EFFECTIVENESS EVALUATION SYSTEM CHANGE RATES ON TOBACCO PRODUCTS EXCISE EXCISE REVENUE (Case Study in Yogyakarta KPPBC Type A3) Sutarto Tri Antoro, Eliya Isfaatun, SE., MM., Maria Magdalena, SE., MM. Abstraction Changes in the tobacco excise tax system was instrumental to the achievement of revenue targets for 2009 Budget. Therefore, the effectiveness of changes in the tobacco excise tax system need to be analyzed. This study aims to determine the level of effectiveness of changes in the tobacco excise tax system and to identify strengths, opportunities, weaknesses and threats to change the system in the tobacco excise tax rates KPPBC Type A3 Yogyakarta. This research is a case study conducted in the city of Yogyakarta, especially in KPPBC Type A3 at a time. The study was conducted in KPPBC Type A3 Type A3 because KPPBC is an institution to supervise and care for tobacco excise tax collection. This research period is from April to June 2009. The method of data collection was done by interview, observation and dokmentasi. While data analysis was conducted using quantitative and qualitative methods. Quantitative methods used to determine the effectiveness of changes in the tobacco excise tax system, while the qualitative method of SWOT analysis carried out by weeks to find out the advantages, disadvantages, obstacles and threats from changes in the tobacco excise tax system in KPPBC Type A3. From the quantitative analysis found that tax rates using the new tariff system is more effective to increase the tobacco excise tax revenue KPPBC Type A3. It is known from the increase in tobacco excise tax rates by a total of 19% by using the tariff system the new tobacco excise tax. While the qualitative analysis found that changing the system has strengths that include the existence of a clear legal basis to facilitate monitoring and management of tobacco excise tax, there are opportunities to help achieve the 2009 budget revenue target of the tobacco excise tax sector. In addition to strengths and opportunities there are also weaknesses that create the assumption that the rate for all the tobacco excise tax increases that hinder growth and even resulted in a decrease in production of tobacco. While the threat faced in implementing changes in the tobacco excise tax system, among others, is the attempt by certain manufacturers' excise tax evasion.
1
EVALUASI EFEKTIVITAS PERUBAHAN SISTEM TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU TERHADAP PENERIMAAN CUKAI (Studi Kasus pada KPPBC Tipe A3 Yogyakarta) Sutarto Tri Antoro, Eliya Isfaatun, SE., MM., Maria Magdalena, SE., MM.
ABSTRAKSI
Perubahan sistem tarif cukai hasil tembakau sangat berperan bagi pencapaian target penerimaan APBN 2009. Oleh karena itu, efektivitas perubahan sistem tarif cukai hasil tembakau perlu dianalisis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat efektifitas perubahan sistem tarif cukai hasil tembakau dan untuk mengetahui kelebihan, peluang, kelemahan dan ancaman bagi perubahan sistem tarif cukai hasil tembakau di KPPBC Tipe A3 Yogyakarta. Penelitian ini merupakan studi kasus yang dilakukan di kota Yogyakarta khususnya pada KPPBC Tipe A3 pada suatu kurun waktu. Penelitian dilakukan di KPPBC Tipe A3 karena KPPBC Tipe A3 merupakan lembaga yang melakukan pengawasan dan pelayanan atas pemungutan cukai hasil tembakau. Kurun waktu penelitian ini adalah dari bulan April sampai dengan bulan Juni 2009. Adapun metode pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara, observasi dan dokmentasi. Sedangkan analisis data dilakukan dengan metode kuntitatif dan metode kualitatif. Metode kuantitatif digunakan untuk mengetahui efektivitas perubahan sistem tarif cukai hasil tembakau, sedangkan metode kualitatif dilakukan dengan analisis SWOT utuk mengetahui kelebihan, kelemahan, hambatan dan ancaman dari perubahan sistem tarif cukai hasil tembakau di KPPBC Tipe A3. Dari analisis kuantitatif diketahui bahwa tarif cukai dengan menggunakan sistem tarif yang baru lebih efektif untuk meningkatkan penerimaan cukai hasil tembakau KPPBC Tipe A3. Hal ini diketahui dari peningkatan tarif cukai hasil tembakau secara total sebesar 19% dengan menggunakan sistem tarif cukai hasil tembakau yang baru. Sedangkan dari analisis kualitatif diketahui bahwa perubahan sistem mempunyai kekuatan yang antara lain adalah adanya dasar hukum yang jelas sehingga memudahkan pengawasan dan pengelolaan cukai hasil tembakau, peluang yang ada adalah membantu pencapaian target penerimaan APBN 2009 dari sektor cukai hasil tembakau. Selain kekuatan dan peluang juga terdapat kelemahan yaitu terciptanya asumsi bahwa tarif cukai untuk semua hasil tembakau meningkat sehingga menghambat bahkan mengakibatkan penurunan pada pertumbuhan produksi jenis hasil tembakau. Sedangkan ancaman yang dihadapi dalam melaksanakan perubahan sistem tarif cukai hasil tembakau antara lain adalah adanya usaha penghindaran cukai oleh pabrik tertentu. 2
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Sampai dengan saat ini, cukai merupakan salah satu hal yang memberikan kontribusi pendapatan terbesar bagi pemerintah. Cukai merupakan pajak negara yang dibebankan kepada pemakai dan bersifat selektif serta perluasan mengenai pengenaannya berdasarkan sifat atau karakteristik objek cukai (Departemen Keuangan, 2007: 3). Dengan kata lain, cukai dapat juga diartikan sebagai pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat dan karakteristik tertentu yang ditetapkan dalam UndangUndang. Filosofi pengenaan cukai lebih rumit dari filosofi pengenaan pajak maupun pabean. Dengan cukai pemerintah berharap dapat menghalangi penggunaan obyek cukai untuk digunakan secara bebas. Hal ini berarti adanya kontrol dan pengawasan terhadap banyaknya obyek cukai yang beredar dan yang dikonsumsi. Sisi lain dari pengenaan cukai di beberapa negara maju adalah membatasi barang-barang yang berdampak negatif secara sosial (pornografi, dll) dan juga kesehatan (rokok, minuman keras, dll). Tujuan lainnya adalah perlindungan lingkungan dan sumber-sumber alam (minuman kemasan, limbah dll), serta mengurangi atau membatasi konsumsi barang-barang mewah dan sebagainya. Objek cukai merupakan barang-barang tertentu yang mempunyai sifat 3
atau karakteristik: (1) konsumsinya perlu dikendalikan, (2) peredarannya perlu diawasi, (3) pemakaiannya dapat menimbulkan efek negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup, atau (4) pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan (www.beacukai-kediri.com) Sehubungan dengan penetapan jenis barang kena cukai sebagaimana disebutkan diatas, maka sesuai Undang-Undang 11 Tahun 1995 Tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tentang Cukai, maka saat ini untuk sementara waktu kita baru mengenal tiga jenis barang kena cukai secara umum, yaitu etil alkohol atau etanol, minuman yang mengandung etil alkohol dalam kadar berapapun, dan hasil tembakau. Hasil tembakau merupakan salah satu jenis barang yang merupakan objek cukai. Hasil tembakau yang merupakan objek cukai antara lain adalah sigaret, cerutu, rokok daun, tembakau iris, dan hasil pengolahan tembakau lainnya, dengan tidak mengindahkan digunakan atau tidak bahan pengganti atau bahan pembantu dalam pembuatannya. Pembahasan mengenai industri tembakau jarang ditemui karena kespesifikannya, di antaranya mengenai masalah tarif yang berbeda, perhitungan yang berbeda, serta perlakuan yang berbeda pula. Pada tahun 2008 suatu kebijakan dibuat dalam rangka menyederhanakan administrasi, melindungi industri dalam negeri, dan mengurangi salah satu penyebab peredaran hasil tembakau ilegal. Sistem tarif cukai tahun 2008 menggunakan gabungan sistem tarif cukai advalorum dan tarif cukai spesifik. Kebijakan tarif cukai SKT 4
golongan III diberikan beban cukai yang lebih rendah, hal ini dimaksudkan untuk tetap memberi perhatian pada industri kecil hasil tembakau. Sedangkan pada tahun 2009, Menteri Keuangan telah menetapkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 203/PMK.011/2008 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau yang berlaku mulai tanggal 1 Februari 2009. Kebijakan cukai ini merupakan tahapan simplifikasi tarif cukai menuju ke arah single spesifik yang nantinya hanya membedakan tarif cukai antara produk hasil tembakau yang dibuat dengan mesin dan dengan tangan. Dalam kebijakan cukai tahun 2009, sistem tarif cukai mengalami perubahan dari sistem tarif cukai gabungan (advalorum dan spesifik) ke sistem tarif cukai spesifik untuk semua jenis hasil tembakau dengan tetap mempertimbangkan batasan produksi dan batasan harga jual eceran (HJE). Pertimbangan atas batasan harga jual eceran ini dilakukan mengingat varian harga jual eceran yang masih berlaku dalam sistem tarif cukai sebelumnya sangat tinggi, sehingga tidak memungkinkan disimplifikasikan secara langsung melainkan dilakukan secara bertahap. Secara keseluruhan, tarif cukai tembakau mengalami kenaikan yang cukup bervariasi dengan kenaikan beban cukai rata-rata sebesar 7%. Pada kebijakan cukai tahun 2009 ini, pemerintah juga melakukan penyederhanaan jumlah golongan pabrik dari 3 (tiga) golongan menjadi 2 (dua) golongan untuk jenis SKM (Sigaret Kretek Mesin) dan SPM (Sigaret Putih Mesin). Sedangkan untuk jenis SKT (Sigaret Kretek Tangan) tetap terdapat 3 (tiga) golongan. Kebijakan ini diterapkan dalam rangka mempertimbangkan aspek 5
penyerapan tenaga kerja sebagaimana tertuang dalam roadmap industri hasil tembakau. Kebijakan ini juga memperhatikan situasi ekonomi terakhir dimana sektor tembakau diharapkan masih berperan sebagai sektor yang labour intensive khususnya untuk jenis hasil tembakau yang dibuat dengan tangan (SKT). Sementara itu jenis SPTF (Sigaret Putih Tangan Filter) disetarakan besarannya dengan tarif cukai jenis SKTF (Sigaret Kretek Tangan Filter), dengan maksud untuk memudahkan pengawasan atas jenis hasil tembakau SPTF dan sebagai upaya menanggulangi usaha penghindaran cukai oleh pabrik tertentu. Kepala Badan Kebijakan Fiskal Departemen Keuangan Anggito Abimanyu mengatakan, kebijakan cukai dibuat dalam rangka mencapai target penerimaan APBN 2009 dari sektor cukai hasil tembakau. Yakni sebesar Rp. 48,2 triliun atau naik Rp2,7 triliun dari APBN-P 2008. Dari target penerimaan cukai itu, pemerintah akan mengalokasikan Rp. 960 miliar untuk dana bagi hasil (DBH) cukai yang diberikan kepada daerah penghasil rokok. Dana itu nantinya ditujukan untuk memperkuat Balai Latihan Kerja di daerah dan memperkuat operasi cukai atau rokok ilegal. Untuk mencapai besaran target APBN 2009 tersebut, konsumsi rokok akan dikendalikan dengan pertumbuhan 5% atau lebih rendah dari pada realisasi 2008 yakni 8% (www.hukumonline.com). Kebijakan perubahan atas sistem tarif cukai hasil tembakau ini tentu saja menuai pro dan kontra, terutama dikalangan pengusaha rokok. Ketua Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) Ismanu Soemiran mengatakan, kebijakan menaikan tarif cukai tak berpihak pada industri padat karya, hal itu 6
terlihat dari perubahan tarif cukai disetiap golongan. Namun kebijakan pemerintah ini akan dapat meningkatkan efektivitas bagi penerimaan cukai yang nantinya akan mendukung pencapaian target penerimaan APBN 2009 dari sektor cukai hasil tembakau yang sebagian juga akan dialokasikan untuk dana bagi hasil (DBH) cukai yang diberikan kepada daerah penghasil rokok. Mengingat pentingnya perubahan sistem tarif cukai hasil tembakau bagi pencapaian target penerimaan APBN 2009, maka efektifitas perubahan sistem tarif tersebut perlu dianalisis. Oleh karena itu, berdasarkan uraian-uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “EVALUASI EFEKTIFITAS
PERUBAHAN
SISTEM
TARIF
CUKAI
HASIL
TEMBAKAU TERHADAP PENERIMAAN CUKAI (Studi Kasus pada KPPBC Tipe A3 Yogyakarta) ”.
1.2 Rumusan Masalah Di dalam mengadakan suatu penelitian, maka sudah menjadi suatu keharusan bagi peneliti tersebut untuk membuat rumusan-rumusan masalah yang akan diteliti, sehingga penelitian memiliki nilai-nilai ilmiah. Berdasarkan uraian yang telah dibahas pada latar belakang masalah, dapat diketahui bahwa efektifitas dari perubahan sistem tarif cukai hasil tembakau dapat mempengaruhi penerimaan cukai. Oleh karena itu, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
7
(1) Bagaimanakah tingkat efektifitas perubahan sistem tarif cukai hasil tembakau di KPPBC Tipe A3 di Yogyakarta? (2) Apakah kelebihan, peluang, kelemahan dan ancaman bagi perubahan sistem tarif cukai hasil tembakau di KPPBC Tipe A3 Yogyakarta?
1.3 Batasan Masalah Untuk menghindari terjadinya pembahasan yang terlalu luas, maka peneliti perlu memberikan pembatasan terhadap permasalahan, yaitu pada penerimaan cukai hasil tembakau yang dipungut oleh KPPBC Tipe A3 di Yogyakarta pada tahun 2008 dan bulan Januari 2009 (sebelum perubahan tarif) serta pada bulan Februari sampai dengan April 2009, yaitu setelah perubahan sistem tarif cukai hasil tembakau).
1.4 Tujuan Penelitian Dari latar belakang dan rumusan masalah yang telah dijelaskan sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Untuk mengetahui tingkat efektifitas perubahan sistem tarif cukai hasil tembakau di KPPBC Tipe A3 Yoyakarta. (2) Untuk mengetahui kelebihan, peluang, kelemahan dan ancaman bagi perubahan sistem tarif cukai hasil tembakau di KPPBC Tipe A3 Yogyakarta?
8
1.5 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
(1) Bagi Penulis Penelitian ini akan bermanfaat sebagai hasil dari penerapan teori, dan untuk menambah wawasan pemikiran khususnya mengenai sistem tarif cukai hasil tembakau dan sebagai bekal pengetahuan bagi penulis apabila akan melanjutkan penelitian ke dalam praktek. (2) Bagi KPPBC Tipe A3 Yogyakarta Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam usaha untuk merencanakan dan menentukan kebijakan dalam penetapan sistem tarif cukai hasil tembakau di KPPBC Tipe A3 di Yogyakarta agar dapat mencapai tujuan yang diinginkan. (3) Bagi STIE Nusa Megarkencana Penelitian ini dapat dijadikan tambahan kepustakaan dan dapat digunakan sebagai bahan referensi dan informasi bagi peneliti lain dalam penelitian yang menyangkut masalah-masalah yang relevan dengan topik.
1.6 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
9
BAB I :
Pendahuluan Bab ini berisikan latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian.
BAB II :
Landasan Teori dan Tinjauan Pustaka Pada bab ini peneliti membahas tentang uraian landasan teori yang mendasari cukai hasil tembakau, sistem tarif cukai hasil tembakau, perubahan sistem tarif cukai hasil tembakau, dan pelaksanaan pemungutan cukai hasil tembakau.
BAB III : Metodologi Penelitian Berisikan tentang metodologi yang dipakai dalam penelitian ini meliputi jenis penelitian, tempat dan waktu, subyek dan obyek penelitian serta metode pengumpulan datanya BAB IV : Analisis Data dan Pembahasan Berisikan profil KPPBC Tipe A3 Yogyakarta sebagai gambaran umum obyek penelitian yang dilanjutkan dengan hasil analisis mengenai efektifitas perubahan sistem tarif cukai hasil tembakau di KPPBC Tipe A3 Yogyakarta. BAB V : Kesimpulan Bab terakhir ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian yang dilakukan dan saran-saran yang yang diperlukan untuk meningkatkan efektifitas penerimaan cukai hasil tembakau, serta keterbatasan penelitian. 10
BAB I PENDAHULUAN
1.7 Latar Belakang Masalah Sampai dengan saat ini, cukai merupakan salah satu hal yang memberikan kontribusi pendapatan terbesar bagi pemerintah. Cukai merupakan pajak negara yang dibebankan kepada pemakai dan bersifat selektif serta perluasan mengenai pengenaannya berdasarkan sifat atau karakteristik objek cukai (Departemen Keuangan, 2007: 3). Dengan kata lain, cukai dapat juga diartikan sebagai pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat dan karakteristik tertentu yang ditetapkan dalam UndangUndang. Filosofi pengenaan cukai lebih rumit dari filosofi pengenaan pajak maupun pabean. Dengan cukai pemerintah berharap dapat menghalangi penggunaan obyek cukai untuk digunakan secara bebas. Hal ini berarti adanya kontrol dan pengawasan terhadap banyaknya obyek cukai yang beredar dan yang dikonsumsi. Sisi lain dari pengenaan cukai di beberapa negara maju adalah membatasi barang-barang yang berdampak negatif secara sosial (pornografi, dll) dan juga kesehatan (rokok, minuman keras, dll). Tujuan lainnya adalah perlindungan lingkungan dan sumber-sumber alam (minuman kemasan, limbah dll), serta mengurangi atau membatasi konsumsi barang-barang mewah dan sebagainya. Objek cukai merupakan barang-barang tertentu yang mempunyai sifat 11
atau karakteristik: (1) konsumsinya perlu dikendalikan, (2) peredarannya perlu diawasi, (3) pemakaiannya dapat menimbulkan efek negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup, atau (4) pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan (www.beacukai-kediri.com) Sehubungan dengan penetapan jenis barang kena cukai sebagaimana disebutkan diatas, maka sesuai Undang-Undang 11 Tahun 1995 Tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tentang Cukai, maka saat ini untuk sementara waktu kita baru mengenal tiga jenis barang kena cukai secara umum, yaitu etil alkohol atau etanol, minuman yang mengandung etil alkohol dalam kadar berapapun, dan hasil tembakau. Hasil tembakau merupakan salah satu jenis barang yang merupakan objek cukai. Hasil tembakau yang merupakan objek cukai antara lain adalah sigaret, cerutu, rokok daun, tembakau iris, dan hasil pengolahan tembakau lainnya, dengan tidak mengindahkan digunakan atau tidak bahan pengganti atau bahan pembantu dalam pembuatannya. Pembahasan mengenai industri tembakau jarang ditemui karena kespesifikannya, di antaranya mengenai masalah tarif yang berbeda, perhitungan yang berbeda, serta perlakuan yang berbeda pula. Pada tahun 2008 suatu kebijakan dibuat dalam rangka menyederhanakan administrasi, melindungi industri dalam negeri, dan mengurangi salah satu penyebab peredaran hasil tembakau ilegal. Sistem tarif cukai tahun 2008 menggunakan gabungan sistem tarif cukai advalorum dan tarif cukai spesifik. Kebijakan tarif cukai SKT 12
golongan III diberikan beban cukai yang lebih rendah, hal ini dimaksudkan untuk tetap memberi perhatian pada industri kecil hasil tembakau. Sedangkan pada tahun 2009, Menteri Keuangan telah menetapkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 203/PMK.011/2008 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau yang berlaku mulai tanggal 1 Februari 2009. Kebijakan cukai ini merupakan tahapan simplifikasi tarif cukai menuju ke arah single spesifik yang nantinya hanya membedakan tarif cukai antara produk hasil tembakau yang dibuat dengan mesin dan dengan tangan. Dalam kebijakan cukai tahun 2009, sistem tarif cukai mengalami perubahan dari sistem tarif cukai gabungan (advalorum dan spesifik) ke sistem tarif cukai spesifik untuk semua jenis hasil tembakau dengan tetap mempertimbangkan batasan produksi dan batasan harga jual eceran (HJE). Pertimbangan atas batasan harga jual eceran ini dilakukan mengingat varian harga jual eceran yang masih berlaku dalam sistem tarif cukai sebelumnya sangat tinggi, sehingga tidak memungkinkan disimplifikasikan secara langsung melainkan dilakukan secara bertahap. Secara keseluruhan, tarif cukai tembakau mengalami kenaikan yang cukup bervariasi dengan kenaikan beban cukai rata-rata sebesar 7%. Pada kebijakan cukai tahun 2009 ini, pemerintah juga melakukan penyederhanaan jumlah golongan pabrik dari 3 (tiga) golongan menjadi 2 (dua) golongan untuk jenis SKM (Sigaret Kretek Mesin) dan SPM (Sigaret Putih Mesin). Sedangkan untuk jenis SKT (Sigaret Kretek Tangan) tetap terdapat 3 (tiga) golongan. Kebijakan ini diterapkan dalam rangka mempertimbangkan aspek 13
penyerapan tenaga kerja sebagaimana tertuang dalam roadmap industri hasil tembakau. Kebijakan ini juga memperhatikan situasi ekonomi terakhir dimana sektor tembakau diharapkan masih berperan sebagai sektor yang labour intensive khususnya untuk jenis hasil tembakau yang dibuat dengan tangan (SKT). Sementara itu jenis SPTF (Sigaret Putih Tangan Filter) disetarakan besarannya dengan tarif cukai jenis SKTF (Sigaret Kretek Tangan Filter), dengan maksud untuk memudahkan pengawasan atas jenis hasil tembakau SPTF dan sebagai upaya menanggulangi usaha penghindaran cukai oleh pabrik tertentu. Kepala Badan Kebijakan Fiskal Departemen Keuangan Anggito Abimanyu mengatakan, kebijakan cukai dibuat dalam rangka mencapai target penerimaan APBN 2009 dari sektor cukai hasil tembakau. Yakni sebesar Rp. 48,2 triliun atau naik Rp2,7 triliun dari APBN-P 2008. Dari target penerimaan cukai itu, pemerintah akan mengalokasikan Rp. 960 miliar untuk dana bagi hasil (DBH) cukai yang diberikan kepada daerah penghasil rokok. Dana itu nantinya ditujukan untuk memperkuat Balai Latihan Kerja di daerah dan memperkuat operasi cukai atau rokok ilegal. Untuk mencapai besaran target APBN 2009 tersebut, konsumsi rokok akan dikendalikan dengan pertumbuhan 5% atau lebih rendah dari pada realisasi 2008 yakni 8% (www.hukumonline.com). Kebijakan perubahan atas sistem tarif cukai hasil tembakau ini tentu saja menuai pro dan kontra, terutama dikalangan pengusaha rokok. Ketua Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) Ismanu Soemiran mengatakan, kebijakan menaikan tarif cukai tak berpihak pada industri padat karya, hal itu 14
terlihat dari perubahan tarif cukai disetiap golongan. Namun kebijakan pemerintah ini akan dapat meningkatkan efektivitas bagi penerimaan cukai yang nantinya akan mendukung pencapaian target penerimaan APBN 2009 dari sektor cukai hasil tembakau yang sebagian juga akan dialokasikan untuk dana bagi hasil (DBH) cukai yang diberikan kepada daerah penghasil rokok. Mengingat pentingnya perubahan sistem tarif cukai hasil tembakau bagi pencapaian target penerimaan APBN 2009, maka efektifitas perubahan sistem tarif tersebut perlu dianalisis. Oleh karena itu, berdasarkan uraian-uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “EVALUASI EFEKTIFITAS
PERUBAHAN
SISTEM
TARIF
CUKAI
HASIL
TEMBAKAU TERHADAP PENERIMAAN CUKAI (Studi Kasus pada KPPBC Tipe A3 Yogyakarta) ”.
1.8 Rumusan Masalah Di dalam mengadakan suatu penelitian, maka sudah menjadi suatu keharusan bagi peneliti tersebut untuk membuat rumusan-rumusan masalah yang akan diteliti, sehingga penelitian memiliki nilai-nilai ilmiah. Berdasarkan uraian yang telah dibahas pada latar belakang masalah, dapat diketahui bahwa efektifitas dari perubahan sistem tarif cukai hasil tembakau dapat mempengaruhi penerimaan cukai. Oleh karena itu, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
15
1. Bagaimanakah tingkat efektifitas perubahan sistem tarif cukai hasil tembakau di KPPBC Tipe A3 di Yogyakarta? 2. Apakah kelebihan, peluang, kelemahan dan ancaman bagi perubahan sistem tarif cukai hasil tembakau di KPPBC Tipe A3 Yogyakarta?
1.9 Batasan Masalah Untuk menghindari terjadinya pembahasan yang terlalu luas, maka peneliti perlu memberikan pembatasan terhadap permasalahan, yaitu pada penerimaan cukai hasil tembakau yang dipungut oleh KPPBC Tipe A3 di Yogyakarta pada tahun 2008 dan bulan Januari 2009 (sebelum perubahan tarif) serta pada bulan Februari sampai dengan April 2009, yaitu setelah perubahan sistem tarif cukai hasil tembakau).
1.10
Tujuan Penelitian Dari latar belakang dan rumusan masalah yang telah dijelaskan
sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: (3) Untuk mengetahui tingkat efektifitas perubahan sistem tarif cukai hasil tembakau di KPPBC Tipe A3 Yoyakarta. (4) Untuk mengetahui kelebihan, peluang, kelemahan dan ancaman bagi perubahan sistem tarif cukai hasil tembakau di KPPBC Tipe A3 Yogyakarta?
16
1.11
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
(4) Bagi Penulis Penelitian ini akan bermanfaat sebagai hasil dari penerapan teori, dan untuk menambah wawasan pemikiran khususnya mengenai sistem tarif cukai hasil tembakau dan sebagai bekal pengetahuan bagi penulis apabila akan melanjutkan penelitian ke dalam praktek. (5) Bagi KPPBC Tipe A3 Yogyakarta Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam usaha untuk merencanakan dan menentukan kebijakan dalam penetapan sistem tarif cukai hasil tembakau di KPPBC Tipe A3 di Yogyakarta agar dapat mencapai tujuan yang diinginkan. (6) Bagi STIE Nusa Megarkencana Penelitian ini dapat dijadikan tambahan kepustakaan dan dapat digunakan sebagai bahan referensi dan informasi bagi peneliti lain dalam penelitian yang menyangkut masalah-masalah yang relevan dengan topik.
1.12
Sistematika Penulisan Sistematika penulisan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
17
BAB I :
Pendahuluan Bab ini berisikan latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian.
BAB II :
Landasan Teori dan Tinjauan Pustaka Pada bab ini peneliti membahas tentang uraian landasan teori yang mendasari cukai hasil tembakau, sistem tarif cukai hasil tembakau, perubahan sistem tarif cukai hasil tembakau, dan pelaksanaan pemungutan cukai hasil tembakau.
BAB III : Metodologi Penelitian Berisikan tentang metodologi yang dipakai dalam penelitian ini meliputi jenis penelitian, tempat dan waktu, subyek dan obyek penelitian serta metode pengumpulan datanya BAB IV : Analisis Data dan Pembahasan Berisikan profil KPPBC Tipe A3 Yogyakarta sebagai gambaran umum obyek penelitian yang dilanjutkan dengan hasil analisis mengenai efektifitas perubahan sistem tarif cukai hasil tembakau di KPPBC Tipe A3 Yogyakarta. BAB V : Kesimpulan Bab terakhir ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian yang dilakukan dan saran-saran yang yang diperlukan untuk meningkatkan efektifitas penerimaan cukai hasil tembakau, serta keterbatasan penelitian. 18
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Secara umum pajak dapat diartikan sebagai iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang, sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut pemerintah berdasarkan norma-norma hukum guna menutup biaya produksi barangbarang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum. Di Indonesia, Lembaga Pemerintah yang mengelola perpajakan negara adalah Direktorat Jenderal Pajak (DJP), yang merupakan salah satu direktorat jenderal yang berada dibawah naungan Departemen Keuangan Republik Indonesia. Para ahli dalam bidang perpajakan memberikan definisi berbedabeda tentang pajak. Namun demikian definisi-definisi tersebut mempunyai arti dan tujuan yang sama. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-undang dengan tidak mendapat jasa timbal dari negara yang langsung dapat dituju dan yang digunakan untuk membiayai pengeluaran umum (Munawir, 1998: 3). Pajak dari perspektif ekonomi dapat dipahami sebagai beralihnya sumber daya dari sektor privat kepada sektor publik. Pemahaman ini memberikan gambaran bahwa pajak menyebabkan dua situasi menjadi 19
berubah. Situasi yang pertama adalah berkurangnya kemampuan individu dalam menguasai sumber daya untuk kepentingan penguasaan barang dan jasa, dan situasi yang kedua adalah bertambahnya kemampuan keuangan negara dalam penyediaan barang dan jasa publik yang merupakan kebutuhan masyarakat (www.wikipedia.org). Sementara pemahaman pajak dari perspektif hukum menurut Soemitro, merupakan suatu perikatan yang timbul karena adanya undangundang yang menyebabkan timbulnya kewajiban warga negara untuk menyetorkan sejumlah penghasilan tertentu kepada negara yang mempunyai kekuatan untuk memaksa dan uang pajak tersebut harus dipergunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan. Dari pendekatan hukum ini memperlihatkan bahwa pajak yang dipungut harus berdasarkan undang-undang sehingga menjamin adanya kepastian hukum, baik bagi fiskus sebagai pengumpul pajak maupun wajib pajak sebagai pembayar pajak. Sementara pajak menurut Pasal 1 UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan umum dan tata cara perpajakan adalah: "kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang Undang, dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan
untuk
keperluan
kemakmuran rakyat”.
20
negara
bagi
sebesar-besarnya
Dari berbagai definisi tentang pajak tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pajak adalah: a. Iuran masyarakat kepada negara, dalam arti bahwa yang berhak melakukan pemungutan pajak adalah negara. b. Berdasarkan Undang-Undang, dalam arti bahwa walaupun negara mempunyai hak untuk memungut pajak namun dalam pelaksanaannya harus memperoleh persetujuan dari rakyat melalui Undang-Undang. c. Tanpa jasa timbal balik (kontra prestasi) langsung dari negara, dalam arti bahwa jasa timbal balik atau kontra prestasi yang diberikan oleh negara kepada rakyatnya tidak dapat dihubungkan secara langsung dengan besarnya pajak. d. Digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah yang bersifat umum, dalam arti bahwa pengeiuaran-pengeluaran pemerintah tersebut mempunyai manfaat bagi masyarakat secara umum. 2.1.2 Fungsi Pajak dan Syarat Pemungutan Pajak Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara yang digunakan untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Berdasarkan hal tersebut, maka pajak mempunyai beberapa fungsi, yaitu:
21
a. Fungsi anggaran (budgetair) Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Negara membutuhkan biaya dalam menjalankan tugas-tugas rutin dan melaksanakan pembangunan. Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan pajak. Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah, yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan ini terutama diharapkan dari sektor pajak. b. Fungsi mengatur (regulerend) Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri. c. Fungsi stabilitas 22
Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan, Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif. d. Fungsi redistribusi pendapatan Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. Tidaklah mudah untuk membebankan pajak pada masyarakat. Bila terlalu tinggi, masyarakat akan enggan membayar pajak. Namun bila terlalu rendah, maka pembangunan tidak akan berjalan karena dana yang kurang. Agar tidak menimbulkan berbagai masalah, maka pemungutan pajak harus memenuhi persyaratan yaitu: a. Pemungutan pajak harus adil Seperti halnya produk hukum pajak pun mempunyai tujuan untuk menciptakan keadilan dalam hal pemungutan pajak. Adil dalam perundang-undangan maupun adil dalam pelaksanaannya. b. Pengaturan pajak harus berdasarkan UU Sesuai dengan Pasal 23 UUD 1945 yang berbunyi:
23
"Pajak dan pungutan yang bersifat untuk keperluan negara diatur dengan Undang-Undang".
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan UU tentang pajak, yaitu: a) Pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara yang berdasarkan UU tersebut harus dijamin kelancarannya. b) Jaminan hukum bagi para wajib pajak untuk tidak diperlakukan secara umum. c) Jaminan hukum akan terjaganya kerahasiaan bagi para wajib pajak. c. Pungutan pajak tidak mengganggu perekonomian Pemungutan pajak harus diusahakan sedemikian rupa agar tidak mengganggu
kondisi
perekonomian,
baik
kegiatan
produksi,
perdagangan, maupun jasa. Hal ini dilakukan untuk menghindari pemungutan pajak yang dapat merugikan kepentingan masyarakat dan menghambat lajunya usaha masyarakat pemasok pajak, terutama masyarakat kecil dan menengah. d. Pemungutan pajak harus efesien Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rangka pemungutan pajak harus diperhitungkan. Hal ini untuk menjamin bahwa pajak yang diterima lebih rendah daripada biaya pengurusan pajak tersebut. Oleh
24
karena itu, sistem pemungutan pajak harus sederhana dan mudah untuk dilaksanakan.
e. Sistem pemungutan pajak harus sederhana Tata
cara
pemungutan
pajak
akan
sangat
menentukan
keberhasilan dalam pungutan pajak. Sistem yang sederhana akan memudahkan wajib pajak dalam menghitung beban pajak yang harus dibiayai sehingga akan memberikan dampak positif bagi para wajib pajak untuk meningkatkan kesadaran dalam pembayaran pajak. 2.1.3 Teori Pemungutan Pajak Menurut R. Santoso Brotodiharjo SH, ada beberapa teori yang mendasari adanya pemungutan pajak, yaitu (Brotodiharjo, 1991: 2). a. Teori Asuransi Menurut teori ini, negara mempunyai tugas untuk melindungi warganya dari segala kepentingannya, baik keselamatan jiwa maupun keselamatan harta bendanya. Untuk perlindungan tersebut diperlukan biaya. Pembayaran pajak ini dianggap sebagai pembayaran premi kepada negara. Teori ini banyak ditentang karena negara tidak boleh disamakan dengan perusahaan asuransi. b. Teori Kepentingan
25
Menurut teori ini, dasar pemungutan pajak adalah adanya kepentingan dari masing-masing warga negara. Termasuk kepentingan dalam perlindungan jiwa dan harta. Semakin tinggi tingkat kepentingan perlindungan, maka semakin tinggi pula pajak yang harus dibayarkan. Teori ini banyak ditentang, karena pada kenyataannya bahwa tingkat kepentingan perlindungan orang miskin lebih tinggi daripada orang kaya, seperti \perlindungan jaminan sosial, kesehatan, dan lain-lain. Bahkan orang yang miskin justru dibebaskan dari beban pajak. 2.1.4 Asas Pengenaan Pajak Di Indonesia, secara tegas dinyatakan dalam Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 bahwa segala pajak untuk keuangan negara ditetapkan berdasarkan undang-undang. Untuk dapat menyusun suatu undang-undang perpajakan, diperlukan asas-asas atau dasar-dasar yang akan dijadikan landasan oleh negara untuk mengenakan pajak. Terdapat beberapa asas yang dapat dipakai oleh negara sebagai asas dalam menentukan wewenangnya untuk mengenakan pajak. Asas utama yang paling sering digunakan oleh negara sebagai landasan untuk mengenakan pajak adalah: a. Asas Domisili (Domicile/Residence Principle) Berdasarkan asas ini, negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan wajib pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam maupun dari luar negeri. Asas ini berlaku untuk Wajib Pajak dalam negeri. 26
b. Asas Sumber Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa memperhatikan mengenai siapa dan apa status dari orang atau badan yang memperoleh penghasilan tersebut sebab yang menjadi landasan pengenaan pajak adalah objek pajak yang timbul atau berasal dari negara itu. c. Asas Kebangsaan (Nationality/Citizenship Principle). Dalam asas ini, yang menjadi landasan pengenaan pajak adalah status kewarganegaraan dari orang atau badan yang memperoleh penghasilan. Berdasarkan asas ini, dari mana penghasilan yang akan dikenakan pajak berasal tidaklah menjadi persoalan. Asas ini berlaku untuk Wajib Pajak Luar Negeri. 2.1.5 Pengelompokan Pajak a. Menurut Sifat Apabila ditinjau dari sifatnya, maka pajak dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu: a) Pajak Subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. b) Pajak Objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. b. Menurut Lembaga Pemungutan Ditinjau dari lembaga pemungutannya, maka pajak terbagi atas: 27
a) Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat, dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. b) Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah, dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. c. Menurut Golongan Berdasarkan pembebanannya pajak dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu: a) Pajak Langsung Pajak langsung adalah pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dilimpahkan kepada orang lain, misalnya pajak seorang pengusaha dibayarnya dari bagian pendapatan atau labanya sendiri. Pada pokoknya jenis pajak ini tidak dapat menaikkan harga. Pajak langsung dikenakan kepada seseorang secara berulang-ulang pada waktu-waktu tertentu, misalnya tiap tahun atau tiap bulan, yang ditagih dengan suatu ketetapan pajak. Pajak yang termasuk pada golongan pajak langsung adalah Pajak Penghasilan, Pajak Gaji dan Upah, Pajak Kekayaan, Pajak Perseroan, Pajak Deviden dan Pajak Rumah Tangga. b) Pajak Tidak Langsung Pajak tidak langsung adalah jenis pajak yang pada akhirnya dapat menaikkan harga, karena ditanggung oleh pembeli dan pajak tersebut baru terhutang jika terjadi hal-hal yang menyebabkan 28
terhutang pajak. Pajak yang termasuk dalam golongan pajak tidak langsung adalah Pajak Penjualan, Pajak Pembangunan, Pajak Bea dan Cukai. Pada dasarnya pajak tidak langsung sudah dimasukkan dalam harga barang, tetapi konsumen tidak menyadari bahwa sebenarnya ia juga membayar pajak, seperti cukai tembakau.
2.2 Cukai 2.2.1 Pengertian Cukai Secara umum, cukai dapat didefinisikan sebagai pungutan oleh negara secara tidak langsung kepada konsumen yang menikmati atau menggunakan obyek cukai. Peraturan perundang-undangan cukai tersebut objeknya terbatas, padahal pembangunan nasional sangat memerlukan sumber-sumber pembiayaan, terutama yang berasal dari penerimaan dalam negeri. Oleh karena itu, segala potensi yang ada masih dapat digali dengan memperluas objek cukai sehingga sumbangan dari sektor cukai terhadap penerimaan negara dapat ditingkatkan. Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007, cukai merupakan pajak negara yang dibebankan kepada pemakai dan bersifat kolektif serta perluasan pengenaannya berdasarkan sifat atau karakteristik objek cukai. Oleh karena itu, prinsip-prinsip dari pengenaan cukai adalah sebagai berikut: 29
a. Keadilan dalam keseimbangan, yaitu kewajiban cukai hanya dibebankan kepada orang-orang yang memang seharusnya diwajibkan untuk itu dan semua pihak yang terkait diperlakukan dengan cara yang sama dalam hal dan kondisi yang sama. b. Pemberian insentif yang bermanfaat bagi pertumbuhan perekonomian nasional yaitu berupa fasilitas pembebasan cukai. c. Pembatasan dalam rangka perlindungan masyarakat di bidang kesehatan, ketertiban, dan keamanan. d. Netral dalam pemungutan cukai, yang tidak menimbulkan distorsi pada perekonomian nasional. e. Kelayakan administrasi dengan maksud agar pelaksanaan administrasi cukai dapat dilaksanakan secara tertib, terkendali, sederhana dan mudah dipahami oleh anggota masyarakat. f. Kepentingan penerimaan negara, dalam arti fleksibilitas ketentuan dalam undang-undang ini dapat menjamin peningkatan penerimaan negara, sehingga dapat mengantisipasi kebutuhan peningkatan pembiayaan pembangunan nasional. g. Pengawasan dan penerapan sanksi untuk menjamin ditaatinya ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang. 2.2.2 Saat Pengenaan dan Penanggungjawab Cukai Pengenaan cukai mulai berlaku untuk Barang Kena Cukai yang dibuat di Indonesia pada saat selesai dibuat dan untuk barang kena cukai 30
yang diimpor pada saat pemasukan kedalam Daerah Pabean sesuai dengan ketentuan Undang-Undang tentang Kepabeanan. Sedangkan tanggung jawab cukai untuk Barang Kena Cukai yang dibuat di Indonesia pada pengusaha pabrik atau pengusaha tempat penyimpanan dan untuk Barang Kena Cukai yang diimpor pada importir atau pihak-pihak lain sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Kepabeanan. 2.2.3 Objek Cukai Barang yang dikenakan cukai disebut dengan objek cukai. Objek cukai merupakan baang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik: a. Konsumsinya perlu dikendalikan. b. Peredarannya perlu diawasi. c. Pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masayarakat atau lingkungan hidup. d. Pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan. Objek cukai dapat diperluas sesuai dengan perkembangan keadaan. Namun sampai dengan saat ini, objek cukai di Indonesia sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 adalah sebagai berikut:
31
a. Etil alkohol atau etanol, dengan tidak mengindahkan bahan yang digunakan dan proses pembuatannya. b. Minuman yang mengandung etil alkohol dalam kadar berapapun, dengan tidak mengindahkan bahan yang digunakan dan proses pembuatannya, termasuk konsentrat yang mengandung etil etanol. c. Hasil tembakau, yang meliputi sigaret, cerutu, rokok daun, tembakau iris dan hasil pengolahan tembakau lainnya, dengan tidak mengindahkan digunakan atau tidak bahan pengganti atau bahan pembantu dalam pembuatannya.
2.3 Cukai Hasil Tembakau 2.3.1 Hasil-Hasil Tembakau Dari penjelasan sebelumnya telah diketahui bahwa hasil tembakau merupakan salah satu objek cukai. Penjelasan mengenai hasil-hasil tembakau yang merupakan Barang Kena Cukai adalah sebagaimana berikut ini: a. Sigaret Sigaret adalah hasil tembakau yang dibuat dari tembakau rajangan yang dibalut dengan kertas dengan cara dilinting, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya. Sigaret ini terdiri dari:
32
a) Sigaret Kretek Mesin (SKM), adalah sigaret yang dalam pembuatannya dicampur dengan cengkih, atau bagiannya, baik asli maupun
tiruan
pembuatannya
tanpa mulai
memperhatikan dari
pelintingan,
jumlahnya, pemasangan
dimana filter,
pengemasannya dalam kemasan untuk penjualan eceran, sampai dengan pelekatan pita cukai, seluruhnya atau sebagian menggunakan mesin. b) Sigaret
Kretek
Tangan
(SKT),
yaitu
sigaret
yang
dalam
pembuatannya dicampur dengan cengkih, atau bagiannya, baik asli maupun
tiruan
pembuatannya
tanpa mulai
memperhatikan dari
pelintingan,
jumlahnya, pemasangan
dimana filter,
pengemasannya dalam kemasan untuk penjualan eceran, sampai dengan pelekatan pita cukai, tanpa menggunakan mesin. c) Sigaret Putih Mesin (SPM), yaitu sigaret yang dalam pembuatannya tanpa dicampuri dengan cengkih, kelembak, atau kemenyan, dimana pembuatannya
mulai
dari
pelintingan,
pemasangan
filter,
pengemasannya dalam kemasan untuk penjualan eceran, sampai dengan pelekatan pita cukai, seluruhnya atau sebagian menggunakan mesin. d) Sigaret Putih Tangan (SPT), yaitu sigaret yang dalam pembuatannya tanpa dicampuri dengan cengkih, kelembak, atau kemenyan, dimana pembuatannya
mulai
dari 33
pelintingan,
pemasangan
filter,
pengemasannya dalam kemasan untuk penjualan eceran, sampai dengan pelekatan pita cukai, tanpa menggunakan mesin. e) Sigaret Kelembak Menyan, yaitu sigaret yang dalam pembuatannya dicampur dengan kelembak dan/atau kemenyan asli maupun tiruan tanpa memperhatikan jumlahnya.
b. Cerutu Hasil tembakau berupa cerutu adalah hasil tembakau yang dibuat dari lembaran-lembaran daun tembakau diiris maupun tidak, dengan cara digulung sedemikian rupa dengan daun tembakau, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya.
c. Rokok Daun Hasil tembakau berupa rokok daun adalah hasil tembakau yang dibuat dengan daun nipah, daun jagung (klobot), atau sejenisnya, dengan cara dilinting, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya.
d. Tembakau Iris Hasil tembakau berupa tembakau iris adalah hasil tembakau yang yang dibuat dari daun tembakau yang dirajang, untuk dipakai, 34
tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu dalam proses pembuatannya. e. Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya Hasil tembakau berupa hasil pengolahan tembakau lainnya adalah hasil tembakau yang dibuat dari daun tembakau selain yang disebut dalam definisi hasil tembakau sebelumnya yang dibuat dengan cara lain dengan perkembangan teknologi dan selera konsumen, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan yang pembantu yang digunakan dalam pembuatannya. 2.3.2 Harga Dasar dan Pelunasan Cukai Hasil Tembakau a. Harga Dasar Cukai hasil tembakau dibedakan menjadi dua macam, yaitu yang dibuat di Indonesia dan yang diimpor. Harga dasar yang digunakan untuk perhitungan cukai atas barang kena cukai yang dibuat di Indonesia adalah harga jual pabrik atau harga jual eceran. Sedangkan harga dasar yang digunakan untuk perhitungan cukai atas barang kena cukai yang diimpor adalah nilai pabean ditambah bea masuk atas harga jual eceran. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan harga jual pabrik adalah harga penyerahan pabrik kepada penyalur atau konsumen yang didalamnya belum termasuk cukai, sedangkan harga jual eceran adalah harga yang ditetapkan sebagai dasar perhitungan besarnya cukai (Departemen Keuangan, 2007: 16). 35
b. Pelunasan Cukai Cukai atas hasil tembakau yang dibuat di Indonesia, dilunasi pada saat pengeluaran hasil tembakau dari pabrik atau tempat penyimpanan. Sedangkan sukai atas barang kena cukai yang diimpor dilunasi pada saat barang kena cukai diimpor untuk dipakai. Pelunasan cukai pada hasil tembakau dilaksanakan dengan cara pelekatan pita cukai. Pencetakan pita cukai dan pengadaan tanda pelunasan cukai lainnya dilaksanakan oleh badan usaha milik negara atau badan dan lembaga yang ditunjuk oleh Menteri dengan syarat-syarat yang ditetapkan. Syarat-syarat yang ditetapkan Menteri tersebut meliputi asas keamanan,
kontinuitas,
efektifitas,
efisiensi,
dan
memberikan
kesempatan yang sama. Pada dasarnya, pelunasan cukai atas barang kena cukai merupakan pemenuhan persyaratan dalam rangka mengamankan hakhak negara yang melekat pada barang kena cukai sehingga barang kena cukai trsebut dapat disetujui untuk dikeluarkan dari pabrik, tempat penyimpanan, atau diimpor untuk dipakai. Pelunasan cukai dengan cara pelekatan pita cukai dilakukan dengan cara melekatkan pita cukai yang seharusnya dan dilekatkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. (Departemen Keuangan, 2007: 18).
36
2.3.3 Sistem Tarif Cukai Sistem tarif cukai di Indonesia sangatlah kompleks. Tarif cukai selain ditetapkan berdasarkan jenis, juga berdasarkan golongan produksi. Golongan pabrik hasil tembakau dikelompokkan dalam golongan pengusaha berdasarkan masing-masing jenis dan jumlah produksi hasil tembakau, sesuai Batasan Jumlah Produksi Pabrik. Produksi pabrik yang menghasilkan banyak rokok dikenakan cukai lebih tinggi daripada pabrikan rokok yang memproduksi lebih kecil. Demikian pula dari sisi jenis, untuk produk yang jenisnya dibuat dengan mesin dikenakan cukai lebih tinggi daripada yang dibuat dengan tangan. Sistem tarif cukai terbagi atas tiga macam, yaitu: a. Tarif Advalorum Tarif advalorum merupakan tarif yang dihitung dari persentase harga dasar. b. Tarif Spesifik Tarif spesifik merupakan tarif yang dikenakan dalam rupiah untuk setiap satuan barang kena cukai. c. Tarif Campuran (Gabungan) Tarif gabungan merupakan sistem tarif cukai yang merupakan gabungan antara tarif advalorum dengan tarif spesifik. 2.4 Perubahan Sistem Tarif Cukai Hasil Tembakau
37
Sistem tarif cukai selalu mengandung kontroversi. Ketika pengenaan tarif cukai tinggi, pihak pabrikan rokok akan menanyakan bagaimana komitmen pemerintah terhadap sektor lapangan kerja. Dilain sisi ketika tarif cukai rendah, maka aktivis-aktivis kesehatan selalu mempertanyakan komitmen pemerintah terhadap kesehatan yang seharusnya mengenakan tarif yang tinggi terhadap rokok sehingga masyarakat Indonesia menjadi sehat dengan mengurangi konsumsi rokok. Oleh karena itu, pemerintah selalu berupaya mencari cara untuk menetapkan angka cukai yang seimbang sehingga mensinergikan dari sisi tenaga kerja, penerimaan dan kesehatan. Keadaan inilah yang menyebabkan seringnya terjadi perubahan atas sistem tarif cukai di Indonesia. Perubahan sistem tarif cukai hasil tembakau di Indonesia juga dilakukan untuk mengurangi kompleksnya sistem tarif yang telah diberlakukan sebelumnya. Struktur tarif yang kompleks telah berlangsung lama, dan masing-masing jenis cenderung status quo pada posisi struktur tarif cukai yang ada. Oleh karena itu arah kebijakan cukai pemerintah untuk kedepannya, semakin mengarah ke simplifikasi menuju ke arah single spesifik yang nantinya hanya membedakan tarif cukai antara produk hasil tembakau yang dibuat dengan mesin dan dengan tangan. Berikut akan dibahas mengenai sistem tarif cukai hasil tembakau sebelum dan sesudah perubahan. 2.4.1 Sistem Tarif Cukai Hasil Tembakau Sebelum Perubahan (2008) Sistem tarif cukai hasil tembakau sebelum perubahan, yaitu pada tahun 2008 adalah sistem tarif campuran atau gabungan. Tarif advalorum 38
dikenakan untuk semua jenis hasil tembakau, sedangkan tarif spesifik dikenakan terhadap jenis sigaret kretek mesin (SKM), sigaret kretek tang (SKT), sigaret putih mesin (SPM) dan sigaret kretek tangan filter (SKTF). Golongan produksi yang diperhitungkan pada sistem tarif ini terdiri dari tiga golongan untuk SKM, SPM dan TIS. Untuk lebih jelasnya mengani tarif cukai hasil tembakau sebelum perubahan sistem, dapat dilihat sebagaimana berikut: a) Nilai Tarif Cukai dan Batasan Harga Jual Eceran hasil Tembakau Buatan Dalam Negeri Tabel 2.1.
Jenis Hasil Tembakau
a
SKM
b
SPM
c
SKT
d
SKTF
e
TIS
Golongan HJE Minimun Per Pengusaha Pabrik Batang/Gram I II III I II III I II III I II III I II III
Rp600 Rp383 Rp374 Rp375 Rp225 Rp217 Rp520 Rp336 Rp234 Rp600 Rp383 Rp374 Rp50 Rp50 Rp40
39
Tarif Cukai 36% 35% 22% 34% 30% 15% 18% 10% 0% 36% 35% 22% 20% 16% 8%
Tarif Cukai Spesifik Per Batang Rp35 Rp35 Rp35 Rp35 Rp35 Rp35 Rp35 Rp35 Rp30 Rp35 Rp35 Rp35 -
Tanpa Rp180 8% Golongan Tanpa g CRT Rp275 20% Golongan Tanpa h HPTL Rp275 20% Golongan Sumber: Peraturan Menteri Keuangan Nomor 134/PMK.04/2007 f
KLM, KLB, atau SPT
-
b) Nilai Tarif Cukai dan Batasan Harga Jual Eceran hasil Tembakau Buatan Dalam Negeri bagi Pengusaha Pabrik yang Mengekspor Produksi Hasil Tembakaunya Dalam Jumlah Melebihi Produksi Hasil Tembakau dari Jenis yang Sama Untuk Pemasaran di Dalam Negeri Tabel 2.2.
Jenis Hasil Tembakau
a
SKM
b
SPM
c
SKT
Golongan HJE Minimun Pengusaha Per Batang/Gram Pabrik I II III I II III I II III
Rp600 Rp383 Rp374 Rp375 Rp225 Rp217 Rp520 Rp336 Rp234
40
Tarif Cukai 32% 31% 18% 30% 26% 11% 14% 6% 0%
Tarif Cukai Spesifik Per Batang Rp35 Rp35 Rp35 Rp35 Rp35 Rp35 Rp35 Rp35 Rp27
I Rp600 II Rp383 d SKTF III Rp374 I Rp50 e TIS II Rp50 III Rp40 KLM, KLB, atau Tanpa f Rp180 SPT Golongan Tanpa g CRT Rp275 Golongan Tanpa h HPTL Rp275 Golongan Sumber: Peraturan Menteri Keuangan Nomor 134/PMK.04/2007
32% 31% 18% 16% 12% 4%
Rp35 Rp35 Rp35 -
4%
-
16%
-
16%
-
c) Batasan harga Jual Eceran dan Taif Cukai Hasil Tembakau yang Diimpor Tabel 2.3.
Jenis Hasil Tembakau
HJE Minimun Per Batang/Gram
Tarif Cukai
a SKM Rp600 36% b SPM Rp375 36% c SKT Rp520 36% d SKTF Rp600 36% e TIS Rp50 20% f KLM, KLB, atau SPT Rp180 8% g CRT Rp275 20% h HPTL Rp275 20% Sumber: Peraturan Menteri Keuangan Nomor 134/PMK.04/2007
41
Tarif Cukai Spesifik Per Batang Rp35 Rp35 Rp35 Rp35 -
Dengan golongan Pengusaha pabrik Hasil Tembakau adalah sebagai berikut: Tabel 2.4.
Jenis Hasil Tembakau
Golongan Pengusaha Pabrik
Batasan Produksi Pabrik
I
Lebih dari 2 milyar batang
II
Lebih dari 500 juta batang tapi tidak lebih dari 2 milyar batang
III I
Tidak lebih dari 2 milyar batang Lebih dari 2 milyar batang
II
Lebih dari 500 juta batang tapi tidak lebih dari 2 milyar batang
III I
Tidak lebih dari 500 juta batang Lebih dari 2 milyar batang
II
Lebih dari 500 juta batang tapi tidak lebih dari 2 milyar batang
III I
Tidak lebih dari 500 juta batang Lebih dari 2 milyar batang
II
Lebih dari 500 juta batang tapi tidak lebih dari 2 milyar batang
III I
Tidak lebih dari 500 juta batang Lebih dari 2 milyar gram
II
Lebih dari 500 juta gram tapi tidak lebih dari 2 milyar gram
III
Tidak lebih dari 500 juta gram
a
b
c
d
e
SKM
SPM
SKT
SKTF
TIS
f
KLM, KLB, ATAU SPT
Tanpa Golongan
Tanpa batasan produksi
g
CRT
Tanpa Golongan
Tanpa batasan produksi
h
HPTL
Tanpa Golongan
Tanpa batasan produksi
42
2.4.2 Sistem Tarif Cukai Hasil Tembakau Setelah Perubahan (1 Februari 2009) Pada tahun 2009 sistem tarif cukai mengalami perubahan. Dalam kebijakan cukai tahun 2009, sistem tarif cukai berubah dari sistem tarif cukai gabungan (advalorum dan spesifik) ke sistem tarif cukai spesifik untuk semua jenis hasil tembakau dengan tetap mempertimbangkan batasan produksi dan batasan harga jual eceran. Tarif spesifik ini diberlakukan untuk semua jenis hasil tembakau. Dalam kebijakan cukai tahun 2009 Pemerintah juga melakukan penyederhanaan jumlah golongan pabrik dari 3 (tiga) golongan menjadi 2 (dua) golongan untuk jenis SKM (Sigaret Kretek Mesin) dan SPM (Sigaret Putih Mesin) dan tanpa golongan untuk TIS (Tembakau Iris). Sedangkan untuk jenis SKT (Sigaret Kretek Tangan)tetap terdapat 3 (tiga) golongan. Untuk lebih jelasnya mengenai tarif cukai setelah perubahan ini, dapat dilihat sebagaimana berikut ini: a) Batasan Jarga Jual Eceran dan Tarif Cukai per Batang atau Gram hasil Tembakau Buatan Dalam Negeri Tabel 2.5. No. Urut
Golongan pengusaha pabrik hasil tembakau Jenis Golongan I
1.
SKM II
Batasan harga jual eceran per batang atau gram Lebih dari Rp 660 Lebih dari Rp 630 sampai dengan Rp 660 Paling rendah Rp 600 sampai dengan Rp 630 Lebih dari Rp 430 Lebih dari Rp Rp 380 sampai dengan Rp 430
43
Tarif cukai per batang atau gram Rp 290 Rp 280 Rp 260 Rp 210 Rp 175
I 2.
SPM II
I 3.
SKT atau SPT II III I
4.
SKTF atau SPTF II
5.
TIS
Tanpa Golongan
6.
KLB
Tanpa Golongan
7.
KLM
Tanpa Golongan
8.
CRT
Tanpa Golongan
9.
HPTL
Tanpa Golongan
Paling rendah Rp 374 sampai dengan Rp 380 Lebih dari Rp 600 Lebih dari Rp 450 sampai dengan Rp 600 Paling rendah Rp 375 sampai dengan Rp 450 Lebih dari Rp 300 Lebih dari Rp 254 sampai dengan Rp 300 Paling rendah Rp 217 sampai dengan Rp 254 Lebih dari Rp 590 Lebih dari Rp 550 sampai dengan Rp 590 Paling rendah Rp 520 sampai dengan Rp 550 Lebih dari Rp379 Lebih dari Rp 349 sampai dengan Rp 379 Paling rendah Rp 336 sampai dengan Rp 349 Paling rendah Rp 234 Lebih dari Rp 660 Lebih dari Rp 630 sampai dengan Rp 660 Paling rendah Rp 600 sampai dengan Rp 630 Lebih dari Rp 430 Lebih dari Rp 380 sampai dengan Rp 430 Paling rendah Rp 374 sampai dengan Rp 380 Lebih dari Rp 250 Lebih dari Rp 149 sampai dengan Rp 250 Paling rendah Rp 40 sampai dengan Rp 149 Lebih dari Rp 250 Paling rendah Rp 180 sampai dengan Rp 250 Paling rendah Rp 180 Lebih dari Rp 100.000 Lebih dari Rp 50.000 sampai dengan Rp 100.000 Lebih dari Rp 20.000 sampai dengan Rp 50.000 Lebih dari Rp 5.000 sampai dengan Rp 20.000 Paling rendah Rp 275 sampai dengan Rp 5.000 Paling rendah Rp 275
Rp 135 Rp 290 Rp 230 Rp 185 Rp 170 Rp 135 Rp 80 Rp 200 Rp 150 Rp 130 Rp 90 Rp 80 Rp 75 Rp 40 Rp 290 Rp 280 Rp 260 Rp 210 Rp 175 Rp 135 Rp 21 Rp 19 Rp 5 Rp 25 Rp 18 Rp 17 Rp 100.000 Rp 20.000 Rp 10.000 Rp 1.200 Rp 250 Rp 100
Sumber: Peraturan Menteri Keuangan Nomor 203/PMK.011/2008 b) Tarif Cukai dan Harga Jual Eceran Minimun hasil Tembakau yang Diimpor Tabel 2.6. No. Jenis Hasil Tembakau Urut 1. SKM 2. SPM 3. SKT atau SPT 4. SKTF atau SPTF 5. TIS 6. KLB 7. KLM 8. CRT
Batasan HJE terendah per batang atau gram Rp 661 Rp 601 Rp 591 Rp 661 Rp 251 Rp 251 Rp 180 Rp 100.000 44
Tarif Cukai per batang atau gram Rp 290 Rp 290 Rp 200 Rp 290 Rp 21 Rp 25 Rp 17 Rp 100.000
9. HPTL Rp 275 Sumber: Peraturan Menteri Keuangan Nomor 203/PMK.011/2008
Rp 100
Dengan Golongan Pengusaha pabrik Hasil Tembakau: Tabel 2.7. No. Urut 1. 2. 3.
Pengusaha Pabrik Jenis Golongan SKM I II SPM I II SKT atau I SPT II
Batasan Jumlah Produksi Pabrik Lebih dari 2 milyar batang Tidak lebih dari 2 milyar batang Lebih dari 2 milyar batang Tidak lebih dari 2 milyar batang Lebih dari 2 milyar batang Lebih dari 500 Juta batang tetapi tidak lebih dari 2 milyar batang Tidak lebih dari 500 juta batang Lebih dari 2 milyar batang Tidak lebih dari 2 milyar batang
III I II Tanpa 5. TIS Tanpa batasan jumlah produksi Golongan KLM atau Tanpa 6. Tanpa batasan jumlah produksi KLB Golongan Tanpa 7. CRT Tanpa batasan jumlah produksi Golongan Tanpa 8. HPTL Tanpa batasan jumlah produksi Golongan Sumber: Peraturan Menteri Keuangan Nomor 203/PMK.011/2008 4.
SKTF atau SPTF
2.4.3 Perbedaan Sistem Tarif Cukai Hasil Tembakau Perubahan sistem tarif tembakau menuju ke arah single spesifik ini telah diberlakukan mulai tanggal 1 Februari 2009. Perbedaan sistem tarif sebelum dan sesudah perubahan ini dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 2.8. Perbedaan Tarif Tembakau
45
No
Materi
1
Sistem Tarif Cukai
2
Tarif Spesifik
3 4 5 6
Golongan SKM dan SPM Golongan TIS Pengakategorian SPT Pengakategorian SPTF HT Untuk Karyawan dan Pihak 3 Tarif Insentif Ekspor
7 8
Tahun 2008
Tahun 2009
Gabungan SKM, SKT, SPM, SKTF Tiga Golongan Tiga Golongan KLB dan KLM KLB dan KLM HJE = 50% HJE Normal Tarif Normal - 4%
Spesifik Seluruh Jenis HT Dua Golongan Tanpa Golongan SKT SKTF Ditiadakan Ditiadakan
2.5 Evaluasi Perubahan Sistem Tarif Cukai Hasil Tembakau 2.5.1 Efektivitas Pengertian efektifitas pada dasarnya identik dengan pencapaian tujuan atau target yang ingin dicapai (Mardiasmo, 2003: 68). Efektifitas juga merupakan kriteria yang digunakan untuk menilai potensi kerja dari suatu unit kerja. Menurut Ranguti (2005) efektifitas merupakan upaya mengerjakan semua pekerjaan secara tepat (doing the right job), dengan menggunakan seluruh potensi sumber daya yang dimiliki dan sesuai dengan tujuan operasional. Analisis efektivitas dilakukan untuk menunjukkan keberhasilan atau kegagalan dalam mencapai tujuan.
46
2.5.2 Analisis SWOT Menurut Rangkuti (2005), analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimumkan kekuatan (strenghts) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman (threats). Untuk melakukan analisis SWOT, maka perlu dilakukan analisis terhadap lingkungan. Analisis lingkungan dapat dilakukan dengan cara menganalisis lingkungan eksternal maupun internal di KPPBC Tipe A3 Yogyakarta. Analisis SWOT merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk mengetahui upaya yang perlu dilakukan dalam meningkatkan mekanisme pemungutan cukai hasil tembakau sehingga efektifitas dapat memberikan hasil yang signifikan. Adapun analisis SWOT terdiri dari: a. Strenghts (Kekuatan) b. Weakness (Kelemahan) c. Opportunities (Peluang) d. Treats (Ancaman)
47
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Metodologi Penelitian Penelitian merupakan usaha penyelidikan yang
sistematis
dan
terorganisasi (Indriantoro, et al, 1999: 3). Untuk mencapai tujuannya, maka suatu penelitian harus menggunakan metode-metode yang diatur dengan baik. Metodologi penelitian berisi pengetahuan yang mengkaji ketentuan mengenai metode-metode yang digunakan dalam penelitian. Dengan demikian, setiap penelitian harus didasarkan pada kerangka tertentu dalam pengumpulan data, sehingga penelitian bisa dilakukan secara terarah sehingga hasil yang diperoleh valid dan tidak bias. 3.1.1. Jenis Penelitian Penelitian dapat diklasifikasikan berdasarkan berbagai sudut pandang. Salah satu dasar dari pengklasifikasian penelitian adalah berdasarkan tingkat eksplanasi. Berdasarkan tingkat eksplanasinya, penelitian ini termasuk kedalam penelitian deskriptif, yaitu pada studi kasus. Studi kasus merupakan penelitian dengan melakukan penelaahan kepada satu kasus secara intensif, mendalam, dan menyeluruh terhadap individu, kelompok, lembaga atau masyarakat tertentu tentang latar belakang keadaan sekarang dan interaksi yang terjadi didalamnya dalam kurun waktu tertentu termasuk kondisi lingkungannya (Akhmad, 2002: 7). 48
3.1.2. Tempat dan Waktu Penelitian 1) Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe A3 Yogyakarta. Dasar yang menjadi pertimbangan untuk memilih tempat penelitian adalah karena KPPBC Tipe A3 merupakan lembaga yang melakukan pengawasan dan pelayanan atas pemungutan cukai hasil tembakau. Perubahan sistem tarif cukai hasil tembakau akan berpengaruh pada penerimaan di KPPBC Tipe A3 Yogyakarta, sehingga perubahan sistem tariff cukai hasil tembakau dapat dievaluasi melalui KPPBC Tipe A3 Yogyakarta. 2) Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan dalam suatu kurun waktu, yakni pada bulan April sampai dengan Juni 2009. Dalam kurun waktu ini penulis mengharapkan bahwa penelitian ini dapat berjalan sesuai dengan tahapan-tahapan dari jadwal penelitian yang telah direncanakan. Tahapan-tahapan yang telah direncanakan pada penelitian ini antara lain adalah: (1) pembimbingan rencana penelitian, (2) pengurusan perijinan dan pengumpulan data, (3) pengolahan data, (4) penyusunan draft laporan, (5) persentasi dan diskusi draft laporan, dan (6) pengesahan dan siap untuk diujikan.
49
3.1.3. Subjek dan Objek Penelitian (1) Subjek Penelitian Subjek yang akan diteliti adalah KPPBC Tipe A3 Yogyakarta. (2) Objek Penelitian Adapun objek yang akan diteliti adalah data keuangan dan data penerimaan cukai hasil tembakau di KPPBC Tipe A3 Yogyakarta. 3.1.4. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data merupakan langkah yang sangat diperlukan dalam penelitian,
karena
dengan adanya
data-data
yang
sudah
dikumpulkan, baru dapat dilakukan analisis data untuk menguji kebenaran hipotesis yang diajukan. Adapun metode-metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut: (1) Wawancara Wawancara merupakan teknik pengumpulan dalam metode survey yang menggunakan pertanyaan secara lisan kepada subjek penelitian. Teknik wawancara dilakukan karena penelitian memerlukan komunikasi dan hubungan secara langsung dengan objek yang diteliti. Hasil wawancara selanjutnya dicatat oleh pewawancara sebagai data penelitian. (2) Observasi Observasi merupakan proses pencatatan pola perilaku subjek, objek atau kejadian yang sistematik tanpa adanya pertanyaan atau 50
komunikasi
dengan
individu-individu
yang
diteliti.
Data
yang
dikumpulkan dengan metode ini umumnya tidak terdistorsi, lebih akurat dan bebas dari respon bias. (3) Dokumentasi Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data yang antara lain berupa faktur, jurnal, surat-surat, notulen hasil rapat, memo atau dalam bentuk laporan keuangan dari instansi yang bersangkutan dengan objek penelitian dan sumber-sumber lain untuk mendapatkan teori yang mendukung penelitian ini. 3.1.5. Jenis Data Sumber data penelitian adalah faktor penting yang menjadi pertimbangan dalam penentuan metode pengumpulan data (Indriantoro, et al, 1999: 146). Berdasarkan sumber data penelitian maka jenis data penelitian ini adalah: (1) Data Primer Data primer merupakan sumber data penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber asli (tidak melalui media perantara), dalam penelitian ini penulis mengumpulkan data melalui wawancara di KPPBC Tipe A3 Yogyakarta. Data primer dalam penelitian ini dikumpulkan oleh peneliti untuk menjawab pertanyaan peneliti mengenai perubahan sistem tarif cukai hasil tembakau.
51
(2) Data Sekunder Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain). Data sekunder yang dikumpulkan penulis antara lain berupa bukti, catatan atau laporan historis yang telah disusun dalam arsip (data dokumenter) yang telah dipublikasikan. 3.1.6. Analisis Data Dalam
menganalisis
data,
penulis
menggunakan
analisis
perbandingan secara deskriptif kuantitatif dan kualitatif. Efektifitas penerimaan cukai hasil tembakau sebelum perubahan sistem tarif cukai hasil tembakau dibandingkan dengan efektifitas penerimaan cukai hasil tembakau seteleh perubahan sistem tarif cukai hasil tembakau di KPPBC Tipe A3, analisis terhadap tingkat efektifitas perubahan sistem tersebut, serta malakukan analisis SWOT. Analisis data yang dilakukan antara lain adalah: 1) Metode Kuantitatif a. Efektifitas Kenaikan tarif ini bertujuan untuk mengendalikan konsumsi rokok dan mencapai target penerimaan cukai 20091 , oleh karenanya efektifitas dapat dinilai dari kenaikan penerimaan dan dari 1
Tahun 2009 Tarif Cukai Rokok Warta Bea Cukai Edisi 410 Januari 2009, Hal 52
52
penurunan pertumbuhan produksi. Cara penghitungan tingkat efektifitas adalah sebagai berikut: •
Kenaikan penerimaan = selisih penerimaan sistem Spesifik dengan Campuran dibandingkan dengan jumlah penerimaan Campuran
•
Penurunan Pertumbuhan = perbandingan rata-rata pertumbuhan perbulan dengan tahun sebelumnya pada bulan yang sama
2) Metode Kualitatif a. Analisis SWOT Analisis SWOT merupakan metode kualitatif yang dilakukan pada penelitian ini. Metode kualitatif yaitu analisis yang bersifat subjektif berdasarkan pandangan, pemikiran dan penalaran secara teoritis. Untuk melakukan analisis SWOT maka perlu diadakan analisis terhadap lingkungan (Rangkuti, 2008: 15). Analisis SWOT pada penelitian ini dilakukan dengan cara menganalisis lingkungan eksternal maupun lingkungan interal di KPPBC Tipe A3 Yogyakarta. Analisis SWOT digunakan dengan tujuan untuk mengidentifikasi berbagai faktor yang terkait dengan perubahan atas sistem tarif cukai hasil tembakau di KPPBC Tipe A3 Yogyakarta, sehingga
dapat
memberikan
53
saran
dan
perbaikan
untuk
meningkatkan efektivitas pemungutan cukai hasil tembakau melalui sistem tarif cukai. Analisis SWOT yang dilakukan mencakup faktor: 1. Strenght (Keunggulan) Keunggulan yang akan dianalisis adalah keunggulan dari sistem tarif cukai pada KPPBC Tipe A3 setelah perubahan sistem. 2. Weakness (Kelemahan) Kelemahan yang akan dianalisis mencakup kelemahan pada sitem tarif cukai hasil tembakau setelah mengalami perubahan pada KPPBC Tipe A3 Yogyakarta. 3. Opportunity (Peluang) Peluang yang akan dianalisis adalah peluang-peluang yang dapat dimanfaatkan dalam rangka meningkatkan efektifitas pemungutan cukai dengan sistem tarif cukai hasil tembakau setelah perubahan di KPPBC Tipe A3 Yogyakarta. 4. Threats (Ancaman) Ancaman
adalah
ancaman-ancaman
yang
dapat
menghambat dan mempersulit pemungutan sistem tarif cukai setelah perubahan pada KPPBC Tipe A3 Yogyakarta.
54
BAB IV ANALISA DATA
4.2.1
Gambaran KPPBC Tipe A3 Kota Yogyakarta
4.1.1 Profil Kantor KPPBC Tipe A3 Yogyakarta Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe A3 Yogyakarta adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jawa Tengah dan D.I. Yogyakarta yang berlokasi di Semarang. Fungsi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sendiri adalah melaksanakan sebagian tugas pokok Departemen Keuangan di bidang kepabeanan dan cukai berdasarkan kebijakan yang ditetapkan Menteri Keuangan. Dalam tugas pokok di bidang kepabeanan dan cukai terkandung misi yang saling terkait (integrated mission) antara lain: 1. Mengamankan penerimaan negara dari sektor impor, ekspor dan cukai; 2. Melancarkan arus barang; 3. Membantu menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi pertimbuhan
industri dan investasi melalui pemberian fasilitas kepabeanan dan cukai serta pencegahan terjadinya unfair trading;
55
4. Menjamin perlindungan masyarakat terhadap akses negatif yang timbul
sebagai akibat dari masuknya barang-barang pembatasan dan larangan. Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe A3 Yogyakarta mempunyai cakupan wilayah pengawasan dan pelayanan terdiri dari 2 (dua) Kotamadya (Yogyakarta dan Magelang) dan 8 (delapan) Kabupaten yaitu (Sleman, Bantul, Kulonprogo, Gunung Kidul, Magelang. Temanggung, Wonosobo dan Purworejo) yang keseluruhannya mencapai luas ±7.181,81 km2. Kegiatan Pengawasan dan Pelayanan pada KPPBC Tipe A3 Yogyakarta merupakan Kantor Bea Cukai cukup lengkap. Sebagian besar kegiatan pelayanan yang dilakukan adalah pelayanan di bidang Kepabeanan yang memerlukan SDM yang besar pula. Sedangkan dari segi penerimaan, yang dipungut sebagian besar adalah penerimaan di bidang cukai. Hal ini terjadi dikarenakan banyaknya pelayanan di bidang Kepabeanan yang kurang dapat ditargetkan penerimaannya seperti: Pelayanan/Pengawasan Bandara dan Pelayanan Kawasan Berikat. Lingkup kerja dari kantor KPPBC Tipe A3 Yogyakarta adalah sebagai berikut: 1. Impor umum, impor sementara dan impor fasilitas; 2. Ekspor umum dan ekspor fasilitas; 3. Kantor pos lalu bea; 4. Kawasan berikat; 56
5. Entrepot Tujuan Pameran; 6. Tempat Penimbunan Sementara (belum beroperasi); 7. Cukai Hasil Tembakau; 8. Cukai Etil Alkohol; 9. Cukai Minuman Mengandung Etil Alkohol. 10. Pelayanan dan Pengawasan Bandar Udara
4.1.2 Kegiatan Cukai KPPBC Tipe A3 Yogyakarta Dalam wilayah kerja KPPBC Yogyakarta terdapat 38 (tiga puluh delapan) pabrik Hasil Tembakau, yang terdiri dari 36 (tiga puluh enam) pabrik rokok dan 2 (dua) pabrik cerutu. Selain itu terdapat 1 (satu) pabrik Etil Alkohol, yaitu PT. Madu Baru, 1 (satu) pabrik Minuman Mengandung Etil Alkohol (MMEA), yaitu Perusahaan 5000 Gemini, 18 (delapan belas) Tempat Penjualan Eceran (TPE) dan 4 (empat) perusahaan penerima fasilitas pembebasan cukai Etil Alkohol. Sumber penerimaan cukai terbesar pada KPPBC Yogyakarta adalah berasal dari cukai Hasil Tembakau. Dari pabrik Hasil Tembakau tersebut dihasilkan lebih dari 2 Milyar batang hasil tembakau, yang dikerjakan oleh lebih dari 2,000 tenaga kerja. Target penerimaan cukai dari tahun ke tahun selalu meningkat.
57
4.1.3 Pelayanan dan Pengawasan Cukai Obyek Pelayanan dan Pengawasan Seksi Kepabeanan dan Cukai untuk cukai Hasil Tembakau pada KPPBC Yogyakarta menyebar di wilayah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, ditambah dengan Kodya Magelang, Kabupaten Magelang, Kabupaten Purworejo, Temanggung dan Wonosobo. Khusus untuk Hasil Tembakau lokasinya adalah sebagai berikut : a. Daerah Tingkat II/ Kotamadya Yogyakarta Pabrik Hasil Tembakau : PD.Tarumartani b. Daerah Tingkat II/ Kabupaten Bantul Pabrik Hasil Tembakau: PT. HM. Sampoerna Yogyakarta, PT. Yogyakarta Tembakau, PR. Merapi Agung Lestari , PR. Purnama Jaya, UD. Putra Gading Mas Lestari, PR. Surya Jaya Abadi, dan PR. Ersa Jaya, PT. Bertto Prima Indonesia, PT. Lintang Kemukus. c. Daerah Tingkat II/ Kabupaten Kulon Progo Pabrik Hasil Tembakau: PT. HM. Sampoerna. d. Daerah Tingkat II/ Kabupaten Sleman. Pabrik Hasil Tembakau: PT. HM. Sampoerna, PR. Gunung Mas Abadi, PR. Kreatifa Hasta Mandiri.
58
e. Kabupaten Magelang Pabrik hasil tembakau: PR. CV. Daun Jeruk, PR. Djolali, PR. Bayi Mas, CV. Weddy Tobacco Jaya dan PR. Edsa, PR. Tumbuh Alami. f. Kabupaten Temanggung Pabrik hasil tembakau: PR. Rizona, PR. Gunung Sumbing, PR. Better Generation, PR. Rantai Mas, PR. Gedung Putih, PR. Gunung Semar, PR. Sindoro Gunung Sejati, PR. Sindoro, dan PR. Selo Agung. g. Kabupaten Wonosobo. Pabrik hasil tembakau: PR. Kembang Kenanga, PR. Cahaya Surya dan PR. Doea ES h. Kabupaten Purworejo. Pabrik hasil tembakau: PR. Bintang Baru, PR. Bukit Tursina Makmur, PR. Ekki Kamal, PR. Gajah, PR. P, PR. Panji Buana, PR. Polos Baru, PR. Sari Mantep, PR. Seto, PR. Silampari, PR. Sinar Biru, PT. HM Sampoerna.
4.1.4 Kebijakan Sistem Tarif Cukai Tahun 2009 Menteri Keuangan menetapkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 203/PMK.011/2008 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau pada tanggal 9 Desember 2008 dan berlaku mulai tanggal 1 Februari 2009. Kebijakan cukai tersebut dibuat dalam rangka mencapai target penerimaan APBN 2009 dari sektor cukai hasil tembakau, yakni sebesar Rp.48,2 triliun 59
atau naik Rp. 2.7 triliun dari APBN-P 2008. Melalui Peraturan Menteri Keuangan tersebut dapat diketahui bahwa sistem tarif cukai mengalami perubahan dari sistem tarif cukai gabungan (advalorum dan spesifik) ke sistem tarif cukai spesifik untuk semua jenis hasil tembakau dengan tetap mempertimbangkan batasan produksi dan batasan harga jual eceran (HJE). Latar belakang dari perubahan sistem tarif cukai hasil tembakau pada tahun 2009 ini adalah: 1. Dalam rangka pengendalian konsumsi. 2. Kebijakan yang berkesinambungan. 3. Menuju administrasi yang sederhana. 4. Menuju Simplifikasi tarif cukai. 5. Mengurangi salah satu penyebab hasil tembakau ilegal. 6. Optimalisasi penerimaan cukai.
Untuk KPPBC Tipe A3 Yogyakarta sendiri target penerimaan Cukai yang dibebankan naik 49% dari tahun sebelumnya sejumlah Rp. 266.818.704.000,00 menjadi Rp. 398.739.830.000,00 untuk tahun 2009 hal ini berarti pula target penerimaan perbulan yang dibebankan meningkat dari 22.234.892.000,00 menjadi 33.228.319.167,00.
60
4.2.2
Analisis data Analisis data merupakan suatu proses pemecahan masalah atau
permasalahan agar tujuan penelitian dapat tercapai. Untuk itu, dalam proses analisis data diperlukan pendekatan yang disesuaikan dengan objek yang diteliti, baik didasarkan pada pendekatan kuantitatif maupun kualitatif. Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam bab sebelumnya bahwa analisis data yag digunakan pada penelitian ini mencakup analisis secara kuantitatif maupn secara kualitatif. Pada uraian sebelumnya juga telah dibahas bahwa sistem tarif cukai hasil tembakau mengalami perubahan pada tahun 2009 yang mulai diberlakukan pada bulan Februari 2009. Permasalahan pada penelitian ini adalah evaluasi terhadap efektivitas perubahan sistem tarif cukai hasil tembakau. Untuk memecahkan permasalahan tersebut, maka pada bab ini peneiti akan mengemukakan hasil-hasil dari analisis data penelitian sehingga tujuan penelitian dapat tercapai. 4.2.1 Analisis dengan Metode Kuantitatif Analisis dengan metode kuantitatif adalah analisis yang dilakukan terhadap data kuantitatif, yaitu data yang berbentuk angka. Analisis kuantitatif pada penelitian ini dilakukan dengan analisis terhadap efektifitas perubahan sistem tarif cukai hasil tembakau. Efektivitas dapat diartikan sebagai upaya mengerjakan semua pekerjaan secara tepat dengan menggunakan seluruh potensi sumber daya yang dimiliki dan sesuai dengan tujuan operasional. Analisis efektivitas dilakukan dengan tujuan untuk menunjukkan keberhasilan sistem tarif cukai hasil tembakau setelah 61
perubahan dalam meningkatkan penerimaan cukai di KPPBC Tipe A3. Pengukuran
terhadap
efektivitas
dilakukan
dengan
melakukan
perbandingan terhadap penerimaan cukai dengan menggunakan sistem tarif setelah peubahan dengan penerimaan cukai dengan menggunakan tarif sebelum perubahan. Perbandingan perhitungan cukai hasil tembakau antara sistem tarif sebelum dan sesudah perubahan dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 4.1 Perbandingan Tarif Cukai Hasil Tembakau Periode Februari - April 2009 NPPBKC
BINTANG BARU, PR
DAUN DJERUK, CV
DJOLALI, PR
Jenis
Merk
Sistem Tarif Baru
Sistem Tarif Lama
Jml Cukai
Jml Cukai
Kenaikan Jml Cukai
SKT
Bintang Baru Spesial
2,304,000
1,728,000
33%
SKTF
Bintang Baru
1,944,000
1,692,000
15%
SKM
Djeruk Spesial Filter
882,000,000
624,540,000
41%
SKT
Djeruk Spesial Kretek
52,800,000
39,600,000
33%
KLM
Djolali Marem Djolali Radja Rokok Hijau
3,060,000
3,096,000
-1%
7,344,000
8,640,000
-15%
EDSA, PR
SKT
Luariz
6,912,000
5,184,000
33%
ERSA JAYA, PR
SKT
Ersa 78
3,600,000
2,700,000
33%
GAJAH, PR
KLM
Rukun Biru
1,836,000
1,728,000
6%
Rukun Coklat
244,800
230,400
6%
Rukun Kuning
367,200
345,600
6%
74,592,000,000
62,843,760,000
19%
HM. SAMPOERNA, PT
SKT
Dji Sam Soe
62
KEMBANG KENANGA, PR
SKT
Sangkuriang
288,000
216,000
33%
972,000
846,000
15%
1,509,120,000
1,131,840,000
33%
SKTF
Sangkuriang Sakti
MERAPI AGUNG L, PT
SKT
Once
PANJI BUANA, PR
KLM
IeNYONG
367,200
345,600
6%
SKT
Pandji
576,000
432,000
33%
KLM
Polos Merah
1,713,600
2,385,600
-28%
SKM
Rush Mild
2,776,680,000
2,416,740,000
15%
SKT
Jokteng 1785
4,032,000
3,024,000
33%
11,280,000
8,460,000
33%
PDIP Anti Korupsi
6,000,000
4,500,000
33%
PDIP Wong Cilik
6,000,000
4,500,000
33%
32,832,000
24,624,000
33%
POLOS BARU, PR PR. Kreatifa Hasta Mandiri PT. LINTANG KEMUKUS
PDIP
PT. Tumbuh Alami
SKT
MG Tumbuh Alami
PURNAMA JAYA, PR
TIS
Cap Daun
1,500,000
1,344,000
12%
MK
1,500,000
1,344,000
12%
New Havana Extra Fine
8,400,000
4,480,000
88%
42,000,000
29,400,000
43%
New Kenner King Extra
1,400,000
1,120,000
25%
Seto Hijau
2,448,000
2,304,000
6%
Seto Kuning
1,836,000
1,728,000
6%
Turonggo Seto
367,200
345,600
6%
Sinar Biru
918,000
864,000
6%
Sinar Merah
673,200
633,600
6%
75,000
165,600
-55%
2,250,000
4,996,800
-55%
RIZONA BARU, PR
CRT
New Kenner Bolero
SETO, PR
SINAR BIRU, PR
TARU MARTANI, PD
KLM
KLM
CRT
Adipati Extra Cigarillos Adipati Half Corona
63
Adipati Panatella
75,000
237,600
-68%
3,000,000
5,856,000
-49%
7,500,000
14,323,200
-48%
Adipati Senoritas
75,000
201,600
-63%
Adipati Slim Panatella
75,000
237,600
-68%
750,000
1,665,600
-55%
3,000,000
6,480,000
-54%
12,000,000
24,130,560
-50%
Cheer Up
937,500
1,272,000
-26%
Mundi Victor Boheme
450,000
1,080,000
-58%
900,000
2,090,880
-57%
937,500
1,776,000
-47%
Panter Extra Cigarillos
3,000,000
4,051,200
-26%
Panther Extra Cigarillos
1,500,000
2,025,600
-26%
450,000
777,600
-42%
3,000,000
7,449,600
-60%
4,500,000
10,756,800
-58%
Ramayana Senoritas
9,000,000
16,041,600
-44%
Senator Royal
1,500,000
3,384,000
-56%
Adipati Corona
540,000
378,000
43%
Adipati Half Corona
540,000
378,000
43%
Adipati Royal
360,000
252,000
43%
Adipati Super Corona
540,000
666,000
-19%
18,720,000
16,910,400
11%
Norra
Panther Senoritas Ramayana Corona
64
Noraken TIS
YOGYAKARTA TBK, PT
SKT
2,160,000
1,696,320
27%
Countryman
43,875,000
81,432,000
-46%
Countyrman
7,500,000
13,920,000
-46%
The Rising Hope
121,125,000
118,320,000
2%
The Risisng Hope
71,250,000
69,600,000
2%
Drum
99,540,000
97,644,000
2%
218,880,000
164,160,000
33%
80,605,320,200
67,849,076,960
19%
Kraton Dalem Hijau
Grand Total
Sumber: KPPBC Tipe A3 Yogyakarta (data diolah) Dari tabel 4.1 diatas dapat diketahui bahwa penerimaan cukai hasil tembakau dengan menggunakan sistem tarif setelah perubahan lebih besar dari penerimaan cukai hasil tembakau dengan menggunakan sistem tarif sebelum perubahan. Hal ini dapat dilihat dari persentase total jumlah kenaikan cukai hasil tembakau dengan menggunakan sistem tarif yang baru, yaitu sebesar 19%. Dari tabel tersebut juga dapat diketahui bahwa cukai pada kebanyakan jenis hasil tembakau relatif meningkat. Penurunan cukai hasil tembakau hanya terjadi pada beberapa jenis Klembak (KLM), beberapa jenis Cerutu (CRT) dan beberapa jenis Tembakau Iris (TIS). Hal ini dapat disebabkan karena setelah perubahan pada sistem tarif cukai maka golongan pada tembakau iris (TIS) dan cerutu (CRT) ditiadakan dan pengkategorian klembak (KLM) dimasukkan kepada sigaret kretek tangan (SKT).
65
Perbandingan kenaikan dan penurunan jumlah penerimaan cukai hasil tembakau antara sistem tarif sebelum dan sesudah perubahan ini juga dapat dianalisis dengan memperhitungkan jumlah pertumbuhan dan penurunan produksi. Perbandingan pertumbuhan/penurunan jumlah produksi ini dilakukan antara periode Februari – April 2009 (setelah perubahan tarif) dengan bulan yang sama pada tahun sebelumnya (sebelum perubahan tarif). Hasil dari perhitungan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.2. Perbandingan Pertumbuhan/Penurunan Produksi Feb-April 2008 Jenis HT
Cukai
Batang
Feb-April 2009 Rata2 Cukai Per Batang
Cukai
Batang
Perbandingan Rata2 Cukai Per Batang
Kenaikan Cukai
Kenaikan Produksi
Kenaikan Tarif
CRT
198,151,680
733,250
270
129,635,000
446,150
291
-35%
-39%
8%
KLM
15,648,000
861,600
18
21,175,200
1,245,600
17
35%
45%
-6%
SKM
481,788,000
3,888,000
124
3,658,680,000
25,608,000
143
659%
559%
15%
SKT
109,663,056,000
693,751,200
158
76,446,624,000
419,325,600
182
-30%
-40%
15%
SKTF
-
-
-
2,916,000
21,600
135
TIS Grand Total
360,482,400
24,375,000
15
346,290,000
25,740,000
13
-4%
6%
-9%
110,719,126,080
723,609,050
153
80,605,320,200
472,386,950
171
-27%
-35%
12%
Sumber: KPPBC Tipe A3 Yogyakarta (data diolah) Tabel 4.2. diatas menunjukkan bahwa tarif cukai pada bebagai jenis hasil tembakau setelah perubahan mengalami kenaikan kecuali pada jenis klembak (KLM) dan tembakau iris (TIS). Hasil tembakau yang mengalami kenaikan tarif antara lain adalah jenis cerutu (CRT) mengalami kenaikan sebesar 8%, jenis sigaret kretek mesin (SKM) mengalami kenaikan sebesar 15%, dan jenis sigaret
66
kretek tangan (SKT) mengalami kenaikan sebesar 15%, sehingga total kenaikan tarif hasil tembakau setelah perubahan adalah sebesar 12%. Sedangkan jenis hasil tembakau yang mengalami penurunan tarif adalah jenis klembak (KLM) menurun sebesar 6% dan jenis tembakau iris (TIS) menurun sebesar 9%. Penurunan pada tarif cukai jenis klembak (KLM) dan tembakau iris (TIS) ini disebabkan karena perubahan pengkategorian klembak (KLM) dan ditiadakannya golongan pada jenis tembakau iris (TIS). Tabel 4.2. juga menunjukkan pertumbuhan dan penurunan jumlah produksi hasil tembakau pada perode Februari sampai dengan April 2009 dibandingkan dengan bulan yang sama pada tahun sebelumnya. Jenis produksi hasil tembakau yang mengalami pertumbuhan antara lain adalah jenis klembak (KLM) mengalami pertumbuhan sebesar 45%, jenis sigaret kretek mesin (SKM) mengalami pertumbuhan sebesar 559%, dan jenis tembakau iris (TIS) mengalami pertumbuhan sebesar 6%. Sedangkan jenis hasil tembakau yang mengalami penurunan produksi antara lain adalah jenis cerutu (CRT) menurun sebesar 39% dan jenis sigaret kretek tangan (SKT) menurun sebesar 40% sehingga total pertumbuhan produksi hasil tembakau menurun sebesar 35%. Pertumbuhan mencolok terdapat pada produksi SKM hal ini dikarenakan adanya perusahaan SKM baru yang mendapat ijin produksi pada awal September 2008 dan produksinya selalu meningkat pada bulan-bulan berikutnya. Perbedaan tarif dan jumlah produksi tersebut mengakibatkan penerimaan cukai juga mengalami kenaikan dan penurunan pada periode Februari sampai 67
dengan April 2009 dibandingkan dengan bulan yang sama pada tahun sebelumnya. Kenaikan penerimaan cukai antara lain terjadi pada hasil tembakau jenis klembak (KLM) meningkat sebesar 35% dan jenis sigaret kretek mesin (SKM) meningkat sebesar 659%. Sedangkan penurunan penerimaan cukai terjadi pada jenis hasil tembakau cerutu (CRT) yang menurun sebesar 35%, sigaret kretek tangan (SKT) yang menurun sebesar 30% dan tembakau iris (TIS) yang menurun sebesar 4%. Penurunan penerimaan cukai dari hasil tembakau cerutu (CRT) dan sigaret kretek tangan (SKT) terjadi karena penurunan jumlah produksi sedangkan penurunan cukai pada tembakau iris (TIS) terjadi karena penurunan tarif. Kenaikan cukai pada jenis hasil tembakau klembak (KLM) dan sigaret kretek mesih (SKM) terjadi disebabkan karena pertumbuhan produksi yang cukup signifikan. Kenaikan dan penurunan pada berbagai jenis hasil tembakau menyebabkan total penerimaan cukai menurun sebesar 27% pada periode Februari sampai dengan April 2009 dibandingkan dengan bulan yang sama pada tahun sebelumnya. Oleh karena itu, apabila dilihat dari hasil perbandingan tarif cukai hasil tembakau dan pertumbuhan produksi, maka dapat diketahui bahwa sistem tarif cukai setelah perubahan lebih efektif dibandingkan dengan sistem tarif cukai sebelum perubahan. Hal ini diketahui dari kenaikan tarif pada perhitungan menggunakan sistem tarif setelah perubahan. Apabila produksi seluruh jenis hasil tembakau mengalami pertumbuhan dan tidak ada yang mengalami penurunan
68
produksi, maka dapat dipastikan bahwa penerimaan cukai hasil tembakau akan mengalami peningkatan pula dengan menggunakan sistem tarif setelah perubahan.
4.2.2 Analisis dengan Metode Kualitatif Analisis dengan metode kualitatif dilakukan dengan analisis SWOT. Analisis SWOT pada penelitian ini adalah suatu analisa yang dilakukan untuk mengetahui
keunggulan
(strenghts),
kelemahan
(weakness),
peluang
(opportunity) dan ancaman/hambatan (threats) dalam mengevaluasi perubahan sistem tarif cukai hasil tembakau. Tujuan dilakukannya analisis SWOT adalah untuk mengetahui dan melakukan pembenahan sistem tarif pemungutan cukai hasil tembakau agar menjadi lebih efektif. Hasil analsis SWOT pada penelitian ini antara lain adalah: 1) Keunggulan (strenghts) Keunggulan dari perubahan sistem tarif cukai hasil tembakau pada KPPBC Tipe A3 Yogyakarta antara lain adalah: a. Perubahan sistem tarif cukai hasil tembakau pada KPPBC Tipe A3 mempunyai dasar hukum yang kuat karena telah ditetapkan dengan Peraturan
Menteri
Keuangan
Republik
Indonesia
Nomor
203/PMK.011/2008 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau. b. Penyetaraan besaran jenis hasil tembakau SPTF (Sigaret Putih Tangan Filter) dengan tarif cukai jenis SKTF (Sigaret Kretek Tangan Filter) pada perubahan sistem tarif cukai hasil tembakau dapat memudahkan 69
pengawasan atas jenis hasil tembakau SPTF (Sigaret Kretek Tangan Filter) dan dapat menanggulangi usaha penghindaran cukai oleh pabrik tertentu. c. Adanya struktur organisasi yang jelas pada KPPBC Tipe A3 Yogyakarta. d. Adanya pembagian tugas (job description) yang jelas bagi karyawan pada KPPBC Tipe A3 Yogyakarta. e. Adanya pengawasan terhadap produksi hasil tembakau di wilayah pengawasan dan pelayanan KPPBC Tipe A3 Yogyakarta. 2) Kelemahan (weakness) Kelemahan (weakness) dari perubahan sistem tarif cukai hasil tembakau pada KPPBC Tipe A3 Yogyakarta antara lain adalah: a. Kebijakan perubahan sistem tarif dengan meniadakan jumlah golongan pada jenis hasil tembakau tembakau iris (TIS) menyebabkan turunnya tarif cukai dari jenis hasil tembakau iris (TIS) sehingga penerimaan cukai dari jenis ini juga menurun. b. Perubahan sistem tarif dari gabungan menjadi spesifik menyebabkan turunnya tarif cukai hasil tembakau pada jenis cerutu (CRT) dan dan klembak menyan (KLM)
sehingga penerimaan cukai dari jenis hasil
tembakau cerutu juga mengalami penurunan. c. Dengan adanya perubahan sistem tarif cukai hasil tembakau, kebanyakan produsen hasil tembakau berasumsi bahwa tarif cukai untuk semua hasil
70
tembakau meningkat sehingga menghambat bahkan mengakibatkan penurunan pada pertumbuhan produksi jenis hasil tembakau. 3) Peluang (opportunity) Peluang (opportunity) dari perubahan sistem tarif cukai hasil tembakau pada KPPBC Tipe A3 Yogyakarta antara lain adalah: a. Kebijakan cukai ini merupakan tahapan simplifikasi tarif cukai menuju ke arah single spesifik yang hanya membedakan tarif cukai antara produk hasil tembakau yang dibuat dengan mesin dan dengan tangan sehingga dapat menyederhanakan administrasi. b. Kebijakan perubahan atas sistem tarif cukai hasil tembakau tersebut dapat membantu pencapaian target penerimaan APBN 2009 dari sektor cukai hasil tembakau, yakni sebesar Rp.48,2 triliun atau naik Rp. 2.7 triliun dari APBN-P 2008. c. Kebijakan
perubahan
sistem
tarif
cukai
hasil
tembakau
juga
memperhatikan situasi ekonomi terakhir dimana sektor tembakau dapat berperan sebagai sektor yang labour intensive khususnya untuk jenis hasil tembakau yang dibuat dengan tangan (SKT). d. Perubahan tarif yang hanya memperhatikan jumlah batang yang diproduksi juga mempermudah dalam pengawasan dalam kaitannya dengan pembatasan produksi barang yang diyakini berpengaruh pada kesehatan ini. 4) Ancaman (threats) 71
Peluang (opportunity) dari perubahan sistem tarif cukai hasil tembakau pada KPPBC Tipe A3 Yogyakarta antara lain adalah: a. Adanya usaha penghindaran cukai oleh pabrik tertentu sehingga dapat menyebabkan pencapaian target penerimaan APBN 2009 dari sektor cukai hasil tembakau dapat terhambat. b. Adanya pabrik hasil tembakau yang dengan sengaja ataupun tidak sengaja menghindari pemungutan cukai dengan tidak melaporkan jumlah produksi hasil tembakau dengan jelas dan benar. c. Kurangnya pengertian dari produsen hasil tembakau mengenai arti pentingnya pemungutan cukai bagi pembangunan negara ataupun daerah khususnya penghasil tembakau. Perbaikan terhadap sistem tarif cukai hasil tembakau dapat dilakukan dengan mempertahankan kekuatan yang ada dan memanfaatkan peluang yang dimiliki secara optimal. Sedangkan kelemahan dan ancaman bagi perubahan sistem tarif cukai hasil tembakau harus diatasi dengan perbaikan mekanisme dan pengawasan sehingga pemungutan cukai pada KPPBC Tipe A3 Yogyakarta dapat berjalan dengan lebih efektif. Pengertian efektif yang dimaksud disini adalah dapat mencapai tujuan dengan target yang telah ditetapkan atau bahkan melebihi target yang telah ditetapkan.
72
BAB V KESIMPULAN
Dari penelitian serta analisis data yang telah dilakukan sebelumnya terhadap data dari objek penelitian terhadap efektivitas perubahan sistem tarif cukai hasil tembakau pada KPPBC Tipe A3 Yogyakarta, dapat diambil kesimpulan dan saran sebagai berikut ini:
5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada bab sebelumnya dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu: 1. Analisis efektivitas a. Dari perbandingan penghitungan cukai antara sistem tarif lama dengan sistem tarif setelah perubahan dapat diketahui bahwa tarif cukai dengan menggunakan sistem tarif yang baru lebih efektif untuk meningkatkan penerimaan cukai hasil tembakau. Hal ini diketahui dari peningkatan tarif cukai hasil tembakau secara total sebesar 19% dengan menggunakan sistem tarif cukai hasil tembakau yang baru. b. Dari perbandingan penghitungan cukai antara sistem tarif lama dengan sistem tarif setelah perubahan dapat diketahui bahwa terjadi penurunan cukai hasil tembakau pada beberapa jenis Klembak (KLM), beberapa jenis Cerutu (CRT) dan beberapa jenis Tembakau Iris (TIS). 73
c. Dari perbandingan pertumbuhan atau penurunan produksi diketahui bahwa hasil tembakau yang mengalami kenaikan tarif antara lain adalah jenis cerutu (CRT), jenis sigaret kretek mesin (SKM), dan jenis sigaret kretek tangan (SKT), sehingga total kenaikan tarif hasil tembakau setelah perubahan adalah sebesar 12%, sedangkan jenis hasil tembakau yang mengalami penurunan tarif adalah jenis klembak (KLM) dan jenis tembakau iris (TIS). d. Dari perbandingan pertumbuhan atau penurunan produksi diketahui bahwa jenis produksi hasil tembakau yang mengalami pertumbuhan antara lain adalah jenis klembak (KLM), jenis sigaret kretek mesin (SKM), dan jenis tembakau iris (TIS), sedangkan jenis hasil tembakau yang mengalami penurunan produksi antara lain adalah jenis cerutu (CRT) dan jenis sigaret kretek tangan (SKT) sehingga total pertumbuhan produksi hasil tembakau menurun sebesar 35%. e. Jenis hasil tembakau yang mengalami pertumbuhan produksi yang cukup signifikan adalah jenis klembak (KLM) yaitu sebesar 45% dan jenis sigaret kretek mesin (SKM) yang mengalami pertumbuhan sebesar 559%. 2. Analisis SWOT Dari hasil analisis SWOT yang dilakukan terhadap perubahan sistem tarif cukai hasil tembakau pada KPPBC Tipe A3 Yogyakarta diketahui bahwa sistem tersebut memiliki kekuatan dan peluang serta kelemahan dan ancaman. Kekuatannya antara lain adalah adanya dasar hukum yang jelas, adanya 74
struktur organisasi dan pembagian tugas yangjelas sehingga memudahkan pengawasan dan pengelolaan cukai hasil tembakau pada KPPBC Tipe A3. Sementara peluang yang ada antara lain adalah adanya penyederhanaan adminisrasi, membantu pencapaian target penerimaan APBN 2009 dari sektor cukai hasil tembakau dan sektor tembakau dapat berperan sebagai sektor yang labour intensive khususnya untuk jenis hasil tembakau yang dibuat dengan tangan (SKT). Selain kekuatan dan peluang juga terdapat kelemahan yaitu menyebabkan turunnya tarif cukai dari jenis hasil tembakau iris (TIS) dan klembak (KLM) sehingga penerimaan cukai dari jenis ini juga menurun terciptanya asumsi bahwa tarif cukai untuk semua hasil tembakau meningkat sehingga menghambat bahkan mengakibatkan penurunan pada pertumbuhan produksi jenis hasil tembakau. Sedangkan ancaman yang dihadapi dalam melaksanakan perubahan sistem tarif cukai hasil tembakau antara lain adalah adanya usaha penghindaran cukai oleh pabrik tertentu, pabrik hasil tembakau yang dengan sengaja ataupun tidak sengaja menghindari pemungutan cukai dengan tidak melaporkan jumlah produksi hasil tembakau dengan jelas dan benar, dan kurangnya pengertian dari produsen hasil tembakau mengenai arti pentingnya pemungutan cukai bagi pembangunan negara.
75
5.2 Saran Berdasarkan dari hasil analisis dan beberapa kesimpulan dari penelitian ini, maka penulis dapat memberikan saran-saran untuk KPPBC Tipe A3 agar dapat meningkatkan efektivitas pemungutan cukai hasil tembakau yang termasuk dalam kategori sangat efektif dengan upaya sebagai berikut: a.
Melakukan sosialisasi untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya pemungutan cukai hasil tembakau bagi pembangunan.
b.
Meningkatkan pengawasan untuk mencegah kecurangan, meningkatkan kepatuhan atau mencegah kebocoran pemungutan cukai pada berbagai jenis hasil tembakau
c.
Meningkatkan kegiatan pendataan dan pendaftaran potensi sumber cukai hasil tembakau yang ada di daerah sehingga dapat memudahkan pengawasan.
5.3 Keterbatasan Penelitian ini mempunyai keterbatasan-keterbatasan yang dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi peneliti berikutnya agar mendapatkan hasil yang lebih baik lagi. Keterbatasan penelitian ini antara lain disebabkan karena data yang diperoleh dari KPPBC Tipe A3 didasarkan pada dokumen pemesanan pita cukai (CK-1) diasumsikan sebagaimana berikut: 1. Seluruh CK-1 (permintaan Pita) habis digunakan untuk produksi. 2. Produksi yang tidak dilekati pita cukai tidak ada atau tidak diperhitungkan. 76
3. Pengaruh diluar tarif seperti keadaan perekonomian keseluruhan, fatwa haram yang dikeluarkan MUI tidak diperhitungkan. 4. Penelitian ini tidak dapat memperhitungankan tingkat efisiensi pemungutan cukai hasil tembakau, hal ini disebabkan karena KPPBC Tipe A3 Yogyakarta merupakan salah satu institusi penerimaan negara yang bersifat revenue collecting sehingga biaya yang dikeluarkan tentu saja jauh lebih kecil dibandingkan dengan pungutan yang dihasilkan, dan mengingat pula biaya yang dikeluarkan secara sistem tidak terdapat perubahan dengan adanya perubahan tarif ini. Dimasa mendatang, penelitian yang mengambil topik mengenai sistem tarif
atau
perubahan
sistem
tarif
diharapkan
dapat
memperhitungkan
pengembalian pita cukai, produksi yang tidak dilekati pita cukai serta keadaan perekonomian keseluruhan.
77
DAFTAR PUSTAKA
Akhmad Jazuli, (2002), Metodologi Penelitian Bisnis, Yogyakarta : STIE Widya Wiwaha Abdul Halim, (2004), Akuntansi Keuangan Daerah edisi revisi, Jakarta: Salemba Empat Departemen Keuangan RI Biro Hubungan Masyarakat, (2008), Siaran Pers nomor: 132/HMS/2008 tentang Kebijakan Cukai Tahun 2009 Departemen Keuangan RI Direktorat Jendral Pajak, (2004), Buku Informasi Perpajakan, Jakarta: Departemen Keuangan Republik Inonesia Direktur Jendral Bea dan Cukai, Peraturan Direktur Jendral Bea dan Cukai Nomor P-36/BC/2008 tentang Pelekatan Pita Cukai Hasil Tembakau Mardiasmo, (2003), Perpajakan, Yogyakarta : Andi Offset Menteri Keuangan, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 43/PMK.04/2005 tentang Penetapan harga Dasar dan Tarif Cukai Hasil Tembakau _______________, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 134/PMK.04/2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Menteri Keuangan Nomor 43/PMK.04/2005 tentang Penetapan harga Dasar dan Tarif Cukai Hasil Tembakau _______________, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 203/PMK.011/2008 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau Nur Indrianto dan Bambang Supomo, (2002), Metodologi Penelitian Bisnis Untuk Akuntansi dan Manajemen, Yogyakarta: BPFE UGM Tim Penyusun Modul Pusdiklat Bea dan Cukai, (2008), Teknis Subtantif Dasar Kepabeanan dan Cukai, Jakarta: Pusdiklat Bea dan Cukai Departemen Keuangan Republik Indonesia Zaenal Abidin, MM, (2007), Ketentuan Umum, Penerimaan Negara, Fasilitas Cukai dan Perizinan di Bdang Cukai, Jakarta: Pusdiklat Bea dan Cukai Departemen Keuangan Republik Indonesia
78
Warta Bea Cukai,( 2009), Tahun 2009 Tarif Cukai Rokok Naik 7 Persen, Edisi 410 Januari, Jakarta www.books.google.co.id, 17 Mei 2009; 17.30 www.beacukai-kediri.com, 17 Mei 2009; 17.30 www.hukumonline.com, 17 Mei 2009; 17.30 www.wikipedia.co.id, 17 Mei 2009; 17.30
79