eJournal Administrative Reform, 2014, 2 (3): 1456-1468 ISSN 2338-7637 , ar.mian.fisip-unmul.ac.id © Copyright 2014
PERAN PENGAWAS TENAGA TEKNIS (WASGANIS) DALAM MENINGKATKAN EFEKTIFITAS PENGAWASAN BIDANG KEHUTANAN DI UPTD PENGENDALIAN PEREDARAN HASIL HUTAN WILAYAH SELATAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR Rini Handajani1, Djumadi2, Enos Passele3 Abstract The purpose of the study were: to describe and analyze the role of the Supervisory Technical Workers (Wasganis) In Improving the Effectiveness of Forestry Sector Supervision. This research includes qualitative descriptive research. Technical analysis of the data used is interactive model as developed by Miles and Huberman. The results showed that to improve the effectiveness of supervision in the field of forestry, it turns Supervisory Technical Workers (Wasganis) has a very important role. Despite his role in running a Power Supervisory Technical officer (Wasganis) not fully running optimally, however, the focus of the research sub predetermined form Wasganis officer's ability to perform administrative examination administration wood, wood physical examination in the field, using the facilities and infrastructure employment and improving human resources through education and training (training) technical or nontechnical it can increase oversight role performed by the Energy Regulatory Technical officer (Wasganis) on UPTD Control Distribution of Forest Southern Region. Less than optimal supervisory role performed well Wasganis P2LHP, P3KB and P2SKSKB in carrying out their duties due to circumstances or bad weather conditions at the time will do the inspection on the ground, the high sea waves affect the smoothness of inspection tasks, especially in companies where the timber is located alongside the buildup the sea and the limited budget available to complete the work facilities for Wasganis officers in conducting surveillance. Age officer Wasganis the majority are over 50 years old also affect its role in improving human resources. Keywords : The Role of Technical Assistant Supervisor, Effectiviness, Monitoring Control Forestry 1
Mahasiswa Program Magister Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Mulawarman. 2 Dosen Program Magister Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Mulawarman. 3 Dosen Program Magister Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Mulawarman.
Peran Pengawas Tenaga Teknis Dalam Meningkatkan Efektivitas (Rini Handajani)
Abstrak Tujuan penelitian adalah : untuk mendeskripsikan dan menganalisis Peran Pengawas Tenaga Teknis (Wasganis) Dalam Meningkatkan Efektifitas Pengawasan Bidang Kehutanan. Penelitian yang dilakukan ini termasuk jenis penelitian deskriptif kualitatif. Tehnik analisis data yang digunakan adalah model interaktif sebagaimana yang dikembangkan oleh Miles dan Huberman. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk meningkatkan efektifitas pengawasan pada bidang kehutanan, ternyata Pengawas Tenaga Teknis (Wasganis) memiliki peran yang sangat penting. Meskipun dalam menjalankan perannya seorang petugas Pengawas Tenaga Teknis (Wasganis) belum sepenuhnya dapat berjalan secara optimal, namun demikian dari sub fokus penelitian yang telah ditetapkan berupa kemampuan petugas Wasganis dalam melakukan pemeriksaan administrasi tata usaha kayu, melakukan pemeriksaan fisik kayu dilapangan, menggunakan sarana dan prasarana kerja serta meningkatkan sumber daya manusia melalui pendidikan dan pelatihan (diklat) teknis maupun non teknis ternyata dapat meningkatkan peran pengawasan yang dilakukan oleh petugas Pengawas Tenaga Teknis (Wasganis) pada UPTD Pengendalian Peredaran Hasil Hutan Wilayah Selatan. Kurang optimalnya peran pengawasan yang dilakukan Wasganis baik P2LHP, P3KB maupun P2SKSKB dalam melaksanakan tugasnya disebabkan karena keadaan atau kondisi cuaca yang buruk pada saat akan melakukan pemeriksaan di lapangan, gelombang laut yang tinggi berpengaruh terhadap kelancaran tugas pemeriksaan khususnya pada perusahaan yang tempat penumpukan kayunya berada dipinggir laut serta terbatasnya anggaran yang tersedia untuk melengkapi fasilitas kerja bagi petugas Wasganis dalam melakukan pengawasan. Usia petugas Wasganis yang mayoritas berada diatas 50 tahun juga berpengaruh terhadap perannya dalam meningkatkan sumber daya manusia. Kata Kunci : Peran, Pengawas Tenaga Teknis (Wasganis), Efektifitas, Pengawasan Bidang Kehutanan Pendahuluan Pengawas Tenaga Teknis (Wasganis) adalah petugas kehutanan yang memiliki sertifikasi pengujian dan pengukuran terhadap hasil hutan. Petugas Pengawas Tenaga Teknis (Wasganis) merupakan salah satu alat kontrol yang dapat melakukan pengawasan terhadap kegiatan pemanfaatan hasil hutan kayu pada IUPHHK maupun IUIPHHK agar sesuai dengan peraturan yang berlaku. Petugas Pengawas Tenaga Teknis (Wasganis) yang ditempatkan pada suatu perusahaan sangatlah penting baik dari segi pengawasan terhadap penerimaan negara berupa PSDH/DR (Provisi Sumber Daya Hutan/Dana Reboisasi), melakukan pengecekan/kontrol terhadap hasil fisik kayu perusahaan sampai
1457
eJournal Administrative Reform, Volume 2, Nomor 3, 2014: 1456-1468
melakukan pembinaan terhadap kebenaran administrasi yang dilakukan oleh Tenaga Teknis (Ganis) yang menjadi tugas pokok dan fungsinya. Tujuan dilakukannya pengawasan terhadap IUPHHK maupun IUIPHHK adalah sebagai amanat dari UU No. 41 Tahun 1998 tentang Kehutanan serta peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.55/MenhutII/2006tentang Penatausahaan Hasil Hutan Yang Berasal Dari Hutan Negara. Petugas Wasganis dari UPTD PPHH Wilayah Selatan pada kenyataannya di lapangan saat ini masih banyak menemukan kendala dalam menjalankan tugas sesuai dengan tupoksinya, sehingga dikhawatirkan masih terdapat permasalahan dalam menyelesaikan pekerjaan serta pengawasan pada perusahaan kayu. Masih terdapat petugas Wasganis yang tidak melakukan pemeriksaan administrasi lalu lintas kayu baik kayu masuk maupun kayu yang akan keluar dari perusahaan secara benar. Adanya penebangan kayu pada blok tebangan diperusahaan IUPHHK juga seharusnya menjadi pengawasan petugas Wasganis, agar perusahaan yang bersangkutan tidak melakukan penebangan diluar blok tebangan yang telah ditentukan. Karena jika penebangan dilakukan diluar jalur blok tebangan, maka akan berpengaruh terhadap PNBP (Pemasukan Negara Bukan Pajak) dari sektor kehutanan berupa PSDH/DR (Provisi Sumber Daya Hutan/ Dana Reboisasi). Bahkan terkadang ada pula petugas yang tidak teliti dalam melakukan pemeriksaan terhadap administrasi Tata Usaha Kayu termasuk melakukan pemeriksaan fisik kayu dilapangan karena adanya berbagai alas an tertentu. Dari uraian tersebut diatas dapat dicermati bahwa pengawasan yang akan dilakukan oleh seorang petugas Wasganis memiliki arti yang sangat penting baik dari segi perusahaan IUPHHK/IUIPHHK maupun UPTD Pengendalian Peredaran Hasil Hutan Wilayah Selatan. Sehingga petugas Wasganis yang ditempatkan pada perusahaan haruslah petugas yang memiliki kredibilitas dan kinerja yang baik agar pengawasan yang dilakukannya dapat memberikan manfaat bagi semua pihak. Oleh karena itu peran Wasganis sangat berpengaruh dalam meningkatkan efektifitas pengawasan bidang kehutanan. Kerangka Dasar Teori Pengertian Peran Menurut Rivai (2006:148) peran dapat diartikan sebagai perilaku yang diatur dan diharapkan dari seseorang dalam posisi tertentu. Pemimpin dalam suatu organisasi memiliki peran, setiap pekerjaan membawa harapan bagaimana penanggung peran berprilaku, sehingga peran dari pemimpin ini yang menentukan nasib bawahannya. Sedangkan Mukhlas (2005:251) mengemukakan bahwa pada umumnya peran dapat diartikan sebagai suatu yang menjadi bagian atau pemegang kedudukan yang utama dalam terjadinya suatu hal, kegiatan ataupun peristiwa dalam kehidupan kemasyarakatan berdasarkan peraturan/norma tertentu.
1458
Peran Pengawas Tenaga Teknis Dalam Meningkatkan Efektivitas (Rini Handajani)
Dari pendapat-pendapat yang dikemukakan diatas dapat dilihat bahwa peran merupakan suatu aspek dinamis dari suatu kedudukan /status. Apabila seseorang melaksanakan tugas sesuai dengan tugas dan fungsinya maka ia telah menjalankan perannya. Tidak ada peran tanpa sebuah kedudukan. Kedudukan tidak befungsi tanpa suatu peranan. Contohnya dalam rumah tangga, tidak ada peranan seorang ayah jika suami tidak mempunyai seorang anak. Konsep Manajemen Kepegawaian Manajemen kepegawaian merupakan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan terhadap pengadaan, pengembangan, kompensasi, integrasi dan pemeliharaan orang-orang dengan tujuan membantu mencapai tujuan organisasi, individu dan masyarakat.Selanjutnya Dale Yoder dalam Moekijat mengemukakan : Personnel manajement or personnel administration has come to be restricted in careful usage to employer's activities in dealing with employers as individuals. Adapun yang menjadi fungsi manajemen kepegawaian sebagaimana dikemukakan oleh Moekijat (1987 : 31) adalah sebagai berikut : (1) Analisis Jabatan, (2) Penilaian Jabatan, (3) Klasifikasi Jabatan, (4) Kompensasi, (5) Pengadaan Tenaga Kerja dan Sumbernya, (6) Selektif Pegawai, (7) Induksi dan Latihan, (8) Penilaian Kecakapan Pegawai, (9) Penyesuaian Status/Kedudukan, (10) Pengawasan Pegawai dan (11) Moril dan Disiplin Pegawai. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pengawasan merupakan salah satu dari fungsi manajemen kepegawaian. Ini memperlihatkan pengawasan sangat diperlukan di semua tatanan organisasi, baik organisasi publik maupun swasta. Demikian juga pada UPTD Pengendalian Peredaran Hasil Hutan Wilayah Selatan bahwa pengawasan itu penting untuk mendukung efektivitas organisasi. Unsur-Unsur Manajemen Manajemen merupakan suatu proses atau aktivitas yang menggunakan metode, ilmu dan seni untuk menerapkan fungsi-fungsi perencanaan, pengorganisasian, aktivitas dan pengendalian pada kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh sekelompok manusia yang dilengkapi dengan sumber daya atau faktor produksi dalam mencapai tujuan. Manajemen sangat diperlukan agar tujuan organisasi dapat tercapai secara efektif dan efisien. Maksud dari efektif menurut Peter F. Drucker (dalam Ernie Tisnawati Sule dan Kurniawan Saefullah, 2005 : 7) adalah mengerjakan pekerjaan yang benar (“doing the right things”). Sedangkan efisien adalah mengerjakan pekerjaan dengan benar (“doing things right”).
1459
eJournal Administrative Reform, Volume 2, Nomor 3, 2014: 1456-1468
Konsep Pengawasan Pengertian Pengawasan Menurut Handoko, (1991: 32) pengawasan didefinisikan sebagai proses untuk “menjamin” bahwa tujuan-tujuan organisasi dan manajemen tercapai. Ini berkenaan dengan cara-cara membuat kegiatan-kegiatan yang sesuai dengan yang direncanakan. Langkah awal pengawasan adalah sebenarnya langkah perencanaan, penetapan tujuan, standar dan sasaran pelaksanaan suatu kegiatan. Fungsi pengawasan itu sendiri juga berhubungan dengan fungsi-fungsi manajerial lainnya yaitu : perencanaan, pengorganisasian, penyusunan personalia dan pengarahan telah dilaksanakan secara efektif. Dalam literatur lainnya Siagian (1985:81) mendefinisikan pengawasan sebagai proses pengamatan dari pada pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar supaya semua pekerjaan yang sedang dilakukan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya. Dari pemikiran di atas, dapat disimpulkan bahwa didalam suatu organisasi baik yang berskala kecil maupun besar terutama organisasi pemerintah, pengawasan sangat diperlukan, agar kesalahan-kesalahan yang dilakukan didalam melaksanakan pekerjaan dapat diperkecil, sehingga hasil yang dicapai dapat lebih efisien dan efektif. Metode Pengawasan Di dalam melaksanakan pengawasan terdapat beberapa metode pengawasan yang dapat dilaksanakan, seperti yang disampaikan oleh Handayaningrat, (1992 : 147) dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu pengawasan langsung dan tidak langsung. Pengawasan langsung, ialah melakukan pemeriksaan langsung pada tempat pelaksanaan pekerjaan atau dapat pula dikatakan apabila pimpinan organisasi mengadakan sendiri pengawasan terhadap kegiatan yang sedang dijalankan. Pengawasan langsung ini dapat berbentuk 1) inspeksi langsung, 2) on the spot observation, 3) on the spot report yang sekaligus berarti pengambilan keputusan on the spot pula jika diperlukan. Akan tetapi karena banyaknya dan kompleknya tugas-tugas seorang pimpinan, terutama dalam organisasi yang besar, seorang pimpinan tidak mungkin dapat selalu menjalankan pengawasan langsung itu. Karena itu seringkali pula ia harus melakukan pengawasan yang bersifat tidak langsung. Dalam literatur lain Sujamto (1986:32), pemberikan pengertian pengawasan langsung sebagai pengawasan yang dilakukan dengan mendatangi dan melakukan pemeriksaan ditempat (on the spot) terhadap proyek yang diawasi. Jika pengawasan langsung ini dilakukan dengan pemeriksaan ditempat atau pemeriksaan setempat itu dapat berupa pemeriksaan administratif atau pemeriksaan fisik di lapangan. Sedangkan pengawasan tidak langsung menurut Sujamto (1986:55) memberi pengertian sebagai kebalikan dari pengawasan langsung. Jadi pengawasan tidak langsung itu dilakukan dengan tanpa mendatangi tempat 1460
Peran Pengawas Tenaga Teknis Dalam Meningkatkan Efektivitas (Rini Handajani)
pelaksanaan pekerjaan atau obyek yang diawasi. Atau tegasnya dari tempat jauh, yaitu “dari belakang meja”. Caranya yaitu dengan mempelajari dan menganalisis segala dokumen yang menyangkut obyek yang diawasi. Sedangkan yang dimaksud pengawasan tidak langsung ialah pengawasan dari jarak jauh. Pengawasan ini disampaikan oleh para bawahan dalam bentuk laporan. Kesimpulannya pengawasan tidak akan dapat berjalan dengan baik, apabila hanya bergantung pada laporan saja. Karena itu pengawasan tidak langsung tidak cukup. Adalah bijaksana jika pimpinan organisasi menggabungkan teknik pengawasan langsung dan tidak langsung dalam melakukan fungsi pengawasan ini. Tujuan Pengawasan Pengawasan dilakukan tentunya mempunyai tujuan tertentu. Menurut Suganda (1991 : 86) tujuan dilaksanakan pengawasan diantaranya sebagai berikut : a. Untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh pegawai dan mengusahakan pencegahan agar supaya tidak terulang kembali kesalahan yang sama atau timbulnya kesalahan yang lain. b. Untuk mengetahui apakah biaya, waktu, tenaga kerja dan bahan dipergunakan secara efektif atau tidak. Pendapat yang berbeda tentang tujuan pengawasan dapat dikemukakan Soekarno (1990 : 105) bahwa tujuan pengawasan diantaranya sebagai berikut : a. Untuk mengetahui kesulitan-kesulitan, kelemahan-kelemahan dalam bekerja. b. Untuk mengetahui segala sesuatu apakah berjalan efisien. Jika peran dan fungsi pengawasan ini dapat berjalan dengan baik maka akan dapat memberikan masukkan yang akan dilakukan oleh Wasganis di UPTD PPHH Wilayah Selatan. Pengawasan Bidang Kehutanan Pengawasan bidang kehutanan adalah suatu pengawasan yang berkaitan dengan bidang perlindungan dan pengamanan hutan. Hal ini selaras dengan pendapat Noer (2011) dalam artikelnya yang mengatakan bahwa pengawasan bidang kehutanan dibutuhkan dengan tujuan untuk mencegah dan meminimalkan kerusakan hutan serta menjaga hak negara atas hutan dan hasil hutan dan memiliki nilai strategis dalam kehidupan masyarakat dan negara dimana fungsi hutan sebagai sumber daya alam hayati, penyangga kehidupan dan merupakan aset daerah yang mempunyai manfaat ekologis dan ekonomis. Selaras dengan pendapat Noer diatas, lebih jauh Alam Setia Zain (1998 : 145) mengatakan bahwa pengawasan bidang kehutanan adalah melalui pengaturan tata usaha kayu (TUK) dimana menurutnya tata usaha kayu (TUK) merupakan sarana administrasi untuk pengawasan dan pembinaan sehingga 1461
eJournal Administrative Reform, Volume 2, Nomor 3, 2014: 1456-1468
sumber daya alam berupa hutan dapat dijaga kelestariannya dan memberikan manfaat secara optimal. Tata usaha kayu adalah tata cara pembuatan, pelaporan dan pengesahan dokumen yang berkaitan dengan kegiatan perencanaan, produksi, penebangan, pengukuran, pengangkutan, pengolahan, pemasaran dan penerimaan keuangan Negara dari hasil hutan. Tujuan ditetapkannya tata usaha kayu adalah dalam rangka upaya pembangunan dibidang pengusahaan kehutanan dan pengamanan terhadap kepentingan Negara dan masyarakat. Lebih lanjut Alam Setia Zain mengungkapkan bahwa pengawasan Tata Usaha Kayu dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan terhadap dokumen-dokumen LHC, LHP, SKSKB, DKB, RPKB dan LMK. Salim, (2006 : 1190) mengatakan bahwa salah satu pengawasan terhadap pengendalian dan peredaran hasil hutan adalah dengan melakukan pengukuran dan pengujian hasil hutan. Adapun yang akan diuji dan diukur adalah jenis hasil hutan, ukuran (volume/berat) hasil hutan dan kualitas hasil hutan. Manfaat pengukuran dan pengujian hasil hutan adalah untuk menentukan besarnya pungutan Negara yang akan dikenakan kepada perusahaan. Dari pendapat tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa konsep pengawasan bidang kehutanan adalah suatu upaya pengawasan yang dilakukan dalam rangka mengamankan dan melindungi hasil hutan dalam bentuk patroli, pengendalian peredaran hasil hutan serta penataan hasil hutan dalam rangka tertib administrasi kehutanan. Efektifitas Kerja Istilah efektifitas kerja merupakan salah satu parameter untuk mengukur keberhasilan sebuah organisasi, apakah itu organisasi publik atau organisasi swasta. Pendapat Etzioni (1999 : 12) bahwa efektifitas kerja pegawai diukur dari tingkat sejauhmana ia berhasil mencapai tujuannya. Kemudian untuk mengukur efektifitas kerja pegawai dapat diambil dari pendapat Gibson (2002 : 32) dengan indikator : produksi, efisiensi dan kepuasan. Indikator lain yang digunakan untuk mengukur efektifitas kerja pegawai adalah kepuasan (satisfaction). Tingkat kepuasan kerja dapat saja diperoleh dari imbalan yang diberikan, baik yang berupa materi maupun yang berupa non materi, tetapi dapat juga dari hasil kerja yang dilakukan. Kepuasan seperti itu justru nilainya lebih tinggi karena timbul dari dalam diri pribadi yang merasa puas dan bangga karena telah berhasil melaksanakan tugas dengan baik. Dalam jangka panjang suatu organisasi yang stabil adalah organisasi yang setiap anggotanya dinilai efektif, yaitu setiap anggota merasa puas ". Kepuasan kerja (job satisfaction) adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan, dilihat dari cara pandang pegawai terhadap pekerjaan mereka (Handoko, 1991 : 193). Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Ini nampak dalam sikap pegawai terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi dilingkungan kerjanya. 1462
Peran Pengawas Tenaga Teknis Dalam Meningkatkan Efektivitas (Rini Handajani)
Metode Penelitian Penelitian yang dilakukan ini termasuk jenis penelitian deskriptif kualitatif. Untuk menjawab rumusan masalah dan tujuan penelitian maka sub fokus penelitian yang ditetapkan meliputi melakukan pemeriksaan terhadap administrasi tata usaha kayu, melakukan pemeriksaan terhadap fisik kayu, penggunaan sarana dan prasarana keja dan meningkatkan sumber daya manusia. Tehnik analisis data yang digunakan adalah model interaktif sebagaimana yang dikembangkan oleh Miles dan Huberman. Peran Wasganis Dalam Meningkatkan Efektifitas Pengawasan Peran Wasganis Dalam Memeriksa Administrasi Peran pertama bagi petugas P2LHP dalam melakukan pemeriksaan administrasi dimulai dengan melakukan pengecekan terhadap LHC (Laporan Hasil Cruising) yang dibuat oleh perusahaan. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui terhadap kebenaran data yang terdapat dalam LHC. Dalam perannya untuk memeriksa administrasi tersebut dapat dilihat bahwa petugas Wasganis P2LHP telah melakukan pengawasan secara tidak langsung yaitu dengan mempelajari dan menganalisis segala dokumen yang menyangkut obyek yang diawasi. Metode pengawasan ini sesuai dengan teori yang disampaikan oleh Sujamto (1986:55). Peran Wasganis P2SKSKB dalam melakukan pemeriksaan administrasi adalah dengan melakukan pemeriksaan terhadap LMKB (Laporan Mutasi Kayu Bulat) yang dibuat oleh perusahaan untuk mengetahui jumlah stock kayu apakah antara jumlah batang dan volume kayu yang tertera pada laporan tersebut terdapat kesesuaian antara dokumen SKSKB, DKB (Daftar Kayu Bulat), LHP (Laporan Hasil Produksi) dan pelunasan PSDH/DR nya. Bila secara administrasi semuanya telah sesuai, maka selanjutnya petugas P2SKSKB menerbitkan dan menandatangani dokumen SKSKB yang akan dikirim oleh perusahaan sesuai dengan permohonan yang disampaikan kepada petugas P2SKSKB. Peran P3KB yang dilakukan adalah dengan melakukan pengecekan terhadap keaslian dokumen SKSKB yang diterimanya. Keaslian dokumen SKSKB ini dicek dengan memperhatikan nomor seri dokumen SKSKB yang telah ditetapkan oleh Kementerian Kehutanan, karena nomor seri untuk penggunaan dokumen tiap provinsi berbeda. Selanjutnya mematikan dokumen dengan menandatangani dokumen SKSKB sebagai bukti telah menerima dokumen hasil hutan dan memeriksa kelengkapan dokumen SKSKB diantaranya DKB (Daftar Kayu Bulat) serta memeriksa LMKB (Laporan Mutasi Kayu Bulat) yang dibuat oleh perusahaan. Kemudian P3KB membuat laporan RPHH (Rekapitulasi Penerimaan Hasil Hutan) sebagai salah satu bentuk pengawasan terhadap penatausahaan hasil hutan. Langkah pemeriksaan yang dilakukan oleh petugas Wasganis ternyata juga sesuai dengan teori yang disampaikan oleh Noer (2011) dalam artikelnya 1463
eJournal Administrative Reform, Volume 2, Nomor 3, 2014: 1456-1468
bahwa pengawasan pada bidang perlindungan dan pengamanan hutan diantaranya adanya penertiban/penatausahaan hasil hutan yaitu pemeriksaan administrasi bidang kehutanan melaui Tata Usaha Kayu (TUK). Lebih lanjut Alam Setia Zain (1998:145) yang mengatakan bahwa pengawasan Tata Usaha Kayu (TUK) dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan terhadap dokumen LHC, LHP, SKSKB, DKB maupun LMKB. Karenanya maka dapat dikatakan bahwa efektifitas kerja dapat tercapai, karena petugas secara berkala dan tepat waktu telah membuat laporan secara administrasi ke pimpinan. Bila petugas telah melaksanakan tugas dan fungsinya dengan baik maka ia telah menjalankan perannya, ini sesuai dengan teori peran yang disampaikan oleh Rivai (2006:148). Peran Wasganis Dalam Memeriksa Fisik Kayu Peran P2LHP dalam melakukan pemeriksaan fisik kayu dilapangan dimulai dengan melakukan penghitungan terhadap seluruh partai Kayu Bulat (KB) dengan memeriksa kelengkapan penandaan kayu berupa nomor, diameter, panjang dan jenis. Selanjutnya petugas melakukan pengambilan sampel secara acak dari seluruh jumlah batang dengan ketentuan apabila jumlah batang dari satu partai kurang atau sama dengan 100 batang, maka jumlah sampelnya 100%. Bila jumlah batang dari satu partai antara 101 sampai dengan 1.000 batang maka sampelnya 100 batang, bila lebih atau diatas 1.000 batang maka sampelnya 10%. Peran P2SKSKB untuk melakukan pemeriksaan fisik kayu dilapangan adalah mengecek nomor KB yang tercantum dalam DKB apakah telah sesuai dengan nomor kayu yang ada dalam LHP. Kemudian memastikan bahwa perusahaan telah membayar PSDH/DR melaui bukti setor yang dikirimkan ke rekening Kementerian Kehutanan sesuai SPP PSDH/DR. Bila telah sesuai maka P2SKSKB menerbitkan dan menandatangai dokumen SKSKB. Peran petugas P3KB dalam melakukan pemeriksaan fisik kayu sama dengan yang dilakukan oleh P2LHP. Jika semua sudah sesuai maka P3KB dapat mematikan jenis dokumen legalitas hasil hutan yang diterimanya. Peran yang dilakukan oleh petugas Wasganis diatas ternyata selaras dan sesuai dengan teori yang disampaikan oleh Salim (2006:1190) yang mengatakan bahwa salah satu pengawasan terhadap pengendalian dan peredaran hasil hutan adalah dengan melakukan mengukuran dan pengujian hasil hutan.Pengukuran dan pengujian hasil hutan dilakukan dengan cara melakukan uji petik atau sampel secara teliti, cermat dan akurat serta dapat dipertanggungjawabkan yang dituangkan dalam laporan. Berdasarkan hasil observasi serta pengamatan dilapangan diperoleh informasi bahwa petugas Wasganis telah membuat laporan terhadap pemeriksaan fisik kayu sebagai sampel atau uji petik pemeriksaan hasil hutan. Laporan ini juga disampaikan sebulan sekali secara berkala kepada pimpinan sehingga dapat disimpulkan bahwa petugas telah melaksanakan tugasnya dengan baik. 1464
Peran Pengawas Tenaga Teknis Dalam Meningkatkan Efektivitas (Rini Handajani)
Peran Wasganis Menggunakan Sarana dan Prasarana Beberapa sarana penting yang diperlukan bagi petugas Wasganis sebagai alat ukur pengujian diantaranya adalah taly sheet atau buku ukur produksi, meteran yang digunakan untuk mengukur panjang kayu, stick meter untuk mengukur diameter kayu, lup atau kaca pembesar yang digunakan untuk memperjelas jenis serat kayu, kalkulator untuk menghitung jumlah batang dan kubikasi. Sementara itu sebagai prasarana pendukung diantaranya helm sebagai pengaman kepala, sepatu pengaman, seragam lapangan serta alat transportasi di lapangan. Untuk melakukan pemeriksaan terhadap kondisi fisik kayu dilapangan maka petugas Wasganis P2LHP, P2SKSKB maupun P3KB harus mampu dan cakap dalam menggunakan peralatan kerja dimaksud. Jumlah batang kayu yang tidak sedikit dan yang harus diperiksa oleh petugas memaksa petugas dapat mahir dalam menggunakan sarana kerjanya. Petugas harus memahami mana yang disebut ujung dan pangkal kayu. Jika telah diketahui panjang dan diameter kayu, maka peralatan lup dapat digunakan sebagai alat pembesar untuk mengidentifikasi serat kayu agar tidak salah dalam menentukan jenis kayu tersebut. Semua peralatan kerja tersebut mutlak harus dikuasai oleh petugas P2LHP, P2SKSKB maupun P3KB. Ketepatan petugas dalam menggunakan sarana dan prasarana kerja dapat meningkatkan efektivitas pengawasan dilapangan. Peran Wasganis Meningkatkan Sumber Daya Manusia Dari hasil pengumpulan data pada buku tahunan UPTD PPHH Wilayah Selatan tentang diklat teknis yang sering diikuti oleh petugas Wasganis, hampir semua petugas mengikuti pelatihan termasuk penyegaran.Penyegaran yang dilakukan oleh BP2HP Wilayah XIII Samarinda terhadap petugas Wasganis dimaksudkan sebagai salah satu bentuk peningkatan sumber daya manusia. Dalam penyegaran itu terdapat penilaian yang menyangkut tentang kinerja petugas Wasganis baik sebagai P2LHP, P2SKSKB maupun P3KB. Dari kriteria atau indikator hasil penilaian kinerja Wasganis itulah nantinya dapat ditentukan apaka seorang petugas Wasganis masih dapat tetap diangkat sebagai petugas wasganis baik sebagai P2LHP, P2SKSKB maupun P3KB. Hasil dari penilaian kinerja itu tidak boleh memiliki nilai C, tetapi minimal B sehingga dapat diberikan Surat Keterangan dari BP2HP Wilayah XIII Samarinda sebagai dasar penetapan mereka sebagai petugas Wasganis, untuk kemudian diusulkan penetapannya melalui Surat Keputusan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Timur. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa petugas Wasganis pada UPTD Pengendalian Peredaran Hasil Hutan Wilayah Selatan telah memiliki kesempatan dan kemampuan untuk meningkatkan sumber daya manusianya. Peningkatan sumber daya manusia bagi petugas sangat penting karena dengan bertambahnya ilmu dan pengetahuan yang dimiliki akan meningkatkan 1465
eJournal Administrative Reform, Volume 2, Nomor 3, 2014: 1456-1468
efektifitas pengawasan bidang kehutanan. Kalau petugas memiliki pengetahuan yang luas dan keterampilan yang baik, maka akan lebih mudah melakukan pembinaan terhadap perusahaan. Karena perusahaan akan merasa puas dan terbantu dengan adanya petugas tersebut, termasuk bagi petugas itu sendiri.Efektifitas kerja pun akan tercapai dan menjadi salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur efektifitas kerja pegawai,yaitu kepuasan kerja. Adanya kepuasan kerja ini selaras dengan teori efektifitas kerja yang disampaikan oleh Handoko (1991:193) bahwa kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan, dilihat dari cara pandang pegawai terhadap pekerjaan mereka. Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Ini akan terlihat pada sikap pegawai terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi dilingkungan kerjanya. Faktor Pendukung 1. Undang-Undang Nomor : 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang kemudian diperkuat dengan Undang-Undang Nomor : 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan digunakan sebagai faktor pendukung bagi petugas Pengawas Tenaga Teknis (Wasganis) untuk melakukan pengawasan pada bidang kehutanan. 2. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.55/Menhut-II/2006 yang diubah dengan peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.63/Menhut-II/2006 tentang Penatausahaan Hasil Hutan Yang Berasal Dari Hutan Negara. 3. Surat Keputusan yang diterbitkan oleh Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Timur tentang penetapan Petugas Pengawas Tenaga Teknis (Wasganis) pada UPTD Pengendalian Peredaran Hasil Hutan Wilayah Selatan. 4. Adanya kerjasama yang baik antara petugas Pengawas Tenaga Teknis (Wasganis) dengan perusahaan dimana mereka ditugaskan. 5. Terjalinnya komunikasi dan koordinasi yang baik kepada Dinas Kehutanan yang ada di Kabupaten Penajam Paser Utara, Kabupaten Paser dan Kota Balikpapan dalam melakukan kolaborasi pengawasan bidang kehutanan. Faktor Penghambat 1. Keadaan atau kondisi cuaca yang buruk. Apabila cuaca tidak mendukung untuk masuk ke lapangan pada saat harus dilakukan pemeriksaan terhadap fisik kayu, maka pemeriksaan dapat tertunda pelaksanaannya. 2. Gelombang laut yang tinggi juga dapat berpengaruh terhadap pemeriksaan fisik kayu bagi petugas Pengawas Tenaga Teknis. Karena ada beberapa lokasi penumpukan kayu yang akan segera diangkut berada dipinggir laut dapat membahayakan keselamatan petugas dan jika dilakukan pemeriksaan dapat terjatuh kedalam laut dan terjepit diantara kayu-kayu log.
1466
Peran Pengawas Tenaga Teknis Dalam Meningkatkan Efektivitas (Rini Handajani)
3.
4.
5.
Terbatasnya alokasi anggaran kantor dalam memberikan fasilitas kepada petugas Pengawas Tenaga Teknis (Wasganis) khususnya untuk menyediakan peralatan kerja dan transportasi ke lapangan. Beratnya medan yang harus mereka jangkau dan lalui dalam rangka pemeriksaan fisik kayu di lapangan. Type atau struktur tanah hutan yang berbukit maupun bergelombang ataupun lereng-lereng curam yang harus mereka pantau dan awasi setiap saat dapat menyulitkan mereka melakukan sampel uji petik dilapangan. Masih kurangnya sumber daya manusia khususnya untuk petugas Pengawas Tenaga Teknis (Wasganis) yang benar-benar menguasai tekhnologi, disamping tenaga Wasganis yang kebanyakan sudah berumur diatas 50 tahun dan sulit untuk diajak berkembang.
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian penulis dilapangan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Petugas Wasganis menjalankan perannya melalui pemeriksaan administrasi, pemeriksaan fisik kayu dilapangan, penggunaan sarana dan prasarana serta meningkatkan sumber daya manusia. Perannya dalam melakukan pemeriksaan administrasi, pemeriksaan fisik kayu dan penggunaan sarana prasarana sangat efektif dalam meningkatkan pengawasan bidang kehutanan karena ketiga peran tersebut mutlak harus dilakukan. Sedangkan peran Wasganis dalam meningkatkan sumber daya manusia cukup efektif dalam meningkatkan pengawasan bidang kehutanan, karena dengan adanya tambahan pengetahuan tersebut ternyata cukup menunjang Wasganis untuk meningkatkan pengawasan bidang kehutanan. 2. Adanya keterbatasan anggaran pada UPTD PPHH Wilayah Selatan dalam rangka melakukan pengawasan bidang kehutanan ternyata tidak menyurutkan petugas dalam melakukan pengawasan dilapangan, karena dalam melaksanakan tugasnya petugas juga telah didukung oleh peraturanperaturan tentang peredaran hasil hutan maupun tata usaha kayu agar tertib administrasi terhadap penatausahaan hasil hutan. 3. Faktor pendukung Wasganis dalam melaksanakan tugas pengawasan dilapangan diantaranya dengan adanya UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, peraturan Menteri Kehutanan No. P.55/Menhut-II/2006 tentang Penatausahaan Hasil Hutan Yang Berasal Dari Hutan Negara, SK Penempatan Wasganis yang diterbitkan oleh Kepala Dinas Kehutanan Prov. Kaltim, adanya kerjasama yang baik antara Wasganis dengan petugas diperusahaan maupun petugas Kabupaten/Kota. Saran Adapun saran yang dapat dijadikan sebagai masukan bagi UPTD PPHH Wilayah Selatan diantaranya adalah : 1467
eJournal Administrative Reform, Volume 2, Nomor 3, 2014: 1456-1468
1. Agar dapat lebih maksimal dalam melakukan pengawasan pada bidang kehutanan sebaiknya UPTD PPHH Wilayah Selatan dapat mengirimkan petugas Polhut untuk dilatih dan dididik sebagai petugas Wasganis dengan kriteria usia yang masih muda, sehingga tenaga dan pemikirannya dapat lebih maksimal dimanfaatkan untuk pelaksanaan tugas pengawasan. 2. Perlunya penambahan anggaran APBD pada kantor UPTD PPHH Wilayah Selatan khususnya untuk pengadaan sarana dan prasarana bagi petugas Wasganis dilapangan, agar efektifitas pengawasan bidang kehutanan dapat lebih maksimal. 3. Penambahan petugas Pengawas Tenaga Teknis (Wasganis) khusus untuk Kayu Olahan atau Kayu Gergajian, karena jumlah petugas yang berkualifikasi itu sangat terbatas dan sangat diperlukan khususnya untuk menangani kasus-kasus kayu tangkapan yang biasanya ditangani oleh pihak kantor Kepolisian atau Kejaksaan termasuk bantuan tenaga sebagai Saksi Pengukuran terhadap barang bukti kejahatan bidang kehutanan. Daftar Pustaka Alam Setia Zain. 1998. Aspek Pembinaan Kawasan Hutan dan Stratifikasi Hutan Rakyat, Rineka Cipta, Jakarta. Budhi Cahyono.http://www.scribd.com/doc/59111147/06-Perlindungan Hutan B. Miles, Mathew dan Huberman. 2007. Analisis Data Deskriptif Kualitatif, Universitas Indonesia, Jakarta. Burhan Bungin (Ed). 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif, Rajawali Pers, Jakarta. Handoko. 1991. Manajemen, BPFE, Yogyakarta. Henry Simamora. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia, STIE YKPN, Yogyakarta. Mufham Al-Amin. 2006. Manajemen Pengawasan, Kalam Indonesia, Jakarta. Noer. 2011. http://noerdblog.wordpress.com/2011/09/26/kegiatanperlindungan-hutan Rivai, Veithzal. 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan: Teoridan Praktek, PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Salim. 2006. Dasar-Dasar Hukum Kehutanan, Sinar Grafika, Jakarta. Siagian. 1985. Fungsi-Fungsi Manajerial, Bumi Aksara, Jakarta. Sujamto. 1986. Aspek-Aspek Pengawasan di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta. Tika, Pabundu. 2006, Budaya Organisasi dan Peningkatan Kinerja Perusahaan,Bumi Aksara, Jakarta. Winardi, 1990. Manajemen Kepegawaian, Prenada Media Group, Jakarta. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.55/Menhut-II/2006 Tahun 2006.
1468