Ekologia, Vol. 12 No.1 , April 2012 : 1-5
Bakteri Patogen Dari Perairan Pantai Dan Kawasan ………..........….…. (Sri Rahmaningsih, dkk)
1
Ekologia, Vol. 12 No.1 , April 2012 : 1-5
Vol. 12, No. 1, April 2012
ISSN : 1411-9447
EKOLOGIA JURNAL ILMIAH ILMU DASAR DAN LINGKUNGAN HIDUP
*
BAKTERI PATOGEN DARI PERAIRAN PANTAI DAN KAWASAN TAMBAK DI KECAMATAN JENU KABUPATEN TUBAN Sri Rahmaningsih, dkk.
*
POTENSI SARI BUAH SEMANGKA MERAH (Citrullus vulgaris rubrum) DAN SARI BUAH SEMANGKA KUNING (Citrullus vulgaris flavum) SEBAGAI PELURUH BATU GINJAL KALSIUM OKSALAT SECARA IN VITRO E. Mulyati Effendi dan Sri Wardatun
*
EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BIJI LABU MERAH (Cucurbita moschata ) SEBAGAI ANTELMINTIK TERHADAP CACING Ascaridia galli SECARA IN VITRO. Moerfiah, dkk.
*
FORMULASI GRANUL INSTAN EKSTRAK HERBA PEGAGAN (Centella asiatica) DAN ANALISIS ASIATIKOSIDA Prasetyorini, dkk.
*
HUBUNGAN STATUS GIZI, STATUS KESEHATAN DAN AKTIVITAS FISIK DENGAN KEBUGARAN JASMANI ATLET BULUTANGKIS JAYA RAYA JAKARTA Ismanto, dkk.
*
PENDUGAAN MODEL PETAK TERBAGI Ani Andriyati
RANCANGAN
CAMPURAN-CAMPURAN
DENGAN
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pakuan Bakteri Patogen Dari Perairan Pantai Dan Kawasan ………..........….…. (Sri Rahmaningsih, dkk)
2
Ekologia, Vol. 12 No.1 , April 2012 : 1-5
EKOLOGIA JURNAL ILMIAH ILMU DASAR DAN LINGKUNGAN HIDUP
Oleh Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pakuan
@Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Unpak Jl. Pakuan Po.Box 452 Bogor Hak Cipta dilindungi Oleh Undang-Undang All right reserved Diterbitkan pertama kali oleh Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pakuan Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi Buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit
ISSN 1411 – 9447
Sanksi Pelanggaran Pasal 44 : Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 Tentang Hak Cipta 1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak sesuatu atau memberi izin untuk itu, dipidana penjara paling lama 7(tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 100.000.000,- (Seratus juta rupiah) 2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (Lima puluh juta rupiah).
Bakteri Patogen Dari Perairan Pantai Dan Kawasan ………..........….…. (Sri Rahmaningsih, dkk)
3
Ekologia, Vol. 12 No.1 , April 2012 : 1-5
EKOLOGIA JURNAL ILMIAH ILMU DASAR DAN LINGKUNGAN HIDUP
Oleh Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pakuan
@Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Unpak Jl. Pakuan Po.Box 452 Bogor Hak Cipta dilindungi Oleh Undang-Undang All right reserved Diterbitkan pertama kali oleh Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pakuan Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi Buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit
ISSN 1411 – 9447
Sanksi Pelanggaran Pasal 44 : Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 Tentang Hak Cipta 1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak sesuatu atau memberi izin untuk itu, dipidana penjara paling lama 7(tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 100.000.000,- (Seratus juta rupiah) 2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (Lima puluh juta rupiah).
Bakteri Patogen Dari Perairan Pantai Dan Kawasan ………..........….…. (Sri Rahmaningsih, dkk)
4
Ekologia, Vol. 12 No.1 , April 2012 : 1-5
Vol. 12 No. 1, April 2012
ISSN : 1411-9447
Jurnal Ilmiah Ilmu Dasar dan Lingkungan Hidup Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pakuan
Pelindung : KETUA YAYASAN PAKUAN SILIWANGI PEMBINA UNIVERSITAS PAKUAN
Penanggungjawab : REKTOR UNIVERSITAS PAKUAN Ketua Pengarah : Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Ketua Dewan Redaksi : Dr. Prasetyorini, MS.
Anggota Dewan Redaksi : Dr. Oom Komala, MS., Ir. Dr. Tri Panji. Ir. E. Mulyati Effendi Ch., MS. Dra. Moerfiah, M.Si.
Ekologia adalah jurnal ilmiah yang diterbitkan untuk mengakomodasi tulisan hasil penelitian bagi sivitas akademika Universitas Pakuan khususnya dan instansi lain di luar Universitas Pakuan pada umumnya. Jurnal ini memuat artikel primer yang bersumber langsung dari hasil penelitian Ilmu Dasar dan Lingkungan Hidup. Ekologia diterbitkan dua kali dalam setahun yaitu pada bulan April dan Oktober oleh Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan AlamUniversitas Pakuan. Semoga Jurnal ini bermanfaat bagi perkembangan hasanah ilmu pengetahuan.
Bogor, April 2012
Redaksi Sekretaris Redaksi : Dra. Triastinurmiatiningsih, M.Si.
Penerbit/Alamat Redaksi : Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pakuan Jl. Pakuan Po.Box. 452 Telp. 375547 Fax. 375547
Terbit Pertama : 2001
Bakteri Patogen Dari Perairan Pantai Dan Kawasan ………..........….…. (Sri Rahmaningsih, dkk)
5
Ekologia, Vol. 12 No.1 , April 2012 : 1-5
Vol. 12, No. 1, April 2012
ISSN : 1411-9447
EKOLOGIA DAFTAR ISI Nomor ISSN
1.
2.
3.
…………………………………………………………………………
i
Susunan Redaksi ……………………………………………………………………..
ii
Pengantar Redaksi ……………………………………………………………………
ii
Daftar Isi ……………………………………………………………………………...
iii
BAKTERI PATOGEN DARI PERAIRAN PANTAI DAN KAWASAN TAMBAK DI KECAMATAN JENU KABUPATEN TUBAN Sri Rahmaningsih, dkk.
1-5
POTENSI SARI BUAH SEMANGKA MERAH (Citrullus vulgaris rubrum) DAN SARI BUAH SEMANGKA KUNING (Citrullus vulgaris flavum) SEBAGAI PELURUH BATU GINJAL KALSIUM OKSALAT SECARA IN VITRO E. Mulyati Effendi dan Sri Wardatun
6-11
EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BIJI LABU MERAH (Cucurbita moschata) SEBAGAI ANTELMINTIK TERHADAP CACING Ascaridia galli SECARA IN VITRO. Moerfiah, dkk
4.
12-18
FORMULASI GRANUL INSTAN EKSTRAK HERBA PEGAGAN (Centella asiatica) DAN ANALISIS ASIATIKOSIDA Prasetyorini, dkk.
19-25
HUBUNGAN STATUS GIZI, STATUS KESEHATAN DAN AKTIVITAS FISIK DENGAN KEBUGARAN JASMANI ATLET BULUTANGKIS JAYA RAYA JAKARTA Ismanto, dkk.
26-37
6. PENDUGAAN MODEL RANCANGAN CAMPURAN-CAMPURAN DENGAN PETAK TERBAGI Ani Andriyati.
38-43
5.
Bakteri Patogen Dari Perairan Pantai Dan Kawasan ………..........….…. (Sri Rahmaningsih, dkk)
6
Ekologia, Vol. 12 No.1 , April 2012 : 1-5
BAKTERI PATOGEN DARI PERAIRAN PANTAI DAN KAWASAN TAMBAK DI KECAMATAN JENU KABUPATEN TUBAN Sri Rahmaningsih, Sri Wlis, Achmad Mulyana Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas PGRI Ronggolawe Tuban ABSTRAK Kabupaten Tuban yang berada di jalur pantai utara memiliki areal pertambakan yang cukup luas yaitu 697,30 Ha dan sawah tambak seluas 2.124,04 Ha. Salah satu kawasan pertambakan di Kabupaten Tuban adalah Kecamatan Jenu dengan luas lahan sekitar 183,10 Ha Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keberadaan bakteri patogen di perairan pantai Jenu dan kawasan tambak di Kecamatan Jenu Kabupaten Tuban, melakukan isolasi terhadap bakteri patogen tersebut dan mengetahui karakteristik bakteri patogen tersebut. Penelitian menggunakan metode survei, dimana perairan pantai kawasan desa Sugihwaras Kecamatan Jenu dijadikan sebagai daerah pengamatan, kemudian dilakukan analisis mikrobiologis dan fisiologis melalui uji biokimia. Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap sampel air laut yang diambil pada 1 m, 10 m dan 100 m dari batas pantai, ditemukan tujuh isolat bakteri yang termasuk golongan bakteri patogen (Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, Pseudomonas pseudomelle, Enterobacter aglomerans dan Vibrio Chorela) dan bakteri non patogen (Nitrobacter sp dan Bacillus subtilis). Kata Kunci : Karakterisasi, bakteri patogen, bakteri non pathogen
Penelitian ini bertujuan ;mengetahui keberadaan bakteri patogen di periran pantai Jenu dan kawasan tambak di Kecamatan Jenu Kabupaten Tuban,, melakukan isolasi terhadap bakteri patogen tersebut dan mengetahui karakteristik bakteri patogen tersebut.
PENDAHULUAN Pada sektor akuakultur, keberadaan bakteri patogen sangat ditakuti oleh banyak peternak ikan, udang dan kerang-kerangan. Karena organisme mikro ini dapat mengancam bahkan menyebabkan kematian masal pada ikan dan udang. Hal ini tentu akan sangat merugikan sektor perikanan dan juga dapat mengancam pada kesehatan manusia. Kabupaten Tuban yang berada di jalur pantai utara memiliki areal pertambakan yang cukup luas yaitu 697,30 Ha dan sawah tambak seluas 2.124,04 (DPK, 2007) Salah satu kawasan pertambakan di Kabupaten Tuban adalah Kec Jenu dengan luas lahan sekitar 183,10 Ha. Namun belakangan ini banyak laporan mengenai gangguan pertumbuhan udang yang disebabkan oleh penyakit. Kejadian tersebut diduga disebabkan oleh bakteri patogen. Langka-langka antisipasi dalam membantu masyarakat setempat perlu dilakukan segera.
BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di perairan pantai Jenu khususnya di daerah perairan yang masuk wilayah desa Sugihwaras, yang merupakan areal petambakan dengan kawasan padat penduduk. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Desember 2011 sampai dengan Januari 2012. Sampel air diambil pada tiga stasiun titik sampling yaitu 1 m, 10 m, dan 100 m dari garis pantai, sebanyak 500 ml kemudian dimasukan kedalam botol steril yang dimasukkan kedalam box dengan suhu 40 0 C dan dibawa ke laboratorium untuk dianalisis. Analisis mikrobiologis dan fisiologis melalui uji biokimia yang dilaksanakan di Laboratorium Kelautan
Bakteri Patogen Dari Perairan Pantai Dan Kawasan ………..........….…. (Sri Rahmaningsih, dkk)
71
Ekologia, Vol. 12 No.1 , April 2012 : 1-5
berpedoman pada buku Determinative Bacteriology.
Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas PGRI Ronggolawe Tuban. Jenis bakteri yang ditemukan kemudian dianalisis dengan menggunakan medium Gelatin, medium Indol, medium NA (nutrien Agar), medium TSIA, medium Selektif, medium SSM (Semi Solid Medium), medium Simmon’s Citrate Agar, medium Urease Broth, medium Zobell, medium Winogradsky’s. Sampel air diinokulasi sebanyak 25 ml ke dalam erlenmeyer yang berisi 225 ml media Winogradsky cair, selanjutnya diinkubasi pada suhu kamar dan dikocok dengan kecepatan 100 rpm selama 5 hari. Kultur dalam media pengayaan diencerkan mulai dari pengenceran 10-1 dan 10-3 dengan cara dihomogenkan 1 ml sampel dalam medium Winogradsky cair dengan 9 ml aquades steril, dari pengenceran 10-1 ini diencerkan sampai 10-3 dengan cara yang sama. Kemudian masing-masing pengenceran ditumbuhkan pada medium Zobell Agar dengan metode pour plate dan diinkubasi selama 5 x 24 jam (5 hari) pada suhu ruangan. Isolat bakteri dikarakterisasi dengan menumbuhkan pada medium dan dilakukan pengamatan meliputi: pertumbuhan koloni bakteri pada medium agar miring yaitu bentuk pertumbuhan pada bekas goresan, pertumbuhan koloni bakteri pada medium agar tegak yaitu bentuk pertumbuhan pada bekas tusukan dan pertumbuhan koloni bakteri pada medium agar lempeng yaitu bentuk, tepian, elevasi, permukaan warna, diameter koloni dan konfigurasi. Pengujian fisiologis dengan reaksi biokimia Uji Kebutuhan Oksigen dengan Medium NB, Uji Katalase, Uji Motilitas, Uji Fermentasi Karbohidrat (glukosa, laktosa, dan manitol) Uji Hidrolisis Pati, Uji Hidrolisis Gelatin, Uji Indol, Uji Fermentasi Gula, H2S dan Gas dengan TSIA dan Uji Sitrat. Selanjutnya analisis data melalui deskritip yang dilakukan pada pemeriksaan karakterisasi bakteri yang ditemukan kemudian dilakukan identifikasi dengan
Begey’s
HASIL DAN PEMBAHASAN Kabupaten Tuban yang mempunyai luas wilayah 183.992.291 Ha mempunyai bentang pantai sepanjang 65 Km yang meliputi 5 Kecamatan yaitu kecamatan Bancar, Tambakboyo, Jenu, Tuban, dan kecamatan Palang. Perairan pantai yang berada di Kecamatan Jenu banyak dikelilingi oleh daerah pertambakan dan mempunyai jumlah penduduk yang cukup padat. Selain itu diwilayah Kecamatan Jenu juga terdapat beberapa industri besar yang letaknya berbatasan dengan laut yang berada di wilayah ini. Dari hasil penelitian yang dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut: Hasil Identifikasi Bakteri Yang Diisolasi Dari Air Laut Perairan Pantai Jenu Berdasarkan hasil identifikasi secara mikrobiologis maupun fisiologis melalui uji biokimia ditemukan tujuh isolat bakteri yang termasuk kedalam bakteri patogen maupun non patogen. Bakteri non patogen Nitrobacter sp Mempunyai ciri-ciri sebagai berikut; warna koloni krem dengan diameter 1.29 mm, mempunyai bentuk sel batang, dan bersifat non motil. Karakteristik biokimia adalah reaksi gram negatif, oksidase, produksi indol, penggunaan karbon dari citrat negatif dan positif terhadap katalaase. Nitrobacter termasuk bakteri nitrifikasi karena merupakan bakteri yang mengubah nitrit menjadi nitrat. Nitrobacter termasuk famili Nitrobacteraceae. Spesies nitrobacter meliputi Nitrobacter winogradskyi, Nitrobacter hamburgensis, Nitrobacter vulgaris, Nitrobacter alkalicus. Nitrosomonas dan Nitrobacter adalah terminologi bakteri Lithotrophic. Mereka
Bakteri Patogen Dari Perairan Pantai Dan Kawasan ………..........….…. (Sri Rahmaningsih, dkk)
22
Ekologia, Vol. 12 No.1 , April 2012 : 1-5
membutuhkan oksigen dan makanan untuk hidup dan membangun koloni di media dengan permukaan yang keras dan bersih. Kedua jenis bakteri tersebut termasuk lama dalam replikasi dibanding bakteri lain yang ada. Pada kolam air tawar, bakteri membutuhkan waktu setiap 8 jam untuk bereplika, sedangkan untuk air laut lebih lama lagi, sekitar 24 jam.
Bakteri patogen Vibrio cholera Mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: Berwarna kuning, datar, diameter 2-3 mm, warna media berubah menjadi kuning. Karakteristik fisika-biokimia adalah pewarnaan gram negatif, dan mempunyai sifat fermentatif, katalase, oksidase, methyl red dan H2S glukosa, laktosa, galaktosa dan manitol positif. Sedangkan sellobiosa, fruktosa, bersifat negative. Bakteri vibrio adalah bakteri yang paling umum terdapat pada perairan dangkal diseluruh dunia. Vibrio berbentuk bengkok, aerob, dapat bergerak dan memiliki satu flagel kutub dan dapat tumbuh baik pada suhu 370 C. Kebanyakan spesies bakteri ini tahan terhadap garam, dan pertumbuhannya sering dirangsang oleh NaCl. Beberapa vibrio bersifat halofilik, memerlukan NaCl untuk pertumbuhannya (Jawetz et al., 2001). Habitat alami bakteri ini di lingkungan akuatik dan umumnya berasosiasi dengan eukariot. Spesies Vibrio kerap dikaitkan dengan sifat patogenisitasnya pada manusia, terutama V. cholerae penyebab penyakit kolera di negara berkembang (Holt and Krieg, 1994). Patogenitas bakteri ini pada ikan menurut Austin dan Austin (2007) mempunyai tingkat virulensi yang tinggi terutama ditemukan pada ikan mas koki (Carassius aurata) dan belut. Selanjutnya disebutkan bakteri ini dapat menyebabkan kematian dalam 2 hari pada suhu 21 0 C dan 26 0 C pada ikan mas koki dan kematian dalam 5 hari pada ikan belut.
Bacillus subtilis Mempunyai ciri-ciri sebagai berikut ; warna koloni kuning dengan diameter 3.19 mm mempunyai bentuk sel batang, dan bersifat motil. Karakteristik biokimia adalah reaksi gram positif oksidase, produksi indol, penggunaan karbon dari citrat negatif dan positif terhadap katalase. Bacillus subtilis mempunyai kemampuan untuk membentuk endospora yang protektif yang memberi kemampuan bakteri tersebut mentolerir keadaan yang ekstrim. Bacillus subtilis diklasifikasikan sebagai obligat anaerob dan tidak dianggap sebagai patogen walaupun kontaminasi makanan tetapi jarang menyebabkan keracunan makanan. Aplikasi bakteri ini dalam industri cukup banyak. Bacillus subtilis merupakan salah satu yang paling banyak digunakan untuk produksi enzymes dan bahan kimia khusus. Menurut Nurcahya dan Sisca (2010) menunjukkan bahwa Bacilus subtilis mampu mendegradasi protein dalam limbah tambak dan memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata, sementara itu menurut Hapidin dan Ridwan (2010) Bacilus. subtilis dapat dijadikan agen biodegradasi karena dapat mengeluarkan enzim ekstraseluler yang mampu menguraikan kandungan lipid/lemak dalam limbah cair tambak udang. Selain itu juga Bacilus. subtilis mampu mendegradasi lipid/lemak dalam keadaan yang rendah oksigen (anaerob fakultatif).
Staphylococcus aureus Mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: warna koloni kuning dengan diameter 1.03 mm mempunyai bentuk sel bulat, dan bersifat nonmotil. Karakteristik biokimia adalah reaksi gram positif, oksidase, produksi indol, penggunaan karbon dari citrat negatif dan positif terhadap katalase. Staphylococcus aureus mudah tumbuh pada kebanyakan
Bakteri Patogen Dari Perairan Pantai Dan Kawasan ………..........….…. (Sri Rahmaningsih, dkk)
33
Ekologia, Vol. 12 No.1 , April 2012 : 1-5
pembenihan bakteriologik, dalam keadaan aerobik/ mikroaerobik. Staphylococcus tumbuh paling cepat pada suhu kamar 37º C, paling baik membentuk pigmen pada suhu kamar (20ºC) dan pada media dengan pH 7,2-7,4. (Jawetz et al., 2001). Staphylococcus aureus merupakan bakteri patogen yang bersifat invasif, penyebab hemolisis, membentuk koagulasi, mencairkan gelatin, dan meragikan manitol (Warsa, 1994). Menurut Shah dan Tyagi (1986), bakteri ini dapat menyebabkan penyakit pada ikan misalnya pada ikan Mas (Cyprinus carpio) terutama penyakit mata yang dapat mempengaruhi otak dan organ syaraf optik. Ikan yang sakit juga akan malas dan mengalami melanosis.
JV, 2004). Untuk penyakit sistemik, produk yang menunjang invasi mencakup kapsul antifagositas, endotoksin, eksotoksin A, dan eksotoksin S. Pseudomonas pseudomallei Mempunyai ciri-ciri sebagai berikut ; warna koloni krem dengan diameter 1.65 mm mempunyai bentuk sel batang, dan bersifat motil. Karakteristik biokimia adalah reaksi gram negatif, oksidase, produksi indol, penggunaan karbon dari citrat negatif dan positif terhadap katalase. Bakteri Pseudomonas pseudomallei dapat menyebabkan meliodosis, suatu penyakit seperti kelenjar yang endemik pada hewan dan manusia terutama di Australia utara dan Asia Tenggara. Organisme ini adalah saprofit alami yang dapat berkembangbiak di tanah, air, dan sayur-sayuran. Infeksi pada manusia mungkin berasal dari sumber tersebut melalui kontaminasi luka dikulit dan mungkin melalui makanan atau pernafasan. Sedangkan infeksi pada hewan misalnya sapi, kuda, babi dan hewan lain terjadi secara epizootik (Jawetz et al, 2001).
Pseudomonas aeruginosa Mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: warna koloni kuning dengan diameter 2.42 mm mempunyai bentuk sel batang, dan bersifat motil. Karakteristik biokimia adalah reaksi gram negatif, oksidase, produksi indol, penggunaan karbon dari citrat negatif dan positif terhadap katalase. Bakteri ini secara luas dapat ditemukan di alam, contohnya di tanah, air, tanaman, dan hewan. P. aeruginosa adalah patogen oportunistik. Bakteri ini merupakan penyebab utama infeksi pneumonia nosokomial. Meskipun begitu, bakteri ini dapat berkolonisasi pada manusia normal tanpa menyebabkan penyakit (Strohl, 2001). Selanjutnya disebutkan Pseudomonas aeruginosa menyebabkan penyakit terlokalisasi dan sistemik. Penyakit karena Pseudomonas aeruginosa dimulai dengan penempelan dan kolonisasi bakteri ini pada jaringan inang. Bakteri ini menggunakan fili untuk penempelan sel bakteri pada permukaan inang. Pseudomonas aeruginosa memproduksi sejumlah endotoksin dan produk ekstaseluler yang menunjang invasi local dan penyebaran mikroorganisme. Toksin dan produk ekstraseluler ini mencakup protease ekstraseluler, sitotoksin, hemolisin, dan piosianin. (Kus
Enterobacter aglomerans Mempunyai ciri-ciri sebagai berikut ; warna koloni krem dengan diameter 2.15 mm mempunyai bentuk sel batang, dan bersifat motil. Karakteristik biokimia adalah reaksi gram negatif, oksidase, produksi indol, penggunaan karbon dari citrat negatif dan positif terhadap katalase. Berdasarkan hubungan taxonomi bakteri Enterobacter aglomerans menjadi perdebatan para ahli (Grimont and Grimont, 2005).Organisme ini ditemukan pada ikan mahi-mahi, ikan lumba-lumba dan benih ikan mahi-mahi. Bakteri ini tidak menyebabkan kematian tetapi menyebabkan pendarahan pada mata ikan (Hansen et al, 1990). KESIMPULAN Dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa terdapat tujuh isolat
Bakteri Patogen Dari Perairan Pantai Dan Kawasan ………..........….…. (Sri Rahmaningsih, dkk)
4
Ekologia, Vol. 12 No.1 , April 2012 : 1-5 1989b, 343 VP, emend. Mergaerts, Verdonck and Kersters 1993, 171, In Brenner, D.J., Krieg, N.R and Staley J.T (eds)Bergey’s Manual of Systematic Bacteriology, 2nd edn, Vol 2 The Proteobacteria,Part B,The Gammaproteobacteria. New York, Springer-Verlag, pp 713 -720
bakteri yang merupakan bakteri patogen dan non patogen. Lima dari tujuh isolat bakteri yang ditemukan merupakan bakteri patogen (karena berpotensi menyebabkan penyakit) yaitu Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, Pseudomonas pseudomelle, Enterobacter aglomerans dan bakteri Vibrio Chorela, yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia. Adanya jenis bakteri Vibrio sp yang ditemukan tersebut disebabkan karena adanya kontak manusia dengan perairan tersebut. Dari hasil penelitian juga ditemukan bakteri non patogen yang bermanfaat bagi lingkungan yaitu bakteri Nitrobacter sp dan Bacillus subtilis. Selain itu ditemukan juga isolat bakteri yang mempunyai sifat zoonosis yaitu bakteri yang mempunyai sifat dapat menularkan penyakit dari hewan/ikan kepada manusia dan sebaliknya. Bakteri tersebut adalah ; Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus dan Vibrio cholerae.
Holt JG, Krieg NR. 1994. Bergey’s manual of determinative microbiology, 9th ed.. Baltimore: The Williams & Wilkins Co. Hal:190-274. Jawetz, E., Melnick, J.L., Adelberg, E.A. 2001. Mikrobiologi Kedokteran. EGC Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta, 753 hlm. Shah, K.L and Tyagi, B.C.1986. An Eyes disease in silver carp Hypophthalmichthys moltrix, held in tropical ponds, associated with the bacterium Staphylococcus aureus. Aquaculture 55, 1 -4 Strohl WA, Rouse H, Fisher BD. 2001. Microbiology. USA: Lippincott Williams & Wilikns
DAFTAR PUSTAKA
Kus JV, Tullis E, Cvitkovitch DG, Burrows LL. 2004. Significant differences in type IV pilin allele distribution among Pseudomonas aeruginosa isolates from cystic fibrosis (CF) versus non-CF patients. Microbiology 150:1315-26.
Austin B. Dan Austin D. A. 2007. Bacterial Fish Pathogens. Praxis Publishing, Chichester, U.K Grimont F. And Grimont P.A.D. 2005. Genus XXIII ; Pantoe Gavini, Mergaert, Beji, Meilcarek, Izard, Kersters & De Ley
Bakteri Patogen Dari Perairan Pantai Dan Kawasan ………..........….…. (Sri Rahmaningsih, dkk)
5
Ekologia, Vol. 13 No.1 , April 2012 : 6-11
POTENSI SARI BUAH SEMANGKA MERAH (Citrullus vulgaris rubrum) DAN SARI BUAH SEMANGKA KUNING (Citrullus vulgaris flavum) SEBAGAI PELURUH BATU GINJAL KALSIUM OKSALAT SECARA IN VITRO E. Mulyati Effendi 1)dan Sri Wardatun 2) Program Studi Biologi FMIPA UNPAK - Bogor 2) Program Studi Farmasi FMIPA UNPAK - Bogor 1)
ABSTRAK Buah semangka merah (Citrullus vulgaris rubrum) dan buah semangka kuning (Citrullus vulgaris flavum) merupakan tanaman obat yang berkhasiat sebagai peluruh air seni dan digunakan untuk melarutkan batu ginjal. Telah dilakukan pengujian potensi sari buah semangka merah dan sari buah semangka kuning sebagai peluruh batu ginjal kalsium oksalat secara in vitro. Pengujian dilakukan dengan merendam batu ginjal kalsium oksalat dan menganalisis kadar kalium serta kalsium oksalat yang larut secara Spektrofotometer Serapan Atom. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sari buah semangka merah dan sari buah semangka kuning dapat melarutkan batu ginjal kalsium oksalat. Kelarutan batu ginjal kalsium oksalat tertinggi dalam sari buah semangka kuning pada konsentrasi 100% sebesar 16,25 x 10-5 mol/L sedangkan pada sari buah semangka merah pada konsentrasi 100% sebesar 10,83 x 10-5 mol/L. Kadar kalium diduga menjadi faktor yang mempengaruhi kelarutan batu ginjal kalsium oksalat. Kandungan kalium semangka kuning sebesar 0,02454% lebih tinggi dibandingkan dalam semangka merah sebesar 0,02093%. Kata kunci : Semangka merah (Citrullus vulgaris rubrum), Semangka kuning (Citrullus vulgaris flavum), Kalsium oksalat, Batu ginjal
mengobati penyakit batu ginjal. Tujuan utamanya adalah mencari alternatif cara pengobatan yang paling praktis dan efisien sehingga penyakit tersebut tidak menjadi penyakit yang mematikan. Banyak sekali kita ketahui cara pengobatan batu ginjal misalnya dengan operasi, atau penyinaran. Namun cara tersebut dianggap kurang praktis dan efisien, karena itu para peneliti berlomba-lomba untuk menemukan alternatif lain. Pengobatan tradisional sering dianggap sebagai alternatif terpilih, karena itu banyak diteliti tanaman-tanaman yang diduga mengandung senyawa kimia tertentu yang mempunyai efek melarutkan batu ginjal. Beberapa penelitian telah dilakukan pada tanaman-tanaman yang diduga mengandung zat aktif dapat melarutkan batu ginjal, misalnya tanaman kumis kucing (Orthosiphon gandiflora) dan daun tempuyung (Sonchus arvensis)
PENDAHULUAN Semangka adalah salah satu buah yang diduga dapat melarutkan batu ginjal, karena kandungan airnya yang banyak dapat digunakan untuk membersihkan ginjal, dan kandungan kaliumnya yang diduga dapat melarutkan batu ginjal atau menghancurkan batu ginjal (urolitikum). Penyakit batu ginjal merupakan penyakit gangguan saluran kemih, sedangkan batu ginjal merupakan endapan yang terjadi karena pekatnya kadar garam dalam air seni yang terdapat dalam ginjal. Menurut hasil penelitian, resiko terkena penyakit ini lebih banyak dialami pria daripada wanita dengan perbandingan sekitar 3 : 1. Umumnya penderita pada usia produktif (20- 50 tahun), dan hanya sebagian kecil penyakit batu ginjal ini menyerang pada anak- anak (Soenanto, 2005). Penelitian telah banyak dilakukan untuk mencari cara mencegah dan
Potensi Sari Buah Semangka Merah ….……...………………..…………………. (Mulyati dan Sri)
67
Ekologia, Vol. 13 No.1 , April 2012 : 6-11
karena diduga tanaman tersebut dapat menghancurkan batu ginjal dan meluruhkan air seni. Khasiat tersebut juga diduga terdapat dalam buah semangka karena di dalam buah semangka terdapat kalium dan flavonoid yang diduga dapat melarutkan batu ginjal kalsium. Penelitian ini ditujukan untuk membuktikan dugaan-dugaan dari khasiat buah semangka merah maupun semangka kuning serta membandingkan kandungan zat aktifnya. Penelitian dilakukan dengan membandingkan kelarutan batu ginjal kalsium oksalat secara in vitro. Ion kalium dan Ion kalsium yang terlarut diukur dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom.
Uji flavonoid: dilakukan dengan 1 ml sari buah semangka ditambahkan metanol sampai terendam lalu dipanaskan. Filtratnya ditambah natrium hidroksida 10% atau asam sulfat pekat. Terbentuknya warna merah karena penambahan natrium hidroksida 10% menunjukkan adanya senyawa fenolik hidrokuinon sedangkan warna merah akibat penambahan asam sulfat pekat menunjukkan adanya flavonoid. Uji alkaloid: 1 mL sari buah semangka ditambahkan 5 mL kloroform dan 3 tetes amoniak. Fraksi kloroform dipisahkan dan diasamkan dengan 2 tetes asam sulfat 2M. Fraksi asam dibagi menjadi 3 tabung kemudian masing-masing ditambahkan pereaksi Dragendorf, Mayer, dan Wagner. Adanya alkaloid ditandai dengan terbentuknya endapan putih pada pereaksi Mayer, endapan merah pada pereaksi Dragendorf, dan endapan coklat pada pereaksi Wagner. Uji tanin: 1 mL sari buah semangka ditambahkan 5 mL aquadest kemudian dididihkan selama 5 menit lalu disaring dan filtratnya ditambahkan dengan 5 tetes ferri klorida 1% (b/v). warna biru tua atau hitam kehijauan yang terbentuk menunjukkan adanya tanin. Uji kuinon: 5 mL sari buah semangka ditambahkan gelatin kemudian disaring dan filtrat ditambahkan natrium hidroksida 1N, jika terbentuk warna merah berarti mengandung kuinon. Uji saponin: 1 mL sari buah semangka ditambahkan 5 mL aquadest kemudian dipanaskan sekitar 5 menit. Busa yang terbentuk setinggi kurang lebih 1 cm dan tetap stabil setelah didiamkan selama 10 menit menunjukkan adanya saponin. Analisis Kadar Kalium
BAHAN DAN METODE Bahan Sari buah semangka merah, sari buah semangka kuning, aquades, kalsium oksalat, kalsium klorida murni (Merck), kalium nitrat murni (Merck), Batugin eliksir (Kimia Farma), metanol, natrium hidroksida, asam sulfat, kloroform, amoniak, ferri klorida, tembaga sulfat, ninhidrin 0,1%, asam klorida, asam nitrat, dan pereaksi (Dragendorf, Mayer, dan Wagner). Pembuatan Sari Buah Semangka Buah semangka dikupas kulitnya lalu diambil daging buahnya. Biji dipisahkan dari daging buah, dan daging buah dihaluskan menggunakan blender, kemudian dilakukan pemerasan dengan menggunakan kain batis. Sari buah semangka ditampung pada botol bersih. Sari buah semangka yang sudah ditampung disiapkan untuk identifikasi sampel dan perlakuan. Uji Fitokimia Uji fitokimia dilakukan terhadap sari buah semangka. Kandungan senyawa organik yang umum diidentifikasi adalah flavonoid, alkaloid, tanin, kuinon dan saponin.
a) Pembuatan Larutan Standar Kalium 100 ppm Ditimbang 2,5897g kalium nitrat murni, lalu diencerkan dengan aqua demineralisasi sampai 1 L, lalu dikocok
Potensi Sari Buah Semangka Merah ….……...………………..…………………. (Mulyati dan Sri)
77
Ekologia, Vol. 13 No.1 , April 2012 : 6-11
sampai homogen. Kadar larutan standar yang diperoleh adalah 1000 ppm. Kemudian dipipet 10 mL dari larutan standar 1000 ppm, dan diencerkan sampai 100 mL dengan aqua demineralisasi, maka akan diperoleh kadar larutan 100 ppm.
Penentuan Kalsium Terlarut a) Pembuatan Larutan Standar Kalsium 100 ppm Ditimbang 2,75 g CaCl2 murni, lalu diencerkan dengan aqua demineralisasi sampai 1 L, lalu dikocok sampai homogen. Kadar larutan standar yang diperoleh adalah 1000 ppm. Kemudian dipipet 10 mL dari larutan standar 1000 ppm, dan diencerkan dengan 100 mL aqua demineralisasi, maka akan diperoleh kadar larutan 100 ppm. b) Pembuatan Kurva Standar Kalsium Dimasukkan larutan standar kalsium 100 ppm dengan menggunakan pipet ukur masing-masing 0, 5, 10, 15, 20, 25 mL pada labu ukur 100 mL kemudian diencerkan dengan aqua demineralisasi sampai batas sehingga diperoleh deret standar 0, 5, 10, 15, 20, 25 ppm. Masing-masing labu diukur serapannya pada panjang gelombang 422,7 nm, kemudian dibuat kurva kalibrasi antara konsentrasi dan absorban atau serapan (Slavin, 1968).
b) Pembuatan Kurva Standar Kalium Dimasukkan larutan standar kalium 100 ppm dengan menggunakan pipet ukur masing-masing 0, 5, 10, 15, 20, 25 mL pada labu ukur 100 mL lalu diencerkan dengan aqua demineralisasi sampai batas sehingga diperoleh deret standar 0, 5, 10, 15, 20, 25 ppm. Masing-masing labu diukur absorbannya dengan menggunakan alat spektrofotometer serapan atom, kemudian dibuat kurva kalibrasi antara konsentrasi dan absorbannya. c) Penetapan Kadar Kalium Dipipet 10 mL sampel sari buah semangka ke dalam labu ukur 100 mL, diencerkan sampai tanda batas dengan aqua demineralisasi, kemudian dikocok dan diukur absorbannya dengan spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang 766,5 nm.
c) Pengukuran Kadar Kalsium terlarut dalam Filtrat Buah Semangka Merah dan Filtrat Buah Semangka Kuning Hasil yang didapat dari perendaman batu ginjal kalsium oksalat disaring. Filtrat yang didapat dari perendaman batu ginjal (kalsium oksalat) kemudian dilakukan pengukuran serapan atau absorban dengan spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang 422,7 nm (Slavin, 1968).
Perendaman Batu Ginjal Sari buah semangka merah dan sari buah semangka kuning diambil masingmasing 10 mL, 8 mL dan 6 mL dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan aqua demineralisasi hingga volumenya 10 mL. Batu ginjal (kalsium oksalat) sebanyak 100 mg, dimasukkan ke dalam tiap tabung reaksi yang berisi sari buah semangka merah dan sari buah semangka kuning, direndam dalam waterbath pada temperatur 370C selama 5 jam dengan penggojokan pada waktu tertentu kemudian disaring dengan kertas saring. Filtratnya diambil untuk pengujian kadar kalsium. Kontrol negatif digunakan aqua demineralisasi 10 mL dan kontrol positif digunakan batugin eliksir 10 mL dengan perlakuan yang sama seperti sampel (Mimih, 2008).
Analisis Data
Analisis data kelarutan kalsium oksalat dalam batu ginjal pada penelitian dilakukan menggunakan metode eksperimen. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak kelompok (RAK), dengan 4 perlakuan yaitu kontrol negatif, kontrol positif dan varian konsentrasi filtrat buah semangka merah dan filtrat buah semangka kuning
Potensi Sari Buah Semangka Merah ….……...………………..…………………. (Mulyati dan Sri)
8
Ekologia, Vol. 13 No.1 , April 2012 : 6-11
terhadap kelarutan kalsium dengan masingmasing 3 kali ulangan.
semangka merah. Sari buah semangka kuning mengandung 0,02454% kalium sedangkan sari buah semangka merah mengandung 0,02093% kalium. Kadar kalium yang lebih besar dalam sari buah semangka kuning membuat kelarutan kalsium oksalat lebih tinggi dari pada semangka merah. Kalium merupakan kation utama dalam cairan intraseluler. Kalium berperan dalam sebagian sistem tubuh, seperti kardiovaskuler, gastrointestinal, neuromuscular dan pernafasan. Kalium juga berperan dalam menjaga keseimbangan asam basa. Kalium biasanya diekskresikan oleh ginjal, namun tidak dapat diregulasi dengan baik sebagaimana hal nya natrium (Tamsuri, 2008) Kalium paling cepat diekskresikan melalui sekresi gastrointestinal. Keseimbangan kalium diatur oleh ginjal melalui 2 mekanisme yaitu penggantian dengan ion natrium pada tubulus ginjal dan sekresi aldosteron. Aldosteron penting bagi pengaturan konsentrasi kalium dalam cairan ekstraseluler. Adanya aldosteron juga meningkatkan ekskresi kalium. Jadi kondisi kadar aldosteron yang meningkat dapat meningkatkan ekskresi kalium urin (Tamsuri, 2008)
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengumpulan Bahan Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah semangka merah (Citrullus vulgaris rubrum) dan buah semangka kuning (Citrullus vulgaris flavum). Buah semangka merah dan buah semangka kuning di ambil bagian daging buahnya dan dipotong kecil untuk diblender dan kemudian hasilnya disaring menggunakan kain batis. Berat buah semangka merah adalah 5,2 kg yang kemudian diperas menjadi 3,1 L dan berat kulit buahnya adalah 2,2 kg. Berat buah semangka kuning adalah 6,3 kg yang kemudian diperas menjadi 3,6 L dengan berat kulit buahnya 2.7 kg. Hasil Uji Fitokimia Hasil pengujian fitokimia menunjukkan bahwa buah semangka merah dan buah semangka kuning mengandung flavonoid yang ditunjukkan dengan adanya perubahan warna yang sesuai dengan parameter hasilnya. Hasil Analisis Kadar Kalium Zat dalam buah semangka yang paling banyak terkandung selain air adalah kalium. Kalium diduga dapat melarutkan batu ginjal dengan cara menggantikan kalsium dari batu ginjal untuk kemudian berikatan dengan senyawa karbonat, oksalat, atau urat yang merupakan pembentuk batu ginjal (Mimih, 2008). Pengukuran kalium dalam sari buah semangka merah dan sari buah semangka kuning dilakukan menggunakan alat spektrofotometer serapan atom. Kadar kalium dihitung berdasarkan kurva kalibrasi dengan persamaan y = 0,033x + 0,001. Kadar kalium dalam sari buah semangka kuning lebih besar dibandingkan dengan kadar kalium dalam sari buah
Hasil Analisis Kadar Kalsium oksalat yang Larut Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis kadar kalsium oksalat yang larut dalam sari buah semangka merah dan semangka kuning dalam 3 konsentrasi yang berbeda, batugin eliksir sebagai kontrol positif (+) dan aqua demineralisasi sebagai kontrol negatif (-). Penelitian ini menggunakan suhu inkubasi 37ºC selama 5 jam dan dilakukan pengocokan setiap 10 menit. Hal tersebut dimaksudkan agar kondisi percobaan sedapat mungkin dibuat sama dengan kondisi di dalam tubuh. Suhu inkubasi yang digunakan 37°C, karena pada umumnya suhu tubuh manusia normal
Potensi Sari Buah Semangka Merah ….……...………………..…………………. (Mulyati dan Sri)
9
Ekologia, Vol. 13 No.1 , April 2012 : 6-11
37°C. Berdasarkan penelitian sebelumnya, diperoleh hasil bahwa waktu inkubasi yang optimal adalah 5 jam. Adapun maksud dari pengocokan setiap 10 menit adalah diasumsikan batu ginjal dalam tubuh mengalami pergerakan. Batu ginjal yang ada di dalam ginjal mengalami gerakangerakan akibat aliran urin, aliran air,ataupun gerakan akibat aktivitas dari tubuh manusia. Kadar kalsium oksalat yang larut dalam sari buah semangka merah dan sari buah semangka kuning dianalisis dengan spektrofotometer serapan atom AAS pada panjang gelombang 422,7 nm yang merupakan panjang gelombang maksimum untuk analisis kalsium. Kadar kalsium oksalat yang larut dihitung berdasarkan kurva kalibrasi y = 0,002x.
Berdasarkan tabel dan histogram di atas dapat dilihat bahwa semakin besar konsentrasi sari buah semangka yang digunakan dalam perendaman kalsium oksalat, maka semakin besar kemampuannya untuk melarutkan kalsium oksalat. Kelarutan kalsium oksalat dalam sari buah semangka merah yang paling optimal adalah pada konsentrasi 100% yaitu 10,83 x 10-5 mol/L, dan dalam sari buah semangka kuning yang paling optimal adalah pada konsentrasi 100% juga yaitu 16,25 x 10-5 mol/L. Sari buah semangka kuning mampu melarutkan batu ginjal lebih banyak dari pada sari buah semangka merah, kadar kalium dalam sari buah semangka kuning yaitu 0,02454% sedangkan sari buah semangka merah mengandung 0,02093% kalium. Kadar kalium yang lebih tinggi dalam sari buah semangka kuning membuat kelarutan batu ginjal semakin meningkat, karena kalium di dalam deret volta terletak di sebelah kiri kalsium sehingga afinitas kalium dalam berikatan dengan oksalat lebih besar dari pada kalsium, kalium dalam sari buah semangka akan menggantikan posisi kalsium dalam mengikat oksalat dan menjadikannya garam yang mudah larut dalam air sehingga batu ginjal kalsium oksalat akan terlarut secara perlahan-lahan dan juga menunjukkan potensial yang naik dari kanan ke kiri, juga menunjukkan bahwa logam-logam disebelah kiri lebih mudah bereaksi daripada logam sebelah kanan. Selain itu logam-logam tersebut dari kiri ke kanan makin mudah direduksi namun makin sulit dioksidasi. Sebaliknya, dari kanan ke kiri makin mudah untuk dioksidasi dan makin sulit untuk direduksi (Sukaton, 2009).
Tabel 1. Rata–Rata Kelarutan Kalsium Oksalat dalam Sari Buah Semangka Merah dan Sari Buah Semangka Kuning Perlakuan Rata-rata Rata-rata Konsentrasi Kelarutan CaKelarutan Ca(%) oksalat Dalam oksalat Dalam Sari Sari Buah Buah Semangka Semangka Merah Kuning (mol/L) (mol/L) 60 7,91 x 10-5 7,08 x 10-5 -5 80 9,16 x 10 12,08 x 10-5 -5 100 10,83 x 10 16,25 x 10-5
Gambar 1. Histogram Rata-rata Kelarutan Kalsium Oksalat dalam Sari Buah Semangka Merah dan Sari Buah Semangka Kuning
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Kelarutan kalsium oksalat tertinggi dalam sari buah semangka kuning
Potensi Sari Buah Semangka Merah ….……...………………..…………………. (Mulyati dan Sri)
10
Ekologia, Vol. 13 No.1 , April 2012 : 6-11
adalah pada konsentrasi 100% yaitu 16,25 x 10-5 mol/L dan dalam sari buah semangka merah adalah pada konsentrasi 100% juga yaitu 10,83 x 105 mol/L. 2. Kemampuan sari buah semangka kuning dalam melarutkan batu ginjal kalsium oksalat lebih besar dibandingkan sari buah semangka merah. 3. Kadar kalium sari buah semangka kuning sebesar 0,02454%, lebih besar dibandingkan kadar kalium sari buah semangka merah sebesar 0,02093%. 4. Hasil uji fitokimia terhadap sari buah semangka merah dan sari buah semangka kuning menunjukkan bahwa kedua sari buah mengandung flavonoid.
DAFTAR PUSTAKA Mimih, K. R. 2008. Kelarutan Batu Ginjal (Kalsium Oksalat) Dalam Fraksi Etil Asetat Dan Fraksi Air Ekstrak Etanol 70% Daun Sambung Nyawa secara In Vitro. Skripsi. Bogor : Universitas Pakuan. Slavin, W. 1968. Atomic Absorption Spectroscopy. New York : Interscience Publishing John Wiley and Sons. Sukaton, B. 2009. Balajar Deret Volta dan Cara menghapalnya. Error! Hyperlink reference not valid. Oktober 2011] Sunanto, H. 2005. Musnahkan Penyakit Dengan Tanaman Obat. Jakarta : Puspa Swara.
Saran Perlu dilakukan pengujian lebih lanjut mengenai : 1. Varietas semangka merah dan varietas semangka kuning yang digunakan dalam penelitian serta jenis batu ginjal yang digunakan. 2. Kemampuan sari buah semangka merah dan sari buah semangka kuning dalam melarutkan batu ginjal secara in vivo.
Tamsuri, A. 2008. klien gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Seri asuhan keperawatan. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.
Potensi Sari Buah Semangka Merah ….……...………………..…………………. (Mulyati dan Sri)
11
Ekologia, Vol. 13 No.1 , April 2012 : 12-18
EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BIJI LABU MERAH (Cucurbita moschata ) SEBAGAI ANTELMINTIK TERHADAP CACING Ascaridia galli SECARA IN VITRO. 1)
Moerfiah, 2) Muztabadihardja dan 3) Yuda Winardiana 1) Program Studi Biologi, FMIPA-UNPAK 2,3) Program Studi Farmasi, FMIPA-UNPAK ABSTRAK
Antelmintik adalah obat yang digunakan untuk memberantas atau mengurangi cacing dari dalam tubuh manusia atau hewan. Salah satu simplisia nabati yang dikembangkan sebagai obat tradisional adalah biji labu merah (Cucurbita moschata) yang dalam bentuk ekstrak telah digunakan dalam beberapa obat antara lain untuk obat anticacing (antelmintik) terutama untuk cacing pita, ekspektoran dan dapat digunakan sebagai insektisida. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui konsentrasi efektif dari biji labu merah (Cucurbita moschata Duch.) sebagai antelmintik pada Ascaridia galli. Penelitian dilakukan dengan uji efektifitas menggunakan cacing Ascaridia galli yang direndam dalam ekstrak etanol biji labu merah (Cucurbita moschata) dengan konsentrasi 20%; 30%; 40% dan 50%. Pada kontrol positif digunakan suspensi Piperazine sitrat 0,09 % dan larutan fisiologis NaCl 0,09 % sebagai kontrol negatif. Hasil pengujian efektivitas ekstrak etanol biji labu merah menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak yang digunakan maka semakin tinggi pula mortalitasnya pada Ascaridia galli dimana secara berturut-turut dari konsentrasi 20%; 30%; 40% dan 50% menunjukkan rata-rata mortalitas sebesar 90%; 95%; 97,5% dan 100%. Potensi ekstrak etanol biji Labu Merah sebagai antelmintik dapat diketahui dengan membandingkan nilai EC50 Piperazin sitrat dengan nilai EC50 ekstrak etanol biji Labu Merah, diperoleh potensi sebesar 1/48, artinya daya antelmintik dari ekstrak etanol biji Labu Merah adalah 1/48 kali kontrol positif Piperazin sitrat atau daya antelmintik dari Piperazin sitrat sebesar 48 kali ekstrak etanol biji Labu Merah.
Kata kunci: Antelmintik, Ascaridia galli, Cucurbita moschata PENDAHULUAN
makanan maupun melalui pori-pori kulit (Matroni, 2005). Infeksi cacing erat pula kaitannya dengan bidang usaha peternakan, salah satunya adalah usaha peternakan ayam dimana ayam merupakan penghasil daging dan telur yang tinggi sehingga banyak dibudayakan dan dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan protein hewani dan juga untuk meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat. Pengembangan usaha ternak ayam harus diikuti dengan usaha-usaha pencegahan, pengawasan dan pemberantasan berbagai penyakit untuk menekan laju kenaikan angka mortalitas
Infeksi cacing merupakan salah satu penyakit yang paling umum tersebar di dunia, terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Penyakit cacing adalah suatu penyakit rakyat umum yang sama bahayanya seperti malaria dan TBC, diperkirakan lebih dari 60% dari anak-anak di Indonesia menderita suatu infeksi cacing (Tjay dan Rahardja, 2002). Penyakit yang disebabkan oleh cacing ini terjadi antara lain karena sanitasi di sekitarnya kurang terpelihara dan anakanak sering tidak memakai alas kaki sehingga dapat terjadi infeksi telur melalui
Efektivitas Ekstrak Etanol Biji Labu Merah ….……...…………………………. (Moerfiah,dkk)
12
Ekologia, Vol. 13 No.1 , April 2012 : 12-18
dan morbidilitas ayam yang tinggi. Salah satu penyakit yang mempunyai nilai penting secara ekonomi adalah penyakit cacingan terutama yang menyerang saluran pencernaan. Diantara cacing saluran pencernaan yang merupakan parasit patogenik pada ayam adalah Ascaridia galli. Cacing ini merupakan makroparasit yang paling banyak menyerang ayam di seluruh dunia (Kusumamiharja, 1990). Cacing ini menghisap sari-sari makanan dalam usus ayam yang ditumpanginya, sehingga ayam akan menderita kekurangan gizi. Pada ayam muda dapat menyebabkan kerugian yang besar karena pertumbuhannya terlambat, jumlah pakan yang meningkat dan dalam keadaan lanjut dapat menyebabkan kematian (Subronto dan Tjahayanti, 2004). Antelmintik adalah obat yang digunakan untuk memberantas atau mengurangi cacing dari dalam tubuh manusia atau hewan (Anonymous, 1995). Sebagaimana penggunaan antibiotika, antelmintik ditujukan pada target metabolik yang terdapat dalam tubuh parasit tetapi tidak mempengaruhi tuan rumah (Mycek et al., 2001). Salah satu simplisia nabati yang dikembangkan sebagai obat tradisional adalah biji Labu Merah (Cucurbita moschata Duch.) yang dalam bentuk ekstrak telah digunakan dalam beberapa obat antara lain untuk obat anticacing (antelmintik) terutama untuk cacing pita, ekspektoran dan dapat digunakan sebagai insektisida (DepKes RI, 1995). Percobaan in vitro menunjukkan bahwa dekok 40% Cucurbitae Semen yang telah dihilangkan lemaknya memiliki efek paralisis pada bagian tengah dan terminal
cacing pita dari sapi dan babi (Taenia saginata dan T. solium) (DepKes, 2000b). Berdasarkan informasi tersebut, masih perlu dicoba untuk meneliti efek antelmintik ekstrak etanol biji Labu Merah terhadap cacing Ascaridia galli. Metode yang digunakan adalah secara in vitro, dimana cacing akan memperlihatkan gerakan yang berbeda dengan cacing normal apabila diinkubasi dalam medium yang mengandung antelmintik, bila antelmintik tersebut bekerja melumpuhkan atau membunuh cacing (Kartini, 2003). BAHAN DAN METODE Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak etanol biji Labu Merah (Cucurbita moschata Duch.), cacing Ascaridia galli, NaCl 0,9%, aquadest, H2SO4 2 M, kloroform, eter, amil alkohol , NaOH 1 M, HCl pekat, FeCl3 1 %, CuSO4, kertas saring, serbuk Mg, ammonia 10 %, anhidrida asetat, ninhidrin, pereaksi Meyer, pereaksi Dragendrof, pereaksi Wagner, pereaksi Millon, Piperazin sitrat, CMC Na dan etanol 70 %. Metode Penelitian Pengumpulan dan Pembuatan Simplisia Bahan simplisia yang digunakan adalah biji Labu Merah yang diperoleh dari perkebunan labu daerah Gunung Pancar Cianjur dan determinasi tanaman di lakukan di Herbarium Bogoriense, Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi – LIPI di Bogor. Pembuatan simplisia dilakukan dengan cara mengambil buah Labu Merah yang telah cukup tua yang dapat dilihat dari permukaan kulitnya yang tampak lebih kecoklatan daripada buah Labu Merah yang belum masak, dan juga tangkai buahnya yang telah mengecil, berwarna kecoklatan dan mengering. Biji yang digunakan kurang lebih 2 kg basah. Setelah itu dikumpulkan dan
Efektivitas Ekstrak Etanol Biji Labu Merah ….……...…………………………. (Moerfiah,dkk)
13
Ekologia, Vol. 13 No.1 , April 2012 : 12-18
dibersihkan dari kotoran dan daging buah yang menempel (sortasi basah), dicuci dengan air mengalir sampai bersih, kemudian ditiriskan untuk membebaskan biji dari sisa-sisa air cucian. Selanjutnya dikeringkan dalam oven dengan suhu 500 C sampai kering, lalu simplisia kering dibersihkan kembali dari kotoran yang mungkin tidak hilang pada saat pencucian (sortasi kering). Tahap selanjutnya simplisia kering digrinder sehingga menjadi simplisia serbuk dan diayak dengan ayakan mesh 20, kemudian disimpan dalam wadah bersih dan tertutup rapat (DepKes RI, 1985).
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian, Bogor. Pengambilan cacing Ascaridia galii ini dengan cara usus ayam dipotong membujur, isi usus dan kerokan mukosa usus ditampung kemudian dicuci dengan larutan NaCl 0,9% sampai bersih. Cacing yang telah bersih ditampung dalam gelas piala yang berisi larutan NaCl 0,9% kemudian disimpan pada suhu 37oC sampai saatnya digunakan dan dapat bertahan hidup lebih dari 24 jam (Tita, 2005). Uji Pendahuluan Uji pendahuluan dilakukan untuk menentukan konsentrasi yang akan digunakan dalam uji efektivitas ekstrak etanol biji Labu Merah dan Piperazin sitrat sebagai antelmintika terhadap cacing Ascaridia galli. Pengujian dilakukan dengan mengkelompokkan cacing menjadi 3 kelompok yaitu kelompok uji, kontrol positif dan kontrol negatif. Pada kelompok uji dilakukan perendaman cacing dalam ekstrak etanol biji Labu Merah (dalam 1% CMC Na) dengan konsentrasi 20%, 40%, 60% dan 80%. Pada kelompok kontrol positif dilakukan perendaman cacing dalam Piperazin sitrat (dalam 1% CMC Na) dengan konsentrasi 0,05%; 0,1%; 0,5% dan 1%, serta pada kelompok kontrol negatif dilakukan perendaman dalam 0,9% NaC1 (dalam 1% CMC Na). Tiap perendaman bervolume 25 mL menggunakan 10 ekor cacing Ascaridia galli dan tiap pengujian dilakukan ulangan sebanyak 4 kali. Pada masing-masing perendaman dilakukan inkubasi pada suhu 37°C selama 3 jam. Untuk melihat kondisi cacing (mati, paralisis atau normal), cacing diusik dengan batang pengaduk, bila cacing diam, dipindahkan ke dalam air hangat 50°C, jika cacing tetap diam, menunjukkan cacing mati dan jika cacing bergerak, menunjukkan cacing dalam keadaan paralisis.
Pembuatan Ekstrak Etanol Biji Labu Merah Serbuk dimaserasi dengan menggunakan pelarut etanol 70% ( 1:10 ). 550 g serbuk simplisia dimasukkan ke dalam bejana kemudian dituangi dengan 75 bagian penyari yaitu etanol 70% (4,2 L), ditutup dan dibiarkan selama 3 hari terlindung dari cahaya, sambil berulangulang diaduk. Setelah 3 hari sari diserkai, ampas diperas. Ampas ditambah 25 bagian cairan penyari 1,3 L (etanol 70%) lalu diaduk dan diserkai, sehingga diperoleh seluruh sari sebanyak 100 bagian. Bejana ditutup, dibiarkan ditempat sejuk dan terlindung dari cahaya selama 2 hari. Endapan kemudian dipisahkan (di endap tuangkan). Setelah itu, ekstrak yang diperoleh dievaporasi dengan menggunakan rotary evaporator pada suhu 30-400 C hingga diperoleh ekstrak kental biji Labu Merah (DepKes RI, 1986). Rendemen yang diperoleh ditimbang dan dicatat. Penyiapan Ascaridia galli Cacing Ascaridia galli diambil dari usus ayam kampung yang baru saja disembelih dari salah satu Pasar Tradisional di Bogor. Cacing ini lalu diidentifikasi di Laboratorium Balai Besar Penelitian Veteriner (BALITVET), Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan,
Uji Efektivitas Antelmintik
Efektivitas Ekstrak Etanol Biji Labu Merah ….……...…………………………. (Moerfiah,dkk)
14
Ekologia, Vol. 13 No.1 , April 2012 : 12-18
Uji efektivitas antelmintika dilakukan dengan menggunakan konsentrasi yang diambil dari hasil pengujian pendahuluan dengan menaikkan dan menurunkan konsentrasi dari konsentrasi efektifnya. Pengujian dilakukan dengan mengelompokkan cacing menjadi 3 kelompok yaitu kelompok uji, kontrol positif dan kontrol negatif. Pada kelompok uji dilakukan perendaman dalam ekstrak etanol biji Labu Merah (dalam 1% CMC Na) dengan konsentrasi 20%, 30%, 40% dan 50%. Pada kelompok kontrol positif dilakukan perendaman cacing dalam suspensi Piperazin sitrat (dalam 1% CMC Na) dengan konsentrasi 0,06%, 0,07%, 0,08% dan 0,09%. Dan pada kelompok kontrol negatif dilakukan perendaman dalam 0,9% NaC1 (dalam 1% CMC Na). Masing-masing kelompok bervolume 25 mL dan tiap perendaman menggunakan 10 ekor cacing Ascaridia galli dengan masing-masing perlakuan dilakukan ulangan sebanyak 4 kali.
60% dan 80% persentase rata-rata kematian cacing sebesar 100% yang menunjukkan semua cacing mati, sehingga pada pengujian selanjutnya digunakan konsentrasi 20%; 30%; 40% dan 50%. Maka dapat diketahui bahwa kematian cacing tertinggi diperoleh pada konsentrasi 50% dengan persentase rata-rata kematian 100% diikuti dengan konsentrasi 40%; 30%, dan 20% dengan persentase rata-rata kematian cacing berturut-turut sebesar 97,5%; 95% dan 90%. Hal ini dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak etanol biji Labu Merah maka jumlah kematian cacing semakin banyak. Pada uji pendahuluan untuk kontrol positif suspensi Piperazin sitrat menggunakan konsentrasi 0,05%; 0,1%; 0,5% dan 1% dengan 4 kali ulangan, memberikan persentase rata-rata kematian cacing sebesar 87,5% pada konsentrasi 0,05%, sedangkan pada konsentrasi 0,1%; 0,5% dan 1 % persentase rata-rata kematian cacing sebesar 100%. Pada pengujian selanjutnya digunakan konsentrasi suspensi Piperazin sitrat sebesar 0,06%; 0,07%; 0,08% dan 0,09%. Maka dapat diketahui bahwa kematian cacing tertinggi diperoleh pada konsentrasi 0,09% dengan persentase rata-rata kematian sebesar 100% diikuti dengan konsentrasi 0,08%; 0,07% dan 0,06% dengan persentase rata-rata kematian cacing berturut-turut sebesar 95%; 92,5% dan 87,5%. Dari kedua hasil diatas, maka dilakukan uji statistik untuk mengetahui antar perlakuan pada mortalitas cacing dalam berbagai konsentrasi ekstrak etanol biji Labu Merah bila dibandingkan dengan kontrol negatif dan kontrol positif. Dari hasil uji statistik memperlihatkan bahwa pemberian ekstrak etanol biji Labu Merah berpengaruh sangat nyata terhadap mortalitas cacing, hal ini dapat diperhatikan dari nilai F hitung (3222,8) yang lebih besar dari F tabel (0,01)
Analisis Data Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program SPSS 17.0 dengan faktor koreksi 0,01. Uji lanjut yang digunakan adalah uji Duncan. Untuk menentukan nilai EC50 dari ekstrak etanol biji Labu Merah maupun suspensi Piperazin sitrat dilakukan analisis regresi. Persamaan regresi diperoleh dari hubungan antara mortalitas cacing dengan log konsentrasi obat. Potensi daya antelmintik ekstrak etanol biji Labu Merah diketahui dengan membandingkan nilai EC50 Piperazin sitrat dan nilai EC50 ekstrak etanol biji Labu Merah dari masing-masing konsentrasi. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan uji pendahuluan menggunakan konsentrasi ekstrak etanol biji Labu Merah 20%; 40%; 60% dan 80% dengan 4 kali ulangan, memberikan persentase rata-rata kematian cacing sebesar 85% dan 95% pada konsentrasi 20% dan 40%, sedangkan pada konsentrasi
Efektivitas Ekstrak Etanol Biji Labu Merah ….……...…………………………. (Moerfiah,dkk)
15
Ekologia, Vol. 13 No.1 , April 2012 : 12-18
(4,2478) atau (P < 0,01). Untuk mengetahui pengaruh antar perlakuan, maka dilakukan uji lanjut Duncan. Dari hasil uji tersebut diketahui bahwa semua perlakuan berpengaruh sangat nyata terhadap mortalitas cacing bila dibandingkan dengan kontrol negatif, demikian juga pada perlakuan yang menggunakan larutan ekstrak etanol biji Labu Merah 40%, 50% dan kontrol positif berpengaruh sangat nyata terhadap mortalitas cacing bila dibandingkan dengan larutan ekstrak etanol biji Labu Merah 20%. Pada perlakuan menggunakan larutan ekstrak etanol biji Labu Merah 30% memberikan pengaruh yang nyata terhadap mortalitas cacing bila dibandingkan dengan larutan ekstrak etanol biji Labu Merah 20%, sedangkan pada perlakuan menggunakan larutan ekstrak etanol biji Labu Merah 30%, 40%, dan 50% memberikan pengaruh yang sama terhadap mortalitas cacing bila dibandingkan dengan larutan ekstrak etanol biji Labu Merah 40%, 50% dan kontrol positif. Perlakuan menggunakan larutan NaCl 0,9% sebagai kontrol negatif tidak menyebabkan kematian pada cacing, hal ini disebabkan karena NaCl 0,9 % merupakan larutan yang isotonis dengan tubuh cacing. Dari data yang diperoleh menunjukkan bahwa suspensi Piperazin sitrat memiliki pengaruh yang lebih besar sebagai antelmintik dibandingkan dengan ekstrak etanol biji Labu Merah karena dengan konsentrasi yang jauh lebih kecil daripada ekstrak, larutan Piperazin sitrat dapat menyebabkan kematian cacing. Dan dari hasil data tersebut menunjukkan bahwa adanya peningkatan mortalitas cacing terhadap konsentrasi ekstrak biji Labu Merah. Hal ini sesuai dengan pendapat Beriajaya (1994) yang menyatakan bahwa makin tinggi konsentrasi suatu medium maka jumlah cacing yang mati makin bertambah.
Kematian cacing pada uji in vitro tersebut ada hubungannya dengan kandungan kimia dalam ekstrak biji Labu Merah. Senyawa yang diduga mempunyai aktivitas sebagai antelmintik adalah alkaloid, flavonoid, saponin, dan asam amino kukurbitin. Menurut Tarmudji (2004) senyawa alkaloid dapat berkhasiat sebagai antelmintik. Senyawa tersebut dapat membunuh cacing. Kukurbitin merupakan senyawa asam amino yang paling aktif dalam prinsip kimia sebagai antelmintik yang terdapat dalam biji labu. Aktifitas stimulant yang dimiliki kukurbitin menyebabkan kontraksi kekejangan pada cacing. Senyawa ini berefek sinergin dengan arekolin hidrobromida (DepKes, 2000b). Flavonoid merupakan senyawa fenol yang dapat larut dalam air dan dapat diekstrak dengan etanol 70% dan tetap ada dalam lapisan air setelah ekstrak ini dikocok dengan eter/ kloroform (Harborne, 1987). Flavonoid secara sistemik bertindak sebagai imunostimulator yang dapat meningkatkan respon tubuh hospes terhadap parasit. Flavonoid yang bersifat lipofilik mungkin juga merusak membran mukosa, fenol sangat mudah diserap melalui jaringan bahkan melalui kulit sekalipun, masuk aliran darah dan ke luar melalui ginjal bersama urine. Fenol yang berkontak dengan tubuh cacing, akan cepat diserap dan menyebabkan denaturasi protein dalam jaringan cacing yang akhirnya menyebabkan kematian cacing. Secara sistemik, fenol merangsang susunan saraf pusat (SSP) dan menyebabkan kelumpuhan karena kejang otot (Goodman and Gilman, 1960). Saponin memiliki prinsip kerja yaitu menstimulasi neuromuskular melalui syaraf parasimpatik sehingga terjadi konvulsi yang terjadi terus menerus menyebabkan kematian. Saponin juga merupakan senyawa yang mempunyai sifat detergen sedang, yang dapat menurunkan
Efektivitas Ekstrak Etanol Biji Labu Merah ….……...…………………………. (Moerfiah,dkk)
16
Ekologia, Vol. 13 No.1 , April 2012 : 12-18
tegangan permukaan sel sehingga mengubah permeabilitas sel dan menghambat pertumbuhan lemak pada cacing (Hyene, 1987). Mekanisme saponin merusak sel darah melalui interaksi antara bagian aktif dari senyawa saponin yaitu aglikon hidrofobik dengan lapisan lipid sehingga molekul saponin dapat memasuki membran (Cheeke, 1989). Peristiwa ini menyebabkan kebocoran pada dinding sel sehingga sel mengalami ketidakseimbangan ion dan mengalami lisis.
daya antelmintik dari Piperazin sitrat sebesar 48 kali ekstrak etanol biji Labu Merah. KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa : 1. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak maka jumlah kematian cacing semakin meningkat. 2. Nilai EC 50 ekstrak etanol biji Labu Merah 70% adalah 0,4801 dan nilai EC50 suspensi Piperazin sitrat sebesar 0,0169. 3. Potensi antelmintik ekstrak etanol biji Labu Merah sebesar 1/48 kali kontrol positif Piperazin sitrat.
Hubungan antara Berbagai Konsentrasi Ekstrak Etanol Biji Labu Merah dan Suspensi Piperazin Sitrat terhadap Mortalitas Cacing Untuk melihat pengaruh perlakuan berbagai konsentrasi ekstrak etanol biji Labu Merah dan suspensi Piperazin sitrat terhadap mortalitas cacing Ascaridia galli digunakan analisis regresi. Dari hasil analisis regresi diperoleh persamaan regresi untuk ekstrak etanol biji Labu Merah adalah y = 24,79x + 57,9, dari persamaan regresi tersebut dapat diketahui bahwa nilai EC50 ekstrak etanol biji Labu Merah sebesar 0,4801 (Lampiran 8), artinya konsentrasi efektif dari ekstrak etanol biji Labu Merah yang dapat menyebabkan kematian pada 50% cacing Ascaridia galli sebesar 0,48%. Sedangkan untuk suspensi Piperazin sitrat diperoleh persamaan regresi y = 68,01x + 170,5, sehingga dapat diketahui bahwa nilai EC50 Piperazin sitrat sebesar 0,0169 (Lampiran 11), artinya konsentrasi efektif dari Piperazin sitrat yang dapat menyebabkan kematian pada 50% cacing Ascaridia galli sebesar 0,01%. Potensi ekstrak etanol biji Labu Merah sebagai antelmintik dapat diketahui dengan membandingkan nilai EC50 Piperazin sitrat dengan nilai EC50 ekstrak etanol biji Labu Merah, diperoleh potensi sebesar 1/48, artinya daya antelmintik dari ekstrak etanol biji Labu Merah adalah 1/48 kali kontrol positif Piperazin sitrat atau
SARAN 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui konsentrasi ekstrak biji Labu Merah yang melewati Piperazin sitrat. 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut secara in vivo untuk mengetahui perbedaan daya antelmintik biji Labu Merah terhadap cacing Ascaridia galli bila dibandingkan dengan pengujian secara in vitro. 3. Dibuat bentuk sediaan untuk memudahkan penggunaan biji Labu Merah sebagai antelmintik dengan dosis yang lebih pasti. DAFTAR PUSTAKA Anonymous. 1995. Farmakologi dan Terapi Edisi Keempat. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta Beriajaya dan D. Priyanto, 2004. Efektivitas Serbuk Daun Nanas Sebagai Antelmintik Pada Sapi Yang Terinfeksi Cacing Nematode Saluran Perncernaan. Dalam: Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner Iptek Sebagai Motor Penggerak Pembangunan Sistem Dan Usaha
Efektivitas Ekstrak Etanol Biji Labu Merah ….……...…………………………. (Moerfiah,dkk)
17
Ekologia, Vol. 13 No.1 , April 2012 : 12-18
Agribisnis Peternakan. Bogor: Puslitbang Peternakan. Buku 1. Hal : 162-169.
Kusumamiharja, S., 1990. Parasit dan Parasitosis pada Hewan Ternak dan Hewan Peliharaan. Pusat Antar Universitas, IPB, Bogor. Hal : 1-3, 324-326
Cheeke, P.R. 1989. Toxicant of Plant Origin Volume II Glycoides. CRC Press, Inc, Florida.
Matroni, S. L. 2005. Informasi Obatobatan. RestuAgung, Jakarta
1985. Cara Pembuatan Simplisia. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat Dan Makanan, Jakarta
Mycek, M. J., A. R. Harvey, dan P. C. Champe. 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar Edisi 2. Alih bahasa Agoes Azwar. Widya Medika, Jakarta
2000b. Acuan Sediaan Herbal Edisi 1. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat Dan Makanan, Jakarta
Subronto dan I. Tjahayanti. 2004. Penyakit Ternak II. UGM Press, Yogyakarta
Harborne, J. B. 1987. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Penerjemah Padmawinata, K. ITB, Bandung
Tarmudji, 2004. Daun Pare Untuk Obat Cacing Lambung Pada Domba. Tabloid Sinar Tani, Bogor. Tita, A. P. 2005. Efek Ekstrak Air Daun Pepaya (Carica papaya L) Sebagai Anthelmintik Terhadap Ascaridia galli Schrank Dewasa. Skripsi. Farmasi. FMIPA Universitas Pakuan, Bogor
Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia III. Terjemahan dan Terbitan Badan Penelitian dan Pengembangan Hutan, Departemen Kehutanan RI, Bandung.
Tjay, T. H. dan K. Rahardja. 2002. ObatObat Penting Khasiat, Penggunaan dan Efek-Efek Sampingnya Edisi Keempat. PT. Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia, Jakarta
Kartini. 2003. Uji Efek Antelmintik Ekstrak Metanol Biji Leucaena glauca Benth. Secara In Vitro. Dalam Prosiding Seminar dan Pameran Nasional Tumbuhan Obat Indonesia XXIV. Pusat Studi Biofarmaka IPB. Hal 83-87.
Efektivitas Ekstrak Etanol Biji Labu Merah ….……...…………………………. (Moerfiah,dkk)
18
Ekologia, Vol. 13 No.1 , April 2012 : 19-25
FORMULASI GRANUL INSTAN EKSTRAK HERBA PEGAGAN (Centella asiatica) DAN ANALISIS ASIATIKOSIDA Prasetyorini, Bina Lohitasari, dan Ahmad Amirudin Program Studi Farmasi FMIPA Universitas Pakuan ABSTRACT The research was conducted in the month from February until April 2011 in the laboratory of Pharmacy Faculty of Mathematics and Natural Sciences, University Pakuan. The research objective is to make a health drink formulation of herbs gotu kola extract and determine the form of instant granules asiatikosida content. Herb gotu kola is used in this study is the collection BALITRO. In this study of instant granules prepared by wet granulation method and made three formulas are: FI (formula without essence), F II (formula with caramel essence, and F III (formula with mango essence.) Asiatikosida analysis performed on dry ekstrakt by TLC method the scanner. the results showed all formulas have the instant granule flow rate and good Sagat compressibility, organoleptic tests (smell and color), which are the F III, asiotikosida content showed a decrease during processing. Gynecology asiatikosida ekstrakt dry is 1.75% (4.375 mg asiatikosida) , instant granules FI of 0.46% (0.052 mg asiatikosida), F II by 0.68% (0.072 mg asiatikosida), and F III amounting to 0.48% (0.056 mg asiatikosida). Rf value on testing asiatikosida in extracts obtained 0.81 with a standard 0.80. Rf value on testing for FI 0.28 instant granules; FII 0.28, and F III 0.29, the standard used for Rf value of 0.28 Kata kunci : ekstrak herba pegagan, granul instan, asiatikosida Jenis pegagan yang banyak dijumpai adalah pegagan Merah dan Hijau. Pegagan Merah dikenal dengan antanan kebun atau antanan batu karena banyak ditemukan di daerah kering, bebatuan dan terbuka. Pegagan Hijau sering banyak dijumpai di pesawahan dan disela-sela rumput. Pegagan Hijau, dikenal mempunyai kandungan asiatikosida yang lebih banyak dibandingkan dengan pegagan merah (Haryadi, 2010). Asiatikosida merupakan triter penoid glikosida yang terkandung dalam tanaman pegagan yang biasa digunakan untuk pengobatan. Aktivitasnya antara lain untuk merevatilisasi pembuluh darah, meningkatkan perbaikan dan penguatan sel-sel, stimultan pertumbuhan kuku, rambut, jaringan ikat dan dapat melawan virus herpes simplek 1 dan 2, Mycobacterium tuberculosis dan
PENDAHULUAN Pegagan (Centella asiatica) adalah satu dari 10 jenis tanaman terlaris di dunia yang mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai tanaman obat. Hal ini dikarenakan adanya kandungan senyawa asiatikosida, glikosida, tanin, terpen, saponin, flavonoid, serta garam mineral seperti kalium, natrium, magnesium, kalsium dan besi (Prasetya, 2006). Menurut Mariam dan Yusron (2005) pegagan berkhasiat sebagai obat untuk memperbaiki dan merevitalisasi pembuluh darah dan sel-sel yang rusak dalam tubuh, menurunkan tekanan darah tinggi, dan penyembuhan penyakit HIV melalui peningkatan ketahanan tubuh pasien dan dilaporkan Paimin dalam dalam Haryadi (2010), pegagan memiliki khasiat antioksidan, antiinflamasi, antibiotik, antidemam, antidiuretik dan keratolitik.
Formulasi Granul Instan Ekstrak Herba Pegagan .…….………………………. (Prasetyorini, dkk)
19
Ekologia, Vol. 13 No.1 , April 2012 : 19-25
neuroprotectant. Asiatikosida juga mempunyai aktivitas sebagai antioksidan yang cukup kuat (Yonet, 2010). Haryadi (2010), juga melaporkan bahwa pegagan yang diekstraksi dengan etanol 30%, rendemen ekstrak pegagan berkorelasi dengan kapasitas antioksidan, semakin tinggi rendemen ekstrak maka kapasitas antioksidannya semakin tinggi. Kapasitas antioksidan berkorelasi dengan profil spektrogram FTIR di mana semakin tinggi kapasitas antioksidan maka jumlah serapan pada bilangan 3450-3251 cm-1 semakin banyak. Selain sebagai antioksidan, pemberian total triterpen pegagan 32 mg/kg BB dapat meningkatkan fungsi kognitif belajar dan mengingat pada mencit jantan albino (Herlina, 2010). Penelitian tentang isolasi asiatikosida telah banyak dilakukan. Asiatikosida dapat diisolasi dari ekstrak air. Untuk mendapatkan senyawa murni dilakukan partisi antara senyawa halogenik yaitu kloroform dengan senyawa yang kandungan alkoholnya tinggi. Bagian alkohol dicuci dengan NaOH dan untuk rekristalisasi digunakan etil asetat. Dalam penelitian tersebut penetapan kadar kemurnian asiatikosida ditetapkan dengan HPLC dan diperoleh kadar sebesar 84 % (Barbosa et al., 2008). Penelitian yang lain menunjukkan bahwa asiatikosida dapat diisolasi dari ekstrak metanol dengan metode kromatografi kolom dengan menggunakan kombinasi fase gerak antara etil asetat dan metanol, sedangkan untuk penetapan kadar asiatikosida dapat menggunakan metode kromatografi cair kinerja tinggi atau HPLC dan diperoleh kadar sebesar 2,56 μg/ml (Zainol et al., 2008 dalam Yonet, 2010). Disisi yang lain pemanfaatan bahan alam di bidang kesehatan sebaiknya juga diimbangi dengan usaha pengemasan bahan alam tersebut terutama dalam bentuk sediaan yang lebih modern. Penggunaan sediaan granul sebagai minuman kesehatan memiliki kelebihan dibandingkan bentuk
sediaan lain, yaitu dalam hal kepraktisan dan kemudahan dalam penggunaannya. Sediaan granul merupakan sediaan berupa gumpalan-gumpalan partikel yang lebih kecil, umumnya berbentuk tidak merata dan menjadi seperti partikel-partikel tunggal yang lebih besar, ukurannya berkisar antara ayakan mesh 4-2, namun dari bermacam-macam ukuran lubang ayakan dapat dibuat sesuai dengan keinginan dan tujuan pemakaian. Proses granulasi yang merupakan proses pengubahan campuran serbuk menjadi granul yang lebih bebas mengalir dibandingkan dengan serbuk awalnya (Ansel, 1989). Namun demikian dalam pengolahan bahan alam menjadi sediaan yang lebih baik dalam hal ini proses granulasi sering terjadi bahan-bahan aktif dalam bahan alam menjadi berkurang. Berdasarkan hal tersebut diatas, maka ekstrak pegagan akan dikembangkan ke arah bentuk sediaan yang praktis dan mudah digunakan, yaitu sediaan granul instan dan akan dilakukan penelitian tentang penurunan kandungan asiatikosida dalam proses pembuatan granul instan. BAHAN DAN METODE Herba pegagan dikeringkan dengan sinar matahari tidak langsung selama 1 minggu, selanjutnya digiling dan diayak menggunakan mesh 40 (DepKes RI, 1985). Karakterisasi serbuk simplisia herba pegagan dilakukan terhadap kadar air (tidak lebih dari 7,6% , DepKes RI, 1977), dan kadar abu (tidak lebih dari 19%,DepKes RI,1977). Serbuk simplisia yang didapatkan selanjutnya diekstrak menggunakan cara maserasi. Maserasi dilakukan dengan merendam 2 kg serbuk herba pegagan dengan 10 liter etanol 30% dalam bejana tertutup selama 3 hari disertai dengan pengocokan beberapa kali. Sari diserkai dan ampas diperas, ampas ditambah etanol 30% 10 liter diaduk dan diserkai kembali, demikian seterusnya sampai diperoleh sari sebanyak 10 liter. Bejana ditutup dan
Formulasi Granul Instan Ekstrak Herba Pegagan .…….………………………. (Prasetyorini, dkk)
20
Ekologia, Vol. 13 No.1 , April 2012 : 19-25
didiamkan selama 2 hari, selanjutnya endapan dipisahkan. Semua maserat dikumpulkan dan dilakukan penguapan dengan suhu 500C dengan syncore dan dilanjutkan dengan vaccum dry. Ekstrak kental dari proses ekstraksi selanjutnya dibuat ekstrak kering dengan freeze dry. Rendemen ekstrak dihitung dengan membandingkan berat ekstrak yang diperoleh dengan berat awal simplisia dikalikan 100%. Ekstrak yang diperoleh selanjutnya diuji secara kualitatif kandungan senyawa alkaloid, (menggunakan pereaksi Meyer, Wagner, dan Dragendorf), flavonoid dan tanin (DepKes RI, 1977), saponin, dan steroid/triterpenoid (Uji LiebermannBouchard). Pembuatan granul instan dilakukan dengan metode granulasi basah dengan formula seperti disajikan Tabel 1. Jumlah ekstrak yang digunakan didasarkan penelitian Herlina bahwa dosis 32 mg/kg BB dapat meningkatkan fungsi kognitif belajar dan mengingat pada mencit. Berdasarkan perhitungan maka untuk manusia sebesar 248,3 mg/70 kg BB, dan untuk mengantisipasi penurunan kandungan asiatikosida setelah menjadi granul, maka dosis ditingkatkan menjadi 358,4 mg. Keamanan peningkatan dosis ini dilaporkan oleh Sulastry (2009) yang menyatakan bahwa dosis 2000 mg per kgBB Centella asiatica (L) Urban tidak bersifat toksik. Granul yang yang diperoleh dikemas dalam sachet yang masing-masing diisi dengan 8 gram granul instan. Tabel 1. Formula Granul Instan Ekstrak Pegagan Formula Bahan I II III Ekstrak kering 3 herba pegagan 3 584 3 584 584 (mg) Gula batu (g) 40 40 40 Laktosa )* * * PVP (g), 1,6 1,6 1,6
Sorbitol (g) 24 24 24 Acesulfam (g) 0,8 0,8 0,8 Na Cl (g) 1,6 1,6 1,6 Essence (0,5 ml) karamel mangga Jumlah (g) 80 80 80 *Laktosa ditambahkan agar berat granul 80 g, dan berat per sachet = 8 g. Pembuatan granul instan diawali dengan melarutkan 1.6 g PVP kedalam 16 ml air hangat sampai larut dan dibiarkan semalaman. Sementara itu, 358,4 mg ekstrak kering dilarutkan dengan akuades panas dengan cara ditambah sedikit demi sedikit sampai menjadi ekstrak kental dan selanjutnya ditambah ditambah laktosa sedikit demi sedikit sampai sejumlah 1,14 g. selanjutnya ditambah sorbitol, acesulfam sesuai takaran lalu dimasukkan ke dalam wadah baskom dan aduk hingga homogen kira-kira 5 menit. Kedalam baskom tadi ditambahkan gula batu halus dan diaduk hingga terbentuk massa yang kompak dan ditambah NaCl dan PVP yang sdh dicairkan. Massa yang basah kemudian diayak menggunakan ayakan mesh 16 hingga terbentuk granul yang basah. Selanjutnya granul dikeringkan didalam lemari pengering pada suhu 40-500C yang telah dialasi kain batis semalaman hingga terbentuk granul kering. Granul kering diayak menggunakan ayakan mesh 20. Essence ditambahkan sedikit-sedikit dan diaduk sampai homogen. Placebo dibuat, dengan menggantin ekstrak kering herba pegagan dengan laktosa dalam jumlah yang sama. Granul instan yang sudah jadi selanjutnya dikarakterisasi dengan mengukur aliran granul, uji sudut istirahat, kompresibilitas , uji kadar air, uji kelarutan dan uji hedonik. Aliran granul diuji dengan mengalirkan 25 g granul ke dalam Flowmeter sampai masa granul melewati corong, kemudian dicatat waktunya. Daya alir granul dihitung dengan perbandingan antara waktu dan masa granul habis melewati corong. Sudut istirahat ditentukan dengan memasukkan sejumlah massa
Formulasi Granul Instan Ekstrak Herba Pegagan .…….………………………. (Prasetyorini, dkk)
21
Ekologia, Vol. 13 No.1 , April 2012 : 19-25
granul kedalam corong. massa yang jatuh akan membentuk kerucut, lalu diukur tinggi dan diameter kerucut. Kompresibilitas dilakukan dengan menimbang 50 g granul, dimasukkan kedalam tabung pada alat powder taping density tester. Volume granul dalam tabung sebelum dan sesudah penghentakkan dicatat. Kompresibilitas (%) dihitung dengan persamaan Carr (Aulthon, 1988).
standar asiatikosida ditotolkan pada lempeng silika gel 6F 254, dielusi dengan fase gerak toluena : aseton : metanol : asam format (30 : 20 : 20 : 0,05), selanjutnya disemprot dengan pereaksi LiebermannBourchard. lempeng silika gel yang telah ditotolkan kemudian dipanaskan dalam oven pada suhu 1050 C selama 10 menit dan segera diukur dengan KLT– Densitometer pada panjang gelombang 530 nm.
ρ1 – ρ0 , Kompresibilitas (%) = ------- X 100 % v ρ0 g
ρ=
Keterangan :
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi Ekstrak Kental Herba Pegagan Dari 25 kg simplisia basah diperoleh serbuk kering herba sebanyak 2 kg. Serbuk kering herba sejumlah 2 kg menghasilkan 320 gram ekstrak kering. Rendemen ekstrak terhitung 16 % (b/b) dan berdasarkan Monograph of Indonesian Medicinal Plant Extracts (BPOM, 2004) rendemen ekstrak herba memenuhi syarat. Ekstrak kering yang diperoleh berbentuk padat, untuk mempermudah penggunaanya selanjutnya dibuat dalam bentuk serbuk. Pembuatan serbuk ekstrak kering membutuhkan laktosa sebagai bahan pengisi. Karakteristik ekstrak kental herba pegagan disajikan dalam Tabel 2
g = bobot granul (g) v = volume 50 g granul (ml) ρ = kerapatan granul (g/ml) ρ1 = kerapatan granul setelah diketuk (g/ml) ρ0 = kerapatan granul sebelum diketuk (g/ml)
Pengukuran kadar air granul dilakukan dengan menggunakan moisture balance. Uji kelarutan dilakukan dengan memasukan 8 g granul instan kedalam 250 ml air, selanjutnya dihitung waktu yang dibutuhkan sampai keseluruhan granul instan larut, Uji kesukaan dilakukan terhadap 20 orang panelis usia diatas 17 tahun. Uji kesukaan dilakukan terhadap rasa dan aroma minuman granul instan. Hasil uji kesukaan diisi dalam lembar kuisioner yang telah disediakan. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL). Analisis asiatikosida menggunakan TLC Scanner. Ekstrak herba pegagan dan granul instan masingmasing ditimbang 0,25 g dan dimasukkan ke dalam labu ukur 25 ml, selanjutnya dilarutkan dengan metanol (p.a) dan dikocok selama 2 jam. Ekstrak dan granul yang sudah dilarutkan tersebut disaring dengan kertas saring whatman 41. Filtrat yang dihasilkan ditampung. Masingmasing sebanyak 5 µl larutan uji dan
Tabel 2. Karakteristik Ekstrak Kental Herba Pegagan Karakte ristik
Syarat
Hasil Pengujian
Kesimpulan
Warna
Coklat tua
Coklat tua
Memenuhi syarat
Aroma
Tidak spesifi k& lemah
Tidak spesifik & lemah
Memenuhi syarat
Rasa
Agak pahit
Agak pahit
Memenuhi syarat
BPOM, 2004 Hasil karakterisasi ekstrak kental herba menunjukkan bahwa ekstrak kental yang dihasilkan mempunyai warna, aroma, dan rasa yang memenuhi persyaratan
Formulasi Granul Instan Ekstrak Herba Pegagan .…….………………………. (Prasetyorini, dkk)
22
Ekologia, Vol. 13 No.1 , April 2012 : 19-25
Monograph of Indonesian Medicinal Plant Extracts. Hasil penelitian, kadar air serbuk simplisia herba adalah 4,3 % dan kadar air ekstrak adalah 1,46 %. Kadar air serbuk simplisia herba dan ekstrak kering herba memenuhi persyaratan Materia Medika Indonesia Edisi I (Depkes RI, 1977) dan Monograph of Indonesian Medicinal Plant Extracts (BPOM, 2004). Hasil perhitungan kadar abu serbuk simplisia herba adalah 10,84% dan ini memenuhi persyaratan Materia Medika Indonesia Edisi I (Depkes RI, 1977).
Evaluasi sudut diam menunjukkan bahwa semua formula mempunyai tipe aliran yang baik. Terjadi perbedaan nilai sudut diantara granul instan ekstrak herba pegagan dengan granul plasebo dikarenakan granul instan ekstrak herba lebih higroskopis yang menimbulkan gaya adhesi-kohesi, luas permukaan bertambah pada granul. Pengujian kompresibilitas semua formula baik granul ekstrak herba dan granul plasebo mempunyai indeks kompresibilitas dengan tipe aliran dari sangat baik sekali sampai baik. Hasil yang kurang baik terjadi pada granul instan formula III dikarenakan granul higroskopis yang menyebabkan terjadi adhesi-kohesi sehingga menimbulkan jarak V0 dan V1 jauh. Semakin sempit jarak pemampatan semakin baik kompresibilitasnya, semakin lebar jarak pemampatannya maka semakin buruk kompresibilitas. Evaluasi kadar air granul menunjukkan ketiga formula granul instan ekstrak herba pegagan memenuhi persyaratan, kadar air formula I adalah 1,73%, formula II adalah 1,51% dan formula III adalah 1,77%. Hasil uji kelarutan menunjukkan formula I lebih cepat larut dibandingkan dengan formula II dan III. Kelarutan formula I adalah 30,29 detik, formula II 41,23 detik dan formula III 58,42 detik, namun secara umum kelarutan dari semua formula kurang baik, karenakan masih terdapat endapan yang berasal zat aktif yang digunakan adalah bahan alam.
Hasil Uji Fitokimia Hasil uji fitokimia ekstrak herba pegagan menunjukkan hasil positif lemah (+) untuk senyawa golongan steroid dan triterpenoid, positif (++) untuk senyawa golongan alkoloid dan saponin, positif kuat sekali (++++) untuk senyawa golongan tanin dan flavonoid. Granul Instan Ekstrak Herba Pegagan Hasil evaluasi granul terhadap laju alir, sudut diam dan kompresibilitas disajikan dalam Tabel 3. Evaluasi laju alir menunjukkan semua formula baik granul ekstrak herba dan granul plasebo mempunyai laju alir dengan karakteristik mudah mengalir . Tabel 3. Hasil Evaluasi Laju Alir, Sudut Diam Dan Kompressibilitas Granul Instan Formula
I
I I I I I
Granul instan ekstrak herba pegagan Granul placebo Granul instan ekstrak herba pegagan Granul placebo Granul instan ekstrak herba pegagan Granul placebo
Laju Sudut Kompre Alir Diam (0) sibilitas (g/s) (%) 4,29
29,03
11,94
6,04
26,74
6,35
4,44
28,97
9,09
5,64
26,1
5,26
4,97
29,85
18,18
4,38
28,41
6,06
Uji Organoleptik Granul Instan Uji organoleptik dilakukan terhadap granul sebelum dilarutkan, dan pengujian dilakukan terhadap aroma, warna, dan tekstur. Hasil uji aroma menunjukkan bahwa formula berpengaruh nyata terhadap aroma. Aroma granul instan herba pegagan yang disukai adalah formula III, untuk formula I dan II agak suka. Hasil uji warna menunjukkan bahwa formula tidak berpengaruh nyata terhadap warna, namun secara kuantitatif menunjukkan warna yang
Formulasi Granul Instan Ekstrak Herba Pegagan .…….………………………. (Prasetyorini, dkk)
23
Ekologia, Vol. 13 No.1 , April 2012 : 19-25
paling banyak disukai adalah formula III, sedangkan formula I dan II hasil pengujiannya adalah agak suka. Hasil uji tekstur menunjukkan bahwa formula berpengaruh nyata terhadap tekstur granul instan herba pegagan. Tekstur yang paling banyak disukai adalah tekstur formula I, sedangkan formula III dan II adalah agak suka. Menurut panelis, formula I lebih berbentuk granul dibandingkan dengan formula II dan III.
kandungan asiatikosida dalam granul instan ekstrak herba pegagan pada formula I sebesar 0,46%, formula II sebesar 0,63%, dan formula III sebesar 0,48%. Kandungan asiatikosida pada granul instan secara umum lebih kecil dibandingkan dengan ekstrak pegagan. Hal ini menunjukkan bahwa selama proses pengolahan granul instan kandungan asiatikosida menurun. Nilai Rf pengujian asiatikosida ekstrak didapat 0,81 sedangkan nilai Rf standar asiatikosida sebesar 0,80. Nilai Rf pada pengujian granul instan formula I adalah 0,28, formula II adalah 0,28 dan formula III adalah 0,29, untuk standar asiatikosida mempunyai nilai Rf sebesar 0,28. Hasil tersebut menunjukkan bahwa senyawa asiatikosida pada sampel hampir sama dengan standar asiatikosida. Jika nilai Rf dari sampel dan standar sama maka senyawa pada sampel tersebut merupakan senyawa yang sama dengan standar.
Uji Kesukaan Granul Instan Tingkat kesukaan terhadap aroma bisa sama dan bisa juga berbeda sehingga menimbulkan tanggapan yang berbeda pula (Hastuti, 2007). Uji kesukaan granul instan dilakukan terhadap aroma, warna dan rasa granul yang sudah dilarutkan. Hasil analisa statistik menunjukkan bahwa formula tidak berpengaruh nyata terhadap aroma, namun secara kuantitatif menunjukkan formula yang paling banyak disukai adalah formula III, sedangkan formula I dan II agak suka. Uji statistik untuk warna menunjukkan formula tidak berpengaruh nyata terhadap warna, namun warna yang paling banyak disukai adalah warna formula III, sedangkan formula II dan I hasil pengujiannya adalah agak suka. Berdasarkan hasil uji statistik terhadap rasa menunjukkan formula tidak berpengaruh nyata terhadap rasa, namun secara kuantitatif yang paling banyak disukai adalah formula III, sedangkan formula I dan II hasil pengujiannya adalah agak suka.
KESIMPULAN DAN SARAN 1. Hasil uji organoleptik granul instan sebelum dilarutkan dan uji kesukaan granul instan setelah dilarutkan aroma dan warna yang paling banyak disukai adalah formula III. 2. Selama proses pengolahan kandungan asiatikosida menurun yang dapat dilihat dari hasil penetapan kandungan asiatikosida pada ekstrak sebesar 1,75% dan pada granul instan formula I 0,46%, formula II 0,68%, formula III 0,48%.
Analisis Asiatikosida Hasil analisis kandungan asiatikosida pada ekstrak herba pegagan adalah 8,65%. Hasil ini memenuhi persyaratan Monograph of Indonesian Medicinal Plant Extracts (BPOM, 2004) kandungan asiatikosida pada ekstrak pegagan tidak kurang dari 0,9%. Hasil analisa statistik menunjukkan bahwa formula bepengaruh nyata terhadap kandungan asiatikosida granul instan ekstrak pegagan. Hasil penghitungan
DAFTAR PUSTAKA Ansel. H.C. 1989. Pengantar Bentuk Sedian Farmasi. Edisi IV Jakarta: UI Press. Hal. 605-607 Aulton, M. E. 1988. The Science of Dosage from Design. Churvil livingstone. Edinburgh. Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. 2004. Monograph of Indonesian
Formulasi Granul Instan Ekstrak Herba Pegagan .…….………………………. (Prasetyorini, dkk)
24
Ekologia, Vol. 13 No.1 , April 2012 : 19-25
Medicinal Plant Extracts Volume I. Jakarta. Hal 18-20.
(http://jpsmipaunsri.files.wordpress. com diakses 9 Januari 2011)
Departemen Kesehatan RI. 1977.Materia Medika Indonesia, Edisi I. Direktorat Pengawasan Obat dan Makanan. Jakarta.
Prasetya, P. 2006. Analisis Mutu dan Kandungan Kimia Pegagan. Laporan Kerja Praktik BALITRO. Bogor.
______. 1985. Cara Pembuatan Simplisia. Direktorat Pengawasan Obat dan Makanan. Jakarta.
Salfiani, Seli. 2008. Penentuan Fraksi Ekstrak Etanol Herba Pegagan (Centelle aciatica (L) Urban) yang Mengandung Asiatikosida dan Aktivitasnya sebagai Anti Bakteri. Universitas Pakuan. Bogor.
Haryadi, Dida. 2010. Korelasi Rendemen, Kadar Abu, Dan Kapasitas Antioksidan Dengan Profil Spektrogram FTIR Ekstrak Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban.). Universitas Pakuan. Bogor
Suharyati. 2007. Penetapan Kadar Betakarotein Dalam Sari Buah Merah (Pandanus Corodeus Lam) Secara KCKT. Universitas Pancasila, Jakarta.
Hastuti. 2007. Formulasi dan Uji Organoleptik Sediaan Penurun Kolesterol Dalam Bentuk Granul Instan Berbasis Serbuk Monascus dan Ekstrak Monascus. Universitas Pakuan. Bogor
Yonet
Herlina. 2010. Pengaruh Triterpen Total Pegagan (Centella asiatica(L)Urban) Terhadap Fungsi Kognitif Belajar dan Mengingat pada Mencit Jantan Albino(Mus musculus). Universitas Sriwijaya. Sumatera Selatan
T I, Dhimas. 2010. Isolasi Asiaticosida dari Herba Pegagan (Centella asiatica. L. Urban) dan Pnetapan Kadarnya Menggunakan HPLC. Universitas Muhamadiyah, Surakarta (http://etd.eprints.ums.ac.id/9011 diakses 15 Januari 2011)
Formulasi Granul Instan Ekstrak Herba Pegagan .…….………………………. (Prasetyorini, dkk)
25
Ekologia, Vol. 13 No.1 , April 2012 : 26-37
HUBUNGAN STATUS GIZI, STATUS KESEHATAN DAN AKTIVITAS FISIK DENGAN KEBUGARAN JASMANI ATLET BULUTANGKIS JAYA RAYA JAKARTA 1)
Ismanto, 2)Ahmad Sulaeman dan 3)Hadi Riyadi Program Studi Biologi FMIPA Universitas Pakuan 2,3) Ilmu Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia IPB 1)
ABSTRACT Badminton has been the most popular and preferred game in Indonesia. Indonesia has been participating many world class events and even become the winner several times. However, Indonesia’s athlete performance for the last ten years were not satisped and it needs improvement considering un-intensive physical exercise, mental orientation, appropriate coaching method, adequate training facilities and optimal nutrition. The aims of thiswas study to determine the relation betweennutrional and health status, including the physical and fittness condition of Jaya Raya Jakarta Badminton athletes. The study was carried out is in Jaya Raya Jakarta,appliying cross-sectional study. The samples were taken purposively from 18 athletes at the age of 17, and the collected data were subsequently edited, arranged in a master table according to the scale, units and norms of the size of each data. The figures are calculated according to the formulas that can apply and convert the list of used references. The data was analyzed using the MS-Excel, SPSS 16.0 and Minitab. The average intakes of energy and nutrients for male Jaya Raya Badminton athletes were about 2931 kcal, 67 grams of protein, 105 grams of fat, 417 grams of carbohydrate and 17 milligrams of iron and women athletes were about 2650 kcal, 64 grams of protein, 93 grams of fat, 389 grams of carbohydrate and 15 milligrams of iron.Based on the level of adequacy, the male athletes are still lack of carbohydrates whereas the female ones are lack of carbohydrates and iron. The average nutritional status of Jaya Raya Badminton Athletes is normally at 21.57 ± 2.27 and most of them are generally in good condition. The athletes 94% show activity metabolic (KM)> 2.09. Average scores of physical fitness level (VO 2 max) of male athlete is about 49.8 ± 4.6 ml /kg /minute (sufficient) and the female was 41.4 ± 5.6 ml / kg / min (sufficient). The variable related to the level of physical fitness includes nutritional status (p <0.01) and physical activity (p <0.01), in which the variations in physical fitness score of 92.4% is determined by nutritional status and physical activities. Keywords : Nutritional Status, Physical Fitness,Jaya Raya.
Sejak tahun 1959 perbulutangkisan Indonesia sudah menorehkan juara All England yaitu kejuaraan bulutangkis paling bergengsi ditingkat dunia, kemudian sejak tahun 1968 hingga 1974 piala All England (6 tahun berturut-turut) selalu dipertahankan oleh Indonesia. Puncaknya bulutangkis Indonesia adalah mengawinkan Emas Olimpiade 1992 melalui Tunggal Putra dan Tunggal Putri oleh Alan Budikusuma dan Susi Susanti (PBSI, 2003). Jaya Raya adalah klub bulutangkis yang keberadaanya banyak diminati oleh
PENDAHULUAN Bulutangkis adalah salah satu cabang olahraga yang popular dan banyak digemari oleh masyarakat Indonesia. Bahkan masyarakat Indonesia sudah melekat kecintaanya terhadap cabang olahraga ini, sama dengan bangsa Inggris, Italia, Spanyol dan Brasil terhadap olahraga sepakbola. Hal ini dikarenakan bulutangkis adalah olahraga yang sering menancapkan toreh juara di berbagai event kejuaraan bulutangkis dunia, seperti Piala All England, Thomas dan Uber Cup, Sudirman Cup dan Olimpiade.
Hubungan Status Gizi, Status Kesehatan Dan Aktivitas …....………………. (Ismanto, dkk) 26
Ekologia, Vol. 13 No.1 , April 2012 : 26-37
para pecinta bulutangkis untuk belajar atau mendidik putra/putrinya dalam mempersiapkan atlet bulutangkis nasional. Sepuluh tahun terakhir ini perbulutangkisan Indonesia mengalami prestasi pasang-surut, dimana hampir setiap event kejuaraan bulutangkis dunia mendapat prestasi yang kurang menggembirakan. Hal tersebut di atas menunjukan bahwa prestasi atlet bulutangkis Indonesia tidak stabil. Naik turunnya prestasi atlet tidak hanya disebabkan oleh satu faktor (Pahala, 1996), diantaranya adalah latihan fisik, pembinaan mental, metode kepelatihan yang tepat, sarana latihan yang memadai dan penanganan gizi yang optimal (Xiaocai, 1996; Astrand & Rodahl, 1986). Dalam melakukan latihan dan juga saat bertanding diperlukan kondisi fisik yang baik, dimana kondisi fisik dipengaruhi oleh makanan yang bergizi, untuk itu makanan yang diberikan kepada seorang atlet harus dipenuhi sesuai dengan kebutuhannya (Burke, 1992). Untuk mencapai prestasi yang maksimal, seorang atlet harus mempunyai kebugaran jasmani yang tinggi. Derajat kebugaran jasmani yang tinggi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : aktivitas/latihan fisik, status gizi, psikologi, umur, jenis kelamin dan suhu tubuh. Soetopo dan Manuaba (1986) juga menunjukan faktor-faktor lain yang berhubungan dengan kebugaran jasmani yaitu aktivitas fisik, status kesehatan, kebiasaan merokok dan minum-minuman beralkohol. Beberapa pakar olahraga menduga konsumsi pangan dan asupan air atlet Indonesia masih kurang dibanding dengan atlet luar negeri.Ada pula yang menduga konsumsi pangan atlet Indonesia lebih kecil dari atlet luar negeri (Rachmat & Matulessy, 1981). Menurut KONI Pusat (2000) kebutuhan energi untuk olahraga berat, termasuk didalamnya bulutangkis adalah 54 kkal/kg berat badan/hari untuk
laki-laki dan 47 kkal/kg berat badan/hari untuk wanita. Penelitian (Agustini dan Mas’ud, 1989) menunjukan adanya hubungan antara status gizi dengan kebugaran jasmani. Dari data-data di atas disusun pertanyaan untuk penelitian sebagai berikut : (1). Bagaimana konsumsi pangan dan status gizi atlet bulutangkis Jaya Raya Jakarta. (2). Bagaimana tingkat kesehatan atlet termasuk kebiasaan merokok dan minum minuman beralkohol, (3). Bagaimana Aktivitas fisik atlet termasuk volume dan intensitas latihannya, (4).Bagaimana tingkat kebugaran jasmani atlet dan (5). Faktor apa saja yang terkait dengan kebugaran jasmani atlet bulutangkis Jaya Raya Jakarta. Tujuan dari penelitian ini, untuk mengetahui hubungan antara status gizi, status kesehatan dan aktivitas fisik dengan kebugaran jasmani atlet bulutangkis Jaya Raya. BAHAN DAN METODE Rancangan penelitian adalah penelitian deskriptif analitik yaitu penelitian yang bertujuan menggambarkan hubungan antara status gizi, status kesehatan dan aktivitas fisik dengan kebugaran jasmani atlet Bulutangkis Jaya Raya (Koento dan Koento, 1981). Sedangkan menurut waktunya adalah cross-sectional study, karena pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat artinya setiap subyek penelitian hanya diobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap status kerakter atau variabel subjek pada saat pemeriksaan (Notoatmodjo, 2010) Metode Pengambilan Contoh Prosedur pengambilan contoh dilakukan secara Purposive Sampling yaitu pengambilan sampel tidak secara acak tetapi didasarkan pada pertimbangan tertentu kelompok umur 17– 30 tahun (usia Golden Age) . Jadi contoh yang dipilih
Hubungan Status Gizi, Status Kesehatan Dan Aktivitas …....………………. (Ismanto, dkk) 27
Ekologia, Vol. 13 No.1 , April 2012 : 26-37
dalam penelitian ini adalah semua atlet Bulutangkis Jaya Raya pada tingkatan taruna dan dewasa, aktif latihan dan bersedia menjadi responden. Dari 2 tingkatan tersebut subjek berjumlah 25 atlet dan yang bersedia menjadi responden dan memiliki data lengkap adalah 18 atlet. Dalam melakukan pembinaan dan pelatihannya klub Jaya Raya memiliki 5 tingkatan (Tabel 1.).
Penelitian ini dilakukan pada Klub Bulutangkis Jaya Raya di Hall Rudi Hartono Jln. Harsono RM.Ragunan-Pasar Minggu, Jakarta.Dilaksanakan pada bulan Juni 2011. Pengolahan Data Data yang terkumpul selanjutnya diedit. Tugas dalam tahap penelitian berikutnya yaitu pengolahan dan analisis data. Semua data disusun menurut jenisnya dan urutan kode contoh. Selanjutnya disusun dalam bentuk master table menurut besaran, satuan dan norma ukuran masing-masing data dan angka-angkanya dihitung menurut rumus-rumus yang berlaku atau konversi dari daftar rujukan yang dipakai. Data dianalisis menggunakan perangkat lunak computer MS-Excel, SPSS 16.0 dan Minitab.
Tabel 1. Tingkatan Pelatihan Klub Jaya Raya No Tingkatan Usia (tahun) 1 Anak 10 - 11 2 Pemula >11 - 13 3 Remaja >13 - <17 4 Taruna 17 - 18 5 Dewasa >18
Tabel 2. Variabel Penelitian, Definisi Operasional dan Satuan Ukuran No
Variabel Konsumsi Pangan
1 Status Gizi 2
-
Berat badan
-
Tinggi badan
Kesehatan
3
Kebiasaan merokok 4
5
Kebiasaan minum Minuman beralkohol Aktivitas fisik
6 7 8 9
Volume latihan Intensitas latihan Kebugaran jasmani
Definisi Operasional Semua pangan yang dikonsumsi oleh atlet selama 24 jam diukur dengan cara food recall dan food frekuensi selama 2 hari pada saat latihan dan 2 hari tidak latihan, dengan mengisi kuesioner yang telah disediakan. Gambaran perawakan tubuh atlet yang ditentukan dengan IMT yaitu rasio berat badan (kg) dan kuadrat tinggi badan (m2). Ditimbang dengan menggunakan Scale Person yang berkapasitas 100 kg dengan ketelitian 0,1 kg. Pengukur tinggi badan microtoise somatometre dengan ketelitian 0,1 cm Keadaan fisik atlet yang diperoleh berdasarkan hasil pemeriksaan dokter. Data kesehatan meliputi gejala-gejala yang menunjukan suatu penyakit yaitu lidah berwarna kebiru-biruan, sesak nafas, dada menonjol, kebiruan sekitar mulut dan atau ujung jari pada waktu istirahat, berhenti berjongkok setiap beberapa langkah pada waktu berjalan, sakit tulang/sendi dan kadang-kadang pingsan atau sakit dada. Selain itu riwayat penyakit yang pernah dialami (Depkes RI, 1985) Suatu kegiatan merokok yang terus menerus yang dilakukan oleh atlet diukur dengan cara wawancara terstruktur meliputi banyaknya merokok tiap hari dan lamanya merokok. Suatu kegiatan minum minuman beralkohol yang dilakukan oleh atlet diukur dengan cara wawancara terstruktur meliputi lama, dan merek minum minuman beralkohol. Pencatatan kegiatan sehari ( diary method), selama 4 hari. Data aktivitas sehari dan konsumsi pangan dicatat pada hari yang sama. Jumlah waktu latihan atlet selama seminggu diukur dengan cara wawancara terstruktur. Kualitas latihan yang dilakukan atlet diukur dengan cara mencatat denyut nadi pada pergelangan tangan selama 10 detik. Pengukuran VO2 Max dengan Metode BleepTest (Tes Lari Multi Tahap)
Satuan Ukuran gram Kg/m2 Kg cm
Sakit / tidak sakit
Batang tahun tahun
menit menit Denyut/ nadi (ml/kg/mnt)
Hubungan Status Gizi, Status Kesehatan Dan Aktivitas …....………………. (Ismanto, dkk) 28
Ekologia, Vol. 13 No.1 , April 2012 : 26-37
tahun 2004. Dengan perhitungan sebagai
Data Konsumsi Pangan Data semua pangan yang dikonsumsi selama 24 jam dicatat pada kuesioner dengan metode Food recall dan Food frequencyselama 2 x 24 jam saat latihan dan 2 x 24 jam saat tidak latihan. Daftar Konsumsi Bahan Makanan yang dipakai sebagai rujukan untuk menterjemahkan ke dalam nilai gizi adalah daftar bahan mentah. Rumus Perhitungan sebagai berikut :
Jenis Kegiatan
Perkiraan keluaran energi Kelipatan BMR Laki-laki Perempuan 1 1
Tidur Pekerjaan : Ringan 1,7 1,7 Sedang 2,7 2,2 Berat 3,8 2,8 Latihan 6 6 Santai 1,4 1,4 berikut : Angka Kecukupan Energi ( AKE) Angka ini dihitung berdasarkan nilai BMR (Basal Metabolic Rate) menurut FAO/ WHO/UNU,1985 dalam Sukmaniah, 2009.
KGij = (Bj/100) x Gij x (BDD/100)
Dimana : KGij : Kandungan zat gizi i dari pangan j dengan berat B gram Bj : Jenis pangan j (g) Gij : Kandungan zat gizi i dalam 100 g BDD pangan j BDD : Persen pangan j yang dapat dimakan (%BDD) (Hardinsyah dan Briawan, 1990)
Tabel 3. Penentuan BMR Berdasarkan Umur Kelompok BMR (Kkal/hari) Umur Laki-laki Perempuan (tahun) 3 – 10 22,7 B ± 495 22,5 B ± 499 10 – 18 17,5 B ± 651 12,2 B ± 746 18 – 30 15,3 B ± 679 14,7 B ± 496 Lebih dari 11,6 B ± 879 8,7 B ± 829 30 B : Berat Badan
Semua makanan yang dimakan diketahui berat dan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan diterjemahkan ke dalam konsumsi energi dan zat gizi yang dikandungnya.Konsumsi zat gizi yang diteliti adalah konsumsi energi, protein, karbohidrat, lemak dan besi (Fe). Tingkat konsumsi energi dan zat gizi dibandingkan dengan Angka Kecukupan Energi (AKE) dari FAO/WHO/UNU 1985
Tabel 4. Taksiran Nilai Aktivitas Fisik dengan Faktor Kelipatan BMR Contoh : Atlet laki-laki dengan berat badan 60 kg, usia 20 tahun dengan tingkat aktivitas : 8 jam tidur, 4 jam kegiatan ringan, 4 jam latihan dan 8 jam santai. Maka kebutuhan energinya :
BMR
15,3 x 60 x 1597 Kkal/hari 679 Tidur 1,0 x 8/24 x 532 Kkal/hari 1597 Kegiatan 1,7 x 4/24 x 452,2 ringan 1597 Kkal/hari Latihan 6,0 x 4/24 x 1597 Kkal/hari 1597 Santai 1,4 x 8/24 x 744,8 1597 Kkal/hari Total 3325 Kkal/hari dan Angka Kecukupan Gizi (AKG) dari Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi
Tabel 5.Taksiran Kebutuhan Energi Atlet
Kecukupan Protein Kecukupan protein secara garis besar mengacu pada FAO/WHO/UNO (1985).Kecukupan protein 10–15% dari total energi. Kebutuhan rata-rata protein atlet sekitar 1,5-1,7 g/kg BB/hari hingga 1,9-2,1 g/kgBB/hari (Williams, 1995). Hubungan Status Gizi, Status Kesehatan Dan Aktivitas …....………………. (Ismanto, dkk) 29
Ekologia, Vol. 13 No.1 , April 2012 : 26-37
Kemudian nilai antropometri hasil pengukuran tersebut dibandingkan dengan standar IMT degan penggolongan sebagai berikut:
Kecukupan Karbohidrat Kecukupan karbohidrat secara garis besar mengacu pada besarnya energi yaitu 65% dari total energi (Depkes, 1997). Kecukupan karbohidrat untuk olahragawan 60–70% dari total energi yang kebutuhan rata-rata karbohidrat besarnya diantara 9 – 10 g/kg BB/hari (Sukmaniah, 2009).
Tabel 6. Klasifikasi Status Gizi Klasifikasi IMT Kurang berat badan tingkat < 17,0 berat Kurus Kurang berat badan tingkat 17,0 - 18,5 ringan 18,6 – 25,0 Normal Lebih berat badan tingkat 25,1 – 27,0 ringan gemuk Lebih berat badan tingkat >27,0 berat Sumber: Depkes. 1996
Kecukupan Lemak Kecukupan lemak secara garis besar mengacu pada total energi dikurangi energi yang berasal dari protein, dan karbohidrat.Kecukupan lemak bagi atlet adalah 20-30% dari total energi. Kecukupan Besi Kecukupan besi secara garis besar mengacu pada hasil Widya Karya Pangan dan Gizi tahun 2004. Tingkat kecukupan gizi dihitung dengan cara membandingkan jumlah konsumsi zat gizi tertentu dengan angka kecukupannya. Dengan rumus sebagai berikut :
Status Kesehatan Data status kesehatan diolah didasarkan atas rekomendasi dari dokter menurut hasil pemeriksaan fisik dan wawancara. Status kesehatan diklasifikasikan menjadi 2 yaitu sakit dan sehat.
TKG = (K/AKG) X 100%
TKG = Tingkat Kecukupan Gizi K = Konsumsi zat gizi AKG = Angka Kecukupan Gizi
Kebiasaan Merokok Data kebiasaan merokok diklasifikasikan 2 katagori yaitu merokok dan tidak merokok.
Dengan kategori tingkat kecukupan (Sukmaniah, 2009) Baik = ≥ 100 % AKG Normal/Cukup = 80 – 99 % AKG Kurang = 70 – 80 % AKG Defisit = < 70 % AKG
Kebiasaan Minum Beralkohol Data minum minuman beralkohol diklasifikasikan 2 katagori yaitu minum beralkohol dan tidak minum beralkohol.
Aktivitas Fisik Data aktivitas fisik diolah berdasarkan catatan harian mengenai kegiatan sehari dalam jam. Hasil pantauan masing-masing kegiatan kemudian ditotal hingga 24 jam.MenghitungBMR merupakan curahan energi dalam sehari (Tabel 7). Semua nilai curahan energi dinyatakan dalam kelipatan metabolic terhadap BMR yang disebut kelipatan metabolic (KM). Klasifikasi aktivitas fisik dibagi 3 yaitu IMT = aktivitas fisik berat (KM > 2,09), sedang Hubungan Status Gizi, Status Kesehatan Dan Aktivitas …....………………. (Ismanto, dkk) Status Gizi Status gizi dinilai berdasarkan antropometri yaitu Indeks Massa Tubuh (IMT) terdiri dari berat badan (BB) dengan tinggi badan (TB). Berat badan dinyatakan dalam satuan kg dan tinggi badan dinyatakan dalam meter, dengan rumus sebagai berikut:
30
Ekologia, Vol. 13 No.1 , April 2012 : 26-37
(KM 2,09 – 1,76), ringan (KM < 1,76) (Khumaidi, 1993).
Analisis Data Data yang terkumpul dianalisis secara diskriptif berupa rata-rata dan persentase untuk menjelaskan satu sifat masing-masing variabel yang meliputi semua data dari variabel yang diteliti.Uji regresi linier berganda digunakan untuk melihat hubungan variabel-variabel bebas yaitu status gizi, status kesehatan dan aktivitas fisik terhadap variabel terikat yaitu kebugaran jasmani.
Intensitas Latihan Diolah berdasarkan hasil denyut nadi (Sumosardjuno, 1988) dengan rumus: Denyut nadi maksimal = 220 – umur
Intensitas latihan yang baik bila berkisar antara 72% - 87% dari denyut nadi maksimal dan intensitas latihan yang tidak baik bila <72% atau >87% dari denyut nadi maksimal (DNM). Misalnya Seorang berusia 40 tahun denyut nadi maksimal 220 denyut/menit maka didapatkan hasil 180 denyut/menit.Intensitas latihan fisik yang baik bila denyut nadinya antara 130 – 157 denyut/menit.
Y = β0 + β1X1 + β2X2 + β3X3
Di mana : Variabel terikat : Y = Kebugaran Jasmani Variabel bebas : X1 = Status gizi X2 = Status Kesehatan X3 = Aktivitas fisik β0 = Parameter konstanta β1, β2,danβ3 = Parameter koefisien regresi
Volume Latihan Diolah berdasarkan total waktu berlangsungnya latihan yaitu jumlah latihan dalam seminggu yang diukur dengan menit. Diklasifikasikan menjadi 2 yaitu baik (≥ 360 menit) dan kurang baik (<360 menit) (Sumosardjuno, 1988). Kebugaran Jasmani Data kebugaran jasmani diperoleh dengan Metoda Bleep Test yang dilakukan atlet dengan tes lari multi tahap. Penghitungan nilai VO2 max dilakukan dengan cara mencatat hasilkemampuan atlet dalam mengikuti pencapaian Bleep tes ( Suntoda, 2009; Nurhasan dan Cholil, 2007):
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pangan Konsumsi zat gizi yang optimal merupakan keadaan saat penyediaan zat-zat gizi yang dibutuhkan mencukupi untuk pemeliharaan jaringan, perbaikan dan pertumbuhan tanpa menimbulkan kelebihan konsumsi energi. Konsumsi energi dan zat gizi yang kurang atau melebihi kebutuhan umumnya akan memberikan efek yang kurang baik terhadap fungsi biologis tubuh. Rata-rata konsumsi, kecukupan dan tingkat kecukupan zat gizi atlet bulutangkis JayaRaya dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 7. Kriteria Penilaian VO2max untuk Atlet Menurut Astrand Kriteria Nilai VO2 Max Kebugaran Laki-laki Perempuan Jasmani Baik Sekali 57-62 49-53 Baik 52-56 44-48 Cukup 44-51 35-43 Kurang 39-43 29-34 Kurang < 38 < 28 Sekali Sumber : Suntoda, 2009
Status Gizi Indeks Massa Tubuh, Penilaian status gizi orang dewasa dapat ditentukan dengan menggunakan Indeks Massa Tubuh (IMT), yakni dapat menaksir cadangan energi dalam tubuh dengan asumsi bahwa
Hubungan Status Gizi, Status Kesehatan Dan Aktivitas …....………………. (Ismanto, dkk) 31
Ekologia, Vol. 13 No.1 , April 2012 : 26-37
semakin kurus seseorang, semakin sedikit adanya cadangan energi dalam tubuh. Status gizi sangat mempengaruhi prestasi olahraga. Menurut Moeloek (1995), untuk mencapai prestasi olahraga yang baik, banyak faktor yang berperan antara lain ukuran dan tipe tubuh, kapasitas
fungsional, status gizi, status psikologi, latihan serta taktik dan strategi. Status gizi atlet yang baik sangat diperlukan untuk memperoleh kondisi fisik yang prima. Data Indeks Massa Tubuh tersaji pada Tabel 9.
Tabel 8. Rata-rata Konsumsi, Kecukupan dan Tingkat Kecukupan Zat Gizi Atlet Bulutangkis Jaya Raya Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Jenis Zat Gizi RataRata-rata SD SD rata Energi Konsumsi (kal) 2931 197,7 2650 168,3 Kecukupan (kal) 3151 262 2533 159 Tingkat kecukupan (%) 93,01 104,62 Protein Konsumsi (g) 67 4,3 64 4,6 Kecukupan (g) 78 10 58 7,4 Tingkat kecukupan (%) 85,9 110,3 Lemak Konsumsi (g) 105 5,5 93 6,1 Kecukupan (g) 98 12,8 86 11,2 Tingkat kecukupan (%) 122,1 105,6 Karbohidrat Konsumsi (g) 417 34,4 389 30,8 Kecukupan (g) 591 77 517 67 Tingkat kecukupan (%) 70,5 75,2 Zat Besi Konsumsi (mg) 17 1,3 15 1,0 Kecukupan (mg) 15 0 26 0 Tingkat kecukupan (%) 113,3 57,7 Dengan kategori tingkat kecukupan (Sukmaniah, 2009) Baik = ≥ 100 % AKG Normal/Cukup= 80 – 99 % AKG Kurang = 70 – 80 % AKG Defisit = < 70 % AKG Tabel 9. menunjukan bahwa kurus dan seorang atlet laki-laki gemuk. sebagian besar atlet bulutangkis Jaya Raya Secara keseluruhan atlet laki-laki memilki (88%) memiliki IMT normal yaitu 18,5 rata-rata IMT yaitu 21,9 ± 2,38 sedangkan 25,0 dan didominasi oleh atlet perempuan atlet perempuan rata-rata IMT 21,2 ± (100%), sedangkan sebagian besar atlet 2,113. Hal ini menunjukan baik atlet lakilaki-laki memiliki IMT normal (80%). laki maupun atlet perempuan memiliki Hanya ditemukan seorang atlet laki-laki status gizi normal. Hasil uji t test Hubungan Status Gizi, Status Kesehatan Dan Aktivitas …....………………. (Ismanto, dkk) 32
Ekologia, Vol. 13 No.1 , April 2012 : 26-37
menunjukan tidakada perbedaan yang nyata antara jenis kelamin dengan status
gizi (IMT) atlet (p > 0,05).
Tabel 9. Indeks Massa Tubuh Atlet Bulutangkis Jaya Raya Jakarta
IMT Gemuk Tk Ringan (IMT 25,0- 27,0) Normal (IMT 18,5 – 25,0) Kurus Tk Ringan (IMT 17,0 -18,5) Total Rata-rata
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan N % N % 1 10 0 0
N 1
% 5,6
8 1
15 2
83,3 11,1
80 10
7 1
10 100 21,9 ± 2,38
Total
87,5 12,5
8 100 21,2 ± 2,11
18 100 21,57± 2,27
Keterangan: IMT = Indeks Massa Tubuh Tabel 10. Status Kesehatan Atlet Bulutangkis Jaya Raya Jakarta Status Kesehatan Sehat Sakit Total
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan N % N % 9 90 7 87,5 1 10 1 12,5 10 100 8 100
Total N 16 2 18
% 88,9 11,1 100
Tabel 11. Rata-Rata Alokasi Waktu Aktivitas Fisik Atlet Bulutangkis Jaya Raya Jakarta Rata-rata Jenis Aktivitas Waktu % (Jam) Latihan (pagi dan sore) 4,2 17,5 Istirahat/tidur 8,8 36,7 Jalan-jalan/rekreasi 2,4 10 Makan, santai di asrama/rumah 8,6 35,8 Total 24,0 100 Tabel 12. Aktivitas Fisik Atlet Bulutangkis Jaya Raya
Aktivitas Fisik Berat (KM >2,09) Sedang (KM 2,09 – 1,76) Total
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan N % N % 10 100 7 87,5
N 17
% 94
0
0
1
12,5
1
6
10
100
8
100
18
100
Total
Hubungan Status Gizi, Status Kesehatan Dan Aktivitas …....………………. (Ismanto, dkk) 33
Ekologia, Vol. 13 No.1 , April 2012 : 26-37
Tabel 13. ProsentaseIntensitas latihan Atlet Bulutangkis Jaya Raya Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan N N % % 7 70 6 75
Tingkat Intensitas Latihan
Baik (72%-87%DNM) Kurang baik (< 3 30 72%atau>87% DNM) Total 10 100 Rata-rata 173,2 ± 14,46 DNM = Denyut Nadi Maksimal
2
25
8 100 156,9 ± 15,91
Total N 13
% 72,2
5
27,8
18
100
Tabel 14. Prosentase Volume Latihan Atlet Bulutangkis Jaya Raya
Volume latihan Baik ( ≥360 menit) Kurang baik . (≤ 360 menit) Total Rata-rata
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan N % N % 10 100 8 100
N 18
% 100
0
0
0
18
100
0
0
10 100 477,2 ± 30,54
0
8 100 469,5 ± 39,08
Total
Tabel 15. Prosentase VO2Max Atlet Bulutangkis Jaya Raya Tingkat Kebugaran jasmani Baik Sekali Baik Cukup Total Rata-rata
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan N % N % 0 0 1 12,5 5 50 2 25 5 50 5 62,5 10 100 8 100 49,8 ± 4,6 41,4 ± 5,6
Total N 1 7 10 18
% 5,6 38,9 55,5 100
hasil pemeriksaan dokter 88,9% atlet bulutangkis dalam keadaan sehat.
Status Kesehatan Pemeriksaan kesehatan dilakukan oleh tenaga medis (dokter) di Hall Bulutangkis Rudi Hartono Ragunan Pasar Minggu Jakarta (sebagai tempat berlangsungnya tes kebugaran jasmani).Pemeriksaan kesehatan dilakukan menjelang diadakan tes kebugaran Jasmani. Tabel 10. menyajikan gambaran lengkap status kesehatan atlet. Menurut
Aktivitas Fisik Aktivitas fisik adalah setiap pergerakan tubuh akibat aktivitas otot-otot yang mengakibatkan pengeluaran energi.Aktivitas fisik terdiri dari aktivitas selama bekerja, istirahat, dan pada waktu senggang.Latihan fisik merupakan bagian dari aktivitas fisik yang terencana, terstruktur, dilakukan berulang-ulang, bertujuan untuk meningkatkan atau Hubungan Status Gizi, Status Kesehatan Dan Aktivitas …....………………. (Ismanto, dkk) 34
Ekologia, Vol. 13 No.1 , April 2012 : 26-37
mempertahankan kebugaran jasmani. Latihan fisik yang berulang dan terusmenerus akan menimbulkan reaksi penyesuaian diri atau adaptasi dari organorgan tubuh.
latihan teknik maupun fisik.Jika mengacu pada tahap latihan, maka jumlah sesi latihan dan jumlah hari serta jam latihan harus dispesifikasikan.Penghitungan tentang volume latihan dilakukan selama seminggu. Tabel 14.menyajikan gambaran lengkap volume latihan atlet. Rata-rata volume latihan atlet bulutangkis Jaya Raya adalah atlet laki-laki 477,2 ± 30,54 dan atlet perempuan 469,5 ± 39,08. Dengan variasi volume latihan terletak 425 - 560 menit. Bila volume latihan dikelompokan menjadi 2 yaitu baik( ≥360 menit) dan kurang baik (≤ 360 menit) maka semua atlet mempunyai volume latihan baik.
Rata-rata aktivitas fisik atlet bulutangkis Jaya Raya Jakarta adalah KM 2,36 ± 0,2 variasi aktivitas fisik terletak pada kisaran KM 2,08 – 2,65. Distribusi penglelompokan seperti pada Tabel 12. Aktivitas fisik berat dengan KM>2,09, pada atlet laki-laki 100 % dan atlet perempuan 87,5%. Sedangkan aktivitas fisik sedang dengan KM 2,09 – 1,76hanya pada atlet perempuan 12,5%. Secara keseluruhan atlet bulutangkis Jaya Raya memiliki tingkat aktivitas fisik berat yaitu 94%.
Kebugaran Jasmani Kebugaran tubuh adalah kemampuan tubuh untuk melakukan kegiatan sehari-hari dengan mudah, tanpa merasa kelelahan dan masih mempunyai cadangan energi untuk melakukan aktivitas lain. Kebugaran jasmnai dibagi menjadi dua komponen, yaitu kebugaran jasmnai yang bergubungan dengan kesehatan (health related fitness) dan kebugaran jasmani yang berhubungan dengan ketrampilan (skill related fitness) (Nurcahyo, 2008). Tingkat kebugaran atlet bulutangkis dapat diukur dengan VO2 max dan denyut jantung. Pengukuran VO2 max yang digunakan untuk menguji tingkat kebugaran jasmani atlet bulutangkis Jaya Raya Jakarta adalah Metode Bleep Test (Lari Multi Tahap). Pengukuran dilakukan pada siang hari dari pukul 13.00 – 16.00.
Intensitas Latihan Intensitas latihan fisik diukur dengan denyut nadi maksimal dengan rumus berikut: Denyut nadi maksimal = 220 – umur atlet yang bersangkutan. Intensitas latihan fisik baik bila denyut nadi berkisar antara 72% - 87% dari denyut nadi maksimal.Sedangkan < 72% dan >87% kurang baik. Tabel 13. menunjukan rata-rata nilai intensitas latihan atlet bulutangkis laki-laki 173,2 ± 14,46 denyut/menit dan perempuan 156,9 ± 15,91 denyut/menit. Intensitas latihan fisik baik berada pada kisaran 144,72 – 176,61 denyut/menit. Dengan demikian sebagian besar atlet bulutangkis Jaya Raya intensitas latihannya baik (berada dalam training zone). Hal ini berarti latihan-latihan yang dijalankan oleh atlet tersebut cukup aman dan efektif bagi peningkatan kebugaran jasmani untuk umur 17,2 tahun. Tabel di atas menunjukan bahwa 13 atlet (72,2%) mempunyai intensitas latihan yang baik.
Tabel 15. Menyajikan gambaran lengkap proporsi tingkat kebugaran jasmani atlet bulutangkis Jaya Raya Jakarta.yang menunjukan bahwa sebagian besar atlet bulutangkis mempunyai nilai VO2 max cukup (55,5%), sedangkan nilai VO2 max baik sekali (5,6%) dan baik (38,9%). Kriteria atlet baik sekali dimiliki
Volume Latihan Volume latihan merupakan bagian yang terpenting dalam latihan baik untuk
Hubungan Status Gizi, Status Kesehatan Dan Aktivitas …....………………. (Ismanto, dkk) 35
Ekologia, Vol. 13 No.1 , April 2012 : 26-37
Nilai R2 dari persamaan tersebut adalah 0,924 (p<0,05). Hal ini menunjukan bahwa variasi skor kebugaran jasmani 92,4% ditentukan oleh status gizi dan aktivitas fisik.
atlet perempuan (12,5%) dan baik banyak dimiliki laki-laki yaitu 50% dibanding atlet perempuan 25%, sementara itu atlet dengan kriteria cukup perempuan lebih banyak yaitu 62,5% dibanding laki-laki hanya 50%. Secara keseluruhan rata-rata nilai VO2 max atlet laki-laki (49,8 ± 4,6) ml/menit/kg BB lebih tinggi dibanding dengan atlet perempuan (41,4 ± 5,6) ml/menit/kg BB. Hasil uji t test menunjukkan adanya perbedaan yang nyata antara jenis kelamin dengan VO2max atlet (p <0,05). Hal ini sesuai dengan beberapa teori yang menyebutkan bahwa jenis kelamin mempengaruhi nilaiVO2 max. Besarnya VO2 max atlet ini masih sangat kurang, di mana idealnya untuk atlet bulutangkis tingkat nasional mensyaratkan VO2 max atlet laki-laki minimal 55 ml/menit/kg BB dan atlet perempuan VO2 max 50 ml/menit/kg BB.
KESIMPULAN Asupan energi dan zat gizi pada atlet bulutangkis Jaya Raya Jakarta, tingkat kecukupan yang masih kurang bagi atlet laki-laki adalah karbohidrat, sedangkan pada atlet perempuan masih kurangkarbohidrat dan zat besi. Rata-rata status gizi (IMT) atlet bulutangkis Jaya Raya adalah Normal. Sebanyak 94% atlet menunjukan aktivitas berat. Skor rata-rata tingkat kebugaran jasmani (VO2 max) atlet laki-laki dan perempuan masih katagoricukup.
Analisis Multivariat Hubungan antara status gizi, status kesehatan, aktivitas fisik, dengan kebugaran jasmani atlet bulutangkis diuji dengan uji regresi linier berganda. Dalam uji regresi linier akan diperoleh nilai β0 = konstanta, β1= slope dan R2. Konstanta adalah titik potong garis regresi dengan sumbu Y. Adapun slope menunjukan besarnya perubahan nilai Y jika X bertambah satu satuan.Sedangkan R2 menunjukan besarnya variasi dalam nilai Y yang ditentukan oleh nilai X yang ada di dalam persamaan. Dari hasil uji regresi linier berganda diperoleh bahwa variabel yang berhubungan nyata dengan kebugaran jasmani adalah status gizi (p< 0,01) dan aktivitas fisik (p<0,01) dengan persamaan regresinya adalah :
Setelah dilakukan uji regresi linier berganda diperoleh hasil bahwa variabel yang berhubungan nyata dengan tingkat kebugaran jasmani adalah status gizi dan aktivitas fisik,di mana variasi skor kebugaran jasmani 92,4% ditentukan oleh status gizi dan aktivitas fisik. SARAN Perlu diperhatikan asupan energi dan zat gizi makanan atlet bulutangkis terutama karbohidrat dan zat besi. Dalam penerimaan atlet baru bulutangkis Jaya Raya perlu diperhatikan status gizi (IMT) sebagai salah satu syarat. DAFTAR PUSTAKA Almatsier, S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Jakarta.
SKJ = 8 – 4,98 SG + 62,9 AF
Depkes. 2002.Laporan Survei IMT di 12 Kota Besar. Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Dirjen Benkesmas Depkes, Jakarta.
SKJ = Skor Kebugaran Jasmani SG = Status Gizi AF = Aktivitas Fisik
Hubungan Status Gizi, Status Kesehatan Dan Aktivitas …....………………. (Ismanto, dkk) 36
Ekologia, Vol. 13 No.1 , April 2012 : 26-37
Hardinsyah dan D. Briawan, 1990.Penilaian dan Perencanaan Konsumsi Pangan. Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumber Daya Keluarga.IPB. Bogor.
Pusat Kebugaran Jasmani dan Rekreasi, Jakarta. Soetopo, A. dan Manuaba.1986. Data dan Fisik Olahragawan Sepakbola Nasional, Kumpulan Bahan Makalah Diskusi Ilmiah Berkala VII s.d. XII, KONI Pusat, Jakarta.
Irfanudin dan Prastowo.2001. Analisis Kecukupan Gizi Atlet Renang dan Angkat Besi Sekolah Olahragawan Ragunan. FK UI, Jakarta.
Suntoda, A. 2009.Tes, Pengukuran dan Evaluasi Dalam Cabang Olahraga. Fakultas Pendidikan Olahraga. UPI. Bandung.
Komite Olahraga Nasional Indonesia.2000. Buku Petunjuk dan Data Olahraga Nasional. KONI, Jakarta. Moeloek,
WHO. 1995. Physical Status; The Use and Inerpretation of Athropometry. WHO Technical Report Series 854, Geneva. Williams, MH. 1995. Nutrition for Fitness and Sport. Fourth edition Brown & Benchmark Publishers.Lowa.
D. 1984. Dasar Fisiologi kebugaran Jasmani dan Latihan Fisik.Kesehatan dan Olahraga, Balai Penerbitan FK UI, Jakarta.
Nurcahyo.2008. Ilmu Kesehatan Jilid 2. Depdiknas. Jakarta
Xiaocai, S. 1996. Nutrition for Peak Performance, Gatorade Exercise Physilogi Laboratory, Barington IL USA.
Nurhasan dan H. Cholil, 2007.Modul Tes dan Pengukuran Keolahragaan. Fakultas Pendidikan Keolahragaan dan Kesehatan, UPI. Bandung. Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Pn. Rineka Cipta.Jakarta. Pahala, L. 1996. Membaca Grafik Pasang Surut Tajam Prestasi Team Nasional Indonesia. PSSI, Jakarta. PBSI.2003. Prestasi Atlet Bulutangkis Indonesia.Alex Media Komputindo. Jakarta. Rachmat, a. & P.F. Matulessy. 1981. Kebijakan Umum Pengelolaan Gizi Olahraga. Seminar Sport medicine FK Universitas Udayana tanggal 21 – 22 Desember 1981.Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Hubungan Status Gizi, Status Kesehatan Dan Aktivitas …....………………. (Ismanto, dkk) 37
Ekologia, Vol. 13 No.1 , April 2012 : 38-43
PENDUGAAN MODEL RANCANGAN CAMPURAN-CAMPURAN DENGAN PETAK TERBAGI Ani Andriyati Program Studi Matematika FMIPA Universitas Pakuan ABSTRACT Mixture-mixture design with a split plot was proposed for simultaneously two mixture systems. The complete model was formed by multiplying cubic models for two systems. The design was applied to the simultaneous optimizations of both mobile phase chromatographic mixtures and extraction mixture for the Phyllanthus niruri L. In this experiment used split plot approach. Saturated model coefficients were hypothesized with confident interval 99%. Reduction model consisted of real coefficients in complete coefficient models. Estimation method of reduction model coefficients consisted of Ordinary Least Square (OLS) and Generalized Least Square (GLS). Models were formed to count sum peaks chromatographic at 225, 254, and 260 nm. RMSEP values in OLS method at wavelength 225, 254, and 260 nm were produced 4.122, 3.049, and 2.56, otherwise RMSEP values in GLS method were 3.99, 2.79, and 3.18. There are component indicators in wavelength greater and more complex. Key words : Mixture-mixture design, OLS, GLS, split plot
pelarut ekstraksi dan faktor fase gerak kromatografi merupakan suatu campuran senyawa kimia pada beberapa proporsi komposisi senyawa. Rancangan campuran-campuran merupakan suatu rancangan dapat digunakan untuk kombinasi dari dua campuran seperti pada percobaan sidik jari kromatografi. Prinsip pengacakan pada rancangan petak terbagi digunakan untuk mengatasi kendala teknis seperti jumlah unit percobaan yang terlalu besar. Pengacakan dilakukan terhadap petak utama terlebih dulu kemudian diikuti pengacakan terhadap anak petak. Optimisasi faktor pelarut ekstraksi dan faktor fase gerak kromatografi dapat dipandang dari dua segi yaitu pemilihan panjang gelombang dan pemilihan metode pendugaan parameter yang tepat. Pemilihan panjang gelombang didasarkan nilai RMSEP terkecil pada model pendugaan campuran-campuran setiap panjang gelombang. Pada penelitian ini difokuskan pada pemilihan metode
PENDAHULUAN Obat herbal merupakan salah satu jenis obat yang sering dikonsumsi masyarakat terutama di Indonesia. Data BPS menunjukkan bahwa pada tahun 2008 persentase penduduk Indonesia yang menggunakan obat tradisional mencapai 22,26 %. Tingginya minat masyarakat terhadap penggunaan obat herbal menjadi perhatian bagi pelaku industri obat herbal. Pemilihan tanaman obat yang berkualitas akan berdampak pada kualitas obat herbal yang dihasilkan. Penggunaan sidik jari kromatografi merupakan salah satu pendekatan efektif untuk mengontrol kualitas obat herbal. Sidik jari yang informatif dapat diperoleh melalui optimisasi faktor yang mempengaruhi waktu retensi, resolusi, jumlah puncak serta luas puncak kromatografi. Beberapa faktor tersebut diantaranya meliputi pelarut ekstraksi, fase gerak kromatografi cairan kinerja tingkat tinggi (KCKT), serta deteksi panjang gelombang (Wahyuni, 2010). Faktor
Pendugaan Model Rancangan Campuran-Campuran Dengan ….…….…… (Ani Andriyati) 38
Ekologia, Vol. 13 No.1 , April 2012 : 38-43
pendugaan parameter untuk panjang gelombang tertentu. Pendugaan parameter rancangan campuran-campuran dapat dilakukan dengan beberapa cara. Naes et al (2006) mengemukakan bahwa nilai parameter dapat diperoleh dengan metode Ordinary Least Square (OLS) dan metode Generalized Least Square (GLS). Penelitian ini bertujuan untuk menentukan pendugaan parameter yang tepat pada setiap panjang gelombang.
respon pada penelitian ini terdiri dari data 70 puncak kromatografi (Y) pada panjang gelombang 210, 225, 254, 260, dan 270 nm yang dihasilkan dari struktur rancangan campuran-campuran dengan pendekatan petak terbagi. Rancangan terdiri atas dua faktor yaitu faktor pelarut ekstraksi sebagai petak utama dan faktor fase gerak sebagai anak petak. Faktor pelarut ekstraksi terdiri dari tiga komponen yaitu methanol, etil asetat, diklorometana (Z1, Z2, Z3) pada 10 macam proporsi seperti pada Gambar 1. Faktor fase gerak terdiri dari komponen methanol, asetonitril dan asetonitril:air (55:45) (X1, X2, X3) pada 7 macam proporsi seperti pada Gambar 2.
METODOLOGI PENELITIAN Data yang digunakan berupa jumlah puncak kromatografi ekstrak tanaman meniran pada panjang gelombang 210, 225, 254, 260, dan 270 nm yang berasal dari penelitian Wahyuni (2010). Data Metanol Z1=(1,0,0)
Z(123)1=(2/3,1/6, 1/6) Z13=(1/2,0,1/2)
Z12=(1/2,1/2, 0) Z123=(1/3,1/3,1/3 )
Z(123)2=(1/6,2/3,1/6) Z2=(0,1,0)
Z(123)3= (1/6 ,1/6, 2/3)
Z23=(0,1/2,1/2)
Z3=(0,0,1)
Diklorometana
Etil Asetat
Gambar 1 Komposisi petak utama (Pelarut Ekstraksi). Metanol X1=(1,0,0)
X13=(1/2,0,1/2)
X12=(1/2,1/2,0)
X123=(1/3,1/3,1/3)
X2=(0,1,0)
X3=(0,0,1) X23=(0,1/2,1/2)
Asetonitril
Asetonitril: air (55:45)
Gambar 2 Komposisi anak petak (Fase Gerak Kromatografi). Pendugaan Model Rancangan Campuran-Campuran Dengan ….…….…… (Ani Andriyati) 39
Ekologia, Vol. 13 No.1 , April 2012 : 38-43
Data disusun dalam bentuk simplexcentroid sebagai petak utama yang mengandung sepuluh segitiga kecil sebagai anak petak (Gambar 3). Data dibagi menjadi dua kelompok pada setiap panjang gelombang. Data pada sisi dan pusat simplex digunakan untuk membangun model disebut data kalibrasi. Data pada segitiga titik aksial digunakan untuk validasi model Data kalibrasi terdiri dari 49 puncak kromatografi (Y) yang dihasilkan dari 7 komposisi proporsi campuran ekstraksi (Z1, Z2, Z3, Z12, Z13, Z23, Z(123)) dan 7 komposisi proporsi campuran fase gerak (X1, X2, X3, X12, X13, X23, X123). Sedangkan data validasi terdiri dari 29 puncak kromatografi (Y) yang dihasilkan dari 3 komposisi proporsi campuran ekstraksi (Z(123)1, Z(123)2, Z(123)3) dan 7 komposisi proporsi campuran fase gerak (X1, X2, X3, X12, X13, X23, X123). Jumlah puncak kromatografi dihitung menggunakan kromatogram. Hasil kromatogram sidik jari KCKT ekstrak etil asetat meniran pada panjang puncak yang dihitung ialah puncak yang memiliki rasio sinyal terhadap derau ≥ 3 dan nilai resolusi ≥ 1 (Wahyuni, 2010)
a. b.
c.
d. e.
f. g.
h.
Menyiapkan matriks data Z, X, dan Y. Membagi matriks data menjadi dua bagian, matriks data kalibrasi dan matriks data validasi. Menghitung koefisien model lengkap pada 49 titik puncak kromatografi dari matriks data kalibrasi dengan persamaan polinomial Shceffe. Menghitung nilai t-hitung untuk setiap koefisien. Menduga ragam petak utama (fase ekstraksi) dan ragam anak petak (fase gerak). Menghitung rasio ragam galat petak utama dengan ragam anak petak. Mereduksi koefisien model lengkap dengan batasan nilai t-tabel pada disebut dengan koefisien model tereduksi dengan metode OLS. Menduga koefisien model tereduksi dengan metode GLS - Membangun matriks V= , dengan J adalah matriks berukuran n×p dengan 1 pada diagonal matrik petak utama dan nol lainnya, sedangkan I adalah matriks identitas berukuran n×p. ( n=jumlah data pengamatan; p=jumlah parameter)
Analisis Data
Gambar 3 Rancangan Campuran-Campuran Petak Terbagi
Pendugaan Model Rancangan Campuran-Campuran Dengan ….…….…… (Ani Andriyati) 40
Ekologia, Vol. 13 No.1 , April 2012 : 38-43
-
-
Membangun matriks baru berukuran n×p dengan n adalah jumlah data pengamatan, p merupakan parameter pada . Membangun matriks
-
Menduga
-
Menduga komponen ragam Menghitung nilai uji t setiap koefisien GLS Pemilihan koefisien yang layak dengan uji t pada . i. Mengevaluasi model menggunakan RMSEC dan RMSEP dengan rumus (Naes et al, 2002):
-
parameter
NP
RMSEP
( yˆ i 1
v
Panjang Gelombang (nm) 210 225 254 260 270
yi ) 2
dan
Np Nc
RMSEC
49 kombinasi. Jumlah kombinasi yang nyata pada panjang gelombang 221, 225, 254, 260, dan 270 masing-masing 29, 26, 18, 24, dan 19 parameter kombinasi. Nilai ragam galat petak utama dan galat anak petak galat dari model petak terbagi dengan parameter koefisien yang nyata pada setiap panjang gelombang diduga dengan metode REML. Nilai dugaan ragam petak utama dan anak petak serta rasio ragam galat pada masing-masing panjang gelombang ditampilkan pada Tabel 1. Tabel 1. Nilai Ragam dan Rasio Ragam Galat
( yˆ i 1
c
yi ) 2
Nc
0 0.054 0.083 0.504 0
3.963 2.493 2.266 2.040 3.234
0 0.022 0.037 0.247 0
Panjang gelombang dengan rasio ragam galat lebih dari nol yang selanjutnya dibuat model pendugaannya dengan metode OLS dan GLS. Dari Tabel 1 diperoleh bahwa model pendugaan yang akan dicari yaitu panjang gelombang 225, 254, 260 nm
Keterangan: yˆ v : jumlah puncak kromatografi dugaan validasi yˆ c : jumlah puncak kromatografi dugaan kalibrasi y i : jumlah puncak kromatografi aktual
Model Pendugaan OLS untuk Panjang Gelombang 225, 254 dan 260 nm Nilai koefisien kombinasi campuran yang nyata pada model lengkap dihitung dengan dua metode yaitu OLS dan GLS. Nilai koefisien yang dihasilkan menggunakan metode OLS adalah sama dengan nilai koefisien model lengkap (49 kombinasi) tetapi tidak mengikutsertakan koefisien dengan kombinasi lainnya yang tidak nyata terhadap uji t pada selang kepercayaan 99%. Dengan tidak mengikursertakan kombinasi yang tidak nyata tidak mengurangi informasi statistik, hal ini ditunjukkan dengan nilai RMSEP
: ukuran contoh validasi : ukuran contoh kalibrasi HASIL DAN PEMBAHASAN Pemilihan Panjang Gelombang Model parameter kombinasi lengkap (49 kombinasi) pada 5 panjang gelombang yaitu 210, 225, 254, 260, dan 270 nm ditentukan dengan menghitung koefisien dari persamaan rancangan campuran-campuran petak terbagi. Kombinasi interaksi respon yang digunakan dalam model adalah kombinasi yang nyata dengan jumlah derajat bebas sama dengan jumlah parameter yaitu
Pendugaan Model Rancangan Campuran-Campuran Dengan ….…….…… (Ani Andriyati) 41
Ekologia, Vol. 13 No.1 , April 2012 : 38-43
mendekati model penuh (49 kombinasi) seperti pada Tabel 2.
panjang gelombang 225 dan 254 lebih kecil bila menggunakan metode OLS dari pada metode GLS. Nilai RMSEP setiap metode untuk setiap panjang gelombang ditampilkan pada Tabel 3. Sebaliknya, nilai RMSEP metode GLS pada panjang gelombang 260 lebih kecil dari metode OLS.
Tabel 2 Nilai RMSEP Metode OLS dan Model Kombinasi Lengkap Panjang Gel (nm) 225
RMSEP Lengkap OLS GLS 3.991 4.122 4.788
254
2.792
2.580
2.964
260
3.183
3.049
0.475
Panjang Gel.(nm)
Model Pendugaan GLS untuk Panjang Gelombang 225, 254 dan 260 nm Pengujian dengan selang kepercayaan 99% dilakukan pada koefisien yang dihasilkan dengan perhitungan GLS. Pada panjang gelombang 225 nm terdapat 14 kombinasi interaksi yang memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah puncak kromatografi, sedangkan pada panjang gelombang 254 dan 260 nm terdapat masing-masing 18 dan 19 kombinasi interaksi yang nyata. Dari ketiga panjang gelombang dua panjang gelombang yaitu 225 dan 254 nm menunjukkan metode OLS lebih baik karena galat yang dihasilkan metode OLS lebih kecil dibandingkan dengan galat dari metode GLS. Dua panjang gelombang ini memiliki rasio ragam galat yang sangat kecil, sedangkan pada panjang gelombang 260 nm memiliki nilai rasio ragam galat lebih besar yaitu 0.247 (Tabel 1). Hal ini diperkuat dengan nilai RMSEP untuk
225
Jml kombinas i 26
RMSEP OLS Lengka p 4.122 3.991
254
18
2.580
2.792
260
24
3.049
3.183
Tabel 3 Nilai RMSEP Metode Lengkap, OLS, dan GLS Model Prediksi Jumlah Puncak Kromatografi Berdasarkan nilai galat (RMSEP pada Tabel 3) pada panjang gelombang 225 dan 254 model prediksi yang dipilih adalah model dari metode OLS, sedangkan pada panjang gelombang 260 nm model yang digunakan untuk memprediksi jumlah puncak adalah model dengan 19 kombinasi GLS. Hal ini digunakan dengan pertimbangan nilai RMSEP paling kecil yang menjadi model optimum. Dengan demikian model optimum rancangan campuran-campuran untuk panjang gelombang 225, 254 dan 260 nm seperti pada Tabel 4
Tabel 4 Model optimum pada panjang gelombang 225, 254 dan 260 nm Panjang Gelombang (nm) 225
Model kombinasi optimum Y= 4.374x1z1 + 1.531z1x3 + 19.306x1z1x3 + 9.077x1z2 + 10.471z2x2+ 11.511x3z2+ 24.477x1z2x2 + 18.841 x1x3z2+ 96.068x1x3z2x2 + 10.011x1z3 +1 0.01x2z + 38.249x3z3 +45.076x1x2z3 12.143x1x3z3 -12.863x3x2z3 -222.709x1x3x2z3 - 99.237x1z1x3z2 +14.66x1z1z3 +75.239x1z1x2z3 –92.169x1z1x3z3 +36.713x1z2z3 + 19.081z2x2z3 - 76.027 x1z2x2z3 –137.42x1x3z2z3-69.586 x3z2x2z3 -79.221x1z1z2z3
Pendugaan Model Rancangan Campuran-Campuran Dengan ….…….…… (Ani Andriyati) 42
Ekologia, Vol. 13 No.1 , April 2012 : 38-43
Panjang Gelombang (nm) 254
260
Model kombinasi optimum Y= 7x1z1+6x2z1 + 4x3z1+ 7x1z2 +6x2z2 + 20x3z2 + 30x1x2z2 22x1x3z2 – 135x1x2x3z2 +14x1z3 + 5x2z3 +6x3z3 + 26x1x2z3 -24x1x3z3 36x3z1z2+ 22x2z2z3-36x3z2z3- 80x1x2z2z Y= 8.336 x1z1 + 4.603 x2z1 + 11.684 x1z2 + 5.363 x2z2 + 17.444 x3z2 + 16.885 x1x2z2 - 25.225 x1x3z2- 122.545 x1x2x3z2 +14.348 x1z3+ 4.787 x2z3+6.893 x3z3+ 30.885 x1x2z3- 32.025 x1x3z3- 19.754x3z1z2+ 22.032 x2z2z3- 27.508 x3z2z3-40.487 x1x2z2z3-85.74x2x3z2z3- 95.842 x1z1z2z3
Classification. Chichester, UK: NIR Publications.
KESIMPULAN Berdasarkan hasil pembahasan dapat disimpulkan bahwa pada panjang gelombang 225 dan 254 model komposisi optimum diperoleh dengan menggunakan metode OLS sedangkan pada panjang gelombang 260 nm model komposisi optimum diperoleh dengan menggunakan metode GLS.
Naes T, Isaksson T, Fearn T, Davies T . 2002. A User Guide To Multivariate Calibration and Classification. Chichester, UK: NIR Publications. Naes T, Aastveit AH, Analysis of split overview and methods. J Qual 23:801-820.
DAFTAR PUSTAKA Borges C, Burns ER, Almeida AA, Scarminio IS . 2007. Mixturemixture Design for the Fingerprint Optimization of Chromatograhic Mobile Phases and Extraction Solutions for Camellia sinensis. ScienceDirect 595:28-37.
Sahni NS. 2006. –plot design: an comparison of Reliab Engng Int
Wahyuni, WT. 2010. Optimisasi dan Validasi Sidik Jari Kromatografi Cairan Kinerja Tinggi Ekstrak (Phyllanthus niruri L). [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor
Montgomery, D.C. 2002. A User Guide To Multivariate Calibration and
Pendugaan Model Rancangan Campuran-Campuran Dengan ….…….…… (Ani Andriyati) 43
Ekologia, Vol. 13 No.1 , April 2012 : 38-43
PEDOMAN BAGI PENULIS JURNAL EKOLOGIA Ruang Lingkup Penyusunan pedoman ini dimaksudkan untuk membantu penulis menyiapkan naskah untuk diterbitkan pada Jurnal Ekologia. Diharapkan dengan disusunnya pedoman ini perubahan redaksional dapat dikurangi dan penyiapan naskah dapat berjalan lancar. Jurnal Ekologia memuat artikel primer yang bersumber langsung dari hasil penelitian bidang Ilmu Dasar dan Lingkungan. Bahasa dan Bentuk Naskah Naskah ditulis dengan bahasa ilmiah dalam bahasa Indonesia atau Inggris dengan abstrak berbahasa Indonesia atau bahasa Inggris. Naskah diketik satu spasi (1 lines) memakai tipe dan ukuran huruf baku (times new roman). Jumlah halaman maksimal 8 halaman ketik. Semua halaman diberi nomor secara berurutan. Judul dan Naskah Penulis Judul harus singkat (sebaiknya tidak lebih dari 15 kata), jelas dan secara konsisten menggambarkan isi naskah serta mengandung kata kunci yang mencerminkan isi naskah. Namanama penulis disertai dengan nama dan alamat instansi bekerja. Penempatan sub-sub judul disusun berurutan, sebagai berikut: Abstrak, Kata kunci, Pendahuluan, Bahan dan Metode, Hasil dan Pembahasan, Kesimpulan dan Saran (jika ada), Ucapan Terima Kasih (jika ada), Daftar Pustaka, dan Lampiran (jika ada). Abstrak dan Kata Kunci Abstrak memuat latar belakang secara ringkas, tujuan, metode, hasil serta kesimpulan suatu penelitian. Abstrak ditulis dalam satu paragraf berbahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Di dalam abstrak tidak diperkenankan mencantumkan istilah-istilah yang tidak diketahui secara luas, akronim, nama/merek dagang atau tanda lain tanpa suatu keterangan. Abstrak berbahasa Inggris merupakan terjemahan dari abstrak berbahasa Indonesia dan disertai terjemahan judul naskah. Di bawah abstrak dicantumkan Kata Kunci. Pendahuluan Isi pendahuluan mencakup latar belakang, temuan terdahulu yang akan dikembangkan atau disanggah, hipotesis, pendekatan umum, dan tujuan penelitian. Bahan dan Metode Berisi penjelasan ringkas tetapi rinci tentang waktu dan tempat penelitian, bahan-bahan dan metode yang digunakan, rancangan percobaan, dan analisis data. Hasil dan Pembahasan Hasil merupakan data atau fakta yang diperoleh dari penelitian. Data atau fakta penting yang tidak dapat dinarasikan dengan jelas dapat ditampilkan dalam bentuk tabel atau gambar atau ilustrasi lain. Bila hasil disajikan dalam bentuk tabel atau gambar, maka tidak perlu diuraikan secara panjang lebar. Pembahasan merupakan ulasan tentang hasil, menjelaskan makna hasil penelitian, kesesuaian dengan asil atau penelitian terdahulu, peran hasil terhadap pemecahan masalah yang disebutkan dalam pendahuluan, serta kemungkinan pengembangannya.
Pendugaan Model Rancangan Campuran-Campuran Dengan ….…….…… (Ani Andriyati) 44
Ekologia, Vol. 13 No.1 , April 2012 : 38-43
Kesimpulan dan Saran Ditulis dengan ringkas hasil-hasil dan saran penelitian yang kongkrit. Ucapan Terima Kasih Berisi ucapan penghargaan secara singkat kepada pihak-pihak yang telah berjasa. Daftar Pustaka Penulisan pustaka di dalam teks menggunakan nama-nama penulis, bukan nomor, dan harus tercantum di dalam Daftar Pustaka. Daftar Pustaka disusun menurut abjad dan tahun penerbitan terlebih dahulu. Kepustakaan ditulis sebagai berikut: nama penulis, tahun penerbitan, judul artikel, nama terbitan yang dapat disingkat dengan benar, volume dan nomor serta nomor halaman. Kepustakaan dari naskah yang tidak dipublikasikan dan informasi yang diperoleh melalui komunikasi pribadi tidak dicantumkan dalam Daftar Pustaka melainkan ditulis langsung pada teks, misalnya (S. Baarsyah, tidak dipublikasikan) dan F. Kasaryno, komunikasi pribadi). Simbol Matematis Simbol atau persamaan matematis harus dikemukakan secara hati-hati dan jelas. Jika simbol matematis yang dimaksud tidak terdapat pada mesin tik, maka dapat ditulis dengan pensil atau pena. Jika perlu, berilah keterangan dengan tulisan tangan untuk simbol yang bersangkutan. Angka desimal ditandai dengan koma (apabila dalam baasa Indonesia) atau titik (apabila dalam bahasa inggris). Besaran ditulis dengan baku internasional dan harus mengikuti Kaidah Ejaan Bahasa Indoensia yang disempurnakan (EYD), misalnya g, l, kg, t, dan bukan ditulis gram, liter kilogram, ton. Tabel Tabel diberi nomor urut sesuai dengan keterangan dalam teks. Setiap tabel diberi judul yang singkat dan jelas, sehingga setiap tabel dipandang berdiri sendiri. Antar kolom atau anak kolom perlu terpisah secara jelas. Jumlah digit sedapat mungkin sederhana. Singkatan kata perlu diberi catatan kaki atau keterangan. Keterangan tabel diletakkan dibawah tabel ditandai dengan angka kecil superior (superscrip). Huruf a, b, c digunakan untuk tanda-tanda statistik, sedangkan angka 1,2,3 digunakan untuk keterangan atau catatan kaki tabel. Ilustrasi Ilustrasi mencakup gambar, grafik, dan foto atau lukisan. Judul ilustrasi diletakan di bawah ilustrasi. Gambar dan grafik dibuat dengan garis cukup tebal dan kontras. Judul dan keterangan grafik dan gambar ditulis pada bagian terpisah. Simbol dan singkatan kata dijelaskan pada keterangan grafik dan gambar dan grafik.simbol-simbol yang dimuat tidak terlalu banyak. Setiap gambar dan grafik haurs diterangkan di dalam teks dan diberi nomor urut. Untuk keperluan reproduksi, ilustrasi harus kontras, tajam dengan ukuran cukup besar. Foto, hitam putih atau berwarna, hendaknya dipilih yang mempunyai warna kontras, tajam, jelas, diatas kertas mengkilat. Pengolahan Naskah Redaksi melakukan koreksi dan perbaikan tanpa mengubah nama naskah. Redaksi pelaksana akan mengembalikan naskah untuk diperbaiki sesuai dengan saran redaksi, atau naskah yang tidak dapat diterbitkan, kepada penulis. Naskah rangkap dua dan disket hendaknya dikirim ke alamat redaksi disertai dengan surat pengantar.
Pendugaan Model Rancangan Campuran-Campuran Dengan ….…….…… (Ani Andriyati) 45
Ekologia, Vol. 13 No.1 , April 2012 : 38-43
Biaya Penerbitan Naskah penulis dari luar FMIPA UNPAK yang disetujui untuk diterbitkan, dikenakan biaya administrasi sebesar Rp. 50.000,-. Penulis akan mendapatkan 1 eksemplar jurnal ekologia. Redaksi Pelaksana Jurnal Ekologia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetauan Alam Universitas Pakuan Jl. Pakuan Ciheuleut Bogor Telp: (0251) 375547, Fax: (0251) 375547, email :
[email protected], http:11 wwwfmipa_unpak.net
Pendugaan Model Rancangan Campuran-Campuran Dengan ….…….…… (Ani Andriyati) 46
Ekologia, Vol. 13 No.1 , April 2012 : 38-43
FORMULIR BERLANGGANAN MAJALAH EKOLOGIA
Yang bertandatangan di bawah ini : Nama Alamat Rumah Alamat Kantor
: ……………………………………………………………………………… : ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… : ……………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………
Ingin menjadi pelanggan Majalah Ekologia selama ………… tahun. Bersama ini kami kirimkan biaya langganan sebanyak Rp. ............................................................ Melalui rekening Bank Mandiri cabang Kapten Muslihat Bogor No. Rekening 133.0097696929 atas nama Moerfiah, Dra.
Harap Majalah tersebut dikirim ke alamat kantor/rumah *)
(..............................................) Tandatangan dan nama jelas
*) Catatan : Coret yang tidak perlu Jumlah langganan tiap nomor sebesar Rp. 50.000,Jumlah biaya langganan satu tahun Rp. 100.000,- ditambah 20% biaya pengiriman Setelah formulir diisi harap dikirimkan kembali kepada Majalah Ekologia
Pendugaan Model Rancangan Campuran-Campuran Dengan ….…….…… (Ani Andriyati) 47
Ekologia, Vol. 13 No.1 , April 2012 : 38-43
UCAPAN TERIMA KASIH Mengucapkan terima kasih atas partisipasinya kepada reviewer dalam penerbitan Jurnal Ekologia Vol. 12 No 1 April 2012 Prof. Dr. Sri Hartini S Sikar Dr. Sutanto Prof. Dr. Hadi Sutarno Prof. Dr. -Ing. Soewarto Hardhienata Prof. M. Arifin
Pendugaan Model Rancangan Campuran-Campuran Dengan ….…….…… (Ani Andriyati) 48