direct perception technique, interview, and record-keeping of field to water down acquirement of data. Result of this research indicate that expression of pemali pregnant of meaning which is very be of benefit to life, what in character educate the rising generation especially and society in general. Key word: Language, expression, forbidden. PENDAHULUAN Setiap budaya daerah merupakan bagian yang penting dari kebudayaan Indonesia. Keragaman budaya daerah yang tersebar di seluruh nusantara merupakan cermin bangsa Indonesia yang mempunyai latar belakang sosiokultural yang berbeda-beda, salah satu keragaman budaya yang dimaksud adalah bahasa daerah. Salah satu dari sekian banyaknya bahasa daerah yang tersebar di Indonesia adalah bahasa Walio. Seperti halnya daerah-daerah lain di Indonesia, di Walio pun mempunyai banyak ungkapan bahasa sebagai alat komunikasi yang masih dipelihara secara turun temurun oleh masyarakat di daerah tersebut. Ungkapan dalam masyarakat Walio biasanya berwujud pertanyaan bahasa yang mengandung makna dalam kehidupan masyarakat. Ungkapan merupakan penuntun perilaku, jika hal ini dikaji dapat mencakup berbagai ajaran kehidupan yang tinggi nilainya yang juga merupakan warisan dari nenek moyang. Ungkapan lama atau tradisional berupa ungkapan pemali yang diwariskan oleh nenek moyang secara lisan atau turun temurun tidak didokumentasikan dan dipublikasikan oleh penutur setia, lebih lagi penutur setia ini semakin berkurang karena usia tua. Begitu pula kurangnya minat generasi muda terhadap ungkapan pemali.
24
ISSN : 1411-1608
Dinamika Kebudayaan Vol. XI No. 1, 2009
Ungkapan pemali akan terancam punah dalam kehidupan masyarakat apabila tidak mendapat perhatian serius. Maka nilai tradisi lama yang masih dipegang teguh oleh sebagian orang tua dalam masyarakat Wolio perlu diinformasikan, ditanamkan kepada seluruh lapisan masyarakat lebih-lebih pada generasi muda. Ungkapan pemali dianggap memiliki fungsi yang cukup penting dalam kehidupan masyarakat Wolio. Oleh sebab itu, maka bahasa Wolio perlu diteliti, dikaji, dipelihara serta dilestarikan yang berupa pelembagaan bahasa Wolio itu sendiri. KEBUDAYAAN Kebudayaan adalah setua sejarah manusia sendiri yakni manusia sebagai mahluk individual dan sosial sekaligus penyimpul isi sebenarnya tidak lebih dari konsikuensi logis dan sosial sekaligus (Hasan, 1986: 13) Kebudayaan dapat diartikan sebagai hasil kegiatan dan penciptaan (akal budi) manusia seperti kepercayaan, adapt istiadat, keseluruhan pengetahuan manusia sebagi mahluk sosial yang digunakan untuk memahami lingkungan serta pengalaman yang menjadi pedoman tingkah laku hasil akal dari alam sekeliling (Moeliono, 1989: 131) Pengertian kebudayaan menurut Linton (1940) seluruh cara kehidupan masyarakat yanga manapun dan tidak hanya mengenai sebagian cara hidup itu yaitu bagian yang oleh masyarakat dianggap lebih tinggi atau lebih diinginkan. Jadi kebudayaan itu memiliki unsure-unsur yang universal misalnya bahasa, sistem pengetahuan, system organisasi sosial, system teknologi, system mata pencaharian, system religi, dan kesenian. Taylor (1990: 38) menyatakan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan yang kompleks, yang didalamnya terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian, hukum, adat istiadat, dan kemapuan yang lain serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Sedangkan menurut Alfian (1990: 39) kebudayaan adalah salah satu sumber utama dari sistem nilai atau ta a nilai yang dihayati atau dianut oleh seseorang atau masyarakat yang selanjutnya membentuk sikap mental atau pola pikirnya. Hal ini berkaitan dengan pendapat Sibarani (1992: 101) kebudayaan dapat disederhanakan sebagai (1) segala sesuatu milik anggota masyarakat, (2) pengetahuan yang ditransmisi dan dikomunikasikan secara sosial, (3) tercermin dalam ide, tindakan dan hasil karya manusia, (4) sarana manusia untuk berperan, berinteraksi dan berfungsi dalam kehidupan masyarakat, (5) harus dipelajari. Jadi kebudayaan adalah keseluruhan system gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijasikan milik dari menusia dengan cara belajar.
25
ISSN : 1411-1608
Dinamika Kebudayaan Vol. XI No. 1, 2009
SASTRA LISAN Menurut Hutomo, sastra lisan atau kesusastraan lisan adalah kesusastraan yang mencakup hasil ekspresi warga suatu kehidupan yang disebarluaskan dan turuntumurun secara lisan dari mulut ke mulut, kemudian membagi sastra itu ke dalam tiga bagian adalah sebagai berikut : 1. Bahasa yang bercorak cerita seperti, cerita biasa, mitos, legenda, efik, memori cerita tutur. 2. Bahasa yang bukan cerita seperti, ungkapan, nyanyian kerja, peribahasa, teka-teki, puisi lisan, nyanyian sedih. 3. Bahasa yang bercorak latihan seperti latihan drama, pentas, dan arena (Tarno, 1983 : 4) Menurut Spraley(1997), sastra lisan adalah sejenis atau sekelas karya tertentu yang dituturkan dari mulut ke mulut tersebar secara lisan, anonym, menggambarkan kehidupan masa almpau. Selanjutnya pembagian sastra lisan menurut Gaffar (1991: 3) adalah sebagai berikut. (1) bahasa rakyat seperti logat sindiran, (2) ungkapan tradisional seperti, bahasa pepatah, (3) pertanyaan rakyat seperti teka-teki, (4) puisi rakyat seperti pantun dan syair, (5) cerita rakyat seperti mite, legenda, dongeng, (6) nyanyin rakyat. Pengertian yang sama juga dikemukakan oleh Atmazaki (1986: 82) bahwa sastra lisan adalah sastra yang disampaikan secara lisan dari mulut ke mulut seorang pencerita atau penyair kepada seseorang atau kelompok pendengar. Selanjutnya Usman Efendi menberikan batasan tentang sastra lisan adalah jenis karya sastra tertentu yang dituturkan dari mulut ke mulut , tersebar secara lisan, anonim dan menggambarkan kehidupan masyarakat pada masa lampau. Dari beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa sastra lisan adalah jenis karya sastra yang dituturkan dari mulut ke mulut, tersebar secara lisan, anonym, dan menggambarkan nilai kehidupan masyarakat pada masa lampau Dalam kaitannya dengan pernyataan diatas ternyata ungakapn pemali tergolong ke dalam sastra lisan, hal ini disebabkan oleh cara penyampaiannya yaitu dituturkan dari mulut ke mulut, tersebar secara lisan, anonim dan menggambarkan kehidupan masyarakat pada masa lampau. PENGERTIAN MAKNA Dalam buku “ The Meaning of Meaning” Ogden dan Richards, telah memperbincangkan meaning atau makna dengan panjang lebar. Merka telah membuat daftar yang representatif mengenai batasan-batasan makna itu.
26
ISSN : 1411-1608
Dinamika Kebudayaan Vol. XI No. 1, 2009
Makna adalah sebagai berikut : (1) suatu sifat intrinsik, (2) suatu hubungan khas yang tidak teranalisis dengan hal-hal atau benda-benda lain (3) konotasi suatu kata, (4) Suatu esensi, intisari, atau pokok, (5) suatu kegiatan yang diproyeksikan ke dalam suatu objek, (6) emosi yang ditimbulkan oleh sesuatu, (7) tempat atau wadah sesuatu dalam suatu system, (8) konsekuensi-konsekuensi praktis suatu hal atau benda dalam pengalaman masa depan kita. Pepali Neuramiki Polango, roonamo kokabisuakea “Pemali duduk di bantal, nanti dapat bisul”. Bantal adalah salah satu komponen tempat tidur yang kadang diperlukan setiap kali tidur. Bentuk bantal biasanya ada dua yaitu bantal yang berbentuk bulat dan bantal yang berbentuk persegi empat panjang. Kedua bentuk ini masingmasing mempunyai fungsi. Sehubungan dengan itu merupakan kebiasaan anak-anak bermain-main di tempat tidur. Bantal diduduki dan biasanya dijadikan sebagai kudakudaan. Jika perbuatan anak tersebut ditinjau dari segi kebersihan, anak-anak yang bermain-main di tempat tidur kemungkinan memberikan kotoran utamanya pada bantal yang diduduki. Dengan demikian orang yang memakai bantal tersebut pada saat hendak tidur akan merasa terganggu tidurnya karena bau yang ditimbulkan oleh kotoran yang ada pada bantal. Dari segi keamanan bantal, bantal yang sering diduduki kemungkinan akan cepat putus benangnya atau keluar kapuknya. Ungkapan ini memakai kata” Kokabisuakea” artinya dapat bisul. Dengan ungkapan itu, maka anak takut untuk bermain-main atau duduk di atas bantal karena bisul adalah penyakit yang sering terdapat pada anakanak sehingga sangat ditakuti. Adapun makna yang terkandung dalam ungkapan tersebut adalah suatu nasihat yang ditunjukkan kepada anak agar tidak suka bermain di tempat tidur dan menduduki bantal. Pepali posambure malo, roonamo ailakes razaki “Pemali menyapu di malam hari, nanti rejeki hilang”. Menyapu pada malam hari dianggap sebagai suatu pekerjaan yang kurang efektif bila dibandingkan dengan menyapu pada pagi hari dan siang hari. Pada malam hari penerangan kurang mendukung kotorakotoran yang masih terselip di cela-cela papan atau dinding tidak terlihat sehingga tidak tersapu. Selanjutnya menyapu pada malam hari kemungkinan benda-benda kecil yang masih berguna akan turut tersapu seperti paku, silet, peniti, bahkan terkadang uang logam atau emas yang jatuh.
27
ISSN : 1411-1608
Dinamika Kebudayaan Vol. XI No. 1, 2009
Ungkapan ini oleh masyarkat Wolio memakai kata “ ayilakea razaki artinya rejeki hilang “ kata ini dapat diartikan sebagai benda-benda yang masih berguna atau berharga disapu hingga jatuh akhirnya hilang. Jadi dengan hilangnya bendabenda yang dimaksud tadi dapat dikatakan rejeki hilang. Jadi makna yang tekandung dalam ungkapan tersebut merupakan suatu nasihat yang ditujukan kepada anak, khususnya bagi remaja putri agar tidak membiasakan dirimenyapu pada malam hari karena berdampak negatif. Pepali peelo kutu iyoda, roonamo meridoakea razaki “Pemali mencari kutu di tangga, nanti rejeki menjauh”. Salah satu ciri khas rumah orang Wolio adalah rumah panggung. Bentuk rumah panggung merupakan warisan dari nenek moyang dulu samapi sekarang. Rumah panggung pada umumnya memiliki dua buah tangga yaitu tangga bagian depan dan tangga bagian belakang, antara kedua tangga tersebut yang paling umum digunakan adalah tangga bagian depan. Mencari kutu sering dilakukan di tangga bagian depan karena letaknya sangat strategis disamping mengobrol juga dapat melihat orang yang lalulalang sehingga tidak menimbulkan rasa bosan. Jika hal ini ditinjau dari segi pemandangan, orang yang mencari kutu di tangga dapat menimbulkan pemandangan yang kurang baik untuk dilihat orang banyak. Pada dasarnya orang yang mencari kutu adalah pekerjaan yang sangat menjijikan. Disamping itu orang yang lewat dan melihat seseorang sedang mencari kutu dapat menafsirkan bahwa kemungkinan banyak kutunya. Kalau ditinjau dari segi adat, orang yang mencari kutu di tangga dapat dikategorikan sebagai orang yang tidak beradab, beradab atau tidaknya seseorang terletak dari sikap dan perilakunya. Selain itu dapat pula membawa nama daerah, karena suatu daerah dapat dikatakan beradab apabila masyarakat pada daerah tersebut mencerminkan sikap atau perilaku yang tidak bertentangan dengan normanorma kehidupan. Ungkapan ini memakai kata “ maridoakea razaki” artinya rejeki menjauh agar senantiasa kepada remaja putri yang pada umumnya menjadikan kebiasaan mencari kutu di tangga dapat dihilangkan. Dengan kata itu, remaja putri akan selalu tersimpan dalam ingatan karena tak seorangpun yang sudi kehilangn rejeki ( jodoh ). Jadi makna yang terkandung dalam ungkapan tersebut berisi suatu larangan yang ditujukan kepada anak khususnya pada remaja putri agar tidak membiasakan diri mencari kutu di tangga karena dapat menciptakan pemandangan yang kurang bagus di tengah-tengah masyarakat.
28
ISSN : 1411-1608
Dinamika Kebudayaan Vol. XI No. 1, 2009
Pepali sangku-sangku oademu, roonamo tamasimbaakea tamaelu “ Pemali bertopang dagu, nanti cepat jadi yatim”. Bertopang dagu adalah suatu pekerjaan yang sia-sia. Bertopang dagu sering dilakukan oleh anak-anak maupun remajabaik itu disengaja maupun tidak sengaja. Seseorang yang bertopang dagu dapat ditafsirkan bahwa kemungkinan orang tersebut mempunyai masalah atau sedang menganganangankan sesuatu. Hal ini dianggap sebagai perbuatan tidak baik oleh masyarakat. Secara umum orang yang bertopang dagu sering dikatakan sebagai orang yang malas. Orang yang bertopang dagu adalah orang yang tidak bisa diharapkan. Dengan demikian orang yang hendak mengajak kerja sama akan berpikir sampai dua kali karena tingkah laku semacam itu. Jika ditinjau dari segi adat, anak yang sering bertopang dagu tidak disukai oleh semua orang yang melihatnya karena menunjukkan sikap seorang pemalas. Ungkapan ini memakai kata “tamasimbaakea tamaelu” artinya cepat jadi yatim agar anak-anak atau remaja dapat mengambil pengertian begitu pula pada orang tua, orang tua akan selalu melarang jika melihat anak yang demikian karena di samping tidak baik di lihat juga dapat memberikan penilaian yang lain bagi orang yang sedang melihatnya. Jadi makna yang terkandung dalam ungkapan tersebut merupakan sutu larangan agar anak tidak membiasakan diri bertopang dagu karena tidak ada gunanya. Anak-anak atau remaja sebagai generasi penerus perjuangan, pengisi pembangunan dapat menyisingkan lengan untuk dapat berbuat sesuatu kepada bangsa dan Negara. Pepali neura yimatana ande konowia, roonamo ngapaleyakea setani “Pemali duduk di pintu pada waktu menjelang malam hari. nanti ditabrak setan”. Masyarakat Wolio adalah masyarakat mayoritas beragama islam dan relative fanatic menjalankan ajaran agamanya. Menjelang malam hari merupakan saat-saat untuk menghadap kepada Tuhan yakni melaksanakan Shalat Maghrib. Segala bentuk aktivitas sudah dihentikan. Orang yang duduk di pintu menjelang malam hari dapat menimbulkan penafsiran bahwa kemungkinan orang tersebut tidak mempunyai persiapan untuk menjalankan shalat. Bagi orang yang duduk di pintu menjelang malam hari dapat pula orang menafsirkan bahwa kemungkinan sedang menantikan seseorang ataupun sedang mempunyai masalah yang besar, walaupun kenyataannya tidak ada. Akibat lain yang ditimbulkan orang yang duduk di pintu menjelang malam hari adalah selain menghalangi orang yang masuk, dapat pula menyebabkan dirinya jatuh karena tersenggol.
29
ISSN : 1411-1608
Dinamika Kebudayaan Vol. XI No. 1, 2009
Selanjutnya menjelang malam hari, seharusnya pintu sudah ditutup tetapi masih ada juga orang yang duduk di pintu, tentu udara secara bebas masuk ke dalam rumah, sedikit banyaknya udara yang masuk akan mengenai orang yang duduk. Bila ditinjau dari segi kesehatan udara atau hawa yang berganti menjelang malam hari mengandung kristal-kristal embun tidak terlihat oleh mata dan mengandung penyakit sehingga dapat mengganggu kesehatan. Ungkapan ini memekai kata “ ngapaleyakea seetani” artinya di tabrak setan agar selalu menjadi perhatian bagi kita semua untuk tidak menjadikan kebiasaan duduk di pintu menjelang malam hari. Dengan demikian makna yang terdapat dalam ungkapan ini adalah suatu nasihat yang ditujukan kepada anak agar tidak membiasakan diri duduk di pintu menjelang malam hari, karena selain tidak baik dilihat, dapat menghalangi orang yang masuk dan juga mengganggu kesehatan. Pepali kole konowia, roonamo masimbakea angangkanai panyaki “Pemali tidur menjelang sore hari, nanti dimasuki penyakit”. Tidur menjelang sore hari merupakan salah satu kesukaan dan kebiasaan anak. Hal ini dilakukan mungkin karena tidur malamnya kurang dan di rasa masih mengantuk. Kita ketahui pula bahwa tidur menjelang sore hari dapat mengurangi semangat kerja, suatu pekerjaan yang seharusnya sudah dapat diselesaikan akhirnya tertunda lagi. Hal ini menurut pandangan masyarakat Wolio merupakan suatu perbuatan yang tidak terpuji karena penilaian orang kurang baik terhadap anak tersebut dan tidak disiplin waktu. Bila ditinjau dari segi kesehatan, anak yang tidur menjelang sore hari dapat menghirup udara kotor sehingga penyakit mudah masuk dan akhirnya kesehatan anak tersebut terganggu. Ungkapan ini memakai kata “masimbakea ngakana panyaki” artinya mudak dimasuki penyakit. Penyakit dalam ungkapan ini berarti kemalasan. Jelas orang yang sering tidur menjelang sore hari dapat dikategorikan sebagai orang yang malas kecuali kalu sedang sakit. Kata “masimbakea ngankanai penyaki” mengandung suatu nasihat agar dapat dijadikan sebagai perhatian kepada anak untuk tidak membiasakan diri tidur menjelang sore hari. Jadi makna yang terkandung dlam ungkapan tersebut merupakan suatu nasihat yang ditujukan kepada anak agar tidak membiasakan diri tidur menjelang sore hari karena hal tersebut selaindapat memupuk sifat kamalasan seseorang juga tidak baik bagi kesehatan.
30
ISSN : 1411-1608
Dinamika Kebudayaan Vol. XI No. 1, 2009
Pepali lagu irapu, roonamo kawiakea temancuana “Pemali menyanyi di dapur, nanti dapat jodoh orang tua”. Pekerjaan memasak merupakan salah satu perkerjaan yang harus dilaksanakan oleh anak tiap hari, khususnya bagi remaja putri. Anak pada saat menunggu masakannya biasanya diiringi dengan nyanyian baik itu disengaja maupun tidak disengaja. Karena lantaran keasikan menyanyi maka masakannya hangus sehingga menimbulkan bau yang kurang sedap bagi setiap yang menciumnya. Bila ditinjau dari segi adat Wolio, melakukan pekerjaan di dapur sambil menyanyi merupakan suatu pekerjaan yang tidak disukai oleh orang tua. Lebih-lebih lagi pada orang lain yang lewat dan mendengarkan anak tersebut menyanyi di dapur akan di nilai tidak sopan atau tidak beradab. Ungkapan ini memakai kata “kawiakea temancuana” artinya dapat jodoh orang tua agar anak selalu memusatkan perhatiannya pada pekerjaan yang dilakukannya, dalam hal ini memasak. Karena tidak ada seorang anak yang mau kawin dengan orang tua, kecuali sudah jodohnya. Jadi makna yang terkandung dalam ungkapan ini adalah suatu nasihat yang ditujukan kepada anak perempuan atau remaja putri agar selalu memusatkan perhatiannya pada pekerjaan yang sedang dilakukannya terutama memasak. Pepali tangi kangara-ngara ikapeo, roonamo masimbakea matemancuana “Pemali menangis di kolong rumah sambil menengadakan muka, nanti orang tua cepat meninggal”. Salah satu cirri khas rumah orang Wolio adalah rumah panggung yang mempunyai kolong. Bentuk rumah panggung merupakan warisan dari nenek moyang dari dulu sampai sekarang. Bagi orang Wolio rumah panggung memiliki nilai seni atau gaya tersendiri yang dapt membedakan dengan bentuk rumah suku lain dalam wilayah Negara Indonesia. Anak yang menangis di kolong rumah sambil menengadakan muka dapat mengganggu konsentrasi orang tua yang sedang berpikir. Selain itu anak yang selalu menangis di kolong rumah sambil menengadakan muka kemungkinan ada sesuatu yang dia minta tapi tidak didengarkan oleh orang tuanya. Bila ditinjau dari segi adat, anak yang menangis di kolong rumah sambil menengadakan mukadpat berpengaruh pada pita suara setidaknya kerongkongan akan tersa sakit sehingga dengan mudah kesehatan anak terganggu. Ungkapan ini memakai kata “ masimbakea mate mancuana” artinya orang tua cepat meninggal agar anak tidak membiasakan diri menangis di kolong rumah dan merasa takut. Karena tidak ada anak yang mau meninggal cepat orang tuanya.
31
ISSN : 1411-1608
Dinamika Kebudayaan Vol. XI No. 1, 2009
Jadi makna yang terkandung dalam ungkapan tersebut adalah suatu nasihat yang ditujukan kepada anak agar berjiwa besar dalam hal ini tidak menjadikan tangisan sebagai pelarian serta dapat mengganggu kesehatan. Pepali kole kaubo-ubo, roonamo mateakea mancuana “Pemali tidur tengkurap, nanti orang tua meninggal”. Menurut pandangan masyarakat Wolio tidur tengkurap merupakan hal yang harus dihindari oleh setiap anak karena dapat berpengaruh pada kesehatannya. Bila ditinjau dari segi kesehatan, anak yang selalu tidur tengkurap biasanya pada dada terasa sakit yang pada akhirnya dapat mengganggu proses pernapasan , sehingga dengan mudah anak tersebut dimasuki penyakit sesak napas atau biasa di sebut dengan penaykit asma. Untuk menghindari penyakit sesak napas tersebut diharapkan anak harus mencontohi salah satu kebiasaan dari Rasulullah SAW yaitu apabila hendak tidur, maka sebelum membaringkan badan terlebih dahulu membaca do’a kemudian menindih badan sebelah kanan. Ungkapan ini memakai kata “mateakea mancuana” artinya orang tua meninggal agar anak tersebut takut dan tidak membiasakan diri tidur tengkurap karena dapat merusak kesehatannya. Dengan demikian makna yang terkandung dalam ungkapan itu adalah suatu nasihat yang dtujukan kepada anak agar tidak membiasakan diri tidur tengkurap karena dapat mengganggu kesehatan seperti sesak napas. Pepali kole saku-saku limata, roonnamo mampodoakea umuruta “Pemali tidur terlentang dengan meletakkan kedua tangan di dada, nanti tidak panjang umur”. Masyarakat Wolio adalah masyarakat yang memiliki tata cara tidur. Tata cara yang dimaksud adalah arah setidur melintang kea rah selatan – utara ( kepala di bagian selatan dan kaki di bagian utara) atau arah barat – timur biasanya tata cara ini disesuaikan dengan arah temapt tidur atau kamar. Menurut persepsi orang Wolio, arah tidur yang demikian dianggap baik karena letak kiblat ke arah barat timur berarti seakan-akan kita menjunjung kiblat. Jangankan sembahyang kita harus menghadap kiblat, tidurpun diabadikan untuk searah dengan kiblat. Begitu pun sebaliknya, jika arah tidur berlawanan berarti sama halnya menempatkan kaki di bagian kiblat, selnjutnya jika arah tidur arah utaraselatan dianggap tidak baik karena arah tersebut adalah arah orang sedang dikuburkan atau orang yang telah meninggal dunia.
32
ISSN : 1411-1608
Dinamika Kebudayaan Vol. XI No. 1, 2009
Ungkapan ini memakai kata “mempodoakea umuruta” karena dengan kata ini orang merasa takut untuk melakukan arah tidur yang tidak dianjurkan. Bila mengikuti arah tidur yang dianjurkan oleh orang tua maka kelihatannya kita lebih menghargai dan mencintai kiblat. Kemudian dengan kata itu pula orang akan selalu ingat dengan kematian. Dengan demikian makna yang terkandung dalam ungkapan ini adalah suatu nasihatkepada anak agar selalu ingat kematian. Dengan ingat kematian berarti ingat kepada tuhan. Hal ini sangat perlu apalagi menjelang tidur. Pepali posorumba malo. Roonamo masembakea tamarawu “Pemali menjahit pada malam hari. Nanti cepat rahun“. Salah satu pekerjaan yang pantangan untuk di laksanakan pada malam hari adalah menjahit. Menurut pandangan masyarakat wolio menjahit pada malam hari itu di khawatirkan tangan ataupun jari akan tertusuk karena tidak jelas melihat ujung jarum mesi yang pada akhirnya menyebabkan pekerjaan yang lain tidak dapat diselesaikan akibat dari tusukan jarum tersebut. Bila di tinjau dari segi adat. Menjahit pada malam hari dapat menganggu orang yang sedang istirahat atau sedang tidur malam karena mendengar bunyi mesin jahit yang keras. Selanjutnya bila ditinjau dari segi kesehatan, menjahit pada malam hari dapat mengakibatkan syaraf mata dan tulang-tulang belakang terasa sakit, dengan demikian dapat menyebabkan kesehatan terganggu. Kemudian ditinjau dari segi agama, menjahit pada malam hari dapat menggamgu orang yang sedang melaksanakan sholat. Selanjutnya orang yang menjahit pada malam hari kemungkinan lupa melaksanakan sholat karena terlalu serius menjahit. Ungkapan ini memakai kata masembakea tamarawu “ agar anak dapat menghargai orang yang sedang istirahat pada malam hari. Dengan demikian makna yang terkandung dalam ungkapan ini adalah suatu larangan kepada anak agar tidak melakukan pekerjaan yang menganggu ketenangan orang disekitarnya. Pepali landaki aena mia, roonnamo mateakea yemata “Pemali menginjak kaki orang, nanti ibumu meninggal“. Menurut adat masyarakat wolio. Menginjak kaki orang merupakan pantangan karena orang dapat menggangap sebagai anak yang tidak mengetahui adapt serta dapat menimbulkan pertengkaran. Menginjak kaki orang secara tidak sengaja dapat dimaklumi atau dimaafkan karena seseorang mengetahui adat kesopanan tentu merasa bersalah atau berdosa
33
ISSN : 1411-1608
Dinamika Kebudayaan Vol. XI No. 1, 2009
jika sedang menginjak kaki orang. Berbeda dengan anak yang tidak mengetahui adat kesopanan, menginjak kaki orang dianggap hal yang biasa. Ungkapan ini memakai kata” mateakea yinata” artinya ibumu meninggal agar menjadi perhatian anak untuk tidak membiasakan diri menginjak kaki orang . karena tak seorang pun yang anak yang ingin cepat kehilangan ibunya (meninggal). Jadi makna yang terkandung dalam ungkapan pemali ini adalah menasehati anak agar selalu bersikap sopan kepada orang lain, dalam hal in tidak menjadikan kebiasaan menginjak kaki orang. KESIMPULAN Masyarakat Wolio dalam melakukan suatu pola hidup yang baik sering menggunakan ungkapanungkapan. Salah satu ungkapan yang dimaksud adalah ungkapan pemali. Ungkapan pemali dituturkan oleh penuturnya dengan bentuk instruktif dan imperative dengan maksud agar mendengarnya mengetahui nilai-nilai yang baik dan nilai-nilai yang buruk. Makna yang terkandung dalam ungkapan pemali berupa masihat atau larangan yang diungkapkan secara wajar dan terkadang diungkapkan dengan kata-kata kias. DAFTAR PUSTAKA Alfian (Ed). 1985. Persepsi Masyarakat tentang Kebudayaan. Jakarta: Gramedia. Atmazaki. 1986. Ilmu Sastra (Teori dan Terapan) Bandung: Angkasa Raya. Badudu, J.S. 1972. Kamus Ungkapan. Bandung: Prima Dananjaya, James. 1984. Foklor Indonesia. Jakarta: Grafiti Pres. Gaffar, Abidin Zaenal. 1991. Struktur Sastra Lisan Serawai. Jakarta: Depdikbud. Hasan. Fuad. 1986. Renungan Budaya. Jakarta: Balai Pustaka. Hutomo, Suripan. 1991. Mutiara yang TerlupakaN. Jawa Timur: Hiski. Kridalaksana, Harimukti.1984. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia. Linton, R. 1940. “Acculturation” Dalam R. Linton. (Ed) Acculturation in Seven American Indian Tribes. Glouster, Mass: Peter Smith. Moeliono, Anton (ed). 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia. Odgen, C.K. and I.A. Richards. 1923. The Meaning of Meaning. London: Kagen Pane.
34
ISSN : 1411-1608
Dinamika Kebudayaan Vol. XI No. 1, 2009
Sibarani, Robert. 1992. Hakikat Bahasa. Bandung: PT Citra Aditya Bakti. Spradley, James. 1997. Metode Etnografi. (Diterjemahkan oleh Misbach Zuefa Elizabeth). Yogyakarta: PT Tiara Wacana. Suwondo, Bambang. 1976. Adat Yogyakarta.Depdikbud.
Istiadat
Daerah
Istimewa
Tarno. 1985. Sastra Lisan Dawan. Jakarta: Depdikbud. Taylor, E.B. 1990. Primitive Culture: Ressearches into the Devolopment of Mythology, Philosopdy, Religion, Art, and Custom. London: John Muray ( Publishers) Ltd.
http://isjd.pdii.lipi.go.id/index.php/search.html?act=tampil&id=91549&idc=6
35