Ekologia, Vol. 11 No.1 , April 2011: 1-11
Aplikasi Program Analisis Citygreen 5.4 Untuk Kajian Ruang …...……………(Indung Siti, dkk)
Ekologia, Vol. 11 No.1 , April 2011: 1-11
11, No. 1, April 2011
ISSN : 1411-9447
EKOLOGIA JURNAL ILMIAH ILMU DASAR DAN LINGKUNGAN HIDUP
*
APLIKASI PROGRAM ANALISIS CITYGREEN 5.4 UNTUK KAJIAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DAN MANFAAT LAYANAN TERUKUR EKOSISTEM KOTA BOGOR Indung Sitti Fatimah,dkk.
*
FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KEBERLANJUTAN KAWASAN PERMUKIMAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CILIWUNG HULU KABUPATEN BOGOR Indarti
*
HUJAN ASAM DAN LEACHING Fe KE DALAM AIR SUMUR DI WILAYAH INDUSTRI Sutanto, dkk.
*
PENGARUH EKSTRAK DAUN SIRIH MERAH TERHADAP BAKTERI PENYEBAB SAKIT GIGI Moerfiah dan Fira
*
PENERAPAN TEKNOLOGI NANOPARTIKEL PROPOLIS TRIGONA SPP ASAL BOGOR SEBAGAI ANTIBAKTERI ESCHERICHIA COLI SECARA IN-VITRO Prasetyorini
*
PEMODELAN SISTEM PEWARISAN GEN MANUSIA BERDASARKAN HUKUM MENDEL DENGAN ALGORITMA BRANCH AND BOUND Eneng dan Dian
(Piper cf. fragile Benth.)
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pakuan Aplikasi Program Analisis Citygreen 5.4 Untuk Kajian Ruang …...……………(Indung Siti, dkk)
Ekologia, Vol. 11 No.1 , April 2011: 1-11
EKOLOGIA JURNAL ILMIAH ILMU DASAR DAN LINGKUNGAN HIDUP
Oleh Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pakuan
@Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Unpak Jl. Pakuan Po.Box 452 Bogor Hak Cipta dilindungi Oleh Undang-Undang All right reserved Diterbitkan pertama kali oleh Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pakuan Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi Buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit
ISSN 1411 – 9447
Sanksi Pelanggaran Pasal 44 : Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 Tentang Hak Cipta 1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak sesuatu atau memberi izin untuk itu, dipidana penjara paling lama 7(tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 100.000.000,- (Seratus juta rupiah) 2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (Lima puluh juta rupiah).
Aplikasi Program Analisis Citygreen 5.4 Untuk Kajian Ruang …...……………(Indung Siti, dkk)
Ekologia, Vol. 11 No.1 , April 2011: 1-11
Vol. 11 No. 1, April 2011
ISSN : 1411-9447
Jurnal Ilmiah Ilmu Dasar dan Lingkungan Hidup Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Pakuan
Pelindung : KETUA YAYASAN PAKUAN SILIWANGI PEMBINA UNIVERSITAS PAKUAN
Penanggungjawab : REKTOR UNIVERSITAS PAKUAN Ketua Pengarah :
Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Ketua Dewan Redaksi : Dr. Prasetyorini, MS.
Ekologia adalah jurnal ilmiah yang diterbitkan untuk mengakomodasi tulisan hasil penelitian bagi sivitas akademika Universitas Pakuan khususnya dan instansi lain di luar Universitas Pakuan pada umumnya. Jurnal ini memuat artikel primer yang bersumber langsung dari hasil penelitian Ilmu Dasar dan Lingkungan Hidup. Ekologia diterbitkan dua kali dalam setahun yaitu pada bulan April dan Oktober oleh Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan AlamUniversitas Pakuan. Semoga Jurnal ini bermanfaat bagi perkembangan hasanah ilmu pengetahuan.
Bogor, April 2011
Redaksi
Anggota Dewan Redaksi : Prof. Sriwoelan Dr. Oom Komala, MS., Ir. Dr. Tri Panji. H. Muhammad Amir, M.Sc. Drs. Aep Syaepul Rohman, M.Si. Ir. E. Mulyati Effendi Ch., MS. Drs. Sutanto, M.Si. Dra. Moerfiah, M.Si.
Sekretaris Redaksi : Dra. Triastinurmiatiningsih, M.Si.
Aplikasi Program Analisis Citygreen 5.4 Untuk Kajian Ruang …...……………(Indung Siti, dkk)
Penerbit/Alamat Redaksi : Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pakuan Jl. Pakuan Po.Box. 452 Telp. 375547 Fax. 375547
Ekologia, Vol. 11 No.1 , April 2011: 1-11
Vol. 11, No. 1, April 2011
ISSN : 1411-9447
EKOLOGIA DAFTAR ISI Nomor ISSN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
…………………………………………………………………………
i
Susunan Redaksi ……………………………………………………………………..
ii
Pengantar Redaksi ……………………………………………………………………
ii
Daftar Isi ……………………………………………………………………………...
iii
APLIKASI PROGRAM ANALISIS CITYGREEN 5.4 UNTUK KAJIAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DAN MANFAAT LAYANAN TERUKUR EKOSISTEM KOTA BOGOR Indung Sitti Fatimah,dkk.
1-11
FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KEBERLANJUTAN KAWASAN PERMUKIMAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CILIWUNG HULU KABUPATEN BOGOR Indarti
12-20
HUJAN ASAM DAN LEACHING Fe KE DALAM AIR SUMUR DI WILAYAH INDUSTRI Sutanto, dkk.
21-29
PENGARUH EKSTRAK DAUN SIRIH MERAH (Piper cf. fragile Benth.) TERHADAP BAKTERI PENYEBAB SAKIT GIGI Moerfiah dan Fira
30-35
PENERAPAN TEKNOLOGI NANOPARTIKEL PROPOLIS TRIGONA SPP ASAL BOGOR SEBAGAI ANTIBAKTERI ESCHERICHIA COLI SECARA IN-VITRO Prasetyorini
36-43
PEMODELAN SISTEM PEWARISAN GEN MANUSIA BERDASARKAN HUKUM MENDEL DENGAN ALGORITMA BRANCH AND BOUND Eneng dan Dian
44-52
Aplikasi Program Analisis Citygreen 5.4 Untuk Kajian Ruang …...……………(Indung Siti, dkk)
Ekologia, Vol. 11 No.1 , April 2011: 1-11
APLIKASI PROGRAM ANALISIS CITYGREEN 5.4 UNTUK KAJIAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DAN MANFAAT LAYANAN TERUKUR EKOSISTEM KOTA BOGOR Indung Sitti Fatimah 1, Aris Munandar2, Naik Sinukaban3 dan Kholil4 1
Mahasiswa Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, IPB 2 Staf Pengajar Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, IPB 3 Staf Pengajar Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB 4 Staf Pengajar Universitas Sahid ABSTRAK Kualitas ekosistem kota dipengaruhi oleh ketersediaan kanopi pohon dalam RTH kota karena selain fungsi estetika dan visualnya, pohon mempunyai beberapa fungsi bio-ekologis yaitu modifikasi radiasi matahari, mengurangi kebisingan, penyaring dan penjerab polutan, pencegah erosi dan pengontrol laju limpasan permukan; serta fungsi sosial ekonomi dan budaya. Walaupun demikian besarnya manfaat lahan bervegetasi, namun keberadaannya sulit dipertahankan saat dihadapkan pada konflik kepentingan alih fungsi lahan, dikarenakan masih minimnya pemahaman masyarakat dan pihak pengelola kota dalam menterjemahkan nilai ekonomi RTH kota, serta keterbatasan alat analisis (tools) yang mampu menterjemahkan sejumlah nilai manfaat tersebut ke dalam bentuk angka-angka nominal (nilai ekonomi) yang lebih mudah dipahami oleh semua pihak. Sebuah organisasi Non Profit US Forest mempelopori pendekatan cost-benefit analysis ini dengan mengembangkan sebuah program analisis berbasis GIS untuk menghitung manfaat ekonomi hutan kota secara spasial, dengan menggunakan bantuan perangkat lunak software Arcview 3.2. ektensi CITYGreen 5.4. Aplikasi program ini dilakukan dalam serangkaian penelitian di wilayah administratif kota Bogor. Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, maka penggunaan program aplikasi CITYGreen ini dapat digunakan untuk menganalisis potensi RTH untuk 4 manfaat, yaitu: potensi penyimpanan dan penjerapan Carbon, potensi reduksi limpasan permukaan, konservasi energi, landcover breakdown dan pemodelan pertumbuhan pohon. Hasil analisis berupa peta landcover, dan analysis report yang menyajikan: site statistic, ecological benefits, dan economic benefit summary/nilai nominal manfaat ekosistem untuk 4 kategori tersebut, yang diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan penyusunan kebijakan strategis pengelolaan RTH kota. Kata kunci : CityGreen, RTH, Ekosistem kota
PENDAHULUAN Perkembangan pembangunan kota sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk yang dipicu oleh arus urbanisasi. Pembangunan kota untuk mengantisipasi kebutuhan akan perumahan, kawasan perdagangan dan berbagai infrastruktur kota memicu terjadinya konflik kepentingan yang berujung pada konversi lahan alami menjadi kawasan terbangun. Kondisi ini dihadapi oleh hampir semua kota besar di Indonesia, tidak dipungkiri lagi bahwa
pembangunan ber-dampak pada penurunan kualitas ekosistem kota. Kualitas dan kenyamanan lingkungan perkotaan dipengaruhi oleh ketersediaan dan keberadaan kanopi pohon, baik dalam bentuk hutan kota maupun RTH kota. Hal ini di-karenakan RTH kota mempunyai bermacam fungsi ekologis dalam memperbaiki kualitas lingkungan, yaitu dalam hal penyerapan karbon melalui proses fotosintesa, dan penjeraban polutan udara sehingga dapat meningkatkan kualitas udara, serta manfaatnya dalam
Aplikasi Program Analisis Citygreen 5.4 Untuk Kajian Ruang …...……………(Indung Siti, dkk)
Ekologia, Vol. 11 No.1 , April 2011: 1-11
memperlambat laju limpasan permukaan, dan ameliorasi iklim mikro perkotaan (Nurisjah, 1995). Bogor sebagai salah satu kota penyangga ibukota tidak luput dari permasalahan ini. Penduduk kota Bogor yang pada tahun 2000 berjumlah 714.711 jiwa meningkat terus hingga mencapai 946.204 jiwa pada tahun 2009. dengan laju pertumbuhan 3.18% per tahun (BPS Kota Bogor, 2010). Data penggunaan lahan menunjukkan laju pe-nurunan luas RTH kota Perubahan penggunaan lahan yang semula sebagai daerah resapan air menjadi bangunan pertokoan, rumah, jalan dan mal-mal, telah berdampak pada meningkatnya volume limpasan permukaan (runoff) sehingga sering melampaui kemampuan tanah untuk menyerap dan mengalirkan air. Kota Bogor tumbuh dan berkembang sebagai kota pemukiman yang nyaman bagi para pekerja kommuter dari Jakarta, dan sekaligus sebagai kota pendidikan dan kota wisata, yang dari waktu ke waktu terus mengalami perubahan penutupan lahan yang menurunkan luasan hutan secara signifikan, dari 2.927.54ha pada tahun 1972, menjadi hanya 187,15 ha pada tahun 2005. sebaliknya luas area permukiman terus bertambah, dimana pada tahun 1972 hanya seluas 1.464.84ha, pada tahun 2005 sudah mencapai 5.068,25 ha (Suryadi, 2008). Disamping kemajuan dalam hal pembangunan infra-struktur yang pesat, Bogor juga dihadapkan pada masalah degradasi kualitas lingkungan dan kenyamanan di lingkungan perkotaan. Untuk mewujudkan pembangunan kota yang berkelanjutan, sudah seharusnya kebijakan penataan ruang tetap berpedoman pada tercapainya keseimbangan antara ruang terbangun dan RTH kotanya. Dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang No 26/2007 tentang Penataan Ruang, Pemerintah Kota Bogor
mencanangkan pencapaiannya pada tahun 2030.. Pemahaman pengelola kota maupun pihak stakeholders dan masyarakat terhadap nilai manfaat sistem alami RTH kota, merupakan kelemahan yang mendukung alih fungsi lahan terus berjalan. Dalam hal ini terdapat kesenjangan yang harus diatasi terutama terkait pemahaman yang benar akan potensi yang terkandung dalam RTH kota. Hingga saat ini dirasa adanya keterbatasan tools/ alat untuk menilai manfaat RTH dan mengkomunikasikan „nilai/ potensi‟ RTH kota tersebut dengan cara yang mudah dipahami oleh pihak pengelola maupun stakeholders, dikarenakan metode valuasi ekonomi yang pada umumnya rumit, sehingga sulit dipahami oleh masyarakat. Oleh karena itu sangatlah diperlukan penjelasan dan sosialisasi terus menerus tentang manfaat sistem alami kota tersebut dengan media yang lebih mudah dipahami. Perkembangan teknologi Sistem Informasi Geografis (GIS) telah demikian pesat dan memungkinkan dilakukannya kajian spasial dengan cara yang lebih mudah dilakukan (Prahasta, 2002). Kajian ini dikembangkan melalui pendugaan manfaat kanopi pohon dan RTH kota melalui teknik GIS, dengan program aplikasi CITYGreen 5.4, yang merupakan ekstensi dari Arcview 3.2. Kemampuan utamanya adalah untuk menghitung dan menganalisis potensi ekonomi yang terkandung pada sistem alami, termasuk RTH kota. Hasil analisisnya berupa peta tutupan lahan yang relatif simple, serta report analisis dalam bentuk angka-angka nominal dalam $US, yang kemudian bisa dikonversi ke dalam mata uang Rupiah.Hasil analisis yang sudah berupa nilai nominal (valuasi ekonomi) ini dapat digunakan sebagai dasar dalam menyusun kebijakan strategis perbaikan ekosistem kota untuk pembangunan kota yang berkelanjutan. Tujuan umum dari
Aplikasi Program Analisis Citygreen 5.4 Untuk Kajian Ruang …...……………(Indung Siti, dkk)
Ekologia, Vol. 11 No.1 , April 2011: 1-11
penelitian ini adalah mengaplikasikan perangkat lunak CITYGreen 5.4 untuk menganalisis potensi RTH Kota Bogor, sehingga dapat memberikan gambaran kepada pemerintah Kota Bogor tentang pentingnya menjaga RTH kota sebagai aset berharga. Dan meningkatkan pemahaman masyarakat umum tentang pentingnya menjaga dan melestarikan keberadaan RTH kota, dengan media yang lebih mudah dipahami. BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di wilayah administratif Kotamadya Bogor, didahului dengan pra penelitian mulai bulan September-Desember 2009. Dilanjutkan dengan tahap penelitian dan groundcheck, bulan Januari hingga Desember 2010.
alat berupa hardware dan software: seperangkat komputer dan notebook, software ArcView 3.2. Ekstensi CITYGreen 5.4., Xtool, Image analyst, dan spatial analyst, kamera digital; Data sekunder/data seri dari hasil penelitian terdahulu terkait RTH kota Bogor. Kerangka Pikir Penelitian RTH Kota Bogor
Kondisi Real : Alih fungsi lahan : Luasan RTH terus berkurang, kualitas ekosistem kota menurun
Ruang Terbuka Hijau memberikan Pelayanan ekosistem yang dapat diukur berupa nilai nominal (valuasi ekonomi potensi RTH kota)
Aplikasi software CITYgreen 5.4 Analisis reduksi runoff, penyimpanan & daya serap Carbon, konservasi energi, & growth modelling
(Citra Satelit Quickbird)
Pemahaman masyarakat & pengelola kota meningkat sbg dasar penyusunan kebijakan tata ruang kota-Pengembangan RTH Kota Bogor
Gambar 2. Kerangka Pikir Penelitian
Gambar 1. Peta una Lahan Kota Bogor 2005
Alat dan Data Penelitian ini membutuhkan data dasar berupa peta spasial kawasan, yaitu Citra Satelit Quickbird kota Bogor tahun 2006 serta peta penggunaan lahan kota Bogor (sumber P4W IPB), serta beberapa
Tahapan Penelitian Aplikasi perangkat lunak CITYGreen 5.4 ini cukup mudah dilakukan, karena pada dasarnya merupakan ekstensi dari ArcView 3.2 Analisisnya menggunakan teknik GIS. Tahapannya adalah sbb: 1. Pengumpulan dan Klasifikasi Data Pengambilan data secara primer dilakukan melalui kegiatan survey dan observasi lapangan, serta ground check terhadap kondisi existing. Pengambilan
Aplikasi Program Analisis Citygreen 5.4 Untuk Kajian Ruang …...……………(Indung Siti, dkk)
Ekologia, Vol. 11 No.1 , April 2011: 1-11
data sekunder dilakukan berdasar studi literatur dan desk study penelitian terkait RTH. Pengambilan data penelitian dilakukan melalui delineasi area penutupan lahan oleh kanopi pohon pada lokasi penelitian, pada citra satelit Quick Bird Kota Bogor 2006. Dengan diketahui luasan penutupan oleh kanopi pohon, dapat diprediksikan komposisi landcovernya. Pengecekan lapangan diperlukan untuk akurasi data luasan dan jenis penutupan lahan, dan bentuk kanopi pohon. Pengecekan dilakukan dengan metode sampling berdasarkan kerapatan tutupan lahan, dengan cara mengambil gambar/foto area sample, dan kemudian klarifikasi lokasi melalui bantuan Google Earth. 2. Input data Atribut & Analisis / Pendugaan Manfaat Kanopi Pohon/ RTH kota Analisis data secara spasial menggunakan perangkat lunak GIS (ArcView, extensi CITYGreen 5.4). Yaitu dengan melakukan digitasi 3 theme pada perangkat lunak ArcView: 1) Theme Batas/ batas tapak yang dianalisis, 2) theme Canopy: yaitu batas spasial kanopi pohon (yang berdiameter >4m), dan 3) theme NonCanopy: berisi informasi spasial lahan terbangun, badan air dan ruang terbuka non hijau.
Gambar 3. Contoh digitasi: (a) theme canopy dan (b) theme non canopy a). Analisis Penyimpanan dan penyerapan Carbon. Model pendugaan Carbon ini memprediksi potensi berdasarkan distribusi umur pohon pada area kajian berdasarkan data atribut diameter pohon. Untuk masingmasing umur pohon ada koefisien penyerapan dan penyimpanan Carbonnya. Potensi diperoleh dari hasil perkalian prosentase penutupan kanopi pada luas area kajian, dengan faktor pengali (koefisien penyimpanan/penyerapan). Program ini memprediksi kapasitas penyerapan tahunan, dan penyimpanan karbon eksisting dalam satuan TON. Adapun rumusan dalam menghitung dan memperkirakan penyimpanan karbon serta daya serap karbon berdasarkan User Manual CityGreen 5.4:
CITYgreen 5.4 dalam memperkirakan penyimpanan karbon, menggunakan rumus:
Karbon Tersimpan = A x % x B Keterangan: A = Area kajian (acres) % = Persen penutupan pohon B = Koefisien penyimpanan karbon (berdasarkan tipe distribusi pohon)
CITYgreen 5.4 dalam memperkirakan penyerapan karbon, menggunakan rumus:
Aplikasi Program Analisis Citygreen 5.4 Untuk Kajian Ruang …...……………(Indung Siti, dkk)
Ekologia, Vol. 11 No.1 , April 2011: 1-11
Tingkat daya serap karbon tahunan =Ax%xC Keterangan: A = Area kajian (acres) % = Persen penutupan pohon C = Koefisien daya serap karbon (berdasarkan tipe distribusi pohon)
b) Analisis Kapasitas reduksi limpasan permukaan Model stormwater analysis ini dikembangkan oleh Natural Resources Conservation Services USDA. CITYGreen menghitung volume limpasan permukaan berdasarkan data hujan tahunan (2 tahun), prosentase penutupan lahan, slope, Hidrologic soil group (HSG), berapa nilai manfaat pohon dalam mereduksi limpasan, waktu konsentrasi dan laju aliran puncak. Model ini mengacu pada Model Hidrologi TR-55, yang merupakan alat penting dalam perencanaan ZONASI. Hasil analisis berupa volume limpasan dan nilai finansial yang dihubungkan dengan penyerapan kelebihan air limpasan akibat perubahan pola penutupan lahan, dengan acuan Curve Number (CN). Spesifikasi Area Studi CITYgreen membutuhkan informasi yang spesifik mengenai area studi yang akan dikaji. Terdapat dua metode dalam pengisian informasi wilayah studi, yaitu : 1. Study Area Preferences Tool ini terdapat pada menu CITYgreen – Analyze Data. Digunakan setelah tema canopy dan noncanopy ter-update datanya dan sudah terkonfigurasi oleh CITYgreen. Metode ini digunakan untuk area studi yang lebih spefisik (local area) (CITYgreen Manual User 2003). Caranya adalah dengan meng-edit data tabel dari tema area studi yang telah dibuat, lalu tambahkan kolom baru sesuai data yang dibutuhkan. Khusus untuk analisis aliran permukaan (runoff), data tambahan yang dibutuhkan antara lain :
a. Hidrologic Soil Group CITYgreen membutuhkan informasi mengenai daya infiltrasi tanah pada area studi. Adapun pengaturan awal pilihan pada CITYgreen berdasarkan pengelompokan jenis tanah, yaitu: A Very pervious B Somewhat pervious C Somewhat impervious D Very impervious b.
Slope Kemiringan lereng suatu areal tertentu akan sangat mempengaruhi kondisi aliran permukaan yang terjadi. Semakin curam lereng, semain besar runoff dan kemungkinan terjadi erosi juga semakin besar.
c.
Rainfall Region Distribusi curah hujan dikelompokkan berdasarkan besar kecilnya curah hujan di suatu area. Dalam CITYgreen pengaturan awal telah ditetapkan pilihan rainfall region berdasarkan USDA Natural Resources Conservation Service.
d.
Precipitation Besarnya intensitas curah hujan dimasukkan dalam bentuk angka (menggunakan satuan inci). Data curah hujan yang dibutuhkan adalah rata-rata per hari dalam kurun waktu 2 tahun terakhir.
e.
Construction Cost CITYgreen membutuhkan data tentang besarnya biaya yang diperlukan dalam konstruksi pembuatan kanal (parit), Biaya konstruksi ini kemudian akan dibandingkan nilainya dengan nilai manfaat ekonomi dari RTH yang ada, sehingga akan terlihat berapa besarnya biaya yang dapat dihemat.
Aplikasi Program Analisis Citygreen 5.4 Untuk Kajian Ruang …...……………(Indung Siti, dkk)
Ekologia, Vol. 11 No.1 , April 2011: 1-11
c) Analisis Konservasi Energi CITYGreen dapat menduga pengaruh warna material atap (hitam, abu-2 tua, abu2 muda dan putih) terhadap potensi penghematan energi, terkait dengan nilai albedo dan daya reflektansinya terhadap cahaya matahari yang diterima dan pengaruhnya terhadap suhu udara dalam bangunan, serta potensi penghematan penggunaan AC. Penelitian konservasi energi dan emisi karbon yang dilakukan oleh USDA bagian kehutanan telah menunjukkan bahwa pepohonan yang ditanam secara strategis untuk menaungi perumahan dapat mengurangi tagihan biaya listrik rumah tangga.
.
d). Analisis Landcover breakdown CITYGreen menganalisis landcover untuk masing-2 area kajian berdasarkan pada perbedaan penutupan lahan (permukaan kedap air, kanopi pohon, ruang terbuka). Masing-masing akan diperinci dalam laporan analisis dalam angka luasan aktual (hektar) serta prosentasenya terhadap luas total wilayah yang menjadi area kajian. Rincian jenis landcover ini akan sangat bermanfaat bagi masyarakat dalam membuat skenario pemanfaatan lahan perkotaan mengacu pada manfaat ekonomi dan manfaat ekologi pohon. 3. Rekomendasi Kebijakan Setelah diperoleh hasil analisis CITYGreen, tahap selanjutnya adalah analisis SWOT dengan tujuan untuk mendapatkan strategi pemecahan masalah atas kendala yang dihadapi terkait kebijakan pengelolaan RTH kota Bogor. Analisis ini dilakukan dalam dua tahapan, yaitu: 1) Analisis Internal : meliputi komponen kekuatan dan kelemahan dan 2) Analisis Eksternal: meliputi komponen peluang dan tantangan/ancaman pengembangan luasan RTH Bogor.
Gambar 4 . Tampilan Study Area Preferences HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Kota Bogor Kota Bogor merupakan satu ekosistem kota yang terdiri atas kawasan pemukiman, perkantoran dan perdagangan, industri, kebun, sawah, hutan kota, ruang terbuka hijau, situ dan sungai. Luas Kota Bogor adalah sebesar 11.850 ha atau 11,85 km2 Bogor terletak sekitar 60 km arah Selatan Jakarta. Letak Geografis : 1060 48' Bujur Timur dan 600 36' Lintang Selatan Klimatologi : Curah hujan rata-rata sebesar 3000 mm – 4000 mm /tahun, suhu rata-rata 27ºC, dengan kelembaban udara rata-rata 70% Topografi : 0%-2% (Datar) seluas 1.763,94 ha; 2%-15% (Landai) seluas 8.092,89 ha; 15%-25% (Agak Curam) seluas 1.109,89 ha; 25%-40% (Curam) seluas 764,96 ha; > 40% (Sangat Curam) seluas 119,94 ha
Aplikasi Program Analisis Citygreen 5.4 Untuk Kajian Ruang …...……………(Indung Siti, dkk)
Ekologia, Vol. 11 No.1 , April 2011: 1-11
Geologi : Secara umum Kota Bogor ditutupi oleh batuan vulkanik yang berasal dari endapan (batuan sedimen) dua gunung berapi, yaitu Gunung Pangrango (berupa batuan breksi tupaan) dan Gunung Salak (berupa alluvium dan kipas alluvium) Hidrologi : Sungai utama yang mengalir di Kota Bogor terdiri dari Sungai Ciliwung dan sungai Cisadane Kondisi RTH kota dan Layanan Terukur Ekosistem Kota Dari serangkaian kegiatan penelitian ini dapat diperoleh gambaran kondisi ekosistem kota Bogor saat ini.Untuk dapat menilai kapasitas jasa lingkungan ekosistem kota diperlukan suatu perangkat pendugaan dan analisis dengan mengacu pada 3 (tiga) indikator yang digunakan sebagai parameter penilaian , yaitu: kapasitas reduksi limpasan permukaan, kapasitas penjeap dan penyerapan Carbon dan Potensi penghematan energi. Tabel 1. Penggunaan lahan Kota Bogor No
Jenis Pemanfaatan Lahan
1 2 3 4
Danau / Situ Fasilitas Kesehatan Fasilitas Pendidikan Fasilitas Peribadatan Gardu Induk Hutan Kota / Kebun Raya Industri Kolam Oksidasi Komplek Militer Pasar Perdagangan dan Jasa Pergudangan Perkantoran / Pemerintahan Permukiman Pertanian / Kebun Campuran RPH / Pasar Hewan Ruang Terbuka
5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Real 2005 (Citra 2005 Adapt RTRW 99) 46,64 8,35 150,12 4,98
Rencana 2009 (Buku RTRW 99) 342,07 27,67 178,11 9,58
5,77 182,09
141,45
121,46 55,11 57,32 13,06 56,41
167,36 1,50
62,69
90,27
4.739,40 3.165,09
8.526,53 284,51
0,57 1.803,58
10,00
437,41
18 19 20 21
Hijau Stasiun KA Sub Terminal & Term Regional Taman / Lap. Olahraga / Jalur TPU / Kuburan
7,43 2,95
7,60 31,00
857,76
342,33
130,63
305,96
Sumber data : Bappeda Kota Bogor (2007)
A. Statistik Tapak 1. Area analisis : Kota Bogor Luas Area : 45,75 mil2 = 11.850,00 a Distribusi Jenis Penutupan Lahan : - Lahan Perkotaan : 48% (5.807,70 ha) - Lahan Kedap Air : 28% (3.361,11 ha) - Kanopi Pohon : 17% (2.005,21 ha) - Ruang Terbuka/Semak:5% (551,99 ha) - Badan Air : 2% (220,63 ha)
Gambar 5. Tampilan Akhir Run Analysis
Aplikasi Program Analisis Citygreen 5.4 Untuk Kajian Ruang …...……………(Indung Siti, dkk)
Ekologia, Vol. 11 No.1 , April 2011: 1-11
Dari hasil analisis menggunakan Arcview 3.2 dan ekstensi CITYgree 5.4 diperoleh hasil sebagai berikut :
Gambar 6. Hasil Analisis Sebaran RTH Bogor
Aplikasi Program Analisis Citygreen 5.4 Untuk Kajian Ruang …...……………(Indung Siti, dkk)
Ekologia, Vol. 11 No.1 , April 2011 : 12-20
14.587ton/tahun, sehingga masih ada 37.790ton/tahun yang belum terjerap. Demikian juga untuk partikulat matter (termasuk Pb), konsentrasi di udara 101.84 ton/tahun, sedangkan kapasitas penjerabannya 72.438 ton/tahun, sehingga masih ada 29.402 ton/tahun yang belum terjerab. Kondisi ini bisa menjadi masukan pihak pengelola kota agar pada saat kegiatan replanting bisa diusulkan penanaman jenis pohon yang mempunyai kapasitas penjerapan (daya rosot terhadap polutan) yang tinggi atau sangat tinggi terhadap NO2 dan Pb.
B. Manfaat Ekologi 1. Polusi Udara yang dapat diserap oleh keberadaan Kanopi pohon adalah: Carbon Monoxide : 6.203 kg; senilai $5,946 (setara dengan Rp 57.081.600,-) Sulfur Dioxide : 14.599 kg; senilai $24,180 setara dengan Rp 232.128.000,Nitrogen Dioxide : 14,587 kg; senilai $203,004 setara dengan Rp 1.948.838.400,Ozone : 90.463 kg, senilai $612,035 (setara dengan Rp 5.875.536.000,-) Particulate Matter : 72.438 kg; senilai $327,274 setara dengan Rp 3.141.830.400,Total partikel pencemaran udara yang dapat ditangkap adalah: 213.949 kg dengan nilai finansial sebesar = $1,172,440 setara dengan Rp 11.255.040.000,- Secara total kualitas udara kota Bogor masih berada dalam ambang batas aman, menurut uji kualitas udara tahun 2007. Data hasil uji kualitas udara dengan parameter SOx, NOx, Ozon, Debu, Pb, HC, H2S dan NH3, masih memenuhi baku mutu udara hanya pada parameter debu, pada beberapa titik uji melebihi ambang batas. (titik pertigaan Jembatan Merah, Warung Jambu dan Tugu Kujang). Hal ini diduga disebabkan oleh beberapa faktor antara lain padatnya arus kendaraan, kurangnya vegetasi/pohon sebagai penjerab polutan, dan kondisi kemacetan yang hampir selalu terjadi pada jam sibuk. (Dahlan, 2004) Jika dibandingkan antara jumlah polutan yang dihasilkan dengan kemampuan penjerapan oleh RTH kota, maka Untuk Ozone, SO2 dan CO2 kemampuan penjeraban sudah melebihi konsentrasi polutan yang ada, Namun untuk polutan NO2 dimana jumlah yang dihasilkan sebesar 52.377ton/tahun dan kapasitas penjerabannya baru sebesar
2. Kapasitas Penyerapan Carbon Hasil analisis skala kota tercatat potensi Karbon tersimpan sebesar : 267.220 ton dan kapasitas Penyerapan Karbon sebesar : 758 ton/tahun ( kondisi distribusi umur pohon secara umum hampir Merata). Pada tapak jalan utama kota yaitu Jalan Pajajaran, kerapatan pohon tidak merata, teruatama pada ruas jalan menuju warung jambu, kondisi sebagian besar pohon sudah cukup tua, sehingga daya rosot karbonnya semakin rendah. 3. Kapasitas Reduksi Limpasan Permukaan - Kota Bogor mempunyai rata-rata curah hujan harian (dua tahunan/24 jam) sebesar : 3,5 inch, type rainfall termasuk type III (cukup tinggi), dan kelas hidrologic soil groups adalah type B (some what pervious) - Hasil analisis adalah sbb: Koefisien Runoff sebesar 81,00 (pada kondisi dengan RTH) dan sebesar 84,00 (pada kondisi tanpa RTH) - Volume Limpasan Permukaan : 1,71 in (kondisi dengan RTH) dan 1,94 in (kondisi tanpa RTH) - Total volume konstruksi dinding penahan yang digunakan untuk mitigasi bencana adalah 4.446.664,79 (cu.ft) Asumsi Biaya adalah sebesar : $ 2.00
Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Keberlanjutan Kawasan …............…….….......(Indarti)
12
Ekologia, Vol. 11 No.1 , April 2011 : 12-20
per cu.ft, sehingga biaya total adalah sebesar : $ 48.893.329,59
menghargai ekosistem kotanya, sehingga tidak harus mengorbankan kelestarian lingkungan, hanya demi meningkatkan PAD kotanya. 3. Rekomendasi Kebijakan Kebijakan pembangunan kota Bogor saat ini masih menempatkan pembangunan ekonomi dalam tingkatan yang lebih tinggi, hal ini terlihat pada kondisi dimana terjadi konflik kepentingan, seperti meningkatnya kebutuhan lahan untuk pemukiman atau pembangunan infrastruktur kota, selalu akan berdampak memberikan tekanan terhadap keberadaan pohon dan RTH kota. Hal ini merupakan ancaman terhadap keberlanjutan ekosistem kota. Dari analisis SWOT, terlihat bahwa pengaruh faktor eksternal (ancaman dan kelemahan) lebih kuat dibandingkan dengan faktor internal (peluang dan kekuatan). Maka diperlukan strategi untuk membenahi kondisi saat ini dengan prioritas utama restrukturisasi dan perubahan orientasi kebijakan pembangunan agar lebih mengedepankan pengembangan kapasitas ekosistem perkotaan berbasis ekologi dan partisipasi masyarakat. Berdasarkan pada target Pemerintah Kota Bogor yang telah mencanangkan untuk meningkatkan jumlah luasan RTH kota sesuai UU No 26 tahun 2007 yaitu sebesar 30% luasan kota, akan dicapai pada tahun 2030, maka upaya meningkatkan pemahaman masyarakat akan nilai manfaat layanan terukur ekosistem kota ini akan bermanfaat dalam mendukung terwujudnya pengelolaan RTH kota Bogor yang berkelanjutan.
C. Rangkuman Manfaat Ekonomi Dengan diperolehnya hasil analisis di atas, maka manfaat ekonomi dari layanan ekosistem terukur kota Bogor adalah : (Kurs 1 $ = Rp 9.600,-) - Penghematan dari penyerapan polusi udaraTahunan: $1,172,440 (R11.255.040.000,-) - Penghematan limpasan permukaan tahunan : $4.262.743 (Rp 40.922.332.280,-) - Total Penghematan Tahunan : $5.435.183 (Rp 52.177.756.800,-) Nilai manfaat layanan terukur ekosistem kota Bogor adalah sebesar $5.435.183 (setara Rp. 52 milyar), dimana porsi terbesar adalah pada manfaat dari kapasitas reduksi limpasan permukaan (runoff), dan ini sangat besar peranannya dalam usaha pengelolaan air hujan (stormwater runoff management). Perbedaan kerapatan kanopi pohon pada masing-2 unit analisis diduga berpengaruh terhadap nilai manfaat yang diperoleh. Tutupan kanopi pohon secara ekologis dapat berperan dalam mengendalikan laju perkolasi dan memperkecil volume limpasan permukaan. Hal ini karena keberadaan pohon dapat mengintersepsi air hujan dan mereduksi limpasan permukaan (run off) melalui tajuk, dahan dan daun sebelum air hujan turun ke permukaan tanah. Mekanisme ini yang bermanfaat dalam menunda waktu konsentrasi dan memperlambat aliran permukaan dan memperkecil limpasan. Besarnya nilai manfaat terukur ini jika dibandingkan dengan pendapatan daerah mencapai sekitar 20% PDRB kota Bogor. Nilai yang relatif besar memberikan kontribusi bagi kota Bogor. Pemahaman yang mudah terhadap hasil analisis CITYGreen ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi para pengelola kota, penentu kebijakan agar lebih
KESIMPULAN DAN SARAN 1. Secara umum perangkat lunak analisis CITYGreen 5.4. dapat diaplikasikan untuk menilai kapasitas layanan terukur ekosistem dalam skala besar (kota), maupun kecil (tapak skala perumahan
Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Keberlanjutan Kawasan …............…….….......(Indarti)
13
Ekologia, Vol. 11 No.1 , April 2011 : 12-20
[BAPPEDA] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bogor. 2007. Master Plan Ruang Terbuka Hijau Kota Bogor. Data Dasar. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bogor.
maupun jalur jalan). Hasil analisis memberikan gambaran tentang luasan RTH Kota Bogor yaitu sekitar 17 % dari luas Kota Bogor. 2. Dari kondisi RTH eksisting berdasar Citra Quickbird 2006, maka nilai ekonomi manfaat layanan terukur ekosistem kota Bogor adalah sebesar Rp 52 milyar. Angka ini setara dengan 20% Produk Domestik Regional Bruto Kota Bogor sektor Jasa-jasa tahun 2006
Dahlan EN. 2007. Analisis Kebutuhan Luasan Hutan Kota yang Berfungsi Sebagai Sorot Gas CO2 Antropogenik Dari Bahan Bakar Minyak Dan Gas Di Kota Bogor Dengan Menggunakan Pendekatan Sistem Dinamik. [Disertasi]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
3. Hasil analisis yang disajikan dalam bentuk peta sederhana sebaran RTH kota berikut rincian nilai manfaat dalam bentuk nominal Rupiah diharapkan dapat mempermudah pemahaman masyarakat akan nilai manfaat layanan terukur ekosistem kota yang selama ini lebih bersifat abstrak.
Budiman, A. 2010. Analisis Manfaat Ruang Terbuka Hijau untuk Meningkatkan Ekosistem Kota Bogor dengan Menggunakan Metode GIS [Skripsi]. Bogor : Departemen Arsitektur Lanskap. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
4. Meningkatnya pemahaman akan nilai ekosistem ini diharapkan dapat membangkitkan peran serta masyarakat dalam melestarikan keberadaan RTH kota Bogor.
Prahasta, E. 2004. Sistem Informasi Geografis : Tutorial ArcView. Bandung: CV. Informatika. Siti Nurisjah dan Q. Pramukanto. 1995. Penuntun Praktikum Perencanaan Lanskap. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
5. Diharapkan dengan adanya kajian ini bisa membuka pemahaman tentang cara pandang pentingnya keberadaan RTH yang bisa dinilai secara ekonomi dan memberikan pengaruh kepada kebijakan pengembangan RTH di masa yang akan datang di Kota Bogor.
Technical Release 55. 1986. Urban Hydrology for Small Watersheds. Washington DC : USDA Soil Conservation Service. Suryadi, Yadi. 2008. Dinamika Pola Pemanfaatan Lahan dan Pengendalian Menuju Pembangunan Kota Bogor yang Berkelanjutan [Tesis]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
DAFTAR PUSTAKA American Forests. 2002. CITYgreen 5.0 :User Manual. Washington DC: American Forest. [Bappeda]. 2007. Master Plan Drainase Kota Bogor. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bogor.
Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Keberlanjutan Kawasan …............…….….......(Indarti)
14
Ekologia, Vol. 11 No.1 , April 2011 : 12-20
FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KEBERLANJUTAN KAWASAN PERMUKIMAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CILIWUNG HULU KABUPATEN BOGOR Indarti Komala Dewi Prodi Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik, Universitas Pakuan ABSTRACT The upper stream of Ciliwung watershed lies in Bogor District, has an important function for the surrounding areas, which regulated or managed water supply, whether floods or drought in the middle and the down stream. Growing of settlement areas was changed landscape and degraded environment, and then this is threated sustainability of setlement areas. Sustainability of Settlement areas in Upper stream of Ciliwung Watershed are impacted by internal and external factors. The objective of this research the first is to analyse sustainability of settlement areas in upper stream of Ciliwung Watershed. and the second is to analyse factors that impacting sustainability of settlement areas in the upperstream of Ciliwung watershed, The research method used Multi Dimentional Scaling (MDS) technique with Rapfish software. The research result showed that settlement areas in Upper stream of Ciliwung watershed are less sustainable, with 16 factors that impacting this sustainability. Keyword : Ciliwung watershed, sustainability of settlement areas.
keberlanjutan jangka panjang dengan berbasis sumber daya alam (Khanna et al. 1999). Masalah permukiman adalah masalah tanpa akhir (the endless problem) (Sujarto, 1993). Sejalan dengan jumlah dan dinamika penduduk yang terus berkembang, tuntutan kebutuhan bermukim akan terus terjadi, membuat masalah permukiman seolah tak pernah berakhir. Permukiman selain menyangkut masalah hunian (perumahan), juga berkaitan dengan aspek ruang (lahan) yang dimanfaatkannya. Perluasan areal permukiman, akibat pertambahan penduduk, menyebabkan terjadi perubahan ruang (lahan) yang berujung pada perubahan bentang alam. Isu lingkungan dalam persoalan permukiman muncul berkaitan dengan perubahan bentang alam dari kawasan tidak terbangun (hutan atau perkebunan) menjadi kawasan terbangun (permukiman). Perubahan bentang alam tersebut berdampak pada lingkungan antara lain pengurangan wilayah resapan air, erosi tanah, dan
PENDAHULUAN Kawasan permukiman merupakan bagian dari kawasan budidaya non pertanian. Sebagai kawasan budidaya non pertanian, kawasan permukiman tidak hanya sekedar tempat tinggal seperti perumahan, akan tetapi juga merupakan tempat melakukan kegiatan usaha sehingga dapat merupakan perkotaan maupun perdesaan. Oleh karena itu, pada kawasan permukiman selain terdapat perumahan dan sarana-prasarananya, juga terdapat kawasan untuk kegiatan ekonomi (perdagangan, jasa, rekreasi, industri kecil) dan kegiatan sosial. Dalam istilah lain kawasan permukiman sering disebut sebagai kawasan terbangun. Pengembangan kawasan permukiman membutuhkan sumberdaya alam seperti lahan dalam jumlah yang besar. Pengelolaan kawasan permukiman harus mengacu pada konsep pembangunan berkelanjutan. Konsep pembangunan berkelanjutan tidak hanya ditujukan untuk keharmonisan lingkungan akan tetapi juga
Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Keberlanjutan Kawasan …............…….….......(Indarti)
13
Ekologia, Vol. 11 No.1 , April 2011 : 12-20
longsor (Soepangkat, 2001). Selanjutnya kerusakan lingkungan dalam jangka panjang akan mengancam keberlanjutan kawasan permukiman. Perkembangan permukiman dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal dapat berupa keuntungan lokasi secara ekonomi akibat posisi geografis kawasan dalam skala regional; ketersediaan fasilitas dan prasarana sosial ekonomi; kondisi sosial ekonomi penduduk; dan potensi sumberdaya alam/jasa lingkungan. Faktor eksternal dapat berupa kebijakan pengembangan wilayah, dan aksesibilitas terhadap pusat-pusat kegiatan dalam skala regional dan nasional. Perkembangan permukiman di DAS Ciliwung hulu tidak terlepas dari bekerjanya faktor internal dan eksternal tersebut. Posisi geografis dan potensi jasa lingkungan merupakan faktor penarik perkembangan kawasan permukiman. Aksesibilitas DAS Ciliwung hulu terhadap pusat kegiatan skala nasional (Jakarta) maupun pusat kegiatan skala wilayah (Kota Bogor dan Bandung) dan kebijakan pengembangan wilayah Bopunjur (Bogor-Puncak-Cianjur) sebagai kawasan andalan Provinsi Jawa Barat dalam sektor pariwisata dan agribisnis, merupakan faktor pendorong bagi berkembangnya permukiman di DAS Ciliwung hulu. Faktor internal dan eksternal lainnya adalah hukum dan kelembagaan yang dicerminkan oleh kebijakan pengembangan wilayah Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat maupun Jabodetabekpunjur. Hukum dan kelembagaan diejawantahkan dalam bentuk produk hukum dan organisasi pengelolaan yang berkaitan dengan DAS Ciliwung hulu. Selain hukum dan kelembagaan faktor eksternal yang berpengaruh terhadap keberhasilan pengelolaan kawasan permukiman di DAS Ciliwung hulu adalah keberadaan teknologi yang dapat mengatasi atau memperbaiki degradasi lingkungan DAS. Faktor-faktor internal dan eksternal
tersebut berpengaruh terhadap keberlanjutan kawasan permukiman di DAS Ciliwung hulu. Berdasarkan hal tersebut maka tujuan penelitian ini adalah : pertama, menganalisis keberlanjutan kawasan permukiman di DAS Ciliwung hulu secara multi dimensi, dan kedua, menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keberlanjutan kawasan permukiman di DAS Ciliwung hulu METODE PENELITIAN Data yang digunakan untuk analisis adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dengan cara observasi lapangan, wawancara/diskusi. Data sekunder diperoleh dari dinas/instansi terkait. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja kawasan permukiman dianalisis melalui 5 dimensi yang merupakan pilar-pilar pembangunan berkelanjutan (UNCSD 2001; Moffat et al. 2001; Price dan Messerli 2002; Fisheries Center UBC 2006). Dimensi ekologi terdiri atas 6 faktor : kualitas air, pengelolaan sampah, kondisi hidrologi, degradasi lahan, tutupan lahan, dan lokasi pemukiman. Dimensi sosial terdiri atas 6 faktor: pertumbuhan penduduk, pelayanan fasilitas dasar (kesehatan, pendidikan), kualitas masyarakat, partisipasi masyarakat, pemberdayaan masyarakat, dan persepsi masyarakat. Dimensi ekonomi terdiri atas 5 faktor : lokasi kawasan terhadap pusat permukiman, posisi ekonomi dalam lingkup regional, perekonomian masyarakat, sarana prasarana dan pengembangan permukiman. Dimensi kelembagaan terdiri atas 3 faktor : rencana tata ruang, pengendalian tata ruang, dan pelaksanaan tata ruang. Dimensi teknologi dan informasi terdiri atas 4 faktor : teknologi konservasi air dan tanah, teknologi persampahan, teknologi pencegahan longsor, dan informasi basis data permukiman.
Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Keberlanjutan Kawasan …............…….….......(Indarti)
13
Ekologia, Vol. 11 No.1 , April 2011 : 12-20
Selanjutnya faktor-faktor pada setiap dimensi dijabarkan menjadi beberapa atribut, sebagai berikut: a) Atribut yang digunakan untuk menganalisis 6 faktor pada dimensi ekologi adalah: (1) kadar total colliform di hulu Sungai Ciliwung; (2) kemampuan pengelolaan sampah oleh Pemda Kabupaten Bogor ; (3) Nisbah Q max-Q min di hulu Sungai Ciliwung; (4) laju perkembangan permukiman; (5) tutupan lahan hutan; (6) luas lahan kritis di zona lindung; (7)luas permukiman di zona lindung di kawasan rawan longsor; (8) kepadatan penduduk di permukiman; (9) kadar COD di hulu Sungai Ciliwung. b) Atribut yang digunakan untuk menganalisis 6 faktor pada dimensi sosial adalah : (1) pelayanan fasilitas kesehatan per penduduk; (2) pelayanan fasilitas pendidikan per penduduk; (3) laju pertumbuhan penduduk; (4) persepsi masyarakat terhadap lingkungan; (5) partisipasi masyarakat mengelola sampah; (6) tingkat pendidikan masyarakat;(7) partisipasi masyarakat pada penghijauan; (8) pemberdayaan masyarakat di bidang lingkungan; (9) Pelaksanaan Keluarga Berencana. c) Atribut yang digunakan untuk menganalisis 4 faktor pada dimensi ekonomi adalah :(1) jumlah penduduk miskin; (2) jumlah tenaga kerja di sektor pertanian;(3) jumlah tenaga kerja di sektor perdagangan;(4) Jumlah tenaga kerja di sektor jasa; (5) akses ke pusat kegiatan ;(6) ketersediaan angkutan umum; (7) status ekonomi wilayah(8) Jumlah desa yang mempunyai fasilitas air bersih; (9) jumlah pelanggan PLN; (10) Luas kawasan yang dapat dikembangkan untuk permukiman. d) Atribut yang digunakan untuk menganalisis 3 faktor pada dimensi kelembagaan adalah:(1) kerjasama antar kabupaten/kota; (2) Koordinasi dalam perbaikan lingkungan hidup; (3) lokasi
permukiman tidak sesuai RTRW; (4) penerapan disinsentif; (5) penerapan sanksi pidana terhadap pelanggaran penataan ruang; (6) ketersediaan RTRW; (7) ketersediaan rencana rinci tata ruang; (8) ketersediaan peraturan zonasi; (9) ketersediaan mekanisme perizinan; (10) pelaksanaan relokasi permukiman dari kawasan tidak sesuai untuk permukiman. e) Atribut yang digunakan untuk menganalisis 4 faktor pada dimensi teknologi dan informasi adalah: (1) teknologi pencegahan longsor; (2) teknologi konservasi air; (3) teknologi konservasi lahan; (4) teknologi peningkatan kualitas air; (5) Jenis teknologi yang digunakan untuk pengolahan sampah; (6) ketersediaan basis data permukiman; (7) ketersediaan informasi permukiman Dengan demikian terdapat 45 atribut yang mewakili 24 faktor keberlanjutan kawasan permukiman. Metode penilaian cepat multi disiplin merupakan alternatif pendekatan yang dapat digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja kawasan permukman secara menyeluruh. Metode yang digunakan adalah Rapid Appraisal dengan teknik Multi Dimensional Scaling (MDS). Perangkat lunak yng digunakan adalah Rapfish (Rapid appraisal for fisheries) yang dikembangkan oleh Rapfish Group Fisheries Centre University of British Columbia, Kanada (Pitcher, 1999 ;Kavanagh and Pitcher, 2004; Fauzy dan Anna, 2005). Analisis MDS menggunakan Rapfish terhadap kawasan permukiman di DAS Ciliwung hulu, diberi nama RapCiwulu. Penentuan atribut pengungkit yang mewakili faktor-faktor yang dianalisis didasarkan pada urutan persentase perubahan root mean square (RMS) ordinasi. Semakin besar nilai perubahan RMS maka semakin besar pula peranan atribut yang mewakili faktor tersebut
Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Keberlanjutan Kawasan …............…….….......(Indarti)
14
Ekologia, Vol. 11 No.1 , April 2011 : 12-20
(Kavanagh dan Pitcher, 2004) terhadap keberlanjutan kawasan permukiman di DAS Ciliwung hulu. Selanjutnya status keberlanjutan kawasan permukiman di DAS Ciliwung hulu dinyatakan dalam skala ordinasi yang berada diantara dua titik ekstrim yaitu buruk dan baik dengan indeks antara 0 sampai 100. Penilaian kinerja sebagai berikut: nilai ordinasi 0,00-25,00(buruk/tidak berkelanjutan);Nilai ordinasi 25,01– 50,00(kurang berkelanjutan) ;Nilai ordinasi 50,01-75,00 (cukup berkelanjutan); Nilai ordinasi 75,01–100,00 (baik /berkelanjutan).
karena kemampuan Pemda Kabupaten Bogor mengangkut sampah ke TPS di Kecamatan Cisarua, Ciawi dan Megamendung rata-rata per hari pada tahun 2006 adalah 16,07% dari total sampah. Kondisi pembuangan sampah seperti itu diperkirakan ikut memperburuk kualitas air Sungai Ciliwung di bagian hulu. Data KLH tahun 2008 mengenai kualitas air di hulu Sungai Ciliwung (Segmen I) menunjukkan mutu air termasuk kelas IV dengan kondisi status mutu D (tercemar berat). Hal tersebut menunjukkan air Sungai Ciliwung sudah tidak layak dikonsumsi. Laju perkembangan permukiman selama kurun waktu 1992-2006 sangat tinggi yaitu 22,92%/tahun. Perkembangan permukiman diduga berdampak terhadap menurunnya tutupan lahan hutan. Tutupan lahan hutan menurun dari 41,62% (1992) menjadi 29,55 % (2006). Berkurangnya tutupan lahan hutan menyebabkan run off meningkat, dan infiltrasi berkurang, akibatnya pada saat curah hujan tinggi debit sungai membesar dan pada saat tidak terjadi hujan debit sungai mengecil. Nisbah debit maksimum dengan debit minimum(Q max/Qmin) di hulu Sungai Ciliwung tahun 2005 adalah 4.274 menunjukkan kondis hidrologi DAS Ciliwung hulu sangat kritis.
PEMBAHASAN 1. Analisis Multi Dimensi Hasil analisis MDS terhadap RapCiwulu untuk setiap dimensi adalah sebagai berikut: (a) Indeks keberlanjutan dimensi ekologi untuk pengembangan kawasan permukiman di DAS Ciliwung hulu adalah 25,98. Berdasarkan klasifikasi status keberlanjutan, angka tersebut menunjukkan kawasan permukiman di DAS Ciliwung hulu termasuk kategori kurang berkelanjutan Status kurang berkelanjutan tersebut disebabkan dari 9 atribut yang dinilai, 6 atribut yaitu kadar colliform, COD, kemampuan pengelolaan sampah, laju perkembangan permukiman, tutupan lahan hutan, dan nisbah Q max-Qmin mempunyai skor rendah (buruk) bagi keberlanjutan ekologi, dan 3 atribut sisanya mempunyai skor sedang. Hasil pengujian kualitas air oleh Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor pada Desember 2009 untuk parameter colliform dan COD di hulu Sungai Ciliwung(di Jembatan Gadog) menunjukkan kadar COD =132 mg/l dan total coliform = 34.100/100 ml, telah melebihi baku mutu. Sebagian besar sampah permukiman dibakar, ditimbun atau dibuang ke sungai,
(b) Indeks keberlanjutan dimensi sosial untuk pengembangan kawasan permukiman di DAS Ciliwung hulu adalah 38,15. Berdasarkan klasifikasi status keberlanjutan, angka tersebut menunjukkan kawasan permukiman di DAS Ciliwung hulu termasuk kategori kurang berkelanjutan Status kurang berkelanjutan tersebut disebabkan dari 9 atribut yang dianalisis, hanya 2 atribut yaitu pelayanan fasilitas kesehatan, dan pelaksanaan KB yang
Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Keberlanjutan Kawasan …............…….….......(Indarti)
15
Ekologia, Vol. 11 No.1 , April 2011 : 12-20
menunjukkan skor baik. Atribut yang menunjukkan skor buruk adalah laju pertumbuhan penduduk, tingkat pendidikan penduduk dan pelayanan fasilitas pendidikan. Pelayanan fasilitas kesehatan per penduduk sudah cukup baik yaitu 2,18 per penduduk, artinya setiap penduduk dilayani oleh lebih dari 2 fasilitas kesehatan. Kecamatan Ciawi, Megamendung dan Cisarua telah terlayani oleh 17 balai pengobatan, 3 puskesmas, dan 6 puskesmas pembantu, selain itu juga terdapat rumah sakit umum di Kota Ciawi dan rumah sakit khusus paru-paru di Cisarua. Pelaksanaan program KB untuk Kecamatan Ciawi, Megamendung dan Cisarua tahun 2008 berhasil baik karena pencapaian peserta KB aktif telah melebihi 100%. Laju pertumbuhan penduduk di DAS Ciliwung hulu sangat tinggi yaitu 3,14 %/tahun pada kurun waktu 1997-2006. Laju pertumbuhan penduduk yang tinggi, disebabkan oleh tingginya migrasi masuk. Tingkat pendidikan penduduk di DAS Ciliwung hulu sebagian besar (57,21%) adalah tamat SD, hal tersebut diduga berkaitan dengan pelayanan fasilitas pendidikan yang relatif masih kurang yaitu ratarata 0,69 per penduduk .
3 atribut mempunyai skor buruk dan 3 atribut mempunyai skor sedang. Atribut dengan skor baik, yaitu akses kepusat kegiatan; status ekonomi wilayah; dan ketersediaan angkutan umum, merupakan faktor pendorong bagi perkembangan permukiman di DAS Ciliwung hulu. Luas lahan yang dapat dikembangkan untuk kegiatan permukiman terbatas yaitu 19,89% dari luas DAS Ciliwung hulu. Oleh karena itu pengembangan perumahan, perdagangan dan jasa harus mempertimbangkan keterbatasan tersebut agar tidak merusak fungsi ekologi DAS Ciliwung hulu. Dari segi pengembangan ekonomi wilayah, DAS Ciliwung hulu merupakan bagian dari Kawasan Andalan Bopunjur dengan sektor unggulan pariwisata dan agribisnis. Akses dari kawasan permukiman di DAS Ciliwung hulu ke pusat kegiatan lokal (Kota Ciawi) maupun ke pusat kegiatan wilayah (Kota Bogor ) dan ke pusat kegiatan nasional (Jakarta) mudah dilakukan. Angkutan umum perdesaan maupun antar kota melintasi kawasan permukiman DAS Ciliwung hulu. Ketiga atribut yaitu status ekonomi wilayah, akses ke pusat kegiatan dan ketersediaan angkutan umum merupakan faktor penarik kegiatan perekonomian (jasa dan perdagangan) serta migrasi masuk ke DAS Ciliwung hulu.
(c) Indeks keberlanjutan dimensi ekonomi untuk pengembangan kawasan permukiman di DAS Ciliwung hulu adalah 62,50. Berdasarkan klasifikasi status keberlanjutan, angka tersebut menunjukkan kawasan permukiman di DAS Ciliwung hulu termasuk kategori cukup berkelanjutan. Status cukup berkelanjutan tersebut disebabkan dari 10 atribut yang dinilai, 4 atribut menunjukan skor baik, yaitu akses ke pusat kegiatan; status ekonomi wilayah; ketersediaan angkutan umum; dan jumlah penduduk miskin. Sisanya
(d) Indeks keberlanjutan dimensi kelembagaan untuk pengembangan kawasan permukiman di DS Ciliwung hulu adalah 30,66%. Berdasarkan klasifikasi status keberlanjutan, angka tersebut menunjukkan kawasan permukiman di DAS Ciliwung hulu termasuk kategori kurang berkelanjutan. Status kurang berkelanjutan tersebut karena dari 10 atribut yang dinilai, 6 atribut
Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Keberlanjutan Kawasan …............…….….......(Indarti)
16
Ekologia, Vol. 11 No.1 , April 2011 : 12-20
menunjukkan skor buruk, 1 atribut menunjukkan skor baik dan sisanya 3 atribut menunjukkan skor sedang. Atribut dengan skor buruk adalah atribut yang berkaitan dengan pengendalian permukiman yaitu ketersediaan rencana rinci tata ruang, ketersediaan peraturan zonasi, penerapan disinsentif, penerapan sanksi pidana, pelaksanaan relokasi dan kerjasama antar kabupaten/kota. Atribut-atribut tersebut belum tersedia. Atribut dengan skor baik adalah ketersediaan RTRW. RTRW Kabupaten Bogor 2005-2025 telah diundangkan menjadi Perda Kabupaten Bogor No 19/2008 RTRW ini belum dapat dioperasionalkan dengan baik terutama dalam hal pengendalian tata ruang, karena ketidaktersediaan rencana rinci tata ruang dan peraturan zonasi.
dibuat di Kecamatan Cisarua. Teknologi peningkatan kualitas air dilakukan oleh 4 kementerian yaitu KLH, PU, Pertanian dan Kehutanan. Teknologi peningkatan kualitas air yang digunakan adalah pembuatan WC dan MCK komunal di perkampungan kumuh di Kecamatan Megamendung, biodigester untuk limbah ternak, dan sedimen trap dengan sistem bioengineering (menggunakan tanaman). Analisis multi dimensi untuk pengembangan permukiman di DAS Ciliwung hulu menunjukkan nilai indeks keberlanjutan sebesar 41,16 Artinya status DAS Ciliwung hulu saat ini untuk pengembangan permukiman adalah kurang berkelanjutan. Status kurang berkelanjutan tersebut dicerminkan oleh nilai indeks keberlanjutan dari 5 dimensi yang bernilai rendah. Analisis terhadap masing-masing dimensi menunjukkan bahwa dimensi dengan nilai indeks status keberlanjutan yang rendah adalah ekologi (25,98), kelembagaan (30,66) dan sosial (38,15). Dimensi dengan nilai indeks keberlanjutan cukup adalah teknologi (57,11) dan ekonomi (62,50). Oleh karena itu ditinjau dari sisi strenght sustainability maupun weak sustainability, status keberlanjutan DAS Ciliwung hulu untuk pengembangan permukiman adalah kurang berkelanjutan (Gambar 1).
(e) Indeks keberlanjutan dimensi teknologi dan informasi untuk pengembangan kawasan permukiman di DAS Ciliwung hulu adalah 57,11. Berdasarkan klasifikasi status keberlanjutan, angka tersebut menunjukkan kawasan permukiman di DAS Ciliwung hulu termasuk kategori cukup berkelanjutan. Status cukup berkelanjutan disebabkan dari 7 atribut yang dinilai, sebanyak 2 atribut mempunyai skor baik dan 5 atribut mempunyai skor sedang. Atribut yang mempunyai skor baik adalah ketersediaan teknologi konservasi air dan ketersediaan teknologi peningkatan kualitas air. Teknologi konservasi air yang tersedia di DAS Ciliwung hulu adalah sumur resapan, biopori dan dam parit. Sumur resapan dibangun di lahan pertanian oleh Dep pertanian. Sampai tahun 2008 telah dibangun 109 buah dam parit di Kecamatan Cisarua oleh IPKPWSCC Dep PU. Lubang biopori telah
2. Faktor-Faktor yang berpengaruh Terhadap Keberlanjutan Kawasan Permukiman Hasil analisis terhadap 24 faktor yang dijabarkan menjadi 45 atribut yang berasal dari dimensi ekologi, sosial, ekonomi, kelembagaan serta teknologi dan informasi terhadap RapCiwulu menghasilkan 16 faktor yang sensitif berpengaruh terhadap keberlanjutan kawasan permukiman di DAS Ciliwung hulu. Faktor-faktor tersebut tersebar pada 5 dimensi keberlanjutan kawasan permukiman di DAS Ciliwung hulu, dan terdiri dari 20 atribut (Tabel 1).
Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Keberlanjutan Kawasan …............…….….......(Indarti)
17
Ekologia, Vol. 11 No.1 , April 2011 : 21-29
Gambar 1. Indeks Keberlanjutan Multi Dimensi Kawasan Permukiman di DAS Ciliwung Hulu Tabel 1. Faktor-faktor Yang Sensitif Berpengaruh Terhadap Keberlanjutan Kawasan Permukiman di DAS Ciliwung Hulu. DIMENSI Ekologi
Sosial
Ekonomi
FAKTOR 1. Perkembangan permukiman
ATRIBUT 1. Laju perkembangan kawasan permukiman 2. Zona pemukiman di kawasan lindung didaerah rawan longsor 3. Luas lahan kritis di zona lindung 4. Luas tutupan lahan hutan 1. Laju pertumbuhan penduduk
2. Degradasi lahan 3. Tutupan lahan 4. Pertumbuhan Penduduk 5. Partisipasi masyarakat 2. Partisipasi masyarakat pd penghijauan 3. Partisipasi masyarakat mengelola sampah 6. Kualitas masyarakat 4. Tingkat pendidikan penduduk 7. Posisi ekonomi dlm 1. Status ekonomi wilayah lingkup regional 8. Lokasi kws terhadap 2. Akses ke pusat kegiatan pusat permukiman 9. Sarana prasarana 3. Ketersediaan angkutan umum 10. Luas permukiman
4. Kawasan yg dapat dikembangkan utk permukiman 1. Rencana rinci tata ruang 2. Peraturan zonasi
Kelembaga an 11. Rencana tata ruang 12. Pengendalian tata ruang 13. Pelaksanaan tata 3. Lokasi permukiman tidak sesuai RTRW ruang Teknologi 14. Teknologi konservasi 1. Teknologi konservasi air &informasi air & tanah 2. Teknologi kualitas air 3. Teknologi konservasi tanah 15. Teknologi 4. Teknologi pengolahan sampah persampahan 16. Teknologi pencegah 5. Teknologi pencegah longsor longsor Keterangan : PRMS = Perubahan Root Means Square (%) Sumber : hasil analisis
INTERVENSI Dikurangi/diturunkan Dikurangi/diturunkan Dikurangi/diturunkan Ditingkatkan Dikurangi/diturunkan Ditingkatkan Ditingkatkan Ditingkatkan Dikendalikan/direncanakan hatihati Dikendalikan/direncanakan hati-hati Dikendalikan/direncanakan hati-hati Dikendalikan/direncanakan hatihati Segera dibuat Segera dibuat Dikurangi/diturunkan Ditingkatkan Ditingkatkan Ditingkatkan Ditingkatkan Ditingkatkan
Hujan Asam Dan Leaching Fe Ke Dalam Air Sumur …...…….……….…..………….(Sutanto, dkk)
21
Ekologia, Vol. 11 No.1 , April 2011 : 21-29
Untuk meningkatkan status keberlanjutan kawasan permukiman di DAS Ciliwung hulu, ke 16 faktor tersebut perlu diintervensi. Dari 16 faktor yang berpengaruh tersebut, Faktor-faktor yang perlu ditingkatkan adalah: tutupan lahan (hutan), partisipasi masyarakat, kualitas masyarakat, dan teknologi (teknologi konservasi air dan tanah, persampahan, pencegahan longsor). Ke enam faktor tersebut saat ini sudah tersedia akan tetapi pengembangannya masih terbatas, oleh karena itu perlu ditingkatkan. Faktor yang perlu dikendalikan dan direncanakan perkembangannya secara hati-hati agar tidak menurunkan status keberlanjutan kawasan permukiman adalah: posisi ekonomi dalam lingkup regional, lokasi kawasan terhadap pusat permukiman, sarana-prasarana, dan pengembangan permukiman. Pengelolaan keempat faktor tersebut memerlukan peningkatan status keberlanjutan dimensi sosial dan kelembagaan. Faktor yang perlu segera dibuat karena saat ini belum tersedia dan diperlukan untuk mengendalikan perkembangan permukiman adalah rencana tata ruang (rencana detail) dan pengendalian tata ruang (peraturan zonasi). Faktor yang perlu dikurangi kegiatannya atau diturunkan intensitasnya adalah degradasi lahan, laju pertumbuhan permukiman, perkembangan permukiman dan pelaksanaan tata ruang (pemanfaatan ruang yang tidak sesuai). Pengurangan atau pengendalian intensitas perkembangan keempat faktor tersebut diperlukan untuk meningkatkan status keberlanjutan dimensi ekologi yang akan berdampak pada keberlanjutan kawasan permukiman di DAS Ciliwung hulu secara keseluruhan.
menunjukkan status kurang berkelanjutan. Dimensi ekonomi dan prasarana, serta dimensi teknologi dan informasi walaupun statusnya cukup berkelanjutan tetapi nilai indeks keberlanjutannya relatif kecil. Terdapat 16 faktor yang berpengaruh terhadap keberlanjutan kawasan permukiman di DAS Ciliwung hulu. Dari 16 faktor tersebut terdapat 4 faktor yang perlu dikurangi perkembangannya karena berpengaruh negatif yaitu : 2 faktor yang berpengaruh negatif terhadap dimensi ekologi adalah perkembangan permukiman yang sangat cepat dan degradasi lahan; 1 faktor yang berpengaruh negatif terhadap dimensi sosial adalah pertumbuhan penduduk yang tinggi; 1 faktor yang berpengaruh negatif terhadap dimensi kelembagaan adalah pelaksanaan tata ruang yang tidak konsisten dengan RTRW. SARAN Dari 5 dimensi keberlanjutan kawasan permukiman di DAS Ciliwung hulu, dimensi ekologi perlu mendapat perhatian yang besar karena indeks keberlanjutannya sangat rendah dibandingkan dimensi yang lain. Untuk meningkatkan status keberlanjutan DAS Ciliwung hulu sebagai kawasan permukiman, 16 faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keberlanjutan permukiman perlu diintervensi dengan cara: menurunkan intensitas kegiatan dan perkembangannya; mengendalikan dan merencanakan perkembangannya dengan hati-hati; serta meningkatkan dan mendorong intensitas kegiatannya. DAFTAR PUSTAKA Fauzy, A dan S. Anna, 2005, Permodelan Sumberdaya Perikanan dan Kelautan Untuk Analisis Kebijakan, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
KESIMPULAN Status keberlanjutan DAS Ciliwung hulu untuk pengembangan permukiman adalah kurang berkelanjutan. Tiga dimensi, yaitu ekologi, sosial dan kelembagaan,
Fisheries Centre UBC. 2006. Standard Attributes For Rapfish Analysis : Evaluation Fields for Ecological,
Hujan Asam Dan Leaching Fe Ke Dalam Air Sumur …...…….……….…..………….(Sutanto, dkk)
21
Ekologia, Vol. 11 No.1 , April 2011 : 21-29
Technological, Economic, Social and Ethical status. Canada: Rapfish Group Fisheries Centre University British Columbia.hlm1-5. http:// www2.fisheries.com/archive/projects/ new-atts. pdf I.K.
Pitcher, T.J, 1999, Rapfish, A Rapid Appraisal Technique for Fisheries, And Its Application to the Code of Conduct for Responsible Fisheries. FAO Circular No 947. Rome: Food Agriculture Organization of The United Nations, 47 p.
Dewi. 2010 M0del Pengelolaan Kawasan Permukiman Berke-lanjutan Di Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung Hulu Kabupaten Bogor. [disertasi] Bogor: Sekolah pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Price, M.F and B. Messerli. 2002. Fostering Sustainable Mountain Development: from Rio to the International Year of Mountains, and Beyond: An Overview of the Primary Mountain Issues and the Evolving Place of Mountains in the Global Agenda. Unasylva-No 208-2002 International Year of Mountains http://www.mountains 2002.org [6 Mar 2010]
Kavanagh, P. and T.J.Pitcher, 2004, Implementing Microsoft Exel Software for Rapfish: A Technique for The Rapid Appraisal of Fisheries Status. Khanna P, P.R Babu, M.S George. 1999. Carrying-Capacity as a Basis for Sustainable Development: A Case Study of National Capital Region in India. Progress in Planning 52 (1999) 101 – 163. Pergamon . India :National Environmental Engineering Research Institute, Nehru Marg, Nagpur 440 020.
Soepangkat, S.P. 2001. Aspek Kebijakan Dalam Pembangunan Perumahan dan Permukiman. Di dalam: Seminar Pengembangan Perumahan dan Permukiman Berkelanjutan di Indonesia.Bandung 17 Pebruari 2001. FTSP-UNPAS.hlm1-31 Sujarto, D. 1993. Masalah Perumahan dan Permukiman[editorial]. J. Perencanaan Wilayah dan Kota Edisi Khusus Juli:2.
Moffat, I, N. Hanley and M.D. Wilson. 2001. Measuring &Modelling Sustainable Development. New York: The Parthenon Publishing Group. Mustafa, Y.M., M.S. Amin, T.S. Lee, and A.R.M. Shariff, Evaluation of Land Development on Tropical Watershed Hydrology Using Remote Sensing and GIS. J. Spatial Hydrology 5(2):16-30, 2005.
[UNCSD] United Nation Commission on Sustainable Development. 2001. Indicators of Sustainable Development: Guidelines and Methodologies. hlm 2-308. New York : United Nations. http://www. un.org/indisd.pdf [ 5 Okt 2007].
Hujan Asam Dan Leaching Fe Ke Dalam Air Sumur …...…….……….…..………….(Sutanto, dkk)
22
Ekologia, Vol. 11 No.1 , April 2011 : 21-29
HUJAN ASAM DAN LEACHING Fe KE DALAM AIR SUMUR DI WILAYAH INDUSTRI Sutanto1), Ani Iryani2), Latifah K Darusman3), Syaiful Anwar4), dan Tania June5) 1,2)
. Jurusan kimia FMIPA Universitas Pakuan, Bogor 3) . Departemen Kimia, FMIPA IPB 4) . Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, FAPERTA IPB 5) . Departemen Geofísika dan Meteorologi, FMIPA IPB ABSTRAK Wilayah Cibinong-Citeureup terdapat banyak industri, berdebu, dan telah mengalami hujan asam. Salah satu dampak hujan asam adalah degradasi kualitas air sumur. Lebih kurang 75% penduduk di wilayah ini yang memanfaatkan air sumur sebagai air minum. Telah dipelajari distribusi dan dampak hujan asam terhadap peningkatan kadar Fe dalam air sumur. Monitoring air hujan dilakukan pada 30 menit pertama hujan pada 16 lokasi dari tahun 1999 sampai 2009. Data keasaman air hujan setiap tahun dipetakan menggunakan program sufer 6, selanjutnya dilakukan overlay dan diidentifikasi daerah yang mengalami hujan asam intensitas tinggi secara terus-menerus. Monitoring kadar Fe air sumur dilakukan pada 16 lokasi sumur dari tahun 1999 sampai 2009. Keasaman air diukur menggunakan pH meter elektronik, dan Fe ditentukan dengan metoda o-fenantrolin menggunakan spektrofotometer UV-VIS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa daerah yang terus-menerus mengalami hujan asam intensitas tinggi (pH<5,0) terjadi seluas 4 km 2. Dalam daerah hujan asam intensitas tinggi ini keasaman air hujan terus meningkat dari tahun 19992009. Peningkatan keasaman air hujan menyebabkan leaching Fe ke dalam air sumur secara nyata (P 0,049, 95%). Kata kunci : Hujan asam,, leaching, Fe, air sumur, industri
(Manahan, 2005). Hujan asam yang masuk ke tanah dapat menyebabkan pelarutan dan pencucian (leaching) logam Fe sehingga masuk ke dalam sumur. Logam Fe dalam tanah dapat berbentuk senyawa Fe2O3 (hematite), FeOOH (geotit), dan Fe5(O4H3)3 (ferihidrit). Logam Fe dapat ditranslokasikan dari dekomposisi mineral menjadi bentuk ion Fe3+, Fe(OH)2+, dan Fe(OH)4- (Weiner. 2000). Ketergantungan kelarutan Fe terhadap asam berbanding lurus. Pada pH 7 kelarutan Fe < 0,001 mg/L dan pada pH 3 kelarutan Fe > 2mg/L (Weiner, 2000).Selain itu kelarutan Fe juga tergantung kepada adanya oksidan (Leming et al, 2007), suhu dan ukuran partikel (Petrakakis et al, 2007). Nwoye et al. (2009) menggunakan persamaan % Fe = e2.042 (lnT) untuk memprediksi % leaching Fe dengan T adalah suhu (oC). Selain tingkat
PENDAHULUAN Daerah Citeureup dan Cibinong Kabupaten Bogor merupakan wilayah industri, padat transportasi, dan berdebu dengan jumlah industri mencapai 2.944 buah Kepadatan penduduk di daerah ini rata-rata 4131 jiwa/km2. Penduduk di wilayah ini yang memanfaatkan air sumur sebagai sumber air minum mencapai 75,63% (BPS. 2008). Hujan asam di wilayah ini terjadi dengan intensitas tinggi yaitu pH 4,7 terkonsentrasi pada daerah sekitar pusat industri dengan radius beberapa km. Intensitas hujan asam semakin menurun dengan semakin jauh jarak dari pusat hujan asam sampai radius 10 km dan kembali normal (pH > 5,6) pada jarak > 20 km (Sutanto, et al, 2002). Hujan asam memiliki pH air hujan kurang dari 5,6 (Menz & Hans, 2004) dan
Hujan Asam Dan Leaching Fe Ke Dalam Air Sumur …...…….……….…..………….(Sutanto, dkk)
22
Ekologia, Vol. 11 No.1 , April 2011 : 21-29
keasaman larutan, pelepasan logam Fe dari dalam tanah juga tergantung kepada jumlah pelarut terhadap jumlah padatan dalam larutan atau rasio volume cairan dalam liter terhadap berat padatan dalam kg (L/S) van der Sloot et al, 2003. Dalam kenyataan di lapangan rasio ini diwakili oleh curah hujan atau musim. Pada sumur terbuka pH air sumur dalam musim kering lebih rendah dari pada musim hujan (Efe et al, 2005). Penelitian ini bertujuan untuk: memetakan dan menentukan pola kecenderungan perubahan pH hujan asam, menentukan pola perubahan kadar Fe dalam air sumur, dan mencari hubungan matematik antara tingkat keasaman air hujan dengan perubahan kadar Fe dalam air sumur pada daerah yang terus menerus mengalami hujan asam.
metri menggunakan alat ukur pH elektronik (pHmeter). Alat dikalibrasi dengan larutan buffer (pH 4, 7, dan 10). Air hujan ditampung pada setengah jam pertama dengan wadah plastik 2 meter di atas permukaan tanah, diukur pH, kemudian diawetkan dengan asam sulfat hingga pH 2. Air sumur terbuka disampling dengan timba dimasukkan ke dalam jerigen plastik bersih, diukur pH kemudian diawetkan dengan asam sulfat hingga pH 2. Masing-masing dilakukan pada 7 titik lokasi di wilayah penelitian. Kemudian sampel dibawa ke laboratorium untuk analisis Fe. Pengukuran kadar besi dilakukan dengan metoda o-fenantrolin dengan alat spektrofotometer. Ion besi dalam sample dibuat bermuatan 2 dengan hidroksilamin HCl, kemudian pada kondisi larutan pH 2 direaksikan dengan larutan o-fenantrolin. Warna merah intensif diukur serapannya pada panjang gelombang 510 nm. Data pH dan lokasi sampling (koordinat) diplot dengan bantuan komputer program sufer 6, untuk menghasilkan garis isopleth pH. Garis isopleth pH ini di “overlay” dengan peta wilayah penelitian untuk menghasilkan peta isopleth pH. Peta isopleth pH dibuat berdasarkan data pH air hujan tahun 1999, 2001, 2006, 2008, dan 2009. Masingmasing peta isopleth pH dilakukan overlay dan diidentifikasi daerah mana saja yang sering mengalami hujan asam intensitas tinggi (pH<5). Pola kecenderungan penurunan pH air hujan dibuat dengan data tahun 1999, 2001, dan 2006, 2008, dan 2009. Untuk maksud ini dilakukan dengan bantuan komputer program minitab untuk mendapatkan persamaan matematik dan visualisasi grafik. Dengan cara yang sama pola perubahan kadar Fe dalam air sumur dibuat berdasarkan data tahun 1999, sampai tahun 2009. Data pH air hujan dari tahun 1999 sampai 2009 diplot terhadap kadar Fe
BAHAN DAN METODE Penelitian ini melibatkan data sekunder dari penelitian sebelumnya (data tahun, 1999, dan 2001) yang telah dipublikasikan dan data pengamatan tahun 2006, 2008, dan 2009. Lokasi penelitian adalah Kabupaten Bogor meliputi Kecamatan Cibinong, Kecamatan Citeureup, Kecamatan Gunung Putri, dan Kecamatan Klapanunggal dengan luas cakupan wilayah penelitian 100 km2. Peralatan meliputi: botol/jerigen sampling kapasitas 2 liter, alat penampung air hujan dari plastik, pH meter (LUTRON), spektrofotometer UV-VIS (Thermo Scientific, tipe Genesys 10V), neraca analitik, penangas air, dan peralatan gelas lainnya. Bahan-bahan yang digunakan adalah: asam sulfat, kertas pH, larutan buffer (pH 4, 7 dan 10), HCl, hidroksilamin, dll. Metode sampling air dan analisis kimia yang dilakukan dalam penelitian ini merujuk pada metode: Standar methode for examination of water and waste water APHA [9]. Pengukuran pH air hujan dan air sumur dilakukan dengan metode elektro-
Hujan Asam Dan Leaching Fe Ke Dalam Air Sumur …...…….……….…..………….(Sutanto, dkk)
22
Ekologia, Vol. 11 No.1 , April 2011 : 21-29
dalam air sumur dengan bantuan program Excel 2003. Persamaan matematik dipilih dengan nilai koefisien diterminasi tertinggi.
memperlihatkan peta isopleth pH yang dibuat berdasarkan data pH air hujan tahun 1999. Kisaran pH air hujan terukur antara pH 4,5 sampai 5,4. Hujan dengan pH <5 terjadi pada daerah disekitar Pasar Citeureup dan Desa Gunung Putri meliputi daerah dalam radius 2 km. Selain daerah tersebut hanya mengalami hujan asam ringan dengan pH antara 5-5,4. Kecepatan angin di wilayah penelitian ditampilkan dengan bunga angin seperti ditunjukkan pada insert. Pada periode bulan November 1999-Februari 2000 saat dilakukan sampling air hujan rata-rata angin bertiup dari arah utara dan barat laut, dominan dari arah utara mencapai 70 % dan dari arah barat laut 30 %. Kecepatan angin bertiup sangat rendah antara 0,5 – 2,1 m/s.
HASIL DAN PEMBAHASAN Peta Isopleth pH Hujan Asam. Data pH air hujan dipetakan dengan bantuan computer program surfer 6.0 menghasilkan peta contur pH. Peta wilayah diperoleh dari penelusuran dengan computer program Google Earth kemudian peta dilakukan digit ulang dengan bantuan computer program GIS ArcView 3.3 menghasilkan peta wilayah penelitian. Peta contur pH selanjutnya dilakukan overlay dengan peta wilayah penelitian menghasilkan peta isopleth pH suatu peta yang menggambarkan hujan Isopleth pHpola air Hujandistribusi CBN-CTRP tahun 1999 asam di wilayah penelitian. Gambar 1
Lokasi Penelitian
-6.44
-6.45 Selat Sunda
-6.46
Jakarta
Bogor
-6.47
75 Km
-6.48
-6.49
-6.50
-6.51
-6.52
-6.53 106.82 106.83 106.84 106.85 106.86 106.87 106.88 106.89 106.90 106.91 106.92 106.93
2 Km
Gambar 1. Peta Isopleth pH air hujan di wilayah industri Cibinong-Citeureup (data pH air hujan tahun 1999). Daerah yang diarsir merupakan daerah yang mengalami hujan asam intensitas tinggi. Hujan Asam Dan Leaching Fe Ke Dalam Air Sumur …...…….……….…..………….(Sutanto, dkk)
23
Ekologia, Vol. 11 No.1 , April 2011 : 21-29 Isopleth pH Air Hujan CBN-CTRP tahun 2001
ISOPLETH PH AIR HUJAN CBN-CTRP TAHUN 2006
(b)
(a) TH 2001 -6.44
-6.44
-6.45
-6.45
-6.46
-6.46
-6.47
-6.47
-6.48
-6.48
-6.49
-6.49
-6.50
-6.50
TH 2006
-6.51
-6.51
-6.52
-6.52
-6.53
-6.53
106.82 106.83 106.84 106.85 106.86 106.87 106.88 106.89 106.90 106.91 106.92 106.93
106.82 106.83 106.84 106.85 106.86 106.87 106.88 106.89 106.90 106.91 106.92 106.93
2001
(c)
2006 TH 2009
(d)
TH 2008 -6.44 -6.45 -6.46 -6.47 -6.48 -6.49 -6.50 -6.51 -6.52 -6.53 106.82
20 08 2008
106.84
106.86
106.88
106.90
106.92
106.94
2009
Gambar 2. Peta isopleth pH di wilayah industri Cibinong-Citeureup Kabupaten Bogor pada tahun pengamatan 2001(a), 2006 (b), 2008 (c), 2009 (d). Daerah yang diarsir ádalah daerah yang mengalami hujan asam intensitas tinggi (pH<5). Hujan Asam Dan Leaching Fe Ke Dalam Air Sumur …...…….……….…..………….(Sutanto, dkk)
24
Ekologia, Vol. 11 No.1 , April 2011 : 21-29
Lokasi Penelitian
Selat Sunda
Jakarta
Bogor
75 Km
Daerah hujan asam tinggi terus menerus
2 Km
Gambar 3. Hasil identifikasi daerah yang sering mengalami hujan asam tinggi dari hasil overlay peta isopleth pH th 1999-2009 di Wilayah industri Citeureup- Bogor Cibinong Kabupaten Gambar 2 (a) memperlihatkan peta isoplet pH air hujan yang dibuat berdasarkan data pengamatan pH air hujan tahun 2001. Kisaran pH air hujan antara 4,0 sampai 5,8. Daerah intensitas hujan asam tinggi teridentifikasi pada Desa Kranggan Kecamatan Gunung Putri dan Kecamatan Cibinong, dan sebagian Kecamatan Citereup, dan Sentul. Pada peta memperlihatkan bahwa hampir ½ wilayah penelitian mengalami hujan asam. Hal ini disebabkan oleh arah angin bulan Oktober Desember dominan dari utara dengan kecepatan 0,5m/detik sampai 2m/detik. Gambar 2(b) memperlihatkan peta isoplteh pH tahun 2006. Arah angin bulan sampling dominan dari utara dan tenggara, sebagian dari barat dan barat daya. Daerah hujan asam bergeser kearah barat dari pusat industri. Gambar 2 (c) meskipun arah angin dominan dari barat tetapi ada sebagian dari timur, atau kemungkinan angin lokal dari timur yang lebih berperan dalam sebaran polutan, sehingga daerah hujan asam
cenderung ke arah barat. Gambar 2 (d) hujan asam tersebar di sebelah barat wilayah industri yang disebabkan oleh angin dari arah timur. Berdasarkan pola distribusi selama lima periode pengamatan nampak bahwa area yang mengalami intensitas hujan asam diperkirakan dalam radius 2km atau seluas ±12,56 km2. Area seluas ini yang sering mengalami hujan asam intensitas tinggi Selanjutnya disebut “pulau hujan asam”. Pulau hujan asam akan bergeser-geser, kesegala arah, dapat melebar, dan dapat juga menyempit tergantung kepada arah dan kekuatan angin. Penetapan daerah hujan asam intensitas tinggi dilakukan dengan overlay peta isopleth pH dari tahun 1999 sampai 2009. Daerah intensitas hujan asam tinggi yang dimaksud adalah daerah irisan (interseksi) hasil overlay berbagai tahun peta isopleth pH. Hasil overlay berbagai peta isopleth pH ditandai sebagai daerah yang terus mengalami hujan asam. Daerah ini
Hujan Asam Dan Leaching Fe Ke Dalam Air Sumur …...…….……….…..………….(Sutanto, dkk)
25
Ekologia, Vol. 11 No.1 , April 2011 : 21-29
asam di udara mencapai 58.74 ug/m3 (BLH,2009).
ditampilkan dalam Gambar 3 diberi tanda lingkaran berwarna berarsir kemerahan, yaitu meliputi desa: Cibinong (sebagian), Kranggan (sebagian), Puspasari, Gunung Putri (sebagian), Citeureup, Karanga Asem Barat (sebagian), dan Karang asem timur. Tingginya intensitas hujan asam dan seringnya terjadi hujan asam daerah ini disebabkan pada daerah ini terdapat banyak industri yang mengakibatkan polusi udara. Daerah ini merupakan sentral industri Cibinong-Citeureup yang memiliki potensi pencemaran udara tinggi, kerapatan kendaraan paling tinggi karena pertemuan dari berbagai jurusan seperti kendaraan dari dan ke Kota Bogor, Babakan Madang, Cilengsi dan Bekasi serta Jakarta. Kualitas udara khususnya debu di daerah ini melebihi ambang batas baku mutu menurut PP RI No. 41 tahun 1999. Kadar debu mencapai 285 ug/m3 , kadar NO2 mencapai 700 ug/m3 , dan O3 sebagai salah satu oksidan yang menjadi faktor pembentukan
Perubahan pH air hujan pada daerah yang sering mengalami hujan asam. Keasaman air hujan pada daerah yang terus menerus mengalami hujan asam intensitas tinggi (pH<5) rata-rata berubah dari pH 5.00 pada tahun 1999 menjadi 4,77 pada tahun 2009. Perubahan pH air hujan menunjukkan adanya perubahan kadar polutan di udara. Semakin menurunnya pH berarti semakin tinggi kadar polutan penyebab asam. Pola perubahan penurunan pH tidak linier seperti ditunjukkan pada Gambar 4. Penurunan nilai pH atau peningkatan intensitas hujan asam ini dapat disebabkan oleh semakin meningkatnya polusi udara setempat, khususnya gas NO2. Pada tahun 2007 kadar NOx antara 2457,62 ug/m3 (DTLH. 2007) meningkat menjadi antara 36,44 – 101 ug/m3(BLH, 2009).
Rata-rata pH air hujan
6 Batasan hujan asam
5,5
Batas hujan asam intensitas tinggi
5 4,5 4 3,5 0
09 2
00 4
01 6
02 8
03 10
04 12
05 14
06 16
07 18
08 20
09 22
24
Waktupengamatan (Tahun) pengamatan Waktu
Gambar 4. Pola perubahan pH air hujan pada daerah yang terus menerus mengalami hujan asam intensitas tinggi dari tahun 1999 s/d 2009 (error bar 5%). Hasil analisis kadar Fe dalam air sumur. Hasil pemantauan kadar Fe air sumur pada daerah yang sering mengalami hujan asam intensitas tinggi (pH <5) disajikan pada Tabel 1. Secara umum kadar Fe dalam air sumur memenuhi syarat menurut KepMenKES No. 416/MENKES/PER/IX/ 1990 dan Peraturan Pemerintah RI PP No. 82 tahun 2001 klas I bahwa bakumutu Fe
adalah 0,3 mg/L. Rata-rata kadar Fe dari tahun ke tahun cenderung meningkat dari 0,141mg/L (1999) menjadi 0.222mg/L (2009). Meningkatnya kadar Fe air sumur ini dikarena hujan asam terjadi terus menerus dengan intensitas tinggi sehingga proses leaching semakin meningkat.
Hujan Asam Dan Leaching Fe Ke Dalam Air Sumur …...…….……….…..………….(Sutanto, dkk)
26
Ekologia, Vol. 11 No.1 , April 2011 : 21-29
Tabel 1. Data rata-rata kadar Fe air sumur pada daerah yang terus menerus mengalami hujan asam intensitas tinggi di wilayah industri CibinongCiteureup Bogor Konsentrasi Fe (mg/L) Lokasi sampling
1999
2006
2008 (I)
2008 (II)
2009 (I)
2009 (II)
Karangasem Barat
0,300
0,224
0,210
0,115
0,177
0,207
0,232
Kranggan, Puspanegara 1 (Ps. Ctrp) Puspanegara II
0,300 0,110 0,090
0,210 0,012 0,556
0,210 0,171 0,118
0,224 0,182 0,255
0,169 0,175 0,226
0,211 0,207 0,212
0,236 0,231 0,237
Jl. Raya G.Putri Ds. G. Putri (Tljung Udik)
0,013 0,141
0,117 0,021
0,274 0,193
0,26 0,202
0,211 0,105
0,203 0,164
0,228 0,181
Jl. Nurdin (ITC) Cibinong
0,030 0,141
0,126 0,181
0,117 0,185
0,100 0,191
0,199 0,180
0,233 0,205
0,212 0,222
Rat-rata Keterangan:
*)
[2]
**)
*)
2001
**)
[14] I= Sampling bulan Juni, II =Sampling bulan Desember
Fe2O3 + 6H+ 2Fe3+ + 3H2O
Perubahan Kadar Fe dalam air sumur. Pola perubahan kadar Fe dalam air sumur meningkat ( Gambar 5) pada error bar 20% mengikuti persamaan: [Fe]=0,1117(Th) 0,1912 R2 = 0,9189. Peningkatan kadar Fe ini disebabkan adanya peningkatan keasaman air hujan dari tahun ke tahun (r = 0,8). Gambar 6 memperlihatkan kurva hubungan antara rata-rata kadar Fe dalam air sumur dengan rata-rata pH air hujan. Terjadi hubungan langsung antara kenaikan kadar Fe dalam air sumur dengan penurunan pH air hujan. Hujan asam mempercepat pelepasan besi dalam tanah berdasarkan reaksi sebagai berikut (Manahan, 2005):
Perubahan kadar Fe dalam air sumur akibat pH air hujan cukup nyata ( P 0,049, pada konfidensi 95%) dan peningkatan kadar Fe (mg/L) mengikuti persamaan [Fe] = 2683,6(pH)-6,0803 dengan R2 = 0,6472. Nilai koefisien yang rendah ini disebabkan air hujan yang jatuh dan masuk ke dalam tanah mengalami penurunan keasaman akibat adanya ion-ion penetral asam (ANC = anion neutralizing capasity) di dalam tanah. Leaching logam Fe selain dipengaruhi pH juga dipengaruhi rasio cairan/padatan [8], ukuran partikel matrik sampel (tanah), dan keberadaan oksidan (Le-ming et al, 2007)
0,250
Rata-rata [Fe] (mg/L) air sumur
Rata-rata [Fe] air sumur (mg/L)
0,300
0,200 0,150 0,100
[Fe]=0,1117(Th) 0,1912 2
0,050
R = 0,9189
0,000 0
992 004 016 028 0310 04120514061607 1808 200922
0,250 0,200 0,150 0,100
6,0803
[Fe] = 2683,6(pH)R2 = 0,6472
0,050 0,000 4,7
4,8
4,9
5
5,1
Waktu ( Tahun pengamatan)
Rata-rata pH air hujan
Gambar 5. Pola perubahan kadar Fe(mg/L) dalam air sumur di daerah hujan asam intensitas tinggi
Gambar 6. Hubungan antara rata-rata kadar Fe (mg/L) dalam air sumur vs rata-rata pH air hujan
Hujan Asam Dan Leaching Fe Ke Dalam Air Sumur …...…….……….…..………….(Sutanto, dkk)
26
Ekologia, Vol. 11 No.1 , April 2011 : 21-29
J. Appl.Sci. Environ. Mgt. Vol 9(I) : 191195. Dari hasil penelitian dapat Iryani A. 2002. Pengaruh pencemaran udara disimpulkan bahwa sebagian daerah terhadap kualitas air sumur penduduk penelitian sering mengalami hujan asam (studi kasus air sumur penduduk wilayah intensitas tinggi (pH<5,0) yaitu meliputi industri Cibinong-Citeureup kab. Bogor Desa G. Putri, Ds Tlajung Udik, Ds. Jawa Barat) . Tesis. UI. Jakarta. Puspanegara, dan Desa Puspasari, Ds Komala O, Sutanto, Ani I, Eka H. 1999. Karang Asem Barat, Ds. Karang Asem Pemeriksaan kualitas air sumur Timur dengan luas area mencapai penduduk di wilayah kompleks industri 12,56km2. Pada daerah ini intensitas hujan Citeureup-Bogor, ditinjau dari aspek asam cenderung meningkat dari tahun ke fisika, kimia dan biologi, J.Hasil penelitian, LPP, Univ. Pakuan, Bogor. tahun. Meningkatnya keasaman air hujan menyebabkan meningkatnya leaching Fe Le-ming OU, Rong-quan HE, Qi-ming F, 2007. Influence factors of pyrite leaching kedalam air sumur secara nyata (P 0,049, in germ-free system. J.Cent.South Univ. 0,05). Sebagian daerah lagi jarang Technol (2007)01-0028-04. mengalami hujan asam intensitas tinggi, Manahan S. 2005. Environment Chemistry, dan kadar Fe dalam air sumur tidak Lewis Publ. Boca Raton dipengaruhi oleh intensitas hujan asam. Mattjik AA, Made IS. 2006. Perancangan percobaan dengan aplikasi SAS dan Ucapan Terimakasih. Minitab. IPBPRESS. Pada kesempatan ini penulis Menz FC, Hans SM, 2004, Acid rain in Europe mengucapkan terimakasih kepada DP2M and the United States: an update. Dikti atas hibah dana penbelitian Environmental Scince & Policy. Vol.7: fundamental multi tahun yang diberikan 253-265 dari Dipa No 0145.0/023-04.0/-/2008 dan Nwoye CI, Gideon CO, Udockchuku M, Dipa No.0868.0/023-04.1/2009. Stanley I, Chinedu CN, 2009. Model form calculating the concentration of leached iron relative to the final solution DAFTAR PUSTAKA temperature during sulphuric acid [APHA]. 2005. Standart methods for the ed leaching of iron oxide ore. New York examination of water and waste, 14 . Scince Journal, 2009, 2(3), ISSN 1554APHA. Washington D.C. 0200. BLH. 2009. Laporan kegiatan unit pelaksana Petrakakis Y, Mylona E, Georgantas D, teknis laboratorium lingkungan tahun Geigoropoulou H. 2007. Leaching of 2009. Badan Lingkungan Hidup lead from clinoptilolite at acidic Kabupaten Bogor. conditions. Global Nest Journal, Vol 9. BPS. 2008. Biro Pusat statistik. Kabupaten N0.3: 207-213. Bogor dalam Angka. BPS Kab. Bogor. Sutanto, Ani I, Yusnira, 2002, Profil hujan DTLH. 2007. Laporan pemantauan lingkungan asam di wilayah industri Citeureuphidup, Dinas tata ruang dan lingkungan Cibinong Bogor, Ekologia, vol 2 No.2: hidup Kabupaten Bogor. 1-6. Efe SI, Ogban FE, Horsfall M Jnr, Tan KH. 1982. Dasar-dasar Kimia Tanah. Akporhonor EE. 2005. Seasonal Gadjah Mada Univesity Press. variations of physico-chemical Yogyakarta characteristics in water resources quality van der Sloot, van Zomeren A, Seignette P, in western Niger Delta Region, Nigeria. Comans RNJ, van Zomeren A, Dijkstra JJ, Meeussen H, Hjelmar KDSO. 2003. Hujan Asam Dan Leaching Fe Ke Dalam Air Sumur …...…….……….…..………….(Sutanto, dkk)
KESIMPULAN
27
Ekologia, Vol. 11 No.1 , April 2011 : 21-29 Evaluation of environmental aspects of alternative material using an integrated approach assisted by a database/expert system. Advances in Waste Management and Recycling, September 2003, Dundee
Weiner ER. 2000. Applications of environmental chemistry. Lewis Publisher, CRC Press. Boca Raton.
Hujan Asam Dan Leaching Fe Ke Dalam Air Sumur …...…….……….…..………….(Sutanto, dkk)
29
Ekologia, Vol. 11 No.1 , Oktober 2011 : 30-35
PENGARUH EKSTRAK DAUN SIRIH MERAH (Piper cf. fragile Benth.) TERHADAP BAKTERI PENYEBAB SAKIT GIGI Moerfiah, Fira Diah Setiawaty Supomo FMIPA-UNPAK ABSTRAK Sakit gigi merupakan efek yang dibawa oleh gigi busuk yang disebabkan oleh bakteri yang memproduksi asam dalam mulut. Bakteri ini bertanggungjawab dalam pemecahan fermentasi gula. Bakteri penghasil asam menyerang email yang melindungi gigi, nyeri disebabkan oleh korosif email gigi dan terpaparnya ujung syaraf gigi. Berdasarkan hasil kromatogram kandungan daun sirih merah sama dengan sirih biasa seperti alkaloid, flavonoid, tanin dan minyak atsiri. Senyawa-senyawa inilah yang diduga berpotensi sebagai antibakteri. Oleh karena itu, dilakukan pengujian antibakteri dengan mengukur LDH ekstrak daun sirih merah. Simplisia daun sirih merah memiliki kadar air sebesar 1,0239% dan rendemen sebesar 14,4818%. Pengujian dilakukan dengan konsentrasi 2,5%; 5%; 7,5% dan 10%. Data yang dihasilkan dianalisis menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan program software SAS (Statistic Analyze System). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun sirih merah memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan bakteri penyebab sakit gigi dan konsentrasi yang paling baik adalah 10% dengan rata-rata LDH adalah 16,4166 mm. Hasil uji fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun sirih merah mengandung senyawa flavonoid, saponin dan tanin. Keyword : Ekstrak daun, Piper cf ftagile Benth., sakit gigi
penyakit dan telah terbukti baik secara empiris dan praklinis. Secara umum daun sirih mengandung minyak atsiri 1-4,2%, hidroksikavikol, kavikol 7,2–16,7%, kavibetol 2,7–6,2%, allilfikatekol 0–9,6%, karvakrol 2,2–5,6%, eugenol 26,8-42,5%, eugenol metileter 4,215,8%, p-simen 1,2-2,5%, sineol 2,415,8%, karyofilen 3-9,8%, kadinen 2,415,8%, estragol, terpen, seskuiterpen, fenil propana, tanin, diastase 0,8-1,8%, gula, pati (Winarto, 2007).
PENDAHULUAN Glukosa merupakan bagian utama menu diit penduduk Indonesia. Diantara kerugian yang paling banyak disorot dari pemakaian gula dalam makanan adalah kerusakan dan pengeroposan gigi, terutama pada anakanak. Hasil Survei Kesehatan Nasional 2002 menunjukkan, prevalensi gigi berlubang di Indonesia berkisar 60%. Melihat kondisi ini, maka dicarilah alternatif pengobatan dengan menggunakan obat bahan alam karena diyakini tidak memiliki efek samping yang membahayakan serta harganya lebih ekonomis. Salah satu tanaman obat yang dimanfaatkan untuk mengatasi masalah kesehatan gigi dan mulut adalah tanaman sirih. Umumnya masyarakat mengenal tanaman sirih berdaun hijau. Tetapi belakangan, jenis sirih lain yaitu sirih merah (Piper cf. fragile Benth.) selain sebagai tanaman hias ternyata sirih merah juga mampu mengobati berbagai jenis
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh ekstrak daun sirih merah (Piper cf. fragile Benth.) terhadap bakteri penyebab sakit gigi. BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan Alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi : cawan petri, jarum ose, oven, tabung reaksi, rak tabung reaksi, bunsen, timbangan, kertas cakram, pinset, otoklaf, inkubator, kain batis, grinder, batang
Pengaruh Ekstrak Daun Sirih Merah …...…….………….......…………..………….(Moerfiah, dkk)
31
Ekologia, Vol. 11 No.1 , Oktober 2011 : 30-35
keringkan dalam oven pada suhu 1050C selama 3 jam lalu didinginkan dalam desikator lalu ditimbang. Pengeringan dilanjutkan dan ditimbang pada jarak 1 jam sampai perbedaan antara dua penimbangan berturut-turut tidak lebih dari 0,25% (DepKes, 2000).
pengaduk, penjepit kayu, kulkas, penangas air, spidol, penggaris, ayakan mesh 16, laminar air flow, tabung jar dan alat-alat gelas kimia lainnya. Bahan yang digunakan meliputi : daun sirih merah (Piper cf. fragile Benth.), biakan murni bakteri penyebab sakit gigi, media Brain Heart Infusion, media agar Mueller Hinton, sheep blood, amoksisilin 25 g sebagai kontrol positif, akuabides, etanol 96%, NaCl fisiologis 0,9%, HCl 2N, HCl Pekat, Pereaksi Mayer, Pereaksi Bouchardat, serbuk magnesium, FeCl3, minyak kelapa.
Pembuatan Ekstrak Daun Sirih Merah Sediaan ekstrak etanol dibuat dengan cara maserasi, yaitu dengan merendam simplisia sebanyak 30 g dalam 300 ml pelarut etanol 96% selama 24 jam sambil sekali-sekali diaduk. Setelah 24 jam, ekstrak disaring melalui kain batis dan ampasnya diperas. Ampas ditambah cairan pelarut secukupnya, diaduk kemudian disaring sehingga diperoleh ekstrak sebanyak 300 ml. Setelah itu cairan ekstrak diuapkan dengan alat penguap (Rotary evaporator) sampai berbentuk cairan kental, kemudian dilanjutkan dengan menggunakan penangas air dengan suhu antara 400C-500C sampai diperoleh ekstrak kental dan hasilnya ditimbang (DepKes, 2000). Rendeman ekstrak total dihitung dengan membandingkan berat awal simplisia dan berat ekstrak yang dihasilkan.
Metode Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pakuan dan Laboraturium Bakteriologi Balai Besar Veteriner di Bogor. Pembuatan Simplisia Daun sirih merah dikumpulkan dari perkebunan di daerah Ciapus di Bogor. Daun sirih dibersihkan dari kotorankotoran yang menempel, dicuci dengan air mengalir sampai bersih. Daun yang telah bersih dan bebas dari sisa air cucian dikeringkan dalam oven dengan suhu 50oC selama 24 jam, setelah itu simplisia kering dibersihkan kembali dari kotoran yang mungkin tidak hilang pada saat pencucian. Tahap selanjutnya simplisia kering digrinder sehingga menjadi simplisia serbuk, setelah itu serbuk simplisia diayak dengan menggunakan mesh 16, kemudian disimpan dalam wadah bersih dan tertutup rapat.
Pengujian Fitokimia a. Pemeriksaan Kandungan Flavonoid Sejumlah 0,5 g ekstrak etanol daun sirih merah ditambah 100 ml air panas, kemudian didihkan selama 5 menit, disaring sehingga diperoleh filtrat yang digunakan sebagai larutan percobaan. Ke dalam 5 ml larutan percobaan ditambahkan serbuk magnesium dan 1 ml HCl pekat. Selanjutnya ditambahkan amil alkohol dikocok dengan kuat dan dibiarkan memisah. Terbentuknya warna merah, kuning, atau jingga dalam larutan amil alkohol menunjukkan adanya senyawa golongan flavonoid (Depkes, 1995). b. Pemeriksaan Kandungan Tanin Ekstrak etanol daun sirih merah sebanyak 0,5 g ditambahkan 3 tetes FeCl3, hasil positif ditunjukkan dengan
Penetapan Kadar Air Simplisia Penetapan kadar air dilakukan dengan menggunakan metoda gravimetri dilakukan dengan cara : sebanyak ± 2 gram serbuk simplisia ditimbang dan dimasukkan ke dalam krus tertutup yang sebelumnya dipanaskan pada suhu 1050C selama 30 menit dan telah ditara lebih dahulu. Kemudian serbuk simplisia di
Pengaruh Ekstrak Daun Sirih Merah …...…….………….......…………..………….(Moerfiah, dkk)
31
Ekologia, Vol. 11 No.1 , Oktober 2011 : 30-35
terbentuknya warna biru kehitaman untuk tanin galat dan warna hijau kehitaman untuk tanin katekol (Depkes, 1977). c. Pemeriksaan Kandungan Saponin Ekstrak etanol daun sirih merah sebanyak 0,5 g dimasukkan ke dalam tabung reaksi, di tambahkan 10 ml air panas dan didinginkan, kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 menit, hasilnya positif bila pada pada penambahan satu tetes asam klorida 2 N buih tidak hilang (DepKes, 1977). Isolasi Bakteri Uji Bakteri penyebab sakit gigi diambil dari biakan murni yang berasal dari sampel orang yang memiliki karies pada gigi dan abses pada gusi. Isolasi dilakukan dengan cara memasukkan kapas yang telah steril ke dalam karies gigi selama 1 menit setelah itu kapas dipindahkan ke dalam tabung reaksi yang berisi media BHI setelah itu di masukkan ke dalam tabung jar lalu diinkubasi dengan suhu 37oC selama 24 jam. Inokulasi dan Pengujian untuk Bakteri Penyebab Sakit Gigi Inokulasi dan pengujian untuk bakteri dilakukan dengan cara: 1. Pembuatan stok dan inokulum bakteri Biakan murni diinokulasikan pada media cair dalam tabung reaksi yang berisi 10 ml larutan BHI untuk pengujian digunakan biakan berumur 1 hari. Dibuat pengenceran serial 1:10, 1:100, 1:1000 dan seterusnya dengan cara menyiapkan beberapa tabung reaksi yang berisi 9 ml larutan NaCl fisiologis. Bakteri yang disuspensikan diambil sebanyak 1 ml kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi pertama dan dikocok homogen maka akan diperoleh larutan dengan -1 konsentrasi 10 . Larutan pada tabung reaksi pertama diambil sebanyak 1 ml kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi kedua yang berisi 9 ml larutan NaCl
fisiologis 0,9% steril dan dikocok homogen, maka akan diperoleh dengan konsentrasi 10-2 dan seterusnya sampai diperoleh larutan dengan konsentrasi 10-6 (Simmons & Craver, 1990). 2. Pembuatan ekstrak uji dengan konsentrasi 2,5% ; 5% ; 7,5% dan 10%. 3. Pengujian Lebar Daerah Hambat (LDH) Pada pengujian ini digunakan metode difusi kertas cakram, kertas cakram dicelupkan ke dalam ekstrak daun sirih merah steril selama 15 menit kemudian dikeringkan selama 5 menit lalu diletakkan di atas lempeng agar darah dengan menggunakan pinset steril, cawan petri diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam dalam tabung jar di dalam inkubator, lalu diamati dan diukur dengan menggunakan penggaris lebar daerah hambat (LDH) masing-masing kertas cakram terhadap pertumbuhan bakteri. LDH diukur dari diameter zona bening yang terbentuk. Untuk kontrol positif menggunakan amoksisilin yang telah jadi yaitu 25 g sedangkan kontrol negatif adalah minyak kelapa. Parameter Penelitian Parameter utama yang diamati dalam penelitian ini adalah lebar daerah hambat yang terbentuk di sekeliling kertas cakram pada pengujian antibakteri dengan menggunakan metode difusi kertas cakram. Pengukuran menggunakan penggaris. Parameter tambahan penelitian ini adalah menguji kandungan senyawa flavonoid, saponin dan tanin dalam ekstrak etanol daun sirih merah secara kualitatif melalui analisis fitokimia. Analisis Data Data hasil pengukuran lebar daerah hambat ekstrak etanol daun sirih merah dianalisis menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan program software SAS (Statistic Analyze System).
Pengaruh Ekstrak Daun Sirih Merah …...…….………….......…………..………….(Moerfiah, dkk)
32
Ekologia, Vol. 11 No.1 , Oktober 2011 : 30-35
kecepatan konsentrasi ekstrak yang berdifusi ke medium agar (Gambar 1 dan 2). Perbedaan lebar daerah hambat ini juga dipengaruhi oleh kesensitifan dari organisme uji, medium kultur dan kondisi inkubasi, kecepatan difusi antibakteri, dan konsentrasi senyawa antibakteri (Prescott, 2005)
HASIL DAN PEMBAHASAN Serbuk Simplisia Daun Sirih Merah Tabel 1. Hasil penetapan kadar air dan rendemen ekstrak Kadar air simplisia Rendemen (%) 1,0239%
14,4818
Tabel 2. Hasil analisis kualitatif ekstrak etanol daun sirih merah
Senyawa Flavonoid Saponin
Tanin
Hasil Warna kuning Buih lama hilang (Stabil) Warna hijau kehitaman
Tabel 3. Rata-rata LDH (mm) ekstrak etanol daun sirih merah
Kesimpulan +
Konsentrasi ekstrak Rata-rata
+ = Sedikit pekat +++ = Sangat pekat
D
10%
3,667d
4,75c
6,6833b
16,416 6a
rata-rata LDH
20
B
A
7,5%
Dari table 3 diatas hasil rata-rata LDH menunjukkan bahwa konsentrasi 10% mempunyai perbedaan sangat nyata efektifitas antibakterinya terhadap bakteri penyebab sakit gigi dibandingkan semua deret konsentrasi yang dibuat. Lebar daerah hambat ini berupa lebar daerah hambat yang absolut, artinya bersifat bakterisidal. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak yang digunakan maka semakin besar lebar daerah hambat yang dihasilkan (Gambar 3).
Pengujian Aktivitas Antibakteri Pengujian aktivitas antibakteri dalam penelitian ini menggunakan metode difusi kertas cakram (Paper disc), dengan konsentrasi larutan ekstrak 10%; 7,5%; 5%; 2,5%. Sebagai kontrol positif digunakan amoksisilin 25 g, sedangkan kontrol negatif adalah minyak kelapa. Penggunaan minyak kelapa bertujuan untuk melarutkan ekstrak daun sirih merah dan ternyata minyak kelapa sebagai pelarut tidak memiliki aktivitas antibakteri. B
5%
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh sangat beda nyata
+++
Keterangan: ± = Stabil
A
2,5%
15 10 5
C 0
Gambar 1
2,5 %
Gambar 2
5 %…
Gambar 3. Histogram Lebar Daerah Hambat pertumbuhan bakteri penyebab sakit gigi pada ekstrak etanol yang dihasilkan pada masing-masing perlakuan.
Keterangan gambar: 1. A. LDH ekstrak daun sirih merah konsentrasi 2,5% B. LDH ekstrak daun sirih merah konsentrasi 5% C. LDH ekstrak daun sirih merah konsentrasi 7,5% D. LDH ekstrak daun sirih merah konsentrasi 10% 2. A. LDH kontrol negatif B. LDH kontrol positif
Berdasarkan tahapan pengujian yang telah dilakukan terlihat adanya perbedaan diameter hambatan dari masingmasing konsentrasi yang disebabkan oleh
Hasil pengukuran lebar daerah hambat dianalisis menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan program software SAS (Statistic Analyze System)
Pengaruh Ekstrak Daun Sirih Merah …...…….………….......…………..………….(Moerfiah, dkk)
33
Ekologia, Vol. 11 No.1 , Oktober 2011 : 30-35
analisis data (Lampiran 5) diketahui bahwa konsentrasi ekstrak etanol daun sirih merah berpengaruh sangat beda nyata terhadap daya hambat pertumbuhan bakteri penyebab sakit gigi (P 0,01). Setelah dilanjutkan dengan uji Duncan diketahui bahwa semua perlakuan sangat beda nyata. Konsentrasi 10% sangat beda nyata dengan konsentrasi 7,5%; 5% dan 2,5%. Penghambatan disekitar pertumbuhan ditunjukkan oleh luasnya wilayah jernih zona hambat kertas cakram (Brander et al., 1991). Adanya zona hambat di sekitar kertas cakram karena ekstrak mengandung flavonoid, saponin dan tanin berdasarkan analisis fitokimia (Gambar 1) dan juga senyawa-senyawa lainnya yang terdapat dalam daun sirih merah. Senyawa flavonoid dan tanin merupakan turunan fenol yang dapat mengakibatkan terjadinya denaturasi dan koagulasi protein sel bakteri. Menurut Siswandono dan Bambang (1995) turunan fenol berinteraksi dengan sel bakteri melalui proses adsorpsi yang melibatkan ikatan hidrogen. Pada konsentrasi tertentu terbentuk kompleks protein fenol dengan ikatan lemah dan segera menyebabkan penguraian diikuti penetrasi fenol ke dalam sel bakteri dan menyebabkan koagulasi protein membran sehingga membran sel bakteri menjadi lisis, selain itu dapat juga menyebabkan timbulnya kebocoran konstituen sel yang essensial sehingga sel bakteri mengalami kematian. Menurut Robinson (1995), senyawa saponin bersifat sebagai surfactant agent yang kuat seperti sabun, karena dapat menurunkan tegangan permukaan antar sel. Saponin yang diadsorpsi pada permukaan sel akan menyebabkan kerusakan dengan meningkatnya permeabilitas membran, sehingga bahan-bahan esensial tersebut yang dibutuhkan oleh bakteri untuk hidup menjadi hilang dan dapat menyebabkan terjadinya kematian terhadap sel. Lebar daerah hambat absolut yang terbentuk selain karena kandungan
senyawa flavonoid, saponin dan tanin juga karena khasiat kandungan senyawa lainnya. Heyne (1987) menyatakan bahwa daun sirih mengandung kavikol yang mempunyai daya bakterisida lima kali lebih kuat dibanding fenol. Kemampuan daun sirih sebagai antibakteri plak gigi yang diteliti oleh Sundari dkk., (1992) menunjukkan bahwa minyak atsiri daun sirih dengan konsentrasi 0,25% menunjukkan daya antibakteri dan dalam pasta gigi menunjukkan daya antiseptik dimulai pada konsentrasi 0,5%. Menurut Suwondo dkk., (1992) perasan, infus, ekstrak air-alkohol, ekstrak heksan, kloroform maupun etanol daun sirih mempunyai aktivitas antibakteri terhadap bakteri gingivitis dan bakteri pembentuk plak (Streptococcus mutans). Minyak atsiri dan ekstrak daun sirih mempunyai aktivitas antibakteri terhadap beberapa bakteri gram positif dan negatif serta menunjukkan aktivitas antifungi terhadap beberapa macam kapang. Daya antibakteri minyak atsiri disebabkan karena kandungan senyawa fenol dan turunannya yang dapat mendenaturasi protein sel bakteri. Kontrol positif menggunakan antibiotik Amoksisilin 25 g diperoleh hasil LDH 17,55 mm, tanpa dilakukan pengulangan. Antibiotik Amoksisilin menghasilkan lebar daerah hambat yang absolut terhadap bakteri penyebab sakit gigi karena amoksisilin merupakan jenis antibiotik yang memiliki spektrum luas, yaitu dapat menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif dan Gram negatif (Siswandono & Bambang, 1995). Pengukuran adanya kekuatan antibiotik dan antibakteri menurut Suryawiria (1978) dipergunakan metode Davis Stout dengan ketentuan : 1. Sangat kuat (daerah hambat 20 mm atau lebih). 2. Kuat (daerah hambat 10-20 mm). 3. Sedang (daerah hambat 5-10 mm). 4. Lemah (daerah hambat 5 mm). Dari ketentuan diatas dapat ikatakan amoksisilin mempunyai kekuatan kuat
Pengaruh Ekstrak Daun Sirih Merah …...…….………….......…………..………….(Moerfiah, dkk)
34
Ekologia, Vol. 11 No.1 , Oktober 2011 : 30-35 .2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat Dan Makanan. Jakarta. Heyne, K. 1987. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya. Jilid 1. Badan Litbang Departemen Kehutanan. Jakarta. Prescott LM. 2005. Microbiology 2nd Edition. New York : Mc. Grow-Hill. Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tingkat Tinggi Edisi ke-IV (Diterjemahkan oleh Padmawina, K). Institut Teknologi Bandung. Bandung. Simmons, G. S and J, Craver. 1990. Antibiotic Sencitivity Tests Using The Disc Method. Austrchian Bureau Of Animal Health. P. Appendix A. Siswandono & Bambang S. 1995. Kimia Medisinal. UNAIR Press. Surabaya. Sundari, S., Koensoemardijah dan Nusratini. 1992. Minyak Atsiri Dalam Pasta Gigi; Stabilitas Fisis dan Daya Antibakteri. Warta Tumbuhan Indonesia Jakarta. Suryawiria, U. 1978. Mikroba lingkungan Edisi kedua. ITB. Bandung. Suwondo, S., Sidik., Somadilaga R.S, dan Soelarko R.M. 1992. Aktivitas Antibakteri Daun Sirih Terhadap Bakteri Gigivitis dan Baktrei Pembentuk Plak/karies Gigi (Streptococcus mutans). Warta Tumbuhan Obat Indonesia 1(1) 1-4. Jakarta. Winarto, W. P. 2007. Tanaman Obat Indonesia untuk Pengobat Herbal Jilid 2. PT. Karyasari Herba Media. Jakarta.
karena lebar daerah hambat yang dihasilkan sebesar 17,55 mm dan ekstrak etanol daun sirih merah mempunyai kekuatan yang sama karena lebar daerah hambatnya sebesar 16,4166 mm. KESIMPULAN Kesimpulan 1. Ekstrak etanol daun sirih merah (Piper cf. fragile Benth.) memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri penyebab sakit gigi. 2. Ekstrak etanol daun sirih merah pada konsentrasi 10%; 7,5%; 5% dan 2,5% memberikan pengaruh sangat nyata dalam menghambat pertumbuhan bakteri penyebab sakit gigi. 3. Konsentrasi ekstrak daun sirih merah yang paling efektif menghambat pertumbuhan bakteri penyebab sakit gigi yaitu konsentrasi 10%. 4. Berdasarkan hasil pengujian fitokimia secara kualitatif ekstrak etanol daun sirih merah mengandung flavonoid, saponin dan tanin. DAFTAR PUSTAKA Brander, G. C., Pough, D. M, Bywater, R. J & Jenkins, W. L. 1991. Veterinary Applied Pharmacology and Therapeutics. 5 th Editions. Brailler Tindal, London. 418-419 p. DepKes RI. 1977. Materia Medika Indonesia, Jilid 1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. .1995. Materia Medika Indonesia, Jilid VI. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.
Pengaruh Ekstrak Daun Sirih Merah …...…….………….......…………..………….(Moerfiah, dkk)
35
Ekologia, Vol. 11 No.1 , April 2011 : 36-43
PENERAPAN TEKNOLOGI NANOPARTIKEL PROPOLIS TRIGONA SPP ASAL BOGOR SEBAGAI ANTIBAKTERI ESCHERICHIA COLI SECARA IN-VITRO 1)
1)
Prasetyorini, 2)AE. Zainal Hasan, 3), Rofiqoh Siregar FMIPA Universitas Pakuan, 2) Departemen Biokimia IPB, 3) Farmasi Universitas Pakuan ABSTRAK
Penelitian penerapan nanopartikel propolis Trigona spp asal Bogor sebagai antibakteri Escherichia coli secara in-vitro bertujuan membuat sediaan nanopartikel dari propolis Trigona spp asal Bogor (nanopropolis). Pembuatan nanopropolis dilakukan dengan cara penyalutan dan homogenizer pada kecepatan 22.000 rpm selama satu jam. Dalam penelitian ini dilakukan melalui empat tahap, yaitu tahap ekstraksi raw propolis Trigona spp, tahap pembuatan sediaan nanopropolis, tahap melakukan uji aktivitas nanopropolis sebagai antibakteri dan menentukan konsentrasi hambat tumbuh minimum (KHTM) nanopropolis terhadap bakteri Escherichia coli. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Propolis Trigona spp asal Bogor dapat dibuat nanopartikel dengan ukuran partikel mencapai 192 – 273 nm. Ukuran partikel nanopropolis dideteksi menggunakan Scanning Electron Microscopy. Hasil uji aktivitas antibakteri menunjukkan bahwa pada konsentrasi 0,02%10% nanopropolis aktif sebagai antibakteri terhadap bakteri Escherichia coli. Konsentrasi hambat tumbuh minimum nanopropolis berada di bawah konsentrasi 0,02%. Ketika dibandingkan dengan sediaan tanpa teknologi nano (propolis biasa), pada kondisi konsentrasi sama nanopropolis lebih efektif daripada propolis biasa karena zona hambat yang dihasilkan lebih besar. Kata kunci : Trigona spp, propolis, dan teknologi nano
propolis masing-masing untuk setiap bakteri adalah 0,39% terhadap Staphilococcus aureus, 0,78% terhadap Bacillus subtilis dan 0,78% terhadap E. coli. Kwon et al., dalam Fearnley (2001) menyatakan bahwa pemakaian propolis akan mengurangi diare anak sapi yang diinfeksi E. coli. Teknologi nano merupakan trendsetter baru dalam dunia ilmu pengetahuan. Nanoteknologi adalah teknologi yang mampu menyiapkan bahan aktif obat dalam partikel dengan ukuran nanno (seperjuta meter) dengan ketepatan lebih kecil dari satu mikrometer. Di Indonesia teknologi nanopartikel terutama untuk herbal masih belum dikembangkan. Sementara itu, efektifitas suatu obat akan tercapai setelah melalui proses LADME (Liberasi, Absorbsi, Distribusi, Metabolisme dan Ekskresi). Bentuk dan ukuran partikel merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi efektifitas`obat, karena
PENDAHULUAN Berbagai hal telah dilakukan dalam upaya memperbaiki kesehatan, salah satunya yaitu penggunaan bahan-bahan yang berasal dari alam sebagai bahan baku. Propolis adalah salah satu hasil bahan alam dari hewan yang digunakan sebagai bahan baku obat yang bermanfaat sebagai antibakteri. Propolis merupakan getah yang dikumpulkan oleh lebah dari berbagai pucuk tanaman dan dari tanaman yang patah di mana getah tanaman tersebut kemudian dicampur dengan enzim yang terdapat dalam kelenjar ludah lebah dan digunakan untuk melindungi sarang dari berbagai bakteri, virus, dan jamur. Hasan (2006) melaporkan propolis hasil ekstrak etanol 70% dapat digunakan sebagai senyawa antibakteri, baik bakteri gram positif (Staphilococcus aureus dan Bacillus subtilis), maupun bakteri gram negatif (Escherichia coli). Konsentrasi hambat tumbuh minimum dari ekstrak
Penerapan Teknologi Nanopartikel Propolis Trigona Spp …..............…….….......(Prasetyorini,dkk)
37
Ekologia, Vol. 11 No.1 , April 2011 : 36-43
ukuran partikel sangat berpengaruh dalam proses kelarutan, absorbsi dan distribusi obat. Oleh sebab itu, melalui kegiatan penelitian ini akan dikembangkan inovasi teknologi sediaan propolis asal Bogor dalam bentuk nanopartikel dengan kapasitas antibiotik yang tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk membuat sediaan nanopartikel dari propolis Trigona spp dan melakukan uji aktivitasnya sebagai antibakteri serta mengukur Konsentrasi Hambat Tumbuh Maksimum dari nanopropolis pada bakteri Escherichia coli. Adapun hipotesis yang diajukan adalah popolis Trigona spp asal Bogor dapat dibuat nanopartikel dan lebih aktif dibandingkan propolis tanpa teknologi nano.
Sebanyak 300 g propolis kasar Trigona spp direndam dengan 650 mL etanol 70%. Suspensi tersebut ditutup aluminium foil dan dikocok dengan shaker di ruang gelap selama satu minggu. Selanjutnya, suspensi disaring, residu yang tersisa diekstrak kembali dengan 50 ml etanol 70%, dikocok 24 jam dengan kecepatan 120 rpm, dan filtrat didekantasi lagi. Ekstraksi residu diulang sampai 7 hari, sehingga total pelarut yang digunakan 1000 ml, dan total waktu maserasi 14 hari. Teknik maserasi diakhiri apabila warna filtrat terakhir berwarna jernih. Seluruh filtrat yang terkumpul kemudian dipekatkan dengan rotavapor pada suhu ≤ 50° C. Ekstrak pekat yang diperoleh kemudian ditimbang untuk mendapatkan nilai rendemennya. Selanjutnya ditambahkan etanol sebanyak satu kali volume ekstrak (1:1), dan ini disebut dengan ekstrak etanol propolis (EEP) 100%.
BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilakukan selama tiga bulan, Juni 2009 sampai September 2009, bertempat di Laboratorium Biokimia Institut Pertanian Bogor Dramaga dan Badan Tenaga Atom Nasional Serpong. Bahan-bahan yang digunakan antara lain, propolis kasar Trigona spp yang berasal dari Bogor, etanol 70%, media PYG (Peptone Yeast Glukosa), media cair (Nutrient Broth), aquadest, maltodekstrin, Mg Stearat, Escherichia coli, dan kloramfenikol 250 mg (sebagai kontrol positif). Alat-alat yang digunakan antara lain autoklaf, penangas air bergoyang (shaker), rotavapor, vacuum dryer, homogenator, laminar air flow, wrap, cawan petri, aluminium foil, spektrofotometer, jarum ose, pipet tetes, beberapa alat gelas, mikropipet, inkubator suhu, neraca analitik, kertas saring, segitiga penyebar, jangka sorong, High Energy Milling (HEM), dan Scanning Electron Microscopy (SEM).
Pembuatan Propolis 20% Ekstrak etanol propolis 100% sebanyak 20 g dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan dengan 120 ml etanol 70%. Bahan penyalut maltodekstrin sebanyak 85 g dilarutkan dalam akuades 80 ml dan ditambahkan Mg stearat sebanyak 5 g lalu diaduk dengan stirrer sampai tercampur rata selama 30 menit. Selanjutnya, larutan dicampurkan dengan propolis yang terlarut dengan etanol 70% dan dengan cepat campuran diaduk dengan stirer kembali selama 30 menit. Kemudian, larutan dikeringkan dengan vacuum dryer pada suhu ≤ 50° C. Pembuatan Nanopropolis 20% Pembuatan nanopropolis 20% dilakukan dengan metode modifikasi Bhaskar et al., 2009. Sejumlah 20 g ekstrak etanol propolis 100% dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan dengan 120 ml etanol 70%. Bahan penyalut maltodekstrin sebanyak 85 gram dilarutkan dalam akuadest 80 mL dan ditambahkan Mg stearat sebanyak 5 gram lalu diaduk
Metode Penelitian Ekstraksi Propolis Trigona spp Propolis diekstraksi menggunakan dengan maserasi metode Hasan (2006).
Penerapan Teknologi Nanopartikel Propolis Trigona Spp …..............…….….......(Prasetyorini,dkk)
37
Ekologia, Vol. 11 No.1 , April 2011 : 36-43
dengan stirrer sampai tercampur rata, kemudian dengan cepat dihomogenisasi pada kecepatan 22.000 rpm selama 30 menit. Selanjutnya setelah 30 menit penyalut dihomogenisasi, propolis yang telah terlarut dengan etanol 70% dicampurkan dan dengan cepat campuran dihomogenisasi kembali pada kecepatan 22.000 rpm selama 30 menit. Setelah itu, larutan dikeringkan dengan vacuum dryer pada suhu 50˚ C. Serbuk yang terbentuk kemudian dihaluskan dan disamaratakan dengan High Energy Milling (HEM) sehingga akan terbentuk partikel berukuran nano dan pengidentifikasian ukurannya dilakukan menggunakan SEM.
dibiakkan ke dalam agar miring Nutrient agar (NA), kemudian di ambil satu ose dan digoreskan ke dalam agar miring lalu diinkubasi pada suhu 37o C selama 24 jam. Biakan ini merupakan aktivitas awal stok bakteri yang disimpan pada suhu 4-5o C. Kultur regenerasi ini akan digunakan sebagai stok kerja yang digunakan pada uji aktifitas antibakteri. Preparasi Inokulum Sebanyak satu ose bakteri dari stok biakan dibiakkan dalam media cair, NB (nutrient Broth) diinkubasi pada suhu 37° C selama 24 jam. Biakan segar diukur densitas optiknya. Jika densitas optiknya > 0,5, untuk inokulasi di ambil 50 µL. Jika densitas optiknya < 0,5, untuk inokulasi di ambil 100 µL.
Karakterisasi Sampel Dengan SEM Sampel dikarakterisasi menggunakan alat SEM di BATAN. Plat platinum disiapkan terlebih dahulu lalu diambil secuplik sampel dan diletakkan pada permukaan plat. Sampel terlebih dahulu dicoating (dilapisi) dengan emas. Sampel yang telah dilapisi lalu diamati dengan SEM
Uji Pendahuluan Aktivitas Antibakteri a). Ekstrak Propolis Uji pendahuluan aktivitas antibakteri dilakukan dengan metode difusi sumur. Sebanyak satu ose bakteri dari stok biakan diambil lalu diinkubasi di dalam 10 ml media cair (Nutrient Broth) selama 18-24 jam pada suhu 37° C dalam inkubator dan sambil dikocok menggunakan penangas air bergoyang. Selanjutnya dari biakan diambil 50µL bakteri dan disebarkan di dalam cawan Petri, yang telah berisi media Agar PYG (Peptone yeast Glucose) bersuhu ± 45° C, kemudian cawan digoyangkan agar bakteri tersebar rata. Selanjutnya didiamkan pada suhu kamar sampai media agar memadat. Setelah memadat agar dilubangi dengan diameter ± 5 mm. Ke dalam lubang tersebut dimasukkan ekstrak etanol propolis sebanyak 50µL dan diinkubasi pada suhu 37° C selama 24 jam. Daerah bening yang terlihat disekeliling lubang menandakan adanya aktivitas antibakteri.
Pengujian Kadar Air Sediaan nanopropolis dan propolis biasa yang telah dibuat dihitung kadar airnya menggunakan Mousture Balance dengan suhu 1050 C dan rentang waktu pengukuran 10 menit. Uji Aktivitas Antibakteri Uji aktivitas antibakteri menggunakan metode perforasi atau metode sumur (Andrews, 2001). Sampel untuk uji aktivitas antibakteri adalah larutan propolis biasa dan larutan nanopartikel propolis yang dibuat masingmasing sebanyak 10 seri konsentrasi. Kontrol positif yang digunakan adalah kloramfenikol kapsul 250 mg dengan konsentrasi 10 mg/ml. Kontrol negatif yang digunakan adalah etanol 1% dan aquadest. Regenerasi Bakteri Uji Bakteri yang akan dipakai diregenerasikan terlebih dahulu. Bakteri yang berasal dari kultur primer mula–mula
b). Sediaan Nanopropolis dan Propolis Biasa Uji pendahuluan juga dilakukan pada sediaan nanopropolis dan propolis
Penerapan Teknologi Nanopartikel Propolis Trigona Spp …..............…….….......(Prasetyorini,dkk)
38
Ekologia, Vol. 11 No.1 , April 2011 : 36-43
biasa, yaitu dengan cara: Biakan bakteri yang telah dibuat dan dikur densitas optiknya, disebar ke dalam petri yang telah berisi media agar PYG (Peptone yeast Glucose) bersuhu ± 45° C, kemudian cawan digoyangkan agar bakteri tersebar rata. Selanjutnya didiamkan pada suhu kamar sampai media agar memadat. Setelah memadat agar dilubangi dengan diameter ± 5 mm. Ke dalam lubang tersebut masing-masing dimasukkan nanopropolis dan propolis biasa sebanyak 50µL. Selanjutnya diinkubasi pada suhu 37° C selama 24 jam. Daerah bening yang terlihat disekeliling lubang menandakan adanya aktivitas antibakteri.
diinkubasi, dilakukan pengamatan dan pengukuran daerah bening disekitar sumur. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap, data yang diperoleh dianalisis dengan analisis ragam pada selang kepercayaan 95% dan taraf α 0,05. Seluruh data dianalisis menggunakan program SPSS 17,00 HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstrak Propolis Ekstrak propolis Trigona spp berwarna merah kecoklatan serta tidak larut dalam air. Rendemen ekstrak yang didapat sebesar 27,350 g (9,12%). Hasil sediaan propolis biasa berbentuk serbuk yang sangat kering. Warna coklat, kadar air 5,38%. bertekstur kasar dan ukuran partikel tidak merata (Gambar 1)
Penyiapan Larutan Nanopropolis Nanopropolis yang diperoleh dilarutkan dalam aquadest dengan perbandingan 1:1 (b/b), sehingga diperoleh larutan nanopropolis dengan kadar 20% kemudian diencerkan menggunakan aquadest. Jangkauan pengenceran yang digunakan pada formula nanopropolis ini adalah: (10%; 5%; 2,5%; 1,25%; 0,625%; 0,31%; 0,15%; 0,078%; 0,04%; dan 0,02%). Seri pengenceran ini dibuat dengan melarutkan nanopropolis dengan aquadest. Perlakuan yang sama juga dilakukan pada propolis biasa.
Gambar 1. Serbuk propolis biasa Sediaan nanopropolis yang dihasilkan berbentuk serbuk yang sangat kering, agak kasar dan bergerombol, selanjutnya dihaluskan dengan HEM dengan kecepatan ± 916 rpm dan frekuensi 28,8 Hz selama 15 menit. Hasil pembuatan nanopartikel disajikan pada Gambar 2.
Uji KHTM Nanopropolis dan Propolis Biasa Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan dengan metode difusi sumur (Andrews, 2001). Sebanyak 50µL bakteri hasil inokulasi pada media cair dimasukkan ke dalam cawan Petri steril yang telah berisi 10 ml PYG padat. Kemudian dibuat lubang (sumur) berdiameter kira-kira 5 mm menggunakan tip mikropipet. Ke dalam setiap sumur dimasukkan 50µL larutan nanopropolis untuk tiap konsentrasi, propolis biasa, kontrol positif dan negatif pada sumur-sumur lainnya. Cawan ditutup rapat dengan wrap dan diinkubasi pada suhu 37˚ C selama 24 jam. Setelah 24 jam
Gambar 2 Serbuk nanopropolis
Penerapan Teknologi Nanopartikel Propolis Trigona Spp …..............…….….......(Prasetyorini,dkk)
39
Ekologia, Vol. 11 No.1 , April 2011 : 36-43
DIAMETR ZONA HAMBAT
Karakterisasi SEM Nanopropolis Hasil observasi menggunakan SEM memperlihatkan morfologi partikel nanopropolis terlihat tidak seragam, bentuk tidak simetris dengan tepian kurang rata, namun dengan persebaran yang sudah jelas (tidak bergerombol), kadar air 4,42%. Ukuran partikel terkecil yang masih terukur sebesar 192 nm-273 nm (Gambar 3).
1.60 1.40 1.20 1.00 0.80 0.60 0.40 0.20 0.00
rata-rata
PERLAKUAN
Gambar 4 Histogram Zona Hambat Ekstrak Etanol Propolis Dari histogram diatas dapat terlihat bahwa ekstrak propolis aktif sebagai antimikroba seperti kloramfenikol. Sedangkan etanol 1% dan aquadest yang digunakan sebagai pelarut tidak memberikan zona hambat. (b) Nanopropolis dan Propolis Biasa Sediaan nanopropolis dan propolis biasa 10% aktif sebagai antibakteri, ditandai dengan adanya zona hambat disekitar sumur, masing-masing nanopropolis dan propolis biasa sebesar 1,99 cm dan 1,59 cm. Untuk lebih jelasnya hasil uji dapat dilihat pada tabel dan gambar di bawah ini.
Gambar 3 Ukuran partikel nanopropolis dengan SEM Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Propolis Hasil uji pendahuluan ekstrak propolis terhadap bakteri E. coli menunjukkan bahwa ekstrak propolis 100% aktif sebagai antibakteri ditandai dengan adanya zona hambat di sekitar sumur. Data hasil uji dapat dilihat pada Tabel 1.
2.50 2.00 1.50 1.00 0.50 0.00
Tabel 1. Hasil uji pendahuluan zona hambat (cm) ekstrak etanol propolis Ulangan ke3
rata (cm)
Perlakuan 1
2
Eks Propolis
1,33 1,36
1,38
1,36
Kloramfenikol
1,49 1,52
1,50
1,50
EtOH 1%
0,00 0,00
0,00
0,00
Aquadest
0,00 0,00
0,00
0,00
1.99
1.59 2.01 0.00
rata-rata zona hambat (cm)
Gambar 5 Histogram zona hambat nanopropolis, propolis biasa dan kontrol
Penerapan Teknologi Nanopartikel Propolis Trigona Spp …..............…….….......(Prasetyorini,dkk)
40
Ekologia, Vol. 11 No.1 , April 2011 : 36-43
Tabel 2. Uji pendahuluan zona hambat (cm) nanopropolis,propolis biasa dan kontrol Ulangan kePerlakuan 1 Nanopropolis 10% Propolis biasa 10%
2
3
2,40 1,57 1,99 2,09 1,53 1,16
Dari histogram diatas dapat terlihat bahwa nanopropolis dan propolis biasa berada di bawah kloramfenikol. Nilai efektifitas tersebut berbeda dan aktivitas kloramfenikol lebih besar karena perbedaan tingkat sensitifitas bakteri terhadap antibakteri.. Keuntungan dari penggunaan nanopropolis adalah propolis bersifat sebagai antimikroba alami yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen tanpa mematikan bakteri yang menguntungkan bagi tubuh, sedangkan antibiotik sintetik bersifat bakteriosidal yang mematikan seluruh bakteri yang menguntungkan juga (Fajrina, 2009).
Rata2 (cm) 1,99 1,59
Kloramfenikol
2,42 1,97 1,63
2,01
Aquadest
0,00 0,00 0,00
0,00
Efektifitas Nanopropolis Terhadap Propolis Biasa. Keefektifitasan nanopropolis 10% terhadap propolis biasa 10% sebesar 125,16%. Berdasarkan besarnya presentase efektifitas nanopropolis terhadap propolis biasa, maka aktivitas nanopropolis terhadap E coli lebih besar dan lebih baik dibandingkan propolis biasa. Perbedaan efektifitas ini diduga karena berbedanya ukuran partikel pada kedua sediaan, sehingga berpengaruh terhadap kelarutan dan jumlah obat yang terserap.
Konsentrasi Hambat Tumbuh Minimum Nanopropolis dan Propolis Biasa. Uji aktivitas antibakteri dari variasi konsentrasi larutan propolis terhadap bakteri Escherichia coli dinyatakan sebagai rata-rata zona hambat disekitar sumur. Dari 10 konsentrasi, zona hambat yang dihasilkan berbeda-beda. Secara keseluruhan makin kecil konsentrasi daya hambat bakteripun makin kecil. Tetapi ada 2 konsentrasi yang menyimpang (0,05% dan 0,08%), dimana zona hambatnya lebih tinggi dibandingkan konsentrasi diatasnya. Hal ini merupakan galat pekerjaan, yang diduga oleh tiga kemungkinan, yaitu media cair yang dimasukkan ke dalam cawan untuk dicampurkan dengan biakan bakteri, suhunya masih relatif tinggi, kemungkinan kedua adalah media yang ditambahkan ke dalam cawan sudah dingin dan menyebabkan media memadat, dan kemungkinan terakhir yaitu kurangnya volume larutan propolis yang dimasukkkan. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa zona hambat pada 10 konsentrasi nanopropolis tidak berbeda nyata (P<0,05). Hasil analisis ini menunjukkan bahwa pada konsentrasi rendahpun, nanopropolis memiliki keefektifitasan yang hampir sama dengan kosentrasi tinggi.
EFEKTIFITAS
Efektifitas Nanopropolis dan Propolis Biasa Terhadap Kloramfenikol Efektivitas nanopropolis 10% terhadap kloramfenikol adalah 99%. Sedangkan propolis biasa 10% sebesar 79%. Berikut diperlihatkan keefektifitasanya secaragrafik. 150% 100% 50% 0%
Series1
Gambar7. Histogram efektifitas nanopropolis 10%, propolis biasa 10% dan kloramfenikol
Penerapan Teknologi Nanopartikel Propolis Trigona Spp …..............…….….......(Prasetyorini,dkk)
41
Ekologia, Vol. 11 No.1 , April 2011 : 36-43
Hasil uji propolis biasa secara keseluruhan menunjukkan bahwa makin kecil kosentrasi, daya hambat terhadap bakteripun makin kecil. Tetapi ada beberapa penyimpangan yang terjadi yaitu pada konsentrasi 2,5%, 0,08% dan 0,04%. Penyebab penyimpangan ini sama halnya dengan penyimpangan pada nanopropolis.. Hasil uji secara statistik menunjukkan bahwa propolis biasa pada 10 konsentrasi berbeda nyata (P<0,05) dan signifikan (α>0,05). Selanjutnya data hasil uji nanopropolis dan propolis biasa pada 10 konsentrasi dapat dilihat pada histogram di bawah ini. Z O N A H A M B A T
hambat yang dihasilkan oleh nanopropolis dan propolis biasa disajikan dalam Gambar 9.
A 1 B 2 3
Gambar 9. Zona hambat, 1, nanopropolis, 2 propolis biasa dan 3, kloramfenikol
2.00 1.90 1.80 1.70 1.60 1.50 1.40 1.30 1.20 1.10 1.00 0.90 0.80 0.70 0.60 0.50 0.40 0.30 0.20 0.10 0.00
10%
5%
Pada 10 konsentrasi yang diberikan, nanopropolis dan propolis biasa masingmasing menghasilkan zona hambat seperti gambar diatas. Sehingga KHTM nanopropolis dan propolis biasa belum ada pada kesepuluh konsentrasi. Nilai KHTM nanopropolis dan propolis biasa berada dibawah konsentrasi 0,02%..
2.50% 1.25% 0.63% 0.31% 0.16% 0.08% 0.04% 0.02% Perlakuan
nanoprolis Propolis Biasa
Gambar
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Propolis Trigona spp asal Bogor dapat dibuat dalam bentuk nanopartikel dengan ukuran 192-273 nm. Secara keseluruhan nanopropolis lebih efektif sebagai antibakteri E coli dibandingkan propolis biasa KHTM nanopropolis dan propolis biasa berada di bawah konsentrasi 0,02%. Rendemen yang dihasilkan dari ekstraksi trigona spp sebesar 9,12%.
8 Histogram zona hambat nanopropolis dan propolis dalam 10 konsentrasi.
Dari histogram diatas dapat terlihat bahwa pada setiap konsentrasi, nanopropolis lebih aktif dibandingkan propolis biasa, kecuali konsentrasi 0,08% dan 0,04%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada konsentrasi yang sama nanopropolis lebih aktif dibandingkan propolis biasa. Ini disebabkan oleh lebih kecilnya bentuk dan ukuran partikel nanopropolis, sehingga daya larut dan daya serap obat lebih cepat. Keaktifan nanopropolis juga terlihat dari perhitungan statistik. Secara keseluruhan, nanopropolis lebih baik daripada propolis biasa karena rata-rata zona hambat yang dihasilkan secara keseluruhan lebih besar dibandingkan propolis biasa. Gambar zona
Saran Perlu dilakukan pembuatan dan pengujian terhadap sediaan nanopropolis menggunakan metode lain. Perlu dilakukan uji lanjutan secara in-vivo. Serta untuk mendapatkan nilai KHTM dari nanopropolis perlu dilakukan pengenceran di bawah konsentrasi 0,02%.
Penerapan Teknologi Nanopartikel Propolis Trigona Spp …..............…….….......(Prasetyorini,dkk)
42
Ekologia, Vol. 11 No.1 , April 2011 : 36-43
Terhadap Beberapa Bakteri Usus Halus Sapi Dan Penelusuran Komponen Aktifnya [Tesis]. Sekolah PascaSarjana IPB, Bogor. Fearnley, J. 2001. Bee propolis : Natural Healing from the Hive. Souvenir Press ltd: London. Hadioetomo, R. S. 1993. Mikrobiologi Dasar dalam Praktek dan Prosedur dasar Laboratorium. Jakarta. PT. Gramedia. Hal: 53-56. Handbook of Pharmaceutical Exipients Fourth edition. Raymond C Ravo Paul J Sheskey, Paul J Weller. Royal Pharmaceutical Society of Great Britain. UK: London Hasan, A E Z. 2006. Potensi Propolis Lebah Madu Trigona spp. Sebagai Bahan Antibakteri. Seminar Nasional HKI: Bogor. Jawezt, E, Melnick, J. L dan Adelberg, E.A. 2001, Mikrobiologi Kedokteran. Terjemahan Irawati Setiawati. Edisi ke-20. Penerbit Buku kedokteran. ECG. Jakarta.Hal: 211-239. Lachman L, H. A. Lieberman, J. L. Kaning. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri jilid II. Terjemahan Siti Suyatmi. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Tukan GD. 2008. Pengaruh Propolis Trigona spp Asal Pandeglang Terhadap Beberapa Isolat Bakteri Usus Sapi dan Penelusuran Komponen Aktifnya [tesis]. Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor.
DAFTAR PUSTAKA Andrew JM. 2001. Determination of minimum inhibitory concentrations. Journal of Antimikrobial Chemotherapy, 2001. 48.suppl, SI, 5-16 Allemann E, Gurny R, and Doelker E. 1993. Drug loaded nanoparticles preparation methods and drug targeting issue. European Journal of Pharmaceutics and Biopharmaceutics 39, 173-191. Angraini AD. 2006. Potensi Propolis Lebah Madu Trigona spp sebagai Bahan Antibakteri. [skripsi]. Program Studi Biokimia FMIPA, IPB, Bogor Anonim. 2008. Teknologi nano. http://biomineral.com/2008/05/26/t eknologi-nano. (05 Maret 2008). Brigger I, Dubernet C, and Couvreur P. 2002. Nanoparticles in canser therapy and diagnosis. Advanced Drug Delivery Reviews 54, 631651. Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia, Edisi IV. Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan. Jakarta. Hal: 65, 1009-10. Fahri VR. 2009. Potensi Nanopropolis Trigona spp Asal Bukittinggi Sebagai Pemacu Pertumbuhan Pada Tikus Putih (Sprague-Dauley) [Skripsi]. IPB, Bogor. Fajrina I. 2009. Ketahanan tablet Propolis Trigona spp sebagai antibakteri terhadap cairan rumen in-vitro. [skripsi]. Program Studi Biokimia FMIPA, IPB, Bogor Fatoni A. 2008. Pengaruh Propolis Trigona spp Asal Bukit Tinggi
Penerapan Teknologi Nanopartikel Propolis Trigona Spp …..............…….….......(Prasetyorini,dkk)
43
Ekologia, Vol. 11 No.1 , April 2011 : 44-52
PEMODELAN SISTEM PEWARISAN GEN MANUSIA BERDASARKAN HUKUM MENDEL DENGAN ALGORITMA BRANCH AND BOUND Eneng Tita Tosida dan Dian Kartika Utami FMIPA UNPAK BOGOR Abstrak Perkembangan teknologi informatika saat ini telah melintasi berbagai bidang dan salah satunya adalah dimanfaatkan untuk memodelkan kondisi biologis manusia melalui ilmu genetika. Prinsip tentang gen dan pewarisan sifat yang dikukuhkan dalam Hukum Mendel dapat dimodelkan dengan Algoritma Branch and Bound melalui penggunaan Bahasa Pemrograman Visual Basic 5. Model sistem yang dibangun melalui pendekatan System Development Life Cycle ini dimaksudkan untuk memudahkan proses pewarisan gen dan penggenerasian, dengan visualisasi berupa diagram pohon dan grafik yang menunjukkan peluang pewarisan gen. Berbagai istilah yang umum digunakan dalam sistem pewarisan gen pada manusia juga diinformasikan dalam model sistem ini dan dikemas dalam bentuk kamus data, sehingga memudahkan pengguna dalam pemanfaatan model ini. Keyword : Model, Gen, Hukum Mendel, Algoritma Branch and Bound, System Development Life Cycle
pasang non seks kromosom (autosom). Kromosom pada pria adalah “46, XY” dan kromosom pada wanita adalah “46, XX”. Kromosom terdiri atas kombinasi proteinprotein dan molekul-molekul DNA yang sangat panjang. Peluang seorang anak untuk mewarisi gen tertentu dapat dihitung dengan sistem yang mengacu pada algoritma genetika. Untuk meneliti pewarisan gen pada manusia maka perlu dilakukan pemodelan atau representasi peluang dari perkawinan dan pewarisan gen-gen dalam suatu keluarga. Teknologi informasi dengan melibatkan algoritma branch and bound dapat dimanfaatkan untuk membuat model sistem hereditas (pewarisan) gen pada manusia. Model sistem pewarisan gen pada manusia dengan algoritma tersebut diharapkan dapat digunakan untuk mengetahui seberapa besar peluang atau persentasi pewarisan gen-gen dari hasil perpaduan (persilang) gen-gen yang berasal dari kedua orang tuanya. Penelitian ini bertujuan merancang dan mengimplementasikan Model Sistem Pewarisan Gen pada Manusia Berdasarkan
PENDAHULUAN Perkembangan teknologi informasi telah merambah ke bidang biologi. Dalam dunia biologi teknologi informasi digunakan para ilmuwan untuk mempermudah proses penelitian. Seperti halnya penelitian pada genetika manusia. Secara biologis, seorang anak selalu mewarisi gen dari ayahnya. Gen tersebutlah yang membawa sifat-sifat tertentu, baik yang tampak secara fisik, maupun yang tidak tampak secara fisik. Prinsip tentang gen dan pewarisan sifat modern pertama kali dikemukakan oleh Gregor Mendel. Mendel mempelajari 7 jenis sifat yang diturunkan pada tanaman buncis dan menemukan teori persilangan untuk gen-gen yang independen. Teori tersebut menyatakan bahwa gen dari anak merupakan perpaduan (persilangan) dari gen-gen kedua orang tuanya. Gen didefinisikan sebagai interval sepanjang molekul-molekul DNA. Sebagian besar gen membawa informasi yang dibutuhkan dalam membuat protein. Manusia memiliki sel-sel dengan 46 kromosom, 2 seks kromosom, dan 22
Pemodelan Sistem Pewarisan Gen Manusia ……………….……...………….(Eneng Tita dan Dian)
45
Ekologia, Vol. 11 No.1 , April 2011 : 44-52
Hukum Mendel Dengan Algoritma Branch and Bound Menggunakan Microsoft Visual Basic.NET 2005 sebagai alat bantu dalam upaya memberikan informasi seberapa besar peluang atau persentasi perpaduan (pewarisan) gen-gen orang tua kepada anaknya. Pewarisan dapat dilihat dengan bentuk pohon pewarisan gen, yang ditampilkan secara menarik melalui antar muka pengguna.
Pewarisan Gen pada Manusia itu sendiri sesuai dengan teori pewarisan Mendel, mengidentifikasi permasalahn apa yang sedang dihadapi dan kemudian menarik kesimpulan dari proses analisis yang telah dilakukan. Inti dari tahap analisis ini adalah untuk mengidentifikasi permasalahan yang ada, untuk mengetahui apa yang akan dilakukan untuk memecahkan permasalahan tersebut. Permasalahan dapat didentifikasi melalui kendala yang dihadapi selama ini. Umumnya terjadi pada saat melakukan perhitungan peluang pewarisan gen manusia pada seorang anak yang masih dilakukan dengan perhitungan yang manual. Hal tersebut membuat sebagian pihak kesulitan dalam mengkalkulasi genetika yang diwariskan dari hasil persilangan gen orangtua kepada anaknya. Oleh karena itu perlu dibuat model system pewarisan dengan perhitungan yang otomatis namun tetap mengikuti kaidah perhitungan gen yang dapat ditelusuri melalui algoritma Branch and Bound.
METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian yang dilakukan untuk merancang dan mengimplementasikan Model Sistem Pewarisan Gen-Gen pada Manusia dengan Algoritma Branch and Bound mengunakan pendekatan System Development Life Cycle (SDLC). Tahapan-tahapan pelaksanaan penelitian disajikan dalam bentuk diagram alir pada Gambar 1. Adapun penjelasan dari setiap tahapan adalah sebagai berikut : Tahap Perencanaan Pada tahap perencanaan yang dilakukan yaitu pengumpulan data. Data yang dikumpulkan adalah data yang berkaitan dengan Pemodelan Sistem Pewarisan Gen pada Manusia dengan Algoritma Branch and Bound. Data-data yang dikumpulkan berasal dari internet, buku dan konsultasi langsung dengan ahli genetika, setelah data diperoleh, selanjutnya data diolah untuk perencanaan pembuatan simulasi.
Tahap Perancangan Perancangan pada proses pembuatan sistem ini untuk menentukan peluang pewarisan gen dari hasil persilangan gen orangtua, variable gen, gen dominan dan resesif dan kalkulasi genetika. Pada tahap perancangan sistem ini menggunakan proses sistem berdasarkan hukum mendel dengan Algoritma Branch and Bound yang berbentuk pohon pewarisan gen. Pada tahap ini juga dilakukan pembuatan Flowchart sistem berupa bagan yang menunjukkan alur kerja apa yang sedang dikerjakan didalam sistem secara keseluruhan dan menjelaskan urutan dari prosedur-prosedur yang ada didalam sistem. Perancangan selanjutnya yang perlu disusun adalah perancangan input, proses dan output sistem yang satu sama lain terintegrasi membentuk model sistem pewarisan gen.
Tahap Analisis Pada tahap analisis dilakukan analisis kebutuhan sistem. Hasil dari analisis kebutuhan sistem ini diperlukan sebagai acuan dalam menyusun spesifikasi sistem yang akan dibangun. Sebelum masuk pada tahap perancangan Model Sistem Pewarisan Gen pada Manusia, terlebih dahulu dilakukan analisis terhadap sistem yang akan berjalan. Tahap analisis yang dilakukan adalah memahami
Pemodelan Sistem Pewarisan Gen Manusia ……………….……...………….(Eneng Tita dan Dian)
45
Ekologia, Vol. 11 No.1 , April 2011 : 44-52
terdiri dari tiga komponen. Pertama uji coba struktural untuk menguji kesesuaian antara hasil pemodelan sistem dengan rancangan. Kedua uji coba fungsional untuk menguji setiap form atau tombol atau fungsi lainnya berfungsi dengan benar atau tidak. Ketiga uji validasi untuk menguji kebenaran dari seluruh proses matematis kemudian dibandingkan antara model sistem dan perhitungan secara manual.
Tahap Implementasi Tahap implementasi sistem merupakan proses pengaplikasian hasil perancangan kedalam bahasa pemrograman tertentu untuk menghasilkan Model Sistem Pewarisan Gen pada Manusia dengan Algoritma Branch and Bound menggunakan Microsoft Visual Basic.NET 2005. Mulai
Tahap Penggunaan Setelah model sistem pewarisan gen pada manusia telah melalui tahap pengujian, aplikasi model ini dapat diterapkan atau diimplementasikan pada ilmu pengetahuan bidang biologi, khususnya dalam genetika.
Perencanaan
Analisis
HASIL DAN PEMBAHASAN Antarmuka Pengguna (User Interface) Antarmuka berperan dalam melakukan suatu kontrol komunikasi antara pengguna yang memberikan dan memasukkan data pada suatu permasalahan dengan sistem yang melakukan pemecahan dari masalah yang diberikan.
Perancangan
Implementasi
Tidak Uji Coba Sistem
Form Menu Utama Menu utama yang dirancng memiliki beberapa menu, yaitu: Gen Resesif, Gen Dominan, dan Keluar. Tampilan form Menu Utama akan disajikan pada Gambar 2.
Sistem diterima
Ya
Form Gen Resesif Form Gen Resesif mempunyai fungsi untuk melakukan pewarisan gen induk resesif terpaut kromosom X. Pada form gen resesif menampilkan hasil pewarisan gen induk. Form gen resesif dan proses pewarisan gen induk pada generasi pertama gen resesif terpaut kromosom x dapat dilihat pada Gambar 3. Proses penggenerasian berikutnya, dapat dilakukan dengan mengklik button penggenerasian. Pada model penggenerasian ini hanya mencakup 6 (enam) kondisi induk
Penggunaan
Selesai
Gambar 1. System Development Life Cycle Tahap Uji Coba Sistem Tahapan ini berfungsi untuk mengoreksi sistem yang dibuat apakah sudah memenuhi kriteria kerja. Tahapan ini
Pemodelan Sistem Pewarisan Gen Manusia ……………….……...………….(Eneng Tita dan Dian)
46
Ekologia, Vol. 11 No.1 , April 2011 : 44-52
yang kemudian dikombinasikan melalui model algoritma branch and bound. Lima kondisi anak yang dimaksud dapat dilihat melalui form ini pada bagian pojok kiri
bawah. Melalui model ini maka dapat diperkirakan kondisi generasi selanjutnya hingga batasan yang tidak ditentukan.
Gambar 2. Form Menu Utama Model Sistem Pewarisan Gen Pada Manusia
Gambar 3. Form Gen Resesif dan Hasil Pewarisan Gen Resesif Form Gen Dominan Form Gen Dominan mempunyai fungsi untuk melakukan pewarisan gen induk dominan terpaut kromosom X. Sama
seperti halnya pada form Gen Resesif, dapat menampilkan hasil pewarisan gen induk (Gambar 4).
Gambar 4. Form Gen Dominan dan Hasil Pewarisan Gen Dominan Form Penggenerasia Gambar 4. Form Gen Dominan dan Hasil Pewarisan Gen Dominan Pemodelan Sistem Pewarisan Gen Manusia ……………….……...………….(Eneng Tita dan Dian)
47
Ekologia, Vol. 11 No.1 , April 2011 : 44-52
Form penggenerasian mempunyai fungsi untuk melakukan penggenerasian gen berikutnya. Pada form penggenerasian akan menampilkan kalkulasi hasil pewarisan gen
induk dengan gen pasangan. Form penggenerasian dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Proses Penggenerasian Gen Pasangan
Gambar 5. Proses Penggenerasian Gen Pasangan Proses penggenerasian dapat dilakukan setelah melakukan pewarisan gen induk terlebih dahulu. Setelah mendapatkan hasil pewarisan gen induk maka proses penggenerasian dapat dilakukan dengan memilih salah satu hasil pewarisan gen induk dan kemudian disilangkan dengan gen pasangan. Kemudian melakukan penghitungan pewarisan gen tersebut dengan mengklik button Turunkan. Penggenerasian dapat dilakukan berulang sampai generasi yang diinginkan dengan mengklik button Generasi Berikutnya maka penggenerasian dapat dilakukan kembali. Penggenerasian menggunakan Algoritma Branch and Bound dimodelkan melalui Komponen Tree View (disebut sebagai Pohon Penggenerasian, seperti terlihat pada Gambar 6.) untuk menunjukkan hirarki proses penggenerasian. Berikut adalah salah satu gambar pohon dari proses pewarisan 2 generasi gen resesif terpaut kromosom x. Contoh : Gen Induk:
ayah
(XXh)
(XY)
Generasi I: X
Xh
X
XX
XXh
Y
XY
XhY
Generasi II: (XhY) X
X
Xh
XXh
XXh
Y
XY
XY
(XY)
(XX)
(XXh)
X
X
Xh
XXh
XXh
Y
XY
XY
Gambar 6. Pohon Penggenerasian
ibu
Pemodelan Sistem Pewarisan Gen Manusia ……………….……...………….(Eneng Tita dan Dian)
48
Ekologia, Vol. 11 No.1 , April 2011 : 44-52
dengan menginput gen induk sampai dengan generasi ke n, kemudian dapat melihat grafik dengan cara mengklik button Grafik pada form penggenerasian (seperti terlihat pada Gambar 7).
Grafik Grafik pada model sistem pewarisan gen ini berfungsi untuk melihat seberapa besar peluang pewarisan gen pada manusia. Dengan melakukan tahap demi tahap proses pewarisan yang dimulai
Gambar 7. Grafik Pewarisan Gen Form Gen Dominan (Button Turunkan dan Button Penggenerasian), serta Form Penggenerasian (Button Turunkan dan Button Grafik) menunjukkan secara detail dan komprehensif sistem telah berfungsi dengan baik. Adapun uji validasi dilakukan dengan memasukkan input data dan membandingkan antara perhitungan secara sistem dan perhitungan secara manual. Hasil uji coba menunjukkan hasil yang valid, dengan salah satu proses validasi model sistem melalui perhitungan sebagai berikut :
Hasil Uji Coba Uji coba struktural yaitu tahap kesesuaian antara hasil sistem dengan rancangan model sistem pewarisan gen. Pada uji coba struktural ini sistem disusun sesuai dengan rancangan, yaitu mulai dari proses tampilan menu utama, form gen resesif, form gen dominan, form penggenerasian, program pohon dan grafik. Hasil uji coba fungsional yang mencakup Form Menu Utama (Tombol Minimize dan Tombol Close), Form Gen Resesif (Button Turunkan dan Button Penggenerasian),
Proses Perhitungan Manual Mencari peluang pewarisan dengan rumus perhitungan manual seperti berikut:
× 100 %
Persen keturunan =
Pemodelan Sistem Pewarisan Gen Manusia ……………….……...………….(Eneng Tita dan Dian)
49
Ekologia, Vol. 11 No.1 , April 2011 : 44-52
Contoh mencari peluang pewarisan gen secara manual: Misalkan mencari peluang pewarisan dari 2 generasi. Gen induk terdiri dari ayah normal (XY) disilangkan dengan ibu karier (XXh). I.
Dari pewarisan 2 generasi tersebut maka dihasilan 12 peluang pewarisan yang terbagi menjadi; XX = 2, XY = 4, XXh = 4, XhY = 2, dan XhXh = 0, maka persentase keturunannya adalah sebagai berikut: XX = peluang pewarisan tiap gen × 100 % Jumlah peluang pewarisan 2 × 100 % = 16,66 % 12 XY = peluang pewarisan tiap gen × 100% Jumlah peluang pewarisan 4 × 100 % = 33,33 % 12 XXh = peluang pewarisan tiap gen ×100 % Jumlah peluang pewarisan 4 × 100 % = 33,33 % 12 XhY = peluang pewarisan tiap gen ×100 % Jumlah peluang pewarisan 2 × 100 % = 16,66 % 12 XhXh= peluang pewarisan tiap gen×100 % Jumlah peluang pewarisan 0 × 100 % = 0 % 12
Hasil pewarisan generasi pertama terdiri dari : a. Anak perempuan normal (XX) = 1 (satu) peluang pewarisan b. Anak laki-laki normal (XY) = 1 (satu) peluang pewarisan c. Anak perempuan karier (XXh) = 1 (satu) peluang pewarisan d. Anak laki-laki penderita (XhY) = 1 (satu) peluang pewarisan
II. Anak perempuan normal (XX) generasi pertama disilangkan dengan anak laki-laki penderita (XhY) dari persilangan tersebut menghasilkan generasi kedua yang terdiri : a. Anak perempuan karier (XXh) = 2 (dua) peluang pewarisan
Kelebihan dan Kekurangan Model Sistem Pewarisan Gen menggunakan Algoritma Branch and Bound. Sistem pewarisan gen pada manusia ini memiliki kelebihan yang diantaranya: 1. Menyediakan informasi Genetika dan Hereditas (Pewarisan) Gen Manusia. 2. Dapat melakukan pewarisan gen sampai generasi yang tidak dibatasi. 3. Menampilkan pohon penggenerasian yang menjelaskan struktur pewarisan. 4. Menampilkan grafik peluang pewarisan gen manusia. 5. Menyediakan kamus data yang menjelaskan istilah-istilah yang digunakan pada Sistem Pewarisan Gen Pada Manusia dan memberi informasi tentang kelainan gen sesuai dengan genotipenya.
b. Anak laki-laki normal (XY) = 2 (dua) peluang pewarisan III. Anak perempuan karier (XXh) generasi pertama disilangkan dengan anak laki-laki normal (XY) dari persilangan tersebut menghasilkan generasi kedua yang terdiri dari : a. anak perempuan normal (XX) = 1 (satu) peluang pewarisan b. anak laki-laki normal (XY) = 1 (satu) peluang pewarisan c. anak perempuan karier (XXh) = 1 (satu) peluang pewarisan d. anak laki-laki penderita (XhY) = 1 (satu) peluang pewarisan
Pemodelan Sistem Pewarisan Gen Manusia ……………….……...………….(Eneng Tita dan Dian)
50
Ekologia, Vol. 11 No.1 , April 2011 : 44-52
Sistem pewarisan gen pada manusia ini juga memiliki kekurangan yang diantaranya: 1. Tampilan pohon penggenerasian masih dalam bentuk tree view yang sederhana. 2. Sistem hanya dapat memproses pencarian peluang pewarisan gen induk kepada anaknya. 3. Pewarisan dibatasi dengan gen resesif terpaut kromosom X dan gen dominan terpaut kromosom X. 4. Informasi pewarisan gen hanya dibatasi pada kondisi gen yang umum, dengan dibatasi 5 (lima) kondisi awal (untuk pewarisan terdiridari 5 kondisi : perempuan normal, perempuan karier, perempuan penderita, laki-laki normal, dan laki-laki penderita, sedangkan untuk penggenerasian terdiri dari 5 kondisi : perempuan normal, perempuan heterozigot, perempuan hompzigot, laki-laki normat dan lakilaki penderita) tidak secara spesifik untuk kasus penyakit atau kondisi gen menyimpang.
Branch and Bound. Algoritma Branch and Bound merupakan metode pencarian didalam ruang solusi secara sistematis untuk menentukan penggenerasian gen dengan bentuk pohon penggenerasian. Hasil uji coba baik secara struktural, fungsional, dan validasi data menunjukkan sistem sudah valid. Model sistem pewarisan gen pada manusia ini memiliki kamus data yang memberikan informasi mengenai istilahistilah yang digunakan dalam pewarisan gen dan informasi kelainan gen. Informasi sistem pewarisan gen melalui model ini mencakup informasi peluang pewarisan gen yang disajikan dalam bentuk pohon penggenerasian dan grafik peluang pewarisan gen. Hal ini mempermudah pengguna dalam proses analisis pewarisan gen dan penggenerasian selanjutnya. DAFTAR PUSTAKA Akbar, Ali. 2005. Visual Basic.NET : Belajar Praktis Melalui Berbagai Tutorial dan Tips. Informatika, Bandung.
KESIMPULAN Sistem pewarisan gen pada manusia yang didasari Hukum Mendel dapat dimodelkan dengan menggunakan algoritma branch and bound. Hasil pemodelan mampu memproses pewarisan gen dan penggenerasian pada manusia ini serta dapat menjadi bahan pertimbangan untuk menganalisis kasus pewarisan gen yang lebih spesifik. Model sistem pewarisan gen ini dapat menganalisis pewarisan gen induk sampai dengan generasi yang tidak terbatas dan dapat melihat peluang peluang pewarisan dari gen induk ke anak. Rancangan model sistem pewarisan gen ini dibuat dengan kelengkapan rancangan sistem yang umum digunakan seperti flowchart sistem serta rancangan form input-output, dan implementasi model sistem dilakukan dengan Microsoft Visual Basic.NET 2005 menggunakan Algoritma
Hardhienata, S. 2004. Peran Matemetika dan Komputer Dalam Teori Pengenalan Ilmiah. KOMPUTASI. Jurnal Ilmiah Ilmu Komputer dan Matematika Bogor. http://www.jevuscka.com. Artikel Kedokteran, Blog, Social Media, Tutorial dan Berita. 2 Mei 2009. http://www.cs.uky.edu/...../gemnmeth.html. The General Branch and Bound Method. 14 Juni 2009. http://www.informatika.org/~rinaldi/Matdi s/2007-2008/Makalah/MakalahIF21530708-003.pdf. Penerapan Peluang Diskrit Pohon Dan Graf Dalam Pewarisan Sifat. 2 Februari 2009. Kadarsah. 1994. Sistem Penunjang Keputusan. Rosda Karya, Bandung.
Pemodelan Sistem Pewarisan Gen Manusia ……………….……...………….(Eneng Tita dan Dian)
51
Ekologia, Vol. 11 No.1 , April 2011 : 44-52
Munir,
Rinaldi. 2003. Diktat Kuliah Matematika Diskrit. Program Studi Teknik Informatika Institut Teknologi Bandung.
Purwanto, Eko Budi. 2008. Perancangan dan Analisis Algoritma. Graha Ilmu, Yogyakarta. Rahmadhan, Arief, S. Kom. 2006. Seri Penuntun Praktis VB.NET 2005. PT Elex Media Komputindo, Jakarta.
Naftali, Y. 2007. Algoritma Genetik. http://yohanli.wordpress.com/2007/ page/3. 12 April 2009. Nio,
Tjan Kiauw. 1999. Penuntun Praktikum Genetika. Institut Pertanian Bandung.
Setiawan, S. 1991. Simulasi : Teknik Pemrograman dan Metode Analisis. Andi Offset, Yogyakarta.
Prasetyo, Didik Dwi. 2006. 101 Tip & Trik Visual Basic.NET. PT Elex Media Komputindo, Jakarta.
Pemrograman Visual Basic.NET 2005. Penerbit Andi dan Wahana Komputer, Semarang. 2006.
Pemodelan Sistem Pewarisan Gen Manusia ……………….……...………….(Eneng Tita dan Dian)
52
Ekologia, Vol. 11 No.1 , April 2011 : 44-52
PEDOMAN BAGI PENULIS JURNAL EKOLOGIA Ruang Lingkup Penyusunan pedoman ini dimaksudkan untuk membantu penulis menyiapkan naskah untuk diterbitkan pada Jurnal Ekologia. Diharapkan dengan disusunnya pedoman ini perubahan redaksional dapat dikurangi dan penyiapan naskah dapat berjalan lancar. Jurnal Ekologia memuat artikel primer yang bersumber langsung dari hasil penelitian bidang Ilmu Dasar dan Lingkungan. Bahasa dan Bentuk Naskah Naskah ditulis dengan bahasa ilmiah dalam bahasa Indonesia atau Inggris dengan abstrak berbahasa Indonesia atau bahasa Inggris. Naskah diketik satu spasi (1 lines) memakai tipe dan ukuran huruf baku (times new roman). Jumlah halaman maksimal 8 halaman ketik. Semua halaman diberi nomor secara berurutan. Judul dan Naskah Penulis Judul harus singkat (sebaiknya tidak lebih dari 15 kata), jelas dan secara konsisten menggambarkan isi naskah serta mengandung kata kunci yang mencerminkan isi naskah. Nama-nama penulis disertai dengan nama dan alamat instansi bekerja. Penempatan subsub judul disusun berurutan, sebagai berikut: Abstrak, Kata kunci, Pendahuluan, Bahan dan Metode, Hasil dan Pembahasan, Kesimpulan dan Saran (jika ada), Ucapan Terima Kasih (jika ada), Daftar Pustaka, dan Lampiran (jika ada). Abstrak dan Kata Kunci Abstrak memuat latar belakang secara ringkas, tujuan, metode, hasil serta kesimpulan suatu penelitian. Abstrak ditulis dalam satu paragraf berbahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Di dalam abstrak tidak diperkenankan mencantumkan istilah-istilah yang tidak diketahui secara luas, akronim, nama/merek dagang atau tanda lain tanpa suatu keterangan. Abstrak berbahasa Inggris merupakan terjemahan dari abstrak berbahasa Indonesia dan disertai terjemahan judul naskah. Di bawah abstrak dicantumkan Kata Kunci. Pendahuluan Isi pendahuluan mencakup latar belakang, temuan terdahulu yang akan dikembangkan atau disanggah, hipotesis, pendekatan umum, dan tujuan penelitian. Bahan dan Metode Berisi penjelasan ringkas tetapi rinci tentang waktu dan tempat penelitian, bahanbahan dan metode yang digunakan, rancangan percobaan, dan analisis data. Hasil dan Pembahasan Hasil merupakan data atau fakta yang diperoleh dari penelitian. Data atau fakta penting yang tidak dapat dinarasikan dengan jelas dapat ditampilkan dalam bentuk tabel atau gambar atau ilustrasi lain. Bila hasil disajikan dalam bentuk tabel atau gambar, maka tidak perlu diuraikan secara panjang lebar. Pembahasan merupakan ulasan tentang hasil, menjelaskan makna hasil penelitian, kesesuaian dengan asil atau penelitian terdahulu, peran hasil terhadap pemecahan masalah yang disebutkan dalam pendahuluan, serta kemungkinan pengembangannya.
Ekologia, Vol. 11 No.1 , April 2011 : 44-52
Kesimpulan dan Saran Ditulis dengan ringkas hasil-hasil dan saran penelitian yang kongkrit. Ucapan Terima Kasih Berisi ucapan penghargaan secara singkat kepada pihak-pihak yang telah berjasa. Daftar Pustaka Penulisan pustaka di dalam teks menggunakan nama-nama penulis, bukan nomor, dan harus tercantum di dalam Daftar Pustaka. Daftar Pustaka disusun menurut abjad dan tahun penerbitan terlebih dahulu. Kepustakaan ditulis sebagai berikut: nama penulis, tahun penerbitan, judul artikel, nama terbitan yang dapat disingkat dengan benar, volume dan nomor serta nomor halaman. Kepustakaan dari naskah yang tidak dipublikasikan dan informasi yang diperoleh melalui komunikasi pribadi tidak dicantumkan dalam Daftar Pustaka melainkan ditulis langsung pada teks, misalnya (S. Baarsyah, tidak dipublikasikan) dan F. Kasaryno, komunikasi pribadi). Simbol Matematis Simbol atau persamaan matematis harus dikemukakan secara hati-hati dan jelas. Jika simbol matematis yang dimaksud tidak terdapat pada mesin tik, maka dapat ditulis dengan pensil atau pena. Jika perlu, berilah keterangan dengan tulisan tangan untuk simbol yang bersangkutan. Angka desimal ditandai dengan koma (apabila dalam baasa Indonesia) atau titik (apabila dalam bahasa inggris). Besaran ditulis dengan baku internasional dan harus mengikuti Kaidah Ejaan Bahasa Indoensia yang disempurnakan (EYD), misalnya g, l, kg, t, dan bukan ditulis gram, liter kilogram, ton. Tabel Tabel diberi nomor urut sesuai dengan keterangan dalam teks. Setiap tabel diberi judul yang singkat dan jelas, sehingga setiap tabel dipandang berdiri sendiri. Antar kolom atau anak kolom perlu terpisah secara jelas. Jumlah digit sedapat mungkin sederhana. Singkatan kata perlu diberi catatan kaki atau keterangan. Keterangan tabel diletakkan dibawah tabel ditandai dengan angka kecil superior (superscrip). Huruf a, b, c digunakan untuk tanda-tanda statistik, sedangkan angka 1,2,3 digunakan untuk keterangan atau catatan kaki tabel. Ilustrasi Ilustrasi mencakup gambar, grafik, dan foto atau lukisan. Judul ilustrasi diletakan di bawah ilustrasi. Gambar dan grafik dibuat dengan garis cukup tebal dan kontras. Judul dan keterangan grafik dan gambar ditulis pada bagian terpisah. Simbol dan singkatan kata dijelaskan pada keterangan grafik dan gambar dan grafik.simbol-simbol yang dimuat tidak terlalu banyak. Setiap gambar dan grafik haurs diterangkan di dalam teks dan diberi nomor urut. Untuk keperluan reproduksi, ilustrasi harus kontras, tajam dengan ukuran cukup besar. Foto, hitam putih atau berwarna, hendaknya dipilih yang mempunyai warna kontras, tajam, jelas, diatas kertas mengkilat. Pengolahan Naskah Redaksi melakukan koreksi dan perbaikan tanpa mengubah nama naskah. Redaksi pelaksana akan mengembalikan naskah untuk diperbaiki sesuai dengan saran redaksi, atau naskah yang tidak dapat diterbitkan, kepada penulis. Naskah rangkap dua dan disket hendaknya dikirim ke alamat redaksi disertai dengan surat pengantar.
Ekologia, Vol. 11 No.1 , April 2011 : 44-52
Biaya Penerbitan Naskah penulis dari luar FMIPA UNPAK yang disetujui untuk diterbitkan, dikenakan biaya administrasi sebesar Rp. 50.000,-. Penulis akan mendapatkan 1 eksemplar jurnal ekologia. Redaksi Pelaksana Jurnal Ekologia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetauan Alam Universitas Pakuan Jl. Pakuan Ciheuleut Bogor Telp: (0251) 375547, Fax: (0251) 375547
Ekologia, Vol. 11 No.1 , April 2011 : 44-52
FORMULIR BERLANGGANAN MAJALAH EKOLOGIA
Yang bertandatangan di bawah ini : Nama Alamat Rumah Alamat Kantor
: ……………………………………………………………………………… : ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… : ……………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………
Ingin menjadi pelanggan Majalah Ekologia selama ………… tahun. Bersama ini kami kirimkan biaya langganan ............................................................
sebanyak
Melalui rekening Bank Mandiri cabang Kapten Muslihat Bogor No. Rekening 133.0097696929 atas nama Moerfiah, Dra.
Harap Majalah tersebut dikirim ke alamat kantor/rumah *)
(..............................................) Tandatangan dan nama jelas
*) Catatan : Coret yang tidak perlu Jumlah langganan tiap nomor sebesar Rp. 25.000,Jumlah biaya langganan satu tahun Rp. 50.000,- ditambah 20% biaya pengiriman Setelah formulir diisi harap dikirimkan kembali kepada Majalah Ekologia
Rp.
Ekologia, Vol. 11 No.1 , April 2011 : 44-52
UCAPAN TERIMA KASIH Mengucapkan terima kasih atas partisipasinya kepada reviewer dalam penerbitan Jurnal Ekologia Vol. 11 No 1 April 2011 Prof. Dr. Sri Hartini S Sikar Dr. Tukirin Dr. Padmono Citroreksoko Prof. Dr. Hadi Sutarno Dr. -Ing. Soewarto Hardhienata
Ekologia, Vol. 11 No.1 , April 2011 : 44-52
Ekologia, Vol. 11 No.1 , April 2011 : 44-52
Ekologia, Vol. 11 No.1 , April 2011 : 44-52
APLIKASI PROGRAM ANALISIS CITYGREEN 5.4 UNTUK KAJIAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DAN MANFAAT LAYANAN TERUKUR EKOSISTEM KOTA BOGOR Indung Sitti Fatimah 1, Aris Munandar2, Naik Sinukaban3 dan Kholil4 1
Mahasiswa Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, IPB 2 Staf Pengajar Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, IPB 3 Staf Pengajar Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB 4 Staf Pengajar Universitas Sahid ABSTRAK Kualitas ekosistem kota dipengaruhi oleh ketersediaan kanopi pohon dalam RTH kota karena selain fungsi estetika dan visualnya, pohon mempunyai beberapa fungsi bioekologis yaitu modifikasi radiasi matahari, mengurangi kebisingan, penyaring dan penjerab polutan, pencegah erosi dan pengontrol laju limpasan permukan; serta fungsi sosial ekonomi dan budaya. Walaupun demikian besarnya manfaat lahan bervegetasi, namun keberadaannya sulit dipertahankan saat dihadapkan pada konflik kepentingan alih fungsi lahan, dikarenakan masih minimnya pemahaman masyarakat dan pihak pengelola kota dalam menterjemahkan nilai ekonomi RTH kota, serta keterbatasan alat analisis (tools) yang mampu menterjemahkan sejumlah nilai manfaat tersebut ke dalam bentuk angka-angka nominal (nilai ekonomi) yang lebih mudah dipahami oleh semua pihak. Sebuah organisasi Non Profit US Forest mempelopori pendekatan cost-benefit analysis ini dengan mengembangkan sebuah program analisis berbasis GIS untuk menghitung manfaat ekonomi hutan kota secara spasial, dengan menggunakan bantuan perangkat lunak software Arcview 3.2. ektensi CITYGreen 5.4. Aplikasi program ini dilakukan dalam serangkaian penelitian di wilayah administratif kota Bogor. Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, maka penggunaan program aplikasi CITYGreen ini dapat digunakan untuk menganalisis potensi RTH untuk 4 manfaat, yaitu: potensi penyimpanan dan penjerapan Carbon, potensi reduksi limpasan permukaan, konservasi energi, landcover breakdown dan pemodelan pertumbuhan pohon. Hasil analisis berupa peta landcover, dan analysis report yang menyajikan: site statistic, ecological benefits, dan economic benefit summary/nilai nominal manfaat ekosistem untuk 4 kategori tersebut, yang diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan penyusunan kebijakan strategis pengelolaan RTH kota. Kata kunci : CityGreen, RTH, Ekosistem kota
PENDAHULUAN Perkembangan pembangunan kota sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk yang dipicu oleh arus urbanisasi. Pembangunan kota untuk mengantisipasi kebutuhan akan perumahan, kawasan perdagangan dan berbagai infrastruktur kota memicu terjadinya konflik kepentingan yang berujung pada konversi lahan alami menjadi kawasan terbangun. Kondisi ini
dihadapi oleh hampir semua kota besar di Indonesia, tidak dipungkiri lagi bahwa pembangunan ber-dampak pada penurunan kualitas ekosistem kota. Kualitas dan kenyamanan lingkungan perkotaan dipengaruhi oleh ketersediaan dan keberadaan kanopi pohon, baik dalam bentuk hutan kota maupun RTH kota. Hal ini di-karenakan RTH kota mempunyai bermacam fungsi ekologis dalam memperbaiki kualitas lingkungan, yaitu
Ekologia, Vol. 11 No.1 , April 2011 : 44-52
dalam hal penyerapan karbon melalui proses fotosintesa, dan penjeraban polutan udara sehingga dapat meningkatkan kualitas udara, serta manfaatnya dalam memperlambat laju limpasan permukaan, dan ameliorasi iklim mikro perkotaan (Nurisjah, 1995). Bogor sebagai salah satu kota penyangga ibukota tidak luput dari permasalahan ini. Penduduk kota Bogor yang pada tahun 2000 berjumlah 714.711 jiwa meningkat terus hingga mencapai 946.204 jiwa pada tahun 2009. dengan laju pertumbuhan 3.18% per tahun (BPS Kota Bogor, 2010). Data penggunaan lahan menunjukkan laju pe-nurunan luas RTH kota Perubahan penggunaan lahan yang semula sebagai daerah resapan air menjadi bangunan pertokoan, rumah, jalan dan mal-mal, telah berdampak pada meningkatnya volume limpasan permukaan (runoff) sehingga sering melampaui kemampuan tanah untuk menyerap dan mengalirkan air. Kota Bogor tumbuh dan berkembang sebagai kota pemukiman yang nyaman bagi para pekerja kommuter dari Jakarta, dan sekaligus sebagai kota pendidikan dan kota wisata, yang dari waktu ke waktu terus mengalami perubahan penutupan lahan yang menurunkan luasan hutan secara signifikan, dari 2.927.54ha pada tahun 1972, menjadi hanya 187,15 ha pada tahun 2005. sebaliknya luas area permukiman terus bertambah, dimana pada tahun 1972 hanya seluas 1.464.84ha, pada tahun 2005 sudah mencapai 5.068,25 ha (Suryadi, 2008). Disamping kemajuan dalam hal pembangunan infra-struktur yang pesat, Bogor juga dihadapkan pada masalah degradasi kualitas lingkungan dan kenyamanan di lingkungan perkotaan. Untuk mewujudkan pembangunan kota yang berkelanjutan, sudah seharusnya kebijakan penataan ruang tetap berpedoman pada tercapainya keseimbangan antara ruang terbangun dan RTH kotanya. Dalam rangka pelaksanaan
Undang-Undang No 26/2007 tentang Penataan Ruang, Pemerintah Kota Bogor mencanangkan pencapaiannya pada tahun 2030.. Pemahaman pengelola kota maupun pihak stakeholders dan masyarakat terhadap nilai manfaat sistem alami RTH kota, merupakan kelemahan yang mendukung alih fungsi lahan terus berjalan. Dalam hal ini terdapat kesenjangan yang harus diatasi terutama terkait pemahaman yang benar akan potensi yang terkandung dalam RTH kota. Hingga saat ini dirasa adanya keterbatasan tools/ alat untuk menilai manfaat RTH dan mengkomunikasikan „nilai/ potensi‟ RTH kota tersebut dengan cara yang mudah dipahami oleh pihak pengelola maupun stakeholders, dikarenakan metode valuasi ekonomi yang pada umumnya rumit, sehingga sulit dipahami oleh masyarakat. Oleh karena itu sangatlah diperlukan penjelasan dan sosialisasi terus menerus tentang manfaat sistem alami kota tersebut dengan media yang lebih mudah dipahami. Perkembangan teknologi Sistem Informasi Geografis (GIS) telah demikian pesat dan memungkinkan dilakukannya kajian spasial dengan cara yang lebih mudah dilakukan (Prahasta, 2002). Kajian ini dikembangkan melalui pendugaan manfaat kanopi pohon dan RTH kota melalui teknik GIS, dengan program aplikasi CITYGreen 5.4, yang merupakan ekstensi dari Arcview 3.2. Kemampuan utamanya adalah untuk menghitung dan menganalisis potensi ekonomi yang terkandung pada sistem alami, termasuk RTH kota. Hasil analisisnya berupa peta tutupan lahan yang relatif simple, serta report analisis dalam bentuk angka-angka nominal dalam $US, yang kemudian bisa dikonversi ke dalam mata uang Rupiah.Hasil analisis yang sudah berupa nilai nominal (valuasi ekonomi) ini dapat digunakan sebagai dasar dalam menyusun kebijakan strategis perbaikan ekosistem kota untuk pembangunan kota yang
Ekologia, Vol. 11 No.1 , April 2011 : 44-52
berkelanjutan. Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengaplikasikan perangkat lunak CITYGreen 5.4 untuk menganalisis potensi RTH Kota Bogor, sehingga dapat memberikan gambaran kepada pemerintah Kota Bogor tentang pentingnya menjaga RTH kota sebagai aset berharga. Dan meningkatkan pemahaman masyarakat umum tentang pentingnya menjaga dan melestarikan keberadaan RTH kota, dengan media yang lebih mudah dipahami. BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di wilayah administratif Kotamadya Bogor, didahului dengan pra penelitian mulai bulan September-Desember 2009. Dilanjutkan dengan tahap penelitian dan groundcheck, bulan Januari hingga Desember 2010.
alat berupa hardware dan software: seperangkat komputer dan notebook, software ArcView 3.2. Ekstensi CITYGreen 5.4., Xtool, Image analyst, dan spatial analyst, kamera digital; Data sekunder/data seri dari hasil penelitian terdahulu terkait RTH kota Bogor. Kerangka Pikir Penelitian RTH Kota Bogor
Kondisi Real : Alih fungsi lahan : Luasan RTH terus berkurang, kualitas ekosistem kota menurun
Ruang Terbuka Hijau memberikan Pelayanan ekosistem yang dapat diukur berupa nilai nominal (valuasi ekonomi potensi RTH kota)
Aplikasi software CITYgreen 5.4 Analisis reduksi runoff, penyimpanan & daya serap Carbon, konservasi energi, & growth modelling
(Citra Satelit Quickbird)
Pemahaman masyarakat & pengelola kota meningkat sbg dasar penyusunan kebijakan tata ruang kota-Pengembangan RTH Kota Bogor
Gambar 2. Kerangka Pikir Penelitian
Gambar 1. Peta una Lahan Kota Bogor 2005
Alat dan Data Penelitian ini membutuhkan data dasar berupa peta spasial kawasan, yaitu Citra Satelit Quickbird kota Bogor tahun 2006 serta peta penggunaan lahan kota Bogor (sumber P4W IPB), serta beberapa
Tahapan Penelitian Aplikasi perangkat lunak CITYGreen 5.4 ini cukup mudah dilakukan, karena pada dasarnya merupakan ekstensi dari ArcView 3.2 Analisisnya menggunakan teknik GIS. Tahapannya adalah sbb: 3. Pengumpulan dan Klasifikasi Data Pengambilan data secara primer dilakukan melalui kegiatan survey dan observasi lapangan, serta ground check terhadap kondisi existing. Pengambilan data sekunder dilakukan berdasar studi
Ekologia, Vol. 11 No.1 , April 2011 : 44-52
literatur dan desk study penelitian terkait RTH. Pengambilan data penelitian dilakukan melalui delineasi area penutupan lahan oleh kanopi pohon pada lokasi penelitian, pada citra satelit Quick Bird Kota Bogor 2006. Dengan diketahui luasan penutupan oleh kanopi pohon, dapat diprediksikan komposisi landcovernya. Pengecekan lapangan diperlukan untuk akurasi data luasan dan jenis penutupan lahan, dan bentuk kanopi pohon. Pengecekan dilakukan dengan metode sampling berdasarkan kerapatan tutupan lahan, dengan cara mengambil gambar/foto area sample, dan kemudian klarifikasi lokasi melalui bantuan Google Earth. 4. Input data Atribut & Analisis / Pendugaan Manfaat Kanopi Pohon/ RTH kota Analisis data secara spasial menggunakan perangkat lunak GIS (ArcView, extensi CITYGreen 5.4). Yaitu dengan melakukan digitasi 3 theme pada perangkat lunak ArcView: 1) Theme Batas/ batas tapak yang dianalisis, 2) theme Canopy: yaitu batas spasial kanopi pohon (yang berdiameter >4m), dan 3) theme NonCanopy: berisi informasi spasial lahan terbangun, badan air dan ruang terbuka non hijau.
Gambar 3. Contoh digitasi: (a) theme canopy dan (b) theme non canopy a). Analisis Penyimpanan dan penyerapan Carbon. Model pendugaan Carbon ini memprediksi potensi berdasarkan distribusi umur pohon pada area kajian berdasarkan data atribut diameter pohon. Untuk masingmasing umur pohon ada koefisien penyerapan dan penyimpanan Carbonnya. Potensi diperoleh dari hasil perkalian prosentase penutupan kanopi pada luas area kajian, dengan faktor pengali (koefisien penyimpanan/penyerapan). Program ini memprediksi kapasitas penyerapan tahunan, dan penyimpanan karbon eksisting dalam satuan TON. Adapun rumusan dalam menghitung dan memperkirakan penyimpanan karbon serta daya serap karbon berdasarkan User Manual CityGreen 5.4:
CITYgreen 5.4 dalam memperkirakan penyimpanan karbon, menggunakan rumus:
Karbon Tersimpan = A x % x B Keterangan: A=Area kajian (acres) %= Persen penutupan pohon B=Koefisien penyimpanan karbon (berdasarkan tipe distribusi pohon)
CITYgreen 5.4 dalam memperkirakan penyerapan karbon, menggunakan rumus: Tingkat daya serap karbon tahunan =Ax%xC Keterangan: A=Area kajian (acres)
Ekologia, Vol. 11 No.1 , April 2011 : 44-52
%=Persen
penutupan
a.
Hidrologic Soil Group CITYgreen membutuhkan informasi mengenai daya infiltrasi tanah pada area studi. Adapun pengaturan awal pilihan pada CITYgreen berdasarkan pengelompokan jenis tanah, yaitu: A Very pervious B Somewhat pervious C Somewhat impervious D Very impervious
b.
Slope Kemiringan lereng suatu areal tertentu akan sangat mempengaruhi kondisi aliran permukaan yang terjadi. Semakin curam lereng, semain besar runoff dan kemungkinan terjadi erosi juga semakin besar.
c.
Rainfall Region Distribusi curah hujan dikelompok-kan berdasarkan besar kecilnya curah hujan di suatu area. Dalam CITYgreen pengaturan awal telah ditetapkan pilihan rainfall region berdasarkan USDA Natural Resources Conservation Service.
d.
Precipitation Besarnya intensitas curah hujan dimasukkan dalam bentuk angka (menggunakan satuan inci). Data curah hujan yang dibutuhkan adalah rata-rata per hari dalam kurun waktu 2 tahun terakhir.
e.
Construction Cost CITYgreen membutuhkan data tentang besarnya biaya yang diperlukan dalam konstruksi pembuatan kanal (parit), Biaya konstruksi ini kemudian akan dibandingkan nilainya dengan nilai manfaat ekonomi dari RTH yang ada, sehingga akan terlihat berapa besarnya biaya yang dapat dihemat.
pohon C=Koefisien daya serap karbon (berdasarkan tipe distribusi pohon) b) Analisis Kapasitas reduksi limpasan permukaan Model stormwater analysis ini dikembangkan oleh Natural Resources Conservation Services USDA. CITYGreen menghitung volume limpasan permukaan berdasarkan data hujan tahunan (2 tahun), prosentase penutupan lahan, slope, Hidrologic soil group (HSG), berapa nilai manfaat pohon dalam mereduksi limpasan, waktu konsentrasi dan laju aliran puncak. Model ini mengacu pada Model Hidrologi TR-55, yang merupakan alat penting dalam perencanaan ZONASI. Hasil analisis berupa volume limpasan dan nilai finansial yang dihubungkan dengan penyerapan kelebihan air limpasan akibat perubahan pola penutupan lahan, dengan acuan Curve Number (CN). Spesifikasi Area Studi CITYgreen membutuhkan informasi yang spesifik mengenai area studi yang akan dikaji. Terdapat dua metode dalam pengisian informasi wilayah studi, yaitu : 2. Study Area Preferences Tool ini terdapat pada menu CITYgreen – Analyze Data. Digunakan setelah tema canopy dan noncanopy ter-update datanya dan sudah terkonfigurasi oleh CITYgreen. Metode ini digunakan untuk area studi yang lebih spefisik (local area) (CITYgreen Manual User 2003). Caranya adalah dengan meng-edit data tabel dari tema area studi yang telah dibuat, lalu tambahkan kolom baru sesuai data yang dibutuhkan. Khusus untuk analisis aliran permukaan (runoff), data tambahan yang dibutuhkan antara lain :
Ekologia, Vol. 11 No.1 , April 2011 : 44-52
c) Analisis Konservasi Energi CITYGreen dapat menduga pengaruh warna material atap (hitam, abu-2 tua, abu2 muda dan putih) terhadap potensi penghematan energi, terkait dengan nilai albedo dan daya reflektansinya terhadap cahaya matahari yang diterima dan pengaruhnya terhadap suhu udara dalam bangunan, serta potensi penghematan penggunaan AC. Penelitian konservasi energi dan emisi karbon yang dilakukan oleh USDA bagian kehutanan telah menunjukkan bahwa pepohonan yang ditanam secara strategis untuk menaungi perumahan dapat mengurangi tagihan biaya listrik rumah tangga.
.
d). Analisis Landcover breakdown CITYGreen menganalisis landcover untuk masing-2 area kajian berdasarkan pada perbedaan penutupan lahan (permukaan kedap air, kanopi pohon, ruang terbuka). Masing-masing akan diperinci dalam laporan analisis dalam angka luasan aktual (hektar) serta prosentasenya terhadap luas total wilayah yang menjadi area kajian. Rincian jenis landcover ini akan sangat bermanfaat bagi masyarakat dalam membuat skenario pemanfaatan lahan perkotaan mengacu pada manfaat ekonomi dan manfaat ekologi pohon. 3. Rekomendasi Kebijakan Setelah diperoleh hasil analisis CITYGreen, tahap selanjutnya adalah analisis SWOT dengan tujuan untuk mendapatkan strategi pemecahan masalah atas kendala yang dihadapi terkait kebijakan pengelolaan RTH kota Bogor. Analisis ini dilakukan dalam dua tahapan, yaitu: 1) Analisis Internal : meliputi komponen kekuatan dan kelemahan dan 2) Analisis Eksternal: meliputi komponen peluang dan tantangan/ancaman pengembangan luasan RTH Bogor.
Gambar 4 . Tampilan Study Area Preferences HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Kota Bogor Kota Bogor merupakan satu ekosistem kota yang terdiri atas kawasan pemukiman, perkantoran dan perdagangan, industri, kebun, sawah, hutan kota, ruang terbuka hijau, situ dan sungai. Luas Kota Bogor adalah sebesar 11.850 ha atau 11,85 km2 Bogor terletak sekitar 60 km arah Selatan Jakarta. Letak Geografis : 1060 48' Bujur Timur dan 600 36' Lintang Selatan Klimatologi : Curah hujan rata-rata sebesar 3000 mm – 4000 mm /tahun, suhu rata-rata 27ºC, dengan kelembaban udara rata-rata 70% Topografi : 0%-2% (Datar) seluas 1.763,94 ha; 2%-15% (Landai) seluas 8.092,89 ha; 15%-25% (Agak Curam) seluas 1.109,89 ha; 25%-40% (Curam) seluas 764,96 ha; > 40% (Sangat Curam) seluas 119,94 ha
Ekologia, Vol. 11 No.1 , April 2011 : 44-52
Geologi : Secara umum Kota Bogor ditutupi oleh batuan vulkanik yang berasal dari endapan (batuan sedimen) dua gunung berapi, yaitu Gunung Pangrango (berupa batuan breksi tupaan) dan Gunung Salak (berupa alluvium dan kipas alluvium) Hidrologi : Sungai utama yang mengalir di Kota Bogor terdiri dari Sungai Ciliwung dan sungai Cisadane Kondisi RTH kota dan Layanan Terukur Ekosistem Kota Dari serangkaian kegiatan penelitian ini dapat diperoleh gambaran kondisi ekosistem kota Bogor saat ini.Untuk dapat menilai kapasitas jasa lingkungan ekosistem kota diperlukan suatu perangkat pendugaan dan analisis dengan mengacu pada 3 (tiga) indikator yang digunakan sebagai parameter penilaian , yaitu: kapasitas reduksi limpasan permukaan, kapasitas penjeap dan penyerapan Carbon dan Potensi penghematan energi. Tabel 1. Penggunaan lahan Kota Bogor No
Jenis Pemanfaatan Lahan
1 2 3 4
Danau / Situ Fasilitas Kesehatan Fasilitas Pendidikan Fasilitas Peribadatan Gardu Induk Hutan Kota / Kebun Raya Industri Kolam Oksidasi Komplek Militer Pasar Perdagangan dan Jasa Pergudangan Perkantoran / Pemerintahan Permukiman Pertanian / Kebun Campuran RPH / Pasar Hewan Ruang Terbuka Hijau Stasiun KA
5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Real 2005 (Citra 2005 Adapt RTRW 99) 46,64 8,35 150,12 4,98
Rencana 2009 (Buku RTRW 99) 342,07 27,67 178,11 9,58
5,77 182,09
141,45
121,46 55,11 57,32 13,06 56,41
19 20 21
Sub Terminal & Term Regional Taman / Lap. Olahraga / Jalur TPU / Kuburan
2,95
31,00
857,76
342,33
130,63
305,96
Sumber data : Bappeda Kota Bogor (2007)
A. Statistik Tapak 2. Area analisis : Kota Bogor Luas Area : 45,75 mil2 = 11.850,00 a Distribusi Jenis Penutupan Lahan : - Lahan Perkotaan : 48% (5.807,70 ha) - Lahan Kedap Air : 28% (3.361,11 ha) - Kanopi Pohon : 17% (2.005,21 ha) - Ruang Terbuka/Semak: 5% (551,99 ha) - Badan Air : 2% (220,63 ha)
167,36 1,50
437,41
Gambar 5. Tampilan Akhir Run Analysis 62,69
90,27
4.739,40 3.165,09
8.526,53 284,51
0,57 1.803,58
10,00
7,43
7,60
Ekologia, Vol. 11 No.1 , April 2011 : 44-52
Gambar 6. Hasil Analisis Sebaran RTH Bogor Dari hasil analisis menggunakan Arcview 3.2 dan ekstensi CITYgree 5.4 diperoleh hasil sebagai berikut :
Ekologia, Vol. 11 No.1 , April 2011 : 44-52
B. Manfaat Ekologi 1. Polusi Udara yang dapat diserap oleh keberadaan Kanopi pohon adalah: Carbon Monoxide : 6.203 kg; senilai $5,946 (setara dengan Rp 57.081.600,-) Sulfur Dioxide : 14.599 kg; senilai $24,180 setara dengan Rp 232.128.000,Nitrogen Dioxide : 14,587 kg; senilai $203,004 setara dengan Rp 1.948.838.400,Ozone : 90.463 kg, senilai $612,035 (setara dengan Rp 5.875.536.000,-) Particulate Matter : 72.438 kg; senilai $327,274 setara dengan Rp 3.141.830.400,Total partikel pencemaran udara yang dapat ditangkap adalah: 213.949 kg dengan nilai finansial sebesar = $1,172,440 setara dengan Rp 11.255.040.000,- Secara total kualitas udara kota Bogor masih berada dalam ambang batas aman, menurut uji kualitas udara tahun 2007. Data hasil uji kualitas udara dengan parameter SOx, NOx, Ozon, Debu, Pb, HC, H2S dan NH3, masih memenuhi baku mutu udara hanya pada parameter debu, pada beberapa titik uji melebihi ambang batas. (titik pertigaan Jembatan Merah, Warung Jambu dan Tugu Kujang). Hal ini diduga disebabkan oleh beberapa faktor antara lain padatnya arus kendaraan, kurangnya vegetasi/pohon sebagai penjerab polutan, dan kondisi kemacetan yang hampir selalu terjadi pada jam sibuk. (Dahlan, 2004) Jika dibandingkan antara jumlah polutan yang dihasilkan dengan kemampuan penjerapan oleh RTH kota, maka Untuk Ozone, SO2 dan CO2 kemampuan penjeraban sudah melebihi konsentrasi polutan yang ada, Namun untuk polutan NO2 dimana jumlah yang dihasilkan sebesar 52.377ton/tahun dan kapasitas penjerabannya baru sebesar 14.587ton/tahun, sehingga masih ada
37.790ton/tahun yang belum terjerap. Demikian juga untuk partikulat matter (termasuk Pb), konsentrasi di udara 101.84 ton/tahun, sedangkan kapasitas penjerabannya 72.438 ton/tahun, sehingga masih ada 29.402 ton/tahun yang belum terjerab. Kondisi ini bisa menjadi masukan pihak pengelola kota agar pada saat kegiatan replanting bisa diusulkan penanaman jenis pohon yang mempunyai kapasitas penjerapan (daya rosot terhadap polutan) yang tinggi atau sangat tinggi terhadap NO2 dan Pb. 2. Kapasitas Penyerapan Carbon Hasil analisis skala kota tercatat potensi Karbon tersimpan sebesar : 267.220 ton dan kapasitas Penyerapan Karbon sebesar : 758 ton/tahun ( kondisi distribusi umur pohon secara umum hampir Merata). Pada tapak jalan utama kota yaitu Jalan Pajajaran, kerapatan pohon tidak merata, teruatama pada ruas jalan menuju warung jambu, kondisi sebagian besar pohon sudah cukup tua, sehingga daya rosot karbonnya semakin rendah. 3. Kapasitas Reduksi Limpasan Permukaan - Kota Bogor mempunyai rata-rata curah hujan harian (dua tahunan/24 jam) sebesar : 3,5 inch, type rainfall termasuk type III (cukup tinggi), dan kelas hidrologic soil groups adalah type B (some what pervious) - Hasil analisis adalah sbb: Koefisien Runoff sebesar 81,00 (pada kondisi dengan RTH) dan sebesar 84,00 (pada kondisi tanpa RTH) - Volume Limpasan Permukaan : 1,71 in (kondisi dengan RTH) dan 1,94 in (kondisi tanpa RTH) - Total volume konstruksi dinding penahan yang digunakan untuk mitigasi bencana adalah 4.446.664,79 (cu.ft) Asumsi Biaya adalah sebesar : $ 2.00 per cu.ft, sehingga biaya total adalah sebesar : $ 48.893.329,59
Ekologia, Vol. 11 No.1 , April 2011 : 44-52
C. Rangkuman Manfaat Ekonomi Dengan diperolehnya hasil analisis di atas, maka manfaat ekonomi dari layanan ekosistem terukur kota Bogor adalah :(Kurs 1 $ = Rp 9.600,-) - Penghematan dari penyerapan polusi udaraTahunan: $1,172,440 (R11.255.040.000,-) - Penghematan limpasan permukaan tahunan : $4.262.743 (Rp 40.922.332.280,-) - Total Penghematan Tahunan : $5.435.183 (Rp 52.177.756.800,-) Nilai manfaat layanan terukur ekosistem kota Bogor adalah sebesar $5.435.183 (setara Rp. 52 milyar), dimana porsi terbesar adalah pada manfaat dari kapasitas reduksi limpasan permukaan (runoff), dan ini sangat besar peranannya dalam usaha pengelolaan air hujan (stormwater runoff management). Perbedaan kerapatan kanopi pohon pada masing-2 unit analisis diduga berpengaruh terhadap nilai manfaat yang diperoleh. Tutupan kanopi pohon secara ekologis dapat berperan dalam mengendalikan laju perkolasi dan memperkecil volume limpasan permukaan. Hal ini karena keberadaan pohon dapat mengintersepsi air hujan dan mereduksi limpasan permukaan (run off) melalui tajuk, dahan dan daun sebelum air hujan turun ke permukaan tanah. Mekanisme ini yang bermanfaat dalam menunda waktu konsentrasi dan memperlambat aliran permukaan dan memperkecil limpasan. Besarnya nilai manfaat terukur ini jika dibandingkan dengan pendapatan daerah mencapai sekitar 20% PDRB kota Bogor. Nilai yang relatif besar memberikan kontribusi bagi kota Bogor. Pemahaman yang mudah terhadap hasil analisis CITYGreen ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi para pengelola kota, penentu kebijakan agar lebih menghargai ekosistem kotanya, sehingga tidak harus mengorbankan kelestarian
lingkungan, hanya demi meningkatkan PAD kotanya. 3. Rekomendasi Kebijakan Kebijakan pembangunan kota Bogor saat ini masih menempatkan pembangunan ekonomi dalam tingkatan yang lebih tinggi, hal ini terlihat pada kondisi dimana terjadi konflik kepentingan, seperti meningkatnya kebutuhan lahan untuk pemukiman atau pembangunan infrastruktur kota, selalu akan berdampak memberikan tekanan terhadap keberadaan pohon dan RTH kota. Hal ini merupakan ancaman terhadap keberlanjutan ekosistem kota. Dari analisis SWOT, terlihat bahwa pengaruh faktor eksternal (ancaman dan kelemahan) lebih kuat dibandingkan dengan faktor internal (peluang dan kekuatan). Maka diperlukan strategi untuk membenahi kondisi saat ini dengan prioritas utama restrukturisasi dan perubahan orientasi kebijakan pembangunan agar lebih mengedepankan pengembangan kapasitas ekosistem perkotaan berbasis ekologi dan partisipasi masyarakat. Berdasarkan pada target Pemerintah Kota Bogor yang telah mencanangkan untuk meningkatkan jumlah luasan RTH kota sesuai UU No 26 tahun 2007 yaitu sebesar 30% luasan kota, akan dicapai pada tahun 2030, maka upaya meningkatkan pemahaman masyarakat akan nilai manfaat layanan terukur ekosistem kota ini akan bermanfaat dalam mendukung terwujudnya pengelolaan RTH kota Bogor yang berkelanjutan.
KESIMPULAN DAN SARAN 6. Secara umum perangkat lunak analisis CITYGreen 5.4. dapat diaplikasikan untuk menilai kapasitas layanan terukur ekosistem dalam skala besar (kota), maupun kecil (tapak skala perumahan maupun jalur jalan). Hasil analisis memberikan gambaran tentang luasan
Ekologia, Vol. 11 No.1 , April 2011 : 44-52
RTH Kota Bogor yaitu sekitar 17 % dari luas Kota Bogor. 7. Dari kondisi RTH eksisting berdasar Citra Quickbird 2006, maka nilai ekonomi manfaat layanan terukur ekosistem kota Bogor adalah sebesar Rp 52 milyar. Angka ini setara dengan 20% Produk Domestik Regional Bruto Kota Bogor sektor Jasa-jasa tahun 2006 8. Hasil analisis yang disajikan dalam bentuk peta sederhana sebaran RTH kota berikut rincian nilai manfaat dalam bentuk nominal Rupiah diharapkan dapat mempermudah pemahaman masyarakat akan nilai manfaat layanan terukur ekosistem kota yang selama ini lebih bersifat abstrak. 9. Meningkatnya pemahaman akan nilai ekosistem ini diharapkan dapat membangkitkan peran serta masyarakat dalam melestarikan keberadaan RTH kota Bogor. 10. Diharapkan dengan adanya kajian ini bisa membuka pemahaman tentang cara pandang pentingnya keberadaan RTH yang bisa dinilai secara ekonomi dan memberikan pengaruh kepada kebijakan pengembangan RTH di masa yang akan datang di Kota Bogor. DAFTAR PUSTAKA American Forests. 2002. CITYgreen 5.0 :User Manual. Washington DC: American Forest. [Bappeda]. 2007. Master Plan Drainase Kota Bogor. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bogor.
[BAPPEDA] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bogor. 2007. Master Plan Ruang Terbuka Hijau Kota Bogor. Data Dasar. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bogor. Dahlan EN. 2007. Analisis Kebutuhan Luasan Hutan Kota yang Berfungsi Sebagai Sorot Gas CO2 Antropogenik Dari Bahan Bakar Minyak Dan Gas Di Kota Bogor Dengan Menggunakan Pendekatan Sistem Dinamik. [Disertasi]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Budiman, A. 2010. Analisis Manfaat Ruang Terbuka Hijau untuk Meningkatkan Ekosistem Kota Bogor dengan Menggunakan Metode GIS [Skripsi]. Bogor : Departemen Arsitektur Lanskap. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Prahasta, E. 2004. Sistem Informasi Geografis : Tutorial ArcView. Bandung: CV. Informatika. Siti Nurisjah dan Q. Pramukanto. 1995. Penuntun Praktikum Perencanaan Lanskap. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Technical Release 55. 1986. Urban Hydrology for Small Watersheds. Washington DC : USDA Soil Conservation Service. Suryadi, Yadi. 2008. Dinamika Pola Pemanfaatan Lahan dan Pengendalian Menuju Pembangunan Kota Bogor yang Berkelanjutan [Tesis]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Ekologia, Vol. 11 No.1 , April 2011 : 44-52
PEDOMAN BAGI PENULIS JURNAL EKOLOGIA Ruang Lingkup Penyusunan pedoman ini dimaksudkan untuk membantu penulis menyiapkan naskah untuk diterbitkan pada Jurnal Ekologia. Diharapkan dengan disusunnya pedoman ini perubahan redaksional dapat dikurangi dan penyiapan naskah dapat berjalan lancar. Jurnal Ekologia memuat artikel primer yang bersumber langsung dari hasil penelitian bidang Ilmu Dasar dan Lingkungan. Bahasa dan Bentuk Naskah Naskah ditulis dengan bahasa ilmiah dalam bahasa Indonesia atau Inggris dengan abstrak berbahasa Indonesia atau bahasa Inggris. Naskah diketik satu spasi (1 lines) memakai tipe dan ukuran huruf baku (times new roman). Jumlah halaman maksimal 8 halaman ketik. Semua halaman diberi nomor secara berurutan. Judul dan Naskah Penulis Judul harus singkat (sebaiknya tidak lebih dari 15 kata), jelas dan secara konsisten menggambarkan isi naskah serta mengandung kata kunci yang mencerminkan isi naskah. Nama-nama penulis disertai dengan nama dan alamat instansi bekerja. Penempatan sub-sub judul disusun berurutan, sebagai berikut: Abstrak, Kata kunci, Pendahuluan, Bahan dan Metode, Hasil dan Pembahasan, Kesimpulan dan Saran (jika ada), Ucapan Terima Kasih (jika ada), Daftar Pustaka, dan Lampiran (jika ada). Abstrak dan Kata Kunci Abstrak memuat latar belakang secara ringkas, tujuan, metode, hasil serta kesimpulan suatu penelitian. Abstrak ditulis dalam satu paragraf berbahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Di dalam abstrak tidak diperkenankan mencantumkan istilah-istilah yang tidak diketahui secara luas, akronim, nama/merek dagang atau tanda lain tanpa suatu keterangan. Abstrak berbahasa Inggris merupakan terjemahan dari abstrak berbahasa Indonesia dan disertai terjemahan judul naskah. Di bawah abstrak dicantumkan Kata Kunci. Pendahuluan Isi pendahuluan mencakup latar belakang, temuan terdahulu yang akan dikembangkan atau disanggah, hipotesis, pendekatan umum, dan tujuan penelitian. Bahan dan Metode Berisi penjelasan ringkas tetapi rinci tentang waktu dan tempat penelitian, bahanbahan dan metode yang digunakan, rancangan percobaan, dan analisis data. Hasil dan Pembahasan Hasil merupakan data atau fakta yang diperoleh dari penelitian. Data atau fakta penting yang tidak dapat dinarasikan dengan jelas dapat ditampilkan dalam bentuk tabel atau gambar atau ilustrasi lain. Bila hasil disajikan dalam bentuk tabel atau gambar, maka tidak perlu diuraikan secara panjang lebar. Pembahasan merupakan ulasan tentang hasil, menjelaskan makna hasil penelitian, kesesuaian dengan asil atau penelitian terdahulu, peran hasil terhadap pemecahan masalah yang disebutkan dalam pendahuluan, serta kemungkinan pengembangannya.
Ekologia, Vol. 11 No.1 , April 2011 : 44-52
Kesimpulan dan Saran Ditulis dengan ringkas hasil-hasil dan saran penelitian yang kongkrit. Ucapan Terima Kasih Berisi ucapan penghargaan secara singkat kepada pihak-pihak yang telah berjasa. Daftar Pustaka Penulisan pustaka di dalam teks menggunakan nama-nama penulis, bukan nomor, dan harus tercantum di dalam Daftar Pustaka. Daftar Pustaka disusun menurut abjad dan tahun penerbitan terlebih dahulu. Kepustakaan ditulis sebagai berikut: nama penulis, tahun penerbitan, judul artikel, nama terbitan yang dapat disingkat dengan benar, volume dan nomor serta nomor halaman. Kepustakaan dari naskah yang tidak dipublikasikan dan informasi yang diperoleh melalui komunikasi pribadi tidak dicantumkan dalam Daftar Pustaka melainkan ditulis langsung pada teks, misalnya (S. Baarsyah, tidak dipublikasikan) dan F. Kasaryno, komunikasi pribadi). Simbol Matematis Simbol atau persamaan matematis harus dikemukakan secara hati-hati dan jelas. Jika simbol matematis yang dimaksud tidak terdapat pada mesin tik, maka dapat ditulis dengan pensil atau pena. Jika perlu, berilah keterangan dengan tulisan tangan untuk simbol yang bersangkutan. Angka desimal ditandai dengan koma (apabila dalam baasa Indonesia) atau titik (apabila dalam bahasa inggris). Besaran ditulis dengan baku internasional dan harus mengikuti Kaidah Ejaan Bahasa Indoensia yang disempurnakan (EYD), misalnya g, l, kg, t, dan bukan ditulis gram, liter kilogram, ton. Tabel Tabel diberi nomor urut sesuai dengan keterangan dalam teks. Setiap tabel diberi judul yang singkat dan jelas, sehingga setiap tabel dipandang berdiri sendiri. Antar kolom atau anak kolom perlu terpisah secara jelas. Jumlah digit sedapat mungkin sederhana. Singkatan kata perlu diberi catatan kaki atau keterangan. Keterangan tabel diletakkan dibawah tabel ditandai dengan angka kecil superior (superscrip). Huruf a, b, c digunakan untuk tanda-tanda statistik, sedangkan angka 1,2,3 digunakan untuk keterangan atau catatan kaki tabel. Ilustrasi Ilustrasi mencakup gambar, grafik, dan foto atau lukisan. Judul ilustrasi diletakan di bawah ilustrasi. Gambar dan grafik dibuat dengan garis cukup tebal dan kontras. Judul dan keterangan grafik dan gambar ditulis pada bagian terpisah. Simbol dan singkatan kata dijelaskan pada keterangan grafik dan gambar dan grafik.simbol-simbol yang dimuat tidak terlalu banyak. Setiap gambar dan grafik haurs diterangkan di dalam teks dan diberi nomor urut. Untuk keperluan reproduksi, ilustrasi harus kontras, tajam dengan ukuran cukup besar. Foto, hitam putih atau berwarna, hendaknya dipilih yang mempunyai warna kontras, tajam, jelas, diatas kertas mengkilat. Pengolahan Naskah Redaksi melakukan koreksi dan perbaikan tanpa mengubah nama naskah. Redaksi pelaksana akan mengembalikan naskah untuk diperbaiki sesuai dengan saran redaksi, atau naskah yang tidak dapat diterbitkan, kepada penulis. Naskah rangkap dua dan disket hendaknya dikirim ke alamat redaksi disertai dengan surat pengantar.
Ekologia, Vol. 11 No.1 , April 2011 : 44-52
Biaya Penerbitan Naskah penulis dari luar FMIPA UNPAK yang disetujui untuk diterbitkan, dikenakan biaya administrasi sebesar Rp. 50.000,-. Penulis akan mendapatkan 1 eksemplar jurnal ekologia. Redaksi Pelaksana Jurnal Ekologia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetauan Alam Universitas Pakuan Jl. Pakuan Ciheuleut Bogor Telp: (0251) 375547, Fax: (0251) 375547
Ekologia, Vol. 11 No.1 , April 2011 : 44-52
FORMULIR BERLANGGANAN MAJALAH EKOLOGIA
Yang bertandatangan di bawah ini : Nama Alamat Rumah Alamat Kantor
: ……………………………………………………………………………… : ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… : ……………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………
Ingin menjadi pelanggan Majalah Ekologia selama ………… tahun. Bersama ini kami kirimkan biaya langganan ............................................................
sebanyak
Melalui rekening Bank Mandiri cabang Kapten Muslihat Bogor No. Rekening 133.0097696929 atas nama Moerfiah, Dra.
Harap Majalah tersebut dikirim ke alamat kantor/rumah *)
(..............................................) Tandatangan dan nama jelas
*) Catatan : Coret yang tidak perlu Jumlah langganan tiap nomor sebesar Rp. 25.000,Jumlah biaya langganan satu tahun Rp. 50.000,- ditambah 20% biaya pengiriman Setelah formulir diisi harap dikirimkan kembali kepada Majalah Ekologia
Rp.
Ekologia, Vol. 11 No.1 , April 2011 : 44-52
UCAPAN TERIMA KASIH Mengucapkan terima kasih atas partisipasinya kepada reviewer dalam penerbitan Jurnal Ekologia Vol. 11 No 1 April 2011 Prof. Dr. Sri Hartini S Sikar Dr. Tukirin Dr. Padmono Citroreksoko Prof. Dr. Hadi Sutarno Dr. -Ing. Soewarto Hardhienata