EKSTRAKSI DAN FORMULASI EKSTRAK BUAH BAKAU HITAM SEBAGAI MINUMAN FUNGSIONAL
FITRIANY PODUNGGE
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Ekstraksi dan Formulasi Ekstrak Buah Bakau Hitam sebagai Minuman Fungsional adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, April 2016
Fitriany Podungge NIM C351120251
RINGKASAN FITRIANY PODUNGGE. Ekstraksi dan Formulasi Ekstrak Buah Bakau Hitam sebagai Minuman Fungsional. Dibimbing oleh SRI PURWANINGSIH dan TATI NURHAYATI. Buah bakau hitam (R. mucronata) terdiri atas kotiledon dan hipokotil yang banyak mengandung senyawa bioaktif. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan morfometrik, komposisi proksimat, kandungan serat buah bakau, karakteristik kimia ekstrak buah bakau, dan menentukan formulasi minuman terbaik berdasarkan karakteristik fisikokimia dan uji sensori. Kotiledon dan hipokotil buah bakau diekstrak secara terpisah untuk mengetahui aktivitas antioksidan tertinggi dari setiap bagian tersebut. Kapasitas antioksidan sirup ekstrak buah bakau ditentukan untuk memanfaatkan ekstrak tersebut sebagai minuman fungsional. Buah bakau hitam memiliki panjang rata-rata 66.75±3.64 cm dan berat rata-rata 110.40±10.84 g, serta mengandung 61.06±1.35% air, 0.99±0.03% abu, 1.78±0.26% protein, 1.49±0.14% lemak, 34.68±1.27% karbohidrat (by difference). Karbohidrat buah bakau diantaranya terdiri atas 6.21±0.47 g/100g bb serat makanan larut dan 74.42±1.87 g/100g bb serat makanan tidak larut. Hasil ekstraksi kotiledon bakau rebus menggunakan metanol memiliki aktivitas antioksidan dengan nilai IC50 13.56 ppm sedangkan hasil ekstraksi kotiledon bakau segar menggunakan metanol memiliki nilai IC50 32.57 ppm. Hasil uji fitokimia menunjukkan bahwa dalam ekstrak metanol kotiledon maupun hipokotil bakau terdeteksi adanya flavonoid, steroid, tanin, saponin, dan hidrokuinon. Ekstrak air buah bakau memiliki aktivitas antioksidan yang lebih kuat daripada ekstrak metanol kotiledon dan hipokotil bakau. Ekstrak air buah bakau yang dihasilkan melalui proses perebusan selama 30 menit memiliki aktivitas antioksidan terkuat dengan nilai IC50 15.07 ppm dan kandungan total fenol tertinggi yaitu 74.7 mgGAE/g. Tingkat kesukaan konsumen terhadap sirup ekstrak air buah bakau tertinggi berdasarkan parameter kekentalan terdapat pada formula sirup yang ditambahkan karagenan dengan konsentrasi 0.8%. Formula sirup tersebut memiliki kadar antioksidan 1.34 ppm dan kapasitas antioksidan 21.71 ppm AEAC (Ascorbic acid Equivalent Antioxidant Capacity). Potensi buah bakau hitam sebagai minuman fungsional sumber antioksidan berkaitan dengan adanya senyawa bioaktif flavonoid, hidrokuinon, triterpenoid, tanin, dan saponin dalam ekstrak air buah bakau. Kata kunci: buah bakau, kapasitas antioksidan, serat makanan, toksisitas
SUMMARY FITRIANY PODUNGGE. Extraction and Formulation the Extract of Black Mangrove Fruit as Functional Drink. Supervised by SRI PURWANINGSIH and TATI NURHAYATI. The fruit of black mangrove (R. mucronata) consists of cotyledons and hypocotyls that contain many bioactive compounds. This study aims to determine the morphometric, proximate composition, fiber content of the fruit, the chemical characteristics of the fruit extracts, and the best beverage formulations based on the physicochemical characteristics and sensory testing. Cotyledons and hypocotyls mangrove fruit was extracted separately to determine the highest antioxidant activity. Antioxidant capacity of the mangrove fruit syrup extracts is determined to take advantage of the extract as a functional drink. Black mangrove fruit has an average length of 66.75±3.64 cm and an average weight of 110.40±10.84 g, contains 61.06±1.35% water, 0.99±0.03% ash, 1.78±0.26% protein, and 1.49±0.14% fat, 34.68±1.27% carbohydrate (by difference). The carbohydrate of black mangrove fruit consist of 6.21±0.47 g/100g wb of soluble dietary fiber and 74.42±1.87 g/100g wb of insoluble dietary fiber. The yield of methanol extraction of boiled black mangrove cotyledons had higher antioxidant activity with the IC50 value 13,56 ppm and the yield of methanol extraction of fresh black mangrove cotyledons with the IC50 value 32,57 ppm. Phytochemical test results showed that the methanol extract of cotyledons and hypocotyls mangrove contain flavonoids, steroids, tannins, saponins, and hydroquinone. The aqueous extract of black mangrove fruit has stronger antioxidant activity than the methanol extract of cotyledons and hypocotyls mangroves. The aqueous extract produced by boiling the fruit in the water for 30 minutes has a strongest antioxidant activity and higher total phenolic content than the others. That extract has 15.07 ppm of IC50 value of antioxidant activity and 74.7 mgGAE/g of total phenolic content. The level of consumer preferences of the syrup of black mangrove aqueous fruit extract based on viscosity parameters present in syrup formula which contained 0.8 % of carrageenan. The syrup formula has 1.34 ppm of antioxidant content and 21.71 ppm AEAC (Ascorbic acid Equivalent Antioxidant Capacity) of antioxidant capacity. The potency of black mangrove fruit as functional drink as a source of antioxidant related to the bioactive compounds of its such as flavonoid, hydroquinone, triterpenoid, tannin, and saponin. Keywords: antioxidant capacity, dietary fiber, mangrove fruit, toxicity
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
EKSTRAKSI DAN FORMULASI EKSTRAK BUAH BAKAU HITAM SEBAGAI MINUMAN FUNGSIONAL
FITRIANY PODUNGGE
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Hasil Perairan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Iriani Setyaningsih, MS
Judul Tesis : Ekstraksi dan Formulasi Ekstrak Buah Bakau Hitam sebagai Minuman Fungsional Nama : Fitriany Podungge NIM : C351120251
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr Ir Sri Purwaningsih, MSi Ketua
Dr Tati Nurhayati, SPi, MSi Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Teknologi Hasil Perairan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Wini Trilaksani, MSc
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 18 Januari 2016
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis dengan judul Ekstraksi dan Formulasi Ekstrak Buah Bakau Hitam sebagai Minuman Fungsional. Penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains di Program Studi Teknologi Hasil Perairan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terimakasih kepada seluruh pihak yang sangat membantu dalam proses penyelesaian tesis ini terutama kepada : 1. Dr Ir Sri Purwaningsih, M.Si sebagai ketua komisi pembimbing yang senantiasa memberikan arahan dan motivasi dengan penuh kesabaran. 2. Dr Tati Nurhayati S.Pi, M.Si sebagai anggota komisi pembimbing yang telah mencurahkan waktu dalam memberikan masukan dan dukungan. 3. Dr Ir Iriani Setyaningsih, MS sebagai dosen penguji yang telah memberikan ilmu dalam bentuk saran dan kritik yang membangun. 4. Dr Ir Wini Trilaksani, MSc sebagai ketua Program Studi Teknologi Hasil Perairan atas perhatian dan kesediaan waktu untuk mengarahkan dan memotivasi penulis selama menjalani perkuliahan dan menuntaskan tesis. 5. Bapak Rachman Podungge, Ibu Djuaria Djakatara, Yan Yonathan Rotinsulu, Fatmawaty Podungge, Mariyati Podungge, Zulkifli Podungge, dan Anggraini Podungge yang selalu menguatkan penulis untuk menyelesaikan pendidikan magister. 6. Bapak Ir Pitoyo Subandrio, Dipl.HE, Ibu Dra Rini Damayanti, dan Ibu Widji Lestari Kahardja atas perhatian yang telah diberikan selama penulis berada di Bogor. 7. Dosen dan Staf Pegawai Program Studi Teknologi Hasil Perairan yang telah memberikan ilmu dan informasi yang bermanfaat kepada penulis selama menempuh pendidikan di IPB. 8. Sahabat, teman-teman, dan kerabat yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak dalam melengkapi kekurangan tesis ini. Semoga penelitian ini membawa manfaat bagi seluruh civitas akademika IPB dan masyarakat Indonesia.
Bogor, April 2016
Fitriany Podungge
2
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
x
DAFTAR GAMBAR
x
DAFTAR LAMPIRAN
xi
1 PENDAHULUAN
1
Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian 2 METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Prosedur Penelitian Karakteristik buah bakau Karakteristik ekstrak buah bakau Karakteristik sirup ekstrak air buah bakau Analisis Data 3 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Ekstrak Metanol Buah Bakau Karakteristik Ekstrak Air Buah Bakau Karakteristik Sirup Ekstrak Air Buah Bakau 4 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
1 2 2 3 3 3 3 3 4 4 8 12 13 14 17 21 25 30 30 30
DAFTAR PUSTAKA
30
LAMPIRAN
37
RIWAYAT HIDUP
54
3
DAFTAR TABEL 1 2 3 4
Morfometrik buah bakau Komposisi kimia buah bakau Senyawa bioaktif ekstrak metanol buah bakau Senyawa bioaktif ekstrak air buah bakau
15 16 20 24
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Tahapan penelitian Diagram alir pembuatan ekstrak metanol buah bakau Diagram alir pembuatan ekstrak air buah bakau Buah bakau (Rhizophora mucronata) Rendemen ekstrak metanol buah bakau Ekstrak metanol buah bakau Toksisitas ekstrak metanol buah bakau Aktivitas antioksidan ekstrak metanol buah bakau Rendemen ekstrak air buah bakau Toksisitas ekstrak air buah bakau Nilai IC50 ekstrak buah bakau Kandungan total fenol ekstrak air buah bakau Fisikokimia sirup ekstrak air buah bakau Nilai sensori sirup ekstrak air buah bakau Kadar dan kapasitas antioksidan larutan ekstrak air buah bakau
5 8 9 14 17 18 19 20 21 22 23 24 26 27 28
4
DAFTAR LAMPIRAN 1 Hasil uji normalitas data morfometrik buah bakau menggunakan uji satu sampel Kolmogorov-Smirnov 2 Perhitungan rata-rata komposisi kimia buah bakau 3 Perhitungan rata-rata serat makanan dalam buah bakau segar 4 Hasil analisis statistik rendemen ekstrak metanol buah bakau 5 Hasil analisis statistik toksisitas ekstrak metanol buah bakau 6 Hasil analisis statistik aktivitas antioksidan ekstrak metanol buah bakau 7 Hasil analisis statistik rendemen ekstrak air buah bakau 8 Hasil analisis statistik toksisitas ekstrak air buah bakau 9 Hasil analisis statistik aktivitas antioksidan ekstrak air buah bakau 10 Hasil analisis statistik total fenol ekstrak air buah bakau 11 Hasil analisis statistik fisikokimia sirup ekstrak air buah bakau 12 Lembar penilaian uji sensori 13 Hasil analisis statistik tingkat kesukaan konsumen terhadap sirup ekstrak air buah bakau 14 Hasil analisis statistik kadar antioksidan sirup ekstrak buah bakau 15 Kromatogram standar BHT dan sirup ekstrak air buah bakau 16 Contoh perhitungan kadar dan kapasitas antioksidan
37 37 38 39 40 40 43 44 44 46 47 49 50 50 51 53
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan mangrove adalah tipe hutan yang khas terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove lebih dikenal dengan nama hutan bakau. Bakau adalah nama lokal dari spesies Rhizophora mucronata. Ketersediaaan bakau di perairan Indonesia mendominasi jenis tanaman yang terdapat di hutan mangrove. Alik et al. (2013) menyatakan bahwa pola penyebaran individu jenis mangrove umumnya berpola seragam dan satu spesies berpola acak yang menunjukkan adanya tingkat persaingan dalam memanfaatkan sumber daya lingkungan. Spesies yang ditemukan menyebar paling dominan adalah R. mucronata. Spesies tersebut tumbuh berasosiasi dengan spesies Avicennia alba, A. lanata, Bruguiera gymnorrhiza, Rhizophora apiculata, R. mucronata, Sonneratia alba, dan S. caseolaris. Buah bakau (R. mucronata) di Indonesia dikenal dengan nama bakau hitam, bakau kurap, dan bakau jangkar. Tumbuhan tersebut dikategorikan sebagai tanaman pantai. Buah bakau hitam berasal dari pohon dengan akar tunggang yang memiliki banyak akar lateral. Pohon bakau tumbuh pada pantai-pantai tropis dari Afrika Timur ke Madagaskar, pulau-pulau di Samudera Hindia, daratan Asia Tenggara termasuk Indonesia dan Filipina, Timur laut Australia dan Kepulauan Pasifik Selatan (PROSEA 2013). Provinsi Gorontalo mempunyai kawasan mangrove yang luas salah satunya terdapat di wilayah pesisir Kecamatan Kwandang, Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo. Baderan (2013) melaporkan bahwa nilai ekonomi yang bersumber dari fungsi ekologis hutan mangrove tersebut mencapai 61.7%. Fungsi ekologis merupakan nilai guna tidak langsung yang menggambarkan fungsi hutan sebagai penahan intrusi dan gelombang, pengendali banjir, dan sebagai kawasan yang menyediakan pakan untuk organisme yang hidup dalam hutan mangrove. Bunyapraphatsara et al. (2002) menemukan bahwa buah bakau mengandung kalsium dan serat makanan yang tinggi sehingga dapat dimanfaatkan sebagai sayur. Ekstrak daun tumbuhan bakau telah diteliti oleh Arumugam et al. (2014) mengandung alkaloid, terpenoid, steroid, tanin, kuinon, saponin, flavonoid, dan fenol. Joel dan Bhimba (2010) menyatakan bahwa ekstrak daun bakau juga memiliki aktivitas antibakteri. Hasil penelitian Tarman et al. (2013a) menunjukkan bahwa kapang endofit yang diisolasi dari daun mangrove R. mucronata memiliki daya hambat 18.5±3.32 mm terhadap bakteri penyebab diare. Tumbuhan bakau juga memiliki manfaat untuk kesehatan manusia. Ravikumar dan Gnanadesigan (2012) menyatakan bahwa ekstrak akar bakau dapat digunakan sebagai hepatoprotektif, obat herbal alternatif untuk menangani kerusakan hati. Menurut Lawag et al. (2012), kulit pohon bakau yang diekstrak menggunakan air dan etanol dapat digunakan untuk menyembuhkan diabetes karena dapat menghambat enzim α-glukosidase dengan nilai IC50 0.08±1.82 µg/ml. Hasil penelitian Das et al. (2008) menunjukkan bahwa terdapat senyawa triterpenoid, flavonoid, sterol, tanin dan fenol dalam ekstrak metanol kulit kayu R. mucronata bertindak sinergis sehingga saling menguatkan efek terapi sebagai obat antidiare.
2 Hasil penelitian Purwaningsih et al. (2013) menunjukkan bahwa ekstrak etanol hipokotil bakau yang berasal dari hutan mangrove Pulau Seribu, Jakarta memiliki aktivitas antioksidan yang sangat kuat dengan nilai IC50 0.72 ppm. Widadi et al. (2014) telah meneliti ekstrak etanol hipokotil bakau yang diolah menjadi sirup tidak menunjukkan efek toksisitas subakut pada tikus percobaan Sprague Dawley. Penelitian terkait kandungan antioksidan buah bakau yang diaplikasikan sebagai minuman fungsional masih sangat terbatas. Penelitian terkait karakterisasi dan ekstraksi untuk mengkaji stabilitas antioksidan buah bakau yang berasal dari hutan mangrove Kwandang, Gorontalo Utara belum pernah dilakukan. Eksplorasi kandungan antioksidan buah bakau diharapkan dapat memberikan informasi yang bermanfaat untuk meningkatkan nilai guna buah tersebut. Pemanfaatan buah bakau sebagai sumber antioksidan dapat dilakukan dengan mengolah buah tersebut menjadi minuman fungsional. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan sirup dari ekstrak air buah bakau yang mengandung antioksidan sebagai minuman fungsional. Pangan fungsional sesuai dengan peraturan kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia nomor HK.03.1.23.11.11.09909 tahun 2011 yaitu pangan olahan yang mengandung satu atau lebih komponen pangan yang berdasarkan kajian ilmiah mempunyai fungsi fisiologis tertentu diluar fungsi dasarnya dan terbukti tidak membahayakan dan bermanfaat bagi kesehatan. Perumusan Masalah Penelitian ini dilakukan untuk dapat meningkatkan nilai guna buah bakau melalui proses pengolahan yang tepat. Pemanfaatan buah bakau selama ini terbatas pada penggunaan hipokotil bakau sehingga bagian lainnya yaitu kotiledon tidak termanfaatkan. Pemisahan bagian buah bakau dilanjutkan dengan proses ekstraksi dan analisis meliputi uji toksisitas, fitokimia, dan aktivitas antioksidan bertujuan untuk mengetahui potensi dari setiap bagian tersebut. Ekstraksi menggunakan pelarut polar karena mampu mengekstrak senyawa bioaktif yang terdapat dalam hipokotil bakau. Penggunaan air sebagai pelarut bertujuan untuk menghasilkan minuman fungsional sumber antioksidan yang aman dikonsumsi. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk (1) menentukan morfometrik, komposisi proksimat, dan kandungan serat buah bakau, (2) menentukan rendemen, toksisitas, aktivitas antioksidan, komponen bioaktif dan kandungan fenol yang terdapat dalam ekstrak buah bakau, (3) menentukan formulasi minuman terbaik berdasarkan karakteristik fisikokimia dan uji sensori, serta (4) menentukan kadar dan kapasitas antioksidan formula minuman terpilih.
3 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menyediakan informasi terkait karakteristik buah dan ekstrak buah bakau hitam, serta meningkatkan nilai guna buah bakau hitam melalui proses pembuatan minuman fungsional. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini difokuskan berdasarkan tujuan yang akan dicapai, dengan lingkup penelitian sebagai berikut: 1) Karakterisasi morfometrik, komposisi proksimat yang meliputi kadar air, abu, lemak, protein, dan karbohidrat, serta kandungan serat yang meliputi serat larut air, dan serat tidak larut air yang terdapat dalam buah bakau hitam. 2) Penentuan toksisitas (LC50) ekstrak buah bakau hitam terhadap tingkat mortalitas telur udang Artemia salina. 3) Penentuan komponen bioaktif ekstrak buah bakau meliputi alkaloid, flavonoid, hidroquinon, steroid, triterpenoid, tanin, dan saponin ekstrak buah bakau hitam. 4) Penentuan karakteristik fisikokimia minuman ekstrak buah bakau hitam meliputi pH dan viskositas 5) Penentuan formulasi minuman terbaik berdasarkan uji sensori berdasarkan tingkat kesukaan meliputi parameter warna, aroma, rasa, dan kekentalan minuman ekstrak buah bakau hitam 6) Penentuan kadar antioksidan formula minuman ekstrak buah bakau hitam menggunakan sistem kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC) dan penentuan kapasitas antioksidan berdasarkan kemampuan penghambatan radikal bebas menggunakan uji DPPH.
2 METODE Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2014 sampai dengan bulan Maret 2015. Pengambilan sampel dilakukan di Desa Katialada, Kecamatan Kwandang, Kabupaten Gorontalo Utara. Sampel diidentifikasi di laboratorium Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cibinong. Penentuan morfometrik dilakukan di laboratorium Karakteristik dan Bahan Baku Hasil Perairan. Analisis buah bakau dilakukan di laboratorium Biokimia Hasil Perairan, laboratorium Bahan Baku Hasil Perairan, laboratorium Gizi Masyarakat, dan laboratorium Biofarmaka IPB. Bahan dan alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu buah bakau (R. mucronata), ekstrak metanol dan ekstrak air buah bakau, gula pasir, karagenan, air laut, telur udang Artemia salina, etanol 95%, reagen Folin-Ciocalteau 50%, Na2CO3 5%, asam galat, metanol pro analysis (E. Merck), H3BO3 2%, indikator
4 bromcherol green-methyl red, HCl 0,10 N, buffer phosphat, HCl 2 N, etanol 70%, FeCl3 5%, HCl 37%, etanol 95%, enzim thermamil, 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH), vitamin C, butylated hydroxytoluene (BHT), akuades, dan asetonitril. Alat yang digunakan yaitu kertas saring Whatman 40, kompor listrik Maspion, timbangan digital Sartorius, Hermle centrifuge Z383K, Spektrofotometer UV-Visible, Epoch microplate spectrophotometer, pipet Eppendorf, pipet Acura 821, erlenmeyer, gelas piala, allumunium foil, lampu TL 40 watt, labu takar, timbangan digital Sartorius, soxhlet, labu Kjeldahl, cawan porselen, desikator, oven, tanur, dan Wiseshake® SHO-1D Orbital shaker, microwell plate, pH meter EUTECH, membran PTFE 0,45 µm, viskometer TV-10 Toki Sangyo CO.LTD, Spektrofotometer Uv-Vis, dan CTO-20A Shimadzu High Performance Liquid Chromatography (HPLC). Prosedur Penelitian Penelitian ini terdiri dari empat tahap, yaitu (1) menentukan karakteristik buah bakau, (2) menentukan karakteristik ekstrak metanol kotiledon dan hipokotil bakau, (3) menentukan karakteristik ekstrak air buah bakau, dan (4) menganalisis ekstrak air buah bakau sebagai minuman fungsional sumber antioksidan dalam bentuk sirup. Tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 1. Sampel buah bakau yang telah diambil dari Desa Katialada, dikemas dalam kardus kemudian ditransportasikan ke laboratorium Biokimia Hasil Perairan. Sampel segar digunakan untuk mengukur morfometrik, menganalisis komposisi kimia dan menentukan serat makanan yang terdapat dalam buah bakau. Sampel yang diekstrak menggunakan metanol terlebih dahulu dipisahkan menjadi dua bagian yaitu kotiledon dan hipokotil. Sampel yang diekstrak menggunakan air tidak dipisahkan menjadi dua bagian. Karakteristik Buah Bakau Pengukuran morfometrik Penentuan panjang dan berat 30 buah bakau dilakukan sebanyak 3 kali ulangan. Diameter buah bakau tidak ditentukan karena buah bakau memiliki bentuk yang lonjong. Komposisi kimia Komposisi kimia buah bakau yang dianalisis yaitu proksimat dan serat makanan. Analisis proksimat yang dilakukan meliputi analisis kadar air, kadar abu, protein, dan lemak dengan mengacu pada metode AOAC (2005). Analisis serat makanan meliputi serat makanan total, serat makanan larut dan tidak larut air yang mengacu pada metode Asp et al. (1983). Kadar air Proses analisis diawali dengan mengeringkan cawan porselen kosong dalam oven selama 15 menit. Cawan tersebut didinginkan dalam desikator selama 20 menit selanjutnya ditimbang. Sampel buah bakau (5 g) dimasukkan ke dalam cawan lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 100oC. Tekanan yang digunakan tidak lebih
5 Analisis: - Morfometrik - Komposisi kimia - Kandungan serat
Buah bakau
Pemisahan buah bakau
Ekstraksi air (30, 45, & 60 menit)
Ekstrak air Hipokotil
Kotiledon
Ekstraksi metanol 48 jam
Analisis: - rendemen - toksisitas - antioksidan - fitokimia - total fenol
Pemilihan ekstrak terbaik
Pembuatan sirup
Sirup Pemilihan sirup
Sirup
Ekstrak metanol
Karakterisasi sirup: - pH - viskositas - sensori Analisis: - Kadar antioksidan - Kapasitas antioksidan
Analisis: - rendemen - toksisitas - aktivitas antioksidan - fitokimia
Gambar 1 Tahapan penelitian. dari 100 mmHg. Proses pengovenan dilakukan selama lima jam atau sampai beratnya konstan. Cawan berisi sampel yang telah dioven didinginkan dalam desikator, lalu ditimbang. Kadar air (%) = Keterangan :
B-C x 100% B-A
A = berat cawan kosong (g) B = berat cawan + sampel awal (g) C = berat cawan + sampel kering (g)
6 Kadar abu Cawan pengabuan dikeringkan dalam oven selama satu jam pada suhu 105oC selanjutnya didinginkan selama 15 menit dalam desikator lalu ditimbang. Sampel sebanyak lima gram dimasukkan ke dalam cawan pengabuan dan dipijarkan di atas kompor listrik. Cawan tersebut dimasukkan ke dalam tanur pengabuan selama enam jam pada suhu 400oC. Perhitungan kadar abu dihitung dengan menggunakan rumus berikut: Berat abu (g)= berat sampel dan cawan akhir (g) – berat cawan kosong (g) Kadar abu (%)=
berat abu (g) x 100% berat sampel (g)
Kadar lemak Analisis lemak dilakukan menggunakan metode Sokhlet. Labu lemak dikeringkan dalam oven, lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Satu gram sampel ditimbang menggunakan saringan timbel sesuai ukurannya kemudian ditutup dengan kapas yang bebas lemak. Timbel berisi sampel diletakkan dalam alat ekstraksi sokhlet kemudian alat kondensor dipasang di atasnya dan labu lemak dibawahnya. Pelarut dietil eter atau n-heksana dituangkan secukupnya ke dalam labu lemak. Labu tersebut kemudian direfluks selama enam jam. Pelarut hasil destilasi ditampung kemudian labu lemak dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC. Kadar lemak dihitung dengan rumus berikut: Kadar lemak (%) =
W2 -W1 W0
x 100%
Keterangan : W0 = Berat sampel (g) W1 = Berat labu lemak kosong (g) W2 = Berat labu lemak dengan lemak (g)
Kadar protein Analisis protein dilakukan menggunakan metode mikro Kjeldahl. Sampel ditimbang sebanyak 0.25 g dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 100 mL. Selenium 0.25 g dan 3 mL H2SO4 pekat serta sampel didekstruksi pada suhu 410oC selama 1 jam sampai larutan jernih. Larutan tersebut didinginkan kemudian ditambahkan 50 mL akuades dan 20 mL NaOH 40% selanjutnya didestilasi pada suhu 100oC. Hasil destilasi ditampung dalam labu Erlenmeyer yang berisi campuran 10 mL H3BO3 2% dan 2 tetes indikator bromcherol green-methyl red. Destilasi dihentikan saat volume destilat menjadi 40 mL kemudian dititrasi dengan HCl 0,10 N. Kadar protein dihitung menggunakan rumus sebagai berikut: Protein (%) =
(ml HCl-ml blanko)x N HCl x faktor pengenceran x 14,007 mg contoh x faktor koreksi alat
x 100%
Protein (%) = N (%) x 6,25 Analisis serat makanan total Analisis serat makanan diawali dengan menghaluskan sampel segar buah bakaukemudian dihomogenkan dan diliofilisasi. Sampel tersebut ditimbang sebanyak 1 gram kemudian ditambahkan dengan 25 mL buffer phospat dan
7 0.1 mL enzim thermamil. Campuran tersebut dipanaskan pada suhu 80oC selama 15 menit selanjutnya didinginkan dan ditambahkan HCl 4N hingga pH 1.5. Proses dilanjutkan dengan menambahkan 1 mL suspensi pepsin kemudian diinkubasi dalam suhu 37oC selama 2 jam. Hasil yang diperoleh ditambahkan dengan NaOH 4N hingga pH menjadi 6,8. Sampel ditambahkan suspensi pankreatin dan diinkubasi dalam suhu 37oC selama dua jam. Analisis serat makanan tidak larut air (Insoluble dietary fiber/IDF) Analisis serat makanan tidak larut air dilakukan dengan menyaring larutan sampel pH 4,5 dengan kertas saring Whatman 40 hingga menghasilkan filtrat dan residu. Residu yang terdapat pada kertas saring dibilas dengan akuades dan dicuci dengan 50 mL etanol dan aseton lalu dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC selama 3 jam. Kertas saring didinginkan kemudian ditimbang selanjutnya dilipat dan dimasukkan ke dalam cawan yang telah ditimbang. Cawan diarangkan dan ditanur dalam suhu 550oC. Perhitungan serat makanan tidak larut air menggunakan rumus berikut: IDF (
((C-B)-(E-D))-Blanko g )= x 100% 100 g sampel A
Keterangan : A = Berat sampel B = Berat kertas saring kosong C = Berat kertas saring + residu setelah dioven D = Berat cawan porselen kosong E = Cawan porselen + abu setelah ditanur
Analisis serat makanan larut air (Soluble dietary fiber/SDF) Analisis serat makanan larut air dilakukan dengan menambahkan 500 mL etanol 95% pada filtrat yang diperoleh dari analisis serat makanan tak larut. Larutan tersebut dipanaskan hingga suhu 60oC dalam waterbath kemudian didiamkan selama 1 jam. Larutan disaring dengan kertas saring Whatman 40. Residu yang terdapat pada kertas saring dibilas dengan akuades dan dicuci menggunakan 50 mL etanol dan aseton. Kertas saring tersebut dipanaskan dalam oven selama tiga jam pada suhu 105oC. Kertas saring didinginkan kemudian ditimbang selanjutnya dilipat dan dimasukkan ke dalam cawan yang telah ditimbang. Cawan tersebut diarangkan dan ditanur pada suhu 550oC. Perhitungan serat makanan larut air dilakukan menggunakan rumus berikut: SDF (
((G-F)-(I-H))- Blanko g )= x 100% 100 g sampel A
Keterangan : A F G H I
= Berat sampel = Berat kertas saring kosong = Berat kertas saring + residu setelah dioven = Berat cawan porselen kosong = Cawan porselen + abu setelah ditanur
8 Karakteristik Ekstrak Buah Bakau Pembuatan ekstrak metanol Buah bakau yang terdiri dari kotiledon dan hipokotil dipisahkan kemudian masing-masing ditimbang sebanyak 300 g. Sampel dari setiap bagian buah bakau dipotong-potong selanjutnya dihaluskan menggunakan blender. Sampel tersebut kemudian dibagi menjadi dua untuk menyiapkan sampel dalam bentuk segar dan sampel yang direbus sebelum proses maserasi. Diagram alir ekstraksi buah bakau dapat dilihat pada Gambar 2. Buah bakau
Kotiledon
Segar (K1) t
Hipokotil
Rebus (K2)
Segar (H1)
t t Penambahan metanol 150 mL
Rebus (H2) t
Maserasi (48 jam) Filtrasi
Filtrat Fi ltrat K2 Evaporasi
Residu Fi ltrat K2
Ekstrak Fi Gambar 2 Diagram alir pembuatan ekstrak metanol buah bakau. ltrat K2 Sampel segar sebanyak 150 g dimasukkan dalam 3 labu Erlenmeyer masingmasing sebanyak 50 g. Sampel segar yang direbus sebelum proses maserasi masingmasing sebanyak 50 g dimasukkan dalam 3 gelas piala dan ditambahkan 250 mL air kemudian dipanaskan selama 30 menit pada suhu 100oC menggunakan kompor listrik. Metode maserasi mengacu pada Purwaningsih et al. (2013). Bagian buah bakau yang telah disiapkan dalam bentuk segar dan rebus ditambahkan pelarut metanol dengan perbandingan 1:3 (w:v). Sampel dimaserasi dengan orbital shaker kecepatan 175 rpm pada suhu ruang selama 24 jam. Hasil ekstraksi difiltrasi menggunakan kertas saring selanjutnya dievaporasi pada suhu 37oC.
9 Pembuatan ekstrak air buah bakau Buah bakau terlebih dahulu dicuci menggunakan air bersih, kemudian dihancurkan menggunakan blender. Sampel tersebut diekstrak menggunakan air dengan perbandingan antara sampel dan pelarut 1:5 (w:v). Campuran tersebut direbus selama 30, 45, dan 60 menit. Sampel selanjutnya disaring menggunakan kain belacu. Filtrat disentrifugasi selama 10 menit dengan kecepatan 3 000 rpm pada suhu 4oC. Supernatan yang dihasilkan disaring menggunakan kertas saring Whatman 40, lalu filtrat dievaporasi pada suhu 80oC. Diagram alir pembuatan ekstrak buah bakau dapat dilihat pada Gambar 3. Buah bakau
Perebusan (30 menit, 45 menit, & 60 menit) Filtrasi I
Residu
Filtrat
Sentrifugasi
Endapan
Supernatan
Filtrasi
Filtrat Evaporasi
Ekstrak air buah bakau Gambar 3 Diagram alir pembuatan ekstrak air buah bakau. Ekstrak air buah bakau yang dihasilkan digunakan untuk menentukan karakteristik ekstrak dan menentukan formula sirup. Karakteristik ekstrak dilakukan dengan menentukan rendemen, toksisitas, aktivitas antioksidan, senyawa fitokimia dan kandungan fenol yang terdapat dalam ekstrak air buah bakau.
10 Rendemen ekstrak Rendemen ekstrak buah bakau yang dihasilkan dihitung berdasarkan persentase terhadap berat sampel buah bakau yang digunakan. Rendemen ekstrak (%) =
Berat ekstrak yang dihasilkan (g) Berat sampel yang digunakan (g)
x 100 %
Toksisitas ekstrak Uji toksisitas ekstrak buah bakau dilakukan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) yang mengacu pada Meyer et al. (1982). Prosedur uji toksisitas diawali dengan menetaskan telur udang A. salina dalam gelas piala berisi air laut yang ditutupi dengan allumunium foil. Gelas tersebut dihubungkan dengan selang aerator kemudian ditempatkan di dekat sinar lampu TL 40 watt selama 48 jam. Sebanyak 1 mL air laut mengandung 10 ekor telur udang yang telah tumbuh menjadi larva udang dimasukkan ke dalam wadah uji. Larutan ekstrak bakau sebanyak 1 mL ditambahkan hingga konsentrasi akhir dalam wadah uji adalah 10, 100, 500 dan 1.000 ppm. Setiap perlakuan konsentrasi diulangi sebanyak 3 kali. Kontrol yang disiapkan tanpa penambahan sampel diuji sesuai prosedur yang sama. Wadah uji diinkubasi selama 24 jam pada suhu ruang. Jumlah larva yang mati dihitung untuk menentukan % mortalitas. Data mortalitas larva kemudian diolah menggunakan analisis regresi probit untuk menentukan nilai LC50. Aktivitas antioksidan Uji aktivitas antioksidan dilakukan berdasarkan prosedur yang telah digunakan oleh Salazar-Aranda et al. (2009). Metode tersebut didasarkan pada kemampuan sampel yang digunakan dalam mereduksi radikal bebas stabil DPPH. Satu mg ekstrak kasar dan BHT sebagai kontrol positif ditimbang, kemudian ditambahkan etanol dengan perbandingan 1:1000. Sebanyak 1,3 g DPPH diencerkan dengan 25 mL metanol. Satu µl metanol dimasukkan ke dalam microwell plate yang telah disiapkan. Campuran dihomogenkan dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 30 menit. Serapan diukur dengan Spektrofotometer UVVisible pada panjang gelombang 517 nm. Persentase penghambatan aktivitas radikal bebas diperoleh dari nilai absorbansi sampel. Nilai konsentrasi penghambatan aktivitas radikal bebas sebanyak 50% (IC50) dihitung dengan menggunakan persamaan regresi. Nilai IC50 diperoleh dengan memasukkan y = 50 serta nilai A dan B yang telah diketahui. Nilai x sebagai IC50 dapat dihitung dengan persamaan : y = A + B Ln (x) Keterangan : y x A B
= = = =
persen inhibisi konsentrasi sampel (ppm) slope intercept
Uji fitokimia Uji fitokimia bertujuan untuk mengetahui keberadaan komponen bioaktif yang terdapat pada sampel. Uji fitokimia yang dilakukan berdasarkan metode yang digunakan oleh Harborne (1987) meliputi uji alkaloid, steroid/triterpenoid, flavonoid, saponin, fenol hidrokuinon, dan tanin.
11 1) Alkaloid Uji alkaloid dilakukan dengan melarutkan 1 g sampel dalam asam sulfat 2N kemudian diuji dengan pereaksi alkaloid. Hasil uji positif diperoleh bila terbentuk endapan putih kekuningan dengan pereaksi Meyer, endapan coklat dengan pereaksi wagner dan endapan merah hingga jingga dengan pereaksi dragendorff. Pereaksi meyer dibuat dengan menambahkan 1.36 HgCl2 dengan 0.5 g KI, lalu dilarutkan dan diencerkan dengan akuades menjadi 100 mL dengan labu takar. Pereaksi ini tidak berwarna. Pereaksi wagner berwarna coklat dibuat dengan cara 10 mL akuades dipipet kemudian ditambahkan 2.5 gram iodin dan 2 gram KI, lalu dilarutkan dan diencerkan dengan akuades menjadi 200 mL dalam labu takar. Pereaksi dragendorff berwarna jingga dibuat dengan cara 0.8 gram bismut subnitrat ditambahkan dengan 10 mL asam asetat dan 40 mL air. Larutan ini dicampur dengan larutan yang dibuat dari 8 gram kalium iodida dalam 20 mL air. Sebanyak 1 volume campuran tersebut diencerkan dengan 2.3 volume campuran 20 mL asam asetat glasial dan 100 mL air ketika akan digunakan. 2) Triterpenoid/steroid Uji diawali dengan melarutkan 1 g sampel dalam 2 mL kloroform dalam tabung reaksi yang kering, lalu ditambahkan 10 tetes anhidrat asetat dan 3 tetes asam sulfat pekat. Reaksi positif ditunjukkan dengan terbentuknya larutan berwarna merah untuk pertama kali kemudian berubah menjadi biru dan hijau. 3) Saponin (uji busa) Uji saponin dilakukan dengan memasukkan 1 g sampel dalam 50 mL air mendidih. Busa yang muncul dan stabil selama 30 menit serta tidak hilang saat ditambahkan 1 tetes HCl 2 N menunjukkan adanya saponin. 4) Fenol Hidrokuinon Uji fenol hidrokuinon dilakukan dengan mengekstrak 1 g sampel dengan 20 mL etanol 70%. Larutan yang dihasilkan diambil sebanyak 1 mL kemudian ditambahkan 2 tetes larutan FeCl3 5%. Reaksi positif ditunjukkan dengan terbentuknya warna hijau atau hijau biru. 5) Flavonoid Uji flavonoid dilakukan dengan menambahkan 1 g sampel dengan serbuk magnesium 0.1 mg dan 0.4 mL amil alkohol (campuran asam klorida 37% dan etanol 95% dengan volume yang sama) dan 4 mL alkohol kemudian campuran dikocok. Reaksi positif ditunjukkan dengan terbentuknya warna merah, kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol. 6) Tanin Uji tanin dilakukan dengan menambahkan 1 g sampel dengan pereaksi FeCl3 kemudian campuran dihomogenkan. Reaksi positif ditunjukkan dengan terbentuknya warna merah pada campuran. Uji total fenol (Yangthong et al. 2009) Sebanyak 5-10 mg ekstrak buah bakau ditimbang lalu dilarutkan dalam 2 mL etanol 95%. Larutan tersebut selanjutnya ditambahkan 5 mL akuades dan 0,5 mL reagen Folin-Ciocalteau 50% (v/v). Larutan tersebut didiamkan selama 5 menit lalu ditambahkan 1 mL Na2CO3 5% (b/v). Campuran tersebut diinkubasi dalam kondisi gelap selama 1 jam. Serapan diukur dengan Spektrofotometer UV-Visible pada panjang gelombang 725 nm. Asam galat digunakan sebagai standar dengan konsentrasi 0, 10, 20, 30, 40, dan 50 mg/L.
12 Karakteristik Sirup Ekstrak Air Buah Bakau Formulasi sirup ekstrak buah bakau Prinsip dasar pembuatan sirup buah bakau adalah mencampur ekstrak bakau dan bahan penyusun lainnya berdasarkan bobot per volume (b/v). Basis minuman dibuat dengan total volume 100 mL. Pembuatan sirup mengacu pada metode yang digunakan oleh Widadi et al. (2014) yang dimodifikasi. Gula pasir 64 g dilarutkan dalam 50 mL akuades menggunakan hot plate magnetic stirrer. Larutan tersebut kemudian didinginkan dan ditambahkan larutan ekstrak buah bakau yang mengandung ekstrak buah bakau sebanyak 1.44 g dalam 50 mL larutan akuades. Sirup tersebut masing-masing ditambahkan karagenan dengan konsentrasi 0.2% (F1), 0.4% (F2), 0.6% (F3), 0.8% (F4), dan 1% (F5). Uji fisikokimia Larutan sirup ekstrak air buah bakau lebih lanjut dianalisis untuk mengetahui karakteristik fisikokimia yang meliputi parameter pH dan viskositas. Pengukuran parameter tersebut masing-masing dilakukan sebanyak tiga kali ulangan. Penentuan viskositas dilakukan sesuai prosedur TOKI Sangyo instrument dengan menempatkan wadah berisi larutan sirup di bawah viskometer dengan kecepatan putar spindel 100 rpm. Analisis pH dilakukan sesuai prosedur EUTECH instrument. Pengukuran pH diawali dengan dinyalakan pH-meter selama 10 menit. Alat tersebut dikalibrasi menggunakan larutan buffer pH 4 dan pH 7. Elektroda dibilas dengan air destilata dan dikeringkan. Sebanyak 20 mL sampel dimasukkan ke dalam gelas piala 100 mL. Elektroda pH-meter dibilas dengan air destilata, dikeringkan dan dicelupkan ke dalam sampel. Angka yang tertera pada layar menunjukkan nilai pH formula minuman. Uji sensori Tingkat kesukaan panelis terhadap formula yang dihasilkan diuji sensori yang mengacu pada metode Meilgaard et al. (1999) meliputi parameter warna, rasa, aroma, dan kekentalan. Uji sensori dilakukan dengan skala kesukaan atau hedonik terhadap formula sirup ekstrak bakau. Sebanyak 30 panelis diharuskan mengonsumsi air minum sebelum dan setelah memberikan penilaian terhadap sampel yang disajikan. Tingkat kesukaan panelis ditentukan dengan memberikan penilaian angka 0 sampai 10. Formulir lembar uji kesukaan panelis dapat dilihat pada Lampiran 12. Uji kadar antioksidan Pengukuran kadar antioksidan yang terdapat dalam sirup ekstrak bakau dilakukan secara kuantitatif menggunakan HPLC berdasarkan AOAC (2005). Tahap awal yang dilakukan yaitu membuat larutan standar 1 000 mg/L. Standar antioksidan sintetik yang digunakan dalam penelian ini adalah BHT. Tahap berikutnya yaitu memasukkan 5 gram sampel ke dalam labu ukur 25 mL dan ditambahkan pelarut asetonitril dan metanol (1:1)hingga batas tera dan diultrasonik selama 30 menit. Larutan kemudian dipindahkan ke dalam tabung untuk disentrifugasi dengan kecepatan 5 000 rpm selama 10 menit. Supernatan yang dihasilkan disaring menggunakan membran PTFE 0.45 µm dan dimasukkan dalam vial amber. Larutan hasil penyaringan kemudian diinjeksikan pada HPLC.
13 Uji kapasitas antioksidan Kapasitas antioksidan sirup ekstrak buah bakau dalam menghambat radikal bebas diuji menggunakan DPPH mengacu pada metode yang digunakan oleh Martínez et al. (2012). Tahap awal yang dilakukan yaitu mencampurkan 24 mg DPPH dengan 100 mL metanol untuk membuat larutan stok. Sebanyak 10 mL larutan stok tersebut dicampurkan dengan 45 mL metanol. Uji larutan sirup ekstrak air buah bakau dilakukan dengan mereaksikan 150 µL sampel dengan 2 850 µL larutan DPPH selama 24 jam dalam ruang gelap. Sampel tersebut diukur pada λ 515 nm menggunakan Spektrofotometer. Analisis Data Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu rancangan acak lengkap (RAL). Data rendemen, toksisitas, dan aktivitas antioksidan ekstrak metanol dianalisis menggunakan RAL dua faktor. Faktor pertama adalah bagian buah bakau yang terdiri atas dua taraf yaitu kotiledon dan hipokotil. Faktor kedua adalah proses pengolahan sampel yang juga terdiri atas dua taraf yaitu tanpa perebusan dan dengan perebusan. Model rancangan percobaan berdasarkan ketetapan Steel dan Torrie (1993). Yijk = μ + αi + βj + (αβ)ij + εijk Keterangan: Yijk = Nilai pengamatan pada satuan percobaan ke-k yang memperoleh kombinasi perlakuan faktor α taraf ke-i dan faktor β taraf ke-j μ = Nilai tengah atau rataan umum pengamatan αi = Pengaruh bagian buah bakau faktor α pada taraf ke-i (i=1,2) βj = Pengaruh proses pengolahan faktor β pada taraf ke-j (j=1,2) (αβ)ij = Pengaruh faktor interaksi pengaruh bagian buah bakau taraf ke-i dan proses pengolahan taraf ke-j εij = Galat percobaan pada taraf ke-i dengan ulangan ke-j
Data rendemen, toksisitas, aktivitas antioksidan, total fenol ekstrak air buah bakau, dan karakteristik fisikokimia sirup ekstrak buah bakau dianalisis menggunakan RAL satu faktor yaitu lama perebusan. Model rancangan percobaan tersebut (Steel dan Torrie 1993) adalah sebagai berikut: Yij = μ + τi + εij Keterangan: Yij = Nilai pengamatan pada taraf i ulangan ke-j μ = Nilai tengah atau rataan umum pengamatan τi = Pengaruh lama perebusan pada taraf ke-i (i=1,2,3) εij = Galat percobaan pada taraf ke-i dengan ulangan ke-j
Seluruh data yang diperoleh terlebih dahulu diuji menggunakan uji Kolmogorov Smirnov untuk mengetahui kenormalan distribusi data. Data tersebut selanjutnya dianalisis menggunakan. Statistika parametrik dapat digunakan bila data terdistribusi normal dimana nilai signifikasi p≥0.05. Jika hasil analysis of variance (ANOVA) atau analisis ragam menunjukkan adanya pengaruh yang berbeda nyata, maka dilakukan uji lanjut Duncan.
14 Rumus uji lanjut Duncan adalah sebagai berikut: KTS Rp = r (∑ p; dbs; a)√ r Keterangan: Rp = nilai kritikal perlakuan yang dibandingkan p = perlakuan dbs = derajat bebas KTS = jumlah kuadrat tengah r = jumlah ulangan
Data tingkat kesukaan panelis terhadap sirup ekstrak air buah bakau diolah menggunakan analisis non parametrik Kruskal Wallis dan diuji lebih lanjut menggunakan uji Dunn untuk menentukan notasi beda nyata terkecil. Rumus yang digunakan dalam iji Kruskal Wallis adalah sebagai berikut: Ri2
12
𝐻 = 𝑛+(𝑛+1) + 𝛴 ( 𝑛𝑖 ) − 3(𝑛 + 1) ΣT
FK = (n−1)n(n+1) dengan T = (t − 1)(t + 1) H
H′ = FK Keterangan : n ni Ri2 T H H1 t
FK
= = = = = = =
jumlah data total banyaknya pengamatan pada perlakuan ke-i jumlah peringkat dari perlakuan ke-i banyaknya pengamatan seri dalam tiap ulangan simpangan baku H terkoreksi banyaknya pengamatan seri
=
faktor koreksi
3 HASIL DAN PEMBAHASAN Buah bakau (R. mucronata) yang diperoleh dari Kecamatan Kwandang, Kabupaten Gorontalo Utara oleh masyarakat setempat disebut juga dengan istilah wuwa’ata, yang berarti akar. Pohon bakau memiliki akar yang khas, besar dan berbeda dengan akar pohon mangrove lainnya. Menurut Baderan (2013), masyarakat Gorontalo mengenal mangrove dengan istilah Loraro dan Wuwa’ata karena memiliki kayu yang sangat kuat dan tahan lama untuk kontruksi bangunan. Buah bakau yang berasal dari Desa Katialada, Gorontalo Utara dapat dilihat pada Gambar 4. a = 7 cm
b = 59.90 cm
Gambar 4 Buah bakau (Rhizophora mucronata). a kotiledon, b hipokotil.
15 Buah bakau yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah yang sudah matang karena memiliki warna kuning pada batas antara kotiledon dan hipokotil. Penggunaan hipokotil matang sebagai bahan pangan merupakan upaya untuk memanfaatkan buah bakau yang tidak mengganggu ekosistem terutama rantai makanan. Hasil penelitian Dahdouh-Guebas et al. (1997) menunjukkan bahwa kepiting sesarmid hanya mengonsumsi hipokotil muda sebagai makanannya. Buah bakau yang terdapat di Desa Katialada, ditemukan tumbuh berasosiasi dengan spesies Sonneratia caseolaris dan Brugueira gymnorrhiza. Keberadaan spesies tersebut sesuai dengan penelitian Baderan (2013) yang menyatakan bahwa hasil analisis vegetasi berdasarkan indeks nilai penting dan indeks vegetasi di temukan bahwa profil zonasi di wilayah tersebut masuk pada zonasi sederhana yaitu satu zonasi atau zonasi campuran dari pinggir pantai sampai pedalaman daratan setiap spesies saling berasosiasi dalam satu lapisan. Regenerasi alami tumbuhan bakau selalu tumbuh dekat pohon-pohon dewasa. Bentangan vegetatif dari pohon bakau menggunakan pertumbuhan horizontal dari cabang-cabang bagian bawah yang didukung oleh akar udara. Cabang-cabang tersebut dapat terus tumbuh jika batang induknya mati. Kecambah muda dapat juga ditanam. Buah bakau di Kepulauan Malaysia digunakan untuk menghasilkan perekat (PROSEA 2013). Morfometrik buah bakau hitam Karakteristik buah bakau menurut Wetlands International (2013) yaitu memiliki hipokotil silindris, kasar dan berbintil. Leher kotiledon berwarna kuning saat buah bakau matang. Nilai rata-rata pengukuran morfometrik 30 buah bakau dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Morfometrik buah bakau Nilai rata-rata Parameter Total Kotiledon Hipokotil Panjang (cm) 166.75±23.64 6.4±0.40 60.3±3.20 Berat (g) 110.40±10.84 23.8±2.40 86.6±8.52
Hipokotil* 45.74±16.30 57.85±12.28
Keterangan: *Widadi (2014)
Nilai morfometrik buah bakau (Tabel 1) menunjukkan bahwa proporsi hipokotil lebih besar daripada kotiledon. Panjang dan berat kotiledon atau bakal buah bakau yang diperoleh memiliki nilai yang lebih rendah dari hipokotil buah bakau. Menurut Kamal (2011), fase perkembangan buah bakau diawali dengan kemunculan bakal buah yang memiliki panjang 18-20 mm. Bakal buah kemudian berkembang dengan panjang 38-40 mm, selanjutnya hipokotil panjang mulai tumbuh dengan kisaran panjang 5-7 cm. Hipokotil mulai berkembang dengan panjang 28-38 cm. Buah bakau matang saat hipokotil memiliki panjang 38.60 cm 70.20 cm. Nilai morfometrik hipokotil bakau yang digunakan lebih besar dari pada hipokotil bakau yang berasal dari Pulau Untung Jawa, Kepulauan Seribu berdasarkan hasil penelitian Widadi (2014). Nilai rata-rata panjang dan berat buah bakau yang lebih besar menunjukkan bahwa daya dukung lingkungan terhadap perkembangan tumbuhan bakau lebih baik. Virginia et al. (2013) menyatakan bahwa fase perkembangan vegetatif buah bakau berkorelasi signifikan dengan perubahan iklim dan kondisi lingkungan.
16 Komposisi kimia buah bakau Informasi kandungan gizi makro buah bakau telah diteliti sejak dulu oleh Untawale et al (1978). Hasil yang ditemukan yaitu adanya perubahan komposisi protein, abu, dan karbohidrat akibat pergantian bulan selama satu tahun. Hasil penelitian Bunyapraphatsara et al. (2002) menunjukkan bahwa kematangan buah juga mempengaruhi komposisi kimia buah bakau. Buah bakau matang mengandung protein, karbohidrat, kalsium, dan serat makanan tidak larut air yang lebih tinggi daripada buah bakau muda. Hasil uji komposisi kimia buah bakau hitam dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Komposisi kimia buah bakau Hipokotil Parameter Buah bakau bakau Kadar air (%) 61.06±1.35 48.97** Kadar abu (%) 0.99±0.03 1.23** Kadar protein (%) 1.78±0.26 1.96*** Kadar lemak (%) 1.49±0.14 0.20** Kadar Karbohidrat* (%) 34.68±1.27 22.29*** Serat makanan (g/100g) Total 80.30±1.36 27.46±0.40*** Larut 6.21±0.47 0.53±0.02*** Tidak larut 74.42±1.87 26.93±0.42*** Rasio 12.73±1.36
Tepung buah bakau**** 2.90 1.27 3.50 0.78 90.67 46.10 7.50 38.60
Keterangan: * = by difference ** = Widadi (2014) *** = Bunyapraphatsara et al (2002) **** = Hardoko et al. (2015)
Hasil uji komposisi kimia (Tabel 2) menunjukkan bahwa buah bakau sebagian besar terdiri atas air. Kadar air yang terdapat dalam buah bakau lebih tinggi daripada kadar air yang terdapat dalam hipokotil bakau. Kandungan air dalam buah tersebut selain berasal dari hipokotil bakau juga berasal dari kotiledon bakau. Hasil uji kadar air hipokotil bakau berdasarkan penelitian Bunyapraphatsara et al. (2002) dan Purwaningsih et al. (2013) masing-masing yaitu 46.63% dan 31.96%. Pengolahan buah bakau dalam bentuk ekstrak merupakan salah satu upaya untuk menurunkan kadar air. Suhirman et al. (2006) menyatakan bahwa kandungan air yang tinggi dalam suatu bahan dapat mendorong terjadinya reaksi enzimatik yang mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan kimia. Perubahan komposisi kimia terutama pada senyawa-senyawa berkasiat dapat menurunkan mutu simplisia yang dihasilkan. Kandungan air yang tinggi merupakan media bagi tumbuhnya mikroorganisme atau jamur yang dapat mencemari bahan. Kadar abu buah bakau segar lebih rendah dari daun bakau segar. Babuselvam et al. (2012) menyatakan bahwa kadar abu yang terdapat dalam daun bakau segar dan daun bakau kering masing-masing yaitu 1.17% dan 3.98%. Perbedaan komposisi kimia dalam buah bakau disebabkan akibat adanya proses pengolahan. Kadar protein ekstrak air buah bakau tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Bunyapraphatsara et al. (2002). Protein yang terdapat pada tumbuhan bakau menurut Selvasundhari et al. (2014) merupakan salah satu komponen yang menyebabkan tingginya aktivitas antioksidan ekstrak kulit bakau.
17 Kadar lemak yang terdapat dalam ekstrak buah bakau lebih tinggi dari pada lemak yang terdapat dalam hipokotil bakau. Perera et al. (2010) menyatakan bahwa buah bakau (R. mangle) yang telah diekstrak menggunakan air mengandung banyak asam lemak tidak jenuh yang tinggi seperti asam palmitat dan asam oleat. Ekstrak buah tersebut juga mengandung asam linolenat dan asam miristat. Kadar karbohidrat buah bakau lebih tinggi dari karbohidrat hipokotil buah bakau yang diteliti oleh Bunyapraphatsara et al. (2002). Tingkat kematangan buah bakau merupakan salah satu faktor adanya perbedaan kadar tersebut. Hasil penelitian Bunyapraphatsara et al. (2002) menunjukkan bahwa kadar karbohidrat yang terdapat dalam hipokotil matang lebih tinggi dari pada hipokotil muda. Martinez et al. (2012) menyatakan bahwa serat makanan sangat berpotensi untuk digunakan dalam industri makanan karena mengandung serat makanan larut dan serat makanan tidak larut. Penelitian terkait buah bakau hingga saat ini masih terbatas pada komposisi hipokotil bakau. Hasil uji serat makanan kotiledon dan hipokotil bakau berdasarkan Tabel 2 menunjukkan bahwa total serat makanan yang terdapat dalam buah bakau lebih banyak dari total serat dalam hipokotil bakau yang telah diteliti oleh Bunyapraphatsara et al. (2002). Total serat makanan dalam buah bakau segar tidak hanya berasal dari hipokotil. Hasil uji serat makanan larut tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Hardoko et al. (2015) yaitu 7.50 g/100g basis basah. Kandungan serat tidak larut yang tinggi pada buah bakau tidak jauh berbeda dengan kandungan serat yang terdapat dalam buah nanas berdasarkan penelitian Martínez et al. (2012) yaitu 5.2±0.21 g/100g basis basah. Konsentrat serat makanan dari buah-buahan mengandung senyawa polifenol yang berperan sebagai antioksidan. Karakteristik Ekstrak Metanol Buah Bakau
Rendemen (%)
Rendemen Rendemen ekstrak bakau dihitung berdasarkan persentase berat ekstrak yang dihasilkan dibagi dengan berat buah bakau yang digunakan. Mathew et al. (2012) telah meneliti akar bakau yang diekstrak menggunakan metanol menghasilkan rendemen 17.6%. Rendemen buah bakau yang diekstrak menggunakan metanol dapat dilihat pada Gambar 5. 4 3.18 2.86 3 2.42 1.88 2 1 0 Tanpa Perebusan Perebusan Proses pengolahan Gambar 5 Rendemen ekstrak metanol buah bakau.
Kotiledon,
Hipokotil.
18 Hasil uji normalitas Kolmogorov-Smirnov terhadap rendemen menunjukkan nilai probabilitas sebesar 0.953 (p≥0.05) yang berarti sebaran data normal. Analisis ragam menunjukkan adanya pengaruh perlakuan yang berbeda nyata terhadap rendemen ekstrak buah bakau (p<0.05). Rendemen ekstrak metanol kotiledon berdasarkan Gambar 5 lebih banyak dari ekstrak metanol hipokotil bakau. Rendemen ekstrak yang dihasilkan dalam penelitian ini lebih banyak dari rendemen ekstrak etanol hipokotil bakau yang diperoleh Widadi (2014) yaitu 1.7%. Menurut Purwaningsih et al. (2013), banyaknya rendemen yang dihasilkan dalam ekstraksi sangat tergantung dari karakteristik bahan yang diekstrak, pelarut, dan metode yang digunakan. Ekstrak metanol kulit batang bakau yang telah diteliti oleh Diastuti dan Suwandri (2009) menghasilkan rendemen sebesar 9.66%. Ekstrak metanol buah bakau dapat dilihat pada Gambar 6.
(a) ekstrak metanol kotiledon (b) ekstrak etanol hipokotil Gambar 6 Ekstrak metanol buah bakau. Ekstrak metanol buah bakau berbentuk pasta dan berwarna coklat. Ekstrak kotiledon berwarna coklat kemerahan sedangkan ekstrak hipokotil berwarna coklat kekuningan. Warna ektrak tersebut berbeda dengan hasil penelitian Widadi (2014) yang menghasilkan ekstrak etanol hipokotil bakau dengan warna cokelat tua. Perbedaan warna dapat disebabkan oleh adanya senyawa bioaktif yang terdapat dalam sampel buah bakau yang digunakan. Kathiresan dan Ravinder (2013) menyatakan bahwa media kultur jaringan Rhizophora annamalayana berwarna coklat akibat pengeluaran zat fenolik dari permukaan potongan eksplan tumbuhan tersebut karena terjadinya oksidasi fenolat. Toksisitas Uji Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) digunakan untuk menentukan toksisitas sebagai uji permulaan untuk mengetahui aktivitas dari suatu zat atau senyawa yang terkandung dalam suatu ekstrak atau suatu isolat murni. Uji BSLT merupakan metode alternatif untuk menggantikan penelitian yang menggunakan hewan besar (Kanwar 2007). Hasil uji toksisitas ekstrak metanol buah bakau dapat dilihat pada Gambar 7.
LC50 (ppm)
19 600 500 400 300 200 100 0
541.38 434.21
402.76 315.05
Tanpa Perebusan Perebusan Proses pengolahan Gambar 7 Toksisitas ekstrak metanol buah bakau. kotiledon, hipokotil. Toksisitas ekstrak buah bakau berdasarkan Gambar 7 ditunjukkan oleh nilai LC50. Ekstrak metanol buah bakau rebus lebih toksik daripada ekstrak metanol buah bakau segar. Hal ini sesuai dengan tingkat toksisitas berdasarkan nilai LC50 menurut Anderson (1991), yaitu ekstrak dengan nilai LC50 0-250 ppm sangat toksik, 250500 ppm toksik, 500-750 ppm sedang, dan 750-1 000 ppm tidak toksik. Nilai LC50 yang semakin rendah menunjukkan semakin tingginya tingkat toksisitas suatu ekstrak. Ekstrak metanol buah bakau secara umum lebih toksik daripada ekstrak metanol akar batang bakau yang diteliti oleh Diastuti dan Suwandri (2009) yaitu 1063,41 ppm. Nilai LC50 merupakan konsentrasi zat yang menyebabkan terjadinya kematian pada 50% hewan percobaan, larva A. salina Leach. Sivasankar et al. (2013) menyatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak yang digunakan, maka semakin tinggi mortalitas larva udang. Mekanisme kematian larva Artemia salina berhubungan dengan fungsi senyawa alkaloid, steroid, dan flavonoid yang dapat menghambat daya makan larva (antifedant). Senyawa-senyawa tersebut bertindak sebagai stomach poisoning atau racun perut. Saat senyawa masuk ke dalam tubuh larva, pencernaannya akan terganggu dengan menghambat reseptor perasa pada daerah mulut larva yang mengakibatkan larva gagal mendapatkan stimulus rasa sehingga tidak mampu mengenali makanannya menyebabkan larva mati kelaparan (Putri et al. 2012) Aktivitas antioksidan Kemampuan ekstrak dalam menghambat radikal bebas ditentukan berdasarkan nilai IC50. Nilai tersebut menunjukkan konsentrasi sampel yang dibutuhkan untuk mengurangi aktivitas radikal bebas DPPH sebesar 50% (Latteä dan Kolodziej 2004, Molyneux 2004). Ekstrak metanol daun bakau memiliki nilai IC50 sebesar 47.39 ± 0.43 µg/mL (Suganthy dan Pandima 2015). Menurut Ravikumar dan Gnanadesigan (2012), ekstrak akar bakau mengandung antioksidan dengan nilai IC50 58.33 µg/mL melalui uji DPPH saat nilai penghambatan vitamin C sebesar 2.87 µg/mL. Adapun hasil uji antioksidan ekstrak metanol buah bakau dapat dilihat pada Gambar 8.
20 47.68
IC50 (ppm)
50 40
32.57
30 20
20.01 13.56
10 0 Tanpa Perebusan Perebusan Proses pengolahan Gambar 8 Aktivitas antioksidan ekstrak metanol buah bakau. kotiledon, hipokotil. Hasil uji normalitas Kolmogorov-Smirnov terhadap nilai IC50 menunjukkan nilai signifikansi (p≥0.05) 0.942 yang berarti sebaran data normal (Lampiran 6). Analisis ragam IC50 menunjukkan bahwa proses perebusan dan bagian buah bakau yang digunakan mempengaruhi aktivitas antioksidan ekstrak metanol yang dihasilkan (p<0.05). Menurut Rakhmawati dan Yunianta (2015), proses pemanasan mempengaruhi stabilitas antioksidan. Aktivitas antioksidan yang terdapat pada ekstak metanol kotiledon dan hipokotil buah bakau berdasarkan Gambar 8 tergolong sangat kuat. Blois (1958) menyatakan bahwa ekstrak yang memiliki nilai IC50 kurang dari 50 ppm memiliki aktivitas antioksidan yang sangat kuat. Ekstrak etanol hipokotil bakau yang telah diteliti oleh Purwaningsih et al. (2013) juga menunjukkan adanya aktivitas antioksidan yang sangat kuat dengan nilai IC 50 berkisar antara 0.702 ppm sampai dengan 10.297 ppm. Asha et al. (2010) menyatakan bahwa aktivitas antioksidan yang terdapat dalam ekstrak akar buah bakau (R. apiculata) berkaitan dengan adanya senyawa flavonoid dan komponen polifenol. Komponen bioaktif Uji fitokimia dilakukan untuk mengetahui komponen bioaktif yang terdapat dalam ekstrak bakau. Kumari et al. (2015) telah meneliti komponen bioaktif yang terdapat dalam ekstrak metanol daun bakau. Senyawa yang terdeteksi dalam ekstrak tersebut yaitu saponin, flavonoid, antrasen, dan tanin. Adapun hasil uji fitokimia ekstrak buah bakau dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Senyawa bioaktif ekstrak metanol buah bakau Ekstrak metanol Senyawa Keterangan Kotiledon Hipokotil Flavonoid + + Lapisan amil alkohol bewarna kuning Hidrokuinon + + Hijau atau hijau biru Steroid + + Warna merah menjadi biru Triterpenoid + Perubahan warna menjadi merah Tanin + + Perubahan warna menjadi merah tua Saponin + + Terdapat busa Keterangan: (+) = Terdeteksi (-) = Tidak terdeteksi
21 Hasil uji fitokimia buah bakau menunjukkan bahwa dalam ekstrak metanol kotiledon maupun hipokotil buah bakau terdeteksi adanya flavonoid, steroid, tanin, saponin, dan quinon. Senyawa triterpenoid hanya terdeteksi pada ekstrak kotiledon. Tarman et al. (2013b) menyatakan bahwa senyawa-senyawa aktif pada daun bakau hitam cenderung larut pada pelarut metanol. Hasil penelitian Ravikumar dan Gnanadesigan (2012) menunjukkan bahwa bagian bakau yaitu batang, kulit, akar, dan hipokotil yang diekstrak menggunakan pelarut etanol dan air juga mengandung komponen bioaktif. Ekstrak bagian bakau tersebut mengandung flavonoid, alkaloid, tanin, dan triterpenoid. Selawa et al. (2013) menyatakan bahwa flavonoid termasuk senyawa fenolik alam yang potensial sebagai antioksidan. Karakteristik Ekstrak Air Buah Bakau
Rendemen (%)
Rendemen Ekstrak air buah bakau yang dihasilkan memiliki warna oranye berbeda dengan ekstrak metanol buah bakau yang berwarna coklat kemerahan. Adanya proses sentrifugasi menjadikan warna ekstrak buah bakau menjadi lebih jernih. Menurut Purwaningsih et al. (2013), ekstrak etanol hipokotil bakau memiliki warna cokelat kehitaman, dengan rendemen berkisar antara 9.76% sampai 10.95%. Rendemen ekstrak buah bakau dapat dilihat pada Gambar 9. 7 6 5 4 3 2 1 0
6.05a 4.47b 3.16 c
30 menit
45 menit
60 menit
Lama perebusan a
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan).
Gambar 9 Rendemen ekstrak air buah bakau. Hasil uji normalitas Kolmogorov-Smirnov menunjukkan bahwa data menyebar normal (0.863, p≥0.05). Lama perebusan buah bakau memberikan pengaruh terhadap rendemen ekstrak bakau (Lampiran 7). Gambar 9 menunjukkan bahwa rendemen ekstrak buah bakau terbanyak diperoleh dari perebusan yang dilakukan selama 30 menit yaitu 6.05%. Proses perebusan selama 45 dan 60 menit menghasilkan filtrat yang lebih sedikit sehingga mempengaruhi jumlah ekstrak yang dihasilkan. Hardoko et al. (2015) menyatakan bahwa rendemen buah bakau yang diolah menjadi tepung sebesar 12.9%. Fluktuasi nilai rendemen dipengaruhi oleh jumlah air dan komponen lainnya yang hilang selama pengolahan.
22 Toksisitas Uji BSLT dapat digunakan untuk menentukan toksisitas awal dalam mengisolasi senyawa bioaktif dari ekstrak tumbuhan (Ogugu et al. 2012). Hasil uji normalitas Kolmogorov-Smirnov terhadap nilai LC50 menunjukkan nilai signifikansi atau nilai probabilitas yaitu 0.893 (p≥0.05) yang berarti sebaran data normal. Hasil analisis ragam LC50 menunjukkan adanya pengaruh lama perebusan terhadap aktivitas antioksidan ekstrak buah bakau (Lampiran 8). Hasil uji toksisitas ekstrak bakau dapat dilihat pada Gambar 10. 774.4c
LC50 (ppm)
800 612.0b
700 600 500 400
372.0a
300 200 100 0 30 menit
45 menit Lama perebusan
60 menit
a
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan).
Gambar 10 Toksisitas ekstrak air buah bakau. Toksisitas ekstrak buah bakau (Gambar 10) menunjukkan bahwa ekstrak air buah bakau yang dihasilkan melalui proses perebusan selama 30 menit memiliki nilai LC50 yang tergolong toksik. Hasan et al. (2006) menyatakan bahwa ekstrak dengan LC50 100 ppm aman digunakan sebagai obat tradisional. Hasil analisis toksisitas ekstrak buah bakau menunjukkan bahwa semakin lama proses perebusan maka nilai LC50 semakin tinggi, yang berarti bahwa toksisitas ekstrak tersebut semakin berkurang. Menurut Hardoko et al. (2015) buah bakau yang diolah menjadi tepung memiliki nilai LC50 1 737.80 ppm yang menunjukkan tepung tersebut tidak toksik. Menurut Meyer et al. (1982), ekstrak yang memiliki nilai LC50 <1 000 PPM bersifat toksik, sehingga secara umum nilai LC50 ekstrak buah bakau tergolong toksik. Aktivitas Antioksidan Menurut Otohinoyi et al. (2014), antioksidan terlibat dalam mekanisme pertahanan terhadap pengaruh dari radikal bebas pada sebagian besar organisme Hasil uji normalitas Kolmogorov-Smirnov terhadap nilai IC50 menunjukkan nilai signifikansi atau nilai probabilitas yaitu 0.743 (p≥0,05) yang berarti sebaran data normal. Hasil analisis ragam IC50 menunjukkan adanya pengaruh lama perebusan terhadap aktivitas antioksidan ekstrak buah bakau (Lampiran 9). Hasil uji antioksidan ekstrak buah bakau dapat dilihat pada Gambar 11.
23
172.69c
IC50 (ppm)
200 115.75b
150 100 50
14.99a
0 30 menit
45 menit Lama perebusan
60 menit
a
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan).
Gambar 11 Nilai IC50 ekstrak buah bakau. Gambar 11 menunjukkan bahwa ekstrak buah bakau yang dihasilkan melalui proses perebusan selama 30 menit memiliki nilai IC50 sebesar 15.07 ppm, yang berarti bahwa ekstrak tersebut memiliki aktivitas antioksidan yang sangat kuat. Blois (1958) mengelompokkan tingkat kekuatan aktivitas antioksidan berdasarkan nilai IC50. Sampel yang memiliki IC50 <50 ppm, memiliki aktivitas antioksidan sangat kuat. Nilai IC50 50-100 ppm menunjukkan antioksidan yang kuat, sedangkan sampel dengan IC50 >150 ppm memiliki antioksidan yang lemah. Ekstrak etanol hipokotil bakau yang telah diteliti oleh Purwaningsih et al. (2013) juga menunjukkan adanya aktivitas antioksidan yang sangat kuat. Ekstrak tersebut memiliki nilai IC50 berkisar antara 0.702 ppm sampai 10.297 ppm akibat proses evaporasi dengan suhu yang berbeda. Prinsip metode Spektrofotometri yaitu mengukur total aktivitas antioksidan didasarkan pada penurunan absorbansi radikal DPPH terhadap adanya antioksidan dalam suatu sampel berdasarkan hilangnya warna ungu akibat tereduksinya DPPH oleh antioksidan. Molyneux (2004) menyatakan bahwa DPPH merupakan suatu radikal bebas yang stabil dan tidak membentuk dimer akibat delokalisasi dari elektron bebas pada seluruh molekul. Delokalisasi elektron bebas ini juga mengakibatkan terbentuknya warna ungu pada larutan DPPH sehingga dapat diukur absorbansinya pada panjang gelombang sekitar 520 nm. Warna ungu larutan DPPH akan hilang seiring dengan tereduksinya DPPH saat larut bersama senyawa yang dapat mendonorkan atom hidrogen. Singh et al. (2012) menyatakan bahwa uji antioksidan menggunakan DPPH merupakan metode yang cepat dan sensitif untuk mengukur aktivitas antioksidan. Tingkat perubahan warna DPPH berkaitan dengan kemampuan ekstrak mendonorkan atom hidrogen. Komponen Bioaktif Septiana dan Asnani (2013) menyatakan bahwa komponen fenolik dapat berperan sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan proton hidrogen, donor elektron, mengikat ion logam, dan mengikat radikal bebas seperti radikal hidroksil, anion superoksida maupun H2O. Senyawa fenolik merupakan komponen bioakif yang dapat dideteksi menggunakan uji fitokimia. Hasil uji fitokimia ekstrak air buah bakau tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.
24 Tabel 4 Senyawa bioaktif ekstrak air buah bakau Senyawa fitokimia
Lama perebusan Flavonoid (menit) 30 + 45 + 60 +
Hidrokuinon
Triterpenoid
Tanin
Saponin
+ + +
+ + +
+ + +
+ + +
Keterangan: (+) = Terdeteksi (-) = Tidak terdeteksi
Hasil uji fitokimia berdasarkan Tabel 4 menunjukkan bahwa dalam ekstrak air buah bakau mengandung senyawa flavonoid, triterpenoid, saponin, quinon, dan tanin. Sulistyati dan Puspitasari (2012) menyatakan bahwa senyawa bioaktif tanin dalam buah bakau mampu menurunkan hipermotilitas usus pada saat diare. Hasil uji fitokimia yang dilakukan oleh Purwaningsih et al. (2013) tidak mendeteksi adanya senyawa triterpenoid dalam ekstrak hipokotil bakau. Hal tersebut disebabkan karena ekstrak buah bakau yang dianalisis adalah campuran dari bagian kotiledon dan hipokotil. Laphookhieo et al. (2004) telah mengidentifikasi adanya sesquiterpene dan dua ester triterpenoid pentasiklik baru yang diisolasi dari buah R. mucronata. Struktur senyawa tersebut berdasarkan analisis data spektroskopi ditandai sebagai mucronaton. Total Fenol Hasil pengukuran total fenol dihitung berdasarkan kesetaraan dengan asam galat yang dinyatakan dalam mg gallic acid equivalents (GAE) per gram. Hasil uji normalitas Kolmogorov-Smirnov terhadap nilai total fenol menyebar normal (p=0.674). Hasil analisis ragam menunjukkan adanya pengaruh lama perebusan yang berbeda nyata terhadap total fenol yang terdapat dalam ekstrak air buah bakau (p<0.05). Kandungan total fenol ekstrak buah bakau dapat dilihat pada Gambar 12.
Total Fenol (mg GAE/g)
100 80
74.70a
60 40
24.26b
20 1.19c 0 30 menit
45 menit Lama perebusan
60 menit
a
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan).
Gambar 12 Kandungan total fenol ekstrak air buah bakau. Hasil uji kandungan total fenol berdasarkan Gambar 12 menunjukkan bahwa ekstrak bakau yang dihasilkan dengan lama perebusan yang berbeda memiliki total fenol yang berbeda nyata. Buah bakau yang direbus selama 30 menit
25 memiliki total fenol yang paling banyak yaitu 74.7 mgGAE/g. Kandungan fenol dalam ekstrak buah bakau semakin berkurang seiring dengan meningkatnya lama perebusan. Buah bakau yang direbus selama 45 menit dan 60 menit mengandung fenol dengan total masing-masing 24.26±2.66 mgGAE/g dan 1.19±0.18 mgGAE/g. Kandungan fenol ekstrak air buah bakau lebih tinggi dari hasil penelitian Septiana dan Dwiyanti (2009) yang menunjukkan bahwa irisan buah kering mahkota dewa yang diolah menjadi minuman fungsional memiliki nilai total fenol sebesar 11.01 ppm. Ekstrak air buah bakau yang dihasilkan dalam penelitian ini memiliki kandungan fenol yang lebih tinggi dari ekstrak daun bakau berdasarkan hasil penelitian Sur et al. (2015) yaitu 1.03 µgGAE/mg. Penurunan total fenol setelah perebusan dapat disebabkan oleh larutnya fenol di dalam air perebusan (Aisyah et al. 2014). Somsub et al. (2008) menyatakan bahwa proses perebusan sangat mempengaruhi proses penurunan vitamin C, tanin dan fitat yang terdapat dalam sayuran. Perbedaan kandungan total fenol juga disebabkan oleh jenis pelarut yang digunakan dalam proses ekstraksi. Hasil penelitian Hardoko et al. (2015) menunjukkan bahwa ekstrak etanol hipokotil bakau memiliki kandungan total fenol 37.35 mgGAE/g. Kandungan total fenol yang terdapat dalam buah bakau lebih tinggi dibandingkan total fenol yang terdapat dalam bagian tumbuhan bakau selain buah. Hasil penelitian Banerjee et al. (2008) menunjukkan bahwa kandungan total fenol dalam ekstrak daun bakau yaitu 23.81±0.71 mgGAE/g, ekstrak kulit batang bakau 40.47±3.18 mgGAE/g dan ekstrak akar bakau yaitu 11.7±0.40 mgGAE/g. Karakteristik Sirup Ekstrak Air Buah Bakau Minuman fungsional adalah minuman yang memiliki efek positif terhadap kesehatan. Pangan fungsional dikonsumsi layaknya makanan atau minuman, mempunyai karakteristik sensori berupa penampakan, warna, tekstur dan cita rasa yang dapat diterima oleh konsumen, serta tidak memberikan kontraindikasi dan tidak memberikan efek samping terhadap metabolisme zat gizi lainnya jika digunakan pada jumlah penggunaan yang dianjurkan, sesuai dengan peraturan kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia nomor HK.03.1.23.11.11.09909 tahun 2011. Sejak awal tahun 1980 peneliti Jepang mendefinisikan pangan fungsional sebagai makanan yang memiliki fungsi fisiologis. Jepang mengelompokkan klaim kesehatan untuk makanan terdiri atas dua kategori yaitu makanan dengan klaim fungsi nutrisi dan makanan yang dikhususkan untuk kesehatan atau food for specified health uses (FOSHU). Makanan untuk kesehatan (FOSHU) mengandung bahan-bahan makanan yang memiliki efek menguntungkan pada fungsi fisiologis tubuh manusia, memelihara dan meningkatkan kesehatan, serta memperbaiki kondisi yang berhubungan dengan kesehatan. Pelabelan klaim kesehatan pada makanan harus selalu didasarkan pada bukti ilmiah. Produsen makanan kesehatan harus mendapatkan persetujuan pemerintah untuk memperoleh label FOSHU (Yamada et al. 2008). Palupi dan Widyaningsih (2015) telah meneliti minuman fungsional liang teh berbasis daun salam sebagai sumber antioksidan karena banyak mengandung komponen fenol. Ekstrak air buah bakau yang memiliki aktivitas antioksidan dan total fenol tertinggi dalam penelitian ini yaitu ekstrak yang dihasilkan melalui
26 proses perebusan selama 30 menit. Ekstrak tersebut diaplikasikan sebagai bahan untuk pembuatan minuman fungsional buah bakau dalam bentuk sirup. Fisikokimia Hasil uji normalitas Kolmogorov-Smirnov terhadap nilai fisikokimia sirup ekstrak air buah bakau menunjukkan nilai signifikansi parameter viskositas 0,364 dan pH 0,954 (p≥0.05) yang berarti sebaran data normal (Lampiran 11). Hasil analisis ragam menunjukkan adanya pengaruh lama perebusan terhadap fisikokimia sirup ekstrak air buah bakau (p<0,05). Hasil uji fisikokimia sirup ekstrak air buah bakau dapat dilihat pada Gambar 13. 2
7 viskositas
Viskosits (cp)
pH 6.5a 1 0.7a
6.5b 0.7a
6.6c
6.6cd
6.6d
1.0c
1.0d
6.7e 1.1e
0.8b
0
6 f0
f1
f2 f3 Formula Sirup
f4
f5
a
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan).
Gambar 13 Fisikokimia sirup ekstrak air buah bakau. Viskositas formula larutan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi karagenan yang digunakan. Hal ini sesuai dengan Wicaksono dan Zubaidah (2015) yang menyatakan bahwa perlakuan konsentrasi karagenan memberikan pengaruh yang nyata terhadap viskositas minuman. Karagenan mengikat air dalam jumlah besar sehingga larutan bersifat lebih kental. Viskositas formula larutan mencapai 0.70 cp karena tingginya konsentrasi gula sesuai jumlah gula pasir yang digunakan oleh Widadi (2014) dengan berat jenis 1.296. Purwanto et al. (2013) menyatakan bahwa gula mempengaruhi kekentalan gel karena dapat mengikat air. Formula larutan sirup (Gambar 13) memiliki pH rata-rata berkisar antara 6.49 sampai dengan 6.73. Tingkat keasaman pH berasal dari larutan sirup ekstrak air buah bakau yang memiliki pH 5.2. Nilai pH larutan ekstrak buah bakau tidak jauh berbeda dengan pH larutan ekstrak buah mulberry hitam (Morus nigra L.), yang telah diteliti Negreanu-Pîrjol et al. (2015) untuk pembuatan sirup yaitu 5.24. Nilai pH dalam sirup ekstrak buah bakau meningkat karena adanya penambahan gula pasir yang merupakan sukrosa dengan nilai pH 7,44. Nilai pH juga dipengaruhi oleh jumlah karagenan yang ditambahkan dalam sirup ekstrak air buah bakau. Wicaksono dan Zubaidah (2015) menyatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi karagenan yang diberikan maka akan semakin tinggi pula nilai pH pada
27 minuman. Kasim (2013) melakukan penambahan larutan NaOH hingga diperoleh pH 9.6 dalam proses ekstraksi karagenan untuk mengkatalisis hilangnya gugus 6-sulfat dari unit monomernya dengan membentuk 3.6-anhidrogalaktosa. Nilai pH sirup ekstrak air buah bakau telah memenuhi ketentuan pH minuman sirup buah berdasarkan SNI (1995) yaitu berkisar antara 4 sampai 7. Sensori Seluruh metode uji sensori menggunakan manusia sebagai alat ukur. Panelis yang digunakan harus dapat menganalisis dan menafsirkan respon psikologis dan emosional yang dirasakan melalui indera penglihatan, penciuman, peraba, dan pengecap terhadap produk (Meilgaard et al. 1999). Hasil uji sensori sirup ekstrak air buah bakau dapat dilihat pada Gambar 14. 45 40
7.1a
6.9a
7.0a
7.1a
Skor Penilaian
35 30 25
7.1a
7.0a
6.2ab 5.3a
6.7c
5.2a
6,0ab
20 15 10 5
5.4a
7.0a
6.9a
6.3b
7.1a
7.1a
6.9a
7.0a
5.1a
5.9a
5.4a
5.8a
5.5a
0 Warna
Rasa
Kekentalan
Aroma
Parameter Organoleptik a
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan).
Gambar 14 Nilai sensori sirup ekstrak air buah bakau. tanpa karagenan, karagenan 0.2%, karagenan 0.4%, karagenan 0.6%, karagenan 0.8%, karagenan 1%. Hasil analisis Kruskal Wallis menunjukkan bahwa penambahan karagenan dengan konsentrasi yang berbeda tidak mempengaruhi tingkat kesukaan responden terhadap parameter warna, rasa, dan aroma sirup ekstrak air buah bakau hitam (p>0.05). Responden cenderung menyukai warna sirup ekstrak air buah bakau dengan skor penilaian rata-rata berkisar antara 6,9-7,1. Pembentukan warna sirup berasal dari adanya senyawa golongan fenolik yang terdapat dalam ekstrak air buah bakau. Menurut Responden juga cenderung menyukai rasa sirup ekstrak air buah bakau dengan skor penilaian rata-rata berkisar antara 6.9-7.1. Sirup tersebut memiliki rasa manis yang berasal dari gula pasir yang digunakan. Berat jenis larutan sirup ekstrak air buah bakau yaitu 1.267 berdasarkan tabel konversi tingkat kekentalan sirup (Surapti 2005) setara dengan derajat brix 56. Standar Industri Indonesia (SII) terkait produk sirup mensyaratkan kadar gula atau derajat brix minimal 55.
28 Responden cenderung agak menyukai aroma sirup ekstrak air buah bakau dengan skor penilaian rata-rata berkisar antara 5.8-6.7. Pembentukan aroma sirup dapat berasal dari senyawa volatil yang terdapat dalam ekstrak air buah bakau. Satyavani et al. 2015 menyatakan bahwa ekstrak daun R. mucronata mengandung banyak senyawa volatil diantaranya yaitu sikloheksana, 8-pentadekanon, dan siklooktakosan yang sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai minyak esensial. Penambahan karagenan dengan berbagai konsentrasi memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kekentalan sirup ekstrak air buah bakau hitam. Tingkat kesukaan panelis terhadap parameter kekentalan paling tinggi terdapat pada formula larutan yang mengandung karagenan 0.8%.
20
1.46 1.34
15
1 10 5 0
Kadar antioksidan (mg/kg)
Kapasitas antioksidan (ppm AEAC)
Kadar dan kapasitas antioksidan Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menunda, memperlambat, dan mencegah terjadinya oksidasi (Tantrayana dan Zubaidah 2015). Hasil uji normalitas Kolmogorov-Smirnov terhadap kadar dan kapasitas antioksidan sirup ekstrak air buah bakau menunjukkan bahwa data menyebar normal (p≥0,05). Hasil uji kadar dan kapasitas antioksidan sirup ekstrak air buah bakau dapat dilihat pada Gambar 15. 25 2 23.00 21.71
0
Larutan ekstrak
Larutan sirup
Gambar 15 Kadar dan kapasitas antioksidan larutan ekstrak air buah bakau. kadar antioksidan, kapasitas antioksidan. Analisis kadar antioksidan menggunakan HPLC bertujuan untuk mengidentifikasi keberadaan senyawa fenol dalam larutan sirup ekstrak air buah bakau dengan membandingkan waktu retensi antioksidan standar dengan waktu retensi sampel larutan (Lampiran 15). Penggunaan butil hidroksitoluen (BHT) sebagai antioksidan standar bertujuan untuk mengetahui kadar antioksidan yang terdapat dalam larutan dan sirup ekstrak air buah bakau. Barus (2009) menyatakan bahwa BHT merupakan salah satu bahan pengawet yang digunakan dalam menghambat proses kerusakan pangan yang umumnya disebabkan oleh mikroorganisme melalui proses enzimatis dan oksidasi, terutama yang mengandung protein dan lemak sementara karbohidrat mengalami dekomposisi. Penggunaan
29 bahan pengawet dan antioksidan sintetis tidak direkomendasikan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) karena diduga dapat menimbulkan penyakit kanker karena itu perlu ditemukan alternatif lain yaitu bahan pengawet dan antioksidan alami yang bersumber dari bahan alam. Bahan pengawet dan antioksidan alami ini hampir terdapat pada semua tumbuh-tumbuhan dan buahbuahan seperti pinang yang kaya akan senyawa polifenol yang mampu menghambat proses oksidasi dari bahan makanan yang berlemak. Antioksidan seperti BHT dan tokoferol berdasarkan fungsinya termasuk dalam golongan antioksidan primer. Senyawa fenol dalam BHT mampu memutus rantai reaksi pembentukan radikal bebas asam lemak dengan memberikan atom hidrogen yang berasal dari gugus hidroksi senyawa fenol sehingga terbentuk senyawa yang stabil. Fungsi paling efektif dari antioksidan dalam menghambat terjadinya oksidasi adalah dengan menghentikan reaksi berantai dari radikal-radikal bebas (Miryanti et al 2011). Butil hidroksitoluen (BHT) merupakan salah satu antioksidan yang diizinkan digunakan dalam pangan untuk mencegah atau menghambat kerusakan pangan akibat oksidasi berdasarkan peraturan kepala BPOM RI nomor 38 tahun 2013. Batas maksimum penggunaan BHT dalam miligram per kilogram berat badan yang dapat dikonsumsi setiap hari tanpa menimbulkan efek merugikan terhadap kesehatan yaitu 0-0.3 mg/kg berat badan. Penentuan aktivitas antioksidan dalam menghambat radikal bebas yang umum dilakukan yaitu pengukuran kapasitas berdasarkan absorbansi. Zineb et al. (2012) menyatakan bahwa aktivitas antioksidan dapat ditentukan berdasarkan nilai AEAC (Ascorbic acid Equivalent Antioxidant Capacity). Kapasitas antioksidan larutan ekstrak air buah bakau dan larutan sirup terpilih memiliki nilai IC50 masingmasing yaitu 23.00±0.32 ppm AEAC dan 21.71±0.27 ppm AEAC. Inhibisi atau penghambatan senyawa radikal oleh larutan ekstrak air buah bakau dan larutan sirup yang dihasilkan dihitung berdasarkan persen absorbansi. Neldawati et al. (2013) menyatakan bahwa absorbansi adalah perbandingan intensitas sinar yang diserap dengan intensitas sinar datang. Nilai absorbansi dipengaruhi oleh kadar zat yang terkandung di dalamnya. Semakin banyak kadar zat yang terkandung dalam suatu sampel maka semakin banyak molekul yang akan menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu sehingga nilai absorbansi semakin besar atau dengan kata lain nilai absorbansi akan berbanding lurus dengan konsentrasi zat yang terkandung dalam suatu sampel. Larutan DPPH yang digunakan setelah 24 jam memberikan hasil yang maksimal. Lama penggunaan larutan DPPH mempengaruhi ambiguitas dalam interpretasi hasil (Otohinoyi et al. 2014). Perubahan warna akibat adanya reaksi antara larutan sampel dan DPPH terjadi sangat cepat. Pengenceran sampel hingga 50 kali dilakukan untuk dapat menentukan inhibisi radikal bebas selama 24 jam pada suhu ruang. Thaipong et al. (2006) menyatakan bahwa pengenceran tambahan diperlukan jika nilai DPPH yang diukur melebihi inhibisi kurva standar. Kapasitas antioksidan sirup ekstrak air buah bakau lebih tinggi dari kapasitas antioksidan sirup ekstrak etanol hipokotil bakau dan sirup gula aren. Kapasitas antioksidan sirup gula aren yang diteliti oleh Naknean dan Meenune (2011) yaitu 18.49 ppm AEAC dan kapasitas antioksidan sirup ekstrak etanol hipokotil bakau yang diteliti oleh Widadi (2014) yaitu 10.55 ppm AEAC. Kapasitas antioksidan yang tinggi dalam sirup ekstrak buah bakau menunjukkan bahwa ekstrak air buah bakau sangat berpotensi diolah menjadi minuman fungsional sumber antioksidan.
30 Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan adanya korelasi kadar dan kapasitas antioksidan larutan sirup dan ekstrak air buah bakau (Lampiran 14). Gil et al. (2002) menyatakan bahwa kapasitas antioksidan berkorelasi dengan adanya kandungan fenol dalam ekstrak buah plum dan buah persik yang diekstrak menggunakan campuran air dan metanol (2:8). Konsentrat serat yang diperoleh dari buah yang telah diteliti oleh Martinez et al. (2012) juga menunjukkan adanya korelasi antara kandungan fenol dan kapasitas antioksidan. Konsentrat buah manga, nenas, dan jambu yang masing-masing diekstrak menggunakan etanol memiliki kapasitas antioksidan berkisar 1.5–31.7 µMTE/g. Komponen polifenol yang banyak memiliki gugus hidroksil diduga bertanggungjawab terhadap adanya kapasitas antioksian yang terdapat dalam buah tersebut.
4 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Buah bakau hitam memiliki panjang rata-rata 66.75±3.64 cm dan berat ratarata 110.40±10.84 g, serta mengandung 61.06±1.35% air, 0.99±0.03% abu, 1.78±0.26% protein, 1.49±0.14% lemak, 34.68±1.27% karbohidrat (by difference). Karbohidrat buah bakau diantaranya terdiri atas 6.21±0.47 g/100g bb serat makanan larut dan 74.42±1.87 g/100g bb serat makanan tidak larut. Rendemen ekstrak metanol kotiledon lebih banyak daripada ekstrak metanol hipokotil bakau. Ekstrak metanol buah bakau rebus lebih toksik dan memiliki aktivitas antioksidan yang lebih tinggi dari ekstrak metanol buah bakau segar. Senyawa fitokimia yang terdapat dalam ekstrak metanol kotiledon maupun hipokotil bakau yaitu flavonoid, steroid, tanin, saponin, dan quinon. Ekstrak air buah bakau yang dihasilkan melalui proses perebusan selama 30 menit memiliki rendemen yang lebih banyak dari proses perebusan selama 45 dan 60 menit. Ekstrak tersebut juga memiliki aktivitas antioksidan dan kandungan total fenol tertinggi yaitu 15.07 ppm dan 74.7 mgGAE/g. Tingkat kesukaan panelis terhadap parameter kekentalan tertinggi terdapat pada formulasi sirup ekstrak air buah bakau yang ditambahkan karagenan dengan konsentrasi 0.8%. Kadar dan kapasitas antioksidan dalam formula tersebut yaitu 1.34 ppm dan 21.71 ppm AEAC. Saran Hasil penelitian ini agar dapat didukung dan ditindaklanjuti oleh pihak terkait sehingga dapat memberi manfaat bagi masyarakat. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mempelajari stabilitas antioksidan selama penyimpanan.
31
DAFTAR PUSTAKA Aisyah Y, Rasdiansyah, Muhaimin. 2014. Pengaruh pemanasan terhadap aktivitas antioksidan pada beberapa jenis sayuran. Jurnal Teknologi dan Industri Pertanian Indonesia 6(2):1-6. Alik T, Umar M, Priosambodo D. 2013. analisis vegetasi mangrove di pesisir pantai Mara’bombang - Kabupaten Pinrang. Makassar: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin. Anderson, JE, Goetz CM, Mc Laughlin JL. 1991. A blind comparison of simple bench-top bioassay and human tumor cell cytotoxicities as antitumor prescrenss, natural product chemistry. Amsterdam (NL): Elsevier. [AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 2005. Official Method of Analysis of The Association of Official Analytical of Chemist. Arlington (US): The Association of Official Analytical Chemist Inc. Arumugam S, Palanisamy D, Sambandam R. 2014. Identification of bioactive compounds of Rhizophora mucronata poir leaves using supercritical fluid extraction and Gc-Ms. World Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences 3(10): 1621-1631. Asha KK, Mathew S, Remyakumari KR. 2010. Effect of red mangrove (Rhizophora apiculata) Root extract on sodium nitrite-induced oxidative stress in rats. New Delhi (IN): Society of Fisheries Technologists India. Asp NG, Johansson CG, Hallmer H, Siljestroem M. 1983. Rapid enzymic assay of insoluble and soluble dietary fiber. Journal of Agricultural Food Chemistry 31(3): 476-482. Babuselvam M, Kathiresan K, Ravikumar S, Uthiraselvam M, Rajabudeen E. 2012. Scientific evaluation of aqueous extracts of fresh and dried leaves from Rhizophora mucronata Lamk in Rats. African Journal of Pharmacy and Pharmacology 6(11) : 814-817. Baderan D. 2013. Model valuasi ekonomi sebagai dasar untuk rehabilitasi kerusakan hutan mangrove di wilayah pesisir Kecamatan Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo [disertasi]. Yogyakarta (ID): Universitas Gadjah Mada. Banerjee D, Chakrabarti S,Hazra AK, Banerjee S, Ray J, Mukherjee B. 2008. Antioxidant activity and total phenolics of some mangroves in Sundarbans. African Journal of Biotechnology 7(6): 805-810. Barus P. 2009. Pemanfaatan bahan pengawet dan antioksidan alami pada industri bahan makanan pidato [Pengukuhan Guru Besar]. 3 Oktober 2009. Medan (ID): Universitas Sumatera Utara. Blois MS. 1958. Antioxidant determinations by the use of a stable free radical. Nature 181: 1199-1200. Bunyapraphatsara N, Srisukh V, Hutivoboonsuk A, Sornlek P, Th ongbainoi W, Chuakat W, Fong HHS, Pezzuto JM, Kosmeder J. 2002. Vegetables from the mangrove areas. Thai Journal of Phytopharmacy 9 (1): 1-12. Dahdouh-Guebas F, Verneirt M, Tack JF, Koedam N. 1997. Food preferences of Neosarmatium meinerti de man (decapoda: sesarminae) and its possible effect on the regeneration of mangroves. Hydrobiologia 347: 83–89.
32 Das AK, Rohini RM, Hema A. 2008. Evaluation of Anti-diarrhea activity of Rhizophora mucronata bark extracts. The Internet Journal of Alternative Medicine 7(1). Diastuti H, Suwandri. 2009. Fraksinasi dan identifikasi senyawa antikanker ekstrak kulit batang Rhizophora mucronata serta uji toksisitasnya terhadap larva udang (Artemia salina Leach). Molekul 4(2): 54 – 61. Gil MI, Tomas-Barberan FA, Hess-Pierce B, Kader AA. 2002. Antioxidant Capacities, Phenolic Compounds, Carotenoids, and Vitamin C Contents of Nectarine, Peach, and Plum Cultivars from California. Journal of Agricultural and. Food Chemistry 50: 4976-4982. Gurudeeban S, Ramanathan T, Satyavani K. 2013. Antimicrobial and radical scavenging effects of alkaloid extracts from Rhizophora mucronata. Pharmaceutical Chemistry Journal 47(1): 50-53. Harborne J. 1987. Metode Fitokimia. Edisi ke-2. Kosasih Padmawinata, penerjemah. Bandung (ID): ITB-Press. Hardoko, Suprayitno E, Puspitasari YE, Amalia R. 2015. Study of ripe Rhizophora mucronata fruit flour as functional food for antidiabetic. International Food Research Journal 22(3): 953-959. Hasan MS, Ahmed MI, Mondal S, Uddin SJ, Masud MM, Sadhu SK, Ishibashi M. 2006. Antioxidant, antinociceptive activity and general toxicity study of Dendrophthoe falcata and isolation of quercitrin as the major component. Oriental Pharmacy and Experimental Medicine 6(4):355-360. Joel E, Bhimba V. 2010. Isolation and characterization of secondary metabolites from the mangrove plant Rhizophora mucronata. Asian Pacific Journal of Tropical Medicine 602-604. Kamal E. 2011. Fenologi mangrove (Rhizophora apiculata, Rhizophora mucronata dan Rhizophora stylosa) di Pulau Unggas, Air Bangis Pasaman Barat, Sumatera Barat. Jurnal Natur Indonesia 14(1):90-94. Kanwar AS. 2007. Brine shrimp Artemia salina a marine animal for simple and rapid biological assay. Journal of Chinese Clinical Medicine 2(4):236-240. Kasim S. 2013. Pengaruh konsentrasi natrium hidroksida terhadap rendemen karaginan yang diperoleh dari rumput laut jenis Eucheuma spinosum asal kota Bau-Bau. Majalah Farmasi dan Farmakologi 17(1):1-8. Kathiresan K, Ravinder SC. 2013. Preliminary conservation effort on Rhizophora annamalayana Kathir., the only endemic mangrove to india, through in vitro method. Journal Of Plant Development 20:57-61. Kumari CS, Yasmin N, Hussain MR, Babuselvam M. 2015. Invitro antiinflammatory and anti-arthritic property of Rhizophora mucronata leaves. International Journal of Pharma Sciences and Research 6(3):482-485. Latteä KP, Kolodziej H. 2004. Antioxidant properties of phenolic compounds from Pelargonium reniforme. Journal of Agricultural and Food Chemistry 52: 4899-4902. Laphookhieo S, Karalai C, Ponglimanont C. 2004. New sesquiterpenoid and triterpenoids from the fruits of Rhizophora mucronata. Chemical and Pharmaceutical Bulletin 52:883–885. Lawag I, Aguinaldo A, Naheed S, Mosihuzzaman M. 2012. α-Glucosidase inhibitory activity of selected Philippine plants. Journal of Ethnopharmacology 144:217–219.
33 Martínez R, Torres P, Meneses M, Figueroa JG, Pérez-Álvarez JA, Viuda-Martos M. 2012. Chemical, technological and in vitro antioxidant properties of mango, guava, pineapple and passion fruit dietary fibre concentrate. Food Chemistry 135 :1520–1526. Mathew M, Xavier KAM, Mathew S, Asha KK, Anandan R, Kumar KA. 2012. Effect of Rhizophora Root Extracts on Wound Healing and Yeast Induced Pyrexia in Rats. Fishery Technology 49(2):161-166. Meilgaard MC, Civille GV, Carr BT. 1999. Sensory Evaluation Techniques: Third Edition. New York (USA): CRC Press. Meyer BN, Ferrighi NR, Putnam JE, Jacobsen LB, Nichols DE, McLaughlin JL. 1982. Brine shrimp: a convenient general bioassay for active plant constituents. Planta Medica 45:31-34. Miryanti A, Sapei L, Budiono K, Indra S. 2011. Ekstraksi antioksidan dari kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.). Bandung (ID): Lembaga Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Katolik Parahyangan. Naknean P, Meenune M. 2011. Characteristics and antioxidant activity of palm sugar syrup produced in Songkhla Province, Southern Thailand. Asian Journal of Food and Agro-Industry 4(4):204-212. Neldawati, Ratnawulan, Gusnedi. 2013. Analisis nilai absorbansi dalam penentuan kadar flavonoid untuk berbagai jenis daun tanaman obat. Pillar of Physics (2):76-83. Negreanu-Pîrjol T, Sîrbu R, Negreanu-Pîrjol B. 2015. Antioxidant activity of some nutraceuticals based on romanian black and red fruits mixed extracts Academic Journal of Interdisciplinary Studies MCSER Publishing 4(1):199-206. Ogugu SE, Kehinde AJ, James BI, Pauld DK. 2012. Assessment of cytotoxic effects of methanol extract of calliandra portoricensis using brine shrimp (Artemia salina) lethality bioassay. Global Journal of Bio-science and Biotechnology 1(2):257-260. Otohinoyi D, Ekpo O, Ibraheem O. 2014. Effect of ambient temperature storage on 2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl (DPPH) as a free radical for the evaluation of antioxidant activity. International Journal of Biological and Chemical Sciences 8(3):1262-1268. Palupi MR, Widyaningsih TD. 2015. Pembuatan minuman fungsional liang teh daun salam (Eugenia polyantha) dengan penambahan filtrat jahe dan filtrat kayu secang. Jurnal Pangan dan Agroindustri 3(4):1458-1464. Perera LMS, Escobar A, Souccar C, Remigio MA, Mancebo B. 2010. Pharmacological and toxicological evaluation of Rhizophora mangle L. as a potential antiulcerogenic drug: chemical composition of active extract. Journal of Pharmacognosy and Phytotherapy 2(4):56-63. Premanathan M, Kathiresan K, Yamamoto N, Nakashima H. 1999. In vitro antihuman immunodeficiency virus activity of polysaccharide from Rhizophora mucronata poir. Bioscience Biotechnology Biochemistry 63 (7):1187-1191. [PROSEA] Plant Resources of South-East Asia. 2013. Rhizophora mucronata detail data. http://www.proseanet.org/prohati4.php Purwaningsih S, Salamah E, Sukarno AYP, Deskawati E. 2013. Aktivitas antioksidan dari buah mangrove (Rhizophora mucronata Lamk.) pada suhu yang berbeda. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia 16(3):199-206.
34 Purwanto RO, Argo BD, Hermanto MB. 2013. Pengaruh komposisi sirup glukosa dan variasi suhu pengeringan terhadap sifat fisiko - kimia dan inderawi dodol rumput laut (Eucheuma spinosium). Jurnal Bioproses Komoditas Tropis 1(1):1-12. Putri MKD, Pringgenies D, Radjasa OK. 2012. Uji fitokimia dan toksisitas ekstrak kasar gastropoda (Telescopium telescopium) terhadap larva Artemia salina. Journal of Marine Research 1(2):58-66. Rakhmawati R, Yunianta. 2015. Pengaruh proporsi buah : air dan lama pemanasan terhadap aktivitas antioksidan sari buah kedondong (Spondias dulcis). Jurnal Pangan dan Agroindustri 3(4):1682-1693. Ravikumar S, Gnanadesigan M. 2012. Hepatoprotective and Antioxidant Properties of Rhizophora mucronata mangrove Plant in CCl4 Intoxicated Rats. Journal of Experimental and Clinical Medicine 4(1):66-72. Salazar-Aranda R, Perez-Lopez LA, Lopez-Arroyo J, Alanis-Garza BA, De Torres JL. 2009. Antimicrobial and antioxidant activities of plants from northeast of Mexico. Journal Alternative Medicine 2011:1-6. Satyavani K, Gurudeeban S, Manigandan V, Rajamanickam E, Ramanathan T. 2015. Chemical compositions of medicinal mangrove species Acanthus ilicifolius, Excoecaria agallocha, Rhizophora apiculata and Rhizophora mucronata. Current Research in Chemistry 7: 1-8. Selawa W, Runtuwene MRJ, Citraningtyas G. 2013. Kandungan flavonoid dan kapasitas antioksidan total ekstrak etanol daun binahong (Anredera cordifolia). Pharmacon 2(1):18-22. Selvasundhari L, Vembu B, Vinola J, Jeyasudha S, Govindasamy T, Sivakami R, Anthoni SA. 2014. In vitro antioxidant activity of bark extracts of Rhizophora mucronata. Science, Technology and Arts Research Journal 3(1): 21-25. Septiana AT, Asnani A. 2013. Aktivitas antioksidan ekstrak rumput laut Sargassum duplicatum. Jurnal Teknologi Pertanian 14(2):79-86. Septiana AT, Dwiyanti H. 2009. Aktivitas antioksidan minuman fungsional dari irisan buah kering mahkota dewa. Agritech 29 (1):16-21. Singh V, Guizani N, Essa MM, Hakkim FL, and Rahman MS. 2012. Comparative analysis of total phenolics, flavonoid content and antioxidant profile of different date varieties (Phoenix dactylifera L.) from Sultanate of Oman. International Food Research Journal 19 (3): 1063-1070. Sivasankar P, Manivasagan P, Vijayanand P, Sivakumar K, Sugesh S, Poongodi S, Maharani V, Vijayalakshmi S, Balasubramanian T. 2013. Antibacterial and brine shrimp lethality effect of marine actinobacterium Streptomyces sp. CAS72 against human pathogenic bacteria. Asian Pacific Journal of Tropical Disease 3(4): 286-293 Somsub W, Kongkachuichai R, Sungpuag P, Charoensiri R. 2008. Effects of three conventional cooking methods on vitamin c, tannin, myo-inositol phosphates contents in selected Thai vegetables. Journal of Food Composition and Analysis 21: 187–197. [SNI] Standar Nasional Indonesia. 1995. SNI Minuman Sirup Buah. Jakarta (ID): Dewan Standardisasi Nasional. Steel RGD, Torrie JH. 1993. Prinsip dan prosedur statistik, suatu pendekatan biometrik. Penerjemah: Sumantri B. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
35 Sulastri. 2011. Uji sifat fisiko-kimia dan pembuatan biodiesel dari minyak biji mahoni (Swietenia mahagoni (L.) Jacq.) [tesis]. Depok (ID): Universitas Indonesia. Suganthy N, Pandima DK. 2015. In vitro antioxidant and anti-cholinesterase activities of Rhizophora mucronata. Pharmaceutical Biology 9:1-12. Suhirman MS, Manoi F, Sembiring B, Sukmasari T, Gani A, Tjitjah F, Kustiwa D. 2006. Teknik pembuatan simplisia dan ekstrak purwoceng. Laporan Pelaksanaan Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik Tahun: 314-324. Sulistyati T, Puspitasari Y. 2012. Teknologi pengolahan kerupuk mangrove antidiare buah bakau Rhizophora mucronata di kelompok pengolah produk mangrove, Desa Penunggul-Kabupaten Pasuruan. Malang (ID): Universitas Brawijaya. Sur TK, Hazra AK, Bhattacharyya D, Hazra A. 2015. Antiradical and antidiabetic properties of standardized extract of Sunderban mangrove Rhizophora mucronata. Pharmacognosy Mag 11(42):389-394. Suprapti M. 2005. Teknologi Pengolahan Pangan, Aneka Olahan Beligu dan Labu. Yogyakarta (ID): Kanisius. Tantrayana PB, Zubaidah E. 2015. Karakteristik fisik kimia ekstrak salak gula pasir dengan metode maserasi. Jurnal Pangan dan Agroindustri 3(4): 1608-1619. Tarman K, Safitri D, Setyaningsih I. 2013a. Endophytic fungi isolated from Rhizophora mucronata and their antibacterial activity. Squalen Bulletin of Marine & Fisheries Postharvest and Biotechnology 8(2):69-76. Tarman K, Purwaningsih S, Negara AAAPP. 2013b. Aktivitas antibakteri ekstrak daun bakau hitam (Rhizophora mucronata) terhadap bakteri penyebab diare. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia 16(3): 249-258. Thaipong K, Boonprakob U, Crosby K, Zevallos-Cisneros L, Byrne DH. 2006. Comparison of ABTS, DPPH, FRAP, and ORAC assays for estimating antioxidant activity from guava fruit extracts. Journal of Food Composition and Analysis 19: 669-675. Untawale AG, Bhosle NB, Dhargalkar V.K, Matondkar SGP, Bukhari SS. 1978. Seasonal variation in major metabolites of mangrove foliage. MahasagarBuletin of the National Institute of Oceanography 11 (2): 105-110. Virginia Sm, Wang’ondua W, Kairob JG, Kinyamarioa JI, Mwauraa FB, Bosireb JO, Guebasc FD, Koedamc N. 2013. Vegetative and reproductive phenological traits of RHIZOPHORA mucronata Lamk. and Sonneratia alba. Elsevier Flora 208:522– 531 Wetlands International. 2013. Rhizophora mucronata. http://wetlands.or.id/mangrove/ [22 April 2015]. Wicaksono G, Zubaidah E. 2015. Pengaruh karagenan dan lama perebusan daun sirsak terhadap mutu dan karakteristik jelly drink daun sirsak. Jurnal Pangan dan Agroindustri 3(1):281-291. Widadi IR. 2014. Toksisitas subakut sediaan sirup ekstrak etanol hipokotil bakau (Rhizophora mucronata) pada tikus Sprague Dawley [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Widadi IR, Purwaningsih S, Wientarsih I. 2014. Toxicological evaluation of syrup from Rhizophora mucronata hypocotyls ethanolic extract in Sprague–Dawley rats. Global journal of biology, agriculture and health science. 3(2):105-107.
36 Yamada K, Sato-Mito N, Nagata J, Umegaki K. 2008. Health claim evidence requirements in Japan. The Journal of Nutrition 1192-1198. Yangthong M, Hutadilok-Towatana, Phromkunthong W. 2009. Antioxidant activities of four edible seaweeds from the Southern Coast of Thailand. Journal Plant Foods Human Nutrition 64: 218-223. Zineb G, Boukouada M, Djeridane A, Saidi M, Yousfi M. 2012. Screening of antioxidant activity and phenolic compounds of various date palm (Phoenix dactylifera) fruits from Algeria. Mediterranean Journal of Nutrition and Metabolism 5: 119-126.
LAMPIRAN
37 Lampiran 1 Hasil uji normalitas data morfometrik buah bakau menggunakan uji satu sampel Kolmogorov-Smirnov Panjang Berat N Parameter normal
Nilai tengah Standar deviasi
Perbedaan ekstrim Absolut
90
90
66.75
110.40
3.64
10.84
.161
.198
Positif
.161
.198
Negatif
-.089
-.137
.880
1.082
Kolmogorov-Smirnov Z
Nilai signifikasi .422 .192 Nilai signifikasi >0.05 menunjukkan bahwa data terdistribusi normal Lampiran 2 Perhitungan rata-rata komposisi kimia buah bakau a. Kadar air Kadar air (%)=
B-C 8.478-6,431 x 100%= x 100%=61.06% A 3.3527
Keterangan : A = berat sampel (g) B = berat sampel dalam cawan (g) C = berat sampel dalam cawan setelah dioven (g) b. Kadar abu Kadar abu (%)=
C-B 23.940 - 23.915 x 100% = x 100% = 0.99 % A 2.558
Keterangan : A = berat sampel (g) B = berat cawan kosong (g) C = berat sampel dalam cawan setelah ditanur (g) c. Kadar lemak Kadar lemak (%) =
W2 -W1 W0
x 100% =
104.463-104.423
Keterangan : W0 = Berat sampel (g) W1 = Berat labu lemak kosong (g) W2 = Berat labu lemak dengan lemak (g)
2.711
x 100% = 1.49%
38 d. Kadar protein Protein (%) =
B x C x D x E x 6.25
x 100% A 0.3 x 0.1 x 4 x 14.007 x 6.25 = x 100% = 1.78% 650.45 Keterangan : A = berat sampel (g) B = volume HCl- volume blanko (mL) C = n HCl D = faktor pengenceran E = mr HCl
e. Kadar karbohidrat (by difference) Kadar karbohidrat = 100% - kadar air – kadar abu- kadar protein – kadar lemak = 100% - 61.06% - 0.99% - 1.78% -1.49% = 34.68% Lampiran 3. Perhitungan rata-rata serat makanan dalam buah bakau segar a. Serat makanan tidak larut IDF (
g ((C-B)-(E-D)) )= x 100% 100 g sampel A =
((2.00-1.22)-(26.22-26.19)) 1.01
x 100%
= 74,42 g/100g
Keterangan : A = Berat sampel B = Berat kertas saring kosong C = Berat kertas saring + residu D = Berat cawan porselen kosong E = Cawan porselen + abu b. Serat makanan larut g
SDF ( 100 g sampel ) =
((G-F)-(I-H)) A
=
x 100%
((1.33-1.23)-(24.16-24.14))
= 6.21 Keterangan : A = Berat sampel F = Berat kertas saring kosong G = Berat kertas saring + residu H = Berat cawan porselen kosong I = Cawan porselen + abu
1.02
x 100%
39 Lampiran 4 Hasil analisis statistik rendemen ekstrak metanol buah bakau a. Hasil uji normalitas data rendemen ekstrak metanol buah bakau menggunakan uji satu sampel Kolmogorov-Smirnov N Parameter normal
12 Nilai tengah 2.587 Std. Deviasi .523 Perbedaan ekstrim Absolut .149 Positif .149 Negatif -.129 Kolmogorov-Smirnov Z .515 Nilai signifikasi .953 Nilai signifikasi >0.05 menunjukkan bahwa data terdistribusi normal b. Tabel sidik ragam data rendemen ekstrak metanol buah bakau Sumber keragaman
Jumlah Derajat Kuadrat Nilai Kuadrat bebas Tengah F hitung signifikasi
Perbaikan Model
2.843a
3
.948
45.959
.000
80.280
1
80.280
3.893
.000
.556
1
.556
26.941
.001
Bagianbuahbakau
2.252
1
2.252 109.186
.000
Pengolahan * Bagianbuahbakau
.036
1
.036
Galat
.165
8
.021
Total
83.288
12
3.008
11
Intersep Pengolahan
Total Perbaikan
1.750
.222
c. Contoh perhitungan rendemen ekstrak metanol buah bakau Rendemen ekstrak (%) =
Berat ekstrak yang dihasilkan (g)
Berat sampel yang digunakan (g) 1,37 = x 100 % = 2.86% 47,87
x 100 %
40 Lampiran 5 Hasil analisis statistik toksisitas ekstrak metanol buah bakau a. Hasil uji normalitas data LC50 menggunakan uji satu sampel Kolmogorov-Smirnov N 12 Parameter normal Nilai tengah 423.348 Std. Deviasi 86.927 Perbedaan ekstrim Absolut .132 Positif .104 Negatif -.132 Kolmogorov-Smirnov Z .456 Nilai signifikasi .985 Nilai signifikasi >0.05 menunjukkan bahwa data terdistribusi normal b. Tabel sidik ragam LC50 ekstrak metanol buah bakau Sumber keragaman
Jumlah Kuadrat
Derajat bebas
Kuadrat Tengah
F hitung
Nilai signifikasi
46.463
.000
2 150 683.196 3 814.311
.000
78607.464a
3
2 150 683.196
1
Pengolahan
28 482.589
1
28 482.589
50.506
.000
Bagianbuahbakau
49 841.119
1
49 841.119
88.380
.000
283.756
1
283.756
.503
.498
Galat
4 511.518
8
563.940
Total
2 233 802.177
12
83 118.981
11
Perbaikan Model Intersep
Pengolahan * Bagianbuahbakau
Total Perbaikan
26 202.488
Lampiran 6 Hasil analisis statistik aktivitas antioksidan ekstrak metanol buah bakau a. Hasil uji normalitas data IC50 menggunakan uji satu sampel Kolmogorov-Smirnov N Parameter normal Perbedaan ekstrim
Kolmogorov-Smirnov Z Nilai signifikasi
Nilai tengah Standar deviasi Absolut Positif Negatif
8 28.455 14.420 .187 .187 -.157 .530 .942
Nilai signifikasi >0.05 menunjukkan bahwa data terdistribusi normal
41 b. Tabel sidik ragam IC50 ekstrak metanol buah bakau Jumlah kuadrat
Sumber keragaman
Derajat Kuadrat Nilai bebas tengah F hitung signifikasi
Perbaikan model
1359.389a
3
453.130
18.836
.008
Intersep
6477.269
1
6477.269 269.252
.000
Pengolahan
37.532
1
37.532
1.560
.280
Bagian buah bakau
232.158
1
232.158
9.651
.036
Pengolahan * Bagian buah bakau
1089.698
1
1089.698 45.297
.003
Galat
96.226
4
Total
7932.883
8
Total Perbaikan
1455.615
7
24.057
c. Grafik persen inhibisi ekstrak kotiledon bakau
Inhibisi (%)
d. Grafik persen inhibisi ekstrak hipokotil bakau 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
y = 22,887ln(x) - 12,985 R² = 0,9091 y = 25,589ln(x) - 31,68 R² = 0,9603 y = 22,044ln(x) - 35,098 R² = 0,9632 y = 22,676ln(x) - 37,564 R² = 0,9593
0
50
100
Konsentrasi (ppm)
150
H1(I) H1(II) H2(I) H2(II)
42 e. Korelasi pengolahan bagian buah bakau dan hasil analisisis ekstrak metanol buah bakau Pengolahan Bagian buah bakau Rendemen Toksisitas AktivitasAntioksidan Pengolahan Korelasi Pearson 1 .000 .430 -.585* .823* Nilai signifikasi 1.000 .163 .046 .012 (2 arah) N 12 12 12 12 8 ** ** Bagian buah bakau Korelasi Pearson .000 1 -.865 .774 -.649 Nilai signifikasi 1.000 .000 .003 .082 (2 arah) N 12 12 12 12 8 ** ** Rendemen Korelasi Pearson .430 -.865 1 -.949 .743* Nilai signifikasi .163 .000 .000 .035 (2 arah) N 12 12 12 12 8 * ** ** Toksisitas Korelasi Pearson -.585 .774 -.949 1 -.894** Nilai signifikasi .046 .003 .000 .003 (2 arah) N 12 12 12 12 8 * * ** Aktivitas Korelasi Pearson .823 -.649 .743 -.894 1 Antioksidan Nilai signifikasi .012 .082 .035 .003 (2 arah) N 8 8 8 8 8 *: Korelasi signifikan pada selang kepercayaan 95% (p<0.05) **:Korelasi signifikan pada selang kepercayaan 99% (p<0.05)
43 Lampiran 7 Hasil analisis statistik rendemen ekstrak air buah bakau a. Hasil uji normalitas data rendemen menggunakan uji satu sampel Kolmogorov-Smirnov N 9 Parameter nomal Nilai tengah 4.561 Standar deviasi 1.276 Perbedaan ekstrim Absolut .200 Positif .156 Negatif -.200 Kolmogorov-Smirnov .601 Z Nilai signifikasi .863 Nilai signifikasi >0.05 menunjukkan bahwa data terdistribusi normal
b. Tabel sidik ragam data rendemen ekstrak air buah bakau Sumber Jumlah Derajat Kuadrat F Nilai keragaman Kuadrat bebas Tengah hitung signifikasi Perlakuan 12.594 2 6.297 89.690 .000 Galat .421 6 .070 Total 13.016 8 c. Hasil uji lanjut Duncan data rendemen ekstrak air buah bakau α = 0.05 LamaPerebusan N 1 2 3 a Duncan 60 menit 3 3.160 45 menit 3 4.470 30 menit 3 6.053 Nilai signifikasi 1.000 1.000 1.000
d. Contoh perhitungan rendemen ekstrak air buah bakau Rendemen ekstrak (%) =
Berat ekstrak yang dihasilkan (g)
Berat sampel yang digunakan (g) 6,38 = x 100 % = 6.05% 105,48
x 100 %
44 Lampiran 8 Hasil analisis statistik toksisitas ekstrak air buah bakau a. Hasil uji normalitas data LC50 ekstrak air buah bakau menggunakan uji satu sampel Kolmogorov-Smirnov N 9 Parameter normal Nilai tengah 5.862 Standar 1.782 deviasi Perbedaan ekstrim Absolut .193 Positif .187 Negatif -.193 Kolmogorov-Smirnov Z .578 Nilai signifikasi .893 Nilai signifikasi >0.05 menunjukkan bahwa data terdistribusi normal
b. Hasil analisis ragam LC50 ekstrak air buah bakau Sumber Jumlah Derajat Kuadrat F Nilai keragaman Kuadrat bebas Tengah hitung signifikasi Perlakuan 245903.544 2 12 2951.772 90.153 .000 Galat 8182.863 6 1363.810 Total 254086.407 8 c. Hasil uji lanjut LC50 ekstrak air buah bakau α = 0.05 Lama Perbusan Buah Bakau N 1 2 3 a Duncan 30 menit 3 3.720 45 menit 3 6.120 60 menit 3 7.745 Nilai signifikasi 1.000 1.000 1.000 Lampiran 9 Hasil analisis statistik aktivitas antioksidan sediaan ekstrak air buah bakau a. Hasil uji normalitas data IC50 menggunakan uji satu sampel Kolmogorov-Smirnov N 9 Parameter normal Nilai tengah 101.116 Standar deviasi 70.020 Perbedaan ekstrim Absolut .222 Positif .222 Negatif -.155 Kolmogorov-Smirnov Z .665 Nilai signifikasi .768 Nilai signifikasi >0.05 menunjukkan bahwa data terdistribusi normal
45
b. Hasil analisis ragam data antioksidan ekstrak air buah bakau Sumber Jumlah Derajat Kuadrat F Nilai keragaman Kuadrat bebas Tengah hitung signifikasi Perlakuan 38307.841 2 19 153.920 125.726 .000 Galat 914.081 6 152.347 Total 39221.922 8 c. Hasil uji lanjut Duncan data antioksidan ekstrak air buah bakau α = 0.05 Lama Perebusan N 1 2 3 a Duncan 30 menit 3 15.906 45 menit 3 115.750 60 menit 3 172.690 Nilai signifikasi 1.000 1.000 1.000
Inhibisi (%)
d. Persen inhibisi ektrak buah bakau yang direbus selama 30 menit 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
y = 23,202ln(x) - 14,024 R² = 0,9585 y = 22,43ln(x) - 9,614 R² = 0,9635 y = 22,36ln(x) - 10,443 R² = 0,9495 0
30
60
90
30 menit (I) 30 menit (II) 30 menit (III)
120 150
Konsentrasi (ppm) e. Persen inhibisi ekstrak buah bakau yang direbus selama 45 menit 60
Inhibisi (%)
50 40 y = 11,127ln(x) - 2,3882 R² = 0,9475 y = 10,952ln(x) - 0,3242 R² = 0,9464 y = 11,057ln(x) - 4,4336 R² = 0,9531
30 20 10 0 0
30
60
90
120
Konsentrasi (ppm)
150
45 menit (I) 45 menit (II) 45 menit (III)
46
f. Persen inhibisi ekstrak buah bakau yang direbus selama 60 menit 50
Inhibisi (%)
40 30
y = 10,566ln(x) - 4,8832 R² = 0,9544 y = 10,952ln(x) - 6,5043 R² = 0,9443 y = 10,355ln(x) - 2,7958 R² = 0,9494
20 10 0 0
30
60
90
120
60 menit (I) 60 menit (II) 60 menit (III)
150
Konsentrasi (ppm) Lampiran 10 Hasil analisis statistik total fenol sediaan ekstrak air buah bakau a. Hasil uji normalitas data total fenol ekstrak air buah bakau menggunakan uji satu sampel Kolmogorov-Smirnov N 9 Parameter normal Nilai tengah 33.384 Standar deviasi 32.693 Perbedaan ekstrim Absolut .241 Positif .241 Negatif -.200 Kolmogorov-Smirnov Z .722 Nilai signifikasi .674 Nilai signifikasi >0.05 menunjukkan bahwa data terdistribusi normal
b. Hasil analisis ragam data total fenol ekstrak air buah bakau Sumber Jumlah Derajat Kuadrat Nilai keragaman Kuadrat bebas Tengah F hitung signifikasi Perlakuan 8478.513 2 4239.256 352.138 .000 Galat 72.232 6 12.039 Total 8550.745 8 c. Hasil uji lanjut data total fenol ekstrak air buah bakau α = 0.05 Lama perebusan N 1 2 3 a Duncan 60 menit 3 1.193 45 menit 3 24.261 30 menit 3 74.696 Nilai signifikasi 1.000 1.000 1.000
47 d. Regresi kurva standar asam galat 1,2
Absorbansi
1
y = 0,0221x - 0,0243 R² = 0,9976
0,8 0,6 0,4 0,2 0 0
10
20
30
40
50
Konsentrasi Asam Galat y = a+ bx 0.776 = -0.0243 + 0.022 (x) (x) = 36.213 ppm
Total fenol = (x) x volume x faktor pengenceran 1000 ml x bobot sampel = 35.213 mg x 5.333 mL x 1 1000 ml x 0.002 g = 74.696 mg/g GAE Lampiran 11 Hasil analisis statistik fisikokimia sirup ekstrak air buah bakau a. Hasil uji normalitas data fisikokimia sirup menggunakan uji satu sampel Kolmogorov-Smirnov Viskositas pH N 18 18 Parameter normal Nilai tengah .878 6.605 Standar .170 .081 deviasi Perbedaan ekstrim Absolute .217 .121 Positive .217 .121 Negative -.164 -.094 Kolmogorov-Smirnov Z .922 .514 Nilai signifikasi .364 .954 Nilai signifikasi >0.05 menunjukkan bahwa data terdistribusi normal
48 b. Tabel sidik ragam data fisikokimia sirup ekstrak air buah bakau Sumber Jumlah Derajat Kuadrat Nilai keragaman Kuadrat bebas Tengah F hitung signifikasi Viskositas Perlakuan .490 5 .098 569.316 .000 Galat .002 12 .000 Total .492 17 pH Perlakuan .108 5 .022 59.880 .000 Galat .004 12 .000 Total .112 17 c. Hasil uji lanjut data fisikokimia sirup ekstrak air buah bakau Viskositas
a
Duncan
Konsentrasi Karagenan N 0% 3 0.2% 3 0.4% 3 0.6% 3 0.8% 3 1% 3 Nilai signifikasi
1 .703 .703
Batas α = 0.05 2 3 4
5
.760 .960 1.007 1.133 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000
pH
Duncan
a
Konsentrasi Karagenan N 0% 3 0.2% 3 0.4% 3 0.6% 3 0.8% 3 1% 3 Nilai signifikasi
1 6.493
Batas α = 0.05 2 3 4
5
6.533 6.600 6.626
6.626 6.643 6.733
1.000 1.000 0.111
0.304 1.000
49 Lampiran 12 Lembar penilaian uji sensori
FORM UJI KESUKAAN Nama : Sampel : Sirup mucronata
Tanggal:
Maret 2015
Instruksi 1. Cicipilah sampel satu-persatu menggunakan sedotan yang disediakan 2. Setiap Anda selesai mencicipi satu sampel berikan penilaian Anda berdasarkan tingkat kesukaan pada tempat yang disediakan dengan memberi angka penilaian Angka Penilaian 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Keterangan Amat sangat tidak suka Sangat tidak suka Tidak suka Agak tidak suka Netral/biasa Agak suka Suka Sangat suka Amat sangat suka
3. Jangan membandingkan tingkat kesukaan antar sampel 4. Netralkan pengecap Anda dengan air putih setiap selesai mencicipi satu sampel
Kode Sampel
Respon Kode sample Parameter Warna Aroma Rasa
K17 P51 N46 L28 O37 M23 Komentar : ______________________________________
Kekentalan
50 Lampiran 13 Hasil analisis statistik tingkat kesukaan konsumen terhadap sirup ekstrak air buah bakau a. Hasil uji normalitas tingkat kesukaan menggunakan uji satu sampel Kolmogorov-Smirnov warna rasa aroma kekentalan N 180 180 180 180 Parameter normal
Nilai tengah
Perbedaan ekstrim
6.994
7.222
5.361
6.272
Standar deviasi
.795
.787
.761
1.018
Absolut
.203
.216
.305
.205
Positif
.200
.206
.305
.205
Negatif
-.203
-.216
-.223
-.172
2.720
2.904
4.089
2.755
.000
.000
.000
.000
Kolmogorov-Smirnov Z Nilai signifikasi
Nilai signifikasi < 0.05 menunjukkan bahwa data tidak terdistribusi normal
b. Hasil uji non parametrik Kruskal Wallis warna Chi-Square Derajat bebas Nilai signifikasi
rasa
aroma
kekentalan
2.500
2.425
6.987
53.586
5
5
5
5
.776
.788
.222
.000
Lampiran 14 Hasil analisis statistik kadar antioksidan sirup ekstrak buah bakau a. Hasil uji normalitas data mengunakan uji satu sampel Kolmogorov-Smirnov Kapasitas Kadar antioksidan antioksidan N 6 6 Parameter normal Nilai tengah 22.358 1.400 Standar deviasi .075 .074 Perbedaan ekstrim Absolut .211 .221 Positif .197 .186 Negatif -.211 -.221 Kolmogorov-Smirnov Z .517 .542 Nilai signifikasi .952 .930 Nilai signifikasi >0.05 menunjukkan bahwa data terdistribusi normal
51 b. Korelasi kadar dan kapasitas antioksidan larutan sirup dan ekstrak air buah bakau Kapasitas Kadar Larutan antioksidan Antioksidan Larutan Korelasi Pearson 1 .937** -.914* Nilai signifikasi .006 .011 N 6 6 6 ** Kapasitas Korelasi Pearson .937 1 -.933** antioksidan Nilai signifikasi .006 .007 N 6 6 6 * ** Kadar Korelasi Pearson -.914 -.933 1 antioksidan Nilai signifikasi .011 .007 N 6 6 6 *: Korelasi signifikan pada selang kepercayaan 95% (p<0.05) **: Korelasi signifikan pada selang kepercayaan 99% (p<0.05)
Lampiran 15 Kromatogram standar BHT dan sirup ekstrak air buah bakau a. Kromatogram standar BHT
b. Kromatogram larutan ekstrak (I)
52 c. Kromatogram larutan ekstrak (II)
d. Kromatogram larutan ekstrak (III)
e. Kromatogram larutan sirup (I)
f. Kromatogram larutan sirup (II)
53 g. Kromatogram larutan sirup (III)
Lampiran 16 Contoh perhitungan kadar dan kapasitas antioksidan Kadar antioksidan
= Area sampel x konsentrasi standar x fp x volume labu Area standar x bobot sampel = 1460 x 0.515 x 1 x 10 = 1.461 ppm 1506x 3.417
Kapasitas antioksidan = (Abs. standar- Abs. sampel – a) x faktor pengenceran b = (1.298-0.685-0.133) x 50 0.001 = 21712.312 µg/L AEAC = 21.71 ppm AEAC 1,2
y = 0,00110x + 0,13342 R² = 0,95097
Absorbansi
1 0,8 0,6 0,4 0,2 0 0
200
400
600
Konsentrasi Vitamin C (µM)
800
54 RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 17 April 1991 di Gorontalo sebagai anak ke 3 dari 5 bersaudara dari pasangan Bapak Rachman Podungge dan Ibu Djuaria Djakatara. Penulis menempuh masa pendidikan menengah atas di SMA Dwiwarna Bogor pada tahun 2005. Penulis melanjutkan pendidikan sarjana di Program Studi Teknologi Hasil Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB pada tahun 2007. Penulis melanjutkan pendidikan magister pada tahun 2012 di Program Studi Teknologi Hasil Perairan. Pascasarjana IPB. Penulis telah menyampaikan sebagian hasil penelitian dalam Seminar Nasional ”Sinergi Riset dan Aplikasi Teknologi Biokonversi untuk Mendukung Kedaulatan Pangan, Pakan, dan Energi di Indonesia” pada tanggal 21 Oktober 2014 di Yogyakarta dan dalam Seminar Nasional “Peran Inovasi Teknologi Hasil Perikanan dalam Meningkatkan Mutu dan Daya Saing Produk pada Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)” pada tanggal 23 Oktober 2015 di Bogor. Hasil penelitian telah dipublikasikan dalam Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia tahun 2015.