.
FORMULASI TEH DAUN SIRIH MERAH (Piper crocatum) SEBAGAI MINUMAN FUNGSIONAL
KEVIN ARTHUR HARY
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Formulasi Teh Daun Sirih Merah (Piper Crocatum) Sebagai Minuman Fungsional” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Januari 2017 Kevin Arthur Hary NIM I14120092
ABSTRAK KEVIN ARTHUR HARY. Formulasi Teh Daun Sirih Merah (Piper crocatum) Sebagai Minuman Fungsional. Dibimbing oleh SRI ANNA MARLIYATI. Piper crocatum yang lebih dikenal dengan sirih merah banyak digunakan sebagai tanaman hias yang dapat memberikan dampak positif bagi kesehatan. Penelitian ini dilakukan untuk membuat teh dari daun sirih merah sebagai minuman fungsional. Terdapat tiga formula teh daun sirih merah yaitu 50%, 75%, dan 100%. Berdasarkan hasil uji organoleptik, teh daun sirih merah belum dapat diterima dari segi rasa karena memiliki rasa pahit yang sangat kuat, sedangkan aroma dan warna dari teh daun sirih merah dapat diterima. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan air teh daun sirih merah kering berada pada kisaran 4.00-5.75% dan kadar ekstrak dalam air teh daun sirih merah berkisar antara 10.10-11.12%. Ketiga formula tersebut memiliki kadar abu total sebesar 11.16-15.29%, abu tak larut air sebesar 18.78-21.89%, abu larut air sebesar 78.11-81.22%, dan alkalinitas abu (KOH) sebesar 0.70-0.99%. Kadar polifenol pada ketiga formula teh daun sirih berkisar antara 4.67-14.01% dan tidak terdapat cemaran logam timbal pada ketiga formula tersebut. Aktivitas antioksidan pada ketiga formula tersebut berkisar antara 1.15-11.49 mg Vit C/sajian. Kapasitas antioksidan tertinggi dimiliki oleh formula 50% daun sirih merah kering dan 50% daun teh (Camellia sinensis). Kata kunci: antioksidan, minuman fungsional, sirih merah, teh.
ABSTRACT KEVIN ARTHUR HARY. Formulation of Sirih Merah (Piper crocatum) Tea as a Functional Drink. Supervised by SRI ANNA MARLIYATI. Piper crocatum known as red betel is widely used as an ornamental plant which can provide a positive impact for health. This research was conducted to make a tea from red betel as a functional drink. There are three red betel tea formula, 50%, 75%, and 100%. Based on organoleptic test, the taste of red betel tea is not acceptable because it has a strong bitter taste while the flavor and the steeping color of red betel tea is acceptable. The water content from red betel tea formulas are 4.00-5.75% and its aqueous extract are 10.10-11.12%. This functional drink formulas contain 4.00-5.75% water content and 10.10-11.12% aqueous extract. It also contain 11.16-15.29% total ash, 18.78-21.89% water insoluble ash, 78.11-81.22% water soluble ash, and 0.70-0.99% alkalinity of ash (KOH). Red betel tea contain 4.67-14.01% polyphenol and no lead contamination was detected. Antioxidant capacity (AEAC) from red betel tea is 1.15-11.49 mg Vit C/serving. The formula which contain 50% red betel leaf and 50% tea leaf (Camellia sinensis) has the highest antioxidant capacity. Keywords: antioxidant, functional drink, red betel, tea
FORMULASI TEH DAUN SIRIH MERAH (Piper crocatum) SEBAGAI MINUMAN FUNGSIONAL
KEVIN ARTHUR HARY
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017
Judul Skripsi : Formulasi Teh Daun Sirih Merah (Piper crocatum) Sebagai Minuman Fungsional Nama : Kevin Arthur Hary NIM : I14120092
Disetujui oleh
Dr Ir Sri Anna Marliyati, MSi Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Rimbawan Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang diambil dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari-Agustus 2016 ini adalah minuman fungsional, dengan judul Formulasi Teh Daun Sirih Merah sebagai minuman fungsional. Terima kasih kepada Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan saran selama proses penulisan proposal hingga penyelesaian skripsi ini. Terima kasih kepada Dr. Katrin Roosita, SP, M.Si selaku moderator seminar dan penguji. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada orang tua tercinta yakni bapak Hary Susanto dan ibu Maria Kustini, serta kedua adik saya Kenny Arthur Hary dan King Arthur Hary yang telah memberikan dukungan dan doa bagi kelancaran studi dan penulisan skripsi ini. Terima kasih kepada Ajeng, M Nuzul, Fajar, Reisya, dan Fahrul karena telah memberikan dukungan dan bantuan kepada penulis selama penelitian. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada sahabat-sahabat seperjuangan di Gizi Masyarakat Angkatan 49 dan teman-teman yang telah memberikan motivasi, dukungan, dan bantuan kepada penulis selama pembuatan skripsi ini. Penulis memohon maaf atas segala kekurangan ataupun kesalahan yang penulis lakukan, semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat. Bogor, Januari 2017 Kevin Arthur Hary
iv
DAFTAR ISI DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian METODE Bahan Alat Prosedur Rancangan Percobaan Prosedur Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN Pengembangan Formula Teh Daun Sirih Merah Karakteristik Mutu Inderawi Teh Daun Sirih Merah Uji Mutu Hedonik Uji Hedonik Sifat Kimia Produk Teh Daun Sirih Merah Kadar Air Kadar Ekstrak Dalam Air Kadar Abu Kadar Polifenol Cemaran Logam Timbal (Pb) Kapasitas Antioksidan SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
iv v v v 1 1 2 2 3 3 3 3 6 6 6 6 7 7 9 10 10 11 12 14 15 16 17 17 17 18 21 36
v
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Formulasi Teh Daun Sirih Merah Uji mutu hedonik formula teh daun sirih merah Uji hedonik formula teh daun sirih merah Kadar air formula teh sirih merah Kadar ekstrak dalam air formula teh sirih merah Kadar abu formula teh sirih merah Alkalinitas abu (sebagai KOH) formula teh sirih merah Kadar polifenol formula teh sirih merah Cemaran logam timbal formula teh sirih merah Kapasitas antioksidan formula teh sirih merah
5 8 9 10 11 12 13 14 15 16
DAFTAR GAMBAR 1 2
Tahapan penelitian formulasi teh daun sirih merah Daun sirih merah yang sudah kering
4 7
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7
Formulir uji organoleptik (Mutu hedonik) Formulir uji organoleptik (Hedonik) Prosedur analisis pada penelitian formulasi teh daun sirih merah Dokumentasi penelitian Hasil uji non-parametrik uji mutu hedonik teh daun sirih merah Hasil uji non-parametrik uji hedonik teh daun sirih merah Hasil uji ragam terhadap sifat kimiawi teh daun sirih merah
21 22 23 33 34 34 35
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Penyakit degeneratif merupakan salah satu masalah yang dihadapi oleh masyarakat. Perubahan gaya hidup mengakibatkan perubahan pada pola makan dan mengakibatkan tubuh menjadi rentan terserang penyakit. Penyakit degeneratif disebabkan oleh konsumsi zat gizi yang tidak seimbang sehingga dapat memicu terjadinya berbagai penyakit (Cahyono 2008). Beberapa penyakit degeneratif memiliki faktor risiko yang sama namun risiko tersebut dapat diturunkan melalui tindakan preventif (WHO 2006). Penyakit degeneratif dapat dicegah dengan menerapkan pola konsumsi yang baik. Sejak dahulu masyarakat percaya bahwa makanan tertentu mempunya sifat menyembuhkan suatu penyakit. Mengutip terjemahan dari Pathak (2011), suatu makanan atau bagian dari makanan yang bermanfaat bagi kesehatan atau pencegahan serta penyembuhan suatu penyakit dapat dikatakan sebagai nutraceutical. Teh merupakan salah satu minuman yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Dewi (2010) menjelaskan bahwa masyarakat mengonsumsi teh dengan tujuan konsumsi yang berbeda-beda yaitu untuk kesehatan, adat, ataupun untuk kesegaran saja. Eskin dan Tamir (2005) menjelaskan bahwa teh yang diperoleh dari pengolahan daun teh dapat dikatakan sebagai pangan fungsional karena memiliki antioksidan yang tinggi, sifat hypocholesterolemic, dan sebagai anti obesitas. Penelitian yang dilakukan oleh Yashin et al. (2011) menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan tertinggi dimiliki oleh teh hijau, diikuti oleh teh oolong dan teh hitam. Teh memiliki manfaat bagi kesehatan karena memiliki berbagai komponen aktif yang dikenal dengan polifenol. Smith (2016) menjelaskan bahwa teh memiliki antioksidan dan mineral yang tinggi. Astawan dan Kasih (2008) menjelaskan bahwa polifenol merupakan antioksidan yang ada pada sayur-sayuran, buah-buahan, serta produk minuman seperti teh dan anggur. Polifenol terdiri dari beberapa subkelas yaitu flavonol, flavon, flavanone, antosianidin, katekin, dan biflavan. Salah satu antioksidan kuat yang terdapat pada teh adalah epigalo-katekin galat dan quarcetin yang merupakan turunan dari katekin. Daun sirih merah merupakan salah satu daun yang dapat dimanfaatkan sebagai pangan fungsional. Daun sirih merah memiliki warna merah yang khas pada bagian bawah daun, memiliki aroma khas sirih, dan memiliki lendir yang sangat pahit (Sudewo 2010). Daun sirih merah dipercaya memiliki manfaat bagi kesehatan karena mengandung flavonoid, alkaloid, polevenolad, tanin, serta minyak atsiri (Hidayat et al. 2015). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Puzi et al. (2015), tanaman daun sirih merah mengandung senyawa flavonoid yang diduga golongan flavonol. Azzahra et al. (2015) menyimpulkan isolasi senyawa alkaloid dengan gugus amina primer alifatik, dengan sifat netral atau basa lemah, dapat diperoleh dari tanaman sirih merah. Selama beberapa tahun terakhir, daun sirih merah mulai diteliti karena dianggap mampu memberikan dampak positif terhadap kesehatan. Sudewo (2010) menjelaskan bahwa ekstrak dan rebusan daun sirih merah dapat mematikan
2 cendawan penyebab sariawan, membantu mengeringkan luka, dan mengurangi rasa gatal-gatal di sekitar luka. Untuk memastikan daun sirih aman untuk dikonsumsi, Safithri et al. (2012) melakukan penelitian terhadap air rebusan daun sirih yang diberikan kepada tikus putih. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa air rebusan daun sirih merah tidak memiliki toksisitas hingga dosis 20 g/kg BB. Penelitian yang dilakukan oleh Sitepu (2010) menunjukkan bahwa 50-200 mg/kg BB ekstrak etanol dari daun sirih merah mampu menurunkan kadar glukosa darah tikus. Penelitian oleh Mun’im et al. (2010) menunjukkan bahwa pemberian infusa daun sirih merah secara topikal mampu mempercepat penyembuhan luka pada tikus putih diabet. Pemberian infusa daun sirih merah secara oral juga dapat mempercepat penyembuhan luka pada tikus putih diabet (Yuni 2010). Penelitian yang dilakukan oleh Dewi et al. (2014) menunjukkan ekstrak daun sirih merah mampu menurunkan kadar glukosa darah pada tikus putih jantan. Minuman fungsional teh sirih merah merupakan campuran daun teh (Camellia sinensis) dengan daun sirih merah (Piper crocatum). Sirih merah memiliki kandungan flavonoid yang dapat menurunkan kadar glukosa darah, namun memiliki antioksidan dan polifenol yang rendah. Oleh karena itu, peneliti mencampurkan daun teh (Camellia sinensis) dengan daun sirih merah (Piper crocatum) untuk meningkatkan kandungan antioksidan serta kandungan polifenol dari minuman fungsional ini. Peneliti juga tertarik untuk menganalisis tingkat penerimaan konsumen, sifat kimia, dan kandungan antioksidan dari minuman fungsional teh daun sirih merah.
Tujuan Penelitian Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mempelajari formulasi teh daun sirih merah (Piper crocatum) sebagai minumal fungsional. Tujuan Khusus 1. Mengembangkan formulasi teh daun sirih merah 2. Menganalisis karakteristik mutu inderawi formula teh daun sirih merah 3. Menganalisis karakteristik sifat kimia (uji kadar polifenol, kadar air, kadar ekstrak dalam air, kadar abu total, kadar abu tidak larut air, alkalinitas abu, cemaran logam timbal, dan aktvitas antioksidan) seluruh formula. 4. Mengkaji pengaruh perbandingan daun teh dan daun sirih merah terhadap kapasitas antioksidan
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan nilai tambah pada daun sirih merah yang selama ini hanya dimanfaatkan dalam bentuk air rebusan. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan informasi tambahan tentang cara pengolahan daun sirih merah dan mampu memberikan kontribusi informasi kandungan teh daun sirih merah kepada masyarakat, pemerintah, dan perusahaan industri pangan.
3
METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2016 hingga Agustus 2016. Penelitian dilakukan di Laboratorium Pengolahan Pangan, Laboratorium Uji Organoleptik, Laboratorium Biokimia Zat Gizi, Laboratorium Analisis Zat Gizi Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor, dan di Saraswanti Indo Genetech.
Bahan Bahan yang digunakan terdiri dari bahan utama dan bahan pendukung. Bahan baku utama dalam penelitian ini adalah daun sirih merah (Piper crocatum) yang diperoleh dari kecamatan Sumpiuh, kabupaten Banyumas, provinsi Jawa Tengah, serta daun teh hitam kering yang diperoleh dari Pasar Anyar, Bogor. Bahan kimia yang digunakan adalah larutan HCl 0.1N, indikator metal jingga, air akuades, buffer asetat PH 5.5, metanol, dan DPPH (2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl).
Alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dari tiga kelompok, yaitu alat untuk pengolahan teh daun sirih merah, alat untuk uji organoleptik, dan alat untuk analisis kimia. Alat-alat yang digunakan untuk pembuatan teh sirih merah adalah pisau, oven, loyang alumunium, talenan, baskom, dan ember. Peralatan yang digunakan untuk uji organoleptik antara lain panci stainless steel, saringan, kompor, gelas ukur, gelas saji, pulpen, dan formulir organoleptik. Alat-alat yang digunakan untuk analisis kimia adalah tabung reaksi, gelas ukur, gelas arloji, sudip, batang pengaduk, gelas piala, erlenmeyer, pipet mikro, pipet Mohr, bulb, cawan alumunium, cawan porselen, tutup cawan porselen, kertas saring Whattman no. 42, safety googles, oven EYELA NDO-400, tanur Thermolyne Furnatrol type 53600, desikator, dan spektrofotometer spectronic 20D+. Prosedur Penelitian ini dibagi menjadi tiga tahap. Tahap pertama adalah pembuatan simplisia teh daun sirih merah dan formulasi teh daun sirih merah. Tahap kedua adalah uji organoleptik (uji hedonik dan mutu hedonik) teh daun sirih merah. Tahap ketiga adalah analisis karakteristik kimia dan analisis kapasitas antioksidan. Analisis dilakukan pada seluruh formula teh sirih merah untuk mengetahui pengaruh formulasi terhadap karateristik kimia dan kapasitas antioksidan. Secara singkat, tahapan penelitian formulasi teh daun sirih merah dapat dilihat pada Gambar 1.
4 Pembuatan simplisia dan formulasi teh daun sirih merah daun sirih merah segar dicuci dengan air mengalir direndam dan diremas-remas dibilas dengan air mengalir
ditiriskan dan dipotong-potong dikeringkan dengan sinar matahari (2 hari) dikeringkan dengan oven o (+80 C selama 1 jam) daun sirih merah kering diformulasikan Uji organoleptik
Analisis karakteristik kimia
Analisis kapasitas antioksidan
Gambar 1 Tahapan penelitian formulasi teh daun sirih merah Pembuatan Simplisia Teh Daun Sirih Merah Daun sirih merah yang telah didapatkan segera dicuci dengan menggunakan air mengalir. Daun yang sudah dicuci kemudian direndam dalam ember dan diremas-remas di dalam air agar lendir keluar dari daun sirih merah. Daun yang sudah diremas-remas kemudian dibilas kembali dengan air mengalir. Setelah itu, daun sirih ditiriskan kemudian dipotong-potong untuk mempercepat proses pengeringan dan mengeluarkan kembali lendir yang masih tersimpan di daun sirih merah. Daun sirih merah yang telah dipotong-potong kemudian dijemur dengan sinar matahari selama dua hari, kemudian dikeringkan kembali pada suhu + 80oC selama 1 jam sebagai tahap pengeringan akhir. Daun sirih merah kering tersebut kemudian disimpan pada sealed plastic bag pada suhu ruang sebagai bahan penelitian tahap selanjutnya. Formulasi Teh Daun Sirih Merah Formulasi teh daun sirih merah dilakukan dengan mencampurkan daun sirih merah dengan daun teh hitam kering dengan presentase 25% dan 50%. Presentase
5 tersebut diperoleh dari trial and error serta pertimbangan peneliti. Formula tersebut dibuat hingga mencapai dua gram teh kering untuk diseduh dalam 200 ml air hangat (80oC) selama dua menit, hal ini mengacu pada Heiss (2016) karena waktu dan suhu penyeduhan dapat menghasilkan seduhan teh yang terbaik dan disukai oleh mayoritas penduduk asia. Formulasi teh daun sirih merah dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini. Tabel 1 Formulasi Teh Daun Sirih Merah Formula Teh Sirih Merah F1 F2 F3
Daun Teh
Daun Sirih Merah
0% 25 % 50 %
100 % 75 % 50 %
Uji Organoleptik Uji organoleptik dilakukan terhadap air seduhan teh daun sirih merah. Uji organoleptik yang dilakukan terdiri atas dua uji yaitu hedonik dan mutu hedonik. Menurut Lawless dan Heymann (2013), panelis untuk uji organoleptik sebaiknya menggunakan panelis yang sering mengosumsi produk serupa. Uji hedonik dilakukan untuk menentukan tingkat daya terima atau respon kesukaan terhadap suatu produk pangan yang dilakukan oleh 25 orang hingga ribuan orang. (Heath 1981). Uji mutu hedonik dilakukan untuk mengetahui kesan formula teh daun sirih merah. Uji hedonik dan mutu hedonik dilakukan dengan menggunakan panelis semi terlatih sebanyak 35 orang. Para panelis tersebut sudah pernah mendapatkan penjelasan di mata kuliah mengenai uji organoleptik dan dijelaskan kembali sebelum melakukan uji organoleptik pada formula teh daun sirih merah. Panelis yang melakukan uji organoleptik juga telah memenuhi kriteria inklusi yakni suka mengonsumsi teh, dalam keadaan sehat (fisik dan psikis), serta tidak merokok atau makan 30 menit sebelum melakukan uji organoleptik. Skala penilaian untuk uji mutu hedonik dilakukan dengan pemberian nilai mulai dari 1 hingga 5, dengan kriteria untuk atribut warna 1= sangat pudar, 2= coklat pudar, 3= coklat, 4= coklat kemerahan, 5= coklat kemerahan pekat. Atribut aroma khas teh dan aroma khas sirih merah, 1= sangat lemah, 2= lemah, 3= sedang, 4= kuat, 5= sangat kuat. Atribut rasa pahit dan rasa asing, 1= sangat lemah, 2=lemah, 3= sedang, 4= kuat, 5= sangat kuat. Formulir uji mutu hedonik yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 1. Pada umumnya, uji hedonik dilakukan dengan menggunakan 9 skala yang terdiri dari amat sangat tidak suka, sangat tidak suka, tidak suka, sedikit tidak suka, biasa, sedikit suka, suka, sangat suka, amat sangat suka (Lawless dan Heymann 2013). Pada penelitian ini, peneliti melakukan modifikasi terhadap skala tersebut. Skala tersebut dipersempit menjadi 5 skala yang terdiri dari 1= sangat tidak suka, 2= tidak suka, 3= biasa, 4= suka, 5= sangat suka. Formulir uji hedonik yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 2. Analisis Sifat Kimia Teh Daun Sirih Merah Analisis sifat kimia dilakukan terhadap setiap formula yang dianalisis mengacu pada SNI 3836:2013 tentang teh kering. Sifat-sifat kimia yang dianalisis adalah kadar polifenol, kadar air, kadar abu total, kadar abu larut air, alkalinitas abu,
6 kadar ekstrak dalam air, dan cemaran logam timbal. Analisis antioksidan dilakukan dengan menggunakan metode DPPH (Kubo et al. 2002). Prosedur analisis sifat kimia teh daun sirih merah disajikan pada Lampiran 3. Dokumentasi penelitian dari tahapan pembuatan hingga analisis sifat kimia dari teh daun sirih merah dapat dilihat pada Lampiran 4. Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan menggunakan daun sirih merah ke dalam formulasi dengan taraf perlakuan sebagai berikut: 25%, 50%, dan 100%. Peubah respon dari penelitian ini adalah sifat kimia dan organoleptik formulasi teh daun sirih merah. Berikut ini adalah model linier dari rancangan tersebut : Yij = µ + Ti + εij Keterangan : Yij = Peubah respon minuman karena pengaruh formula minuman perlakuan ke- i dengan ulangan ke-j µ = Nilai rataan umum Ti = Pengaruh formula minuman pada taraf ke-i terhadap peubah respon i = Taraf konsentrasi daun sirih merah (i=50%, 75%, dan 100%) j = Ulangan (j = 1, 2) εij = Kesalahan penelitian karena pengaruh taraf ke-i peubah respon pada ulangan ke-j Prosedur Analisis Data Pengolahan data pada penelitian ini menggunakan Microsoft Excel 2013 kemudian dianalisis secara statistik menggunakan SPSS Versi 21 untuk Windows. Data hasil uji organoleptik (hedonik dan mutu hedonik) dianalisis dengan uji statistik menggunakan uji Kruskal-Wallis, sedangkan data sifat kimia dianalisis dengan uji ragam ANOVA. Jika diperoleh hasil yang signifikan dari uji KruskalWallis maka akan dilakukan uji lanjut dengan menggukan uji Mann-Whitney. Jika diperoleh hasil yang signifikan dari uji ANOVA maka akan dilanjutkan uji Duncan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengembangan Formula Teh Daun Sirih Merah Daun sirih merah yang digunakan adalah daun sirih yang sudah siap untuk dipanen. Menurut Sudewo (2010), daun sirih merah yang sudah siap dipanen setidaknya sudah berumur lebih dari satu bulan karena lebar dan ketebalan daun sudah baik. Daun sirih merah yang muda (kurang dari satu bulan) memiliki daun yang masih tipis, cepat layu, aroma khas sirih merah masih lemah, dan khasiatnya tidak sebaik daun yang sudah berumur satu bulan.
7 Daun yang telah dipanen dicuci dengan air mengalir kemudian direndam dalam ember dan diremas-remas untuk mengeluarkan lendir dari daun sirih merah dan dibilas kembali dengan air mengalir. Hal tersebut dilakukan untuk mengurangi rasa pahit seperti yang dijelaskan oleh Sudewo (2010) bahwa daun sirih merah segar mempunyai lendir yang sangat pahit. Setelah dicuci, daun ditiriskan sebelum dipotong-potong (dirajang). Setelah dipotong-potong, dilakukan pengeringan terhadap daun sirih merah. Pengeringan daun sirih merah dilakukan dengan menggunakan sinar matahari selama 2 hari kemudian dilanjutkan dengan pemanasan menggunakan oven dengan suhu 80oC selama 1 jam. Menurut Permadi (2008), pengeringan tanaman obat dapat dilakukan dengan menggunakan sinar matahari selama 2-3 hari untuk memperoleh kadar air 20% kemudian dapat dilakukan pengeringan dengan menggunakan oven. Pada umumnya, industri teh menggunakan oven sebagai tahap akhir pengeringan daun teh dengan suhu +82oC dengan menyebarkan daun teh secara tipis agar tidak menumpuk (Ukers 1935). Pemanasan dengan oven dilakukan untuk memperoleh kadar air daun teh akhir antara 2.5-3% (Kurian & Peter 2007). Daun sirih merah yang sudah kering dicampur dengan teh hitam sesuai dengan formula yang telah ditentukan yaitu 100%, 75%, dan 50% daun sirih merah. Setelah dicampur, formula-formula yang telah siap dikemas dalam sealed plastic bag pada suhu ruang. Daun sirih merah yang sudah kering dapat dilihat pada Gambar 1 dibawah ini.
Gambar 2 Daun sirih merah yang sudah kering
Karakteristik Mutu Inderawi Teh Daun Sirih Merah Uji organoleptik suatu makanan dilakukan untuk melihat kualitas makanan dari atribut rasa, aroma, bentuk, tekstur, warna, dan penampakan makanan tersebut (National Research Council 1985). Stone et al. (2012) menjelaskan bahwa evaluasi sensori digunakan untuk mengukur ataupun menganalisis karakteristik dari suatu makanan ketika diterima oleh indera penglihatan, penciuman, perasa, sentuhan, dan pendengaran. Uji Mutu Hedonik Uji mutu hedonik dilakukan untuk memperoleh deskripsi atau karateristik formula teh daun sirih merah. Lawless dan Heymann (2013) menyarankan untuk uji karakteristik suatu produk sebaiknya dilakukan oleh 10-12 orang panelis yang sudah terlatih. Uji karakteristik yang dilakukan oleh 10-12 orang panelis terlatih tersebut dapat memberikan hasil uji yang rinci bahkan hampir sama rincinya dengan uji sensori yang membutuhkan panelis yang lebih banyak.
8 Peneliti melakukan uji mutu hedonik pada 35 orang panelis semi terlatih dengan syarat menyukai atau rutin mengonsumsi teh. Atribut yang digunakan untuk menilai suatu produk harus disesuaikan dengan produk itu sendiri dan sebaiknya dijelaskan secara rinci untuk mengurangi bias. Hasil uji mutu hedonik formula teh daun sirih merah dapat dilihat pada Tabel 2 dibawah ini. Tabel 2 Uji mutu hedonik formula teh daun sirih merah Formula Aroma Aroma Rasa Rasa Warna Teh Sirih Merah Teh* Sirih* Pahit* Asing* Seduhan* 2.8a 3.2 a 4.8 a 3.4 a 1.4a F1 a a a a 2.9 2.9 4.6 3.4 2.9c F2 2.9 a 3.0 a 4.6 a 3.3 a 2.4b F3 Keterangan : F1 = 0% daun teh, 100% daun sirih merah F2 = 25% daun teh, 75% daun sirih merah F3 = 50% daun teh, 50% daun sirih merah *Huruf berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang nyata (p<0.05)
a) Aroma Nilai rata-rata untuk atribut aroma teh dan aroma sirih merah untuk seluruh formula berada pada kisaran nilai 2.8-3.2. Hal tersebut menunjukkan bahwa aroma teh dan aroma sirih merah dirasakan sedang oleh panelis pada berbagai konsentrasi sirih merah. Aroma teh dan aroma daun sirih tidak terlalu kuat dan tidak menutupi aroma satu sama lain sehingga kedua aroma tersebut masih dapat dirasakan oleh panelis. Penambahan konsentrasi daun sirih merah tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0.05) pada atribut aroma teh dan aroma sirih. Hasil analisis statistik untuk uji mutu hedonik atribut aroma dapat dilihat pada Lampiran 5. b) Rasa Pahit Rata-rata penilaian uji mutu hedonik untuk atribut rasa pahit pada seluruh formula memiliki kisaran nilai 4.6-4.8. Berdasarkan penilaian yang dilakukan oleh panelis, formula teh daun sirih merah memiliki rasa pahit yang sangat kuat pada seluruh konsentrasi daun sirih merah. Rovira (2008) menjelaskan tiga komponen utama yang memberikan rasa pahit adalah alkaloid, peptide, dan glikosida. Alkaloid sangat beragam, namun hampir seluruh jenis alkaloid memiliki karakteristik rasa yang pahit. Rasa pahit pada daun sirih merah dapat disebabkan oleh kandungan alkaloid pada daun sirih merah. Menurut Azzahra et al. (2015) daun sirih merah mengandung senyawa alkaloid dengan gugus amina primer alifatik. Peningkatan konsentrasi daun sirih merah tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0.05) pada atribut rasa pahit dari seduhan teh sirih merah. Hasil analisis statistik untuk uji mutu hedonik atribut rasa pahit dapat dilihat pada Lampiran 5. c) Rasa Asing Nilai untuk atribut rasa asing untuk konsentrasi sirih merah 50%, 75%, dan 100% berada pada kisaran 3.3-3.4. Berdasarkan penilaian yang dilakukan panelis, formula teh daun sirih merah memiliki rasa asing yang dapat dirasakan ketika diminum. Rasa asing yang dimaksud adalah rasa yang menyimpang dari rasa teh dan rasa daun sirih merah. Penambahan konsentrasi daun sirih merah tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0.05) pada atribut rasa asing dari formula teh
9 daun sirih merah. Hasil analisis statistik untuk uji mutu hedonik atribut rasa asing dapat dilihat pada Lampiran 5. d) Warna Seduhan Berdasarkan Tabel 2, rata-rata penilaian uji mutu hedonik atribut warna untuk formula 1 sebesar 1.4, formula 2 sebesar 2.9, dan formula 3 sebesar 2.4. Penilaian mutu hedonik untuk atribut warna seduhan berada pada kisaran nilai 1-3. Hal tersebut menunjukkan bahwa formula teh sirih merah memiliki warna seduhan coklat pudar hingga coklat biasa. Hasil uji Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa penambahan konsentrasi daun sirih merah memberikan pengaruh yang nyata (p<0.05) pada atribut warna seduhan dari formula teh daun sirih merah. Atribut warna memiliki perbedaan yang signifikan sehingga perlu dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney. Danim (2002) menjelaskan bahwa uji Mann-Whitney dilakukan untuk mengetahui perbedaan nilai mean dari dua sampel yang memiliki distribusi data tidak normal. Hasil uji lanjut Mann-Whitney menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan terhadap warna seduhan. Perbedaan yang signifikan (p<0.05) terdapat pada seluruh formula teh daun sirih merah. Hasil analisis statistik untuk uji mutu hedonik atribut warna seduhan dapat dilihat pada Lampiran 5. Uji Hedonik Uji hedonik dilakukan untuk mengetahui formulasi yang paling disukai oleh para panelis. Atribut yang digunakan dalam uji hedonik adalah atribut warna seduhan, aroma keseluruhan, dan rasa. Hasil uji hedonik formula teh daun sirih merah dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Uji hedonik formula teh daun sirih merah Formula Teh Sirih Merah Aroma* Rasa* Warna Seduhan* a a F1 3.5 1.4 3.1a F2 3.5 a 1.5 a 3.9b F3 3.5 a 1.9 a 3.5a Keterangan : F1 = 0% daun teh, 100% daun sirih merah F2 = 25% daun teh, 75% daun sirih merah F3 = 50% daun teh, 50% daun sirih merah *Huruf berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang nyata (p<0.05)
a) Aroma Atribut aroma pada uji hedonik untuk seluruh formula sirih merah (F1, F2, dan F3) memiliki nilai rata-rata sebesar 3.5 untuk masing-masing formula. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kisaran tingkat kesukaan panelis mulai dari biasa hingga suka. Hasil uji non-parametrik menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi daun sirih merah pada ketiga formulasi tidak memberikan perbedaan yang nyata (p>0.05) terhadap tingkat kesukaan panelis pada atribut aroma. Hasil analisis statistik untuk uji hedonik atribut aroma dapat dilihat pada Lampiran 6. b) Rasa Berdasarkan atribut rasa, terlihat bahwa rata-rata penilaian uji hedonik formula 1 sebesar 1.4, formula 2 sebesar 1.5, dan formula 3 sebesar 1.9. Hasil
10 tersebut menunjukkan bahwa rata-rata nilai uji hedonik untuk atribut rasa memiliki kisaran dari 1 hingga 2. Nilai tersebut menunjukkan bahwa kisaran tingkat kesukaan panelis mulai dari sangat tidak suka hingga tidak suka. Panelis tidak menyukai teh daun sirih merah karena rasa pahit khas sirih merah yang kuat. Perbedaan konsentrasi sirih merah tidak memberikan perbedaan yang nyata (p>0.05) terhadap tingkat kesukaan panelis pada atribut rasa. Hasil analisis statistik untuk uji hedonik atribut rasa dapat dilihat pada Lampiran 6. c) Warna Seduhan Berdasarkan Tabel 3, atribut warna seduhan dengan skor tertinggi adalah formula 2 sebesar 3.9, diikuti oleh formula 3 sebesar 3.5, dan formula 1 sebesar 3.1. Hasil tersebut menunjukkan bahwa nilai untuk atribut warna seduhan berada pada kisaran 3-4. Panelis memberikan kesan biasa hingga suka untuk warna seduhan formula teh daun sirih merah. Hasil uji Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi pada ketiga formulasi tersebut memberikan perbedaan yang nyata (p<0.05) terhadap penilaian atribut warna seduhan. Atribut warna memiliki perbedaan yang signifikan sehingga perlu dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney. Hasil uji lanjut Mann-Whitney menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan (p<0.05) tingkat kesukaan panelis terhadap warna seduhan. Hasil analisis statistik untuk uji hedonik atribut warna seduhan dapat dilihat pada Lampiran 6.
Sifat Kimia Produk Teh Daun Sirih Merah Analisis sifat kimia dilakukan untuk seluruh formula teh daun sirih merah. Daun teh yang dijadikan sebagai campuran formula juga dianalisis untuk mengetahui karakteristik kimiawinya. Analisis sifat kimia yang dilakukan mengacu pada SNI SNI 3836:2013 untuk produk teh kering dalam kemasan. Kadar Air Air merupakan salah satu komponen yang ada di dalam makanan. Kandungan air pada suatu makanan dapat mempengaruhi struktur, penampakan, dan rasa dari makanan tersebut (Skinner dan Hunter 2013). Kadar air dalam bahan pangan dapat menentukan kesegaran dan daya simpan bahan pangan tersebut. Kadar air yang tinggi dalam bahan pangan dapat menyebabkan bakteri, kapang, dan khamir berkembang biak dengan cepat (Sandjaja 2009). Analisis kadar air teh daun sirih merah dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Kadar air formula teh sirih merah Formula Teh Sirih Merah Kadar Air (%)* 4.00 a F1 5.67 a F2 5.75 a F3 Keterangan : F1 = 0% daun teh, 100% daun sirih merah F2 = 25% daun teh, 75% daun sirih merah F3 = 50% daun teh, 50% daun sirih merah *Huruf berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang nyata (p<0.05)
11 Hasil analisis kadar air menunjukkan bahwa kadar air teh daun sirih merah berkisar antara 4.00% hingga 5.76%. Kandungan air terendah (4.00%) terdapat pada teh daun sirih merah original (tanpa campuran daun teh), sedangkan kandungan air tertinggi (5.76%) terdapat pada teh campuran daun sirih merah (50%) dan daun teh (50%). Kadar air yang dimiliki oleh seluruh formula sudah sesuai dengan standar SNI 3836:2013 yaitu mengandung kadar air maksimal 8% untuk teh kering dalam kemasan. Perbedaan kadar air antara teh sirih merah original dengan teh sirih merah campuran dapat disebabkan oleh penambahan daun teh pada teh sirih merah campuran. Menurut Potter (2013), perbedaan komponen dan material suatu bahan pangan dengan bahan pangan lainnya dapat mempengaruhi rasio pengeringan dan kualitas akhir pengeringan dari suatu formula. Hasil uji ragam dengan menggunakan ANOVA menunjukkan bahwa pencampuran daun teh pada formula tidak memberikan pengaruh yang nyata (p> 0.05). Hasil uji ragam untuk analisis kadar air dapat dilihat pada Lampiran 7. Kadar Ekstrak Dalam Air Kadar ekstrak dalam air merupakan salah satu uji yang diwajibkan untuk formula teh dalam kemasan. Hartoyo (2003) menjelaskan bahwa ekstrak teh (kering atau konsentrat) memiliki komponen bioaktif katekin yang tinggi. Katekin bersifat polar sehingga dapat larut dalam air. Selain katekin, penelitian yang dilakukan oleh Putri dan Ulfin (2015) menunjukkan bahwa kafein dapat ditemukan pada ekstrak daun teh. Ekstrak kafein akan semakin meningkat seiring dengan peningkatan suhu. Berdasarkan penelitian tersebut, ekstrak kafein paling tinggi diperoleh pada suhu 100oC. Kadar ekstrak dalam air untuk formula teh sirih merah dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Kadar ekstrak dalam air formula teh sirih merah Formula Teh Sirih Merah Kadar Ekstrak dalam Air (%)* F1 11.12 a F2 15.87 a F3 10.10 a Keterangan : F1 = 0% daun teh, 100% daun sirih merah F2 = 25% daun teh, 75% daun sirih merah F3 = 50% daun teh, 50% daun sirih merah *Huruf berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang nyata (p<0.05)
Berdasarkan Tabel 5, kadar ekstrak dalam air paling tinggi terdapat pada formula 75% daun sirih merah, diikuti oleh formula 100% daun sirih merah, dan formula 50% daun sirih merah yang memiliki kadar ekstrak paling rendah. Kadar ekstrak dalam air pada formula teh daun sirih merah memiliki kadar yang lebih rendah daripada kadar teh kering dalam kemasan pada umumnya, yang memiliki kadar ekstrak minimal 32% menurut SNI 3836:2013. Hasil uji ragam ANOVA menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata (p> 0.05) dari pencampuran daun teh terhadap kadar ekstrak dalam air formula teh sirih merah. Hasil uji ragam analisis kadar ekstrak dalam air dapat dilihat pada Lampiran 7. Rendahnya kadar ekstrak dalam air pada formula teh sirih merah dapat disebabkan oleh banyaknya zat volatil (mudah menguap) pada formula tersebut. Brown (2014) menjelaskan bahwa teh memiliki komponen yang volatil sehingga
12 ketika proses penyeduhan harus selalu ditutup untuk meminimalkan kehilangan komponen volatil. Komponen volatil pada teh terdiri dari dua kelompok yaitu kelompok terpenoid dan non-terpenoid. Komponen non-terpenoid berperan dalam memberikan aroma kesegaran (pada teh hijau) sedangkan komponen terpenoid berperan dalam memberikan aroma yang khas pada teh (Preedy 2013). Komponen utama minyak atsiri dari sirih merah adalah monoterpene dan sesquiterpen (Ngaisah 2010). Monoterpen dan sesquiterpen merupakan komponen volatile yang bertindak sebagai komponen penyusun minyak pada tumbuhan (Hermann 2011). Kadar Abu Kadar abu digunakan untuk mengetahui kandungan mineral dari suatu makanan atau bahan pangan. Abu dapat diperoleh dengan cara membakar bahanbahan organik dalam suatu pangan secara sempurna pada suhu tinggi (Nollet 2004). Menurut Sandjaja (2009), kadar abu dapat menggambarkan kandungan mineral dalam suatu bahan pangan, kemurnian, dan kebersihan suatu bahan pangan. Berikut ini adalah adalah hasil analisis kadar abu pada formula teh daun sirih merah yang dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Kadar abu formula teh sirih merah Formula Kadar Abu Total* Abu Tak Larut Air* Teh Sirih Merah (%) (%) a 15.29 18.78 a F1 11.16 a 21.89 a F2 11.49 a 20.78 a F3
Abu Larut Air* (%) 81.22 a 78.11 a 79.21 a
Keterangan : F1 = 0% daun teh, 100% daun sirih merah F2 = 25% daun teh, 75% daun sirih merah F3 = 50% daun teh, 50% daun sirih merah *Huruf berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang nyata (p<0.05)
Ketiga formulasi tersebut memiliki kadar abu total yang lebih tinggi daripada kadar abu yang dianjurkan SNI 3836:2013 yaitu maksimal 8%. Daun teh sirih merah original memiliki kadar abu sebesar 15.29%, teh sirih merah formula 2 sebesar 11.16%, dan teh sirih merah formula 3 sebesar 11.49%. Kadar abu yang dimiliki daun sirih merah kering lebih tinggi daripada kadar abu daun teh kering yang berkisar antara 4-7% (Srilakshmi 2005). Uji ragam dengan menggunakan ANOVA menunjukkan bahwa pencampuran daun teh pada formula tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kadar abu dari formula teh daun sirih merah (p> 0.05). Hasil uji ragam untuk analisis kadar abu total dapat dilihat pada Lampiran 7. Penelitian yang dilakukan oleh Safithri et al. (2012), menggunakan daun sirih merah segar yang diperoleh dari kebun tanaman obat di IPB, menghasilkan abu sebesar 14.33%. Perbedaan kadar abu daun sirih merah segar dengan daun padaformula ini dapat disebabkan oleh perbedaan kondisi tanah, penggunaan pupuk, dan proses pengolahan. Tanaman menyerap mineral dari tanah melalui mekanisme yang kompleks hingga batas tertentu. Komposisi suatu tanaman menggambarkan kondisi tanah tempat tumbuhnya tanaman tersebut (Kent 2000). Selain kondisi tanah, perbedaan antara bahan segar, bahan kering, serta proses pengeringan dapat mempengaruhi kadar abu dalam jumlah yang tidak signifikan (Akonor et al. 2016).
13 Selain kadar abu total, pengujian kadar abu tak larut air, dan kadar abu larut dalam air juga dilakukan. Kandungan abu larut air dan abu tak larut air pada daun teh telah dijadikan standar di berbagai negara. Menurut Campbell-Platt (2011), abu larut air menggambarkan seberapa besar abu yang dapat larut dalam air. Kadar abu tak larut air pada umumnya digunakan untuk menentukan kandungan kalsium dan magnesium karbonat pada bahan pangan yang mengandung buah-buahan (Sathe 1999). Berdasarkan hasil analisis, ketiga formula tersebut memiliki kandungan abu larut dalam air lebih besar dari yang ditetapkan pada SNI 3836:2013 yakni minimal 45%. Ketiga formula tersebut memiliki kandungan abu larut dalam air yang lebih besar dari kandungan teh pada umumnya yang berkisar +50% (Srilakshmi 2005). Hal tersebut menggambarkan bahwa formula teh daun sirih merah memiliki kandungan abu larut air yang lebih tinggi daripada teh pada umumnya. Peningkatan kandungan abu larut air secara tak langsung akan menurunkan kandungan abu tak larut air pada teh. Hasil uji ragam dengan menggunakan ANOVA menunjukkan bahwa perbedaan formula teh tidak memberikan pengaruh yang nyata (p> 0.05) terhadap kadar abu larut air. Hasil uji ragam untuk analisis kadar abu larut air dapat dilihat pada Lampiran 7. Alkalinitas abu menjadi salah satu syarat uji dalam pengembangan formula teh kering dalam kemasan di Indonesia. Selain digunakan untuk menguji formula teh, alkalinitas abu digunakan untuk jus, wine, agar-agar, dan selai. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui kemurnian kandungan buah-buahan dalam formulaformula tersebut. Alkalinitas abu dapat dikaitkan dengan sitrat, tartarat atau malat, yang berubah menjadi karbonat selama proses insinerasi (Nollet 2004). Alkalinitas abu dari formula teh daun sirih merah dapat dilihat pada Tabel 7 berikut ini. Tabel 7 Alkalinitas abu (sebagai KOH) formula teh sirih merah Formula Teh Sirih Merah Alkalinitas Abu Sebagai KOH (%)* 0.99 a F1 0.70 a F2 0.73 a F3 Keterangan : F1 = 0% daun teh, 100% daun sirih merah F2 = 25% daun teh, 75% daun sirih merah F3 = 50% daun teh, 50% daun sirih merah *Huruf berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang nyata (p<0.05)
Berdasarkan analisis, ketiga formula tersebut memiliki kadar alkalinitas abu yang berada sedikit lebih rendah dari batas yang ditentukan oleh SNI (1-3%). Alkalinitas abu tertinggi dimiliki oleh formula 1, diikuti oleh formula 3, dan formula 2. Hasil uji ragam dengan menggunakan ANOVA menunjukkan bahwa perbedaan formula teh tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0.05) terhadap alkalinitas abu. Hasil uji ragam untuk analisis kadar alkalinitas abu dapat dilihat pada Lampiran 7. Kalium memiliki sifat yang mudah bergabung dengan unsur lain dan sering ditemukan bergabung dengan mineral yang larut dalam air. Sumber kalium murni dapat ditemukan pada abu tanaman yang terbakar dalam bentuk kalium karbonat (Anggraeni 2010). Toh et al (2012) menjelaskan bahwa karbonat pada umumnya tidak larut air kecuali kalium dan natrium karbonat.
14 Alkalinitas abu sebagai KOH dapat menggambarkan berbagai hal. Schmitt (2001) menjelaskan bahwa banyaknya kalium hidroksida (KOH) dalam satu gram sampel dapat menggambarkan keasaman (acidity). Hasil analisis alkalinitas digambarkan sebagai banyaknya HCl 0.1N yang dibutuhkan untuk menetralisir abu dari suatu sampel (Sathe 1999). Analisis alkalinitas abu dapat digunakan untuk mengukur keseimbangan asam-basa pada suatu makanan. Kandungan unsur yang bersifat asam (P, S, dan Cl) serta kandungan unsur yang bersifat basa (K, Na, Ca, dan Mg) mempengaruhi keseimbangan asam-basa secara langsung pada makanan (Nollet 2004). Kadar Polifenol Polifenol dapat ditemukan pada sebagian besar buah-buahan, sayuran, sereal, teh, kopi, dan wine. Polifenol merupakan metabolit sekunder dari tanaman yang berperan sebagai pertahanan dari radiasi ultraviolet dan pathogen (Beckman 2000). Secara garis besar, polifenol dapat dikategorikan menjadi phenolic acid, flavonoid, stilbenes, dan lignans (Watson et al. 2013). Polifenol terdiri dari beberapa subkelas yaitu flavonol, flavon, flavanone, antosianidin, katekin, dan biflavan. Salah satu antioksidan kuat yang terdapat pada teh adalah epigalo-katekin galat dan quarcetin yang merupakan turunan dari katekin (Astawan dan Kasih 2008). Selama beberapa dekade terakhir, polifenol pada tumbuhan dianggap berpotensi memberikan pencegahan dari berbagai macam penyakit. Konsumsi polifenol yang tinggi dapat memberikan pencegahan dari berbagai penyakit kronis seperti kanker, diabetes, kardiovaskular, dan penuaan (Pandey dan Rivzi 2009). Watson et al. (2013) menjelaskan bahwa polifenol tidak dapat disimpan di dalam tubuh untuk jangka waktu yang panjang, namun flavonoid dapat diakumulasikan ke dalam jaringan pada konsentrasi tertentu dan dapat memberikan dampak bagi tubuh. Kadar polifenol merupakan salah satu hal yang perlu diketahui dalam membuat formula teh dalam kemasan. Polifenol merupakan antioksidan alami pada daun teh yang memiliki berbagai manfaat bagi tubuh. Polifenol dapat membantu melindungi tubuh dari penyakit kardiovaskular, sebagai anti bakteri, dan berperan dalam mengurangi triacylglycerols lipolysis (Gramza et al 2005). Polifenol dari berbagai kelas ataupun sub-kelas polifenol yang dikonsumsi dengan dosis dan variasi makanan serta minuman dapat menunda perkembangan tumor pada hewan percobaan (Watson et al. 2013). Kadar polifenol pada teh daun sirih merah dapat dilihat pada Tabel 8 berikut ini. Tabel 8 Kadar polifenol formula teh sirih merah Formula Kadar Polifenol Kadar Polifenol Teh Sirih Merah (mg/g) (%) 4.67 4.67 F1 11.32 11.32 F2 14.01 14.02 F3 Keterangan : F1 = 0% daun teh, 100% daun sirih merah F2 = 25% daun teh, 75% daun sirih merah F3 = 50% daun teh, 50% daun sirih merah
Kandungan polifenol pada teh daun sirih merah original memiliki kandungan polifenol yang rendah yaitu hanya sebesar 4.67%. Kadar polifenol pada
15 teh daun sirih merah original berada sedikit dibawah standar yang ditentukan oleh SNI yaitu minimal 5.2%. Penambahan daun teh pada formula daun sirih merah memberikan peningkatan kadar polifenol dari formula teh daun sirih merah. Penambahan 25% daun teh pada formula teh sirih merah dapat meningkatkan kadar polifenol formula tersebut menjadi 11.32%, sedangkan penambahan 50% daun teh dapat meningkatkan kadar polifenol formula tersebut menjadi 14.01%. Berdasarkan uji polifenol, hanya formula 2 dan formula 3 yang telah melewati standar yang ditentukan oleh SNI. Kandungan polifenol pada teh daun sirih merah original memiliki kandungan polifenol yang rendah jika dibandingkan dengan daun teh pada umumnya. Mukhtar dan Ahmad (2000) menjelaskan bahwa theaflavin dan thearubigin merupakan komponen polifenol yang paling tinggi pada teh hitam, sedangkan katekin merupakanan komponen polifenol yang paling tinggi pada teh hijau. Selama fermentasi, flavonol pada daun teh teroksidasi secara enzimatis dan memberikan warna merah-kekuningan serta rasa yang khas pada teh hitam (Belitz et al. 2009). Pada teh hijau, komposisi kimiawi yang dimiliki masih menyerupai komposisi kimiawi pada daun segar. Hal tersebut disebabkan karena proses penguapan atau pemanasan selama pengolahan mematikan enzim pada daun teh sehingga mencegah oksidasi polifenol pada daun teh (Juneja et al. 2013). Menurut Belitz et al. (2009), teh hijau rata-rata mengandung 17.5% polifenol sedangkan teh hitam hanya mengandung 14.4% polifenol. Cemaran Logam Timbal (Pb) Kandungan berbahaya pada suatu pangan dapat mengakibatkan gangguan pada tubuh. Keracunan akibat mengonsumsi timbal dan komponennya telah banyak dilaporkan. Keracunan timbal pada manusia dan hewan disebabkan oleh faktor lingkungan, makanan, air, dan menghirup asap rokok. Kasus keracunan timbal pada umumnya diakibatkan oleh penggunaan kaleng yang kurang aman, wadah penyimpanan yang mengandung timbal, serta tanaman yang terpapar oleh timbal melalui udara (Preedy dan Watson 2005). Kadar logam timbal pada formula teh daun sirih merah dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Cemaran logam timbal formula teh sirih merah Formula Cemaran Logam Timbal Teh Sirih Merah (mg/kg) F1 n/a F2 n/a F3 n/a Keterangan : F1 = 0% daun teh, 100% daun sirih merah F2 = 25% daun teh, 75% daun sirih merah F3 = 50% daun teh, 50% daun sirih merah
Timbal merupakan racun yang dapat menumpuk di dalam tubuh dan menyebabkan keracunan kronis dan akut (Saparinto dan Hidayati 2006). Keracunan timbal akut memiliki gejala seperti mual, muntah, kehilangan nafsu makan, gerakan tubuh yang tidak terkordinasi, hingga koma. Keracunan timbal kronis memiliki dampak yang lebih berbahaya yaitu gangguan fungsi ginjal, anemia, kerusakan hati dan otak, kanker, dan hiperaktif (Venugopal dan Luckey 2013). Pada anak-anak, keracunan timbal hampir mempengaruhi seluruh organ terutama sistem saraf pusat,
16 system saraf peripheral, ginjal, dan darah. Kandungan timbal yang tinggi di dalam darah dapat menyebabkan ensefalopati dan kematian pada anak-anak (Preedy dan Watson 2005). Berdasarkan Tabel 9,ketiga formula teh daun sirih merah tidak mengandung cemaran logam timbal. Ketiga formula tersebut dapat dikatakan aman dan telah memenuhi syarat SNI untuk produk teh dalam kemasan (maksimal 2 mg/kg). Analisis cemaran logam timbal perlu dilakukan karena timbal dapat diserap oleh tumbuhan melalui tanah dan udara. Timbal pada tanah dapat diserap oleh tumbuhan melalui akar bahkan dapat diserap dalam jumlah yang besar lalu dapat diakumulasikan ke bagian-bagian tanaman tersebut (Hadi dan Aziz 2015). Kapasitas Antioksidan Preedy dan Simmonds (2015) menjelaskan bahwa terdapat beberapa metode untuk menguji kandungan antioksidan. Pada umumnya, kandungan antioksidan diukur dengan menggunakan metode 2,2-azino-bis (3-ethylbenzothiazoline-6sulphonic acid) atau yang lebih dikenal dengan ABTS, oxygen radical absorbance capacity (ORAC), ferric reducing antioxidant power (FRAP), serta 2,2-diphenyl-1 picrylhydrazyl (DPPH). Hasil uji antioksidan metode DPPH dalam penelitian ini diekspresikan dengan AEAC (Ascorbic acid Equivalent Antioxidant Capacity). Rata-rata kapasitas antioksidan pada formula teh daun sirih merah dapat dilihat pada Tabel 10 dibawah ini. Tabel 10 Kapasitas antioksidan formula teh sirih merah AEAC Formula Antioksidan Teh Sirih Merah (%) mg Vit C/100g mg Vit C/sajian 57.47 1.15a F1 4.78 301.54 6.03b F2 29.84 574.70 11.49c F3 57.88 Keterangan : F1 = 0% daun teh, 100% daun sirih merah F2 = 25% daun teh, 75% daun sirih merah F3 = 50% daun teh, 50% daun sirih merah *Huruf berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang nyata (p<0.05)
Berdasarkan Tabel 10, kapasitas antioksidan teh daun sirih merah berkisar antara 1.15-11.49 mg Vit C/sajian. Kapasitas antioksidan terendah dimiliki oleh teh daun sirih merah original. Penambahan daun teh pada formula daun sirih merah memberikan peningkatan kapasitas antioksidan dari formula teh daun sirih merah. Hasil uji ragam menunjukkan bahwa perbedaan formula teh memberikan pengaruh yang nyata (p>0.05) terhadap aktivitas antioksidan. Hasil uji ragam untuk analisis kadar kapasitas antioksidan dapat dilihat pada Lampiran 7. Sudewo (2010) menjelaskan bahwa sirih merah tumbuh subur di wilayah yang sejuk dan cahaya yang sedang (60-75% cahaya matahari). Shi (2007) menjelaskan bahwa suhu dan cahaya mempengaruhi kandungan gizi pada tanaman, terutama buah-buahan. Tumbuhan yang tumbuh subur pada cuaca yang sejuk dan cahaya yang rendah pada umumnya memiliki kapasitas antioksidan yang rendah. Selain faktor suhu dan cahaya ketika pertumbuhan, faktor suhu dan cahaya ketika penyimpanan produk dapat mempengaruhi antioksidan pada suatu pangan. Abulude et al. (2013) menjelaskan bahwa pangan yang disimpan pada ruangan gelap dapat mempertahankan antioksidannya lebih baik daripada pangan yang disimpan di
17 ruangan bercahaya. Penyimpanan bahan baku teh daun sirih merah dilakukan di wadah transparan, hal tersebut diduga dapat menurunkan kapasitas antioksidan dari daun sirih merah itu sendiri. Kapasitas antioksidan dari teh daun sirih merah sangat rendah apabila dibandingkan dengan kapasitas antioksidan dari daun (Camellia sinensis). Chan et al. (2011) meneliti kapasitas antioksidan dari 25 gram ekstrak teh yang diperoleh dari China, Jepang, dan Malaysia. Penelitian yang tersebut menunjukkan bahwa kapasitas antioksidan pada teh hijau berkisar antara 363-781 mg Vit C/gram sedangkan kapasitas antioksidan pada teh hitam berkisar antara 215-269 mg Vit C/gram. Pada umumnya, kapasitas antioksidan tertinggi dimiliki oleh teh hijau, diikuti oleh teh hitam, dan teh herbal di posisi terakhir.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Daun sirih merah dapat dijadikan minuman dalam bentuk seduhan seperti daun teh. Hasil seduhan formula teh daun sirih merah memiliki warna pudar hingga coklat. Teh daun sirih merah memiliki aroma sirih yang khas namun memiliki rasa pahit yang kuat sehingga memiliki karakteristik mutu inderawi yang rendah. Berdasarkan hasil uji organoleptik, teh daun sirih formula 3 memiliki daya terima yang lebih tinggi dibandingkan dengan kedua formula lainnya. Kadar air pada teh daun sirih merah sudah memenuhi standar SNI dengan kadar air sebesar 4.005.75%. Daun sirih merah yang sudah dikeringkan memiliki kadar abu total (11.1615.29 %) dan kadar abu larut air (78.11-81.22 %) yang lebih tinggi dari standar untuk teh. Kadar ekstrak dalam air (10.10-11.12 %), alkalinitas abu (0.70-0.99 %), dan kadar polifenol (4.67-14.01%) teh daun sirih merah masih berada dibawah standar yang telah ditentukan untuk pembuatan teh. Teh daun sirih merah memiliki kapasitas antioksidan yang rendah yakni sebesar 1.15-11.49 mg Vit C/sajian. Kapasitas antioksidan teh daun sirih merah mengalami peningkatan seiring dengan penambahan daun teh kedalam formula tersebut. Saran Teh daun sirih merah memiliki rasa pahit yang kuat sehingga memiliki daya terima yang rendah. Penelitian tentang teknik pengolahan, untuk mengurangi rasa pahit pada minuman ini dengan meminimalkan kehilangan antioksidan selama pengolahan, perlu dilakukan. Penelitian tentang daya simpan teh daun sirih merah juga perlu dilakukan untuk memberikan informasi tentang pengaruh penyimpanan teh daun sirih merah terhadap kandungan gizi serta aktivitas antioksidannya.
18
DAFTAR PUSTAKA Abulude FO, Ndamitso MM, Yusuf, Abdulrasheed, Santhi K, Vijayakumar TP, Sofi FR, Nissar KS, Nayak PC, Amin A, et al. 2013. Advances in Food Science and Nutrition. Oba Ile (NG): Science and Education Development Institute. Anggraeni N. 2010. Faraday dan Kelistrikan. Jakarta (ID): Elex Media Komputindo. Akonor PT, Ofori H, Dziedzoave NT, Kortei NK. 2016. Drying characteristics and physical and nutritional properties of shrimp meat as affected by different traditional drying techniques [Internet]. [diunduh 2016 Sept 07]. International Journal of Food Science:1-5 (Article ID 7879097). Astawan M, Kasih AL. 2008. Khasiat Warna-Warni Makanan. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama. Azzahra F, Lukmayani Y, Sadiyah ER. 2015. Isolasi dan Karakterisasi Alkaloid dari Daun Sirih Merah (Piper Crocatum Ruiz & Pav) [Internet]. [Waktu dan tempat pertemuan tidak diketahui]. Bandung (ID): Prosiding Penelitian SPeSIA Unisba. hlm 45-52; [diunduh 2016 Jul 31]. Beckman CH. 2000. Phenolic-storing cells: keys to programmed cell death and periderm formation in wilt disease resistance and in general defence response in plants? [Internet]. [diunduh 2016 Jul 31]. Physiol. Mol. Plant Pathol 2000. 99: 12-22. Belitz H, Grosch W, Schieberle P. 2009. Food Chemistry. Heidelberg (ED): Springer-Verlag Berlin Heidelberg. Brown AC. 2014. Understanding Food: Principles and Preparation. Stamford (US): Cengage Learning. Cahyono JB, Suharjo B. 2008. Gaya Hidup & Penyakit Modern. Yogyakarta (ID): Kanisius. Campbell-Platt G. 2011. Food Science and Technology. United States (US): WileyBlackwell. Chan EWC, Yoh ES, Tie PP, Law YP. 2011. Antioxidant and antibacterial properties of green, black, and herbal teas of Camellia sinensis [Internet]. [diunduh 2016 Sept 13]. Pharmacognosy Res. Vol 3(4): 266-272. doi: 10.4103/0974-8490.89748. Danim S. 2002. Riset Keperawatan: Sejarah & Metodologi. Jakarta (ID): Penerbit Buku Kedokteran EGC. Dewi DP. 2010. Analisis tipe perilaku konsumen dalam membeli teh di pasar tradisional kabupaten Wonogiri [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Dewi YF. Anthara MS. Dharmayudha AAGO. 2014. Efektifitas ekstrak daun sirih daun sirih merah (Piper crocatum) terhadap penurunan kadar glukosa darah tikus putih jantan (Rattus novergicus) yang di induksi aloksan [Internet]. [diunduh 2017 Jan 09] Buletin Veteriner Udayana. Vol 6(1): 73-79. Eskin NAM, Tamir S. 2005. Dictionary of Nutraceuticals and Functional Foods. Boca Raton (US): CRC Press. Gramza A. Korczak J. Amarowicz R. 2005. Tea polyphenols – their antioxidant properties and biological activity – a review [Internet]. [diunduh 2016 Sept 23] J. Food Nutr. Sci. Vol 14(55): 219-235.
19 Hadi F. Aziz T. 2015. A mini review on lead (Pb) toxicity in plants [Internet]. [diunduh 2016 Aug 15] Journal of Biology and Life Science. Vol 6(2): 91-101. Hartoyo A. 2003. Teh dan Khasiatnya Bagi Kesehatan, Sebuah Tinjauan Ilmiah. Yogyakarta (ID): Kanisius. Heath HB. 1981. Source Book of Flavors: (AVI Sourcebook and Handbook Series). New York (US): Van Nostrand Reinhold. Heiss ML. 2006. Green Tea. Boston (US): The Harvard Common Press (RHYW) Hermann A. 2011. The Chemistry and Biology of Volatiles. Chichester (UK): John Wiley & Sons Ltd. Hidayat R, Syamsul, Napitupulu RM. 2015. Kitab Tumbuhan Obat. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Juneja L, Kapoor M, Okubo T, Rao T. 2013. Green Tea Polyphenols: Nutraceuticals of Modern Life. Boca Raton (US): CRC Press. Kent M. 2000. Advanced Biology. Oxfordshire (UK): Oxford University Press. Kubo I. Masuoka N. Xiao P. Haraguchi H. 2002. Antioxidant activity of deodecul gallate. Journal of Agricultural and Food Chemistry (50) 3533-3539. Kurian A. Peter K. 2007. Commercial Crops Technology. New Delhi (IN): New India Publishing. Lawless HT, Heymann H. 2013. Sensory Evaluation of Food: Principles and Practices. New York (US): Springer Science & Business Media. Mukhtar H, Ahmad N. 2000. Tea polyphenols: prevention of cancer and optimizing health [Internet]. [diunduh 2016 Agustus 09] Am J Clin Nutr 2000;71: 16981702. Mun’im A, Azizahwati, Fimani A. 2010. Pengaruh pemberian infusa daun sirih merah (Piper cf.fragile, Benth) secara tropikal terhadap penyembuhan luka pada tikus putih diabet [Internet]. [diunduh 2016 Agustus 05] Jurnal Bahan Alam Indonesia 7(5): 234-238. [National Research Council]. 1985. An Evaluation of the Role Of Microbiological Criteria for Foods and Food Ingredients. Washington DC (US): National Academy Press. Ngaisah S. 2010. Identifikasi dan uji aktivitas antibakteri minyak atsiri daun sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav.) asal Magelang [skripsi]. Surakarta (ID): Universitas Sebelas Maret. Nollet LML. 2004. Handbook of Food Analysis: Physical Characterization and Nutrient Analysis Vol 1. New York (US): Marcel Dekker Inc. Pandey KB, Rizvi SI. 2009. Plant polyphenols as dietary antioxidants in human health and disease [Internet]. [diunduh 2016 Agustus 09]. Oxidative Medicine and Cellular Longevity. Vol 2(5): 270-278. Pathak Y. 2011. Handbook of Nutraceuticals Volume II : Scale-Up, Processing and Automation, Volume 2. Boca Raton (US) : CRC Press. Permadi A. 2008. Membuat Kebun Tanaman Obat. Jakarta (ID): Pustaka Bunda. Potter N. 2013. Food Science. New York (US): Springer Science & Bussiness Media. Preedy VR. 2013. Tea in Health and Disease Prevention. San Diego (US): Academic Press. Preedy VR. Simmonds M. 2015. Nutritional Compositions of Fruits Cultivars. London (UK): Academic Press.
20 Preedy VR. Watson RR. 2005. Reviews in Food and Nutrition Toxicity. Boca Raton (US): CRC Press. Putri DD, Ulfin I. 2015. Pengaruh suhu dan waktu ekstraksi terhadap kadar kafein dalam teh hitam [Internet]. [diunduh 2016 Sept 23] Jurnal Sains dan Seni ITS. Vol 4(2). Puzi W, Lukmayani Y, Dasuki U. 2015. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Flavonoid dari Daun Tumbuhan Sirih Merah (Piper Crocatum Ruiz & Pav) [Internet]. [Waktu dan tempat pertemuan tidak diketahui]. Bandung (ID): Prosiding Penelitian [diunduh 2016 Juli 31]. Prosiding Penelitian SPeSIA Unisba. hlm 53-61; [diunduh 2016 Jul 31]. Safithri M, Fahma F, Marlina P. 2012. Analisis proksimat dan toksisitas akut ekstrak daun sirih merah yang berpotensi sebagai antidiabetes [Internet]. [diunduh 2016 Feb 02]. Jurnal Gizi dan Pangan. 7(1): 43-48. Sandjaja A. 2009. Kamus Gizi: Pelengkap Kesehatan Keluarga. Jakarta (ID): PT Kompas Media Nusantara. Sathe AY. 1999. A First Course in Food Analysis. New Delhi (IND): New Age International. Schmitt T. 2001. Analysis of Surfactants, Second Edition. New York (US): CRC Press. Shi J. 2007. Functional Food Ingredients and Nutraceuticals: Processing Technology Skinner M, Hunter D. 2013. Bioactives in Fruit. Chichester (UK): John Wiley & Sons, Ltd. Smith K. World Atlas of Tea: From Tea Leaf to The Cup, The World’s Teas Explored and Enjoyed. Great Britain (UK): HachetteUK. Srilakshmi B. 2005. Food Science. Delhi (ID): New Age International (P) Ltd., Publishers. Stone H, Rebecca N, Heather A. 2012. Sensory Evaluation Practices. San Diego (US): Elsevier Inc. Sudewo B. 2010. Basmi Penyakit dengan Sirih Merah. Jakarta (ID) : AgroMedia Pustaka. Ukers WH. 1935. All about Tea. Tennessee (US): Kingsport Press Inc. Venugopal B. Luckey TD. Metal Toxicity in Mammals 1: Physiological and Chemical Basis for Metal Toxicity. New York (US): Springer Science & Business Media. Watson R, Preedy V, Zibadi S. 2013. Polyphenols in Human Health and Disease Volume 1. San Diego (US): Elsevier Inc. [WHO] World Health Organization. 2006. Noncommunicable Disease and Poverty: The Need for Pro-Poor Strategies in the Western Pacific Region: A Review. Manila (PH) : WHO Western Pacific Regional Publications. Yashin A, Yashin Y, dan Nemzer B. 2011. Determination of antioxidant activity in tea extracts, and their total antioxidant content. Am. J. Biomed. Sci. 3(4) : 322335. Yuni T. 2010. Efek pemberian peroral infusa daun sirih merah (Piper cf.fragile, Benth.) terhadap penyembuhan luka tikus putih jantan yang dibuat diabetes [skripsi]. Depok (ID): Universitas Indonesia.
21
LAMPIRAN Lampiran 1 Formulir uji organoleptik (Mutu hedonik) Nama Panelis : Jenis Kelamin : L / P
Nama Produk Tanggal Pengujian
: Teh Sirih Merah :
Dihadapan Anda disajikan sampel 8 gelas teh. Anda diminta untuk menilai sampel tersebut dengan ketentuan sebagai berikut : 1. Beri tanda checklist (√) pada titik antara skala 1-5 dibawah ini yang tepat menggambarkan persepsi atau pandangan anda dan berikan kode sampelnya 2. Silahkan untuk berkumur atau minum terlebih dahulu sebelum Anda menilai sampel berikutnya 3. Mohon tidak membandingkan antar sampel saat Anda melakukan penilaian Kode Sampel : Mutu Hedonik Warna Seduhan
Sangat Pudar
Coklat Pudar
Coklat
Coklat Kemeraha n
Coklat Pekat
Lemah
Sedang
Kuat
Sangat Kuat
Aroma khas Teh
Sangat lemah
Aroma khas Sirih Merah
Sangat lemah
Lemah
Sedang
Harum
Sangat harum
Sedang
Kuat
Sangat kuat
Sedang
Kuat
Sangat kuat
Rasa Pahit
Sangat lemah
Lemah
Rasa Asing
Sangat lemah
Lemah
Keterangan : Rasa asing adalah rasa yang menyimpang dari rasa khas teh ataupun rasa dari daun sirih Komentar : ……………………….……………………….……………………….
22 Lampiran 2 Formulir uji organoleptik (Hedonik) Nama Panelis : Jenis Kelamin : L / P
Nama Produk Tanggal Pengujian
: Teh Sirih Merah :
Dihadapan Anda disajikan sampel 8 gelas teh. Anda diminta untuk menilai sampel tersebut dengan ketentuan sebagai berikut : 1. Beri tanda checklist (√) pada titik antara skala 1-5 dibawah ini yang tepat menggambarkan persepsi atau pandangan anda dan berikan kode sampelnya 2. Silahkan untuk berkumur atau minum terlebih dahulu sebelum Anda menilai sampel berikutnya 3. Mohon tidak membandingkan antar sampel saat Anda melakukan penilaian Kode Sampel : Hedonik Warna Seduhan
Sangat Tidak Suka
Tidak Suka
Biasa
Suka
Sangat Suka
Tidak Suka
Biasa
Suka
Sangat Suka
Tidak Suka
Biasa
Suka
Sangat Suka
Aroma Keseluruhan
Sangat Tidak Suka
Rasa
Sangat Tidak Suka
Apa keunikan dari produk ini? ……………………….……………………….…………………………………… ……………………….……………………….…………………………………… ……………………….……………………….…………………………………… Apa yang membuat anda tidak menyukai produk ini? ……………………….……………………….…………………………………… ……………………….……………………….…………………………………… ……………………….……………………….…………………………………… - Terima Kasih –
23 Lampiran 3 Prosedur analisis pada penelitian formulasi teh daun sirih merah 1. Kadar Polifenol (b/b) (SNI 3836:2013)
a) b) c) d) e)
f)
g)
h)
Pereaksi Pereaksi yang digunakan untuk uji kadar polifenol adalah : Air suling; Metanol; Metanol 70 % (fraksi volum); tambahkann 700 mL metanol (A.3.2 b) ke dalam labu ukur 1 L, kemudian encerkan dengan air suling tepat 1 L dan kocok. Pereaksi Fenol Folin- Ciocalteu; sebaiknya dicek linieritas kalibrasi terhadap asam galat untuk memastikan kelayakan dari pereaksi yang tersedia. Pereaksi Fenol Folin Ciocalteu 10 % (fraksi volum); pindahkan 20 mL Fenol Folin- Ciocalteu (A.3.2 d) menggunakan pipet ke dalam labu ukur 200 mL, tambahkan air dan tepatkan sampai tanda tera kemudian kocok. Siapkan larutan pereaksi Fenol Folin-Ciocalteu dalam kondisi baru setiap akan melakukan pengujian. Larutan sodium karbonat (Na2CO3) 7,5 % (konsentrasi masa); timbang (37,50 ± 0,01) gram Na2CO3 anhidrat ke dalam 500 mL labu ukur volumetrik. Tambahkan air suling hangat secara hati-hati sampai volumenya mencapai setengah volum labu ukur kemudian kocok, selanjutnya dinginkan larutan sampai suhu kamar dan encerkan sampai tanda tera. Larutan baku standar asam galat , 1000 µg/mL asam galat anhidrat; dan timbang (0,110 ± 0,001) gram asam galat monohidrat (BM = 188,14) ke dalam labu ukur 100 mL, kemudian larutkan menggunakan air suling, encerkan sampai tanda tera dan kocok hingga homogen. Siapkan larutan standar dalam kondisi baru. Larutan standar asam galat; pindahkan sejumlah larutan baku standar asam galat (A.3.2 g) menggunakan pipet sebagaimana yang tercantum pada tabel 2, kemudian encerkan sampai volumenya mencapai tanda tera labu ukur 100 mL dan kocok. Larutan standar ini harus dibuat pada hari yang sama dengan pelaksanaan pengujian. Larutan standar asam galat Larutan asam galat Volume stok standar larutan asam galat (mL) A B C D E
1,0 2,0 3,0 4,0 5,0
Konsentrasi larutan standar yang diencerkan (µg/mL) 10 20 30 40 50
Peralatan Peralatan yang digunakan untuk uji kadar polifenol adalah : a) Timbangan analitis terkalibrasi dengan ketelitian 0,001 gram; b) Penangas air terkalibrasi dengan ketelitian 1 °C
24 c) d) e) f) g) h) i) j)
Dispenser atau pipet volum 5 mL; Sentrifuse, dengan kemampuan 3500 RPM; Spektrofotometer UV-Vis terkalibrasi; Pipet ukur; Labu ukur 100 mL, 200 mL, 500 mL, dan 1 L; Vortex mixer; Tabung ekstraksi bertutup 10 mL ; dan Tabung reaksi bertutup berukuran 10 mL. (sebelum digunakan, tabung reaksi harus dicuci menggunakan asam nitrat (HNO3), dan dibilas menggunakan air kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 100 °C). Cara Kerja
a) b) c) d)
e) f) g)
h)
Pembuatan deret Standar Pindahkan 1,0 mL masing-masing larutan standar asam galat A, B, C, D, E ke dalam gelas ukur 10 mL yang berbeda; masukkan 1,0 mL air suling ke dalam gelas ukur 10 mL sebagai larutan blanko; tambahkan 5,0 mL pereaksi Fenol Folin-Ciocalteu ke dalam masing-masing langkah a) dan b); setelah 3 menit sampai 8 menit penambahan Fenol Folin-Ciocalteu, tambahkan 4,0 mL larutan Na2CO3 7,5 % (A.3.2 f) ke dalam masing-masing tabung, tutup dan kocok; diamkan pada suhu ruang sekitar 50 menit, kemudian ukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 765 nm; lakukan pekerjaan duplo; larutan blanko harus memiliki absorbansi < 0,010. Jika nilainya > dari 0,010 menandakan adanya kontaminasi yang disebabkan kualitas air yang tidak sesuai standar atau peralatan; hitung masa standar asam galat anhidrat dalam masing-masing 1 mL larutan standar asam galat A, B, C, D, dan E , menggunakan persamaan berikut: 𝑚(
(𝑀0 𝑥 𝑉 𝑥 𝑊𝐷𝑀 , 𝑠𝑡𝑑 𝑥 10000) 𝜇𝑔 )= 𝑚𝑙 100 𝑥 100
Keterangan: adalah masa asam galat monohidrat yang digunakan untuk pembuatan larutan standar baku, dinyatakan dalam gram (g); V adalah volum larutan standar asam galat, dinyatakan dalam milliliter (mL); wDM,std adalah berat kering asam galat, dinyatakan dalam % (fraksi masa). M0
i)
a) b)
buat grafik linieritas standar, masa asam galat anhidrat dalam standar A, B, C, D, dan E (µg) sebagai sumbu X dan absorbansi sebagai sumbu Y. Penentuan kadar polifenol Contoh uji digiling dan diaduk supaya homogen, kemudian dimasukkan ke dalam botol contoh bertutup dan hindarkan dari cahaya; timbang (0,200 ± 0,001) gram contoh uji dalam tabung ekstraksi;
25 c) panaskan methanol 70 % (A.3.2 d) dalam penangas air pada suhu 70 °C minimal d)
e)
f)
g) h) i) j) k) j) k)
l) m) n)
selama 30 menit supaya terjadi kesetimbangan; panaskan tabung ekstraksi berisi teh dalam penangas air yang sama pada suhu 70 °C, kemudian tambahkan methanol 70 % (A.3.2 d) , tutup dan aduk dalam vortex mixer; panaskan kembali tabung ekstraksi berisi campuran contoh uji dan methanol 70 % (A.3.2 d) dalam penangas air pada suhu 70 °C selama 10 menit, dan kocok menggunakan vortex mixer pada menit ke -5 dan ke -10 supaya proses ekstraksi berjalan sempurna; angkat tabung ekstraksi berisi campuran contoh uji dan metanol 70 % (A.3.2 d) dari penangas air dan dinginkan sampai suhu ruangan. Buka tutup tabung ekstraksi dan pusingkan tabung ekstraksi dalam sentrifuse dengan kecepatan 3500 rpm selama 10 menit pisahkan supernatan ke dalam tabung reaksi 10 mL; ulangi proses d) sampai f) campur hasil ekstraksi, tambahkan methanol 70 % (A.3.2 d) hingga volumenya mencapai 10 mL dan kocok; biarkan hasil ekstraksi g) pada suhu ruang. Ekstrak ini akan stabil selama 24 jam pada suhu 4 °C; pindahkan sebanyak 1,0 mL ekstrak contoh uji ke dalam labu ukur 100 mL, kemudian encerkan menggunakan air suling sampai tanda tera dan kocok; masukkan 1,0 mL ekstrak contoh uji yang telah diencerkan kedalam tabung reaksi 10 mL; tambahkah 5,0 mL pereaksi Fenol Folin-Ciocalteu; setelah 3 menit sampai 8 menit penambahan fenol folin-ciocalteu, tambahkan 4,0 mL larutan sodium karbonat (Na2CO3) ke dalam masing-masing tabung, tutup dan kocok; biarkan pada suhu ruang sekitar 50 menit, kemudian ukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 765 nm; lakukan pekerjaan duplo; dan ulangi pengujian secara colorimetric, dengan menaikkan tingkat pengenceran jika absorbansinya lebih tinggi dari absorbansi standar asam galat 50 µg (larutan standar asam galat E) Perhitungan 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑝𝑜𝑙𝑖𝑓𝑒𝑛𝑜𝑙 (%) =
(𝐷𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 − 𝐷𝑖𝑛𝑡𝑒𝑟𝑠𝑒𝑝 ) 𝑥 𝑉𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑥 𝑑 𝑆𝑠𝑡𝑑 𝑥 𝑚𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑥 10000 𝑥 𝑊𝐷𝑀,𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Keterangan: Dsampel adalah absorbansi larutan contoh; Dintersep adalah absorbansi yang diperoleh untuk konsentrasi larutan blanko; Sstd adalah slope kurva kalibrasi; m sampel adalah masa contoh uji, dinyatakan dalam gram (g); Vsampel adalah volume larutan ekstraksi contoh uji, dinyatakan dalam milliliter (mL); d adalah faktor pengenceran; WDM,sampel adalah bobot sampel atas dasar bahan kering, dinyatakan dalam % (fraksi masa).
26 2. Kadar Air (b/b) (SNI 3836:2013)
a) b) c) d) a)
b) c)
d) e) f) g)
Peralatan Oven terkalibrasi dengan ketelitian 1 °C; Neraca analitik terkalibrasi dengan ketelitian 0,1 mg; Desikator berisi desikan; Cawan platina bertutup Cara Kerja Panaskan cawan dan tutupnya dalam oven pada suhu (105 ± 2) °C selama lebih kurang satu jam dan dinginkan dalam desikator selama 20 menit sampai dengan 30 menit, kemudian timbang dengan neraca analitik (cawan dan tutupnya) (W0); masukan 5 gram contoh ke dalam cawan, tutup dan timbang (W1) ; panaskan cawan yang berisi contoh tersebut dalam keadaan terbuka dengan meletakkan tutup cawan di samping cawan di dalam oven pada suhu (105 ± 2) °C selama tiga jam; tutup cawan ketika masih di dalam oven, pindahkan segera ke dalam desikator dan dinginkan selama 20 sampai dengan 30 menit kemudian timbang; lakukan pemanasan kembali selama satu jam dan ulangi kembali perubahan berat antara pemanasan selama satu jam mempunyai intervel < 1mg (W2) lakukan pekerjaan duplo hitung kadar air dalam contoh Perhitungan 𝑊1 − 𝑊2 𝑥 100% 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 = 𝑊1 − 𝑊0 Keterangan : W0 adalah bobot cawan kosong dan tutupnya (gram) W1 adalah bobot cawan, tutupnya, dan sampel sebelum dikeringkan (gram) W2 adalah bobot cawan, tutupnya, dan sampel setelah dikeringkan (gram)
3. Kadar Ekstrak dalam Air (b/b) (SNI 3836:2013)
a) b) c) d) e) f) g) h)
a)
Peralatan Oven terkalibrasi dengan ketelitian 1 °C; Panangas air; Neraca analitik terkalibrasi dengan ketelitian 0,1 mg; Desikator berisi desikan; Cawan platina bertutup; Gelas piala 300 mL; Labu ukur berukuran 500 mL; dan Pipet volumetrik berukuran 50 mL. Cara Kerja Panaskan cawan dalam oven pada suhu (105±2) °C selama lebih kurang satu jam dan dinginkan dalam desikator selama 20 menit sampai dengan 30 menit, kemudian timbang dengan neraca analitik (W0);
27 b) c) d)
e) f) g)
h) i)
masukan contoh uji sebanyak 2 gram ke dalam gelas piala 300 mL (W1); tambahkan 200 mL air mendidih dan diamkan selama 1 jam; saring ke dalam labu ukur 500 mL dan bilas dengan air panas sampai warna larutannya menjadi jernih atau bening, kemudian dinginkan dan tepatkan sampai tanda garis dengan air suling; pipet 50 mL filtrat ke dalam cawan yang telah diketahui bobotnya dan keringkan di atas penangas air; panaskan dalam oven selama dua jam, dinginkan dalam desikator dan timbang; panaskan kembali dalam oven selama satu jam, dinginkan dalam desikator dan timbang (W2), ulangi pekerjaan hingga perbedaan hasil penimbangan tidak melebihi 1 mg; lakukan pekerjaan duplo; dan hitung kadar ekstrak dalam air. Perhitungan 𝑊2 − 𝑊0 100 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑎𝑖𝑟 (%) = 𝑥𝑃𝑥 𝑥100 𝑊1 − 𝑊0 100 − 𝐾𝐴 Keterangan : W0 adalah bobot cawan kosong dan tutupnya (gram) W1 adalah bobot cawan, tutupnya, dan sampel sebelum dikeringkan (gram) W2 adalah bobot cawan, tutupnya, dan sampel setelah dikeringkan (gram) P adalah pengenceran KA adalah kadar air
4. Kadar Abu Total (SNI 3836:2013)
a) b) c) d) e) f) g)
a)
b) c) d)
Peralatan Tanur terkalibrasi dengan ketelitian 1 °C; Oven terkalibrasi dengan ketelitian 1 °C; Pemanas listrik; Panangas air; Neraca analitik terkalibrasi dengan ketelitian 0,1 mg; Desikator yang berisikan desikan;dan Cawan 50 mL sampai 100 mL Cara Kerja Panaskan cawan dalam tanur pada suhu (525 ± 25) °C selama lebih kurang satu jam dan dinginkan dalam desikator selama 30 menit kemudian timbang dengan neraca analitik (W0); masukkan 5 g sampai 10 g contoh ke dalam cawan dan timbang (W1); panaskan cawan yang berisi contoh tersebut dalam oven pada suhu (105 ± 2) °C sampai H2O hilang; tempatkan cawan yang berisi contoh tersebut dalam tanur pada suhu (525 ± 25) °C sampai terbentuk abu bewarna putih;
28 e)
f) g) h)
tambahkan air ke dalam abu, keringkan dalam penangas air kemudian lanjutkan pada pemanas listrik kemudian abukan kembali pada suhu (525 ± 25) °C sampai perbedaan masa dua penimbangan tidak melebihi 1mg; pindahkan segera ke dalam desikator dan dinginkan selama 30 menit kemudian timbang (W2); lakukan pekerjaan duplo, hitung kadar abu dalam contoh. Perhitungan 𝑊2 − 𝑊0 𝑥 100% 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑏𝑢 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 (%) = 𝑊1 − 𝑊0 Keterangan : W0 adalah bobot cawan kosong (gram) W1 adalah bobot cawan dan contoh sebelum diabukan (gram) W2 adalah bobot cawan dan contoh setelah diabukan (gram)
5. Kadar Abu Larut dalam Air dari Abu Total (SNI 3836:2013)
a) b) c) d) e) f)
a) b) c) d) e) f) g)
Peralatan Tanur terkalibrasi dengan ketelitian 1 °C; Panangas air; Kertas saring tak berabu Neraca analitik terkalibrasi Desikator yang berisikan desikan Cawan platina/ kuarsa/ porselen 30-100ml Cara Kerja Tambahkan 20ml air suling ke dalam cawan yang berisi abu total, panaskan sampai hampir mendidih dan saring dengan kertas saring bebas abu Bilas cawan dan kertas saring beserta isinya dengan air panas hingga jumlah filtrat + 60ml. Simpan filtrat untuk penetapan alkalinitas abu larut dalam air Pindahkan kertas saring dan isinya ke cawan semula, uapkan di atas penangas air Abukan dalam tanur listrik pada suhu (525 + 25)oC sampai bebas karbon Pindahkan ke dalam desikator dan dinginkan selama 30 menit lalu ditimbang (W3) Lakukan pekerjaan duplo Hitunga kadar abu larut dalam air Perhitungan 𝑊3 100 𝐴𝑏𝑢 𝑡𝑎𝑘 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑎𝑖𝑟 (%) = 𝑥 100% 𝑊 100 − 𝐾𝐴
Keterangan : W adalah bobot contoh pada penetapan abu total (gram) W3 adalah bobot abu tak larut dalam air (gram) KA adalah kadar air (%)
29 𝐴𝑏𝑢 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑎𝑖𝑟 (%) =
𝑊4 − 𝑊3 100 𝑥 100% 𝑊 100 − 𝐾𝐴
Keterangan : W adalah bobot contoh pada penetapan abu total (gram) W3 adalah bobot abu tak larut dalam air (gram) W4 adalah bobot abu total (gram) KA adalah kadar air (%)
6. Alkalinitas Abu Larut Dalam Air (SNI 3836:2013) Peralatan a) b)
Gelas piala 250 ml Buret 50 ml
a) b) c)
Larutan HCl 0.1 N Indikator metal jingga Air suling
Pereaksi
a) b)
Cara Kerja Contoh yang digunakan adalah filtrate yang diperoleh dari penetapan kadar abu larut dalam air Tempatkan filtrate dalam gelas piala kemudian titrasi dengan larutan HCl 0.1N menggunakan indikator metal jingga Perhitungan 𝐴𝑙𝑘𝑎𝑙𝑖𝑛𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑎𝑏𝑢 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑎𝑖𝑟 (𝐾𝑂𝐻) =
𝑉 𝑥 𝑁 𝑥 0.0561 100 𝑥 100% 𝑊 100 − 𝐾𝐴
Keterangan : W adalah bobot contoh pada penetapan abu total (gram) V adalah volume larutan yang diperlukan untuk titrasi (mililiter) N adalah normalitas larutan HCl
7. Uji Cemaran Logam Timbal (b/b) (SNI 3836:2013)
a) b) c) d) e) f) g) h) i) j) k)
Peralatan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) beserta kelengkapannya (lampu katoda Cd dan Pb) terkalibrasi (sebaiknya menggunakan SSA tungku grafit); Tanur terkalibrasi dengan ketelitian 1 °C; Neraca analitik terkalibrasi dengan ketelitian 0,1 mg; Pemanas listrik; Penangas air; Pipet ukur berskala 0,05 mL atau mikro buret terkalibrasi; Labu ukur 1 000 mL, 100 mL, dan 50 mL, terkalibrasi; Gelas ukur kapasitas 10 mL; Gelas piala 250 mL; Cawan porselin/platina/kwarsa dengan kapasitas 50 mL - 100 mL; Botol polyprophylene; dan
30 l) Kertas saring tidak berabu dengan spesifikasi particle retention liquid 20-25µm.
a) b) c) d) e)
f)
g)
i)
j)
k)
Pereaksi Larutan asam nitrat pekat (HNO3) 65 % (Bj 1,4); Larutan asam klorida pekat (HCl) 37 % (Bj 1,19); Larutan asam nitrat (HNO3) 0,1 N; encerkan 7 mL HNO3 65 % dengan air suling dalam labu ukur 1000 mL dan encerkan sampai tanda garis. Larutan asam klorida (HCl) 6 N; encerkan 500 mL HCl 37 % dengan air suling dalam labu ukur 1000 mL dan encerkan sampai tanda garis. Larutan baku 1 000 µg/mL Cd; larutkan 1,000 g Cd dengan 7 mL HNO3 pekat dalam gelas piala 250 mL dan masukkan ke dalam labu ukur 1000 mL kemudian encerkan dengan air suling sampai tanda garis. Alternatif lain, bisa digunakan larutan baku Cd 1 000 µg/mL siap pakai. Larutan baku 200 µg/mL Cd; pipet 10 mL larutan baku 1 000 µg/mL Cd ke dalam labu ukur 50 mL kemudian encerkan dengan air suling sampai tanda garis kemudian dikocok. Larutan baku kedua ini memiliki konsentrasi 200 µg/mL Cd. Larutan baku 20 µg/mL Cd; pipet 10 mL larutan baku 200 µg/mL Cd ke dalam labu ukur 100 mL kemudian encerkan dengan air suling sampai tanda garis kemudian dikocok. Larutan baku ketiga ini memiliki konsentrasi 20 µg/mL Cd. h) Larutan baku kerja Cd; pipet ke dalam labu ukur 100 mL masing-masing sebanyak 0 mL, 0,5 mL, 1 mL; 2 mL; 4 mL; 7 mL dan 9 mL larutan baku 20 µg/mL kemudian tambahkan 5 mL larutan HNO3 1 N atau HCl 6 N, dan encerkan dengan air suling sampai tanda garis kemudian kocok. Larutan baku kerja ini memiliki konsentrasi 0 µg/mL; 0,1 µg/mL; 0,2 µg/mL; 0,4 µg/mL; 0,8 µg/mL; 1,4 µg/mL dan 1,8 µg/mL Cd. Larutan baku 1000 µg/mL Pb; larutkan 1,000 g Pb dengan 7 mL HNO3 pekat dalam gelas piala 250 mL dan masukkan ke dalam labu ukur 1 000 mL kemudian encerkan dengan air suling sampai tanda garis. Alternatif lain, bisa digunakan larutan baku Pb 1000 µg/mL siap pakai. Larutan baku 50 µg/mL Pb; dan pipet 5,0 mL larutan baku 1 000 µg/mL Pb ke dalam labu ukur 100 mL dan encerkan dengan air suling sampai tanda garis kemudian kocok. Larutan baku kedua ini memiliki konsentrasi Pb 50 µg/mL. Larutan baku kerja Pb; pipet ke dalam labu ukur 100 mL masing-masing sebanyak 0 mL, 0,2 mL; 0,5 mL; 1 mL; 2 mL; 3 mL dan 4 mL larutan baku 50 µg/mL kemudian tambahkan 5 mL larutan HNO3 1 N atau HCl 6 N, dan encerkan dengan air suling sampai tanda garis kemudian kocok. Larutan baku kerja ini memiliki konsentrasi 0 µg/mL; 0,1 µg/mL; 0,25 µg/mL; 0,5 µg/mL; 1,0 µg/mL; 1,5 µg/mL dan 2,0 µg/mL Pb.
Cara Kerja a) Timbang 10 g sampai dengan 20 g contoh dengan teliti dalam cawan porselin/ platina/ kuarsa (m); b) tempatkan cawan berisi contoh uji di atas penangas listrik dan panaskan secara bertahap sampai contoh uji tidak berasap lagi;
31 c) lanjutkan pengabuan dalam tanur pada suhu (450 ± 5) °C sampai abu berwarna putih, bebas dari karbon; d) apabila abu belum bebas dari karbon yang ditandai dengan warna keabu-abuan, basahkan dengan beberapa tetes air dan tambahkan tetes demi tetes HNO3 pekat kirakira 0,5 mL sampai dengan 3 mL; e) keringkan cawan di atas penangas listrik dan masukkan kembali ke dalam tanur pada suhu 450 °C kemudian lanjutkan pemanasan sampai abu menjadi putih. Penambahan HNO3 pekat dapat diulangi apabila abu masih berwarna keabu-abuan; f) larutkan abu berwarna putih dalam 5 mL HCl 6 N, sambil dipanaskan di atas penangas listrik atau penangas air sampai kering, kemudian larutkan dengan HNO3 0,1 N dan masukkan ke dalam labu ukur 50 mL kemudian tepatkan hingga tanda garis dengan air suling (V), jika perlu, saring larutan menggunakan kertas saring, ke dalam botol polyprophylene; g) siapkan blanko dengan penambahan pereaksi dan perlakuan seperti contoh h) baca absorban larutan baku kerja dan larutan contoh terhadap blanko menggunakan SSA pada panjang gelombang maksimum sekitar 228,8 nm untuk Cd dan 283 nm untuk Pb; i) buat kurva kalibrasi antara konsentrasi logam (µg/mL) sebagai sumbu X dan absorbanss sebagai sumbu Y; plot hasil pembacaan larutan contoh terhadap kurva kalibrasi (C); dan hitung kandungan logam dalam contoh Perhitungan 𝐾𝑎𝑛𝑑𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐿𝑜𝑔𝑎𝑚 (𝑚𝑔/𝑘𝑔) = Keterangan : C adalah kandungan logam dari kurva kalibrasi (µg/ml) V adalah volume larutan akhir (ml) m adalah bobot sampel (gram)
𝐶 𝑥𝑉 𝑚
8. Analisis Antioksidan (Kubo et al. 2002) Analisis antioksidan untuk penelitian ini menggunakan metode reduksi 2,2difenil-1 pikrihidrazil (DPPH). Analisis antioksidan diawali dengan menentukan konsentrasi DPPH yang akan digunakan dengan cara mengukur berbagai konsentrasi DPPH dalam berbagai panjang gelombang. Setelah ditentukan konsentrasi DPPH yang akan digunakan, analisis dilanjutkan dengan pembuatan kurva standar vitamin C dan menentukan aktivitas antioksidan sampel. Alat-alat yang digunakan dalam analisis antioksidan adalah tabung reaksi, rak tabung reaksi, kuvet, spektrofotometer, vortex, labu takar, botol vial, pipet, dan rak penyimpanan. Bahan yang dibutuhkan untuk analisis kapasitas antioksidan adalah seduhan (ekstrak air) teh daun sirih merah, DPPH, asam askorbat, air bebas ion, dan buffer asetat. Secara sederhana, tahapan analisis kapasitas antioksidan (AEAC) disajikan dibawah ini. Larutan vitamin C dibuat dengan kosentrasi 0, 10, 25, 50, 75 100, 200, 300, 400, 500ppm. Dibuat larutan DPPH dengan konsentrasi 10mM, 1.5mM, 1mM, dan 0.5mM. Larutan DPPH tersebut masing-masing diambil 1ml dan ditambahkan 4ml buffer asetat ke dalam tabung reaksi. Larutan-larutan tersebut kemudian diaduk
32 dengan vorteks hingga tercampur rata dan diletakkan pada tempat gelap dalam suhu ruang selama 30 menit. Larutan yang telah didiamkan tersebut kemudian diukur dengan menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 490 – 525nm kemudian dicatat untuk masing-masing larutan. Berdasarkan hasil tersebut, diperoleh panjang gelombang dengan konsentrasi 0.5mM sebagai larutan DPPH yang akan digunakan dalam analisis antioksidan dengan panjang gelombang 517nm. Analisis sampel dilakukan dengan menambahkan 0.020 ml ekstrak sampel ke dalam 1.98 ml buffer asetat (pH 5.5) ke dalam tabung reaksi. Larutan DPPH sebanyak 1ml (0.5)mM kemudian ditambahkan ke dalam tabung reaksi dan divorteks lalu disimpan di dalam rak (gelap) selama 30 menit. Setelah 30 menit, absorbansi larutan tersebut dibaca pada gelombang 517nm dan hasil absorbansi dinyatakan dalam AEAC (Ascorbic acid Equivalent Antioxidant Capacity). Berikut ini adalah rumus perhitungan aktivitas antioksidan dan kurva standar vitamin C. 𝐴0 − 𝐴1 𝐴𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑎𝑛𝑡𝑖𝑜𝑘𝑠𝑖𝑑𝑎𝑛 (%) = 𝑥 100% 𝐴0 Keterangan A0 adalah absorbansi kontrol A1 adalah absorbansi sampel
𝐴𝐸𝐴𝐶 (𝑚𝑔 𝑉𝑖𝑡 𝐶/100𝑔) =
% 𝑎𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 − 𝑏 𝑣𝑜𝑙 𝑓𝑖𝑙𝑡𝑟𝑎𝑡 100𝑔 𝑥 𝑥 𝑎 𝑣𝑜𝑙 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Keterangan Nilai a dan b diperoleh dari persamaan kurva standar yang telah dibuat
Kurva Standar Vitamin C 30,00 25,00 20,00 15,00 10,00 5,00 0,00 -5,00 0
y = 513,32x - 1,117 R² = 0,9383
0,01
0,02
0,03
0,04
0,05
0,06
33 Lampiran 4 Dokumentasi penelitian
Daun sirih merah segar
Pengeringan akhir daun sirih merah dengan oven
Penyeduhan teh daun sirih merah
Hasil seduhan teh daun sirih merah
Ekstrak dalam air dari produk teh daun sirih merah
Analisis kapasitas antioksidan teh daun sirih merah
34 Lampiran 5 Hasil uji non-parametrik uji mutu hedonik teh daun sirih merah
Warna
AromaTeh
AromaSirih
RasaPahit
RasaAsing
Ranks Formula Jumlah F1 35 F2 35 F3 35 Total 105 F1 35 F2 35 F3 35 Total 105 F1 35 F2 35 F3 35 Total 105 F1 35 F2 35 F3 35 Total 105 F1 35 F2 35 F3 35 Total 105
Rata-rata peringkat 26,74 73,41 58,84
Asymp. Sig 0,000
50,71 53,04 55,24
0,806
57,11 48,61 53,27
0,461
59,54 49,03 50,43
0,108
54,00 53,51 51,49
0,932
Lampiran 6 Hasil uji non-parametrik uji hedonik teh daun sirih merah
WarnaSeduh
Aroma
Rasa
Formula F1 F2 F3 Total F1 F2 F3 Total F1 F2 F3 Total
Ranks Jumlah Rata-rata peringkat 35 42,23 35 65,09 35 51,69 105 35 53,16 35 52,59 35 53,26 105 35 46,04 35 51,17 35 61,79 105
Asymp. Sig 0,003
0,994
0,041
35 Lampiran 7 Hasil uji ragam terhadap sifat kimiawi teh daun sirih merah ANOVA
KadarAir
AbuTakLarutAir
AlkalinitasAbu
AbuTotal
AbuLarutAir
EkstrakDalamAir
KapasitasAntioksidan
Rata-rata
Jumlah kuadrat
df
Antar kelompok
3,925
2
1,963
Dalam kelompok
,661
3
0,220
Jumlah
4,586
5
Antar kelompok
9,923
2
4,962
Dalam kelompok
39,247
3
13,082
Jumlah
49,170
5
Antar kelompok
,104
2
0,052
Dalam kelompok
,036
3
0,012
Jumlah
,140
5
Antar kelompok
21,102
2
10,551
Dalam kelompok
16,423
3
5,474
Jumlah
37,525
5
Antar kelompok
9,923
2
4,962
Dalam kelompok
39,247
3
13,082
Jumlah
49,170
5
Antar kelompok
37,750
2
18,875
Dalam kelompok
20,210
3
6,737
Jumlah
57,960
5
Antar kelompok
107,133
2
53,567
Dalam kelompok
6,603
3
2,201
113,736
5
Jumlah
kuadrat
F
Sig.
8,912 0,055
0,379 0,713
4,333 0,130
1,927 0,290
0,379 0,713
2,802 0,206
24,337 0,014
36
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta, tanggal 7 Desember 1993 yang merupakan anak pertama dari Hary Susanto dan Maria Kustini. Penulis menempuh pendidikan di SD Harapan Mulia pada tahun 1999-2005, melanjutkan pendidikan di SMP Pax Ecclesia pada tahun 2005-2008. Penulis melanjutkan pendidikan menengah di SMA Marsudirini Bekasi pada tahun 2008-2011. Penulis mengikuti ujian tulis (SNMPTN) pada tahun 2012 dan diterima di Institut Pertanian Bogor sebagai mahasiswa Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia. Selama perkuliahan, penulis pernah menjabat sebagai wakil ketua UKM Panahan IPB pada tahun 2013-2014 dan mengikuti lomba Ganesha Open yang diadakan oleh Institut Teknologi Bandung (ITB). Penulis juga aktif mengikuti kegiatan Gizi Bakti Masyarakat-Edukasi Gizi (GBM-EDGIZ) yang memberikan pendidikan gizi kepada anak-anak sekolah dasar dan ibu-ibu di lingkungan sekitar kampus IPB Dramaga pada tahun 2013. Pada tahun 2014, penulis bergabung dengan Himpunan Mahasiswa Gizi (HIMAGIZI) sebagai anggota divisi Peduli Pangan dan Gizi. Dalam divisi tersebut, penulis bersama 10 orang anggota divisi lainnya aktif mengelola kegiatan Gizi Bakti Masyarakat dan Pesan Gizi. Selain bergabung dengan HIMAGIZI, penulis aktif di Badan Konsultasi Gizi (BKG) sebagai ketua selama dua periode (2014-2016). Penulis pernah memperoleh juara 3 lomba perkusi dalam acara IPB Art Contest pada tahun 2013. Pada bulan Juni-Agustus 2015, penulis pernah mengikuti Kuliah Kerja Nyata di Desa Ngetuk, Jepara, Jawa Tengah. Pada bulan SeptemberOktober 2015, penulis melaksanakan Internship Dietetic di RSUD Pasar Rebo. Penulis menangani pasien dengan diagnosa medis UAP DD NSTEMI Hipokalemi AF Rapid, OA Genue, dan Dermatitis selama melaksanakan Internship Dietetic. Penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Ilmu Bahan Makanan (2015), mata kuliah Kulinari dan Gizi (2016), mata kuliah Dietetik Penyakit Infeksi dan Defisiensi Gizi (2016), dan Evaluasi Nilai Gizi (2016).