eJournal Administrative Reform, 2017, 5 (2): 292-303 ISSN 2338-7637, ar.mian.fisip-unmul.ac.id © Copyright 2017
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENILAIAN KINERJA UNIT PELAYANAN PUBLIK PADA BADAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DAN PENANAMAN MODAL DAERAH KABUPATEN KUTAI TIMUR Erni Khumaidah 1, Achmad Djumlani 2, Enos Paselle 3 Abstrak Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis implementasi kebijakan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik pada Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Penanaman Modal Daerah Kabupaten Kutai Timur beserta faktor-faktor yang menjadi pendukung dan penghambat. Jenis penelitian deskriftif kualitatif, dengan teknik analisis data menggunakan model interaktif Miles & Huberman (1998). Hasil penelitian menunjukkan komunikasi pelayanan dalam pelayanan perijinan IMB, HO, SIUP, TDP, dan IUJK kepada masyarakat Kabupaten Kutai Timur telah sesuai Standard Operating Procedure (SOP) dengan waktu penyelesaian sampai diterbitkan ijin adalah 7 hari kerja. Sumberdaya manusia relatif masih berada pada peringkat bawah, dengan nilai Indeks Pembangunan Manusia (IPM) berada pada urutan ke-8 (delapan) dari 10 (sepuluh) Kabupaten/Kota di Kalimantan Timur dibandingkan kabupaten/kota lainnya di Kalimantan Timur. Kata Kunci: Implementasi Kebijakan, Pelayanan Publik, BPTSPPMD Kabupaten Kutai Timur. Abstract The purpose of this study was to analizing the Implementation of Law No. 25 of 2009 on Public Services In One Door Integrated Service Agency and the Regional Investment and its East Kutai Regency factors supporting and inhibiting. Type a descriptive qualitative research. Data were analyzed using an interactive model of Miles & Huberman (1998).The results showed the communication Ministry in the service of licensing to IMB, HO, SIUP, TDP, and IUJK to the people of East Kutai Regency has according to the Standard Operating Procedure (SOP) by the time of completion until the issued permit is 7 1
Mahasiswa Program Magister Ilmu Administrasi Negara, Fisip – Unmul Samarinda. Dosen Program Magister Ilmu Administrasi Negara, Fisip – Unmul Samarinda. 3 Dosen Program Magister Ilmu Administrasi Negara, Fisip – Unmul Samarinda. 2
Implementasi Kebijakan Peraturan Menteri Pendayagunaan...(Erni Khumaidah)
working days. The relative human resources are still at the bottom of the rankings, with the value of the human development index (HDI) is on the order of 8 (eight) of the 10 (ten) Regency/City in East Kalimantan compared to other districts/cities in East Kalimantan Keywords: Implementation of policies, public service, BPTSPPMD Kabupaten Kutai Timur. Pendahuluan Dalam menghadapi era globaisasi yang penuh tantangan dan peluang, Pemerintah Daerah harus mampu untuk melakukan inovasi dalam peningkatan kualitas pelayanan publik sehingga kesan birokrasi pemerinah yang lamban, berbelit-belit, kurang ramah dapat dihapuskan. Dengan ditetapkanya Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik merupakan landasan untuk menerapkan prinsip-prinsip pelayanan dalam memenuhi kebutuhan dan kepuasan penerima pelayanan perijinan. Sebagai salah satu bagian dari Sekretariat Daerah Kabupaten Kutai Timur, Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Penanaman Modal Daerah Kabupaten Kutai Timur berkewajiban untuk memberikan pelayanan publik yang maksimal, apalagi perannya yang mengurusi bidang sosial kemasyarakatan dan pembinaan masyarakat maka pelayanan publik yang diberikan berhubungan langsung kepada masyarakat. Dengan memberikan pelayanan publik yang baik maka akan berimbas pada penilaian dan persepsi publik terhadap kinerja Pemerintahan Kabupaten Kutai Timur secara keseluruhan. Berangkat permasalahan tersebut di atas sebagai salah satu gambaran proyektif kegiatan daerah yang terangkum dalam salah satu perspektif penyelenggara good government. Bahwa penyelenggara kegiatan instansi yang dilakukan dalam setahun dengan berbagai kegiatan terintegrasi antara satu instansi dengan instansi lainnya sebagai prasyarat bagi setiap pemerintah melalui instansi teknis untuk mewujudkan aspirasi pelayanan yang baik kepada masyarakat dalam mencapai tujuan. Kinerja Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Penanaman Modal Daerah merupakan implementasi hasil kegiatan yang terangkum sebagai tolok ukur kinerja keberhasilan program yang dijalankan. Proses ini dimaksudkan untuk menilai pencapaian setiap indikator kinerja pelayanan guna memberikan gambaran tentang keberhasilan dan hambatan tujuan dan sasaran, yang selanjutnya akan meningkatkan kinerja pelayanan yang menggambarkan keterkaitan pencapaian kinerja kegiatan dengan program dan kebijakan dalam rangka mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi organisasi. Konsep Kebijakan Publik Untuk dapat memperluas cakrawala pandang mengenai konsep kebijakan ini, maka penting memperhatikan beberapa pernyataan para pakar, antara lain : 293
eJournal Administrative Reform, Volume 5, Nomor 2, 2017: 292-303
Dye (1978) mendefinisikan kebijaksanaan negara sebagai; is whatever governments choose to do or not to do (apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan). Apabila pemerintah memilih untuk melakukan sesuai maka harus ada tujuannya (obyektifnya) dan kebijaksanaan negara itu harus meliputi semua tindakan pemerintah. Jadi bukan semata-mata merupakan pernyataan keinginan pemerintah atau pejabat pemerintah saja. Disamping itu sesuatu yang tidak dilaksanakan oleh pemerintah akan mempunyai pengaruh (dampak) yang sama besarnya dengan sesuatu yang dilakukan oleh pemerintah (Islamy, 2001:19) Dari beberapa pendapat dapat disimpulkan bahwa kebijakan negara sebagai serangkaian tindakan yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah, baik yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu yang berorientasi kepada kepentingan masyarakat. Konsep Implementasi Kebijakan Publik Dalam kamus Webser (dalam Abdul Wahab, 2003:64), implementasi kebijaksanaan sebagai “to implement (mengimplementasikan) berarti to provide the means force carrying out (menyediakan sarana untuk melakukan sesuatu), to give pratical effect to (menimbulkan dampak/akibat terhadap sesuatu), jika pandangan ini diikuti, maka implementasi kebijakan dapat diartikan sebagai suatu proses melaksanakan keputusan kebijakan (kebijakan dalam bentuk UndangUndang, peraturan pemerintah, keputusan peradilan atau dekrit presiden). Sedangkan Van Meter dan Van Horn (dalam Abdul Wahab, 2003:65), menjelaskan tentang pengertian implementasi sebagai ; those action by public order reliefs provide individual-individual (or group) that are directed at the achievement of objectives set forth in prior policy decisions” (tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu/pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada pencapaian tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan). Mazmanian dan Sabatier (dalam Abdul Wahab, 1997:65), memberikan penjelasan tentang makna implementasi sebagai ; memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan meruakan fokus perhatian implementasi kebijakan yakni kejadian-kejadian dan kegiatankegiatan yang tumbul sesudah dishkannya pedoman-pedoman kebijakan negara yang mencakup baik usaha-usaha untuk mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan akibat/dampak nyata pada masyarakat atau kejadian-kejadian. Pelayanan Publik Pelayanan merupakan upaya pemenuhan kebutuhan melalui aktifitas orang lain secara langsung. Pada hakekatnya pelayanan adalah serangkaian, karena itu ia merupakan proses dan sebagai proses pelayanan berlangsung secara rutin dan berkesinambungan meliputi seluruh kehidupan organisasi dalam masyarakat, (Moenir, 2001:27). 294
Implementasi Kebijakan Peraturan Menteri Pendayagunaan...(Erni Khumaidah)
Secara umum kata pelayanan akibat adanya pelayan yang melayani kegiatan yang dilakukan oleh pelayan tersebut dinamakan pelayanan. Dengan demikian, ada dua istilah yang saling terkait yaitu pelayanan dan melayani. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pelayanan diartikan sebagai usaha melayani, sedangkan melayani adalah membantu menyiapkan (mengurus) apa yang di perlukan seseorang (dalam Saiful Deni, 2006). Pelayanan merupakan upaya pemenuhan kebutuhan melalui aktifitas orang lain secara langsung. Pada hakekatnya pelayanan adalah serangkaian, karena itu ia merupakan proses dan sebagai proses pelayanan berlangsung secara rutin dan berkesinambungan meliputi seluruh kehidupan organisasi dalam masyarakat (Moenir, dalam Abner 2008). Gronross (dalam Ratminto, 2005:4), lebih lanjut memberikan definisi yang lebih rinci tentang pelayanan yaitu ; ”suatu aktivitas atau serangkaian aktivitas yang bersifat tidak kasat mata (tidak dapat diraba) yang terjadi sebagai akibat adanya interaksi antara konsumen dengan karyawan atau hal-hal lain yang disediakan oleh perusahaan pemberi pelayanan yang dimaksudkan untuk memecahkan permasalahan konsumen/pelanggan”.
Standar Pelayanan Publik Pemahaman di atas tentunya memberikan arahan tersendiri terhadap kualifikasi pemberian pelayanan. Disinilah perbedaan makna antara publik dan non publik. Stahl (1984), sebagaimana dikutip Zauhar (2006:13), membedakan antara administrasi publik dan non-publik (private) dari wacana pelayanan, yaitu : 1. Pelayanan yang diberikan oleh administrasi publik lebih bersifat urgent atau mendesak daripada yang dilaksanakan privat. 2. Pelayanan yang ditangani oleh administrasi publik pada umumnya bersifat monopoli atau semi monopoli. 3. Kegiatan administrasi publik terikat oleh hubungan hukum formal. 4. Perbuatan administrasi publik berada di bawah pengamatan masyarakat. 5. Pelayanan yang diberikan oleh administrasi publik tidak terikat harga pasar. Pelayanan Perijinan sebagai Bagian Pelayanan Publik Konsep dasar dari pelayanan perijinan sesungguhnya adalah pelayanan publik. Pelayanan publik sebagai segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima layanan maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan (Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009), dikelompokkan dalam tiga jenis berdasarkan penyelenggaranya, yaitu instansi pemerintah dan BUMN/BUMD, yaitu (1) pelayanan admnistratif, (2) pelayanan barang, dan (3) pelayanan jasa. Jenis pelayanan administratif adalah jenis pelayanan yang diberikan oleh unit pelayanan berupa pencatatan, penelitian, pengambilan keputusan, 295
eJournal Administrative Reform, Volume 5, Nomor 2, 2017: 292-303
dokumentasi dan kegiatan tata usaha lainnya yang secara keseluruhan menghasilkan produk akhir berupa dokumen, misalnya sertifikat, ijin-ijin, rekomendasi, keterangan, dan lain-lain (Pasolong, 2007:129). Maka pelayanan perijinan termasuk dalam pelayanan administratif tersebut. Berdasarkan pengertian tersebut, maka pelayanan perijinan dapat didefinisikan sebagai segala kegiatan pelayanan yang diselenggarakan oleh penyelenggara pelayanan publik yang berkaitan dengan pemberian ijin atas sesuatu hal kepada penerima layanan. Pembahasan Dalam sebuah implementasi dikatakan telah bekerja dengan baik apabila telah melalui proses penyampaian sebuah peraturan dengan tepat sasaran, kemudian melaksanakan peraturan tersebut sesuai dengan tugas pokok dan fungsi dari aktor yang berperan langsung untuk melaksanakan sebuah peraturan. Suatu kebijakan yang telah dirumuskan tentunya memiliki tujuan atau target tertentu yang ingin dicapai. Pencapaian target baru akan terealisasi jika kebijakan tersebut telah diimplementasikan. Oleh karena itu untuk dapat mengetahui apakah tujuan kebijakan yang telah dirumuskan tersebut dapat tercapai atau tidak, maka kebijakan tersebut harus diimplementasikan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa implementasi kebijakan merupakan tahapan yang sangat penting dalam proses kebijakan. George C. Edwards III mengungkapkan ada empat faktor yang mempengaruhi implementasi suatu kebijakan publik yaitu, komunikasi, sumberdaya, sikap (disposisi), dan struktur birokrasi. Komunikasi Komunikasi kebijakan mencakup dimensi transmisi (transmission), transformasi (transformation) dan kejelasan (clarity). Dimensi transformasi menghendaki agar kebijakan publik dapat ditransformasikan kepada para pelaksana, kelompok sasaran dan pihak lain yang terkait dengan kebijakan. Dimensi kejelasan menghendaki agar kebijakan yang ditransmisikan kepada para pelaksana, dan pihak lain yang berpentingan baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap kebijakan dapat diterima dengan jelas, sehingga diantara mereka mengetahui apa yang menjadi maksud, tujuan dan sasaran serta substansi dari kebijakan tersebut. Jika mereka tidak jelas, maka mereka tidak akan tahu apa yang seharusnya dipersiapkan dan dilaksanakan agar apa yang menjadi tujuan kebijakan dapat dicapai secara efektif dan efisien. Transmisi Dimensi transformasi menghendaki agar informasi tidak hanya disampaikan kepada pelaksana kebijakan tetapi juga kepada kelompok sasaran dan pihak yang terkait. Pada tahap ini pengalaman-pengalaman subyektivitas individu memegang peran yang sangat besar. Van Meter dan Van Horn berpendapat bahwa setiap komponen dari model yang dibicarakan sebelumnya harus disaring melaui persepsi-persepsi pelaksana dalam yurisdiksi di mana kebijakan tersebut 296
Implementasi Kebijakan Peraturan Menteri Pendayagunaan...(Erni Khumaidah)
dihasilkan. Mereka kemudian mengidentifikasi tiga unsur tanggapan pelaksana yang mungkin mempengaruhi kemampuan dan keinginan mereka untuk melaksanakan kebijakan, yakni ; kognisi (komprehensi, pemahaman) tentang kebijakan, macam tanggapan terhadapnya(penerimaan, netralitas, penolakan) dan intensitas tanggapan itu. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa keberhasilan suatu implementasi kebijakan, membutuhkan adanya pemahaman standar dan tujuan kebijakan dari masing-masing individu yang bertanggung jawab melaksanakannya. Oleh karena itu standar dari tujuan kebijakan harus dikomunikasikan dengan jelas agar tidak menimbulkan distorsi implementasi atau ketidak sempurnaan implementasi. Disamping itu komunikasi dalam rangka sosialisasi sudah berulang kali disampaikan kepada masyarakat, dimana implementator sangat memahami bahwa keberhasilan sebuah kebijakan diperlukan proses penyampaian informasi dari Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Penanaman Modal Daerah Kabupaten Kutai Timur kepada masyarakat (stakeholders) sebagai user dalam pelayanan berbagai perijinan di Kabupaten Kutai Timur. Hal ini merupakan bagian dari komunikasi kebijakan yang berarti merupakan proses penyampaian informasi kebijakan dari pembuat kebijakan dalam hal ini Badan Nasional Penanaman Modal kepada pelaksana kebijakan, yakni pegawai Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Penanaman Modal Daerah Kabupaten Kutai Timur. Kejelasan Informasi Kejelasan informasi pelaksana menghendaki agar informasi yang jelas dan mudah dipahami, selain itu untuk menghindari kesalahan interpretasi dari pelaksana kebijakan, kelompok sasaran maupun pihak yang terkait dalam implementasi kebijakan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2012 tentang Pedoman Penilaian Kinerja Unit Pelayanan Publik pada Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Penanaman Modal Daerah Kabupaten Kutai Timur, yaitu tentang bagaimana implementasi kebijakan pelayanan perijinan kepada masyarakat/publik Kabupaten Kutai Timur tersebut dapat dipahami dan diterima dengan baik oleh masyarakat/publik maupun pemangku kepentingan (stakeholders) di Kabupaten Kutai Timur. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa kejelasan informasi dalam komunikasi baik sesama pelaksana kebijakan pemerintah ini sudah berjalan sebagaimana mestinya. Hal ini menunjukkan bahwa komunikasi antara Kantor Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Penanaman Modal Daerah Kabupaten Kutai Timur dan masyarakat Kabupaten Kutai Timur ternyata sangat mempengaruhi terhadap pencapaian visi yang telah ditetapkan. Selain itu ukuranukuran dasar dan tujuan-tujuan kebijakan pada Kantor Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Penanaman Modal Daerah Kabupaten Kutai Timur telah sesuai dengan ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan kebijakan Kantor Badan 297
eJournal Administrative Reform, Volume 5, Nomor 2, 2017: 292-303
Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Penanaman Modal Daerah Kabupaten Kutai Timur. Konsistensi Informasi Berdasarkan hasil oservasi disimpulkan bahwa prosedur operasi pelayanan dari sisi konsistensi informasi sudah memenuhi standar pelayanan perijinan apabila dikomparasikan dengan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2012 tentang Pedoman Penilaian Kinerja Unit Pelayanan Publik pada Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Penanaman Modal Daerah Kabupaten Kutai Timuryang menyebutkan bahwa jangka waktu penyelesaian pelayanan perijinan dan nonperijinan ditetapkan selama 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak diterimanya berkas permohonan beserta seluruh kelengkapannya. Kemudian pemohon masih harus meminta rekomendasi peruntukan lahan dari Dinas Tata Kota dan Permukiman Kabupaten Kutai Timur. Jika melihat alur birokrasi Pelayanan Terpadu Satu Pintu yang sudah dilaksanakan di Kabupaten/Kota lain, biasanya pemohon hanya berurusan dengan badan pelayanan terpadu dan tidak perlu mendatangi dinas teknis. Lembaga Pelayanan Terpadu Satu Pintu yang akan mengurus segala hal yang berkaitan dengan pemberian perijinan tersebut. Dalam hal pelayanan perijinan IMB, HO, SIUP, TDP, dan IUJK pada Kantor Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Penanaman Modal Daerah Kabupaten Kutai Timur memang membutuhkan waktu yang bervariasi dalam hal penyelesaian sampai dikeluarkannya ijin tersebut. Untuk IMB sesuai Standard Operating Procedure (SOP) yang dimiliki Kantor Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Penanaman Modal Daerah Kabupaten Kutai Timur waktu penyelesaiannya sampai diterbitkannya IMB terkadang hingga mencapai 7 hari kerja. Sumberdaya Sumberdaya Manusia Kualitas sumberdaya manusia Kantor Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Penanaman Modal Daerah Kabupaten Kutai Timur relatif masih berada pada papan bawah kabupaten/kota lainnya di Kalimantan Timur. Indikasinya adalah nilai Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang hanya berada pada urutan ke-8 (delapan) dari 10 (sepuluh) Kabupaten/Kota di Kalimantan Timur. Masih rendahnya nilai Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Kutai Timur menunjukkan kondisi pendidikan, kesehatan dan ekonomi yang juga masih rendah. Sikap mental masyarakat, di sisi lain berperan penting dalam upaya peningkatan kualitas sumberdaya manusia. Penyediaan infrastruktur dan suprastruktur dasar pendidikan, kesehatan dan ekonomi hanya dapat menstimulan peningkatan kualitas sumberdaya manusia. Artinya sikap mental masyarakat, yang merupakan cerminan kepatuhan kepada nilai dan norma spiritual keagamaan
298
Implementasi Kebijakan Peraturan Menteri Pendayagunaan...(Erni Khumaidah)
menjadi pondasi bagi perubahan dan peningkatan kualitas sumberdaya manusia di Kabupaten Kutai Timur. Berdasarkan Hasil penelitian disimpulkan bahwa jumlah pegawai Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Penanaman Modal Daerah Kabupaten Kutai Timur masih didominasi oleh pegawai berkualifikasi lulusan SLTA. Hal ini ke depannya perlu diperbaiki dengan cara meningkatkan kualifikasi pendidikan pegawai melalui pendidikan lanjut. Sementara itu terkait dengan kecepatan pelayanan ataupun waktu penyelesaian pelayanan perijinan, berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan masyarakat yang mengajukan permohonan perijinan diketahui bahwa layanan di Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Penanaman Modal Daerah Kabupaten Kutai Timur sudah sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal (SPM). Kemampuan Aparatur Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa aparatur yang mengikuti diklat/kursus teknis dan non teknis Penanaman Modal Daerah adalah dalam rangka meningkatkan kompetensi aparatur Kantor Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Penanaman Modal Daerah Kabupaten Kutai Timur terutama untuk memenuhi kebutuhan aparatur, namun karena keterbatasan anggaran hanya sebagian kecil dari staf yang dapat mengikuti kegiatan ini sebanyak 18 orang, yaitu Bimtek Penerapan Standar Akuntansi Pemerintah Berbasis Akrual pada Pemerintah Daerah berdasarkan Permendagri Nomor 64 Tahun 2013 dan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 sebanyak 5 (lima) orang, Bimtek Sistem Administrasi Keuangan dan Strategi Perencanaan bagi Pengguna Anggaran, PPTK, PPK dan Bendahara sebagai Peningkatan Kapasitas Kinerja Aparatur Pemerintah dalam Penatausahaan, Pertanggungjawaban Keuangan sebanyak 5 (lima) orang; Bimtek Perpajakan sebanyak 3 (tiga) orang; Diklat Character Building sebanyak 3 (tiga) orang; Diklat Penyusunan Rancangan Teknokratik RPJMD sebanyak 2 (dua) orang. Selain itu Kantor Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Penanaman Modal Daerah Kabupaten Kutai Timur dalam rangka meningkatkan kualitas aparatur, sarana dan prasarana penunjang, dan dukungan manajemen penunjang, terdapat 5 (lima) program pendukung yang diterapkan, yaitu : 1. Program Pelayanan Administrasi Perkantoran; 2. Program Peningkatan sarana dan prasarana Aparatur; 3.Program Peningkatan disiplin Aparatur; 4. Program Peningkatan Kapasitas Sumber daya aparatur; 5. Program Peningkatan Pengembangan Sistem Pelaporan Kinerja dan Keuangan. Sumberdaya Anggaran Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa seluruh pembiayaan bagi pelaksanaan kegiatan di Kantor Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Penanaman Modal Daerah Kabupaten Kutai Timur dilakukan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sesuai dengan RKA/DPA Tahun 299
eJournal Administrative Reform, Volume 5, Nomor 2, 2017: 292-303
Anggaran 2015. Untuk penyiapan penatausahaan keuangan melalui sistem SIMDA pada kegiatan Penyediaan Administrasi Keuangan dimana telah tersusun berkas SPJ yang terdiri dari 22 kegiatan dengan realisasi lebih dari 96,84%, laporan semesteran dan prognosis, laporan koordinasi terkait penatausahaan keuangan, kegiatan bimtek keuangan, terlaksananya pembayaran TK2D dan tenaga perbantuan lainnya. Sedangkan capaian nilai realisasi penanaman modal sampai dengan Tahun 2015 terus mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat bahwa pada Tahun 2010 realisasi investasi mencapai Rp 1,60 Triliun, dan pada Tahun 2011 terjadi peningkatan realisasi investasi sebesar 53,77% menjadi Rp. 2,46 Triliun. Nilai realisasi investasi terus meningkat pada Tahun 2012 mencapai Rp. 4,95 Triliun atau 100,76% dan tahun 2013 sebesar Rp 6,14 atau naik sebesar 24,12% dan untuk tahun 2015 sebesar Rp. 6,87 Triliun atau naik sebesar 11,95%. Secara akumulatif total realisasi investasi sampai dengan tahun 2015 adalah sebesar Rp. 22,37 Triliun atau telah mencapai capaian kinerja 101,97% dari target sampai dengan akhir periode 2011-2015. Struktur Birokrasi Dari hasil penelitian, terlihat bahwa struktur organisasi Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Penanaman Modal Daerah Kabupaten Kutai Timur berdasarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2012 tentang Pedoman Penilaian Kinerja Unit Pelayanan Publik pada Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Penanaman Modal Daerah Kabupaten Kutai Timur memerlukan pemberian kewenangan yang lebih besar kepada Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Penanaman Modal Daerah Kabupaten Kutai Timur dalam melayani masalah perijinan, memperlihatkan bahwa Bupati Kabupaten Kutai Timur mendukung langkah-langkah inovatif dalam memberikan perbaikan pelayanan publik yang prima, disamping sudah menjadi komitmen untuk menciptakan good governance dan rangkaian reformasi birokrasi di Kabupaten Kutai Timur. Selain itu, komitmen peningkatan pelayanan dengan melimpahkan kewenangan melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu untuk menghindari terjadinya banyak pungutan liar di bidang perijinan. Proses perijinan yang terlalu banyak melewati meja dan prosedur adalah awal dari berbagai penyimpangan maladministrasi maupun praktek korupsi yang sering terjadi di birokrasi. Melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu maka berbagai penyimpangan diharpkan dapat diminimalisir. Dalam prakteknya di Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Penanaman Modal Daerah Kabupaten Kutai Timur saat ini sesuai Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2012 tentang Pedoman Penilaian Kinerja Unit Pelayanan Publik pada Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Penanaman Modal Daerah Kabupaten Kutai Timur sudah tidak ada lagi pelayanan perijinan yang melebihi 7 300
Implementasi Kebijakan Peraturan Menteri Pendayagunaan...(Erni Khumaidah)
hari kerja. Penyelesaian layanan perijinan maksimal 7 hari kerja sudah sejalan dengan aturan yang termaktub pada Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2012 tentang Pedoman Penilaian Kinerja Unit Pelayanan Publik pada Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Penanaman Modal Daerah Kabupaten Kutai Timur, yakni ; “Jangka waktu penyelesaian pelayanan perijinan dan non perijinan ditetapkan paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung mulai sejak diterimanya berkas permohonan beserta seluruh kelengkapannya”. Sikap (Disposisi) Sikap/disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor. Apabila implementor memiliki disposisi yang baik, maka implementor tersebut dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Berdasarkan hasi penelitian disimpulkan bahwa kurangnya fungsi koordinasi Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Penanaman Modal Daerah Kabupaten Kutai Timur terhadap tim teknis tersebut memang disadari diakibatkan kurangnya kompetensi SDM yang menguasai bidang pekerjaannya di Kabupaten Kutai Timur. Hal ini menunjukkan bahwa disposisi yang tinggi berpengaruh pada tingkat keberhasilan pelaksanaan kebijakan. Pemahaman tentang maksud umum dari suatu standar dan tujuan kebijakan adalah sangat penting. Implementasi kebijakan yang berhasil bisa gagal ketika para pelaksana tidak sepenuhnya menyadari terhadap standar dan tujuan kebijakan. Arah disposisi para pelaksana terhadap standar dan tujuan kebijakan juga merupakan hal yang penting. Implementor mungkin bisa jadi gagal dalam melaksanakan kebijakan karena mereka menolak apa yang menjadi tujuan dari suatu kebijakan. Selain itu,dari hasil penelitian menunjukkan bahwa disposisi pada Kantor Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Penanaman Modal Daerah Kabupaten Kutai Timur adalah watak atau sikap para pelaksana untuk mengimplementasikan kebijakan, jika ingin berhasil secara efektif dan efisien, para implementor tidak hanya harus mengetahui apa yang harus mereka lakukan dan mempunyai kemampuan untuk implementasi kebijakan tersebut, tetapi mereka juga harus mempunyai kesepakatan dan kemauan untuk mengimplementasikan kebijakan tersebut untuk sesuai dengan tujuan dan standar kebijakan. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Komunikasi pelayanan Kantor Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Penanaman Modal Daerah Kabupaten Kutai Timur dalam pelayanan perijinan IMB, HO, SIUP, TDP, dan IUJK kepada masyarakat Kabupaten Kutai Timur telah sesuai Standard Operating Procedure (SOP) dengan waktu penyelesaian sampai diterbitkan ijin adalah 7 hari kerja. 301
eJournal Administrative Reform, Volume 5, Nomor 2, 2017: 292-303
2. Sumberdaya manusia Kantor Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Penanaman Modal Daerah Kabupaten Kutai Timur relatif masih berada pada peringkat bawah, dengan nilai Indeks Pembangunan Manusia (IPM) berada pada urutan ke-8 (delapan) dari 10 (sepuluh) Kabupaten/Kota di Kalimantan Timur dibandingkan kabupaten/kota lainnya di Kalimantan Timur.. 3. Struktur Organisasi pada Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Penanaman Modal Daerah Kabupaten Kutai Timur perlu diberikan kewenangan yang lebih besar dalam melayani masalah perijinan, untuk menghindari terjadinya pungutan liar di bidang perijinan dengan langkahlangkah inovatif dalam memberikan perbaikan pelayanan publik yang prima, untuk menciptakan good governance dan rangkaian reformasi birokrasi di Kabupaten Kutai Timur. 4. Sikap/disposisi yang menyebabkan kurangnya koordinasi antar SKPD yang memang berhubungan langsung dalam pelayanan perijinan pada Kantor Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Penanaman Modal Daerah Kabupaten Kutai Timur terutama kendala di lapangan ketika tim teknis turun ke lapangan terkait permohonan perijinan yang masuk ke Kantor Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Penanaman Modal Daerah Kabupaten Kutai Timur. Saran-saran Berdasarkan hasi penelitian ini, penulis dapat memberikan beberapa saran sebagai berikut : 1. Kantor Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Penanaman Modal Daerah Kabupaten Kutai Timur harus konsisten dalam penyusunan Standard Operational Procedure (SOP) dalam pelayanan penanaman modal yang sesuai dengan regulasi yang ada. 2. Sumberdaya manusia Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Penanaman Modal Daerah Kabupaten Kutai Timur memiliki peranan penting dalam implementasi kebijakan sehingga aparatur diharapkan dapat mengikuti diklat/kursus teknis dan non teknis Penanaman Modal Daerah Dalam rangka meningkatkan kompetensi aparatur Kantor Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Penanaman Modal Daerah Kabupaten Kutai Timur. 3. Penyediaan sarana dan prasarana Kantor Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Penanaman Modal Daerah Kabupaten Kutai Timur untuk menunjang perlengkapan sarana dan prasarana penunjang kerja, meningkatnya fungsi sarana gedung secara optimal di lingkungan kantor dan terciptanya kondisi lingkungan kerja yang baik dan nyaman serta aman. 4. Pemberian kewenangan yang lebih besar kepada Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Penanaman Modal Daerah Kabupaten Kutai Timur dalam melayani masalah perijinan, sehingga dalam proses perijinan dapat mengurangi penyimpangan/mal-administrasi maupun praktek korupsi.
302
Implementasi Kebijakan Peraturan Menteri Pendayagunaan...(Erni Khumaidah)
Daftar Pustaka Abdul Wahab, Solichin. 1997. Analisis Kebijaksanaan: Dari Formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan Negara. Edisi Kedua. Bumi Aksara: Jakarta. _____. 1998. Reformasi Pelayanan Publik Menuju Sistem Pelayanan Yang Responsif dan Berkualitas. PPS Unibraw: Malang. Islamy, M. Irfan. 2000. Prinsip-prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara. Bumi Aksara: Jakarta. Moenir, H.A. S. 1992. Pendekatan manusiawi dan Organisasi Terhadap Pembinaan Kepegawaian. Gunung Agung: Jakarta. Peraturan Perundang-undangan : Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 25 Tahun 2004 tentang Pelayanan Prima. Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik, dan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 25 Tahun 2004 tentang Pelayanan Prima. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2012 tentang Pedoman Penilaian Kinerja Unit Pelayanan Publik
303