ENAM PULUH TAHUN KONFERENSI ASIA AFRIKA (1955-2015) Mengukuhkan Transformasi Gerakan Sosial Melalui Arena Diplomasi Hak Asasi Manusia
ENAM PULUH TAHUN KONFERENSI ASIA AFRIKA (1955-2015) Mengukuhkan Transformasi Gerakan Sosial Melalui Arena Diplomasi Hak Asasi Manusia
Disusun oleh: Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) April 2015
2
ENAM PULUH TAHUN KONFERENSI ASIA AFRIKA (1955-2015) Mengukuhkan Transformasi Gerakan Sosial Melalui Arena Diplomasi Hak Asasi Manusia
I. PENDAHULUAN Tidak seperti dalam pandangan diplomasi realisme yang banyak dijadikan sandaran dari diskursus hubungan internasional, bahwa negara adalah satu-satunya aktor yang bisa memonopoli relasi kekuasaan demi tercapainya tujuan penguasaan kekuatan,1 maka hari-hari ini kita bisa melihat gerak dinamis diplomasi kontemporer yang melibatkan entitas masyarakat sipil, akademisi, jurnalis, lebih kurang orang kebanyakan yang menyuarakan suara-suara kolektif untuk menjamin penegakan hak asasi manusia (HAM). Adalah Konferensi HAM Sedunia di Winna pada 1993menjadi penanda menguatnya komitmen untuk memperkuat kerja-kerja HAM di seluruh dunia. Setidaknya terdapat 107 negara yang tergabung dalam Konferensi Winna sepakat untuk membentuk Komisi Tinggi untuk HAM (dikenal dengan Office of High Commissioner For Human Rights),2 yang menjadi titik meningkatnyaperan diplomasi organisasi masyarakat sipil dalam memperkuat HAM di dalam negeri, regional dan bahkan melalui arena diplomasi internasional. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebuah organisasi internasional yang telah lama memberikan jaminan komitmen perdamaian dan keamanan global,3 telah berangsur-angsur memperkuat solidaritas internasional untuk dibangun dan dipersiapkan dengan melibatkan entitas masyarakat yang lebih luas.4 Lebih lanjut, Karel Vasak salah satu kontributor penyusunan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) 1948,5 1 Lihat: Stanford Encyclopedia of Philosophy, dalam Politics realism in international relations. Dokumen dapat diakses di: http://plato.stanford.edu/entries/realism-intl-relations/. Diakses pada 5 April 2015. 2 Lihat: The United Nations, World Conference on Human Rights, 14-25 June 1993, Vienna, Austria, Dapat diakses melalui : http://www.ohchr.org/EN/ABOUTUS/Pages/ViennaWC.aspx. Diakses pada 1 April 2015. 3 Dalam hal ini KontraS merujuk Piagam Badan Peserikatan bangsa-Bangsa (PBB) khususnya Bab VII yang dijadikan landasan utaman komitmen dari setiap negara untuk mendorong terciptanya perdamaian dan keamanan internasional. Dokumen dapat diakses di: http://www.un.org/en/documents/charter/. Diakses pada 5 April 2015. 4 Lihat: The United Nations, Proposed draft declaration of solidarity. Dokumen dapat diakses di: http://www.ohchr.org/Documents/Issues/Solidarity/ProposedDraftDeclarationSolidarity.pdf. Diakses pada 1 April 2015. 5 Lihat: Birografi Karel Vasek yang dapat diakses di: http://www.un.org/dpi/ngosection/annualconfs/61/bio_karel_vasak.shtml. Diakses pada 1 April 2015.
ENAM PULUH TAHUN KONFERENSI ASIA AFRIKA (1955-2015) Mengukuhkan Transformasi Gerakan Sosial Melalui Arena Diplomasi Hak Asasi Manusia
juga turut mendorong pengkategorian wujud solidaritas internasional sebagai generasi HAM yang ketiga setelah perlindunganHak Sipil dan Politik dari kekuatan negara yang berlebihan serta Hak Ekonomi Sosial dan Budaya, dimana negara diminta untuk memenuhi hak tersebut dengan perlakuan yang sama terhadap seluruh individu warga negara.6 Pada masa ini,diplomasi yang muncul bukan hanya mewujud dalam bentuk relasi blok antar negara sebagaimana yang dipertontonkan pada praktik Perang Dunia I, II, Perang Dingin dan dalam beberapa wujud masih dipertontonkan hingga kini.7 Hadirnya politik kewargaan yang signifikan menguat akan menjadi salah satu tren indikator positif untuk menyokong gagasan diplomasi masyarakat sipil yang koheren dan signifikan pada demokratisasi dan pemajuan HAM.8 Dalam konteks
6 Lihat: Dandan, B. Virginia. International solidarity, the Right To Development and The Millenium Development Goals; UN Independent Expert on Human Rights and International Solidarity. Dapat diakses di: http://en.apg23.org/en/TheCommunity/UnitedNations/IntSolidarity/SideEvent2?action=AttachFile&do=get&target=Viginia+Dandan+Speech.pdf. Diakses pada 1 April 2015. 7 Dalam dimensi keamanan dan perdamaian, bentuk-bentuk aliansi antar negara yang muncul pasca perang dunia II adalah keberadaan Dewan Keamanan PBB. Struktur permanen yang terdiri dari beberapa negara seperti Amerika Serikat, Rusia, China, Prancis, Jerman. Lihat: UN Security Council. Bisa diakses di: http://www.un.org/en/sc/. Diakses 7 April 2015. Dewa Keamanan PBB juga bertindak sebagai struktur politik, di mana setiap kebijakan yang yang diputuskan memiliki konsekuensi kemauan politik dan keamanan global. Lihat juga: Freidrich Ebert Stiftung. The UN Security Council and Human Rights: State sovereignty and human rights. Dokumen dapat diakses di: http://library.fes. de/pdf-files/iez/09069.pdf. Dewan Keamanan PBB juga memiliki beberapa hak istimewa yang melekat, termasuk salah satunya adalah hak veto dan hak untuk membentuk resolusi yang berkekuatan hukum tetap dalam kacamata hukum internasional. Bahkan dalam beberapa kebijakan turunan dibentuk di dalam Responsibility to Protect dan rujukan untuk menggunakan mekanisme Statuta Roma Mahkamah Pidana Internasional. Lihat: The United Nations, the responsbility to protect. http://www.un.org/en/preventgenocide/ adviser/responsibility.shtml. Rujukan Dewan Keamanan PBB dalam kasus Darfur Sudan untuk menempuh proses Mahkamah Pidana Internasional bisa dilihat di sini: http://www. amicc.org/icc/referrals. Selain itu, juga terdapat kekuatan penting dalam dimensi keamanan dan perdamaian yakni the North Atlantic Treaty Organization (NATO) yang terdiri dari 28 negara. Sebuah pakta pertahanan dan keamanan regional, namun memiliki otoritas luas lintas negara untuk melakukan collective defense. Lihat: Brooking Institute, NATO’s purpose after the cold war. Dokumen dapat diakses di: http://www.brookings.edu/fp/projects/1999nato_reportch1.pdf. Diakses pada 7 April 2015. 8 Era globalisasi memperkuat simpul-simpul warga menjadi keniscayaan yang tak terhindari. Warga, lintas batas negara mulai membangun solidaritas yang menguat akibat
3
4
ENAM PULUH TAHUN KONFERENSI ASIA AFRIKA (1955-2015) Mengukuhkan Transformasi Gerakan Sosial Melalui Arena Diplomasi Hak Asasi Manusia
tulisan ini, peringatan 60 tahun Konferensi Asia Afrika adalah arena strategis yang tidak hanya memperkuat relasi antar negara-negara di kedua kawasan, namun juga terdapat situasi menarik yang bisa digunakan untuk membaca karakteristik transisi demokrasi, agenda penegakan hukum dan utamanya bagaimana HAM telah dijadikan diskursus kedua kawasan untuk lepas dari jeratan kolonialisme. Dalam kapasitasnya sebagai bagian dari masyarakat sipil yang telah banyak terlibat di dalam advokasi gerakan sosial, KontraS memandang bahwa people diplomacy telah signifikan untuk mendorong solidaritas di tingkat akar rumput dalam mendorong agenda perdamaian dan keamanan, memajukan nilai-nilai HAM –sebagaimana pengalaman Afrika Selatan dalam menghadirkan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi di Afrika Selatan yang sudah banyak memberikan inspirasi pada advokasi HAM berbasis masyarakat sipil di kedua kawasan ini.9 Oleh karena itu KontraS ingin menguji sejauh mana kolaborasi gerakan sosial bisa mendorong agenda akuntabilitas negara di kawasan Asia dan Afrika dalam mendorong perubahan konstruktif di kedua kwasan tersebut? Terdapat 3 situasi terkini di 2 kawasan, yakni situasi demokratisasi dan transisi politik; situasi perdamaian dan keamanan; dan situasi pembangunan yang bisa dijadikan obyek studi dari catatan ini. Lebih lanjut, KontraS juga akan memotret peran Pemerintah Indonesia dalam
tantangan-tantangan yang muncul dari realisme – tradisionalisme relasi antara bangsa dan negara (nation state) yang dulunya dipercaya mampu membentengi nasionalisme dari ekspansi ancaman-ancaman yang diidentifikasi sebagai ancaman nation state. Dalam banyak model, simpul-simpul warga ini muncul menjadi gerakan populer, yang mendorong agenda publik melalui media-media sosial berbasis internet. Sebagaimana yang muncul di dalam occupy movement hingga Arab Spring 2010 Lebih lanjut lihat: Paulu Gerbaudo, The movement of the square and the ressurgence of popular identity, King’s College London (2014). http://www.tweetsandthestreets.org/wp-content/uploads/2014/01/resurgence_of_popular_identity_Jan_2014.pdf. Diakses pada 7 April 2015 9 Keterlibatan yang begitu luas dari elemen masyarakat sipil di Afrika Selatan mulai dari akademisi, agamawan, anak muda, media, pekerja medis untuk mematahkan politik apartheid adalah contoh menarik, bagaimana masyarakat sipil hadir menjadi aktor kolektif untuk mendorong agenda HAM universal. Dalam hal ini juga gerakan masyarakat sipil Afrika Selatan adalah sumber inspirasi untuk menegakkan gagasan the right to self determination, sebagaimana yang terjadi di Timor Leste dan beberapa perjuangan pengakuan hak-hak politik dan sipil yang juga masih berlangsung di Aceh dan Papua. Lihat: http://www.csvr.org.za/archive/index.php/publications/1715-evaluating-the-roleand-function-of-civil-society-in-a-changing-south-africa-the-truth-and-reconciliationcommission-as-a-case-study.html. Diakses pada 7 April 2015.
ENAM PULUH TAHUN KONFERENSI ASIA AFRIKA (1955-2015) Mengukuhkan Transformasi Gerakan Sosial Melalui Arena Diplomasi Hak Asasi Manusia
keterlibatannya untuk mendorong agenda akuntabilitas dan keterlibatan konstruktif dengan masyarakat sipil untuk 3 situasi kawasan di atas. Mengingat Pemerintah Indonesia aktif dan banyak terlibat di dalam KontraS berharap bahwa temuan ini kelak akan berguna untuk memantapkan peran people diplomacy dalam agenda universalisme HAM di kawasan Asia Afrika. Lebih lanjut, temuan bisa dijadikan alat untuk mendorong pengakuan atas pentingnya people diplomacy dalam agenda-agenda global pada isu perdamaian, keamanan, pembangunan, politik yang beririsan dengan isu HAM di kedua kawasan ini.
II.GERAKAN SOSIAL DAN AGENDA PENGARUSUTAMAAN HAM DI ASIA DAN AFRIKA Adalah penting untuk mendefinisikan kembali konsep gerakan sosial dalam dimensi HAM. Beberapa studi literatur menerangkan pentingnya elemen gerakan sosial yang bertaut dengan isu jaminan demokratisasi. Charles Tilly, seorang sosiolog dan pakar politik yang banyak menggeluti isu gerakan sosial secara khusus mendefinisikan gerakan sosial sebagai berikut: Sebuah gerakan sosial setidak-tidaknya harus memasukkan 3 elemen utama berikut ini. Pertama, kampanye yang berlangsung secara simultan. Kedua, keterlibatan atau partisipasi politik dalam wujud aksi demonstrasi, blokade, pertemuan publik, mengemukaan pendapat di depan umum, membentuk aksi publik dengan tujuan kolektif, kegiatan ini bisa disederhanakan sebagai repertoir gerakan sosial. Ketiga, wujud gerakan sosial biasanya akan dimanifestasikan dalam berbagai aktivitas yang bisa mengidentikkan aktivitas tersebut merupakan bagian dari gerakan sosial (Tilly, 2006: 183-84). Gerakan sosial harus dibedakan dengan beberapa wujud aksi kekerasan kolektif yang kemudian muncul dalam beberapa peristiwa perang sipil, tindak terorisme, kekerasan yang disponsori oleh negara dan lain sebagainya.10 Dalam situasi kontemporer, gerakan sosial kemudian bertransformasi membangun politik identitas yang membentuk kesadaran, struktur dan
10 Lebih lanjut: Partha Nath Mukerji. Social movement, conflict and change: Towards a theoritical orientation: http://www.isa-sociology.org/publ/E-symposium/E-symposium-vol-3-1-2013/EBul-Mukherji-March2013.pdf. Diakses pada 7 April 2015.
5
6
ENAM PULUH TAHUN KONFERENSI ASIA AFRIKA (1955-2015) Mengukuhkan Transformasi Gerakan Sosial Melalui Arena Diplomasi Hak Asasi Manusia
sosial dengan dimensi, situasi dan topik yang baru dan meluas. Pada situasi ini maka gerakan sosial akan menjadi roda untuk menggerakkan demokrasi yang menyokong hak asasi manusia. Baik di Asia dan di Afrika, proliferasi gerakan sosial terbangun secara luas, menyentuh pada isu perempuan, pembangunan, demokrasi, hak asasi manusia, keagamaan, pengakuan hak atas pendidikan bagi anak-anak dan lain sebagainya. Namun demikian, harus diakui bahwa potret gerakan sosial di Afrika tidak terlalu muncul dan dikenal luas di kawasan Asia, begitu juga sebaliknya.11 Namun demikian kedua kawasan ini memiliki kekhasannya dalam menggunakan gerakan sosial untuk mendorong transformasi dan perubahan demokrasi, sebagaimana muncul menguat di keduanya akhir-akhir ini.12 Sebagaimana yang telah banyak disentuh dan dielaborasi di atas, gerakan sosial yang mengusung transformasi dan membuka arena bagi pemajuan dan penghormatan hak asasi manusia amat terkait erat dengan situasi demokratisasi di sebuah negara. Sebuah laporan yang dikeluarkan oleh Fund for Peace, badan organisasi masyarakat sipil internasional yang banyak mengeluarkan catatan perkembangan situasi demokrasi, telah melansir catatan 10 negara yang berada di tingkat kerentanan demokrasi dan perlindungan HAM teratas di dunia. Sembilan diantaranya merupakan negara kawasan Asia Afrika, diantaranya Sudan Selatan, Somalia, Republik Afrika Tengah, Kongo, Sudan, Chad, Afghanistan, Yemen, dan Pakistan.13
11 Lihat: Nikolai Brandes & Bettina Engels, Social movements in Africa. Dokumen dapat diakses di: http://stichproben.univie.ac.at/fileadmin/user_upload/p_stichproben/ Artikel/Nummer20/20_Einleitung.pdf. Diakses pada tanggal 7 April 2015. 12 Tahun 2014 menjadi tahun gerakan sosial di kawasan Asia, dimulai dengan Arab Spring, protes yang berlanjut di Thailand dan protes yang melibatkan ratusan ribu siswa sekolah di Hong Kong. Protes-protes populis ini harus dibaca dengan seksama untuk membaca gerakan progresif –karena melibatkan elemen kaum muda, yang kemudian pada beberapa contoh gerakan sosial bercabang menjadi gerakan reaktif konservatif sebagaimana yang terjadi di Thailand. Lihat: Asia Social Movement in 2014. Artikel dapat diakses di: http://newint.org/features/web-exclusive/2014/12/16/asia-social-movements-2014/. Diakses pada 7 April 2014. 13 Beberapa ukuran yang bisa digunakan secara khusus dalam riset the Fund for Peace, termasuk ukuran metodologinya adalah sebagai berikut: Indikator Ekonomi dan Sosial: Demographic pressures, refugees and IDPs, uneven economic development, group grievence, poverty and economic deadline. Indikator Politik dan Militer: State legitimacy, public services, human rights and rule of law, human rights apparatus, factionalized elites,
ENAM PULUH TAHUN KONFERENSI ASIA AFRIKA (1955-2015) Mengukuhkan Transformasi Gerakan Sosial Melalui Arena Diplomasi Hak Asasi Manusia
Ukuran tersebut bukanlah ukuran mutlak, terdapat beberapa indikator lain yang yang juga bisa mengayakan bagaimana negara dalam kapasitasnya sebagai pemangku kewajiban (duty holder) memiliki kewajiban untuk menyediakan jaminan perlindungan, pemajuan dan penegakan HAM bagi setiap individu.14Situasi ini kemudian bisa dikerangkakan dengan beberapa indikator yang telah dibuat oleh masyarakat sipil untuk mengukur tingkat keberhasilan pemajuan HAM secara global. Dalam laporan tahunan Freedom House (2015), dinyatakan bahwa ada penurunan secara keseluruhan dalam skala global dalam kebebasan hak sipil dan politik, tidak terkecuali di kawasan Asia dan Afrika. Kawasan Timur Tengah dan Afrika Utaradipenuhi oleh 72% negarayang dikategorikan sebagai tidak bebas (not free).15Mesir menjadi salah satu perhatian utama, dimana dalam 5 tahun terakhir, 1300 putusan hukuman mati dijatuhkan kepada tahanan politik dan kriminalisasi yang berjalan terus diarahkan kepada kelompok masyarakat. Kebebasan berekspresi dan menyampaikan pendapat di muka umum tidak mendapat perhatian dari pemerintah.Kemunduran yang sama terjadi di Nigeria, dimana pemerintah dan militer gagal untuk menghentikan impunitas kepada Boko Haram yang beraksi di Utara Nigeria. Sementara di Asia, akuntabilitas negara masih menunjukkan situasi yang belum menguat meskipun ada situasi yang menunjukkan kehadiran yang lebih baik. Indonesia sebagai salah satu contoh negara
external interventions. The Fund for Peace: Failed states index 2013. Dokumen bisa diakses di: http://library.fundforpeace.org/library/cfsir1306-failedstatesindex2013-06l.pdf. Diakses pada 6 April 2015. 14 Dalam kerangka hukum HAM internasional, International Bill of Rights yang terdiri dari Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) 1948, Kovenan Internasional Hak-Hak SIpil dan Politik dan Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (1966) telah menempatkan negara sebagai pemangku kewajiban yang kemudian mendinamisasikan konsep hak asasi manusia sebagai suatu prinsip-prinsip universal, adalah wujud hak yang tidak bisa dicabut (inalienable), hak-hak asasi adalah wujud yang tidak terpisahkan (indivisible) saling terhubung satu sama lain (interdependent), pemenuhannya harus menciptakan ruang kesetaraan (equal) dan tidak boleh diskriminatif (non-discriminatory). Lebih lanjut bisa membaca di: the United Nations Office of the High Commissioner (OHCHR). What are human rights? Dokumen bisa diakses di: http://www. ohchr.org/EN/Issues/Pages/WhatareHumanRights.aspx. Diakses pada 6 April 2015. 15 Lihat: Discarding democracy: Return to the iro fists. Freedom in the world 2015. Dokumen dapat diakses di: https://freedomhouse.org/sites/default/files/01152015_ FIW_2015_final.pdf. Diakses pada 6 April 2015.
7
8
ENAM PULUH TAHUN KONFERENSI ASIA AFRIKA (1955-2015) Mengukuhkan Transformasi Gerakan Sosial Melalui Arena Diplomasi Hak Asasi Manusia
yang telah digunakan sebagai indikator keberhasilan akuntabilitas sejak 1998. Gerakan sosial telah begitu lama menjadi bagian dari kekuatan demokratisasi yang sedikit banyak memberikan corak pada transisi demokrasi di Indonesia sebelum dan pasca 1998.16Meskipun situasi kebebasan sipil yang bisa menyokong majunya gerakan sosial di Indonesia, namun masih sedikit kebijakan publik yang diambil berbasis konsensus gerakan sosial di Indonesia.17 Di lain situasi, Pemerintah China menggunakan alasan terorisme untuk melakukan penuntutan yang keras terhadap aktivisUighur18dan penggunainternet, termasuk memberikan hukuman mati kepada aktivis Ulighur, Ilham Tohti. Sementara, Thailand memiliki masalah yang hampir serupa dengan negara-negara Afrika, dengan kembalinya rezim militer di tubuh pemerintahan. Kemunduran yang sama dialami Malaysia, dengan penguatan pasal penghasutan yang ditujukan kepada aktivis HAM, politisi oposisi, anggota parlemen, pengacara, akademisi serta yang terbaru adalah media vokal seperti editor the Malaysian
16 Untuk melihat model gerakan sebelum Reformasi 1998, bisa dilihat pada publikasi Anders Uhlin (1998) OPosisi berserak: Arus deras demokratisasi gelombang ketiga di Indonesia. Lihat: http://books.google.co.id/books/about/Oposisi_berserak.html?id=HXWmAAAACAAJ&redir_esc=y. Diakses pada 8 April 2015. KontraS sedikit banyak mencatat inisiatif masyarakat sipil untuk mendorong agenda akuntabilitas pada isu hak asasi manusia dan pengungkapan kekerasan masa lalu. Lihat: KontraS dan ICTJ, Keadilan transisi: Keadilan transisi di Indonesia setelah jatuhnya Soeharto. Dokumen dapat diakses di: http://kontras.org/buku/Indonesia%20report-derailed-Indo.pdf. Diakses pada 7 April 2015. 17 Proliferasi gerakan sosial memang begitu luas terjadi di Indonesia, gerakan-gerakan tersebut biasanya tersegregasi pada politik kelas sosial (kelas pekerja, kelas menengah – di mana juga masih terdapat varian definisi dari kelas menengah di Indonesia), subyek yang melekat pada isu gerakan (isu HAM, lingkungan, perempuan, masyarakat adat, keagamaan dan lain sebagainya). Dalam beberapa kondisi gerakan-gerakan sosial bisa efektif untuk mendorng hadirnya suatu preseden kebijakan, seperti yang terjadi pada kasus Cicak v. Buaya, Koin untuk Prita dan lain sebagainya. Namun dalam beberapa situasi, terjadi ketegangan serius antar kelompok yang melibatkan identitas yang khas dan politisasi gerakan sosial, hal ini banyak mencuat pada munculnya model-model gerakan Islam fundamentalis. Lihat: Ahmad Suedy, 2014. Religion as a political game: Rising intolerance in Indonesia. https://www.opendemocracy.net/openglobalrights/ahmad-sueady/ religion-as-political-game-rising-intolerance-in-indonesia. Diakses pada 13 April 2015. 18 Ulighur merupakan etnis minoritas Cina yang memiliki kemiripan identitas dengan kelompok Asia Tengah yang diperlakukan secara diskriminatif oleh Pemerintah China. Dapat diakses melalui http://www.bbc.com/news/world-asia-china-22278037. Diakses pada 6 April 2015.
ENAM PULUH TAHUN KONFERENSI ASIA AFRIKA (1955-2015) Mengukuhkan Transformasi Gerakan Sosial Melalui Arena Diplomasi Hak Asasi Manusia
Insider, Lionel Morais yang ditangkap 31 Maret lalu. Diantara kemunduran kebebasan hak sipil dan politik, beberapa negara di kawasan Asia Afrika masih memiliki kondisi demokrasi dan HAM yang cukup baik. Indonesia, Jepang dan India melaksanakan pemilihan umum yang terlaksana dengan cukup baik dari segi fair election di 2014, sementara di kawasan Afrika,Tunisia merupakan negara Arab pertama yang memiliki kemajuan signifikan dengan status free (bebas) pasca berlangsungnya Arab Spring.19 Meskipun jika dilihat dalam politik domestik kawasan Afrika belum menunjukkan kemajuan yang signifikan, namun secara regional, Afrika memiliki lembaga HAM regional bernama African Commission on Human and People’s Right (ACHPR), yang bekerja dengan cukup efektif, satu langkah lebih maju dari kawasan Asia. ACHPR memiliki mekanisme khusus dengan Pelapor Khusus tematik, prosedur pengaduan, dansesi reguler untuk tinjauan periodiksertaPengadilanyangmulai berlaku secara hukum pada tahun 2004.20 Sementara itu, kawasan Asia belum juga bergerak untuk memiliki mekanisme HAM regional yang efektif. Lembaga HAM di kawasan Asia Tenggara, ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights (AICHR) masih berkutat dengan keefektifitasannya selama lebih dari 5 tahun berdiri, terganjal dengan prisip non-intervensi, konsensus serta kekhasan regional (regional particularities).21 Di lain sisi, Kawasan Asia
19 Arab Spring adalah sebuah gerakan sosial kontemporer yang terjadi di kawasan Timur Tengah dan Afrika, merespons situasi kediktatoran di kawasan tersebut. Dipicu pada tahun 2010 ketika seorang warga Tunisia melakukan aksi bunuh diri dan akhirnya memicu gelombang protes atas wujud ketidakadilan dan otoritarianisme di kawasan tersebut. Lebih lanjut bisa melihat: Arab Spring: An interactive timeline of Middle East protests:http://www.theguardian.com/world/interactive/2011/mar/22/middle-east-protest-interactive-timeline. Diakses pada 6 April 2015. Lihat juga kisah sukses transisi politik di Tunisia dalam: The Guardian view on Tunisia’s transition: A success story. Artikel dapat diakses di: http://www.theguardian.com/commentisfree/2014/dec/26/guardian-view-tunisia-transition-success-story. Diakses pada 6 April 2015. 20 Lihat: Laman daring resmi ACPHR: http://www.achpr.org/. Rules o precedures of ACPHR, dapat diakses di: http://www.achpr.org/files/instruments/rules-of-procedure-2010/rules_of_procedure_2010_en.pdf. Diakses pada 6 April 2015. 21 Lihat: Masukan KontraS terhadap bentuk AICHR. The Jakarta Post. Your letters: On ASEAN’s rights body. Artikel bisa diakses di: http://www.thejakartapost.com/
9
10
ENAM PULUH TAHUN KONFERENSI ASIA AFRIKA (1955-2015) Mengukuhkan Transformasi Gerakan Sosial Melalui Arena Diplomasi Hak Asasi Manusia
Selatan masih belum memilih komitmen untuk membentuk lembaga HAM yang dapat bekerja secara regional dibawah South Asian Association for Regional Cooperation (SAARC). Lembaga HAM regional yang dibentuk di tingkat regional ini ditujukan untuk memfasilitasi masyarakat sipil untuk dapat menyuarakan haknya di tingkat regional dengan berdasar pada common values. Namun pada kenyataannya, suara masyarakat sipil seakan dipersulit dengan serangkaian prasyarat dengan sistem yang hirarki dan tidak menerapkan prinsip akuntabilitas mutual, serta tanpa diskriminasi untuk dapat berkomunikasi dengan lembaga tersebut, hal ini dialami oleh organisasi masyarakat sipil di ASEAN dengan diadopsinya The Guidelines on AICHR’s Relations With CSOs.22 Sebagai bentuk dari implementasi demokrasi dari masyarakat sipil, dan bagian dari entitas regional, KontraS bersama dengan jaringan organisasi regional secara berkesinambungan melakukan advokasi untuk memperkuat mandat proteksi, and akuntabilitas dari ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights (AICHR) sebagai lembaga HAM di arena regional ASEAN. Bahkan sebelum AICHR terbentuk, KontraS menjadi bagian masyarakat sipil regional yang menuntut terbentuknya mekanisme HAM ASEAN, setelah semua negara ASEAN bersuara bulat dalam menandatangani Piagam ASEAN yang secara aktif berlaku pada tahun 2008. Terakhir, KontraS turut memberikan respons dalam bentuk surat terbuka terhadap dokumen “The Guidelines on AICHR’s Relations With CSOs” yang mengkritisi hubungan yang diatur secara hierarki antara masyarakat sipil dan AICHR, tanpa mempertimbangkan akuntabilitas secara mutual.23 Secara lebih jauh, KontraS mengkritisi prinsip non-diskriminasi, dan transparansi yang tidak tercermin dalam dokumen tersebut.
news/2015/04/04/your-letters-on-asean-s-rights-body.html. Diakses pada 6 April 2015. 22 Ibid. 23 Open Letter:KontraS’ Inputs to the Guidelines on the Relation Between AICHR and Civil Society Organizations. Dapat diakses melalui http://www.kontras.org/eng/ index.php?hal=siaran_pers&id=264. Diakses pada 13 April 2015.
ENAM PULUH TAHUN KONFERENSI ASIA AFRIKA (1955-2015) Mengukuhkan Transformasi Gerakan Sosial Melalui Arena Diplomasi Hak Asasi Manusia
Dalam skala yang lebih luas lagi, masyarakat sipil Asia-Afrika telah banyak memanfaatkan ruang yang diberikan oleh PBB untuk turut menjadi bagian ‘pengawas’ dari implementasi berbagai Kovenan Internasional yang telah diratifikasi oleh negara, maupun dalam prosedur khusus (UNSpecial Procedure) yang disediakan untuk isu HAM tematik seperti penyiksaan, pembunuhan diluar proses hukum, kebebasan beragama, dan lainnya. Berdasarkan ECOSOC Resolution 1996/31,24 PBB menyediakan format consultative status bagi masyarakat sipil yang ditujukan agar PBB mendapat informasi yang tepat dari pihak yang kompeten sesuai dengan bidangnya di sektor HAM, begitupun sebaliknya, untuk mempermudah organisasi non-pemerintah tersebut memberikan informasi yang berhubungan dengan perkembangan maupun permasalahan HAM untuk kemudian segera ditindaklanjuti.
III. HAM, DEMOKRATISASI DAN SITUASI TRANSISI POLITIK Beberapa Negara anggota dari Konferensi Asia Afrika terdiri dari negaranegara The Middle East North Africa (MENA)25 merupakan negara yang memiliki masa krisis dan masih berkutat dalam keadaan konflik yang akrab disebut dengan Arab Spring. Di kawasan Asia sendiri wujud transisi politik masih bertahan dalam relasi sipil – militer yang timpang.26Konflik
24 Dapat diakses melalui : http://esango.un.org/paperless/Web?page=static&content=resolution 25 Middle East/North Africa : Algeria, Bahrain, Mesir, Iran, Irak, Israel/Palestina, Yordania, Kuwait, Libanon, Libya, Maroko, Oman, Qatar, Saudi Arabia, Suriah, Tunisia, Uni Emirat Arab, Yaman. Bisa dilihat di: http://web.worldbank.org/WBSITE/EXTERNAL/COUNTRIES/MENAEXT/0,,menuPK:247619~pagePK:146748~piPK:146812~theSitePK:256299,00. html. Diakses pada 6 April 2015. 26 Dalam sebuah kajian yang dibahas oleh Jose Zalaquett disebuah artikel yang berjudul Confronting human rights violations committed by former governments: Principles applicable and political constraints, in transitional justice (1995) diterangkan bahwa terdapat 3 situasi yang potensial terjadi pada struktur transisi politik di sebuah negara yang baru mengawali proses demokrasi. Pertama, sebuah situasi transisi politik akan banyak berhadapan dengan situasi di mana akumulasi konflik-konflik bersenjata menumpuk, melibatkan persoalan-persoalan sosial, etnisitas, politik dan keagamaan. Situasi transisi akan mendorong lahirnya oposisi politik yang menguat, melibatkan kekuatan bersenjata yang kerap melakukan pelanggaran HAM yang luas. Kedua, rezim diktator yang ditumbangkan memang telah kehilangan legitimasi, namun masih bisa mengontrol beberapa
11
12
ENAM PULUH TAHUN KONFERENSI ASIA AFRIKA (1955-2015) Mengukuhkan Transformasi Gerakan Sosial Melalui Arena Diplomasi Hak Asasi Manusia
di negara-negara Afrika, Arab dan Asia sangat kental dengan krisisnya nilai demokrasi dan kediktatoran dari pemimpin negara. Tidak hanya di negara-negara di bagian Afrika Utara dan Timur Tengah saja, tetapi beberapa negara di Asia pun masih mengalami krisis demokrasi dan hak asasi manusia. Seperti salah satunya ialah Korea Utara. Rekam jejakkediktatoran yang masih berjalan di negara-negara Asia dan Afrika menandakan bahwa masyarakat di regional tersebut masih terkurung dalam jeratan kekuasaan dari pemimpin mereka sendiri setelah terbebas dari jeratan kekuasaan kolonialisme.27 Fenomena Arab Spring pun terjadi dan kental hubungannya dengan perjalanan kediktatoran di Negara-negara Timur Tengah dan Afrika Utara, yang bermula pada 18 Desember 2010 di Tunisia dan pada akhirnya merambat ke Negara-negara lain di MENA. Gerakan revolusi yang dibentuk oleh masyarakat sipil untuk memprotes kediktatoran pemerintahnya yang menyebabkan kekerasan hak asasi manusia, kekuatan utama, termasuk kekuatan bersenjata yang masih mengawal proses transisi politik secara bertahap. Dalam situasi semacam ini, kelompok-kelompok status quo masih secara signifikan memiliki akses terhadap sistem politik, dan mampu mendorong posisi tawar dengan kelompok dan/atau aktor baru dengan agenda yang kelompok status-quo yang mereka harapi. Zallaquet menegaskan bahwa hampir seluruh agenda kebijakan dibentuk dan ditetapkan berdasarkan ruang politik negosiasi. Pemenuhan agenda hak-hak asasi manusia akan mengambil wujud dalam bentuk kebijakan dan reformasi institusional yang normatif. Namun demikian, Zallaquet menegaskan bahwa dalam beberapa situasi dan kondisi tertentu model semacam ini bisa dijadikan bentuk pembenaran dari kemauan pemerintah untuk menyelaraskan agenda kebijakannya dengan proses demokratisasi. Lihat: Jose Zalaquett, Confronting human rights violations committeed by former governments: Principles applicable and political constraints. Dalam Neil J. Kritz. Confronting human rights violations committed by former governments: Principles applicable and political constraints, in transitional justice. Bacaan dapat diakses di: https://books.google.co.id/ books?id=EvD6oBQZdGEC&pg=PA3&lpg=PA3&dq=Confronting+human+rights+violations+committed+by+former+governments:+Principles+applicable+and+political+constraints,+in+transitional+justice&source=bl&ots=zN1n_Okl5V&sig=CsU_aDhW07DmVi8fSX0ofDb4LKA&hl=en&sa=X&ei=C10iVc6BMc_JuASG9oHICw&ved=0CDEQ6AEwAw#v=onepage&q=Confronting%20human%20rights%20violations%20committed%20 by%20former%20governments%3A%20Principles%20applicable%20and%20political%20 constraints%2C%20in%20transitional%20justice&f=false. Diakses pada 6 April 2015. 27 Lihat: the United Nations. Commission of Inquiry on Human Rights in the Democratic People’s Republic of Korea. Laman daring bisa diakses di: http://www.ohchr.org/ EN/HRBodies/HRC/CoIDPRK/Pages/CommissionInquiryonHRinDPRK.aspx. Diakses pada 6 April 2015.
ENAM PULUH TAHUN KONFERENSI ASIA AFRIKA (1955-2015) Mengukuhkan Transformasi Gerakan Sosial Melalui Arena Diplomasi Hak Asasi Manusia
korupsi dan minim kesejahteraan yang dialami oleh masyarakat hingga saat ini. Konflik masih terus merebak, hingga di hari jelang 60 tahun KAA. Yaman, Palestina-Israel, Suriah, Oman dan negara-negara lain masih terbelenggu dengan otoritarianisme dan krisis kebebasan.28 Korea Utara sebagai salah satu contoh terburuk dari krisis demokrasi dan minim krisis HAM. Kediktatoran Kim Jong-Un merupakan sebuah simbol otoriatarianisme yang menodai semangat bangkitnya negaranegara KAA untuk merdeka dari jajahan.29Pada laporan pelapor Khusus Korea Utara masih dinyatakan beberapa pelanggaran yang termasuk dalam kejahatan serius dan menyangkut dengan demokratisasi. Negara-negara dibagian tenggara sesungguhnya tidak lepas dari adanya pembatasan-pembatasan nilai-nilai HAM. Malaysia dan Singapura masih belum data menerapkan HAM yang baik di negara mereka. Para aktivis ditangkap, bahkan dengan usia dibawah umur seperti yang terjadi di Singapura.30 Indonesia sebagai tuan rumah dari KAA dan juga 28 Koalisi Saudi Arabia di awal bulan MAret 2015 melakukan serangan masif kepada Yaman dengan motif untuk menyerang dan melumpuhkan kelompok Anshar Allah atau yang lebih dikenal sebagai the Houthis. Human Rights Watch (HRW) telah mengeluarkan analisa menarik terkait dimensi hukum internasional yang bisa dipantau pada situasi yang masuk pada arena ‘the non-international armed conflict’. Lebih lanjut lihat: Q and A Conflict Yemen and International Law. Dokumen dapat diakses di: http://www.hrw.org/ news/2015/04/06/q-conflict-yemen-and-international-law. Lihat: OHCHR, the United Nations Independent Commission of the Inquiry of the 2014 Gaza Conflict. http://www. ohchr.org/EN/HRBodies/HRC/CoIGazaConflict/Pages/CommissionOfInquiry.aspx. Lihat: OHCHR, Independent International Commission of Inquiry on the Syrian Arab Republic http://www.ohchr.org/EN/HRBodies/HRC/IICISyria/Pages/IndependentInternationalCommission.aspx. Diakses pada 13 April 2015. 29 Semangat ini bahkan telah terpotret di dalam the International Covenant for Civil and Political Rights Artikel 1 yang menjabarkan, “All peoples have the right of self-determination. By virtue of that right they freely determine their political status and freely pursue their economic, social and cultural development.” Kovenan bisa diakses di: http:// www.ohchr.org/en/professionalinterest/pages/ccpr.aspx. Diakses pada 5 April 2015. 30 Kriminalisasi yang diarahkan kepada partai oposisi yang dipimpin oleh Anwar Ibrahim Lihat juga penangkapan dan penahanan terhadap Amos Yee yang ditangkap oleh Polisi Singapura ketika usianya menginjak 17 tahun akibat protes yang ia lakukan di laman daring YouTube terhadap praktik kediktatoran Lee Kuan Yew. Yee yang mengunggah videonya pada 27 Maret terkena Pasal No. 292 dari KUHP SIngapura. Lihat: New Yorker, YouTube Star, Teen Ager, Disssident. Artikel dapat diakses di: http://www.newyorker.com/ culture/cultural-comment/the-arrest-of-a-teen-aged-youtube-star. Diakses pada 13 April 2015.
13
14
ENAM PULUH TAHUN KONFERENSI ASIA AFRIKA (1955-2015) Mengukuhkan Transformasi Gerakan Sosial Melalui Arena Diplomasi Hak Asasi Manusia
merupakan Dewan HAM PBB masih menerapkan hukuman mati yang sangat berkontradiksi dengan hak hidup. Setelah 17 tahun terbebas dari jeratan rezim otoritarian Soeharto, rupanya Indonesia masih mengalami kemunduran dalam bidang demokratisasi dan hak asasi manusia. Transisi politik yang masih berjalan dengan ditandai ketidakmampuan pemerintah untuk memutus mata rantai impunitas pelanggaran HAM masa lalu, diikuti dengan ketidakoptimalan agenda penegakan hukum. Bisa terlihat dalam kasus-kasus penyiksaan, penahanan sewenangwenang, pelanggaran HAM besar-besaran di sektor bisnis dan HAM dan lain sebagainya.31 Di Myanmar sendiri, setelah transisi politik yang melibatkan kemauan dari pihak militer Myanmar untuk tunduk pada kontrol sipil, pelanggaran HAM dalam wujud pembatasan kebebasan berekspresi dan kekerasan sipil atas nama agama masih terus berlanjut. Tahun 2015 juga menjadi tahun penentuan bagi rezim politik di Myanmar untuk mampu melanjutkan transisi politik demokraktik. Namun demikian melihat praktik kekerasan yang begitu meluas terjadi di mana aparat pemerintahan menangkap dan melakukan tindak kekerasan terhadap ratusan siswa, biksu dan jurnalis yang berusaha menyampaikan aspirasi mereka dengan protes damai kepada pemerintah.32 Di kawasan regional Asia Selatan, Srilanka telah gagal untuk mengusut tuduhan atas kejahatan perang yang diminta oleh Dewan HAM PBB. Dewan HAM PBB meminta kepada Srilanka untuk secara kredibel dan independen menginvestigasi kekerasan hukum humanitarian dan hukum hak asasi manusia.33 Bangladesh telah gagal untuk menghukum aparat keamanan yang melakukan kekerasan, pembunuhan, penghilangan paksa dan
31 Lihat: KontraS & ICTJ, 2011, Keluar jalur: Keadilan transisi di indonesia setelah jatuhnya Soeharto. Dokumen dapat diakses di: http://kontras.org/buku/Indonesia%20report-derailed-Indo.pdf. Diakses pada 13 April 2015. 32 Lihat: Reuters.com. Myanmar police beat students, monks and journalist; about 100 detained.Artikel dapat diakses di: http://www.reuters.com/article/2015/03/10/ us-myanmar-students-idUSKBN0M60M620150310. Diakses pada 10 Maret 2015. Lihat juga, Trevor Wilson (2015). New Mandala: Dissent and repression persist in Myanmar. Artikel dapat diakses di: http://asiapacific.anu.edu.au/newmandala/2015/03/17/dissent-and-repression-persist-in-myanmar/. Diakses pada 13 April 2015. 33 Lihat: Human Rights Watch World Report 2014. http://www.hrw.org/world-report/2014/country-chapters/sri-lanka. Diakses pada 10 Maret 2015.
ENAM PULUH TAHUN KONFERENSI ASIA AFRIKA (1955-2015) Mengukuhkan Transformasi Gerakan Sosial Melalui Arena Diplomasi Hak Asasi Manusia
penangkapan paksa. Pemerintah Bangladesh tidak menunjukkan usaha yang baik dalam pemilihan umum untuk memberantas kekerasan hak asasi manusia dan penyelidikan tindakan sewenang-wenang yang dilakukan oleh aparat keamanan di Bangladesh.34 Saat ini fenomena Arab Spring bahkan sudah berkembang menjadi Arab Winter dimana negara-negara MENA sudah menjajaki fase kedua dari transisi politik di masing-masing negara. Beberapa negara mulai mengalami krisis pemerintahan baru seperti Yaman dan Oman. Mesir dan Tunisia mengalami fase kedua transisi politik di negara mereka dikarenakan masih adanya otoritarianisme. Di lain sisi, Iran baru saja menanda tangani perjanjian dan kesepahaman dengan 6 negara adidaya –Amerika Serikat, Rusia, China, Inggris, Prancis dan Jerman untuk melonggarkan sanksi yang telah diberikan kepada Iran pada kapasitasnya sebagai negara pengelola senjata nuklir. Namun perjanjian multilateral ini belum memperjelas dimensi konflik yang masih berlangsung di kawasan Timur Tengah (Irak, Suriah, Libya dan Yaman).35 Namun demikian sejalan dengan proses yang bergulir di tingkat internasional, terutama di PBB, masyarakat sipil secara terus menerus menyuarakan hak-hak yang terenggut akibat konflik berkepanjangan, transisi demokrasi yang gagal mencapai keadilan, maupun kebutuhan akan intervensi kemanusiaan yang terukur dengan akuntabilitas nyata. HAM yang tak kenal batas teritori membuat solidaritas internasional yang dilakukan oleh masyarakat sipil menguat terhadap negara-negara yang masih berada dalam tekanan kediktatoran, negara-negara yang berada dalam transisi demokrasi, maupun negara-negara konflik yang memerlukan bantuan kemanusiaan. Secara terus menerus tekanan internasional muncul untuk penyelesaian konflik Palestina melalui UN Commission of Inquiry untuk Gaza, tekanan terhadap Korea Utara untuk meninggalkan rezim diktator, serta dialog damai yang terus dibangun untuk konflik di Suriah. KontraS secara terus menerus melakukan tekanan melalui surat protes, rekomendasi, dialog, maupun gerakan solidaritas internasional bersama dengan organisasi masyarakat sipil dalam skala regional maupun internasional. 34 Lihat: Human Rights Watch. http://www.hrw.org/news/2015/01/29/bangladesh-year-marred-attacks-abductions-killings. Diakses pada 5 April 2015. 35 Lihat: The Economist. 2015. The Middle eastern Mesh. Artikel dapat diakses di: http://www.economist.com/blogs/graphicdetail/2015/04/daily-chart-0?fsrc=scn/fb/wl/ dc/themiddleeasternmesh. Diakses pada 13 April 2015.
15
16
ENAM PULUH TAHUN KONFERENSI ASIA AFRIKA (1955-2015) Mengukuhkan Transformasi Gerakan Sosial Melalui Arena Diplomasi Hak Asasi Manusia
IV. HAM, AGENDA MERAWAT PERDAMAIAN DAN KEAMANAN Dalam beberapa dekade terakhir, situasi perdamaian di kawasan Asia Afrika juga turut mengalami pasang surutnya. Pasca tragedi genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang terjadi di Rwanda (1994), negara-negara di dunia mendorong PBB, khususnya Dewan Keamanan untuk memperkuat agenda perdamaian dan keamanan melalui apa yang kemudian dikenal sebagai Responsibility to Protect (R2P).36Dewan Keamanan PBB sesuai dengan mandatnya yang diatur di dalam Piagam PBB akan memiliki peran signifikan untuk memajukan perdamaian dan keamanan global. Namun demikian, terdapat banyak instabilitas konflik yang masih terus terjadi baik di kawasan Asia maupun Afrika. Seperti yang terjadi di Afghanistan, Republik Afrika Tengah, Kongo, Haiti, Mali, Somalia. Beberapa isu yang mencuat seperti konflik yang berbasis sektarianisme, ekstremisme, korupsi, pelanggaran HAM masif terkait eksploitasi sumber daya alam, penggunaan senjata api berlebihan, perang gangster pada isu peredaran narkotika dan lain sebagainya. Faktor-faktor di atas juga diikuti dengan peningkatan inovasi teknologi, di mana peredaran senjata yang masif pada situasi konflik bersenjata, turut meningkatkan dimensi kompleksitas pada banyak perang dan konflik modern abad 21. Kita turut mengetahui bahwa dalam beberapa dekade terakhir ini, PBB telah memperkuat banyak mekanisme pemantauan internasional guna mendorong penguatan agenda perdamaian dan keamanan dunia. Beberapa prosedur yang tersedia seperti pasukan penjaga perdamaian yang terlibat dalam banyak operasi pemulihan perdamaian, field based special political mission dan UN Special envoys and advisers.37 Namun demikian, dari pandangan KontraS kebijakan36 Pada prinsipnya R2P merupakan kesepakatan global yang dipilih untuk mencegah kemungkinan terjadinya genosida pasca tragedi Rwanda di mana sistem yang dibangun di dalam agenda ini merupakan sistem yang dititiktekankan pada pencegahan (early warning) untuk menghindari berbagai wujud kejahatan HAM yang luar biasa, yang jatuh pada dimensi kejahatan terhadap kemanusiaan, genosida, kejahatan perang dan . Lihat: The United Nations, on the responsibility to protect. Dokumen dapat diakses di: http:// www.un.org/en/preventgenocide/adviser/responsibility.shtml. Diakses pada 6 April 2015. 37 Lihat: the United Nations, 2014, report of the Secretary General on the work of the organization: Maintenance of international peace and security. Dokumen dapat diakses di: http://www.un.org/sg/speeches/reports/68/report-peace.shtml. Diakses pada 13 April 2015.
ENAM PULUH TAHUN KONFERENSI ASIA AFRIKA (1955-2015) Mengukuhkan Transformasi Gerakan Sosial Melalui Arena Diplomasi Hak Asasi Manusia
kebijakan organisasi internasional yang banyak direpresentasikan oleh PBB dalam kerangka menjaga perdamaian dan keamanan global masih belum menyentuh persoalan-persoalan secara inklusif dan sarat dengan kepentingan dari negara-negara permanen anggota Dewan Keamanan PBB. Hal ini banyak terlihat dalam beberapa konsensus global untuk menghentikan praktik-praktik pelanggaran HAM yang serius dan masif, sebagaimana yang terjadi pada situasi Suriah. Doktrin ‘intervensi kemanusiaan’ yang dibenarkan di Libya dan Suriah lebih banyak mewujud menjadi politik kepentingan yang cenderung tidak membawa banyak solusi pada upaya membawa perdamaian yang signifikan di kawasan Timur tengah maupun di kawasan Asia yang layak untuk mendapatkan perhatian dari mekanisme ini.38 Meski Indonesia banyak mengirim pasukan penjaga perdamaian pada misi-misi kemanusiaan di bawah bendera PBB, dan termasuk beberapa kali mandat yang diberikan oleh komunitas internasional untuk duduk sebagai bagian Dewan HAM PBB justru tidak banyak memainkan peran yang signifikan dalam upaya mendorong perdamaian dan keamanan. Terbukti dengan kegagapan Pemerintah Indonesia dalam memutuskan prioritas penyelidikan atas kejahatan terhadap kemanusiaan yang terjadi di Korea Utara yang juga memiliki kedekatan dimensi pada isu perdamaian dan keamanan dunia.39 Belum lagi dengan isu-isu pinggiran pada perdamaian dan keamanan di kawasan Asia, termasuk gerakan the right to self determination di Selatan Thailand, Mindanao Fiipina dan Papua Indonesia yang harus mendapat perhatian lebih luas lagi. Termasuk penanganan tindak pidana terorisme yang selaras dengan prinsip-prinsip HAM.
38 Kritik terhadap mekanisme R2P banyak dilayangkan oleh aktivis kemanusiaan dan akademisi, khususnya ketika mekanisme ini diterapkan untuk merespons situasi Suriah dan Libya. Lihat: Open Democracy, R2p – Hindrance not a help in Syrian crisis. Artikel dapat diakses di: https://www.opendemocracy.net/openglobalrights/david-petrasek/r2p%E2%80%93-hindrance-not-help-in-syrian-crisis. Diakses pada 14 April 2015. 39 Lihat: Meskipun Indonesia tetap memilih jalur politik abstain isu Kore Utara, namun konsensus kesepakatan Dewan HAM PBB tetap mendorong terbentuknya mekanisme akuntabilitas pada situasi HAM aktual di sana. Lebih lanjut lihat: Nikkei Asian Review, 2015, Yet another resolution UN presses North Korea on abductions, rights violations. Artikel dapat diakses di: http://asia.nikkei.com/Politics-Economy/International-Relations/UN-presses-North-Korea-on-abductions-rights-violations. Diakses pada 14 April 2015.
17
18
ENAM PULUH TAHUN KONFERENSI ASIA AFRIKA (1955-2015) Mengukuhkan Transformasi Gerakan Sosial Melalui Arena Diplomasi Hak Asasi Manusia
KontraS dalam hal ini banyak merajut kerja sama dan pemantapan isu pada isu perdamaian dan keamanan dunia dengan mendorong lahirnya inisiatif masyarakat sipil dalam mendorong upaya perdamaian global dan kawasan, melalui kampanye, dialog bilateral, kerja sama people to people dan lain sebagainya. Memperkuat solidaritas masyarakat sipil pada agenda akuntabilitas di kedua dimensi menjadi mutlak dilakukan. Doktrin intervensi kemanusiaan harus pula menyentuh ruang pengakuan atas relasi-relasi lokal yang sebenarnya menyimpan banyak potensi untuk mendorong perdamaian yang signifikan dalam bagi keamanan.
V. HAM DAN AKTUALISASI DIMENSI PEMBANGUNAN DI ASIA AFRIKA Negara-negara di kawasan Asia-Afrika mendominasi barisan kelompok berindikator rendah atas demokrasi menurut Democracy Index yang dikeluarkan oleh Economist intelligent unit.40Laporan tahunan tersebut menempatkan Korea Utara bersama dengan negara-negara regional Sub-Sahara, Timur Tengah, dan Afrika Utara sebagai kelompok yang memiliki tingkat demokrasi terendah. 41 Rendahnya tingkat demokrasi tersebut berhubungan langsung dengan rendahnya angka kesejahteraan.42 Terlihat negara di kawasan Asia Afrika kerap mendominasi urutan 20 terbawah dari laporan yang juga dikeluarkan di dalam Prosperity Index yang dikeluarkan oleh Legatum 40 Indeks Demokrasi yang mengukur 167 negara oleh Economist Intelligence Unit bersumber dari 60 indikator yang dikelompokkan dalam lima kategori, yaitu electoral process and pluralism, civil liberties, functioning of government, political participation, dan political culture. Indeks memilah negara menjadi empat kategorisasi berdasarkan capaian demokrasi yaitu: full democracy, flawed democracy, hybrid regime, hingga authoritarian regime. Dokumen dapat diakses di: http://www.sudestada.com.uy/Content/ Articles/421a313a-d58f-462e-9b24-2504a37f6b56/Democracy-index-2014.pdf. Diakses pada 1 April 2015. 41 Lihat laporan The Economist Intelligence Unit “Democracy at stand still” diakses di http://pages.eiu.com/rs/eiu2/images/Democracy-Index-2012.pdf diakses pada 1 April 2015. 42 Lihat tulisan CEO Legatum Institute “Development’s Democratic Drivers” pada http://www.project-syndicate.org/commentary/jeffrey-gedmin-on-the-role-of-governance-and-the-rule-of-law-in-advancing-development diakses pada 1 April 2015.
ENAM PULUH TAHUN KONFERENSI ASIA AFRIKA (1955-2015) Mengukuhkan Transformasi Gerakan Sosial Melalui Arena Diplomasi Hak Asasi Manusia
Institute setiap tahunnya.43 Riset terakhir tahun 2014 memperlihatkan dari 20 negara terbawah yang memiliki indeks kesejahteraan 19 berasal dari wilayah Asia dan Afrika.44 Kawasan Asia Afrika juga masih memiliki negara yang tergolong pada least developed country (LDC).45 Negara-negara yang digolongkan pada kategori ini biasanya ditandai dengan kondisi kelaparan yang cukup parah, konflik berkelanjutan termasuk sengketa etnis dan perang sipil, pemerintahan yang korup, dan instabilitas sosial politik. Bentuk negara kerap berbentuk otoritarianisme yang mengarah kleptokrasi. Terdapat 48 negara yang termasuk ke dalam LDC dimana 34 berasal dari Afrika, 13 dari Asia dan pasifik dan sisanya adalah Amerika Latin.46 Selain itu jika ditinjau dari era post-Millenium Development Goals (MDGs) di tahun 2015, negara di benua Afrika terbukti hanya dapat mencapai dua target dari 9 poin MDGs, yaitu mengenai pendidikan (achieve universal primary education), dan kesetaraan gender (promote gender equality and empower women). Permasalahan untuk meraih target MDGs juga banyak terpengaruhi oleh konflik, ketidakstabilitasan politik, serta bencana baik natural maupun akibat ulah manusia memperkeruh usaha MDGs di tahun 2015. Bahkan krisis Ebola mengancam usaha MDGs yang telah dilakukan selama ini mampu mereduksi pencapaian mutu kesehatan ke angka yang lebih rendah dari tahun sebelumnya. Kesejahteraan yang rendah akibat demokrasi yang memburuk juga amat terhubung dengan kemampuan suatu negara menyediakan agenda transparansi dan akuntabilitas secara konsisten. Tidak akuntabelnya
43 Prosperity Index mengukur 142 negara oleh Legatum Institut. Indikator kesejahteraan diukur berdasarkan varietas faktor yang mencakup kekayaan, perkembangan ekonomi, pendidikan, kesehatan, kesejahteraan pribadi, dan kualitas hidup. Lebih lanjut, lihat http://www.prosperity.com 44 Lihat “Legatum Prosperity Index Report 2014” dapat diakses di http://media. prosperity.com/2014/pdf/publications/PI2014Brochure_WEB.pdf diakses pada 1 April 2015 45 Lebih lanjut lihat laporan UNDP “The MDG Report 2014: Assessing Progress in Africa Toward the Millennium Development Goals” dapat diakses di http://www.undp.org/ content/undp/en/home/librarypage/mdg/mdg-reports/africa-collection.html diakses pada 1 April 2015. 46 “About LDCs” Dapat diakses di http://unohrlls.org/about-ldcs/. Diakses pada 1 April 2015.
19
20
ENAM PULUH TAHUN KONFERENSI ASIA AFRIKA (1955-2015) Mengukuhkan Transformasi Gerakan Sosial Melalui Arena Diplomasi Hak Asasi Manusia
suatu negara, menyebabkan beragam penyimpangan atas hak asasi manusia, terutama di bidang pembangunan dan sumber daya alam. Hak masyarakat sipil yang ditekan akibat pemerintah yang otoritarian dan korup akan mudah meloloskan korporasi yang tidak mengedepankan hak asasi dalam pembangunan. Terjadi eksploitasi secara masif yang merugikan masyarakat lokal. Korporasi tersebut hadir di negara-negara Asia Afrika dimana mayoritas negara berkembang, mengambil keuntungan secara pihak dan mengabaikan hak masyarakat lokal. Muncul bencana ekologis, sosial serta konflik dimana salah satunya akibat perampasan lahan yang merenggut sumber daya alam masyarakat lokal. 47Di sini negara tidak hadir melindungi rakyatnya dimana justru negara sendiri justru memfasilitasi dan terlibat di dalam pusaran praktik pelanggaran HAM itu sendiri. 48 Dalam sebuah laporan pembangunan global berjudul How was Life? Global Well-Being since 1820, Hasil riset OECD (Organisation for Economic Cooperation and Development) dari Universitas Utrecht, Belanda mengungkapkan negara-negara di Asia Afrika terlihat belum mampu menekan angka ketimpangan ekonomi. Beberapa negara masuk pada kategori GDP terendah berdasarkan survei OECD tersebut. OECD kemudian menemukan hal yang mirip dengan tulisan Piketty mengenai ketimpangan ekonomi. 49
47 Publikasi FIDH, OMCT dan the observatory for the protection of human rights defenders yang berjudul “We are not afraid: Land rights defenders – attacked for confronting unbridled development (annual report 2014)” menunjukkan tren global yang memperlihatkan adanya kompetisi perebutan tanah untuk kepentingan investasi skala luas yang mengatsnamakan pembangunan. Di Asia, konflik tanah direpresentasikan melalui situasi Indonesia, Kamboja, dan Palestina sedangkan di Afrika merujuk pada situasi Liberia dan Ethiopia. 48 Negara bertugas sebagai duty bearer terhadap pemenuhan dan perlindungan HAM harusnya mendorong pemenuhan kewajiban menghormati (to respect), melindungi (to protect), dan memajukan (to fullfil) hak asasi manusia secara universal. Lihat Komentar Umum Komite HAM PBB No. 31 para. 3 dan 10) 49 Thomas Piketty dalam bukunya berjudul “Capital in the Twenty-First Century (2013)” mengungkapkan ketimpangan di dunia akan semakin menanjak karena modal yang sifatnya diwariskan oleh mereka yang berkuasa akan terus menyuntikkan pengaruh politiknya terutama dalam urusan pajak, membiayai partai politik, kelompok penekan, termasuk pada akademisi agar tidak mengurangi kekayaan mereka. Bentuk kediktatoran
ENAM PULUH TAHUN KONFERENSI ASIA AFRIKA (1955-2015) Mengukuhkan Transformasi Gerakan Sosial Melalui Arena Diplomasi Hak Asasi Manusia
KAA dalam hal ini harusnya menjadi pintu dan ruang diskusi bersama berbagai negara yang mengalami masalah serupa untuk mampu membuat serangkaian perangkat regional dan multinasional untuk menindak beragam wujud korporasi nakal. KAA sangat signifikan dimana berbagai negara yang menjadi anggotanya seperti Tiongkok dan Jepang, serta CIVETS Country50 mampu menjadi pendorong dihasilkanya perangkat tersebut. Dorongan terhadap penerapan UNGP51 juga layaknya menjadi perhatian dalam acara Pertemuan Bisnis Asia-Afrika52 yang akan dilangsungkan sebagai side-event KAA. Side-event tersebut harusnya mampu mendorong usaha perbaikan kesejahteraan tersebut, bukan malah semakin membuka ruang korporasi melakukan investasi eksploitatif menggerus hak masyarakat lokal.
yang mewarisi kekayaan dan kekuasaan hanya pada sekelompok orang akan cenderung tetap mengusahakan bentuk apapun untuk tetap melanggengkan kekuasaan mereka. Usaha tersebut akan semakin meningkatkan angka ketimpangan di masyarakat.Lihat: Harvard University Press. Excerpt of Capital in the Twenty-First Century. Dokumen dapat diakses di: http://www.hup.harvard.edu/catalog.php?isbn=9780674430006. Diakses pada 1 April 2015. 50 CIVETS Country terdiri dari Kolombia, Indonesia, Vietnam, Mesir, Turki, dan Afrika Selatan sebagai negara yang dipilih karena alasan ekonomi yang beragam dan dinamis dan populasi muda yang terus bertambah. Elaborasi pembahasan dapat dilihat pada artikel yang ditulis oleh Wall Street Journal: After BRICS, CIVETS? Artikel dapat diakses di: http://www.wsj.com/articles/SB10001424053111904716604576546632573895382. Diakses pada 1 April 2015. 51 United Nations Guiding Principles on Business and Human Rights (UNGPs) adalah prinsip-prinsip panduan yang berisi tiga pilar, yakni (1) tugas negara melalui kebijakan, peraturan, dan peradilan yang sesuai untuk melindungi warganya dari pelanggaran HAM oleh pihak ketiga (to protect),(2) Tanggung jawab korporasi untuk menghormati HAM (to respect), dan (3) kebutuhan korban akan akses terhadap pemulihan yang efektif, baik yudisial maupun non-yudisial (access to remedy) sebagai mekanisme mencegah pelanggaran HAM dalam sektor bisnis. Dokumen dapat diakses di: http://business-humanrights.org/ en/un-guiding-principles. Diakses pada 1 April 2015. 52 Disebut juga Asia Africa Business Summit yang merupakan bagian dari KAA membahas empat bidang ekonomi yaitu infrastruktur, perdagangan, agribisnis, kemaritiman, dan kelautan. Lihat: Metro TV, Empat subyek ini akan dibahas di KAA Business Summit. Artikel dapat diakses di: http://ekonomi.metrotvnews.com/read/2015/04/02/380386/ empat-subyek-ini-akan-dibahas-di-kaa-business-summit. Diakses pada 1 April 2015.
21
22
ENAM PULUH TAHUN KONFERENSI ASIA AFRIKA (1955-2015) Mengukuhkan Transformasi Gerakan Sosial Melalui Arena Diplomasi Hak Asasi Manusia
Gerakan solidaritas masyarakat sipil terutama diperlukan di negaranegara berkembang yang mengedepankan pembangunan tanpa mempertimbangkan unsur Hak Asasi Manusia didalamnya. FIDHOMCT –organisasi internasional non-pemerintah yang memiliki fokus dalam perlindungan Pembela HAM, secara apik mendokumentasikan kasus kekerasan terhadap pembela HAM yang bekerja di sektor lingkungan, terutama dalam perampasan tanah. Dalam bukunya “We Are Not Afraid” Land Rights Defenders; Attacked for confronting unbridled development (2014) secara tajam mengupas pelanggaranpelanggaran HAM yang dialami oleh Pembela HAM di sektor hak atas tanah, akibat dari tidak diarusutamakannya HAM dalam pembangunan, dan keengganan dari pelaku bisnis sebagai aktor-aktor non-negara untuk mengimplementasikan prinsip HAM dalam kegiatan bisnis sesuai dengan UN Guiding Principles on Business and Human Rights. Demi berlangsungnya pembangunan yang akuntabel, transparan, dan mengarusutamakan HAM, masyarakat sipil secara-terus menerus mendorong dibentuknya Treaty on Business and Human Rights. Dalam sesi UN HRC ke 26, agenda pembentukan Kelompok kerja untuk mendraft Treaty on Business and Human Rights sendiri ditentang oleh 14 negara yang sebagian besar merupakan negara maju, dengan 13 negara abstain, sedangkan 20 negara lainnya yang sebagian besar negara berkembang mendukung dibentuknya Kelompok Kerja tersebut, termasuk Indonesia, Etiopia, Afrika Selatan, India, Cote d’Ivoire,Kongo, dan beberapa negara Selatan lainnya.53 Hal ini merupakan pertanda positif untuk dibentuknya standar ideal relasi antara pihak pelaku bisnis dan HAM, dimana tidak hanya organisasi masyarakat sipil sebagai nonstate actor yang menyuarakan hal tersebut, namun beberapa negara juga berada di pihak yang sama.
53 Lihat: In Controversial Landmark Resolution. Dapat Diakses melalui; http://www.ijrcenter.org/2014/07/15/in-controversial-landmark-resolution-human-rights-council-takes-first-step-toward-treaty-on-transnational-corporations-human-rights-obligations/. Diakses pada 14 April 2015.
ENAM PULUH TAHUN KONFERENSI ASIA AFRIKA (1955-2015) Mengukuhkan Transformasi Gerakan Sosial Melalui Arena Diplomasi Hak Asasi Manusia
VI. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Dari paparan panjang di atas, dapat ditinjau kembali elemen gerakan sosial yang memiliki banyak ruang kontribusi dalam mendorong agenda people diplomacy di ranah penegakan dan pemajuan hak asasi manusia di kedua kawasan ini. Terdapat modalitas yang begitu signifikan ketika masyarakat sipil di kedua belah kawasan mulai menggunakandiskursus HAM tidak hanya sebagai norma yang harus dimuliakan, namun juga sebagai bagian yang harus diimplementasikan dalam kebijakan politik negara-negara demokratis. Indonesia dalam kapasitasnya sebagai negara yang menjunjung tinggi demokrasi memiliki peran strategis dan modalitas dalam mendorong atau setidaknya menyediakan dan menjamin arena gerakan sosial terawat. Arena Konferensi Asia Afrika seharusnya bisa menjadi wadah dalam mendorong dan menyinergiskan situasi perdamaian, keamanan, politik dan pembangunan yang tetap mengutamakan ukuran akuntabilitas dan dimensi hak asasi manusia. Oleh karena itu pada kesempatan kali ini, Indonesia bisa memainkan suatu peran signifikan untuk mendorong beberapa catatan di bawah ini sebagai bagian dari agenda konstruktif dari people diplomacy: a. Membuat dialog konstruktif untuk pemajuan HAM dan demokrasi, serta pembangunan yang berbasis HAMantar negara peserta Konferensi Asia Afrika secara reguler sebagai bentuk dari solidaritas internasional antar negara, b. Panitia penyelenggara Konferensi Asia Afrika, dalam hal ini Pemerintah Indonesia untuk membuka ruang partisipasi aktif masyarakat sipil baik dalam perumusan agenda, maupun dalam pelaksanaan Konferensi Asia Afrika itu sendiri sebagai bentuk dari good governance, c. Mendorong prioritas agenda perdamaian, keamanan, dan pembangunan yang berperspektif HAM pada pertemuan KAA sebagai komitmen konkret untuk memajukan kawasan Asia Afrika, d. Mendorong negara-negara di kawasan Asia Afrika harus bisa memberikan dukungan yang solid pada agenda transisi politik –khususnya di Timur tengah sebagai kunci hadirnya partisipasi
23
24
ENAM PULUH TAHUN KONFERENSI ASIA AFRIKA (1955-2015) Mengukuhkan Transformasi Gerakan Sosial Melalui Arena Diplomasi Hak Asasi Manusia
publik yang meluas untuk menyokong agenda HAM, e. Mendukung negara-negara di kawasan Asia Afrika harus bisa membuka ruang kolaborasi dengan masyarakat sipil dalam melakukan fungsi pemantauan dan akuntabilitas pada kehadiran aktor-aktor non-negara pada isu bisnis dan HAM, f.
Mengajak negara-negara di kawasan Asia Afrika harus lebih aktif dalam menggunakan mekanisme-mekanisme insiatif, alternatif regional yang belum tereksplorasi penuh sebagai bagian komitmen regional dalam mendorong isu perdamaian dan keamanan di kawasan.