KERAJINAN TENUN SONGKET BIMA DI LINGKUNGAN NGGARO KUMBE KELURAHAN RABADOMPU TIMURKECAMATAN RABA KOTA BIMA PROVINSI NTB Sabarudin Indra Wijaya, I Gusti Ngurah Sura Ardana, Mursal Jurusan Pendidikan Seni Rupa Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia E-mail :
[email protected],
[email protected],
[email protected], ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) Keberadaan dan perkembangan Kerajinan Tenun Songket Bima (2) Alat dan bahan yang digunakan dalam pembuatan kain Tenun Songket (3) Proses pembuatan kain Tenun Songket. (4) Ragam motif Tenun Songket. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan model pendekatan kualitatif.Jenis dan sumber data yaitu data primer dan data skunder. Penentuan informan dengan tehnik snowballsamplingdan purposive sampling. Teknik pengumpulan datadan instrumen(1) observasi, (2) wawancara, (3) kepustakaan (4) dokumentasi.Datadianalisis dengan cara (1) Analisis domain (2) Analisis taksonomik. Hasil penelitian mendeskripsikan (1) keberadaan dan perkembangan tenun songket Bima yaitu pada masa kesultanan abad ke-16 sampai ke-19 M. Alat dan proses pembuatan tidak mengalami perubahan. Terdapat delapan motif yang dipengaruhi oleh ajaran islam yang tidak membolehkan membuat motif hewan, dan terdapat enam motif yang berkembang setalah masa kesultanan. (2) Alat yang pergunakan dalamMuna Tembe su‟i yaitu Tampe, Tandi, Koro Besi, Koro Kuku, Cau, Sisi, Dapo, Lira, Sadanta Lita, Lihu, Janta, Langgiri, Taripo Wila, Taliri, Pusu, Saraja pusu, Ngane. Bahan baku benangkafa Nggoli, benang melamin dan mesrai (3) Selanjutnya Proses, Moro kafa, Ngane, Luru kafa, Nggulu kafa, Muna (4) Ragam motif kain songket yang terdapat di lingkungan Nggaro Kumbe yang berkembang selama masa kesultanan Bima abad 16-19 M, yaitu Bali Mpida, Bali Lomba, Bunga Satako, Bunga Samobo, Kakando, Ngusu Tolu, Ngusu Upa, dan Ngusu Waru, sedangkan motif yang berkembang setelah masa kesultanan, yaitu Motif Naga, Buah Delima, Kapi Keu, Bunga ros, Garuda, dan Kapempe. Kata Kunci :tenun, tembe su‟i, motif, Nggaro Kumbe, dan Bima
ABSTRACT This studyaims to determine(1) the existenceanddevelopment ofthe BimaWeavingCrafts(2) Tools andmaterials used inthe manufacture offabricsWeavingSongket(3) The process ofweavingsongketcloth. (4) VarietyWeavingSongketmotifs. This is a descriptivestudywitha qualitativeapproach model. Typesandsourcesof dataare primary dataandsecondary data. Determination of informantswithsnowball samplingtechniqueandpurposive sampling.Data collection techniquesand instruments(1) observation, (2) interviews, (3) literature, and(4) documentation.Data were analyzedby (1) domainanalysis and(2) taxonomicanalysis. The results ofthe studydescribe(1) the existence anddevelopment ofsongketBimaisduring thesultanateera16 until 19M.Tooland manufacturing processhas not changed. There areeightmotifswereinfluenced bythe teachings of Islamwhichdoes notallowmakinganimalmotifs, andthere are sixmotifsthat developedafter thetime ofthe empire. (2) The instrumentuse inMunaTembesu'iieTampe, Tandi, IronKoro, KoroNails, Cau, side, Dapo, Lira, SadantaLita, Lihu, Janta, Langgiri, TaripoWila, Taliri, Pusu, Saraja Pusu, Ngane. Kafa Nggoliyarn materials, threadsandmesraimelamine.(3) The process ofweavingsongketcloth is MoroKafa, Ngane, LuruKafa, NgguluKafa, andMuna(4) VarietysongketmotifscontainedwithinNggaroKumbegrowingduringcenturiesBimasultanate era 16 until19M isMpidaBali, Balirace, Bunga Satako ,Bunga Samobo, Kakando, NgusuTolu, NgusuUpa, and NgusuWaru, whilemotifthat developedafter the time ofthe empireisDragonmotif, Fruit Pomegranate, KeuKapi, Flower ros, Garuda, and Kapempe. Keywords :weaving, Tembesu'i, motifs, NggaroKumbe, and Bima
1
(rimpu).Tetapi seiring berjalannya waktu, kerajinan tenun pernah mengalami kemerosotan dari segi jumlah produksi, tepatnya pada masa perang dunia I dan II.Pada abad ke-20, kain tenun Bima mengalami peningkatan dalam jumlah produksi yang mulai tinggi.Hal ini terjadi saat Bima berubah menjadi Kota Madya yang pada saat itu dipimpin oleh Wali Kota yang bernama M. Nur Latif. Iamemberlakukan aturan di semua instansi daerah bahwa seluruh pegawai harus menggunakan baju kantor berbahan Kain Tenun Songket Bima. Dari segi motif, jumlah motif songket Bima relatif lebih sedikit bila dibandingkan dengan daerah lain, seperti Bali atau Palembang yang merupakan pusat kerajinan songket Nusantara. Peralatan yang digunakan lebih sederhana dan mudah diatur dan bahan yang digunakan juga mudah didapat di pertokoan karena bertambah banyaknya galeri-galeri kain tenun yang menyediakan bahan benang sesuai kebutuhan pengrajin dan pelanggan.Pada jaman dulu, penyediaan bahan tidak bersifat praktis karena pada pengrajin harus membuat benang sendiri dengan bahan yang alami, begitupun dengan pewarnaan benang pengrajin harus mewarnai sendiri dengan bahan-bahan yang alami pula. Pada perkembangan motif yang terdapat pada kain tenun disulam sendiri oleh si pengraji, menggunakan keahlian dan keterampilan kari jeramari si pengrajin. Pada masa kerjaan sebelum sistem kesultanan berkuasa, perkembangan motif sangat sedikit hanya terdapat beberapa motif yang digunakan diantaranya motif bali lomba (garis besar), bali mpida (garis kecil)yang sampai sekarang masih di produksi oleh para pengrajin. Setelah sistem kerajaan di pimpin oleh kesultanan pada sekitar abad ke-16 motif kain tenun mengalami penambahan jumlah, antaranya Motif Bunga samobo, bungan
PENDAHULUAN Bima adalah salah satu penghasil kain tenun terbesar di wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB) ada banyak daerah yang menghasilkan kain tenun berkualitas, Lombok dan Sumbawa adalah termasuk penghasil kain tenun juga. Tentun di setiap daerah memiliki perbedaan, letak perbedaannya ada pada motif dan corak kain tenunnya. Di daerah Bima terdapat banyak Desa/Lingkungan penghasil kain tenun, terutama kain tenun Songket salah satunya Ngaro Kumbe yang ada di kelurahan Rabadompu Timur Kecamatan Raba Kota Bima. Ada pula daerah lain seperti Sila, Wera, Sape, Tambora, Donggo dll. Para pengrajin kebanyakan kaum perempuan dan sangat jarang laki-laki menggeluti dunia kerajinan tenun.Siwe Mbojo (perempuan Bima-dompu) sudah menggeluti kegiatan menenun sejak lama, dalam artian sudah menjadi turuntemurun semenjak zaman kerajaan Bima, sekitar abad ke-15 M. Setelah Bima berubah menjadi sistem kesultanan (kerajaan Islam) kain tenun mengalami perubahan yang cukup pesat terutama dalam jumlah produksinya. Masuknya kepercayaan Islam merupakan awal pesat dan majunya kerajinan tenun di daerah Bima, sebab bukan saja diperdagangkan tetapi untuk memenuhi kebutuhaan istana dan masyarakat Mbojo.Tidak hanya itu, motif hiasan pada kain tenun pun mengalami penambahan.Misalkan di zaman sebelum kesultanan, jumlah motif hanya terbatas pada motif garis yang dalam bahasa Bima dinamakan motif Bali Mpida dan motif Bali Lomba. Setelah kerajaan Bima digantikan oleh Kesultanan Bima, motif yang terdapat dalam kain tenun Bima mengalami peningkatan seperti adanya motif ngusu tolu, ngusu upa, ngusu waru, kakando, aruna, bunga satako, bunga samobo. Perubahan ini terjadi disebabkan oleh penyebaran agama Islam pada masa itu dan terjadi pembatasan jenis motif.Motif yang boleh dibuat hanya motif tumbuhan, sedangkan motif hewan tidak diperbolehkan karena ketaatan masyarakat pada ajaran agama yang dianutnya.Jadi, kain tenun pada masa itu dipergunakan sebagai sarana peribadatan, seperti sholat dan jilbab
satako, ngusu tolu, ngusu upa, ngusu waru, kakando. Berdasarkan keterangan infoman penelitian yakni ibu sudarmi Pada masa Abad ke-21 motif-motif tembe su‟i mengalami perkembangan khususnya di lingkungan
2
Nggaro Kumbe, namun lebih umunya diwilayah Kelurahan Rabadompu Timur, ditandai dengan munculnya motif kapi
METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Penelitian Deskriptif yaitu penelitian yang bertujuan untuk menjelasakan secara sistematis mengenai suatu gejala . Sasaran dalam penelitian ini peneliti mendatangi Ibu Sudarmi dan pengrajin Muna (tenun) yang ada di Lingkungan Nggaro Kumbe untuk menggali informasi yang dibutuhkan oleh peneliti. Yaitu tentang keberadaan kerajinan tenun songket, alat, bahan, proses pembuatan serta ragam motif yang terdapat dilingkungan tersebut. Dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif.Teknik pengambilan sampel adalah purposive sampling dan snowball sampling, teknik dalam pengumpulan data yaitu meliputi teknik Observasi, Wawancara, Kepustakaan dan Pendokumentasian. Proses obeservasi yang yakni dengan melakukan pengamatan secara berkala agar mengetahui tindakan apa yang akan diambil selanjutnya. Teknik pewawancaraan yang dilakukan dengan yaotu teknik wawancara terstruktur dengan cara menyiapkan beberapa pertanyaan yang sudah disusun sesuai dengan teman penelitian dan teknik wawncara tidak terstruktur, tetapi tetap mengacu pada tema penelitian. Teknik kepustakaan adalah langkah alternatif yang ambil oleh peneliti guna mendukung data-data dalam penelitian, seperti dalam pembahasan mengenai keberadaan kerajian tenun sengket Bima dimana didalamnya mengulas kajian sejarah singkat mengenai kerajinan tenun songket yang ada di Bima. Teknik pendokumentasian adalah teknik yang dilakukan dengaan cara mencatat hasil-hasil observasi, wawancara dan kepustakaan serta pengambilan foto tentang pengrajin yang meliputi alat, bahan, proses dan jenis-jenis motif yang terdapat di Lingkungan Nggaro Kumbe. Instrument penelitian adalah alat yang digunakan dalam proses pengumpulan data untuk menjawab permasalah yang dirumuskan, makan instrument utama yang dalam penelitian ini adalam peneliti itu sendiri. Untuk membantu peneliti selama proses pengumpulan data adalah melakukan
Keu,Motif garuda, Buah Delima, Motif Naga Bunga Ros dan Kempempe. Oleh karena itu, kerajinan tenun songket di lingkungan Nggaro Kumbe, Kelurahan Rabadompu Timur, Kecamatan Raba, Kota Bima ini perlu diteliti untuk dideskripsikan dan didokumentasikan secara rinci, agar dapat dilihat oleh banyak masyarakat Bima maupun diluar Bima Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut. (1) Bagaimanakah keberadaan kerajinan Tenun Songket Bima, di Lingkungan Nggaro Kumbe, Kelurahan Rabadompu timur, Kecamatan Raba, kota Bima, Provinsi NTB ? (2) Alat dan bahan apasajakah yang digunakan dalam pembuatan kain Tenun Songket di Lingkungan Nggaro Kumbe, Kelurahan Rabadompu timur, Kecamatan Raba, kota Bima, Provinsi NTB ? (3) Bagaimanakah proses pembuatan kain Tenun Songket di Lingkungan Nggaro Kumbe, Kelurahan Rabadompu timur, Kecamatan Raba, kota Bima, Provinsi NTB ? (4) Apasajakah motifTenunSongket di Lingkungan Nggaro Kumbe, Kelurahan Rabadompu timur, Kecamatan Raba, kota Bima, Provinsi NTB ? Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah. (1) Mendiskripsikan keberadaan dan perkembangan kerajinan Tenun songket Bima, di Lingkungan Nggaro Kumbe, Kelurahan Rabadompu timur, Kecamatan Raba, kota Bima, Provinsi NTB. (2) Mendeskripsikan alat dan bahan yang digunakan dalam pembuatan kain Tenun Songketdi LingkunganNggaro Kumbe, Kelurahan Rabadompu timur, Kecamatan Raba, kota Bima, Provinsi NTB. (3) Mendeskripsikan proses pembuatan kain Tenun Songketdi Lingkungan Nggaro kumbe, Kelurahan Rabadompu timur, Kecamatan Raba, kota Bima, Provinsi NTB. (4) Mendeskripsikan motif kain Tenun Songketdi Lingkungan Nggaro Kumbe, Kelurahan Rabadompu timur, Kecamatan Raba, kota Bima, Provinsi NTB.
3
“Validasi” terhadap peneliti dengan cara Pembimbingan (proses bimbingan dosen pembimbing terhadap peneliti) yang meliputi, wawasan terhadap bidang yang diteliti. Setelah proses Validasi terhadap peneliti dianggap cukup, langkah selanjutnya yang tempuh adalah Obesavasi, Wawancara, Dokumentasi dan Analisis terhadap hasil penelitian. Teknik analisis data yang digunakan yaitu Analisis domain (Domain analysis) dan Analisis Taksonomi (Taxsonomic Analysis).Teknik analisis domain digunakan untuk memperoleh gambaran umum dan menyeluruh dari objek/penelitian atau situasi sosial.Sedangkan analisis taksonimi digunakan untuk memperoleh gambaran secara rinci dan utuh dari objek/penelitian atau situasi sosial.
Madya dari Provisni Nusa Tengara Barat, Wali Kota Pertama Benama H. M, Nur Latif. Pada masa kepemimpinan Nur Latif ada aturan yang dikeluarkan pemerinta Bima untuk mengenakan pakaian dari bahan tenun Bima untuk hari-hari tertentu disetiap instansi yang ada di daerah Bima. Perkembangan kerajinan tenun songket dibima melesat cepat dan ditambah aturan yang tidak membolehkan membuat motif hewan tidak berlaku lagi secara kepemerintahan maka terdapat beberapa motif baru yang diciptakan seperti motif Naga, Kapi Keu, Garuda,„Bunga Ros, Wua Delima, kepempe dll. Dalam bahasa Bima kerajinan Tenun dikenal dengan sebutan Muna ro Medi.kegiatan muna ro medi sudah dilakukan sejak dulu secara turun temurun. Di lingkungan Nggaro Kumbe mengenal pekerjaan menenun pada pertengahn abad ke-19 M, karena pada masa itu lingkungan ini masih merupakan perkebunan dan persawahan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil observasi, wawancara dan pendokumentasian terhadapat kerajinan tenun songket Bima di Lingkungan Nggaro Kumbe, menunjukan hasil yang akan dibahas meliputi (1) Keberadaan (2) Alat dan bahan (3) Proses pembuatan (4) Jenis Motif Kain Songket Bima di Lingkungan Nggaro Kumbe sebagai berikut : (1). Keberadaan Keberadaan kerajinan tenun songket diperkirakan sudah ada pada pada zaman sebelum Kesultanan Bima berkuasa yakni pada abad ke-15 M. Masa kesultanan Bima dimulai pada abad ke-16 M, dan berakhir pada abad ke-19 M. Masuknya ajaran Islam sangat mempengaruhi pengrajinan tenun di Bima pada masa Kesultanan, terutama pada jenis motifnya. Ada semacam aturan yang tidak membolehkan pengrajin tenun membuat motif hewan atau manusia dan hanya dimbolehkan membuat motif-motif berjenis tumbuhan serta geometris (garis-garis).Maka lahirlah beberapa motif seperti motit Bali Loba (garis besar), Bali Mpida (garis kecil), „Bunga Samobo (bunga sekuntum), „Bunga Satako (bunga setangkai) kakando (rebung bambu), Ngusu Tolu (segi Tiga), Ngusu Upa (segi empat), Ngusu Waru (segi delapan). Pada masa setelah Kesultanan Bima apada Abad ke-20 M, Bima menjadi Kota
(2) Alat dan bahan Berikut Alat dan bahanyang digunakan oleh pengrajin tenun kain songket di lingkungan Nggaro Kumbe (tembe su‟i) antara lain sebagai berikut. Tampe Tandi, Koro Besi,
Koro Kuku, Cau, Sisi, Dapo, Lira, Sadanta, Lita, Lihu, Janta, Langgiri, Taripo Wila, Taliri, Pusu, Saraja pusu, Ngane. Sedangkan bahannya adalah Benang terbuat dari kapas (kafa na‟e), benang Melamin dan Benang
Mesrai.
(3) Proses Pembuatan
4
Dalam pembuatan kain tenun songket Bima di Lingkungan Nggaro Kumbe, ada beberapa langkah yang harus di lalui sebelum melakukan aktifitas menenu, berikut langkahlangkhnya : 1)Moro Kafa, 2) Ngane Kafa, 3)
cubu Kafa dei cau, 4) Luru Kafa, 5) Nggulu Kafa, dan 6) Munalangkah-langkah ini sangat berurutan.
Proses Muna oleh Siti Masda 47thn
Proses Pembuatan Mitif Bunga Satako
5
(d) Bali Mpida(garis kecil) (4) Ragam Motif Berikut delapan motif songket yang diperkirakan ada sejak masa kesultanan Bima sekitar abad ke-16 s/d 19 M. Dari delapan motif ini semua bejenis motif tumbuhan. (a). Motif BungaSamobo (Bunga Sekuntum)
(e) Bali Lomba (garis besar)
(b). Motif Bunga Satako (bunga sekuntum)
(f) Motif Ngusu Tolu (segi tiga)
(c). Motif Kakando (rebung bamabu)
(g) Motif Ngusu Upa (segi empat)
6
(b) Motif Garuda
(h) Motif Ngusu Waru (segi delapan)
(c) Motif Kapi Keu
Berikut motif yang berkembang setalah masa Kesultanan Bima. Ada empat motif hewan yang sudah dikembangkan oleh pengrajin tenun. (d) Motif Buah Delima
(a) Motif Naga
7
(e) Motif Bunga Ros
(f)
Motif Kapempe (kupu-kupu)
Baju dari bahan Kain Songket Bima
8
bahawa pesan yang ingin peneliti sampaikan adalah ketika mengenakan Tembe Su‟i yang bermotif Ngusu Waruhendaklah bersikap seperti apa yang dipesan pada setiap sudut pada motif tersebut agar dapat menjaga nalinali budaya yang pernah dibanggakan dimasa silam. Berikut motif yang menjelaskan karakter masyarakat Mbojo secara umum. Ngusu Upa adalah salah satunya, Motif ngusu Upa melambangkan sikap hidup yang terbuka untuk berkomunikasi dengan kaum pendatang dari beragai penjuru. Ada pula pesan yang terkandung dalam motif Ngusu Tolu memberi pesan untuk rendah hati, pada sudut yang menjulang ke atas adalah melambangkan kekuasaan tertinggi berada pada Allah Swt.
Ulasasan motir-motif di atas merupak fokus pada pemebahasan ini, disebabkan keragaman motif adalah sebuah khazanah dalam kerajinan tenun songket Nusantara. Apa yang terlihat pada motif-motif kain songket Bima di Lingkungan Nggaro Kumbe adalah suatu kearifan lokal yang dimiliki oleh Dana Mbojo (daerah bima-dompu) . Alasan penelitian ini memfokuskan pada pada motif kain tenun songket (muna tembe su‟i) selain keragaman ternyata ada beberapa motif yang memiliki makna filosorfi yang teramat dalam dan juga mencerminkan karakteristik kehidupan suku Mbojo secara umum dan khusus. Makna motif Tembe Su‟i (kain songket) tergambar pada motif Ngusu Waru (segi delapan) dimana setiap sudut yang ada pada motif memiliki arti yang cukup dalam dan menyentuh secara personal kepada yang mengenakan motif tersrbut, berikut penjelasannya : 1. Macia ima ro ma taqwa (yang kuat imannya dan yang takwa) 2. Mantau ilmu ro ma bae ade (berilmu dan berpengalaman serta berwawasan) 3. Mbani ro disa (berani menegakkan yang haq dan membasmi yang batil) 4. Malembo ade ro mapaja sara (sabar dan tenggang rasa) 5. Mandinga nggahi labo rawi ( segala sesuatu yang diikrarkan harus dilaksanakan) 6. Mataho hidi ro tohona (yang gagah lahir dan batin) 7. Londo ro mai dou taho (berasal dari keturunan yang baik) 8. Mataho mori ro woko (memiliki kekayaan lahir dan batin) Delapan penjelasan di atas mencermin kepribadian seorang yang layak menjadi seorang pemimpin, bisa jadi ini adalah hasil perenungan yang sangat pada masa Kesultanan Bima yang pada masa itu ajaran Islam menjadi satu-satunya pedoman hidup yang dianut oleh masyarakat Mbojo. Penelitan ini tidak meragukan lagi bila menganalisa bahawa pada masa Kesultanan Bima kain tenun yang bermotif Ngusu Waru hanya layak dipakai oleh orang-orang tertentu seperti, dari kalangan keluarga kesultanan. Ini bertanda
KESIMPULAN Berdasarkan hasil dan pembahsan di atas dalat simpulakan penelitina ini mendeskripsikan tentang kerajinan tenun songket Bima yang ada di lingkungan Nggaro Kumbe kelurahan Rabadompu timur kecamatanan Raba, Kota Bima NTB. Hasil yang dapat di simpulkan berupa alat dan baha, proses pembuatan serta ragam motif yang ada di lingkungan Nggaro Kumbe. Dalam masyarakat Mbojo kerajinan tenun di kenal dengan istilah “Muna ro Medi”dan alat, bahan serta motifnya menggunakan bahasa asli daerah Bima. Kerajina tenun atau yang dikenal Muna ro medi sudah ada sejak masa kesultanan Bima dan sampai sekarang masih dipertahankan bahkan makin berkembang secara kuantitas hasil tenun yang diproduksi. Perkembangan muna ro medi diwilayah Bima semakin meluas, ditambah lagi dengan adanya aturan yang di keluarkan oleh pemerintah kota Bima, bahwa pegawai daerah harus Berpakaian dari bahan Muda ro Medi saat hari-hari kerja. DAFTAR PUSTAKA Afifuddin, M.M. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Pustaka Setia. Aman.
9
Mengenal dan Memahami Antropologi 1 untuk Kelas XI SMA
2007.
dan MA. Solo: PT Tiga Serangkai
Tim Abdi Guru. 2000. Kurikulum 1994,
Kerajinan Tangan dan Kesenian.
Pustaka Mandiri.
Erlangga: Jakarta.
Brouwer, M.A.W. dkk. 1980. Kepribadian dan Perubahannya. Jakarta: PT Gramedia. Hariwijaya, M. 2007. Kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara. Yogyakarta: PT Pustaka Insan Madani. Haruki, Yamamoto. 2010. Gelora Menuju Indonesia Baru. Jakarta: PT Dian Rakyat. Ismail,
M. Hilir, dkk. 2001. Seni Budaya
Mbojo (Seni Rupa dan Seni Arsitektur). Bima: Bina Karya. Ismail, M. Hilir dan Malingi Alan.2010. Ragam Motif Tenun Bima-Dompu. Mataram: Mahani Persada. Khuntjara,
Esher. 2006. Penelitian Kebudayaan, Sebuah Panduan Praktis. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Malingi, Alan. 2010. Mengenal Alat Tenun Bima-Dompu. Mataram: Mahani Persada. Malingi, Alan. 2011. Mengenal Alat Tenun Tradisional Bima Dompu.http://alanmalingi.wordpress.com/201 1/04/27/mengenal-alat-tenun-tradisional-bimadompu/. Diakses tanggal 15 Juli 2014. Petras, James dan Henry Veltmeyer. 2002. Imperialism Abad 21. Yogyakarta: Kreasi Wacana. Soedarso Sp. 1990. Tinjauan Seni Sebuah
Pengantar untuk Apresiasi Seni.Yogyakarta: Saku Dayar Sana. Soedjatmoko.1995. Dimensi Manusia dalam Pembangunan. Jakarta: PT Pustaka LP3ES.
10