eJournal Administrative Reform, 2016, 4 (3): 301-313 ISSN 2338-7637, ar.mian.fisip-unmul.ac.id © Copyright 2016
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2013 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DI DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA Akhmad Sarbini 1, Aji Ratna Kusuma2 , Achmad Djumlani3 Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis implementasi kebijakan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang administrasi kependudukan di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Kutai Kartanegara dengan proses penerbitan KTP-el. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Data yang didapat dilakukan dengan teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi, yang kemudian dianalisis dengan menggunakan model analisis interaktif melalui tahap reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Kutai Kartanegara telah melaksanakan Implementasi kebijakan Undang-Undang No 24 tahun 2013 Tentang Admnistrasi Kependudukan, berupa penerbitan KTP-el tapi dalam pelaksanaannya belum berjalan secara optimal hal tersebut ditandai dengan banyak masyarakat yang belum memiliki dokomen kependudukan berupa KTP-el, hal tersebut disebabkan oleh : peralatan yang berada dikecamatan mengalami kerusakan seperti alat perekaman dan komputer server, jaringan internet dengan sinyal yang lemah bahkan ofline yang menyebabkan data yang sudah dinput hilang dan adanya data ganda serta perubahan elemen data penduduk sehingga proses percetatakan KTP-el terganggu, kemudian hal tersebut juga disebab keadaan non teknis yaitu terlambatnya permintaan blanko dan tintah ke adminduk pusat Jakarta. Faktor yang mendukung antara lain: 1) komunikasi dan koordinasi yang baik antara Dinas dan Kecamatan, 2) kemudian sosialisasi juga dilakukan dengan menggundang Instansi, Lembaga atau SKPD yang terkait dengan masalah penduduk. 3) Implentasi Kebijakan juga didukung dengan 2 mata anggaran yaitu APBD dan APBN walau pun anggaran APBN belum mencerminikan sesuai dengan karakteristik daerah. 4) serta memiliki sumber daya aparatur yang cukup. Kata Kunci: Administrasi Kependudukan, Implementasi, Kebijakan, Kutai Kartanegara. 1
Mahasiswa Program Magister Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman. 2 Dosen Program Magister Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman. 3 Dosen Program Magister Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman.
eJournal Administrative Reform, Volume 4, Nomor 3, 2016: 301-313
Abstract This research aims to describe and analyze the policy implementation of Law number 24 Year 2013 on population administration at Population and Civil Registry Service of KutaiKartangera District thorough the process of Electronic Identity Card Issuance. This research applied qualitative approach . The data were collected by using observation, interview and documentation, which were then analyzed by using interactive model of data analysis through data reduction, data display, and conclusion drawing. The research findings showed that Population and Civil Registry Service of KutaiKartanegara District had implemented the policy stated in Law Number 24 year 2013 on Population Administration, in the form of electronic ID Card issuance. However, its implementation was not optimal, which was indicated by the fact that there were still a lot of people who did not possess residency document, namely electronic ID Card. This was caused by the fact that the devices such as recording device and computer server, signal of internet connection in the district office were not working properly. Low signal or offline of internet connection made the input data missing and there had been double data and changes of population data so that all made the process of issuing electronic ID Card difficult. Another factor was related to non technical conditions such as the delay of application form and computer ink delivery from the central administration in Jakarta, so that the application of electronic ID Card by the community cannot be fulfilled. The implementation of Law Number 24 Year 2013 on Population Administration was supported by: 1) communication and coordination between the Department and the District, 2) then socialization is also done with menggundang Agencies, Institutions or SKPD related to population issues. 3) implentasi policy is also supported by two budget lines, namely the budget and the budget even though its budget has not mencerminikan accordance with local characteristics.; 4) sufficient human resources. Keywords: Population Administration, Implementation, Policy, Kutai Kartanegara.
Pendahuluan Reformasi telah melahirkan perubahan sistem penyelenggaraan pemerintahan dari sentralisasi ke sistem penyelenggaraan pemerintahan desentralistis yang terpusat pada pemberian otonom dan penyerahan /pelimpahan sebagian autoritas dan kewenangan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam mengatur dan menata sendiri pemerintahan untuk kepentingan masyarakat khususnya dalam penyelenggaran pelayanan publik. Pelayanan publikyang dilaksanakan oleh pemerintah di berbagai bidang terutama dalam hal menyangkut pemenuhan kebutuhan dasar hak-hak rakyat akan dokumen kependudukan dan pencatatan sipil yang memerlukan suatu strategi dalam penyelenggaraannya. Oleh sebab itu dibutuhkan perubahan organisasi pemerintah yang dihadapkan dengan 302
Implementasi Kebijakan Undang-Undang No.24 Tahun 2013 (Akhmad Sarbini)
modernisasi pengembangan tehnologi manajemen pelayanan yang bergerak dalam perubahan yang cepat, tepat dan akurat pada kondisi sosial, ekonomi dan politik yang termotivasi oleh kompleksnya tuntutan masyarakat. Kondisi tersebut mendorong organisasi pemerintah dengan segenap pontensi yang dimiliki untuk bergerak secara profesional, sehingga bukan saja harus mampu memanfaatkan berbagai peluang, namun lebih dari itu, yaitu harus mampu merubah suatu kondisi menjadi perubahan terbukanya inovatif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Seiring dengan hal tersebut semakin besar pula tuntutan masyarakat yang bergerak secara dinamis akan kebutuhan dokumen kependudukan, yang dimulai semenjak seseorang baru dilahirkan tuntutan yang petama adalah akan akta kelahiran, selanjutnya ketika seseorang tersebut memasuki usia 17 tahun hak yang dituntutnya kepada negara adalah dokumen berupa KTP, dan selanjutnya sampai pada akte kematian ketika orang tersebut dinyatakan meninggal dunia. Dan masih banyak dokumen lain semasa seseorang tersebut menjalan kehidupan dan aktivitasnya. Atas dasar tersebut diatas maka pemerintah mengeluarkan UndangUndang No. 24 Tahun 2013 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan yang telah disahkan oleh DPR RI pada tanggal 26 November 2013 merupakan perubahan yang mendasar dibidang administrasi kependudukan. Tujuan utama dari perubahan Undang-Undang tersebut dimaksud adalah untuk meningkatkan efektivitas pelayanan administrasi kependudukan kepada masyarakat, menjamin akurasi data kependudukan dan ketunggalan Nomor Induk Kependudukan (NIK) serta ketunggalan dokumen kependudukan. Pengertian Kebijakan Publik Menurut Syafiie (2006), dalam Arifin Tahir, ( 2014 : 20 ) mengemukakan bahwa kebijakan (policy) hendaknya dibedakan dengan kebijaksanaan (wisdom) karena kebijaksanaan merupakan pengejawantahan aturan yang sudah ditetapkan sesuai situasi dan kondisi setempat oleh person pejabat yang berwenang. Untuk itu Syafiie dalam Taher. (2014 : 20) mendefinisikan kebijakan publik adalah semacam jawaban terhadap suatu masalah karena akan merupakan upaya memecahkan, mengurangi, dan mencegah suatu keburukan serta sebaliknya menjadi penganjur, inovasi, dan pemuka terjadinya kebaikan dengan cara terbaik dan tindakan terarah. Kemudian menurut Keban (2004 ) dalam Tahir, ( 2014 : 21 ) memberikan pengertian dari sisi kebijakan publik, menurutnya bahwa -."Public Policy dapat dilihat dari konsep filosifis, sebagai suatu produk, sebagai suatu proses, dan sebagai suatu kerangka kerja. Sebagai suatu konsep filosofis, kebijakan merupakan serangkaian prinsip, atau kondisi yang diinginkan, sebagai suatu produk, kebijakan dipandang sebagai serangkaian kesimpulan atau rekomendasi, dan sebagai suatu proses, kebijakan dipandang sebagai suatu cara dimana melalui cara tersebut suatu organisasi dapat mengetahui apa yang diharapkan darinya, yaitu program dan mekanisme dalam mencapai produknya, dan sebagai suatu kerangka kerja, 303
eJournal Administrative Reform, Volume 4, Nomor 3, 2016: 301-313
kebijakan merupakan suatu proses tawar menawar dan negosiasi untuk merumus isu-isu dan metode implementasinya. Kemudian Thomas R. Dye (1992 ) dalam Sahya Angggara, ( 2014 : 35) mendefinisikan bahwa kebijakan publik adalah segala sesuatu yang dikerjakan atau tidak dikerjakan oleh pemerintah, alasan suatu kebijakan harus dilakukan dan manfaat bagi kehidupan bersama harus menjadi pertimbangan yang holistik agar kebijakan tersebut mengandung manfaat yang besar bagi warganya dan tidak menimbulkan kerugian, di sinilah pemerintah harus bijaksana dalam menetapkan suatu kebijakan. Dari pengertian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa kebijakan yang dikeluarkan pemerintah dapat bersifat memaksa agar dapat memberikan manfaat bagi kelangsungan hidup bersama dan tidak menimbulakan kerugian bagi masyarakat, Terkait dengan kebijakan publik James E. Anderson Anderson (1970) Sahya Angggara, ( 2014 : 35) menyatakan bahwa, "Public policies are those policies developed by governmental bodies and officials" (kebijakan publik adalah kebijakan yang dikembangkan oleh badan dan pejabat pemerintah). Implementasi Kebijakan Publik Dunn (1981 ) dalam Arifin Taher (2014 : 53 ) mengatakan bahwa : policy implementation is essentially a practical activity, as distinguished from policy fomulation, which is essentilly theoretical. (implementasi kebijakan pada dasarnya adalah kegiatan praktis dibedakan dari perumusan kebijakan yang essentilly teoritis ). Sehubungan dengan sifat paktis yang ada dalam proses implementasi kebijakan, maka hal yang wajar bahwa implementasi ini berkaitan dengan proses politik dan administrasi. Selanjutnya menurut Abdul Wahab, (1997 ) dalam Arifin Taher (2014 : 55 ) mengatakan bahwa : Implementasi kebijakan adalah Pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, biasanya dalam bentuk Undang-Undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan lazimnya, keputusan tersebut mengindentifikasi masalah yang diatasi, menyebutka secara tegas tujuan / sasaran yang ingin dicapai dan berbagai cara untuk menstrukturkan / mengatur proses implementasinya. Kemudian menurut George C. Edward I I I ( 1 9 8 0 ) dalam Mulyadi, (2015 : 68-69 ) mengemukakan beberapa 4 (empat) variabel yang mempengaruhi implementasi kebijakan yakni komunikasi, sumberdaya, disposisi, dan struktur birokrasi. Keempat variabel tersebut saling berhubungan satu sama lain. 1. Komunikasi Keberhasilan implementasi kebijakan mensyaratkan agar implementor mengetahui apa yang harus dilakukan. Apa yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan harus ditransmisikan kepada kelompok sasaran (target group) sehingga akan mengurangi distorsi implementasi. Apabila tujuan dan sasaran suatu kebijakan tidak jelas atau bahkan tidak diketahui sama sekali oleh kelompok sasaran, maka kemungkinan akan terjadi resistensi dari kelompok sasaran. 304
Implementasi Kebijakan Undang-Undang No.24 Tahun 2013 (Akhmad Sarbini)
2. Sumberdaya Walaupun isi kebijakan sudah dikomunikasikan secara jelas dan konsisten, tetapi apabila implementor kekurangan sumberdaya untuk melaksanakan, implementasi tidak akan berjalan efektif. Sumberdaya tersebut dapat berwujud sumberdaya manusia, yakni kompetensi implementor, dan sumberdaya finansial. Sumberdaya adalah faktor penting untuk implementasi kebijakan agar efektif. Tanpa sumber daya, kebijakan hanya tinggal di kertas menjadi dokumen saja. 3. Disposisi Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor, seperti komitmen, kejujuran, sifat demokratis. Apabila implementor memiliki disposisi yang baik, maka dia dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan, maka proses implementasi kebijakan juga menjadi tidak efektif. 4. Struktur Birokrasi Struktur organisasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Salah satu dari aspek struktur yang penting dari setiap organisasi adalah adanya prosedur operasi yang standar (standard operating procedures atau SOP). SOP menjadi pedoman bagi setiap implementor dalam bertindak. Struktur organisasi yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan pengawasan dan menimbulkan redtape, vakni prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks. Ini pada gilirannya menyebabkan aktivitas organisasi tidak fleksibel. Dari pengertian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa keempat variabel tersebut merupakan suatu sistem yang tidak dapat dipisahkan dan saling berhubungan satu sama lain sehingga untuk mencapai keberhasilan implementasi kebijakan perlu dilakukan secara sinergi dan intensif. Grindle, (1980 : 7) dalam Mulyadi, (2015 : 47) mengatakan bahwa proses implementasi baru akan dimulai apabila tujuan dan sasaran telah ditetapkan, program kegiatan telah tersusun dan dana telah siap dan telah disalurkan untuk mencapai sasaran. Kemudian lebih jauh Grindle, (1980 : 7) dalam Mulyadi, (2015 : 47) mengatakan bahwa berdasarkan pendekatan kepatuhan dan pendekatan factual dapat dinyatakan bahwa keberhasilan kebijakan sangat ditentukan oleh tahap implementasi dan keberhasilan proses implementasi ditentukan oleh kemampuan implementor, yaitu ; 1) kepatuhan implementor mengikuti apa yang perintahkan oleh atasan,, dan 2) kemampuan implementor melakukan apa yang dianggap tepat sebagai keputusan pribadi dalam menghadapi pengaruh eksternal dan faktor non organisasional atau pendekatan faktual. Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa agar pelaksanaan implemetasi kebijakan publik dapat dilaksanakan dengan baik maka perlu dilakukan persiapan yang matang dengan tersusunya program kegiatan dan tersedianya keuangan yang cukup serta tersalur dengan baik serta kesiapan para implementor dilapangan dalam menghadapi penolakan-penolakan dari masyarakat. kemudian menurut Van Meter dan Van Horn dalam Mulyadi, ( 2015 : 48) 305
eJournal Administrative Reform, Volume 4, Nomor 3, 2016: 301-313
mengatakan bahwa tugas implementasi adalah membangun jaringan yang memungkinkan tujuan kebijakan direalisasikan melalui aktivitas instansi pemerintah yang melibatkan berbagai pihak yang berkepentingan ( policy stakeholder). Pengertian tersebut dapat dipahami bahwa implementasi kebijakan dapat terlaksana dengan baik apabila dibangun jaringan berupa sel-sel yang terkait dengan masalah kebijakan yang sama. Pengertian Administrasi Harbani Pasolong (2008) dalam Mulyadi ( 2015 : 30-31) mengemukakan pengertian administrasi menurut beberapa para ahli yaitu antara lain : 1. Herbert A Simon (1993; ) mendefinisikan administrasi sebagai kegiatankegiatan kelompok kerjasama untuk mencapai tujuan-tujuan bersama. 2. Dwight Waldo (1971) mendefinisikan administrasi adalah suatu daya upaya yang kooperatif, yang mempunyai rasional tinggi. 3. Dimock & Dimock (1992;20) menyatakan bahwa administrasi adalah ilmu yang mempelajari apa yang dikehendaki rakyat melalui pemerintah, dan cara mereka memperolehnya 4. S.P Siagian (2004; 2) mendefinisikan administrasi sebagai keseluruhan proses kerjasama antara dua orang manusia atau lebih yang didasarkan atas rasionalitas tertentu, mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. 5. The Liang Gie (1993:9), administrasi adalah rangkaian terhadap pekerjaan yang dilakukan sekelompok orang di dalam kerjasama mencapai tujuan tertentu. Dari beberapa pengertian tersebut diatas dapatlah dipahami bahwa administrasi merupakan suatu proses penyelesaian pekerjaan yang dilakukan dengan mengerahkan semua potensi yang dimiliki seperti sumber daya manusia yang berkerjasama dua orang atau lebih dan bisa juga dikerjakan secara kelompok, dengan menggunakan peralatan dan kuangan yang dikelola secara rasional dalam pencapaian tujuan. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif dan akan dianalisis dengan menggunakan metode kualitatif. Penelitian deskriptif bermaksud untuk memaparkan secara cermat terhadap suatu kejadian terjadi dalam suatu lingkungan social dengan mengembangkan konsep dan menghimpun fakta-fakta yang terjadi dilapangan. Fokus Penelitian Sesuai perumusan masalah yang dikemukakan pada bab I sebelumnya, maka fokus penelitian dapat yang ditetapkan dalam penelitian ini sebagai berikut: 1) Implementasi Kebijakan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang administrasi kependudukan di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Kutai Kartanegara dengan fokus penelitian meliputi : a). Proses 306
Implementasi Kebijakan Undang-Undang No.24 Tahun 2013 (Akhmad Sarbini)
penerbitan KTP-el; b). Komunikasi meliputi : Sosialisasi; c). Sumber daya meiliputi : Kompentensi Petugas dalam pelaksanaan, Paralatan dan anggaran; d). Disposisi; e). Struktur Birokrasi 2) Faktor-faktor yang mendukung dan menghambat implementasi kebijakan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang administrasi kependudukan di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Kutai Kartanegara Analisa Data Untuk menganalisis data yang dipeoleh digunakan alat analisis yang dikembangan oleh Miles dan Huberman dalam Ibrahim, (2015 : 111) melalui tahapan-tahapan : Pengumpulan data, Reduksi data, Display data dan verifikasi data dan Penarikan Kesimpulan. Hasil dan Pembahasan Proses Penerbitan KTP-el Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada hakekatnya berkewajiban memberikan perlindungan dan pengakuan atas status hukum atas Peristiwa Kependudukan maupun Peristiwa Penting yang dialami Penduduk. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan yang merupakan penjabaran amanat Pasal 26 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bertujuan untuk mewujudkan tertib Administrasi Kependudukan dengan terbangunnya database kependudukan secara nasional serta keabsahan dan kebenaran atas dokumen kependudukan yang diterbitkan. Administrasi Kependudukan sebagai suatu sistem, bagi Penduduk diharapkan dapat memberikan pemenuhan atas hak-hak administratif penduduk dalam pelayanan publik serta memberikan perlindungan yang berkenaan dengan penerbitan Dokumen Kependudukan tanpa ada perlakuan yang diskriminatif melalui peran aktif Pemerintah dan pemerintah daerah.Penerapan KTP-el yang saat ini dilaksanakan merupakan bagian dari upaya untuk mempercepat serta mendukung akurasi terbangunnya database kependudukan di kabupaten/kota, provinsi maupun database kependudukan secara nasional. (Undang-Undang Administrasi Pemerintahan dan Kependudukan, UU RI.30 Tahun 2014 dan UU RI No 24 Tahun 2013, ( 2014 :112-113) Dari penjelasan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2013 tentang admnistrasi pendudukan, dapatlah dipahami bahwa pemeritah pusat dan daerah berperan aktif dalam memberikan hak-hak administratif penduduk dan memberikan perlindungan serta penerbitan KTP-el tanpa adanya diskriminatif. Peran aktif pemeritah daerah khususnya Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil dengan potensi yang dimiliki melakukan implementasi kebijakan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang administrasi kependudukan. Dalam implementasi tersebut Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Kutai Kartanegara melakukan proses penerbitan KTP-el, yang dimulai tahap pertama berada diposisi 307
eJournal Administrative Reform, Volume 4, Nomor 3, 2016: 301-313
Kecamatan sebagai penghimpun data perseorangan penduduk atau data agregat yang selanjutnya pada tahapan kedua data tersebut terkirim secara otomatis melalaui jaringan on line internet ke data server di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, apabila data tersebut sudah memenuhi syarat KTP-el akan dapat dicetak atau diterbitkan. Melihat mekanisme tersebut dirasa bahwa sudah cukup mudah bagi masyarakat untuk mendapat KTP-el.Tetapi dalam proses tersebut dipengaruhi oleh kerusakan alat perekaman dan komperter server, terkadang pengiriman dan penerimaan blanko KTP-el dan tintah yang terlabat, sinyal wifi yang tidak bisa ditangkap oleh jaringan yang ada di kecamatan serta adanya perubahan elemen data kependudukan. Komunikasi. Pada bagian tahap ini dan sebelum lebih dalam pembahasan terlebih dahulu penulis memberikan pengertian komunikasi menurut Bernard Berelson dan Garry A. Stainer dalam Onong Uchyana Effendi( 1999 : 48 ) mengatakan bahwa : Komunikasi adalah penyampaian informasi, gagasan emosi, keterampilan, dan sebagainya, dengan menggunakan lambang-lambang kata-kata, gambar, bilangan, grafik, dan lain-lain. Kemudian lebih lanjut penulis kemukakan Gerald A Miller dalam Onong Uchyana Effendi ( 1999 : 49 ) mengatakan : “ Pada Pokoknya komunikasi mengandung situasi keperilakuan sebagai minat sentral, dimana seseorang sebagai sumber menyampaikan suatu kesan kepada seseorang atau sejumlah penerima yang secara sadar bertujuan mempengaruhi prilakunya”. Dari pengertian tersebut dapatlah dipahami bahwa komunikasi merupakan penyampaian pesan atau informasi kepada seseorang atau kelompok orang agar pesan atau infomasi tersebut membekas dalam diri seseorang sehingga dapat merubah prilakunya. Komunikasi dalam penelitian ini seperti yang telah penulis himpun dalam bentuk pertanyaan akan dibahas pada tahapan ini, komunikasi tersebut dihubungkan dengan implementasi kebijakan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang administrasi kependudukan. Jadi komunikasi dalam dalam bentuk sosialisasi implementasi kebijakan yang dilakukan oleh Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil berupa sosialisasi dengan menggundang Instansi, Lembaga atau SKPD yang terkait dengan maslah penduduk, dan sosialisasi dengan menggunakanbanner pamphlet, spanduk , Baleho dan media elektronik berupa internet tentang pelayanan dokumen kependudukan didiberikan ke instansi terkait terutama di Kecamatan dan UPTD, didalam pamflet dan benner tersebut berisi tentang tata cara dan SOP ( standard operational procedure ) dan syarat untuk mengurus dokumen kependudukan. Sumber Daya a) Kompentensi Petugas dalam pelaksanaan Keberhasilan suatu organisasi dalam menjalan fungsi perlu didukung oleh sumber daya apratur yang memadai baik secara kuantitas maupun secara kualitas. Untuk lebih jelas penulis sajikan menurut Edy Sutrisno, (2010: 21) mengatakan bidang pekerjaan pertama adalah perencanaan sumber daya 308
Implementasi Kebijakan Undang-Undang No.24 Tahun 2013 (Akhmad Sarbini)
b)
manusia yang meliputi kegiatan perencanaan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia (human resource planing) serta kegiatan perancangan pekerjaan bagi sumber daya manusia yang paling mendukung (job design) lebih jauh Edy Sutrisno mengatakan bahwa kegiatan perencanaan kualitas dan kuatitas SDM merupakan pekerjaan sumber daya manusia yang paling mengandung ketidak pastian, karena pertama-tama mereka harus meramalkan kecenderungan yang terjadi didalam lingkungan usaha perusahaan yang akhir-akhir ini bergerak sangat dinamis terutama ketenderungan perkembangan tehnologi yang dapat mempengaruhi langsung pada kualitas dan kuantitas sumber daya manusia perusahaan di masa mendatang. Oleh karena itu dalam menjalankan tugas dan fungsinya Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Kutai Kartanegara ditinjau dari segi kuantitas bahwa sumber daya aparatur pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Kutai Kartanegara termasuk memadai, tetapi jika ditinjau secara kualitas jutru perlu peningkatan, mengingat luasnya leading sektor wilayah kewenangan yang dimiliki oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil : 18 wilayah Kecamatan, 193 Desa, 44 Kelurahan. maka sudah selayaknya jika didukung dengan sumber daya aparatur yang memadai. Berdasarkan data kepegawaian bahwa Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil sebanyak 99 orang. Dari jumlah tersebut diantaranya 28 orang sebagai PNS yang yang menduduki jabatan eselon II, III dan eselon IV dan 77 orang PNS jabatan sebagai staf. Pihak Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil selalu berupaya untuk memberikan kesempatan kepada pegawai dalam meningkatkan dan mengembangkan sumber daya aparatur yang ada baik melalui pendidikan, pelatihan dan bimbingan teknis agar sumber daya aparatur dapat memberikan pelayanan yang profesional yang menjadi tuntutan dan harapan masyarakat. Paralatan Untuk menunjang kelancaran implemetasi kebijakan administrasi kependudukan tidak terlepas dari sarana atau fasilitas yang memadai.Artinya fasilitas yang digunakan untuk implemetasi hendaknya disesuaikan dengan kemajuan dan perkembangan teknologi.Dengan tersedianya sarana yang memadai maka pelayanan terkait dengan dokumen kependudukan dapat diselesaikan secara efektif dan efisien. Dalam kaitannya dengan pelayanan sudah selayaknya dilengkapi dengan sarana operasional yang memenuhi kualifikasi yang dibutuhkan, seperti komputer, alat perekaman, jaringan internet, kendaraan operasional dan prasarna lain yang diperlukan. Jadi sarana prasana yang dibutuhkan dalam implentasi kebijakan administrasi kependudukan berupa proses penerbitan KTP-el yang sesuai dengan UndangUndang No 24 Tahun 2013 adalah komperter, alat perekaman, dan jaringan internet. Dari data yang diperoleh dari sumber data bahwa peralatan untuk penghimpunan data pada tahap pertama yang berada di Kecamatan ada beberapa Kecamatan yang rusak berupa alat pekaman (Kecamatan samboja) 309
eJournal Administrative Reform, Volume 4, Nomor 3, 2016: 301-313
c)
dan Kecamatan yang kurang mendapat sinyal atau jaringan internet seperti di Kecamatan Tabang, sedangkan di Kecamatan lain jaringan terkadang lemah atau opline. Telah diperoleh data jarangnya ada perawatan peralatan yang ada. Kemudian ditahap kedua yang berada di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil yang dapat menghambat proses penerbitan KTP-el adalah alat cetak yang dimiliki hanya 4 buah, terkadang lambatnya permintaan dan kiriman Tintah, blangko KTP-el dari Jakarta dan penduduk yang memiliki data ganda. Anggaran Dalam menjalankan fungsi organisasi pemerintah maupun swasta dibutuhkan berbagai macam sumberdaya dalam mencapai tujuannya selain sumber sumber daya aparatur dan sarana dan prasarana yang cukup memadai suatu hal yang sangat penting adalah sumber daya keuangan. Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Kutai Kartanegara, dalam menjalankan tugas dan fungsi memiliki dua sumber anggaran yaitu anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) dan anggaran pendapatan Negara (APBN), jadi dengan kedua anggaran tersebut merupakan kekuatan dalam mendukung implementasi kebijakan administrasi kependudukan.
Disposisi Sikap pelaksana merupakan paktor penting dalam pendekatan mengenai studi implementasi kebijakan, jika implementasi kebijakan diharapkan berlangsung efektif, para pelaksana tidak hanya harus mengetahui apa yang harus dilakukan dan memiliki kapabilitas untuk melaksanakan tetapi mereka juga harus mempunyai keinginan untuk melaksanakan kebijkan tersebut George C. Edward I I I ( 1 9 8 0 ) dalam Taher ( 2014 : 61). Menyikapi pengertian tersebut bahwa sikap pelaksana merupakan suatu hal yang sangat penting dalam menjalankan implemetasi kebijakan, dari data yang digali dari sumber data bahwa sikap aparatur pada Dinas Kependudukan dan pencatatan Sipil Kabupaten Kutai Kartanegara sebagian besar menjalankan kebijakan administrasi kependudukan, walaupun ada beberapa oknum pegawai belum sepenuhnya menjalankan ketentuan tersebut, mengingat bahwa semangatnya Undang-Undang No 23 tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan pada pasal 79 A berbunyi “Pengurusan dan penerbitan Dokumen Kependudukan tidak dipungut biaya.” Dokumen kependudukan yang dimaksud dalam Undang-Undang ini adalah sebagai berikut : “pengurusan dan penerbitan” meliputi penerbitan baru, penggantian akibat rusak atau hilang, pembetulan akibat salah tulis, dan/atau akibat perubahan elemen data. Struktur Birokrasi Meskipun sumber daya untuk mengimplementasikan kebijakan telah mencukupi dan para pelaksana mengetahui apa yang harus dilakukan serta bersedia melaksanakannya, implementasi kebijakan mesih terhambat oleh inefesiensi struktur birokrasi. Fragmentasi organisasi dapat menghambat koordinasi yang diperlukan guna keberhasilan kompleksitas implementasi sebuah kebijakan yang 310
Implementasi Kebijakan Undang-Undang No.24 Tahun 2013 (Akhmad Sarbini)
membutuhkan kerjasama dengan orang banyak George C. Edward I I I ( 1 9 8 0 ) dalam Taher ( 2014 : 70-71). Dari data yang digali dari sumber data menyatakan bahwa Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Kutai Kartanegara memiliki struktur dalam menjalankan kegiatan operasional pelayanan secara jelas adanya pemisahan kegiatan dari pekerjaan bidang yang satu dengan bidang yang lain, kemudianhubungan antara aktivitas pelayanan antara satu instansi dengan instansi yang lain seperti kecamatan pada implemetasi kebijakan berupa proses penerbitan KTP-el berada pada tahap I memiliki wewenang dan tanggung jawab fungsinya masing-masing serta memiliki Standart Operating Procedure (SOP) yang mengatur tata aliran pekerjaan di antara para pelaksana. Faktor-faktor yang mendukung dan Penghambat Implementasi UndangUndang No 23 tahun 2013 Tentang Admnistrasi Kependudukan Faktor –Faktor yang mendukung 1) Undang-Undang No 23 tahun 2013 Tentang Administrasi Kependudukan telah memberikan kewenangan untuk melakukan percetakan dokumen kependudukan. 2) bahwa Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil didukung oleh 2 mata anggaran yaitu anggaran dari APBD dan APBN 3) Bahwa Dinas Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil didukung oleh sarana dan prasarana yang cukup lengkap. 4) Bahwa Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil dalam memberikan pelayanan memiliki kometmen yang kuat untuk melakukan kerja sama dengan instansi terkait dengan masalah kependudukan Faktor Penghambat 1) Terbatasnya sarana/fasilitas jaringan internet untuk menunjang pelayanan adminiistrasi kependudukan. 2) Sering terlambatnya pengeriman blanko KTP-el 3) Luas wilayah kewenangan objek/subjek pelayanan administrasi kependudukan. 4) Belum adanya keseragaman pandangan terhadap visi dan misi organisasi sehingga ada sebagian pegawai bekerja menurut kehendaknya sendiri. 5) Lemahnya pengawasan dan sanksi oleh pemimpin terhadap pelaksanaan pelayanan yang melanggar ketentuan yang berlaku. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan sebagaimana yang dikemukakan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa : Implementasi Undang-Undang No 23 tahun 2013 Tentang Admnistrasi Kependudukan di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Kutai Kartanegara. dengan fokus proses penerbitan KTP-el. belum berjalan secara optimal. Hal ini ditandai dengan : banyak masyarakat yang belum memiliki dokomen kependudukan berupa KTP-el. Hal tersebut disebabkan oleh
311
eJournal Administrative Reform, Volume 4, Nomor 3, 2016: 301-313
a) b)
c)
d) e)
Peralatan seperti alat perekam dan computer server yang berada dikecamatan mengalami kerusakan. Adanya kecamatan yang tidak menerima sinyal internet seperti kecamatan tabang, dan ada kecamatan yang penerimaan sinyal internet yang lemah bahkan ofline, ini menyebabkan pengiriman data dari kekecamatan ke Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil terganggu. terlambatnya permintaan blanko dan tintah ke adminduk pusat Jakarta menyebabkan pada waktu permintaan masyarakat akan dokumen kependudukan berupa KTP-el tidak dapat dilayani Jarang diadakan pelatihan oprator guna menunjang operasional pelayanan proses penerbitan KTP-el adaoknum pegawai yang belum sepenuhnya menjalankan kebijakan administtrasi kependudukan.
Saran-Saran Dari beberapa kesimpulan di atas, penulis akan mencoba untuk memberikan saran-saran yaitu sebagai berikut : 1. Perlu penganggaran baik anggaran dari APBN maun dari Anggran APBD untuk perbaikan dan pemeliharaan terhadap alat yang rusak baik berada di kecamatan maupun yang ada di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Kutai Kartanegara. 2. Perlu menganggarkan untuk menambah kapasitas jaringan internet agar kecamatan dapat menangkap sinyal dengan baik. 3. Untuk meningkatkan kompentensi dan kapsitas aparatur perlunya memberi kesempatan kepada semua pegawai yang berminat untuk menikuti pendidikan pelatihan yang sesuai dengan tugas dan bidang. 4. Perlu adanya pengawasan dan sanksi dari pemimpin bagi oknum pegawai yang tidak menjalankan sesuai dengan norma hukum yang ada dalam melayani kepengurusan dokumen kependudukan dengan cara memberi peringatan secara lisan dan peringan tertulis. Daftar Pustaka Deddy Mulyadi, 2015, Studi Kebijakan Publik dan Pelayanan Publik, Alfabeta, Bandung Edy Sutrisno, (2010: 21) Sutrisno Edy, Manajemen Sumber daya Manusia, Edisi Pertama, cetakan ke 2, Jakarta ; Kencana 2010 Ibrahim, 2015, Metode Penelitian Kualitatif, penerbit Alfabeta, Bandung Moekijad, 1999, Manajemen Sumber Daya Manusia, ( Manajemen Kepegawaian ) cetakan kedelapan, penerbit CV. Mandar Maju Bandung. Moleong, J. Lexy, 2005, Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja Ridaskarya Nugroho, D, Riant. 2003. Kebijakan Publik : Formulasi, Implementasi, dan Evaluasi. PT Gramedia. Elex Widiasarana Indonesia.
312
Implementasi Kebijakan Undang-Undang No.24 Tahun 2013 (Akhmad Sarbini)
Onong Uchjana ,1999,Hubungan Masyarakat Suatu Study Komunikator, Penerbit PT. Remaja Rosdakarya, Bandung Republik Indonesia, 2014, Undang-Undang Administrasi Pemerintahan dan Kependudukan, UU RI.30 Tahun 2014 dan UU RI No 24 Tahun 2013, cetakan pertama, Penerbit Sinar Grafika. Sahya Angggara, 2014, Pengantar Kebijakan Publik, Pustaka Setia, Bandung Sedarmayanti dan syarifudin Hidayat, 2002, Metodologi Penelitian, penerbit Mandar Maju. Bandung Sugiyono, 2004, Metodologi Penelitian Administrasi, cetakan ke delapan, Alfabeta, Bandung Supranto, J. 2001, Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan Untuk Menaikan Pangsa Pasar, penerbit PT. Rineka Cipta, Jakarta. Tahir Arifin, 2014, Kebijakan Publik dan Transparansi penyelenggara Pemerintah Daerah, Bandung : Alfabeta http://www.dukcapil.kemendagri.go.id, Pelayanan Administrasi Kependudukan Yang Perlu Anda Ketahui. (Maret, 15..2016 )
313