EKSPLORASI BAKTERI INDIGENUS ASAL TANAH GAMBUT RIAU SEBAGAI AGEN BIOFERTILIZER E. Elviana1, D. Zul2, B L. Fibriarti3 1
Mahasiswa Program Studi S1 Biologi FMIPA-UR 2 Dosen Jurusan Biologi FMIPA-UR 3 Dosen Jurusan Biologi FMIPA-UR Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Kampus Bina Widya Pekanbaru 28293, Indonesia e-mail:
[email protected] ABSTRACT
Chemical fertilizer is still used by farmers to increase soil fertility, but its application is harmful to environment. Therefore, many of them use eco-friendly fertilizer, which is known as biofertilizer. Biofertilizer is composed of benefial microorganisms that play a role in providing nutrients for plant. So that, it is necessary to explore new biofertilizer agents. The aimed of this study was to screen the indigenous bacteria isolated from peat soil in Riau as biofertilizer agent. The Phosphate Solubilization Bacteria (PSB) and cellulolytic bacteria were selected based on value of ratio clear zone and colony diameter (Z/K). The study result show 63 isolates were successfully selected including 59 PSB, with the highest ratio Z/K was shown by isolate J 310-2b (5.5) and 4 cellulolytic bacteria with the highest ratio Z/K was shown by isolate 3910 (14). Keywords: Biofertilizer, phosphate solubilization bacteria, cellulolytic bacteria, peat soil
ABSTRAK Pupuk kimia masih digunakan oleh petani untuk meningkatkan kesuburan tanah, tetapi penerapannya berbahaya bagi lingkungan. Oleh karena itu, banyak pihak menggunakan pupuk ramah lingkungan, yang dikenal sebagai pupuk hayati. Biofertilizer terdiri dari mikroorganisme benefial yang berperan dalam menyediakan nutrisi bagi tanaman. Sehingga, perlu untuk mengeksplorasi agen pupuk hayati baru. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyeleksi bakteri indigenus yang diisolasi dari tanah gambut di Riau sebagai agen pupuk hayati. Bakteri Pelarut Fosfat (BPF) dan bakteri selulolitik dipilih berdasarkan nilai zona bening dan rasio diameter koloni (Z/K). Sebanyak 63 isolat berhasil dipilih termasuk 59 BPF dengan rasio tertinggi Z/K ditunjukkan oleh isolat J310- 2b (5,5) dan 4 bakteri selulolitik dengan rasio tertinggi Z/K ditunjukkan oleh isolat 3910 (14). Kata kunci : Pupuk hayati, bakteri pelarut fosfat, bakteri selulolitik, tanah gambut
1
PENDAHULUAN Indonesia memiliki lahan gambut terluas diantara negara tropis yaitu sekitar 21 juta ha yang tersebar terutama di Sumatera, Kalimantan dan Papua (BB Litbang SDLP, 2008).). Lahan gambut di Pulau Sumatera sekitar 7,2 juta ha atau 35% dari luas lahan gambut di Indonesia (Wahyunto et al., 2003). Provinsi Riau memiliki luas lahan gambut sekitar 4,044 juta ha dan merupakan provinsi yang mempunyai lahan gambut terluas di Sumatera (Darajat, 2006). Dewasa ini, lahan gambut dengan batasan dalam tertentu dipergunakan sebagai lahan pertanian. Pemanfaatan lahan gambut untuk pertanian terkendala oleh berbagai masalah yang salah satunya yaitu unsur hara yang rendah. Mengatasi masalah tersebut petani menggunakan pupuk. Kebanyakan petani menggunakan pupuk kimia, namun pupuk kimia ini sangat berbahaya bagi lingkungan. Oleh karena itu, biofertilizer atau pupuk hayati menjadi salah satu alternatif yang layak dipertimbangkan, karena biofertilizer bersifat ramah lingkungan dan tahan lama di dalam tanah. Istilah biofertilizer digunakan sebagai nama kolektif untuk semua kelompok fungsional mikroba tanah yang berfungsi sebagai penyedia hara tanah sehingga menjadi bentuk yang tersedia bagi tanaman (Gunalan, 1996). Mikroba biofertlizer ini banyak terdapat di tanah gambut (Rahmawati, 2005). Berdasarkan hal itu, perlu dilakukan eksplorasi isolat mikroba tanah gambut asal Riau yang berpotensi sebagai agen biofertilizer. Penelitian ini bertujuan untuk menyeleksi koleksi bakteri indigenus asal tanah gambut Riau sebagai agen biofertilizer. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang potensi isolat-isolat indegenus asal tanah gambut Riau sebagai agen biofertilizer.
METODE PENELITIAN Isolat bakteri yang digunakan merupakan koleksi isolat Laboratorium Mikrobiologi yang diisolasi dari tanah gambut Teluk Meranti dan Cagar Biosfer Giam Siak Kecil Bukit Batu Riau. Isolat bakteri tersebut diuji kemampuannya sebagai agen biofertilizer dalam melarutkan fosfat tidak terlarut (Bakteri Pelarut Fosfat) dan mendegradasi material-material organik yang mengandung selulosa (baketri selulolitik). Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau. Seleksi Isolat Bakteri Pelarut Fosfat Isolat bakteri uji diinokulasi ke medium pikovskaya yaitu: Ca3(PO4)2 5 g, glukosa 10 g, NaCl 0,2 g, KCl 0,2 g, (NH4)3SO4 0,5 g, yeast 0,5 g, MgSO4 0,1 g, MnSO4 0,002 g, FeSO47H2O 0,002 g, agar 20 g dan aquades 1000 ml pada pH 5. Setelah itu diinkubasi selama 7 hari. Selanjutnya diukur diameter zona bening dan diameter koloni dengan menggunakan jangka sorong dengan empat arah yang berbeda. Kemudian dihitung rasio antara diameter zona bening dan diameter koloni
2
Seleksi Isolat Bakteri Selulolitik Isolat bakteri uji diinokulasi ke medium Cellulosa Congo Red Agar (CCRA) yaitu: 0,2 g KH2PO4, 0,2 g MgSO4, 10 g mannitol, 0,2 g NaCl, 0,1 g K2SO4, 5g CaCO3, agar 15 gr dan 1000 ml aquades pada pH 5. Setelah itu diinkubasi selama 14 hari. Selanjutnya diukur diameter zona bening dan diameter koloni dengan menggunakan jangka sorong dengan empat arah yang berbeda. Kemudian dihitung rasio antara diameter zona bening dan diameter koloni Analisis Data Dilakukan pengamatan terhadap aktifitas bakteri pelarut fosfat dan selulolitik dalam membentuk zona bening di sekitar isolat, isolat tersebut kemudian dikelompokkan kedalam kriteria tinggi, sedang, dan rendah berdasarkan uji nilai tengah (median) dari zona bening yang terbentuk.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Seleksi Isolat Bakteri Pelarut Fosfat Sebanyak 59 isolat asal tanah gambut Teluk Meranti diketahui mampu melarutkan fosfat. Isolat-isolat BPF tersebut diseleksi dengan cara ditotol pada medium selektif yaitu medium pikovskaya agar. Isolat yang berpotensi dalam melarutkan fosfat akan membentuk zona bening di sekitar isolat (Gambar1). Ukuran zona bening yang terbentuk dari masing-masing isolat yang berbeda-beda menunjukkan kemampuan melarutkan fosfat dari isolat tersebut. Semakin tinggi aktivitas enzim yang dihasilkan BPF tersebut, maka semakin besar zona bening yang dihasilkan.
Gambar1. Isolat BPF j410-4b yang membentuk zona bening Zona bening terbentuk akibat terlarutnya fosfat tidak terlarut menjadi bentuk terlarut oleh BPF. Hal ini terjadi karena bakteri tersebut menghasilkan enzim fosfatase secara ekstraseluler. Menurut Sylvia et al., (2005) enzim fosfatase merupakan sekelompok enzim yang mengkatalisis reaksi mineralisasi hidrolitik secara enzimatik dengan pelepasan fosfat tidak terlarut menjadi terlarut. Enzim-enzim yang termasuk kelompok enzim fosfatase antara lain enzim fosfomonoesterase, fosfodiasterase dan fitase. Selanjutnya Fankem et al., (2006) mengatakan bahwa perubahan warna di sekitar koloni menjadi bening karena terjadinya penurunan pH medium.
3
Hasil rasio dan kriteria isolat BPF berdasarkan uji nilai tengah disajikan pada Tabel 1. Rasio yang didapatkan berkisar antara 1,1-5,5, dengan rasio tertinggi dihasilkan oleh isolat J310-2b. Tabel 1. Kriteria isolat BPF berdasarkan uji nilai tengah terhadap rasio Z/K dari total BPF No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42
Kode isolat Hs110-4a S310-4b Ki410-3a J110-4a (a) J210-3a J110-3a J110-2a J210-2b J310-3b Hs110-3a J410-2b J310-4b k210-3b S410-3a S410-3a S410-3a J210-3a S410-3b S410-4b S410-4a Ki310-4b J210-4a J210-4a Ki310-3b Uk210-3a S410-4a Uk110-4a J210-3b J310-3a Uk210-2b Kil210-3b Hs410-4a Ki110-3a J110-2a Hs210-3b Hs410-4b Ki310-4a S410-3b Uk410-2a Hs310-4b Ak310-4a Hs110-3a
Rasio Z/K 1,1 1,1 1,1 1,1 1,12 1,14 1,14 1,18 1,18 1,2 1,2 1,24 1,25 1,25 1,27 1,3 1,3 1,3 1,33 1,33 1,33 1,37 1,42 1,44 1,46 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 1,6 1,6 1,67 1,67 1,67 1,7 1,75 1,78 1,8 1,85 1,87 1,9
4
Kriteria Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang
J310-3b Hs210-4b Hs410-3a Hs310-4a Hs310-3a J410-4b Hs410-3b Hs110-4b Ki410-3b Ki410-3b Ki210-3b K210-3a Kil210-3a J210-3b Ki310-3b Ki310-3a J310-2b
43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59
1,98 2 2 2,14 2,14 2,16 2,2 2,25 2,67 2,8 2,83 2,83 3 3 3 3,12 5,5
Sedang Sedang Sedang Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi
Rasio Z/K yang dihasilkan pada penelitian ini termasuk rendah jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya. Penelitian yang dilakukan Astuti (2012) yang mengisolasi bakteri pelarut fosfat dari tanah gambut Cagar Biosfer GSK-BB Riau mendapatkan nilai rasio Z/K tertinggi 7,48 dan terendah 1,03. Akan tetapi, jika dibandingkan dengan penelitian lain ditempat yang berbeda, hasil penelitian ini termasuk tinggi, karena penelitian yang dilakukan Widawati (2006) yang mengisolasi bakteri pelarut fosfat dari tanah rizosfir dan hutan Cikaniki, Gunung Botol dan Ciptarasa rasio Z/K diperoleh hanya berkisar 0,80-2,50 dan penelitian yang dilakukan Suliasih dan Rahmat (2007) pada tanah dikawasan Wamena Papua memperoleh rasio Z/K berkisar 0,45-1,35. Berdasarkan hasil penelitian ini bisa dikatakan bahwa BPF yang diisolasi dari tanah gambut Riau berpotensi dalam melarutkan fosfat. Hal ini dapat terjadi karena tanah gambut kaya akan bahan-bahan organik yang dapat dimanfaatkan oleh mikroba tanah untuk pertumbuhan dan beraktivitas sehingga terdapat berbagai jenis mikroba didalamnya (Rahmawati, 2005). Berdasarkan uji nilai tengah terhadap rasio Z/K yang dihasilkan, isolat BPF yang diperoleh dibagi kedalam tiga kriteria yaitu tinggi, sedang dan rendah. Kriteria dan persentase isolat BPF tersebut disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Persentase BPF berdasarkan kriteria rasio Z/K yang diperoleh Kriteria Tinggi Sedang Rendah
Rasio >2 1,5-2 <1,5
% 23,72 50,85 27,12
Hasil analisis uji tengah menunjukkan bahwa isolat bakteri pelarut fosfat dengan ktiteria tinggi (Rasio Z/K >2) sebanyak 23,72%, kriteria sedang (Rasio Z/K 1,5-2) sebanyak 50,85% dan kriteria rendah (rasio Z/K <1,5) sebanyak 27,12%. Dalam penelitian ini kriteria sedang mendominasi pada setiap isolat BPF tersebut.
5
Hasil Seleksi Isolat Bakteri Selulolitik Total isolat bakteri selulolitik yang didapat berjumlah 4 isolat yang berasal dari tanah gambut Cagar Biosfer GSK-BB Riau. Isolat-isolat bakteri selulolitik yang diperoleh diseleksi dengan cara ditotol pada medium selektif yaitu medium CCRA. Isolat yang berpotensi dalam mendegradasi selulosa akan membentuk zona bening di sekitar isolat. Diameter zona bening yang terbentuk dari masing-masing isolat berbedabeda karena setiap isolat memilik kemampuan yang berbeda-beda pula dalam mendegradasi selulosa yang terdapat pada medium. Adapun hasil rasio Z/K dan kriteria isolat bakteri selulolitik yang dianalisis dengan uji nilai tengah dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Kriteria isolat bakteri selulolitikberdasarkan uji nilai tengah terhadap rasio Z/K No 1 2 3 4
Kode isolat 3810-3a 3810-2b 3810-2b 3910-3b
Rasio Z/K 1,4 1,5 2 14
Kriteria Rendah Sedang Sedang Tinggi
Rasio zona bening yang terbentuk berkisar antara 1,40-14. Isolat dengan rasio tertinggi adalah 3910-3b dan isolat dengan rasio terendah yaitu 3810-3b. Rasio Z/K bakteri selulolitik pada penelitian ini lebih rendah jika dibandingkan rasio Z/K dari penelitian sebelumnya yaitu Nafsiah (2012) mendapatkan hasil rasio Z/K berkisar antara 7,49-16,45 dari isolat yang diisolasi dari tanah gambut Cagar Biosfer Giam Siak KecilBukit Batu. Akan tetapi jika dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan Nurkanto (2007) yang mengisolasi bakteri selulolitik dari tanah pertanian dan hutan di Iran hasil penelitian ini lebih tinggi, yaitu berkisar antara 1,14-2,5. Pada penelitian ini hanya didapat 4 isolat pendegradasi selulolitik, hal ini diduga karena pH berpengaruh terhadap proses degradasi selulosa. Pada penelitian ini pH medium yang digunakan adalah pH 5, sedangkan pH optimum bakteri selulolitik dalam proses degradasi selulosa adalah 6,5-7,5 (Nurmayani, 2007). Selain itu, sumber selulosa yang digunakan juga berpengaruh dalam kecepatan hidrolisis selulosa. Pada penelitian ini sumber selulosa yang digunakan merupakan selulosa mikrokristalin 20 dimana struktur selulosa tersusun secara teratur dan paralel, sehingga sulit untuk didegradasi. Berbeda dengan sumber selulosa yang lainnya yaitu Carboxy Methyl Cellulose (CMC) yang bebentuk amorphous dimana strukturnya kurang teratur, sehingga lebih mudah untuk didegradasi (Meryandini et al., 2009). Hal ini sesuai dengan penelitian Fikrinda et al., (2000) yang menggunakan sumber karbon CMC dan memperoleh rasio Z/K tertinggi 24. Dari hasil rasio Z/K yang diperoleh dilakukan uji nilai tengah untuk menentukan kriteria rendah, sedang dan tinggi. Kelompok kriteria dari keselurahan jumlah isolat bakteri selulolitik yang diperoleh dan persentase dapat disajikan pada Tabel 4.
6
Tabel 4. Persentase Isolat diperoleh Kriteria Tinggi Sedang Rendah
bakteri selulolitik berdasarkan kriteria rasio Z/K yang Rasio >5 1,47-5 <1,47
% 25 50 25
Berdasarkan hasil nilai uji tengah di atas dapat dilihat bahwa isolat bakteri selulolitik yang termasuk kriteria tinggi yaitu mempunyai rasio Z/K lebih dari 5 sebanyak 25%, termasuk dalam kriteria sedang dengan rasio 1,47-5 sebanyak 50% dan yang termasuk kedalam kriteria rendah yaitu dengan rasio kurang dari1,47 sebanyak 25%. Dalam penelitian ini kriteria sedang mendominasi pada isolat bakteri selulolitik ini. KESIMPULAN DAN SARAN Hasil penelitian mengenai eksplorasi bakteri indigenus asal tanah gambut Riau sebagai agen biofertilizer ini diperoleh sebanyak 63 isolat. Sebanyak 59 isolat merupakan BPF dan 4 isolat merupakan bakteri selulolitik. Nilai rasio Z/K tertinggi pada bakteri pelarut fosfat dihasilkan oleh isolat J310-2b yaitu 5,5. Rasio Z/K tertinggi pada bakteri selulolitik dihasilkan oleh isolat 3910-3b yaitu 14.
UCAPAN TERIMAKASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Rizki Fitri Fimanda, Rahmi Fitria, Metha Agustine, Rahmila, Meva Amriyah dan Sri Yuliana yang telah mengisolasi bakteri dari tanah gambut Riau. Rasa terima kasih juga kami sampaikan kepada Kepala dan Laboran Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi FMIPA Universitas Riau atas pemberian izin penggunaan fasilitas laboratorium selama penelitian.
DAFTAR PUSTAKA Astuti S. 2012. Eksplorasi Bakteri Pelarut Fosfat dari Cagar Biosfer Giam Siak Kecil Bukit Batu Riau. [Skripsi]. Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Riau. Pekanbaru. Darajat S. 2006. Konversi Lahan Gambut dan Perubahan Iklim. http://republika.co.id. [Tanggal Akses 22 Oktober 2012]. Fankem H, Nwaga D, Deubel A, Dieng L, Merbech W, Etoa FX. 2006. Occurrence and Functioning of Phosphate Solubilizing Microorganism from Oil Palm Tree (Elaeis guinensis) Rhizhosphere in Cameroon. African journal of Biotechnology 5 (24): 2450-2460. Fikrinda, Anas I, Purwadaria T, Santosa DA. 2000. Isolasi dan Seleksi Bakteri Penghasil Selulase Ekstermofil dan Ekosistem Air Hitam. Jurnal Mikrobiologi Indonesia 5 (2): 48-53.
7
Gunalan 1996. Penggunaan Mikroba Bermanfaat Pada Bioteknologi Tanah Berwawasan Lingkungan. Sriwijaya. Surabaya. Meryandini A, Widosari W, Maranatha B, Sunarti TC, Rachmania N, Satria H. 2009. Isolasi Bakteri Selulolitik dan Karakterisasi Enzim. Makara Sains 1(1): 33-38. Nafsiah I. 2012. Isolasi dan Seleksi Bakteri Selulolitik dari Cagar Biosfer Giam Siak Kecil Bukit Batu Provinsi Riau. [Skripsi]. Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Riau. Pekanbaru. Nurhayati H. 2006. Isolasi dan Seleksi Bakteri Penambat Nitrogen Non Simbiotik dari Lahan Kering Masam. [Skripsi]. Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Malang. Malang. Nurmayani D. 2007. Isolasi dan Uji Potensi Mikroorganisme Selulolituk Asal Tanah Gambut dan Kayu Sedang Melapuk dalam Mendekomposisikan Kayu. [Skripsi]. Departemen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan. Rahmawati N. 2005. Pemanfaatan Biofertilizer pada Pertanian Organik. [Skripsi]. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan. Suliasih, Rahmat. 2007. Aktivitas Fosfatase dan Pelarutan Kalsium Fosfat oleh Bakteri Pelarut Fosfat. Biodiversitas 8 (1): 23-26. Sylvia DM. 2005. Mycorrhizal Symbioses. In Sylvia DM, Fuhrmann JJ, Hartel PG, Zuberer DA. (Eds). Principles and Applications of Soil Microbiology. New Jersey: Upper Sadle River. 263-282. Wahyunto S, Ritung, Suparto, Subagjo H. 2003. Sebaran Gambut dan Kandungan Karbon di Sumatera dan Kalimantan. Proyek Climate Change, Forests and Peatlands in Indonesia. Bogor. Widawati S, Suliasih. 2005. Populasi Bakteri Pelarut Fosfat (BPF) di Cikaniki, Gunung Batol dan Ciptarasa, Serta Kemampuannya Melarutkan P Terikat di Media Pikovskaya Padat. Biodiversitas 7 (1): 10-14.
8