Ekologia, Vol. 12 No.2 , Oktober 2012 : 1-8
Pengelolaan Sampah Organik ……………….……………………………. (Oom Komala, dkk) 1
Ekologia, Vol. 12 No.2 , Oktober 2012 : 1-8
Vol. 12, No. 2, Oktober 2012
ISSN : 1411-9447
EKOLOGIA JURNAL ILMIAH ILMU DASAR DAN LINGKUNGAN HIDUP
* PENGELOLAAN SAMPAH ORGANIK MENGGUNAKAN MIKROORGANISME Oom Komala, dkk.
* STRUKTUR KOMUNITAS TUMBUHAN PENUTUP TANAH DI CAGAR ALAM DAN TAMAN ISATA ALAM TELAGA WARNA, PUNCAK, BOGOR Triastinurmiatiningsih, dkk.
* EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PUPUK CAIR LIMBAH GAS BIO TERHADAP PERTUMBUHAN POPULASI PAKAN ALAMI Tetraselmis chuii Sri Wilis
* PENGGUNAAN MINYAK BIJI PALA (MYRISTICA FRAGRANS, HOUTT) SEBAGAI BAHAN ANASTESI DALAM PROSES PENGANGKUTAN KUALITAS SPERMATOZOA UNTUK PEMIJAHAN INDUK IKAN NILEM (OSTEOCHILLUS HASSELTI, C.V.) S.Y. Srie Rahayu dan Sanan Supriatna
* PERBANDINGAN KONSENTRASI HIDROKOLOID DAN KONSENTRASI ASAM SITRAT DALAM MINUMAN JELI SUSU SESUAI MUTU DAN KUALITAS Ade Heri Mulyati, dkk.
* ANALISIS METODE LAGRANGE DAN TRANSFORMASI LAPLACE MENGHITUNG MUATAN RANGKAIAN LISTRIK SEDERHANA Embay Rochaeti
DALAM
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pakuan Pengelolaan Sampah Organik ……………….……………………………. (Oom Komala, dkk) 2
Ekologia, Vol. 12 No.2 , Oktober 2012 : 1-8
EKOLOGIA JURNAL ILMIAH ILMU DASAR DAN LINGKUNGAN HIDUP
Oleh Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pakuan
@Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Unpak Jl. Pakuan Po.Box 452 Bogor Hak Cipta dilindungi Oleh Undang-Undang All right reserved Diterbitkan pertama kali oleh Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pakuan Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi Buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit
ISSN 1411 – 9447
Sanksi Pelanggaran Pasal 44 : Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 Tentang Hak Cipta 1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak sesuatu atau memberi izin untuk itu, dipidana penjara paling lama 7(tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 100.000.000,- (Seratus juta rupiah) 2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (Lima puluh juta rupiah).
Pengelolaan Sampah Organik ……………….……………………………. (Oom Komala, dkk) 3
Ekologia, Vol. 12 No.2 , Oktober 2012 : 1-8
Vol. 11 No. 2, Oktober 2011
ISSN : 1411-9447
Jurnal Ilmiah Ilmu Dasar dan Lingkungan Hidup Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Pakuan Pelindung :
KETUA YAYASAN PAKUAN SILIWANGI PEMBINA UNIVERSITAS PAKUAN Ekologia adalah jurnal ilmiah yang diterbitkan untuk mengakomodasi tulisan hasil penelitian bagi sivitas akademika Universitas Pakuan khususnya dan instansi lain di luar Universitas Pakuan pada umumnya. Jurnal ini memuat artikel primer yang bersumber langsung dari hasil penelitian Ilmu Dasar dan Lingkungan Hidup. Ekologia diterbitkan dua kali dalam setahun yaitu pada bulan April dan Oktober oleh Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan AlamUniversitas Pakuan. Semoga Jurnal ini bermanfaat bagi perkembangan hasanah ilmu pengetahuan.
Penanggungjawab :
REKTOR UNIVERSITAS PAKUAN Ketua Pengarah :
Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Ketua Dewan Redaksi : Dr. Prasetyorini, MS.
Anggota Dewan Redaksi : Prof. Sriwoelan Dr. Oom Komala, MS., Ir. Dr. Tri Panji. Ir. E. Mulyati Effendi Ch., MS. Dr. Sutanto, M.Si. Dra. Moerfiah, M.Si.
Bogor, Oktober 2012
Redaksi
Sekretaris Redaksi : Dra. Triastinurmiatiningsih, M.Si.
Penerbit/Alamat Redaksi : Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pakuan Jl. Pakuan Po.Box. 452 Telp. 375547 Fax. 375547
Terbit Pertama : 2001
Pengelolaan Sampah Organik ……………….……………………………. (Oom Komala, dkk) 4
Ekologia, Vol. 12 No.2 , Oktober 2012 : 1-8
Vol. 12, No. 2, Oktober 2012
ISSN : 1411-9447
EKOLOGIA DAFTAR ISI Nomor ISSN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
…………………………………………………………………………
i
Susunan Redaksi ……………………………………………………………………..
ii
Pengantar Redaksi ……………………………………………………………………
ii
Daftar Isi ……………………………………………………………………………...
iii
PENGELOLAAN ORGANISME Oom Komala, dkk.
SAMPAH
ORGANIK
MENGGUNAKAN
MIKRO1-8
STRUKTUR KOMUNITAS TUMBUHAN PENUTUP TANAH DI CAGAR ALAM DAN TAMAN ISATA ALAM TELAGA WARNA, PUNCAK, BOGOR Triastinurmiatiningsih, dkk.
9-16
EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PUPUK CAIR LIMBAH GAS BIO TERHADAP PERTUMBUHAN POPULASI PAKAN ALAMI Tetraselmis chuii Sri Wilis
17-20
PENGGUNAAN MINYAK BIJI PALA (MYRISTICA FRAGRANS, HOUTT) SEBAGAI BAHAN ANASTESI DALAM PROSES PENGANGKUTAN KUALITAS SPERMATOZOA UNTUK PEMIJAHAN INDUK IKAN NILEM (OSTEOCHILLUS HASSELTI, C.V.) S.Y. Sri Rahayu dan Sanan Supriatna
21-29
PERBANDINGAN KONSENTRASI HIDROKOLOID DAN KONSENTRASI ASAM ITRAT DALAM MINUMAN JELI SUSU SESUAI MUTU DAN KUALITAS Ade Heri Mulyati, dkk.
30-35
PENDUGAAN MODEL RANCANGAN CAMPURAN-CAMPURAN DENGAN PETAK TERBAGI Ani Andriyati.
Pengelolaan Sampah Organik ……………….……………………………. (Oom Komala, dkk) 5
36-40
38-43
Ekologia, Vol. 12 No.2 , Oktober 2012 : 1-8
PENGELOLAAN SAMPAH ORGANIK MENGGUNAKAN MIKROORGANISME Oom Komala 1), Dewi Sugiharti 2) dan Rouland Ibnu Darda 3) 1,2,3) FMIPA Universitas Pakuan ABSTRACT The study of organic waste using microorganisms has been carried out, aiming to find the concentration of microorganisms that can deodorize and can degrade organic waste into compost and fertilize the plants. The method used for waste is experimental with 4 treatment is not given microbe, 25 ml microbe concentrations of 106, 50 ml microbe concentrations of 106 and 75 ml microbe concentration of 106 under anaerobic conditions. After 20 days of fermenting compost is given at 1 month age chilli crop at a dose of 15 g per week for 5 weeks. Waste parameter includes aroma, pH, texture and temperature. In chilli crop plant height, number of leaves, fresh weight and dry weight, were analyzed using factorial completely randomized design 4x4 to see the influence of crops. The results can be seen that organic waste can be managed using a mix of microbes into compost that can improve plant growth chillies with a dose of 25 ml concentrations of 106 of the best. Key words : organic waste, fermentation, microorganisms, chilli crop
lainnya. Hingga saat ini, penanganan dan pengelolaan sampah masih belum optimal. Baru 68,5 % sampah di daerah perkotaan yang diangkut petugas, 11 % sampah di timbun/dibakar, 6,15 % sampah dibuat kompos, dan 14,35 % sampah dibuang ke kali/sembarangan. Sementara untuk di daerah pedesaan, sebanyak 19 % sampah diangkut oleh petugas, 54 % sampah ditimbun/dibakar, 7 % sampah dibuat kompos, dan 20 % dibuang ke sungai/ sembarangan. Jika pengelolaan sampah tersebut tetap tidak ditangani dengan baik akan dapat menyebabkan timbulnya berbagai permasalahan gangguan kesehatan missalnya, penanganan sampah yang tidak baik dapat menyebabkan timbunan sampah yang dapat menjadi sumber kebakaran dan bahaya kesehatan yang serius bagi anak-anak yang bermain di dekatnya. Kumpulan sampah menjadi tempat pembiakan lalat, dan lalat ini mendorong penularan infeksi, dapat menimbulkan penyakit yang terkait dengan tikus, seperti pes, leptospirosis, salmonellosis, tikus endemik, demam
PENDAHULUAN Sampah padat perkotaan atau Municipal Solid Waste (MSW) merupakan salah satu hasil aktivitas manusia. Setiap orang di negara tropis menghasilkan 0,3 – 1,0 kg/hari sampah. Pertambahan penduduk diperkirakan akan meningkat dan akan terkonsentrasi di daerah perkotaan. Hal ini dikarenakan kawasan perkotaan merupakan tempat yang sangat menarik bagi masyarakat untuk mengembangkan kehidupan sosial ekonomi. Akibat dari semakin bertambahnya tingkat konsumsi masyarakat serta aktivitas lainnya diperkotaan maka akan bertambahnya pula buangan/ limbah yang dihasilkan. Khusus untuk sampah atau limbah padat rumah tangga, peningkatan jumlah sampah yang dihasilkan di Indonesia diperkirakan akan bertambah 5 kali lipat pada tahun 2020. Limbah domestik yang menumpuk tersebut, baik itu limbah cair maupun limbah padat menjadi permasalahan lingkungan karena secara kuantitas maupun tingkat bahayanya mengganggu kesehatan manusia, mencemari lingkungan, dan mengganggu kehidupan makhluk hidup
Pengelolaan Sampah Organik ……………….……………………………. (Oom Komala, dkk) 16
Ekologia, Vol. 12 No.2 , Oktober 2012 : 1-8
gigitan tikus, dan beberapa infeksi arboviral. Beberapa upaya penanganan sampah ini telah dilakukan tetapi belum menemukan teknik yang pas yang bisa diterapkan bagi masyarakat setempat. Teknik yang diharapkan tentu saja yang biayanya murah dengan hasil pengolahan sampah yang maksimal dengan daya guna yang bermanfaat. Pada saat ini dimana lahan semakin sempit maka pengelolaan sampah organik dengan menggunakan mikroorganisme menjadi suatu alternatif yang bisa dikembangkan. Setiap jenis mikroba mempunyai kemampuan untuk mengubah suatu senyawa menjadi senyawa lain dalam rangka mendapatkan energi dan nutrien. Dengan demikian adanya mikroorganisme dalam tanah menyebabkan terjadinya daur unsur-unsur seperti karbon, nitrogen, fosfor dan unsur lain di alam (Fadjri, 2010). Dari proses degradasi sampah organik yang dilakukan mikroorganisme, akan dihasilkan kompos yang memiliki nilai pupuk tinggi dan dapat menghilangkan aroma sampah yang busuk. Menurut Antonius (2007) Bacillus subtilis, Bacillus polymyxa, Bacillus firmus telah teridentifikasi dapat melarutkan bentuk P tidak larut menjadi bentuk tersedia bagi tumbuhan. Sejumlah senyawa fosfat yang dapat dilarutkan oleh mikroba yaitu FePO4, Ca3(PO4), AlPO4, gliserofosfat, lesitin dan tepung tulang. Fungsi penting P di dalam tumbuhan merupakan unsur esensial terpenting kedua setelah nitrogen yaitu dalam proses fotosintesis, respirasi, transfer unsur hara, penyimpanan energi, pembelahan dan pembesaran sel, serta prosesproses di dalam tumbuhan lainnya. Penelitian ini menggali potensi mikroorganisme dalam mendegradasi sampah, jenis dan konsentrasi mikroorganisme yang tepat dalam mendegradasi dan menghilangkan bau sangat bermanfaat untuk digunakan dalam rumah tangga dengan daya guna yang bermanfaat untuk pemupukan tanaman dan supaya
lingkungan tetap terjaga sehat. Dengan tujuan yaitu menemukan konsentrasi mikroorganisme yang dapat menghilangkan bau busuk sampah organik. Serta menemukan konsentrasi mikroorganisme yang dapat mendegradasi sampah organik yang baik dan menyuburkan tanaman. BAHAN DAN METODE Sampah organik yang terdiri dari campuran nasi, sayuran, sisa daging ayam dan lain-lain yang merupakan pembuangan dari rumah tangga sebanyak 1,5 kg dimasukkan dalam tempat sampah dari bahan plastik berukuran diameter 25 cm, tinggi 30 cm, kemudian tambahkan air sampai terendam dan inokulum mikroba. Bagian atas permukaan diberi penutup yang mudah di buka, biarkan sampah melakukan fermentasi selama 20 hari. Inokulum mikroba yang digunakan untuk penelitian degradasi sampah organik adalah campuran dari Saccharomyces, Lactobacillus sp, Acetobacter, dan Bacillus yang dibuat sebagai berikut. Suspensi dibuat dengan cara mencampurkan ke empat jenis mikroba tersebut sama banyak atau dengan perban-dingan Saccharomyces : Lactobacillus sp : Acetobacter : Bacillus sama dengan 1:1:1:1 pada konsentrasi 106 ke dalam 500 cc media Nutrien broth. Shaker selama 10 menit. Selanjutnya diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC. Inokulum Mikroba siap digunakan. Ada empat perlakuan yang diteliti menggunakann inokulum mikroba yaitu 25 ml, 50 ml, 75 ml dan kontrol tanpa menggunakan inokulum mikroba dengan 5 kali ulangan (Tabel 1).
Pengelolaan Sampah Organik ……………….……………………………. (Oom Komala, dkk) 20 2
Ekologia, Vol. 12 No.2 , Oktober 2012 : 1-8
Tabel 1. Perlakuan Penambahan inokulum mikroba dalam degradasi sampah organik Ulangan 1 2 3 4 5 Keterangan : S :
Media 1 Media 2 S + Air S + Air + 25 ml S + Air S + Air + 25 ml S + Air S + Air + 25 ml S + Air S + Air + 25 ml S + Air S + Air + 25 ml Sampah organik
Media 3 S + Air + 50 ml S + Air + 50 ml S + Air + 50 ml S + Air + 50 ml S + Air + 50 ml
Media 4 S + Air + 75 ml S + Air + 75 ml S + Air + 75 ml S + Air + 75 ml S + Air + 75 ml
Pupuk organik hasil degradasi sampah organik selama fermentasi 20 hari, kemudian diuji coba, diberikan pada tanaman cabe yang berumur 4 minggu dan dari blok yang seragam pertumbuhannya. Masing-masing media pupuk yang diuji diberikan pada tanaman cabe di bagian tanah di bawah tajuk sebanyak 15 g dengan 5 kali pengulangan, untuk masingmasing perlakuan 25 ml, 50 ml, 75 ml dan kontrol tanpa inokulum mikroba. Parameter yang diamati pada sampah meliputi tekstur (warna media), aroma media dan ukuran partikel media (selama 20 hari), suhu media dan tingkat keasaman media (pH). Data yang dihasilkan diuji secara deskriptif kualitatif. Parameter penunjang yang diamati pada tanaman cabe meliputi, pertambahan panjang atau tinggi tanaman, jumlah daun, berat basah tanaman, dan berat kering tanaman. Untuk menganalisis data suhu media, keasaman (pH), pertambahan panjang, jumlah daun, berat basah tanaman, dan berat kering tanaman menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan empat perlakuan dan lima kali ulangan.
menjadi asam-asam amino secara anaerob. Mikroorganisme yang digunakan dalam penelitian ini terlihat pada Gambar 1 berikut.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambar 1. Mikroba yang digunakan dalam perombakan sampah organik Keterangan: a. Lactobacillus, b.Acetobacter, c. Bacillus, d. Saccharomyce
a
b
c
d
Degradasi Sampah Sampah merupakan bahan baku yang akan di proses melalui fermentasi lebih lanjut oleh mikroorganisme, sehingga Derajat Keasaman (pH) terjadi peruraian dari kompleks menjadi Derajat keasaman (pH) sangat erat sederhana, karbohidrat dipecah menjadi hubungannya dengan jumlah mikroba gula-gula sederhana dan protein dipecah Pengelolaan Sampah Organik ……………….……………………………. (Oom Komala, dkk) 19 3
Ekologia, Vol. 12 No.2 , Oktober 2012 : 1-8
perombak. Berdasarkan hasil penelitian terjadi penurunan pH dari pH 7 pada awal penelitian dan menurun sampai pH 4 setelah minggu ke 4. Selama proses fermentasi, bakteri genus Bacillus, Lactobacillus, dan Acetobacter akan menghasilkan berbagai enzim diantaranya proteasse, lipase dan amilase untuk merombak karbohidrat, protein dan lemak menjadi asam lemak, asam amino, asam piruvat serta asam laktat. Asam-asam yang dihasilkan selama proses metabolisme tersebut menyebabkan pH menurun menjadi asam. Penurunan pH menjadi asam ini akan mengganggu aktivitas bakteri yang mempunyai pH optimum 6-8 yaitu bakteri bacillus, bakteri pembusuk dan patogen lain, karena penurunan pH ini akan menghasilkan proton dalam jumlah tinggi sehingga mengakibatkan denaturasi enzim. Tetapi beberapa bakteri yang adaptif, seperti Lactobacillus dan Acetobacter masih dapat melakukan metabolisme hingga pH 5. meskipun pH optimum bagi aktifitas bakteri Lactobacillus dan Acetobacter adalah 5,8-6,6 (Budiyanto dan Agus, 2004). Perubahan kondisi lingkungan ini akan mempengaruhi pertumbuhan dan kehidupan bakteri awal, sehingga bakteri yang tidak mampu beradaptasi terhadap kondisi tersebut akan mengalami kematian karena kondisi lingkungan yang tidak mendukung proses metabolisme bakteri tersebut (Supriatin, 2008). Perubahan Suhu Temperatur optimum yang dibutuhkan mikroorganisme untuk merombak bahan adalah 35-55 oC. Namun setiap kelompok mikroorganisme mempunyai temperature optimum yang berbeda, sehingga temperatur optimum pengomposan merupakan integrasi dari berbagai jenis mikroorganisme yang terlibat (Djuarnani, dkk., 2005).
Dalam proses pengomposan aerobik terdapat dua fase yaitu fase Mesofilik ( 2345 oC ) dan fase Termofilik (45-65 oC) (Rochaeni,dkk.,2003). Walaupun disebutkan bahwa kisaran temperatur ideal untuk tumpukan bahan kompos adalah 55-65oC. Karena pada temperatur tersebut perkembangbiakan mikroorganisme paling baik, sehingga populasinya optimal, dimana enzim yang dihasilkan untuk menguraikan bahan organik paling efektif. Apabila dilihat dari temperatur yang dicapai pada bahan kompos selama proses penelitian berlangsung (25 oC), dapat dikatakan proses fermentasi pada kontrol maupun perlakuan menggunakan mikroorganisme berada pada temperatur yang kurang optimum yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk merombak bahan organik. Proses perombakan bahan kompos yang terjadi selama penelitian terlihat bahwa aktivator Agrisimba maupun EM4 hanya terjadi pada fase mesofilik pada proses pengomposan dimana bakteri yang berperan adalah bakteri mesofilik yang hidup aktif pada suhu 23-45 oC (Djuarnani, dkk., 2005 dan Rochaeni, dkk., 2003). Sedangkan fase termofilik tidak dapat dicapai. Padahal untuk proses pengomposan, fase termofilik juga diperlukan karena pada kisaran suhu yang tinggi (minimal 55 oC) akan menyebabkan bibit penyakit patogen dapat terbunuh, bibit hama seperti lalat dapat dinetralisir. Perubahan aroma dan testur sampah Berdasarkan hasil penelitian sampah organik mengalami perubahan dari bau menjadi asam. Bau seringkali timbul selama proses pengomposan, terutama jika menggunakan bahan baku yang berpotensi menghasilkan bau dan pengomposannya secara anaerobik. Proses perombakan bahan organik dapat berlangsung pada kondisi aerob dan anaerob. Pada penelitian ini pengomposan berlangsung secara anaerob dalam kondisi tertutup. Pada akhir
Pengelolaan Sampah Organik ……………….……………………………. (Oom Komala, dkk) 4 20
Ekologia, Vol. 12 No.2 , Oktober 2012 : 1-8
penelitian warna sampah belum mencapai warna hitam dan tekstur sampah masih kasar, hal ini karena proses pengomposan belum sempurna. Dari proses degradasi sampah organik yang dilakukan mikroorganisme akan dihasilkan kompos dan dapat menghilangkan aroma sampah yang busuk. Degradasi dibagi menjadi dua, yaitu degradasi secara aerobik dan secara anaerobik. Degradasi aerobik adalah penguraian bahan-bahan organik secara biologis berupa CO2, air dan panas. Degradasi anaerobik adalah penguraian secara biologis berupa O2, hasil akhir metabolik dari degradasi anaerobik adalah metana, CO2 dan sejumlah senyawa di antaranya asam organik (Appelhof and Mary, 2003). Hasil akhir dari pengomposan aerob merupakan produk metabolisme biologi berupa CO2, H2O, panas, unsur hara, dan sebagian humus. Hasil akhir dari pengomposan anaerob terutama berupa CH4 dan CO2 dan sejumlah hasil antara; timbul bau busuk karena adanya H2S dan sulfur organik seperti merkaptan (Aminah dan Suparti, 2005). Pengaruh Pupuk Organik Terhadap Tinggi Tanaman Berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa pemberian kompos pada
tanaman cabe menunjukan respon yang berbeda-beda. Sampai minggu ke 5 cabe yang diberi kompos kontrol tanpa mikroba menunjukkan kualitas yang sama dengan kompos 25 ml mikroba (Gambar 2). Dan berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman yang diberi kompos 50 ml dan kompos 75 ml. Menurut Kamara (2006) penurunan produksi dengan penambahan dosis pupuk kemungkinan disebabkan oleh adanya sangga tanah yang terbatas, dimana penambahan dosis pupuk tidak selalu diikuti oleh kenaikan hasil tanaman. Menurut Antonius (2007) ada beberapa bakteri diantaranya Bacillus subtilis telah teridentifikasi dapat melarutkan bentuk P tidak larut menjadi bentuk tersedia bagi tumbuhan. Mikroba juga menghasilkan enzim secara ekstraseluler yang mempunyai peranan yang penting dalam metabolisme sel dan keteraturan proses dalam sel. Enzim yang berada dalam tanah ini dapat dijadikan sebagai salah satu indicator untuk menentukan kualitas tanah. Enzim memiliki beberapa fungsi penting yaitu terlibat dalam siklus nutrisi, mempengaruhi kesuburan secara efisien, merangsang aktivitas degradasi organik dan bertindak sebagai indicator dalam perubahan tanah.
Tabel 2. Perubahan Aroma dan Tekstur Sampah Aroma dan Perlakuan Minggu I Minggu II tekstur awal Kontrol
Tidak berbau, Asam, padat lunak
Asam, lunak
25 ml
Tidak berbau, Asam, padat lunak
Asam, lunak
50 ml
Tidak berbau, padat
Asam, lunak
Asam, lunak
75ml
Tidak berbau, padat
Asam, lunak
Asam, lunak
Minggu III
Minggu IV
Asam, lunak dan sebagian hancur Asam, lunak dan sebagian hancur Asam, lunak dan sebagian hancur Asam, lunak dan sebagian hancur
Asam, lunak dan sebagian hancur Asam, lunak dan sebagian hancur Asam, lunak dan sebagian hancur Asam, lunak dan sebagian hancur
Pengelolaan Sampah Organik ……………….……………………………. (Oom Komala, dkk) 5 21
35 30 25 20 15 10 5 0
batan sebagai oksida karena terjadi pelepasan muatan listrik di atmosfer (Rosmarkam dan Yuwono, 2006). Bacillus termasuk salah satu bakteri aerob obligat yang hidup bebas dan memiliki kemampuan untuk memfiksasi nitrogen molekuler.
kontrol 25 ml 50 ml 75 ml
Jumlah daun
Tinggi Tanaman (cm)
Ekologia, Vol. 12 No.2 , Oktober 2012 : 1-8
Gambar 2. Histogram Pertambahan Tinggi Tanaman Cabe (cm)
14 12 10 8 6 4 2 0
Kontrol 25 ml
50 ml 75 ml
Saccharomyces merupakan zat anti bakteri dan bermanfaat bagi pertumbuhan tanaman. Zat bioaktif seperti hormone dan enzim yang dihasilkan oleh Saccharomyces akan meningkatkan jumlah sel aktif dan perkembangan akar.
Gambar 3. Histogram Pengaruh Pupuk Organik Terhadap Jumlah Daun
Pengaruh Pupuk Organik Terhadap Jumlah Daun Daun sangat diperlukan oleh tumbuhan untuk terjadinya fotosintesis sehingga tumbuhan dapat memproses unsur-unsur yang diserap oleh akar dan mengubahnya menjadi pati. Nitrogen (N) merupakan unsur hara esensial, yang keberadaannya mutlak ada untuk kelangsungan pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan. Nitrogen dibutuhkan dalam jumlah banyak sehingga disebut sebagai unsur hara makro (Antonius, 2007). Kadar nitrogen di atmosfer bumi berkisar 78%, tetapi walaupun jumlah nya sangat besar nitrogen tersebut belum dapat dimanfaatkan oleh tanaman tingkat tinggi kecuali telah terjadi bentuk yang tersedia. Proses perubahan tersebut adalah (1) penambatan oleh mikroba yang hidup bersimbiosis dengan tumbuhan legum (kacangkacangan) ataupun tumbuhan non-legum, (2) penambatan oleh mikroba yang hidup bebas di dalam tanah atau yang hidup di permukaan organ tumbuhan, (3) penam-
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa respon pemupukan bervariasi terhadap jumlah daun tanaman cabe, kompos yang tidak mengandung mikroba menunjukkan jumlah daun yang paling tinggi yang diikuti oleh kompos 25 ml mikroba walaupun secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (Gambar 3). Kompos 50% mikroba dan 75% mikroba menunjukkan jumlah daun yang rendah, hal ini disebabkan karena terlalu tinggi dosisnya sedangkan tanah yang digunakan terbatas sesuai dengan pendapat Kamara (2006) penurunan produksi dengan penambahan dosis pupuk kemungkinan disebabkan oleh adanya sangga tanah yang terbatas, dimana penambahan dosis pupuk tidak selalu diikuti oleh kenaikan hasil tanaman. Tanggap tanaman terhadap konsentrasi asam humik optimum yang diberikan berbeda-beda, pemberian melebihi batas optimum akan menimbulkan efek negatif bagi tanaman.
Pengelolaan Sampah Organik ……………….……………………………. (Oom Komala, dkk) 6 20
Ekologia, Vol. 12 No.2 , Oktober 2012 : 1-8
Pengaruh Pupuk Organik Terhadap Berat Segar dan Kering Tanaman Cabe Berdasarkan penelitian dapat diketahui bahwa kompos 25 ml mikroba sangat nyata paling baik dalam mempengaruhi berat basah rata-rata 10,04 g dan berat kering rata-rata 2,3 g, dibandingkan dengan kontrol berat basah rata-rata 9,54 g, berat kering rata-rata 1,22 g, kompos 50 ml mikroba berat basah rata-rata 4,36 g, berat kering rata-rata 0,78 g dan kompos 75 ml mikroba berat basah rata-rata 3,12 g, berat kering rata-rata 0,58 g tanaman cabe pada masa pertumbuhan. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakukan 25 ml mikroba berpengaruh nyata terhadap berat kering tanaman cabe 30 hari setelah tanam. Pengaruh nyata pada perlakuan jenis pupuk fermentasi disebabkan karena pada pupuk fermentasi sudah dapat memberikan sumbangan unsur hara bagi pertumbuhan tanaman cabe. Keberadaan mikroba di dalam tanah terutama dipengaruhi oleh sifat kimia dan fisika tanah. Peranan terpenting mikroba tanah ialah fungsinya yang membawa perubahan kimiawi pada substansi-substansi di dalam tanah, terutama pengubahan persenyawaan organik yang mengandung karbon, nitrogen, sulfur, dan fosfor menjadi persenyawaan anorganik. Penguraian bahan organik yang bersumber dari tanaman dan hewan dilakukan oleh adanya aktivitas mikroba tanah. Penguraian tanah dilakukan dengan proses enzimatik, sehingga bahan organik yang kompleks dapat menjadi nutrisi dan unsur dasar pada fraksi mineral tanah. Mikroba tanah memberikan kontribusi yang baik untuk pertumbuhan tanaman. Telah diketahui bahwa semua jenis tanaman sangat memerlukan adanya unsur hara, baik unsur hara makro maupun unsur hara mikro. Pada kombinasi pupuk kompos dan NPK terdapat delapan unsur hara (makro dan mikro) yang diperlukan bagi pertumbuhan tanaman, jika salah satu unsur hara tidak tersedia maka dapat
menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman serta produktivitas terhambat. Jadi perlakuan kontrol nampaknya terdapat unsur-unsur hara yang tidak tersedia sehingga walaupun tinggi tanaman menyamai kompos 25 ml mikroba tetapi pada berat basah dan berat kering tanaman memiliki berat yang lebih rendah dari kompos 25 ml mikroba. Menurut Mikkelsen (2005) bahwa pengaruh stimulasi bahan humik yang terkandung di dalam bahan organik terhadap pertumbuhan tanaman telah diteliti dan dipublikasikan secara luas. Fungsi bahan humik yang utama adalah (i) untuk menginisiasi germinasi bibit dan perakaran, (ii) meningkatkan pembelahan dan pemanjangan sel, (iii) meningkatkan total biomassa tanaman dan jumlah klorofil, dan (iv) meningkatkan permeabilitas membran sehingga mempermudah pengangkutan nutrien melalui membran, serta (v) untuk mengubah bentuk nutrien tidak larut menjadi bentuk larut. KESIMPULAN 1. Pengelolaan sampah organik dapat menggunakan campuran mikroba ( Bacillus, Lactobacillus, Acetobacter, dan Saccharomyces) melalui fermentasi anaerob. 2. Dosis mikroba 25 ml konsentrasi 106 paling baik untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman cabe pada polibag ukuran 5 kg, DAFTAR PUSTAKA Antonius, S. 2007. Pemberdayaan Mikroba Terpilih Dalam Pertanian Organik: Kajian Enzimatik Tanah Untuk Menunjang Perbaikan Kualitas. LIPICibinong. Aminah Asngad dan Suparti, 2005. Model Pengembangan Pembuatan Pupuk Organik Dengan Inokulan (Studi Kasus Sampah Di Tpa Mojosongo Surakarta). Jurnal Penelitian Sains & Teknologi, Vol.6, No. 2, 2005: 101-113
Pengelolaan Sampah Organik ……………….……………………………. (Oom Komala, dkk) 7 20
Ekologia, Vol. 12 No.2 , Oktober 2012 : 1-8 Appelhof and Mary. 2003. An Introduction to Compost Teas. Part 1. Wormerzine. Vol.2.
pada Ultisol Darmaga. Program Studi Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian. IPB. Mikkelsen, R.L. 2005. Humic Material for Agriculture. Better Crops. 89 (3). 6-10
Budiyanto, Agus Krisno. 2004. Mikrobiologi Terapan. Malang : Universitas Muhammadiyah Malang.
Rochaeni, A., Deni Rusmaya dan Karunia Hartini P. 2003. Pengaruh Agitasi Terhadap Proses Pengomposan Sampah Organik, Infomatek, Vol.5, Nomor 4.
Djuarnani, N.,Kristian, Setiawan,B.S., 2005, Cara Cepat Membuat Kompos, Cetakan ke II, Agro Media Pustaka. Fadjri, H. T. 2010. Biodiversitas dan Aktivitas Enzim Mikroba Tanah yang Terlihat Dalam Siklus Nitrogen Pada Sistem Pertanian Organik danNon Organik. Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Rosmarkam, A dan Yuwono, N.w. 2006. Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius. Yogyakarta. Supriatin, Yati. 2008. Kajian Produksi Biogas Skala Laboratorium dengan Inokulum konsorsium Alami Metanogen dalam Substrat Bungkil Jarak Pagar (Jatropha curcas L). Tesis Bioteknologi ITB.
Kamara,I. 2006. Potensi Substitusi Pupuk Konvensional dengan Enriched Humic Substances (EnricHS) PMF untuk Tanaman Padi Sawah (Oryza sativa L.)
Pengelolaan Sampah Organik ……………….……………………………. (Oom Komala, dkk) 8 21
Ekologia, Vol. 12 No.2 , Oktober 2012 : 9-17
STRUKTUR KOMUNITAS TUMBUHAN PENUTUP TANAH DI CAGAR ALAM DAN TAMAN WISATA ALAM TELAGA WARNA, PUNCAK, BOGOR Triastinurmiatiningsih1, Sri Wiedarti2 dan Irdra Santi3 1,2,3) FMIPA Universitas Pakuan, Bogor ABSTRACT This study aims to determine the species of ground cover plant as well as important value index, the level of species diversity and distribution pattern of ground cover in Nature Reserve and Nature Park of Telaga Warna. This research used the transect method and data collection were using field observation technique. The area of observation consists of three locations with different altitudes including 1400, 1500 and 1600 m asl. Each location is made of three transects that lengthwise the topography. Each transect consists of 10 sample plots measuring 1 x 1 meter with transects spaced 10 meters. Ground cover plant are found as many as 28 species consisting of 20 families. Based on the Important Value Index/INP, obtained the species that dominates at 1400 m asl is Impatiens chonoceras, while at 1500 and 1600 m asl is Scleria laevis. Based on the index of diversity was found that the level of diversity at each location is currently abundant. Based on the index of dispersion was found that the dispersion patterns of ground cover plant at each location is clumped. Keywords: ground cover plant, Nature Reserve and Nature Park of Telaga Warna
(Maisyaroh, 2010). Tumbuhan penutup tanah juga berperan dalam melakukan transpirasi yang mengurangi kandungan air tanah. Peranan tersebut menyebabkan berkurangnya kekuatan dispersi air hujan, mengurangi jumlah serta kecepatan aliran permukaan dan memperbesar infiltrasi air ke dalam tanah, sehingga mengurangi erosi (Arsyad, 2006). Tumbuhan penutup tanah dapat menahan atau mengurangi daya perusak air hujan yang jatuh dan aliran air di atas permukaan tanah, serta menambah bahan organik tanah yang dapat meningkatkan ketahanan struktur tanah melalui batang, ranting dan daun yang jatuh (Arsyad, 2010). Lapisan tanah atas yang mengandung banyak unsur hara akan terbawa oleh erosi kecil ke aliran sungai di sekitarnya, sehingga terjadi hilangnya unsur hara. Keadaan ini akan mempercepat degradasi kesuburan tanah yang berjalan secara cepat (Arief, 1994). Berdasarkan fungsi dan peranannya, penanaman tumbuhan penutup tanah dapat dikatakan sebagai salah satu upaya konservasi tanah. Konservasi tanah pada
PENDAHULUAN Cagar Alam Telaga Warna merupakan kawasan konservasi yang perlu mendapatkan perhatian intensif, karena kawasan tersebut juga dijadikan sebagai kawasan wisata. Hal tersebut dapat mengakibatkan kerusakan komunitas hutan, salah satunya merupakan anggota ekosistem yang terdapat di kawasan ini dan berperan penting untuk menjaga keseimbangan kondisi ekosistem hutan yaitu tumbuhan penutup tanah. Kawasan Cagar Alam dan Taman Wisata Alam Telaga Warna (CATWA) Telaga Warna ditetapkan dengan fungsi melindungi keanekaragaman jenis dan sumberdaya genetik. Salah satu anggota ekosistem yang berperan penting untuk menjaga keseimbangan ekosistem adalah tumbuhan penutup tanah. Tumbuhan yang tumbuh di antara pepohonan utama akan memperkuat struktur tanah hutan tersebut. Tumbuhan penutup tanah ini memiliki fungsi ekologi yang sangat penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem hutan
Struktur Komunitas Tumbuhan Penutup Tanah .…….………………. (Triastinurmiatiningsih, dkk)
9 20
Ekologia, Vol. 12 No.2 , Oktober 2012 : 9-17
umumnya dilakukan dengan maksud melindungi tanah dari curahan langsung air hujan, meningkatkan infiltrasi tanah, mengurangi air permukaan tanah (run off) dan meningkatkan stabilitas agregat tanah (Hardjowigemo, 2010). Kenyataan mengenai masih sedikit dan belum lengkapnya data tumbuhan penutup tanah sebagai komponen yang memiliki peran utama dalam menunjang ekosistem, maka penelitian studi komunitas tumbuhan penutup tanah ini dirasa sangat penting untuk dilakukan. Analisis mengenai komunitas tumbuhan merupakan cara mempelajari struktur komunitas atau komposisi jenis dan bentuk masyarakat tumbuhan di suatu wilayah, serta hasilnya disajikan secara deskripsi. BAHAN DAN METODE Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan metode transek dan pengumpulan data yang dilakukan menggunakan teknik observasi lapangan. Lokasi penelitian terdiri dari tiga lokasi dengan perbedaan ketinggian yaitu 1400, 1500 dan 1600 m dpl. Penelitian ini dilaksanakan di Cagar Alam dan Taman Wisata Alam (CATWA) Telaga Warna, Puncak, Bogor. Pada tiap lokasi penelitian dibuat tiga buah transek (transek a, b dan c) yang memanjang memotong topografi. Tiap transek terdiri atas 10 petak contoh (plot). Masing-masing petak contoh berukuran 1 x 1 m dengan jarak antar transek 10 m pada tiap lokasi penelitian. Analisis Data Parameter yang diamati antara lain kerapatan, frekuensi, Indeks Nilai Penting (INP), indeks keanekaragaman jenis Shannon-Wienner dan indeks penyebaran metode Indeks Morisita. Adapun pengambilan data meliputi jenis tumbuhan, jumlah individu dan luas petak contoh. Data hasil pengamatan di lapangan dicatat ke dalam tabel data pengamatan lapangan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis Tumbuhan Penutup Tanah Berdasarkan hasil penelitian diperoleh 28 jenis tumbuhan penutup tanah yang termasuk dalam 20 suku (Tabel 1). Terdapat perbedaan jenis tumbuhan penutup tanah yang ditemukan di tiap lokasi penelitian. Perbedaan jumlah jenis disebabkan adaptasi dan kebutuhan seperti nutrisi, ruang dan cahaya masing-masing jenis juga berbeda (Maisyaroh, 2010). Lokasi penelitian pada ketinggian 1400 dan 1500 m dpl lebih banyak ditemukan jenis tumbuhan penutup tanah yaitu 12 jenis, hal ini menunjukkan pada lokasi penelitian tersebut lebih tinggi keanekaragaman jenisnya dibandingkan lokasi penelitian lainnya. Lokasi penelitian pada ketinggian 1600 m dpl merupakan lokasi dengan jumlah jenis lebih sedikit yaitu sebanyak 10 jenis. Banyaknya jenis tumbuhan akan mencerminkan potensi keanekaragaman hayati sekaligus potensi plasma nutfah dalam kawasan hutan tersebut (Indriyanto, 2006). Perbedaan kondisi lingkungan akibat faktor ketinggian lokasi ini menyebabkan perbedaan pada jumlah jenis tumbuhan penutup tanah yang tumbuh. Faktor lain yang mempengaruhi jumlah jenis tumbuhan penutup tanah, disebabkan oleh adanya persaingan yang tinggi dengan pepohonan yang lebih besar di sekitarnya. Secara umum perbedaan pada ketiga lokasi pengamatan ini disebabkan oleh dua faktor lingkungan yaitu faktor biotik dan abiotik lingkungan tempat tumbuhan penutup tanah tersebut tumbuh, atau dengan kata lain disebabkan oleh habitat yang berbeda. Tumbuhan memerlukan kondisi tertentu untuk dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Dalam hal ini di kawasan CATWA Telaga Warna faktor yang sangat berpengaruh adalah adanya perbedaan ketinggin tempat dan bahan organik yang ada. Ditinjau dari segi kehadiran pada suatu komunitas tumbuhan dapat dikatakan
Struktur Komunitas Tumbuhan Penutup Tanah .…….………………. (Triastinurmiatiningsih, dkk)
10 20
Ekologia, Vol. 12 No.2 , Oktober 2012 : 9-17
bahwa semakin tinggi suatu tempat maka semakin sedikit pula tumbuhan yang tumbuh. Meskipun tumbuhan penutup tanah merupakan jenis yang mempunyai sebaran luas dan mempunyai kisaran toleransi tinggi terhadap faktor lingkungan, tetapi semakin menuju puncak sebaran tumbuhan penutup tanah akan semakin berkurang. Hal ini sesuai dengan pernyataan Syafei (1990), bahwa semakin tinggi suatu tempat biasanya berasosiasi dengan peningkatan keterbukaan, kecepatan angin, kelembaban udara dan penurunan suhu, sehingga mengakibatkan suatu komunitas yang tumbuh semakin homogen atau sedikit. Hal ini menyebabkan pada lokasi penelitian 1600 mdpl lebih sedikit ditemukan jenis tumbuhan penutup tanah dibanding lokasi penelitian pada ketinggian 1400 dan 1500 m dpl.
Terdapat satu jenis tumbuhan penutup tanah yang ditemukan di ketiga ketinggian lokasi yang berbeda yaitu jenis Pneumatoptheris costata, serta empat jenis tumbuhan penutup tanah yang ditemukan pada dua lokasi penelitian di ketinggian 1500 dan 1600 m dpl yaitu Agrostophyllum cyathiforme, Liparis Montana, Scleria laevis dan Scutellaria discolor. Hal ini menunjukkan bahwa jenis-jenis tersebut mampu beradaptasi pada lokasi ketinggian yang berbeda. Setiap jenis tumbuhan mempunyai suatu kondisi minimum, maksimum dan optimum terhadap faktor lingkungan yang ada, serta ketahanan hidup terhadap berbagai kondisi lingkungan. Kisaran toleransi yang luas pada faktor lingkungan menyebabkan suatu jenis memiliki sebaran yang luas pula.
Tabel 1. Jenis-jenis Tumbuhan Penutup Tanah di Ketinggian 1400, 1500 dan 1600 m dpl Jumlah Individu per Ketinggian (m dpl) Habitus Suku Jenis 1400 1500 1600 Cyperaceae Scleria laevis 94 59 Rumput Poaceae Oplismenus compositus 49 Strobilanthes sp. 47 Acanthaceae Herba Strobilanthes involucrata 116 -
Habitus
Suku Aspeleniaceae Asteraceae
Herba
Balsaminaceae Campanulaceae Commelinaceae Gesneriaceae Lamiaceae Myrsinaceae
Jenis Athrium repandum Eupatorium triplinerve Synedrella nodiflora Impatiens chonoceras Lobelia angulata Commelina nudiflora Forrestia sp. Cyrtandra picta Scutellaria discolor Ardisia crispa
Jumlah Individu per Ketinggian (m dpl) 1400 1500 1600 3 140 4 119 1 15 6 87 2 31 1 -
Struktur Komunitas Tumbuhan Penutup Tanah .…….………………. (Triastinurmiatiningsih, dkk)
21 11
Ekologia, Vol. 12 No.2 , Oktober 2012 : 9-17
Ophioglossaceae
Ophioglossum vulgatum Agrostophyllum cyathiforme Orchidaceae Liparis montana Piperaceae Piper sp. Lasianthus capitatus Rubiaceae Psychotria sarmentosa Selaginellaceae Selaginella sp. Thelypteridaceae Pneumatoptheris costata Elastostema macrophyllum Urticaceae Elastostema umbellatum Pilea melastomoides Valerianaceae Valeriana wallichi Cayratia geniculata Vitaceae Tetrastigma mutabilis Jumlah
-
-
11
-
1
19
10
5 3 64 29
5 3 3 8
12
-
-
84 55 18 2 1 513
450
144
Keterangan: - = tidak ditemukannya tumbuhan penutup tanah Kerapatan, Frekuensi dan Indeks Nilai Penting (INP) Jenis tumbuhan penutup tanah dengan nilai Kerapatan Relatif (KR) tinggi merupakan jenis tumbuhan dengan jumlah individu lebih banyak dalam suatu unit luas, sedangkan jenis tumbuhan dengan nilai Kerapatan Relatif (KR) rendah memiliki jumlah individu yang lebih sedikit. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi lingkungan sekitar, serta adanya persaingan antar jenis dalam mendapatkan ruang, nutrisi dan cahaya. Frekuensi menggambarkan keberadaan dan penyebaran jenis tumbuhan penutup tanah di habitatnya. Keberadaan tumbuhan penutup tanah di setiap lokasi penelitian berbeda-beda. Jenis yang ditemukan terkadang sama, tetapi Frekuensi Relatif di setiap lokasi penelitian memiliki nilai yang berbeda. Jenis tumbuhan penutup tanah dengan nilai Frekuensi Relatif (FR) tinggi merupakan jenis tumbuhan yang lebih sering ditemukan dalam sejumlah petak contoh dari seluruh petak contoh yang
dibuat, sedangkan jenis tumbuhan dengan nilai Frekuensi Relatif (FR) rendah memiliki kemunculan dalam sejumlah petak contoh lebih sedikit dari seluruh petak contoh yang dibuat. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan sifat distribusi suatu jenis tumbuhan tertentu yang memungkinkan untuk tumbuh dengan baik, sehingga lebih sering muncul pada sejumlah petak contoh. Nilai Frekuensi Relatif (FR) yang tinggi pada suatu jenis tumbuhan, menunjukkan tingkat penguasaan jenis tumbuhan tersebut lebih dominan dibanding jenis tumbuhan lainnya. Indeks Nilai Penting (INP) merupakan parameter kuantitatif yang dapat dipakai untuk menyatakan tingkat dominansi atau penguasaan jenis-jenis dalam suatu komunitas tumbuhan. Semakin besar INP suatu jenis, maka semakin besar pula tingkat penguasaannya terhadap komunitas dan sebaliknya. Pada Tabel 2 dapat diketahui bahwa tingkat penguasaan tiap-tiap jenis tumbuhan penutup tanah tidaklah sama.
Struktur Komunitas Tumbuhan Penutup Tanah .…….………………. (Triastinurmiatiningsih, dkk)
12 20
Ekologia, Vol. 12 No.2 , Oktober 2012 : 9-17
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa jenis yang mempunyai Indeks Nilai Penting (INP) tertinggi di lokasi penelitian dengan ketinggian 1400 m dpl adalah Impatiens chonoceras dengan nilai INP sebesar 39,93%. Pada lokasi penelitian dengan ketinggian 1500 m dpl adalah Scleria laevis dengan INP sebesar 42,74%. Pada lokasi penelitian dengan ketinggian 1600 mdpl adalah Scleria laevis dengan nilai INP sebesar 75,58%. Hal ini dikarenakan nilai Kerapatan Relatif (KR) dan Frekuensi Relatif (FR) jenis tersebut sangat tinggi, sehingga Impatiens chonoceras menjadi jenis yang dominan di ketinggian 1400 m dpl, serta Scleria laevis menjadi jenis yang dominan di ketinggian 1500 dan 1600 m dpl. Jenis dengan INP terendah pada ketinggian 1400 m dpl adalah Tetrastigma mutabilis sebesar 0,98%. Jenis dengan INP terendah pada ketinggian 1500 m dpl dimiliki oleh Agrostophyllum cyathiforme dan Ardisia crispa yang masing-masing sebesar 1,05%. Jenis dengan INP terendah pada ketinggian 1600 m dpl dimiliki oleh Lobelia angulata sebesar 2,17%. Jenis yang cenderung menempati dan mendominasi suatu komunitas akan mencirikan karakter tumbuhan di wilayah tersebut. Adanya jenis yang mendominasi ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu persaingan antara tumbuhan yang ada, hal ini berkaitan dengan iklim dan mineral yang diperlukan. Jika iklim dan mineral yang dibutuhkan mendukung, maka jenis tersebut akan lebih unggul dan lebih banyak ditemukan (Syafei, 1990). Persaingan yang terjadi antar jenis maupun sesama jenis disebabkan masingmasing jenis tumbuhan itu mencoba menempati relung ekologi yang sama. Persaingan antar jenis terjadi lebih kuat dibandingkan persaingan sesama jenis,
sehingga hanya anggota jenis yang paling tahan bersainglah yang dapat bertahan hidup. Jenis yang tidak tahan bersaing dipaksa untuk masuk ke dalam relung ekologi yang berbeda (Indriyanto, 2006). Perbedaan jenis yang mendominasi di tiap lokasi penelitian pada ketinggian yang berbeda juga disebabkan oleh kondisi lingkungan yang berkaitan dengan persaingan antar jenis yang lain. Persaingan akan meningkatkan daya juang untuk mempertahankan hidup. Jenis yang kuat akan menang dan menekan yang lain, sehingga jenis yang kalah menjadi kurang adaptif dan menyebabkan tingkat reproduksi rendah dan keberadaannya juga sedikit (Syamsuri, 1993). Antar jenis tumbuhan penutup tanah yang ada akan saling mempertahankan diri untuk bisa tetap hidup. Setiap jenis tumbuhan penutup tanah mempunyai suatu kondisi minimum, maksimum dan optimum terhadap faktor lingkungan yang ada. Jenis yang mendominasi berarti memiliki batasan kisaran yang lebih luas jika dibandingkan dengan jenis yang lainnya terhadap faktor lingkungan, sehingga kisaran toleransi yang luas pada faktor lingkungan menyebabkan jenis ini akan memiliki sebaran yang luas pula (Syafei, 1990). Jenis tumbuhan penutup tanah dengan INP yang tinggi akan memiliki persebaran yang luas. Struktur suatu komunitas tidak hanya dipengaruhi oleh hubungan antar jenis, tetapi juga oleh jumlah individu dari setiap jenis organisme. Hal ini menyebabkan kelimpahan relatif suatu jenis dapat mempengaruhi fungsi suatu komunitas, distribusi individu antar jenis dalam komunitas, bahkan dapat memberikan pengaruh pada stabilitas komunitas (Indriyanto, 2006)
Struktur Komunitas Tumbuhan Penutup Tanah .…….………………. (Triastinurmiatiningsih, dkk)
13 20
Ekologia, Vol. 12 No.2 , Oktober 2012 : 9-17
Tabel 2. Nilai Kerapatan Relatif (KR), Frekuensi Relatif (FR) dan Indeks Nilai Penting (INP) Tumbuhan Penutup Tanah di Ketinggian 1400, 1500 dan 1600 m dpl Lokasi (m dpl)
Jenis
Jumlah
KR (%)
FR (%)
INP (%)
3 2 87
0,58 0,41 16,96
1,86 0,8 15,12
2,44 1,21 32,08
12
2,34
4,51
6,85
1400
Athrium repandum Cayratia geniculata Cyrtandra picta Elastostema macrophyllum Elatostema umbellatum Forrestia sp. Impatiens chonoceras Pilea melastomoides Pneumatoptheris costata Strobilanthes involucrata
84 6 119 55
16,37 1,17 23,22 10,7
16,71 4,51 16,71 15,92
33,08 5,68 39,93 26,62
10
1,93
5,3
7,23
116
22,63
12,47
35,1
Jenis
Jumlah
KR (%)
FR (%)
INP (%)
Tetrastigma mutabilis Valeriana wallichi Total Agrostophyllum cyathiforme Ardisia crispa Commelina mudiflora Eupatorium triplinerve Liparis montana Oplismenus compositus Piper sp. Pneumatoptheris costata Scleria laevis Scutellaria discolor Selaginella sp. Strobilanthes sp.
1 18 513
0,18 3,51 100
0,8 5,3 100
0,98 8,81 200
1
0,2
0,85
1,05
1 15 140 5 49 3
0,2 3,33 31,13 1,13 10,87 0,67
0,85 9,37 8,52 0,85 15,06 2,84
1,05 12,7 39,65 1,98 25,93 3,51
29
6,47
14,2
20,67
94 2 64 47
20,87 0,47 14,2 10,47
21,87 0,85 11,36 13,35
42,74 1,32 25,56 23,82
Total Agrostophyllum cyathiforme Lasianthus capitatus Liparis montana Lobelia angulata
450
100
100
200
19
13,12
15,46
28,58
3 5 1
2,08 3,54 0,62
5,15 5,15 1,55
7,23 8,69 2,17
Lokasi (m dpl) 1400
1500
1600
Struktur Komunitas Tumbuhan Penutup Tanah .…….………………. (Triastinurmiatiningsih, dkk)
20 14
Ekologia, Vol. 12 No.2 , Oktober 2012 : 9-17
Ophioglossum vulgatum Pneumatoptheris costata Psychotria sarmentosa Scleria laevis Scutellaria discolor Synedrella nodiflora Total Indeks Keanekaragaman Jenis Berdasarkan indeks keanekaragaman jenis Shannon-Wienner, maka nilai dari hasil perhitungan menunjukkan bahwa keanekaragaman tumbuhan penutup tanah pada ketiga lokasi penelitian dapat dikategorikan tingkat keanekaragaman sedang. Nilai indeks keanekaragaman jenis pada Tabel 3 berada pada skala indeks keanekaragaman jenis Shannon-Wienner yang telah ditetapkan, dan termasuk dalam kategori sedang. Terdapat perbedaan nilai pada nilai indeks keanekaragaman jenis di tiap ketinggian. Nilai indeks keanekaragaman jenis tertinggi berada pada lokasi penelitian dengan ketinggian 1400 m dpl, sedangkan nilai indeks keanekaragaman jenis terendah berada pada lokasi penelitian dengan ketinggian 1600 m dpl. Tingkat keanekaragaman jenis yang sedang ini diduga karena wilayah CATWA Telaga Warna ini tergolong cukup alami. Hal ini juga menunjukkan bahwa komunitas tumbuhan penutup tanah di CATWA Telaga Warna memiliki kompleksitas yang cukup tinggi, sehingga menyebabkan adanya interaksi yang cukup tinggi pula, karena komunitas akan menjadi matang apabila lebih kompleks dan lebih stabil (Maisyaroh, 2010). Perbedaan nilai yang kecil pada indeks keanekaragaman jenis tumbuhan penutup tanah menunjukkan bahwa jenis tumbuhan penutup tanah yang ada pada ketiga lokasi penelitian memiliki tingkat keragaman
11
7,71
5,15
12,86
8
5,62
10,31
15,93
3 59 31 4
2,08 41,04 21,46 2,71
3,61 34,54 15,46 3,61
5,69 75,58 36,92 6,32
144
100
100
200
yang hampir sama. Hal ini diduga karena faktor lingkungan yang ada yaitu keadaan ketiga lokasi penelitian yang relatif sama. Indeks Penyebaran Berdasarkan Tabel 4, nilai hasil perhitungan indeks penyebaran dengan metode Indeks Morisita, menunjukkan bahwa pola penyebaran tumbuhan penutup tanah di CATWA Telaga Warna di ketiga lokasi penelitian tergolong dalam pola penyebaran mengelompok.Terdapat perbedaan nilai pada nilai indeks penyebaran di ketiga lokasi penelitian, namun dapat disimpulkan bahwa jenis-jenis tumbuhan penutup tanah pada tiap lokasi penelitian memiliki pola penyebaran mengelompok. Hal ini berkaitan dengan faktor persaingan nutrisi, ruang dan akibat penyesuaian suatu jenis terhadap kondisi lingkungannya. Odum (1998) menyatakan bahwa penyebaran jenis merupakan hasil atau akibat dari berbagai sebab, yaitu akibat dari pengumpulan individu-individu dalam suatu tempat yang dapat meningkatkan persaingan di antara individu yang ada untuk mendapatkan nutrisi dan ruang, akibat dari reaksi individu dalam menanggapi perubahan cuaca harian dan musiman, serta akibat dari menanggapi perbedaan habitat setempat. Pengelompokan yang terjadi pada suatu komunitas dapat diakibatkan karena nilai ketahanan hidup kelompok terhadap berbagai kondisi (Ewusie, 1990). Pola mengelompok dapat meningkatkan kompetisi dalam meraih unsur hara,
Struktur Komunitas Tumbuhan Penutup Tanah .…….………………. (Triastinurmiatiningsih, dkk)
15 21
Ekologia, Vol. 12 No.2 , Oktober 2012 : 9-17
ruang dan cahaya. Tumbuhan yang tumbuh secara berkelompok memungkinkan terjadinya kompetisi yang kuat dibandingkan tumbuhan tersebut tumbuh terpisah. Tumbuhan yang tumbuh dalam kelompok
tersebut lebih tahan terhadap pengaruh angin yang kencang, sehingga dapat mengendalikan kelembapan udara dan mampu mengendalikan sendiri iklim setempat (Arief, 1994).
Tabel 3. Indeks Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Penutup Tanah di Ketinggian 1400, 1500 dan 1600 m dpl Lokasi (m dpl) 1400 1500 1600
Nilai Indeks Keanekaragaman Jenis (H') 2,75 2,69 2,5
Tingkat Keanekaragaman Jenis Sedang Sedang Sedang
Tabel 4. Indeks Penyebaran Tumbuhan Penutup Tanah di Ketinggian 1400, 1500 dan 1600 m dpl Lokasi (m dpl) 1400 1500 1600
Nilai Indeks Penyebaran 2,07 2,24 2,38
Pola Penyebaran Mengelompok Mengelompok Mengelompok
nilai H' sebesar 2,5. Pola penyebaran jenis tumbuhan berpola mengelompok.
KESIMPULAN 1. Pada ketinggian 1400 m dpl ditemukan sebanyak 12 jenis tumbuhan. Jenis yang mendominasi adalah Impatiens chonoceras dengan INP sebesar 39,93%. Tingkat keanekaragaman jenis dikategorikan sedang, dengan nilai H' sebesar 2,75. Pola penyebaran jenis tumbuhan berpola mengelompok. 2. Pada ketinggian 1500 m dpl ditemukan sebanyak 12 jenis tumbuhan. Jenis tumbuhan yang mendominasi adalah Scleria laevis dengan INP sebesar 42,74%. Tingkat keanekaragaman jenis dikategorikan sedang, dengan nilai H' sebesar 2,69. Pola penyebaran jenis tumbuhan berpola mengelompok. 3. Pada ketinggian 1600 m dpl ditemukan sebanyak 10 jenis tumbuhan. Jenis tumbuhan yang mendominasi adalah Scleria laevis dengan INP sebesar 75,58%. Tingkat keanekaragaman jenis dikategorikan sedang dengan
DAFTAR PUSTAKA Arief, A. 1994. Hutan Hakikat dan Pengaruhnya terhadap Lingkungan. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Arsyad, Sitanala. 2006. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor. 2010. Konservasi Tanah dan Air 2. IPB Press. Bogor. hlm. 275278. Ewusie, Y.J. 1990. Pengantar Ekologi Tropika. terj. Usman Tanuwidjaja. Institut Teknologi Bandung. Bandung. Hardjowigemo, Sarwono. 2010. Ilmu Tanah. Akademia Pressindo. Jakarta. hlm. 188. Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Aksara. Jakarta.
Bumi
Maisyaroh, W. 2010. Struktur Komunitas Tumbuhan Penutup Tanah di Taman Hutan Raya R. Soerjo Cangar, Malang.
Struktur Komunitas Tumbuhan Penutup Tanah .…….………………. (Triastinurmiatiningsih, dkk)
20 16
Ekologia, Vol. 12 No.2 , Oktober 2012 : 9-17 Jurnal Pembangunan Lestari. 1 (1): 1-8.
dan
Alam
Odum, P.E. 1998. Dasar-dasar Ekologi, Edisi Ketiga. terj. Tjahjono Samingan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Syafei, E.S. 1990. Pengantar Ekologi Tumbuhan. Institut Teknologi Bandung. Bandung. Syamsuri, I.W.R. 1993. Lingkungan Hidup Kita. PKPKLH IKIP Malang. Malang.
Struktur Komunitas Tumbuhan Penutup Tanah .…….………………. (Triastinurmiatiningsih, dkk)
17 20
Ekologia, Vol. 12 No.2 , Oktober 2012 : 18-22
EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PUPUK CAIR LIMBAH GAS BIO TERHADAP PERTUMBUHAN POPULASI PAKAN ALAMI Tetraselmis chuii Sri Wilis Universitas PGRI Ronggolawe Tuban ABSTRAK Limbah cair pupuk gas bio merupakan produk sampingan dari proses anaerobik yang bisa dimanfaatkan sebagai sumber unsur hara untuk pertumbuhan pakan alami jenis Tetraselmis chuii. Selain mengandung unsur N, P dan K limbah cair ini juga mengandung lebih sedikit bakteri pathogen sehingga aman untuk pemupukan. Penelitian dilakukan dengan uji efektifitas penggunaan dosis terhadap rata – rata laju pertumbuhan relatif pakan alami jenis Tetraselmis chuii. Metode yang digunakan adalah metode eksperimental yang teknik pengambilan datanya melalui observasi langsung. Sedangkan rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) karena dalam penelitian ini semua kondisi baik bahan, media maupun kepadatan inokulum dibuat homogen. Dosis yang digunakan yaitu 1,0 ml/l, 3,0 ml/l, 5,0 ml/l, 7,0 ml/l dan 9,0 ml/l, sedangkan kepadatan inokulum Tetraselmis chuii yang ditebar adalah 7,0 x 104 sel/ml. Hasil pengujian efektifitas dosis limbah cair gas bio menunjukkan bahwa dosis 9,0 ml/l memberikan laju pertumbuhan relatif populasi Tetraselmis chuii yang paling tinggi yaitu 0,707.104 sel/ml. Dari analisis keragaman diperoleh bahwa perlakuan dosis pupuk cair limbah gas bio memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap pertumbuhan populasi Tetraselmis chuii. Kata Kunci : Dosis Pupuk Cair, Limbah Gas Bio, Pertumbuhan, Tetraselmis chuii
untuk pemupukan. Pupuk organik tersebut dapat dimanfaatkan sebagai pupuk tanaman, tanaman yang dimaksud adalah tanaman darat maupun tanaman air (Yunus, 1987). Tetraselmis chuii adalah salah satu jenis tanaman air yang bersifat mikro alga yang merupakan pakan alami bagi ikan. Pertumbuhan Tetraselmis chuii sampai mencapai puncak terjadi penurunam kandungan unsur N dan P, hal ini berarti unsur N dan P banyak dimanfaatkan oleh Tetraselmis chuii untuk pertumbuhannya. Menurut Subarijanti (1990) batas kebutuhan N dan P bagi pertumbuhan fitoplankton sebesar 0,35 mg/liter dan 0,02 mg/liter. Penanaman algae didalam pupuk cair limbah gas bio tidak perlu menambahkan unsur – unsur lain karena sudah cukup. Di dalam pupuk cair limbah gas bio terdapat unsur – unsur N, P, K, trace element dan EDTA (Yunus, 1987). Pada pertumbuhan alga kenaikan
PENDAHULUAN Limbah Gas Bio merupakan produk sampingan dari proses anaerobik yang keluar dari tangki pencerna bahan baku kotoran ternak. Limbah unit gas bio yang berupa pupuk organik jika diolah akan mempunyai nilai cukup tinggi bagi keluarga maupun lingkungan petani ternak. Jika dilihat analisa dampak lingkungan terhadap lumpur keluaran (slurry) dari digester menunjukkan penurunan COD sebesar 90 % dari kondisi awal dan perbandingan BOD/COD sebesar 0,37 lebih kecil dari kondisi normal limbah cair BOD/COD = 0,5. Sedangkan unsur utama N (1,82%), P (0,73%) dan K (0,41%) tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dibandingkan pupuk kompos (referensi : N (1,45%), P (1,10%) dan K (1,10%) (Widodo, dkk., 2004). Berdasarkan hasil penelitian, hasil samping pupuk ini mengandung lebih sedikit bakteri pathogen sehingga aman
Struktur Komunitas Tumbuhan Penutup Tanah .…….……………………………. (Triasti, dkk)
20 18
Ekologia, Vol. 12 No.2 , Oktober 2012 : 18-22
produktifitas yang besar memerlukan persediaan hara yang cukup besar. Persediaan hara yang kurang akan menghambat pertumbuhan populasinya, sedangkan persediaan hara yang berlebihan akan menyebabkan blooming yang justru menurunkan kualitas air media pertumbuhan alga tersebut. Berdasarkan uraian diatas maka perlu dilakukan penelitian tentang Efektifitas Penggunaan Pupuk Cair Limbah Gas Bio Terhadap Pertumbuhan Populasi Pakan Alami Tetraselmis chuii dengan tujuan mencari dosis yang paling efektif dalam penerapan kultur pakan alami jenis Tetraselmis chuii.
Beda Nyata Terkecil (BNT) untuk menentukan perlakuan yang berbeda. Kepadatan inokulum Tetraselmis chuii dibuat homogen, dan sebagai perlakuan adalah dosis penggunaan pupuk cair limbah gas bio sejumlah lima perlakuan dengan 5 kali ulangan. Dosis yang digunakan yaitu 1,0 ml/l, 3,0 ml/l, 5,0 ml/l, 7,0 ml/l dan 9,0 ml/l. Sedangkan kepadatan inokulum Tetraselmis chuii yang ditebar adalah 7,0 x 104 sel/ml. Cara menentukan kepadatan inokulum Tetraselmis chuii menggunakan rumus :
BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Fakanlut Fakultas Perikanan Dan Kelautan Universitas PGRI Ronggolawe Tuban pada Bulan Juli 2011. Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah efektifitas penggunaan dosis pupuk cair dari hasil pengolahan limbah gas bio untuk menghasilkan pertumbuhan yang maksimal pada pakan alami ikan jenis Tetraselmis chuii. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah perangkat kultur pakan alami dan peralatan untuk mengukur kualitas air. Sedangkan bahan yang digunakan antara lain air tawar, air laut, pakan alami jenis Tetraselmis chuii dan pupuk cair dari hasil pengolahan limbah gas bio. Metode yang digunakan adalah metode eksperimental yang teknik pengambilan datanya melalui observasi langsung. Sedangkan rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) karena dalam penelitian ini semua kondisi baik bahan, media maupun kepadatan inokulum dibuat homogen.Perhitungan yang digunakan perhitungan sidik ragam, uji BNT dan analisa regresi. Jika F hitung > F table 5 % maka perlakuan berbeda nyata, jika F hitung > dari F table 1 % maka perlakuan berbeda sangat nyata dan dilanjutkan uji
V1 = Volume stok Tetraselmis chuii yang akan ditebarkan N1 = Jumlah Tetraselmis chuii yang digunakan untuk penebaran (sel/ml) V2 = Volume Tetraselmis chuii kultur media N2 = Jumlah Tetraselmis chuii per ml yang dikehendaki dalam Penebaran awal (sesuai dengan perlakuan) Persiapan air media dengan cara air laut dan air tawar sebagai media dasar pemeliharaan Tetraselmis chuii disaring dengan plankton net ukuran 15 mikron yang disterilkan dengan klorin 60 mg/l yang diaduk hingga homogen. Klorin dinetralkan dengan Natrium Thiosulfat 20 mg/l. Salinitas media 15 promil dimana penentuan salinitas menggunakan rumus boyd (1979) yaitu : V.al = Kg. x Vt Kg.al V.al = Volume air laut Kg.x = Kadar garam yang diinginkan Kg.al= Kadar garam air laut mula – mula Vt = Volume total campuran air laut dan air tawar yang diinginkan V.at = Volume air tawar
V1.N1 = V2 . N2
Pelaksanaan penelitian adalah sebagai berikut : 1. Masing – masing stoples diisi campuaran air laut dan air tawar
Struktur Komunitas Tumbuhan Penutup Tanah .…….……………………………. (Triasti, dkk)
19 19
Ekologia, Vol. 12 No.2 , Oktober 2012 : 18-22
sebanyak 3 liter dengan salinitas yang dikehendaki yaitu 15 promil dan diletakkan secara acak (sesuai denah penelitian) 2. Media kultur diberi aerasi untuk menambah kandungan oksigen dalam air yang diperlukan oleh Tetraselmis chuii untuk proses metabolism 3. Ditempatkan di bawah lampu neon (TL) 20 watt sebanyak 15 buah yang penempatannya dibagi secara merata 4. Pengamatan terhadap pertumbuhan populasi Tetraselmis chuii dilakukan setiap hari mulai hari kedua setelah penebaran. Perhitungan jumlah seluruh Tetraselmis chuii dilakukan mulai hari kedua dengan haemocytometer dengan menghitung jumlah sel algae dalam jumlah sel/ml yaitu jumlah total sel dibagi jumlah kotak (dalam haemocytometer) yang dihitung dikali 104. Sebagai parameter penunjang dalam penelitian ini adalah pengamatan kualitas air yang meliputi salinitas, pH dan suhu. Dimana dalam setiap harinya masing – masing parameter tersebut diukur dalam waktu yang sama. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan selama penelitian dari perlakukan dosis pupuk cair limbah gas bio memberikan data laju pertumbuhan populasi Tetraselmis chuii pada Tabel 1. dibawah ini. Tabel 1. Rata – Rata Laju Pertumbuhan Relatif populasi Tetraselmis chuii Perlakuan I A= 1,0 ml/l B= 3,0 ml/l C= 5,0 ml/l D=7,0 ml/l E= 9,0 ml/l
II
Ulangan III IV
V
Total Rata Rata
0.564 0.538 0.517 0.538 0.533 2.690 0.538
Laju pertumbuhan populasi Tetraselmis chuii dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Wt = Wo . ekt Dari tabel diatas menunjukkan bahwa masing – masing perlakuan menunjukkan rata – rata laju pertumbuhan relatif yang berbeda yang mana rata – rata laju pertumbuhan relatif tertinggi terdapat pada perlakuan E = 9,0 ml/l yaitu 4 0,707.10 sel/ml. Tabel 2. Daftar Analisis Keragaman Laju Pertumbuhan Relatif Tetraselmis chuii Sumber Db JK KT F hit F5% F1% Kerag aman Perlakuan 4 9,725 2.431 8.47** 2.87 4.43 Acak 20 5,732 0,287 Total 24 15,457
Keterangan : ** Berbeda sangat nyata Pada Tabel 2 terlihat bahwa perlakuan dosis pupuk cair limbah gas bio memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap pertumbuhan populasi Tetraselmis chuii baik pada taraf 0,05 (derajat kepercayaan 95 %) maupun pada taraf nyata 0,01 (derajat kepercayaan 99 %). Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel 2 maka dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) yang selanjutnya dapat dihasilkan daftar uji BNT dosis limbah pupuk cair gas bio seperti pada Tabel 3. Tabel 3. Daftar Uji Beda Nyata (BNT) Perlakuan Dosis Rata – Rata Laju Pertumbuhan Notasi Pupuk Limbah Pertumbuhan Relatif Populasi Gas Bio Tetraselmis chuii ( x 104 sel/ml )
0.567 0.567 0.658 0.537 0.565 2.894 0.579 0.684 0.587 0.598 0.623 0.623 3.115 0.623
E= 9,0 ml/l D=7,0 ml/l C= 5,0 ml/l B= 3,0 ml/l A=1,0 ml/l
0.694 0.694 0.695 0.695 0.696 3.474 0.695 0.704 0.705 0.707 0.707 0.711 3.537 0.707 TOTAL
0,718 0,674 0,611 0,582 0,529
15.707
Struktur Komunitas Tumbuhan Penutup Tanah .…….……………………………. (Triasti, dkk)
20 20
a b b c d
Ekologia, Vol. 12 No.2 , Oktober 2012 : 18-22
Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa perlakuan E menunjukkan perlakuan yang menghasilkan rata – rata laju pertumbuhan relatif Populasi Tetraselmis chuii tertinggi yang berbeda nyata dengan perlakuan D, C, B dan A. Dosis pupuk cair limbah gas bio pada perlakuan E = 9,0 ml/l merupakan dosis yang paling efektif terhadap pertumbuhan populasi Tetraselmis chuii. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis limbah cair gas bio semakin tinggi pula rata – rata laju pertumbuhan relatif Tetraselmis chuii. Komposisi dan kandungan pupuk cair limbah gas bio terdapat pada Tabel 4 di bawah ini. Tabel 4. Data Komposisi Dan Kandungan Pupuk Cair Limbah Gas Bio No.
Nutrien
Jumlah (mg/liter)
1 2
N P
34, 03 4,06
Pada awal pertumbuhan Tetraselmis chuii sampai mencapai puncak terjadi penurunan kandungan N dan P sampai 2,96 mg/l dan P 0,27 mg/l, hal ini berarti bahwa unsur N dan P banyak dimanfaatkan oleh Tetraselmis chuii untuk pertumbuhannya. Sebagai parameter penunjang adalah kualitas air media. Parameter kualitas air media kultur yang diamati selama penelitian antara lain salinitas, pH dan suhu, sedangkan intensitas cahaya dan aerasi tidak diukur karena telah dibuat homogen. Untuk mengetahui bahwa perlakuan dosis pupuk cair laimbah gas bio tidak berpengaruh terhadap kualitas air media kultur Tetraselmis chuii maka dilakukan analisis terhadap data kualitas air selama penelitian berlangsung dan hasilnya tidak berbeda nyata. Besarnya salinitas selama penelitian berkisar antara 15 – 17 promil, pH berkisar antara 7,4 – 7,9, dan suhu berkisar antara 26 – 28o C.
IV. KESIMPULAN Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa perlakuan dosis pupuk cair limbah gas bio memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap pertumbuhan populasi Tetraselmis chuii baik pada taraf 0,05 (derajat kepercayaan 95 %) maupun pada taraf nyata 0,01 (derajat kepercayaan 99 %).. Masing – masing perlakuan menunjukkan rata – rata laju pertumbuhan relatif Tetraselmis chuii yang berbeda yang mana rata – rata laju pertumbuhan relatif tertinggi terdapat pada perlakuan E = 9,0 ml/l yaitu 0,707.104 sel/ml. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis limbah cair gas bio memberikan rata – rata laju pertumbuhan relatif Tetraselmis chuii yang tinggi pula. Dari akhir penelitian ini disarankan bahwa perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui efektifitas dosis yang lebih tinggi dari 9,0 ml/l dan juga perlu dilakukan penelitian tentang penggunaan dosis pupuk cair limbah gas bio terhadap pakan alami algae atau jenis fitoplankton yang lainnya. DAFTAR PUSTAKA Adji
Sarto Supardi, 2000. Rancangan Percobaan Bidang Pertanian. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Boyd, E.C. 1979. Water Quality in Warm Water Fish Pond. Auburn University. Auburn. Alabama. Marzuki, 2003. Metodologi Riset. BPFP. UII. Yogyakarta. Subarijanti, 1990. Kesuburan dan Pemupukan Perairan. Faperik Unibraw. Malang. Widodo, T.W. dan Nurhasanah, A. 2004. Kajian Teknis Teknologi Biogas Dan Potensi Pengembangannya Di Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Mekanisasi Pertanian. Bogor. Yunus, M. 1984. Teknik Membuat Dan Memanfaatkan Unit Gas Bio. Gajah Mada Press. Yogyakarta.
Struktur Komunitas Tumbuhan Penutup Tanah .…….……………………………. (Triasti, dkk)
21 21
Ekologia, Vol. 12 No.2 , Oktober 2012 : 23-31
Penggunaan Minyak Biji Pala (Myristica fragrans, Houtt) Sebagai Bahan Anastesi Dalam Proses Pengangkutan Kualitas Spermatozoa Untuk Pemijahan Induk Ikan Nilem (Osteochillus hasselti, C.V.) Sata Yoshida Srie Rahayu1 dan Sanan Supriatna2 1,2) FMIPA Universitas Pakuan, Bogor ABSTRACT Aquaculture of nilem fish needs parent and larvae. The good parent is available from research station with good facilities and management, so it can distribute to farmer by transportation. The important factors that should be notice in transportation process is usage of anaesthetic ingredients to exhilarate fish during transportation process. This research was used nutmeg bean oil contained of miristisin that able to exhilarate. The result of main research showed that the more nutmeg bean oil concentration the more fast nilem fish will be insensible, the lowest concentration (75 mg/l) sensible time of 97,11 minutes while the highest concentration (150 mg/l) showed insensible time of 10,13 minutes. The result of conscious time observation showed that 75 mg/l resulted conscious time of 17,5 second while 150 mg/l resulted concious time of 740 second. 150 mg/l concentration is the best concentration because it has the fastest insensible time of 10,13 minutes, the longest concious time of 740 second, has hatch value degree and the longest larvae-life and effective for exhilarate nilem fish. Nutmeg bean oil has influence towards sperm quality, but all of the treatments have the same effect (not significant) towards sperm quality, egg-impregnation degree, egg hatch and nilem fish larvae-life. Keywords: nutmeg bean oil, anaesthetic ingredients in delivery process, spermatozoa quality for spawning, nilem fish
PENDAHULUAN Ikan nilem (Osteochilus hasselti, C.V), adalah salah satu komoditas budidaya ikan air tawar yang terkonsentrasi di pulau Jawa, terutama di wilayah Priangan. Secara umum, budidaya ikan nilem saat ini masih bersifat tradisional, bahkan hanya berupa produk sampingan dari hasil budidaya ikan secara polikultur dengan ikan mas, mujaer atau nila dan gurame, sehingga hasil budidaya tidak optimal (Subagja dkk, 2007), sedangkan ikan nilem mempunyai potensi masa depan yang cukup baik. Kebutuhan benih yang baik diperoleh dari induk yang unggul. Induk yang unggul masih diperoleh dari balai-balai penelitian atau tempat budidaya ikan yang sudah memiliki fasilitas yang baik, sehingga untuk distribusi ke petani memerlukan transportasi. Transportasi yang biasa dilakukan masyarakat adalah dengan cara tertutup dan cara terbuka. Ternyata dalam kegiatan
transportasi termasuk penanganan pasca transportasi terjadi kematian yang sangat tinggi yaitu 30-40% (Dharma dkk, 2004). Penggunaan bahan anastesi untuk mengurangi keaktifan ikan selama pengangkutan dengan media air telah banyak dilakukan, antara lain menggunakan MS222, Benzocaine dan 2Phenoxyethanol. Dari beberapa bahan kimia yang digunakan tersebut hanya MS222 yang terdaftar secara resmi di USA dengan ketentuan digunakan 21 hari sebelum penjualan (Pratiwi, 2000). Hal tersebut dikhawatirkan bahan kimia tersebut dapat meninggalkan residu yang dapat membahayakan kesehatan. Adanya kendala tesebut maka dicari bahan alami yang dapat digunakan sebagai bahan anastesi yang dapat digunakan sebagai bahan anastesi dan diharapkan tidak menimbulkan efek negatif terhadap ikan selama anastesi. Beberapa senyawa yang diketahui dapat dipakai sebagai bahan
Penggunaan Minyak Biji Pala Sebagai Bahan Anastesi …………. (Srie Rahayu dan Sanan) 22 122
Ekologia, Vol. 12 No.2 , Oktober 2012 : 23-31
anastesi antara lain ekstrak cairan biji karet, ekstrak algae laut genus Caulerpa dan biji pala (Pratiwi, 2000). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui konsentrasi bahan anastesi dengan menggunakan minyak biji pala dan penerapannya dalam pengangkutan sistem tertutup serta pengaruhnya terhadap kualitas sperma akibat pembiusan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam penggunaan bahan anastesi minyak biji pala untuk pengangkutan induk ikan nilem (Osteochilus hasselti, C.V.) sehingga dapat tetap menjaga kualitas spermatozoanya. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di Instalasi Riset Plasma Nutfah Perikanan Budidaya Air Tawar, Cijeruk Bogor. Bahan-bahan yang digunakan adalah 1. induk ikan nilem (Osteochilus hasselti, C.V) jantan dan betina yang telah matang gonad. Induk ikan nilem jantan yang digunakan memiliki bobot rata-rata 40 ± 5 g/ekor. Jumlah induk ikan nilem yang digunakan masing-masing sebanyak 56 ekor jantan dan 5 ekor betina. 2. Minyak biji pala yang digunakan merupakan produk tidak berlebel dan dibeli dari Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. 3. NaCl Fisiologis 0,9%, sebagai pengencer sperma ikan uji. 4. Oksigen. 5. Alkohol 70% sebagai pelarut bahan anastesi. 6. Aquades untuk membersihkan alat dan untuk pemijahan. 7. Ovaprim untuk merangsang ovulasi. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Mikroskop untuk mengamati motilitas sperma. 2. Akuarium ukuran 50 x 40 x 30 cm3 untuk mencampurkan bahan anastesi. 3. Bak fiber kapasitas 1000 liter sebagai media simulasi transportasi. 4. Aerator, untuk mensuplai oksigen dari luar. 5. Timbangan elektronik merk ACIS dengan ketelitian 0,1 g untuk menimbang bobot ikan dan bahan anastesi.
6. Spuit, untuk mengambil sperma ikan uji. 7. Plastik polyetilen ukuran 25x50 cm, untuk wadah pengangkutan ikan uji. 8. Objek glass dan cover glass. 9. Hemocytometer untuk pengamatan motilitas sperma. 10. Stopwatch, untuk menghitung waktu induksi, waktu pulih sadar dan umur sperma ikan uji. 11. Mangkok, untuk mencampurkan telur dan sperma ikan uji. 12. Bulu ayam, untuk pengaduk sperma dan telur pada saat dilakukan proses pembuahan. 13. Blower, sebagai alat untuk simulasi pengangkutan penghasil guncangan. Metode penelitian terdiri dari 2 tahap yaitu : 1. Penelitian Pendahuluan dilakukan untuk menentukan median lethal concentration (LC50) dan konsentrasi minyak biji pala yang akan digunakan sebagai perlakuan pada penelitian utama. 2. Penelitian utama untuk mengetahui pengaruh minyak biji pala sebagai bahan anastesi terhadap kualitas spermatozoa untuk pemijahan induk ikan Nilem (Osteochilus hasselti, C.V) dengan konsentrasi yang berbeda. Penelitian utama terdiri dari beberapa tahapan yaitu : persiapan, pelaksanaan dan penelitian efek penggunaan minyak biji pala (Myristica fragrans,Houtt) sebagai bahan anastesi dalam proses pengangkutan terhadap kualitas spermatozoa untuk pemijahan induk ikan nilem (Osteochilus hasselti, C.V). Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah : 1. Waktu Pingsan. 2. Lama Waktu Pulih Sadar. 3. Lama waktu pulih sadar dihitung ketika ikan uji dimasukkan dalam air segar sampai ikan sadar seperti keadaan normal. Lama waktu pulih sadar dihitung dengan menggunakan stopwatch. 4. Umur Sperma. 5. Umur sperma dihitung dari sperma mulai aktif bergerak sampai sperma tidak bergerak dengan menggunakan stopwatch di bawah mikroskop. 6. Motilitas spermatozoa ikan diidentifikasi berdasarkan kriteria penilaian
Penggunaan Minyak Biji Pala Sebagai Bahan Anastesi …………. (Srie Rahayu dan Sanan) 23 22 20
Ekologia, Vol. 12 No.2 , Oktober 2012 : 23-31
motilitas sperma ikan. 7. Nilai derajat pembuahan dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Effendie, 1979).
Hasil pengamatan menunjukkan semakin tinggi konsentrasi minyak biji pala keadaan fisiologis ikan semakin terganggu. Semakin lama waktu dedah, ikan uji bergerak semakin lambat. Berdasarkan penelitian pendahuluan, diperoleh konsentrasi minyak biji pala yang akan digunakan pada penelitian utama yaitu sebesar 75 mg/l, 100 mg/l, 125 mg/l, dan 150 mg/l. Penelitian utama menghasilkan waktu pingsan ikan nilem, waktu sadar ikan nilem, motilitas spermatozoa ikan nilem, umur sperma ikan nilem, derajat pembuahan, derajat penetasan dan kelangsungan hidup larva ikan nilem, seperti yang disampaikan berikut ini.
Derajat Pembuahan = Jumlah telur yang dibuahi x 100% Jumlah Total Telur
8. Nilai derajat penetasan dapat dihitung dengan rumus (Effendie, 1979). Derajat Penetasan = Jumlah telur yang menetas x 100% Jumlah Total Telur
9. Tingkat kelangsungan hidup dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Effendie, 1979). Tingkat kelangsungan Hidup = Jumlah ikan pada akhir percobaan x 100% Jumlah ikan pada awal percobaan
Waktu pingsan Waktu pingsan merupakan waktu yang dibutuhkan ikan dalam keadaan normal sampai ikan mengalami pingsan (Gambar 1).
Analisis Data Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap 4 kali untuk ulangan dan 4 perlakuan (Steel and Torrie 1991) dengan model sebagai berikut : Yij = µ + Ti + Eij Yij = Respon atau nilai pengamatan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = Rata-rata (nilai tengahrespon) Ti = pengaruh perlakuan ke-i yang akan kita uji Eij = pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke-i dengan ulangan ke-j Uji lanjut menggunakan uji Duncan’s. Analisis statistik menggunakan program SPSS Ver.11,5.
120 100
Waktu Pingsan (menit) 97,11
80 60 40
26,57
19,41
20
10,13
0 75
100
125
150
Perlakuan (mg/l)
Gambar 1. Rata-rata Waktu Pingsan Ikan Nilem Senyawa miristisin yang tekandung dalam minyak biji pala sebagai bahan pembius yang mudah larut dalam air dan lemak, maka proses difusi zat pembius tersebut ke dalam darah melalui insang terjadi sangat cepat. Masuknya bahan anastesi ke dalam sistem aliran darah akan disebarkan ke seluruh tubuh termasuk otak dan jaringan lainnya. Bahan anastesi akan menghambat kerja enzim sitokhrome yang menyebabkan penurunan pasokan oksigen dan glukosa ke otak. Kurangnya oksigen dalam jaringan otak menyebabkan ikan pingsan. Pada fase
HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan nilai ambang atas dan nilai ambang bawah. Berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui bahwa LC50 (Median Lethal Concentration) 24 jam yaitu 243,22 mg/l. Hasil pengamatan waktu pingsan ikan uji menunjukkan semakin tinggi konsentrasi minyak biji pala maka semakin cepat waktu pingsan ikan uji. Penggunaan Minyak Biji Pala Sebagai Bahan Anastesi …………. (Srie Rahayu dan Sanan) 24 22 21
Ekologia, Vol. 12 No.2 , Oktober 2012 : 23-31
pingsan, konsumsi oksigen dari tiap individu ikan berada pada kadar dasar yang dibutuhkan ikan agar dapat hidup (Willford, 1970). Stadium pembiusan pada ikan dapat di lihat pada Gambar 2, Gambar 3, Gambar 4, dan Gambar 5. Gambar 5. Stadium 4 (pingsan)
Gambar 2. Stadium 1 (Hilangnya reaksi terhadap rangsangan luar)
Gambar 3. Stadium 2 (sebagian keseimbangan hilang) Keseimbangan tubuh ikan uji semakin cepat terganggu seiring dengan bertambahnya konsentrasi minyak biji pala. Hasil pengamatan menunjukkan semakin tinggi konsentrasi minyak biji pala keadaan fisiologis ikan semakin terganggu.
Semakin lama waktu dedah, ikan uji bergerak semakin lambat. Hasil pengamatan menunjukan bahwa semakin tinggi konsentrasi minyak biji pala menyebabkan waktu pingsan ikan nilem semakin cepat. Hal ini dapat dilihat pada konsentrasi 75 mg/l waktu pingsan 97,11 menit yang lambat pingsannya dibandingkan konsentrasi 100 mg/l, 125 mg/l dan 150 mg/l sebesar 26,57 menit, 19,40 menit, 10,13 menit, ini diduga berkaitan dengan kecepatan bahan anastesi untuk berdifusi ke dalam tubuh yang menyebabkan terjadinya penyerapan bahan anastesi ke dalam aliran darah, dengan demikian maka semakin tinggi konsentrasi bahan anastesi semakin cepat hewan uji memberikan respon. Sebaliknya, difusi bahan pembius dengan konsentrasi rendah terjadi secara perlahan-lahan ke dalam tubuh melalui aliran darah sehingga respon pingsan lebih lama. Waktu Sadar Ikan Nilem Waktu sadar merupakan waktu yang dibutuhkan ikan dalam keadaan pingsan sampai ikan kembali dalam keadaan normal. Rata-rata waktu sadar ikan nilem dari berbagai konsentrasi minyak biji pala disajikan pada Gambar 6.
Gambar 4. Stadium 3 (seluruh keseimbangan hilang)
Penggunaan Minyak Biji Pala Sebagai Bahan Anastesi …………. (Srie Rahayu dan Sanan) 25 22
Ekologia, Vol. 12 No.2 , Oktober 2012 : 23-31
800
Waktu Sadar (detik)
740
1200
Umur (detik)
700 600
1000
500
800
983,50 894,75 739,25
400
600
300 200 100
84,5
118,5
400
17,5 75
268,50
200
0 100
125
150
0
Perlakuan (mg/l)
75
100
125
150
Perlakuan (mg/l)
Gambar 6. Rata-rata Waktu Sadar Ikan Nilem Hasil pengamatan menunjukan semakin tinggi konsentrasi minyak biji pala semakin lambat waktu sadar ikan nilem. Hal ini dikarenakan semakin tinggi konsentrasi dan mudah larutnya bahan anastesi minyak biji pala dalam air dan lemak maka semakin cepat dan banyak minyak pala yang masuk ke dalam sistem aliran darah yang kemudian akan disebar ke seluruh tubuh termasuk otak dan jaringan lainnya, sehingga membutuhkan waktu yang lama untuk mengembalikan tubuh ke keadaan normal kembali. Bahan anastesi akan menghambat kerja enzim sitokhrome yang menyebabkan penurunan pasokan oksigen dan glukosa ke otak. Kurangnya oksigen dalam jaringan otak menyebabkan ikan pingsan. Penggunaan minyak biji pala dalam proses anastesi induk ikan Nilem dengan konsentrasi 150 mg/l merupakan konsentrasi terbaik dibandingkan dengan konsentrasi 75 mg/l, 100 mg/l dan 125 mg/l. minyak biji pala dengan konsentrasi 150 mg/l memiliki waktu pingsan 608 detik dan waktu pulih sadar paling lama yaitu 740 detik. 3. Umur Spermatozoa Ikan Nilem Rata-rata umur spermatozoa ikan nilem dari berbagai konsentrasi minyak biji pala disajikan pada Gambar 7.
Gambar 7. Rata-rata Umur Spermatozoa Ikan Nilem Lamanya spermatozoa motil dipengaruhi oleh umur dan kematangan spermatozoa, temperatur dan faktor-faktor lingkungan lain seperti ion-ion, pH dan osmolalitas. Sebagian besar spermatozoa ikan air tawar dapat motil tidak lebih dari 2-3 menit setelah bersentuhan dengan air (Fujaya, 2004). Hasil penelitian menunjukan, bahwa umur spermatozoa terendah adalah 268,5 detik (4 menit 28 detik), hasil ini lebih besar dari hasil penelitian Fujaya (2004) yaitu spermatozoa ikan air tawar dapat motil tidak lebih dari 2-3 menit. Hal ini menunjukan bahwa pemberian minyak biji pala sebagai bahan anastesi tidak mempengaruhi umur spermatozoa ikan uji. Motilitas Spermatozoa Ikan Nilem Motilitas merupakan parameter paling umum yang digunakan untuk mengevaluasi kualitas sperma (Robert, 1995). Rata-rata motilitas ikan nilem dari berbagai konsentrasi minyak biji pala disajikan pada Gambar 8. Berdasarkan pengamatan menunjukan nilai motilitas spermatozoa tertinggi dari beberapa konsentrasi terdapat pada konsentrasi 75 mg/l.
Penggunaan Minyak Biji Pala Sebagai Bahan Anastesi …………. (Srie Rahayu dan Sanan) 26 22 23
Ekologia, Vol. 12 No.2 , Oktober 2012 : 23-31
5 4,5 4 3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0
Motilitas Sperma
3,25 2,75
75
100
3,00
125
2,75
150
Perlakuan (mg/l)
Gambar 8. Rata-rata Motilitas Spermatozoa Ikan Nilem Rendahnya motilitas sperma diduga karena stress pada ikan setelah mengalami pengangkutan dan pemberian bahan anastesi pada proses pengangkutan, terutama pada ikan yang telah matang gonad. Menurut Pickering (1981) stress dapat berpengaruh negatif pada ikan yaitu mengurangi kekebalan tubuh, resistensi terhadap penyakit, mengurangi kualitas telur dan spermatozoa dalam viabilitasnya serta menghambat pertumbuhan. Derajat Pembuahan Telur Ikan Nilem Proses pembuahan pada ikan nilem bersifat monospermik, yaitu hanya satu sperma yang akan melewati mikrofil dan membuahi sel telur, dan setiap spermatozoa memiliki kesempatan yang sama untuk membuahi satu sel telur (Effendie, 1997). Rata-rata derajat pembuahan ikan nilem dari berbagai konsentrasi minyak biji pala disajikan pada Gambar 9. Derajat Pembuahan (%)38,07 40 35
37,35
32,46 29,21
30 25 20 15 10 5 0 75
100
125
150
Perlakuan (mg/l)
Gambar 9. Rata-rata Derajat Pembuahan Ikan Nilem
Keberhasilan fertilitas bukan saja ditentukan dari kualitas telur, tetapi juga ditentukan oleh kualitas spermatozoa. Berdasarkan pengamatan menghasilkan derajat pembuahan yang bervariasi sekitar 29,21 % - 38,07 %. Derajat pembuahan tertinggi rata-rata didapatkan pada perlakuan 100 mg/l. Rendahnya derajat pembuahan diduga karena motilitas yang rendah akibat stress pada ikan setelah mengalami pengangkutan dan pemberian bahan anastesi. Harvey dan Hoar (1979) dalam Pangestuningtyas (1993), menyatakan bahwa kemampuan membuahi sperma tidak hanya dipengaruhi motilitasnya saja, tetapi sperma yang sudah mulai berkurang motilitasnya hanya mempunyai waktu singkat untuk membuahi. Menurut Fowler (1999), akibat stress yang berlangsung lama berimplikasi pada penurunan keefektifan sistem imun, sistem syaraf dan endokrin di dalam tubuh. Lebih lanjut, dinyatakan bahwa stress dapat menimbulkan respon-respon yang tidak mempengaruhi kesejahteraan, kesenangan dan reproduksi hewan. Menurut Hawari (2001), stress dapat menimbulkan perubahan berbagai fungsi endokrin. Selye (1973) menjelaskan bahwa respon stress melibatkan sistem endokrin dalam hal pengaturan sistem tubuh oleh hipotalamus dan hipofisis, serta mempengaruhi hormon reproduksi. Derajat Penetasan Telur Ikan Nilem Hasil penelitian menunjukan, bahwa semua perlakuan tidak menghasilkan perbedaan nyata (P> 0,05) untuk tingkat kelangsungan hidup benih ikan nilem. Kelangsungan hidup berkisar 18,41-35,88 %.Rata-rata derajat penetasan telur ikan nilem pada semua perlakuan disajikan pada Gambar 10. Dari hasil pengamatan menunjukan bahwa rendahnya derajat penetasan telur dipengaruhi oleh motilitas sperma untuk membuahi sperma.
Penggunaan Minyak Biji Pala Sebagai Bahan Anastesi …………. (Srie Rahayu dan Sanan) 27 22 24
Ekologia, Vol. 12 No.2 , Oktober 2012 : 23-31 Derajat Penetasan (%) 40
Kelangsungan Hidup (%) 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
35,88
35 30 25 20
18,41
20,7
20,31
15 10 5 0 75
100
125
150
Perlakuan (mg/l)
92,11 75
44,74 37,37
75
100
125
150
Perlakuan (mg/l)
Gambar 10. Rata-rata Derajat Penetasan Gambar 11.Rata-rata Kelangsungan Hidup Ikan Nilem Ikan Nilem Kualitas sperma tersebut dipengaruhi oleh kondisi stress pada ikan Rendahnya tingkat kelangsungan setelah mengalami pengangkutan dan hidup disebabkan oleh faktor dalam dan pemberian bahan anastesi sehingga faktor luar. Faktor dalam yaitu kemampuan mengganggu reproduksi ikan tersebut. ikan untuk menyesuaikan diri dengan Menurut Tang dan Affandi (2002) semakin lingkungannya, kematian alamiah dan cepat embrio bergerak, maka akan semakin penyakit serta kualitas sperma untuk cepat terjadi penetasan. Motilitas yang membuahi sel telur yang mengakibatkan rendah berakibat pada lambatnya penetasan kondisi larva yang tidak baik, sedangkan telur, sehingga nilai derajat penetasan faktor luar adalah kualitas air. Motilitas rendah. Rendahnya derajat penetasan telur merupakan parameter paling umum yang disebabkan oleh kegagalan proses dipergunakan untuk mengevaluasi kualitas pembuahan, yaitu kemampuan sperma (Robert, 1995). Data yang ada spermatozoa untuk mencapai mikrofil sel menunjukkan adanya korelasi positif antara telur, untuk mencapai mikrofil maka kualitas sperma dan kelangsungan hidup motilitas sperma haruslah tinggi. larva. Rendahnya derajat kelangsungan Rendahnya motilitas sperma akibat stress hidup larva diduga karena kualitas sperma pada ikan mengakibatkan rendahnya yang kurang baik, dapat dilihat dari derajat penetasan telur (Subroto, 1986). motilitas yang rendah. Hal ini diduga Hasil penelitian nilai derajat karena kondisi ikan jantan yang penetasan menunjukan konsentrasi 150 menghasilkan sperma dalam kondisi stress mg/l merupakan konsentrasi terbaik untuk setelah mengalami pengangkutan dan derajat penetasan dibandingkan konsentrasi pemberian bahan anastesi dalam proses 75 mg/l, 100 mg/l dan 125 mg/l karena pengangkutan. Menurut Hepher dan memiliki nilai derajat penetasan tertinggi Pruginin (1984), ikan-ikan yang masih yaitu 35,88 %. berukuran benih akan lebih rentan terhadap 7. Tingkat Kelangsungan Hidup Larva Ikan penyakit dan penanganan yang kurang hatiNilem berkisar 37,37-92,11 %. Rata-rata hati dalam proses pemeliharaan dapat tingkat kelangsungan hidup larva ikan menurunkan tingkat kelangsungan hidup nilem pada semua perlakuan disajikan pada ikan. Hasil penelitian menunjukan bahwa Tabel 13 dan Gambar 11. Kualitas sperma penggunaan minyak biji pala dalam proses yang dihubungkan dengan kelangsungan anastesi induk ikan Nilem dengan hidup benih, merupakan hal yang sangat konsentrasi 150 mg/l merupakan menarik untuk diteliti. Kualitas sperma konsentrasi terbaik karena memiliki nilai dipengaruhi oleh karakteristik induk jantan, kelangsungan hidup larva tertinggi yaitu baik secara genetik, stres, kondisi, ukuran 92,11 % dibanding konsentrasi 75 mg/l, tubuh, masa bereproduksi dan dengan 100 mg/l dan 125 mg/l. pengecualian pada faktor genetik, Penggunaan Minyak Biji Pala Sebagai Bahan Anastesi …………. (Srie Rahayu dan Sanan) 22 2825
Ekologia, Vol. 12 No.2 , Oktober 2012 : 23-31 Fowler. M.E. 1999. Zoo and Wild Animal Medicine. Ed ke-4. W.B. Saunders Company. Philadelphia. hlm 34-35.
KESIMPULAN 1. Minyak biji pala mengandung senyawa miristisin yang dapat digunakan sebagai bahan pembius ikan. 2. Berdasarkan hasil analisis probit diperoleh nilai LC50 minyak biji pala terhadap ikan nilem (Osteochilus hasselti, C.V) pada pemaparan 24 jam adalah 243,22 mg/l. 3. Semakin tinggi konsentrasi minyak biji pala menyebabkan waktu pingsan ikan nilem semakin cepat, konsentrasi terendah (75 mg/l) waktu pingsan 97,11 menit sedangkan konsentrasi tertinggi (150 mg/l) menghasilkan waktu pingsan 10,13 menit. Sedangkan untuk waktu sadar semakin tinggi konsentrasi minyak biji pala semakin lambat waktu sadar ikan nilem, konsentrasi terendah (75 mg/l) waktu sadar 17,50 detik sedangkan konsentrasi tertinggi (150 mg/l) menghasilkan waktu sadar 740,00 detik. 4. Konsentrasi 150 mg/l merupakan konsentrasi terbaik karena waktu pingsan tercepat serta nilai derajat penetasan dan nilai kelangsungan hidup larva tertinggi. Minyak biji pala berpengaruh terhadap kualitas sperma.
Fujaya, Y. 2004. Fisiologi Ikan. Rineka Cipta. Jakarta. 179 hlm. Hawari, D. 2001. Manajemen Stres, Cemas dan Depresi. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. hlm 28109. Hepher and Pruginin. 1984. Commercial Fish Farming, with the Special Reference to Fish Culture in Israel. Jhon Willey and Sons. New York. 261p. Pangestuningtias, J.W. (1993). Study tentang Pengaruh Radiasi Sinar Ultra Violet dan Waktu Penyimpanan Sperma Ikan Mas (Cyprinus carpio L) Terhadap Persentase Pembuahan dan Persentase Penetasan Telur. Fakultas Peternakan, Universitas Dipenogoro, Semarang. Pickering,A.D. 1981. Stress and Fish. Academic Press. London. 367 Pp. Pratiwi, T. 2000. Pengkajian Pengaruh Pembiusan dengan Minyak Biji Pala pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Gift dan Penerapannya dalam Pengangkutan. Tesis. Program Studi Teknologi Pasca Panen. Program Pasca Sarjana IPB. Bogor. Roberts, R. J. 1995. Sperm Physiology and quality. Dalam : Broodstock Management and Egg and Larval Quality. Bromage, N. R (Eds). Institute of Aquaculture, University of Stirling. Scotland. hlm 25-52.
DAFTAR PUSTAKA Dharma, L., Abdul, W., Zafril, I., dan Yosmaniar. 2004. Penelitian Teknik Transportasi dan penanganan Pasca ransportasi Ikan Betutu untuk Menekan Mortalitas. Laporan Hasil Riset. Balai Riset Perikanan Budidaya air Tawar. Bogor. hlm. 209-215.
Selye, H. 1973. Studies on Adaptation. Endocrinology 21. hlm 169-188. Steel, R. G. D., dan Torrie, J. H. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika. Suatu Pendekatan Biometrik. Edisi II. Penerbit Gramedia. Jakarta. hlm.234 dan 688702.
Effendie, M.I. 1979. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor. Effendie, M.I. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Yogyakarta. 163 hlm.
Subagja, J., Rudhy, G., dan Hidayat, D. 2006. Penentuan Dosis Hormon Steroid dan Teknik Pemberian untuk Feminisasi Ikan Nilem (Osteochilus hasselit C.V). Laporan Hasil Riset.
Penggunaan Minyak Biji Pala Sebagai Bahan Anastesi …………. (Srie Rahayu dan Sanan) 29 22 26
Ekologia, Vol. 12 No.2 , Oktober 2012 : 23-31
Balai Riset Perikanan Budidaya air Tawar. Bogor. hlm. 300-310.
Willford, W.A. 1970. Effect of MS-222 on Electrolyte and Water Content in the Brain of Rainbow Trout. Us Bureau of Sport Fisheries and Wild Life Investigation in Fish Control.
Subroto, N. 1986. Pengaruh temperature Terhadap Masa Inkubasi dan Derajat Penetasan Telur Ikan Mas Koki (Carassius auratus). Fakultas Peternakan. Universitas Dipenogoro. 40 hlm. Tang, U. M. dan Affandi. 2002. Fisiologi Hewan Air. Unri Press. Pekan Baru. hlm 172-195.
Penggunaan Minyak Biji Pala Sebagai Bahan Anastesi …………. (Srie Rahayu dan Sanan) 30 22 27
Ekologia, Vol. 12 No.2 , Oktober 2012 : 32-38
PERBANDINGAN KONSENTRASI HIDROKOLOID DAN KONSENTRASI ASAM SITRAT DALAM MINUMAN JELI SUSU SESUAI MUTU DAN KUALITAS Ade Heri Mulyati 1, Farida Nuraeni 2 dan Dini Restu Dwiyana 2 1,2,3) FMIPA Universitas Pakuan, Bogor ABSTRACT In the manufacture of jelly milk drinks are necessary also other additional ingredients such as sugar is used as a sweetener in the manufacture of jelly while working to ease hydrocolloid dispersion. Potassium citrate is used for auxiliary materials, especially the formation of gel texture carrageenan, citric acid is used as a substance other than flavor in soft drinks, used also as an inhibitor of microbial growth in milk jelly drinks.An analysis of milk jelly beverage products, including the organoleptic analysis of where the testing is done against the panelists to determine the level of liking for the product. Viscosity to determine the viscosity of the product before the final product, the analysis is conducted to determine the strength of the gel on which the final product gel strength will be measured by looking at the gel fracture when pressed with a certain weight. PH measurement is necessary to know the level of acidity flavor obtained from addition of citric acid and then measuring ° brix to see the level of sweetness of the product because of sweetener used is pure sugar. In this study the analysis of protein levels because the products contain milk which is produced by converting nitrogen compounds into ammonium sulfate and then elaborated by NaOH, whereas the liberated ammonia was tied with H3BO4 and then titrated with HCl Key words: Gels, hydrocolloid, sugar, potassium citrate, citric acid, organoleptic, viscosity, gel strength, pH, ° brix, protein levels
panan dan produk yang mengalami PENDAHULUAN Jeli adalah makanan semi padat sineresis sulit diterima konsumen (Haryadi, yang diolah dari rumput laut (gracilaria sp) Nusantoro & Supriyadi 1998; Toncheva, dan sangat populer di masyarakat. Suatu Hadjikinov & Panchev 1994). hasil olahan pangan tidak semata-mata Pada pembuatan minuman jeli untuk tujuan peningkatan gizi, tetapi juga pemilihan jenis hidrokoloid dipertimuntuk mendapatkan karakteristik fungsibangkam berdasarkan sifat-sifat koloid onal yang memenuhi selera organoleptik terhadap sifat produk pangan yang konsumen. Karaktristik fungsional yang dihasilkan dan faktor pertimbangan biaya. diinginkan tersebut diantaranya berhuKarena sifat pembentukan gel bervariasi bungan dengan sifat tekstural produk dari satu jenis hidrokoloid ke hidrokoloid seperti konsistensi, kekentalan, kekenyalan lainnya maka perlu dilakukan pengkomdan kekuatan gel. Komponen yang sangat binasian dari jenis hidrokoloid tersebut. efisien untuk menentukan sifat tekstural Jenis hidrokoloid yang digunakan pada adalah hidrokoloid (Fardiaz dkk, 1987). penelitian ini adalah karagenan dan konjak. Perkembangan produk jeli terdapat Penggunaan karagenan dilakukan karena permasalahan yaitu terjadinya sineresis pada umumnya karagenan dapat melakusetelah produksi dan penyimpanan. Sinekan interaksi dengan makromolekul seperti resis merupakan indeks karakteristik kuaprotein sehingga mampu menghasilkan litas jeli (sistem gel). Sineresis adalah suatu berbagai jenis pengaruh yaitu peningkatan proses pemisahan cairan berberat molekul viskositas dan pembentukan gel. Konjak rendah pada permukaan gel karena spondipilih sebagai bahan yang ditambahkan tanitas maupun stimulasi selama penyimpada karagenan dan dapat meningkatkan Perbandingan Konsentrasi Hidrokoloid.…….……………………………. (Ade Heri M., dkk) 32
Ekologia, Vol. 12 No.2 , Oktober 2012 : 32-38
elastisitas dari gel yang terbentuk dan lebih stabil terhadap sineresis.
Analisis Produk Organoleptik Disiapkan produk yang akan diuji organoleptik, baik secara rasa, aroma, tekstur dan aftertaste. Kemudian diberi penilaian terhadap produk tersebut dengan cara : Nyatakan kesukaan Anda pada produk dengan memberikan nilai : 1. Sangat tidak suka 2. Tidak suka 3. Biasa/netral 4. Suka 5. Sangat suka
BAHAN DAN METODE Alat Alat destilasi, Buret 50 mL, Erlenmeyer 250 mL, gelas ukur 100 mL, hot plate, labu ukur 250 mL; 500 mL, neraca analitik, pH meter, pipet tetes, pipet volumetrik 25 mL, refraktometer, sedotan, sendok, sloki, spatula, textur analyzer,viskometer. Bahan Akuades, campuran selen, H2SO4 (p), H3BO3 2%, indikator PP, NaOH 30%, sampel minuman.
Tabel 4. Contoh Form Hedonik Kode MJS A MJS B MJS C MJS D MJS E MJS F
Metode Penelitian Dalam memudahkan pengambilan keputusan digunakan rancangan percobaan pada penelitian ini adalah RAL. Faktor pertama pengaruh 3 jenis konsentrasi hidrokoloid yaitu A1 = 0,36 % karagenan : 0,41% konjak, A2 = 0,55 % karagenan : 0,22% konjak, A3 = 0,6 % karagenan : 0,17% konjak dan faktor pengaruh asam yaitu B1 = 0,36 %, B2 = 0,48 %. Setiap perlakuan dilakukan 2 kali ulangan.
Aroma
Tekstur
Rasa
Aftertaste
Kekuatan Gel Disiapkan produk, kemudian diukur gel strength pada alat Textur Analyzer, dengan jarak dan kekuatan beban yang sudah ditentukan sesuai besar atau kecilnya tempat yang digunakan produk.
Pembuatan Produk Kombinasi hidrokoloid (karagenan: 0,36% + konjak : 0,41%) di dry mix dengan gula 12 %, Kalium sitrat 0,125%, kemudian dipanaskan hingga mencapai suhu 70°C (larutan A) dan ditambahkan larutan fullcream 1,1% dan skim 3% (larutan B) dipanaskan lagi hingga suhu 80°C, lalu dimasukkan larutan Asam sitrat, kemudian ditambahkan perasa buatan. Setelah homogen dikemas dalam cup yang bertutup lalu dilakukan proses pasteurisasi pada suhu 90°C selama 15 menit. Dilakukan pada tiap konsentrasi hidrokoloid dan konsentrasi asam.
Viskositas Disiapkan produk yang akan di ukur viskositasnya sebanyak 300 mL, kemudian pasang alat viscometer pada kecepatan 12 rpm dan spindle 2. Dimana semakin kental larutan maka nomor spindle semakin kecil. pH Kalibrasi pH meter dengan larutan buffer pH, dilakukan setiap saat akan melakukan pengukuran. Elektroda yang telah dibersihkan dengan air suling dicelupkan ke dalam sampel yang akan diperiksa. Dicatat harga pH pada skala pH meter yang ditunjukkan.
Perbandingan Konsentrasi Hidrokoloid.…….……………………………. (Ade Heri M., dkk) 33
Ekologia, Vol. 12 No.2 , Oktober 2012 : 32-38
hidrokoloid (karagenan : konjak) dan konsentrasi asam sitrat diantaranya adalah :
Total padatan (°Brix) Dibersihkan prisma refractometer dengan aquadest, lalu diseka dengan tisu. Kemudian diteteskan produk yang akan diukur, ditutup prisma tersebut dan arahkan ke sumber cahaya, diamati batas terang dan gelap tersebut merupakan nilai °Brix pada skala refractometer.
Tabel 5. Formulasi Perbandingan Hidrokoloid dan Asam sitrat
Kadar Protein Uji kadar protein dilakukan karena sampel produk tersebut mengandung susu, sehingga perlu diketahui berapa kadar protein dalam sampel. Ditimbang sampel sebanyak 0,51 gram yang ditambahkan campuran selen dan 25 mL H2SO4 (p) kedalam labu destruksi dipanaskan sampai larutan berwarna kuning atau tak berwarna dan jernih. Didinginkan larutan tersebut, lalu dimasukkan secara kuantitatif ke dalam labu ukur 100 mL dan diencerkan sampai tanda tera. Dipipet dengan teliti 5 mL larutan sampel, lalu ditambahkan 2-3 tetes larutan indikator PP 1% dan larutan NaOH 30 % samapai berlebih (25 mL atau warna larutan menjadi merah). Kemudian didestilasi sampai larutan penampung yang berisi larutan H3BO3 2-3% 10 mL (secara kuantitatif) dan 2-3 tetes larutan indikator BCG.MM (5:1) sampai volume destilat menjadi 100 mL atau selama 10 menit. Dititrasi dengan larutan HCl 0,01 N sampai dapat titik akhir yaitu merah (SNI 01-2891-1992). Perhitungan :
Kode
Karagenan (%)
Konjak (%)
Asam sitrat (%)
MJS A
0,38
0,41
0,36
MJS B
0,55
0,22
0,36
MJS C
0,60
0,17
0,36
MJS D
0,38
0,41
0,48
MJS E
0,55
0,22
0,48
MJS F
0,60
0,17
0,48
Dan didapatkan hasil dari beberapa parameter uji yang dilakukan yaitu : Tabel 6. Hasil Parameter Uji Parameter Uji Kode Sampel Organo Kekuatan Viskositas leptik Gel (w/sec) (cps)
Kadar Protein (b/b) = {(V HCl – V b) x N HCl x fp x fk x 14 x 100% }/W
pH
Brix (%)
Kadar Protein (%)
MJS A
3,67
103,311
55,955
4,3
13,2
1,80
MJS B
3,67
107,910
68,225
4,25
13,2
1,75
MJS C
3,67
110,253
76,080
4,35
13,4
1,85
MJS D
3,70
110,500
60,825
4,25
13,0
1,855
MJS E
3,00
28,716
60,500
4,5
13,0
0,35
MJS F
3,07
34,691
64,500
4,5
13,0
0,45
Organoleptik Dari data uji organoleptik didapatkan tingkat kesukaan panelis yang dapat diterima berdasarkan rasa keseluruhan (dengan penilaian minimal 3,50) terhadap produk minuman jeli susu adalah :
Keterangan : Vb = volume blanko (mL) VHCl = volume HCl (mL) N HCl = konsentrasi larutan HCl yang digunakan pada titrasi fp = faktor pengenceran fk = faktor konversi W = berat sampel (mg)
HASIL DAN PEMBAHASAN Pada pembuatan minuman jeli susu digunakan beberapa macam konsentrasi Perbandingan Konsentrasi Hidrokoloid.…….……………………………. (Ade Heri M., dkk) 34
Ekologia, Vol. 12 No.2 , Oktober 2012 : 32-38
Tabel 7. Hasil Organoleptik
Tabel 8. Hasil Analisis Kekuatan Gel
Rasa Aftertaste keseluruhan
No.
Kode
Aroma
Tekstur
1
MJS A
3,5
3,43
3,67
3,09
Kode Sampel
2
MJS B
3,31
3,70
3,67
3,23
MJS A
3
MJS C
3,70
3,46
3,67
3,23
4
MJS D
3,37
3,07
3,70
2,85
5
MJS E
3,00
2,53
3,00
2,61
6
MJS F
3,00
2,60
3,07
2.65
MJS B
MJS C
MJS D
Keterangan : MJS = Minuman Jeli Susu
Pada sampel produk MJS D memiliki nilai rasa keseluruhan paling tinggi dengan perbandingan konsentrasi karagenan 0,36% : konjak 0,41% dan konsentrasi asam sitrat 0,48% dengan spesifikasi produk adalah memiliki aroma khas susu yang kuat dan segar tanpa bau lain, rasa susu kuat, gel mudah disedot dan homogen antara susu dengan cairan (tidak ada susu yang terpisah), tidak ada rasa yang menyimpang di akhir rasa. Sedangkan pada sampel produk MJS E dan MJS F memiliki nilai rasa keseluruhan yang paling rendah dengan spesifikasi produk bau susu lemah dan ada bau lain yang menyimpang, rasa susu berkurang dan gel sedikit terbentuk cenderung berupa cairan, terjadi endapan (susu terdenaturasi dan memisah). Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu saat penambahan asam sitrat konsentrasi yang dipakai terlalu besar yaitu 0,48%, dengan konsentrasi asam sitrat yang terlalu besar dapat merusak susu yang ditambahkan pada produk dan perbandingan konsentrasi antara karagenan dengan konjak sehingga gel tidak terbentuk dengan baik.
MJS E
MJS F
Bloom Strength Distance (w/sec) (mm)
Time (sec)
1
103,285
43,08
21,08
2
103,337
43,23
21,05
1
106,482
43,87
20,98
2
109,338
43,66
21,13
1
111,108
44,04
20,67
2
109,398
43,76
20,88
1
110,112
42,77
20,62
2
110,887
43,86
20,98
1
34,561
63,21
22,90
2
22,870
65,14
18,74
1
33,743
63,77
18,91
2
35,639
59,17
20,01
Ulangan
Ratarata (w/sec) 103,311
107,910
110,253
110,500
28,716
34,691
Pada MJS A, MJS B, MJS C, MJS D nilai bloom strength yang didapat lebih dari 99,0 w/sec, hal ini menunjukkan gel tersebut memiliki spesifikasi yang baik yaitu gel yang kuat, elastis dan mudah disedot. Sedangkan untuk sampel MJS E dan MJS F nilai bloom strength yang didapat kecil sekali karena pada saat analisa sampel tersebut tidak terbentuk gel yang kuat, lebih cenderung cairan dan antara susu dengan cairan terpisah. Viskositas Dari hasil analisis viskositas terhadap produk minuman jeli susu didapatkan hasil sebagai berikut : Tabel 9. Hasil Analisis Viskositas Kode Sampel MJS A
MJS B
Kekuatan Gel Uji kekuatan gel dilakukan untuk mengetahui seberapa besarkah gel tersebut terbentuk dan mampu menahan beban yang ditambahkan hingga gel tersebut patah. Dari hasil analisis didapatkan data sebagai berikut :
MJS C
MJS D
MJS E
MJS F
1
Nilai Viskositas (cps) 56,02
2
55,89
1
68,17
2
68,28
1
76,04
2
76,12
1
60,88
2
60,13
1
60,77
2
60,23
1
62,88
2
66,12
Ulangan
Rata-rata (cps) 55,955
68,225
76,080
60,825
60,50
64,50
Perbandingan Konsentrasi Hidrokoloid.…….……………………………. (Ade Heri M., dkk) 35
Ekologia, Vol. 12 No.2 , Oktober 2012 : 32-38
Hasil yang didapatkan saat analisis dari masing-masing sampel tidak terlalu jauh, dengan kekentalan sampel tersebut tidak dikhawatirkan adanya kesulitan saat filling gel disuhu minimum 75°C, karena pada suhu ini gel sudah mulai terbentuk dan bukan lagi berupa cairan yang kental.
karena batasan keasaman yang diperbolehkan dalam minuman asam untuk dikonsumsi adalah ± 3,5 - 4,5. Total padatan (°Brix) Dari hasil analisis brix terhadap produk minuman jeli susu didapatkan hasil sebagai berikut :
pH
Tabel 11. Hasil Analisis Total Padatan (°Brix)
Dari hasil analisis pH terhadap produk minuman jeli susu didapatkan hasil sebagai berikut : Tabel 10. Hasil Analisis pH Kode Sampel
Ulangan
Nilai pH
1
4,4
2
4,2
1
4,5
2
4,5
1
4,3
2
4,4
MJS A MJS B MJS C MJS D MJS E MJS F
1
4,2
2
4,3
1
4,5
2
4,5
1
4,6
2
4,4
Kode Sampel
Ulangan
Nilai Brix (%)
1
13,2
2
13,2
1
13,2
2
13,2
1
13,0
2
13,4
1
13,0
2
13,0
1
13,0
2
13,0
1
13,0
2
13,0
MJS A
13,2
Rata-rata 4,3
MJS B
4,25
MJS C
4,35
Rata-rata (%)
13,2
13,4
MJS D
13,0
4,25 MJS E
13,0
4,5 MJS F
13,0
4,5
Kadar Protein Dari hasil analisis kadar protein terhadap produk minuman jeli susu didapatkan hasil sebagai berikut:
Nilai pH yang tercapai adalah ± 4,2 - 4,6 dengan nilai pH tersebut produk yang dihasilkan memiliki rasa asam namun masih layak dikonsumsi oleh setiap orang, Tabel 12. Hasil Analisis Kadar Protein WCTH
VHCL CTH
VHCL BL
Kode
NHCl
fp
fk
Protein
Rata-rata
(g/100g)
(g/100g)
BM N
(mG)
(mL)
(mL)
1
522,8
1,40
0,44
0,0113
10
6.38
14
1,82
2
518,3
1,38
0,44
0,0113
10
6.38
14
1,79
1
513,7
1,34
0,44
0,0113
10
6.38
14
1,73
2
516,1
1,36
0,44
0,0113
10
6.38
14
1,76
1
516,7
1,39
0,44
0,0113
10
6.38
14
1,85
2
512,8
1,38
0,44
0,0113
10
6.38
14
1,85
1
509,8
1,38
0,44
0,0113
10
6.38
14
1,86
2
512,3
1,38
0,44
0,0113
10
6.38
14
1,85
MJS A
MJS B
1,80
MJS C
1,75
1,85
MJS D
1,855
Perbandingan Konsentrasi Hidrokoloid.…….……………………………. (Ade Heri M., dkk) 36
Ekologia, Vol. 12 No.2 , Oktober 2012 : 32-38
1
516,3
0,62
0,44
0,0113
10
6.38
14
0,35
2
509,6
0,62
0,44
0,0113
10
6.38
14
0,35
1
509,4
0,66
0,44
0,0113
10
6.38
14
0,43
2
509,7
0,68
0,44
0,0113
10
6.38
14
0,47
MJS E
0,35
MJS F
0,45
Anonim. 2011. Hidrokoloid dalam http://farmasea.wordpress.com/karyatulis/. Diakses pada tanggal 23 Januari 2011. Badan Standar Nasional. 1992. Cara Uji Makanan dan Minuman SNI 01-28911992. Jakarta : Pusat Standarisasi Industri Departemen Perindustrian. Fardiaz Srikandi, Ratih Dewanti, & Slamet Budjianto. 1987. Risalah Seminar Bahan Tambahan Kimiawi (Food Additve). Institut Pertanian Bogor. Haryadi, Nusantoro, B.P. & Supriyadi. 1998. Pengaruh Jenis Pengekstrak dan Pati Terhadap Sifat Gel Cincau yang Dibuat Dengan Ekstraksi dan Pemasakan Optimal. Agritech. Universitas Gadjah Mada. Jana-Anggadiredjo, 2006. Rumput Laut. Penebar Swadaya, Jakarta. M. Aslan, Ir. Laode. 1998. Budidaya Rumput Laut. Yogyakarta : Kanisius Poncomulyo,T,et.al.2006. Budi Daya Dan Pengolahan Rumput Laut. PT AgroMedia Pustaka. Jakarta Selatan. Rahayu, W.P. 2001. Penuntun Praktikum Penelitian Organoleptik. Fateta. IPB. Bogor. Winarno, F.G dan Felicia Kartawidjajaputra. 2007. Pangan Fungsional Dan Minuman Energi. Bogor. M-BRIO PRESS. Cetakan 1.
Pada sampel produk minuman jeli susu ini susu yang digunakan adalah fullcream 1,1% dan skim 3%. Dari data hasil analisis didapatkan kadar protein yang terbesar adalah sampel MJS D dengan nilai 1,855%. Hasil yang didapatkan menggunakan faktor konversi susu yaitu 6.38, hal ini dikarenakan produk yang dibuat menggunakan tambahan susu yang mengandung protein. Sedangkan pada sampel MJS E dan MJS F hasil yang diperoleh hanya dibawah 1% karena susu dalam produk terjadi proses pemecahan akibat penambahan asam sitrat yang terlalu tinggi. Kesimpulan Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa produk MJS D dalam pembuatan produk Minuman Jeli Susu memerlukan perbandingan hidrokoloid antara karagenan dengan konjak sebesar 0,36%:0,41% dan konsentrasi asam sitrat sebesar 0,48% . DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2006. Melakukan Pengujian/Prosedur Secara Analisis Proksimat. Laboratory Operations Project.
Perbandingan Konsentrasi Hidrokoloid.…….……………………………. (Ade Heri M., dkk) 37
Ekologia, Vol. 12 No.2 , Oktober 2012 : 39-43
ANALISIS METODE LAGRANGE DAN TRANSFORMASI LAPLACE DALAM MENGHITUNG MUATAN RANGKAIAN LISTRIK SEDERHANA Embay Rohaeti FMIPA Universitas Pakuan, Bogor ABSTRAK Dalam menghitung muatan rangkaian listrik sederhana biasanya diselesaikan dengan ilmu Fisika. Salah satu solusi alternatif lain adalah dengan menggunakan Persamaan Differensial berupa metode Lagrange dan Transformasi Laplace. Keywords: Rangkaian Listrik Sederhana, Persamaan Differensial, Metode Lagrange, Transformasi Laplace.
PENDAHULUAN Matematika sebagai bahasa simbol yang bersifat universal sangat erat hubungannya dengan kemajuan teknologi. Kenyataan membuktikan bahwa untuk menyelesaikan masalah-masalah kehidupan nyata dibutuhkan metode-metode Matematika yang dimodelkan dalam model matematika seperti model persamaan differensial (Bronson, 2007). Dalam menghitung muatan rangkaian listrik sederhana biasanya diselesaikan dengan ilmu fisika. Hasil akhir perhitungan muatan rangkaian listrik sederhana selalu sama walaupun diselesaikan secara Fisika, metode Lagrange dan Transformasi Laplace. Metode Lagrange dan Transformasi Laplace mempunyai kelebihan dan kelemahan masing-masing sehingga perlu dianalisis dalam menyelesaikan suatu perhitungan rangkaian listrik sederhana. BAHAN DAN METODE Metode yang digunakan dalam menghitung muatan rangkaian listrik sederhana adalah metode Lagrange dan Transformasi Laplace.
E (t ) 10 sin t volt. Bila diketahui pada saat t = 0, besar muatan listrik qt adalah nol dan besar nilai turunan pertama muatan listrik q ' t adalah 1, tentukan besar muatan listrik q pada saat t 1 . (Giancoli, 1998).
Pembahasan Metode Lagrange Menurut Moentiarsanto, (1982), langkah penyelesaian dengan metode Lagrange: a. Membentuk permasalahan ke dalam bentuk rangkaian listrik sederhana sebagai berikut :
HASIL DAN PEMBAHASAN Suatu rangkaian listrik memiliki R 180 ohm, C 1 / 280 farad, L 20 b. Membentuk model matematika Henry, dan sebuah sumber tenaga sebesar Analisis Metode Lagrange dan Transformasi .…….……………………. (Embay) 20 39
Ekologia, Vol. 12 No.2 , Oktober 2012 : 39-43
Berdasarkan hukum Kirchhoff II mengenai beda tegangan pada suatu rangkaian tertutup yang memuat sumber tenaga, “jumlah beda tegangan pada resistor, induktor, dan kapasitor sama dengan beda tegangan yang dihasilkan sumber tenaga”, dapat ditulis : E L E R EC E berdasarkan persamaan (1), (2), (3) didapat : di 1 L Ri q E dt C dq karena i dt d dq dq 1 L R q E dt dt dt C
Persamaan Differensial yaitu dengan mencari complemen solution dan particular solution sebagai berikut: i. Complemen solution: Setelah diketahui akar karakteristik dari persamaan differensial, yaitu m1 2 , m2 7 maka mencari complemen solution dengan rumus:
qc C1e m1t C2 e m2t maka complemen solution adalah :
qc C1e 2t C2 e 7t ii.
Particular solution : Selanjutnya mencari particular solution dengan memasukkan akarakar karakteristiknya ke dalam metode Lagrange sebagai berikut: q p e m1t e m2 m1 t Q(t ).e m2t dtdt
d 2q dq q 1 R E e 2t e 7( 2) t sin te 7t dtdt 2 dt C dt 2 2 1 d q dq q e 2t e 5t sin te 7t dtdt 20 2 180 10 sin t 2 1 dt dt e 7t 280 2t 5t 1 dt e e . 7 sin t cos t 2 72 12 d 2q dq 20 2 180 280q 10 sin t 7t dt dt e 7 sin t cos t dt e 2t e 5t maka model matematika dari rangkaian 100 listrik sederhana tersebut adalah: 1 d 2q dq 1 e 2t e 2t 7 sin t cos t dt 9 14 q sin t 2 100 dt 2 dt c. Model matematika tersebut dapat 1 e 2t 13 sin te 2t 9 cos te 2t ditulis ke dalam persamaan differensial 500 sebagai berikut: 13 9 1 sin t cos t ( D 2 9 D 14) y sin t 500 500 2 maka d. Merubah persamaan di atas ke dalam q qc q p persamaan karakteristik, kemudian mencari akar-akar karakteristik setelah f. PUPD tersebut harus memenuhi syarat terlebih dahulu membentuk ke awal, yaitu: persamaan kuadrat sebagai berikut: 2 - Pada t 0 → q0 0 m 9m 14 0 9 m 2m 7 0 q0 C1 C 2 ..... (25) m1 2 , m2 7 500 dq0 e. Langkah selanjutnya, setelah akar 1 - Pada saat t 0 → karakteristik diketahui kemudian dt mencari Penyelesaian Umum Analisis Metode Lagrange dan Transformasi .…….……………………. (Embay) L
20 40
Ekologia, Vol. 12 No.2 , Oktober 2012 : 39-43
dqt 13 9 2C1e 2t 7C2 e 7t cos t sin t dt 500 500 13 1 2C1 7C 2 500 13 2C1 7C 2 1 ….(26) 500 eliminasikan persamaan (25) dan (26), maka didapat: 110 101 C1 dan C 2 500 500 dengan demikian diperoleh penyelesaian bersyarat batas tersebut di atas adalah: 110 2t 101 7t 13 9 qt e e sin t cos t 500 500 500 500 atau 1 qt 110e 2t 101e 7t 13 sin t 9 cos t 500 g. Mencari besar muatan rangkaian listrik sederhana pada saat t = 1 1 qt 110e 2t 101e 7t 13 sin t 9 cos t 500 q1 0,012 C
E L E R EC E Berdasarkan persamaan (1), (2), (3) didapat: di 1 L Ri q E dt C dq karena i , maka dt d dq dq 1 L R q E dt dt dt C L
d 2q dq q R E 2 dt C dt
d 2q dq q 180 10 sin t 2 1 dt dt 280 2 d q dq 20 2 180 280q 10 sin t dt dt Maka model matematika dari rangkaian listrik sederhana tersebut adalah. 20
d 2q dq 1 9 14q sin t 2 dt 2 dt
Transformasi Laplace Menurut Wardiman (1978), langkah-langkah penyelesaian dengan Tansformasi Laplace: a. Membentuk permasalahan ke dalam bentuk rangkaian listrik sederhana, sebagai berikut:
c. Mencari persamaan sembarang t waktu
muatan
listrik
1 q '' t 9q ' t 14q sin t 2 1 L{q '' t 9q ' t 14q} L{ sin t} 2
L q '' t 9 L q ' t 14 Lq b. Membentuk model matematika Berdasarkan hukum Kirchhoff II mengenai beda tegangan pada suatu rangkaian tertutp yang memuat sumber tenaga, “jumlah beda tegangan pada resistor, induktor, dan kapasitor sama dengan beda tegangan yang dihasilkan sumber tenaga”, dapat ditulis:
1 Lsin t 2
Mencari Laplace dari q '' t
Lq '' t s 2 Lqt sq0 q ' 0 s 2 Lqt 0 1 s 2 Lqt 1
Mencari Laplace dari 9q ' t
Analisis Metode Lagrange dan Transformasi .…….……………………. (Embay) 21 41
Ekologia, Vol. 12 No.2 , Oktober 2012 : 39-43
9Lq ' t 9sLqt q0
Mencari Laplace dari 14qt 14Lq 14Lqt
9sLqt 0 9sLqt
maka
s
9s 14 Lqt 1
1 1 2 s2 1 1 1 1 1 Lqt x 2 2 2 2 s 1 s 9s 14 s 9s 14 1 1 1 2 2 2 2 s 1 s 9s 14 s 9s 14 2
i.
Menyamakan fungsi kedua ruas sebagai berikut: As B s 2 9s 14 Cs D s 2 1 1 s 2 1 s 2 9s 14 s 2 1 s 2 9s 14
iii.
Merubah bentuk di atas sebagai berikut: 1 As B Cs D 2 2 2 2 s 1 s 9s 14 s 1 s 9s 14
ii.
Mencari nilai koefisien A, B, C, dan D sebagai berikut: 1 As B s 2 9s 14 Cs D s 2 1
1 A C s 9 A B Ds 14 A 9B C s 14B D 3
2
Untuk s 3 0 → A C 0 ............................................ s 2 0 → 9 A B D 0 ..................................... s1 0 → 14 A 9B C 0 ............................... s 0 1 → 14B D 1 ........................................
(27) (28) (29) (30)
dengan menggunakan eliminasi dan substitusi untuk persamaan (27) sampai (30), maka didapat : 9 13 9 68 A , B , C , D 250 250 250 250 maka persamaan muatan listrik sembarang t waktu adalah : 1 As B Cs D 1 1 qt L1 2 2 L 2 2 s 1 s 9s 14 s 9s 14 1 1 9s 13 9s 68 1 1 L 2 2 L 2 500 s 1 s 9s 14 s 9s 14 1 1 9 cos t 13 sin t e 7t (1 10e 5t ) e 7t 1 e 5t 500 5
Analisis Metode Lagrange dan Transformasi .…….……………………. (Embay) 42 22
Ekologia, Vol. 12 No.2 , Oktober 2012 : 39-43
d.
Mencari besar muatan rangkaian listrik sederhana pada saat t = 1 adalah 1 1 q1 9 cos 1 13 sin 1 e 7 (1 10e 5 ) e 7 1 e 5 500 5 q1 0,012 C
Berdasarkan hasil analisis, bentuk persamaan metode Lagrange dari muatan rangkaian listrik sederhana untuk sembarang t adalah 1 qt 110e 2t 101e 7t 13 sin t 9 cos t maka 500 besar muatan rangkaian listrik sederhana pada saat t 1 adalah 0,012 C, sedangkan bentuk transformasi Laplace dari muatan rangkaian listrik sederhana untuk sembarang t adalah:
qt
besar muatan rangkaian listrik sederhana pada saat t 1 adalah 0,012 C.
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA Bronson, R. 2007. Persamaan Diferensial Edisi Ketiga. Jakarta : Erlangga.
Giancoli, CD. 1998. Fisika Jilid 2. Jakarta : Erlangga. Moentiarsanto, D. 1982. Persamaan Differensial. Yogyakarta : Ananda. Wardiman. 1978. Transformasi Laplace. Yogyakarta : Bagian Ilmu Pasti Dan Alam UGM
1 1 9s 13 9s 68 1 1 L L maka 500 s 2 1 s 2 9s 14 s 2 9s 14
Analisis Metode Lagrange dan Transformasi .…….……………………. (Embay) 20 43
Ekologia, Vol. 12 No.2 , Oktober 2012 : 39-43
PEDOMAN BAGI PENULIS JURNAL EKOLOGIA Ruang Lingkup Penyusunan pedoman ini dimaksudkan untuk membantu penulis menyiapkan naskah untuk diterbitkan pada Jurnal Ekologia. Diharapkan dengan disusunnya pedoman ini perubahan redaksional dapat dikurangi dan penyiapan naskah dapat berjalan lancar. Jurnal Ekologia memuat artikel primer yang bersumber langsung dari hasil penelitian bidang Ilmu Dasar dan Lingkungan. Bahasa dan Bentuk Naskah Naskah ditulis dengan bahasa ilmiah dalam bahasa Indonesia atau Inggris dengan abstrak berbahasa Indonesia atau bahasa Inggris. Naskah diketik satu spasi (1 lines) memakai tipe dan ukuran huruf baku (times new roman). Jumlah halaman maksimal 8 halaman ketik. Semua halaman diberi nomor secara berurutan. Judul dan Naskah Penulis Judul harus singkat (sebaiknya tidak lebih dari 15 kata), jelas dan secara konsisten menggambarkan isi naskah serta mengandung kata kunci yang mencerminkan isi naskah. Nama-nama penulis disertai dengan nama dan alamat instansi bekerja. Penempatan subsub judul disusun berurutan, sebagai berikut: Abstrak, Kata kunci, Pendahuluan, Bahan dan Metode, Hasil dan Pembahasan, Kesimpulan dan Saran (jika ada), Ucapan Terima Kasih (jika ada), Daftar Pustaka, dan Lampiran (jika ada). Abstrak dan Kata Kunci Abstrak memuat latar belakang secara ringkas, tujuan, metode, hasil serta kesimpulan suatu penelitian. Abstrak ditulis dalam satu paragraf berbahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Di dalam abstrak tidak diperkenankan mencantumkan istilah-istilah yang tidak diketahui secara luas, akronim, nama/merek dagang atau tanda lain tanpa suatu keterangan. Abstrak berbahasa Inggris merupakan terjemahan dari abstrak berbahasa Indonesia dan disertai terjemahan judul naskah. Di bawah abstrak dicantumkan Kata Kunci. Pendahuluan Isi pendahuluan mencakup latar belakang, temuan terdahulu yang akan dikembangkan atau disanggah, hipotesis, pendekatan umum, dan tujuan penelitian. Bahan dan Metode Berisi penjelasan ringkas tetapi rinci tentang waktu dan tempat penelitian, bahanbahan dan metode yang digunakan, rancangan percobaan, dan analisis data. Hasil dan Pembahasan Hasil merupakan data atau fakta yang diperoleh dari penelitian. Data atau fakta penting yang tidak dapat dinarasikan dengan jelas dapat ditampilkan dalam bentuk tabel atau gambar atau ilustrasi lain. Bila hasil disajikan dalam bentuk tabel atau gambar, maka tidak perlu diuraikan secara panjang lebar. Pembahasan merupakan ulasan tentang hasil, menjelaskan makna hasil penelitian, kesesuaian dengan asil atau penelitian terdahulu, peran hasil terhadap pemecahan masalah yang disebutkan dalam pendahuluan, serta kemungkinan pengembangannya. 44
Ekologia, Vol. 12 No.2 , Oktober 2012 : 39-43
Kesimpulan dan Saran Ditulis dengan ringkas hasil-hasil dan saran penelitian yang kongkrit. Ucapan Terima Kasih Berisi ucapan penghargaan secara singkat kepada pihak-pihak yang telah berjasa. Daftar Pustaka Penulisan pustaka di dalam teks menggunakan nama-nama penulis, bukan nomor, dan harus tercantum di dalam Daftar Pustaka. Daftar Pustaka disusun menurut abjad dan tahun penerbitan terlebih dahulu. Kepustakaan ditulis sebagai berikut: nama penulis, tahun penerbitan, judul artikel, nama terbitan yang dapat disingkat dengan benar, volume dan nomor serta nomor halaman. Kepustakaan dari naskah yang tidak dipublikasikan dan informasi yang diperoleh melalui komunikasi pribadi tidak dicantumkan dalam Daftar Pustaka melainkan ditulis langsung pada teks, misalnya (S. Baarsyah, tidak dipublikasikan) dan F. Kasaryno, komunikasi pribadi). Simbol Matematis Simbol atau persamaan matematis harus dikemukakan secara hati-hati dan jelas. Jika simbol matematis yang dimaksud tidak terdapat pada mesin tik, maka dapat ditulis dengan pensil atau pena. Jika perlu, berilah keterangan dengan tulisan tangan untuk simbol yang bersangkutan. Angka desimal ditandai dengan koma (apabila dalam baasa Indonesia) atau titik (apabila dalam bahasa inggris). Besaran ditulis dengan baku internasional dan harus mengikuti Kaidah Ejaan Bahasa Indoensia yang disempurnakan (EYD), misalnya g, l, kg, t, dan bukan ditulis gram, liter kilogram, ton. Tabel Tabel diberi nomor urut sesuai dengan keterangan dalam teks. Setiap tabel diberi judul yang singkat dan jelas, sehingga setiap tabel dipandang berdiri sendiri. Antar kolom atau anak kolom perlu terpisah secara jelas. Jumlah digit sedapat mungkin sederhana. Singkatan kata perlu diberi catatan kaki atau keterangan. Keterangan tabel diletakkan dibawah tabel ditandai dengan angka kecil superior (superscrip). Huruf a, b, c digunakan untuk tanda-tanda statistik, sedangkan angka 1,2,3 digunakan untuk keterangan atau catatan kaki tabel. Ilustrasi Ilustrasi mencakup gambar, grafik, dan foto atau lukisan. Judul ilustrasi diletakan di bawah ilustrasi. Gambar dan grafik dibuat dengan garis cukup tebal dan kontras. Judul dan keterangan grafik dan gambar ditulis pada bagian terpisah. Simbol dan singkatan kata dijelaskan pada keterangan grafik dan gambar dan grafik.simbol-simbol yang dimuat tidak terlalu banyak. Setiap gambar dan grafik haurs diterangkan di dalam teks dan diberi nomor urut. Untuk keperluan reproduksi, ilustrasi harus kontras, tajam dengan ukuran cukup besar. Foto, hitam putih atau berwarna, hendaknya dipilih yang mempunyai warna kontras, tajam, jelas, diatas kertas mengkilat. Pengolahan Naskah Redaksi melakukan koreksi dan perbaikan tanpa mengubah nama naskah. Redaksi pelaksana akan mengembalikan naskah untuk diperbaiki sesuai dengan saran redaksi, atau naskah yang tidak dapat diterbitkan, kepada penulis. Naskah rangkap dua dan disket hendaknya dikirim ke alamat redaksi disertai dengan surat pengantar. 45
Ekologia, Vol. 12 No.2 , Oktober 2012 : 39-43
Biaya Penerbitan Naskah penulis dari luar FMIPA UNPAK yang disetujui untuk diterbitkan, dikenakan biaya administrasi sebesar Rp. 50.000,-. Penulis akan mendapatkan 1 eksemplar jurnal ekologia. Redaksi Pelaksana Jurnal Ekologia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetauan Alam Universitas Pakuan Jl. Pakuan Ciheuleut Bogor Telp: (0251) 375547, Fax: (0251) 375547, email :
[email protected]
Ekologia, Vol. 12 No.2 , Oktober 2012 : 39-43
FORMULIR BERLANGGANAN MAJALAH EKOLOGIA
Yang bertandatangan di bawah ini : Nama Alamat Rumah Alamat Kantor
: ……………………………………………………………………………… : ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… : ……………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………
Ingin menjadi pelanggan Majalah Ekologia selama ………… tahun. Bersama ini kami kirimkan biaya langganan ............................................................
sebanyak
Melalui rekening Bank Mandiri cabang Kapten Muslihat Bogor No. Rekening 133.0097696929 atas nama Moerfiah, Dra.
Harap Majalah tersebut dikirim ke alamat kantor/rumah *)
(..............................................) Tandatangan dan nama jelas
*) Catatan : Coret yang tidak perlu Jumlah langganan tiap nomor sebesar Rp. 40.000,Jumlah biaya langganan satu tahun Rp. 80.000,- ditambah 20% biaya pengiriman Setelah formulir diisi harap dikirimkan kembali kepada Majalah Ekologia 46
Rp.
Ekologia, Vol. 12 No.2 , Oktober 2012 : 39-43
UCAPAN TERIMA KASIH Mengucapkan terima kasih atas partisipasinya kepada reviewer dalam penerbitan Jurnal Ekologia Vol. 11 No 2 Oktober 2011 Prof. Dr. Sri Hartini S Sikar Dr. Tukirin Dr. Padmono Citroreksoko Prof. Dr. Hadi Sutarno Dr. -Ing. Soewarto Hardhienata
47