PERBANDINGAN PEMBIAYAAN USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH (UMKM) BANK SYARIAH DAN BANK KONVENSIONAL (STUDI KASUS PADA BANK SYARIAH MANDIRI DAN BANK MANDIRI)
Esti Damayanti Universitas Krisnadwipayana
[email protected] The purpose of this research is to give an idea how the financing or credit on SME segment by Islamic banks and conventional banks in order to note also the differences and similarities between the two. The objects used in this study is the Islamic Bank of Syariah Mandiri and Bank Mandiri on the grounds both banks are commercial banks with the largest asset category for Islamic banks and conventional banks. Basically, the Indonesian economy can not be separated from SMEs considering this type of effort to master the many business sectors in Indonesia with a total of over 90%. In addition, SMES have an important role in economic development because the absorption rate is relatively high labor and capital needs of small invesment, SMEs can adapt and arespond flexibly to changing market conditions. This makes the SMEs are not vulnerable to external changes. This in one reason why the banks started to direct the disbursement of funds to the SMES segment as the business sector, SMEs are considered as the most resistant to the crisis and has been proven at the time of crisis in 1997. At that SMEs who are considered as a crutch and economic savior. This condition is very different from the past era that focuses on corporate disbursements to be quicker and greater the benefit. Therefore, learning from past experience of the crisis that has so many banks in Indonesia began to glance at the micro, small and medium enterprise in distributing the funds considering this kind of loan is more secure. This research describes the financing or loans made by banks on financing products, processes and analyzes the the distribution of financing, development financing portfolio of SMEs and obstacles in delivering finance companies. The time period used was from 2007 until 2009. The results of this research show that in channeling finance/ SME loans by the Bank Syariah Mandiri and Bank Mandiri there is a difference in terms of product and criteria for financing, development financing portfolio of each bank is note the same. While the various obstacles faced by both banks can be said is quite similar although there are slight differences, so is the process of distribution and financing analysis. Key words: SMEs, financing, loans, Islamic banks, conventional banks.
PENDAHULUAN Seiring dengan perkembangan perbankan di Indonesia, untuk saat ini operasional perbankan tidak hanya dilakukan oleh bank konvensional tetapi juga dilakukan oleh bank berbasis syariah. Kemunculan bank syariah di Indonesia
beberapa tahun belakangan ini dilatarbelakangi adanya aspirasi masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim untuk memiliki sebuah alternatif sistem perbankan yang Islami. Selain itu, masyarakat meyakini bahwa sistem perbankan syariah yang menerapkan bagi hasil, sangat
menguntungkan baik untuk nasabah maupun bank. Sejalan dengan perkembangannya dalam beberapa tahun belakangan ini telah terjadi perubahan paradigma bisnis perbankan yang mengarahkan penyaluran dana bank pada segmen UMKM. Kondisi ini sangat berbeda dengan era masa lalu yang memusatkan penyaluran dana pada segmen korporasi karena dianggap lebih cepat dan lebih besar dalam memperoleh keuntungan. Salah satu alasan perbankan mulai mengarahkan penyaluran dana pada segmen UMKM karena UMKM dianggap sebagai sektor usaha yang paling tahan terhadap krisis dan telah dibuktikan pada saat krisis di tahun 1997. Kala itu UMKM-lah yang dianggap sebagai penopang dan penyelamat ekonomi. Oleh karena itu, belajar dari pengalaman krisis yang telah lalu maka beberapa bank di Indonesia agak jera memberi kredit pada sektor korporasi dan mulai melirik ke sektor kredit mikro, kecil, dan menengah, mengingat kredit semacam ini lebih aman meskipun biaya transaksi per unitnya lebih besar, selain itu UMKM mempunyai peran penting dalam pembangunan ekonomi karena tingkat penyerapan kerja yang relatif tinggi dan kebutuhan modal investasinya yang kecil, UMKM bias dengan fleksibel menyesuaikan dan menjawab kondisi pasar yang terus berubah. Hal ini membuat UMKM tidak rentan terhadap berbagai perubahan eksternal. Pada dasarnya perekonomian Indonesia tidak dapat dipisahkan dari UMKM, mengingat jenis usaha ini menguasai paling banyak sektor usaha di Indonesia dengan jumlah diatas 90%. Peranan penting UMKM didukung sejumlah fakta-fakta sebagai berikut: a. Terdapat hubungan yang erat antara besarnya kontribusi sektor UMKM dalam penyediaan lapangan kerja
b.
Pertumbuhan UMKM yang lebih cepat dibanding kelompok usaha besar, akan memperbaiki struktur usaha dan distribusi pendapatan secara keseluruhan. c. UMKM diyakini memiliki day tahan yang tinggi dalam menghadapi krisis, disebabkan bahwasannya UMKM bukanlah industri yang bersifat spekulatif melainkan industri riil yang pasarnya hidup. d. Biaya produksi yang dibutuhkan UMKM rendah dan juga UMKM termasuk sektor informal sehingga memiliki flkesibilitas dan dikerjakan oleh wirausaha yang memiliki jiwa tahan banting. Disamping memiliki peran penting dalam pembangunan ekonomi, namun di sisi lain UMKM masih dihadapkan pada masalah mendasar menurut Anoraga et.all (2002) yang secara garis besar mencakup : a. masih sulitnya akses UMKM pada pasar atas produk-produk yang dihasilkanya; b. masih lemahnya perkembangan dan penguatan usaha; c. keterbatasan akses terhadap sumbersumber pembiayaan dari lembaga keuangan formal khususnya dari perbankan. Walaupun telah menjadi wacana umum bahwa UMKM memiliki banyak kelebihan dalam praktek bisnis, perbankan tetap merasakan kesulitan untuk dapat menjangkau UMKM sebagai sasaran kredit. Hal ini lebih karena terbatasnya informasi tentang kinerja dan kemampuan UMKM selain terbatsnya jaringan pelayanan dan SDM perbankan. Secara teknis kesulitan perbankan untuk dapat meyalurkan kredit UMKM adalah karena tidak punya jaminan fisik, sulit memenuhi sistem dan prosedur bank, kelayakan usahanya relatif kurang, tidak mempunyai administrasi usaha yang baik, serta risiko kemacetan kredit dianggap
tinggi. Lebih lanjut, peraturan Bank Indonesia yang mengharuskan bank mengenal setiap nasabahnya dengan baik, ketakutan akan munculnya kredit macet dan risiko bisnis lainnya, menjadikan perbankan masih belum optimal dalam menggarap pangsa UMKM ini. Seperti diketahui lembaga keuangan bank merupakan lembaga dengan regulasi yang sangat ketat. Hal ini membuat pihak bank ksulitan untuk bergerak lebih leluasa dan fleksibel. Untuk menjembatani kendala yang ada di kedua belah pihak, maka sangat diperlukan peran pemerintah. Sesungguhnya pemodalan dalam sektor UMKM sudah dilakukan sejak jaman Orde Lama namun dalam pelaksanaannya hingga saat ini belum mencapai hasil yang optimal untuk mendukung pemberdayaan UMKM, maka baru-baru ini Bank Indonesia mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 9/6/2007 sebagai upaya pemerintah memberikan dorongan dan kelonggaran bagi kalangan perbankan untuk menyalurkan kredit sektor UMKM dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian. LANDASAN TEORI Istilah kredit dan pembiayaan, merupakan kedua istilah yang berbeda namun memiliki makna yang sama. Sebagaimana disebutkan dalam Undangundang No. 10 tahun 1998 dalam pasal 1 ayat 11 (dikutip dari Tangkilisan, 2003:34) dinyatakan bahwa : Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Mengenai pembiayaan disebutkan dalam ayat berikutnya ayat 12 (dikutip dari Tangkilisan, 2003:34) yang berbunyi :
Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. Dari pengertian diatas bahwasanya kedua istilah tersebut bermakna sama. Bank yang menjalankan kegiatan usahanya secara konvensional menggunakan istilah kredit, sedangkan bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan syariah menggunakan istilah pembiayaan (Tangkilisan, 2003). Kedua istilah tersebut merupakan istilah dengan menggunakan makna yang sama tergantung pada kegiatan usaha yang dijalankan oleh bank. Menurut Kasmir (2008) yang menjadi perbedaan antar kredit yang diberikan oleh bank berdasarkan konvensional dengan pembiayaan yang diberikan oleh bank berdasarkan prinsip syariah adalah terletak pada keuntungan yang diharapkan. Bagi bank konvensional keuntungan yang diperoleh melalui bunga, sedangkan bagi bank syariah keuntungan diperoleh melalui bagi hasil berupa imbalan atau bagi hasil. Perbedaan lainnya terdiri dari analisis pemberian kredit beserta persyaratannya. Pada dasarnya pembiayaan yang dilakukan oleh pihak bank, mempunyai dua tujuan (Rivai, 2008), yaitu : 1. Profitability, yaitu tujuan untuk memperoleh hasil dari pembiayaan atau kredit berupa keuntungan yang diraih dari bagi hasil yang diperoleh dari usaha yang dikelola bersama nasabah. Oleh karena itu, bank hanya akan menyalurkan pembiayaan kepada usahausaha nasabah yang diyakini mampu dan mau mengembalikan pembiayaan yang telah diterimanya.
2.
Safety, keamanan dari prestasi atau fasilitas yang diberikan harus benarbenar terjamin sehingga tujuan profitabilitas dapat tercapai tanpa hambatan yang berarti. Yang dimaksud dengan tujuan kredit adalah tujuan yang ditinjau dari berbagai pihak, bank sebagai kreditur dan nasabah sebagai debitur serta oleh pemerintah atau masyarakat umum (Iskandar, 2008), antara lain yaitu : Bagi Bank : 1. Aset bank yang dominan dan sumber utama pendapatan bank yang menjamin kelangsungan hidup bank. 2. Sebagai instrumen bank dalam persaingan dan pemasaran produkproduk perbankan lainnya. 3. Mendorong pertumbuhan dan perkembangan ekonomi sehingga menciptakan lapangan kerja. 4. Kredit yang sehat menjadi instrumen untuk memelihara likuiditas, rentabilitas, dan solvabilitas bank. Bagi Pengusaha : 1. Kegiatan usaha bertambah lancar dan performance perusahaan bertambah baik. 2. Dengan mendapatkan fasilitas kredit maka akan meningkatkan volume usaha dan hasil usaha agar terjamin kelangsungan hidup perusahaan. 3. Meningkatkan motivasi berusaha. Bagi Masyarakat/Pemerintah : 1. Berfungsi sebagai instrumen untuk kebijakan ekonomi dan moneter. 2. Meningkatkan arus dan daya guna uang serta menghidupkan ekonomi pasar. 3. Meningkatkan kegiatan produksi, perdagangan, distribusi dan konsumsi secara nasional (makro). 4. Membantu efisiensi penggunaan sumber alam. Sebelum nasabah memperoleh kredit atau pembiayaan, terlebih dahulu harus melalui tahapan-tahapan yang disebut dengan prosedur pemberian kredit. Tujuan
dari prosedur pemberian kredit adalah untuk memastikan kelayakan suatu kredit. Prosedur pemberian dan penilaian kredit atau pembiayaan secara umum antar bank satu dengan lainnya tidak jauh berbeda. Yang menjadi perbedaan mungkin hanya terletak pada persyaratan dan ukuranukuran penilaian yang ditetapkan oleh bank dengan perimbangan masing-masing (Kasmir, 2008). Secara umum prosedur pemberian kredit adalah sebagai berikut : 1. Pengajuan proposal Untuk menperoleh fasilitas kredit dari bank maka pemohon kredit mengajukan permohonan kredit secara tertulis dalam suatu proposal dan harus dilampiri dengan dokumen-dokumen lainnya sebagai persyaratan. Suatu proposal kredit hendaknya berisi keterangan tentang: a. Riwayat perusahaan b. Tujuan pengambilan kredit c. Besarnya kredit dan jangka waktu d. Cara pemohon mengembalikan kredit e. Jaminan kredit 2. Penyelidikan berkas pinjaman Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah berkas yang diajukan sudah lengkap sesuai persyaratan yang telah ditetapkan dan membuktikan kebenaran dan keaslian berkas-berkas yang ada. 3. Penilaian kelayakan kredit Penilaian kelayakan kredit dapat dilakkan dengan menggunakan 5C atau 7P dan penilaian terhadap berbagai aspek. 4. Wawancara pertama Tujuannya adalah untuk mendapatkan keyakinan apakah berkas-berkas tersebut sesuai dan lengkap seperti yang diinginkan bank dan juga untuk mengetahui keinginan dan kebutuhan nasabah yang sebenarnya. 5. Peninjauan ke lokasi
Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa objek yang dibiayai benarbenar ada dan sesuai dengan apa yang tertulis dalam proposal. 6. Wawancara kedua Wawancara kedua merupakan kegiatan perbaikan berkas, jika mungkin ada kekurangan pada saat setelah dilakukan peninjauan ke lokasi. 7. Keputusan kredit Keputusan kredit adalah menentukan apakah kredit layak untuk diberikan atau ditolak. 8. Penandatanganan akad kredit/perjanjian lainnya Sebelum kredit dicairkan maka terlebih dahulu calon debitur menandatangani akad kredit kemudian mengikat jaminan kredit. 9. Realisasi kredit Realisasi kredit diberikan setelah penandatanganan surat-surat yang diperlukan dengan membuat rekening giro atau tabungan di bank yang bersangkutan. Pencairan dana kredit dapat dilakukan secara sekaligus atau bertahap tergantung dari kesepakatan kedua belah pihak. Menurut pasal 8 Undang-undang No.10 Tahun 1998 dijelaskan bahwa dalam memberikan kredit, bank umum wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur unrtuk melunasi hutangnya sesuai yang diperjanjikan. Dari ketentuan tersebut, dapat disimpukan bahwasanya sebelum memberikan kredit ataupun pembiayaan, bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap berbagai aspek dari calon debiturnya tersebut. Bank harus menerapkan prinsip kehatihatian (prudent) dalam memberikan atau pembiayaan. Terdapat konsep 5 C yang digunakan untuk menganalisis calon debitur yang dikenal
dengan sebutan the five C of credit analisis atau prinsip 5 C’s (Siamat, 2005), yaitu : 1. Penilaian Watak (Character) Penilaian ini dimaksudkan untuk mengetahui kejujuran dan itikad baik calon debitur untuk melunasi atau mengembalikan pinjamannya. Hal ini dapat diperoleh terutama didasarkan pada hubungan yang telah terjalin antara bank dan calon debitur atau informasi yang diperoleh dari pihak lain yang mengetahui moral, kepribadian dan perilaku calon debitur dalam kesehariannya. 2. Penilaian Kemampuan (Capacity) Peneliain kapasitas calon debitur dilakukan guna mengetahui kemampuan debitur dalam mengembalikan pokok pinjaman beserta bunganya. Penilaian ini berkaitan dengan kegiatan usaha dan kemampuan pengelolaan atas usaha yang dibiayai oleh kredit. 3. Penilaian terhadap Modal (Capital) Penilaian ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan permodalan calon debitur dalam menunjang pembiayaan usahanya. Dalam hal ini yang perlu dilihat apakah debitur memiliki modal sendiri yang memadai dalam menjalankan usahanya. Semakin besar modal sendiri dalam usaha yang dibiayai semakin menunjukkan keseriusan debitur dalam menjalankan usahanya. Idealnya jumlah kredit yang diberikan tidak lebih besar daripada modal sendiri. 4. Penilaian terhadap Agunan (Collateral) Pada unsur keyakinan maka bank akan meminta jaminan. Jaminan ini harus tetap ideal karena jaminan mempunyai tugas melancarkan dan mengamankan, memberikan hak dan kekuasaan kepada bank untuk mendapatkan pelunasan dari barang jaminan bilamana debitur wanprestasi (Untung, 2000).
5. Penilaian terhadap Kondisi Perekonomian (Condition of Economy) Penilaian terhadap kondisi ekonomi seperti polotik, sosial ekonomi pada saat dan dalam kurun waktu pemberian kredit yang dimungkinkan dapat mempengaruhi usaha debitur. Termasuk pola kebijakan pemerintah. Prinsip 5C tersebut terkadang ditambahkan dengan 1C yaitu : 6. Penilaian terhadap Hambatan (Constrain) Constrain adalah batasan dan hambatan yang tidak memungkinkan suatu bisnis untuk dilaksanakan pada tempat tertentu. Untuk bank syariah, dasar analisis 5C belumlah cukup, sehingga perlu memperhatikan kondisi sifat amanah, kejujuran, kepercayaan dari masing-masing nasabah. Dari keenam prinsip diatas yang paling perlu mendapatkan perhatian oleh account officer adalah character. Apabila prinsip ini tidak terpenuhi, prinsip lainnya tidak berarti. Dengan kata lain, permohonannya harus ditolak (Rivai et.al,l 2007). Menurut Undang-undang RI nomor 20 tahun 2008 (dalam Tambunan, 2009:16) tentang UMKM, yang dimaksud dengan Usaha Mikro (UMI) adalah usaha produktif milik orang perorang dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria memiliki nilai aset paling banyak Rp 50 juta atau dengan hasil penjualan tahunan paling besar Rp 300 juta. Sedangkan yang dimaksud dengan Usaha Kecil (UK) adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorang atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjad bagian, baik langsung maupun tidak langsung. Usaha Menengah (UM) atau Usaha Besar (UB) yang memenuhi kriteria memliki nilai aset lebih dari Rp 50 juta sampai
dengan Rp 500 juta atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300 juta hingga maksimum Rp 2,5 miliar. Definisi Usaha Menengah (UM) adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian, baik langsung maupun tidak langsung dari UMI, UK atau UB yang memenuhi kriteria memiliki nilai kekayaan bersih lebih dari Rp 500 juta hingga paling banyak Rp 10 miliar atau memiliki hasil penjualan tahunan di atas Rp 2,5 miliar sampai paling tingggi Rp 50 miliar. Dalam kelompok UMKM terdapat perbedaan karakteristik terdapat perbedaan karakteristik antara UMI dengan UK dan UM dalam sejumlah aspek yang dapat mudah dilihat sehari-hari. Perbedaan karakteristik tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel I Karakteristik-karakteristik Utama UMI, UK, dan UM No
Aspek
UMI
UK
UM
1.
Forma litas
Beroperasi di sektor informal; usaha tidak terdaftar; tidak/ jarang bayar pajak
Beberapa beroperasi di sektor formal; beberapa tidak terdaftar; sedikit yang bayar pajak
Semua di sektor formal; terdaftar dan bayar pajak
2.
Organi sasi dan Manaj emen
Dijalankan oleh pemilik; tidak menerapkan pembagian kerja internal (ILD), manajemen dan struktur organisasi formal (MOF), sistem pembukaan
Dijalankan oleh pemilik; tidak ada ILD, MOF, ACS
Banyak yang mempekerja kan manajer profesonal dan menerapkan ILD, MOF, ACS
formal (ACS) 3.
Sifat dari kesem patan kerja
Kebanyaka n menggunak an anggotaanggota keluarga tidak dibayar
Beberapa memakai tenaga kerja yang digaji
Semua memakai tenaga kerja yang digaji semua memiliki sistem perekrutan formal
Pola/si fat dari proses produ ksi
Derajat mekanisme sangat rendah/ umumnya manual; tungkat teknologi sangat rendah
Beberapa memakai mesin-mesin terbaru
Banyak yang memiliki derajat mekanisme yang tinggi punya akses terhadap teknologi tinggi
5.
Orient asi pasar
Umumnya menjual ke pasar lokal untuk kelompok berpendapat an rendah
Banyak yang menjual ke pasar domestik dan ekspor, dan melayani kelas menengah ke atas
Semua menjual ke pasar domestik dan banyak yang ekspor, dan melayani kelas menengah ke atas
6.
Profil ekono mi dan sosial dari pemili k usaha
Pendidikan rendah dan dari rumah tangga miskin, motivasi utama survival
Banyak berpendidikanb aik dan dari rumah tangga non miskin, banyak bermotivasi bisnis/mencari profit
Sebagian besar berpendidika n baik dan dari rumah tangga makmur; motivasi utama profit
7.
Sumbe rsumbe r dari bahan baku dan modal
Kebanyaka n menggunak an bahan baku lokal dan uang sendiri
Beberapa memakai bahan baku impor dan memiliki akses ke kredit formal
Banyak yang memakai bahan baku impor dan memiliki akses ke kredit formal
8.
Hubun ganhubun gan Ekster nal
Kebanyaka n tidak punya akses ke programprogram pemerintah dan tidak punya hubungan
Banyak yang punya akses ke programprogram pemerintah dan punya hubungan bisnis dengan UB (termasuk
Sebagian besar punya akses ke programprogram pemerintah dan banyak yang punya hubungan
4.
9.
Wanit a pengu saha
bisnis dengan Usaha Besar (UB)
PMA)
bisnis dengan UB (termasuk PMA)
Rasio dari wanita terhadap pria sebagai pengusaha sangat tinggi
Rasio dari wanita terhadap pria sebagai pengusaha cukup tinggi
Rasio dari wanita terhadap pria sebagai pengusaha sangat rendah
Sumber : Tambunan, UMKM di Indonesia (2009)
Menurut Hafsah (2000) yang dikutip dari Utaminingsih (2007:308) beberapa masalah internal yang dialami oleh usaha mikro, kecil dan menengah, meliputi : 1. Rendahnya profesionalisme tenaga pengelola usaha UMKM 2. Keterbatasan permodalan dan kurangnya akses terhadap perbankan dan pasar 3. Kemampuan penguasaan teknologi yang masih kurang Sedangkan permasalahan eksternal yang dihadapi meliputi : 1. Iklim usaha yang kurang menguntungkan bagi pengembangan usaha kecil 2. Kebijakan pemerintah yang belum berjalan sebagaimana diharapkan 3. Kurangnya dukungan 4. Masih kurangnya pembinaan, bimbingan manajemen, dan peningkatan kualitas sumber daya manusia Kredit pada UMKM adalah kegiatan pinjam meminjam antar orang-perorangan atau badan usaha atau badan hukum tertentu dilevel Usaha Kecil, Menengah dan Mikro yang cakap melakukan perbuatan hukum dengan dasar prinsip kepercayaan. Kredit pada usaha mikro kecil menengah merupakan kredit dengan karakteristik yang berbeda dengan kredit kepada usaha besar atau korporasi. Karakteristik kredit kepada usaha mikro kecil menengah secara umum (Budisantoso & Triandaru, 2006), yaitu : 1. Memerlukan persyaratan penyerahan agunan yang lebih lunak
Agunan yang paling mungkin dijadikan jaminan adalah agunan yang utama, namun agunan tersebut bukanlah agunan yang secure bagi bank karena biasanya tidak dapat dipasarkan, nilainya tidak stabil, dan sulit dikendalikan oleh pemiliknya. Keadaan seperti ini menuntut kreativitas dari bank untuk merancang suatu kredit yang cukup memperhatikan prinsip kehati-hatian tanpa menyulitkan nasabah untuk menyerahkan agunan tambahan. 2. Memerlukan metode monitoring kredit yang khusus Usaha mikro kecil menengah biasanya memiliki keterbatasan dalam kemampuan administratif, pencatatan, dan perencanaan. Hal-hal tersebut cenderung menyebabkan pihak bank perlu merancang satu monitoring tersendiri yang tidak dapat disamakan dengan usaha skala besar yang lebih terorganisasi. 3. Cenderung menimbulkan biaya pelayanan kredit yang relatif lebih tinggi Kenyataan pada kedua karakteristik di atas, pada akhirnya cenderung menimbulkan biaya pelayanan kredit per nilai kredit yang tersalur yang relatif lebih tinggi demikian juga biaya kredit per debitur relatif tinggi. 4. Memerlukan persyaratan persetujuan kredit yang lebih sederhana Keterbatasan akses informasi, biaya aplikasi kredit yang relatif besar, dan juga karena keterbatasan tingkat pendidkan calon debitur merupakan suatu kendala tersendiri apabila dilakukan proses kredit yang lengkap seperti pada usaha besar. Salah satu cara yang dapat ditempuh pihak bank untuk menyederhanakan proses ini adalah dengan merancang formulir aplikasi khusus bagi usaha mikro kecil menengah.
METODOLOGI PENELITIAN Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan bentuk dan jenis permasalahan yang akan diteliti seperti yang telah disebutkan di dalam pendahuluan adalah dengan menggunakan metode kualitatif. Pengertian metode kualitatif menurut Parker yang dikutip dari Harahap (2008) bahwa : Qualitative Reseacrh studies asituated world, considering phenomena in their specific macro and micro, social, institutional, political, economic and technological contexts. It focussed upon understanding process and context an employs a variety of methods in an attempt to interpret and understand the world. These include interviews, observations, field notes, memos, recordings, transcriptions, document copies, historical text, photographs, artifacts,etc. Penelitian kualitatif menurut Harahap adalah menggunakan narasi dan penguraian tentang variabel yang akan dibahas. Dalam penelitian ini, akan dianalisa mengenai pembiayaan segmen UMKM yang telah dilakukan oleh bank syariah maupun oleh bank konvensional dalam hal produk, prosedur dan proses penyaluran, kendala dan perkembangannya. Oleh karena itu, penelitian ini hanya memberikan deskripsi mengenai apa yang terjadi dan tidak menggunakan rumus-rumus statistik. Objek yang akan diteliti dalam penelitian ni untuk kategori perbankan syariah, penulis hanya menggunakan satu bank syariah yaitu Bank syariah Mandiri dengan pertimbangan bahwa Bank Syariah Mandiri merupakan bank umum syariah dengan aset terbesar. Sedangkan untuk kategori perbankan konvensional, penulis menggunakan Bank Mandiri dengan alasan bank tersebut merupakan bank konvensional dengan aset terbesar.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dari objek penelitian melalui metode wawancara kepada pihak-pihak yang terkait dengan topik pembahasan dalam penelitian ini. Sedangkan data sekunder diperoleh dari bahan pustaka lainnya seperti buku-buku dan dokumen yang terkait dengan permasalahan yang ada. Wawancara (Interviw) Metode wawancara dilakukan untuk menggali secara mendalam mengenai beberapa hal yang berhubungan dengan topik penelitian. Wawancara ini ditujukan kepada pihak bank yang berkompeten dalam hal pembiayaan segmen UMKM. Kapada Bank Syariah Mandiri dilakukan wawancara dengan Divisi Pembiayaan Mikro Kecil dan Program. Sedangkan pada Bank Mandiri dilakukan wawancara dengan Micro Business Development Group pada Sales Supervision and Marketing Departement dan pada Credit and Portfolio Management Departement. 1. Literatur Penulis melakukan penelitian yang mengambil sumber dari buku-buku, artikel, majalah, internet dan penelitian sebelumnya sebagai landasan teoritis serta laporan tahunan dari objek yang akan diteliti. Dalam penelitian ini, data-data yang telah dikumpulkan oleh penulis selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif. Pengertian metode destriptif adalah penelitian yang menggambarkan apa adanya tentang suatu variabel, gejala, atau keadaan (Arikunto, 2005). Sedangkan menurut Nazir (2003) tujuan metode deskriptif adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Pada penelitian ini metode deskriptif digunakan untuk menggambarkan
dan menganalisis bagaimana proses pembiayaan sektor mikro dilakukan oleh bank syariah yang kemudian dibandingkan dengan yang dilakukan oleh bank konvensional. Setelah seluruh data terkumpul melalui proses wawancara, maka dilakukan analisa dengan menggunakan metode kualitatif dengan membandingkan dat yang ada dengan teori-teori yang berlaku dari literatur untuk melakukan penelitian. HASIL DAN PEMBAHASAN Baik bank syariah Mandiri maupun bank Mandiri memiliki kriteria pembiayaan UMKM yang berbeda karena masingmasing bank memiliki ketentuan tersendiri. Sebagai contoh untuk kategori pembiayaan menengah, bank syariah memeberikan plafon maksimum sebesar Rp. 1,5 milyar sedangkan bank Mandiri menetapkan plafon sebesar Rp. 5.milyar. Namun kriteria pembiayaan UMKM dari kedua bank tersebut tetap mengacu bahwa pembiayaan/kredit segmen UMKM adalah pembiayaan/kredit dengan plafond maksimum sebesar Rp. 5milyar (http://www.bi.go.id). Bank Mandiri memiliki strategi tersendiri untuk meningkatkan pembiayaan/kredit segmen UMKMnya, salah satunya dengan mengembangkan penyaluran pada pembiayaan/kredit mikro melalui brand yang dibuat oleh masingmasing bank. Disamping itu juga bank menyalurkan kredit program yang merupakan penyaluran kredit/pembiayaan melalui kerjasama dengan berbagai instansi pemerintah. Hal ini dilakukan dalam rangka membantu program pemerintah untuk memudahkan para pelaku UMKM dalam memperoleh modal untuk mengembangkan usahanya. Perbedaan lain mengenai produk bank syariah dengan bank konvensional menurut Azmy dan Mahruz (2008) yaitu produk pembiayaan bank syariah
menggunakan akad-akad, yang secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu; 1) Akad yang didasarkan atas Teori Pertukaran (Natural Certainty ContractNCC) berupa sistem murabahah, salam, isthisna, ijarah, dan ijarah mumtahiya bit tamlik. 2) Akad yang didasarkan atas Teori Percampuran (Natural Uncertainty Contract-NUC) berupa sistem mudharabah dan musyarakah. Kesemua akad yang ada selalu terkait dengan sektor rill, dan pertumbuhan sektor finansial sekedar mengikuti pertumbuhan sektor rill. Persyaratan yang diperlukan bagi calon debitur secara umum, yaitu: dokumen legalitas pemohon yang berupa KTP/KK ataupun surat menikah, dokumen legalitas usaha seperti SIUP, NPWP, surat keterangan usaha dsb, pengalaman usaha minimal 2 tahun, tidak memiliki tunggakan kredit dan tidak masuk dalam daftar hitam Bank Indonesia. Sedangkan untuk prosedur pemberian kredit atau pembiayaan, langkah pertama dengan melakukan penyerahan dokumenbaik dokumen pribadi maupun dokumen usaha, tahap selanjutnya melakukan verifikasi data dan pengecekan secara on the desk dan on the spot untuk selanjutnya dilakukan analisa kelayakan kredit, dan tahap terakhir merupakan tahap persetujuan dan penandatanganan akad kredit serta pencairan dana. Dari keterangan diatas, Bank Syariah Mandiri maupun Bank Mandiri memiliki persyaratan, prosedur, dan analisa kelayakan kredit/pembiayaan yang tidak jauh berbeda. Dalam memutuskan pemberian kredit ada beberapa hal yang harus diperhatikan dengan baik oleh kreditor yang sudah menjadi penilaian secara umum, dikenal dengan 5C yaitu character, capacity, capital, collateral, dan condition (Fahmi, 2008). Khusus untuk perbankan syariah
dasar analisis 5C belumlah cukup, sehingga perlu memperhatikan kondisi sifat amanah, kejujuran, dan kepercayaan dari masingmasing nasabah (Muhammad, 2005). Pada dasarnya masing-masing bank mempunyai tata cara, persyaratan dan prosedur permohonan kreditnya sendirisendiri, namun tetap secara konsisten mengacu pada peraturan perundangan yang berlaku bagi kalangan perbankan, terutama yang terkait denga penerapan prinsip kehatihatian (Soesilo, 2008 dalam http://www.smecda.com). Sesuai dengan ketentuan Undang-undang perbankan No.10/1998 pasal 8, dapat disimpulkan bahwa sebelum memberikan kredit ataupun pembiayaan, bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari Nasabah Debitur. Bank harus menerapkan prinsip kehati-hatian (prudent) dalam memberikan kredit atau pembiayaan. Latar belakang pertimbangan seperti itulah, yang dala penerapannya secara teknis operasional sehari-hari, sering menimbulkan kesan, atau bahkan sering dirasakan sebagai hal yang berbelit-belit, rumit dan sulit untuk dapat dipenuhi oleh Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (Soesilo, 2008 dalam http://www.smecda.com). Dalam hal proses penyaluran pembiayaan atau kredit segmen UMKM, baik Bank Syariah Mandiri maupun Bank Mandiri menggunakan pola yang sama yaitu executing (langsung) dimana pihak bank secara langsung menyalurkan pembiayaan kepada nasabah UMKM dan pola kedua yaitu linkage/channeling (tidak langsung) yang merupakan pola kemitraan dimana pihak bank dalam menyalurkan pembiayaannya dilakukan melalui kerjasama dengan pihak lain seperti lembaga keuangan mikro maupun lembaga keuangan bukan bank. Bagi kalangan perbankan syariah menurut Azmy dan Mahruz (2008), program linkage ini cukup menarik, karena
memungkinkan Bank Syariah melayani masyarakat kecil melalui kelompok yang tidak memiliki cukup jaminan fisik dan kelembagaan formal. Dengan melayani pelaku usaha mikro melalui kelompok, bank syariah mempunyai keuntungan dalam hal: a. Mengurangi biaya transaksi yang bila dilakukan per orang menjadi tinggi dan tidak sebanding dengan hasil pembiayaan yang diberikan. b. Memungkinkan terjaminnya keamanan pembiayaan yang diberikan karena adanya jaminan alternatif berupa tanggungan renteng dan adanya social pressure dalam kelompok. Sejak perekonomian Indonesia mengalami keterpurukan akibat krisis yang melanda beberapa waktu lalu, sektor UMKM menjadi popular bagi pemerintah untuk dijadikan salah satu pilar ekonomi Indonesia di masa depan. Alasan yang mendasari hal tersebut yaitu perekonomian berbasis UMKM sesungguhnya lebih baik karena terbukti mempunyai daya tahan yang tinggi terhadap krisis, lebih banyak menyerap tenaga kerja. Selain itu, UMKM tidak hanya tersebar di berbagai pelosok yang padat penduduk tetapi juga mampu memberikan penghidupan kepada orangorang yang bekerja didalmnya. Keunggulan lain dari sektor ini adalah UMKM memiliki kekuatan yang tidak dimiliki oleh perusahaan-perusahaan besar salah satunya karena UMKM cukup luwes dalam menyikapi perubahan kondisi ekonomi dan dengan mudahnya dapat menurunkan margin keuntungannya menyesuaikan dengan perubahan situasi ekonomi yang terjadi. Kesadaran ini menjadikan sektor UMKM sebagai tumpuan di masa yang akan datang sekaligus dalam rangka upaya pengentasan kemiskinan. Bagi kalangan perbankan, berbagai macam keunggulan yang dimiliki sektor tersebut menjadikan UMKM merupakan pilihan terbaik untuk
menjadi bagian dari strategi bisnis perbankan di Indonesia. Dengan mengambil objek Bank Syariah Mandiri dan Bank Mandiri sebagai bank syariah dan bank konvensional dengan aset terbesar, dari data perkembangan pembiayaan ataupun kredit UMKM yang telah diungkapkan diatas, Bank Syariah Mandiri menunjukkan perkembangan yang menggembirakan terlihat dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2009 mengalami peningkatan volume pembiayaan segmen UMKM nya dan juga berhasil meningkatkan porsi pembiayaan UMKMnya menjadi 61% pada posisi Desember 2009. Ini membuktikan bahwa sebagian besar penyaluran dana bank Syariah Mandiri ditujukan kepada sektor UMKM. Perkembangan kredit bank Mandiri juga terlihat mengalami mengalami peningkatan volume kredit segmen UMKM dari tahun 2007 sebesar Rp. 15,8 trilyun menjadi Rp. 20,9 trilyun ditahun 2009. Namun dilihat dari komposisi kredityang disalurkannya, porsi kredit segmen UMKM tidak mengalami peningkatan yaitu sebesar Rp 12,4% posisi Desember 2009 tidak jauh berbeda dengan tahun sebelumnya sebesar Rp 12,5%. Sebagian besar kredit bank Mandiri ditujukan pada segmen korporasi sebesar 69,8% pada Desember2009. Sekalipun pemerintah mensyaratkan bagi perbankan minimal 20% dari portofolio kreditnya merupakan kredit kepada sektor UMKM, namun dalam teknisnya tidak semua bank dapat memenuhinya. Mengingat lembaga keuangan bank memang lebih dikenal pandai dan condong dalam menyalurkan kreditnya kepada korporasi. Namun tidak halnya dengan bank syariah sebab salah satu karakteristik utamna didirikannya bank syariah adalah mewujudkan keadilan sosio ekonomi dan pemerataan pendapatan (Hozi, 2010). Salah satu target pencpaian sistem perbankan syariah nasional yang tercantum pada blue
print perbankan syariah Indonesia adalah memiliki peran signifikan dalam sistem perekonomian nasional, serta mampu melakukan perbaikan kesejahteraan rakyat. Sekaligus berdasarkan nilai-nilai syariah, visi pengembangan perbankan syariah di indonesia adalah terwujudnya sistem perbankan syariah yang kompetitif, efisien dan memenuhi prinsip kehati-hatian yang mampu mendukung sektor rill secara nyata melalui kegiatan pembiayaan berbasis bagi hasil (share-based financing) dan transaksi rill dalam kerangka keadilan, tolongmenolong dan menuju kebaikan guna mencapai kemaslahatan masyarakat (http:bi.go.id/NR/cetakbirups.pdf). Peranan perbankan syariah dalam pengembangan sektor rill dapat dilihat dari skema yang dikembangkan dalam pembiayaan bank syariah. Dalam menyalurkan pembiyaannya, perbankan syariah menggunakan akad-akad yang selalu terkait dengan sektor rill, sehingga hasil yang didapatkan pun bukan hasil spekulasi dan pertumbuhan sektor finansial sekedar mengikuti pertumbuhan sektor rill. Dinamika bisnis yang terjadi pada sektor rill akan terefleksi langsung pada kegiatan perbankan syariah. Hal ini jelas sangat berbeda dengan bank konvensional, yang banyak menyalurkan kredit bukan ke sektor rill, yaitu untuk spekulasi di pasar uang. Bank syariah bukanlah financial sector based banking sebagaimana bank konvensional. Sebaliknya, bank syariah adalah real sector based banking. (Misbach, 2010 dalam http://economicsjurnal.blogspot.com/2010/0 6/analisis-peran-bank-syariah.html). Menurut Azmy dan Mahruz (2008), beberapa hal yang dapat disediakan oleh bank syariah untuk UMKM, kaitannya dengan pencapaian visi di atas, antara lain pertama, produk alternatif yang luas dengan bagi hasil sebagai produk utama. Produkproduk dengan sistem profit and loss sharing yang berparadigma kemitraan
sangat tepat untuk memberdayakan UMKM. Kedua, pengelolaan bisnis berdasarkan moral dan transaksi sesuai dengan prinsip syariah. Keunggulan ini cocok dengan karakteristik orang-orang yang bergerak di bidang UMKM, yang menginginkan tetap berpegang teguh pada etika bisnis dan moralitas. Ketiga, mengelola dan memiliki akses kepada dana-dana di voluntary sector. Hal in sangat sesuai dengan komitmen Bank Syariah yang peduli dengan pengembangan UMKM sebagai bagian dari pengentasan kemiskinan melalui instrumen Ekonomi Islam (zakat, Infaq, Shadaqah, Wakaf). Dalam sebuah artikel berjudul Bank Syariah Harus Berdayakan UMKM (Hozi, 2010), menyatakan bahwa dengan memberikan kredit kepada UMKM tidak menghambat market share bank syariah, namun sebaliknya mendukung bertambahnya market share bank syariah. Karena dengan banyak memberikan kredit pada UMKM bank syariah dapat beralinasi dengan menambah base customer bank syariah sendiri. Dengan memandang urgensi dan kontribusi UMKM terhadap pembangunan ekonomi, maka sudah sewajarnya industri perbankan syariah melakukan orientasi ke sektor rill dengan memfokuskan pemberdayaan kepada pengusaha UMKM. Walaupun telah menjadi wacana umum bahwa UMKM memiliki banyak kelebihan dalam praktek bisnis, perbankan tetap merasa kesulitan untuk dapat menjangkau UMKM sebagai sasaran kredit. Seperti diketahui lembaga keuangan perbankan merupakan lembaga dengan regulasi yang sangat ketata. Lebih lanjut, peraturan Bank Indonesia yang mengharuskan bank mengenal setiap nasabahnya dengan baik, ketakutan akan munculnya kredit macet dan resiko bisnis lainnya, membuat pihak bank selaku lembag a intermediasi kesulitan untuk bergerak lebih leluasa dan fleksibel. Hal ini
menjadikan perbankan masih belum optimal dalam menggarap pangsa UMKM ini. Berbagai hambatan dalam menyalurkan pembiayaan ataupun kredit UMKM yang dialami oleh Bank Syariah Mandiri maupun Bank Mandiri dapat ditarik benang merah bahwa hambatan tersebut antara lain: a. Masalah legalitas usaha yang dimiliki nasabah seperti Surat Izin Usaha, NPWP, dll. Yang acapkali terabaikan oleh nasabah. b. Penyusunan Laporan Keuangan yang sangat terbatas sehingga masih memungkinkan bercampurnya keuangan usaha dan pribadi. c. Keterbatasan jaringan kantor dan jumlah SDM perbankan dalam mengelola nasabah UMKM sehingga penyaluran pembiyaan/kredit kurang menyentuh hingga ke pelosok daerah membuat penyaluran tersebut dirasakan belum optimal. Sedangkan hambatan lain yang dirasakan oleh Bank Syariah Mandiri, yaitu masih cukup sulit untuk mensosialisasikan pembiayaan berbasis bagi hasil seperti Mudharabah dan Musyarakah kepada nasabah karena sudah terbiasa dengan pembiayaan berbasis angsuran yang selama ini dilakukan oleh bank konvensional disamping juga karena faktor latar belakang pendidikan pelaku UMKM terutama kalangan mikro yang masih rendah sehingga dibutuhkan edukasi yang cukup lama. Hal ini menyebabkan pembiayaan UMKM bank syariah Mandiri masih didominasi oleh pembiayaan skim Murabahah. Bagi Bank Mandiri hambatan lain yang dirasakan yaitu prosedur pengajuan kredit dianggap masih sulit oleh pelaku UMKM. Mengingat peraturan Bank Indonesia yang mengharuskan setiap bank melakukan penilaian secara seksama sebelum memberikan kreditnya, hal ini yang kemudian dirasakan oleh pelaku UMKM
cukup sulit dipenuhi dan berbeli-belit (Soesilo, 2008 dalam http://www.smecda.com). Bagi kalangan perbankan syariah, walaupun bank syariah memiliki berbagai macam kelebihan dan keungggulan dalam menggerakan laju perekonomian yaitu sektor UMKM, namun perlu diketahui bahwa pengaruh bank syariah terhadap pertumbuhan perekonomian nasional hanya 0,23% atau kurang dari 1%. Menurut analisa dari Bank Indonesia bahwa bank syariah baru akan bisa mempengaruhi perekonomian nasional bahkan bisa mempengaruhhi inflsi jika peran bank syariah dalam pertumbuhan perekonomian nasional berkisar antara 10%20%.. (Misbach, 2010 dalam http://economicsjurnal.blogspot.com/2010/0 6/analisis-peran-bank-syariah.html). Adapun alasan-alasan yang menghambat bank syariah dalam mengoptimalkan perannya pada sektor UMKM menurut Misbach (2010) adalah sebagai berikut: a. Ketersediaan sumber daya insani yang memahami aspek fiqih sekaligus aspek finansial di Indonesia masih sangat tern=batas (SDM yang kurang berkualitas). b. Sosialisasi tentang bank syariah yang kurang terutama kepada masyarakat lapisan bawah sebagai pemegang peranan penting sektor UKM. c. Kurang aktifnya bank syariah dalam pembiayaan. d. Kecanggihan teknologi informasi yang masih ketinggalan jika dibandingkan dengan bank konvensional. e. Kebijakan pemerintah terhadap perkembangan bank syariah dinilai lamban karena pemerintah sendiri masih berpihak pada perbankan konvensional dengan alasan eksistensi bank konvensional selama ini berpengaruh pada perekonomian nasional serta
kurangnya pengetahuan pemerintah tentang bank syariah sendiri. f. Adanya asimetris information atau informasi satu arah antara bank syariah dengan nasabah sehingga tidak ada sinkronasi dalam menjalankan aktivitasnya. g. Adanya penyelewengan tugas oleh pihak bank syarih itu sendiri dikarenakan sumber daya manusia yang diberdayakan dalam bank syariah tersebut berasal dari bank konvensional atau karena pengetahuan yang dimiliki hanya terbatas pada itu-itu saja. h. Peran bank syariah sebagai mitra kerja sektor UKM yang dinilai belum tuntas artinya bank syariah hanya membantu dalam hal pembiayaan dana saja tetapi tidak turut serta membantu untuk memajukan UKM dalam meningkatkan pendapatannya. i. Jumlah bank syariah yang belum sampai ke pelosok-pelosok desa merupakan hambatan yang cukup berarti karena sebagian besar sektor ukm berlokasi di wilayah pedesaan. Mengingat peran penting yang dimiliki UMKM terhadap pembangunan perekonomian di Indonesia, berbagai hambatan seperti yang telah disebutkan di atas yang menyebabkan kendala bagi perbankan dalam menyalurkan pembiayaan UMKM perlu untuk diminimalkan. Oleh sebab itu, diperlukan adanya kerjasama antara pemerintah sebagai penentu kebijakan, perbankan, serta masyarakat. Terutama sekali bagi perbankan syariah yang secara teoritis memiliki keunggulan kompetitif dalam perekonomian nasional, diharapkan mampu bersaing dengan bank konvensional yang pada akhirnya akan benar-benar mampu mempengaruhi pertumbuhan ekonomi nasional melalui pertumbuhan sektor rill.
Untuk lebih jelas dan ringkas bagaimana perbandingan dalam pelaksanaan kredit/pembiayaan segmen UMKM yang dilakukan oleh Bank Syariah Mandiri maupun Bank Mandiri, berikut ini disajikan dalam tabel berikut : Tabel I Perbandingan Pembiayaan/Kredit Segmen UMKM Bank Syariah Mandiri dan Bank Mandiri
Kriteria dan Produk Pembiayaan/Kre dit UMKM
Bank Syariah Mandiri
Bank Mandiri
Kriteria untuk pembiayaan segmen UMKM pada Bank Syariah Mandiri adalah sbb :
Kriteria untuk pembiayaan segmen UMKM pada Bank Mandiri, terbagi dua yaitu :
1. Mikro merupakan pembiayaan produktif dengan plafond maksimum Rp 100 juta. 2. Kecil merupakan pembiayaan produktif dengan plafond lebih besar dari Rp 100 juta s/d Rp 500 juta. 3. Menengah merupkan pembiayaan produktif dengan plafond lebih besar Rp 500 juta sd Rp 1,5 milyar.
1. Kredit Mikro merupakan kredit dengan plafond maksimum Rp 100 juta. 2. Kredit Kecil dan Menengah merupakan kredit dengan plafond lebih besar dari Rp 100 juta s/d Rp 5 milyar.
Untuk produk pembiayaan UMKM, bank syariah Mandiri
Bank Mandiri memiliki produk untuk kredit segmen UMKM yang disesuaikan dengan kriteria yang dimiliki, disamping juga kredit program yang merupakan penyaluran kredit bekerjasama dengan berbagai instansi
Persyaratan dan Prosedur Pembiayaan/Kre dit UMKM
memiliki produk pembiayaan yang disesuaikan dengan kriteria tersebut di atas, dengan menggunakan skema murabahah, mudharabah, musyarakah, dsb. Selain itu juga memiliki pembiayaan program yang merupakan program kerja sama dengan instansi pemerintah.
pemerintah.
Secara umum persyaratan pembiayaan UMKM pada bank syariah Mandiri yaitu :
Secara umum persyaratan pembiayaan UMKM pada bank Mandiri yaitu :
a. Usaha minimal telah berjalan 2 tahun b. Memiliki dokumen identitas dan legalitas/Ijin Usaha c. Tidak termasuk ke dalam daftar hitam Bank Indonesia dan apabila memiliki fasilitas di bank lain harus dalam keadaan/kon disi lancar d. Memiliki jaminan minimal 30% dari total pembiayaan yang diminta
a. Memenuhi kriteria usaha menengah atau kecil b. Dokumen legalitas pemohon ,misalnya : KTP, KK, akte Pendirian Perusahaan c. Dokumen legalitas usaha, misalnya: NPWP, SIUP, TDP, SKUD d. Menyusun rencana proyek (khusu untuk usaha kecil dan menengah) e. Untuk
e. Bukan termasuk ke dalam jenis usaha yang dilarang oleh syariat islam dan atau dilarang oleh BI Prosedur bank Syariah Mandiri dalam memberikan pembiayaan kepada calon nasabah UMKM, yaitu : 1.
2.
3.
Penyerahan dokumen, berupa dokumen pribadi maupun dokumen usaha Proses analisa pembiayaan , dengan melakukan pengecekan on the desk maupun on the spot kemudian dilakukan analisakelay akan kredit Proses pengikatan dan pencairan pembiayaan
Sedangkan dalam proses penyaluran pembiayaan UMKM, bank syariah Mandiri menggunakan: a.
Pola executing
koperasi, telah menjalankan usaha koperasi minimal 2 tahun f. Pengalaman usaha minimal 2 tahun Prosedur bank Mandiri dalam memberikan kredit kepada calon nasabah UMKM, yaitu : 1. Pengisian formulir aplikasi oleh nasabah yang kemudian dilanjutkan dengan melengkapi dan menyerahkan dokumen persyaratan yang diperlukan 2. Pihak bank melakukan: verifikasi data dan dokumen mengenai keabsahan dan sebaginya kemudian melakukan proses analisa secara on the desk dan on the spot 3. Bila bank memberikan persetujuan, maka langkah
b.
(langsung) dimana pihak bank secara langsung menyalurk an pembiayaa n kepada nasabah UMKM. Pola linkage/cha nneling (tidak langsung) yang merupakan pola kemitraan dimana pihak bank dalam menyalurk an pembiayaa nnya dilakukan melalui kerjasama dengan pihak lain seperti lembaga keuangan mikro maupun lembaga keuangan bukan bank.
berikutnya adalah penandatang an perjanjian kredit dihadaoan notaris. Proses berikutnya adalah realisasi pencairan kredit
lembaga keuangan mikro (BPR) dan Koperasi Portofolio Perkembangan Pembiayaan UMKM
Bank syariah Mandiri mengalami peningkatan portofolio pembiayaan UMKM dari tahun ke tahun, tahun 2007 volume pembiayaan UMKM sebesar Rp 5,57 trilyun menjadi sebesar Rp 9,97 trilyun pada tahun 2009. Sedangkan porsi pembiayaan UMKM terhadap total seluruh pembiayaan Bank Syariah Mandiri pada tahun 2007 s/d tahun 2009 mengalami peningkatan dari 54% menjadi 61%. Hal ini menunjukkan bahwa lebih dari 50% dana yang disalurkan oleh bank tersebut ke segmen UMKM.
Volume kredit segmen UMKM bank Mandiri mengalami peningkatan dari Rp 15,8 trilyun pada tahun 2007 menjadi Rp 17,78 trilyun pada tahun 2008 dan meningkat menjadi Rp 20,9 trilyun pada tahun 2009. Namun dari sisi komposisi kredit, porsi kredit UMKM terhadap total kredit yang disalurkan, sedikit mengalami penurunan pada tahun 2007 porsi kredit tersebut sebesar 15,8% pada tahun 2009 turun menjadi 12,4%. Komposisi kredit bank Mandiri di dominasi oleh kredit segmen korporasi, lebih dari 50% dana disalurkan untuk segmen tersebut.
Hambatan dalam Penyaluran Pembiayaan/kred it UMKM
Berbagai hambatan yang dialami oleh Bank Syariah Mandiri dalam menyalurkan pembiayaan UMKM, yaitu :
Berbagai hambatan yang dialami oleh Bank Mandiri dalam menyalurkan kredit UMKM, yaitu :
a. Legalitas nasabah msih
a. Keterbatasan jaringan
Sedangkan dalam proses penyaluran kredit UMKM, bank Mandiri menggunakan: a.
b.
Pola executing (langsung) dimana pihak bank secara langsung menyalurka n kredit kepada nasabah UMKM. Pola linkage/cha nneling (tidak langsung) yang merupakan pola kemitraan dimana pihak bank dalam menyalurka n kreditnya dilakukan melalui kerjasama dengan pihak lain seperti
kurang baik b. Laporan keuangan sangat terbatas c. Banyak nasabah UMKM merupakan nasabah yang baru mengenal perbankan d. Masih bercampurny a keuangan usaha dan pribadi e. Kesulitan untuk mensosialisa sikan pembiayaan syariah berbasis bagi hasil (Mudharaba h dan Musyarakah) f. Dibutuhkan jumlah tenag kerja yang banyak dalam mengelola portofolio nasabah UMKM
kantor b. Tingginya tingkat suku bunga kredit c. Prosedur pengajuan kredit masih dianggap sulit oleh pelaku UMKM d. Kesulitan mencari pasar potensial (kepastian penjalan) e. Legalitas usaha f. Kapabilitas menajemen khususnya yang menyangkut penyusunan laporan keuangan g. Jaminan atau agunan (collateral) kredit
Produk dan fitur kredit yang dimiliki oleh Bank Syariah Mandiri dan Bank Mandiri disesuaikan dengan sasaran dan karakteristik nasabahnya serta kriteria yang telah ditetapkan, disamping kredit program yang merupakan program kerjasama dengan instansi pemerintah dalam menyalurkan kredit/pembiayaan UMKM. Sebuah penelitian yang telah dilakukan oleh Teguh Wiyono et.all (2006) mengungkapkan bahwa produk microbanking seharusnya tidak jauh dari hal berikut :
a. Prosedurnya mudah dipahami dan sederhana b. Akses untuk nasabah sangat mudah dan longgar c. Maksimum kredit relatif kecil d. Jangka waktu kredit pendek e. Jaminan (agunan) rendah f. Angsuran disesuaikan dengan kemampuan debitur g. Berpenampilan informal Disamping itu, secara yuridis fitur kredit pada komersial dan mikro sebenarnya tidak berbeda karena keduanya merupakan perjanjian pinjam meminjam uang. Pada microbanking karena harus mengandung unsur kesederhanaan, kemudahan, dan kecepatan dalam pemrosesan, maka fitur kredit atau pembiayaannnya akan mengadopsi berbagai hal yang telah dilakukan oleh para rentenir dan pengijon, pegadaian, ataupun koperasi simpan pinjam. Fitur kredit mikro yang ideal adalah suatu hibrid antara apa yang ada di commercial banking dan apa yang telah dilakukan oleh lembaga keuangan tradisional. Fitur kredit mikro didesain sedemikian rupa untuk mengakomodasi semua fitur yang ada pada masyarakat mikro. Untuk menyederhanakan dan mempercepat proses pemberian kredit mikro, tidak mungkin dilakukan dengan analisa atau studi kelayakan yang dipastikan akan memerlukan waktu yang lama. Pemberian krdit mikro harus dilakukan secara instan dengan tuntutan masyarakat mikro. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan pada calon debitur mikro adalah character dan capacity. Dalam dunia microbanking pengertian character adalah kemampuan untuk membayar angsuran dan bunga meski dalam keadaan sulit, terkandung maksud bahwa debitur mikro harus mempunyai willlingness to pay. Sedangkan capacity menyiratkan adanya potensi aliran kas masuk dari usaha debitur sehingga dalam membayar angsuran
dan bunga tidak mengalami kesulitan (ability to pay). Kedua faktor ini adalah kunci pokok dalam merekrut calon debitur. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil analisa sebelumnya sebagai bagian akhir dari penelitian ini dapat diambil kesimpulan berikut : 1. Terdapat perbedaan kriteria pembiayaan/kredit UMKM bank syariah Mandiri maupun bank Mandiri karena masing-masing bank memiliki ketentuan tersendiri. Namun hal ini tetap mengacu pada kriteria yang ditetapkan Bank Indonesia bahwasanya yang termasuk pembiayaan UMKM adalah pembiayaan/kredit dengan plafond maksimum sebesar Rp. 5 milyar. Begitu juga halnya dengan produk pembiayaan kredit UMKM, masing-masing bank memiliki produk tersendiri karena dalam hal ini tidak ada peraturan/regulasi yang mengatur produk pembiayaan/kredit UMKM perbankan. Selain itu, Bank Syariah Mandiri dan Bank Mandiri samasama menyalurkan kredit program yang merupakan penyaluran kredit/pembiayaan melalui kerjasama dengan berbagai instansi pemerintah. Hal ini dilakukan dalam rangka membantu program pemerintah untuk memudahkan para pelaku UMKM dalam memperoleh modal untuk mengembangkan usahanya. 2. Sesuai dengan ketentuan Undang-undang perbankan No.10/1998 pasal 8, bahwasanya sebelum memberikan kredit ataupun pembiayaan, bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha dari nasabah debitur. Bank harus menerapkan prinsip kehati-hatian (prudent) dalam membertikan kredit /pembiayaan. Mengingat penyaluran kredit merupakan salah satu kegiatan yang
utama sekaligus merupakan kegiatan yang paling besar resikonya. Guna menghindari adanya resiko kredit bermasalah dikemudian hari maka untuk keperluan itu ditetapkanlah beberapa keterangan yang diperlukan oleh bank dan harus dipersiapkan oleh calon debitur. Persyaratan yang diperlukan bagi calon debitur secara umum, yaitu: dokumen legalitas permohonan yang berupa KTP/KK ataupun Surat Menikah, dokumen legalitas usaha seperti SIUP, NPWP, Surat Keterangan Usaha dsb, pengalaman usaha minimal 2 tahun, tidak memiliki tunggakan kredit dan tidak masuk dalam daftar hitam Bank Indonesia. Bank Syariah Mandiri maupun Bank. Dalam hal proses penyaluran pembiayaan atau kredit segmen UMKM, baik Bank Syariah Mandiri maupun Bank Mandiri menggunakan pola yag sama yaitu executing (langsung) dimana pihak bank secara langsung menyalurkan pembiayaan kepada nasabah UMKM dan pola kedua yaitu linkage/channeling (tidak langsung) yang merupakan pola kemitraan dimana pihak bank dalam menyalurkan pembiayaannya dilakukan melalui kerjasama dengan pihak lain seperti lembaga keuangan mikro maupun lembaga keuangan bukan bank seperti: BPR/BPrs, Koperasi, dan sebagainya. 3. Perkembangan pembiayaan segmen UMKM yang dilakukan oleh Bank Syariah Mandiri menunjukkan perkembangan yang menggembirakan terlihat dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2009 mengalami peningkatan volume pembiayaan untuk segmen UMKM nya dan juga berhasil meningkatkan porsi pembiayaan UMKM nya menjadi 61% dari total pembiayaan yang disalurkannya pada posisi Desember 2009. Ini menbuktikan bahwa sebagian besar penyaluran dana Bank Syariah
Mandiri ditujukan kepada sektor UMKM. Perkembangan kredit Bank Mandiri dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2009 mengalami peningkatan volume kredit segmen UMKM nya. Namun dilihat dari komposisi kredit yang disalurkannya, porsi kredit segmen UMKM tidak mengalami peningkatan yaitu sebesar 12,4%posisi Desember 2009 tidak jauh berbeda dengan tahun sebelumnya sebesar 12,5%. Pada Bank Mandiri sebagian besar kredit yang dislurkannya ditujukan pada segmen korporasi sebesar 69,8% pada Desember 2009. Sejak dahulu lembaga keuangan bank memang lebih dikenal lebih piawai dalam menyalurkan kreditnya kepada korporasi. Ini lah yang membedakannya dengan bank syariah sebab bank syariah bukanlah financial sector based banking sebagaimana bank konvensional. Sebaliknya, bank syariah adalah real sector based banking. Oleh karena itu sudah sewajarnya bagi perbankan syariah melakukan orientasi ke sektor rill dengan memfokuskan pemberdayaan kepada pengusaha UMKM. 4. Walaupun telah menjadi wacana umum bahwa UMKM memiliki banya kelebihan dalam praktek bisnis, perbankan tetap merasa kesulitan untuk dapat menjangkau UMKM sebagai sasaran kredit. Seperti diketahui lembaga keuangan perbankan merupakan lembaga dengan regulasi yang sangat ketat. Lebih lanjut, peraturan Bank Indonesia yang mengharuskan bank mengenal setiap nasabahnya dengan baik, ketakutan akan munculnya kredit macet dan resiko bisnis lainnya, membuat pihak bank selaku lembaga intermediasi kesulitan untuk bergerak lebih leluasa dan fleksibel. Baik Bank Syariah Mandiri maupun Bank Mandiri mengalami hambatanhambatan yang sedikit berbeda namun dari berbagai hambatan dalam
menyalurkan pembiayaan ataupun kredit UMKM yang dialami oleh Bank Syariah Mandiri maupun Bank Mandiri dapat ditarik persamaan bahwa hambatan tersebut antara lain : 1. Masalah legalitas usaha yang dimiliki nasabah seperti Surat Izin Usaha, NPWP, dll yang sering terabaikan oleh nasabah. 2. Penyusunan Laporan Keuangan yang sangat terbatas sehingga masih memungkinkan bercampurnya keuangan usaha dan pribadi. 3. Kendala terbesar dalam mendapatkan kredit UMKM adalah masalah agunan. Masalah agunnan ini menurut Tambunan (2009) ada kaitannya dengan kondisi keuangan dari pemilik usaha/pengusaha karena pada umumnya pemilik UMK adalah dari keluarga-keluarga miskin yang nilai total dari aset-asetnya seperti rumah atau tanah tidak memenuhi nilai jaminan yang diharuskan oleh pihak bank. 4. Keterbatasan jaringan kantor dan jumlah SDM perbankan dalam mengelola nasabah UMKM sehingga penyaluran pembiayaan/kredit kurang menyentuh hingga ke pelosok daerah membuat penyaluran tersebut dirasakan belum optimal. Saran Untuk membantu para pelaku UMKM mengembangkan usahanya dalam rangka meningkatkan peranannya dalam perekonomian sektor rill, maka beberapa saran yang perlu dilakukan : 1. Baik bank konvensional maupun syariah perlu melakukan perluasan jaringan kantor ke kota-kota kecil hingga ke pelosok daerah mengingat jumlah unit UMKM yang banyak dan tersebar hingga ke pelosok daerah. Mencontoh
2.
3.
4.
5.
kesuksesan BRI yang dikenal sejak dahulu fokus terhadap segmen UMKM> Untuk meningkatkan kemudahan akses usaha mikro, perlu dilakukan penyederhanaan proses dan mudah dipenuhi oleh calon debitur. Misalnya dengan menciptakan form aplikasi yang sederhana, mudah dimengerti, dapat diperoleh /diakses dengan mudah oleh calon debitur. Perbankan perlu meningkatkan linkage program dalam penyaluran pembiayaan /kredit UMKM sebab program linkage ini memungkinkan pihak bank melayani masyarakat kecil melalui kelompok yang tidak memiliki cukup jaminan fisik serta dapat mengurangi biaya transaksi yang dilakukan per orang menjadi tinggi dan tidak sebanding dengan hasil pembiayaan yang diberikan. Penambahan jaringan kantor diiringi dengan melakukan penambahan SDM yang berkualitas handal dan tidak hanya memahami aspek finansial tetapi juga memahami aspek fiqih khususnya bagi perbankan syariah. Idealnya produk bank syariah adalah pembiayaan dengan bagi hasil seperti Musharabah ataupun Musyarakah. Untuk dapat meningkatkan pembiayaan tersebut, Bank Syariah Mandiri perlu memperbanyak melakukan sosialisasi kepada masyarakat karena produk tersebut dianggap masih kurang familiar.
DAFTAR PUSTAKA Anoraga, Panji dan Sudantoko, Djoko, 2002, Kewirausahaan dan Usaha Kecil, Jakarta, Rineka Cipta Arifin, Zainul, 2002, Produk Perbankan Syariah dan Prospek Pasarnya di Indonesia, Jurnal Hukum Bisnis Vol. 20/Agustus-September 2002 Arikunto, Suharsimi, 2005, Manajemen Penelitian, Jakarta, PT. Rineka Cipta
Azmy, M. Showam dan Mahruz, 2008, Bank Syariah : Bank Yang Ramah UMKM, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam (EKBISI) Bank Indonesia, 2005, Undang-undang No. 10 Tahun 1998, Jakarta, Sinar Grafika Harahap, Sofyan Syafri, 2008, Modul Perkuliahan Researc Methodology, Jakarta Iskandar, Syamsu, 2008, Bank dan Lembaga Keuangan, Jakarta, PT Semsta Asa Bersama Juardi, 2005, Pengaruh Pembiayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Terhadap Pendapatan PT Bnk Muamalat Indonesia (BMI) Tahun 2001-2004, Jakarta, Tesis PSKTTI UI Kasmir, 2008, Manajemen Perbankan, Jakarta, Raja Grafindo Persada Lewis, Mervyn, dan Algaoud, latifa, 2003, Perbankan Syariah : Prinsip, praktek dan prospek, terjemahan Islamic Bankin, Jakarta, Serambi Ilmu Semesta Muhammad, 2005, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah, Yogyakarta, UPP Akademi Manajemen Peusahaan YKPN Mujahid, Ahmad, 2004, Analisis Proses Penyaluran Pembiayaan Usaha Kecil Menengah (UKM) Pada Perbankan Syariah (Studi Kasus Bank BRI Unit Usaha Syariah), Jakarta, Tesis PSKTTI UI Mutaqin, Deden Zaenal, 2007, Peranan Pembiayaan dalam Meningkatkan Jumlah UMKM (studi Kasus BMT AlIkhlas Yogyakarta), Jakarta, Tesis PSKTTI UI Nazir, Mohammad, 2003, Metode Penelitian, Jakarta, Ghalia Indonesia