ESTIMASI MARGINAL ABATEMENT COST LIMBAH CAIR INDUSTRI FARMASI (Studi Kasus: PT. Prafa, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor)
Oleh: NUNUNG SAFITRI A14304053
PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
RINGKASAN NUNUNG SAFITRI, Estimasi marginal Abatement Cost (MAC) Limbah Cair Industri Farmasi (Studi Kasus: PT. Prafa, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor). Dibawah bimbingan ACENG HIDAYAT Sektor industri makin berperan sangat strategis sebagai motor penggerak pada Pembangunan Jangka Panjang (PJP) II. Sektor ini diharapkan sebagai penyerap tenaga kerja terbesar, penghasil devisa dan pemacu pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Market Research & Feasibility Studies PT. Multidata Riset Indonesia, tahun 2008 industri farmasi Indonesia berjumlah 224 buah dan memiliki kapasitas produksi sebesar 3% dari total kapasitas seluruh dunia. Jumlah tersebut hanya 0,2% dari total pasar seluruh dunia. Suplai untuk pasar lokal, penjualan produk farmasi mencapai US$ 1,2 miliar. PT. Pradja Pharin (Prafa) merupakan salah satu perusahaan farmasi yang berada di Kabupaten Bogor. Seperti halnya perusahaan lain, PT. Prafa menghasilkan produk sampingan berupa limbah. Berdasarkan data dari Dinas Tata Ruang dan Lingkungan Hidup (DTRLH) Kabupaten Bogor, PT. Prafa merupakan perusahaan yang paling besar volume limbah cairnya per bulan diantara perusahaan farmasi lainnya yang berada di Kabupaten Bogor yaitu 600 m3. Limbah cair yang dihasilkan PT. Prafa mengandung bahan-bahan organik yang tinggi yang berasal dari produksi obat-obatan. Limbah cair yang dihasilkan PT. Prafa berpotensi menyebabkan kerusakan lingkungan jika tidak diolah dengan baik. Sesuai dengan UU No. 4 Tahun 1982, PT. Prafa dalam kegiatan produksinya dilengkapi dengan IPAL, yang didesain khusus untuk mengolah limbah cair agar tidak melebihi baku mutu yang telah ditetapkan oleh pemerintah (KepMen LH 51 Tahun 1995). PT. Prafa dalam mengendalikan keluaran limbahnya dilakukan dengan proses produksi bersih melalui sistem IPAL yang terpadu dan sesuai dengan karakteristik limbah cair dan effluent yang dinginkan. Pembangunan IPAL terkait dengan biaya dan manfaat usaha tersebut. Biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk mengolah air limbahnya disebut Abatement Cost yaitu biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk mengurangi satu-satuan konsentrasi ambient limbah cair agar tidak merusak dan mencemari lingkungan. Marginal Abatement Cost (MAC) mencerminkan biaya tambahan satu unit atau ton polusi berkurang atau tidak. MAC yang harus dikeluarkan oleh perusahaan terkait dengan biaya IPAL. Biaya IPAL terdiri dari biaya investasi dan biaya operasional IPAL. Biaya investasi berupa biaya pembangunan IPAL sedangkan biaya operasional terdiri dari upah tenaga kerja, biaya overhead, biaya perawatan dan biaya angkutan. Biaya pengolahan limbah yang dikeluarkan PT. Prafa dinternalisasi ke dalam biaya produksi, sehingga perusahaan dalam proses produksinya telah memperhitungkan biaya lingkungan. Biaya lingkungan merupakan biaya yang diperhitungkan sebagai kompensasi akibat dampak negatif terhadap lingkungan maupun masyarakat yang terkena dampak limbah Biaya produksi ini nantinya akan menentukan harga dasar jual obat dipasaran. Hal ini menyebabkan konsumen yang harus menanggung biaya lingkungan dari harga obat yang dibelinya. Biaya lingkungan yang harus ditanggung konsumen, menyebabkan harga obat menjadi mahal. Kenyataannya perusahaan lagi yang harus memperoleh keuntungan yang besar karena perusahaan tidak menanggung biaya lingkungan, padahal biaya lingkungan yang dikeluarkan nilainya tidak besar dibandingkan dengan keuntungan yang perusahaan peroleh. Selain itu, MAC yang dikeluarkan tidak sebanding dengan kerugian yang harus ditanggung masyarakat yang terkena dampak limbah. Sehingga dari semua kegiatan produksi perusahaan yang harus menjadi
korban adalah konsumen dan masyarakat sekitar industri. Konsumen harus menanggung biaya lingkungan dan masyarakat sekitar industri harus menanggung beban pencemaran akibat limbah industri. Tujuan penelitian ini adalah mengestimasi tambahan biaya yang dikeluarkan oleh PT. Prafa untuk mengurangi kadar pencemaran per satuan konsentrasi parameter limbah cair (Marginal Abatement Cost/MAC) dan mengestimasi besarnya MAC per unit produk serta persentase MAC terhadap harga jual dan keuntungan per unit produk. Penelitian ini dilakukan pada perusahaan farmasi yaitu PT. Prafa, yang terletak di Desa Karang Asem Barat, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor. Pemilihan objek dan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive). Hal ini didasarkan pada data Dinas Tata Ruang Lingkungan Hidup (DTRLH) Kabupaten Bogor, bahwa PT. Prafa merupakan perusahaan yang menghasilkan volume limbah cair terbesar di antara perusahaan farmasi lainnya yang berada di Kabupaten Bogor. Selain itu, PT. Prafa dalam upaya pengolahan limbah cairnya sudah dilengkapi sarana IPAL. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai Agustus 2008. Hasil penelitian ini adalah biaya yang harus dikeluarkan oleh PT Prafa untuk mengurangi satu-satuan konsentrasi parameter limbah cair (Marginal Abatement Cost/MAC) untuk parameter BOD adalah sebesar Rp.646.374,22 per mg/l, parameter COD sebesar Rp.159.832,08 per mg/l dan parameter TSS sebesar Rp.646.433,41 per mg/l. MAC untuk keseluruhan konsentrasi parameter limbah cair yang telah mengalami proses pengolahan melalui IPAL untuk parameter BOD dengan outlet 14 mg/l adalah sebesar Rp.9.049.239,08, parameter COD dengan outlet 10,67 mg/l sebesar Rp.1.705.408,3 dan parameter TSS dengan outlet 14,17 mg/l sebesar Rp.9.159.961,42. sehingga total MAC yang harus dikeluarkan oleh PT Prafa untuk semua parameter yaitu BOD, COD dan TSS sebesar Rp.19.914.608,8 per bulan. Jadi semakin besar nilai pengurangan outlet limbah cair semakin besar nilai MAC yang harus dikeluarkan perusahaan. Besarnya persentase biaya lingkungan terhadap harga jual sebesar 0,45 persen, artinya dari harga dasar satu tablet obat sebesar Rp.184,38 sebesar 0,45 persen dialokasikan untuk biaya pengolahan limbah (MAC) yaitu Rp.0,84 per tablet obat. Sementara itu, persentase MAC terhadap nilai keuntungan yang diperoleh perusahaan adalah sebesar 0,09 persen, artinya dari keuntungan yang diperoleh perusahaan sebesar Rp.921,14 sebesar 0,09 persen dialokasikan untuk MAC yaitu sebesar Rp.0,84. MAC per unit produk yang dikeluarkan oleh perusahaan mencerminkan biaya lingkungan. MAC yang dikeluarkan perusahaan diinternalisasi kedalam biaya produksi, yang nantinya akan menetukan harga jual satu tablet obat. Biaya lingkungan tersebut dibebankan ke konsumen dari produk yang mereka beli, sehingga harga obat yang diterima konsumen menjadi lebih mahal. Perusahaan harus lebih meningkatkan kesadaran dan tanggungjawab sosial terhadap lingkungan melalui upaya peningkatan teknologi pengolahan limbah dan perbaikan sistem IPAL. Perusahaan sebaiknya meningkatkan alokasi biaya untuk pengolahan limbahnya agar perusahaan dapat meningkatkan teknologi pengolahan limbah, sehingga mutu limbah yang dihasilkan semakin baik. Sebaiknya alokasi MAC yang dikeluarkan perusahaan dibebankan dari keuntungan yang diperoleh perusahaan, bukan dibebankan pada harga produk. Hal ini bertujuan agar konsumen menerima harga obat yang lebih murah karena konsumen tidak harus menanggung biaya lingkungan. Perlunya perhatian yang lebih serius dari pemerintah melalui upaya pengawasan dan pengendalian terhadap kegiatan atau usaha yang berpotensi mencemari sungai-sungai dan udara ambient.
ESTIMASI MARGINAL ABATEMENT COST LIMBAH CAIR INDUSTRI FARMASI (Studi Kasus: PT. Prafa, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor)
Oleh: NUNUNG SAFITRI A14304053
Skripsi Sebagai Bagian Pernyataan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
Judul Skripsi Nama Mahasiswa NRP Program Studi
: Estimasi Marginal Abatement Cost Limbah Cair Industri Farmasi (Studi Kasus: PT. Prafa, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor) : Nunung Safitri : A14304053 : Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT NIP. 19660717 199203 1 003
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr NIP. 19571222 198203 1 002
Tanggal Kelulusan:
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “ESTIMASI MARGINAL ABATEMENT COST LIMBAH CAIR INDUSTRI FARMASI (Studi Kasus: PT. PRAFA,
KECAMATAN
CITEUREUP,
KABUPATEN
BOGOR)”
BELUM
PERNAH
DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK
MENGANDUNG
BAHAN-BAHAN
YANG
PERNAH
DITULIS
ATAU
DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM TULISAN.
Bogor, Januari 2010
Nunung Safitri A14304053
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Nunung Safitri, dilahirkan pada tanggal 19 September 1985 di Jakarta, sebagai anak ke empat dari sepuluh bersaudara pasangan A’ang Ashari dan Kasih. Pada tahun 1998 penulis telah menyelesaikan pendidikan dasarnya di Madrasah Ibtida’iyah Hidayatul Islamiyah Jakarta, kemudian pada tahun 2001 penulis juga telah menyelesaikan Pendidikan Menengah Pertama di SLTP PGRI Kramatwatu, Serang dan menyelesaikan pendidikan menengah di SMAN I Kramatwatu, Serang pada tahun 2004. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2004 melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis diterima sebagai mahasiswi Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya (EPS), Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian. Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis aktif mengikuti kegiatan organisasi kemahasiswaan seperti KOPMA periode 2005-2006 dan aktif dalam berbagai kepanitian kegiatan kampus.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kepada ALLAH SWT yang selalu memberikan rahmat dan kemudahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi yang berjudul Estimasi Marginal Abatement Cost Limbah Cair Industri Farmasi (Studi Kasus: PT. Prafa, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor). Shalawat serta salam tak lupa selalu tercurah pada Rasulullah SAW beserta sahabat, keluarga dan pengikutnya hingga akhir zaman. Skripsi ini ditulis untuk memenuhi persyaratan kelulusan program sarjana pada departemen ilmu-ilmu sosial ekonomi pertanian, fakultas pertanian IPB. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kelemahan dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu diharapkan kritik dan saran yang dapat membangun dan bermanfaat untuk penelitian selanjutnya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan pihak-pihak yang berkepentingan.
Bogor, Januari 2010
Penulis
UCAPAN TERIMAKASIH
Segala puji dan syukur kepada ALLAH SWT atas segala karunia dan anugerah_Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberi bantuan dan dukungan serta kerjasama dalam penyusunan skripsi ini terutama kepada: 1. Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. 2. Dr.Ir.Aceng Hidayat, MT selaku dosen pembimbing skripsi yang selalu sabar memberikan masukan, arahan dan bimbingan serta waktu selama menyelesaikan skripsi ini. 3. Ir. Nindyantoro, MSP selaku dosen penguji utama dan Nuva, SP, MSi selaku dosen penguji wakil komisi pendidikan atas kritik dan saran sebagai penyempurna skripsi ini. 4. Mbak Pini Wijayanti, SP atas bimbingan, saran, kritik, dan perhatiannya selama proses penyusunan skripsi. 5. Segenap Dosen dan Staf Program studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya (EPS) yang telah memberikan banyak bantuan dan ilmu kepada penlis selama proses perkuliahan 6. Ir. Afrial dan Hj. Rosvita Rais selaku orangtua asuh yang telah memberikan kesempatan dan pertolongan, sehingga penulis dapat kuliah hingga selesai. Tak lupa juga untuk Ayu dan Mas Radi yang selalu memberikan support. 7. Umi dan Bapak serta saudara-saudaraku juga keluarga besar buat kasih sayang, perhatian, do’a, nasihat dan dukungannya yang selalu tercurah tiada henti.
8. Sahabat-sahabatku tercinta : Devi, Anti, Wida, Rahma, Rira, Natalia, Retno, Vina, Cita, Wulan, Emil, Arin (GMSK), Sinta (PMT), Yanti (AGB), Arif Wibowo. Thanks a lot untuk perhatian, dukungan, bantuan dan kebersamaannya. 9. Teman-teman EPS 41 buat kebersamaannya : Cian, Nia, Vivid, Nisa, Yani, Lingga, Erfan, Rolas, Fitri, Anggie, Ade, Mayang, Mery, Lenny dan semua teman-teman yang tidak bisa disebutkan satu persatu. 10. Ibu Yanti dan seluruh staf dan karyawan PT. Prafa yang telah banyak membantu dalam penelitian dan pengambilan data guna penyelesaian skripsi. 11. Bapak Dodi (DTRLH Kabupaten Bogor) dan Bpk Nasrun (Humas Pemda Kabupaten Bogor) yang telah berkenan membantu demi kelancaran dalam menyelesaikan skripsi ini. 12. Semua pihak yang tak bisa disebutkan satu persatu, terimakasih banyak telah membantu dan memberikan semangat selama penyusunan skripsi ini.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ................................................................................................
x
DAFTAR TABEL .......................................................................................
xiii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................
xiv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................
xv
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ..................................................................................
1
1.2 Perumusan masalah ...........................................................................
6
1.3 Tujuan Penelitian ..............................................................................
11
1.4 Manfaat penelitian .............................................................................
11
1.5 Ruang Lingkup Penelitian .................................................................
12
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Jenis-Jenis Industri Farmasi ....................................
14
2.2 Limbah ...............................................................................................
16
2.2.1 Pengertian Limbah dan Jenis-Jenisnya ....................................
16
2.2.2 Limbah Cair Industri ...............................................................
19
2.2.3 Limbah Cair Industri Farmasi .................................................
21
2.3 Pengelolaan dan Pengolahan Limbah Cair .......................................
26
2.3.1 Pengelolaan Sumber Air Limbah .............................................
27
2.3.2 Pengolahan Air Limbah ............................................................
28
2.4 Penelitian Terdahulu .........................................................................
30
2.4.1 Limbah Cair Industri Farmasi ..................................................
30
2.4.2 Biaya Pengolahan Limbah Cair ..............................................
34
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ............................................................
36
3.1.1 Marginal Abatement Cost (MAC) ...........................................
36
3.1.2 Biaya Produksi dan Keuntungan ...............................................
41
3.2 Kerangka Operasional ........................................................................
45
IV. METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ............................................................
46
4.2 Jenis dan Sumber Data ......................................................................
46
4.3 Metode dan Analisis Data .................................................................
47
4.3.1 Analisis Marginal Abatemen Cost (MAC) Berdasarkan Konsentrasi Parameter Limbah ............................
48
4.3.2 Estimasi Persamaan dan Kurva Marginal Abatement Cost (MAC) ......................................................................................
53
4.3.3 Penentuan MAC Terhadap Harga Jual dan Keuntungan per Unit Produk .........................................................................
55
4.3.4 Persentase MAC Terhadap Harga Jual dan Nilai Keuntungan per Unit Produk..........................................................................
56
V. GAMBARAN UMUM 5.1 Gambaran Umum PT. Pradja Pharin ................................................
60
5.1.1 Sejarah Singkat Perusahaan .....................................................
60
5.1.2 Lokasi dan Tata Letak Pabrik ..................................................
60
5.1.3 Operasional Kegiatan ...............................................................
61
5.1.4 Jenis dan Tahapan Kegiatan Produksi ......................................
63
5.2 Upaya Pengelolaan Lingkungan (UPL) dan Upaya Kelestarian Lingkungan (UKL) PT. Prafa ..........................................................
64
5.3 Gambaran Umum IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) PT. Prafa............................................................................................
69
VI. MARGINAL ABATEMENT COST 6.1 Estimasi Marginal Abatement Cost (MAC) Berdasarkan Parameter Limbah Cair ......................................................................................
75
6.1.1 Inlet dan Outlet Limbah Cair Berdasarkan Parameter ..............
75
6.1.2 Total Biaya Proses Pengolahan Limbah (Total Abatement Cost/TAC) .....................................................
77
6.1.2 Estimasi Marginal Abatement Cost (MAC) Parameter BOD ...
77
6.1.3 Estimasi Marginal Abatement Cost (MAC) Parameter COD....
81
6.1.4 Estimasi Marginal Abatement Cost (MAC) Parameter TSS .....
84
VII. MAC PER UNIT PRODUK 7.1 Estimasi MAC per Unit Produk .......................................................
88
7.2 Estimasi Persentase MAC Terhadap Harga Jual dan Keuntungan ...
89
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1 Kesimpulan ......................................................................................
93
8.2 Saran ................................................................................................
94
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................
95
LAMPIRAN .................................................................................................
96
DAFTAR TABEL
Tabel
Teks
Halaman
1. Rata-Rata Volume Limbah per Bulan Perusahaan Farmasi di Kabupaten Bogor .................................................................................
4
2. Parameter karakteristik Kelompok Pencemar dalam Limbah Cair .....
19
3. Nilai BOD Limbah Cair Beberapa Jenis Industri ................................
22
4. Nilai COD Limbah Cair Beberapa Jenis Industri ................................
23
5. Nilai TSS Limbah Cair Beberapa Jenis Industri .................................
24
6. Kadar Zat Pencemar dalam Limbah Awal (Sebelum Diolah) ............
26
7. Perbandingan Untung Rugi Proses Kimia, Fisika dan Biologi ...........
30
8. Matriks dan Metode Analisis Data ......................................................
47
9. Tahapan Pengembangan PT. Prafa ......................................................
60
10. Rincian Luas Bangunan PT. Prafa ......................................................
61
12. Proses dan Tahapan Kegiatan Produksi ..............................................
63
13. Jenis Produk Berdasarkan Bentuk/Dosis Obat ....................................
63
14. Kegiatan yang Menimbullkan Dampak Lingkungan Beserta Evaluasi Dampaknya ...........................................................................
64
15. Data Inlet dan Outlet Limbah Cair PT. Prafa Semester II (2007) dan Semester I (2008) ................................................................................
76
16. Hasil Perhitungan Rataan Konsentrasi Parameter BOD Inlet, Outlet, dan inlet-Outlet PT. Prafa ........................................................
84
17. Hasil Perhitungan Rataan Konsentrasi Parameter COD Inlet, Outlet, dan inlet-Outlet PT. Prafa ........................................................
85
18. Hasil Perhitungan Rataan Konsentrasi Parameter TSS Inlet, Outlet, dan inlet-Outlet PT. Prafa ........................................................
87
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Teks
Halaman
1.
Representasi Marginal Abatement Cost Function ........................... 37
2.
Anatomi Marginal Abatement Cost Curve ..................................... 38
3.
Aggregate Abatement Cost .............................................................. 40
4.
Kurva MAC ..................................................................................... 54
4.
Marginal Abatement Cost untuk Parameter BOD .......................... 81
5.
Marginal Abatement Cost untuk Parameter COD .......................... 84
6.
Marginal Abatement Cost untuk Parameter TSS ........................... 87
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Teks
Halaman
1.
Contoh Lembar Laporan Hasil pemeriksaan Laboratorium .......... 96
2.
Laporan Biaya Proses Air Limbah PT. Prafa Tahun 2007/2008 ..
3.
Pengeluaran Biaya Produksi PT. Prafa Tahun 2007/2008 ............. 98
4.
Tabel Total Produksi Obat PT. Prafa Tahun 2007/2008 ................ 99
5.
Alur Pembuangan Limbah Cair PT. Prafa ..................................... 100
6.
Proses Pengolahan Limbah Cair PT. Prafa .................................... 101
7.
Perhitungan Persamaan Garis Kurva MAC ................................... 102
8.
Foto IPAL PT. Prafa....................................................................... 103
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Sejak tahun 1990-an paradigma pembangunan ekonomi Indonesia mengarah kepada industrialisasi. Sektor industri makin berperan sangat strategis sebagai motor penggerak pada Pembangunan Jangka Panjang (PJP) II. Sektor ini diharapkan sebagai penyerap tenaga kerja terbesar, penghasil devisa dan pemacu pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Banyak sektor industri yang berkembang dan berperan di Indonesia saat ini, hal ini disebabkan adanya globalisasi ekonomi yang semakin luas. Kebutuhan manusia yang semakin meningkat, menyebabkan pertumbuhan industri semakin berkembang dengan pesat dan merambah ke segala bidang. Setiap bidang industri mempunyai peran yang penting dalam perekonomian nasional dan meningkatkan kesejahteraan manusia. Salah satu sektor industri yang saat ini memainkan peran penting dalam meningkatkan perekonomian nasional adalah industri farmasi. Industri farmasi merupakan industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Market Research & Feasibility Studies PT. Multidata Riset Indonesia, tahun 2008 industri farmasi Indonesia berjumlah 224 buah dan memiliki kapasitas produksi sebesar 3% dari total kapasitas seluruh dunia. Jumlah tersebut hanya 0,2% dari total pasar seluruh dunia. Suplai untuk pasar lokal, penjualan produk farmasi mencapai US$ 1,2 miliar. Sementara itu, pada tahun 2010 akan dicanangkan program Kebijaksanaan Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia Sehat 2010 oleh Pemerintah, yang salah satu tujuannya adalah mendorong terfasilitasinya ketersediaan Obat Generik Berlogo (OGB) di wilayah
2 tertentu dan dalam kurun waktu tertentu. Hal ini semakin mendorong pertumbuhan produksi obat-obatan generik di Indonesia. Disamping itu, pada tahun 2008 belanja kesehatan Indonesia meningkat 14 persen dan pertumbuhan industri farmasi nasional di atas 15 persen. Industri farmasi semakin berperan penting pada perekonomian nasional, meskipun industri farmasi di Indonesia relatif masih muda jika dibandingkan dengan industri farmasi di negara-negara maju. Industri farmasi
mempunyai
peran antara lain: menjamin dan memperbaiki kesehatan masyarakat dalam mengatasi berbagai penyakit, meminimasi resiko kesehatan dan menjamin pelayanan kesehatan yang berkesinambungan (sustainable) bagi generasi sekarang maupun generasi mendatang, serta memberikan kontribusi dalam peningkatan ekonomi karena menghasilkan output ekonomi yang besar, investasi dan penyerapan tenaga kerja. Industri farmasi merupakan industri yang sarat dengan inovasi dan berbasis pada penelitian serta pengembangan (Research and Development) sehingga menuntut adanya penemuan-penemuan baru berupa formulasi kimia. Penemuan bahan-bahan kimia yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan manusia telah mendorong dibangunnya industri-industri farmasi yang di satu sisi menghasilkan sejumlah obat demi kesehatan dan kesejahteraan manusia sedangkan di sisi lain juga menimbulkan eksternalitas negatif berupa limbah. Limbah yang berasal dari industri farmasi dapat mengandung Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dan logam berat yang bergantung pada bahan-bahan yang dipergunakan untuk proses produksinya. Limbah yang mengandung B3 dapat
3 bersifat membahayakan kelangsungan hidup manusia dan menimbulkan kerusakan lingkungan. Untuk mengantisipasi kerusakan lingkungan yang dapat terjadi akibat limbah industri, pemerintah dalam undang-undang No. 4 tahun 1982 mengharuskan pihak industri untuk membangun Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). IPAL ini berfungsi untuk meminimisasi daya cemar limbah yang dihasilkan dan tingkat pencemaran yang terjadi akibat proses produksi, agar tidak merusak dan mencemari lingkungan. PT. Pradja Pharin (Prafa) merupakan salah satu perusahaan farmasi yang berada di Kabupaten Bogor. Seperti halnya perusahaan lain, PT. Prafa menghasilkan produk sampingan berupa limbah. Wujud limbah yang dihasilkan PT. Prafa berupa padat, gas, cair dan lumpur. Berdasarkan wujud limbah industri tersebut, limbah cair merupakan jenis limbah yang perlu mendapat perhatian karena
berpengaruh
penting
terhadap
kerusakan
lingkungan,
misalnya:
pembuangan limbah cair ke badan air (sungai) yang digunakan masyarakat sekitar dapat mencemari air sungai dan merusak ekosistem yang ada di sungai tersebut. Selain itu, limbah cair merupakan limbah yang paling banyak dihasilkan jika dibandingkan dengan jenis limbah lainnya karena dalam proses produksinya air merupakan bahan baku yang paling banyak digunakan. Berdasarkan data Dinas Tata Ruang dan Lingkungan Hidup (DTRLH) Kabupaten Bogor, PT. Prafa merupakan perusahaan yang paling besar volume limbah cairnya per bulan diantara perusahaan farmasi lainnya yang berada di Kabupaten Bogor.
4 Berikut Tabel 1 yang menggambarkan volume limbah cair perusahaan farmasi per bulan yang berada di Kabupaten Bogor. Tabel 1. Rata-rata Volume Limbah Cair per Bulan Perusahaan Farmasi Kabupaten Bogor No Nama Perusahaan 1 PT Yupharin Pharmaceutical 2 PT Darya Varia Laboratoria 4 PT Novell Pharmaceutical Laboratories 5 PT.Pradja Pharin 6 PT Phytochemindo Reksa 7 PT Martino Berto 8 PT Eisai Indonesia 9 PT Novartis Indonesia
Volume (m3/bulan) 450 330 400 600 36 226 220 150
Sumber : Dinas Tata Ruang Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor (2006)
Limbah cair yang dihasilkan PT. Prafa mengandung bahan-bahan organik yang tinggi yang berasal dari produksi obat-obatan. Limbah cair yang dihasilkan PT. Prafa berpotensi menyebabkan kerusakan lingkungan jika tidak diolah dengan baik. Oleh karena itu, PT. Prafa mempunyai tanggungjawab sosial terhadap lingkungan, artinya tidak hanya menggunakan sumberdaya alam untuk kepentingan produksi tetapi juga harus melestarikannya. Sesuai dengan UU No. 4 Tahun 1982, PT. Prafa dalam kegiatan produksinya dilengkapi dengan IPAL, yang didesain khusus untuk mengolah limbah cair agar tidak melebihi baku mutu yang telah ditetapkan oleh pemerintah (KepMen LH 51 Tahun 1995). Agar dapat memenuhi baku mutu, PT. Prafa harus menerapkan prinsip pengendalian limbah cair secara cermat dan terpadu baik di dalam proses produksi maupun setelah proses produksi. Dimulai dari perencanaan yang teliti, pelaksanaan pembangunan fasilitas IPAL atau Unit Pengolahan Limbah (UPL) yang benar, serta pengoperasian yang cermat.
5 PT. Prafa dalam mengendalikan keluaran limbahnya dilakukan dengan proses produksi bersih. Proses produksi bersih dilakukan melalui sistem IPAL yang terpadu dan sesuai dengan karakteristik limbah cair serta effluent yang dinginkan. IPAL yang dibangun perusahaan harus memenuhi kriteria sesuai ketetapan pemerintah. Akan tetapi kenyataannya, masih banyak perusahaan yang membangun IPAL hanya sebagai syarat pendirian perusahaan. Pembangunan IPAL terkait dengan biaya dan manfaat usaha tersebut. Biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk mengolah air limbahnya disebut Abatement Cost yaitu biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk mengurangi satu-satuan konsentrasi daya cemar (ambient) limbah cair agar tidak merusak dan mencemari lingkungan. Marginal Abatement Cost (MAC) mencerminkan biaya tambahan satu unit atau ton polusi berkurang atau tidak. MAC yang harus dikeluarkan oleh perusahaan terkait dengan biaya IPAL. Biaya IPAL terdiri dari biaya investasi dan biaya operasional IPAL. Biaya investasi berupa biaya pembangunan IPAL sedangkan biaya operasional terdiri dari upah tenaga kerja, biaya overhead, biaya perawatan dan biaya angkutan. Biaya pengolahan limbah yang dikeluarkan PT. Prafa dinternalisasi ke dalam biaya produksi, sehingga perusahaan dalam proses produksinya telah memperhitungkan biaya lingkungan. Biaya lingkungan merupakan biaya yang diperhitungkan sebagai kompensasi akibat dampak negatif terhadap lingkungan maupun masyarakat yang terkena dampak limbah Biaya produksi ini nantinya akan menentukan harga dasar
jual obat dipasaran. Jika biaya lingkungan
dibebankan pada harga maka konsumen yang harus menanggung biaya
6 lingkungan tersebut bukan perusahaan. Biaya lingkungan yang harus ditanggung konsumen, menyebabkan harga obat menjadi mahal. Kenyataannya perusahaan lagi yang harus memperoleh keuntungan yang besar karena perusahaan tidak menanggung biaya lingkungan, padahal biaya lingkungan yang dikeluarkan nilainya tidak besar dibandingkan dengan keuntungan yang diperoleh perusahaan. Selain itu, MAC yang dikeluarkan tidak sebanding dengan kerugian yang harus ditanggung masyarakat yang terkena dampak limbah. Sehingga dari semua kegiatan produksi perusahaan yang harus menjadi korban adalah konsumen dan masyarakat sekitar industri. Konsumen harus menanggung biaya lingkungan dan masyarakat sekitar industri harus menanggung beban pencemaran akibat limbah industri. Selain itu, masih banyak perusahan yang menganggap sepele mengenai pentingnya informasi mengenai besarnya MAC. Biaya pengolahan limbah (MAC) perlu untuk dihitung dan diketahui dengan cermat, agar informasi mengenai efektivitas kinerja IPAL dapat dievaluasi. Informasi mengenai MAC juga dapat berguna bagi perusahaan dalam meningkatkan dan menerapkan teknologi pengolahan limbah yang tepat dan efektif.
I.2 Perumusan Masalah Pengelolaan lingkungan adalah cara manusia mengatur alam untuk dimanfaatkan dan dilestarikan agar diperoleh keseimbangan yang senada dan serasi dengan tuntutan pembangunan (Tjondronegoro, 1982). Pengelolaan lingkungan merupakan bentuk tanggungjawab perusahaan dalam mengantisipasi
7 kerusakan lingkungan yang terjadi akibat kegiatan operasional perusahaan. Pencemaran dan perubahan lingkungan yang terjadi dapat diperkecil apabila perusahaan mengendalikan keluaran limbahnya melalui proses produksi bersih lingkungan. Selama 20 tahun terakhir, proses pembangunan di Indonesia dilakukan melalui berbagai upaya, diantaranya pembangunan industri yang lebih dititikberatkan pada aspek pertumbuhan ekonomi semata. Namun, aspek sosial budaya, aspek lingkungan dan aspek pencemaran nampak seperti diabaikan sehingga merangsang pertumbuhan sektor lain menjadi tidak seimbang dan menyebabkan lingkungan tidak seimbang. Setelah muncul berbagai masalah lingkungan, barulah pemerintah sadar betapa pentingnya aspek lingkungan dalam mendukung kelangsungan pembangunan. Saat ini, proses industri dengan berwawasan lingkungan dan pelaksanaan produksi bersih dengan pengendalian pencemaran akibat proses produksi merupakan suatu keharusan bagi seluruh pelaku ekonomi termasuk perusahaan.
Perusahaan didirikan dengan maksud untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu, seperti yang telah diungkapkan oleh Gleuck dan Jauck (1984) bahwa tujuan perusahaan meliputi profitabilitas, efisiensi, kepuasan dan pengembangan karyawan, tanggung jawab sosial dan hubungan baik dengan masyarakat serta kelangsungan usaha dan tujuan lainnya. Perusahaan dalam mencapai tujuannya selalu berinteraksi dengan lingkungannya sebab lingkungan memberikan andil dan kontribusi bagi perusahaan. Keberadaan perusahaan dianggap mampu menyediakan kebutuhan masyarakat untuk konsumsi maupun penyedia lapangan pekerjaan. Perusahaan di dalam lingkungan masyarakat memiliki sebuah
8 legitimasi untuk bergerak leluasa melaksanakan kegiatannya, namun lama kelamaan karena posisi perusahaan menjadi amat vital dalam kehidupan masyarakat maka dampak yang ditimbulkan juga akan menjadi sangat besar. Dampak yang muncul dalam setiap kegiatan operasional perusahaan ini dipastikan akan membawa akibat pada lingkungan di sekitar perusahaan dalam menjalankan usahanya. Dampak negatif yang paling sering ditemukan dalam setiap kegiatan operasional perusahaan adalah polusi udara, limbah produksi, kesenjangan, dan lain-lain. Oleh karena itu, setiap perusahaan yang melakukan kegiatan produksi mempunyai tanggungjawab sosial berupa pengelolaan lingkungan melalui pengendalian pencemaran.
Pengendalian pencemaran yang berkaitan dengan limbah industri mempunyai beberapa motivasi dilihat dari kondisi lingkungan tempat sumber pencemaran berada. Pelaksanaan pengendalian pencemaran yang diakibatkan oleh limbah industri dalam kaitannya dengan pembangunan berwawasan lingkungan bertujuan untuk meminimalkan dampak negatif. Upaya pengendalian ini dapat dilakukan berbagai cara, diantaranya dengan memasang perangkat kendali berupa IPAL. Perusahaan dalam kegiatan operasionalnya harus memiliki sarana IPAL karena IPAL merupakan syarat dapat berdiri dan beroperasinya sebuah perusahaan. IPAL juga merupakan sarana untuk meminimalisasi daya cemar dari limbah cair yang dihasilkan dari setiap kegiatan produksi. Industri harus menggunakan teknologi pengolahan limbah yang best praticable agar dapat memenuhi standar konsentrasi (baku mutu) dan kandungan polutan seperti
9 Biochemical Oxgen Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD), Total Suspenden Solid (TSS), Fenol, dan polutan lainnya (KepMen No.3 Tahun 1998). Perusahaan dalam kegiatan mengolah limbah sangat terkait erat dengan komponen biaya dan manfaat dari usaha tersebut. Biaya pengurangan untuk mengurangi jumlah limbah yang dibuang ke lingkungan melalui pengurangan konsentrasi ambient disebut dengan Abatement Cost. Abatement Cost yang dikeluarkan terkait dengan proses IPAL yang bertujuan mengolah limbah cair melalui pengurangan konsentrasi ambient tiap parameter limbah cair hingga memenuhi baku mutu yang telah ditetapkan. Biaya IPAL terdiri dari biaya investasi, biaya operasional, dan biaya-biaya lainnya. Tambahan biaya yang dikeluarkan untuk meminimisasi konsentrasi ambient limbah cair mulai dari masukan (inlet) hingga buangan akhir (outlet) merefleksikan Marginal Abatement Cost (MAC) yang dikeluarkan perusahaan. Semakin tinggi nilai inlet
limbah cair maka semakin tinggi biaya yang
dibutuhkan untuk mengolah limbah tersebut. Semakin rendah nilai parameter outlet dari limbah yang dihasilkan, semakin tinggi biaya yang harus dikeluarkan perusahaan, hal ini akan berimplikasi pada biaya produksi yang semakin besar. Oleh karena itu, informasi mengenai Abatement Cost yang telah dikeluarkan oleh perusahaan penting untuk diketahui dan diperlukan manajemen biaya pengolahan limbah. Manfaat dengan diketahui besarnya Abatement Cost, perusahaan dapat mengetahui efisiensi dan efektivitas kinerja IPAL dalam mengurangi daya cemar limbah dan perusahaan dapat meningkatkan upaya meminimalisasi konsentrasi daya cemar limbah melalui peningkatan teknologi pengolahan limbah yang lebih
10 baik dan tepat. Perusahaan memperhitungkan dan memasukkan Abatement Cost ke dalam komponen biaya produksi. MAC memberikan gambaran berapa besarnya biaya lingkungan yang harus dikeluarkan oleh perusahaan. Biaya lingkungan ini merupakan biaya yang diperhitungkan sebagai kompensasi akibat dampak negatif terhadap lingkungan maupun masyarakat yang terkena dampak limbah. Jika biaya produksi telah memperhitungkan MAC maka nilai jual suatu produk dikatakan telah memperhitungkan komponen biaya lingkungan. Hal ini berimplikasi pada konsumen yang harus menanggung biaya lingkungan tersebut. Biaya lingkungan yang ditanggung konsumen, menyebabkan harga obat menjadi lebih mahal. Sementara itu, perusahaan memperoleh untung yang besar karena tidak harus menanggung biaya lingkungan. Konsumen dan masyarakat sekitar industri yang dirugikan akibat lambah tersebut. Konsumen harus menanggung harga obat yang mahal, sedangkan masyarakat sekitar industri harus menanggung dampak limbah. Kenyataannya perusahaan dalam melakukan pengolahan limbah tidak optimal. MAC yang perusahaan keluarkan masih relatif kecil sharenya terhadap keuntungan yang diperoleh perusahaan. Keuntungan besar yang diperoleh perusahaan dan harga obat yang mahal tidak diikuti dengan proses pengolahan limbah yang baik. Hal ini disebabkan kesadaran perusahaan terhadap lingkungan masih rendah.
11 Berdasarkan informasi tersebut, maka perumusan masalahnya: 1. Berapa tambahan biaya yang dikeluarkan oleh PT. Prafa untuk mengurangi kadar pencemaran per satuan konsentrasi parameter limbah cair (Marginal Abatement Cost/MAC) ? 2. Berapa besarnya MAC per unit produk serta persentase MAC terhadap harga jual dan keuntungan per unit produk ?
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah tersebut, tujuan penelitian ini adalah : 1. Mengestimasi tambahan biaya yang dikeluarkan oleh PT. Prafa untuk mengurangi kadar pencemaran per satuan konsentrasi parameter limbah cair (Marginal Abatement Cost/MAC). 2. Mengestimasi besarnya MAC per unit produk serta persentase MAC terhadap harga jual dan keuntungan per unit produk.
1.4 Manfaat Penelitian 1. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi peneliti sebagai proses pembelajaran
dan
informasi
bagi
mahasiswa
dan
pihak
yang
berkepentingan untuk bahan perbandingan guna penelitian lebih lanjut. 2. Penelitian ini dimaksudkan agar dapat memberi informasi dan bahan pertimbangan pada pemerintah selaku pembuat kebijakan mengenai pengelolaan lingkungan hidup terutama dampak pencemaran yang ditimbulkan akibat semakin berkembangnya industri.
12 3. Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi kepada perusahaan dalam menentukan kebijakan yang menyangkut pengendalian limbah yang baik agar terwujud pembangunan yang seimbang dan kelestarian lingkungan dan dalam menentukan teknologi yang tepat dalam proses pengolahan limbah.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian dilakukan pada perusahaan farmasi yang memproduksi berbagai jenis obat. Penelitian hanya difokuskan pada limbah cair karena dari kegiatan produksi, limbah cair merupakan limbah yang paling banyak dihasilkan dibandingkan limbah padat maupun limbah gas. Selain itu, limbah cair dapat memberikan dampak yang negatif yang signifikan terhadap lingkungan di sekitar perusahaan teerutama pada badan air (sungai). Penelitian dilakukan dengan pendekatan Marginal Abatement Cost (MAC) berdasarkan konsentrasi parameter limbah cair. MAC berdasarkan parameter limbah cair yaitu biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan farmasi dalam meminimisasi konsentrasi ambient limbah cairnya dihitung berdasarkan parameter inlet dan outlet
limbah cair. Dalam mengestimasi
MAC, parameter yang digunakan dalam penelitian ini hanya tiga parameter yaitu BOD, COD dan TSS. Ketiga parameter tersebut merupakan parameter yang pengaruhnya cukup signifikan terhadap nilai inlet dan outlet yang dihasilkan, hal ini dapat dilihat dari perbandingan persentase nilai outlet terhadap nilai baku mutu limbah yang telah ditetapkan pemerintah lebih besar
13 jika dibandingkan ketiga parameter lainnya seperti pH, total N dan Fenol. Satuan unit produk yang digunakan dalam penelitian ini adalah satu tablet (berdasarkan data jumlah produksi jenis tablet merupakan jenis produk yang paling banyak diproduksi sehingga diasumsikan satuan obat yang diproduksi terdiri dari satu jenis yaitu tablet).
14 II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian dan Jenis-Jenis Industri Farmasi Industri adalah suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau barang setengah jadi menjadi barang jadi yang memiliki nilai tambah untuk mendapatkan keuntungan. Usaha perakitan atau assembling dan juga reparasi adalah bagian dari industri. Hasil industri tidak hanya berupa barang, tetapi juga dalam bentuk jasa. Farmasi diartikan sebagai suatu profesi di bidang kesehatan yang meliputi kegiatan-kegiatan di bidang penemuan, produksi, pengolahan, peracikan, dan distribusi obat. Berdasarkan Permenkes No. 222/Kab/BVII/69 tanggal 3 Oktober 1969, semua usaha farmasi di Indonesia harus menjadi anggota GP (Gabungan Pengusaha) Farmasi Indonesia. Usaha farmasi dikelompokan dalam empat bidang, yaitu : 1. Industri Farmasi 2. Pedagang Besar Farmasi (PBF) 3. Apotik 4. Toko Obat Industri farmasi yang dimaksud adalah perusahaan berbadan hukum Perseroan Terbatas (PT) yang melakukan produksi obat-obatan berdasarkan ketentuan yang diatur dalam SKEP Menkes RI No.90/Kab/B.VII/71 – 24 April 1971, SKEP Menkes RI No.2819/A/SK/71 – 26 April 1971, SKEP Menkes RI
15 No.125/Kab/B.VII/71-9 Juni 1971, Permenkes RI No. 389/Menkes/PER/X/80-19 Oktober 1980, paket kebijaksanaan deregulasi 28 Mei 1990 berupa peraturan Menteri Kesehatan RI No. 242 dan 245/Menkes/SK/V/90 dengan klasifikasi, industri farmasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Penanaman Modal Asing dan
Swasta
Nasional.
Menurut
Menteri
Kesehatan
Nomor
245/Men.Kes/SKV/1990 tentang ketentuan dan tata cara pelaksanaan pemberian izin usaha industri farmasi, industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri farmasi dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu: 1) Industri farmasi manufaktur Industri farmasi manufaktur meliputi : a. proses fermentasi, b. sintesa kimia, c. proses biologi dan ekstraksi. 2) Industri farmasi formulasi Kategori industri farmasi formulasi mencakup proses pencampuran dan pembuatan senyawa. Bentuk sediaan farmasi dibagi dalam tiga kelas, yaitu : 1. bentuk sediaan padat (solid) : tablet, kapsul. 2. bentuk sediaan setengah padat (semi-solid) : krim, salep. 3. bentuk sediaan cairan (liquid) : sirup, suspensi, cairan suntik. Setiap industri farmasi yang akan memproduksi produknya harus mendapat izin terlebih dahulu dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tentang fasilitas yang ada, mulai dari bangunan, struktur organisasi, karyawan, peralatan,
16 produksi, pengawasan mutu, sanitasi dan dokumentasi. Produk industri farmasi dapat diklasifikasikan menurut penggunaan, struktur kimia, atau proses produksinya. Proses yang digunakan untuk menghasilkan bahan-bahan farmasi dapat dikategorikan sebagai fermentasi, sintesa bahan kimia organik, proses biologi dan formulasi obat. Proses pembuatan produk farmasi berbeda-beda sesuai dengan bentuk sediaan yang diinginkan. Cara pembuatan obat atau produk farmasi dibagi menjadi dua kelas, yaitu : 1. Proses Batch 2. Proses Continous Umumnya produk farmasi dibuat secara campaign, yaitu terdiri atas satu seri batch. Oleh karena itu kebanyakan air limbah terjadi selama perubahan produk.
2.2 Limbah 2.2.1
Pengertian Limbah dan Jenis-jenisnya Menurut kamus bahasa Indonesia limbah (1996) memiliki pengertian
segala macam buangan yang dapat mencemari air sungai, danau, laut. Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), limbah adalah sisa suatu usah atau kegiatan. Limbah yang mengandung bahan polutan yang memiliki sifat racun dan berbahaya dikenal dengan limbah B3 yang dinyatakan sebagai bahan yang dalam jumlah relatif sedikit tetapi berpotensi untuk merusak lingkungan hidup dan sumberdaya. Bila ditinjau secara kimiawi, bahan-bahan ini terdiri dari bahan kimia organik dan anorganik. Kualitas limbah menunjukkan
17 spesifikasi limbah yang diukur dari jumlah kandungan bahan pencemar di dalam limbah. Kandungan pencemar limbah terdiri dari berbagai parameter. Semakin kecil jumlah parameter dan semakin kecil konsentrasinya maka semakin kecilnya peluang
untuk
terjadinya
pencemaran
lingkungan.
Faktor-faktor
yang
mempengaruhi kualitas limbah adalah: 1. volume limbah, 2. kandungan bahan pencemar, 3. frekuensi pembuangan limbah, 4. klasifikasi limbah industri dan karakteristiknya. Berdasarkan nilai ekonominya, limbah dibedakan menjadi limbah yang tidak memiliki nilai ekonomis dan yang mempunyai nilai ekonomis. Limbah yang mempunyai nilai ekonomis yaitu limbah dimana dengan melalui suatu proses lanjut akan memberikan suatu nilai tambah. Limbah non ekonomis adalah suatu limbah walaupun telah dilakukan proses lanjut dengan cara apapun tidak memberikan nilai tambah kecuali sekedar untuk mempermudah sistem pembuangan limbah, limbah jenis ini sering menimbulkan masalah pencemaran dan kerusakan lingkungan. Berdasarkan karakteristiknya, limbah industri dapat digolongkan menjadi tiga bagian: 1. Limbah cair Limbah ini bersumber dari pabrik yang biasanya banyak menggunakan air dalam proses produksinya. Jenis industri yang menghasilkan limbah cair diantaranya adalah industri pulp dan rayon, industri besi dan baja, industri kertas,
18 industri minyak goreng, industri tekstil, industri makanan, industri farmasi, dan lain-lain. 2. Limbah gas dan partikel Limbah gas dan partikel merupakan limbah dalam bentuk gas/asap, partikulat dan debu yang dikeluarkan oleh pabrik ke udara. Limbah gas ini akan dibawa angin sehingga akan memperluas jangkauan pencemarannya. Limbah gas pada dasarnya dari industri bersumber dari penggunaan bahan baku, proses sisa pembakaran. 3. Limbah padat Limbah padat adalah hasil buangan industri yang berupa padatan, lumpur dan bubur yang berasal dari proses pengolahan limbah ini menjadi dua bagian yaitu limbah padat yang dapat di daur ulang (misal: plastik, tekstil, potongan logam) dan limbah padat yang tidak memiliki nilai ekonomis (tidak dapat didaur ulang). Setiap zat pencemar memiliki satu atau lebih parameter karakteristik yang dapat menunjukkan: a) Jumlah atau konsentrasi dari suatu jenis zat pencemar, misalnya TSS (Total Suspended Solids), BOD (Biochemical Oxgen Demand) dan COD (Chemical Oxgen Demand). b) Kondisi limbah cair, misalnya pH, suhu. Limbah cair mempunyai parameter yang umum digunakan untuk menggambarkan karakteristik dan kandungan limbah cair. Beberapa parameter karakteristik yang umum digunakan dapat dilihat pada Tabel 2:
19 Tabel 2. Parameter Karakteristik Kelompok Pencemar Dalam Limbah Cair Kelompok pencemar Parameter karakteristik Organik terurai BOD5 Biochemical Oxgen Demand atau Kebutuhan Oksigen Biokimia Organik sulit terurai COD Chemical Oxgen Demand atau Kebutuhan Oksigen Kimia Nutrien TN Total Nitrogen atau Nitrogen Total TP Total Phospor atau pospor total Sedimen SV30 Sludge Oxgen Demandolume, 30 minutes atau Volume Endapan Lumpur 30 menit Padatan tersuspensi TSS Total Suspenden Solids atau Padatan Tersuspensi Total TUR Turbidity atau Kekeruhan Apungan O&G Oil and Grease atau Minyak dan Lemak MBAS Methylene Blue Active Substance atau Deterjen Sintetis Logam berat Cd Cadmium atau Kadmium Cu Cooper atau Tembaga Cr Hexavalent Chromme atau Krom Valensi Enam Cr total Total Chromme atau Krom Total Hg Mercury atau Raksa Ni Nickel atau Nikel Pb Lead atau Timbal Sumber: Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Barat (2006)
2.2.2 Limbah Cair Industri Limbah cair (liquid waste) adalah limbah yang berwujud cair atau buangan cair yang sudah tidak dapat dimanfaatkan lagi untuk jenis kegiatan penghasilnya (BPLH Jawa Barat, 2006). Kandungan di dalam limbah cair tidak selalu harus berupa zat cair. Limbah cair dapat juga mengandung gas dan padatan, namun biasanya dalam proporsi yang jauh lebih kecil daripada zat cair. Komponen cairan dalam limbah cair umumnya adalah air (H2O). Walaupun demikian, ada juga yang sebagian besar cairannya bukan air (non H2O), misalnya pestisida bekas,
20 residu minyak, oli bekas dan sejenisnya. Jadi, air limbah (waste water) adalah istilah umum untuk limbah cair yang sebagian besar cairannya adalah air. Limbah cair industri merupakan limbah cair yang dihasilkan oleh berbagai kegiatan di suatu kegiatan industri. Beberapa sumber penghasil limbah cair didalam suatu industri adalah: a) Proses produksi, misalnya: pengecatan, pencucian bahan baku, pencampuran bahan kimia, dan sebagainya. b) Kegiatan utilitas, misalnya: menara pendingin (cooling tower), ketel uap (boiler), dan sebagainya. c) Kegiatan domestik, misalnya: kantin industri, pembersihan lantai, dan sebagainya. Karakteristik limbah cair dari suatu industri umumnya lebih dipengaruhi oleh limbah cair dari proses produksi. Karakteristik limbah cair dari proses produksi ditentukan oleh : a) Penggunaan air, b) Penggunaan bahan baku, c) Penggunaan bahan pendukung, d) Penggunaan energi. Penggunaan air merupakan faktor utama ada tidaknya timbulan limbah cair. Semakin banyak penggunaan air untuk proses produksi akan semakin banyak limbah cair yang dihasilkan. Kontribusi dari kegiatan utilitas di suatu industri umumnya tidak memberikan pengaruh yang signifikan khusunya dari aspek kualitas limbah. Sebagian besar air bekas dari sistem pendinginan maupun boiler
21 digunakan kembali untuk kepentingan yang sama. Kegiatan domestik umumnya memberikan kontribusi limbah cair yang tidak terlalu besar dibandingkan bagian produksi. Walaupun demikian kandungan senyawa organik terurai dan senyawa nutrien yang dikandungnya seringkali cukup signifikan.
2.2.3 Limbah Cair Industri Farmasi Limbah industri farmasi adalah limbah yang dihasilkan dari proses produksi farmasi, biasanya bahan baku, proses, operasi dan laboratorium. Limbah industri farmasi berasal dari: a) Obat-obatan yang kadaluwarsa, b) Obat-obatan yang terbuang karena batch yang tidak memenuhi spesifikasi atau kemasan yang terkontaminasi, c) Obat-obatan yang dikembalikan oleh pasien atau dibuang oleh masyarakat, d) Obat-obatan yang tidak lagi diperlukan institusi yang bersangkutan, e) Limbah yang dihasilkan selama produksi obat-obatan. Limbah cair yang dihasilkan industri farmasi mengandung berbagai zat pencemar konvensional yang juga tergantung pada jenis produksi dan kategori industri yang bersangkutan. Limbah cair yang dihasilkan industri farmasi mengandung beberapa zat pencemar, diantaranya: 1. Biochemical Oxygen Demand (BOD5) Industri yang menggunakan bahan-bahan organik, baik alami ataupun sintetis, akan menghasilkan limbah cair yang mengandung senyawa organik yang disebut BOD5. BOD5 adalah senyawa organik yang bersifat biodagradable ( yang
22 dapat diuraikan oleh mikroorganisme). Pengukurannya dengan menganalisa oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme. Parameter BOD5 digunakan sebagai indikator dari banyaknya senyawa organik-terurai yang dikandung dalam limbah cair. Parameter BOD5 sebenarnya menunjukkan jumlah oksigen (mg O2) yang dikonsumsi mikroba-aerobik saat menguraikan organik-terurai dalam waktu 5 hari pada 1 liter limbah cair. Contoh BOD5 = 100 mg/l berarti dalam 1 liter limbah cair terdapat sejumlah organik-terurai yang membutuhkan O2 sebanyak 100 mg agar mikroba aerobik dapat menguraikannya dalam waktu 5 hari. Limbah cair yang memiliki nilai
BOD5 diatas 50 mg/L
umumnya
memerlukan perhatian dan penanganan khusus karena dianggap berpotensi untuk mencemari badan air penerima limbah cair tersebut. Analisa BOD5 secara titrasi dibakukan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) 19-2875-1992 untuk setiap industri dapat dilihat pada Tabel 3: Tabel 3. Nilai BOD5 Limbah Cair Beberapa Jenis Industri Jenis Industri Tekstil Makanan dan Minuman Deterjen, Sabun, Produk Minyak Nabati Farmasi Pulp dan Kertas
BOD5 (Mg/L) 400 – 500 2.500- 10.000 800 -2000 500 – 700 400 – 800
Sumber: Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Barat (2006)
2. Chemical Oxygen Demand (COD) Selain senyawa organik-terurai, limbah cair juga mengandung senyawa organik yang tidak terurai (non biodagradable organic) yang disebut Chemical Oxygen Demand (COD). COD adalah bahan organik yang bersifat biodagradebel dan non biodagradebel. Pengukurannya dengan menganalisis kebutuhan oksigen secara kimiawi. Parameter COD digunakan untuk memberikan indikasi jumlah
23 seluruh senyawa organik yang terkandung dalam limbah cair. Parameter COD sebenarnya menunjukkan jumlah oksigen (mg O2) yang ada dalam senyawa oksidan yang dibutuhkan untuk menguraikan seluruh senyawa organik yang terkandung dalam 1 liter limbah cair. Contoh COD = 150 mg/l berarti dalam 1 liter limbah cair terdapat senyawa organik jumlahnya setara dengan 150 mg O2. Limbah cair yang memiliki nilai COD diatas 70 mg/l umumnya sudah membutuhkan perhatian khusus karena dianggap berpotensi mencemari. Rasio organik (rasio BOD5;COD ), digunakan sebagai indikator untuk menentukan tepat tidaknya limbah cair untuk untuk diolah secara biologis. Semakin kecil rasio BOD5;COD (< 0,6), semakin tidak tepat limbah cair itu untuk diolah secara biologis. Limbah cair BOD5;COD > 0,8 sangat tepat untuk diolah secara biologis. Pengukuran COD dilakukan secara spektrofotometri dibakukan dalam SNI 066989,2-2004. Nilai COD beberapa limbah cair dari beberapa jenis industri dapat dilihat pada Tabel 4, berikut ini: Tabel 4. Nilai COD Limbah Cair Beberapa Jenis Industri Jenis Industri COD (Mg/L) Tekstil 850-1000 Makanan dan Minuman 7000-20.000 Deterjen, Sabun, Produk Minyak Nabati 5000-6000 Farmasi 600-1000 Pulp dan Kertas 1500-2000 Pelapisan logam 220 Sumber: Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Barat (2006)
3. Total Suspended Solid (TSS) Hampir seluruh industri mengeluarkan limbah cair yang mengandung padatan, baik berasal dari pembersihan bahan baku, pencucian alat, maupun dari sumber lainnya. Padatan dalam limbah cair terdiri dari padatan terlarut (DS atau
24 Dissolved Solids) maupun padatan tersuspensi (SS atau Suspended Solids). SS memiliki ukuran diatas 2 x 10 meter atau 2 mikron (µm) sehingga terlihat kasat mata. SS terdiri dari komponen padatan organik (VSS atau Volatile Suspended Solids) dan komponen padatan mineral (FSS atau Fixed Suspended Solids). Parameter padatan tersuspensi (SS atau Suspended Solid) atau juga disebut TSS (Total Suspended Solids) menunjukkan berat padatan yang berat padatan yang berukuran lebih besar dari 2 mikron di dalam 1 liter limbah cair. Contoh: SS = 50 mg/l berarti dalam 1 liter limbah cair ada 50 mg SS. TSS merupakan padatan tersuspensi yang terbagi menjadi: a) Koloid yang berukuran sangat kecil antara 0,001 – 1,2 µm, b) sedimen atau padatan-terendapkan (Setteable Solid), ukuran > 1,2 µm. Limbah cair yang memiliki nilai TSS diatas 100 mg/l umumnya sudah dianggap berpotensi menimbulkan kekeruhan dan gangguan lainnya. Pengukuran nilai TSS dilakukan dengan menggunakan metode gravimetri. Analisa TSS secara gravimetri dibakukan dalam SNI 06-6989,3-2004. Tabel 5. Nilai TSS Limbah Cair Beberapa Jenis Industri Jenis Industri TSS (Mg/L) Tekstil 500-1000 Makanan dan Minuman 3000-7000 Deterjen, Sabun, Produk Minyak Nabati 300-1200 Pulp dan Kertas 700-2500 Pelapisan logam 80 Sumber: Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Barat (2006)
4. Nitrogen Total (TN) Industri yang menggunakan bahan-bahan organik alamiah, amoniak, dan urea umumnya akan menghasilkan limbah cair yang mengandung senyawa nitrogen. Senyawa nitrogen juga banyak dari kegiatan-kegiatan domestik di dalam
25 industri misalnya dari kantin, toilet, dan kamar mandi. Senyawa nitrogen dalam limbah cair dapat berwujud sebagai : a) Nitrogen organik, seperti asam amino dan protein, b) Nitrogen anorganik, seperti amoniak (NH3), nitrit (NO3), nitrat (NO3). Senyawa nitrit jarang dijumpai dalam limbah cair karena wujudnya yang tidak stabil dan mudah teroksidasi menjadi nitrat. Parameter nitrogen total menunjukkan konsentrasi total dari seluruh senyawa nitrogen yang dapat dijumpai dalam limbah cair, khususnya nitrogen organik, amoniak (NH3) dan nitrat (NO3). Limbah cair yang memiliki nilai TN di atas 50 mg N/L umumnya dianggap berpotensi menimbulkan eutrofikasi yaitu suatu fenomena dimana tumbuhan algae (ganggang ) tumbuh pesat dalam badan air. Unsur N merupakan salah satu senyawa nutrien yang dibutuhkan tumbuhan untuk tumbuh berkembang. 5. Logam - As Logam Arsen (As) merupakan salah satu unsur logam (metal) dari 80 jenis unsur logam. Unsur logam yang memiliki berat jenis lebih dari 5 gram/cm3 dikategorikan logam berat (heavy metal). Seperti unsur-unsur lainnya, logam – As memiliki karakteristik mengkilap, dapat dibentuk, lentur, tidak mudah pecah atau patah, berfungsi baik sebagai penghantar listrik, dan bermuatan positif. Arsen sebagaimana unsur logam lainnya tidak dapat diuraikan atau dihancurkan. Walau demikian senyawa yang umumnya mengandung As tidak stabil (mudah bereaksi) khususnya dengan oksigen. Tabel 6 menggambarkan kadar zat pencemar yang berasal dari industri farmasi dalam bentuk limbah awal (sebelum diolah).
26 Tabel 6. Kadar Zat Pencemar Dalam Limbah Awal (Sebelum Diolah) Zat Pencemar Kategori A (mg/l) Kategori B (mg/l) BOD 2.000–3.000 200 – 400 COD 4.000 - 7.500 300 – 600 TSS 3.000 – 600 250 – 500 Nitrogen Total 150 – 300 Senyawa Fenol 100 – 150 Logam – As 10 – 20 Sumber: Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Barat (2006)
2.3
Pengelolaan dan Pengolahan Limbah Cair Pengelolaan air limbah berbeda dengan pengolahan air limbah.
Pengolahan merupakan bagian dari pengelolaan. Cakupan pengelolaan dalam air limbah: 1. Sumber air limbah Air limbah sudah harus dikelola mulai dari sumbernya, baik kualitas maupun kuantitasnya. Semakin sedikit jumlah air limbah dan kualitasnya, semakin baik pengelolaannya. 2. Penyaluran atau transportasi Penyaluran harus sesuai dengan ketentuan baik secara teknis maupun administrasi. 3. Pengolahan air limbah Air limbah diolah sesuai dengan kaidah teknis sesuai dengan parameternya.
27 2.3.1 Pengelolaan Sumber Air Limbah Pengelolaan limbah tidak hanya masalah teknis tetapi juga menyangkut manajemen akuntansi pengelolaan limbah seperti biaya-biaya yang harus dikeluarkan untuk proses pengolahan teknis maupun non teknis. Pengelolaan pada sumber air limbah sangat besar pengaruhnya terhadap biaya yang akan dianggarkan dalam investasi IPAL bahkan akan memberikan keuntungan bagi industri. Pengelolaan yang buruk akan memperbesar nilai investasi IPAL, biaya operasional dan perawatan. Pengelolaan yang buruk juga akan menyulitkan dalam pencapaian baku mutu air hasil olahan. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penyaluran air limbah: 1. Sistem terbuka atau tertutup. 2. Air hujan sebaiknya tidak bercampur dengan saluran air limbah (sesuai dengan peraturan pemerintah). 3. Material saluran harus tahan terhadap air limbah. 4. Besarnya tercukupi atau berlebih. Dalam pengelolaan air limbah, untuk mencapai hasil optimal harus memperhatikan beberapa hal, antara lain : 1. Sistem pengelolaan harus sesuai dengan karakteristik limbah. 2. Volume dan dimensi masing-masing hasil proses harus sesuai dengan beban air limbah. 3. Lay out harus sesuai sehingga memudahkan dalam operasional perawatan.
28 4. Peralatan yang dipakai harus sesuai dengan karakteristik beban dan dimensi bak. 5. Material peralatan yang dipakai harus sesuai dengan karakteristik air limbah. 6. Diperhitungkan biaya investasi, sistem penyaluran, operasional, material dan hasil sampingan.
2.3.2 Pengolahan Air Limbah Pengolahan air limbah bertujuan mengurangi atau menghilangkan kandungan pencemar sampai setidaknya memenuhi konsentrasi yang diterapkan dalam baku mutu limbah cair. Upaya pengolahan limbah umumnya dilakukan di suatu IPAL. IPAL terdiri dari beberapa unit pengolahan yang secara bersama-sama berfungsi untuk mengolah air limbah sampai mencapai karakteristik effluent yang diinginkan. Kegagalan di salah satu unit pengolahan dapat mempengaruhi kinerja keseluruhan IPAL. Spesifikasi teknis dan tata cara pengoperasian IPAL sangat ditentukan oleh:1 1.
Karakteristik limbah cair yang masuk ke dalam IPAL (influent); semakin banyak jenis dan konsentrasi kelompok pencemar di dalam air limbah, semakin tinggi spesifikasi teknis yang dibutuhkan,
2. Karakterteristik effluent yang diinginkan; semakin baik karakteristik effluent IPAL yang diinginkan; semakin tinggi spesifikasi teknis yang dibutuhkan,
1
Makalah Training pengelolaan Air Limbah DTRLH Kabupaten Bogor (2007)
29 3. Kondisi lahan dimana IPAL itu berada, 4. Ketersediaan biaya, baik biaya investasi maupun biaya operasi; semakin tinggi spesifikasi teknis yang dibutuhkan, semakin tinggi juga biaya investasi dan operasi dari suatu IPAL. Setiap jenis industri mempunyai karakteristik air limbah yang spesifik yang berbeda dengan jenis industri lainnya. Perbedaan karakteristik air limbah industri tersebut mengakibatkan spesifikasi teknis IPAL di tiap industri bersifat unik dan biaya yang dikeluarkan pun akan berbeda. Instalasi air limbah merupakan serangkaian proses unit agar air limbah dapat terolah dengan baik dan tujuan tercapai. Rangkaian unit proses sangat tergantung pada sistem yang diterapkan. Penerapan sistem tergantung pada karakteristik air limbah yang akan diolah. Sistem pengolahan ada beberapa cara: 1. Fisika yaitu dengan bantuan peralatan tanpa menggunakan bahan kimia atau makhluk hidup. Misalnya penyaringan (screening), pengendapan, dan lain-lain. 2. Kimia yaitu dengan bantuan bahan kimia. Pengelolaan cara kimia dan umumnya dikombinasikan dengan cara fisika. Misalnya netralisasi pH, koagulasi, dan flokulasi. 3. Biologi yaitu dengan bantuan makhluk hidup untuk menguraikan kotoran dalam limbah. Misal : active sludge, dan lain-lain. 4. gabungan dari fisika, kimia dan biologi.
30 Proses yang pengolahan yang dilakukan tergantung pada karakteristik jenis limbah cair yang akan diolah. Masing-masing proses pengolahan limbah cair mempunyai keuntungan dan kerugian dari segi teknis maupun non teknis. Berikut perbandingan untung rugi proses kimia, fisika maupun biologi: Tabel 7. Perbandingan Untung-Rugi Proses Kimia-Fisika dan Biologi No Uraian kimia- fisika Biologi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Investasi awal Operational cost Luas lahan yang dibutuhkan Kemudahan operasional rutin Kemudahan operasional problem Maintenance cost Pembentukan Lumpur Kebutuhan jumlah operator Recovery ( lama penyembuhan) Kualitas air olahan Keramahan terhadap lingkungan Efek samping jangka panjang Nilai tambah
Rendah Tinggi Besar Lebih sulit Lebih mudah Tinggi Banyak Banyak Sebentar Baik Ramah Sedikit -
Tinggi Rendah Kecil Lebih mudah Lebih sulit Rendah Sedikit Sedikit Lama sekali Kurang baik Kurang ramah Sedikit sekali Terproduksi biogas
Sumber: Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Barat (2006)
Berdasarkan Tabel 7, setiap proses pengolahan limbah mempunyai kekurangan dan kelebihan, sehingga perusahaan biasanya melakukan pengolahan limbah dengan menggabungkan beberapa proses kimia, fisika maupun biologi.
2.4 Penelitian Terdahulu 2.4.1 Limbah Cair Industri Farmasi Selain penelitian mengenai industri farmasi, penelitian mengenai pengelolaan dan dampak limbah industri juga diperlukan untuk mendukung penelitian ini. Penelitian-penelitian tersebut antara lain penelitian yang dilakukan oleh Agus (2005), yang meneliti mengenai karakteristik industri pengolahan kulit
31 dan dampak limbah terhadap ekonomi masyarakat sekitar dengan kasus sentra industri
kulit
Sukaregang,
Kabupaten
Garut.
Hasil
dari
penelitiannya
menyimpulkan bahwa berdasarkan variabel limbah mengenai keberadaan IPAL, upaya pengusaha dalam mengelola limbah, hasil pengolahan limbah, kualitas air sungai dan kondisi sungai. Secara umum masyarakat hilir lebih menanggapi negatif dibanding masyarakat hulu. Adanya industri kulit memiliki dampak ekonomi yang cukup besar terhadap kehidupan masyarakat hulu dan hilir, masyarakat hulu lebih merasakan adanya manfaat langsung yang menunjang ekonomi dibandingkan masyarakat hilir yang lebih sering mengalami keluhan kesehatan, masalah adanya penurunan kualitas air sungai dibanding masyarakat hulu. Penelitian tentang ekonomi lingkungan pengelolaan limbah industri tapioka atau aci dengan pendekatan Contingent Valuation Method (CVM) studi kasus di Kelurahan Ciluar, Bogor yang dilakukan oleh Antonius (2006). Adapun tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pengrajin telah atau tidak melakukan pengelolaan limbah. Analisis dilakukan dengan CVM yang menggunakan alat analisis probit. Penelitiannya dapat disimpulkan bahwa faktor yang berpengaruh nyata terhadap persepsi pengrajin terhadap pengelolaan limbah adalah pendapatan usaha dan jarak pabrik ke badan air sedangkan faktor yang berpengaruh nyata terhadap kesediaan membayar antara lain umur, pendidikan, pendidikan, biaya tenaga kerja, pendapatan usaha, luas tempat usaha, tingkat masalah akibat dampak negatif limbah, dan pengetahuan serta pengelolaan limbah.
32 Optimasi pengolahan limbah cair dengan proses fisika-kimia-biologi studi kasus industri permen, kosmetik, dan farmasi, PT. Procter & Gamble Indonesia, Jakarta telah diteliti oleh Niza (1996). Tujuannya untuk mendapatkan gambaran karakteristik limbah cair industri permen, kosmetik, dan farmasi; mengetahui efisiensi pengolahan limbah cair industri dengan proses koagulasi, flokulasi, proses lumpur aktif, dan proses anaerob-aerob, dan untuk mendapatkan kombinasi pengolahan yang sesuai berdasarkan ketiga proses tersebut sehingga efisiensi yang diperoleh memenuhi baku mutu. Pada penelitian ini metode ex post facto digunakan untuk mendapatkan gambaran karakteristik limbah cair dan efisiensi pengolahan limbah cair yang ada. Berdasarkan semua penelitian yang dilakukan, ternyata efisiensi pengolahan limbah cair dengan proses koagulasi/flokulasi (proses fisika-kimia), proses lumpur aktif dan proses anaerob-aerob (proses fisikabiologi) yang dilakukan secara terpisah belum dapat menurunkan beban COD sampai memenuhi baku mutu limbah yang berlaku. Penelitian mengenai penerapan pengelolaan air limbah industri dengan studi penerapan IPAL di Kecamatan Tugurejo, Kotamadya Semarang, Propinsi Jawa Tengah telah dilakukan oleh Hardiyanto (2000). Tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk mengetahui usaha industri melakukan minimisasi air limbah industrinya; mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan pengelolaan air limbah tidak dilakukan dengan optimal; mengetahui pengaruh investasi, beban buangan limbah teknologi IPAL, dan perilaku sosial masyarakat. Data yang diperoleh dianalisis dengan metode regresi berganda, korelasi berganda, analisis deskriptif dengan menggunakan tabel frekuensi. Variabel penelitian adalah penerapan
33 pengolahan air limbah sebagai variabel terikat, biaya IPAL, beban buangan limbah cair, teknologi IPAL, sosial masyarakat dan peraturan pemerintah sebagai variabel bebas. Berdasarkan penelitian tersebut terdapat 74,29 persen industri dari 35 perusahaan yang memilih melakukan upaya minimisasi air limbah industrinya melalui optimalisasi pada proses produksi (reduce). Faktor-faktor yang mendorong industri menerapkan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) secara berturut-turut adalah biaya investasi, beban buangan air limbah, sosial masyarakat industri, teknologi proses, peraturan pemerintah di bidang pengelolaan lingkungan. Faktor-faktor tersebut secara bersama-sama, secara signifikan mempengaruhi penerapan IPAL. Hal ini dijelaskan oleh hasil uji F hitung sebesar 788,857 > dari F tabel 2,54 pada taraf signifikansi 5 persen. Tahun 2003, Ella melakukan penelitian mengenai minimisasi limbah pada industri farmasi dengan studi kasus di PT. Roche Indonesia. Tujuan dari penelitiannya adalah untuk mengetahui apakah konsep minimisasi limbah yang telah diterapkan di PT. Roche Indonesia, untuk mengetahui tindakan yang dapat dilakukan dalam upaya minimisasi limbah, mengkaji banyaknya penghematan air yang dapat dilakukan dan mengkaji kemungkinan pemanfaatan limbah melalui reuse dan recycle. Metode penelitian adalah metode deskriptif melalui survey. Hasil penelitian yang didapat adalah minimisasi dapat dilakukan dengan pemanfaatan limbah yang dihasilkan dari proses produksi, yaitu alkohol yang dipakai pada proses pembuatan tablet tersebut ditampung kembali dan digunakan sebagai tambahan bahan bakar incinerator. Minimisasi dengan mengurangi penggunaan air dapat dilakukan pada proses pencucian wadah (drum) penampung
34 tablet siap kemas. Selain itu, penghematan air dapat dilakukan pada air untuk keperluan domestik, yaitu memberikan pelatihan cara menggunakan keran air yang disediakan pada waktu dipakai mandi. Hal ini dapat mengurangi pemakaian air sebesar 132 m3 per bulan.
2.4.2 Biaya Pengolahan Limbah Cair Cita septiviani (2009) meneliti tentang penetapan pajak lingkungan untuk industri tekstil (studi kasus PT.Unitex, Bogor). Tujuan dari penelitiannya adalah mengestimasi besarnya Marginal Abatement Cost (MAC) dan
Marginal
Damages (MD) dan megestimasi nilai pajak lingkungan. Adapun pendekatan yang digunakan adalah pendekatan biaya rata-rata (Avarage Cost Pricing/ACP) untuk mengestimasi MAC dan pendekatan Willingness To Pay (WTA) dengan metode Contingent Valuation Method (CVM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penetapan pajak lingkungan yang diperoleh berdasarkan pertemuan antara titik MAC dan MD. Nilai MAC bergantung pada besarnya nilai outlet limbah cair yang dihasilkan dan besarnya biaya pengolahan limbah cair, semakin besar nilai outlet semakin besar pajak yang harus dikeluarkan. Nilai MD dipengaruhi oleh faktor faktor pendidikan dan jarak tempat tinggal dengan sungai. Penelitian mengenai pengolahan limbah cair ditinjau dari aspek biaya (studi kasus pengelolaan lingkungan pabrik tekstil PT. Unitex, Bogor). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui secara rinci desain, karakter, serta kemampuan instalasi pengolahan air limbah PT. Unitex. Penelitian dilakukan dengan mengamati dan mempelajari cara kerja IPAL, kemudian dengan menggunakan
35 data sekunder PT. Unitex dapat dihitung biaya pengolahan limbah cair per m3nya dan dari data sekunder laboratoriurn BBIHP diketahui kadar parameter air limbah. Hipotesis pertama mengatakan bahwa kualitas air limbah akan menjadi lebih baik setelah menjalani pengolahan. Uji terhadap rata-rata kadar rebelum BOD, COD, minyak dan lemak. Sedangkan untuk parameter lain secara statistik tidak berbeda. Hipotesa kedua menyatakan bahwa semakin besar biaya pengolahan limbah, semakin baik limbah yang dibuang sekitar pabrik. Dari pengamatan langsung di lapangan hal ini terbukti sebab, air limbah yang diolah sama sekali tidak mengganggu masyarakat. Berdasarkan perhitungan analisis biaya menunjukkan bahwa pengeluaran pengolahan limbah saat ini hanya 1 persen dari nilai produk. Berdasarkan studi penelitian terdahulu, ternyata penelitian mengenai pengolahan limbah masih bersifat teknis. Penelitian pengolahan limbah ditinjau dari segi ekonomi seperti menghitung tambahan biaya untuk mengurangi daya cemar limbah cair tiap parameter per satuan konsentrasi dan menginternalisasi Marginal Abatement Cost (MAC) ke dalam harga satuan produk belum banyak dilakukan. Sehingga Estimasi Marginal Abatement Cost Limbah Cair Industri Farmasi (Studi Kasus: PT. Prafa, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor) penting untuk dilakukan.
36 III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Marginal Abatement Cost (MAC) Abatement Cost merupakan biaya pengurangan jumlah limbah yang dibuang ke lingkungan melalui pengurangan konsentrasi ambient, sebagai contoh: perusahaan umumnya memiliki upaya teknis dan manajerial untuk mengurangi daya cemar limbah. Besarnya biaya akan berbeda-beda sesuai dengan banyaknya limbah, jenis limbah dan teknis pengolahan limbahnya. Teknis operasional, abatement digunakan dengan konotasi yang luas dan mencakup berbagai kemungkinan upaya pengurangan limbah, perubahan dalam teknologi produksi, penggantian input, pengolahan ulang limbah, perawatan dan sebagainya. Pemahaman Marginal Abatement Cost (MAC) dalam beberapa literatur lebih mudah digunakan daripada Abatement Cost. Sumbu horizontal menunjukkan jumlah effluent sedangkan sumbu vertikal menunjukkan nilai moneter. MAC pencemaran menggambarkan biaya tambahan untuk mencapai pengurangan tingkat pencemaran sebanyak satu satuan atau bisa juga dilihat sebagai biaya yang dihemat ketika pencemaran meningkat sebesar satu satuan. Tingkat biaya yang ditanggung ketika melaksanakan berbagai kegiatan tergantung pada teknologi yang tersedia untuk melaksanakan kegiatan itu dan kemampuan manajerial yang diterapkan. Secara umum grafik melandai ke kiri, menggambarkan kenaikan MAC.
37
Rp
Rp Rp
(a)
(c)
(b)
Effluent
Effluent
Effluent
Gambar 1. Representasi Marginal Abatement Cost Function Sumber : Field, B.C. 1994. Environmental Economics : An Introductory. McGraw-Hill, Inc. Singapura.
Keterangan : • Grafik (a) menggambarkan MAC yang meningkat perlahan seiring dimulainya pengurangan limbah lalu kemudian meningkat sangat cepat seiring dengan jumlah limbah yang relatif semakin sedikit • Gambar (b) menggambarkan MAC yang meningkat semakin tajam sejak awal • Gambar (c) menggambarkan kurva MAC yang mengandung tahap penurunan awal diikuti oleh peningkatan nilai Perhatikan Gambar 1, kurva MAC2 dimulai pada tingkat limbah ē (tingkat limbah yang tak terkendalikan), seiring pengurangan tingkat limbah, biaya marjinal untuk mencapai pengurangan selanjutnya akan semakin meningkat. Semakin luas pengurangan limbah semakin besar biaya marjinal untuk menghasilkan pengurangan selanjutnya. Hal ini menghasilkan MAC yang semakin tajam seiring pengurangan limbah.
38 MAC
MAC2
c2 2c a
c1
b e
e1
Effluent (ton/tahun)
Gambar 2. Anatomi Marginal Abatement Cost Curve Sumber : Field, B.C. 1994. Environmental Economics : An Introductory. McGraw-Hill, Inc. Singapura.
Ada batas tertinggi bagi abatement cost ini. Pilihan ekstrim untuk sebuah cabang atau sumber limbah adalah dengan menghentikan kegiatannya sehingga akan menghasilkan limbah sama dengan nol (0). Biaya pelaksanaan kegiatannya tergantung pada kondisi yang dihadapi. Jika sumbernya hanya sebuah unit dari industri besar yang terdiri dari banyak unit, biaya untuk penutupan unit tersebut tidak akan begitu besar dan pengaruhnya akan kecil. Sebaliknya, jika kita berbicara tentang biaya perbaikan marjinal untuk keseluruhan industri – produksi energi listrik di Amerika Tengah misalnya – pilihan penghentian produksi dan untuk mencapai tingkat limbah sama dengan nol akan mengandung biaya yang besar. Analisis Marginal Abatement Cost (MAC) ini penting ketika kita mempelajari berbagai jenis kebijakan pengendalian pencemaran dan dampak yang diakibatkan karena pencemaran lingkungan dan polusi.
39 Faktor-faktor yang membedakan MAC2 dan MAC1 adalah : 1. MAC2 dan MAC1 berhubungan dengan effluent dan sumber yang sama, namun periode waktu yang berbeda. Gambar yang lebih rendah menggambarkan situasi setelah dikembangkan teknologi pengendalian pencemaran baru. 2. Sebelum perusahaan mengadopsi teknologi baru, Total Abatement Cost (TAC) mencapai tingkat e = (a + b) per tahun, sedangkan setelah perubahan maka TAC adalah sebesar b per tahun. 3. Nilai penghematan tahunan yang didapat dari perubahan teknologi sebesar a. Agregate Marginal Abatement Cost Umumnya
kebijakan
lingkungan
(tingkat
Negara),
bertujuan
untuk
mengendalikan pencemaran dari sejumlah sumber polusi, bukan hanya satu sumber saja. Fungsi Agregat MAC untuk sekelompok perusahaan diperoleh dengan menggabungkan kurva MAC masing-maasing. Konsep dasar dari abatement cost ini menunjukkan pembiayaan minimal dalam mencapai pengurangan pencemaran bagi sebuah perusahaan jika terfokus pada fungsi MAC tunggal, atau untuk sejumlah sumber effluent jika kita tertarik pada agregat fungsi MAC.
40
Sumber A
Rp/mg
Sumber B
MAC
Emisi A (ton/mg)
Agregat MAC Rp/mg
Rp/mg MAC
Emisi B (ton/mg)
MAC
Total Emisi (ton/mg)
Gambar 3. Aggregate Abatement Cost Sumber : Field, B.C. 1994. Environmental Economics : An Introductory. McGraw-Hill, Inc. Singapura.
Gambar 3 menunjukkan dua fungsi MAC tunggal yang diberi nama sumber A dan sumber B, dimana sumber B adalah tempat yang lebih modern dengan alternatif teknologi pengendalian pencemaran yang lebih fleksibel. Agregat kurva MAC merupakan penggabungan dari kedua hubungan tunggal ini. Permasalahannya adalah ketika ada dua sumber dengan abatement cost yang berbeda maka biaya totalnya akan tergantung pada bagaimana mengalokasikan total pencemaran pada berbagai sumber yang berbeda tersebut. Cara tepat untuk melakukannya adalah dengan menggabungkan keduanya secara horizontal.
41 3.1.2 Biaya Produksi Produksi berlangsung dengan jalan mengolah masukan (input) menjadi keluaran (output). Masukan merupakan pengorbanan biaya yang tidak dapat dihindarkan untuk melakukan kegiatan produksi. Setiap pengusaha harus dapat menghitung biaya produksi agar dapat menetapkan harga pokok barang yang dihasilkan. Biaya produksi adalah sejumlah pengorbanan ekonomis yang harus dikorbankan untuk memproduksi suatu barang, menetapkan biaya produksi berdasarkan pengertian tersebut memerlukan kecermatan karena ada yang mudah diidentifikasikan, tetapi ada juga yang sulit diidentifikasikan dan hitungannya. Biaya produksi juga dapat dikatakan sebagai semua pengeluaran yang dilakukan oleh perusahaan untuk memperoleh faktor-faktor produksi dan bahan-bahan mentah
yang
akan
digunakan
untuk
menciptakan
barang-barang
yang
diproduksikan oleh perusahaan tersebut. Biaya produksi dibedakan atas dua jenis yaitu :
Biaya eksplisit yaitu pengeluaran-pengeluaran perusahaan-perusahaan yang berupa uang atau cek dengan tujuan mendapatkan faktor-faktor produksi dan bahan mentah yang dibutuhkan oleh perusahaan.
Biaya implisit (tersembunyi) yaitu biaya taksiran pengeluaran faktor-faktor yang dimiliki oleh perusahaan itu sendiri
Biaya produksi dapat meliputi unsur-unsur sebagai berikut : a. bahan baku atau bahan dasar termasuk bahan setengah jadi b. bahan-bahan pembantu atau penolong
42 c. upah tenaga kerja dari tenaga kerja kuli hingga direktur d. penyusutan peralatan produksi e. uang modal, sewa f. biaya penunjang seperti biaya angkut, biaya administrasi, pemeliharaan, biaya listrik, biaya keamanan dan asuransi g. biaya pemasaran seperti biaya iklan h. pajak Harga Pokok produksi terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan biaya overhead pabrik yang dimulai dari bahan baku, bahan baku tambahan, yang diproses sampai menjadi barang jadi.2 Adapun pengertian dari biaya-biaya tersebut diatas adalah sebagai berikut: 1. biaya bahan baku langsung (Direct materials). Biaya bahan baku langsung adalah semua biaya bahan yang membentuk bagian integral dari barang jadi dan yang dapat dimasukkan langsung dalam kalkulasi biaya produk. Contoh bahan baku langsung adalah kayu untuk pembuatan mebel dan tanah liat untuk pembuatan genteng. Pertimbangan utama dalam mengelompokkan bahan kedalam bahan baku langsung adalah kemudahan penelusuran proses pengubahan bahan tersebut sampai menjadi barang jadi. Sebagai contoh, paku untuk membuat peralatan mebel merupakan bagian dari barang jadi, namun agar perhitungan biaya mebel tersebut bias dilakukan secara cepat, bahan ini dapat diklasifikasikan sebagai bahan baku tidak langsung. 2
Adolph Matz et. Al(1997:24).Analisis Biaya Produksi Berdasarkan Perhitungan Metode ACTIVITY BASED COSTING dan Metode Konvensional. situs: http://unpas.ac.id/pmb/home/images/articles/infomatek/Jurnal_VI_4-4a.pdf. (diakses tanggal 12 Januari 2009)
43 2. biaya tenaga kerja (Direct Labor). Biaya tenaga kerja langsung adalah karyawan atau karyawati yang dikerahkan untuk mengubah bahan langsung menjadi barang jadi. Biaya untuk ini meliputi gaji para karyawan yang dapat dibebankan kepada produk tertentu. 3. biaya overhead pabrik (Factory overhead). Overhead pabrikasi atau "beban pabrik dapat didefinisikan sebagai biaya dari bahan tidak langsung, pekerja tidak langsung dan semua biaya pabrikasi lainnya yang tidak dapat dibebankan langsung ke produk tertentu. Secara sederhana dapat dinyatakan bahwa overhead pabrik mcncakup semua biaya pabrikasi kecuali bahan langsung dan pekerja langsung. Bahan baku tidak langsung adalah semua bahan yang dibutuhkan guna menyelesaikan suatu produk, teiapi pemakaiannya kecil atau rumit sehingga tidak dapat dianggap sebagai bahan baku langsung. Bahan-bahan seperti minyak pelumas, lap pembersih, dan sikat terrmasuk dalam perbekalan pabrik (factory supplies) yang merupakan bahan baku tidak langsung yang diperlukan untuk menjaga agar lokasi kerja dan mesin-mesin tetap dalam keadaan siap-pakai dan aman. Biaya produksi menurut waktu terdiri dari biaya jangka panjang dan biaya jangka pendek. konsep-konsep biaya yang digunakan dalam analisis jangka pendek adalah: 1. Biaya tetap (Fixed Cost) 2. Biaya Variabel (Variabel Cost) 3. Biaya Total (Total Cost) 4. Biaya Rata-rata (Avarage Cost)
44 5. Biaya Marginal (Marginal Cost) Biaya total adalah biaya tetap ditambah biaya variabel (TC=FC+VC). Fungsi biaya total merinci biaya total yang dikenakan oleh perusahaan untuk memproduksi suatu output tertentu selama kurun waktu tertentu. Fungsi biaya total dirumuskan sebagai berikut: TC=f(q) Terdapat 2 fungsi biaya yang dapat diturunkan dari fungsi biaya total tersebut diatas yaitu: 1. Fungsi Biaya Tetap Total/Total Fixed Cost (TFC) 2. Fungsi Biaya Variabel Total/Total Variabel Cost (TVC) TVC(q)=TC(q) – TFC (q) TFC=TC(0)
87 tingkat pencemarannya. Persamaan ini didapat dengan perhitungan persamaan garis dari dua titik yaitu titik (0; 24.189.998,1) dan titik (37,42;0) 30000000
MAC (Rupiah)
25000000 20000000 MAC 15000000 TSS 10000000 5000000 0 0
2
2
6
8
10 11 13 14 15 17 26 49
Konsentrasi Parameter TSS (mg/l)
Gambar 6. Marginal Abatement Cost untuk Parameter TSS
45 3.2 Kerangka Operasional
Industrialisasi
Industri farmasi
Biaya produksi dan keuntungan per unit produk
Kegiatan produksi
eksternalitas Harga produk
negatif
positif
Peningkatan kesejahteraan
Pelayanan kesehatan, dan lain-lain
Pencemaran lingkungan
Limbah padat, gas dan debu
Limbah Cair
Parameter limbah cair per mg/l : BOD, COD, TSS Marginal Abatement Cost (MAC) Biaya Lingkungan (Environtmental Cost) Keterangan : : Tidak termasuk objek penelitian : Internalisasi
46 IV. METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada perusahaan farmasi yaitu PT. Prafa, yang terletak di Desa Karang Asem Barat, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor. Pemilihan objek dan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive). Hal ini didasarkan pada data Dinas Tata Ruang Lingkungan Hidup (DTRLH) Kabupaten Bogor, bahwa PT. Prafa merupakan perusahaan yang menghasilkan volume limbah cair terbesar di antara perusahaan farmasi lainnya yang berada di Kabupaten Bogor. Selain itu, PT. Prafa dalam upaya pengolahan limbah cairnya sudah dilengkapi sarana IPAL. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai Agustus 2008.
4.2 Jenis dan Sumber Data Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari pihak perusahaan yang terkait langsung dalam proses IPAL dan dilakukan melalui wawancara biasa kepada pihak yang bersangkutan (karyawan PT. Prafa) dengan penelitian. Data primer yang diperoleh mencakup data yang terkait dengan cara dan sistem pengolahan limbah yang dilakukan PT. Prafa. Data sekunder diperoleh dengan cara mendatangi langsung PT. Prafa dan sumbersumber data seperti Biro Pusat Statistika (BPS), Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), DTRLH Kabupaten Bogor, Dinas Perindustrian Kabupaten Bogor, dan sebagainya. Data sekunder mencakup laporan limbah perusahaan per bulan,
47 laporan penelitian, peraturan perundang-undangan, referensi dan dokumen lain yang mendukung penelitian, mengenai jenis-jenis limbah dan volume limbah yang dihasilkan, serta tata cara dan pengolahan limbah cair perusahaan. Data waktu yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data bulanan selama periode satu tahun (semester I periode 2007 dan semester II perode 2008).
4.3 Metode dan Analisis Data Analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan dengan menggunakan analisis deskriptif, sedangkan analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan perhitungan sederhana dengan pendekatan biaya rata-rata (Avarage Cost Pricing) untuk menentukan biaya pengolahan limbah per satuan konsentrasi limbah cair. Pada Tabel 8 berikut ini akan ditampilkan matriks metode analisis yang digunakan untuk menjawab tujuan dalam penelitian ini. Tabel 8. Matriks dan Metode Analisis Data No . 1
2
Tujuan Penelitian
Sumber Data
Mengestimasi tambahan biaya yang dikeluarkan oleh PT. Prafa untuk mengurangi kadar pencemaran per satuan konsentrasi parameter limbah cair (Marginal Abatement Cost/MAC) Mengestimasi besarnya persentase MAC terhadap harga jual produk dan keuntungan per unit produk
Data sekunder yang diperoleh dari perusahaan PT. Prafa berupa data biaya pengolahan limbah serta data inlet dan outlet limbah cair PT. Prafa Data sekunder perusahaan berupa data total produksi dan Abatement Cost Total (TAC) dan biaya produksi (Total Cost/TC)
Metode Analisis Data Pendekatan biaya rata-rata (Avarage Cost Pricing) pengolahan limbah cair
Pendekatan biaya produksi dan nilai keuntungan per unit produk, serta Pendekatan TAC terhadap harga jual dan keuntungan per unit produk
48
4.3.1
Analisis Marginal Abatement Cost (MAC) Berdasarkan Konsentrasi Parameter Limbah Cair Penentuan persamaan Marginal Abatement Cost (MAC) diperlukan data
mengenai total biaya yang dikeluarkan oleh PT. Prafa dalam mengolah air limbah setiap bulan (Total Abatement Cost/ TAC) dan tingkat konsentrasi parameter BOD, COD dan TSS sebelum melalui proses IPAL (inlet) dan setelah melalui proses IPAL (outlet). Besarnya nilai MAC yang dikeluarkan oleh perusahaan dapat diestimasi dengan menggunakan pendekatan biaya rata-rata (average cost pricing). Pendekatan biaya rata-rata dapat dilakukan dengan membandingkan persentase pengurangan konsentrasi tiap parameter limbah cair (BOD, COD, dan TSS) sebelum dan sesudah (inlet-outlet) proses IPAL setiap bulannya terhadap total biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan dalam memproses air limbah setiap bulannya (TAC). Pendekatan biaya rata-rata dapat dilakukan dengan langkahlangkah sebagai berikut: 1. Menghitung rataan konsentrasi tiap parameter Data mengenai konsentrasi tiap parameter limbah yang terdiri dari BOD, COD dan TSS dikelompokkan menjadi dua yaitu data inlet dan outlet masingmasing dalam satuan mg/l. Rataan konsentrasi tiap parameter diperoleh dengan cara menjumlahkan masing-masing parameter limbah baik inlet maupun outlet, kemudian jumlah tersebut dibagi dengan banyaknya jumlah bulan dalam satu tahun yaitu 12 bulan karena periode data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data selama satu tahun. Rataan konsentrasi limbah tiap parameter limbah
49 cair sebelum diolah melalui IPAL (inlet) maupun setelah diolah melalui IPAL (outlet) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: pl =
∑p
l
n
dimana: pl
= Rataan konsentrasi parameter limbah cair (BOD,COD,TSS) per bulan (mg/l)
pl
= Konsentrasi parameter limbah cair (BOD,COD, TSS) setiap bulan (mg/l)
n
= Jumlah bulan yang diketahui (=12 bulan)
∑
= Jumlah Setelah rataan konsentrasi masing-masing parameter limbah per bulan
diperoleh, besarnya pengurangan konsentrasi tiap parameter dapat diperoleh dengan cara menghitung selisih antara inlet dengan outlet pada tiap parameter (BOD, COD dan TSS) setiap bulannya. 2. Mempersentasekan pengurangan konsentrasi parameter Inlet dengan Outlet Setelah pengurangan konsentrasi inlet-outlet untuk masing-masing parmeter diperoleh, selanjutnya adalah menghitung persentase pengurangan konsentrasi inlet-outlet untuk masing-masing parameter dengan rumus sebagai berikut: a). Parameter BOD : % Bi −o =
dimana:
B i −o x100% ∑ BCT i−o
50 % Bi − o
= Persentase pengurangan konsentrasi BOD inlet-outlet
B i −o
= Rataan konsentrasi BOD inlet-outlet (mg/l)
BCTi −o
= Rataan konsentrasi BOD inlet-outlet, COD inlet-outlet dan TSS inletoutlet (mg/l)
∑
= Jumlah
b). Parameter COD : %Ci −o =
C i −o x100% ∑ BCT i−o
dimana: %C i −o
= Persentase pengurangan konsentrasi COD inlet-outlet
C i −o
= Rataan konsentrasi COD inlet-outlet (mg/l)
BCT i −o = Rataan konsentrasi BOD inlet-outlet, COD inlet-outlet dan TSS inletoutlet (mg/l)
∑
= Jumlah
c). Parameter TSS : %Ti −o =
T i −o x100% BCT i − o ∑
dimana: %Ti −o
= Persentase pengurangan konsentrasi TSS inlet-outlet
T i −o
= Rataan konsentrasi TSS inlet-outlet (mg/l)
BCT i −o = Rataan konsentrasi BOD inlet-outlet, COD inlet-outlet dan TSS inletoutlet (mg/l)
∑
= Jumlah
51 3. Menghitung besarnya nilai Marginal Abatement Cost (MAC) Sebelum menghitung besarnya rataan MAC untuk total konsentrasi parameter limbah cair yang dikeluarkan oleh perusahaan dalam satuan mg/l, terlebih dahulu harus diketahui MAC per 1 mg/l setiap bulan berdasarkan persentase pengurangan inlet-outlet. Untuk menghitung MAC per 1 mg/l diperlukan data total biaya perusahaan untuk mengurangi konsentrasi outlet parameter limbah cair atau Total Abatement Cost (TAC) per bulan. Marginal Abatement Cost (MAC) untuk tiap parameter limbah (mg/l) dihitung dengan mengalikan hasil persentase pengurangan konsentrasi parameter limbah dengan TAC. MAC per 1 mg/l konsentrasi parameter limbah per bulan dapat dirumuskan sebagai berikut: a). Parameter BOD : MAC =
% Bi −o xTAC Bi −o
dimana: MAC = Marginal Abatement Cost per 1 mg/l (rupiah) % Bi −o = Persentase pengurangan konsentrasi BOD inlet-outlet (%) Bi −o = Rata-rata pengurangan konsentrasi BOD inlet-outlet per bulan (mg/l) TAC = Total Abatement Cost (rupiah/bulan) b). Parameter COD : MAC =
%C i −o xACT Ci −o
dimana: MAC = Marginal Abatement Cost per 1 mg/l (rupiah) %C i −o = Persentase pengurangan konsentrasi COD inlet-outlet (%)
52 Ci −o = Rata-rata pengurangan konsentrasi COD inlet-outlet per bulan (mg/l) TAC = Total Abatement Cost (rupiah/bulan) c). Parameter TSS : MAC =
%Ti −o xACT Ti −o
dimana: MAC = Marginal Abatement Cost per 1 mg/l (rupiah) %Ti −o = Persentase pengurangan konsentrasi TSS inlet-outlet (%) Ti −o
= Rata-rata pengurangan konsentrasi TSS inlet-outlet per bulan (mg/l)
TAC = Total Abatement Cost (rupiah/bulan) Pada saat tingkat pencemaran maksimum yaitu ketika limbah belum mengalami proses pengolahan (inlet), besarnya MAC adalah sebesar Rp. 0. hal ini berarti tidak ada biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan karena belum ada pengeluaran biaya untuk proses pengolahan limbah melalui IPAL ( Abatement Cost sama dengan nol rupiah). Sedangkan nilai MAC untuk konsentrasi parameter limbah setelah mengalami proses pengolahan (outlet) dapat diperoleh dengan rumus sebagai berikut: MACi −o = MAC BOD * ( Ei − Eo ) dimana: MACi −o = MAC outlet setelah mengalami proses pengolahan air limbah melalui IPAL (Rupiah/mg/l) Ei
= Inlet limbah untuk parameter BOD (mg/l)
Eo
= Outlet limbah untuk parameter BOD (mg/l)
53 Setelah diketahui MAC per 1 mg/l konsentrasi limbah per bulannya, kemudian diperoleh rataan nilai MAC total untuk seluruh konsentrasi parameter limbah (BOD, COD dan TSS) per bulan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
∑ MAC
MAC =
n
dimana:
MAC = Rataan MAC MAC = MAC setiap 1 mg/l (rupiah)
n
∑
= Jumlah bulan yang diketahui (12 bulan) = Jumlah
4.3.2 Estimasi Persamaan dan Kurva Marginal Abatement Cost (MAC) Secara umum besarnya MAC merupakan turunan dari Total Abatement Cost (TAC) terhadap besarnya konsentrasi limbah cair (effluent). MAC dapat diketahui dengan mengggunakan rumus: MAC =
Dimana: MAC
dTAC dE
= Marginal Abatemen Cost (Rp/mg/l)
TAC
= Total Cost IPAL (Rp)
E
= Besarnya Effluent (mg/l)
Fungsi persamaan MAC diperoleh dengan digunakan persamaan garis linier dua titik. Persamaan linier dua titik diperoleh dengan rumus sebagai berikut: Y − Y1 X − X1 = Y2 − Y1 X 2 − X 1
54 Kurva MAC merupakan titik yang menggambarkan hubungan antara tingkat pencemaran maksimum dengan biaya yang dikeluarkan untuk mengurangi tingkat pencemaran. Sumbu horizontal meninjukkan jumlah effluent sedangkan sumbu vertikal menunjukkan nilai moneter. MAC menggambarkan biaya tambahan untuk mencapai pengurangan tingkat pencemaran sebanyak satu satuan atau biaya yang dihemat ketika pencemaran meningkat sebesar satu satuan. Kurva MAC berslope negatif yang dimulai dari tingkat pencemaran maksimum, seiring pengurangan konsentrasi parameter yang semakin besar maka biaya tambahan (Marginal Cost) untuk mencapai pengurangan selanjutnya akan meningkat. Hal ini digambarkan dalam kurva MAC Gambar 4 berikut ini:
Rupiah
MAC
konsentrasi parameter limbah (mg/l) Gambar 4. Kurva Marginal Abatement Cost (MAC)
55
4.3.3
Penentuan Marginal Abatement Cost (MAC) per Unit Produk Besarnya MAC per satuan unit produk dapat mencerminkan besarnya
biaya lingkungan. Biaya lingkungan adalah biaya yang ditimbulkan akibat adanya kualitas lingkungan yang rendah, sebagai akibat proses produksi yang dilakukan perusahaan. Akan tetapi biaya lingkungan disini belum mencerminkan kompensasi kerugian masyarakat akibat limbah cair yang ditimbulkan dari proses produksi perusahaan. MAC per Unit Produk (Ec) adalah berapa besarnya biaya yang dibebankan tiap satu-satuan unit produk (dalam satuan tablet) untuk pengurangan daya cemar limbah yang dibuang ke lingkungan. Ec
dihitung dengan menggunakan
perhitungan sederhana yaitu biaya total dari IPAL (TAC) dibagi dengan jumlah produksi (Q) per bulan. Rata-rata total produksi per bulan diperoleh dengan cara membagi total produksi selama satu tahun dibagi dengan jumlah bulan. Periode waktu yang dipakai dalam penelitian ini adalah 12 bulan. TAC dan total produksi (Q) diasumsikan sama setiap bulannya. Biaya lingkungan per unit dapat dirumuskan sebagai berikut:
Ec =
TAC Q
dimana:
Ec = MAC per unit produk/Environtmental Cost (rupiah/tablet) TAC = Total Abatement Cost per bulan (rupiah) Q
= Total produksi per bulan (tablet)
56 Setelah diketahui MAC per unit produk (Ec), besarnya persentase MAC terhadap harga jual dan persentase keuntungan yang diperoleh perusahaan terhadap MAC dapat diestimasi.
4.3.4
Persentase MAC Per Unit Produk (Ec) Terhadap Harga Jual (P) dan Keuntungan (π) Per Unit Produk Sebelum menghitung besarnya persentase MAC yang dibebankan terhadap
harga jual satu unit produk, harus diketahui harga jual (P) dari satu unit produk yaitu satu tablet. Harga jual satu unit produk (P) dapat diperoleh dengan cara penjumlahan total biaya produksi per bulan (Total Cost/TC) dan Total Abatement Cost (TAC) dibagi dengan total produksi per bulan (Q). Berdasarkan data yang
diperoleh dari perusahaan (lihat lampiran biaya kotor perusahaan), biaya produksi disini belum memperhitungkan besarnya Abatement Cost. Sedangkan dalam penentuan harga jual satu unit produk (P), perusahaan telah memperhitungkan Abatement Cost. Penentuan harga satu unit produk dapat ditentukan dengan rumus
sebagai berikut:
P=
TC + TAC Q
dimana: P
= Harga jual satu unit produk (tablet)
TC = Total biaya produksi/Total Cost per bulan (rupiah) TAC = Total Abatement Cost per bulan (rupiah)
Q = Total produksi per bulan (tablet)
57 Setelah harga jual satu unit produk diketahui, tahap selanjutnya adalah menghitung besarnya share dari harga jual satu unit produk (Ep) terhadap MAC. Share dari harga jual satu unit produk terhadap MAC per unit produk (Ec)
terhadap dapat diestimasi dengan rumus sebagai berikut: Ep =
P x100% Ec
dimana: Ep
= Persentase biaya MAC per unit produk (%)
Ec
= MAC per unit/Environtmental Cost (rupiah/tablet)
P
= Harga jual per unit produk (rupiah/tablet) Selain besarnya persentase MAC yang dibebankan terhadap harga jual
satu tablet, besarnya persentase MAC terhadap ni keuntungan. Nilai keuntungan perusahaan yang digunakan pada penelitian ini adalah nilai keuntungan kotor (belum dipotong pajak). Keuntungan perusahaan (π) merupakan selisih antara total penerimaan (Total Revenue) dengan total biaya produksi (Total Cost). Untuk menghitung persentase MAC terhadap nilai keuntungan per unit diperlukan data berupa total penerimaan perusahaan (TR), total biaya produksi (TC) dan total produksi (Quantity/Q). Total penerimaan perusahaan merupakan hasil perkalian total produksi (Q) dengan harga produk per unit (P), berikut rumusnya:
TR = PxQ Total biaya produksi PT. Prafa ditentukan dengan menjumlahkan semua komponen biaya produksi yang meliputi, biaya bahan baku, gaji karyawan dan buruh, penyusutan peralatan produksi, biaya angkut, biaya administrasi, biaya
58 keamanan dan asuransi, biaya pemasaran (iklan), pajak, biaya pabrik, biaya perawatan, dan biaya listrik untuk pemakain produksi serta penerangan pabrik, sedangkan total produksi merupakan keseluruhan jumlah unit yang produksi selama satu bulan. Pada penelitian ini, data total penerimaan, total biaya produksi dan total produksi yang diperoleh merupakan data tahunan (satu tahun), sehingga total penerimaan (TR), total biaya produksi (TC) dan total produksi (Q) dibagi dengan jumlah bulan yaitu 12 bulan sehingga diperoleh rata-rata penerimaan, biaya produksi dan total produksi per bulan. Sebelum menghitung besarnya persentase MAC per unit produk (Ec) terhadap Keuntungan per unit produk (Ek), terlebih dahulu harus diketahui keuntungan per unit produk. Keuntungan per unit produk ( π Q ) dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
πQ =
TR − (TC + TAC ) Q
dimana:
πQ
= Nilai keuntungan per unit produk (rupiah/tablet)
TR
= Nilai penjualan/Total Revenue per bulan (rupiah)
TC
= Total biaya produksi/Total Cost per bulan (rupiah)
TAC = Total Abatement Cost per bulan (rupiah) Q
= Total produksi (tablet) Besarnya persentase MAC per unit produk terhadap keuntungan per unit
produk (Ek) dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
59
Ek =
Ec
πQ
x100%
dimana:
Ek Ec
= Persentase MAC terhadap keuntungan per unit produk (%) = MAC per unit produk/ Environtmental Cost (rupiah/tablet)
60
V. GAMBARAN UMUM
5.1 Gambaran Umum PT.Pradja Pharin (PT. Prafa) 5.1.1 Sejarah Singkat Perusahaan PT. Prafa bergerak di bidang manufaktur, perdagangan dan distribusi produk-produk farmasi, produk-produk yang berhubungan dengan farmasi dan perawatan kesehatan. PT Pradja Pharin (PT. Prafa) berdiri dan mulai beroperasi secara komersial sejak tahun 1988. Pabrik dan kantor pusat perusahaan masingmasing berada di jakarta dan Bogor. Perusahaan ini merupakan anak perusahaan dari PT. Darya Varia Laboratoria dan PT. Medifarma yang juga bergerak di bidang farmasi. Berikut Tabel 9 tahapan pengembangan PT. Prafa:
Tabel 9. Tahapan Pengembangan PT. Prafa Tahun Tahapan Pengembangan 1988 PT. Prafa didirikan 1995 Perusahaan telah memperoleh penghargaan First Pasific Investment Hongkong 2001 Perusahaan bergabung dengan United Laboratory di Manila 2003 PT. Prafa melakukan kerjasama dengan P&G 2005 PT. Prafa memperoleh sertifikat dari Indonesian FDA untuk ASEAN Harmonization Compliance Sumber: Data Sekunder PT. Prafa (2007)
5.1.2 Lokasi dan Tata Letak Pabrik PT. Prafa terletak di Desa Karang Asem Barat, Citeureup, Kabupaten Bogor dan lokasinya berada di tepi jalan tol Jagorawi. PT. Prafa dibangun di atas tanah seluas 12 Ha (120.000 m3), dengan luas bangunan 17.208 m2. Berikut rincian luas tiap-tiap bangunan dapat dilihat pada Tabel 10 :
61
Tabel 10. Rincian Luas Bangunan PT. Prafa No Fungsi Bangunan 1 Produksi Non-Betalactam 2 PM/RM Warehouse, R&D, MM Dept 3 Produksi Betalactam 4 Department QA/QC 5 Department TS 6 FG Warehouse 7 General Warehouse Total luas bangunan
Area(m2) 4.000 4.000 4.000 629 432 1.200 1.200 15.461
Sumber: Data Sekunder PT. Prafa (2007)
5.1.3 Operasional Kegiatan PT. Prafa Kegiatan produksi PT. Prafa dimulai sejak bulan juni tahun 1989 sampai dengan sekarang. Pada saat ini jumlah tenaga kerja di PT. Prafa berjumlah 303 orang. Tenaga kerja pada bagian IPAL berjumlah delapan orang dengan rincian:
•
Operator : 1 orang
•
Pengawas lapangan : 2 orang
•
Laboratorium : 5 orang Selain tenaga kerja, perusahaan juga membutuhkan infrastruktur yang
mendukung kegiatan operasional perusahaan. Berikut infrastruktur yang dimiliki PT. Prafa dalam mendukung kegiatan operasional, diantaranya: A. Daya listrik PT. Prafa memiliki daya listrik sebesar 730 KVA. Selain itu, PT. Prafa memiliki dua unit diesel, masing- masing diesel memiliki daya sebesar 500 KVA yang digunakan untuk emergency.
62 B. Sistem HVAC (Handling Volume Air Cool) PT. Prafa dalam kegiatan produksinya menggunakan alat pendingin (AHU/Air Handling Unit) yang terdiri dari chiller dan air cool type. Pendingin AHU masing-masing digunakan untuk produksi :
•
Betalactam terdiri dari 4 unit
•
Non Betalactam terdiri dari 6 unit
•
Cephalosporine terdiri dari 1 unit Selain alat pendingin, dalam kegiatan operasional PT. Prafa juga
menggunakan alat yang disebut dengan Dust Collecting System. Dust Collecting
System ini masing-masing untuk produksi: •
Betalactam terdiri dari 1 unit
•
Non Betalactam terdiri dari 5 unit
•
Cephalosporine terdiri dari 1 unit
C. Water System PT. Prafa dalam kegiatan operasionalnya memiliki
water system sebagai
sumber air. Jenis water system yang dimiliki PT. Prafa, antara lain :
•
sumur terdiri dari 3 unit dengan kapasitas masing-masing 11 liter/sekon
•
air PAM dengan kapasitas kebutuhan sebanyak 1.285.200 liter/bulan
•
air untuk injeksi dengan kapasitas 1.500 liter/hari
D. Steam Generating System
Steam Generating System ini memiliki kapasitas 3,6 ton bahan baku obat. E. Compressed Air
Compressed Air memiliki kapasitas produksi 12 m3/menit dan tekanan 10 bar.
63
5.1.4 Jenis dan Tahapan Kegiatan Jenis produksi yang dihasilkan adalah berupa produk obat dan vitamin, dimana kegiatannya terdiri dari solid, tahap penimbangan, tahap pencampuran,
tableting/capsul filling, selecting, botlle filling atau stripping/blistering dan pengemasan. Jenis dan tahapan kegiatan produksi PT. Prafa dapat dilihat pada Tabel 11:
Tabel 11. Proses dan Tahapan Kegiatan Produksi Bahan Baku Bahan aktif Bahan tambahan
Proses Produksi Pencampuran Pencampuran Tableting Capsul filling Injeksi Air Pencampuran Pendingin (AHU/Air Stripping dan Handling Unit) blistering masing-masing digunakan untuk produksi : PVC Karton Packing
Alat blender, mixer blender, mixer mesin tablet mesin kapsul mesin injeksi Mixer Stripping machine dan blistering machine
Limbah Debu Debu debu debu debu Cair Padat
Manual dan otomatis
Padat
Sumber: Data Sekunder PT. Prafa (2008)
Jenis obat yang diproduksi perusahaan sangat beragam, mulai dari yang berbentuk padat, cair
maupun krim. Berikut jenis obat yang diproduksi
berdasarkan dosis (Dosage Form) disajikan pada Tabel 12 dibawah ini:
Tabel 12. Jenis Produk Berdasarkan Bentuk/Dosis Obat No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Dosage Form Liquid non steril Liquid injection Sterile dry power Plain tablet Coated tablet Hard capsule Efferverscent tablet Suppository Cream & Ointment
Utilization (%) 17 45 3 26 45 9 2 10
Sumber: Data Sekunder PT. Prafa (2008)
NBL √ √ √ √ √ √ √ √ √
Production Line BL X X √ √ X √ X X X
Chep X X √ √ X √ X X X
64
5.2 Upaya Pengelolaan Lingkungan Lingkungan (UKL) PT. Prafa
(UPL)
dan
Upaya
Kelestarian
Sebelum didirikan, sebuah perusahaan wajib untuk menyusun UPL dan UKL. UPL dan UKL ini disusun perusahaan bertujuan agar dapat mendukung pembangunan yang berkelanjutan. Dengan kata lain perubahan lingkungan yang diakibatkan oleh adanya kegiatan perusahaan, baik yang direncanakan maupun yang terjadi diluar rencana, tidak akan menurunkan atau menghilangkan kemampuan lingkungan sekitar untuk mendukung kehidupan ke arah tingkat kualitas hidup yang lebih tinggi. Berikut rincian jenis dampak yang dapat ditimbulkan dari setiap kegiatan perusahaan:
Tabel 13. Kegiatan yang Menimbulkan Dampak Lingkungan Beserta Evaluasi Dampaknya No. Kegiatan/sumber Jenis dampak dampak 1 Proses Produksi a.Pada dasarnya pabrik PT. Prafa memberikan dampak yang positif, karena obat-obatan yang diproduksinya disamping memiliki nilai ekonomi yang tinggi juga meningkatkan derajat kesehatan masyarakat b.Sedangkan dampak negatif yang ditimbulkan adalah : -Limbah padat sebagian besar limbah padat yang berasal dari proses produksi adalah bekas-bekas kemasan yang tidak berbahaya, selain itu juga tidak ada sisa produksi yang jumlahnya kira-kira 0,5 kg/hari yang sebagian mengandung antibiotika. Sisa produksi yang mengandung antibiotika ini dapat menimbulkan resistensi mikroba patogen apabila tidak diolah secara khusus. -Limbah udara limbah udara berupa debu-debu yang berasal dari ruang produksi apabila sistem pengendalian udara tidak berjalan baik. -Kebisingan karena mesin-mesin produksi yang
65
2
Proses Control
3
Proses Pencucian Peralatan
4
Kegiatan Kantin dan Dapur Recall Obat-obatan Kadaluwarsa dan Substandar
5
Quality
6
Rekruitment Tenaga Kerja
7
Penghijauan
digunakan berasal dari tenaga listrik, sehingga suara mesinnya relatif tidak keras dan tidak menimbulkan kebisingan. Umumnya buangan laboratorium quality control berupa cairan. Sebagian diantaranya mengandung logam-logam berat yaitu Sublimate (HgCl2), Arsen Trioksida (AsO3), Zink Sulfat (ZnSO4) dan AgNO3 yang jumlahnya kurang lebih 0,5-1 kg/tahun, jumlah ini relatif sangat kecil sehingga mudah diolah. a) Limbah padat Limbah padat yang berasal dari pencucian peralatan umumnya berupa lemak, sebagian diantaranya dapat mengandung antibiotika yang dapat menimbulkan resistensi mikroba patogen b) Limbah cair mengandung zat-zat organik yang cukup banyak juga mengandung antibiotika. Angka BOD dan COD limbah cair ini masih cukup tinggi walaupun telah diolah melalui sarana pengolahan air limbah yang saat ini dimiliki oleh PT. Prafa. Umumnya berupa sisa-sisa makanan dan bahan makanan Sesuai peraturan yang berlaku apabila dipasaran/masyarakat ditemukan obat-obat yang kadaluwarsa dan substandar, obat-obat tersbut harus segera dikembalikan ke pabrik PT. Prafa untuk dimusnahkan. Obat-obat tersebut mengandung antibiotika yang dapat menimbulkan resistensi bila dibuang tanpa pengolahan terlebih dahulu. a. Menciptakan lapangan kerja dan keanekaragaman usaha yang dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. b. Menciptakan pemukiman yang baru. c. Memberikan perubahan tata nilai (perilaku) dalam arti positif seperti kebiasaan hidup bersih. Upaya ini dilakukan di lokasi pabrik PT. Prafa, disamping memantapkan kelangsungan ekosistem dan keindahan alam juga memberikan nilai ekonomis.
Sumber: Data Sekunder DTRLH Kabupaten Bogor (2007)
66 Berdasarkan Tabel 13 jenis dampak yang masih memerlukan pengelolaan lingkungan adalah: 1. Limbah cair dan padat berasal dari proses produksi. 2. Limbah cair dan padat berasal dari proses quality control. 3. Limbah cair dan padat berasal dari proses pencucian peralatan. 4. Obat-Obatan kadaluwarsa dan substandar. Menurut UPL PT. Prafa (data DTRLH Kabupaten Bogor Tahun 2007), melalui pendekatan teknologi pada pengelolaan limbah cair, angka BOD dan COD limbah cair PT. Prafa masih cukup tinggi dan mempunyai kandungan antibiotika yang dapat mengakibatkan resistensi mikroba patogen. Pengelolaan limbah cair PT. Prafa dilakukan berdasarkan: 1) jenis dampak, dapat berupa : a) Angka BOD dan COD yang cukup tinggi karena banyaknya zat organik yang tersuspensi/terlarut dalam limbah cair. b) Rembesan air dari septik tunk dapat mencemari air penduduk di sekitar pabrik. c) Kandungan antibiotika dalam limbah cair dapat menimbulkan resistensi mikroba patogen. d) Bekas-bekas reagens laboratorium yang mengandung logam-logam berat dapat mencemari lingkungan. 2) Parameter dampak Parameter dampak diukur berdasarkan: a) Angka BOD, COD, zat organik terlarut/tersuspensi (TSS), suhu dan pH air limbah.
67 b) Kandungan nitrit dan ammonia besar dalam sumur penduduk. c) Kandungan antibiotika dalam air limbah. d) Kandungan logam-logam berat dalam air limbah. 3) Sumber dampak Dampak yang ditimbulkan dapat bersumber dari: a) Proses pencucian peralatan b) Bekas reagens laboratorium quality control
c) Septic tunk (tempat pembuangan kotoran) Upaya pengelolaan lingkungan (UPL) yang dilakukan oleh PT. Prafa: A. Pencegahan 1) Tidak membuang sampah dan sisa produksi kedalam selokan air buangan. 2) Meninggikan pinggiran air selokan dan menutupinya dengan rangka besi agar sampah dan kotoran lain dari jalanan atau perkarangan tidak masuk ke dalam selokan. 3) Menonaktifkan antibiotika yang terkandung dalam air bekas cucian sebelum dibuang ke saluran air. 4) Tidak membuang bekas reagens yang mengandung logam berat ke dalam saluran air buangan dan harus ditampung di tempat sendiri. 5) Mengganti lapisan penyaring septik tunk sebelum mengalami kejenuhan. 6) Membuat “water treatment plan (WTP)” dengan sistem kolam aerasi sehingga zat-zat organik yang terlarut dan tersuspensi dalam limbah cair akan terdestruksi melalui proses anaerobik dan oksidasi.
68 7) Lokasi WTP harus terpisah dari selokan air hujan agar tidak terbawa arus air hujan. 8) Menonaktifkan antibiotika dengan penambahan zat oksidator seperti Ca(OCl)2. B. Pengelolaan limbah cair Pengelolaan limbah cair dilakukan dengan cara: 1) Limbah cair dari ruang produksi BetalTACam dialirkan ke IPAL setelah mengalami treatment (pengolahan) arah. 2) Limbah cair dari ruang produksi Cephalosporin dialirkan ke IPAL setelah mengalami treatment arah. 3) Limbah cair dari ruang produksi Non Betalactam dialirkan langsung ke IPAL. 4) Limbah cair dari kantin dialirkan langsung ke IPAL. 5) Limbah cair dari laundry dialirkan langsung ke IPAL. 6) Limbah cair dari laboratorium hasil pencucian dialirkan langsung ke IPAL. 7) Limbah cair dari reagens di laboratorium ditampung untuk diolah atau dibakar dengan insenerator suhu tinggi. 8) Limbah cair dari WC dialirkan ke septik tunk. 9) Oli bekas dikumpulkan dari dalam drum kemudian dijual. Limbah cair akan dihasilkan dari kegiatan proses produksi, laboratorium, kantin, laundry, WC dari unit pengolahan air bersih.
69
5.3 Gambaran Umum IPAL PT. Prafa Pengolahan limbah yang dihasilkan oleh PT. Prafa dilakukan oleh QA
department, PGA department, dan TS department. QA department bertanggung jawab menjamin limbah yang dihasilkan memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Limbah yang dihasilkan PT. Prafa meliputi limbah padat serta cair. Cara penanganan limbah berbeda-beda tergantung jenis dan sifat bahannya. Limbah padat berasal dari debu hasil proses produksi, sampah sisa kemasan, sampah kantin dan dapur, sampah dari lingkungan pabrik, produk reject dan obat yang telah kadaluwarsa. Limbah padat yang masih bisa dimanfaatkan serta memiliki nilai jual seperti sisa kemasan (kaleng, drum, alumunium foil, plastik, botol, kardus) dikumpulkan di gudang khusus kemudian dijual agar barang-barang tersebut dapat dimanfaatkan atau digunakan kembali (reuse) dan didaur ulang (recycle). Pembakaran produk reject dan obat yang telah kadaluwarsa dilakukan dengan
incinerator pada suhu 550-1200 °C selama 45 menit. Sisa bahan padat yang menempel pada wadah/peralatan dibersihkan dengan mesin penyedot debu atau
vacuum sebelum dicuci dengan air, bila tidak tersedia vacuum sisa-sisa serbuk yang menempel diambil dengan lap yang dibasahi alkohol 70 % dan lap tersebut dicuci tersendiri. Kerjasama dengan Dinas Kebersihan Kabupaten Bogor juga dilakukan untuk pengangkutan sampah keluar pabrik yang dilakukan secara teratur dan terkontrol . Limbah cair berasal dari proses produksi, pencucian peralatan produksi, limbah laboratorium dan buangan lainnya. Limbah tersebut antara lain limbah
70 proses pembuatan aqua demineralisata, limbah pencucian pakaian kerja, limbah proses betalactam, limbah proses Cephalosporia, limbah proses non betalactam, limbah dari laboratorium dan sumber limbah lainnya. Limbah cair ini ditampung dalam bak ekualisasi setelah mendapat pra perlakuan terlebih dahulu. Pemeriksaan air hasil limbah dilakukan untuk memastikan bahwa hasil pengolahan tersebut memenuhi persyaratan yang telah ditentukan, yang meliputi pemeriksaan parameter : 1. fisika: suhu, warna, bau, kekeruhan 2. kimia: pH, kandungan fenol, N-total, TDS (Total Dissolved Solid), BOD (Biologycal Oxgen Demand), COD (Chemical Oxgen Demand) dan DO (Dissolved Oxgen) Pemeriksaan untuk COD dan TDS dilakukan pada bak penyaringan dan pengeluaran air. Nilai COD dan TDS di bak pengeluaran air maksimal 100 ppm dibandingkam dengan nilai COD dan TDS di bak penyaringan sehingga dapat diketahui apakah pengolahan limbah berjalan dengan baik. Berikut jumlah instalasi PVC dari sumber limbah hingga ke tempat pengolahan: a. 1 bak penampungan limbah betalactam b. 1 bak penampungan limbah aquadem c. 1 bak penampungan limbah chepalosporin d. 1 bak penampungan limbah proses NBL+ heavy metal e. 1 bak ekualisasi 1 bak separasi f. 1 bak koagulasi flokasi
71 g. 2 bak karbon filter h. 1 bak aerasi i. 1 bak kolam ikan j. 1 bak kolam air mancur (stabilisasi) k. 1 bak NaOCl (kaporit) l. 1 unit blower dan alat difusi untuk membantu proses aerasi m. 11 unit pompa, diantaranya: 1)
Pompa untuk proses destruksi limbah Betalactam dan mengalirkan ke bak ekualisasi
2)
Pompa
untuk
proses
ekstruksi
limbah
Cephalosporin
dan
mengalirkan ke bak ekualisasi 3)
Pompa untuk proses destruksi limbah NBL + Heavy Metal dan mengalirkan ke bak ekualisasi
4)
Pompa untuk proses netralisasi pada bak reaksi
5)
Pompa untuk mengalirkan limbah aquadem ke bak akualisasi
6)
Pompa untuk memompa air limbah dari bak ekualisasi ke bak separasi
7)
Pompa untuk memompa air limbah dari bak aerasi ke bak filtrasi I
8)
Pompa untuk memompa air limbah dari bak aerasi ke bak filtrasi II
9)
Pompa untuk semburan ke kolam air mancur (stabilisasi)
10) Pompa untuk menguras lumpur dari bak koagulasi flokaulasi 11) Pompa untuk memompa kaporit (NaOCl)
72 Proses pengolahan air limbah mulai dari inlet sampai outlet harus melalui 9 tahapan proses. Proses pengolahan air limbahnya sebagai berikut: 1) Bak ekualisasi (T.1) Unit penampungan utama limbah cair dari beberapa titik sumber penghasil limbah yang dialirkan melalui pipa utama (Main Pipe). 2) Bak reaksi (T.2) Merupakan sarana emergency, air dialirkan jika pH pada bak ekualisasi mencapai pH 2-5 atau > 9 . bak reaksi ini berfungsi untuk proses netralisasi sehingga diperoleh pH 7 karena kemampuan kerja bakteri aerobic harus pada pH netral dengan suhu 25-35 °C. 3) Bak separasi (T.3 dan T.4) Air limbah dari bak ekualisasi akan terpompa menuju bak separasi. Cara kerja bak separasi sebagai berikut:
•
pertama: memisahkan padatan halus, berat dan materi-materi tidak larut
•
kedua: mengendapkan suspensi padat dan memisahkan/menahan materi ringan dan berlemak.
Air yang mengalir ini melewati/melintasi kawat berkisi-kisi (fish bone weir), di kanal ini garis-garis yang terkandung dalam air sebagian akan mulai terurai. 4) Bak aerasi Proses pencampuran/pangadukan udara dengan air sehingga terjadi perubahan konsentrasi zat-zat yang yang mudah menguap dalam air. Dalam proses ini juga ditanamkan bakteri SGB 104 pengurai zat organik, mereduksi senyawasenyawa fenol, beberapa senyawa kloro hidrokarbon, BOD dan COD.
73 5) Bak filtrasi Berfungsi untuk proses penyaringan guna mendapatkan tingkat kejernihan air tertentu dengan menempatkan media berpororsitas yang tersusun dari Rock
Stone (paling atas), karbon aktif (tengah) dan zeolite aktif (paling bawah). 6) Bak settling (T.7) Merupakan saran pengendapan partikel halus dengan menggunakan koagulan, partikel-partikel yang masih lolos dari aerasi dan proses filtrasi akan terhidrolisis oleh koagulan membentuk floe (gumpalan halus) dan mengendap secara gravitasi. 7) Bak desinfektan (T.8) Berfungsi untuk mereduksi/menghilangkan bakteri pathogen. Bak ini berisi ferrolite dilengkapi dengan tangki NaOCl 12 %. Air dari bak settling dialirkan ke bak desinfektan dimana pada unit ini diinjekkan sejumlah NaOCl 12 % menggunakan dosing pump. 8) Bak stabilisasi (T.9) bak berbentuk lingkaran yang berfungsi untuk menstabilkan akumulasi air yang telah diinjek NaOCl. Pada bak ini, unsur Chloride cenderung terurai menjadi Cl2 bebas sedangkan unsur Na sebagai zat terlarut, On (Onasen) bekerja memusnahkan bakteri pathogen dan selanjutnya terurai menjadi oksigen bebas. 9) Kolam (effluent)
74 Merupakan sarana penampungan akhir dari semua proses. Kolam dilengkapi unit sirkulasi air yang dipompakan ke udara untuk menguraikan Cl2 berlebihan dan satu bak untuk pengontrolan akhir dan tempat pengambilan sampel air.
75
VI. MARGINAL ABATEMENT COST (MAC)
6.1 Estimasi Marginal Abatement Cost (MAC) Berdasarkan Parameter Limbah Cair Tambahan biaya yang dikeluarkan oleh PT. Prafa untuk mengurangi kadar pencemaran air limbahnya disebut MAC. Pada penelitian ini MAC dihitung berdasarkan parameter limbah cair yaitu inlet (sebelum pengolahan melalui IPAL) dan outlet (setelah pengolahan melalui IPAL). Pada perusahaan farmasi parameter limbah cair yang diukur terdiri dari enam parameter yaitu BOD, COD, TSS, pH, Total N dan Fenol. Tetapi dalam penelitian ini parameter yang dihitung hanya tiga parameter yaitu BOD, COD dan TSS, karena tiga parameter tersebut yang pengaruhnya sangat signifikan terhadap tingkat pencemaran yang ditimbulkan akibat limbah cair yang dibuang ke lingkungan . Hal ini diketahui dari data inlet-
outlet yang menunjukkan bahwa perbandingan konsentrasi ketiga parameter tersebut (BOD, COD, dan TSS) terhadap nilai standar baku mutu limbah cair industri farmasi mempunyai nilai lebih dari sepuluh persen. Data mengenai (Total
Abatement Cost/TAC) dan data konsentrasi inlet-outlet masing-masing parameter limbah cair diperlukan untuk mengestimasi MAC.
6.1.1 Inlet dan Outlet Limbah Cair Berdasarkan Parameter Nilai inlet dan outlet
limbah cair PT. Prafa diperoleh dengan uji
laboratorium. Uji laboratorium ini dilakukan oleh perusahaan melalui hasil analisis kualitas air limbah yang dilakukan di laboratorium Institut Pertanian Bogor (IPB). Uji laboratorium ini dilakukan dengan periode waktu sebulan sekali
76 dengan mengirimkan sampel air limbah hasil inlet dan air limbah hasil outlet. Parameter limbah cair yang diuji terdiri dari 6 (enam) parameter yaitu BOD, COD, pH, TSS, Total N, dan Fenol. Pada penelitian ini data waktu yang digunakan adalah data per semester yaitu data waktu semester II tahun 2007 (Juli -Desember) dan semester I tahun 2008 (Januari-Juni). Berikut rata-rata inlet dan outlet limbah cair PT. Prafa (BOD, COD, dan TSS).
Tabel 14. Data Inlet dan Outlet Limbah Cair PT. Prafa Semester II (Tahun 2007) dan Semester I (Tahun 2008)
COD 82 103 149 85 93 101 89 75 72 75 99 192
inlet BOD 36 28 35 44 33 29 22 26 42 38 36 39
TSS 15 32 48 37 36 45 33 12 89 22 56 24
101.25
34
37.42
Bulan Juli-07 Agst-07 Sept-07 Okt-07 Nop-07 Des-07 Jan-08 Feb-08 Mar-08 Apr-08 Mei-08 Jun-08 RATARATA
COD 52 54 83 48 36 76 42 44 34 30 49 139
outlet BOD 28 16 17 28 14 19 14 15 25 27 20 17
TSS 13 22 31 24 21 38 25 10 40 8 30 18
Besarnya Pengurangan COD BOD TSS 30 8 2 49 12 10 66 18 17 37 16 13 57 19 15 25 10 11 37 8 8 31 11 2 38 17 49 45 11 14 50 16 26 53 22 6
90.58
20
23.25
10.67
14
14.17
Sumber: Data Primer PT. Prafa (diolah)
Berdasarkan Tabel 14, nilai inlet dan outlet parameter limbah cair berfluktuasi setiap bulannya, hal ini bergantung pada jumlah dan jenis obat yang diproduksi sehingga mempengaruhi air limbah yang dihasilkan baik volumenya maupun nilai inlet dan outlet.
77
6.1.2 Total Biaya Proses Pengolahan Limbah Cair (Total Abatement Cost/TAC) Estimasi Abatement Cost berdasarkan parameter limbah cair merupakan biaya pengurangan/miimalisasi pencemaran limbah yang dibuang ke lingkungan melalui pengurangan konsentrasi parameter limbah cair yaitu BOD, COD dan TSS. Biaya-biaya yang termasuk komponen (Total Abatement Cost) TAC adalah biaya investasi awal IPAL, biaya operasional seperti biaya tenaga kerja, pembelian bahan kimia, pemakaian listrik dan pemeliharaan mesin (maintenance) serta pembelian mesin. TAC merupakan penjumlahan seluruh biaya yang dikeluarkan untuk mengurangi kadar pencemar air limbahnya (biaya investasi awal dan biaya operasional). Tabel total biaya proses pengolahan limbah (IPAL) dapat dilihat pada lampiran 2. Berdasarkan data perusahaan periode 2007/2008, TAC yang dikeluarkan PT. Prafa untuk proses pengolahan air limbah adalah sebesar Rp. 253.472.000,00 per tahun. Diasumsikan TAC setiap bulan sama, sehingga rata-rata Abatement
Cost Total (TAC) per bulan yaitu sebesar Rp. 46.122.666,00.
6.1.3 Estimasi Marginal Abatement Cost (MAC) Parameter BOD Estimasi MAC untuk parameter BOD dapat diperoleh dengan pendekatan biaya rata-rata, langkah-langkahnya sebagai berikut: 1. Menghitung Rataan Nilai Konsentrasi Tiap Parameter Rataan nilai konsentrasi parameter BOD dihitung dengan cara membagi data konsentarasi parameter limbah menjadi dua bagian yaitu inlet dan outlet.
78 Konsentrasi parameter limbah sebelum diolah dengan IPAL (inlet) menunjukkan tingkat konsentrasi limbah cair maksimum yang dihasilkan perusahaan sebelum mengalami proses pengolahan sehingga limbah inlet daya cemarnya masih sangat tinggi dan berbahaya jika langsung dibuang ke lingkungan. Berdasarkan hasil perhitungan rataan konsentrasi inlet parameter BOD per bulan adalah sebesar 34 mg/l. Sedangkan Konsentrasi parameter limbah setelah diolah dengan IPAL (outlet) adalah sebesar 20 mg/l. konsentrasi outlet menunjukkan tingkat konsentrasi limbah cair minimum setelah melalui tahapan proses pengolahan melalui IPAL sehingga limbah outlet mempunyai daya cemar terhadap lingkungan yang lebih rendah dibandingkan dengan limbah inlet. Hal ini terlihat dari penurunan konsentrasi limbah dari sebelum diolah dengan setelah diolah melalui IPAL. Dari perhitungan didapat besarnya rataan konsentrasi outlet BOD adalah sebesar 34 mg/l. Hasil perhitungan nilai rataan konsentrasi inlet dan
outlet serta pengurangan inlet-outlet perbulan dapat dilihat pada Tabel 15:
Tabel 15. Hasil Perhitungan Rataan Konsentrasi Parameter BOD Inlet, Outlet, dan Inlet-Outlet PT. Prafa Parameter Satuan Inlet Outlet InletOutlet BOD
mg/l
14
20
14
Baku Mutu Limbah Cair Industri Framasi 100
Sumber: Data Primer (Diolah)
2. Mempersentasekan Pengurangan Konsentrasi Parameter Inlet dengan outlet Perhitungan persentase konsentrasi parameter Inlet dengan outlet dihitung berdasarkan data selisih rataan konsentrasi parameter BOD antara inlet dengan
outlet. Besarnya persentase pengurangan konsentrasi parameter BOD inlet-outlet adalah 19,62 persen.
79 Hasil perhitungan ini didapat dari rata-rata pengurangan inlet dengan
outlet dibagi dengan jumlah rataan pengurangan inlet dan outlet ketiga parameter yaitu BOD, COD dan TSS. Perhitungan persentase pengurangan konsentrasi parameter BOD sebagai berikut: % BOD =
14 x100% = 19,62% 71,34
Hasil perhitungan persentase pengurangan konsentrasi parameter BOD ini digunakan untuk mengestimasi besarnya MAC yaitu tambahan biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk mengurangi satu-satuan konsentrasi parameter limbah cair (mg/l). 3. Mengestimasi MAC Setelah persentase pengurangan konsentrasi parameter BOD diperoleh , tambahan biaya untuk mengurangi daya cemar limbah cair 1 mg/l BOD (MAC) yang harus
dikeluarkan oleh PT. Prafa dapat dihitung. MAC untuk 1 mg/l
parameter BOD adalah Rp. 646.374,22,00, jadi setiap kenaikan 1 mg/l konsentrasi parameter BOD perusahaan harus membayar tambahan biaya sebesar Rp. 646.374,22. Hasil perhitungan ini didapat dari perhitungan persentase BOD dikalikan dengan biaya proses pengolahan air limbahnya (TAC) kemudian dibagi dengan rata-rata pengurangan inlet dengan outletnya tiap parameter. Perhitungan MAC per miligram untuk parameter BOD adalah sebagai berikut:
ParameterBOD, MAC =
19,62% x 46.122.666 = 646.374,22 14
80 Sedangkan total MAC yang harus dikeluarkan perusahaan untuk mengurangi kadar pencemaran parameter BOD dengan rata-rata pengurangan konsentrasi
inlet-outlet per bulan 14 mg/l dimana limbah telah mengalami proses pengolahan adalah sebesar Rp. 9.049.239,08. Perhitungannya sebagai berikut:
MAC BOD = 646.374,22 x(34 − 20) = 9.049.239,08 Sedangkan
untuk
menghitung
besarnya
biaya
yang
dikeluarkan
perusahaan jika ingin mengurangi kadar pencemaran sampai dengan 0 mg/l adalah sebesar Rp. 21.976.716,00. Hasil ini didapat dari perkalian antara MAC untuk BOD per miligram yaitu Rp. 646.374,22 dengan pengurangan kadar pencemaran yaitu sebesar 34 mg/l. Hal ini dapat dilihat pada perhitungan sebagai berikut: MAC BOD ( 0 ) = 646.374,22 x(34 − 0) = 21.976.716
Berdasarkan perhitungan besarnya MAC untuk parameter BOD ketika outletnya 0 mg/l dapat diketahui persamaan MAC. Persamaan MAC untuk parameter BOD adalah sebagai berikut:
MAC = 21.976.716 – 646.374,22 BOD Berdasarkan persamaan diatas, dapat diketahui bahwa jika perusahaan ingin menurunkan tingkat pencemaran sampai dengan 0 mg/l, maka biaya yang harus dikeluarkan perusahaan sebesar Rp. 21.976.716,00. Akan tetapi jika perusahaan ingin mengurangi tingkat pencemaran per 1 mg/l maka biaya yang harus dikeluarkan akan bertambah sebesar Rp. 646.374,22 setiap kenaikan 1 mg/l tingkat pencemarannya. Persamaan ini didapat dengan perhitungan persamaan garis dari dua titik yaitu titik (0; 21.976.716) dan titik (34;0).
81 25000000
MAC (Rupiah)
20000000 15000000 MAC BOD
10000000 5000000 0 0
8
8 10 11 11 12 16 16 17 18 19 22 34 Konsenttrasi Parameter BOD (mg/l)
Gambar 4. Marginal Abatement Cost untuk parameter BOD
6.1.4 Estimasi Marginal Abatement Cost (MAC) Parameter COD Estimasi perhitungan MAC untuk parameter COD sama dengan perhitungan MAC untuk parameter BOD yaitu dengan pendekatan biaya rata-rata. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut: 1. Menghitung Rataan Nilai Konsentrasi Tiap Parameter Menghitung rataan konsentrasi parameter COD sama seperti pada perhitungan rataan nilai konsentrasi parameter BOD. Berdasarkan hasil perhitungan rataan konsentrasi inlet parameter COD per bulan adalah sebesar 101,25 mg/l. Sedangkan konsentrasi parameter limbah setelah diolah dengan IPAL (outlet) adalah 90,58 mg/l. Berdasarkan perhitungan didapat besarnya rataan konsentrasi outlet COD adalah sebesar 10,67 mg/l. Hasil perhitungan nilai rataan konsentrasi inlet dan outlet serta pengurangan inlet-outlet perbulan dapat dilihat pada Tabel 16:
82
Tabel 16. Hasil Perhitungan Rataan Konsentrasi Parameter COD Inlet, Outlet, dan Inlet-Outlet PT. Prafa Parameter Satuan Inlet Outlet InletOutlet COD mg/l 101,25 90.58 10.67
Baku mutu limbah cair industri Framasi 300
Sumber: Data Primer (Diolah)
2. Mempersentasekan Pengurangan Konsentrasi Parameter Inlet dengan outlet Cara mempersentasekan pengurangan konsentrasi parameter inlet-outlet sama seperti pada perhitungan parameter BOD. Berdasarkan hasil perhitungan besarnya persentase pengurangan konsentrasi parameter COD inlet-outlet adalah 14.96 persen. Perhitungan persentase pengurangan konsentrasi parameter COD sebagai berikut:
Hasil perhitungan persentase pengurangan konsentrasi parameter COD ini juga digunakan untuk mengestimasi besarnya Marginal Abatement Cost yaitu tambahan biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk mengurangi satusatuan konsentrasi parameter limbah cair (mg/l). 3. Mengestimasi Marginal Abatement Cost (MAC) MAC untuk 1 mg/l parameter COD adalah Rp. Rp. 159.832.08,- jadi setiap kenaikan 1 mg/l konsenttrasi parameter COD perusahaan harus membayar tambahan biaya sebesar Rp. 159.832.08,-. Hasil perhitungan ini didapat dari perhitungan persentase COD dikalikan dengan biaya proses pengolahan air limbahnya (TAC) kemudian dibagi dengan rata-rata pengurangan inlet dengan outletnya tiap parameter sama seperti perhitungan untuk parameter BOD. Perhitungan MAC per miligram untuk parameter COD adalah sebagai berikut:
83
parameterCOD, MAC =
14,96% x 46.122.666 = 159.382,08 43,17
Sedangkan Total Marginal Abatement Cost (MAC) yang harus dikeluarkan perusahaan untuk mengurangi kadar pencemaran parameter COD dengan rata-rata pengurangan konsentrasi inlet-outlet per bulan 10.67 mg/l dimana limbah telah mengalami proses pengolahan adalah sebesar Rp. 1.705.408,3. Perhitungannya sebagai berikut:
MACCOD = 159.832,08 x(101,25 − 90,58) = 1.705.408,3 Sedangkan untuk menghitung besarnya biaya yang dikeluarkan perusahaan jika ingin mengurangi kadar pencemaran sampai dengan 0 mg/l adalah sebesar Rp. 16.182.998,1. Hasil ini didapat dari perkalian antara MAC untuk COD per miligram yaitu Rp. 159.832,08 dengan pengurangan kadar pencemaran yaitu sebesar 101.25 mg/l. Hal ini dapat dilihat pada perhitungan sebagai berikut: MAC COD ( 0 ) = 159 .832,08 x (101,25 − 0) = 16.182 .998,1
Dari perhitungan besarnya MAC untuk parameter COD ketika outletnya 0 mg/l dapat diketahui persamaan MAC. Persamaan MAC untuk parameter COD adalah sebagai berikut:
MAC = 16.182.998,1 – 159.832,08 COD berdasarkan persamaan diatas, bahwa jika perusahaan ingin menurunkan tingkat pencemaran sampai dengan 0 mg/l, maka biaya yang harus dikeluarkan perusahaan sebesar Rp. 16.182.998,1. Akan tetapi jika perusahaan ingin mengurangi tingkat pencemaran per 1 mg/l maka biaya yang harus dikeluarkan akan bertambah sebesar Rp. 159.832,08 setiap kenaikan 1 mg/l tingkat
84 pencemarannya. Persamaan ini didapat dengan perhitungan persamaan garis dari dua titik yaitu titik (0; 21.976.716) dan titik (34;0). 18000000 16000000 MAC (Rupiah)
14000000 12000000 10000000
MAC
8000000
COD
6000000 4000000 2000000
57
50
45
37
31
25
CO
D
0
kosentrasi perameter COD
Gambar 5. Marginal Abatement Cost untuk parameter COD
6.1.5 Estimasi Marginal Abatement Cost (MAC) Parameter TSS Estimasi perhitungan MAC untuk parameter TSS sama dengan perhitungan MAC untuk parameter BOD dan COD yaitu dengan pendekatan biaya rata-rata. Langkah-langkahnya sebagai berikut: 1.
Menghitung Rataan Nilai Konsentrasi Tiap Parameter Berdasarkan data inlet dan outlet, hasil perhitungan menunjukkan rataan konsentrasi inlet parameter TSS per bulan adalah sebesar 37.42 mg/l. Sedangkan konsentrasi parameter limbah setelah diolah dengan IPAL (outlet) adalah 23.25 mg/l. Dari perhitungan didapat besarnya rataan konsentrasi outlet TSS adalah sebesar 14.17 mg/l. Hasil perhitungan nilai rataan konsentrasi inlet dan outlet serta pengurangan inlet-outlet per bulan dapat dilihat pada Tabel 17:
85
Tabel 17. Hasil Perhitungan Rataan Konsentrasi Parameter TSS Inlet, Outlet, dan Inlet-Outlet PT. Prafa Parameter Satuan Inlet Outlet InletOutlet TSS mg/l 37.42 23.25 14.17
Baku mutu limbah cair industri Framasi 100
Sumber: Data Primer (Diolah)
2. Mempersentasekan Pengurangan Konsentrasi Parameter Inlet dengan outlet Cara mempersentasekan pengurangan konsentrasi parameter inlet-outlet sama seperti pada perhitungan parameter BOD dan COD. Berdasarkan hasil perhitungan besarnya persentase pengurangan konsentrasi parameter TSS inlet-
outlet adalah 19.8 persen. Perhitungan persentase pengurangan konsentrasi parameter TSS sebagai berikut:
3. Mengestimasi Marginal Abatement Cost (MAC) Biaya yang dikeluarkan oleh PT. Prafa untuk mengurangi kadar pencemaran (MAC) TSS per miligram adalah Rp. 646.433,41. Hasil perhitungan ini didapat dari perhitungan persentase rata-rata pengurangan konsentrasi parameter TSS dikalikan dengan biaya proses pengolahan air limbahnya (TAC) kemudian dibagi dengan rata-rata pengurangan inlet dengan outletnya tiap parameter.Perhitungan MAC per miligram untuk parameter TSS adalah sebagai berikut:
parameterTSS , MAC =
19,86% x 46.122.666 = 646.433,41 14,17
Sedangkan Marginal Abatement Cost (MAC) untuk seluruh konsentrasi parameter
TSS setelah melalui proses pengolahan air limbah (IPAL) dapat
diketahui dengan mengalikan besarnya rata-rata pengurangan inlet dan outletnya
86 dengan besarnya MAC untuk parameter TSS per miligram. Besarnya konsentrasi limbah untuk parameter TSS yang dikeluarkan oleh perusahaan (outlet) adalah 23,25 mg/l, sedangkan inlet sebesar 37,42 mg/l, jadi pengurangan antara inlet dan
outlet adalah sebesar 14,17 mg/l. Biaya pengurangan kadar pencemaran untuk TSS per miligram adalah Rp. 646.433,41 sehingga biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk mengurangi kadar pencemaran TSS secara keseluruhan yaitu sebesar Rp. 9.159.961,42 perhitungannya sebagai berikut:
MACTSS = 646.433,41x(37,42 − 23,25) = 9.159.961,42 Besarnya biaya yang dikeluarkan perusahaan jika ingin mengurangi kadar pencemaran sampai dengan 0 mg/l adalah sebesar Rp. 24.189.538,22. Hasil ini didapat dari perkalian antara MAC untuk TSS per miligram yaitu Rp. 646.433,41 dengan pengurangan kadar pencemaran yaitu sebesar 37,42 mg/l. Hal ini dapat dilihat pada perhitungan sebagai berikut: MAC TSS ( 0 ) = 646.374,22 x(37,42 − 0) = 24.189.538,22
Berdasarkan perhitungan besarnya MAC untuk parameter TSS dapat diketahui persamaan MAC. Persamaan MAC untuk parameter TSS adalah sebagai berikut:
MAC = 24.189.538,22 – 646.433,41 TSS Berdasarkan persamaan diatas, dapat diketahui bahwa jika perusahaan ingin menurunkan tingkat pencemaran sampai dengan 0 mg/l, mka biaya yang harus dikeluarkan perusahaan adalah sebesar Rp. 16.182.998,1. Akan tetapi jika perusahaan ingin mengurangi tingkat pencemaran per 1 mg/l maka biaya yang harus dikeluarkan akan bertambah sebesar Rp. 159.832,08 setiap kenaikan 1 mg/l
88
VII. MARGINAL ABATEMENT COST (MAC) Per UNIT PRODUK
7.1 Estimasi MAC Per Unit Produk Marginal Abatement Cost (MAC) per unit produk mencerminkan besarnya biaya lingkungan (Environmental Cost/Ec). Biaya lingkungan adalah biaya yang ditimbulkan adanya adanya kualitas lingkungan yang rendah, sebagai akibat adanya proses produksi yang dilakukan perusahaan. Implikasi dari estimasi biaya lingkungan per unit produk adalah mengestimasi besarnya MAC yang dibebankan pada satu-satuan unit produk artinya berapa kontribusi (share) dari satu unit produk dalam pengurangan jumlah limbah yang dibuang ke lingkungan melalui pengurangan konsentrasi limbah cair. MAC per tablet (Ec) diperoleh dengan cara membagi biaya total yang dikeluarkan oleh PT. Prafa untuk proses pengolahan air limbah (Abatement Cost
Total/TAC) dibagi dengan jumlah produksi total PT. Prafa (Q). Rata-rata TAC per bulan yang harus dikeluarkan oleh PT. Prafa adalah sebesar Rp. 46.122.166,(diasumsikan TAC per bulan sama). Berdasarkan data total produksi PT. Prafa periode 2007/2008 jumlah produksi total yang diproduksi PT. Prafa adalah sebanyak 659.950.000 tablet. Jadi total produksi per bulan sebanyak 54.995.834 tablet. Ec dapat dilihat pada perhitungan dibawah ini :
Ec =
46.122.666 = 0.84 54.995.834
Dari perhitungan diatas, Ec adalah sebesar Rp. 0,84 artinya setiap 1 tablet obat menanggung beban biaya lingkungan sebesar 0,84 rupiah.
89
7.2 Estimasi Persentase MAC Terhadap Harga Jual Dan Keuntungan Setelah hasil perhitungan MAC per tablet (Ec) diketahui, maka besarnya persentase Ec terhadap harga jual satu unit obat (P) dapat dihitung. Sebelum menghitung besarnya persentase biaya lingkungan terhadap harga jual, terlebih dahulu tentukan harga jual satu unit obat. Berdasarkan data yang diperoleh dari perusahaan, total biaya produksi (Total Cost/TC) selama satu tahun sebesar Rp. 121.122.778,- dan total biaya produksi per bulan sebesar Rp. 10.093.564.830,-. Dengan rincian perhitungan sebagai berikut:
TC =
121.122.778.000 = 10.093.564.830 12
Produk PT. Prafa terdiri dari tiga jenis yaitu non Betalactam,
chepalosphorin dan Betalactam. Total produksi perusahaan selama satu tahun sebesar 659.950.000 tablet dan rata-rata total produksi per bulan sebesar 54.995.834 tablet. Perhitungan total produksi sebagai berikut: Qtotal = 534.950.000 + 172.500.000 + 52.500.000 = 659.950.000
Q=
659.950.000 = 54.995.834 12
Setelah biaya produksi (TC) per bulan dan rata-rata total produksi per bulan diketahui, harga jual satu unit produk dapat diperoleh dengan cara penjumlahan biaya produksi (TC) per bulan dengan TAC per bulan dibagi dengan rata-rata total produksi (Q) per bulan. Cara perhitungannya sebagai berikut: 10.093.564.830 + 46.122.666 54.995.834 P = 184,38
P=
90 Rata-rata harga satu tablet obat sebesar Rp. 184,38 (diasumsikan setiap jenis dan merk obat sama). Harga tersebut merupakan harga dasar pabrik bukan harga jual dipasaran. Setelah harga jual satu unit produk diketahui, besarnya persentase biaya lingkungan terhadap harga jual (Ep) dapat diestimasi. Persentase MAC per tablet (Ec) terhadap harga jual (P), dapat dihitung sebagai berikut:
0,84 x100% 184,38 Ep = 0,45% Ep =
Berdasarkan perhitungan diatas, besarnya persentase MAC terhadap harga jual adalah sebesar 0,45 persen artinya dari harga dasar satu tablet obat sebesar Rp.184,38, sebesar 0,45 persen dialokasikan untuk biaya pengolahan limbah (MAC) yaitu sebesar Rp.0,84. Jadi dari harga dasar obat, biaya lingkungan yang dibebankan untuk setiap satu tablet obat sebesar Rp.82,97. Meskipun setengah dari harga dasar obat telah dialokasikan untuk biaya lingkungan, perusahaan masih memperoleh keuntungan yang besar. Hal ini dikarenakan biaya lingkungan tersebut dibebankan kepada konsumen, sehingga harga satu tablet yang harus diterima konsumen menjadi mahal. Sementara itu, untuk menghitung besarnya persentase MAC (Ec) terhadap keuntungan (π) diperlukan data mengenai keuntungan per tablet. Keuntungan per tablet ( π Q ) dapat diperoleh dengan cara total penerimaan (TR) dikurangi dengan total biaya produksi (TC) dibagi dengan total produksi (Q). Perhitungan keuntungan per unit produk sebagai berikut:
91 60.752.139.834 − 10.093.564.830 50.658.575.004 = 54.995.834 54.995.834 π Q = 921,14
πQ =
Berdasarkan hasil perhitungan diatas, keuntungan untuk satu tablet obat sebesar Rp. 921,14 per tablet. Keuntungan tersebut diperoleh dari perhitungan harga dasar pabrik, bukan harga jual produk di pasaran. Harga dasar satu tablet obat sebesar Rp.184,38, sedangkan keuntungan yang diperoleh perusahaan sebesar Rp.921,14, hal ini menggambarkan bahwa perusahaan memperoleh keuntungan yang sangat besar (hampir mencapai nilai 500%). Hal ini mungkin saja terjadi, jika memang PT. Prafa merupakan perusahaan monopoli (artinya belum ada pesaing dalam memproduksi obat tersebut). Selain itu, pada PT. Prafa merupakan perusahaan yang kuat karena merupakan group PT. Daria Varya Labotorie dan PT. Medifarma yang juga bergerak di bidang farmasi. Persentase MAC per tablet (Ec) terhadap keuntungan per tablet merupakan perbandingan Ec terhadap π Q . Perhitungannya sebagai berikut: Ek =
0.84 x100% = 0,09% 921,14
Berdasarkan hasil perhitungan, persentase MAC per tablet (Ec) terhadap keuntungan per tablet (Ek) adalah sebesar 0,09 persen, artinya dari keuntungan yang diperoleh perusahaan sebesar Rp.921,14, sebesar 0,09 persen dialokasikan untuk biaya pengolahan limbah (MAC) sebesar Rp.0,84. Biaya lingkungan yang dikeluarkan oleh PT. Prafa masih relatif kecil. Hal ini dapat dilihat dari keuntungan yang diperoleh perusahaan untuk satu buah tablet obat sebesar Rp.921,14 sedangkan yang dialokasikan untuk pengolahan limbah
92 hanya sebesar Rp.0,84 untuk satu tablet obat. Biaya lingkungan yang masih relatif kecil ini, tidak sebanding jika dibandingkan dengan kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh limbah perusahaan. Sementara itu, masyarakat sekitar pabrik harus menanggung biaya yang lebih besar dan lingkungan menjadi tercemar akibat dampak limbah perusahaan. Jika perusahaan meningkatkan share MAC dari keuntungan yang diperoleh maka perusahaan dapat meningkatkan pengelolaan air limbahnya melalui melakukan atau ekspansi teknologi pengolahan limbah. Biaya pengolahan limbah yang dialokasikan oleh perusahaan juga dapat digunakan untuk perbaikan sistem pengolahan limbah, baik secara teknis maupun non teknis. Semakin baik teknologi pengolahan limbah yang dilakukan, semakin baik limbah yang dihasilkan (daya cemar terhadap lingkungan semakin limbah kecil). Pengelolaan yang buruk akan memperbesar nilai investasi IPAL, biaya operasional dan perawatan. Selain itu, pengelolaan yang buruk juga akan menyulitkan dalam pencapaian baku mutu air limbah hasil olahan.
93
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN
8.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian maka dapat disimpulkan bahwa: 1. MAC untuk keseluruhan konsentrasi parameter limbah cair yang telah mengalami proses pengolahan melalui IPAL untuk parameter BOD dengan outlet 14 mg/l adalah sebesar Rp.9.049.239,08, parameter COD dengan outlet
10,67 mg/l sebesar Rp.1.705.408,3 dan parameter TSS
dengan outlet 14,17 mg/l sebesar Rp.9.159.961,42. Jadi semakin tinggi pengurangan nilai outlet parameter limbah cair semakin tinggi MAC yang harus dikeluarkan oleh perusahaan. 2. Estimasi MAC yang dibebankan untuk satu-satuan unit produk PT Prafa sebesar Rp.0,84 per tablet, artinya setiap satu-satuan unit produk yaitu satu tablet obat dibebankan biaya lingkungan sebesar Rp.0,84 untuk biaya pengurangan konsentrasi limbah
yang dibuang ke lingkungan. Biaya
tersebut dialokasikan untuk biaya perbaikan kualitas lingkungan akibat dampak limbah cair perusahaan. 3.
Besarnya persentase biaya lingkungan terhadap harga jual sebesar 0,45 persen, artinya dari harga dasar satu tablet obat sebesar Rp.184,38 sebesar 0,45 persen dialokasikan untuk biaya pengolahan limbah (MAC) yaitu Rp.0,84 per tablet obat. Sementara itu, persentase MAC terhadap nilai keuntungan yang diperoleh perusahaan
adalah sebesar 0,09 persen,
94 artinya dari keuntungan yang diperoleh perusahaan sebesar Rp.921,14 sebesar 0,09 persen dialokasikan untuk MAC yaitu sebesar Rp.0,84. 4. MAC per unit produk yang dikeluarkan oleh perusahaan mencerminkan biaya lingkungan. MAC yang dikeluarkan perusahaan diinternalisasi kedalam biaya produksi, yang nantinya akan menetukan harga jual satu tablet obat. Biaya lingkungan tersebut dibebankan ke konsumen, dari produk yang mereka beli, sehingga harga obat yang diterima konsumen menjadi lebih mahal.
8.2 Saran Adapun saran yang dapat dikemukakan dalam penelitian ini adalah: 1. Perusahaan harus lebih meningkatkan kesadaran dan tanggungjawab sosial terhadap lingkungan melalui upaya peningkatan teknologi pengolahan limbah dan perbaikan sistem IPAL. 2. Perusahaan sebaiknya meningkatkan alokasi biaya untuk pengolahan limbahnya agar perusahaan dapat meningkatkan teknologi pengolahan limbah, sehingga mutu limbah yang dihasilkan semakin baik. 3. Sebaiknya alokasi MAC yang dikeluarkan perusahaan dibebankan dari keuntungan yang diperoleh perusahaan, bukan dibebankan pada harga produk. Hal ini bertujuan agar konsumen menerima harga obat yang lebih murah karena konsumen tidak harus menanggung biaya lingkungan. 4. Perlunya perhatian yang lebih serius dari pemerintah melalui upaya pengawasan dan pengendalian terhadap kegiatan atau usaha yang berpotensi mencemari sungai-sungai dan udara ambient.
95 5. Saran untuk penelitian lanjutan adalah sebaiknya periode waktu yang digunakan untuk data penelitian merupakan data annual (tahunan) sehingga besarnya Abatement Cost yang dikeluarkan perusahaan dapat dibandingkan setiap tahunnya. 6. Penelitian lanjutan lain yang dapat dilakukan yaitu penentuan biaya lingkungan
dengan memperhitungkan besarnya kerugian masyarakat
akibat limbah cair yang dihasilkan perusahaan (Marginal Damage) dan perusahaan yang diteliti tidak hanya satu perusahaan atau beberapa perusahaan sehingga besarnya MAC dapat dibandingkan sesuai dengan karakteristik masing-masing perusahaan.
Lampiran 2. Laporan Biaya Proses Air Limbah PT Prafa Bagian : Utility Tahun : 2007/2008 Jenis pengeluaran
Banyaknya
1. Investasi Awal • Lahan • Konstruksi bangunan • Peralatan 2. Upah tenaga kerja • Operator • Pengawas lapangan 3.
4. 5. 6. 7.
• Laboratorium Bahan kimia • NaOH • HCl • PAC Listrik Pemeliharaan Biaya pelaporan Pembelian Mesin
Biaya satuan (per bulan)
Total biaya
(Dalam Rupiah) Rata-rata per bulan
100 m2 -
30.000 -
3.000.000 10.000.000 5.000.000
250.000 833.333,33 416.666,67
1 orang 2 orang 2 orang
1.300.000 1.500.000 1.800.000
15.600.000 36.000.000 43.200.000
1.300.000 1.500.000 1.800.000
3 bulan sekali 3 bulan sekali 6 bulan sekali 730 KVA Setiap bulan Setiap bulan 1 unit
970.000 880.000 1.200.000 6.000.000 2.000.000 406.000 30.000.000
3.880.000 3.520.000 2.400.000 72.000.000 24.000.000 4.872.000 30.000.000
323.333,33 293.333,33 200.000 6.000.000 2.000.000 406.000 30.000.000
253.472.000
46.122.666,66
Total Sumber: data sekunder PT. Prafa (2008)
Keterangan: untuk biaya pembelian mesin tidak dirata-ratakan per bulan karena pembelian dilakukan hanya satu kali yaitu pada bulan nopember 2007
Lampiran 3. Pengeluaran Biaya Produksi PT Prafa Tahun : 2007/2008 Jenis biaya 1. Bahan baku 2. Gaji karyawan & buruh 3. Penyusutan peralatan produksi 4. Biaya angkut 5. Biaya admistrasi 6. Biaya keamanan & asuransi 7. Biaya Pemasaran (iklan) 8. Pajak 9. Biaya pabrik 10. Maintenance (perawataan) 11. Biaya listrik untuk produksi & penerangan pabrik Total Sumber: data sekunder PT. Prafa (2008)
total biaya (ribuan rupiah) 75.199.720 28.498.896 11.682 237.809 209.908 400.000 627.463 11.682.925 641.270 853.105 2.760.000 121.122.778
Lampiran 4. Kapasitas Total Produksi PT. Prafa Tahun 2007/2008 No
Production Line
1 Liquid non steril 2 Liquid injection 3 Sterile dry power 4 Plain tablet 5 Coated tablet 6 Hard capsule 7 Efferverscent tablet 8 Suppository 9 Cream & Ointment Total
NBL 10.800.000 6.000.000 1000.000 350.000.000 48.000.000 74.000.000 48.000.000 750.000 1.800.000 534.950.000
Capacity (unit) BL X X 2.500.000 120.000.000 X 50.000.000 X X X 172.500.000
Chep X X 2.500.000 30.000.000 X 20.000.000 X X X 52.500.000
Sumber: data sekunder PT. Prafa (2008)
•
Total produksi PT Prafa tahun 2007/2008 Besarnya MAC, secara umum dapat diketahui dengan mengggunakan rumus:
Keterangan: = total produksi = jumlah produksi Non Betalaclam NBL = jumlah produksi Betalactam BL = jumlah produksi Chepalosphorin CHEP
Lampiran 7. Cara Penghitungan Persamaan Garis Kurva MAC Keterangan:
X = BOD=Konsentrasi Parameter BOD (mg/l) Y = MAC = MD (Rupiah)
MAC untuk Parameter BOD (0; 21.976.716), (34;0) Y − Y1 X − X1 = Y 2−Y1 X 2 − X 1 Y − 21.976.716 X − 0 = 0 − 21.976.716 34 − 0 Y − 21.976.716 X = − 21.976.716 34 (34)(Y − 21.976.716) = (− 21.976.716)( X ) 34Y − 747.208.344 = −21.976.716 X 34Y = 747.208.344 − 21.976.716 X 747.208.344 − 21.976.716 X Y= 34 Y = 21.976.716 − 646.374,22 X MAC = 21.976.716 − 646.374.22 BOD
MAC untuk Parameter COD Titik (0; 16.182.998,1), (101,25;0) Y − Y1 X − X1 = Y 2−Y1 X 2 − X 1
Y − 16.182.998 X −0 = 0 − 16.182.998 101,25 − 0 Y − 16.182.998 X = − 16.182.998 101,25 (101,25)(Y − 16.182.998) = (− 16.182.998)( X ) 101,25Y − 1.638.528.548 = −16.182.998 X 101,25Y = 1.638.528.998 − 16.182.998 X 1.638.528.998 − 16.182.998 X Y= 101,25 Y = 16.182.998 − 159.832.079 X MAC = 16.182.998 − 159.832,08COD
MAC untuk Parameter TSS Titik (0; 24.189.538,22), (37,42;0) Y − Y1 X − X1 = Y 2−Y1 X 2 − X 1 Y − 24.189.538,22 X −0 = 0 − 24.189.538,22 37,42 − 0 Y − 24.189.538,22 X = 37,42 − 24.189.538,22 (37,42)(Y − 24.189.538,22) = (− 24.189.538,22)( X ) 37,42Y − 905..172.520,2 = −24.189.538,22 X ,37,42Y = 905.172.520,2 − 24.189.538.22 X 905.172.520,2 − 24.189.538,22 X Y= 37.42 Y = 24.189.538,22 − 646.433,42 X MAC = 24.189.538,22 − 646.433,41TSS