ETNOBOTANI TUMBUHAN PENGHASIL BAHAN BANGUNAN, KERAJINAN DAN RUMAH ADAT MASYARAKAT SUKU SAMBORI KABUPATEN BIMA NTB Zulharman1, Nirmala Ayu Aryanti2 1,2
Program Studi Kehutanan Fakultas Pertanian Peternakan Universitas Muhammadiyah Malang Zulharman (
[email protected])/ HP.081238985111
Abstrak Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui pengetahuan lokal yang diterapkan masyarakat Desa Sambori dalam pemanfaatan tumbuhan yang digunakan sebagai bahan banguan. Kerajian dan rumah adat. Penelitian dilaksanakan di Desa Sambori Kecamatan Lambitu Kabupaten Bima NTB pada bulan Januari sampai Februari 2016. Metode penelitian ini ialah metode deskripsi etnografis melalui wawancara dan studi literarur. Pemilihan informan menggunakan teknik snowball dengan karakterirtik utama responden ialah merupakan tokoh masyarakat dan tokoh adat Sambori sebanyak 30 orang. Analisis data dilakukan dengan analisis deskripsi etnografis. Hasil penelitian menunjukan bahwa jumlah tanaman yang dipakai untuk Kerajinan ialah 3 jenis tumbuhan yang terdiri dari jenis tumbuhan Pandanus sp , Borassus flabellifer dan Gigantochloa atter. Tumbuhan yang digunakan untuk bahan bangunan terdiri 5 jenis yaitu Cocos nucifera, Swietenia mahagoni, Paraserianthes falcataria, Artocarpus heterophyllus Lam dan Tectona grandis. Tumbuhan yang dimanfaatkan untuk rumah adat sebanyak 14 jenis kayu bangunan yang dibutuhkan untuk membangun sebuah Uma Lengge dan 3 jenis tali temali yang berasal dari serat pohon yang ada di sekitar desa Sambori. Jenis kayu tersebut adalah bambu (Arundinaria japonica ), cuma/duwet (Sycygium cumini), rondu/kapuk randu (Ceiba pentandra), jati (Tectona grandis), kelapa (Cocos nucifera), kandaru/akasia (Acacia mangium), sengon (Parasarienthes falcataria), alang-alang (Imperata cylindrical), nangka (Artocarpus heterophyllus), mpipi/beringin (Ficus benjamina), lobo/sonokeling (Dalbergia latifolia Roxb), mahoni (Swietenia mahagoni), supa/meranti (Shorea leprosula) dan pinang (Pentace spp.). Sedangkan tali yang digunakan adalah dari rotan, serat pohon kalimone dan bulunao (ijuk). Kata kunci: Sambori, etnobotani, tumbuhan, bangunan, kerajian, rumah adat
1.
PENDAHULUAN
Masyarakat desa Sambori merupakan masyarakat yang hidup di bukit dan lereng Gunung Lambitu Kabupaten Bima Nusa tenggara Barat. Mereka memanfaatkan sumberdaya alam di sekitarnya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, dengan mengambil hasil hutan, bercocok tanam di lahan pertanian, beternak serta berladang di pegunungan. Masyarakat Sambori juga merupakan masyarakat yang memiliki ciri khas yang berbeda dengan masyarakat Bima pada umumnya karena masyarakat Sambori yang hidup di atas pegunungan memiliki bahasa dan budaya yang sebagian berbeda (Alan, 2013). Bagi masyarakat Sambori rumah merupakan kebutuhan yang paling utama dalam kehidupan keluarga. Dalam falsafah masyarakat Bima lama (Sambori dan Donggo) bahwa orang yang baik berasal dari keturunan yang baik, mempunyai istri yang berbudi mulia, rumah kuat dan indah, senjata pusaka yang sakti dan kuda tangguh yang lincah. Dari ungkapan diatas jelaslah rumah merupakan kebutuhan pokok yang tidak boleh 256
SENASPRO 2016 | Seminar Nasional dan Gelar Produk
diabaikan. Dalam hal membangun rumah harus memilih “Panggita” yang mempunyai kemampuan dan keahlian khusus atau biasa disebut “ Loa Ra Tingi” dan berahlak mulia. Panggita juga harus memahami “Sasato” (sifat atau pribadi) pemilik rumah, sehingga bentuk dan ukuran harus disesuaikan dengan sifat dan kepribadian pemilik rumah. Uma Lengge merupakan rumah adat tradisional yang dibuat oleh nenek moyang suku Bima (Mbojo) sejak sebelum jaman kerajaan. Bangunan tersebut tersebar di wilayah Sambori Wawo dan Donggo. Khusus di Donggo terutama di Padende dan Mbawa terdapat Uma Lengge yang disebut Uma Leme. Dinamakan demikian karena rumah tersebut runcing dan lebih runcing dari pada Uma Lengge, atapnya mencapai hingga ke dinding rumah. Selain rumah adat, masyarakat sambori juga menggunakan tumbuhan sebagai bahan utama dalam pembuatan rumah di daerah Sambori adalah jati. Kayu jati dimanfaatkan sebagai tiang dan dinding pada rumah, karena memiliki kualitas yang sangat baik dan tidak mudah lapuk dalam jangka waktu yang lama, sedangkan kayu sengon dimanfaatkan sebagai penyangga atap. Selain sebagai bahan bangunan juga masyarakat sambori memanfaatkan tumbuhan untuk digunakan sebagai bahan baku kerajinan. Pengetahuan lokal masyarakat Sambori dalam mencari bahan bangunan, rumah adat dan kerajinan merupakan suatu bentuk kearifan karena pemanfaatannya sesuai dengan kaidah ekologi. Hal ini sesuai dengan pendapat Awang (2002), pengolahan sumber daya hayati dan lingkungan yang berkaitan dengan aspek-aspek ekologi, lingkungan yang pemanfaatannya berdasarkan kearifan sehingga sumberdaya alam tersebut dapat dimanfaatkan secara terus menerus. Menurut Hilmanto (2009), pengelolaan ataupun pemanfaatan sumberdaya alam yang dilakukan oleh masyarakat memang selayaknya diakui nilai positif maupun negatifnya. Nilai positif yang dapat diambil dari sumberdaya alam untuk masyarakat lokal adalah terpenuhinya beberapa kebutuhan minimal seperti kebutuhan papan dan kebutuhan sandang. Pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat pedesaan dengan memanfaatkan flora baik sebagai papan, sandang maupun seperti untuk kerajianan. Penggunaan tumbuhan berdasarkan kearifan oleh masyarakat dikenal dengan sebutan etnobotani. Etnobotani adalah sebuah pengetahuan multidisiplin yang dapat diartikan sebagai interaksi antara tumbuhan dan manusia (Verma et al, 2013). Tumbuhan telah digunakan pada kerajinan tradisional selama beribu ribu tahun (Savithramma et al, 2013). 2.
METODE PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan di Desa Sambori Kecamatan Lambitu Kabupaten Bima NTB pada bulan Januari sampai Februari 2016. Penelitian ini ialah suatu studi etnografis yang berfokus pada interaksi manusia dengan ekologi yang ada di sekitarnya. Pengambilan data dengan menggunakan metode wawancara deskripsi etnografis dengan pemilihan informan menggunakan teknik snowball (bola salju) (Singarimbun, 2010). Jumlah Responden yang diwawancarai sebanyak 30 orang (25 laki-laki, 5 perempuan) dengan karakteristik utama responden ialah orang yang menjadi tokoh masyarakat, tokoh adat dan aparat Desa Sambori yang mengetahui budaya masyarakat Sambori. Analisis data dilakukan dengan analisis etnografis sesuai dengan pendapat Spradley, 1997, dengan tahapan analisa data mengikuti sifat umum dalam tahapan penelitian kualitatif menurut Usman dan Akbar (2006) sebagai berikut yaitu Mereduksi data, Penyajian data dan Penarikan kesimpulan. Identifikasi tumbuhan menggunakan Atlas Tumbuhan Indonesia Jilid 6 (Dalimartha, 2009). Lokasi Penelitian Desa Sambori berada di dataran tinggi sekitar ±1120 mdpl yang berada di bukit serta lereng gunung Lambitu. Luas Desa Sambori kurang lebih 1.802 Ha atau sekitar 33,58 % dari luas wilayah kecamatan Lambitu. Sekitar 1.260 Ha adalah lahan Sawah dan tegalan. 500 Ha lebih merupakan kawasan Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2016
257
pemukiman dan lainya. Kawasan perkebunan dan kawasan lindung seluas 736 Ha. Suhu udara di Sambori rata-rata antara 20 hingga 25 ˚C. Secara garis besar desa Sambori terbagi atas tiga Dusun, yaitu dusun Lambitu, dusun Lengge 1 dan dusun Lengge 2, yang terdiri dari 4 RW dan 10 RT. Jumlah penduduk Desa Sambori adalah sebanyak 2.016 jiwa yang bermukim di tiga dusun yaitu dusun Lengge 1, Lengge 2.
Desa Sambori Gambar 1. Nusa Tenggara Barat 3.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Etnobotani Masyarakat Suku Sambori Tumbuhan Bahan Bangunan Bahan utama dalam pembuatan rumah atau bangunan di daerah Sambori adalah jati. Kayu jati dimanfaatkan sebagai tiang dan dinding pada rumah, karena memiliki kualitas yang sangat baik dan tidak mudah lapuk dalam jangka waktu yang lama, sedangkan kayu sengon dimanfaatkan sebagai penyangga atap. Masyarakat Sambori pada umumnya memanfaatkan jenis tumbuhan yang berpotensi sebagai bahan bangunan sebanyak 5 Jenis, seperti yang tersaji pada tabel 1.
No 1 2 3 4 5
258
Tabel 1. Jenis Tumbuhan Bahan Bangunan Dimanfaatkan Masyarakat Sambori Nama Nama ilmiah Famili Bagian yang Manfaat lokal dimanfaatkan Kelapa Cocos nucifera Arecaceae Batang Tiang bangunan Mahoni Swietenia mahagoni Meliaceae Batang Tiang, pintu, jendela Sengon Paraserianthes Fabaceae Batang Jendela falcataria Nangka Artocarpus Moraceae Batang Pintu, jendela heterophyllus Lam Jati Tectona grandis Lamiaceae Batang Dinding, tiang, pintu, jendela
SENASPRO 2016 | Seminar Nasional dan Gelar Produk
Gambar 2. Persentase kegunaan tanaman sebagai bahan bangunan utama
Dari presentase tanaman pada gambar 2 di atas, diperoleh hasil bahwa tumbuhan yang paling banyak dimanfaatkan untuk bahan pembuatan rumah di Desa Sambori adalah tumbuhan jati sebesar 37 %. Hal ini dikarenakan sebagai bahan pembuatan rumah tumbuhan jati mempunyai banyak fumgsi, antara lain sebagai bahan pembuatan diinding, tiang, pintu, dan jendela. Ini sesuai juga dengan pendapat Kartikawati (2004) bahwa bahan bangunan utama pada masyarakat suku Dayak Meratus antara lain tumbuhan yang umum digunakan sengon (Paraserienthes falcataria), dan jati (Tectona grandis). Di daerah Sambori, bahan-bahan untuk pembuatan rumah tersebut dapat diperoleh langsung dari hutan. Selain dari hutan, pohon-pohon tersebut dilestarikan langsung oleh masyarakat Sambori sehingga dapat dimanfaatkan lagi untuk beberapa tahun kedepan. Dalam proses pengambilanya, pohon-pohon yang akan dijadikan sebagai bahan pembuatan rumah dipilih terlebih dahulu pohon-pohon yang memiliki kualitas yang baik untuk dijadikan bahan bangunan. Seteleh pohon sudah ditentukan, selanjutnya langsung ditebang menggunakan kapak. Setelah itu pohon tersebut langsung dipotong sesuai dengan ukuran yang dibutuhkan. Bahan-bahan tersebut siap digunakan untuk pembuatan rumah seperti pada gambar 3 di bawah ini.
Gambar 3. Kayu Jati untuk keperluan bahan bangunan
Tumbuhan Untuk Kerajinan Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2016
259
Masyarakat Sambori pada umumnya memanfaatkan jenis tumbuhan yang berpotensi sebagai bahan kerajinan/anyaman yaitu seperti yang tersaji pada Tabel 2.
No 1 2
Nama / Jenis Tumbuhan Daun Pandan Daun Lontar
3
Bambu legi
Tabel 2. Daftar jenis tumbuhan untuk bahan kerajinan Nama Ilmiah Famili Jenis kerajinan Pandanus sp Borassus flabellifer Gigantochloa atter
Pandanaceae Arecaceae
Lupe Tikar
Poaceae
Saduku/tempat menyimpan nasi
Gambar 4. Tumbuhan Pandan untuk Bahan Kerajinan
Tempat pengambilan Hutan Hutan Hutan
Gambar 5. Kerajinan Masyarakat Sambori
Pada masyarakat Desa Sambori, kerajinan tangan sudah ada sejak jaman nenek moyang mereka. Baisanya, kerajinan tangan tersebut terbuat dari daun lontar (Borassus flabellifer), daun Pandan (Pandanus tertorius) seperti pada gambar 3 dan bamboo (Gigantochloa atter). Kerajinan tangan tersebut berupa tikar, saduku/kula (tempat nasi), tas, dompet dan kerajinan lainya. Kerajinan-karajinan tersebut biasanya dijual dan dimanfaatkan untuk keperluan sehari-hari, seperti tikar yang digunakan untuk alas tempat duduk apabila ada tamu yang datang untuk berkunjung, Saduku yang digunakan untuk minyimpan nasi serta berbagai aksesoris lainya. Biasanya, bahan-bahan untuk pembuatan kerajinan tersebut dapat diperoleh dari hutan ataupun dibudidayakan langsung di pekarangan rumah. Tanaman yang digunakan sebagai bahan baku kerajinan oleh masyarakat Sambori merupakan tanaman yang juga dipakai oleh daerah lainnya, hal ini seperti yang di ungkapkan oleh Widjaja et al., (1989) bahwa, tumbuhan anyaman yang biasa digunakan dalam kerajinan anyaman di Indonesia yaitu, bambu (Bambusa sp.), aren (Arenga pinnata), gebang (Corypha clata), kelapa (Cocos nucifera), nipa (Nypa fruticans), palas biru (Licuala valida), rotan (Daemonorops sp.), serdang (Livistona rotundifolia), pandan (Pandanus sp.), purun (Eleocharisacutangula), lingi (Cyperus elatus), eceng gondok (Eichormia crassipes). Berdasarkan penelitian Purwanto dan Walujo (1992) terhadap Suku Dani diketahui bahwa masyarakat Suku Dani di 260
SENASPRO 2016 | Seminar Nasional dan Gelar Produk
pedalaman Irian Jaya pada umumnya telah mengenal berbagai jenis tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai bahan bangunan. Bahan bangunan utama pada masyarakat suku Dayak Meratus adalah pohon-pohon dihutan, rotan dan bambu. Jenis-jenis yang umum digunakan adalah sengon (Paraserienthes falcataria), jati (Tectona grandis), ulin (Eusideroxylon zwageri), dan sebagainya (Kartikawati 2004). Bahan kerajinan dan anyaman lebih banyak didominasi oleh jenis bambu tali (Bamboosa sp), sedangkan cara pengambilan bambu dilakukan masyarakat secara berkelompok (Ardiansyah, 2008). Kehidupan masyarakat Sambori sangatlah sederhana, itu tampak dari bentuk dan perabotan yang ada dirumah mereka. Masyarakat Sambori pula masih tergolong terbelakang mengenai tekhnologi maupun perkakas yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari, hingga mereka masih banyak menggunakan peralatan dan perkakas yang masih tradisional, seperti panci untuk memasak masih menggunakan panci yang terbuat dari tanah liat, dan yang lebih menarik lagi apabila pada musim hujan masyarakat Sambori tidak menggunakan payung seperti yang digunakan orang-orang pada umunya, akan tetapi menggunakan kulit pohon atau daun pandan yang fungsinya dirancang menyerupai payung, mayarakat setempat menyebutnya “Lupe” (Sardani 2013). Tumbuhan bahan Bangunan Uma Lengge/ Rumah Adat Bagi masyarakat Sambori rumah merupakan kebutuhan yang paling utama dalam kehidupan keluarga. Dalam falsafah masyarakat Bima lama (Sambori dan Donggo) bahwa orang yang baik berasal dari keturunan yang baik, mempunyai istri yang berbudi mulia, rumah kuat dan indah, senjata pusaka yang sakti dan kuda tangguh yang lincah. Dari ungkapan diatas jelaslah rumah merupakan kebutuhan pokok yang tidak boleh diabaikan. Dalam hal membangun rumah harus memilih “Panggita” yang mempunyai kemampuan dan keahlian khusus atau biasa disebut “ Loa Ra Tingi” dan berahlak mulia. Panggita juga harus memahami “Sasato” (sifat atau pribadi) pemilik rumah, sehingga bentuk dan ukuran harus disesuaikan dengan sifat dan kepribadian pemilik rumah. Tabel 3. Daftar jenis tumbuhan untuk bahan bangunan Uma Lengge No
Nama local
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Bambu Kelapa Duwet Kapuk Randu Mahoni Jati Akasia Nangka Beringin Sonokeling Sengon Meranti Pinang Alang-alang
Nama daerah o.o Ni’u Cuma Rondu Mahoni Jati Kandaru Nangga Mpipi Lobo Sengo Supa U’a Ati
Nama ilmiah Arundinaria japonica Cocos nucifera Sycygium cumini Ceiba pentandra Swietenia mahagoni Tectona grandis Acacia mangium Artocarpus heterophyllus Ficus benjamina Dalbergia latifolia Parasarienthes falcataria Shorea leprosula Pentace spp. Imperata cylindrica
Bagian yang dimanfaatkan Kayu Kayu Kayu Kayu Kayu Kayu Kayu Kayu Kayu Kayu Kayu Kayu Kayu Daun
Manfaat Penyangga atap Tiang penyangga Pintu Pintu Papan dinding Papan dinding Pintu Lantai rumah Pintu Lantai rumah Tangga Papan dinding Penyangga atap Atap
Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2016
261
Gambar 6. Presentase kegunaan tanaman untuk pembuatan Uma Lengge
Gambar 7. Bangunan Uma Lengge
Uma Lengge (Gambar 7) merupakan rumah adat tradisional yang dibuat oleh nenek moyang suku Bima (Mbojo) sejak sebelum jaman kerajaan. Bangunan tersebut tersebar di wilayah Sambori Wawo dan Donggo. Khusus di Donggo terutama di Padende dan Mbawa terdapat Uma Lengge yang disebut Uma Leme. Dinamakan demikian karena rumah tersebut runcing dan lebih runcing dari pada Uma Lengge, atapnya mencapai hingga ke dinding rumah. Di Kecamatan Lambitu Uma Lengge dapat ditemukan di Desa Sambori dan sekitarnya seperti Kuta, Teta dan Kaboro. Secara umum struktur Uma Lengge berbentuk kerucut hingga 5-7 m, bertiang empat dari kayu-kayu pilihan, beratap lang-alang yang 262
SENASPRO 2016 | Seminar Nasional dan Gelar Produk
sekaligus menutupi tiga perempat bagian rumah sebai dinding dan memiliki pintu masuk dibawah. Uma Lengge terdiri dari empat lantai, yaitu lantai dasar yang berfungsi sebagai tempat untuk menyimpan ternak, lantai pertama untuk menerima tamu dan kegiatan upacara adat, lantai ke dua berfungsi untuk tempat tidur sekaligus dapur, dan lantai ke tiga digunakan untuk menyimpan bahan makanan seperti padi, palawija dan umbi-umbian. Uma Lengge memiliki bagian-bagian yang terdiri dari atap rumah yang terbuat dari daun alangalang, langit-langit rumah yang terbuat dari kayu lontar dan lantai tempat tinggal yang terbuat dari pohon pinang atau kelapa. Pada bagian tiang Uma Lengge juga digunakan kayu yang digunakan sebagai penyangga, yang berfungsi sebagai penguat setiap tiang-tiang Uma Lengge. Pintu masuknya terdiri dari tiga daun pintu yang berfungsi sebagai bahasa komunikasi dan sandi untuk para tetangga dan tamu. Sudah menjadi tradisi turun temurun dikalangan masyarakat Sambori jika daun pintu lantai pertama dan kedua ditutup, hal itu menunjukan bahwa yang punya rumah sedang berpergian dalam tempo yang relatif lama. Hal itu tentunya merupakan sebuah kearifan yang ditunjukan oleh leluhur masyarakat Sambori bahwa meninggalkan rumah dengan cara meninggalkan pesan dan bahasa yang diberikan lewatisyarat daun pintu tertutup. Disamping itu tamu atau tetangga tidak perlu menunggu lama karena sudah ada isyarat dari daun pintu tadi. Pintu rumah berada di bagian yang tersembunyi yaitu di pojok atau di sudut ruang atas, tangga rumah tidak selalu dalam keadaan terpasang. Dari posisi tangganya juga ada sandi atau tanda yang dikenal oleh para kerabatnya dari cara mereka menyimpan tangga. Apabila tangga dibiarkan terpasang mempunyai penghuninya telah pergi ke ladang dan akan kembali dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama. Apabila tangga disimpan agak jauh dari rumah, hal itu berarti penghuninya telah pergi jauh dan akan kembali dalam waktu yang lama. Pada masa pra Islam apabila ada anggota keluarga yang meninggal, jenazahnya tidak boleh diturunkan melalui pintu dan tangga, tetapi harus diturunkan melalui atap rumah. Di halaman rumah harus ada beberapa buah batu sebagai tempat tinggal roh leluhur yang sudah meninggal. Pada waktu tertentu akan diadakan acara pemujaan roh yang disebut “Toho Dore”. Tetapi seiring masuknya ajaran Islam ritual ini telah lama ditinggalkan oleh masyarakat Sambori. Pembangunan Uma Lengge dilakukan dalam kurun waktu sekitar 1 sampai 3 tahun dengan menggunakan kayu-kayu alam pilihan. Ada sekitar 14 jenis kayu bangunan (tabel 3) yang dibutuhkan untuk membangun sebuah Uma Lengge dan 3 jenis tali temali yang berasal dari serat pohon yang ada di sekitar desa Sambori. Jenis kayu tersebut adalah bambu (Arundinaria japonica ), cuma/duwet (Sycygium cumini), rondu/kapuk randu (Ceiba pentandra), jati (Tectona grandis), kelapa (Cocos nucifera), kandaru/akasia (Acacia mangium), sengon (Parasarienthes falcataria), alang-alang (Imperata cylindrical), nangka (Artocarpus heterophyllus), mpipi/beringin (Ficus benjamina), lobo/sonokeling (Dalbergia latifolia Roxb), mahoni (Swietenia mahagoni), supa/meranti (Shorea leprosula) dan pinang (Pentace spp.). Sedangkan tali yang digunakan adalah dari rotan, serat pohon kalimone dan bulunao (ijuk). Proses pembangunan Uma Lengge dilakukan secara gotong royong yang dikenal sebagai “Karawi Kaboju” agar Uma Lengge bisa bertahan lama dan demi keselamatan para penghuninya dilakukan semacam ritual doa. 4.
KESIMPULAN Berdasarkan hasil dan pemabahasan dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Masyarakat Suku Sambori memeiliki hubungan yang sangat erat dengan lingkungan tempat hidupnya dengan membentuk suatu bentuk adaptasi terhadap lingkungan berupa pengetahuanpengetahuan tentang pemanfaatan tumbuhan untuk memenuhi kebutuhan hidup serta tradisinya. 2. Tumbuhan yang dipakai untuk Kerajinan ialah 3 jenis tumbuhan yang terdiri dari jenis tumbuhan Pandanus sp , Borassus flabellifer dan Gigantochloa atter. Tumbuhan yang digunakan untuk Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2016
263
bahan bangunan terdiri 5 jenis yaitu Cocos nucifera, Swietenia mahagoni, Paraserianthes falcataria, Artocarpus heterophyllus Lam dan Tectona grandis. 3. Tumbuhan yang dimanfaatkan untuk rumah adat sebanyak 14 jenis kayu bangunan yang dibutuhkan untuk membangun sebuah Uma Lengge dan 3 jenis tali temali yang berasal dari serat pohon yang ada di sekitar desa Sambori. Jenis kayu tersebut adalah bambu (Arundinaria japonica ), cuma/duwet (Sycygium cumini), rondu/kapuk randu (Ceiba pentandra), jati (Tectona grandis), kelapa (Cocos nucifera), kandaru/akasia (Acacia mangium), sengon (Parasarienthes falcataria), alang-alang (Imperata cylindrical), nangka (Artocarpus heterophyllus), mpipi/beringin (Ficus benjamina), lobo/sonokeling (Dalbergia latifolia Roxb), mahoni (Swietenia mahagoni), supa/meranti (Shorea leprosula) dan pinang (Pentace spp.). Sedangkan tali yang digunakan adalah dari rotan, serat pohon kalimone dan bulunao (ijuk). Saran Pengetahuan masyarakat Sambori dalam pemanfaatan tumbuhan memiliki nilai-nilai yang baik terutama dalam hal pemanfaatannya yang mengandung nilai konservasi. Oleh karena pengetahuan terhadap pemanfaatan tumbuhan serta ciri khas serta keuniakan alam dan budaya masyarakat Sambori yang berpotensi untuk dijadikan atau dikelola menjadi kawasan wisata sehingga disarankan atau direkomendasikan untuk dilakukan penelitian mengenai kajian pengembangan ecotourism dan etnotourism Desa Sambori sehingga akan terwujud pengelolaan yang bernilai lingkungan dan ekonomi. DAFTAR PUSTAKA [1] [2]
[3] [4] [5]
[6] [7]
[8] [9]
[10] [11] [12]
Alan. 2013. Sambori. Persada. Mataram, 1-25 Ardiansyah S. 2008. Kajian Interaksi Masyarakat dengan Hasil Hutan Non-Kayu (Studi Kasus di KPH Banyuwangi Utara, Perum Perhutani Unit II Propinsi Jawa Timur). [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Awang. 2002. Etnoekologi Manusia di Hutan Rakyat. Sinergi Press. Yogyakarta, 2-36. Dalimartha, S. 2009. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Trubus Agriwidya, Jakarta, 11-81. Gagandeep, Dhanalakshmi S, Mendiz E, Rao AR, Kale RK, 2003, Chemopreventive effects of Cuminum cyminum in chemically induced forestomach and uterine cervix tumors in murine model systems, Nutr Cancer;47(2):171-80. Hilmanto, R. (2009). Etnoekologi. Bandar Lampung: Universitas Lampung, 4-53. Kartikawati, S. M. 2004. Pemanfaatan Sumberdaya Tumbuhan oleh Masyarakaat Dayak Meratus dikawasan Hutan Penggunungan Meratus, Kabupaten Hulu Sungai tengah. Tesis pada sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. (Tidak diterbitkan). Permana, E., Nasution, I.P dan Gunawijaya, J. 2011. Kearifan Lokal Tentang Mitigasi Bencana Pada Masyarakat Baduy. Jurnal Makara (15) 1, 67-76. Savithramma, P. Yugandhar, M. Linga Rao. 2013. Documentation of Ethnobotanical Knowledge of Ethnic Groups From Kurnool District, Andhra Pradesh, India. The Journal of Ethnobiology and Traditional Medicine. Photon 118, 295-305. Sardani. 2013. Fungsi Upacara Pamali Manggodo Dalam Sistem Pertanian Masyarakat Sambori. (Tidak diterbitkan). Skripsi. Singarimbun, M dan Effendi. 2010. Metode Penelitian Survai. LP3ES. Yogyakarta, 12-17. Spradley, J. P. 1997. Metode Etnografi. Yogyakarta: PT Tiara Wacana. 264
SENASPRO 2016 | Seminar Nasional dan Gelar Produk
[13] [14] [15]
[16]
[17]
Takayanagi T, Ishikawa T, Kitajima J, 2003, Sesquiterpene lactone glucosides and alkyl glycosides from the fruit of cumin, Phytochemistry, 63(4):479-84. Usman, H dan Akbar, P.S. (2006). Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara,17-67. Verma, Piyush Paul, V. Kumar, Kuldeep Yagik, Vinod Gupta. 2013. Biodiversity of ethnomedicinal plants used by traditional healers in remote villages of Datia District of Bundelkhand region, India. The Journal of Ethnobiology and Traditional Medicine. Photon 118 , 269-278. Waluyo, E.B. 1992. Tumbuhan dalam Kehidupan Tradisional Masyarakat dawan Timor. Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Etnobotani I. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Departemen Pertanian RI, LIPI. Perpustakaan Nasional RI. Bogor. Hal: 216-224. Widjaya, E.A, Mahya, U.W dan Utama. S.S. 1989. Tumbuhan Anyaman Indonesia. Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta
Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2016
265