Efektivitas Terapi Dukungan Kelompok Dalam Meningkatkan Resiliensi Pada Remaja ...
EFEKTIVITAS TERAPI DUKUNGAN KELOMPOK DALAM MENINGKATKAN RESILIENSI PADA REMAJA PENGHUNI LEMBAGA PEMASYARAKATAN THE EFFECTIVENESS OF SUPPORT GROUP THERAPY TO IMPROVING RESILIENCE AMONG ADOLESCENTS IN PRISONS Rizky Harier Muiz Rr. Indahria Sulistyarini Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia Yogyakarta Email:
[email protected] ABSTRACT This study aims to determine the effectiveness of support group therapy on improving resilience among adolescents in prisons. The hypothesis tested was based on the asumption that support group therapy influenced to improving resilience of adolescents in prison. The sample include 12 convicts adolescents, consist of male, they were between 16 and 18 years old, and classified into two groups, the two groups are experiment and control group. Data were collected by resilience scale (38-aitem) which refers to resilient aspects from Connor and Davidson (2003). The effectiveness of intervention was evaluated by using a quasi-experimental design with pretest-posttes and follow-up analysis. Analysis of this study consisted of quantitative and qualitative analysis. Quantitative analysis using parametric analysis of Anova Repeated Measures to determine differences in resilience to experimental group and control group after the subjects are given therapy. The qualitative analysis was done based on observations and interviews. The result of research showed there were differences in resilience between experimental group and control group after the therapy given, with value of p=0.019 (p<0.05) when pretest-posttest and p=0.013 (p<0.05) when pretest-follow up. The conclusion of this study was support group therapy can enhance resilience of adolescents in prisons. Key words: Support group therapy, Resilience, Adolescents. INTISARI Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas terapi dukungan kelompok dalam meningkatkan resiliensi pada remaja di dalam lembaga pemasyarakatan. Subjek dalam penelitian ini adalah 12 narapidana remaja berjenis kelamin laki-laki dengan usia antara 16-18 tahun, dan terbagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Penelitian ini menggunakan skala resiliensi (38 aitem) yang mengacu pada aspek-aspek resiliensi menurut Connor dan Davidson (2003). Analisis data dari penelitian ini terdiri dari analisis kuantitatif dan analisis kualitatif. Analisis data kuantitatif menggunakan teknik analisis parametrik Anava Campuran untuk melihat perbedaan resiliensi kelompok eksperimen dan kelompok kontrol setelah subjek diberikan terapi. Analisis kualitatif dilakukan berdasarkan hasil observasi dan wawancara. Hasilnya menunjukkan bahwa ada perbedaan resiliensi antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol setelah terapi diberikan, dengan nilai p = 0.019 (p<0.05) pada saat prates-pascates dan p = 0.013 (p<0.05) pada saat prates-tindak lanjut. Kesimpulan dari penelitian ini bahwa terapi dukungan kelompok dapat meningkatkan resiliensi remaja di dalam Lembaga Pemasyarakatan. Kata Kunci: Terapi Dukungan Kelompok, Resiliensi
Jurnal Intervensi Psikologi Vol. 7 No. 2 Desember 2015
| 173
Rizky Harier Muiz & Rr. Indahria Sulistyarini
Lembaga
Pemasyarakatan
Anak
sama dengan orang dewasa bahkan lebih
pada mulanya didirikan dengan tujuan
buruk
melaksanakan pelayanan dan perawatan
dampak yang paling sering ditemui pada
tahanan,
bimbingan
narapidana anak. Penelitian tersebut juga
Warga Binaan Pemasyarakatan (nara-
menemukan bahwa narapidana anak
pidana). Narapidana ditempatkan sebagai
lebih cenderung melakukan bunuh diri,
subjek dalam menangani permasalahan
percobaan bunuh diri, dan terlibat dalam
tentang anak, dan merupakan wadah
tindakan-tindakan lain yang merugikan
sebagai media publikasi mengenai hak
diri sendiri (American Civil Liberties
anak
Union, 2014).
pembinaan
dan
dan
perlindungan
anak
yang
lagi.
Bunuh
diri
merupakan
bermasalah dengan hukum (Kemenkum-
Berdasarkan data yang diperoleh
ham, 2014). Namun Lembaga Pemasya-
dari Penelitian Kemasyarakatan (Litmas),
rakatan dengan konsep isolasinya menye-
diketahui bahwa sebanyak 80% remaja
babkan gangguan yang serius secara
dengan kasus kriminal mengalami gejala
psikologis, fisik, dan perkembangan bagi
stres
narapidana.
(Pasudewi, 2012). A Justice Policy Istitute
saat
menjalani
proses
hukum
Penelitian yang dilakukan oleh The
Report juga menemukan bahwa sepertiga
American Academy of Psychiatry menge-
dari remaja yang berada di dalam
nai dampak penahanan menunjukkan
Lembaga
bahwa tahanan dewasa pada umumnya
depresi.
menunjukkan berbagai reaksi fisiologis
setelah mereka muai menjalani masa
dan psikologis seperti halusinasi, kece-
penahanan, sedangkan beberapa remaja
masan dan kegelisahan, gangguan emosi,
yang lain menunjukkan keadaan mental
impulsif, kehilangan nafsu makan, penu-
yang buruk hingga bunuh diri (Holman &
runan berat badan, jantung berdebar,
Ziedenberg, 2013). Hal ini kemungkinan
menarik diri dari lingkungan sosial,
besar
mimpi
Williams
buruk,
melukai
diri
sendiri,
Pemasyarakatan Munculnya
bisa
terjadi
mengalami
depresi
karena
(2007) situasi
terjadi
menurut
ketika
awal
depresi berat, trauma hingga bunuh diri.
masuk penjara adalah keadaan yang
Sedangkan pada narapidana anak dan
paling mempengaruhi psikologis nara-
remaja, toleransi terhadap tekanan jauh
pidana. Kegiatan yang bisa dilakukan
lebih rendah dibandingkan dengan orang
sesuka hati oleh individu di luar dapat
dewasa
juga
berubah
drastis
mengalami efek fisik dan psikis yang
Kegiatan
yang
sehingga
anak-anak
174 | Jurnal Intervensi Psikologi Vol. 7 No. 2 Desember 2015
di
dalam
terjadwal,
penjara. peraturan,
Efektivitas Terapi Dukungan Kelompok Dalam Meningkatkan Resiliensi Pada Remaja ...
peraturan ketat, serta pembatasan waktu
tahun 2010, terdapat kasus di dalam
untuk
dicintai
Lembaga Pemasyarakatan yaitu mening-
adalah peraturan yang harus dijalani di
galnya narapidana yang menjadi korban
dalam
penganiayaan
bertemu
orang
penjara.
kelebihan
yang
Belum
kapasitas
lagi
dan
pemukulan
oleh
Lembaga
narapidana lain. Narapidana yang mela-
Pemasyarakatan yang dihuni oleh para
kukan penganiayaan tidak hanya memu-
narapidana.
kul, namun juga melukainya dengan
Permasalahan
dari
adanya
di
menggunakan paku dan juga sendok
dalam Lembaga Pemasyarakatan anak
yang dipipihkan dengan batu. Adanya
adalah tindakan asusila yang dilakukan
kasus seperti ini menjadikan narapidana
oleh narapidana lama terhadap nara-
yang lain cemas dan ketakutan, bahkan
pidana
Lembaga
ada yang mengalami stres dan tidak
Pemasyarakatan. Tindakan asusila terse-
makan untuk beberapa hari (Wijaya,
but dilakukan berkali-kali terhadap nara-
2010).
yang
yang
baru
ditemui
masuk
pidana yang sama. Mungkin dikarenakan
Dalam
menjalani
kehidupan
tidak tahan dengan perlakuan seperti itu,
memang tidak selalu berjalan lancar
anak yang menjadi korban tindakan
sesuai rencana yang telah disusun. Secara
asusila
tidak sadar keberadaan individu di dalam
tersebut
melaporkan
kepada
petugas. Beberapa minggu setelah keja-
Lembaga
dian, narapidana tersebut merasa trauma
tantangan yang di dalamnya terdapat
dan seringkali curiga terhadap nara-
bermacam permasalahan dan tidak jarang
pidana lain yang mendekatinya. Setiap
akan berujung pada kegagalan. Kemam-
malam tidak bisa tidur nyenyak dikarena-
puan
kan ketakutan apabila terjadi hal seperti
berkaitan
itu lagi. Bahkan anak tersebut menjadi
dalam menjalani hidup penuh tekanan.
pendiam dan enggan berkumpul dengan
Tingkat
teman-temannya. Hal ini masih menjadi
individu mampu untuk bertahan, bangkit,
permasalahan hingga sekarang karena
dan menyesuaikan dengan kondisi sekitar
belum adanya psikolog di Lembaga
inilah yang disebut dengan resiliensi.
Pemasyarakatan (wawancara, 02/03/2015).
Resiliensi
Penganiayaan
dan
Pemasyarakatan
dalam erat
merupakan
mengahadapi dengan
kelenturan
merupakan
tantangan
keberhasialan
yang
membuat
kapasitas
yang
pemukulan
bersifat universal dan dengan kapasitas
antar narapidana anak juga sering terjadi
tersebut individu, kelompok ataupun
di dalam Lembaga Pemasyarakatan. Pada
komunitas mampu mencegah, memini-
Jurnal Intervensi Psikologi Vol. 7 No. 2 Desember 2015
| 175
Rizky Harier Muiz & Rr. Indahria Sulistyarini
malisir ataupun melawan pengaruh yang
dalam perasaan dan pikiran yang negatif,
bisa merusak saat mereka mengalami
sehingga anak bisa mengatasi resiko
musibah
depresi dan banyak tantangan. Pikiran
atau
kemalangan
(Grotberg
2003).
dan perasaan adalah inti dalam mema-
Brooks
dan
Goldstein
(2003)
hami individu dalam rangka meningkat-
mengungkapkan beberapa ciri-ciri indivi-
kan resiliensi (Reivich & Shatte, 2002).
du yang resiilien, yaitu mengetahui cara-
Resiliensi
cara membentengi dari dari stres dan
karena resiliensi dapat membangun harga
mampu
dan
diri (Engel, 2007) sehingga individu yang
menyelesaikan masalah. Remaja yang
mempunyai resiliensi yang tinggi, maka
pendiam dan enggan berkumpul dengan
harga dirinya juga meningkat. Selain
teman
bahwa
harga diri, resiliensi merupakan faktor
individu tersebut belum mampu menye-
protektif serta sumber internal dan ekster-
lesaikan masalah dan belum mengetahui
nal untuk mengatasi stres, memecahkan
cara membentengi diri dari stres sehingga
konflik, dan menguasai seluruh tugas-
memilih untuk menarik diri dengan
tugas perkembangan (Dankonski dkk,
lingkungan sosial. Bonanno (2004) juga
2006). Bagi para narapidana remaja,
mengungkapkan bahwa ciri-ciri orang
resiliensi dibutuhkan untuk menghadapi
yang
mengambil
merupakan
resilien
memiliki
keputusan
gambaran
dibutuhkan
bagi
individu
adalah
individu
yang
situasi-situasi sulit yang dialami di dalam
kepribadian
tangguh,
yaitu
Lembaga Pemasyarakatan
seperti ke-
karakteristik kepribadian individu yang
bosanan, rendahnya harga diri, stres,
memiliki daya tahan terhadap stres.
kekerasan yang dilakukan oleh narapida-
Dalam hal ini individu mampu meng-
na lain serta menumbuhkan harapan
identifikasi makna dari peristiwa yang
untuk mampu memperbaiki diri secara
terjadi dalam hidupnya, percaya bahwa
positif.
dirinya mampu melakukan kontrol dari
Beberapa
penelitian
eksperimen
pengaruh peristiwa yang terjadi, serta
yang dilakukan kepada remaja meng-
mampu memandang perubahan sebagai
gunakan intervensi berupa pelatihan dan
suatu
terapi pada remaja. Pemberian pelatihan
tantangan,
kesempatan,
bukan
sebaliknya menjadi sebuah ancaman. Resiliensi
memungkinkan
dan terapi berfokus pada kemampuan
anak
masing-masing individu tanpa melibatkan
untuk tetap fokus pada persoalan yang
adanya peran lingkungan dari individu
sesungguhnya, dan tidak menyimpang ke
tersebut. Diantaranya adalah penelitian
176 | Jurnal Intervensi Psikologi Vol. 7 No. 2 Desember 2015
Efektivitas Terapi Dukungan Kelompok Dalam Meningkatkan Resiliensi Pada Remaja ...
yang
Nisa
(2008).
peer support adalah jenis dari social
membuktikan
bahwa
support,
dilakukan
Penelitian
ini
oleh
suatu
keadaan
di
mana
resiliensi pada remaja penyintas gempa
seseorang yang memiliki pengalaman
dan tsunami dapat ditingkatkan melalui
yang sama. Fokus dari peer support itu
pelatihan manajemen stres. Metode yang
sendiri
digunakan dalam intervensiya adalah
semangat untuk memberikan informasi-
metode pelatihan yang diberikan selama
informasi, dan membuat nyaman mereka
8 kali pertemuan. Penelitian lainnya
(Rahman, 2009).
adalah
kelompok
pemberi
adalah penelitian yang dilakukan oleh
Suasana penjara yang tidak ramah
Rembulan (2009) yang menggunakan
dan konsep pemisahan akan menyebab-
pelatihan strategi koping fokus emosi
kan
pada remaja putri yang tinggal di panti
mempersalahkan dirinya dan inferioritas.
asuhan.
Tidak layak kembali ke masyarakat. Pada
Penelitian
tersebut
terbukti
anak
merasa
dirinya
pantas
bahwa resiliensi dapat meningkat dengan
akhirnya,
adanya pelatihan strategi koping fokus
residivis karena di lingkungan ini mereka
emosi.
merasa
mendapat
rungan
anak
Selain
itu
Shokoohi-Yekta, melakukan
juga
Khodayarifard,
ini
menciptakan
lingkaran
tempat.
melakukan
Kecendekriminalitas
dan
Hamot
(2010)
kebanyakan itu justru disebabkan karena
penelitian
terkait
dengan
kondisi eksternal. Bukan akibat dorongan
terhadap
kesadaran diri secara penuh. Maka, perlu
cognitive-behavioral
therapy
narapidana di dalam penjara di Iran.
ada
Padahal salah satu faktor yang berperan
memasukkan
dalam pengembangan resiliensi adalah
pilihan agar mereka bisa kembali meniti
social support yang termasuk di dalam-
hidup setelah keluar (Harjono, 2009).
community
Pendampingan tersebut salah satunya
support dan personal support. Budaya
bisa didapatkan dari dukungan sosial.
dan komunitas di mana seseorang itu
Wolfelt
tinggal sangat mempengaruhi kemampuan
manusia yang sehat memiliki kebutuhan
resiliensi seseorang. Adanya dukungan
untuk memperoleh dukungan dari teman-
dari
yang
teman atau orang lain. Dukungan sosial
mengalami kejadian serupa termasuk ke
adalah faktor psikososial yang mem-
dalam salah satu faktor yang mendukung
pengaruhi tingkat resiliensi individu.
nya
pengaruh
teman
budaya,
atau
lingkungan
resiliensi. Dukungan dari teman atau
pendampingan nilai-nilai
(2004)
khusus dan
yang pilihan-
menjelaskan
bahwa
Penelitian korelasional yang pernah
Jurnal Intervensi Psikologi Vol. 7 No. 2 Desember 2015
| 177
Rizky Harier Muiz & Rr. Indahria Sulistyarini
dilakukan oleh Muiz (2011) mengenai
kelompok. Oleh sebab itu peneliti ingin
hubungan antara peer support dengan
mengetahui efektivitas terapi dukungan
resiliensi pada anak di dalam Lembaga
kelompok dalam meningkatkan resiliensi
Pemasyarakatan Kelas II-A Anak Blitar,
pada
menunjukkan bahwa ada hubungan yang
Pemasyarakatan.
remaja
di
dalam
Lembaga
positif antara dukungan teman sebaya METODE PENELITIAN
dengan tingkat resiliensi. Semakin tinggi dukungan teman sebaya maka semakin tinggi pula tingkat resiliensi. Selain itu
Desain Penelitian
juga penelitian yang dilakukan oleh
Desain penelitian yang digunakan
Hermaleni (2012) dengan menggunakan
pada penelitian ini adalah kuasi ekspe-
terapi dukungan kelompok pada warga
rimen. Pemberian pascates dilakukan
binaan wanita kasus narkotika terbukti
secara serentak antara kelompok kontrol
dapat
warga
dan kelompok eksperimen. Partisipan
binaan wanita kasus narkotika setelah
yang diambil adalah partisipan yang
pemberian terapi dukungan kelompok.
memenuhi salah satu atau dua kriteria
Penelitian tersebut menunjukkan bahwa
sekaligus, yaitu masuk dalam kategori
terapi
mampu
sedang, rendah, dan sangat rendah di
meningkatkan resiliensi melalui bertukar
dalam skala resiliensi. Pada penelitian ini
pengalaman hidup dan saling memberi-
metode eksperimen dilakukan dengan
kan dukungan sehingga para warga
memberikan perlakuan berupa pemberi-
binaan tidak mengalami kegagalan dalam
an terapi dukungan kelompok untuk
hidupnya setelah menjalani dan keluar
melihat efektivitas perlakuan tersebut
dari lembaga pemasyarakatan.
terhadap tingkat resiliensi pada remaja di
meningkatkan
dukungan
resiliensi
kelompok
Adapun hipotesis yang diajukan
dalam Lembaga Pemasyarakatan.
pada penelitian ini adalah ada pengaruh terapi
dukungan
kelompok
terhadap
tingkat resiliensi pada remaja di dalam Lembaga
Populasi
dalam
penelitian
ini
Kelompok
adalah para narapidana anak yang berada
dukungan
di dalam Lembaga Pemasyarakatan Kelas
kelompok lebih tinggi tingkat resiliensi-
II-A Anak Blitar dan Lembaga Pemasya-
nya dibandingkan
kelompok
rakatan Kleas II-A Anak Kutoarjo. Adapun
yang tidak mendapatkan terapi dukungan
kriteria subjek penelitian ini adalah
yang
Pemasyarakatan.
Subjek Penelitian
mendapatkan
terapi dengan
178 | Jurnal Intervensi Psikologi Vol. 7 No. 2 Desember 2015
Efektivitas Terapi Dukungan Kelompok Dalam Meningkatkan Resiliensi Pada Remaja ...
berjenis kelamin laki-laki dengan rentang
dan 16 aitem unfavorable. Setiap pernya-
usia antara 16-18 tahun, pendidikan
taan dalam skala resiliensi ini meminta
terakhir minimal SD, masuk ke dalam
respon dari subjek dengan memiliki salah
Lembaga Pemasyarakatan tahun 2014
satu
dengan lama hukuman minimal 2 tahun,
disediakan. Skala ini disusun berdasarkan
serta memiliki skor resiliensi pada tingkat
skala Likert yang terdiri atas 4 alternatif
sangat rendah, rendah, dan sedang.
jawaban, yaitu sangat sesuai (SS), sesuai
alternatif
jawaban
yang
telah
(S), tidak sesuai (TS) dan sangat tidak Metode Pengumpulan Data
sesuai
(STS).
Hasil
uji
coba
skala
Metode penelitian yang digunakan
resiliensi menunjukkan bahwa dari 38
dalam melakukan pengumpulan data
butir pernyataan, 37 butir dinyatakan
adalah dengan menggunakan observasi,
sahih dan 1 butir dinyatakan gugur. Butir
wawancara dan skala resiliensi. Skala
yang gugur adalah butir nomor 25.
yang digunakan merupakan skala yang
Koefisien korelasi untuk skala yang sahih
dimodifikasi dari skala yang pernah ada
bergerak antara 0,318 hingga 0,675.
dan dibuat sendiri oleh peneliti. Skala
Hasil uji coba reliabilitas skala resiliensi
resiliensi disusun berdasarkan aspek-
menunjukkan bahwa koefisien korelasi
aspek resiliensi yang dikemukakan oleh
sebesar 0,923.
Connor
dan
Davidson
(2003)
yaitu
Nilai total diperoleh dari penjum-
kompetensi personal, standar yang tinggi
lahan
dan keuletan, percaya pada diri sendiri,
subjek. Total skor menunjukkan tinggi
memiliki toleransi terhadap afek negatif
rendahnya tingkat resiliensi. Semakin
dan kuat/tegar dalam menghadapi stres,
tinggi skor yang diperoleh maka semakin
menerima perubahan secara positif dan
tinggi
dapat membuat hubungan yang aman
sebaliknya, semakin rendah skor yang
(secure) dengan orang lain, kontrol/
diperoleh maka tingkat resiliensi semakin
pengendalian diri dalam mencapai tujuan
rendah.
seluruh
tingkat
skor
yang
resiliensi,
diperoleh
begitu
juga
dan bagaimana meminta atau mendapatkan bantuan dari orang lain, serta pengaruh spiritual, yaitu yakin yakin pada Tuhan atau nasib.
Prosedur Penelitian Pertama, screening yaitu dengan memberikan skala resiliensi sekaligus
Skala resiliensi ini terdiri atas 38
sebagai prates, dan dipilih hasil dari skala
aitem yang terdiri dari 16 aitem favorable
yang masuk ke dalam kategori sedang,
Jurnal Intervensi Psikologi Vol. 7 No. 2 Desember 2015
| 179
Rizky Harier Muiz & Rr. Indahria Sulistyarini
rendah, dan sangat rendah untuk dijadi-
untuk saling memberikan umpan balik,
kan subjek penelitian. Skala resiliensi
memberikan dukungan, berbagi pegalam-
yang diberikan telah diuji coba pada
an dan informasi.
tahun 2011 oleh peneliti dengan popu-
Terapis berperan sebagai pemim-
lasi yang sama. Hasil uji coba menun-
pin kelompok sekaligus fasilitator saat
jukkan 26 aitem gugur dari 64 aitem
proses pelaksanaan kegiatan intervensi.
yang diberikan, sehingga skala resiliensi
Terapis
yang akan dipakai berjumlah 38 aitem.
melakukan intervensi dalam penelitian
Kedua,
fasilitator
yang
akan
kelompok
ini harus memiliki kualifikasi sebagai
eksperimen,
berikut: (1) Psikolog yang memiliki surat
dimana kelompok kontrol dan kelompok
izin praktik psikolog; (2) Memiliki penga-
eksperimen adalah remaja laki-laki yang
laman menjadi terapis kelompok; (3)
berada di Lembaga Pemasyarakatan Klas
Memahami dan mampu menggunakan
II-A Anak Blitar.
bahasa sehari-hari yang digunakan oleh
kontrol
dan
penentuan
atau
kelompok
Ketiga, wawancara untuk menggali permasalahan dan kesanggupan subjek
remaja (bahasa gaul); dan (4) Bersedia terlibat selama proses terapi.
untuk mengikuti proses intervensi yaitu
Selain terapis atau fasilitator, inter-
dengan memberikan informed consent.
vensi ini juga melibatkan ko-fasilitator
Remaja yang menyatakan bersedia untuk
yang akan membantu fasilitator selama
mejadi partisipan dalam penelitian ini
proses intervensi. Adapun
akan dijadikan subjek dalam penelitian.
yang harus dimiliki oleh ko-fasilitator
Keempat,
pemberian
kualifikasi
intervensi
adalah sebagai berikut: (1) Mahasiswa
terapi dukungan kelompok yang dilaksa-
magister psikologi profesi bidang klinis
nakan sesuai dengan modul yang telah
dan telah memiliki pengalaman menja-
disusun. Penyusunan modul penelitian
lankan praktik kerja profesi sebelumnya;
adalah hasil modifikasi dari modul yang
(2) Pernah mengikuti dan menerapkan
telah disusun oleh peneliti sebelumnya,
terapi kelompok.
yaitu Hermaleni (2012) dan mengacu
Kelima, pascates yaitu partisipan
pada tahapan-tahapan terapi dukungan
kembali diberikan skala resiliensi untuk
kelompok dari Heuvel dkk (2002). Terapi
mengukur
ini lebih menekankan pada interaksi yang
intervensi. Skala yang diberikan pada saat
terjadi antar anggota di dalam kelompok.
pascates
Kelompok difokuskan kepada anggota
diberikan pada saat prates.
180 | Jurnal Intervensi Psikologi Vol. 7 No. 2 Desember 2015
tingkat sama
resiliensi
dengan
skala
setelah yang
Efektivitas Terapi Dukungan Kelompok Dalam Meningkatkan Resiliensi Pada Remaja ...
HASIL PENELITIAN
Keenam, tindak lanjut yang dilakukan dua minggu setelah intervensi untuk melihat konsistensi hasil intervensi.
Jumlah
subjek
penelitian
pada
kelompok eksperimen sebanyak 6 remaja Teknik Analisis Data
yang semuanya berjenis kelamin laki-
Penelitian ini menggunakan bebe-
laki. Subjek yang masuk ke dalam
rapa teknik analisis data. Teknik analisis
kelompok eksperimen merupakan peser-
data Anava campuran digunakan untuk
ta terapi yang dilakukan selama 4 kali
melihat perbedaan antara hasil prates dan
pertemuan. Penelitian ini melakukan
pascates juga perbedaan antara hasil
pengukuran sebanyak tiga kali, yaitu
prates dan tindak lanjut. Selanjutnya,
sebelum intervensi dilakukan (prates),
analisis data ini juga digunakan untuk
setelah intervensi diberikan (pascates)
melihat
perbedaan
kelompok
antara
kelompok
dan 2 minggu setelah intervensi diberi-
dan
kelompok
kan (tindak lanjut). Adapun deskripsi
kontrol
eksperimen.
data penelitian dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 1. Deskripsi Data Penelitian Skor Resiliensi Tindak Nama Pascates Lanjut Prates Kelompok (1) (2) (3) MU 97 101 105 YU 102 105 106 AG 74 105 111 Eksperimen BU 91 92 94 TI 103 116 116 HA 103 107 107 PU 98 97 98 FR 99 97 97 MO 82 84 83 Kontrol R 91 87 88 RO 101 100 100 RA 104 104 102 Pascates
dalam
tabel
di
atas
men mengalami peningkatan skor resi-
menunjukkan semua kelompok eksperi-
liensi setelah diberikan intervensi berupa
Jurnal Intervensi Psikologi Vol. 7 No. 2 Desember 2015
| 181
Rizky Harier Muiz & Rr. Indahria Sulistyarini
terapi dukungan kelompok. Sedangkan
subjek yang mendapatkan skor tetap, dan
pada kelompok kontrol terdapat 1 subjek
4 subjek yang mengalami penurunan
yang mengalami peningkatan skor, 1
skor.
Prates
Pascates Tindak Lanjut
Tabel 2. Deskripsi Data Statistik Kelompok Mean Std. Deviation Eksperimen 95.00 11.296 Kontrol 95.83 8.035 Total 95.42 9.356 Eksperimen 104.33 7.840 Kontrol 94.83 7.731 Total 99.58 8.929 Eksperimen 106.50 7.342 Kontrol 94.67 7.474 Total 100.68 9.385
Berdasarkan tabel di atas terlihat
N 6 6 12 6 6 12 6 6 12
dan nilai p = 0.528 (p>0.05). kaidah uji
bahwa Mean pada pascates di kelompok
normalitas
eksperimen
dan
apabila p>0.05 maka sebaran data
kelompok kontrol sebesar 94.83, skor ini
tersebut normal namun apabila p<0.05
menunjukkan
skor
maka sebaran data tersebut tidak normal.
kelompok
Berdasarkan hasil uji normalitas maka
eksperimen lebih tinggi dibandingkan
didapatkan bahwa sebaran data tersebut
dengan rata-rata skor pada kelompok.
normal.
pascates
sebesar
104.33
bahwa
resiliensi
rata-rata pada
Hal ini juga dialami pada saat tindak lajut,
rata-rata
skor
pada
kelompok
yang
digunakan
adalah
Hasil uji homogenitas dari skala resiliensi ini memperoleh nilai levene
tinggi
statistic = 0.429 dan nilai p = 0.527
dibadingkan dengan rata-rata skor pada
(p>0.05). Berdasarkan hasil uji homo-
kelompok kontrol (94.67).
genitas maka didapatkan bahwa kedua
eksperimen
(106.50)
lebih
Hasil uji normalitas dari skala
kelompok termasuk homogen.
resiliensi diperoleh nilai K-SZ = 0.810
182 | Jurnal Intervensi Psikologi Vol. 7 No. 2 Desember 2015
Efektivitas Terapi Dukungan Kelompok Dalam Meningkatkan Resiliensi Pada Remaja ...
Tabel 3. Data Perbandingan Hasil Uji Hipotesis Resiliensi Time Group (I)
Mean Difference (I-J)
Std. Error
95%Confidence Interval for Difference
Sig.a
(J)
Lower Bound
Upper Bound
Prates
Pascates
-9.333
3.340
0.019
-16.775
-1.891
Prates
Tindak Lanjut
-11.500
3.787
0.013
-19.937
-3.063
Prates
Pascates
1.000
3.340
0.771
-6.442
8.442
Prates
Tindak Lanjut
1.167
3.787
0.764
-7.271
9.604
Eksperimen
Kontrol
Hasill uji hipotesis dari sebelum
Differences prates tindak lanjut = -
pelaksanaan intervensi hingga setelah
11,500 dengan nilai signifikansi p =
pelaksanaan
0,013 (p<0,05).
intervensi
menunjukkan
adanya perubahan yang mengarah pada
Hasil uji hipotesis pada kelompok
peningkatan resiliensi. Hal ini dapat dili-
kontrol ketika prates-pascates mendapat-
hat dari perolehan skor Mean Difference
kan nilai p = 0,771 (p>0,05) dan ketika
prates-pascates = -9,333 dengan nilai
prates-tindak lanjut mendapatkan nilai p
signifikansi p = 0,019 (p<0,05), artinya
= 0,764 (p>0,05). Hal ini menunjukkan
bahwa aspek resiliensi menunjukkan
bahwa tidak terdapat perbedaan yang
adanya
signifikan.
signifikan antara skor prates dengan
Kemudian pengukuran resiliensi dilaku-
pascates pada kelompok kontrol, dan
kan kembali untuk mengetahui dampak
juga tidak terdapat perbedaan yang
intervensi setelah masa tenggang waktu
signifikan antara skor prates dengan
sebagai tahapan tindak lanjut, guna
tindak lanjut pada kelompok kontrol.
mengetahui konsistensi tingkat resiliensi
Berdasarkan hasil uji hipotesis di atas,
peserta terapi. Hasilnya dapat dilihat
maka dapat disimpulkan bahwa terapi
bahwa skor resiliensi dari sebelum inter-
dukungan
vensi hingga tindak lanjut menunjukkan
signifikan dapat meningkatkan resiliensi
perubahan
perubahan
dengan
yang
nilai
Mean
pada
kelompok
remaja
di
terbukti dalam
secara
Lembaga
Jurnal Intervensi Psikologi Vol. 7 No. 2 Desember 2015
| 183
Rizky Harier Muiz & Rr. Indahria Sulistyarini
Pemasyarakatan Anak Kelas II-A Blitar.
Terapi dukungan kelompok disusun sebagai bentuk intervensi bagi para
PEMBAHASAN
narapidana yang di dalamnya terdapat proses saling berbagi informasi, peng-
Penelitian
untuk
galian masalah, pengungkapan ide dan
mengetahui efektivitas terapi dukungan
perasaan, saling berbagi pengalaman dan
kelompok dalam meningkatkan resiliensi
pembelajaran pemecahan masalah dari
pada remaja di dalam Lembaga Pemasya-
peserta dan fasilitator/terapis. Norma
rakatan. Berdasarkan analisis data yang
kelompok juga disepakati pada awal
telah dilakukan didapatkan hasil bahwa
pertemuan
terdapat
saling percaya antar anggota kelompok
antara
ini
bertujuan
perbedaan kelompok
tingkat
resiliensi
eksperimen
yang
diberikan intervensi dengan kelompok
untuk
membangun
sikap
sehingga mereka saling terbuka terhadap masalahnya (Prawitasari, 2011).
kontrol yang tidak diberikan intervensi.
Terapi dukungan kelompok ini
Menurut hasil data kuantitatif, antara
memiliki
kelompok eksperimen dan kelompok
medukung keberhasilan terapi diantara-
kontrol
skor
nya yaitu adanya kelompok dapat mem-
resiliensi pada saat prates dan pascates
berikan kesempatan pada anggota untuk
juga ketika tindak lanjut, akan tetapi
saling memberi dan menerima umpan
perubahan
pada
balik, dengan cara ini kelompok akan
mengalami
belajar mengenai informasi dan perilaku
mengalami
kelompok
skor
perubahan
yang
eksperimen
terjadi
beberapa
kelebihan
yang
peningkatan sedangkan pada kelompok
yang
kontrol
dan
dukungan
juga
sarana untuk berbagi pengalaman serta
besar
menuangkan ide dan perasaan anggota
peningkatannya pada kelompok ekspe-
kelompok sehingga anggota kelompok
rimen dibandingkan dengan kelompok
yang lain dapat memberikan pendapat
kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa
yang akan mengubah sikap dan perilaku
terapi dukungan kelompok sebagai inter-
anggota kelompok lainnya.
mengalami
peningkatan
penurunan.
Berdasarkan
angka
didapatkan
hasil
lebih
yang
baru.
Selain kelompok
itu
juga
dapat
terapi menjadi
vensi secara efektif mampu meningkat-
Dukungan dari sesama anggota
kan resiliensi remaja di dalam Lembaga
menjadi sangat penting dalam sebuah
Pemasyarakatan Anak.
keberhasilan terapi ini. Melalui dukungan antar sesama, anggota kelompok akan
184 | Jurnal Intervensi Psikologi Vol. 7 No. 2 Desember 2015
Efektivitas Terapi Dukungan Kelompok Dalam Meningkatkan Resiliensi Pada Remaja ...
merasa diterima dan mendapatkan per-
dukungan sosial yang positif. Narapidana
hatian dari orang lain sekaligus belajar
remaja yang mengalami peningkatan
untuk melatih keterampilan sosial karena
resiliensi
meurut Heuvel, dkk (2002) partisipan
dukungan kelompok disebabkan oleh
intervensi
untuk
adanya dukungan sosial dan interaksi
membuat suasana positif bagi orang lain.
positif yang tercipta antar sesama subjek
Cara-cara ini akan meningkatkan hubung-
penelitian. Peningkatan ini dapat dilihat
an antar pribadi yang efektif. Hubungan
dari
yang efektif menjadikan antar anggota
menerima perubahan secara positif dan
kelompok memiliki kepercayaan dan
dapat membuat hubungan yang aman
kenyamanan untuk berbagi informasi dan
(secure) dengan orang lain. Semua subjek
pengalaman serta memberikan umpan
mampu menunjukkan dirinya bahwa ia
balik kepada anggota lainnya.
dapat dipercaya oleh orang lain sehingga
juga
dapat
belajar
Hasil penelitian menyatakan terda-
setelah
faktor
mengikuti
resiliensi
yang
terapi
berupa
subjek yang lainnya mampu secara aktif
pat peningkatan resiliensi narapidana
menceritakan
remaja setelah mengikuti terapi dukung-
mereka baik pengalaman positif maupun
an kelompok. Hasil penelitian ini sama
negatif, bahkan salah satu subjek yang
dengan hasil penelitian sebelumnya yang
sebelumnya tidak pernah menceritakan
menguji
permasalahannya
efektivitas
terapi
dukungan
pengalaman-pengalaman
kepada
orang
lain
kelompok dalam mengembangkan daya
dapat mengungkapkan pengalamannya di
resiliensi remaja (Djudiyah, 2010). Selain
dalam kelompok terapi.
itu juga terdapat penelitian lain yang
Terapi dukungan kelompok yang
memiliki hasil penelitian yang sama
telah dilaksanakan mampu memberikan
dengan peneliti, yaitu penelitian yang
fungsi terapeutiknya terhadap kelompok,
menguji
dukungan
yaitu sebagai faktor dukungan (suppor-
kelompok dalam meningkatkan resiliensi
tive factors), faktor keterbukaan diri dan
warga binaan wanita kasus narkotika
katarsis, faktor belajar kebijaksanaan atau
(Hermaleni, 2012).
kearifan dari anggota kelompok lainnya,
efektivitas
Greeff
dan
terapi
Wentworth
(2009)
serta
faktor-faktor
psikologis
yang
menyebutkan salah satu faktor yang
berkaitan dengan bagaimana menjalin
mempengaruhi resiliensi adalah dukung-
hubungan
an
bagaimana
sosial.
Pada
terapi
dukungan
kelompok ini individu dapat mengakses
dengan
orang
memahami
lain
diri
dan
sendiri
(Brabender, Fallon, & Smolar, 2004).
Jurnal Intervensi Psikologi Vol. 7 No. 2 Desember 2015
| 185
Rizky Harier Muiz & Rr. Indahria Sulistyarini
(supportive
tator, observer juga menjadi bagian
factors) adalah salah satu yang paling
dalam proses penelitian sehingga perlu
penting dalam terapi dukungan kelom-
dilakukan
pok. Setiap anggota yang masuk dalam
melakukan tugasnya dengan baik dan
kelompok selalu dalam kondisi yang
melakukan pengamatan serta pencatatan
tidak menyenangkan dan dalam keadaan
dengan teliti.
Faktor
dukungan
tidak nyaman mengenai situasi yang
Observer
evaluasi.
dinilai
Alat ukur yang digunakan meru-
mereka hadapi. Faktor-faktor dukungan
pakan
berhubungan dengan memacu harapan,
berdasarkan aspek-aspek resiliensi. Skala
penerimaan, tolong menolong, keber-
tersebut pernah diujicobakan kepada
samaan, dan senasib sepenanggungan.
populasi yang sama pada tahun 2011 dan
Dukungan dan penerimaan dari anggota
diuji coba kembali pada populasi serupa
kelompok yang lain dapat menciptakan
an di tempat yang sama pada penelitian
harapan terhadap semua subjek untuk
ini. Hal ini menjadikan alat ukur yang
menciptakan dan mencapai tujuan yang
dipakai lebih sesuai dan spesifik khusus
akan
hari.
untuk subjek penelitian dalam penelitian
Pertemuan terakhir intervensi memberi-
ini. Modul intervensi diterapkan secara
kan kesempatan kepada masing-masing
runtut sesuai dengan rancangan pelaksa-
subjek untuk mengungkapkan tujuan
naan
hidupnya kelak ketika keluar dari Lapas.
seperti diberikannyaa ice breaking ketika
dihadapinya
Selanjutnya,
kemudian
perlu
skala resiliensi yang
meskipun
terdapat
disusun
modifikasi
dilakukan
jeda antar sesi pada setiap pertemuan
evaluasi mengenai proses penelitian telah
yang sebelumnya tidak dituliskan dalam
dilakukan
rancangan intervensi.
terhadap
fasilitator
dan
observer, alat ukur, pelaksanaan terapi, dan pembagian kelompok. Fasilitator
dinilai
Pelaksanaan terapi yang dilakukan di ruang sidang dirasa kurang nyaman
baik
dalam
karena adanya petugas Lapas yang ikut
memegang jalannya terapi kelompok.
masuk ke dalam ruangan karena kontak
Selain itu melaksanakan norma kelom-
langsung
pok dengan baik sehingga peserta merasa
didampingi oleh petugas. Adanya petu-
nyaman. Fasilitator juga menyampaikan
gas yang berada di dalam ruangan terapi
informasi dan instruksi secara jelas sesuai
menyebabkan peserta kurang kooperatif
dengan bahasa yang dipahami oleh
dalam
remaja. Selain evaluasi terhadap fasili-
Pada
186 | Jurnal Intervensi Psikologi Vol. 7 No. 2 Desember 2015
dengan
narapidana
menceritakan pertemuan
harus
pengalamannya.
kedua,
ketiga
dan
Efektivitas Terapi Dukungan Kelompok Dalam Meningkatkan Resiliensi Pada Remaja ...
keempat
petugas
yang
SIMPULAN DAN SARAN
mengawasi
memutuskan untuk duduk di depan pintu ruangan setelah fasilitator menjelaskan
Simpulan
kepada petugas tentang ketidaknyamanan subjek.
Hasil
penelitian
menunjukkan
bahwa terapi dukungan kelompok secara
Pembagian kelompok eksperimen
efektif
dapat
meningkatkan
resiliensi
dan kelompok kontrol pada awalnya
pada remaja di dalam Lembaga Pemasya-
didapatkan
yang
rakatan. Kelompok yang mendapatkan
berbeda, yaitu Lembaga Pemasyarakatan
intervensi terapi dukungan kelompok
Anak Kelas II-A Blitar sebagai kelompok
lebih
eksperimen dan Lembaga Pemasyarakat-
dibandingkan dengan kelompok yang
an Anak Kelas II-A Kutoarjo sebagai
tidak
kelompok kontrol. Pada pelaksanaanya,
kelompok.
dari
tempat
Lapas
tinggi
tingkat
mendapatkan
terapi
resiliensinya dukungan
antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol terdiri dari remaja yang
Saran
berada di dalam Lembaga Pemasyarakat-
Untuk penelitian selanjutnya perlu
an Anak Kelas II-A Blitar. Hal ini disebab-
ditindaklanjuti dengan sejumlah saran:
kan karena peneliti belum mendapatkan
(1) Menggunakan kelompok eksperimen
ijin untuk melakukan penelitian dari
dan kelompok kontrol pada tempat yang
Lembaga Pemasyarakatan Anak Kelas II-A
berbeda agar validitas internal penelitian
Kutoarjo dan pada saat yang bersamaan
semakin baik; (2) Penelitian ini bisa
Lembaga Pemasyarakat-an Anak Kelas II-
menjadi acuan dalam mengembangkan
A Blitar sudah memberikan ijin melaku-
terapi
kan penelitian. Lapas Anak Kutoarjo baru
berbeda;
memberikan
bulan
eksperimen pada Lembaga pemasyarakat-
Agustus dikarenakan pada bulan Mei
an Anak bisa menjadi bahan pertim-
hingga Agustus banyak mahasiswa yang
bangan bagi penelitian selanjutnya untuk
sedang melakukan penelitian di Lapas
mengembangkan dan menambah referen-
tersebut.
si baru sebagai upaya pendampingan dan
ijin
pada
akhir
kelompok (3)
pada bentuk Minimnya
yang
penelitian
pembinaan pada narapidana remaja. Untuk subjek penelitian: (1) Subjek penelitian diharapkan dapat menerapkan pengetahuan, informasi, ide dan saran
Jurnal Intervensi Psikologi Vol. 7 No. 2 Desember 2015
| 187
Rizky Harier Muiz & Rr. Indahria Sulistyarini
dari
subjek
yang
lainnya
dalam
kehidupan sehari-hari; (2) Menciptakan hubungan pertemanan yang efektif akan meningkatkan kesehatan mental masingmasing subjek sehingga perasaan bosan, sedih, putus asa, setres bahkan depresi bisa teratasi melalui bercerita, saling mendukung, saling menerima, berbagi pengalaman dan bercanda. Untuk
lembaga
pemasyarakatan
anak kelas II-A Blitar: (1) Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan dalam pengembangan
program
pembinaan
berbasis kelompok di dalam Lembaga Pemasyarakatan Anak sebagai salah satu usaha untuk meningkatkan kesehatan mental narapidana; (2) Menempatkan psikolog di dalam lapas agar fungsi Lembaga Pemasyarakatan sebagai tempat pembinaan
belum
berjalan
secara
maksimal. DAFTAR PUSTAKA American Civil Liberties Union. (2014). Alone and Afraid: Children Held in Solitary Confinement and Isolation in Juvenile Detention and Correctional Facilities. New York: ACLU Bonanno, G. A. (2004). Loss, Trauma and Human Resilience: Have We Underestimated the Human Capacity to Thrive after Extremely
Aversive Events. American Psychlogist Association. 59(1), 2028 Brabender, V. A., Fallon, A. E., & Smolar, A. I. (2004). Essensials of Group Therapy. New Jersey: Wiley & Sons, Inc. Brooks, R., & Goldstein, S. (2003). The Power of Resilience. United Stated: Mac Graw-Hill Connor & Davidson. (2003). Development of a New Resilience Scale: The Connor-Davidson Resilience Scale (CD-RISC). Journal of Depression and Anxiety, Vol 18, 76-82 Dankonski, M. E., Keiley, M. K., Thomas, V., Chice, P., Lloyd, S. A., & Seery B. L. (2006). Affect Regulation and Cycle of Violence Again Women: New Direction for Understanding the Process. J Fam Vol. 21, 327339 Djudiyah & Yuniardi, S. M. (2010). Model Pengembangan Konsep Diri dan Daya Resiliensi Melalui Support Group Therapy: Upaya Meminimalkan Trauma Psikis Remaja dari Keluarga Single Parent. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang (tesis tidak diterbitkan) Engel, B. (2007). Eagle Soaring; the
188 | Jurnal Intervensi Psikologi Vol. 7 No. 2 Desember 2015
Efektivitas Terapi Dukungan Kelompok Dalam Meningkatkan Resiliensi Pada Remaja ...
Power of the Resilient Self. Journal of Psychological Nursing. 45(2), 44-49 Greeff, A. P., & Wentworth, A. (2009). Resilience in Families that Have Experienced Heart-Related Trauma. Current Psychology. 28, 302-304 Grotberg, E. H. (2003). Resilience for Today; Gaining Strength from Adversity. USA: Greenwood Publishing Group, Inc. Harjono, Y. (2009). Jadikan Penjara Anak Seperti Asrama. Bandung: Kompas Hermaleni, T. (2012). Efektivitas Support Group Therapy dalam Meningkatkan Resiliensi Warga Binaan Wanita Kasus Narkotika. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada (Thesis tidak diterbitkan) Heuvel, E., Witte, L., Stewart, R., Schure, L., Sanderman, R., & Jong, B. (2002). Long-Term Effect of a Group Support Program and an Individual Support Program for Informal Caregivers of Stroke Patients : Which Caregivers Benefit the Most?. Patient Education and Counseling, 47, 291-299 Holman, B., & Ziedenberg, J. (2013). The Dangers of Detention; The Impact of Incarcerating Youth in Detention and Other Secure Facilities. A
Justice Policy Institute Report. Kemenkumham. (2014). Lapas Anak Klas IIA Blitar. www.jatim. kemenkumham.go.id/satuankerja/upt/pemasyarakatan/lembagapemasyarakatan-lapas/lapas-anakklas-iia-blitar (diakses tanggal 07/05/2015) Khodayarifard, M., Shokoohi-Yekta, M., & Hamot, G. E. (2010). Effects of Individual and Group CognitiveBehavioral Therapy for Male Prisoners in Iran. International Joural of Offender Therapy and Comparative Criminology, 54(5), 743-755 Muiz, R. H. (2011). Hubungan antara Peer Support dengan Resiliensi pada Anak di dalam Lembaga Pemasyarakatan. Universitas Islam Indonesia (skripsi tidak diterbitkan) Nisa, H. (2008). Pelatihan Manajemen Stres untuk Meningkatkan Resiliensi Remaja Penyintas Gempa dan Tsunami di Nanggroe Aceh Darussalam. Universitas Gadjah Mada (thesis tidak diterbitkan) Pasudewi, C. Y. (2012). Resiliensi pada Remaja Binaan Bapas Ditinjau dari Coping Stress. Journal of Social and Industrial Psychology, 1 (2), 14-21
Jurnal Intervensi Psikologi Vol. 7 No. 2 Desember 2015
| 189
Rizky Harier Muiz & Rr. Indahria Sulistyarini
Prawitasari, J. E. (2011). Psikologi Klinis Pengantar Terapan Mikro dan Makro. Jakarta: Penerbit Erlangga Rahman, B. (2009). Peer Support and Resilience. Down Syndrome Victoria Members Journal. Voice, Winter, 4-5 Reivich, K & Shatte, A. (2002). The Resilience Factor; Seven Essential Skill for Overcoming Live’s Inevitable Obstacle. New York: Random House Rembulan, C. L. (2009). Penguatan Resiliensi dengan Pelatihan Strategi Koping Fokus Emosi pada Remaja Putri yang Tinggal di Panti Asuhan. Tesis. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Wijaya, Y. (2010). Tahanan Anak Dibunuh di Palembang, Alat Kelaminnya Dipotong. http://hileud.com/hileudnews?title =Tahanan+Anak+Dibunuh +di+Palembang%2C+Alat+Kela minnya+Dipotong&id=43762 (diakses tanggal 25/02/2015) Williams, N. H. (2007). Prison Health and the Health of the Public; Ties that Bind. Community Voice Healthcare for the Underserved. Atlanta: National Center for Primary Care Wolfert, A. D. (2004). The Understanding Your Grief Support Group Guide: Starting and Leading a Bereavement Support Group. USA: Companion Press
190 | Jurnal Intervensi Psikologi Vol. 7 No. 2 Desember 2015