Efektivitas Undang Undang No 35 Tahun 2009 Untuk Menekan Penyalahgunaan Narkotika MH. Sri Rahayu Program Studi PPKn Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Veteran Bangun Nusantara Jl. Letjend S. Humardani No. 1 Sukoharjo 57521 Telp. (0271)593156 Fax (0271)591065 Abstrak Narkoba merupakan zat atau obat yang sangat bermanfaat dan diperlukan untuk pengobatan penyakit tertentu. Namun, jika disalahgunakan atau digunakan tidak sesuai dengan standar pengobatan dapat menimbulkan akibat yang sangat merugikan bagi perseorangan atau masyarakat khususnya generasi muda. Hal ini akan lebih merugikan jika disertai dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba yang dapat mengakibatkan bahaya yang lebih besar bagi kehidupan dan nilai-nilai budaya bangsa yang pada akhirnya akan dapat melemahkan ketahanan nasional. Di Indonesia, penyalahgunaan Narkoba mendapatkan perhatian serius dari pemerintah dengan diberlakukannya UU No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika dan UU No 5 Tahun1997 tentang Psikotropika yang bertujuan untuk mengawasi secara ketat penggunaan dan peredaran narkotika dan psikotropika tanpa izin dan pengawasan dokter dikategorikan sebagai tindakan melanggar Undang-Undang. Kata-kata Kunci : Narkoba, penyalahgunaan, efektivitas undang-undang
Pendahuluan Pengertian Narkoba Memang narkoba mempunyai sisi positif sepanjang digunakan untuk tujuan medis, seperti manfaat morfin untuk mengurangi rasa sakit pasien kanker stadium akhir, mengurangi sakit akibat luka bakar yang luas, tetapi tidak jarang pula dijumpai penyalahgunaannya. Narkoba merupakan kepanjangan dari Narkotika dan Obat Berbahaya. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman, atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan. Dari golongan narkotika yang sering disalahgunakan adalah candu (Papaver), cocain (Erythroxylon), ganja / marijuana (Cannabis), heroin, morfin, opium. Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktifitas aktifitas mental dan perilaku. Psikotropika yang sering disalahgunakan adalah : LSD (dan obat Psychedelic lain), MDMA (Ecstacy, Speed, Ineks), meskalin, amfetamin termasuk turunannya (shabu-shabu), nitrazepam, diazepam dan fenobarbital. Sekarang ini LSD, MDMA, amfetamin termasuk dalam narkotika golongan I. Dari data statistika yang dimiliki oleh Badan Narkotika Nasional (BNN), peredaran shabu (methamphetamine) terus meningkat sejak tahun 2006, hal tersebut digambarkan dari bertambahnya jumlah kasus dan tersangka jenis shabu dan mencapai level tertinggi pada tahun 2009 (10.742 kasus dan 10.183 tersangka). Demikian pula dengan jumlah penyitaan shabu oleh Ditjen Bea dan Cukai tahun 2009 juga menunjukkan adanya peningkatan. Hasil survei BNN tahun 2009 menyimpulkan bahwa prevalensi penyalahgunaan narkoba dikalangan pelajar dan mahasiswa adalah 4,7% atau 140
No.2 / Volume 22 / 2013
WIDYATAMA
sekitar 921.695 orang. Jumlah tersebut sebanyak 61% menggunakan narkoba jenis analgesik, dan 39% menggunakan jenis ganja, amphetamine,dan ekstasi (Jurnal Data P4GN, 2010 : 2). Manfaat Narkoba Dalam Pelayanan Kesehatan Opium memberikan depresi pada susunan saraf pusat dan pada usus memberikan efek konstipasi sehingga dapat digunakan sebagai anti diare, tetapi sekarang banyak pilihan anti diare yang tidak menimbulkan addiksi. Morfin sampai sekarang masih digunakan untuk mengurangi rasa nyeri yang dalam selain itu juga bekerja sebagai hipnotik yang kuat. Pasien nyeri yang tidak tertahan seperti kolik, stadium akhir kanker, luka terbakar yang luas, setelah disuntik morfin tidak saja merasakan nyerinya hilang tetapi perasaan khawatirnya ikut lenyap. Heroin dibuat dari morfin karenanya juga memberi efek depresi susunan saraf pusat dan mengurangi rasa nyeri seperti morfin tetapi karena efek addiksinya yang lebih cepat maka sekarang tidak digunakan lagi. Cocain memberi efek stimulasi susunan saraf pusat yang mirip amfetamin seperti menghilangkan rasa lapar, menghilangkan rasa lelah. Dahulu cocain digunakan untuk anestesi lokal sekarang diganti dengan anestesi lokal yang tidak menyebabkan ketagihan/addiksi.Ganja dahulu di Cina digunakan sebagai penenang sebelum pembedahan, sekarang tidak digunakan untuk tujuan medis.Amfetamin banyak digunakan untuk mengatasi obesitas/kegemukan. Dari golongan Psikotropika, aspek medis yang diperoleh misalnya : Nitrazepam digunakan untuk mengatasi insomsia/ sulit tidur, anti ansietas/kecemasan, stress dan lainnya, Diazepam banyak digunakan untuk mengatasi kecemasan, gangguan tidur, relaksasi otot dan kondisi-kondisi psikoneurotik lain, Fenobarbital banyak digunakan sebagai obat tidur. Penyalahgunaan Narkoba Masalah penyalahgunaan Narkoba yang semakin marak bukan hanya menjadi masalah regional, nasional tetapi sudah menjadi masalah internasional, karena dampaknya dapat mengganggu semua sendi kehidupan masyarakat. Bahaya penyalahgunaan Narkoba dapat berupa pusing, sulit tidur, nafsu makan tidak ada, denyut nadi cepat, gelisah, kelelahan yang sangat, nafas tidak teratur, tidak sadar/ coma dan bahkan banyak yang berakhir dengan kematian. Di Indonesia, penyalahgunaan Narkoba mendapatkan perhatian serius dari Pemerintah dengan diberlakukannya UU No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika dan UU No 5 Tahun1997 tentang Psikotropika yang bertujuan untuk mengawasi secara ketat penggunaan dan peredaran narkotika dan psikotropika tanpa izin dan pengawasan dokter dikategorikan sebagai tindakan melanggar Undang-Undang. Namun walaupun telah ada Undang-Undang yang mengatur penggunaan dan peredaran narkotika dan psikotropika dengan ancaman berat atas penggunaannya, masalah penyalahgunaan narkoba semakin meningkat. Kepala Bagian Humas BNN Sumirat Dwiyanto menyebutkan bahwa saat ini terdapat 251 jenis narkotika baru, dan 21 diantaranya telah beredar di Indonesia. (1) Kelompok Berdasarkan Efek. Berdasarkan efek yang ditimbulkan terhadap pemakainya, narkoba dikelompokkan sebagai berikut: (a) Halusinogen, yaitu efek dari narkoba bisa mengakibatkan seseorang menjadi berhalusinasi dengan melihat suatu hal/benda yang sebenarnya tidak ada/tidak nyata bila dikonsumsi dalam sekian dosis tertentu. Contohnya kokain & LSD; (b) Stimulan, yaitu efek dari narkoba yang bisa mengakibatkan kerja organ tubuh seperti jantung dan otak lebih cepat dari biasanya sehingga mengakibatkan penggunanya lebih bertenaga serta cenderung membuatnya lebih senang dan gembira untuk sementara waktu; (c) Depresan, yaitu efek dari narkoba yang bisa menekan sistem 141
WIDYATAMA
Sri Wahyuni, MH. Sri Rahayu. Efektivitas Undang Undang No 35 Tahun 2009 Untuk....
syaraf pusat dan mengurangi aktivitas fungsional tubuh, sehingga pemakai merasa tenang bahkan tertidur dan tidak sadarkan diri. Contohnya putaw; (d) Adiktif, yaitu efek dari narkoba yang menimbulkan kecanduan. Seseorang yang sudah mengonsumsi narkoba biasanya akan ingin dan ingin lagi karena zat tertentu dalam narkoba mengakibatkan seseorang cenderung bersifat pasif, karena secara tidak langsung narkoba memutuskan syaraf-syaraf dalam otak. Contohnya: ganja, heroin, dan putaw; (e) Jika terlalu lama dan sudah ketergantungan narkoba maka lambat laun organ dalam tubuh akan rusak dan jika sudah melebihi takaran maka pengguna itu akan overdosis dan akhirnya mengakibatkan kematian. Heroin atau diamorfin (INN) yang merupakan sejenis opioid alkaloid. Bagaimana Cara Narkoba Mempengaruhi Otak? Dalam sel otak terdapat bermacam-macam zat kimia yang disebut neurotransmitter. Zat kimia ini bekerja pada sambungan sel saraf yang satu dengan sel saraf lainnya (sinaps). Beberapa di antara neurotransmitter itu mirip dengan beberapa jenis narkoba. Semua zat psikoaktif (narkotika, psikotropika dan bahan addiktif lain) dapat mengubah perilaku, perasaan dan pikiran seseorang melalui pengaruhnya terhadap salah satu atau beberapa neurotransmitter. Neurotransmitter yang paling berperan dalam terjadinya ketergantungan adalah dopamin. Bagian otak yang bertanggung jawab atas kehidupan perasaan adalah sistem limbus. Hipotalamus adalah bagian dari sistem limbus, sebagai pusat kenikmatan. Jika narkoba masuk ke dalam tubuh, dengan cara ditelan, dihirup, atau disuntikkan, maka narkoba mengubah susunan biokimiawi neurotransmitter pada sistem limbus. Karena ada asupan narkoba dari luar, produksi dalam tubuh terhenti atau terganggu, sehingga ia akan selalu membutuhkan narkoba dari luar. Yang terjadi pada ketergantungan adalah semacam pembelajaran sel-sel otak pada pusat kenikmatan. Jika mengonsumsi narkoba, otak membaca tanggapan orang itu. Jika merasa nyaman, otak mengeluarkan neurotransmitter dopamin dan akan memberikan kesan menyenangkan. Jika memakai narkoba lagi, orang kembali merasa nikmat seolah-olah kebutuhan batinnya terpuaskan. Otak akan merekamnya sebagai sesuatu yang harus dicari sebagai prioritas sebab menyenangkan. Akibatnya, otak membuat program salah, seolah-olah orang itu memerlukannya sebagai kebutuhan pokok. Terjadi kecanduan atau ketergantungan. Pada ketergantungan, orang harus senantiasa memakai narkoba, jika tidak, timbul gejala putus zat, jika pemakaiannya dihentikan atau jumlahnya dikurangi. Gejalanya bergantung jenis narkoba yang digunakan. Gejala putus opioida (heroin) mirip orang sakit flu berat, yaitu hidung berair, keluar air mata, bulu badan berdiri, nyeri otot, mual, muntah, diare, dan sulit tidur. Narkoba juga mengganggu fungsi organ-organ tubuh lain, seperti jantung, paru-paru, hati dan sistem reproduksi, sehingga dapat timbul berbagai penyakit. Contoh: opioida menyebabkan sembelit, gangguan menstruasi, dan impotensi. Jika memakai jarum suntik bergantian berisiko tertular virus hepatitis B/C (penyakit radang hati). Juga berisiko tertular HIV/AIDS yang menurunkan kekebalan tubuh, sehingga mudah terserang infeksi, dan dapat menyebabkan kematian. Ganja menyebabkan hilangnya minat, daya ingat terganggu, gangguan jiwa, bingung, depresi, serta menurunnya kesuburan. Sedangkan kokain dapat menyebabkan tulang sekat hidung menipis atau berlubang, hilangnya memori, gangguan jiwa, kerja jantung meningkat, dan serangan jantung. Jadi, perasaan nikmat, rasa nyaman, tenang atau rasa gembira yang dicari mulamula oleh pemakai narkoba, harus dibayar sangat mahal oleh dampak buruknya. Seperti ketergantungan, kerusakan berbagai organ tubuh, berbagai macam penyakit, rusaknya hubungan dengan keluarga dan teman-teman, rongrongan bahkan kebangkrutan keuangan, WIDYATAMA
142
No.2 / Volume 22 / 2013
WIDYATAMA
rusaknya kehidupan moral, putus sekolah, pengangguran, serta hancurnya masa depan dirinya. Pemberlakuan UU No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Setelah menunggu sekian lama (sejak 1997), Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika telah diundangkan pada tanggal 12 Oktober 2009 lalu dan ditempatkan dalam Lembaran Negara RI Tahun 2009 Nomor 143 serta Tambahan Lembaran Negara RI bernomor 5062. Pada bagian menimbang dari Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 huruf e dikemukakan: bahwa tindak pidana Narkotika telah bersifat transnasional yang dilakukan dengan menggunakan modus operandi yang tinggi, teknologi canggih, didukung oleh jaringan organisasi yang luas, dan sudah banyak menimbulkan korban, terutama di kalangan generasi muda bangsa yang sangat membahayakan kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara sehingga Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan situasi dan kondisi yang berkembang untuk menanggulangi dan memberantas tindak pidana tersebut. Oleh sebab itu, berdasarkan ketentuan 153 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009, bahwa dengan berlakunya Undang-UndangNomor 35 Tahun 2009, maka Undang-UndangNomor 22 Tahun 1997 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Dari data dan hasil penelitian BNN, penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba terbukti merasuk nyaris ke semua pelosok kota dan desa serta ke setiap strata masyarakat. Data BNN menunjukkan bahwa kasus-kasus Pidana Narkoba dari tahun ke tahun selalu meningkat. Pada tahun 2001, hanya tercatat 3.617 kasus. Bertahun-tahun berikutnya angka itu tak juga surut. Pada tahun 2008, data sudah melonjak lebih dari delapan kali lipat menjadi 29.359 kasus. Hingga Juni 2009, tercatat Tindak Pidana Narkoba telah mencapai 13.958 kasus. Hasil penelitian BNN pada tahun 2008, menunjukkan 1,99 persen penduduk Indonesia telah menyalahgunakan Narkoba. Penggolongan Narkotika berdasar UU No 35 / 2009 : (a) Undang-Undang Narkotika baru telah memperluas bahan-bahan yang digolongkan sebagai Narkotika Golongan I, dengan memindahkan Psikotropika Golongan I (diantaranya : Ekstasi) dan Golongan II (diantaranya : Sabu) dari UU No. 5 Tahun 1997 ke dalam UU No. 35 Tahun 2009; (b) Narkotika Golongan I tidak digunakan untuk pelayanan kesehatan karena sangat berbahaya bagi kesehatan manusia. Oleh karena itu, apabila ada organisasi kriminal/sindikat yang memproduksi, mengimpor, dan mengedarkan secara melawan hukum Ekstasi dan Sabu, dapat dihukum lebih berat, yaitu jika beratnya melebihi 5 (lima) gram Narkotika Golongan I dalam bentuk bukan tanaman (termasuk heroin dan kokain) maka pelaku dipidana dengan pidana mati, atau pidana penjara lainnya; (c) Disisi lain, bagi para Penyalahguna dan Pecandu Narkotika, Undang-Undang baru ini lebih manusiawi. Bagi Korban Penyalahguna Narkotika, Pecandu Narkotika yang belum cukup umur yang sudah dilaporkan oleh orang tuanya/ wali, untuk mendapat Rehabilitasi Medis dan Sosial; dan bagi Pecandu Narkotika yang sudah cukup umur, selama 2 (dua) kali perawatan dokter di Lembaga Rehabilitasi Medis yang ditunjuk Pemerintah, kesemuanya tidak dituntut pidana, tetapi diwajibkan menjalani Rehabilitasi Medis dan Sosial; (d) Perubahan yang signifikan lainnya adalah dibentuknya BNN sebagai Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang merupakan organisasi vertikal dari pusat sampai ke provinsi dan kabupaten/kota. Untuk memberantas organisasi kriminal/ sindikat Narkotika dan jaringannya yang telah meracuni sekitar 3,6 juta orang Indonesia, maka Undang-Undang ini telah memperkuat bidang pemberantasan/penegakan hukum dengan memberikan kewenangan penyelidikan 143
WIDYATAMA
Sri Wahyuni, MH. Sri Rahayu. Efektivitas Undang Undang No 35 Tahun 2009 Untuk....
dan penyidikan kepada BNN, di samping penyidik Polri. Peran serta masyarakat juga diperkuat dan ditingkatkan dalam Undang-Undang Narkotika ini. Perbandingan UU No 35 tahun 2009 dengan UU No 22 tahun 1997 Penambahan jenis Narkotika baru dalam UU No 35 / 2009 Pada lampiran UU No. 22 tahun 1997 dinyatakan bahwa Narkotika Golongan I terdiri dari 26 jenis narkotika, sedangkan pada UU No. 35 tahun 2009 pada bagian lampirannya terdapat 65 jenis narkotika golongan 1. Dalam pasal 153 point b disebutkan penambahan pada jenis Narkotika golongan I ini akibat dari digabungkannya jenis psikotropika golongan I dan II yang paling banyak diminati para pecandu narkoba adalah jenis shabu dan ekstasi. Hal ini dipertegas dalam pasal 8 ayat (1) yang menyatakan bahwa narkotika golongan I dilarang untuk digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan. Pasal 8 ayat 2 menyebutkan, bahwa dalam jumlah terbatas, narkotika golongan I dapat digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini ada upaya menekan penyalahgunaan Narkotika golongan I. Pengobatan dan Rehabilitasi Pasal 55 ayat (2) menyebutkan bahwa Pecandu Narkotika yang sudah cukup umur wajib melaporkan diri atau dilaporkan keluarganya kepada lembaga rehabilitasi medis dan sosial yang ditunjuk oleh pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan atau perawatan. Pencegahan dan Pemberantasan Pasal 64 ayat (1) menyebutkan bahwa dalam rangka pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika dengan Undang-Undang ini Badan Narkotika Nasional (BNN) diatur kewenangannya hingga di tingkat daerah. Penyidikan Pada UU No 22 tahun 1997, penyidikan hanya dapat dilakukan oleh Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia sedangkan pada UU No 35 tahun 2009 disebutkan bahwa Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia dan BNN berwenang melakukan penyelidikan terhadap penyalahgunaan narkotika. Dalam UndangUndang ini diatur mengenai perluasan teknik penyidikan penyadapan (wiretapping), teknik pembelian terselubung (undercoverbuy), dan teknik penyerahan yang diawasi (controlled delivery), serta teknik penyidikan lainnya untuk melacak dan mengungkap penyalahgunaan narkoba. Dalam pasal 86 ayat (2) yang menyatakan bahwa alat bukti yang dimaksud dapat berupa: (1) Informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau alat lain yang serupa; (2) Data rekaman atau informasi yang dapat dilihat, dibaca dan atau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apapun selain kertas maupun yang terekam secara elektronik. Peran serta masyarakat Pada pasal 105 dinyatakan bahwa masyarakat mempunyai hak dan tanggung jawab dalam upaya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika. Ketentuan Pidana Pada bagian ketentuan pidana ini telah terjadi beberapa perubahan yang cukup prinsipal dan mendasar dari UU No. 22 tahun 1997 ke UU No. 35 tahun 2009 dimana pada undang-undang terdahulu jumlah pasal dalam ketentuan pidana ini hanya berjumlah 23 pasal menjadi 35 pasal pada undang-undang terbaru. Secara umum UU No. 35 tahun 2009 ini memiliki ancaman hukuman pidana penjara yang lebih berat daripada UU No. 22 tahun 1997 demikian pula dengan ancaman hukuman denda yang diberikan juga lebih berat. WIDYATAMA
144
No.2 / Volume 22 / 2013
WIDYATAMA
Efektivitas Pemberlakuan UU No 35 tahun 2009 untuk menekan angka penyalahgunaan Narkoba Kewenangan BNN yang sangat besar Penyadapan Berdasarkan UU No. 35 Tahun 2009, Badan Narkotika Nasional (BNN) berwenang menyadap pelaku penyalahgunaan dan peredaran narkoba. Penyadapan tersebut harus mengantongi izin tertulis dari ketua pengadilan jika keadaan mendesak dan setelah cukup bukti awal. Hal tersebut diungkapkan Kepala Bagian Hukum dan Perencanaan BNN, Arnowo saat rapat koordinasi BNN dan media. Rapat tersebut digagas dalam upaya Pencegahan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN). Kewenangan penyidik BNN ini, menurut Arnowo berdasarkan UU No. 35 Tahun 2009 pasal 75 huruf (i). Sedangkan di Pasal 77 ayat (1, 2, dan 3), disebutkan bahwa penyidik bisa menyadap paling lama tiga bulan terhitung surat penyadapan diterima dan harus mengantongi izin tertulis dari ketua pengadilan, serta dapat diperpanjang satu kali untuk jangka waktu yang sama. Arnowo juga menunjuk bahwa sesuai Pasal 78 ayat 1, penyidik bisa melakukan penyadapan tanpa izin tertulis dari ketua pengadilan jika dalam keadaan mendesak dan wajib meminta izin selama 1 x 24 jam mengenai penyadapan. Dengan kewenangan yang diberikan dalam UU tersebut , merupakan langkah untuk memudahkan penyidik BNN untuk mengungkap atau mengembangkan kasus tindak pidana penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba. Pelimpahan berkas tindak pidana secara langsung Selain soal penyadapan, di dalam UU No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika, BNN juga memiliki kewenangan untuk melimpahkan langsung berkas tindak pidana narkoba, tersangka, barang bukti termasuk harta kekayaan kepada kejaksaan dan selanjutnya diserahkan ke pengadilan untuk proses peradilan. Pemblokiran rekening. Bahkan dalam UU tersebut, anggota BNN juga diberikan kewenangan untuk memerintahkan bank atau lembaga keuangan lainnya untuk memblokir rekening yang diduga hasil penyalahgunaan dan peredaran gelap bahan baku (prekursor) dan narkotika. Ketentuan Tindak Pidana dalam Undang-Undang No 35 / 2009 Penggunaan sistem pidana minimal. Pada undang-undang terbaru dikenal sistem pidana minimal dimana pada undangundang sebelum hal ini tidak ada. Hal ini terutama pada para pelaku penyalahgunaan narkotika golongan I. Semakin beratnya hukuman bagi pelaku yang melanggar penggunaan narkotika jenis golongan I, II maupun III dibandingkan UU No 22 tahun 1997 misalnya untuk golongan I baik itu menyimpan, membawa maupun memiliki dan menggunakan minimal 4 tahun dan maksimal 12 tahun, kemudian diikuti dengan semakin beratnya pidana denga dari Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah) menjadi minimal Rp. 800.000.000 (delapan ratus juta rupiah) dan maksimal Rp. 8.000.000.000 (delapan milyar rupiah). Semakin beratnya hukuman bagi para pelaku dengan jumlah barang bukti yang banyak/ jumlah besar, misalnya untuk pelanggaran terhadap narkotika golongan I yang melebihi berat 1 kg atau 5 batang pohon atau barang bukti melebihi 5 gram maka pelaku dipidana dengan pidana seumur hidup atau minimal 5 tahun dan maksimal 20 tahun dan pidana dendanya ditambah 1/3. 145
WIDYATAMA
Sri Wahyuni, MH. Sri Rahayu. Efektivitas Undang Undang No 35 Tahun 2009 Untuk....
Penutup Berbagai peraturan yang diterapkan dalam UU No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika ini memang membawa perubahan jika dibandingkan dengan Undang-Undang sebelumnya terutama mengenai perluasan jenis golongan narkotika. Perubahan tersebut sangat signifikan karena sesuai dengan pengalaman dan hal yang sering terjadi di Indonesia, jenis narkoba yang paling sering untuk disalahgunakan adalah jenis ganja, shabu dan ekstasi. Sehingga penggolongan shabu dan ekstasi menjadi Narkotika golongan I dinilai cukup baik mengingat semakin beratnya ancaman pidana maupun ancaman pidana dendanya. Demikian pula dengan aturan mengenai Badan Narkotika Nasional baik di tingkat pusat, provinsi maupun kabupaten sehingga diharapkan dapat menciptakan kerjasama strategis dalam upaya penegakan hukum terhadap penyalahgunaan narkotika serta dibarengi upaya pencegahannya. Namun demikian, perubahan yang ditetapkan dalam UU No 35 tahun 2009 tidaklah menjamin akan dapat mengurangi jumlah penyalahgunaan narkotika di Indonesia. Hal yang paling penting untuk dicermati adalah bahwa dalam upaya penyalahgunaan narkoba ini, seluruh lapisan masyarakat hendaknya harus senantiasa bahu membahu untuk memeranginya karena berbagai piranti hukum yang ada adalah sebuah hukum mati yang tidak akan ada gunanya apabila tidak digunakan secara baik. Daftar Rujukan Undang-Undang Negara No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 143 Undang-Undang Negara No 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 10.
WIDYATAMA
146