Erwiyono dan Prawoto
chemistry (1982). Marcel Dekker, Inc. New York. Toruan-Mathius, N. & D. Suhendi (1991). Potensi kultivar Leucaena diversifolia terseleksi sebagai pakan ternak. Menara Perkebunan, 59,118—123. van Noordwijk, M. & K. Hairiah (2006). Intensifikasi pertanian, biodiversitas tanah dan fungsi agro-ekosistim. Agrivita, 28, 185—197.
34
Williams, C.N. (1975). Coffee (Coffea spp.). p. 84—96. The Agronomy of the Major Tropical Crops. Oxford University Press. Selangor, Malaysia. Wrigley, G. (1988). Coffee. Longman Scientific & Technical, Longman Singapore Publishers (Pte) Ltd. Singapore. ***********
Kondisi hara tanah pada budidaya kopi dengan tanaman kayu industri
meningkatkan bahan organik dan nitrogen tanah, sedangkan penaung kayukayuan industri lebih baik dalam meningkatkan kadar hara mineral, tanah, seperti Ca, Mg, fosfat, dan Zn. 2. Ada tendensi bahwa peningkatan hara mineral tanah tertentu terkait dengan jenis/tipe penaung. Tanaman jati dan waru gunung meningkatkan Ca dan Mg tanah, sedangkan sengon juga cenderung meningkatkan Zn tanah. 3. Seperti yang diharapkan bahwa akumulasi bahan organik tanah berkorelasi positif dengan nilai KTK tanahnya.
PUSTAKA Baon, J.B. & A. Wibawa (2005). Kandungan bahan organik dan lengas tanah serta produksi kopi pada budidaya ganda dengan tanaman sumber bahan organik. Pelita Perkebunan, 2, 43—54. Erwiyono, R. (2005). Lengas tanah dan turgiditas beberapa klon kopi Robusta di dataran Aluvial berpola hujan musiman. Pelita Perkebunan, 21, 113—130. Hairiah, K.; S. Rahayu & Berlian (2006). Layanan lingkungan agroforestri berbasis kopi: Cadangan karbon dalam biomasa pohon dan bahan organik tanah (Studi kasus dari Sumberjaya, Lampung Barat). Agrivita, 28, 298—309. Heyne, K. (1987). Tumbuhan Berguna Indonesia. Badan Litbang Kehutanan, Jakarta. Jenny, H. (1961). Factors of Soil Formation. Mc. Graw Hill Book, Co., Inc. New York. Kumar, D. & L.L. Tieszen (1980). Photosynthesis in Coffea arabica. I. Effects of light and temperature. Experimental Agriculture, 16, 13—19.
Maestri, M. & R.S. Barros (1977). Coffee, p. 249—273. In : P. De T. Alvim & T.T. Kozlowski (Eds.). Ecophysiology of Tropical Crops. Academy Press, New York. Prawoto, A.A.; Rumiyati & G. Subroto (2002). Uji alelopati jati (Tectona grandis), Ramayana (Cassia spectabilis), Gmelina (Gmelina moluccana), dan sengon (Paraserianthes falcataria) terhadap bibit kakao (Theobroma cacao), Pelita Perkebunan, 18, 67—76. Prawoto, A. Adi (2007). Optimasi lahan kopi dan kakao melalui pola tanam konservasi dengan tanaman industri. Laporan tahunan. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jember. Purwanto; E. Handayanto; D. Suprayogo; J.B. Baon & K. Hairiah (2007). Nitrifikasi potensial dan nitrogen-mineral tanah pada sistim agroforestri kopi dengan berbagai pohon penaung. Pelita Perkebunan, 23, 38—56. Schmidt, F.H. & J.H.A. Ferguson (1951). Rainfall types based on wet and dry period ratios for Indonesia with Western New Guinee, Verhandelingen No. 42. Kementerian Perhubungan Djawatan Meteorologi dan Geofisika. Jakarta. Suhendi, D. & L. Buana (1991). Keragaan dan keragaman genetik tanaman lamtoro asal Hawai. Menara Perkebunan, 59, 112—117. Supraptohardjo; D.Z. Sahertian & R. Dudal. (1960). Peta tanah eksplorasi Djawa dan Madura, Skala 1:1 000 000. Balai Besar Penyelidikan Pertanian, Balai Penyelidikan Tanah, Bogor. Tan, K.H. (1991). Dasar-dasar kimia tanah. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Diterjemahkan oleh D.H. Goenadi dari Principles of soil
33
Erwiyono dan Prawoto
Tabel 4a. Total kation, KTK, KB, dan pH tanah pada tahun ke empat pada perlakuan tanpa tanaman (kontrol) dan perlakuan tanaman kayu-kayuan di kebun Sungai Lembu dan Kebun Glantangan Table 4a. Total cations, CEC, base saturation, and pH of the soil of the fourth year at bare treatment (control) and woodytrees planting treatments at Sungai Lembu plantation and Glantangan plantation Status hara (Nutrient content)
Perlakuan Treatment
Nilai (Value) Nilai KTK KB kation CEC Base Total (me/100g) saturation, % cations (me/100g)
pH
% thd kontrol (% over control) Nilai KTK KB pH kation CEC Base Total Saturation cations
Kebun Glantangan Tanpa tanaman (Kontrol)
15.85
27.57
57.00
6.2
100.00
100.00
100.00
100.00
13.68
34.95
40.00
6.2
87.57
126.77
70.18
100.00
9.25
23.70
39.00
5.6
100.00
100.00
100.00
100.00
Sengon (Paraserianthes falcataria) 14.20
23.53
60.00
5.7
153.51
99.26
153.85
101.79
Mindi (Melia. azedarach)
12.08
21.64
56.00
5.8
130.59
91.31
143.59
103.57
Balsa (Ogloma logipus)
11.94
20.52
58.00
6.2
129.08
86.56
148.72
110.71
Without plant (Control) Jati (Tectona grandis) Kebun Sungai Lembu Tanpa tanaman (Kontrol) Without plant (Control)
Catatan (Notes): 1) Lihat Tabel 1 (see Table 1)
dari mineral liat tanahnya. Hal ini bersesuaian dengan hasil penetapan pH tanah yang menunjukkan bahwa tanah di lokasi penelitian tergolong masih baik dengan muatan neto negatif (Rata-rata pH-H2O = 5,68 dan pHKCl = 4,76 untuk tanah Aluvial serta ratarata pH-H2O = 5,95 dan pH-KCl = 5,0 untuk tanah Mediteran), seperti diuraikan oleh Tan (1991), di samping nilai KTK tanahnya masih relatif tinggi. Kejenuhan basa dalam tanah di plot perlakuan penaung kayu-kayuan pada umumnya lebih rendah daripada plot perlakuan kontrol, kecuali plot perlakuan penaung waru gunung (Tabel 4). Keadaan ini menunjukkan bahwa porsi kompleks jerapan tanah yang ditempati kation-kation tanah pada plot perlakuan
32
penaung kayu industri lebih rendah daripada plot pada perlakuan kontrol. Sebagai pembanding, kejenuhan basa di pertanaman jati pada tanah Mediteran lebih rendah daripada kondisi bera, sebaliknya di pertanaman sengon, mindi, dan balsa di okasi lain pada jenis tanah yang sama dan tipe hujan lebih basah, kejenuhan basa tanahnya lebih tinggi daripada kondisi bera (Tabel 4a).
KESIMPULAN Dari penelitian ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Penaung lamtoro paling baik dalam
Kondisi hara tanah pada budidaya kopi dengan tanaman kayu industri
Tabel 3a. Kadar fosfat dan hara mikro tanah pada tahun ke empat pada perlakuan tanpa tanaman (kontrol) dan perlakuan tanaman kayu-kayuan di kebun Sungai Lembu dan Kebun Glantangan Table 3a. Soil phosphate and micro-element contents of the fourth year at bare treatment (control) and woody-trees planting treatments at Sungai Lembu plantation and Glantangan plantation Perlakuan Treatment
Status hara (Nutrient content) Nilai, ppm (Value, ppm)
% thd kontrol (% over control)
P2O 5
Fe
Zn
P2O 5
Fe
Zn
45
14
2
100.00
100.00
100.00
42
10
4
93.00
71.43
200.00
Tanpa tanaman (Control)
5
7
2
100.00
100.00
100.00
Sengon (Paraserianthes falcataria)
7
7
11
140.00
100.00
550.00
Mindi (Melia azedarach)
4
4
9
80.00
57.14
450.00
Balsa (Ogloma logipus)
8
9
6
160.00
128.57
300.00
Kebun Glantangan Tanpa tanaman (Kontrol) Without plant (Control) Jati (Tectona grandis) Kebun Sungailembu
Tabel 4.
Total kation, KTK, KB, dan pH tanah pada tahun ke empat pada perlakuan kontrol dan perlakuan penaung tanaman kayu-kayuan di Kebun Percobaan Kaliwining
Table 4.
Total cations, CEC, base saturation, and pH of the soil of the fourth year at control treatment and shading woody-trees at Kaliwining experimental station Status hara (Nutrient content)
Perlakuan Treatment
Kopi + lamtoro (Kontrol) Coffee + Leucaena as control Kopi + Jati pagar ganda Coffee + T. grandis double rows Kopi + sengon pagar ganda Coffee + P. falcataria in 2-rows Kopi + sengon pagar tunggal Coffee + P. falcataria in 1-row Kopi + 2 baris sengon var. Solomon (Coffee + 2 rows P. falcataria var. Solomon) Kopi + 4 baris sengon var. Solomon (Coffee + 4 rows P. falcataria var. Solomon) Kopi + 4 baris mindi Coffee + 4 rows M. azedarach Kopi + 2 baris mindi Coffee + 2 rows M. azedarach Kopi + waru gunung Coffee + H. macrophyllus
Nilai (Value) KTK KB Nilai CEC Base kation Total (me/100g) saturacations tion (me/100g) (%)
pH
% thd kontrol (% over control) Nilai KTK KB pH kation CEC Base Total Saturation cations
20.20
34.29
59
5.9
100.00
100.00
100.00
100.00
24.43
43.35
56
5.5
120.94
126.42
94.92
93.22
23.21
40.06
58
5.7
114.90
116.83
98.31
96.61
19.86
38.41
52
5.5
96.32
112.02
88.14
93.22
20.52
34.84
59
5.8
101.58
101.60
100.00
98.31
18.66
32.56
57
5.7
92.38
94.95
96.61
96.61
19.50
35.64
55
5.4
96.53
103.94
93.22
91.53
18.63
33.29
56
5.8
92.23
97.08
94.92
98.31
22.43
37.10
60
5.7
111.04
108.04
101.69
96.61
31
Erwiyono dan Prawoto
Tabel 3.
Kadar fosfat dan hara mikro tanah pada tahun ke empat pada perlakuan kontrol dan perlakuan penaung tanaman kayu-kayuan di kebun percobaan Kaliwining
Table 3.
Soil phosphate and micro-element contents of the fourth year at control treatment and shading woody-trees at Kaliwining experimental station Perlakuan Treatment
Kopi + lamtoro (Kontrol) Coffee + Leucaena as control Kopi + Jati pagar ganda Coffee + T. Grandis in double rows Kopi + sengon pagar ganda Coffee + P. falcataria in double rows Kopi + sengon pagar tunggal Coffee + P. falcataria in single row Kopi + 2 baris sengon var. Solomon Coffee + 2 rows P. falcataria var. Solomon Kopi + 4 baris sengon var. Solomon Coffee + 4 rows P. falcataria var. Solomon Kopi + 4 baris mindi Coffee + 4 rows M. azedarach Kopi + 2 baris mindi Coffee + 2 rows M. azedarach Kopi + waru gunung Coffee + H. macrophyllus
Status hara (Nutrient content) Nilai, ppm (Value, ppm)
% thd kontrol (% over control)
P2O 5
Fe
Zn
P2O 5
Fe
Zn
100
12
6
100
100
100
118
8
6
118
67
100
146
8
7
146
67
117
157
24
7
157
200
117
38
8
7
38
67
117
103
11
6
103
92
100
138
30
5
138
250
83
129
11
5
129
92
83
107
8
6
107
67
100
Catatan (Notes): 1) Lihat Tabel 1 (see Table 1)
antara asam-asam organik dengan batuan/ bahan induk berkapur. Pemasaman kalsium dan magnesium karbonat disertai hidrolisis akan menghasilkan ion-ion OH-, di samping kemungkinan pelepasan gugus-gugus hidroksil dari hasil perombakan senyawasenyawa organik seresah tanaman. Kapasitas tukar kation (KTK) tanah secara umum relatif sama di antara perlakuan, kecuali perlakuan yang memiliki nilai (total) kation relatif tinggi juga cenderung memiliki nilai KTK relatif tinggi (Tabel 4). Ada dugaan sementara bahwa perbedaan konsentrasi kation-kation ini dalam tanah menjadi salah satu alasan terkait perbedaan KTK, apabila sumber muatan negatif kompleks jerapannya berasal dari gugus-
30
gugus aktif senyawa organik tanah. Dengan menghubungkan data KTK dengan data C-organik tanah untuk kebun percobaan Kaliwining (tanah Aluvial) diperoleh hubungan kuadratik sebagai berikut: Y (KTK) = -22,034 X2 + 82,355 X – 39,13 (R2 = 0,31), di mana X = Corganik. Sedangkan untuk pengamatan di tanah Mediteran diperoleh hubungan sebagai berikut: Y (KTK) = -28,034 X2 + 75,180 X – 20,374 (R2 = 0,41). Dari persamaanpersamaan ini ditunjukkan bahwa adanya senyawa organik dalam tanah memang meningkatkan KTK tanah meskipun porsinya relatif kecil. Dengan perkataan lain, KTK tanah masih didominasi oleh sumber-sumber
Kondisi hara tanah pada budidaya kopi dengan tanaman kayu industri
(Tabel 3a). Terhadap kadar Fe tanah, hanya tanaman balsa yang dapat meningkatkan kadarnya sedangkan jati, sengon dan mindi tidak. Pada semua tanaman kayu industri yang diamati, kadar Zn tanah meningkat, terutama sengon (Tabel 3a). Setelah penelitian berjalan empat tahun, total kation (basa-basa) dalam tanah dari perlakuan penaung kayu industri pada umumnya lebih rendah daripada kontrol kecuali pada perlakuan penaung jati (pagar tunggal), penaung sengon pagar ganda dan penaung waru gunung.
C. Kemasaman dan Sifat Kimia-fisik Tanah Kemasaman (pH) tanah secara umum sedikit lebih rendah pada perlakuan penaung kayu-kayuan daripada perlakuan penaung
lamtoro (kontrol) (Tabel 4). Keadaan ini relatif sulit dijelaskan alasannya mengingat tanah pada perlakuan-perlakuan tersebut mempunyai kandungan bahan organik lebih rendah daripada perlakuan kontrol, kecuali perbedaannya dapat diabaikan atau senyawasenyawa organik yang dihasilkan dari peruraian seresahnya dominan asam-asam organik pada perlakuan penaung kayukayuan. Pengamatan Prawoto et al. (2002) mendukung dugaan ini bahwa hasil peruraian daun jati dan sengon memiliki pH sedikit lebih rendah daripada hasil peruraian daun lamtoro. Sebagai pembanding, pengamatan pada tanah Mediteran menunjukkan bahwa tanaman kayu industri yang dikelola secara monokultur (jati, sengon, mindi, dan balsa) cenderung meningkatkan pH tanah (Tabel 4a). Hal ini dapat terjadi oleh terjadinya reaksi
Tabel 2a. Kadar basa tanah pada tahun ke empat pada perlakuan tanpa tanaman (kontrol) dan perlakuan tanaman kayu-kayuan di kebun Sungai Lembu dan Kebun Glantangan Table 2a. Soil base contents of the fourth year at bare treatment (control) and woody-trees planting treatments at Sungai Lembu plantation and Glantangan plantation Status hara (Nutrient content) Perlakuan Treatment
Nilai (me/100 g) (Value, me/100 g) K Ca Na Mg
% thd kontrol (% over control) Na K Ca Mg
Kebun Glantangan Tanpa tanaman (Kontrol)
0.47
1.81
9.79
3.78
100.00
100.00
100.00
100.00
0.23
1.23
9.57
2.85
48.94
67.96
97.75
75.40
0.40
1.30
5.53
2.02
100.00
100.00
100.00
100.00
Sengon (Paraserianthes falcataria) 0.39
0.93
9.63
3.25
97.50
71.54
174.14
160.89
Mindi (Melia azedarach)
0.39
1.00
7.88
2.81
97.50
76.92
142.50
139.11
Balsa (Ogloma logipus)
0.31
0.96
8.09
2.58
77.50
73.85
146.29
127.72
Without plant (Control) Jati (Tectona grandis) Kebun Sungai Lembu Tanpa tanaman (Kontrol) Without plant (Control)
29
Erwiyono dan Prawoto
derung meningkatkan Ca dan Mg tanah; sementara pada areal jati justru terjadi penurunan kadar unsur-unsur hara tersebut.
matan Prawoto et al. (2002) terhadap pelepasan hara hasil perombakan daun jati, sengon, dan lamtoro.
Pada Tabel 3 ditunjukkan bahwa secara umum tanaman penaung kayu industri meningkatkan kadar fosfat tanah dibandingkan penaung lamtoro, teristimewa penaung sengon. Hal ini mirip dengan hasil penga-
Sebagai pembanding, hasil pengamatan yang diusahakan monokultur pada tanah Mediteran menunjukkan bahwa hanya sengon dan balsa dapat meningkatkan fosfat tanah, sedangkan jati dan mindi tidak
Tabel 2.
Kadar basa tanah pada tahun ke empat pada perlakuan kontrol dan perlakuan penaung tanaman kayu-kayuan di kebun percobaan Kaliwining
Table 2.
Soil base contents of the fourth year at control treatment and shading woody-trees at Kaliwining experimental station Status hara (Nutrient content) Perlakuan Treatment
Kopi + lamtoro (Kontrol) Coffee + Leucaena as control Kopi + Jati pagar ganda Coffee + T. grandis in double rows Kopi + sengon pagar ganda Coffee + P. falcataria in double rows Kopi + sengon pagar tunggal Coffee + P. falcataria in single row Kopi + 2 baris sengon varietas Solomon Coffee + 2 rows P. falcataria var. Solomon Kopi + 4 baris sengon varietas Solomon Coffee + 4 rows P. falcataria var. Solomon Kopi + 4 baris mindi Coffee + 4 rows M. azedarach Kopi + 2 baris mindi Coffee + 2 rows M. azedarach Kopi + waru gunung Coffee + H. macrophyllus
28
Nilai (me/100 g) (Value, me/100 g)
% thd kontrol (% over control)
Na
Ca
K
Mg
Na
K
Ca
Mg
0.48
1.20
14.61
3.91
100.00
100.00
100.00
100.00
0.68
1.44
17.01
5.30
141.67
120.00
116.43
135.55
0.67
1.25
16.34
4.94
139.58
105.00
111.84
126.34
0.68
1.66
13.20
4.32
141.67
138.33
99.35
110.49
0.56
0.77
15.01
4.16
116.67
64.17
102.74
106.39
0.47
1.00
13.50
3.69
97.92
83.33
92.40
94.37
0.39
1.34
13.81
3.96
81.25
111.67
94.52
101.28
0.48
1.02
13.44
3.69
100.00
85.00
91.99
94.37
0.48
1.19
15.90
4.86
100.00
99.17
108.83
124.30
Kondisi hara tanah pada budidaya kopi dengan tanaman kayu industri
Suhendi, 1991). Sebagai pembanding terhadap hasil pengamatan demoplot di kebun percobaan Kaliwining di atas, juga telah diamati pertumbuhan beberapa tanaman industri kayu-kayuan yang dikelola secara monokultur pada tanah Mediteran terhadap kesuburan tanah. Beberapa tanaman industri kayu-kayuan yang dikelola secara monokultur dapat meningkatkan kadar karbon dan nitrogen tanah hingga lebih dari 50% dibandingkan kadarnya pada perlakuan bera (kontrol) seperti ditunjukkan pada Tabel 1a.
nyebabkan perbedaan kandungan basa tanah dibandingkan tanaman penaung lamtoro; kecuali untuk unsur Ca dan Mg tanah. Dibandingkan lamtoro, tanaman jati, sengon, dan waru gunung menunjukkan kecenderungan meningkatkan kandungan unsurunsur tersebut dalam tanah. Diduga salah satu penyebabnya adalah bahwa tanaman jati, sengon, dan waru gunung relatif tumbuh lebih cepat dibandingkan tanaman lamtoro dan memiliki sistem perakaran lebih luas dan dalam daripada lamtoro. Heyne (1987) mengungkapkan bahwa sengon merupakan suku Leguminosae yang tumbuh cepat dan toleran tanah marjinal.
B. Basa-basa, Fosfat, dan Hara Mikro Pada Tabel 2 ditunjukkan bahwa secara umum, tanaman industri kayu industri yang digunakan sebagai penaung tidak banyak me-
Tendensi di atas ternyata didukung hasil pengamatan di areal kayu industri yang diusahakan monokultur (Tabel 2a) bahwa tanaman industri sengon dan mindi cen-
Tabel 1a. Kadar karbon dan nitrogen tanah pada tahun ke empat pada perlakuan tanpa tanaman (kontrol) dan perlakuan tanaman kayu-kayuan di kebun Sungailembu dan Glantangan Table 1a. Soil carbon and nitrogen contents of the fourth year at bare treatment (control) and woody-trees planting treatments at Sungailembu and Glantangan plantation Status hara (Nutrient content) Perlakuan Treatment
C-organik (Organic-C) Nilai (%) Value, %
% thd kontrol % over control
N Nilai (%) Value, %
% thd kontrol % over control
Kebun Glantangan Tanpa tanaman (Kontrol)
0.93
100.00
0.09
100.00
1.46
159.14
0.15
166.67
1.12
100.00
0.12
100.00
Sengon (Paraserianthes falcataria) Mindi (Melia azedarach)
1.91 1.75
170.54 156.25
0.20 0.19
166.6 156.33
Balsa (Ogloma logipus)
1.87
166.96
0.19
156.33
Without plant (Control) Jati (Tectona grandis) Kebun Sungailembu Tanpa tanaman (Kontrol) Without plant (Control)
27
Erwiyono dan Prawoto
Tabel 1.
Kadar karbon dan nitrogen pada tahun ke empat pada perlakuan kontrol dan perlakuan penaung tanaman kayukayuan di kebun percobaan Kaliwining
Table 1.
Soil carbon and nitrogen contents of the fourth year at control treatment and shading woody-trees at Kaliwining experimental station) Status hara (Nutrient content) Perlakuan Treatment
Kopi + lamtoro (Kontrol)
C-organik (Organic-C) Nilai (%) Value, %
% thd kontrol % over control
N Nilai (%) Value, %
% thd kontrol % over control
2.07
100.00
0.23
100.00
1.93
93.24
0.18
78.26
1.79
86.47
0.19
82.81
1.80
86.96
0.20
86.96
Kopi + 2 baris sengon var. Solomon Coffee + 2 rows P. falcataria var. Solomon
1.48
41.50
0.18
78.26
Kopi + 4 baris sengon var. Solomon Coffee + 4 rows P. falcataria var. Solomon
1.78
85.99
0.20
86.96
Kopi + 4 baris mindi Coffee + 4 rows M. azedarach
2.17
104.83
0.22
95.65
Kopi + 2 baris mindi Coffee + 2 rows M. azedarach
1.34
64.73
0.17
73.01
Kopi + waru gunung
1.70
82.13
9.19
82.61
Coffee + Leucaena as control Kopi + Jati pagar ganda Coffee + T. grandis in double rows Kopi + sengon pagar ganda Coffee + P. falcataria in double rows Kopi + sengon pagar tunggal Coffee + P. falcataria in single row
Coffee + H. macrophyllus
banyak daripada penaung kayu industri yang lain tetapi mensuplai nitrogen paling sedikit. Namun, fakta ini perlu dicek silang dengan kadar hara daun dari masing-masing tanaman penaung tersebut apakah memiliki tendensi yang sama dengan data hasil analisis tanah tersebut. Prawoto et al. (2002) mengungkapkan bahwa hasil perombakan daun jati menghasilkan nitrogen lebih sedikit daripada hasil peruraian daun sengon, mindi, waru dan lamtoro. Jika demikian halnya, maka hal ini dapat menguatkan fakta bahwa penaung lamtoro menghasilkan bahan
26
organik tanah paling banyak mengingat pertanaman kopi dengan penaung lamtoro ternyata juga memiliki kadar nitrogen tanah paling tinggi. Dengan perkataan lain, kadar hara N tanah yang tinggi pada perlakuan penaung lamtoro diperoleh dari hasil peruraian akumulasi bahan organik yang lebih banyak. Di samping itu, penelitian lain mengungkapkan bahwa ada keragaman potensi di antara kultivar lamtoro dalam memproduksi biomasa (Suhendi & Buana, 1991), maupun kandungan nutrisinya, sehingga kultivar-kultivar ini juga berpotensi sebagai pakan ternak (Toruan-Mathius &
Kondisi hara tanah pada budidaya kopi dengan tanaman kayu industri
Sungailembu di Banyuwangi dengan tipe hujan C; serta kadar hara tanah di pertanaman monokultur jati pada tanah Mediteran (Supraptohardjo et al., 1960) di kebun Glantangan di Jember dengan tipe hujan D. Kadar hara tanah diamati dari contoh tanah komposit, yang meliputi unsur C-organik dan hara makro dan mikro tanah, dengan metode penetapan sebagai berikut: C-organik menurut Walkley & Black; Nitrogen dengan Kjeldahl; Na, K, Ca, Mg, KTK dan KB dengan AAS (Ekstrak NH4OAc 1 M pH 7); P 2O5 dengan Spektrofotometer (Ekstrak Bray 1); Fe dengan AAS (Ekstrak NH4-OAc pH 4.8); Zn dengan AAS (Ekstrak HCl 0.1 N); serta pH-H2O dan pH-KCl 1N dengan Elektroda (Ekstrak 1:2,5).
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karbon dan Nitrogen Hasil analisis tanah terhadap kandungan karbon dan nitrogen pada perlakuan kontrol (penaung lamtoro dengan populasi baku) dan perlakuan penaung kayu industri dengan variasi populasi dan komposisi disajikan pada Tabel 1. Tampak bahwa penaung kayu industri dengan variasi populasi tidak mampu meningkatkan kadar karbon organik tanah lebih tinggi daripada perlakuan penaung baku lamtoro kecuali mindi. Hal ini diduga disebabkan oleh pertumbuhan mindi yang relatif cepat seperti diungkapkan oleh Heyne (1987) dan pada musim kemarau, tingkat guguran daunnya dari cabang
dan ranting yang lebih tua lebih intensif daripada spesies yang lain. Pada musim kemarau, tingkat kerontokan daun tanaman mindi mencapai sekitar 90%, sengon 20%, jati 70%, waru 35%, dan lamtoro 10% (Prawoto, 2007). Sementara penaung jati, sengon dengan variasi populasi, dan waru gunung tidak mampu mengungguli pertanaman kopi dengan penaung baku lamtoro dalam mensuplai bahan organik tanah. Pengamatan Hairiah et al. (2006) pada aneka komposisi pertanaman kayu-kayuan berbasis kopi pada sistim agroforestri menunjukkan bahwa kurangnya komposisi pertanaman berdampak pada turunnya kadar bahan organik tanah. Oleh karena itu, pengamatan terhadap perubahan sifat dan ciri tanah pada penelitian ini perlu dilakukan dalam jangka panjang, sampai satu siklus produksi kayu, baik terkait perubahan kondisi tanah maupun produktivitas tanaman pokok kopi. Perlakuan penaung lamtoro ternyata juga memberikan kadar nitrogen tanah paling tinggi dibandingkan perlakuan penaung kayukayuan yang lainnya (Tabel 1). Dari data tersebut ditunjukkan bahwa penaung lamtoro dengan populasi baku merupakan tanaman penaung kopi yang paling baik dalam menyumbangkan guguran daunnya sebagai sumber bahan organik maupun nitrogen tanah. Sengon dan mindi tergolong tanaman yang tumbuh relatif cepat (Heyne, 1987), tetapi ternyata kedua jenis tanaman ini tidak mampu mensuplai nitrogen sebanyak lamtoro meskipun bentuk dan ukuran daunnya hampir sama, dan sengon juga tergolong suku Leguminoceae. Tanaman jati meskipun menyumbangkan karbon organik lebih
25
Erwiyono dan Prawoto
van Noordwijk & Hairiah, 2006). Komposisi spesies tanaman penaung mempengaruhi proses perombakan dan mineralisasi bahan organik serta aktivitas mikroba perombaknya (Purwanto et al., 2007). Namun, dari aspek produktivitas tanaman pokok, pengaruh pertanaman industri kayukayuan ini sebagai tanaman penaung, belum banyak diteliti. Penelitian ini bertujuan mengamati salah satu aspek manfaat tanaman kayu-kayuan sebagai tanaman penaung di pertanaman kopi Robusta terhadap kesuburan tanah, dalam rangka optimalisasi produktivitas lahan pertanaman kopi.
populasi dan komposisi, sebagai berikut: 1. Kopi-Lamtoro (kontrol). 2. Kopi-Jati Penaung jati jarak tanam 3 m x 2,5 m x 18 m, dalam bentuk pagar ganda selang 6 baris kopi. 3. Kopi-Sengon Penaung sengon jarak tanam 3 m x 2,5 m x 12 m, dalam bentuk pagar ganda. 4. Kopi-Sengon Penaung sengon jarak tanam 6 m x 2,5 m, dalam bentuk pagar tunggal. 5. Kopi-Sengon varietas Solomon
BAHAN DAN METODE Penelitian dimulai tahun 2002 di Kebun Percobaan Kaliwining, Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia di Jember, pada lahan dataran Aluvial (Supraptohardjo et al., 1960) dengan tinggi tempat 45 m dpl. dan tipe hujan D (Erwiyono, 2005), menurut sistim klasifikasi iklim Schmidt & Ferguson (1951). Percobaan menggunakan tanaman kopi Robusta dan disusun dengan rancangan demoplot pada areal seluas 0,25—0,3 hektar untuk setiap perlakuan atau pola tanam, yang terletak berdekatan satu dengan lainnya. Kopi dengan jarak tanam 3 m x 2,5 m dan perlakuan aneka tanaman kayu-kayuan sebagai penaung; seperti lamtoro (Leucaena glauca), jati (Tectona grandis), sengon (Paraserianthes falcataria), mindi (Melia azedarach), dan waru gunung (Hibiscus macrophyllus); disusun dengan variasi
24
Penaung sengon jarak tanam 5 m x 3 m x 25 m dalam bentuk pagar ganda. 6. Kopi-Sengon varietas Solomon Penaung sengon jarak tanam 5 m x 3 m x 25 m empat baris. 7. Kopi-Mindi Penaung mindi dua baris (pagar ganda) jarak tanam 5 m x 3 m x 25 m. 8. Kopi-Mindi Penaung mindi empat baris jarak tanam 3 m x 5 m x 25 m. 9. Kopi-Waru gunung Penaung waru gunung empat baris jarak tanam 3 m x 5 m x 25 m. Sebagai pembanding, juga diamati kadar hara tanah di pertanaman monokultur sengon, mindi, dan balsa pada tanah Mediteran (Supraptohardjo et al., 1960) di kebun
Kondisi hara tanah pada budidaya kopi dengan tanaman kayu industri
of the soil whereas P. falcataria also tends to increase Zn beside the two. As expected that soil organic matter accumulation tended to increase CEC of the soil. Key words: Coffea canephora, shading trees, industrial crops, planting system, soil fertility.
PENDAHULUAN Di lahan pertanian pada umumnya, kadar hara tanah merupakan fungsi dari bahan induk, iklim, topografi, organisme termasuk vegetasi yang ada dan waktu (Jenny, 1961). Dalam kondisi keempat faktor yang lain sama, maka perbedaan vegetasi, baik komposisi jenis maupun populasinya, dapat mempengaruhi kadar hara tanah oleh penimbunan bahan organik, oleh organisme tanah dan aktivitasnya yang bersimbiose dengan vegetasi yang ada. Dengan demikian, pengelolaan pertanaman, baik dari aspek komposisi jenis dan populasinya yang berfungsi saling menguntungkan, dapat meningkatkan produktivitas lahan. Nilai hara eksudat akar dan hasil perombakan serasah beberapa tanaman kayu-kayuan yang memiliki peluang untuk digunakan sebagai tanaman penaung, terbukti berpengaruh positif terhadap pertumbuhan tanaman pokok (Prawoto et al., 2002). Di habitat aslinya, tanaman kopi tumbuh di bawah naungan tanaman hutan tropika (Wrigley, 1988). Adanya tanaman lain dengan tajuk yang lebih tinggi, dapat berdampak menguntungkan karena kondisi iklim mikro yang lebih baik untuk berlangsungnya fotosintesis yang efisien (Kumar & Tieszen, 1980). Sebaliknya, suhu daun yang berlebihan karena daun kopi terbuka penuh, dapat menurunkan laju asimilasi (Williams, 1975). Produktivitas pertanaman kopi yang maksimal dapat tercapai
dengan mempertimbangkan populasi pertanaman kopi dan tingkat penaung. Tanaman penaung diharapkan dapat menciptakan iklim mikro yang sesuai untuk tanaman kopi dengan mengurangi penyinaran matahari yang berlebihan. Spesies tanaman penaung yang lazim digunakan pada perkebunan kopi di Indonesia antara lain tanaman lamtoro (Leucaena spp.) dan glirisidia (Gliricidia sepium). Spesies yang akhir-akhir ini berkembang antara lain tanaman kayu industri seperti sengon (Paraserianthes falcataria), jati (Tectona grandis), mindi (Melia azedarach) dan waru gunung (Hibiscus macrophyllus). Keberadaan penaung yang meneruskan cahaya 70—80% sangat penting untuk menjamin umur produktif yang panjang dan tingkat produktivitas kopi yang tinggi (Maestri & Barros, 1977). Selain aspek penaungan, manfaat lain dari adanya tanaman penaung adalah sumbangan hara tanaman yang berasal dari perombakan guguran daun dan seresahnya di permukaan tanah serta peningkatan kadar bahan organik tanah. Adanya tanaman lain di pertanaman kopi dapat memberikan sumbangan bahan organik dan perbaikan kondisi tanah serta produksi tanaman pokok, tetapi intensitasnya tergantung pada jenis tanaman dan populasinya (Baon & Wibawa, 2005; Prawoto et al., 2002; Hairiah et al., 2006;
23
Pelita Perkebunan 2008, 24(1), 22—34
Erwiyono dan Prawoto
Kondisi Hara Tanah Pada Budidaya Kopi Dengan Tanaman Kayu Industri Soil Nutrient Condition of Coffee Cultivation with Industrial Woody-crops Rudy Erwiyono1), dan A. Adi Prawoto1) Ringkasan Pengamatan kadar hara tanah pada budidaya kopi dengan tanaman industri kayu-kayuan pada tahun ke empat setelah tanam, telah dilaksanakan di Kebun Percobaan Kaliwining. Tujuan penelitian adalah untuk mendapatkan gambaran manfaat dari beberapa pola tanam kopi dengan beberapa jenis penaung, seperti lamtoro (Leucaena sp.), jati (Tectona grandis), sengon (Paraserianthes falcataria), mindi (Melia azedarach), dan waru gunung (Hibiscus macrophyllus) dengan variasi populasi dan komposisi penaung, terhadap kesuburan tanah. Penelitian dirancang dalam bentuk demoplot. Hasilnya menunjukkan hal-hal berikut: Penaung lamtoro paling baik dalam meningkatkan kadar bahan organik dan nitrogen tanah, sedangkan penaung kayu-kayuan industri lebih baik dalam meningkatkan kadar hara mineral tanah, seperti Ca, Mg, fosfat, dan Zn. Ada tendensi bahwa peningkatan hara mineral tanah tertentu terkait dengan jenis penaung. Jati dan waru gunung meningkatkan Ca dan Mg tanah, sedangkan sengon juga cenderung meningkatkan Zn tanah. Seperti yang diharapkan bahwa akumulasi bahan organik tanah berkorelasi positif dengan nilai KTK tanahnya.
Summary Observation of soil nutrient contents at coffee cultivation with woody industrial crops 4 years after planting has been carried out in Kaliwining experimental station. The objective was in order to assess the beneficial effect of selected coffee planting system with selected industrial trees as shading trees, such as Leucaena glauca,Tectona grandis, Paraserianthes falcataria, Melia azedarach, and Hibiscus macrophyllus with variation of their population and composition, on soil fertility. The experiment was arranged in a demo plot design. The results showed these following figures: Leucaena supplied the highest soil organic carbon and nitrogen among the treatments of shading trees and planting systems in coffee plantation, whereas industrial woody-crops tended to supply higher mineral nutrients, such as Ca, Mg, phosphate, and Zn than Leucaena. There is a tendency that the increase of a particular nutrient is related to shading tree types. T. grandis and H. macrophyllus increased Ca and Mg contents
1) Peneliti (Researcher); Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB. Sudirman No. 90, Jember.
22