ISSN : 0854 – 641X E-ISSN : 2407 – 7607
J. Agroland 22 (1) : 86 - 93, April 2015
EFEKTIVITAS PENAMBAHAN NUTRIEN DAN MANIPULASI CAHAYA UNTUK MENINGKATKAN PRODUKSI DAN KUALITAS AGAR Gracilaria sp. Eka Rosyida 1) dan Nasmia1) 1)
Program Studi Peternakan. Fakultas Peternakan dan Perikanan. Universitas Tadulako. Jl. Soekarno – Hatta Km5 Palu 94118. Sulawesi Tengah Telp/Fax : 0451 – 429738
ABSTRACT Nutrient enrichment and environmental manipulation in this study were aimed to enhance the growth and quality of Gracilaria sp. Enrichment treatments were N: P ratio of 10:0 (A), N: P ratio of 10:1 (B), N: P ratio of 5:1 (C) and no nutrient added (D) with stocking density of 800 g per culture media and water depth of 50 cm in week I-IV. Light manipulation as water depth variation was conducted in week V-VI. Completely randomize design was employed with 6 and 2 replication in week I-IV and week V-VI, respectively. The results showed no significant effect of treatments on the growth of seaweed (ANOVA, P> 0.05), however DGR maximum indicated by treatment B. The highest water content of the dried Gracilaria <24%, while the average ash content for all treatments <33%. In general, higher agar yields were obtained from non-enriched treatment (D) and treatment with a depth of 80 cm. Key words : Disease, enrichment, Gracilaria sp. manipulation, seaweed active extract.
PENDAHULUAN Rumput laut jenis Gracilaria sp. merupakan salah satu jenis alga merah (Rhodophyta) yang tumbuh di daerah tropik dan subtropik yang tumbuh dominan di perairan laut dangkal. Permintaan ekspor komoditas Gracilaria sp. terus meningkat, bahkan hasil produksinya di Indonesia sebagian besar (81,60%) juga diserap oleh industri agar dalam negeri (Anggadiredja, dkk., 2011). Keadaan tersebut tentunya harus diimbangi oleh ketersediaan bibit dan bahan baku berkualitas hasil kegiatan budidaya. Pertumbuhan rumput laut Gracilaria sp. sangat tergantung kepada ketersediaan unsur hara seperti Nitrogen (N), Fosfor (P), Karbon (C) dan lain-lain. Aplikasi penggunaan urea sebanyak 3 kg/ha/minggu dan ditambah dengan kotoran babi menunjukkan pertumbuhan yang signifikan dari Gracilaria sp. (Trono, 1988). Sementara itu, Angkasa, dkk.. (2006) menganjurkan pemberian pupuk Nitrogen 86
sebanyak 10 kg/ha pada 4 minggu pertama penanaman dan phosphate sebesar 5 kg/ha pada 2 hingga 3 minggu berikutnya, serta untuk meningkatkan kulitas agar, dapat dilakukan dengan menambah kedalaman air hingga 80 cm pada umur tanam minggu ke-5 hingga ke-7. Pertumbuhan diukur dari produksi yang dihasilkan, sedangkan kualitas agar dikatakan baik bila rendemen agar dan gel strength tinggi, tetapi sebaliknya kandungan sulfatnya rendah. Selain itu, kandungan air dan kadar abu bahan baku kering sebelum proses ekstraksi juga merupakan komponen penting terkait mutu rumput laut. Meskipun upaya budidaya rumput laut jenis ini telah berkembang, namun variasi kualitas dan kuantitas diberbagai daerah di Indonesia masih menjadi kendala dalam pemasaran di tingkat Internasional. Berdasarkan pengamatan di lapangan, para pembudidaya umumnya kurang memperhatikan kualitas rumput laut yang dihasilkan karena hanya mengejar target
produksi (kuantitas), sehingga mutunya berada dibawah standar perdagangan internasional. Disamping itu, produksi juga kadang mengalami fluktuasi disebabkan oleh hama dan penyakit, dimana hal ini dapat merugikan budidaya rumput laut karena sulit ditanggulangi dan waktu penyebarannya yang cepat. Penelitian ini bertujuan untuk dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas Gracilaria sp. melalui aplikasi pemberian nutrien dengan dosis berbeda dan dilanjutkan dengan manipulasi cahaya dengan cara mengatur ketinggian/kedalaman air media. METODE PENELITIAN Budidaya Gracilaria sp.. Budidaya Gracilaria sp. menggunakan metode tebar (broadcast) di dalam petakan yang diberi wadah terpal persegi berukuran 75x80x100 (cm2). Untuk menghindari resiko hujan, maka petakan budidaya dinaungi dengan plastik bening transparan sehingga cahaya matahari dapat tetap masuk menembus ke media budidaya. Penelitian menggunakan padat tebar setara 4 ton/ha, sehingga padat tebar dalam tiap wadah adalah sebesar 800 g rumput laut. Penelitian ini menggunakan bibit rumput laut yang berasal dari tambak budidaya masyarakat di daerah Parigi, Kabupaten Parigi Mautong, Provinsi Sulawesi Tengah. Sebelum dibudidayakan dan diberikan perlakuan, bibit rumput laut diaklimatisasi selama 24 jam untuk penyesuaian salinitas dan suhu daerah asal dengan lokasi penelitian. Pada masa budidaya, diberikan perlakuan pemberian berbagai dosis nutrien setiap seminggu sekali. Perlakuan berbagai variasi kedalaman air/pemberian jaring untuk memanipulasi cahaya dilakukan sejak umur tanam minggu V hingga minggu VI. Untuk menjaga kualitas air, dilakukan penggantian air seminggu sekali sebelum dilakukan pemberian nutrien. Pengukuran terhadap DO terlarut, suhu, pH dan Salinitas dilakukan setiap sebelum penggantian air. Pemberian Nutrien dan Manipulasi Cahaya. Nutrien yang ditambahkan ke dalam
media budidaya berupa N (Nitrogen) dan P (Phosphat) masing-masing dalam bentuk pupuk urea (25 ppm) dan pupuk SP-36 dengan perlakuan pemberian : N:P dengan ratio 10:0 (A), N:P dengan ratio 10:1 (B), N:P dengan ratio 5:1 (C) serta sebagai kontrol dilakukan tanpa pemberian nutrien (D). Pada Minggu I hingga Minggu IV kedalaman air pada media sebesar 50 cm. Pengaturan cahaya dilakukan dengan perlakuan berbagai variasi kedalaman air media budidaya pada Minggu V hingga minggu VI, yaitu masing-masing 50 cm (1), kedalaman 50 cm disertai pemberian/penutupan jaring (2) dengan meshsize 5 mm diatas media dan kedalaman 80 cm (3). Rancangan Percobaan. Masing-masing perlakuan menggunakan 6 ulangan pada minggu I-IV dan selanjutnya 2 ulangan pada minggu V-VI. Setelah budidaya 6 minggu, rumput laut dipanen dan dikeringkan selama 1-2 hari, untuk kemudian rumput dikemas dan dilakukan analisis kualitas agarnya. Analisis dan Parameter Data. Pertumbuhan dan Kualitas Agar. Selama penelitian dilakukan penimbangan terhadap rumput laut seminggu sekali untuk mengetahui Laju pertumbuhan rumput laut tersebut. Laju pertumbuhan harian (Daily Growth Rate = DGR) dihitung berdasar Lignell, dkk., (1987) dalam Mtolera (2003) dan Villanueva, dkk., (2009) sebagai berikut: DGR (g berat basah)= [ (Wt/W0)1/t - 1] x 100
Dimana : Wt = Berat awal W0 = Berat akhir t = Waktu pada umur ke-t Pengujian terhadap kualitas agar meliputi: A. Kadar air. Sebanyak 5 g sampel dimasukkan ke dalam cawan yang telah dikeringkan dalam oven 100-102oC selama 15 menit dan telah diketahui bobotnya. Sampel dalam cawan dikeringkan selama 6 - 16 jam (suhu 100-102oC). Cawan kemudian dipindahkan ke dalam desikator sampai 87
bobotnya tetap kemudian ditimbang kembali. Uji kadar air (AOAC, 2005) ditentukan dengan rumus : Kadar air (%) = Berat sampel awal (g) - berat sampel kering (g) x 100% Berat sampel awal (g)
B. Kadar Abu. Uji kadar Abu (AOAC, 1984) menggunakan sampel seberat 2-3 g yang dimasukkan dalam cawan kering yang telah diketahui bobotnya, kemudian dipijarkan dalam tanur 600o C sampai diperoleh abu berwarna keputihan. Cawan dan abu dimasukkan ke dalam desikator dan ditimbang beratnya setelah dingin. Cawan dan abu dimasukkan ke dalam tanur selama 30 menit dan dimasukkan dalam desikator. Setelah dingin ditimbang kembali, dan perlakuan terus diulang hingga diperoleh berat abu yang konstan. Kadar abu ditentukan berdasar perhitungan : Kadar abu(%) = Berat abu (g) Berat awal bahan (g)
x 100%
C. Rendemen Agar. Agar diekstraksi dengan prosedur sebagai berikut (Sumber : BPPBAP, Maros): 10 gram rumput laut kering direndam dalam larutan kaporit 0,25% selama 3 x 24 jam. Kemudian dibilas dan dibersihkan, lalu direndam air tawar salama 3 jam. Sesudah itu, rumput laut direndam H2SO4 0,1% selama 15 menit dan dicuci sampai bersih, lalu direndam
air tawar kembali selama 15 menit. Selanjutnya, rumput laut dimasak dengan aquadest sebanyak 500 mL, disaring dan dituang ke dalam baki dan dikeringkan. Agar yang telah kering kemudian ditimbang. Kandungan agar dalam rumput laut kering (rendemen/yield) dihitung setelah di ekstraksi : Rendemen (%) = Berat kandungan agar x 100 % Berat Rumput Laut Kering
Analisis Statistik. Data hasil penelitian diolah dengan analisis ragam menggunakan program minitab 14. Hubungan antara parameter penentu kualitas rumput laut dan agar diinterpretasikan secara deskritif. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil. Selama masa budidaya 4 minggu dengan perlakuan penambahan dan tanpa penambahan nutrien di bak terkontrol, diperoleh laju pertumbuhan harian (Daily growth rate = DGR) rumput laut Gracilaria verrucosa sebagaimana tersaji pada Gambar 1. Sedangkan untuk rata-rata laju pertumbuhan pada tiap-tiap perlakuan selama masa pemeliharaan 6 minggu, yaitu setelah diberi nutrien kemudian dilanjutkan manipulasi cahaya tersaji pada histogram berikut:
Laju pertumbuhan (%/hari)
3.50 3.00 2.50 2.00
A B C D
1.50 1.00 0.50 0.00 0
1
2 minggu ke-
3
4
Gambar 1. Laju Pertumbuhan Harian Rumput Laut Gracilaria sp. selama 4 Minggu Setelah Pemberian Nutrien di Bak-bak Terkontrol. A = N:P Ratio 10:0, B = N:P Ratio 10:1, C = N:P Ratio 5:1, D = Tanpa Pemberian Nutrient 88
1.40
Laju pertumbuhan (%/hari)
1.20 1.00 0.80 1.32
0.60
1.17
1.14
1.00
0.40 0.20 0.00 A
B
C
D
PERLAKUAN
kadar pada kedalaman 50 cm (%)
Gambar 2. Rata-rata Laju Pertumbuhan Harian Rumput Laut Gracilaria sp. pada Tiap Perlakuan Selama Masa Budidaya 6 Minggu 32.73
35
30.21
28.97
28.16
30
23.99
25
22.45
20.05
20
18.55
17.26 14.56
13.76
15
Air 14.17
Abu Agar
10 5 0 A
B
C
D
Gambar 3. Kadar Air dan Abu, serta Kadar Agar Gracilaria sp. Hasil Budidaya selama 6 Minggu dengan Perlakuan Kedalaman 50 cm
kadar pada kedalaman 50 cm + ditutup jaring (%)
35 30.4
28.6
30
15
30.9
22.9
25
20
28.86
19.52
19.74
17.89
20.44
18.56
Air
14.5
Abu 10.13
10
Agar
5 0
A abu , serta kadarBagar Gracilaria sp. C hasil budidaya Dselama 6 minggu Gambar 3. Kadar air dan dengan perlakuan kedalaman 50 cm Gambar 4. Kadar Air dan Abu, serta Kadar Agar Gracilaria sp. Hasil Budidaya selama 6 Minggu dengan Perlakuan Kedalaman 50 cm + Ditutup Jaring
89
Untuk kualitas rumput laut dan agar, dalam hal ini terkait kadar air dan abu rumput laut, serta rendemen agar, hasil untuk perlakuan pengkayaan nutrien (4 minggu) dan dilanjutkan manipulasi cahaya dengan kedalaman berbeda (2 minggu) masing-masing disajikan sebagai berikut: Pembahasan. Pemberian nutrien ke dalam media budidaya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan unsur hara bagi organisme yang dibudidayakan. Aplikasi pengkayaan dengan urea sebagai sumber hara nitrogen dan TSP sebagai sumber hara fosfor di tambak telah dilakukan secara meluas dalam budidaya Gracilaria sp., bahkan di Philipina, Trono (1983). Menyarankan untuk menambah lagi dengan pupuk organik yang berasal dari kotoran babi untuk meningkatkan pertumbuhan rumput laut tersebut. Namun aplikasi pengkayaan yang berlebihan tidak terlalu efektif untuk dilakukan di bak-bak terkontrol, karena keadaan di tambak senantiasa terjadi gerakan air dan kemudian sebagian yang tidak termanfaatkan oleh rumput laut dapat mengendap di tanah dasar tambak. Perlakuan yang dicobakan dalam penelitian ini tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan rumput laut (Anova, P>0,05), baik setelah pemberian nutrien selama 4 minggu maupun setelah dilakukan manipulasi cahaya pada 2 minggu berikutnya. Namun demikian, Laju Pertumbuhan Harian (LPH) rumput laut Gracilaria sp. selama penelitian ini didapatkan berkisar antara 0,57%/hari hingga 3.23%/hari pada masa pemberian nutrien hingga minggu IV. Laju pertumbuhan maksimal pada penelitian ini rata-rata dicapai pada minggu I setelah pemberian nutrien, dan selanjutnya terjadi penurunan. Patadjai (1993) dan Sakdiah (2009) mendapatkan LPH Gracilaria sp. tertinggi pada minggu III masa budidaya dan kemudian menurun pada akhir penelitian mereka pada minggu 90
IV. Namun nilai LPH maksimal pada penelitian ini hampir sama dengan yang diperoleh Patadjai (1993) yaitu > 3%/hari, dan lebih tinggi dari yang diperoleh oleh Sakdiah (2009) (2,62%/hari). Perbedaan laju pertumbuhan maksimal yang dicapai tersebut disebabkan oleh jumlah pupuk yang digunakan dan kemungkinan disebabkan kandungan hara dalam air media yang digunakan dalam tiap penelitian adalah berbeda-beda. Disamping itu, Syafrie (1998) menyatakan bahwa laju pertumbuhan thallus (pertumbuhan panjang yang kemudian akan mempengaruhi pertumbuhan berat) berbeda-beda di setiap periode pembelahan sel Gracilaria sp. dan hal tersebut dapat dipengaruhi oleh suhu. Pada saat penelitian berlangsung, keadaan cuaca yang kurang mendukung juga kerap terjadi, dimana sering terjadi hujan dan sinar matahari yang meredup. Untuk pertumbuhannya, diketahui bahwa rumput laut memerlukan proses fotosintesis, dimana hal ini akan efektif jika ada sinar matahari. LPH maksimal pada penelitian ini ditunjukkan oleh perlakuan dengan pengkayaan nutrien N:P dengan ratio 10:1 (Gambar 1). Penelitian sebelumnya telah mengklaim bahwa ratio N:P adalah penting dalam aplikasi pengkayaan nutrien, misalnya Lu-Min et.al (2005) mendapatkan respon pertumbuhan terbaik untuk Gracilaria spp. adalah dengan pengkayaan N+P ratio 10:1 dimana laju penyerapan unsur P oleh rumput laut pada perlakuan tersebut sangat efektif. Pada penelitian ini penambahan nutrien dengan ratio N:P=5:1 (C) menunjukkan rata-rata laju pertumbuhan terendah (Gambar 2), dimana laju pertumbuhan tersebut bahkan lebih rendah dibanding perlakuan tanpa penambahan nutrien (D). Pemberian N dan P dengan ratio yang tidak tepat menyebabkan rumput laut dalam media tidak mampu menyerap nutrien tersebut, sehingga nutrien dalam media akan berlebih dan dapat menghambat
pertumbuhan rumput laut, terlebih lagi di dalam wadah terkontrol dimana pergerakan air terbatas dan pupuk yang berlebihan tidak dapat diuraikan oleh media lain misalnya tanah sebagaimana keadaan di tambak seperti telah dijelaskan di atas. Briggs dan FungeSmith (1993) menyatakan bahwa walaupun N dan P sangat penting, namun apabila dosis keduanya telah berlebihan dalam perairan, maka dapat menghambat pertumbuhan. Percobaan in vitro oleh Yulianto dan Arfah (2003) juga menunjukkan semakin tinggi konsentrasi urea dalam medium budidaya menyebabkan tanaman mudah putus dan lemah. Aplikasi pupuk yang berlebihan menyebabkan air media menjadi jenuh apalagi bila hara tersebut tidak langsung diserap oleh rumput laut. Oleh sebab itu, penambahan hara ke dalam media kemungkinan lebih efektif apabila dilakukan secara bertahap sebagaimana rekomendasi Friedlander et. al. (1991). Kadar air merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi daya tahan suatu bahan dan menunjukkan kestabilan serta indeks mutu rumput laut. Bahan dengan kadar air tinggi akan lebih mudah rusak dibanding dengan bahan berkadar air rendah (Winarno, 1996). Kadar air bahan baku kering G.verrucosa tertinggi yang didapatkan dari penelitian ini adalah < 24% pada perlakuan pengkayaan N+P ratio 10:1 & kedalaman air 50 cm, sedangkan kadar terendah pada perlakuan tanpa pengkayaan & kedalaman 50 cm+ditutup jaring. Namun demikian secara keseluruhan kadar air rumput laut pada penelitian ini menunjukkan nilai yang sesuai dengan standar SNI 012690 (1998) yaitu ≤ 25%. Kadar air bahan baku kering sebelum diekstraksi sebaiknya memenuhi standar tersebut karena jika kadar air lebih tinggi, dikhawatirkan akan mempengaruhi proses penyimpanan, dimana akan mudah terjadi pembusukan sehingga pada gilirannya dapat menurunkan kualitas agar (misalnya rendemen agar) yang dihasilkan. Kadar abu menunjukkan besarnya kadungan mineral pada rumput laut kering yang tidak terbakar selama pembakaran atau pengabuan. Winarno (1996) menyatakan bahwa kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan. Proses pembakaran
menyebabkan bahan-bahan yang mudah menguap yaitu air dan bahan volatile lainnya akan mengalami oksidasi dengan menghasilkan CO2. Sebagaimana kadar air, kadar abu rata-rata yang dihasilkan dari penelitian ini (< 33%) masih berada dalam kisaran kadar abu yang baik untuk rumput laut berdasar FAO (1971) dalam Angka dan Suhartono (2000) yaitu sebesar 15-40%o. Kadar agar cenderung berbanding terbalik dengan kandungan nutrien pada jaringan thallus rumput laut. Pada penelitian ini, meskipun tidak dilakukan analisa kadar N dan P pada jaringan thallus rumput laut, tetapi dari aplikasi pemberian nutrien yang dilakukan dapat diperkirakan terjadi penyerapan unsur-unsur tersebut oleh rumput laut sehingga unsur-unsur tersebut akan mengendap didalam thallus. Kandungan agar dalam rumput laut menjadi rendah dengan tingginya N dalam media dan menjadi meningkat dengan penambahan P (Briggs dan Funge-Smith, 1999). Hasil yang didapatkan dari penelitian ini, dimana rata-rata pada perlakuan dengan N+P ratio 10:0 (A) kadar agar lebih rendah dibanding pada perlakuan dengan adanya penambahan P (B dan C). Kadar agar yang rendah diikuti oleh kadar air bahan baku kering yang cukup tinggi yaitu hampir 25% (Gambar 4). Sementara itu, perlakuan tanpa pemberian nutrien (D) pada penelitian ini rata-rata menunjukkan kadar agar yang lebih tinggi dibanding perlakuan lainnya (Gambar 3,4,5), dan secara umum rumput laut dengan kandungan agar yang tinggi diperoleh pada perlakuan yang diikuti dengan penambahan kedalaman air media hingga 80 cm pada periode 2 minggu sebelum panen. Hasil penelitian ini sejalan dengan Angkasa, dkk., (2011) untuk menambah kedalaman air di tambak hingga 80 cm pada umur tanam mulai minggu ke-5 sehingga tanaman dapat meningkatkan kandungan agar. Penambahan kedalaman media menyebabkan kondisi menjadi lebih gelap, dimana pada keadaan ini rumput laut lebih meningkatkan kandungan isi (agar) daripada melakukan pertumbuhan. Keadaan gelap, menurut Ekman, dkk., (1991) dan Hemmingson, dkk. (1996) dapat mengeliminir pembentukan sulfat dalam jaringan rumput laut sehingga dapat meningkatkan kualitas agar. 91
kadar pada kedalaman 80 cm (%)
35
32.66
30.18 25.39
22.79
25
20.17
17.64
20
15
29.68
29
30
16.89
Air 13.91
Abu
10.89
10.74
Agar
10 5 0 A
B
C
D
Gambar 5. Kadar Air dan Abu, serta Kadar Agar Gracilaria sp. Hasil Budidaya selama 6 Minggu dengan Perlakuan Kedalaman 80 cm
KESIMPULAN Meskipun perlakuan yang dicobakan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan rumput laut (Anova, P>0,05), namun LPH maksimal ditunjukkan oleh perlakuan pengkayaan N:P ratio 10:1.
Kualitas agar umumnya cukup baik dan berada dalam kisaran standar baku mutu rumput laut yang diinginkan, namun secara umum kadar agar yang tinggi diperoleh pada perlakuan tanpa pemberian nutrien yang dilanjutkan dengan penambahan kedalaman air media hingga 80 cm.
DAFTAR PUSTAKA Anggadiredja, J.T., dan Tim Rumput Laut BPPT. 2011. Kajian Strategi Pengembangan Industry Rumput Laut dan Pemanfaatannya secara Berkelanjutan. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Asosiasi Petani dan pengelola Rumput Laut Indonesia (ASPPERLI), dan Indonesian Seaweed Society (ISS). Jakarta. Gambar 5. Kadar air dan abu , serta kadar agar Gracilaria sp. hasil budidaya selama 6 minggu Angkasa, W.I., Purwoto, H., Anggadiredja, J., 2006. Teknik Budidaya Rumput laut. BPPT. Jakarta. dengan perlakuan kedalaman 80 cm (www.kenshuseidesu.tripod.com). Angka, S.L. dan Suhartono,MT., 2000. Bioteknologi Hasil Laut. Pusat Kajian Sumber Daya Pesisir dan Kelautan. Bogor. Atmadja, W.S. 1991. Rumput Laut sebagai Obat. J. Osean. 17: 1-8. Briggs, M.R.P. dan Funge-Smith, S.J., 1993. Conference on Marine Biotechnology in The Asia Pacific Region. Bangkok. Thailand. Institut of Aquaculture. Univ. Of Stirling. UK. Castro, R. I., Zarrab, dan Lamas, J. 2004. Water-Soluble Seaweed Extracts Modulate the Pantoea Agglomerans Lipopolysaccharide (LPS). Fish Shellfish Immunol. 10: 555–558. Delattre, C., Michaud, B., Courtois, B., Courtois, J. 2005. Oligosaccharides Engineering from Plants and Algae Applications in Biotechnology and Therapeutics. Minerva Biotechnol. 17:107–117. Deval, A.G., Platas, G. Basilio, A. Cabello, J. Gorrochategui, I. Suay, F. Vicente, E. Portilllo, M.J. del Rio, G.G. Reina, F. Peláez. 2001. Screening of Antimicrobial Activities in Red, Green 92
and Brown Macroalgae from Gran Canaria (Canary Islands, Spain). Int. Microbiologi. 4: 35-40. Ekman, P., Yu, S., Pedersen, M., 1991. Effects of Altered Salinity, Darkness and Algal Nutrient Status on Floridoside and Starch Content, α-Galactosidase Activity and Agar Yield of Cultivated Gracilaria sordida. Br. Phycol. J. 26: 123-131. Friedlander,M., Krom,MD., Ben Amotz, A., 1991. The Effect of Light and Ammonium on Growth, Epiphytes and Chemical Constituens of G.Conferta inoutdoor Cultures. Botanica Marina 34: 161-166. Hemmingson, J.A., Furneaux, R.H., Murray-Brown, V.H. 1996. Biosynthesis of Agar Polysaccharides in Gracilaria chilensis Bird, McLachlan et Oliveira. Carbohydrate Research. 287: 101-115. Lu-Min, Q, Yong Jian,X., Yong –Seng,W., 2005. Effects of Nutriet Availabilityon the up take Rates of Nitrogen and Phosphorus by G.lemaneiforms and G.lichevoide. J. of Oceanography in Taiwan Strait: 04. Trono, GC., 1988. Manual on Seaweed Culture, “pond Culture of Caulerpa and Pond Culture of Gracilaria. ASEAN/SF/1988/manual No.3. Winarno, FG., 1996. Teknologi Pengolahan Rumput Laut. Pustaka Sinar Harapan: Jakarta.
93