SKRIPSI
PERANAN INVESTASI PEMERINTAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI KABUPATEN BUTON UTARA PROVINSI SULAWESI TENGGARA
Oleh RAHMAWATI Stb. B1 A1 11 084
JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS HALUOLEO KENDARI 2016
SKRIPSI
PERANAN INVESTASI PEMERINTAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI KABUPATEN BUTON UTARA PROVINSI SULAWESI TENGGARA
Oleh RAHMAWATI Stb. B1 A1 11 084
JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS HALUOLEO KENDARI 2016
PERANAN INVESTASI PEMERINTAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI KABUPATEN BUTON UTARA PROVINSI SULAWESI TENGGARA
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Gelar Sarjana Pada Jurusan Ilmu Ekonomi
Oleh RAHMAWATI Stb. B1 A1 11 084
JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS HALUOLEO KENDARI 2016 Tanggal 29 februari 2016
KATA PENGANTAR Puji dan syukur senantiasa penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi serta penulisan skripsi ini dengan judul Peranan Investasi Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Buton Utara yang ditujukan untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Haluoleo. Penghargaan sebesar-besarnya saya persembahkan kepada kedua orang tuaku yang kucintai dan kusayangi (Bapak Naimuddin. S dan Ibu Zauna) yang selalu memberikan dukungan baik moril maupun materi yang tiada mampu terbalas kecuali dengan doa dan bakti yang tulus kepada keduanya. Tak lupa pula kepada kakak - kakakku, adikku, dan seluruh keluarga yang senantiasa memberikan motivasi, doa dan semangat kepada saya dalam mengenyam pendidikan sejak kecil. Dalam menyelesaikan tugas ini, penulis banyak mendapat bantuan baik bersifat bimbingan, petunjuk maupun kesempatan berdiskusi. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat : 1.
Bapak Prof. Dr. Ir. Usman Rianse, MS selaku Rektor Universitas Haluoleo.
2.
Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Haluoleo.
3.
Ibu Dr. Rosnawintang,SE. M.Si. selaku Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Haluoleo,
vi
4. Ibu Heppi Millia,SE.MS selaku pembimbing pertama yang banyak memberikan masukan yang sangat berharga kepada saya dalam menyusun skripsi ini. 5. Bapak La Tondi,SE.M.Si selaku pembimbing Kedua
yang banyak
memberikan masukan dan koreksi yang sangat berharga kepada saya dalam penyusunan skripsi ini. 6. Bapak dan Ibu Dosen pengajar di Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Haluoleo Kendari yang selalu memberikan ilmunya dengan baik dan telah membantu selama proses perkuliahan. 7. Seluruh Staf dan Pegawai di lingkungan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Haluoleo yang telah memberikan banyak bantuan dan pelayanan yang baik kepada saya mulai saat pengajuan judul skripsi sampai skripsi ini rampung, dan juga bentuan materil dan non materil. 8. Terima kasih yang sebesar- besarnya buat Sahabat Hatiku “Orang Tuaku” Tercinta yang telah menemani saya dikala senang maupun susah, banyak memberikan masukkan
dan dorongan serta
menemani
saya dalam
menyelesaikan studiku, Terima kasih ayah dan ibu atas doa dan dukungannya selama ini sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini. 9. Terima kasih buat semua keluargaku yang selalu menyayangi dan memotivasi saya untuk menjadi anak yang lebih baik. 10. Teman-teman se-angkatan 11 terutama buat Rudi, dewi, ita, una dan yang lain-lain yang tidak sempat saya sebutkan namanya, terimakasih atas doa dan
vii
dukungannya, yang selalu menyayangi saya, memberikan motivasi dan dukungan kepada saya selama ini. Dengan penuh kerendahan hati, penulis menyadari masih adanya kekurangan karena keterbatasan ilmu pengetahuan dan pengalaman yang dimilki penulis. Namun dengan keterbatasan penulisan skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang memerlukan.
Kendari,
April 2016
Penulis
viii
ABSTRAK
RAHMAWATI, Peranan Investasi Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Buton Utara, di Bimbing oleh Heppi Millia dan La Tondi. Investasi Pemerintah adalah penempatan sejumlah dana dan/atau barang oleh pemerintah pusat dalam jangka panjang untuk investasi pembelian surat berharga dan investasi langsung, yang mampu mengembalikan nilai pokok ditambah dengan manfaat ekonomi, sosial, dan/atau manfaat lainnya dalam jangka waktu tertentu. Penelitian ini bertujuan Untuk mengetahui Bagaimana perkembangan investasi pemerintah di Kabupaten Buton Utara dan Berapa besar peranan investasi pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Buton Utara selama kurun waktu 2009-2013. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka disimpulkan bahwa: 1. Perkembangan investasi pemerintah di Kabupaten Buton Utara dari tahun 2009-2013 mengalami Fruktuasi setiap tahun yaitu sebesar Rp. 143,481.05 juta menjadi Rp. 204,430.73 juta. Walaupun sempat mengalami penurunan di tahun 2011 yaitu sebesar Rp. 155,780.57 juta di bandingkan tahun sebelumnya. 2. Peranan investasi pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Buton Utara pada tahun 2009-2013 tidak cukup besar dalam pertumbuhan yang ada di Kabupaten Buton Utara, karena tidak signifikan.
Kata Kunci : investasi pemerintah, Pertumbuhan Ekonomi, PDRB
ix
ABSTRACT RAHMAWATI, Role of Government Investment Against Economic Growth in North Buton, in Guided by Heppi Millia and La Tondi. Government investment is the placement of the funds and / or goods by the central government in the long run to purchase investment securities and direct investment, which is able to return the principal amount plus the related economic benefits, social, and / or other benefits in a given time period. This study aims to find out How government investment in the development of North Buton and How big a role the government investment to economic growth in North Buton during the period 2009-2013. Based on the results of research and discussion, it was concluded that: 1.The development of government investment in North Buton from year 2009 to 2013 experienced Fruktuasi every year is Rp. 143,481.05 million to Rp. 204,430.73 million. Despite a decline in 2011 is Rp. 155,780.57 million compared to the previous year. 2. The role of government investment to economic growth in North Buton in the year 2009 to 2013 is not large enough in growth in North Buton, because it is not significant.
Keywords: government investment, economic growth, the GDP
x
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN SAMPUL DEPAN .............................................................................i HALAMAN SAMPUL DALAM ...........................................................................ii HALAMAN PERSETUJUAN ..............................................................................iii HALAMAN PENETAPAN PENGUJI…………………………………………..iv KATA PENGANTAR …………………………………………………………....v HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN………………………...vi ABSTRAK .............................................................................................................ix DAFTAR ISI .....................................................................................................….xi DAFTAR TABEL ............................................................................................…xiv DAFTAR GAMBAR .......................................................................................….xv BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.........................................................................................1 1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................4 1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................................4 1.4 Manfaat Penelitian ..................................................................................5 1.5 Ruang Lingkup Penelitian .......................................................................5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritik.....................................................................................6 2.1.1 Pengertian Investasi ........................................................................6 2.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Investasi .................................7 2.1.3 Hubungan Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi…………………8 2.1.4 Teori Pertumbuhan Ekonomi…………………………………….11 2.1.4.1 Teori Ekonomi Klasik……………………………………11 2.1.4.2 Teori Schumpeter………………………………………...13 2.1.4.3 Teori Harrod-Domar……………………………………..14 2.1.4.4 Teori Neo-Klasik…………………………………………15 xi
2.1.5 Peranan Pemerintah Dalam Pertumbuhan Ekonomi……….……...16 2.1.6 Investasi Pemerintah………………………………………………18 2.1.7 Peranan Pemerintah Dalam Pengembangan Investasi…………….22 2.1.8 Kebijaksanaan dan Prosedur Penanaman Modal………………….24 2.1.9 Pengertian Pertumbuhan Ekonomi………………………………..26 2.1.10 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi…….27 2.1.11 Pengertian Pendapatan Regional………………………………...30 2.2 Penelitian Terdahulu .............................................................................33 2.3 Kerangka Pemikiran ..............................................................................37 2.4 Hipotesis penelitian ...............................................................................39 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................40 3.2 Rancangan Penelitian ............................................................................40 3.3 Jenis dan Sumber Data ..........................................................................40 3.3.1 Jenis Data .....................................................................................40 3.3.2 Sumber data ..................................................................................40 3.4 Definisi Operasinal Variabel .................................................................41 3.5 Analisis Data .........................................................................................41 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum …………………...……………...............................43 4.1.1 Kondisi Demografi ……………………………………………..43 4.1.2 Keadaan Tenaga…………………………………………………46 4.1.3 Perkembangan APBD …………...…………………………….....47 4.2 Hasil Penelitian ……………….............................................................49 4.2.1 Perkembangan PDRB di Kabupaten Buton Utara ......................50 4.2.2 Perkembangan Belanja Modal Kabupaten Buton Utara..........…52 4.2.3 Peranan Investasi Pemerintah Terhadap Perekonomian Daerah..55 4.3 Pembahasan…........................................................................................57 xii
4.3.1 Perkembangan Investasi Pemerintah di Kabupaten Buton Utara.58 4.3.2 Peranan Investasi Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi.59 BAB 5 PENUTUP 5.1 Kesimpulan ...........................................................................................61 5.2 Saran .....................................................................................................61 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
xiii
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
4.1 Penduduk Kabupaten Buton Utara Berdasarkan Struktur Umur....................44 4.2 PDRB Kabupaten Buton Utara AHK .............................................................50 4.3 Perkembangan Total Dana Investasi Kabupaten Buton Utara ........................54
xiv
iv
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
2.1 Kerangka Pemikiran ........................................................................................38
xv
iv
1
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pembangunan ekonomi suatu daerah pada hakekatnya merupakan suatu rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara sadar dan terus menerus untuk mewujudkan keadaan yang lebih baik secara bersama-sama dan berkesinambungan. Dalam kerangka itu, Pembangunan ekonomi juga untuk memacu pemerataan Pembangunan dan hasil- hasilnya dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat. Salah satu indikator yang biasanya digunakan untuk mengukur Pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu daerah adalah pertumbuhan ekonomi. Walaupun indikator ini mengukur tingkat pertumbuhan output dalam suatu perekonomian, namun sesungguhnya juga memberikan indikasi tentang sejauh mana aktivitas perekonomian yang terjadi pada suatu periode tertentu telah menghasilkan peningkatan pendapatan bagi masyarakat. Menumbuhkan kegiatan ekonomi untuk menciptakan stabilitas pembangunan kehidupan bangsa dan pertumbuhan ekonomi, dibutuhkan sumber pembiayaan tidak hanya berasal dari pemerintah melalui Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Tetapi juga dibutuhkan pembiayaan dari sumber lain dari sektor swasta misalnya investasi untuk membiayai dan menggerakkan program pembangunan yang telah direncanakan dalam agenda program pembangunan nasional maupun daerah.
1
2
Dalam mewujudkan tujuan nasional bangsa Indonesia jangka panjang yaitu masyarakat yang adil dan makmur perlu diiringi dengan perluasan pembangunan pada berbagai aspek. Sehubungan dengan itu, maka perlu untuk dibarengi dengan usaha untuk mendapatkan dari berbagai sumber dalam membiayai pelaksanaan di tingkat nasional dan daerah. Investasi sebagai salah satu kegiatan ekonomi untuk membiayai berbagai program pembangunan, baik untuk kepentingan kalangan dunia usaha maupun pemerintah, sangat diperlukan untuk mewujudkan tujuan pembangunan yang berkesinambungan dan memiliki manfaat bagi masyarakat secara umum. Peran pemerintah daerah dapat dijalankan melalui salah satu instrumen kebijakan, yaitu pengeluaran pemerintah (baik belanja rutin maupun pembangunan dan atau pemeliharaan dan belanja modal), dimana pengeluaran pemerintah mencerminkan biaya yang harus dikeluarkan oleh pemerintah untuk melaksanakan kebijakan tersebut. Pengeluaran pembangunan (dan atau belanja modal dan pemeliharaan) merupakan pengeluaran pemerintah untuk pelaksanaan proyek-proyek terdiri dari sektor-sektor pembangunan dengan tujuan untuk melakukan investasi. Belanja modal pemerintah Kabupaten Buton Utara pada tahun 2009 sampai 2013 mengalami peningkatan yang cukup positif , tetapi di tahun 2011 mengalami penurunan belanja modal sebesar 155,780.57 Juta rupiah di bandingkan pada tahun sebelumnya yaitu di tahun 2010 sebesar 161,954.23 Juta rupiah, namun dari tahun ke tahun belanja modal pemerintah Kabupaten Buton Utara secara signifikan
3
berpengaruh terhadap peningkatan laju pertumbuhan ekonomi. (sumber: Realisasi APBD tahun 2009-2013) (diolah). Dari jumlah belanja modal Kabupaten Buton Utara, maka analisis pertumbuhan ekonomi regional memberikan gambaran membaiknya perekonomian Kabupaten Buton Utara. Hal ini di cerminkan dari Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Buton Utara yang ditunjukkan oleh kenaikan nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan 2000. PDRB Kabupaten Buton Utara atas dasar harga konstan pada tahun 2009 sebesar Rp 334.365,56 juta, pada tahun 2010 meningkat menjadi Rp 364.914,45 juta. Pada tahun 2011 dan 2012 meningkat lagi masing-masing menjadi Rp 398.964,79 juta dan Rp 431.459,88 juta. Selanjutnya pada tahun 2013 sebesar Rp. 472262,68 juta atau tumbuh sebesar 10,56 persen pada tahun 2009; 9,14 persen tahun 2010, 9,33 persen tahun 2011, 8,14 tahun 2012 dan 9,46 tahun 2013.(Buton Utara dalam Angka,2014). Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Buton Utara pada tahun 2013 didukung oleh pertumbuhan sektornya yang seluruhnya mengalami pertumbuhan positif. Adapun sektor yang tumbuh positif secara berurutan dari yang tertinggi sebagai berikut: sektor pertambangan dan penggalian 22,1 persen; sektor konstruksi/ bangunan 19,59 persen; sektor listrik, gas dan air bersih 18,62 persen; sektor pengangkutan dan komunikasi 17,92 persen; sektor industri pengolahan 13,36 persen; sektor perdagangan, hotel dan restoran 12,67 persen; sektor keuangan, persewaan dan
4
jasa perusahaan 10,81 persen; sektor jasa-jasa 6,2 persen; sektor pertanian 5,31 persen. Dari latar belakang tersebut, penulis tertarik mengadakan penelitian dengan judul “Peranan Investasi Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Kabupatan Buton Utara” 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dari latar belakang yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana perkembangan investasi pemerintah di Kabupaten Buton Utara selama kurun waktu 2009-2013? 2. Berapa besar peranan investasi pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Buton Utara selama kurun waktu 2009-2013? 1.3 Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui perkembangan investasi pemerintah di Kabupaten Buton Utara selama kurun waktu 2009-2013 2. Untuk mengetahui Berapa besar peranan investasi pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Buton Utara selama kurun waktu 20092013
5
1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi pemerintah dapat menjadi bahan masukan dalam merumuskan kebijakan pemerintah dan menetapkan berbagai program pembangunan di kabupaten Buton Utara, khususnya yang berkaitan dengan permasalahan investasi pemerintah. 2. Bagi sektor swata dapat menjadi bahan informasi untuk mengetahui berbagai investasi yang telah dilakukan serta peluang-peluang investasi di masa yang akan datang. 3. Bagi perguruan tinggi dapat menjadi bahan perbandingan dan rujukan dalam melakukan penulisan/penelitian selanjutnya yang relevan. 1.5 Ruang lingkup Penelitian Dalam penelitian ini ruang lingkup penelitian di batasi pada: 1. Peranan investasi pemerintah terhadap pertumbuhan dimana peranan tersebut dilihat dari investasi pemerintah terhadap Belanja Modal Kabupaten Buton Utara periode 2009-2013 2. Perkembangan investasi pemerintah yang dilihat dari APBD ( Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) Kabupaten Buton Utara periode 2009-2013
6
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Landasan Teoritik
2.1.1
Pengertian Investasi Investasi merupakan penanaman modal pada suatu perusahaan dalam rangka
untuk menambah barang-barang modal dan perlengkapan produksi yang sudah ada supaya menambah jumlah produksi. Penanaman modal dalam bentuk investasi ini dapat berasal dari dua sumber, yaitu penanaman modal dalam negeri dan penanaman modal luar negeri. Investasi yang naik dari tahun ketahun akan menyebabkan penyerapan angkatan kerja yang bekerja akan semakin besar karena dengan tingginya investasi maka proses produksi naik dan semakin banyak membutuhkan angkatan kerja yang bekerja (Sukirno,2000). Sebagian ahli ekonomi memandang bahwa pembentukan investasi merupakan faktor penting yang bertanggung jawab terhadap pertumbuhan dan pembangunan ekonomi suatu negara. Ketika pengusaha atau individu atau pemerintah melakukan investasi, maka ada sejumlah modal yang ditanam atau dikeluarkan, atau ada sejumlah pembelian barang-barang yang tidak dikonsumsi, tetapi digunakan untuk produksi, sehingga menghasilkan barang dan jasa di masa akan datang. Investasi dalam peralatan modal atau pembentukan modal tidak saja dapat meningkatkan faktor produksi atau pertumbuhan ekonomi, namun juga dapat memberikan kesempatan kerja bagi masyarakat. Dalam hal ini, jumlah pengangguran tentunya akan turun. 6
7
Suatu negara akan berkembang secara dinamis jika investasi yang dikeluarkan jauh lebih besar daripada nilai penyusutan faktor-faktor produksinya. Negara yang memiliki Investasi yang lebih kecil daripada penyusutan faktor produksinya akan cenderung mengalami perekonomian yang stagnasi. Dimana Stagnation merupakan suatu kondisi perekonomian dengan laju pertumbuhan yang lambat dan bahkan bisa nol. Kondisi ini dapat menimbulkan terjadinya pengangguran dalam jumlah yang relatif besar. Kondisi yang sangat tidak diinginkan adalah kondisi stagnasi yang diikuti dengan adanya inflasi yang tinggi pula, sehingga perekonomian negara menjadi stagflasi. 2.1.2
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Investasi Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tingkat investasi yaitu:
1). Pengaruh Tingkat Suku Bunga Apabila tingkat bunga naik, maka investor saham akan menjual seluruh atau sebagian sahamnya untuk dialihkan ke dalam investasi lainnya yang relatif lebih menguntungkan dan bebas resiko, akibatnya indeks akan turun. Sebaliknya bila tingkat bunga turun, maka masyarakat akan mengalihkan investasinya pada saham yang relatif lebih profitable dan akibatnya indeks akan naik. Dengan demikian tingkat bunga akan memberikan pengaruh negatif terhadap indeks saham. 2).Pengaruh Tingkat Inflasi Tingkat inflasi berpengaruh negatif pada tingkat investasi hal ini disebabkan karena tingkat inflasi yang tinggi akan meningkatkan resiko proyek-proyek investasi
8
dan dalam jangka panjang inflasi yang tinggi dapat mengurangi rata-rata masa jatuh pinjam modal serta menimbulkan distrosi informasi tentang harga-harga relatif. 3). Tingkat Pendapatan Nasional Dengan adanya tingkat pendapatan yang tinggi maka akan mendorong permintaan terhadap barang dan jasa, sehingga keuntungan perusahaan akan bertambah dan akan mendorong kegiatan investasi yang lebih banyak, jika pendapatan nasional bertambah maka nilai pasar investasi akan bertambah pula. 4).Pengaruh Infrastruktur Pembangunan kembali infrastruktur tampaknya menjadi satu alternatif pilihan yang dapat diambil oleh pemerintah dalam rangka menanggulangi krisis. Pembangunan infrastruktur akan menyerap banyak tenaga kerja yang selanjutnya akan berpengaruh pada meningkatnya gairah ekonomi masyarakat. Dengan infrastruktur yang memadai, efisiensi yang dicapai oleh dunia usaha akan makin besar dan investasi yang didapat semakin meningkat. 5). Keuntungan yang Akan Diperoleh Dengan berinvestasi, maka masyarakat akan mendapatka keuntungan yang lebih banyak daripada menabung biasa.Selain itu juga dapat meningkatkan modal dan keuntungan bagi perusahaan. 2.1.3. Hubungan Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan proses berkelanjutan merupakan kondisi utama bagi kelangsungan pembangunan ekonomi. Untuk mencapai
9
pertumbuhan ekonomi tersebut sangat dibutuhkan sumber pembiayaan guna mendorong dunia usaha, salah satunya melalui realisasi investasi. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan mempengaruhi investasi, khususnya penanaman modal asing karena pertumbuhan ekonomi menjadi salah satu indikator makroekonomi yang menjadi dasar penilaian investor. Investasi penanaman modal asing, jika dikelolah dengan baik maka akan mendapat kontribusi yang positif. Pesatnya aliran modal merupakan kesempatan baik guna memperoleh pembiayaan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Dalam teori ekonomi pembangunan diketahui bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi dan investasi mempunyai hubungan timbal balik yang positif. Hubungan timbal balik tersebut terjadi oleh karena di satu pihak, semakin tinggi pertumbuhan ekonomi suatu negara, berarti semakin besar bagian dari pendapatan yang bisa ditabung, sehingga investasi yang tercipta akan semakin besar pula. Dalam kasus ini, investasi merupakan fungsi dari pertumbuhan ekonomi. Di lain pihak, semakin besar investasi suatu negara, akan semakin besar pula tingkat pertumbuhan ekonomi yang bisa dicapai. Dengan demikian, pertumbuhan merupakan fungsi Investasi. Secara teori, PMA berpengaruh positif terhadap pembangunan ekonomi atau pertumbuhan ekonomi pada khususnya di negara tuan rumah lewat beberapa jalur. Pertama, lewat pembangunan pabrik-pabrik baru (PP) yang berarti juga penambahan output atau produk domestic bruto (PDB), total ekspor (X) dan kesempatan kerja (KK). Ini adalah suatu dampak langsung. Pertumbuhan X berarti penambahan
10
cadangan devisa (CD) yang selanjutnya peningkatan kemampuan dari negara penerima untuk membayar utang luar negeri (ULN) dan impor (M). Kedua, masih dari sisi suplai, namun sifatnya tidak langsung, adalah sebagai berikut: adanya PP baru berarti ada penambahan permintaan di dalam negeri terhadap barang-barang modal, barang-barang setengah jadi, bahan baku dan input-input lainnya. Jika permintaan antara ini sepenuhnya dipenuhi oleh sektor-sektor lain (SSL) di dalam negeri (tidak ada yang diimpor), maka dengan sendirinya efek positif dari keberadaan atau kegiatan produksi di pabrik-pabrik baru tersebut sepenuhnya dinikmati oleh sektor-sektor domestik lainnya; jadi output di SSL tersebut mengalami pertumbuhan. Ini berarti telah terjadi suatu efek penggandaan dari keberadaan PMA terhadap output agregat di negara penerima. Dalam kata lain, semakin besar komponen M dari sebuah proyek PMA. Ketiga, peningkatan kesempatan kerja akibat adanya pabrik-pabrik baru tersebut berdampak positif terhadap ekonomi domestik lewat sisi permintaan: peningkatan kesempatan kerja menambah kemampuan belanja masyarakat dan selanjutnya meningkatkan permintaan di pasar dalam negeri. Sama seperti kasus sebelumnya, jika penambahan permintaan konsumsi tersebut tidak serta merta menambah impor, maka efek positifnya terhadap pertumbuhan output di sektor-sektor domestik sepenuhnya terserap. Sebaliknya, jika ekstra permintaan konsumsi tersebut adalah dalam bentuk peningkatan impor, maka efeknya nihil. Bahkan jika pertumbuhan impor lebih pesat
11
daripada pertumbuhan ekspor yang disebabkan oleh adanya PMA, maka terjadi defisit neraca perdagangan. Ini berarti kehadiran PMA memberi lebih banyak dampak negatif daripada dampak positif terhadap negara tuan rumah. Implikasi kebijakan dari adanya hubungan timbal balik antara tingkat investasi dan tingkat pendapatan tersebut adalah pada pembuatan proyeksi/per-kiraan kebutuhan investasi tahunan dan target pertumbuhan ekonomi. Dengan memegang asumsi bahwa hubungan timbal balik tersebut terjadi, maka dalam membuat proyeksi investasi harus mem-perhitungkan variabel pertumbuhan ekonomi; dan sebaliknya dalam mempro-yeksikan angka pertumbuhan ekonomi, variabel investasi harus dijadikan salah satu faktor penentu. 2.1.4. Teori Pertumbuhan Ekonomi 2.1.4.1 Teori Ekonomi Klasik Menurut pandangan ahli-ahli ekonomi klasik ada empat faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, yaitu : jumlah penduduk, jumlah stok barangbarang modal, luas tanah dan kekayaan alam, serta tingkat teknologi yang digunakan. Walaupun menyadari bahwa pertumbuhan ekonomi tergantung pada banyak faktor, ahli-ahli ekonomi klasik terutama menitikberatkan perhatiaannya kepada pengaruh pertambahan penduduk pada pertumbuhan ekonomi. Menurut pandangan ahli-ahli ekonomi klasik hukum hasil tambahan yang semakin berkurang akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Ini berarti pertumbuhan ekonomi tidak akan terus menerus berlangsung. Pada permulaannya,
12
apabila penduduk sedikit dan kekayaan alam relatif berlebihan, tingkat pengembalian modal dari investasi yang dibuat adalah tinggi. Maka pengusaha akan mendapat keuntungan yang besar. Ini akan menimbulkan investasi baru, dan pertumbuhan ekonomi terwujud. Keadaan seperti ini tidak akan terus menerus berlangsung. Apabila penduduk sudah terlalu banyak, pertambahannya akan menurunkan tingkat kegiatan ekonomi karena produktivitas setiap penduduk telah menjadi negatif. Maka kemakmuran masyarakat menurun kembali. Ekonomi akan mencapai tingkat kemakmuran yang sangat rendah. Apabila keadaan ini dicapai, ekonomi dikatakan telah mencapai keadaan tidak berkembang (Stasionary State). Pada keadaan ini pendapatan pekerja hanya mencapai tingkat cukup hidup (subsistence). Menurut pandangan ahli-ahli ekonomi klasik setiap masyarakat tidak akan mampu menghalangi terjadinya keadaan tidak berkembang tersebut. Teori pertumbuhan ekonomi klasik melihat bahwa apabila terdapat kekurangan penduduk, produksi marginal adalah lebih tinggi daripada pendapatan perkapita. Maka pertambahan penduduk akan menaikkan pendapatan perkapita. Akan tetapi apabila pemduduk sudah semakin banyak, hukum hasil tambahan yang semakin berkurang akan mempengaruhi fungsi produksi, yaitu produksi marginal akan mulai mengalami penurunan. Oleh karenanya pendapatan nasional dan pendapatan perkapita menjadi semakin lambat pertumbuhannya. Penduduk yang terus bertambah akan menyebabkan pada suatu jumlah penduduk yang tertentu produksi marginal telah sama dengan pendapatan perkapita.
13
Pada keadaan ini pendapatan perkapita mencapai nilai yang maksimum. Jumlah penduduk pada waktu itu dinamakan penduduk optimum. 2.1.4.2 Teori Schumpeter Teori Schumpeter menekankan tentang pentingnya peranan pengusaha di dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi. Dalam teori itu ditunjukkan bahwa para pengusaha merupakan golongna yang akan terus menerus membuat pembaharuan atau inovasi dalam kegiatan ekonomi. Inovasi tersebut meliputi: memperkenalkan barang-barang baru, mempertinggi efisiensi dalam memproduksikan suatu barang, memperluas pasar suatu barang ke pasaran-pasaran yang baru, mengembangkan sumber bahan mentah yang baru dan mengadakan perubahan-perubahan dalam organisasi perusahaan dengan tujuan mempertinggi keefisienan kegiatan perusahaan. Berbagai kegiatan inovasi ini akan memerlukan investasi baru. Di dalam mengemukakan teori pertumbuhannya Schumpeter memulai analisanya dengan memisahkan bahwa perekonomian sedang dalam keadaan tidak berkembang. Tetapi keadaan ini tidak akan berlangsung lama. Pada waktu keadaan tersebut berlaku, segolongan pengusaha menyadari tentang berbagai kemungkinan untuk mengadakan inovasi yang menguntungkan. Didorong oleh keinginan memperoleh keuntungan dari mengadakan pembaharuan tersebut, merekan akan meminjam modal dan akan melakukan peminjaman modal. Investasi yang baru ini akan meninggikan tingkat kegiatan ekonomi negara. Maka pendapatan masyarakat akan bertambah dan tingkat konsumsi menjadi bertambah tinggi. Kenaikan tersebut
14
akan mendorong perusahaan-perusahaan lain untuk menghasilkan lebih banyak barang dan melakukan penanaman modal baru. Menurut Schumpeter makin tinggi tingkat kemajuan suatu ekonomi semakin terbatas kemungkinan untuk mengadakan inovasi. Maka pertumbuhan ekonomi akan menjadi bertambah lambat jalannya. Pada akhirnya akan mencapai tingkat “keadaan tidak berkembang” atau “stationary state”. Akan tetapi berbeda dengan pandangan klasik, dalam pandangan Schumpeter keadaan tidak berkembang itu dicapai pada tingkat pertumbuhan yang tinggi. Seperti telah diterangkan, menurut pandangan klasik tingkat tersebut dicapai pada waktu perekonomian telah berada kembali pada tingkat pendapatan subsisten, yaitu pada tingkat pendapatan yang sangat rendah. 2.1.4.3 Teori Harrod-Domar Teori pertumbuhan Harrod-Domar ini dikembangkan oleh dua ekonom sesudah Keynes yaitu Evsey Domar dan Sir Roy F. Harrod. Teori Harrod-Domar ini mempunyai asumsi yaitu: 1. Perekonomian dalam keadaan pengerjaan penuh (full employment) dan barang-barang modal yang terdiri dalam masyarakat digunakan secara penuh. 2. Perekonomian terdiri dari dua sektor yaitu sektor rumah tangga dan sektor perusahaan. 3. Besarnya tabungan proporsional dengan besarnya pendapatan nasional.
15
4. Kecenderungan untuk menabung (Marginal Propensity to Save = MPS) besarnya tetap, demikian juga ratio antara modal-output (Capital-Output Ratio atau COR) dan rasio pertambahan modal-output (Incremental CapitalOutput Rratio atau ICOR). Menurut Harrod-Domar, setiap perekonomian dapat menyisihkan suatu proporsi tertentu dari pendapatan nasionalnya jika hanya untuk mengganti barangbarang modal yang rusak. Namun demikian untuk menumbuhkan perekonomian tersebut, diperlukan investasi-investasi baru sebagai tambahan stok modal. Hubungan tersebut telah kita kenal dengan istilah rasio modal-output (COR). Dalam teori ini disebutkan bahwa, jika ingin tumbuh, perekonomian harus menabung dan menginvestasikan suatu proporsi tertentu dari output totalnya. Semakin banyak tabungan dan kemudian di investasikan, maka semakin cepat perekonomian itu akan tumbuh. 2.1.4.4 Teori Neo-Klasik Teori pertumbuhan neo-klasik dikembangkan oleh Solow (1970) dari Amerika Serikat dan Swan (1956) dari Australia. Model Solow-Swan menggunakan unsur pertumbuhan penduduk, akumulasi kapital, kemajuan teknologi, dan besarnya output yang saling berinteraksi. Selain itu, Solow-Swan menggunakan model fungsi produksi yang memungkinkan adanya substitusi antar kapital (K) dan tenaga kerja (L). Dengan demikian, syarat-syarat adanya pertumbuhan yang mantap dalam model Solow-Swan kurang restriktif disebabkan kemungkinan substitusi antara modal dan
16
tenaga kerja. Hal ini berarti adanya fleksibilitas dalam rasio modal output dalam rasio modal tenaga kerja. Teori Solow-Swan melihat bahwa dalam banyak hal mekanisme pasar dapat menciptakan keseimbangan sehingga pemerintah tidak perlu terlalu banyak mencampuri atau mempengaruhi pasar. Campur tangan pemerintah hanya sebatas kebijaksanaan fiskal dan kebijaksanaan moneter. Hal ini membuat teori mereka dan pandangan para ahli lainnya yang sejalan dengan pemikiran mereka dinamakan teori neo-klasik. Tingkat pertumbuhan berasal dari tiga sumber, yaitu akumulasi modal, bertambahnya penawaran tenaga kerja, dan peningkatan teknologi. Teknologi ini terlihat dari peningkatan skill atau kemajuan teknik sehingga produktivitas perkapita meningkat. Teori neo-klasik sebagai penerus dari teori klasik menunjukkan agar kondisi selalu diarahkan untuk menuju pasar sempurna. Dalam keadaan pasar sempurna, perekonomian bisa tumbuh maksimal. Sama seperti dalam model ekonomi klasik, kebijakan yang perlu ditempuh adalah meniadakan hambatan dalam perdagangan termasuk perpindahan orang, barang dan modal. Harus dijamin kelancaran arus barang, modal, tenaga kerja dan perlunya penyebaran luas informasi pasar. 2.1.5. Peranan Pemerintah Dalam Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Peranan penting pemerintah dalam pertumbuhan ekonomi di antaranya sebagai berikut :
17
1. Beberapa negara sedang berkembang mengalami ketidak stabilan sosial, politik, dan ekonomi. Ini merupakan sumber yang menghalangi pertumbuhan ekonomi. Adanya pemerintah yang kuat dan berwibawa menjamin terciptanya keamanan dan ketertiban hukum serta persatuan dan perdamaian di dalam negeri. Ini sangat diperlukan bagi terciptanya iklim bekerja dan berusaha yang merupakan motor pertumbuhan ekonomi. 2. Ketidakmampuan atau kelemahan sektor swasta melaksanakan fungsi entreprenurial yang bersedia dan mampu mengadakan akumulasi kapital dan mengambil inisiatif mengadakan investasi yang diperlukan untuk memonitori proses pertumbuhan. 3. Pertumbuhan ekonomi merupakan hasil akumulasi kapital dan investasi yang dilakukan terutama oleh sektor swasta yang dapat menaikkan produktivitas perekonomian. Hal ini tidak dapat dicapai atau terwujud bila tidak didukung oleh adanya barang-barang dan pelayanan jasa sosial seperti sanitasi dan program
pelayanan
kesehatan
dasr
masyarakat,
pendidikan,
irigasi,
penyediaan jalan dan jembatan serta fasilitas komunikasi, program-program latihan dan keterampilan, dan program lainnya yang memberikan manfaat kepada masyarakat. 4. Rendahnya tabungan-investasi masyarakat (sektor swasta) merupakan pusat atau faktor penyebab timbulnya dilema kemiskinan yang menghambat pertumbuhan ekonomi. Seperti telah diketahui, hal ini karena rendahnya
18
tingkat pendapatan dan karena adanya efek demonstrasi meniru tingkat konsumsi di negara-negara maju olah kelompok kaya yang sesungguhnya bias menabung. 5. Hambatan sosial utama dalam menaikkan taraf hidup masyarakat adalah jumlah penduduk yang sangat besar dan laju pertumbuhannya yang sangat cepat. Program pemerintahlah yang mampu secara intensif menurunkan laju pertambahan penduduk yang cepat lewat program keluarga berencana dan melaksanakan
program-program
pembangunan pertanian
atau daerah
pedesaan yang bisa mengerem atau memperlambat arus urbanisasi penduduk pedesaan menuju ke kota-kota besar dan mengakibatkan masalah-masalah sosial, politis, dan ekonomi 6. Pemerintah dapat menciptakan semangat atau spirit untuk mendorong pencapaian pertumbuhan ekonomi yang cepat dan tidak hanya memerlukan pengembangan faktor penawaran saja, yang menaikkan kapasitas produksi masyarakat,
yaitu sumber-sumber
alam
dan manusia, kapital,
dan
teknologi;tetapi juga faktor permintaan luar negeri. Tanpa kenaikkan potensi produksi tidak dapat direalisasikan. 2.1.6. Investasi Pemerintah Investasi Pemerintah adalah penempatan sejumlah dana dan/atau barang oleh pemerintah pusat dalam jangka panjang untuk investasi pembelian surat berharga dan
19
investasi langsung, yang mampu mengembalikan nilai pokok ditambah dengan manfaat ekonomi, sosial, dan/atau manfaat lainnya dalam jangka waktu tertentu. Bentuk investasi: Investasi Langsung adalah penyertaan pemerintah pusat berupa dana dan/atau barang untuk membiayai kegiatan usaha. ketentuan investasi: (1) Investasi yang dilaksanakan oleh pemerintah dimaksudkan untuk memperoleh manfaat ekonomi, sosial, dan/atau manfaat lainnya. (2) Investasi
pemerintah
sebagaimana
bertujuan
untuk meningkatkan
pertumbuhan ekonomi dalam rangka memajukan kesejahteraan umum. Bentuk investasi pemerintah (1) Investasi pemerintah dilakukan dalam bentuk: a.investasi surat berharga; dan/atau b. investasi langsung. (2) Investasi sebagaimana dimaksud meliputi: a. investasi dengan can pembelian saham; dan/atau b. investasi dengan cara pembelian surat utang. Sumber Dana Investasi Pemerintah
Sumber dana investasi dapat berasal dari: a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; b. keuntungan investasi terdahulu;
20
c. dana/barang amanat pihak lain yang dikelola pemerintah; dan/atau d. sumber-sumber lainnya yang sah.
Menurut Standar Akuntansi Pemerintah (SAP), pengertian belanja modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang sifatnya menambah aset tetap/ inventaris yang memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi, termasuk di dalamnya adalah pengeluaran untuk biaya pemeliharaan yang sifatnya mempertahankan atau menambah masa manfaat, serta meningkatkan kapasitas dan kualitas aset. Dalam SAP, belanja modal dapat diaktegorikan ke dalam 5 (lima) kategori utama, yaitu: 1. Belanja Modal Tanah Belanja modal tanah adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/ pembelian/pembebasan, penyelesaian, balik nama dan sewa tanah, pengosongan, pengurugan, perataan, pematangan tanah, pembuatan sertifikat, dan pengeluaran lainnya sehubungan dengan perolehan hak atas tanah dan sampai tanah dimaksud dalam kondisi siap pakai. 2. Belanja Modal Peralatan dan Mesin Belanja modal peralatan dan mesin adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian, dan peningkatan kapasitas peralatan dan mesin, serta inventaris kantor yang memberikan manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan, dan sampai peralatan dan mesin dimaksud dalam kondisi siap pakai.
21
3. Belanja Modal Gedung dan Bangunan Belanja modal gedung dan bangunan adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian, dan termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan pembangunan gedung dan bangunan yang menambah kapasitas sampai gedung dan bangunan dimaksud dalam kondisi siap pakai. 4. Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan Belanja modal jalan, irigasi dan jaringan adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian/peningkatan pembangunan/ pembuatan serta perawatan, dan termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan jalan irigasi dan jaringan yang menambah kapasitas sampai jalan irigasi dan jaringan dimaksud dalam kondisi siap pakai. 5. Belanja Modal Fisik Lainnya Belanja modal fisik lainnya adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/ penambahan/penggantian/peningkatan pembangunan/pembuatan serta perawatan terhadap fisik lainnya yang tidak dapat dikategorikan ke dalam kriteria belanja modal tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, dan jalan irigasi dan jaringan. Termasuk dalam belanja ini adalah belanja modal kontrak sewa beli, pembelian barang-barang kesenian, barang purbakala dan barang untuk museum, hewan ternak dan tanaman, buku-buku, dan jurnal ilmiah.
22
2.1.7. Peranan Pemerintah Dalam Pengembangan Investasi Pemerintah mempunyai peranan penting dalam pengembangan investasi nasional, baik yang dilakukan oleh negara melalui APBD berupa investasi publik, maupun investasi yang dilakukan oleh swasta (private), domestik, maupun asing. Maka peran ini tidak boleh hilang, dibatasi atau tidak bisa dihalangi aau dihilangkan oleh alasan globalisasi, atau perdagangan bebas, ataupun alasan lainnya karena hakikat bernegara ada tiga hal yaitu: a.
Adanya wilayah
b.
Adanya rakyat yang diperjuangkan kepentingannya
c.
Adanya pemerintah yang berdaulat, baik ke dalam maupun ke luar Setiap kebijakan negara yang dibuat oleh pemerintah tidak terlepas dari
kepentingan nasional negara tersebut yang terdiri dari : a.
Kepentingan ekonomi
b.
Kepentingan pertahanan dan keamanan
c.
Kepentingan politik Peranan pemerintah dalam pengembangan investasi nasional sangat luas,
secara umum peran tersebut dapat dikelompokkan sebagai berikut :
23
1.
Peran Pengatur Peran pengatur adalah peran pemerintah sebagai penyelenggara negara di
bidang investasi. Karena strategisnya fungsi pemerintah sebagai penyelenggara negara, pemerintah perlu menetapkan a.
Investasi apa yang diperbolehkan;
b.
Investasi apa yang dianjurkan;
c.
Investasi apa yang dilarang;
d.
Investasi apa yang dapat dilakukan oleh asing;
e.
Investasi apa yang hanya boleh untuk UKM dan Koperasi;
f.
Investasi apa yang hanya boleh untuk BUMN;
g.
Investasi apa yang harus ada kemitraan dengan usaha lokal atau negara, dan seterusnya.
2.
Peran Pengarah Peran pengarah adalah peran dan tugas pemerintah dalam mengalokasikan atau
mengarahkan pemanfaatan sumber daya nasional secara efisien dan efektif. Bila peran ini dapat berjalan dengan baik, maka investasi nasional dapat memberikan kesejahteraan yang optimal bagi masyarakat. Peran pengarah ini diwujudkan dalam bentuk pengarahan untuk : a.
Investasi mana saja yang perlu dilindungi (protected) oleh negara
b.
Investasi mana saja yang perlu dibantu (assisted) oleh negara
c.
Investasi mana saja yang perlu didorong (promoted) pengembangannya
24
3.
Peran Pengawas Peran pengarah adalah peran dan tugas pemerintah dalam mengawasi
penggunaan sumber daya investasi nasional secara efisien dan efektif. Dalam mengawasi penggunaan sumber daya nasional ini, khususnya untuk sumber daya investasi berupa sumber daya alam dan sumber daya buatan (SDB), perlu dijaga dan dirawat dengan baik, agar dapat dimanfaatka oleh generasi berikutnya. 2.1.8. Kebijaksanaan dan Prosedur Penanaman Modal ( Investasi ) di Daerah Dalam rangka pengembangan investasi maka pemerintah telah berupaya menciptakan iklim investasi yang kondusif dengan melakukan deregulasi dan debirokratisasi secara terus menerus. Deregulasi tersebut menyentuh aspek-aspek yang berkaitan dengan penanaman modal seperti bidang usaha (sektoral), perizinan di pusat dan daerah dan Kabupaten. Sesuai dengan strategi dasar penananman modal dalam pembangunan jangka panjang kedua, maka pedoman kebijaksanaan penanaman modal dalam Repelita VI adalah: 1. Penanaman modal agar menyebar ke daerah-daerah dengan memberikan perhatian khusus terhadap kawasan timur Indonesia dan daerah tertinngal lainnya. 2. Penanaman modal diharapkan untuk terciptanya keterkaitan usaha antar sektor dan antar sub sektor, antara usaha skala besar, menengah dan kecil
25
berdasarkan
kemitraan
usaha
yang
saling
menunjang
saling
menguntungkan. 3. Penanaman modal diharapkan untuk dapat menciptakan kesempatan berusaha dan kesempatan kerja serta meningkatkan kemampuan berwirausaha 4. Penanaman modal didorong untuk menghasilkan barang modal, barang jadi dan setengah jadi serta untuk meningkatkan ekspor. 5. Penanaman
modal
diarahkan
menjadi
wahana
pengembangan
sumberdaya manusia, penelitian dan pengembangan serta penguasaan teknologi. 6. Penanaman modal diarahkan pasa kegiatan yang memanfaatkan secara optimal sumberdaya manusia dan sumberdaya alam terutama di bidang perkebunan, perikanan, peternakan, pertambangan dan kelautan serta kegiatan pengadaan prasarana penunjang seperti jalan, pembangkit tenaga listrik, transportasi laut maupun udara, air bersih, serta sarana dan prasarana lainnya dengan tetap berwawasan lingkungan. Berdasarkan pedoman kebijaksanaan penanaman modal tersebut, maka pemerintah daerah dalam upayanya memacu perkembangan investasi di daerah telah mengambil langkah-langkah kebijaksanaan melalui penyederhanaan perizinan daerah dan pemberian kemudahan kepada pengusaha swasta.
26
2.1.9. Pengertian Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan sebagai peningkatan output agregat atau pendapatan riil. Kedua peningkatan tersebut biasanya dapat dihitung perkapita atau selama jangka waktu yang cukup panjang sebagai akibat peningkatan penggunaan input. Berbeda pengertiannya dengan pembangunan ekonomi yang memiliki pengertian pertumbuhan ekonomi yang lebih luas baik dari segi struktur output, input, perubahan dalam teknik produksi, sikap dan perilaku sosial serta kerangka kelembagaan menuju kepada keadaan dan taraf hidup yang secara menyeluruh lebih baik. Dengan demikian jelas terlihat bahwa pertumbuhan ekonomi hanya merupakan salah satu aspek saja dari pembangunan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur prestasi ekonomi suatu negara. Dalam kegiatan ekonomi sebenarnya, pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan ekonomi fisik. Beberapa perkembangan ekonomi fisik yang terjadi disuatu Negara adalah pertambahan produksi barang dan jasa dan perkembangan infrastruktur. Semua hal tersebut biasanya diukur dari perkembangan pendapatan nasional riil yang dicapai suatu negara dalan periode tertentu. (Sumber: www.wikipedia.org) Pengukuran pertumbuhan ekonomi secara konvensional biasanya dengan menghitung peningkatan presentase dari Produk Domestik Bruto (PDB). PDB mengukur pengeluaran total dari suatu perekonomian terhadap berbagai barang dan jasa yang baru diproduksi pada suatu saat atau tahun serta pendapatan total yang
27
diterima dari adanya seluruh produksi barang dan jasa tersebut atau secara lebih rinci, PDB adalah nilai pasar dari semua diproduksi di suatu negara dalam kurun waktu tertentu (Mankiw, 2003) Pertumbuhan biasanya dihitung dalam nilai riil dengan tujuan untuk menghilangkan adanya inflasi dalam harga dan jasa yang diproduksi sehingga PDB riil mencerminkan perubahan kuantitas produksi. Untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi regional, digunakanlah data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dimana PDRB dapat didefinisikan sebagai nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh sistem perekonomian di suatu wilayah atau daerah dalam kurun waktu tertentu. Sehingga PDRB merupakan suatu ukuran untuk melihat aktivitas perekonomian suatu daerah. 2.1.10. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Untuk mengetahui faktor- faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, Adam Smith dalam Boediono, (1982: 7). Secara sistematis memberikan penekanan pada dua aspek yang utama dalam pertumbuhan ekonomi yaitu: 1. Pertumbuhan output total (GDP)
Sistem produksi suatu Negara terdiri dari tiga unsure pokok yaitu : a. Sumber- Sumber alam yang tersedia atau faktor produksi tanah. b. Sumber- Sumber manusiawi atau jumlah penduduk, dan c. Stok kapital yang ada. Menurutnya bahwa sumber- sumber alam yang tersedia merupakan wadah yang paling mendasar dari kegiatan produksi suatu masyarakat. Jumlah sumber- sumber
28
alam yang tersedia merupakan batas maksimum bagi pertumbuhan perekonomian tersebut, artinya selama sumber- sumber ini belum sepenuhnya dimanfaatkan, yang memegang peranan dalam proses produksi adalah dua unsur produksi lainnya inilah yang menentukan besar output masyarakat dari tahun ke tahun. Selanjutnya unsur kedua yang dilihat adalah sumber- sumber manusiawi atau jumlah penduduk dalam proses pertumbuhan output. Unsur ini dianggap mempunyai peranan yang pasif, dalam arti bahwa jumlah penduduk akan menyesuaikan diri dengan kebutuhan akan tenaga kerja dari masyarakat tersebut. Apabila stok kapital yang tersedia membutuhkan, misalnya 1 juta orang untuk memggunakannya sedangkan jumlah tenaga kerja yang tersedia adalah 900 ribu orang, maka jumlah penduduk akan cenderung meningkat sehingga tenaga kerja menjadi 1 juta orang. Dalam model yang ketiga stok barang kapital yang secara aktif menentukan tingkat output, yang memberikan peranan sentral kepada pertumbuhan stok kapital atau akumulasi kapital dalam proses pertumbuhan output. Apa yang terjadi dengan tingkat output tergantung pada laju pertumbuhan stok kapital (tentu saja sampai tahap pertumbuhan dimana sumber- sumber alam mulai membatasi). Peran akumulasi kapital terhadap proses pertumbuhan oleh Adam Smith adalah bahwa stok kapital mempunyai dua pengaruh terhadap tingkat output total yaitu pengaruh langsung karena pertambahan stok kapital yang diikuti oleh penambahan tenaga kerja akan meningkatkan output. Makin banyak input makin banyak output adalah berupa
29
peningkatan produktivitas perkapita lewat dimungkinkannya tingkat spesialisasi dan pembagian kerja yang lebih tinggi. 2. Pertumbuhan Penduduk Aspek kedua dari pertumbuhan ekonomi adalah pertumbuhan penduduk disebutkan bahwa penduduk bersifat pasif dalam proses pertumbuhan output. Dalam arti bahwa jangka panjang, berapapun jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan oleh proses produksi akan tersedia melalui pertumbuhan penduduk. Menurut Adam Smith, penduduk meningkat apabila upah yang berlaku lebih tinggi dari pada tingkat upah substansi, yaitu tingkat upah yang pas untuk seseorang dalam mempertahankan hidup. Apabila tingkat upah berada diatas tingkat substansi dalam keadaan ini kematian anak-anak akan meningkat dan banyak perkawinan tertunda. Terlihat jelas disini peran sentral tingkat upah mengatur pertumbuhan penduduk. Menurut Adam Smith, upah ditentukan oleh tarik menarik kekuatan permintaan dan penawarannya. Ia menyatakan bahwa tingkat upah tinggi akan meningkat apabila permintaan tenaga kerja tumbuh lebih cepat dari pada penawaran tenaga kerja atau pertumbuhan penduduk sehingga terakhir dikatakan oleh Adam Smith “ permintaan akan tenaga manusia, seperti juga permintaan akan barangbarang lain, mengatur produksi tenaga kerja, ia akan mempercepat produksi tersebut apabila terlalu lambat, dan menyerapnya apabila terlalu cepat”.
30
2.1.11. Pengertian Pendapatan Regional Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu wilayah/regional dalam suatu periode tertentu adalah data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan. PDRB pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu negara tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada setiap tahun. Sedangkan PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga yang pada suatu tahun tertentu sebagai dasar. PDRB atas dasar harga berlaku dapat digunakan untuk melihat pergeseran serta struktur ekonomi. Terdapat tiga pendekatan yang biasanya digunakan dalam menghitung angkaangka PDRB, yaitu: a. Menurut Pendekatan Produksi Menurut pendekatan ini, PDRB adalah jumlah nilai tambah atas barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di wilayah suatu negara dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Unit-unit produksi tersebut dalam penyajiannya dikelompokkan menjadi 17 kategori lapangan usaha yaitu: 1. Pertanian, Kehutanan dan Perikanan, 2. Pertambangan dan Penggalian, 3. Industri Pengolahan, 4. Pengadaan Listrik dan Gas, 5. Pengadaan Air, Pengolahan Sampah, Limbah dan
31
Daur Ulang, 6. Konstruksi, 7. Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor, 8. Transportasi dan Pergudangan, 9. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum, 10. Informasi dan Komunikasi, 11. Jasa Keuangan dan Asuransi 12. Real Estat, 13. Jasa Perusahaan, 14. Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib, 15. Jasa Pendidikan, 16. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial, 17. Jasa lainnya. Setiap kategori lapangan usaha tersebut dirinci lagi menjadi sub-sub kategori lapangan usaha. b. Menurut Pendekatan Pendapatan PDRB menurut pendekatan ini merupakan jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi di suatu negara dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Balas jasa faktor produksi yang dimaksud adalah upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal dan keuntungan; semuanya sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya. Dalam definisi ini, PDRB mencakup juga penyusutan dan pajak tidak langsung neto (pajak tak langsung dikurangi subsidi). c. Menurut Pendekatan Pengeluaran, PDRB adalah semua komponen permintaan akhir yang terdiri dari: (1) pengeluaran konsumsi rumah tangga (2) lembaga non profit yang melayani rumah tangga (3) pengeluaran konsumsi pemerintah, (4) pembentukan modal tetap domestik bruto, (5) perubahan inventori, dan (6) ekspor neto (ekspor dikurangi impor).
32
Secara konsep ketiga pendekatan tersebut akan menghasilkan angka yang sama. Jadi, jumlah pengeluaran akan sama dengan jumlah barang dan jasa akhir yang dihasilkan dan harus sama pula dengan jumlah pendapatan untuk faktor-faktor produksi. PDRB yang dihasilkan dengan cara ini disebut sebagai PDRB atas dasar harga pasar, karena di dalamnya sudah dicakup pajak tak langsung neto. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah jumlah seluruh nilai produk barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit produksi yang beroperasi pada suatu daerah dalam jangka waktu tertentu. Atau apabila ditinjau dari segi pendapatan merupakan jumlah dari pendapatan yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang dimiliki oleh penduduk di wilayah tersebut yang ikut serta dalam proses produksi dalam jangka waktu tertentu. (sumber: www.wordpress.com) Produk Domestik Regional Bruto disusun dalam dua bentuk, yaitu : 1. Produk domestik regional bruto atas dasar harga konstan. Menurut BPS pengertian Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga konstan yaitu jumlah nilai produksi atau pengeluaran atau pendapatan yang dihitung menurut harga tetap. Dengan cara menilai kembali atau mendefinisikan berdasarkan harga-harga pada tingkat dasar dengan menggunakan indeks harga konsumen. Dari perhitungan ini tercermin tingkat kegiatan ekonomi yang sebenarnya melalui produk domestik regional bruto riilnya. 2. Produk domestik regional bruto atas dasar harga berlaku Pengertian Produk domestik regional bruto atas dasar harga berlaku menurut BPS adalah jumlah
33
nilai tambah bruto yang timbul dari seluruh sektor perekonomian di suatu wilayah. Yang dimaksud nilai tambah yaitu merupakan nilai yang ditambahkan kepada barang dan jasa yang dipakai oleh unit produksi. 2.2
Penelitian Terdahulu
1.
Penelitian yang dilakukan oleh Budiono (2009) dengan judul “Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia (Penekanan pada Investasi Pendidikan)”. Tujuan penelitian ini adalah sejauh mana investasi-investasi sumber daya manusia, investasi modal fisik dan faktor-faktor demografi mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Metode yang digunakan adalah OLS (Ordinat Least Square) dengan analisis regresi sederhana selain itu juga menggunakan Rata-rata RoR (Rate of Return), Marginal Rate of Return (RoR) Pendidikan. Penelitian dilakukan pada 26 provinsi di Indonesia pada tahun 2002 (cross section). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua model menyatakan pentingnya sumberdaya manusia dan modal fisik bagi pertumbuhan ekonomi. Namun demikian, baik Average maupun Marginal Rate of Return sumber daya manusia lebih tinggi dibandingkan dengan investasi fisik.
2.
Penelitian yang dilakukan oleh Ma’aruf dan Wihastuti (2008) dengan judul “Pertumbuhan Ekonomi Indonesia : Determinan dan Prospeknya”. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis pengaruh pengeluaran pemerintah dan beberapa variabel lain yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi jangka
34
panjang pada tingkat provinsi di Indonesia. Penelitian ini menggunakan analisis data panel yang terdiri dari 26 provinsi selama kurun waktu 19802006. Adapun variabel – variabel yang digunakan yaitu PPDRB Rill, pengeluaran pemerintah, defisit anggaran pemerintah, derajat keterbukaan ekonomi, inflasi dan populasi penduduk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa koefisien pengeluaran pemerintah rill adalah positif dan signifikan. Artinya pengeluaran pemerintah memiliki peranan penting dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Sedangkan pengaruh variabel-variabel lain dalam persamaan tersebut antara lain : pertumbuhan ekonomi tahun sebelumnya, pengeluaran pemerintah riil, defisit anggaran pemerintah riil, derajat keterbukaan perekonomian riil, binary lokasi, binary sumber daya alam dan dummy desentralisasi fiskal berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sedangkan inflasi dan populasi penduduk berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. 3
Novia Hadji Ali, Deasy Engka dan Steeva Tumangkeng (2014), dengan judul Pengaruh Pengeluaran Konsumsi Dan Investasi Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Kota Manado Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa Pengeluaran konsumsi pemerintah memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap Pertumbuhan ekonomi di Kota Manado. Karena di lihat dari turun naiknya pengeluaran konsumsi pemerintah dari tahun ke tahun di Kota Manado. pengeluaran konsumsi pemerintah berupa belanja langsung dan
35
belanja Pengeluaran pemerintah Indonesia secara garis besar dikelompokkan atas pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan. Pengeluaran rutin pada dasarnya berunsurkan pos-pos pengeluaran lancar dan pos pengeluaran kapital. Pengeluaran rutin pada dasarnya di keluarkan untuk membiayai pelaksanaan roda pemerintahan sehari-hari , meliputi belanja pegawai; belanja barang; berbagai macam subsidi (subsidi daerah dan subsidi harga barang); angsuran dan bunga utang pemerintah; serta pengeluaran lainnya. Sedangkan pengekuaran pembangunan adalah pengeluaran yang sifatnya menambah modal masyarakat dalam bentuk prasarana fisik, yang dibedakan lagi menjadi pengeluaran pembangunan yang dibiayai dengan dana rupiah dan bantuan proyek. Pengeluaran investasi pemerintah memberikan pengaruh yang signifikan terhadap Pertumbuhan ekonomi di Kota Manado karena pengeluaran investasi pemerintah dari tahun ke tahun meningkat secara terus menerus. Itu di lihat karena fakta dan data. Dengan demikian semakin besar jumlah investasi yang ada di Kota Manado, maka Pertumbuhan ekonomi di Kota Manado akan semakin meningkat seiring dengan penambahan jumlah investasi pemerintah terhadap sumber pendapatan Kota Manado. 4. Kurnia Maharani dan Sri Isnowati (2014) yang berjudul Kajian Investasi, Pengeluaran Pemerintah, Tenaga Kerja Dan Keterbukaan Ekonomi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Propinsi Jawa Tengah. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa Secara parsial variabel yang digunakan dalam penelitian,
36
yaitu investasi swasta, investasi pemerintah, pengeluaran pemerintah, tenaga kerja adalah berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Jawa Tengah. Sedangkan variabel keterbukaan ekonomi signifikan secara statistik, tetapi berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi di Jawa Tengah. Secara bersama-sama variabel yaitu investasi swasta, investasi pemerintah, pengeluaran pemerintah, tenaga kerja dan keterbukaan ekonomi berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Jawa Tengah Dalam penelitian ini variabel investasi swasta, investasi pemerintah, pengeluaran pemerintah, tenaga kerja sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Kormendi , tetapi untuk variabel keterbukaan ekonomi tidak sesuai dengan penelitian Kormendi Nilai Koefisien Determinasi (R squared) nilainya sebesar 0,9709, artinya bahwa variasi variabel dependen (pertumbuhan ekonomi) mampu dijelaskan oleh variabel investasi swasta daerah, investasi pemerintah, pengeluaran pemerintah ,tenaga kerja daerah dan keterbukaan ekonomi sebesar 97,09 persen dan sisanya sebesar 2,91 persen disebabkan oleh variabel yang tidak dimasukkan dalam model. 5. Mohammad Rizal Mubaroq (2013) dalam penelitiannya membahas tentang Pengaruh Investasi Pemerintah, Tenaga Kerja, Dan Desentralisasi Fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Di Indonesia Tahun 2007 – 2010. Menghasilkan kesimpulan yaitu Investasi pemerintah, jumlah tenaga kerja dan desentralisasi fiskal kabupaten di Indonesia pada periode 2007-2010
37
memiliki pengaruh positif dan signifikan dengan pertumbuhan ekonomi pada taraf α=1%, Untuk
setiap
kenaikan
1%
ratio
belanja
modal
terhadap PDRB berlaku akan memberikan kenaikan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,035% dan Untuk setiap kenaikan 1000 orang tenaga
kerja
di
kabupaten
di
Indonesia
akan
memberikan
kenaikan pertumbuhan ekonomi.sebesar 0,004% dan Desentralisasi fiskal yang diproksi dengan tingkat kemandirian daerah berupa rasio antar Pendapatan Asli Daerah terhadap Pendapatan Daerah juga akan memberikan kenaikan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,069% untuk kenaikan setiap 1% tingkat kemandirian daerah. 2.3
Kerangka Pikir Pembangunan suatu daerah yang dilakukan oleh tiga komponen yang terkait
yaitu Pemerintah, Swasta, dan Masyarakat yakni melalui investasi. Peranan investasi ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang cukup besar dalam meningkatkan pendapatan daerah untuk menunjang pembangunan ekonomi. Untuk melihat besarnya peranan investasi pemerintah dan besarnya perkembangan investasi, digunakan alat analisis pertumbuhan, sehingga dapat mendorong peningkatan pendapatan daerah di Kabupaten Buton Utara. Hal ini dapat dilihat pada kerangka pikir dibawah ini:
38
Gambar 2.1 Skema Kerangka Pikir Penelitian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Buton Utara
Belanja Modal
-
Pertumbuhan Ekonomi
Tanah Peralatan dan Mesin Gedung dan Bangunan Jalanan, Irigasi, dan Jaringan Aset Tetap Lainnya Kontruksi dalam Pengerjaan Aset Lainnya
Pertumbuhan Investasi
Kesimpulan dan Rekomendasi
39
2.4
Hipotesis Penelitian Berdasarkan masalah yang dikaji dalam penelitian ini, maka penulis mengajukan hipotesis yaitu : 1. Diduga bahwa perkembangan investasi pemerintah mengalami Fruktuasi di Kabupaten Buton Utara kurun waktu 2009-2013. 2. Diduga bahwa investasi pemerintah berperan cukup besar terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Buton Utara dalam kurun waktu 20092013.
40
BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini di lakukan di Kabupaten Buton Utara Propinsi Sulawesi
Tenggara. Waktu penelitian ini dilaksanakan kurang lebih 1 bulan setelah proposal ini di buat. 3.2
Rancangan Penelitian Rancangan penelitian ini bersifat Deskriptif kuantitatif time series (runtun
waktu) variabel yang di gunakan dalam penelitian ini adalah investasi pemerintah dan PDRB (Produk Domestik Regional Bruto). 3.3
Jenis dan Sumber data 3.3.1
Jenis Data
Jenis data yang di gunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang meliputi: 1.
Data Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Buton Utara
2.
Data PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) dan Belanja modal di Kabupaten Buton Utara
3.
Data-data lain yang Relevan
3.3.2
Sumber Data
Adapun sumber data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Kantor Badan Pusat Statistik (BPS) Sulawesi Tenggara dan BPS Kabupaten Buton Uatara.
40
41
2. Kantor Bappeda Kabupaten Buton Uatara. 3. Media Internet dan Berbagai Literatur Yang Berkaitan Dengan Penelitian Ini. 3.4
Definisi Operasional Variabel
1. Investasi Pemerintah yang di maksud dalam penelitian ini yaitu Belanja Modal yang bersumber dari APBD Kabupaten Buton Utara periode 2009-2013. 2. Pertumbuhan Ekonomi yang di maksud dalam penelitian ini yaitu menggunakan data tentang pertumbuhan PDRB Kabupaten Buton Utara atas dasar harga konstan tahun 2000. Data yang digunakan adalah data tahun 2009-2013, dinyatakan dalam persen (%). 3. Belanja Modal adalah pengeluaran pemerintah yang berasal dari realisasi dalam anggaran belanja APBD yang meliputi Belanja Modal atau Pengeluaran Pembangunan di Kabupaten Buton Utara dari tahun 2009 – 2013 yang dihitung dalam juta rupiah. 3.5
Metode Analisis Data Pada penelitian ini akan di jelaskan melalui analisis deskriptif kuantitatif dan
analisis statistik yaitu persamaan Regresi linear sederhana. LnY = a + b LnX
Dimana : Y = Dependent variabel (PDRB) X= Independent variabel (investasi pemerintah)
42
a = Kostanta b = Perubahan PDRB yang diakibatkan oleh setiap perubahan yang dipengaruhi oleh investasi pemerintah di Kabupaten Buton Utara
43
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum 4.1.1. Kondisi Demografi Kondisi kesejahteraan suatu wilayah juga berkaitan dengan masalah kependudukan. Semakin besar jumlah penduduk di suatu wilayah maka semakin besar pula beban dan tanggung jawab pemerintah daerah dalam mengelola keberadaan dan kebutuhan penduduk tersebut. Sumber utama data kependudukan adalah Sensus Penduduk yang dilaksanakan setiap sepuluh tahun sekali. Sensus Penduduk telah dilaksanakan sebanyak enam kali sejak Indonesia merdeka yaitu tahun 1961, 1971, 1980, 1990, 2000 dan 2010. Di dalam Sensus Penduduk, pencacahan dilakukan terhadap seluruh penduduk yang berdomisili di wilayah teritorial Indonesia termasuk warga negara asing kecuali anggota Korps Diplomatik negara sahabat beserta keluarganya. Penduduk adalah semua orang yang berdomisili di wilayah teritorial Republik Indonesia selama 6 bulan atau lebih dan atau mereka yang berdomisili kurang dari 6 bulan tetapi bertujuan menetap. Berdasarkan Data Proyeksi Penduduk 2012, Penduduk Kabupaten Buton Utara berjumlah 56.631 jiwa yang terdiri dari penduduk laki-laki 28.484 jiwa dan penduduk perempuan sebesar 28.147 jiwa dengan jumlah rumah tangga sebesar 12.643 rumah tangga.
43
44
Di Kabupaten Buton Utara terdiri dari 6 kecamatan yaitu Kecamatan Bonegunu, Kecamatan Kambowa, Kecamatan Wakorumba, Kecamatan Kulisusu, Kecamatan Kulisusu Barat, dan Kecamatan Kulisusu Utara. Kecamatan Kulisusu adalah kecamatan dengan jumlah penduduk terbesar mencapai 21.367 jiwa atau sekitar 37,73 persen dari total penduduk Kabupaten Buton Utara. Diikuti oleh Kecamatan Kulisusu Utara sebesar 8.067 jiwa dan Kecamatan Bonegunu sebagai kecamatan dengan jumlah penduduk terbesar ketiga dengan jumlah 7.995
jiwa,
sedangkan Kecamatan Kulisusu Barat merupakan kecamatan yang paling sedikit julah penduduknya yaitu 6.025 jiwa. Untuk lebh jelasnya dapat dilihat pada tabel 2 dibawah ini: Tabel 4.1 Penduduk Kabupaten Buton Utara Berdasarkan Struktur Umur, Tahun 2013 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Kelompok Umur (Tahun) 0-4 5-9 10-14 15-19 20-24 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49 50-54 55-59 60-64 65-69 70-74 75+ Jumlah
Sumber: BPS Kabupaten Buton Utara
Jumlah (Jiwa) 7.386 7.394 7.114 5.565 4.388 4.564 4.072 4.228 3.292 2.389 2.061 1.436 1.190 804 687 852 57.422
45
Berdasarkan Tabel di atas bahwa jumlah penduduk Kabupaten Buton Utara sebesar 57.422 jiwa. Jika di klasifikasi jumlah tersebut berdasarkan kelompok umur maka jumlah penduduk Kabupaten Buton Utara yang berusia tidak produktif sebanyak 21.894 jiwa yakni penduduk yang berumur 0-14 tahun dan penduduk yang berumur 65 tahun keatas. Sedangkan penduduk yang berusia produktif 15-64 tahun sebanyak 33.185 jiwa. Dengan demikian jumlah penduduk Kabupaten Buton Utara yang berusia produktif sebesar 57,79 persen dan penduduk yang tidak berusia produktif sebesar 38,13 persen dari keseluruhan jumlah penduduk Kabupaten Buton Utara. Dengan berdasarkan hal tersebut maka laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Buton Utara pada kurun waktu tahun 2009-2013 rata-rata sebesar 1,6 persen. pertumbuhan penduduk sebesar 1,6 persen adalah angka yang cukup besar. Di satu sisi merupakan sebuah kekuatan sumber daya manusia. Tetapi apabila tidak berkualitas akan menjadi suatu masalah yang besar seperti misalnya pengangguran akibat ketidakmampuan untuk bersaing dalam bekerja dan tidak mampu membuka lapangan kerja untuk diri sendiri, tingkat kriminal yang tinggi akibat dari kemiskinan yang timbul, tingkat kebudayaan yang rendah karena ketidakmampuan untuk menyerap informasi dan teknologi. jumlah penduduk sangat penting dalam suatu perencanaan, karena kependudukan merupakan salah satu penentu dalam mengkondisikan perkembangan suatu wilayah baik dari segi fisik maupun non fisik. Dengan mengetahui
46
perkembangan suatu penduduk di suatu wilayah maka akan dapat diketahui prediksi dari kebutuhan akan fasilitas dan utilitas penunjang serta perkiraan kebutuhan ruangnya. Dengan mengetahui prediksi akan kebutuhan fasilitas, utilitas dan ruangnya maka akan relatif lebih mudah untuk memberikan arahan perkembangan sehingga akan didapat keteraturan secara fisik dan non fisik. 4.1.2 Keadaan Tenaga Kerja Tenaga Kerja merupakan modal bagi usaha pembangunan, sementara tenaga kerja semakin bertambah seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk. Namun perkembangan angkatan kerja yang cepat tersebut ternyata belum mampu diimbangi dengan perkembangan kesempatan kerja yang tersedia. Dari total penduduk usia kerja (15 tahun keatas), lebih dari 71 persen penduduk atau sebanyak 25.421 orang di Kabupaten Buton Utara termasuk dalam angkatan kerja. Kesempatan kerja yang ada di Kabupaten Buton Utara menunjukkan nilai persentase yang tinggi, artinya Kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan di Kabupaten Buton Utara sangat terbuka lebar bagi para pencari kerja. Pada tahun 2013, dari 25.421 angkatan kerja diketahui bahwa 96,91 persen adalah angkatan kerja yang berstatus telah bekerja. Ditinjau dari lapangan usahanya penduduk Kabupaten Buton Utara, terlihat bahwa 58,53 persen bekerja di sektor pertanian, 12,25 persen bekerja di sektor perdagangan, 11,58 persen bekerja di sektor jasa/lainnya. Dan sektor sebagai sektor yang paling banyak di minati penduduk dalam bekerja.
pertanian
47
Sumber daya manusia yang berkualitas sangat penting dalam mendukung percepatan pertumbuhan dan perluasan pembangunan ekonomi daerah. Semakin tinggi kualitas sumber daya manusia di suatu daerah, semakin produktif angkatan kerja, dan semakin tinggi peluang melahirkan inovasi yang menjadi kunci pertumbuhan secara berkelanjutan. 4.1.3 Perkembangan APBD (Anggaran Pendapatan Belanja Daerah) Membangun suatu wilayah, bukan hanya karena pejabat ingin sukses, tapi yang terutama adalah membangun daerah yang mengarah pada kemandirian masyarakat. Caranya adalah bagaimana mengelolah dan memanfaatkan potensi daerah dengan mencari dana untuk anggaran pembangunan. Terpenting lagi adalah meningkatkan APBD dengan cara membangun sumber- sumber pertumbuhan sesuai potensi wilayah. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan instrument kebijakan fiskal yang utama bagi pemerintah daerah. Dalam APBD termuat prioritasprioritas pembangunan, terutama prioritas kebijakan dan target yang akan dicapai melalui pelaksanaan belanja daerah sesuai sumber daya yang tersedia baik yang didapatkan melalui skema transfer maupun perpajakan daerah dan retribusi daerah. Untuk anggaran tahun 2009 APBD Buton Utara yang terealisasi sebesar Rp. 258,606.804 juta dengan empat sektor yang mendapat alokasi dana terbesar yakni pekerjaan umum dengan alokasi anggaran sebesar Rp. 72,943.375 juta, pendidikan
48
sebesar Rp. 51,789.051 juta, pemerintahan umum Rp. 49,587.716 juta dan kesehatan Rp. 22,536.540 juta. Anggaran tahun 2010 sebesar Rp. 308,966.012 juta dengan tiga sektor yang mendapat alokasi dana terbesar yakni pemerintahan umum Rp. 154,468.512 juta, pendidikan sebesar Rp. 58,800.173 juta, dan kesehatan dengan alokasi dana sebesar Rp. 31,829.492 juta. Anggaran tahun 2011 sebesar Rp. 365,762.348 juta dengan lima sektor yang mendapat alokasi dana terbesar yakni pekerjaan umum dengan alokasi anggaran sebesar Rp. 93,089.558 juta, pemerintahan umum Rp. 78,756.101 juta, pendidikan sebesar Rp. 77,915.531 juta, kesehatan Rp. 25,848.835 juta, dan sektor perhubungan sebesar Rp. 12,038.749 juta. Anggaran tahun 2012 sebesar Rp. 521,525.585 juta dengan alokasi dana terbesar yakni pada lima sektor yakni pemerintahan umum Rp. 92,728.691 juta, pendidikan sebesar Rp. 92,053.258 juta, pekerjaan umum sebesar Rp. 87,045.319 juta, kesehatan Rp. 33,864.550 juta, dan perhubungan sebesar Rp. 11,648.830 juta. Dan untuk anggaran tahun 2013 sebesar Rp. 524,698.424 juta dengan pengalokasian dana terbesar yakni sebanyak lima sektor yakni pendidikan dengan alokasi dana sebesar Rp. 112,502.044 juta, pekerjaan umum sebesar Rp. 105,175.773 juta, pemerintahan umum Rp. 87,951.871 juta, kesehatan Rp. 38,349.889 juta dan perhubungan sebesar Rp. 16,550.915 juta.
49
Dari kelima periode ini bukan berarti sektor lainnya tidak mendapatkan perhatian, namun secara skala prioritas, diakui bahwa kelima sektor di atas adalah dominan untuk menjadi perhatian pemerintah Kabupaten Buton utara. Perwujudan pelayanan publik di daerah tentunya berkorelasi erat dengan kebijakan Belanja Daerah. Belanja Daerah merupakan seluruh pengeluaran yang dilakukan oleh pemerintah daerah untuk mendanai seluruh program/kegiatan yang berdampak langsung maupun tidak langsung terhadap pelayanan publik di daerah. Dalam hal penganggaran tentunya bisa terjadi selisih antara pendapatan dan belanja daerah, penyebabnya bisa sangat beragam, akan tetapi surplus atau defisit daerah yang timbul tersebut tentunya perlu disikapi oleh daerah dengan kebijakan Pembiayaan Daerah. Bila terjadi surplus maka daerah harus menganggarkan untuk pengeluaran pembiayaan tertentu semisal untuk investasi atau dapat juga dengan mengoptimalisasi dana tersebut untuk mendanai belanja kegiatan yang telah direncanakan. Akan tetapi bila terjadi defisit maka daerah perlu mencari alternatif pembiayaan yang bisa berupa pinjaman daerah, penggunaan SiLPA atau melakukan penghematan anggaran dengan melakukan penyisiran kegiatan yang tidak perlu dilaksanakan atau ditunda pelaksanannya. 4.2. Hasil Penelitian 4.2.1 Perkembangan PDRB di Kabupaten Buton Utara Salah
satu
indikator
yang
sering
dipergunakan
untuk
mengukur
perkembangan perekonomian suatu daerah adalah Produk Domestik Regional Bruto
50
(PDRB), karena PDRB merupakan gambaran tentang produk yang dihasilkan oleh unit-unit ekonomi yang ada pada suatu daerah dalam periode waktu tertentu. Untuk lebih jelasnya tentang perkembangan PDRB Kabupaten Buton utara dapat dilihat dalam tabel berikut: Tabel 4.2 PDRB Kabupaten Buton Utara Atas Harga Konstan Tahun 2009-2013 Tahun PDRB (Rp) 2009 334,365.65 2010 364,914.45 2011 398,964.79 2012 431,459.88 2013 472,226.68 Rata-rata Sumber: Data Badan Pusat Statistik (diolah)
Pertumbuhan (%) 9,14 9,33 8,14 9,46 9,02
Berdasarkan tabel di atas, hasil perhitungan produk domestik regional bruto Kabupaten Buton utara sebagaimana terlihat pada tabel. Ternyata bahwa pertumbuhan produk domestik regional bruto Kabupaten Buton utara atas dasar harga konstan selama kurun waktu 2009-2013 mengalami kenaikkan rata-rata sebesar 9,02 pertahun yaitu dari nilai sebesar Rp. 334,365.56 juta pada tahun 2009 menjadi Rp. 473,226.68 juta pada tahun 2013. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Buton Utara ditunjukkan oleh kenaikan nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan 2000. PDRB Kabupaten Buton Utara atas dasar harga konstan pada tahun 2009 sebesar Rp 334.365,56 juta, pada tahun 2010 meningkat menjadi Rp 364.914,45 juta. Pada tahun
51
2011 dan 2012 meningkat lagi masing-masing menjadi Rp 398.964,79 juta dan Rp 431.459,88 juta. Selanjutnya pada tahun 2013 sebesar Rp. 472262,68 juta atau tumbuh sebesar 9,15 persen tahun 2010, 9,32 persen tahun 2011, 8,14 persen tahun 2012 dan 9,46 tahun 2013. Dan Sektor pertanian masih mempunyai peranan tertinggi terhadap total PDRB Kabupaten Buton Utara yaitu sebesar 46,27 persen disusul sektor jasa-jasa sebesar 13,87 persen, dan sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 13,69 persen. Sementara pendapatan perkapita yang mencerminkan tingkat produktivitas tiap penduduk menunjukkan bahwa pendapatan perkapita penduduk Kabupaten Buton Utara pada tahun 2012 sebesar Rp. 19,02 juta dan pada tahun 2013 meningkat menjadi Rp. 21,29 juta perkapita. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Buton Utara dari tahun 2009-2013 mengalami pertumbuhan yang fluktuatif. setelah pada tahun 2012 perekonomian Kabupaten Buton Utara sedikit menurun menjadi 8,14 persen, pada tahun 2013 kembali naik menjadi 9,46 persen. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Buton Utara tahun 2013 lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi Provinsi Sulawesi Tenggara sebesar 7,28 persen. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Buton Utara pada tahun 2013 didukung oleh pertumbuhan sektornya yang seluruhnya mengalami pertumbuhan positif. Adapun sektor yang tumbuh positif secara berurutan dari yang tertinggi sebagai berikut: sektor pertambangan dan penggalian 22,1 persen; sektor konstruksi/ bangunan 19,59 persen; sektor listrik, gas dan air bersih 18,62 persen; sektor
52
pengangkutan dan komunikasi 17,92 persen; sektor industri pengolahan 13,36 persen; sektor perdagangan, hotel dan restoran 12,67 persen; sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 10,81 persen; sektor jasa-jasa 6,2 persen; sektor pertanian 5,31 persen. 4.2.2 Perkembangan Belanja Modal Kabupaten Buton Utara Belanja modal didefinisikan sebagai pengeluaran yang digunakan untuk pembelian/ pengadaan/ pembangunan asset tetap berwujud yang nilai manfaatnya lebih dari setahun dan atau pemakaian jasa dalam melaksanakan program dan kegiatan pemerintah daerah, yang meliputi pengadaan tanah, alat-alat berat, alat-alat angkutan, alat-alat ukur, alat-alat kedokteran, konstruksi jalan, jembatan, jaringan air, penerangan jalan, taman dan hutan kota, instalasi listrik dan telepon, bangunan, kepustakaan, barang seni, pengadaan ternak dan tanaman serta persenjataan/ keamanan. Melalui adanya belanja modal tersebut pemerintah memilki kemampuan untuk meningkatkan sarana dan prasarana yang ada didaerahnya, dengan adanya sarana dan prasarana kesehatan, keamanan, transportasi yang baik tentu menjadi modal bagus untuk menarik investor serta mempercepat mobilitas setiap individu yang tentunya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi didaerah tersebut. Untuk belanja modal tahun 2009, Kabupaten Buton Utara yang terealisasi sebesar Rp. 143,481.056 Juta, dengan tujuh sektor belanja modal yang terdiri dari belanja tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan,irigasi, dan jaringan, aset tetap lainnya, konstruksi dalam pengerjaan dan aset lainnya.
53
Belanja modal tahun 2010 dengan total belanja sebesar Rp. 161,954.236 juta yang di alokasikan untuk tujuh sektor belanja yaitu Tanah sebesar Rp. 3,654 juta, peralatan dan mesin sebesar Rp. 28,481 juta, gedung dan bangunan sebesar Rp. 28,65 juta, jalan,irigasi, dan jaringan sebesar Rp. 89,684 juta, aset tetap lainnya sebesar Rp. 11,243 juta, dan konstruksi dalam pengerjaan sebesar Rp. 198 juta. Dimana dari tujuh sektor belanja modal ada tiga sektor
yang paling besar yaitu jalan,irigasi, dan
jaringan, gedung dan bangunan dan peralatan dan mesin. Belanja modal tahun 2011 dengan total belanja sebesar Rp. 155,780.573 juta dengan tiga sektor belanja terbesar yaitu jalan,irigasi, dan jaringan sebesar Rp. 73,877 juta, gedung dan bangunan sebesar Rp. 45,729 juta, dan peralatan dan mesin sebesar Rp. 31,367 juta. Belanja modal tahun 2012 dengan total belanja sebesar Rp. 162,513.621 juta dengan empat sektor belanja terbesar yaitu jalan,irigasi, dan jaringan sebesar Rp.74,748 juta, gedung dan bangunan sebesar Rp. 52,891 juta, peralatan dan mesin sebesar Rp. 24,056 juta, dan asset tetap lainnya sebesar Rp. 11,428 juta. Dan untuk Belanja modal tahun 2013 dengan total belanja sebesar Rp. 204,430.739 juta dengan tiga sektor belanja terbesar yaitu jalan,irigasi, dan jaringan sebesar Rp. 81,561 juta, gedung dan bangunan sebesar Rp. 78,180 juta, dan peralatan dan mesin Rp. 39,084 juta. Dari semua sektor belanja, yang lebih besar digunakan untuk belanja modal Kabupaten Buton Utara yaitu jalan,irigasi, dan jaringan, gedung dan bangunan dan
54
peralatan dan mesin. Tapi bukan berarti sektor belanja yang lain tidak mendapatkan perhatian, namun secara skala prioritas, diakui bahwa tiga sektor belanja di atas adalah dominan untuk menjadi perhatian Kabupaten Buton Utara. Tabel 4.3 Perkembangan Total Dana nvestasi Kabupaten Buton Utara periode 2009-2013 Investasi (Juta Rupiah) 2009 143,481.05 2010 161,954.23 2011 155,780.57 2012 162,513.62 2013 204,430.73 Rata-rata Sumber: Badan Pusat Statistik (di olah) Tahun
Perkembangan total dana Investasi (%) 12,87 -3,81 4,32 25,79 9,79
Dari tabel di atas terlihat bahwa dari total dana investasi yang di salurkan oleh pemerintah setiap tahunnya selama periode 2009-2013 mengalami kenaikkan ratarata sebesar 9,79 persen berkisar antara Rp. 143,481.05 sampai Rp. 204,430.73 juta. Dari dana investasi yang disalurkan tersebut menunjukkan angka pertumbuhan yang besar walaupun pertumbuhannya mengalami Fruktuasi dimana pertumbuhan tersebut berkisar antara 12,87 dan 25,79 persen. Dan mengalami satu kali angka pertumbuhan negatif yakni pada tahun 2011 yakni sebesar -3,81 persen, yang lebih disebabkan pengalihan alokasi belanja daerah yang lebih ditujukan pada belanja pegawai negeri yang semakin melonjak.
55
4.2.3
Peranan
Investasi
Pemerintah
Terhadap
Perekonomian
Daerah
Kabupaten Buton Utara Dalam berbagai teori ekonomi, baik teori ekonomi makro maupun ekonomi pembangunan disebutkan bahwa penanaman modal atau investasi merupakan salah satu variabel yang berperan besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Ini dimaksudkan, karena peningkatan investasi akan mendorong peningkatan pendapatan para pengusaha atau pekerja yang kesemuanya itu akan mengacu pada peningkatan perekonomian suatu daerah atau masyarakat.
Tabel 4.4 Peranan Investasi Terhadap Perkembangan Ekonomi Kabupaten Buton Utara Periode 2009-2013 Tahun
Pertumbuhan Investasi (%)
Pertumbuhan PDRB (%)
2009
-
-
2010
12,87
9,14
2011
-3,81
9,33
2012
4,32
8,14
2013
25,79
9,46
Sumber: Badan Pusat Statistik (di olah) Berdasarkan data tabel di atas dapat dijelaskan bahwa perkembangan investasi cukup tinggi begitu juga pertumbuhan PDRB. Walaupun pertumbuhan investasi pada tahun 2011 mengalami penurunan menjadi -3,81 persen, pada tahun 2012 mengalami
56
peningkatan pertumbuhan investasi menjadi 4,32 persen, dan pada tahun 2013 pertumbuhan investasi terus mengalami kenaikan yaitu 25,79 persen. Penyebab defisit bisa muncul dalam kondisi krisis ekonomi, karena keadaan ini akan berimbas kepada anggaran negara. Dalam keadaan krisis akan memaksa pemerintah untuk mengadakan pengeluaran ekstra untuk memperbaiki keadaan ekonomi (pemulihan ekonomi). Oleh karena itu, ekspansi anggaran akan memacu pertumbuhan ekonomi,
dengan demikian dapat dikatakan penyerapan dan
efektivitasnya merupakan masalah krusial. Untuk pertumbuhan PDRB juga kadang- kadang berlawanan arah dengan pertumbuhan investasi. Pada tahun 2010 pertumbuhan PDRB sebesar 9,14 persen, pada tahun 2011 pertumbuhan PDRB sebesar 9,33 persen berlawanan arah dengan pertumbuhan investasi. Pada tahun 2012 pertumbuhan PDRB mengalami penurunan menjadi 8,14 persen, dan pada tahun 2013 pertumbuhan PDRB naik menjadi 9,46 persen lebih tinggi di bandingkan tahun- tahun sebelumnya. Dari tahun 2009-2013 pertumbuhan PDRB terus mengalami peningkatan yang disebabkan oleh semakin membaiknya perekonomian Indonesia khususnya perekonomian Kabupaten Buton Utara. Walaupun pertumbuhan investasi kadangkadang berlawanan arah dengan pertumbuhan PDRB. Untuk itu Indonesia berada dalam posisi yang baik untuk merespon. Indonesia dapat menaikkan defisit belanja namun tetap dalam batasan aturan fiskal sebesar 3% dari PDB, agar bisa meningkatkan belanja proyek-proyek infrastruktur yang menjadi
57
prioritas. Pada sisi pendapatan, pemerintah telah memberlakukan beberapa kebijakan penting, seperti sistem pengajuan pengembalian pajak elektronik dan perbaikan strategi audit pajak penghasilan. 4.3. Pembahasan Investasi merupakan unsur utama dalam rangka menopang pertumbuhan ekonomi dan perluasan lapangan pekerjaan. Dengan meningkatnya jumlah investor yang menanamkan modalnya di kabupaten Buton Utara, diharapkan akan menambah jumlah investasi yang nantinya akan menambah kesempatan kerja dan mengurangi jumlah pengangguran, sehingga perekonomian dapat semakin membaik. Investasi memegang peranan penting dalam menggerakkan pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja. Investasi dapat dilakukan oleh pemerintah melalui Anggaran Pembiayaan Pembangunan dan investasi swasta/masyarakat. Investasi yang dilaksanakan pemerintah terutama untuk mendorong penciptaan iklim usaha yang kondusif, penyediaan sarana dan prasarana, serta pemberdayaan ekonomi rakyat. Sedangkan investasi swasta/masyarakat baik yang berupa penanaman modal asing maupun penanaman modal dalan negeri, dilaksanakan terutama untuk meningkatkan pemanfaatan sumber daya lokal menjadi kekuatan ekonomi riil yang mampu menopang pertumbuhan ekonomi, membuka kesempatan kerja, serta menunjang pendapatan daerah.
58
4.3.1 Perkembangan Investasi Pemerintah di Kabupaten Buton Utara Dilihat dari pengujian statistik variabel Investasi pemerintah menunjukkan besarnya koefisien β adalah 2,031 dengan tingkat signifikansi 0,030. Artinya bahwa apabila Investasi pemerintah (X) meningkat sebesar 1 persen, maka pertumbuhan ekonomi akan meningkat sebesar 0,098 persen dengan pengaruh yang signifikan, dengan asumsi variabel lain tetap. Dapat dikatakan dalam penelitian ini bahwa hubungan keduanya bersifat inelastis karena nilai elastisitas Investasi pemerintah yang bertanda positif dan lebih kecil dari 1(satu) yang berarti bahwa setiap peningkatan Investasi pemerintah hanya sedikit meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Investasi pemerintah (Belanja modal) memilki peran yang sangat penting dalam menunjang pertumbuhan ekonomi khususnya di Kabupaten Buton Utara. Jika pemerintah bisa meningkatkan alokasi belanja modal dibanding meningkatkan alokasi untuk belanja pegawai yang sudah semakin besar yang tidak dibarengi dengan kinerja yang semakin baik, tentu pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Buton Utara bisa lebih baik. Sebab Alokasi belanja modal yang penggunaannya memang untuk pengembangan infrastruktur penunjang perekonomian akan mendorong produktivitas penduduk yang pada gilirannya hal tersebut dapat meningkatkan kesejahteraan penduduk pada khususnya dan pertumbuhan ekonomi daerah pada umumnya, begitu juga yang terjadi di Kabupaten Buton Utara bahwa belanja modal berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Buton Utara.
59
4.3.2
Peranan Investasi Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Kabupaten Buton Utara Coefficientsa Standardized Unstandardized Coefficients
Model
B
1
(Constant)
Coefficients
Std. Error
Beta
64059.769
115106.162
2.031
.690
I.P
t
.862
Sig. .557
.617
2.944
.060
a. Dependent Variable: PDRB
peranan investasi pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Buton Utara dari hasil perhitungan regresi sederhana, di mana persamaan regresi tersebut adalah: LnY = 64059,769 + 2,031 LnX R2
= 0,74
t
= (0,557) (2,944)
F
= 8,669
Dari persamaan di atas, dapat di artikan sebagai berikut: Berdasarkan persamaan di atas terlihat bahwa nilai Koefisien determinasi (R2) yaitu sebesar 0,74 menjelaskan bahwa variasi perubahan PDRB (Y) Kabupaten Buton Utara yang dijelaskan oleh investasi pemerintah (X) adalah sebesar 74 persen sisanya dijelaskan oleh variabel yang belum masuk dalam model yaitu 26 persen.
60
Berdasarkan uji-t dan uji-F sebagaimana terlampir untuk α = 0,05, dimana nilai signifikannya yaitu 0,06 maka
variabel
investasi pemerintah (X)
tidak
signifikan mempengaruhi pertumbuhan PDRB (Y) Kabupaten Buton Utara. Dengan demikian peranan investasi pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Buton Utara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Buton Utara. Dilihat dari pengujian statistik variabel Investasi pemerintah menunjukkan bahwa peranan investasi pemerintah berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan PDRB Kabupaten Buton Utara. Penurunan investasi hanya terjadi di tahun 1998 yang lebih disebabkan krisis ekonomi yang terjadi sehingga banyak investor yang menarik diri dari Pemerintah. Investasi pemerintah di Kabupaten Buton Utara memberikan dampak yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Buton Utara, namun pengaruhnya tidak terlalu besar. Jika pemerintah mampu meningkatkan investasi di semua sektor sektor perekonomian di Kabupaten Buton Utara tentu akan lebih bias dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi Di Kabupaten Buton Utara, terutama pada sektor yang memang banyak menyerap jumlah angkatan kerja di Kabupaten Buton Utara.
61
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan diatas maka dapat di simpulkan sebagai berikut: 1. Perkembangan investasi pemerintah di Kabupaten Buton Utara dari tahun 2009-2013 mengalami Fruktuasi setiap tahun yaitu sebesar Rp. 143,481.05 juta menjadi Rp. 204,430.73 juta. Walaupun sempat mengalami penurunan di tahun 2011 yaitu sebesar Rp. 155,780.57 juta di bandingkan tahun sebelumnya. 2. Peranan investasi pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Buton Utara pada tahun 2009-2013 tidak cukup besar dalam pertumbuhan yang ada di Kabupaten Buton Utara, karena tidak signifikan. 5.2. Saran Berdasarkan pada pembahasan dan kesimpulan di atas maka di sarankan kepada: 1. Pemerintah Kabupaten Buton Utara di harapkan dapat terus lebih meningkatkan perkembangan investasi pemerintah yaitu belanja modal agar lebih meningkatkan yang ada di Kabupaten Buton Utara. 2. Pemerintah Kabupaten Buton Utara di harapkan terus meningkatkan PDRB terutama
sektor-sektor
yang
menunjang
untuk
perekonomian pemerintah Kabupaten Buton Utara. 61
pertumbuhan
dan
62
DAFTAR PUSTAKA Ali, Novia Hadji, 2014. Pengaruh Pengeluaran Konsumsi dan Investasi Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kota Manado. Skripsi .pdf Alkadri, 1999. Sumber-Sumber Pertumbuhan Ekonomi Indonesia, Jurnal Pusat Studi Indonesia, Universitas Terbuka Anto Dajan, Pengantar Metode Statistik, Jakarta; LP3ES; 1986. Badan Pusat Statistik, 2014, Kabupaten Buton Utara Dalam Angka Boediono, 1999, Teori Pertumbuhan Ekonomi.Yogyakarta: BPFE Budiono.2009. Investasi dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Skripsi .pdf Darma indriani, 2011. Pengaruh pengeluaran konsumsi dan investasi pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Dessus,S., dan R.Herrera, 2000. Public Capital and Growth Revisited: A Panel Data Assessment. Economic Development and Cultural Change 48 (2) 407-418. Djojohadikusumo, Sumitro, 1995, Perkembangan Pemikiran Ekonomi Dasar Teori Ekonomi Pertumbuhan dan Ekonomi Pembanguna,Jakarta: LP3ES. Faizal Noor, Henry, 2008, Ekonomi Manajerial, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta. Imam Muklis, 2009, Eksternalitas, Pertumbuhan Ekonomi dan Pembangunan Berkelanjutan dalam Perspektif Teoritis, Jurnal Ekonomi Bisnis, Tahun 14, Universitas Negeri Malang. Jamzani Sodik, 2007, Pengeluaran Pemerintah dan pertumbuhan Ekonomi Regional, Study Kasus Data Panel di Indonesia, Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol 12 No 1, UII, Yogyakarta.
Jhingan, M.L, 1996, Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, Jakarta: PT Rajawali Pers. Jhingan, M. L, 2004. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, (terjemahan oleh D. Guritno), Edisi ke-1, Cetakan ke-10, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Ma’aruf, dan Wihastuti. 2008. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia: Determinan dan Prospeknya. Jurnal Ekonomi.Pdf Maharani, Kurnia dan Isnowati, Sri. 2014. Kajian Investasi, Pengeluaran Pemerintah,
Tenaga
Kerja
dan
Keterbukaan
Ekonomi
Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi di Propinsi Jawa Tengah. Skripsi.Pdf. Mankiw,Gregory N,2003, Teori Makroekonomi, Penerbit Erlangga, Jakarta Mubaroq, Rizal Mohammad. 2013. Pengaruh Investasi Pemerintah, Tenaga Kerja, dan Desentralisasi Fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Di Indonesia.Jurnal Ekonomi. Raharjo, A. 2006. Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, Investasi Swasta dan Angkatan Kerja Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Tahun 1982-2003 (Studi Kasus di Kota Semarang), Tesis S2 MIESP Undip Semarang. Rahardja, Pratama dan Mandala Manurung.2008.Teori Ekonomi Makro: Suatu Pengantar, Edisi Keempat. Jakarta: Lembaga penerbit fakultas ekonomi Universitas Ekonomi. Rustiono, Dedy. Tesis Analisis Pengaruh Investasi, Tenaga Kerja, dan Pengeluaran Pemerintah terhadap Pertumbuhan Ekonomi. Di Provinsi Jawa Tengah. Samsir, 2004, Analisis Pengaruh Investasi Dalam Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Buton. Skripsi Fekon Unhalu, Kendari.
Sukirno, S. 2000, Makroekonomi Modern. Jakarta: PT. Raja Grafindo. Sukirno, S. 2006. Pembangunan ekonomi dan Pertumbuhan ekonomi. Susetyo, Didiek. 2001. Pengaruh Defisit Anggaran Terhadap Pertumbuhan Ekonomi; Kajian Ekonomi dan Bisnis Vol.3 No.1 Tahun 2001, Universitas Sriwijaya. Todaro.M. P, 1983. Pembangunan Ekonomi di Dunia ketiga. PT. Ghalia Jakarta. Pambudi, Eko, 2013. Analisis Pertumbuhan Ekonomi Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi (Kabupaten/Kota Di Provinsi Jawa Tengah). Skripsi. Program Sarjana Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro. Wibisono, Yusuf. 2005. Sumber-Sumber Pertumbuhan Ekonomi Regional : Studi Empiris Antar Propinsi di Indonesia, 1984- 2000. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia Vol.02, Universitas Gajah Mada, 2005. http://id.wikipedia.org/wiki/Ekonomi_klasik http://id.wikipedia.org/wiki/Pertumbuhan_ekonomi http://www.bimbie.com/ekonomi-klasik.htm http://invisblehand.blogspot.com/2011/11/ekonomi-makro.html http://www.wordpress.com
REGRESSION /DESCRIPTIVES MEAN STDDEV CORR SIG N /MISSING LISTWISE /STATISTICS COEFF OUTS CI R ANOVA ZPP /CRITERIA=PIN(.05) POUT(.10) /NOORIGIN /DEPENDENT PDRB /METHOD=ENTER I.P /SCATTERPLOT=(*SDRESID ,*ZPRED) /CASEWISE PLOT(ZRESID) ALL.
Regression [DataSet0]
Descriptive Statistics Mean
Std. Deviation
N
PDRB
4.0039E5
54188.57498
5
I.P
1.6563E5
23001.66839
5
Correlations PDRB Pearson Correlation
PDRB
1.000
.862
.862
1.000
.
.030
.030
.
PDRB
5
5
I.P
5
5
I.P Sig. (1-tailed)
PDRB I.P
N
I.P
Variables Entered/Removedb Variables Model 1
Variables Entered
Removed
I.Pa
Method . Enter
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: PDRB
Model Summaryb Std. Error of the Model 1
R
R Square .862a
a. Predictors: (Constant), I.P
.743
Adjusted R Square .657
Estimate 31726.26238
Model Summaryb Std. Error of the Model
R
R Square .862a
1
Adjusted R Square
.743
Estimate
.657
31726.26238
b. Dependent Variable: PDRB
ANOVAb Model 1
Sum of Squares
df
Mean Square
Regression
8.726E9
1
8.726E9
Residual
3.020E9
3
1.007E9
1.175E10
4
Total
F
Sig. .060a
8.669
a. Predictors: (Constant), I.P b. Dependent Variable: PDRB
Coefficientsa Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B (Constant)
Coefficients
Std. Error
Beta
64059.769
115106.162
2.031
.690
I.P a. Dependent Variable: PDRB
Casewise Diagnosticsa Case Number
Std. Residual
PDRB
Predicted Value
Residual
1
-.663
3.34E5
355407.2787
-2.10416E4
2
-.883
3.65E5
392918.2600
-2.80038E4
3
.586
3.99E5
380382.2459
1.85825E4
4
1.179
4.31E5
394054.1374
3.74057E4
5
-.219
4.72E5
479169.5280
-6.94285E3
a. Dependent Variable: PDRB
t
.862
Sig. .557
.617
2.944
.060
Residuals Statisticsa Minimum Predicted Value
Maximum
Mean
Std. Deviation
N
3.5541E5
4.7917E5
4.0039E5
46706.36857
5
-.963
1.687
.000
1.000
5
1.435E4
3.029E4
1.913E4
6783.570
5
3.7140E5
5.5050E5
4.1617E5
75932.86479
5
-2.80038E4
3.74057E4
.00000
27475.74919
5
Std. Residual
-.883
1.179
.000
.866
5
Stud. Residual
-.991
1.322
-.122
1.052
5
-7.82772E4
4.70273E4
-1.57863E4
50785.79391
5
-.986
1.671
-.043
1.145
5
Mahal. Distance
.018
2.845
.800
1.203
5
Cook's Distance
.074
2.774
.699
1.163
5
Centered Leverage Value
.005
.711
.200
.301
5
Std. Predicted Value Standard Error of Predicted Value Adjusted Predicted Value Residual
Deleted Residual Stud. Deleted Residual
a. Dependent Variable: PDRB
Charts