REKONSTRUKSI KEWENANGAN PENYIDIKAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA M. Sahid Ponpes Al Islam Jl. Prof. Moh. Yamin Gg IVA No. 20 Malang Email:
[email protected]
Abstract Authority to conduct criminal investigations of narcotic regulated under Law No. 35 of 2009 on Narcotics, namely article 81 of the law. Dibeikan investigative authority to the national drug agencies and the police of the republic of Indonesia. With the division of the investigative authority of overlap and multiple interpretations of article 81 of Law No 35 of 2009 on Narcotics. This paper aims to analyze the rules of authority narcotics investigation of criminal offenses. This paper is based on research using the normative approach to law (statute approach) and the conceptual approach (conceptual approach). The results showed that the regulation of narcotic crime investigation authority should be clarified and given limit, so in practice the rule of law is not a clash of authority between the National Narcotics Agency to police the Republic of Indonesia. As well as law enforcement agencies in carrying out their duties effectively and goes in accordance with the criminal justice system. Key words: authority investigation, crime, narcotics
Abstrak Kewenangan melakukan penyidikan tindak pidana narkotika diatur didalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yaitu Pasal 81 Undang-undang tersebut. Kewenangan penyidikan diberikan kepada Badan Narkotika Nasional dan Kepolisian Republik Indonesia. Dengan adanya pembagian kewenangan penyidikan tersebut terjadi tumpang tindih dan multi tafsir terhadap Pasal 81 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009tentang Narkotika. Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis aturan tentang kewenangan penyidikan terhadap tindak pidana narkotika. Tulisan ini dibuat berdasarkan penelitian normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan (Statute Approach) dan pendekatan konsep (Conceptual Approach). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaturan mengenai kewenangan penyidikan tindak pidana narkotika harus diperjelas dan diberi batasan, sehingga dalam praktek penegakan hukum tidak terjadi benturan kewenangan antara Badan Narkotika Nasional dengan Kepolisian Republik Indonesia. Serta lembaga penegak hukum dalam menjalankan tugasnya berjalan dengan efektif dan sesuai dengan sistem peradilan pidana. Kata kunci: kewenangan penyidikan, tindak pidana, narkotika
343
344
ARENA HUKUM Volume 7, Nomor 3, Desember 2014, Halaman 303-471
Latar Belakang Pembukaan
melakukan penyidikan terdapat dalam Pasal Undang-undang
Dasar
75, wewenang tersebut adalah:
Tahun 1945 alinea ke empat menunjukkan
1. Melakukan penyelidikan atas kebenaran
tujuan bangsa Indonesia untuk bernegara
laporan serta keterangan tentang adanya
yaitu membentuk suatu pemerintahan negara
penyalahgunaan dan peredaran gelap
Indonesia yang melindungi segenap bangsa
Narkotika dan Prekursor Narkotika;
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
2. Memeriksa orang atau korporasi yang
dan untuk memajukan kesejahteraan umum
diduga melakukan penyalahgunaan dan
mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut
peredaran gelap Narkotika dan Prekursor
serta melaksanakan ketertiban dunia yang
Narkotika;
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan,1 mengandung konsekuensi bahwa segala aspek kehidupan dalam bidang
3.
Memanggil orang untuk didengar keterangannya sebagai saksi;
4. Menyuruh berhenti orang yang diduga
kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan
melakukan
termasuk pemerintahan harus senantiasa
peredaran gelap Narkotika dan Prekursor
berdasarkan atas hukum. Diantara kehidupan
Narkotika
dalam kemasyarakatan itu termasuk juga
pengenal diri tersangka;
penegakan
hukum
khususnya
dalam
penyalahgunaan serta
memeriksa
dan tanda
5. Memeriksa, menggeledah, dan menyita
penegakan hukum kejahatan tindak pidana
barang
narkotika.
penyalahgunaan dan peredaran gelap
Wewenang penyelidikan dan penyidikan
bukti
tindak
pidana
dalam
Narkotika dan Prekursor Narkotika;
tindak pidana narkotika dimiliki oleh dua
6. Memeriksa surat dan/atau dokumen lain
lembaga yaitu Kepolisian Republik Indonesia
tentang penyalahgunaan dan peredaran
dan Badan Narkotika Nasional ditambah
gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;
dengan penyidik pegawai negeri sipil sesuai
7. Menangkap dan menahan orang yang
dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun
diduga melakukan penyalahgunaan dan
1981 tentang KUHAP Pasal 6 (1) huruf (b),
peredaran gelap Narkotika dan Prekursor
bahwa penyidik pegawai negeri sipil diberi
Narkotika;
wewenang khusus oleh undang-undang.2 Wewenang Badan Narkotika Nasional
8. Melakukan interdiksi terhadap peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika
diatur dalam Pasal 75 dan Pasal 80 Undang-
di seluruh wilayah juridiksi nasional;
undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
9. Melakukan penyadapan yang terkait
Narkotika. Wewenang penyidik BNN untuk
dengan penyalahgunaan dan peredaran
1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 2 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang–undang Hukum Acara Pidana.
M. Sahid, Rekonstruksi Kewenangan Penyidikan Badan Narkotika Nasional ...
345
gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika
tidak
setelah terdapat bukti awal yang cukup;
penyalahgunaan dan peredaran gelap
10. Melakukan teknik penyidikan pembelian terselubung dan penyerahan di bawah
cukup
bukti
adanya
dugaan
Narkotika dan Prekursor Narkotika.3 Pasal 75 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika memberikan
pengawasan; 11. Memusnahkan Narkotika dan Prekursor
wewenang kepada Badan Narkotika Nasional dalam
Narkotika;
rangka
melakukan
penyidikan.
12. Melakukan tes urine, tes darah, tes rambut,
KewenanganBadan Narkotika Nasionalini
tes asam dioksiribonukleat (DNA), dan/
ditambah dalam Pasal 80 Undang-undang 35
atau tes bagian tubuh lainnya;
Tahun 2009 tentang Narkotika yaitu penyidik
13. Mengambil sidik jari dan memotret
BNN, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 mempunyai wewenang sebagai berikut:
tersangka; 14. Melakukan pemindaian terhadap orang,
1. Mengajukan langsung berkas perkara, tersangka, dan barang bukti, termasuk
barang, binatang, dan tanaman; 15. Membuka barang alat-alat
dan
kiriman
memeriksa melalui
perhubungan
harta kekayaan yang disita kepada jaksa
setiap
pos
lainnya
dan
penuntut umum;
yang
2. Memerintahkan
kepada
pihak
bank
diduga mempunyai hubungan dengan
atau lembaga keuangan lainnya untuk
penyalahgunaan dan peredaran gelap
memblokir rekening yang diduga dari
Narkotika dan Prekursor Narkotika;
hasil penyalahgunaan dan peredaran
terhadap
gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika
Narkotika dan Prekursor Narkotika yang
milik tersangka atau pihak lain yang
disita;
terkait;
16. Melakukan
penyegelan
17. Melakukan uji laboratorium terhadap
3. Untuk mendapat keterangan dari pihak
sampel dan barang bukti Narkotika dan
bank atau lembaga keuangan lainnya
Prekursor Narkotika;
tentang keadaan keuangan tersangka yang sedang diperiksa;
18. Meminta bantuan tenaga ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan
4. Untuk mendapat informasi dari Pusat
tugas penyidikan penyalahgunaan dan
Pelaporan
peredaran gelap Narkotika dan Prekursor
Keuangan
Narkotika;dan
penyalahgunaan dan peredaran gelap
19. Menghentikan
penyidikan
apabila
3 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
dan yang
Analisis terkait
Transaksi dengan
Narkotika dan Prekursor Narkotika;
ARENA HUKUM Volume 7, Nomor 3, Desember 2014, Halaman 303-471
346
5. Meminta
kepada
Dalam rangka menyelenggarakan tugas
instansi yang berwenang untuk melarang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan 14
seseorang bepergian ke luar negeri;
di bidang proses pidana, Kepolisian Negara
6. Meminta
secara
data
langsung
kekayaan
dan
data
perpajakan tersangka kepada instansi
Republik Indonesia berwenang untuk: a. Melakukan penangkapan, penahanan,
terkait;
penggeledahan, dan penyitaan;
7. Menghentikan sementara suatu transaksi keuangan,
transaksi
b. Melarang setiap orang meninggalkan
perdagangan,
atau memasuki tempat kejadian perkara
dan perjanjian lainnya atau mencabut sementara izin, lisensi, serta konsesi yang
untuk kepentingan penyidikan; c. Membawa dan menghadapkan orang
dilakukan atau dimiliki oleh tersangka
kepada
yang diduga berdasarkan bukti awal
penyidikan;
penyidik
dalam
rangka
yang cukup ada hubungannya dengan
d. Menyuruh berhenti orang yang dicurigai
penyalahgunaan dan peredaran gelap
dan menanyakan serta memeriksa tanda
Narkotika dan Prekursor Narkotika yang
pengenal diri;
sedang diperiksa; dan
e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan
8. Meminta bantuan interpol Indonesia atau instansi penegak hukum negara lain untuk
surat; f.
melakukan pencarian, penangkapan, dan penyitaan barang bukti di luar negeri.4
Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
g. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan
Ketentuan Pasal 75 dan Pasal 80 Undang-
dalam hubungannya dengan pemeriksaan
undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
perkara;
Narkotika menunjukkan bahwa wewenang
h. Mengadakan penghentian penyidikan;
dari Badan Narkotika Nasional sangat luas,
i.
sehingga dimungkinkan akan bertabrakan atau berbenturan dengan wewenang yang
Menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum;
j.
Mengajukan permintaan secara langsung
dimiliki oleh institusi penegak hukum lain
kepada pejabat imigrasi yang berwenang
seperti Kepolisian Republik Indonesia dan
di tempat pemeriksaan imigrasi dalam
penyidik pegawai negeri sipil.
keadaan mendesak atau mendadak untuk
Adapun wewenang Kepolisian Republik Indonesia diatur dalam Pasal 16 ayat (1) Undang-undangNomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian berikut: 4 Ibid.
Republik
Indonesia
sebagai
mencegah atau menangkal orang yang disangka melakukan tindak pidana; k. Memberi
petunjuk
dan
bantuan
penyidikan kepada penyidik pegawai negeri
sipil
serta
menerima
hasil
M. Sahid, Rekonstruksi Kewenangan Penyidikan Badan Narkotika Nasional ...
l.
347
penyidikan penyidik pegawai negeri
terhadap tindak pidana narkotika dengan
sipil untuk diserahkan kepada penuntut
baik. Sedangkan penyidik pegawai negeri
umum; dan
sipil posisinya juga penyidik yang diberikan
Mengadakan tindakan lain menurut
kewenangan oleh Undang-undang Nomor
hukum yang bertanggung jawab.5
35 Tahun 2009 tentang Narkotika namun
Wewenang penyidikan antara Badan
selaku koordinator dan pengawas tetap berada
Narkotika Nasional dan Kepolisian Republik
dipihak
Indonesia
penegakan
sebagaimana telah digariskan Pasal 7 ayat (2)
hukum terhadap tindak pidana narkotika dapat
Undang-undangNomor 8 Tahun 1981 tentang
berjalan bersama-sama dan berkoordinasi
kitab Undang-undangHukum Acara Pidana
akan tetapi dapat pula memunculkan masalah,
(KUHAP).
dalam
melakukan
Kepolisian
Republik
Indonesia
antara lain secara kelembagaan serta bagi
Kewenangan Badan Narkotika Nasional
tersangka dalam hal persamaan hukumsaat
yang terlalu besar seperti dalam penahanan
diperiksa di Badan Narkotika Nasional dan
dan
kepolisian.
undangNomor
Hadirnya Nasional
lembaga
tentunya
Badan
akan
Narkotika
menjadi
penggeledahan 35
menurut Tahun
2009
Undangtentang
Narkotika ternyata tidak sama dengan
duet
kewenangan yang diberikan kepada penyidik
mechanism terhadap penegak hukum tindak
polisi dan penyidik pegawai negeri sipil.
pidana narkotika bersama dengan lembaga
Perbedaan
kepolisian bahkan di samping itu masih ada
permasalahan
penyidik lainnya yakni penyidik pegawai
egoisme
negeri sipil. Badan Narkotika Nasional
penegak hukum.
ini
berpotensi secara
menimbulkan
kelembagaan
institusional
diantara
serta
lembaga
diberi wewenang melakukan penyidikan
Permasalahan kewenangan dapat menjadi
terhadap tindak pidana narkotika di samping
polemik institusional yang patut menjadi
dapat juga dilakukan penyidik Kepolisian
perhatian. Kewenangan menyangkut masalah
Republik Indonesia. Keduanya harus saling
integritas institusional dan selalu terjadi
berkoordinasi
upaya pencegahan-pencegahan terhadap
dan
saling
memberitahu
apabila telah memulai melakukan penyidikan
pengurangan
terhadap tindak pidana narkotika. Meskipun
kekuasaan
kekuasaan. dapat
Pengurangan
menimbulkan
sikap
keduanya harus saling berkoordinasi tetapi persepsi keliru dari institusi yang menerima telah memberi sinyalemen atau petunjuk
pengurangan
tentang ketidakmampuan (inability) dari
dianggap tidak mampu dan tidak cakap
kepolisian dalam menjalankan tugas dan
melaksanakan kekuasaan yang diberikan
wewenangnya dalam melakukan pengusutan
oleh Undang-undang bahkan dianggap tidak
tersebut.
5 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia.
Institusi
dapat
348
ARENA HUKUM Volume 7, Nomor 3, Desember 2014, Halaman 303-471
pernah memberikan akuntabilitas memadai
Tujuan yang hendak di capai dalam
sesuai dengan harapan masyarakat apalagi
penelitian ini adalah untuk mengetahui latar
kewenangan ini menyangkut kekuasaan.
belakang pengaturan kewenangan penyidikan
Ibaratnya the elimination of power is a show of
Badan Narkotika Nasional dan mengalisis
power akibatnya yang timbul adalah arogansi
kewenangan penyidikan Badan Narkotika
institusional sekaligus egoisme struktural Nasional dengan kewenangan penyidikan sehingga akan menggangu proses penegakan
Kepolisian Republik Indonesia berdasarkan
hukum pada tindak pidana narkotika secara
Undang-undangNomor 35 Tahun 2009 tentang
komprehensif.6
Narkotiaka. Serta Untuk mengkaji pengaturan
Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009
hukum
kewenangan
penyidikan
Badan
tentang Narkotika danUndang-undangNomor
Narkotika Nasional yang telah direkonstruksi
2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik
kembali dengan dikaitkan dengan Undang-
Indonesia secara kritis dapat dikatakan
undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
mengandung
Narkotika.
kelemahan,
yaitu
tidak
memberikan batasan terhadap kewenangan
Manfaat dari penelitian ini secara teoritik
masing-masing penegak hukum. Kapan suatu
adanya pemahaman yang mendalam tentang
kasus tindak pidana narkotika ditangani oleh
kewenangan penyidikan institusi penegak
Badan Narkotika Nasional dan kapan suatu
hukum Badan Narkotika Nasional dan dapat
kasus tindak pidana narkotika ditangani oleh
menambah informasi atau wawasan yang
Kepolisian Republik Indonesia, sehingga
lebih konkrit bagi aparat penegak hukum,
menimbulkan permasalahan sebagai berikut:
pemerintah
1. Apakah
kewenangan penyidikan Badan Narkotika
yang
pengaturan Badan
melatarbelakangi
kewenangan
Narkotika
penyidikan
Nasional
dan
masyarakat,
khususnya
Nasional. Kemudian dari hasil penelitian ini
dalam
diharapkan pula dapat memberikan sumbangan
Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009
pemikiran secara ilmiah guna pengembangan
tentang Narkotika?
ilmu pengetahuan hukum pada umumnya, dan
2. Apakah adanya kewenangan penyidikan
pengkajian hukum khususnya yang berkaitan
oleh BNN tersebut tidak menimbulkan
dengan rekonstruksi kewenangan penyidikan
tumpang tindih (Overlapping) dengan
Badan
penyidik Kepolisian Republik Indonesia?
Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009
3. Bagaimana
kewenangan
penyidikan
Badan Narkotika Nasional di masa yang akan datang?
Narkotika
Nasional
berdasarkan
tentang Narkotika. Tulisan ini merupakan jenis penelitian hukum normatif yang dapat diartikan sebagai
6 Indriyanto Seno Adji, Dwang Middelen dan Ide Arah Hakim Komisaris, Artikel pada Media Hukum, Volume 1 No. 5, 22 April 2003, Persatuan Jaksa Republik Indonesia, Jakarta, 2003, hlm. 77-78.
M. Sahid, Rekonstruksi Kewenangan Penyidikan Badan Narkotika Nasional ...
349
prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan
di pengadilan terhadap keputusan pemerintah
kebenaran
keilmuan
dan pemerintah taat kepada putusan hakim.
hukum dari sisi normatifnya.7 Adapun norma
Ketiga hukum sendiri adalah adil dan
yang diteliti ialahPasal 73 sampai dengan Pasal
menjamin hak-hak asasi manusia. Keempat
103 terkait dengan kewenangan penyidikan
kekuasaan
Badan Narkotika Nasional serta Pasal 81
kemauan pemerintah. Teori sistem peradilan
pada Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009
pidana Shrode & Voich mengemukakan bahwa
tentang Narkotika, yang berimplikasi pada
sistem adalah suatu kesatuan yang bersifat
tumpang tindih kewenangan dalam melakukan
kompleks yang terdiri atas bagian-bagian yang
penyidikan terhadap tindak pidana narkotika
berhubungan satu sama lain. Pemahaman yang
antara Badan Narkotika Nasional dengan
demikian itu hanya menekankan pada ciri
Kepolisian Republik Indonesia.
keterhubungan dari bagian-bagiannya, tetapi
berdasarkan
Metode yaitu (Statute
pendekatan
pendekatan
logika
yang
kehakiman
independen
dari
digunakan
mengabaikan cirinya yang lain, yaitu bahwa
perundang-undangan
bagian-bagian tersebut bekerja bersama-sama
dan
pendekatan
secara aktif untuk mencapai tujuan pokok dari
(Conceptual
Approach).
kesatuan tersebut.9 serta teori kewenangan
Pendekatan perundang-undangan digunakan
Soerjono Soekanto bahwa tanggung jawab
untuk
perundang-
(responsibility) menunjukkan sejauh mana
undangan yang berlaku dan terkait dengan
seseorang pelaku terbukti mampu menjalankan
kewenangan penyidikan Badan Narkotika
tugas atau perintah yang diamanatkan.
Approach)
perbandingan
mengkaji
peraturan
Nasional. Sedangkan pendekatan konseptual
Dalam penelitian ini dalam rangka
merupakan suatu pendekatan yang digunakan
menganalisis
untuk memperoleh kejelasan dan pembenaran
metode analisa yang bersifat kualitatif. Bahan
ilmiah berdasarkan konsep-konsep hukum
hukum yang mengarah pada kajian-kajian
yang bersumber dari prinsip-prinsip hukum.8
yang bersifat teoritis dalam bentuk asas-asas,
Adapun teori hukum yang digunakan
bahan
konsepsi-konsepsi,
hukum
digunakan
pandangan-pandangan,
yaitu yang pertama teori negara hukum
doktrin-doktrin hukum serta isi kaedah hukum
sebuah negara merupakan negara hukum bila
dianalisa secara kualitatif. Oleh karenanya
bercirikan 4 (Empat) hal, pertama pemerintah
dapat dikatakan bahwa dalam melakukan
semata-mata bertindak atas dasar hukum yang
analisis kualitatif ini bersifat deskriptif dan
berlaku. Kedua masyarakat dapat naik banding
preskriptif.
7 Johnny Ibrahim, Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia, Malang, 2012, hlm. 57. 8 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Bandung, Citra Aditya Bakti, 2000, hlm. 48. 9 Soerjono Soekanto (I), Sosiologi Suatu Pengantar, Universitas Indonesia, Jakarta, 1997, hlm. 172.
350
ARENA HUKUM Volume 7, Nomor 3, Desember 2014, Halaman 303-471
Pembahasan
(DPR)
A. Latar
Belakang
Pengaturan
Kewenangan Penyidikan Badan Narkotika
Nasional
dalam
Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan kepada anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) berupa kekuasaan untuk membentuk Undangundang. Kekuasaan bagi Dewan Perwakilan Rakyat untuk membentuk Undang-undang diatur dalam Pasal 20 dan 21 Undang-undang Dasar Tahun 1945. Pasal 20 berbunyi: 1. Dewan
Perwakilan
memegang
Rakyat
kekuasaan
(DPR)
membentuk
undang-undang. 2. Setiap
rancangan
Undang-undang
dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan presiden untuk mendapat persetujuan bersama. 3. Jika
rancangan
undang-undang
itu
tidak mendapat persetujuan bersama, rancangan undang-undangitu tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). 4. Presiden
mengesahkan
Undang-undang
yang
Rancangan telah
distujui
bersama untuk menjadi undang-undang.
Pasal 21 Undang-undangDasar Tahun 1945
“Anggota Dewan Perwakilan Rakyat
berhak
mengajukan
usul
rancangan Undang-undang”11 Sebagai negara yang berdasarkan pada Pancasila dan Undang-undangDasar Tahun 1945 segala aspek kehidupan dalam bidang kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan termasuk
pemerintahan
harus
senatiasa
berdasarkan atas hukum. Sejarah penanggulangan bahaya narkotika dan kelembagaannya di Indonesia dimulai Tahun 1971 pada saat dikeluarkannya Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1971 kepada Kepala Badan Koordinasi Inteligen Nasional (BAKIN) yang kemudian membentuk Badan Koordinasi Pelaksanaan Instruksi Presiden (Bakolak Inpres) Tahun 1971 yang salah satu tugas dan fungsinya adalah menanggulangi bahaya narkotika. BAKOLAK INPRES adalah sebuah badan koordinasi kecil yang beranggotakan wakilwakil dari Departemen Kesehatan, Departemen Sosial, Departemen Luar Negeri, Kejaksaan Agung, dan lain-lain, yang berada di bawah komando dan bertanggung jawab kepada Kepala Badan Koordinasi Inteligen Nasional. Badan ini tidak mempunyai wewenang operasional dan tidak mendapat alokasi anggaran sendiri dari Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara melainkan disediakan berdasarkan
kebijakan
internal
Kepala
Badan Koordinasi Inteligen Nasional. Badan ini mengkoordinasikan (antar departemen) semua kegiatan penanggulangan terhadap
11 Sekretariat Jenderal MPR RI, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, hlm. 3.
M. Sahid, Rekonstruksi Kewenangan Penyidikan Badan Narkotika Nasional ...
351
berbagai bentuk yang dapat mengancam
pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran
keamanan negara, yaitu pemalsuan uang
gelap narkotika, psikotropika, prekursor dan
dan peredarannya, penyeludupan, peredaran
zat (Adiktif) lainnya (P4GN).
gelap narkotika, psikotropika dan zat adiktif
Badan Koordinasi Narkotika Nasional
lainnya, kenakalan remaja, kegiatan subversif,
memiliki kewenangan dalam membentuk
dan pengawasan terhadap orang-orang asing.
satuan tugas-satuan tugas yang terdiri dari
Pada Tahun 1976, Pemerintah mengeluarkan
unsur-unsur instansi Pemerintah terkait sesuai
Undang-undangNomor
1976
dengan tugas, fungsi dan kewenangannya
tentang Narkotika yang berlaku sampai 21
masing-masing. Badan Koordinasi Narkotika
Tahun sebelum dikeluarkan Undang-undang
Nasional juga dapat menerapkan kebijakan
Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika dan
dan strategi bidang pencegahan, antara
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang
lain mengurangi atau menekan permintaan
Psikotropika. Berdasarkan kedua Undang-
narkotika, mengurangi dan menekan dampak
undang
buruk narkotika serta mengurangi atau menekan
tersebut,
Abdurahman Koordinasi
9
Tahun
pemerintah
Presiden
Wahid
membentuk
Badan
Narkotika
Nasional,
dengan
pasokan
narkotika.
Keberadaan
Badan
Koordinasi Narkotika Nasional ini didasarkan
Keputusan Presiden Nomor 116 Tahun 1999.
pada
Badan Koordinasi Narkotika Nasional adalah
yang telah diratifikasi, menjadi bagian dari
suatu
penanggulangan
hukum di Indonesia dan mengikat Indonesia
narkotika yang beranggotakan 25 Instansi
untuk melaksanakan Single Convention on
pemerintah
Koordinasi
Narcotic Drugs 1961, diratifikasi dalam
Narkotika Nasional diketuai oleh kepala
Undang-undangNomor 8 Tahun 1976 tentang
Kepolisian
Pengesahan Konvensi Tunggal Narkotika
badan
koordinasi terkait.
Badan
Republik
Indonesia
secara
Ex-Officio.12
konvensi-konvensi
internasional
dan Convention on Psychotropic Substance
Lembaga non-struktural ini memiliki
1971, yang sudah diratifikasi dengan Undang-
tugas untuk mengkoordinasikan instansi
undangNomor 8 Tahun 1996. Sebagai bentuk
pemerintah
penyusunan
komitmen Indonesia untuk meningkatkan
kebijakan dan pelaksanaannya di bidang
penanggulangan bahaya narkotika secara
ketersediaan, pencegahan dan pemberantasan
global semua negara di dunia sepakat untuk
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika,
membuat suatu konvensi baru yaitu “The
psikotropika, prekursor dan zat adiktif lainnya.
United Nations ConventionAgainst Illicit
Badan Koordinasi Narkotika Nasional juga
Trafic in Narcotic Drugs and Psychotrophic
bertugas
Substance
terkait
dalam
melaksanakan
pencegahan
dan
1988”yang
12 Naskah Akademik, Rancangan Undang-undang tentang Narkotika, hlm. 9.
telah
diratifikasi
ARENA HUKUM Volume 7, Nomor 3, Desember 2014, Halaman 303-471
352
dengan Undang-undangNomor 7 Tahun 1997
Sehingga
kewenangan
tentang Psikotropika.13
Nasional
didalam
Menurut Sudhigdo Adi ketua Panitia Khusus
Undang-undangNomor
35 Tahun 2099 tentang Narkotika mencakup pencegahan, pemberantasan peredaran gelap
pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat dan
narkotika sampai dengan rehabilitasi bagi
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah
pengguna narkotika.
untuk
mengatakan
Narkotika
bahwa
sepakat
(PANSUS)
Badan
memperkuat
kewenangan
Badan Narkotika Nasional dalam menangani kasus
narkotika.
Mengingat
narkotika
menjadi salah satu jenis Extraordinary Crime yang perlu penanganan serius dan fokus. Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden telah bersepakat bahwa Badan Narkotika Nasional tidak lagi menjadi subordinat Mabes Polri.13 Selain itu juru bicara fraksi Partai Persatuan Pembangunan M Syumli Syadli mengatakan penguatan kelembagaan Badan Narkotika Nasional penting agar badan ini dapat memutus mata
rantai
penyalahgunaan
narkotika.
Melakukan pencegahan serta pemberantasan bahaya penyalahgunaan narkotika menjadi salah satu bagian yang tidak terpisahkan bagi upaya derajat kesehatan masyarakat.14 Undang-undang 2009
tentang
Nomor
Narkotika
35
Tahun
memberikan
kewenangan yang begitu luas kepada Badan Narkotika Nasional dalam rangka mencegah berkembangnya tindak pidana narkotika yang semakin terorganisir dan mencakup wilayah nasional, regional, internasional.
B. Kewenangan Penyidikan Badan Narkotika Penyidik
Nasional Kepolisian
dengan Republik
Indonesia Kewenangan Penyidikan Badan Narkotika Nasionalberdasarkan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Diatur dalam Pasal 75 dan Pasal 80 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Adapun Pasal 75 berbunyi sebagai berikut: Dalam rangka melakukan penyidikan, penyidik BNN berwenang: 1. Melakukan penyelidikan atas kebenaran laporan serta keterangan tentang adanya penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; 2. Memeriksa orang atau korporasi yang diduga melakukan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; 3. Memanggil
orang
untuk
didengar
keterangannya sebagai saksi; 4. Menyuruh berhenti orang yang diduga
12 Ujung Tombak Pemberantasan Narkoba di Indonesia, BNN dari Waktu ke Waktu, SINAR BNN, edisi khusus 2010, hlm. 27. 13 http://www.kesimpulan.com/2009/08/rancangan-undangundang-ruu-narkotika.html, diakses 2 April 2011 pukul 10.00 WIB. 14 Hukum Online, BNN Diberi Kewenangan Penyelidikan, http://www.hukumonline.com/berita/baca/ hol23106/bnn-diberi-kewenangan-penyelidikan-danpenyidikan, diakses 3 Mei 2014 pukul 09.00 WIB.
M. Sahid, Rekonstruksi Kewenangan Penyidikan Badan Narkotika Nasional ...
melakukan
penyalahgunaan
dan
peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika
serta
memeriksa
barang, binatang, dan tanaman; 15. Membuka
tanda
barang
pengenal diri tersangka; bukti
tindak
pidana
memeriksa melalui
perhubungan
setiap
pos
lainnya
dan yang
diduga mempunyai hubungan dengan
dalam
penyalahgunaan dan peredaran gelap
penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;
dan
kiriman
alat-alat
5. Memeriksa, menggeledah, dan menyita barang
353
Narkotika dan Prekursor Narkotika; 16. Melakukan
6. Memeriksa surat dan/atau dokumen lain
penyegelan
terhadap
Narkotika dan Prekursor Narkotika yang
tentang penyalahgunaan dan peredaran
disita;
gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;
17. Melakukan uji laboratorium terhadap
7. Menangkap dan menahan orang yang
sampel dan barang bukti Narkotika dan
diduga melakukan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor
Prekursor Narkotika; 18. Meminta bantuan tenaga ahli yang
Narkotika;
diperlukan dalam hubungannya dengan
8. Melakukan interdiksi terhadap peredaran
tugas penyidikan penyalahgunaan dan
gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika
peredaran gelap Narkotika dan Prekursor
di seluruh wilayah juridiksi nasional;
Narkotika;dan
9. Melakukan penyadapan yang terkait
19. Menghentikan
penyidikan
apabila
dengan penyalahgunaan dan peredaran
tidak
gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika
penyalahgunaan dan peredaran gelap
setelah terdapat bukti awal yang cukup;
Narkotika dan Prekursor Narkotika.15
cukup
bukti
adanya
dugaan
10. Melakukan teknik penyidikan pembelian
Pasal 75 Undang-undang Nomor 35
terselubung dan penyerahan di bawah
Tahun 2009 tentang Narkotika memberikan
pengawasan;
wewenang kepada Badan Narkotika Nasional
11. Memusnahkan Narkotika dan Prekursor Narkotika;
dalam rangka melakukan proses penyelidikan sampai dengan penghentian penyidikan. Kewenangan
12. Melakukan tes urine, tes darah, tes rambut,
Penyidikan
Kepolisian
tes asam dioksiribonukleat (DNA), dan/
Republik Indonesia Berdasarkan Undang-
atau tes bagian tubuh lainnya;
undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
13. Mengambil sidik jari dan memotret tersangka; 14. Melakukan pemindaian terhadap orang,
Narkotika.
Undang-undang
Nomor
35
Tahun 2009 tentang Narkotika memberikan kewenangan kepada Kepolisian Republik
15 Undang-undang nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
ARENA HUKUM Volume 7, Nomor 3, Desember 2014, Halaman 303-471
354
IndonesiaPasal 81 yang berbunyi:
diselenggarakan oleh pemerintah maupun
“Penyidik Kepolisian Republik Indonesia
masyarakat.
dan penyidik Badan Narkotika Nasional
e. Memberdayakan
berwenang melakukan penyidikan terhadap
pencegahan
penyalahguna dan peredaran gelap narkotika
penyalahgunaan dan peredaran gelap
dan prekursor narkotika berdasarkan Undang-
Narkoba;
undang ini”
f.
Kedudukan Badan Narkotika Nasional sebagai
Lembaga
Pemerintah
masyarakat dan
dalam
pemberantasan
Memantau,
mengarahkan,
meningkatkan
kegiatan
dan
masyarakat
Non
dalam pencegahan dan pemberantasan
Kementerian yang berkedudukan di bawah
penyalahgunaan dan peredaran gelap
dan
Narkoba.
bertanggungjawab
kepada
Presiden
melalui koordinasi Kepala Kepolisian Negara
g. Melakukan
kerjasama
bilateral
dan
Republik Indonesia dan Badan Narkotika
multilateral,
Narkotika dipimpin oleh seorang Kepala.
internasional,
TugasBadan
memberantas peredaran gelap Narkoba.
Narkotika
Nasionaldalam
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor
mengenai
pemberantasan
i.
mencegah
dan
Melaksanakan administrasi penyelidikan dan
penyidikan
terhadap
perkara
pencegahan
dan
penyalahgunaan dan peredaran gelap
penyalahgunaan
dan
Narkoba.
peredaran gelap Narkoba. b. Mencegah
maupun
dan prekursor Narkotika.
a. Menyusun dan melaksanakan kebijakan nasional
guna
regional
h. Mengembangkan laboratorium narkotika
23 Tahun 2010 tentang Badan Narkotika Nasional Pasal 2 adalah:
baik
j.
dan
memberantas
penyalahgunaan dan peredaran gelap
Membuat laporan Tahunan mengenai pelaksanaan tugas dan wewenang.16 Struktur organisasi Badan Narkotika
Nasional pada susunan struktur organisasi
Narkoba. c. Berkoordinasi dengan Kepala Kepolisian
sebelumnya, Badan Narkotika Nasional masih
dalam
berada di bawah Kepala Kepolisian Republik
pemberantasan
Indonesia sebagai Ketua. Di bawahnya
penyalahgunaan dan peredaran gelap
merupakan Kepala Pelaksana Harian BNN
Narkoba.
yang
Negara
Republik
pencegahan
dan
d. Meningkatkan rehabilitasi
Indonesia
kemampuan
medis
dan
lembaga rehabilitasi
membawahi
pusat-pusat
inti
program P4GN, yaitu: 1. Pusat Pencegahan.
sosial pecandu Narkotika, baik yang
16 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2010 tentang Badan Narkotika Nasional.
dari
M. Sahid, Rekonstruksi Kewenangan Penyidikan Badan Narkotika Nasional ...
2. Pusat Penegakan Hukum.
9. Pusat; dan
3. Pusat Pengendalian dan Operasi
10. Instansi Vertikal.
4. Pusat Terapi dan Rehabilitasi Berdasarkan Peraturan Presiden Republik
355
Sebagaimana dalam bagan berikut: Kewenangan
Penyidikan
Kepolisian
Indonesia Nomor 23 Tahun 2010 tentang
Republik Indonesia Berdasarkan Undang-
Badan Narkotika Nasional, terjadi perubahan
undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
di struktur organisasi Badan Narkotika
Narkotika memberikan kewenangan kepada
Nasional. Kepala Badan Narkotika Nasional
Kepolisian Republik IndonesiaPasal 81 yang
yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden
berbunyi:
mempunyai tugas memimpin Badan Narkotika
“Penyidik Kepolisian Republik Indonesia
Nasional dalam pelaksanaan tugas, fungsi dan
dan penyidik Badan Narkotika Nasional
wewenang Badan Narkotika Nasional serta
berwenang melakukan penyidikan terhadap
mewakili pemerintah dalam melaksanakan
penyalahguna dan peredaran gelap narkotika
hubungan kerjasama dengan pemerintah luar
dan prekursor narkotika berdasarkan Undang-
negeri dan/atau organisasi di bidang P4GN.
undang ini’’.
Selanjutnya Dalam Pasal 5 dijelaskan bahwa
Kewenangan
penyidikan
Badan
Badan Narkotika Nasional terdiri dari:
Narkotika
1. Kepala;
Republik Indonesia, apabila dikaji dari
2. Sekretariat Utama;
perspektif sistem peradilan pidana yakni
3. Deputi Bidang Pencegahan;
sebagai
4. Deputi
dimana pembagian kewenangan penyidikan
Bidang
Pemberdayaan
Masyarakat;
Nasional
kesatuan
dengan
sistem
Kepolisian
yang
integral,
harus jelas tidak terjadi tumpang tindih,
5. Deputi Bidang Pemberantasan;
namun meskipun masing-masing komponen
6. Deputi Bidang Rehabilitasi;
sub-sistem memiliki fungsi dan kewenangan
7. Deputi Bidang Hukum dan Kerjasama;
yang berbeda tetapi dalam konsep sistem
8. Inspektorat Utama;
peradilan pidana masing-masing sub-sistem
Gambar 1. Struktur Organisasi BNN
Sumber: Lampiran Peraturan Kepala BNN Nomor: Per/03/V/2011/BNN tanggal 12 Mei 2010
ARENA HUKUM Volume 7, Nomor 3, Desember 2014, Halaman 303-471
356
harus mempunyai persepsi, sikap dan tujuan
semakin meningkat baik secara kuantitatif
yang sama.
maupun kualitatif dengan korban yang
Penyidik berdasarkan
tindak
pidana
remaja, dan generasi muda pada umumnya.
adalah
Walaupun demikian di sisi lain, bukan tidak
penyidik Badan Narkotika Nasional dan
mungkin akan menimbulkan dualisme dalam
Penyidik Kepolisian Republik Indonesia.
penyelesaian tindak pidana narkotika karena
Kewenangan
masing-masing
2009
tentang
Nomor
meluas, terutama di kalangan anak-anak,
35
Tahun
Undang-undang
narkotika
Narkotika
penyidikan
masing-masing
penyidik
merasa
berhak
penyidik tersebut tidak memiliki perbedaan
melakukan penyidikan yang bukan tidak
terkait obyek penyidikannya. Undang-undang
mungkin pada akhirnya akan merugikan
tidak membagi tindak pidana narkotika
ataupun menghambat proses pemberantasan
dan prekursor narkotika yang mana yang
penyalahgunaan
ditangani penyidik Badan Narkotika Nasional
narkotika. Sebagai akibat adanya dualisme
dan Penyidik Kepolisian Republik Indonesia.
tersebut
Hal ini berpotensi menimbulkan overlapping
tumpang tindih (overlapping) serta saling
atau tumpang tindih dalam penyidikan
berebut kekuasaan. Hal ini tidak terlepas dari
perkara tindak pidana narkotika. Andrianus
perebutan prestasi masing-masing Penyidik
Meliala mengatakan bahwa antara Kepolisian
karena tindak pidana narkotika memiliki
Republik Indonesia dan Badan Narkotika
nilai yang cukup strategis baik dalam rangka
Nasional perlu pembagian kerja yang jelas,
penitian karier atau terkait dengan tingginya
dengan tujuan agar masyarakat tidak bingung
nilai ekonomi penyalahgunaan dan peredaran
sekaligus menjadi pembeda terkait kualitas
gelap narkotika.
bukan
dan tidak
peredaran mungkin
gelap terjadi
kinerja masing-masing pihak. Ke depan,
Oleh karena itu, harus dibuat mekanisme
keduanya perlu membuat diferensiasi apakah
yang efektif dan efisien, sehingga persaingan
dalam bentuk kekhasan cara penangkapan,
yang tidak sehat dapat ditekan seminimal
obyek tangkapan, spesialisasi narkoba yang
mungkin.
disita dan sebagainya.17
penyidik Badan Narkotika Nasional dan
Penyidik
tindak
berwenang penyalahgunaan
dalam dan
pidana
Mekanisme
kerjasama
antara
narkotika
penyidik Kepolisian Republik Indonesia atau
mengungkap
dengan penyidik lainnya, sudah diatur dalam
gelap
Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
narkotika tentunya akan berdampak baik
Narkotika. Dalam melakukan penyidikan
dalam
pidana
terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap
narkotika yang semakin kecenderungan yang
Narkotika penyidik Kepolisian Republik
pemberantasan
peredaran tindak
17 Republika, Polri dan BNN Perlu Permbagian Kerja Jelas, http://www.republika.co.id/-polri-dan-bnn-perlupembagian-kerja-jelas, diakses 11Maret 2013 pukul 11.00 WIB.
M. Sahid, Rekonstruksi Kewenangan Penyidikan Badan Narkotika Nasional ...
357
Indonesia memberitahukan secara tertulis
Narkotika Nasional dan Kepolisian Republik
dimulainya
Indonesia, tetapi di lapangan pernah terjadi
penyidikan
kepada
penyidik
Badan Narkotika Nasional begitu pula
antara
sebaliknya.
Kepolisian Republik Indonesia memiliki
Sementara penyidikan
itu,
dalam
terhadap
Badan
Narkotika
Nasional
dan
melakukan
target operasi yang sama dan dalam situasi ini
penyalahgunaan
sistem yang digunakan siapa cepat dia yang
narkotika penyidik pegawai negeri sipil
dapat.
tertentu berkoordinasi dengan penyidik Badan
Kondisi seperti di atas apabila dibiarkan
Narkotika Nasional atau penyidik Kepolisian
terus terjadi dapat menimbulkan pergesekan
Republik Indonesia sesuai dengan undang-
antara kedua lembaga penyidik tindak pidana
undang tentang Hukum Acara Pidana.
narkotika tersebut mengingat Badan Narkotika
Ketentuan tersebut mengisyaratkan bahwa
Nasional juga membentukBadan Narkotika
langkah kerjasama untuk menghindarkan
propinsi di tingkat propinsi dan Badan
penyalahgunaan wewenang atau penyerobotan
Narkotika Kota di tingkat kabupaten yang
wewenang oleh salah satu pihak ke pihak yang
juga melakukan penyelidikan dan penyidikan
lain, khususnya antara penyidik Kepolisian
di
Republik Indonesia dengan penyidik Badan
keberadaan Badan-Badan Narkotika tersebut
Narkotika
akan
Nasional.
Sedangkan
untuk
wilayah
masing-masing.
menghamburkan
Selain
anggaran,
itu
karena
penyidik pegawai negeri sipil, segala upaya
masing-masing penyidik akan mengeluarkan
penyidikan diarahkan untuk membantu dan
biaya dalam kegiatan intelijen pengungkapan
menyerahkan Kepolisian
hasilnya Republik
kepada
penyidik
kasus tersebut tetapi apabila tanpa koordinasi
Indonesia
maupun
yang jelas bisa jadi masing-masing memiliki
penyidik Badan Narkotika Nasional.
target operasi yang sama. Tetapi berbeda
Dalam tahap penyidikan permasalahan tumpang
tindih
dapat
dihindari
karena
apabila terdapat tersangka dari kasus yang ditangani
penyidik
Kepolisian
Republik
kewajiban saling memberitahukan secara
Indonesia merupakan bagian dari jaringan
tertulis dimulainya penyidikan, tetapi dalam
yang sama dengan tersangka yang sedang
tahap penyelidikan karena sifatnya tertutup dan
ditangani penyidik Badan Narkotika Nasional
tidak ada kewajiban saling memberitahukan
dengan koordinasi yang baik masing-masing
maka bukan tidak mungkin ada kesamaan
lembaga
target operasi antara intel Badan Narkotika
informasi dalam membongkar suatu jaringan.
Nasional dan intel Kepolisian Republik
Perekrutan penyidik Kepolisian Republik
Indonesia. Sejauh ini di tingkat pimpinan
Indonesia dari kalangan umum mungkin tidak
tidak ada permasalahan berarti dikarenakan
efektif karena harus melakukan pendidikan
koordinasi yang erat antar pimpinan Badan
dan pelatihan yang memakan waktu cukup
dapat
saling
bantu-membantu
358
ARENA HUKUM Volume 7, Nomor 3, Desember 2014, Halaman 303-471
lama. Padahal kejahatan narkotika dan
Narkotika Nasional menyebutkan bahwa
prekursor
semakin
penyidik Badan Narkotika Nasional berasal
penyalahgunaan
dari penyidik Kepolisian Republik Indonesia.
meluas
narkotika dan
narkotika
cenderung
prevalensi
cenderung
meningkat.
Dalam
perkembangannya Badan Narkotika Nasional
C. Kewenangan Penyidikan Badan Narkotika Nasional di Masa yang
merekrut Penyidik dari kalangan umum untuk dijadikan penyidik Badan Narkotika Nasional dan telah mengikuti pelatihan yang diadakan Badan Narkotika Nasional untuk turut serta dalam pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika. Keberadaan Badan Narkotika Nasional dengan kewenangannya telah menjadikan Badan Narkotika Nasional sebagai lembaga superbody dalam pencegahan dan
pemberantasan
penyalahgunaan
narkotika. Porsi besar kewenangan ini dapat menimbulkan kecemburuan antar lembaga Penyidik. Kewenangan Badan Narkotika Nasional yang tertuang dalam Pasal 75 dan Pasal 80 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, melahirkan ambigu apakah kewenangan ini juga dimiliki oleh penyidik Kepolisian Republik Indonesia yang juga berwenang melakukan penyidikan terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika. Pasal-Pasal yang dimaksud di atas secara gamblang menyebutkan bahwa kewenangan tersebut adalah kewenangan penyidik Badan Narkotika Nasional yaitu penyidik yang diangkat dan diberhentikan oleh kepala Badan Narkotika Nasional dan sebagaimana isi Pasal 41 ayat (2) Peraturan PresidenNomor 23 Tahun 2010 tentang Badan
Akan Datang Tindak pidana narkotika membutuhkan penanganan yang khusus dan serius, hal ini dikarenakan tindak pidana narkotika dapat memberikan pengaruh yang buruk kepada para pengguna dan pecandu. Generasi penerus bangsa harus dijaga oleh negara agar terhindar dari jeratan narkotika. Tindak pidana narkotika yang berdampak luas dan sistematik (extra ordinary crime) adalah kejahatan-kejahatan yang memerlukan penanganan extra dan memerlukan pendekatan tersendiri untuk menyelesaikannya. Dalam praktik
seringkali
mekanisme
hukum
pidana nasional yang ada disuatu negara tidak
mampu
memberikan
penyelesaian
yang adil terhadap perbuatan yang masuk dalam kategori extraordinary crimestersebut termasuk Indonesia. Situasi seperti ini terjadi karena tidak tersedianya perangkat hukum yang tepat untuk mengantisipasi perbuatan yang masuk dalam kualifikasi extraordinary crimesdidalam sistem hukum nasional.18 Kejahatan jenis ini dikategorikan sebagai tindak pidana khusus, karena kejahatankejahatan semacam ini tidak diatur di dalam Kitab Undang-undangHukum Pidana (KUHP)
18 Sugeng Praptomo, Catatan Kritis Penegakan HAM di Indonesia, dalam Jurnal Hukum Bisnis Yustisia, Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 2006.
M. Sahid, Rekonstruksi Kewenangan Penyidikan Badan Narkotika Nasional ...
359
melainkan diatur didalam Undang-undang
43 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999
tersendiri
sesuai
dengan
jo Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 jo
Beberapa
contoh
Undang-undang
kejahatannya. yang
Undang-undangNomor 30 Tahun 2002 tentang
yang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang
berdampak luas dan sistematik (extraordinary
menyebutkan bahwa Komisi Pemberantasan
crimes) ini adalah Undang-undangNomor
Korupsi
7 Tahun 1997 tentang pengesahan United
dibentuk
Nations Convention AgainstIllicit Traffic in
menjalankan tugas berdasarkan kewenangan
Narcotic, Drugs and Psychotropic Substances,
yang melekat secara independen dan bebas
1988 (Konvensi PBB tentang Pemberantasan
dari pengaruh kekuasaan manapun. Alinea 14
Peredaran Gelap Narkotika dan Psikotropika,
Penjelasan Umum Undang-undang Komisi
1988); Undang-undangNo. 31 Tahun 1999
Pemberantasan Korupsi jo Pasal 19 ayat (1)
jo Undang-undangNomor 20 Tahun 2001
dan (2) Undang-undangNomor 30 Tahun 2002
tentang Tindak Pidana Korupsi; Undang-
menjelaskan bahwa Komisi Pemberantasan
undangNomor 15 Tahun 2002 jo Undang-
Korupsi dibentuk dan berkedudukan di
undangNomor25 Tahun 2003 tentang Tindak
Ibukota Negara. Apabila dipandang perlu,
Pidana Pencucian Uang; Undang-undang No.
sesuai dengan kebutuhan masyarakat, Komisi
15 Tahun 2003 tentang Terorisme; Undang-
Pemberantasan Korupsi dapat membentuk
undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
perwakilan di daerah provinsi.
mengatur
mengenai
kejahatan
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Tugas
adalah
lembaga
melalui
dan
negara
yang
undang-undang
dan
kewenangan
Komisi
Hidup, dan lain-lain. Walaupun dalam Undang-
Pemberantasan
undang tersebut juga diatur pelaksanaan
penyelidikan, penyidikan dan penuntutan
beracaranya tetapi tetap yang menjadi dasar
tindak pidana korupsi dalam Pasal 11 ayat
beracara pidana di Indonesia adalah KUHAP.
(3) Undang-undangNomor 30 Tahun 2002
Namun letak penanganan exstra atau khusus
tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
terhadap kejahatan-kejahatan tersebut diatur
Korupsiadalah sebagai berikut:
di dalam masing-masing undang-undangyang
1. Melakukan penyelidikan, penyidikan,
mengatur kejahatan tersebut yang juga tidak
dan penuntutan terhadap tindak pidana
terlepas dari beracara yang diatur dalam
korupsi (Pasal 6 huruf c UU KPK);
KUHAP. Perbandingan batasan kewenangan antara
2. Berwenang
Korupsi
dalam
melakukan
bidang
penyelidikan,
penyidikan dan penuntutan tindak pidana
Komisi Pemberantasan Korupsi dan Badan
korupsi yang:19
Narkotika Nasional dapat dilihat dalam Pasal
a. Melibatkan aparat penegak hukum,
19 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
ARENA HUKUM Volume 7, Nomor 3, Desember 2014, Halaman 303-471
360
penyelenggara
negara,
dan
orang
Perwakilan
Rakyat
harus
memikirkan
lain yang ada kaitannya dengan
dan memberikan solusi terhadap tumpang
tindak pidana korupsi yang dilakukan
tindihnya kewenangan antara Kepolisian
oleh aparat penegak hukum atau
Republik Indonesia dan Badan Narkotika
penyelenggara negara;
Nasional,yaitu dengan memperhatikan hal-hal
b. Mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat, dan/atau;
sebagai berikut: 1. Tindak pidana dilakukan oleh pejabat
c. Menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp. 1.000.000.000,- (Satu Milyar Rupiah);
penting dan berpengaruh. 2. Mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat luas.
Adapun Pasal 81 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika memberikan
3. Menyangkut
1
kg/10
ons
jenis
narkotikanya.
peluang untuk terjadinya tumpang tindih
Oleh karena itu kewenangan yang dimiliki
kewenangan diantara dua penegak hukum
oleh Badan Narkotika Nasional harus memiliki
yaitu
dan
batasan atau pembeda dengan kewenangan
Kepolisian Republik Indonesia adapun bunyi
kepolisian. Akan tetapi paradigma dalam
Pasal tersebut sebagai berikut:
melakukan
Badan
Narkotika
Penyidik
Nasional
Kepolisian
Negara
Republik Indonesia dan penyidik BNN
berwenang
melakukan
penyidikan terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika berdasarkan Undang-undang ini.20 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika tidak memberikan batasan kewenangan penyidikan Badan Narkotika Nasional seperti Pasal 11 ayat (3) UndangundangNomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi yang apabila kerugian RP. 1.000.000.000 (1 Milyar) ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Kedepan 20 Ibid., hlm. 34.
pemerintah
dan
Dewan
penyidikan
terhadap
tindak
pidana narkotika harus mereka bangun guna mencapai tujuan dari sistem peradilan pidana.
Simpulan Berdasarkan uraian diatas, kesimpulan yang dapat diambil ialah: a. Latar belakang pengaturan kewenangan penyidikan Badan Narkotika Nasional didalam Undang-undangNomor 35 Tahun 2009
tentang
Narkotika
merupakan
respon atas perkembangan tindak pidana narkotika, kewenangan yang begitu luas yang diberikan kepada Badan Narkotika Nasional
dalam
rangka
mencegah
berkembangnya tindak pidana narkotika yang semakin terorganisir dan mencakup
M. Sahid, Rekonstruksi Kewenangan Penyidikan Badan Narkotika Nasional ...
wilayah antar negara baik regional, dan
dari
internasional.
pidana
b. Kewenangan
yang
sama
antara
perspektif
sistem
diberikannya
penyidikan
tindak
361
peradilan kewenangan
pidana
narkotika
Penyidik Badan Narkotika Nasional dan
berarti menempatkan Badan Narkotika
Kepolisan Republik Indonesia Pasal 81
Nasionalsejajar
Undang-undang nonor 35 Tahun 2009
Republik Indonesia sebagai sub-sistem
tentang Narkotika khususnya bidang
dalam sistem peradilan pidana yang
penyidikan
menangani kasus tindak pidana narkotika,
berpotensi
menimbulkan
dengan
Kepolisan
konflik kewenangan, tumpang tindih
posisi
kewenangan
batasan dan pembeda diantara Badan
(overlapping)
antara
yang
sejajar
ini
diperlukan
Penyidik Badan Narkotika Nasional dan
Narkotika
Kepolisan Republik Indonesia.
Republik Indonesia dalam melaksanakan
c. Tindak pidana narkotika merupakan jenis
Nasional
dan
Kepolisian
penyidikan tindak pidana narkotika.
kejahatan extra ordinary crimesehingga
DAFTAR PUSTAKA Buku
Makalah
Efendi, A. Masyur, 1994, Dimensi dan
Ujung
Tombak
Pemberantasan
Narkoba
Dinamika Hak Asasi Manusia, Ghalia
di Indonesia, BNN dari Waktu ke
Indonesia, Jakarta.
Waktu, SINAR BNN, edisi khusus
Ibrahim, Johnny, 2012, Teori dan Metode Penelitian
Hukum
Normatif,
Naskah Akademik, 2011, Rancangan Undangundang tentang Narkotika.
Adji,
Indriyanto,
Dwang
2003,
Komisaris, Artikel pada Media Persatuan Jaksa Republik Indonesia,
Soekanto, Soerjono, 1997, Sosiologi Suatu Universitas
Seno
Middelen dan Ide Arah Hakim
Bayumedia, Malang.
Pengantar,
2010.
Indonesia,
Jakarta. Sugeng Praptomo, 2006, Catatan Kritis Penegakan HAM di Indonesia, dalam Jurnal Hukum Bisnis Yustisia, Fakultas
Jakarta.
Peraturan Perundang-undangan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang
Hukum Universitas Sebelas Maret,
Kitab
Undang–undang
Surakarta.
Acara Pidana.
Hukum
362
ARENA HUKUM Volume 7, Nomor 3, Desember 2014, Halaman 303-471
Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Polri dan BNN Perlu Pembagian Kerja
Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang
Pemberantasan
Tindak
Pidana. Peraturan
Kepala
Naskah Internet Jelas,
http://www.republika.co.id/-
polri-dan-bnn-perlu-pembagian-kerjajelas.
Republik
Rancangan Undang-undang RUU Narkotika,
Indonesia Nomor 12 Tahun 2009 tentang
http://www.kesimpulan.com/2009/08/
Pengawasan
rancangan-undangundang-ruu-
Penanganan
Kepolisian dan
Pengendalian
Perkara
Pidana
di
Lingkungan Kepolisian Republik Indonesia. Peraturan
Presiden
narkotika.html. Hukum Online, BNN Diberi Kewenangan Penyelidikan dan Penyidikan, http://
Republik
Indonesia
www.hukumonline.com/berita/baca/
Nomor 23 Tahun 2010 tentang Badan
hol23106/bnn-diberi-kewenangan-
Narkotika Nasional.
penyelidikan-danpenyidikan.
Lampiran Peraturan Kepala BNN Nomor: Per/03/V/2011/BNN tanggal 12 Mei 2010.