eJournal Administrative Reform, 2014, 2 (3): 1649-1662 ISSN 2338-7637, ar.mian.fisip-unmul.ac.id © Copyright 2014
IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 16 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN DESA DI KABUPATEN NUNUKAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA Ronny Firdaus1, Adam Idris2, Aji Ratna Kusuma3 Abstract The purposes of this study are to desribe and analyze the formation, removal and incorporation of villages in Nunukan Regerency, Northern Kalimantan Province. The result of the study stated that the implementation of the establisment of village through the division. Wich occurred in the village Nunukan regerency was appropriate and based on the regulation Number 16 Nunukan Regerency area in 2006, on the establishment, abolition and incrorporation of the village in Nunukan regerency are not function properly. The factors that inhibiting the astablishment of the village are less participation of the people, lower education member of the village goverment, and the limitless of asset and affluence of village goverment. The conclusion of the research suggested : (1). Public partipation in decision-making process is expected to be higher in optimize, so that the aspirations formation of the village is exactly reflection overall needs of the community than the interests of certain people.(2). Human resources capabilitis of devices in order or better improve the village through education and training like; education and training in public administration and population, the education and training of financial management, education and training BUMDes and other, that can support the govermens apparaturs performance village (3). Potentialities (asset and wealth) of village sould be mximezed is utilization through the village institutions that exist in order to encourage the creation souces income of the village. Keywords :establhisment, abolition, and the incorporations of the village.
1
Mahasiswa Program Magister Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Mulawarman. 2 Dosen Program Magister Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Mulawarman. 3 Dosen Program Magister Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Mulawarman.
eJournal Administrative Reform, Volume 2, Nomor 3, 2014: 1649-1662
Abstrak Tujuan Penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan menganalisis Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Desa di Kabupaten Nunukan Provinsi Kalimantan Utara. Hasil penelitian menyatakan bahwa, Implementasi Pembetukan Desa melalui pemekaran Desa yang terjadi di Kabupaten Nunukan ternyata sudah sesuai dan mengacu pada Peraturan Daerah Kabupaten Nunukan Nomor 16 Tahun 2006 Tentang Pembentukan, Penghapusan Dan Penggabungan Desa. Sedangkan Implementasi Penghapusan dan Penggabungan Desa di Kabupaten Nunukan ternyata tidak berjalan sebagaimana mestinya. Faktor-faktor yang menghambat Pembentukan Desa antara lain masih rendahnya partisipasi masyarakat, rendah tingkat pendidikan formal aparatur pemerintahan Desa, terbatasnya aset dan kekayaan pemerintahan Desa. Diakhir penelitian ini disarankan: (1). Partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan diharapkan dapat lebih dioptimalkan, agar aspirasi Pembentukan Desa betul-betul merupakan cerminan kebutuhan masyarakat secara keseluruhan bukan hanya kepentingan orang-orang tertentu. (2) Kemampuan Sumber Daya Manusia perangkat Desa supaya lebih ditingkatkan melalui pendidikan dan pelatihan seperti ; Diklat Administrasi umum dan kependudukan, diklat pengelolaan keuangan Desa, diklat BUMDes dan diklat-diklat lainnya yang dapat menunjang kinerja aparatur pemerintahn Desa. (3). Potensi-potensi (aset dan kekayaan) Desa harus dimaksimalkan pemanfaatannya melalui lembaga-lembaga Desa yang ada guna mendorong terciptanya sumber pendapatan pemerintahan Desa.. Kata kunci : Pembentukan, penghapusan dan penggabungan Desa Pendahuluan Pembangunan Desa merupakan suatu proses dinamis yang berkelanjutan untuk mewujudkan harapan hidup yang lebih sejahtera dengan strategi menghindari kemungkinan tersudutnya masyarakat Desa sebagai penanggung akses dari pembangunan daerah, regional ataupun nasional. Desa adalah bagian dari sistem penyelenggaraan pemerintahan secara nasional, oleh karenanya sejak berdiri NKRItelah banyak dibuat Undang-Undang yang didalamnya mengatur tentang Desa, yaitu Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Pokok Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1965 tentang Desa Praja Sebagai Bentuk Peralihan Untuk Mempercepat Terwujudnya Daerah Tingkat III di Seluruh Wilayah Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang 1650
Implementasi Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2006 (Ronny Firdaus)
Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dan terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Dalam pelaksanaannya, berbagai peraturan mengenai Desa tersebut belum dapat mewadahi segala kepentingan dan kebutuhan masyarakat Desa. Selain itu, pelaksanaan peraturan Desa yang selama ini berlaku sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman, terutama menyangkut kedudukan masyarakat hukum adat, demokratisasi, keberagaman, partisipasi masyarakat, serta kemajuan dan pemerataan pembangunan sehingga menimbulkan kesenjangan antarwilayah, kemiskinan, dan masalah sosial budaya yang dapat mengganggu keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Karena penting dan strategisnya penyelenggaraan pemerintahan Desa dalam sistem penyelenggaran pemerintahan nasional, maka Undang-Undang. Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, kembali mengatur ketentuan mengenai pemerintahan Desa dengan mendorong lahirnya Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2006 tentang Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Desa dan Perubahan Status Desa Menjadi Kelurahan dan Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2006 tentang Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Desa. Kerangka Dasar Teori Konsep Pengembangan Organisasi Pemerintahan Desa Dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, organisasi pemerintah Desa sebagai regulator dan fasilitator, semakin dituntut untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan lebih cepat (faster) lebih baik (better) dan lebih murah (cheaper). Struktur organisasi pemerintah Desa yang dibangun secara hirarkhis fungsional yang digerakan oleh peraturan-peraturan yang kaku, seringkali tidak menciptakan iklim yang kondusip bagi peningkatan kinerja dalam pemberian pelayan prima kepada masyarakat. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa telah menempatkan Pemerintah Desa pada peran yang sangat strategis dalam penyelenggaraan Pemerintah di Desa, karena peraturan ini memberikan kewenangan otonomi kepada Desa dengan berdasarkan pada azas desentralisasi dalam wujud otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab. Dasar pertimbangannya antara lain adalah karena pemerintah Desa dipandang lebih dekat dan secara langsung berhubunganan dengan masyarakat mengingat pemerintah Desa lebih mengetahui aspirasi serta kepentingan dari warga masyarakat yang ada di dalamnya. Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Nunukan Nomor 19 Tahun 2006 Tentang Pedoman Penyusunan Organisasi Dan Tata Kerja Pemerintah Desa dinyatakan Susunan Organisasi Pemerintah Desa terdiri dari: (1) Kepala Desa dan (2) Perangkat Desa. Perangkat Desa sebagaimana dimaksud terdiri atas: 1651
eJournal Administrative Reform, Volume 2, Nomor 3, 2014: 1649-1662
(1) Sekretaris Desa, dan (2) Perangkat Desa lainnya yaitu: Sekretariat Desa; pelaksana teknis lapangan; dan unsur kewilayahan. Konsep Implementasi Kebijakan Implementasi Kebijakan sesungguhnya bukan sekedar berhubungan dengan mekanisme penjabaran atau operasional dari keputusan politik kedalam prosedur-prosedur rutin lewat saluran birokrasi, melainkan juga menyangkut masalah konflik, keputusan dan siapa yang akan memperoleh apa dari suatu kebijakan. Dalam aktivitas implementasi kebijakan melibatkan berbagai faktor, baik suprastruktur maupun infrastruktur termasuk kesiapan birokrasi dalam tatanan implementasi kebijakan. Menurut Jones (1991:296) implementasi adalah “kegiatan yang dimaksudkan untuk mengoperasikan sebuah program”. suatu Kegiatan untuk mengoperasikan ini menurut Van Meter dan Van Horn dalam Wahab, (1997:65) berisi “tindakan-tindakan yang dilakukan oleh berbagai pihak (individu/pejabatpejabat atau kelompok pemerintah atau swasta) dalam kebijakan tersebut guna mencapai tujuan yang diinginkan”. Keberadaan implementasi kebijakan pada dasarnya adalah “jembatan” yang menghubungkan antara tindakan-tindakan dengan tujuan yang ingin dicapai dari suatu kebijakan.Seperti yang dikemukakan oleh Pressman dan Wildavsky dalam Jones (1991:295) bahwa “implementasi/penerapan adalah kemampuan untuk membentuk hubunganhubungan lebih lanjut dalam rangkaian sebab akibat yang menghubungkan tindakan dengan tujuan yang ingin dicapai”. Berdasarkan uraian diatas dapat diartikan bahwa implementasi merupakan suatu proses yang dinamis, dimana pelaksana kebijakan melakukan suatu aktivitas atau kegiatan,sehingga pada akhirnya akan mendapatkan suatu hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran kebijakan itu sendiri. Karena itu implementasi kebijakan publik diartikan sebagai pelaksanaan suatu tindakan sehingga menimbulkan dampak terhadap sesuatu. Implementasi kebijakan publik pada dasarnya melibatkan berbagai pihak meskipun dengan persepsi dan kepentingan yang berbeda ,bahkan sering terjadi pertentangan kepentingan antar berbagai lembaga atau antar pihak yang terlibat”. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebijakan Suatu kebijakan yang telah dirumuskan tentunya memiliki tujuan-tujuan atau target tertentu yang ingin dicapai. Pencapaian target baru akan terealisasi jika kebijakan tersebut telah diimplementasikan. Oleh karena itu untuk dapat mengetahui apakah tujuan kebijakan yang telah dirumuskan tersebut dapat tercapai atau tidak, maka kebijakan tersebut harus diimplementasikan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa implementasi kebijakan merupakan tahapan yang sangat penting dalam proses kebijakan. Dalam proses kebijakan tidak selalu berjalan mulus, banyak faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan suatu implementasi kebijakan. 1652
Implementasi Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2006 (Ronny Firdaus)
Menurut Cheema dan Rendonelli ( 1983 : 27 ) faktor yang mempengaruhi kebijakan adalah :Faktor pertama yaitu Kondisi Lingkungan, dikatakan bahwa kebijakan timbul dari sosio-ekonomi dan lingkungan politik yang spesipik dan kompleks yang bentuknya tidak hanya substansi kebijakan tetapi juga bentuk hubungan inter organisasi dan karakteristik implementor, demikian juga sejumlah determinasi dan tipe sumber daya manusia yang tersedia dalam implementasi kebijakan.Faktor kedua yaitu Faktor hubungan inter organisasi. Lebih lanjut Cheema dan Rondonelli ( 1983 : 29 ) menegaskan bahwa efektifitas dari hubungan enter organisai dalam kebijakan tergantung pada : (1) Kejelasan dan kosistensi sasaran kebijakan dan pemahaman implementor dalam mencapai tujuan ; (2) Ketetapan alokasi dan fungsi implementor berdasarkan kapasitas dan sumberdaya yang dimilikinya ; (3) Penguasaan yang terstandar sehingga memungkinkan sedikitnya komplik yang terjadi dalam membuat program dan mengatasinya dengan koordinasi ; (4) Ketepatan, konsistensi, dan kwalitas komunikasi inter-organisasi yang memungkinkan anggotanya memahami peraturan dan kewajiban organisasi ;(5) Efektifitas hubungan antar unit administrasi sehingga meningkatkan interaksi antara organisasi dengan kegiatan organisasi dibawahnya.Faktor ketiga yaitu Faktor sumber daya untuk kebijakan dan implementasi program.Faktor keempat yaitu Faktor karakteristik implementor yang menentukan determinasi suksesnya pelaksanaan kebijakan. Metode Penelitian Jenis penelitian adalah penelitian Deskriptif dengan lokasi penelitian di Kabupaten Nunukan Provinsi Kalimantan Utara. Fokus Penelitian yaitu, pertama Pembentukan Desa di Kabupaten Nunukan, dengan sub fokus penelitian yang ditetapkan meliputi Tujuan Pembentukan Desa, Syarat-syarat pembentukan Desa,Pembentukan Organisasi Pemerintahan Desa. Kedua Penghapusan dan penggabungan Desa di Kabupaten Nunukan dan ketiga Faktor-faktor penghambat pembentukan Desa. Data primer berasal dari wawancara dengan para nara sumber terkait dan hasil pengamatan langsung, sedangkan data sekunder berasal dari dokumen yang dimiliki instansi terkait. Penarikan kesimpulan berdasarkan data yang diolah dengan menggunakan analisis data model interaktif. Hasil Penelitian Dan Pembahasan Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Desa Pembentukan, penghapusan dan atau penggabungan Desa merupakan upaya memberikan pelayanan dan mewujudkan peningkatan penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, pengembangan dan pemberdayaan masyarakat Desa secara terpadu, tepat guna, dan berkesinambungan serta dalam rangka Penataan Desa yang lebih efektif dan efesien sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Pembentukan Desa adalah penggabungan beberapa Desa, 1653
eJournal Administrative Reform, Volume 2, Nomor 3, 2014: 1649-1662
atau bagian Desa yang bersanding, atau pemekaran dari satu Desa menjadi dua Desa atau lebih, atau pembentukan Desa di luar Desa yang telah ada. Penghapusan Desa adalah tindakan meniadakan Desa yang telah ada,sedangkan Penggabungan Desa adalah tindakan menggabungkan dua atau lebih Desa yang telah ada menjadi satu Desa baru. Implementasi Pembentukan Desa Implementasi Kebijakan Pembentukan Desa adalah aktifitas-aktifitas praktis yang dilakukan secara sistematis untuk menerapkan keputusan-keputusan yang ditetapkan oleh pemerintah dalam rangka pembentukan wilayah atau suatu daerah tertentu dengan proses Pembentukan Desa baik yang melalui pemekaran ataupun melalui penghapusan atau penggabungan Desa. Semenjak diberlakukannya Peraturan Daerah tersebut telah terjadi pembentukan Desa melalui pemekaran Desa dan Kelurahan sebagai berikut ; 1. Kecamatan Sebatik dan Sebatik Barat Pada tahun 2009-2010 terjadi pemekaran Desa baik di Kecamatan Sebatik maupun Kecamatan Sebatik Barat. Gambaran pemekaran Desa ini dapat dilihat pada tabel berikut. Data Pemekaran Desa di Kecamatan Sebatik dan Sebatik Barat. Desa No Kecamatan Tahun Induk Pemekaran 1 Sebatik Barat 2009 Liang Bunyu Bambangan Aji Kuning Maspul Sungai Limau 2 Sebatik 2010 Tanjung Karang Balansiku Sei Manurung Pancang Lapri Seberang Bukit Harapan Sungai Nyamuk Tanjung Harapan Tanjung Aru Padaidi Bukit Aru indah Sumber : BPM-PD Kabupaten Nunukan, Data Pemekaran Desa Tahun 2009 dan 2010. 2. Kecamatan Nunukan Pada tahun 2006 warga Unit Permukiman Transmigrasi (UPT) Seimenggaris SP.1 yang terdiri 14 RT dan warga Unit Permukiman Transmigrasi (UPT) Seimenggaris SP. 2 yang terdiri 12 RT Kelurahan Nunukan Barat menuntut dinaikkan statusnya menjadi Desa. Pada tahun yang sama RT 12,13, 14 dan RT 15,16 Kelurahan Nunukan Utara yang letaknya terpisah dari pulau Nunukan atau berada dalam pulau 1654
Implementasi Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2006 (Ronny Firdaus)
3.
4.
Kalimantan juga menuntut untuk dimekarkan atau dinaikkan statusnya menjadi Desa. Semua aspirasi masyarakat ini telah disetujui oleh pemerintah daerah dengan dikeluarkannya Peraturan Daerah Nomor 02 Tahun 2006 Tentang Pembentukan Desa Pelaju Dan Desa Tepian Di Kecamatan Sembakung, Desa Tabur Lestari, Desa Srinanti Dan Kelurahan Nunukan Tengah Di Kecamatan Nunukan Dalam Wilayah Kabupaten Nunukan dan Peraturan Daerah Nomor 02 Tahun 2010 tentang Pembentukan Desa Sekaduyan Taka Dan Desa Samaenre Samaja Di Kelurahan Nunukan Utara Kecamatan Nunukan Dalam Wilayah Kecamatan Sebuku Kecamatan Sebuku adalah kecamatan hasil pemekaran dari kecamatan Nunukan, semenjak berdiri sendiri kecamatan Sebuku terdiri dari 21 (dua puluh satu) Desa. Dalam perjalanannya sebagai kecamatan yang baru berdiri pada tahun 2003 telah terjadi pemekaran Desa pada tahun 2011 yaitu Desa Apas dimekarkan menjadi 2 (dua) Desa. Pemekaran ini di ditetapkan dalam Peraturan Daerah Nomor 02 Tahun 2011 tentang Pembentukan Desa Harapan Di Kecamatan Sebuku Dalam Wilayah Kabupaten Nunukan. Kecamatan Sembakung Kecamatan Sembakung merupakan kecamatan tertua yang ada di Kabupaten Nunukan, semenjak menjadi kecamatan terdiri dari 18 (delapan belas) Desa, pada tahun 2006, Desa Tagul dimekarkan menjadi 3 (tiga) Desa yaitu Desa Tagul, Desa Pelaju dan Desa Tepian. Pemekaran Desa ini ditetapkan dalam Peraturan Daerah Nomor 02 Tahun 2006 tentang Pembentukan Desa Pelaju Dan Desa Tepian Di Kecamatan Sembakung, Desa Tabur Lestari, Desa Srinanti Dan Kelurahan Nunukan Tengah Di Kecamatan Nunukan Dalam Wilayah Kabupaten Nunukan.
Tujuan Pembentukan Desa Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2006 tentang Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Desa dan Perubahan Status Desa Menjadi Kelurahan pada BAB II Pasal (2) disebutkan bahwa Pembentukan Desa bertujuan meningkatkan pelayan publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan rakyat. Mengenai tujuan Pembentukan Desa ini juga disinggung dalam Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2006 tentang Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Desa pada BAB Pasal (2) disebutkanTujuan pembentukan desa dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan penyelenggaraan Pemerintahan Desa secara berdaya guna dan berhasil guna serta meningkatkan pelayanan kepada masyarakat gunaterwujudnya kesejahteraan masyarakat yang pembentukannya ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa semua pembentukan Desa yang terjadi di Kabupaten Nunukan mempunyai tujuan yang sama yaitu untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik dan memperpendek atau mendekatkan 1655
eJournal Administrative Reform, Volume 2, Nomor 3, 2014: 1649-1662
jarak pelayanan publik dalam rangka mewujudkan kesejahteraan warga masyarakat. Syarat-syarat Pembentukan Desa Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, maka Pembentukan Desa harus memenuhi syarat : jumlah penduduk; luas wilayah; bagian wilayah kerja; perangkat; dan sarana dan prasarana pemerintahan. Secara terperinci dan jelas disebutkan dalam Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2006 tentang Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Desa Pasal 5 menyebutkan bahwa pembentukan Desa harus memenuhi syarat – syarat sebagai berikut : a. Faktor jumlah penduduk, yaitu jumlah penduduk bagi terbentuknya suatu desa adalah paling kurang 750 (tujuh ratus lima puluh) jiwa atau 75 (tujuh lima) Kepala Keluarga. b. Faktor luas wilayah yaitu luas desa yang dapat dijangkau secara berdaya guna dalam pemberian pelayanan dan pembinaan masyarakat. c. Faktor bagian wilayah desa, yaitu wilayah desa yang memiliki jaringan perhubungan atau komunikasi antar wilayah desa dengan memperhatikan letak yang memungkinkan dan luas wilayah dapat dipenuhi d. Faktor sosial budaya yaitu suatu kondisi yang mampumenjamin terciptanya kerukunan antar umat beragama dan kehidupan bermasyarakat sesuai dengan adat istiadat setempat. e. Faktor potensi desa yang mampu menjamin tersedianya sumber dan tempat mata pencaharian masyarakat serta menjamin kemampuan desa untuk berkembang. f. Faktor sarana dan prasarana yaitu tersedianya dan/atau memungkinkan tersedianya sarana dan prasarana pemerintahan, perhubungan, sosial, produksi, termasuk sumber daya manusianya. Untuk mewujudkan harapan Pembentukan Desa yang diusul oleh masyarakat, pemerintahan Desa telah mengajukan Kelengkapan Persyaratan Pembentukan Desa . Dari hasil penelitian, dapat diketahui bahwa persyaratan pembentukan Desa yang terjadi di Kabupaten Nunukan telah terpenuhi sesuai ketentuan Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2006 tentang Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Desa. Berdasarkan ketentuan syarat jumlah penduduk minimal 750 jiwa atau 75 Kepala Keluarga, Jumlah Penduduk atau Kepala Keluarga (KK) terlihat melebihi dari yang dipersyaratkan, sementara berdasarkan syarat luas wilayah minimal 1.000 hektar, luas wilayah yang tercatat juga lebih dari yang dipersyaratkan dalam Peraturan Daerah 16 Tahun 2006. Selain itu sebagian besar berkas administrasi pembentukan Desa yang diajukan telah terpenuhi. Administrasi lainnya berupa Surat Usulan Kepala Desa yang dilengkapi dengan: Surat persetujuan BPD; Berita Acara hasil Rapat BPD dan daftar 1656
Implementasi Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2006 (Ronny Firdaus)
hadir rapat; Batas Desa yang akan dibentuk; Luas Wilayah, Jumlah Penduduk dan Kepala Keluarga; Peta Desa yang akan dibentuk berikut penjelasan isinya; Nama Desa yang akan dibentuk; Jumlah dan nama Dusun atau RT yang akan bergabung; Data Sarana dan Prasarana, Sosial Ekonomi dan Pemerintahan yang tersedia dan atau dimungkinkan untuk disediakan; Data potensi Desa yang ada dan atau yang dimungkinkan untuk dikembangkan. Berdasarkan faktor sosial budaya yaitu suasana yang memungkinkan adanya kerukunan hidup beragama dan kerukunan hidup bermasyarakat dalam hubungan dengan adat istiadat setempat, kerukunan hidup beragama dan kerukunan hidup bermasyarakat dalam hubungan dengan adat istiadat setempat terjalin dengan baik karena hampir semua masyarakat yang masuk di dalam program pemekaran ini berasal dari rumpun yang sama . Ditijau dari segi potensi Desa, yang dapat dikembangkan dan dijadikan sebagai penunjang penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat yaitu Sumber Daya Manusia cukup memadai, dibidang perkebunan 60% warga sudah memiliki kebun kelapa sawit dan potensi lain masih banyak yang belum di gali. Berdasarkan faktor sarana dan prasarana yaitu tersedianya atau kemungkinan tersedianya sarana dan prasarana perhubungan, sosial, produksi, serta sarana dan prasarana Pemerintahan Desa, tidak ada masalah. Pembentukan Organisasi Pemerintahan Desa Berkaitan dengan pengangkatan Perangkat Desa di Desa Pemekaran, dilaksanakan setelah terpilihnya Kepala Desa defenitif dengan mengacu pada Peraturan Daerah Nomor 19 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyusunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa. Pada tahap pengangkatan Perangkat Desa di Desa yang baru dibentuk, yaitu dimulai dengan penunjukan Pejabat (Pj) Kepala Desa pemekaran yang difasilitasi oleh Camat, setelah Pj. Kepala Desa Pemekaran diangkat dan dilantik oleh Camat, selanjutnya Pemerintah Kecamatan bersama Pj. Kepala Desa Pemekaran memfasilitasi pembentukan sekaligus melaksanakan pemilihan Badan Permusyawaratan Desa (BPD), kemudian hasil pemilihan BPD dilaporkan kepada Bupati untuk diterbitkan Keputusan pengesahan pengangkatannya oleh Bupati Nunukan. Setelah BPD terbentuk langkah selanjutnya adalah BPD pembentukan Panitia Pemilihan Kepala Desa definitif di Desa Pemekaran. Kepala Desa definitif selanjutnya mengangkat Perangkat Desa yang terdiri dari Sekretaris Desa (Sekdes), Kepala urusan (Kaur) Pemerintahan, Kepala Urusan (Kaur) Pembangunan dan Kepala Urusan (Kaur) Umum. Proses ini telah sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Nunukan Nomor 19 tahun 2006 tentang Pedoman Penyusunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa. Implementasi Penghapusan dan Penggabungan Desa Dari berbagai persyaratan yang sudah ditentukan dalam Peraturan Daerah nomor 16 Tahun 2006 tentang Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan 1657
eJournal Administrative Reform, Volume 2, Nomor 3, 2014: 1649-1662
Desa maka berdasarkan data yang ada di Kantor Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (BPMPD) Kabupaten Nunukan terdapat 114 Desa yang tidak memenuhi syarat dan tersebar di beberapa kecamatan sebagai mana tergambar pada tabel berikut : Desa tidak memenuhi syarat di Kabupaten Nunukan sesuai perda 16/2006. No 1
Kecamatan Nunukan
Jumlah Desa/Kel
Jumlah Desa Yang Tidak Memenuhi Syarat
4 Kel
-
1 Ds
-
4 Kel
-
2
Nunukan Selatan
3
Simenggaris
4 Ds
-
4
Sebatik
4 Ds
-
5
Sebatik Barat
4 Ds
-
6
Sebatik Timur
4 Ds
-
7
Sebatik Utara
3 Ds
-
8
Sebatik Tengah
4 Ds
-
9
Tulin Onsoi
12 Ds
-
10
Sebuku
10 Ds
-
11
Sembakung
20 Ds
-
12
Lumbis Ogong
49 Ds
43 Ds
13
Lumbis
28 Ds
21 Ds
14
Krayan
65 Ds
32 Ds
15
Krayan Selatan
24 Ds
18 Ds
JUMLAH
114
Sumber ; Badan Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten Nunukan, Data Monografi Desa 2013.
1658
Implementasi Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2006 (Ronny Firdaus)
Dari data dan informasi yang didapat terkait implementasi Penghapusan dan Pengabungan Desa dapat disimpulkan bahwa Penghapusan dan Penggabungan Desa di Kabupaten Nunukan belum dapat diterima oleh masyarakat terutama elit pemerintahan Desa. Faktor-Faktor Yang Menghambat Implementasi Pembentukan Desa Di Kabupaten Nunukan. 1. Partisipasi Masyarakat, dapat diketahui respek/tanggapan masyarakat sangat baik terhadap kebijakan pemekaran Desa tapi sebaliknya terhadap kebijakan penghapusan dan penggabungan Desa sangat tidak baik. 2. Tingkat pendidikan Sumber Daya Aparatur Pemerintah Desa, sesuai data ada rata-rata tingkat pendidikan formal aparatur Desa di Kabupaten Nunukan adalah lulusan SMP, kondisi ini masih kurang memadai dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya masing-masing. 3. Aset Dan Kekayaan Desa, keterbatasan aset dan kekayaan pemerintah Desa menjadi kendala dalam irnplernentasi kebijakan pembentukan Desa. Perbandingan Penelitian Terdahulu Dengan Penelitian Yang Dilakukan Penulis. Derhamsyah pada tahun 2011 tentang Implementasi Pemekaran Desa Nanga Tebidah Kecamatan Kayan Hilir Kabupaten Sintang bertujuan untuk menganalisis proses pemekaran Desa di Desa Nanga Tebidah Kecamatan Kayan Hilir dengan hasil temuan penelitian bahwa : (1). Proses pemekaran Desa di Desa Nanga Tebidah sudah sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Sintang Nomor 11 Tahun 2006. (2) Proses penunjukan Kepala Desa baru hasil pemekaran desa tidak sesuai dengan ketentuan Peraturan Daerah. Rekomendasi yang disampaikan terkait hasil temuan ini adalah dalam memilih Kepala Desa untuk Desa yang baru dimekarkan hendaknya mengacu pada ketentuan yang mengatur tentang tata cara pengangkatan Kepala Desa. Penelitian yang dilakukan oleh Syamsul Rizal pada tahun 2009 tentang Kebijakan Pembentukan Kelurahan di Kelurahan Karang Asam Ilir Kecamatan Sungai Kunjang (Studi Implementasi Pembentukan Kelurahan bedasarkan Peraturan Daerah Nomor 01 Tahun 2006 tentang Pembentukan Kelurahan dalam Wilayah Kota Samarinda). Tujuan penelitian adalah untuk mendeskripsikan dan menganalisa implementasi Peraturan Daerah Nomor 01 Tahun 2006 tentang Pembentukan Kelurahan Dalam Wilayah Kota Samarinda. Hasil studi menunjukan bahwa Kebijakan Peraturan Daerah Nomor 01 Tahun 2006 dalam implementasinya belum berjalan seperti yang diharapkan. Hal tersebut disebabkan karena terbatasnya staf (pegawai) yang ditempatkan di Kelurahan Karang Asam Ilir untuk melaksanakan fungsi pelayanan, selain dari pada itu minimnya sarana dan prasarana pemerintah Kelurahan juga menjadi penyebab tersendatnya pelayan masyarakat.
1659
eJournal Administrative Reform, Volume 2, Nomor 3, 2014: 1649-1662
Selanjutnya pada penelitian Implementasi Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2006 tentang Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Desa di Kabupaten Nunukan Provinsi Kalimantan Utara ini jika dibandingkan dengan penelitian terdahulu bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisa Pembentukan desa, mendeskripsikan dan menganalisa penghapusan dan penggabungan Desa dan untuk meneskripsikan dan menganalisa faktor penghambat pembentukan Desa di Kabupaten Nunukan. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa implementasi pembentukan Desa di Kabupaten Nunukan ternyata berjalan sesuai dengan ketentuan Peraturan Daerah Nomor 16 tahun 2006 tentang Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Desa. Hal ini dapat di lihat dari adanya tujuan pembentukan Desa, terpenuhinya syarat-syarat pembentukan desa dan pembentukan organisasi pemerintahn Desa yang mengacu pada Peraturan Daerah Nomor 19 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyusunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa. Penelitian ini juga menyimpulkan bahwa implementasi penghapusan dan penggabungan Desa di Kabupaten Nunukan ternyata tidak berjalan sebagaimana mestinya atau tidak berjalan seperti yang diharapkan. Berdasarkan temuan dilapangan maka diketahui bahwa faktor-faktor yang menghambat pembentukan Desa adalah rendahnya partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan, rendahnya tingkat pendidikan sumber daya aparatur pemerintah Desa dan terbatasnya aset dan kekayaan Desa. Hasil penelitian tersebut diatas mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Derhamsyah (2011) dan Syamsul Rizal (2009), yang menyatakan bahwa faktor yang menghambat implementasi kebijakan Peraturan Daerah adalah rendahnya partisipasi masyarakat, rendahnya tingkat pendidikan Sumber Daya Aparatur Pemeritah Desa dan terbatasnya Aset atau Kekayaan Desa. Kesimpulan: 1. Implementasi Pembetukan Desa melalui pemekaran Desa yang terjadi di Kabupaten Nunukan ternyata sudah sesuai dan mengacu pada Peraturan Daerah Kabupaten Nunukan Nomor 16 Tahun 2006 Tentang Pembentukan, Penghapusan Dan Penggabungan Desa. Hal ini dapat di lihat dari adanya tujuan pembentukan Desa, terpenuhinya syarat-syarat pembentukan Desa dan pembentukan organisasi pemerintahn Desa yang mengacu pada Peraturan Daerah Nomor 19 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyusunan Organisasi dn Tata Kerja Pemerintah Desa. 2. Implementasi Penghapusan dan Penggabungan Desa di Kabupaten Nunukan ternyata tidak berjalan sebagaimana mestinya atau tidak berjalan sesuai dengan harapan. 3. Faktor-faktor yang menghambat Pembentukan Desa. Pertama, masih rendahnya partisipasi masyarakat dalam hal pengambilan keputusan, partisipasi dalam pelaksanaan, serta partisipasi dalam evaluasi hasil pembentukan Desa, begitu juga partisipasi secara tidak langsung 1660
Implementasi Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2006 (Ronny Firdaus)
seperti dalam bentuk sumbangan material dan uang atau dalam bentuk informasi. Kedua, kondisi Sumber Daya Aparatur Pemerintahan Desa di Kabupaten Nunukan rata-rata berpendidikan SMP masih belum memadai dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya. Ketiga, aset dan kekayaan desa sangat terbatas dan belum dimanfaatkan secara optimal. Saran : 1. Partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan diharapkan dapat lebih dioptimalkan, agar aspirasi Pembentukan Desa betul-betul merupakan cerminan kebutuhan masyarakat secara keseluruhan bukan hanya kepentingan orang-orang tertentu. 2. Kemampuan Sumber Daya Manusia perangkat Desa supaya lebih ditingkatkan melalui pendidikan dan pelatihan seperti ; Diklat Administrasi umum dan kependudukan, diklat pengelolaan keuangan Desa, diklat BUMDes dan diklat-diklat lainnya yang dapat menunjang kinerja aparatur pemerintahan Desa. 3. Seamua potensi (aset dan kekayaan) Desa harus dimaksimalkan pemanfaatannya oleh lembaga-lembaga Desa yang ada guna mendorong tercipatanya sumber pendapatan bagi pemerintah Desa. Daftar Pustaka Bratakusumah, DS. (2004). Perencanaan Pembangunan Daerah. Strategi Menggali Potensi Dalam Mewujudkan Otonomi Daerah. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Cahyadin,M.(2006).Evaluasi Pemekaran Wilayah Di Indonesia. Jakarta: Jurnal Ekonomi Pembangunan. Furhan, A. (2002). Pengantar Metode Penelitian Kualitatif. Surabaya:Usaha Nasional. Gibson.(1995).Organisasi, Prilaku, Struktur, Proses. Jakarta: Airlangga. (1997).Teori Organisasi dan Pengorganisasian Edisike V. Jakarta: Erlangga. Gitosudramo dan Sudita.(2001).Perilaku Organisasi. Yogyakarta: BPFE. Hasibuan,M.(1996).Organisasi dan Motivasi.Jakarta: Bumi Aksara. Jones, C.(2001).Pengantar Kebijakan Publik. Rajawali Pers,Jakarta. Ndraha,Taliziduhu, (2007).Partisipasi Masyarakat di Beberapa Desa. Jakarta: Yayasan Karya Dharma IIP. Tarigan, R. (2004). Perencanaan Pembangunan Wilayah. Jakarta: PT Bumi Aksara. Wahab,S.A.(1997).Analisis Kebijaksanaan. Jakarta: Bumi Aksara.
1661
eJournal Administrative Reform, Volume 2, Nomor 3, 2014: 1649-1662
Dokumen: Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2006 tentang Pembentukan,Penghapusan dan Penggabungan Desa dan Perubahan Status Desa Menjadi Kelurahan. Peraturan Daerah Kabupaten Nunukan Nomor 16 Tahun 2006 Tentang Pembentukan,PenghapusanDanPenggabungan Desa.
1662