EFEK PARTISI TERHADAP UPAYA PENGENDALIAN KEBISINGAN Jusma Karbi1, Defrianto2, Riad Syech3 Mahasiswa Jurusan Fisika Bidang Akustik Jurusan Fisika Bidang Fisika Kelautan Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Riau Kampus Binawidya Pekanbaru, 28293, Indonesia.
[email protected] ABSTRACT A research has been done on the effects of partition in order to control noise using a method of field survey. The results of this research suggested different results between the results of measurements with partition and without partition. Partitions used in this research were three types of plants, ie Gandarusa (Justicia gendarussa), Bamboo (Bambusa multiplex) and Tea (Acalypha siamensis), with different size (length, height and width). A Sound Level Meter (SLM) SL-4112 was used to measure sound intensity level. Measurement, were carried out in two stages, (1) measurement of sound intensity level without partitions, (2) measurement of sound intensity level with partitions. The results showed that at observation point 1, the mean of sound intensity level were 77.73 dB and 79.29 dB for with and without partition respectively. Where as at point 2, the mean of sound intensity level without partition respectively were 93.68 dB and the partition 86.54 dB, and at point 3, the mean of sound intensity level were 74.89 dB, and 70.70 dB respectively for without and with partition. Sound intensity tends to get smaller with increasing geometry size of the partition. The bigger the partition, the greater the value of TL (transmission loss) is. That is because of the amount of the intensity of sound lost due to absorption increase with increasing the thickness (size) of the partition. Keywords: Noise control, partition, sound intensity. ABSTRAK Telah dilakukan penelitian efek partisi terhadap upaya pengendalian kebisingan dengan menggunakan metodologi survei lapangan. Hasil penelitian yang diperoleh menyatakan adanya perbedaan antara hasil pengukuran dengan partisi dan tanpa partisi. Partisi yang digunakan berupa 3 jenis tanaman pagar yaitu tanaman Gandarusa (Justicia gendarussa), tanaman Bambu (Bambusa multiplex) dan tanaman Teh-tehan (Acalypha siamensis), dengan panjang lebar dan tinggi yang berbeda-beda. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Sound Level Meter (SLM) SL-4112. Pengukuran dilakukan dalam dua tahap, (1) pengukuran taraf intensitas bunyi tanpa partisi, (2) pengukuran taraf intensitas bunyi dengan partisi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada titik
1
pengamatan 1 rata-rata taraf intensitas bunyi tanpa partisi adalah 79,29 dB dan dengan partisi 77,73 dB, pada titik 2 rata-rata taraf intensitas bunyi tanpa partisi adalah 93,68 dB dan dengan partisi 86,54 dB, dan pada titik 3 rata-rata taraf intensitas bunyi tanpa partisi adalah 74,89 dB, dan dengan partisi 70,70 dB. Nilai intensitas bunyi cenderung semakin kecil dengan bertambahnya ketebalan dan kerapatan partisi. Semakin tebal suatu partisi maka semakin besar pula nilai TL (transmission loss) partisi. Hal itu disebabkan karena banyaknya intensitas bunyi yang hilang akibat penyerapan dengan bertambahnya ketebalan dari partisi. Kata kunci : Pengendalian kebisingan, partisi, intensitas bunyi.
PENDAHULUAN Kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan (Kusumaatmadja, 1996). Sumber bising ialah sumber bunyi yang kehadirannya dianggap mengganggu pendengaran, baik dari sumber yang bergerak maupun tidak bergerak. Lokasi kebisingan 99% berada di kota dan 1% di desa. Lokasi bising diperkotaan yaitu ditempat keramaian, lalu lintas, pabrik dan pembangkit listrik tenaga diesel. Sumber kebisingan berasal dari sumber bergerak dan sumber tidak bergerak (Gabriel, 2001). Tingginya tingkat sumber bising dapat mengganggu kesehatan dan psikologis manusia. Sumber bising dengan tingkat intensitas yang tinggi memiliki nilai minimal 85 dB dapat menyebabkan manusia mengalami kemunduran serius pada kondisi kesehatan manusia dan apabila dibiarkan dalam jangka waktu yang lama bukan tidak mungkin akan mengalami gangguan pendengaran dan dapat berakibat lebih fatal. Jadi perlu dilakukan pengendalian kebisingan agar gangguan-gangguan tersebut bisa diminimalisasi. Menurut teori yang telah di pelajari, dalam upaya pengendalian kebisingan dapat melibatkan tiga elemen yaitu pengendalian bising pada sumber kebisingan, lintasan atau jalur rambat kebisingan dan penerima kebisingan. Ketiga ini saling berkaitan sehingga pengetahuan akan ketiga elemen ini sangat diperlukan sebelum mencoba menyelesaikan masalah kebisingan. Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari seberapa besar kebisingan dapat berkurang dengan memberikan partisi berupa tanaman pagar pada lintasan atau jalur rambat kebisingan. Tanaman yang digunakan adalah tanaman gandarusa (Justicia gendarussa), tanaman bambu (Bambusa multiplex) dan tanaman teh-tehan (Acalypha siamensis). METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei lapangan dengan alat Sound Level Meter type SL-4112 untuk mengukur tingkat intensitas bunyi, sepeda motor yang digunakan sebagai sumber bunyi dan tanaman pagar sebagai partisi. Tanaman pagar yang digunakan ada 3 macam yaitu tanaman gandarusa (Justicia
2
gendarussa) dengan panjang 13 m lebar 0,8 m dan tinggi 1,4 m, tanaman bambu (Bambusa multiplex)dengan panjang 10 m lebar 1,5 m dan tinggi 2,7 m dan pada titik 3 digunakan partisi berupa pagar tanaman teh – tehan (Acalypha siamensis) dengan panjang 15 m lebar 1,5 m dan tinggi 1,5 m. Prosedur pengukuran tingkat intensitas bunyi dilakukan dengan mengatur posisi sumber bunyi, partisi dan SLM agar terletak dalam posisi sejajar, dengan posisi partisi terletak diantara sumber bunyi dan SLM. Jarak antara sumber bunyi dan partisi adalah 6 m kemudian jarak antara partisi ke SLM adalah 1,5 m. Sumber bunyi kemudian dihidupkan selama 10 menit dengan bunyi yang konstan dan langsung diukur dengan menggunakan SLM, maka didapatlah tingkat intensitas bunyi untuk pengukuran dengan partisi. Pada pengukuran tanpa partisi sumber diletakkan berhadapan langsung dengan SLM tanpa ada penghalang berupa apapun dengan jarak 7,5 m, lalu kembali hidupkan sumber dan ukur tingkat kebisingan selama 10 menit. Untuk pengukuran pada partisi yang berbeda dilakukan cara yang sama. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengukuran tingkat intensitas bunyi dengan partisi dan tanpa partisi pada titik 1 dengan partisi berupa tanaman Gandarusa (Justicia gendarussa) dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1 Perbandingan antara pengukuran dengan partisi dan tanpa partisi di titik 1. NO Tingkat intensitas Tingkat intensitas dengan partisi tanpa partisi 1 75,22 78,54 79,14 2 78,10 79,25 3 78,33 79,32 4 77,62 79,28 5 77,47 79,38 6 78,25 79,52 7 78,05 79,48 8 78,22 79,6 9 77,97 79,4 10 78,20
3
Tingkat Kebisingan (dB)
85
80 Dengan partisi
75
Tanpa partisi
70 1
2
3
4
5
6
7
8
9 10
Interval waktu (m)
Gambar 1. Grafik perbandingan hasil pengukuran dengan partisi dan tanpa partisi di titik 1
Tingkat Kebisingan (dB)
Intensitas bunyi pada pengukuran dengan partisi lebih kecil dibanding intensitas pada pengukuran tanpa partisi karena terdapat energi yang hilang akibat adanya partisi berupa pagar tanaman. Pengukuran pada titik 1 tidak terdapat kebisingan yang berasal dari sumber lain (background) sehingga intensitas bunyi cenderung konstan. Perbedaan intensitas pada pengukuran di titik satu berkisar antara 1 dB hingga 3 dB. 98 96 94 92 90 88 86 84 82 80
Tanpa partisi Dengan partisi
1
2
3
4
5
6
7
8
9 10
Interval waktu (m)
Gambar 2. Grafik perbandingan hasil pengukuran dengan partisi dan tanpa partisi di titik 2 Perbandingan nilai intensitas pada pengukuran di titik 2 dengan partisi tanaman bambu (Bambusa multiplex) dapat dilihat pada Gambar 2. Perbedaan nilai intensitas di titik ini lebih besar karena partisi yang digunakan lebih lebar dibanding partisi yang digunakan di dua titik lainnya. Perbedaan intensitas pada pengukuran di titik dua berkisar antara 3 dB hingga 9 dB.
4
Tingkat Kebisingan (dB)
78 76 74 72 70
Tanpa partisi
68
Dengan partisi
66 64 1
2
3
4
5
6
7
8
9 10
Interval waktu (m)
Gambar 3. Grafik perbandingan hasil pengukuran dengan partisi dan tanpa partisi di titik 3 Perbandingan nilai intensitas pada pengukuran di titik 3 dengan partisi tanaman teh – tehan (Acalypha siamensis) dapat dilihat pada Gambar 3. Nilai intensitas yang didapat dari pengukuran di titik ini turun naik kerena adanya pengaruh dari kebisingan yang berasal dari sumber yang lain. Perbedaan intensitas pada pengukuran di titik tiga berkisar antara 1dB hingga 7 dB. Berdasarkan data yang didapat memperlihatkan bahwa tingkat kebisingan pada masing-masing pengukuran berbeda atau tidak sama. Intensitas yang berkurang pada tanaman Bambu (Bambusa multiplex) lebih besar dari pada dua tanaman lainnya karena tanaman Bambu (Bambusa multiplex) tumbuh rimbun dengan ukuran yang besar dan daun yang menutupi seluruh batang sehingga menutupi setiap celah yang terdapat diantara batang-batangnya. Sedangkan tanaman Gandarusa (Justicia gendarussa) dan Teh-tehan (Acalypha siamensis) memiliki karakteristik daun yang kecil sehingga masih terdapat celah di antara batang tanaman yang dapat dilewati bunyi tanpa hambatan. Terjadinya penurunan nilai tingkat kebisingan pada pengukuran dengan partisi disebabkan karena gelombang akustik atau bunyi yang melewati suatu penghalang maka energi gelombang tersebut akan hilang sebagian atau menjadi energi lain, karena energi tersebut ada yang dipantulkan, diserap dan ditransmisikan. Perbedaan besar energi yang hilang pada titik 1, 2 dan 3 dipengaruhi oleh kerapatan tanaman partisi dan luasnya. Dengan menggunakan tanaman pagar intensitas yang berkurang mencapai 9 dB. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat ditarik kesimpulan: Partisi berupa pagar tanaman dapat digunakan dalam upaya untuk mengurangi kebisingan. Perbedaan tingkat intensitas bunyi yang didapat dari pengukuran dengan partisi dan tanpa partisi sebesar 1 dB hingga 9 dB. Besarnya tingkat intensitas yang hilang tergantung pada lebar dan kerapatan pagar tanaman. Semakin lebar partisi maka akan semakin banyak tingkat intensitas yang hilang dan semakin kecil tingkat intensitas yang diukur. Agar mendapatkan hasil yang lebih akurat, pengukuran seharusnya dilakukan
5
dalam waktu yang bersamaan antara pengukuran dengan partisi dan tanpa partisi, sehingga intensitas yang diterima berasal dari intensitas awal yang sama besar. Partisi yang digunakan sebaiknya mempunyai kerapatan yang merata agar perbandingan nilai pengukuran semakin baik. DAFTAR PUSTAKA Gabriel, J.F. 2001. Fisika Lingkungan, Jakarta: Hipokrates. Kusumaatmadja, S., Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: Kep.Men48/MEN.LH/11/1996 Tentang Baku Tingkat Kebisingan. 1996, Menteri Negara Lingkungan Hidup.
6