TINJAUAN PUSTAKA Ba~ijir Banjir adalah meluapnya air dari sungai atau saluran, yang disebabkan oleh tidak mampunya sungai atau saluran yang ada untuk menyalurkan air yang mengalir. (DPU2004) Definisi Banjir menurut PP 351 1991 tentang Sungai adalah suatu keadaan sungai dimana aliran aimya tidak tertampung oleh palung sungai; kondisi ini menimbulkan genangan yang pada prosesnya dapat didahului oleh suatu
Menurut beberapa peneliti lain banjir didefinisikan dalam beberapa pendekatan bahwa banjir m e ~ p a k a npennasalahan yang kompleks, dimana unitnya adalah keragaman. Untuk itu perlu didekati dengan teori sistem menggunakan pendekatan meta konsep atau meta disiplin, dimana formalitas dan proses keseluruhan disiplin ilmu dan pengetahuan sosial &pat dipadukan menjadi satu. (Maryono 2002). Penyebab terjadinya banjir dapat diklasifikasikan dalam 2 katagori yaitu: (a) sebab alamiah berupa: curah hujan, pengaruh fisiografi, erosi dan sedirnentasi, kapasitas sungai, kapasitas drainase yang tidak memadai, pengaruh air pasang dan (b) sebab tindakan manusia berupa: berubahnya kondisi daerah pengaliran sungai, sampah, kawasan kurnuh, perencanaan sistem pengendalian banjir yang tidak tepat dan kerusakan bangunan pengendali banjir. (Kodoatie dan Sugianto 2002) Di dalam menganalisa faktor alamiah menyangkut kondisi alam yang menyebabkan terjadinya banjir dapat digolongkan menjadi dua bagian yaitu: (a) faktor kondisi alam yang relatif statis yaitu: geografi, topografi dan geometri alur sungai antar lain: kemiringan dasar sungai; penyempitan alur sungai; ambal alam; pengamh kelokan sungai dan (b) faktor peristiwa alam yang dinamis, antara lain: curah hujan yang tinggi, kondisi pasang surutnya air laut, pembendlftigan dari muka air di sungai induk terhadap anak sungai, amblesan tanah d m kelongsoran tebing. (Siswoko 2002)
Pengendalian banjir dapat dilaksanakan dengan dua metode yaitu metode struktur dan metode non struktur. Metode stmktur dapat digolongkan menjadi dua bagian yaitu: (a) perbaikan dan pengaturan sistem sungai berupa: sistem jaringan sungai, normalisasi sungai, perlindungan tanggul, tangg~llbanjir, sudetan dan floodway dan (b) bangunan pengendali banjir berupa: bendungan, kolam retensi, pembuatan check dam, bangunan penguras, kemiringan sungai,
groundsiil, retarding basin dan pembuatan polder. Metode non struktur antar lain: pengelolaan DAS, pengaturan tataguna lahan, ~ e n ~ e n d a l i a n erosi, pengembangan daerah banjir, pengaturan daerah banjir, penanganan kondisi darurat, peramalan banjir, peringatan bahaya banjir, asuransi dan penegakan hukum (Kodoatie &an Sugianto 2002). Pengembangan sungai-sungai di Indonesia dalam 30 tahun terakhir ini mengalami peningkatan pembangunan fisik yang relatif cepat. Pembangunan fisik tersebut misalnya pembuatan sudetan, pelurusan, pembuatan tanggul sisi dan pembetonan tebing, baik pada sungai kecil maupun besar. Hal ini menyebabkan teqadinya percepatan aliran menuju hilir dan sungai bagian hilir akan menanggung volume aliran air yang lebih besar dalam waktu yang lebih cepat dibanding sebelumnya (Maryono 2002). Upaya penanggulangan banjir dan genangan di wilayah Jakarta dan sekitarnya dilaksanakan sebagai usaha menciptakan wilayah Jabotabek yang nyaman dihuni dan memberikan kesejahteraan bagi penghuninya, sehingga untuk menghadapi musim hujan yang terjadi tiap tahun Departemen Pekejaan Umum mencanangkan pengembalian fungsi terhadap bangunan dan saluran yang sangat berpotensi menimbulkan banjir di wilayah DKI Jakarta agar dapat b e r h g s i sebagaimana mestinya. Salah satu upaya untuk meningkatkan kapasitas tampung sungai didalam pengendalian banjir adalah pengerukan sungai. Langkah pengerukan sungai ini dilaksanakan terhadap sungai yang mempunyai sedimentasi tinggi akibat pembuangan sampah ke sungai, pembuangan limbah pabrik, rumah tmgga dan perkantoran ke sungai yang menyebabkan terjadinya pendangkalan sungai. (DPU DKI Jakarta 2002) Debit banjir (Q, m3/dt) adalah fungsi dari kecepatan aliran banjir (V, mldet) dan luas penampang sungai (A, m",
sehingga upaya pengendalian
banjir dapat dilakukan dengan pendekatan terhadap ketiga komponen banjir tersebut (PT Metana 2004). Perencanaan penampang alur sungai pada umumnya berbentuk ganda yaitu alur sungai utama guna menampung debit dominan, ditambah bantaran di kiri kanan sungai untuk menghindari luapan air sungai pada saat banjir dan pembuatan tanggul. Akan tetapi pembangunan tanggul dan bantaran sungai kadang menimbulkan masalah antara lain tar~ggulyang tinggi, tanah untuk areal tanggul yang sulit atau mahal dan hunian liar yang berada di bantaran. Guna mengatasi ha1 tersebut disusun konsep pengelolaan tanggul dan bantaran yang mengikutsertakan peran serta masyarakat (Isnugroho 2003). Analisis Curah Hujan Menentukan Curah Hujan Daerah Curah hujan daerah adalah curah hujan rata-rata di selumh daerah yang
bersangkutan;
diperlukan untuk penyusunan
suatu rancangan
pemanfaatar~ air dan pengendalian banjir (Suyono dan Tominaga 1994). Hujan dapat terjadi secara merata di seluruh kawasan yang luas atau hanya bersifat setempat. Beberapa metode yang dapat digumakan menghitung untuk hujan rata-rata kawasan antara lain: (a) metode rata-rata aljabar, (b) metode poligon thiessen dan (c) metode isohyet. Untuk menganalisa
curah hujan lebih lanjut diperlukan cara
menentukan jenis sebaran atau distribusi yang cocok untuk daerah pengaliran sungai tertentu, dikarenakan tidak sernua sebaran cocok untuk semua tempat. Pemilihan jenis sebaran ini terkait dengan berapa besar debit yang dihasilkan, apakah tejadi perkiraan debit banjir rencana yang terlalu besar, atau terlalu kecil. Dalam statistik dikenal beberapa parameter yang berkaitan dengan analisis data yang meliputi rata-rata, simpangan baku, koefisien variasi dan koefisien
skewness (Suripin 2003).
Rata-rata (x)
Rata-rata adalah nilai rata-rata dari suatu himpunan data dengan menggunkan persamaan sebagai berikut:
Standar Deviasi (S)
Standar deviasi adalah akar nilai tengah kuadrat simpangan dari nilai tengah dengan rumus persamaan sebagai berikut:
Koefsien Variasi (Cv)
Koefisien Variasi adalah perbandingan antara standar deviasi dan nilai rata-rata dengan rumus persamaan sebagai berikut:
Koefisien Skewness (Cs)
Koefisien Skewness adalah derajat kemencengan dari suatu sebaran atau distribusi dengan persamaan sebagai berikut:
Koefsien Kurtosis (Ck)
Koefisien Kurtosis adalah derajat kepuncakan dari suatu sebaran atau distribusi, biasanya diambil secara relatif terhadap suatu distribusi normal dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
dimana: xi = curah hujan pada tahun ke-i (mm) n = banyaknya data pangamatan
Dalam statistik dikenal beberapa jenis sebaran dan yang biasa digunakan dalam pengolahan data hidrologi diantaranya adalah: Distribusi Normal, Log Normal, Gumbel dan Log Pearson Type 111 (Sri Ha1to1993).
8 Distribusi Nonnal (Normal Distribution) Dalam analisis frekuensi data hidrologi baik data hujan maupun data debit sungai sangat jarang dijumpai seri data yang sesuai dengan distribusi Normal. Distribusi ini mempunyai sifat antara lain: (a) nilai kemencengan (Cs)
=
0 dan
nilai kurtosisnya (Ck)= 3, (b)kemungkinan P(x-S) = 15.87 %, P(x) = 50% dan P(x + S) = 84.14%, (c) kemungkinan data berada pada daerah (x - S) dan (x + S) adalah 68.27% dan x berada antara (x - 2s) dan (x + 2s) adalah 95.44%. Distribusi Log Normal (Log Normal Distribution) Distribusi Log Nonnal mempunyai sifat yaitu perbandingan nilai koefisien skewness (Cs) sama dengan 3 kali nilai koefisien variasi (Cv) dan selalu bertanda
positif. Distribusi ini menggunakan persamaan sebagai berikut:
X,
=;+ K.S
( 2.6 )
dimana:
XT
=
besamya curah hujan dengan jangka waktu ulang T tahun
x
=
harga rata-rata (mean)
K
=
faktor frekuensi
S
= standar deviasi
-
Distribusi Gumbel (Gumbel Distribution) Distribusi Gumbel mempunyai sifat yaitu: (a) Nilai Cs = 1.1396 dan nilai Ck =5.0042, (b) Nilai K yang diperoleh dengin rnenggunakan persamaan sebagai berikut:
K
= variabel simpangan untuk periode ulang T tahun
Y,
= reduced variate
Y,
= reduced mean yang tergantung dari besamya sampel
S,,
= reduced standar deviasi yang tergantung dari besamya sampel.
Distribusi Log Pearson Type 111 (Pearson's Distribution) Distribusi Log Pearson Type 111 menggunakan persamaan sebagai berikut:
logx =
C logx n
12(log x - log xy I
Y
n-I
-
L o g X ~ = l o g x+ G * S dirnana: log XT = nilai logaritma dari data curah hujan
logx
= nilai rata-rata logaritma dari data curah hujan.
G
= faktor frekuensi
S
= standar deviasi
Curah Hujan Rancangan
Curah hujan rancangan adalah hujan terbesar tahunan dengan sesuatu kemungkinan tertentu, atau hujan dengan suatu periode ulang tertentu. Untuk menetapkan besamya curah hujan rancangan diadakan pengamatan hujan di daerah aliran sungai selama suatu periode cukup panjang. Salah satu cara yang dipermudah untuk menentukan besamya hujan rancangan adalah sehagai berikut: (a) dengan pengamatan, meliputi besarnya hujan dalam satu hari, dua hari, tiga hari, empat hari, lima hari, tergantung pada tujuan penggunaanya; (b) dari hasil pengamatan tersebut, ditentukan masa ulang untuk hujan masing-masing dengan analisa fiekuensi; (c) digambarkan pada grafik, di sini akan didapat lengkung-lengkung yang menunjukan antara besar hujan selama suatu periode tertentu clan masa ulangnya. Hujan rancangan ditetapkan dengan masa ulang tertentu. Dengan analisa frekuensi atau dengan perhitungan probabilitas dapat diramalkan seberapa besar harapan yang terjadi dalam suatu jangka waktu tetentu. Perhitungan curah hujan rancangan dengan menggunakan distribusi Log Pearson Type 111 dapat mempunyai langkah sebagai berikut: (a) mengubah data curah hujan sebanyak n buah XI, Xz, X3,..., X, menjadi log XI, log Xz, log X,,
. . .,
log X, ; (b) mencari harga rata-rata log X menggunakan persamaan 2.8; (c) mencari standar deviasi menggunakan persamaan 2.9; (d) menghitung koefisien
10 kepencengan (skewness) dengan menggunakan persamaan 2.4; (e) mencari harga kemencengan dari tabel hubungan antara koefisien skewness (Cs) dan kala ulang (Tr);
(f) menghitung harga curah hujan rancangan dengan menggunakan
persamaan 2.10. Untuk dapat mengetahui apakah data tersebut benar sesuai dengan jenis distribusi teoritis yang dipilih, maka perlu dilakukan pengujian. Pengujian ini biasanya disebut dengan pengujian kecocokan. Cara yang biasa digunakan dalam menguji data hidrologi, adalah Chi-kuadrat dan Sminov-Kolmogorov Sri Harto (1993) Uji Chi-kuadrat Uji Chi-kuadrat menggunakan persamaan sebagai berikut:
dimana: X2
= harga Chi-kuadrat
Xo
= besarnya
curah hujan yang didapat dari pengamatan
Xe
= besamya
curah hujan teoritis yang diharapkan
Syarat yang hams dipenuhi antara lain: (a) nilai
a hams lebih kecil dari nilai
~ 2 c rdan (b) nilai Chi-kuadrat besarnya tergantung pada derajat kebebasan (DK) dan derajat nyata (a)yang diambil sebesar 5%. Besarnya derajat kebebasan dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: DK=K-(P+I)
(2.12)
dimana:
DK
= derajat kebebasan
K
= kelas
P
= 2 untuk sebaran Chi-kuadrat
interval
Uji Smirnov-Kolmogorov Pengujian kecocokan ini lebih sederhana dibanding dengan Chi-h~adrat.Uji Smimov-Kolmogorov membandingkan kemungkinan untuk tiap varian dari
11 distribusi empiris dan teoritisnya dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: ~ { m a k s l ~ ( ~ )kl }r <= a
(2.13 )
dimana:
P(x) - P(Xi) = A maks . = A kritik yang dapat dilihat dari Tabel nilai kritik untuk Tes
Acr
Smirnov-Kolmogorov. Syarat: (a) nilai A maks hams lebih kecil dari Acr, (b) nilai derajat nyata biasa digunakan sebesar 5%.
Debit Ranjir Rancangan Dalam memperkirakan besarnya debit banjir rancangan dapat digunakan metode Nakayasu dan metode Rasional. Metode Nakayasu yang dikembangkan oleh Nakayasu dari Jepang sering digunakan untuk perencanaan bangunan air di Pulau Jawa karena hidrograf sungai-sungai di Jepang mempunyai kesamaan dengan hidrograf sungai yang ada di Jawa (Sri Harto 1993). Metode Rasional digunakan oleh Mulvaney di Irlandia untuk menentukan banjir maksimum bagi saluran atau drainase dengan daerah aliran kecil (Subarkah 1978). Metode Nakayasu Metode Nakayasu menggunakan persamaan yang dikutip dari Soemarto (1995) sebagai berikut:
Tp =Tg +0.8Tr
(2.15)
Tg = 0.4 + 0.0058L
UntukL> 15 km
(2.16)
~g = 0.21~0.'
UntukL< 15 km
(2.17)
To.3
(2.18 )
=
dimana:
@
=
L
= panjang sungai utama (km)
C
=
debit puncak banjir (m3/dt)
koefisien pengaliran
A
=
luas DPS @m2)
Re
=
hujan satuan (mm)
TP
=
waktu dari permulaan hujan sampai puncak banjir (jam)
To.3
= waktu dari puncak banjir sampai 0 . 3 debit ~ puncak
Tg Tr
= lag time dalam DPS (jam) =
satuan waktu dari curah hujan (jam)
Harga a untuk: Daerah pengaliran biasa = 2 Bagian naik hidrograf yang lambat dan bagian yang menurun cepat = 1.5 Bagian naik hidrograf yang cepat dan bagian menurun yang lambat = 3 Bentuk Hidrograf terdiri atas : Kuwa naik (O
Kurva turun (TP
Kuwa turuin I1 ( ~ 0 . 3 a q . 3menggunakan ~) persamaan sebagai berikut:
Kurva turun 111 (P~o.3')menggunakan persamaan sebagai berikut:
Untuk hujan efektif didapat dengan cara metode
4 indeks yang
dipengaruhi fungsi luas DAS dan frekuensi sumber SN, (Barnes 1959) yang dikutip dari Sri Harto (1993) sebagai berikut:
dimana: = phi-indeks (mrnljam)
A
=
luas daerah aliran sungai (km2)
SN
=
frekuensi sumber
PI
= jumlah pangsa sungai tingkat satu
PN
= jumlah pangsa sungai semua tingkat
Nilai4 indeks ini dipergunakan dengan anggapan bahwa tidak semua curah hujan yang melimpas menjadi aliran permukaan, tetapi sebagian mengalami proses infiltrasi atau penyerapan ke dalam tanah yang dianggap sebagai kehilangan air. Untuk memperkirakan besamya aliran dasar (base flow), dipergunakan persamaam pendekatan dari Kraijenhoff VDK (1 967) yang dikutip dari Sri Harto (1993) menggunakan persamaan sebagai berikut:
Q, = 0.475 1. A O . ~ ~
( 2.25 )
dirnana: Qb
=
debit aliran dasar sungai (m3/dt)
A
=
luas daerah aliran sungai (km2)
D
=
kerapatan jaringan sungai (km/km2)
LN
=
jumlah panjang aliran semua tingkat (km)
Metode Rasional Analisis debit banjir dibuat berdasarkan data hujan rancangan dan hasil perhitungan intensitas hujan dengan memanfaatkan DAS atau besaran fisik yang mempengaruhi jumlah limpasan pada areal tadah hujan. Prinsip dasar cara rasional ini adalah mencari jumlah atau laju limpasan maksimum yang terjadi pada areal tadah hujan akibat intensitas hujan tertentu.
Metode Rasional digunakan untuk menentukan banjir maksimum bagi saluran atau drainase dengan daerah aliran kecil dengan luas 40 - 80 ha (Subarkah 1978). Bentuk rumus Rasional menggunakan persamaan sebagai berikut:
dimana:
Q
= debit banjir dengan periode ulang T tahun (m3/det)
C
=
koefisien pengaliran atau limpasan, besarnya tergantung kondisi
DPS I
=
intensitas hujan selama waktu konsentrasi (mndjam)
A
=
luas daerah pengaliran (km2)
Intensitas curah hujan adalah tinggi curah hujan dalam periode tertentu dan dinyatakan dalam satuan mlnljam. Data intensitas hujan pada umumnya di Indonesia sukar didapat, maka untuk menghitung intensitas curah hujan selama waktu konsentrasi dipergunakan rumus Mononobe yaitu menggunakan persamaan rumus sebagai berikut:
dimana: I
= intensitas hujan selama waktu konsentrasi (mmljam)
R,,
= hujan harian rencana (mm)
t
= waktu konsentrasi cam)
Waktu konsentrasi adalah waktu yang diperlukan olch air hujan yang jatuh untuk mengalir dari titik tejauh sampai ke tempat k e l u ' m DAS (outlet). Waktu konsentrasi (tc) yang dikutip dari Subarkah (1978) dengan menggunakan persamaan rumus sebagai berikut:
0.5 0.77
tc=0.0195 * ( L I S )
(2.28)
dimana: tc = waktu konsentrasi (menit)
L = panjang jarak dari tempat terjauh di daerah pengaliran sampai tempat pengamatan (m) S
= perbandingan selisih tinggi antara tempat tejauh
dan tempat pengamatan
Metode laimya dalam menentukan waktu konsentrasi adalah rumus yang dikembangkan oleh Kirpich (1940) yang dikutip dalam Suripin (2004) dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: tc
= ( (0.87*~~)/(1000*~) )03'85
( 2.29 )
dimana: tc = waktu konsentrasi (jam)
L
= panjang saluran utama dari hulu sampai penguras (krn)
S = kemiringan rata-rata saluran utama
Menghitung kecepatan perambatan banjir dengan rumus Rhiza yang dikutip dalam Kartika (2003) menggunakan persamaan sebagai berikut:
dimana: panjang sungai utanla (km)
L
=
V
= kecepatan perambatan banjir (mldt)
H
=
beda tinggi antara titik terjauh dari daerah pengaliran tempat pengamatan (km) Penampang Saluran
Saluran terbuka menurut Chow (1989) adalah saluran yang mengalirkan air dengan suatu permukaan bebas. Menurut asalnya saluran dapat digolongkan menjadi saluran alam dan saluran buatan. Saluran alam meliputi semua alur air yang terdapat secara alamiah di bumi, mulai dari selokan kecil di pegunungan, kali, sungai kecil dan sungai besar
sampai ke muara sungai. Aliran air dibawah tanah dengan perrnukaan bebas juga dianggap sebagai saluran terbuka alamiah. Sifat-sifat hidrolik saluran alam biasanya sangat tidak menentu, dalam beberapa ha1 dapat dibuat anggapan pendekatan yang cukup sesuai dengan perlgamatan dan pengalaman sesungguhnya sehingga persyaratan aliran pada saluran ini dapat diterima untuk menyelesaikan analisa hidrolika teoritis. Saluran buatan dibentuk manusia seperti saluran pelayaran, saluran pembangkit listrik, saluran irigasi dan talang, parit pembuangan, pelimpah tekanan, saluran banjir, saluran pengangkut kayu, selokan dan sebagainya. Sifatsifat hidraulik pada saluran ini dapat diatur menurut keinginan atau dirancang untuk memenuhi persyaratan tertentu. Oleh karena itu penerapan teori hidrolika untuk saluran buatan dapat menghasilkan sesuai dengan kondisi yang sesungguhnya, serta cukup teliti untuk perancangan praktis. Di bawah ini adalah beberapa istilah yang berhubungan dalam perhitungan saluran terbuka: (a) luas basah (woter area) A adalah luas penampang melintang aliran yang tegak lurus arah aliran, (b) keliling basah (wettedperimeter) P adalah panjang garis perpotongan dari permukaan basah saluran dengan bidang penampang melintang yang tegak lurus arah aliran dan (c) jari-jari hidrolik fiydaoulic radius) R adalah rasio luas basah dengan keliling basah atau R=NP.
Rumus yang digunakan untuk menghitung besarnya debit menggunakan persamaan sebagai berikut: Q=VxA
(2.31)
dimana: Q = Debit (m3/dt) V = Kecepatan Aliran (mfdt)
A = Luasan Penampang (m2) Harga kecepatan aliran (V) dapat digunakan persamaan yang diberikan oleh Manning. Penggunaan rumus ini disamping paling banyak dipakai untuk menghitung aliran dalam saluran terbuka karena mudah dan ketelitiannya yang cukup baik, menggunakan persamaan sebagai berikut: V = l/nx R ~ ~ X S "
(2.32)
maka untuk menghitung nilai debit menjadi : Q = l / n x ~ ~ ' S"X x A x
Q = ~ / xn
s'I2 x
A
dimana: Q
= debit aliran
(m3/det)
V = kecepatan rata-rata aliran (mldet)
n
= koefisien kekasaran Manning
R =radius hidrolik (m) A = luas penampang basah (m2) P
= keliling basah
(m)
S = kemiringan dasar saluran Untuk mempernleh penampang saluran efisien yang memiliki keliling basah minimum (P,i,) dan memiliki debit maksimum (Q,,) untuk suatu bentuk, kemiringan dan kekasaran yang diketahui. Keliling basah minimum (Pm3) akan tercapai pada saat luas penampang basah minimum (A,;.).
Penampang saluran
buatan yang biasa dibuat adalah b e n d trapesium, walaupun ada bentuk penampang yang lain tetapi bentuk trapesiumlah yang paling optimum. Hal ini disebabkan karena bentuk trapesium adalah bentuk dasar dari sebuah saluran alam. Jika saluran dibuat segitiga maka dengan adanya gerusan permukaan akibat aliran air bentuk segitiga tersebut akan berubah menjadi trapesium. Demikian juga dengan bentuk penampang lain misalnya lingkaran atau segi empat. Rumus umum yang digunakan menentukan penampang saluran berbentuk trapesium antara lain: Panjang kemiringan sisi:
k = \IHTZT;=H@T~Luas penampang basah: A = (2B + 2HZ) x !AH
Keliling basah:
P = B + 2(J-) P=B+~H~--
Lebar perrnukaan air:
T=B+2HZ Jari-jari hidrolik:
Gambar 1 Penampang Saluran.
Tanggul mempakan bangunan sungai yang paling umum dijumpai. Tanggul biasanya dibangun di tepian sungai, berupa konstruksi pasangan batu, beton bertulang, tiang pancang clan konstruksi umgan tanah. Ditinjau dari bahan yang digunakan untuk pembuatan tanggul, biasanya banyak menggunakan tanah. Tanah m e ~ p a k a nbahan yang sangat mudah penggarapannya dan setelah menjadi tanggul sangat mudah dipeliharanya. Di sisi lain tanggul ini dapat ~ s a kdi karenakan adanya penurunan tanah (saitlemenr). Kerusakan dapat diakibatkan antara lain: (a) terbentuknya bidang gelincir yang menerns akibat kemiringan lereng yang terlalu curam, (b) terjadinya kemntuhan lereng tanggul akibat kejenuhan air pada saat banjir atau pada saat terjadinya hujan terns-menerus, (c) terjadinya kebocoran pada pondasi tanggul, (d) tergerusnya lereng depan tanggul akibat arus sungai, (e) terjadinya limpasan pada mercu tanggul dan (f) tejadinya pergeseran pondasi akibat gempa. Di bawah ini terdapat beberapa komponen dalam pembuatan tanggul antara lain: (a) trase tempat kedudukan tanggul, dimana dipilih pada tanah pondasi
yang relatif kedap air, menghasilkan penampang basah yang paling maksimum, diusahakan searah dengan arah arus sungai, dibuat agar tanggul kin dan kanan parallel; (b) tinggi jagaan tanggul, dimaksudkan untuk mengantisipasi fluktuasi naik hvun muka air sungai, kesalahan perhitungan hidrolika, adanya gelombang air. Tinggi jagaan bewariasi pada umumnya 0.5 - 2.0 meter; (c) lebar mercu tanggul, disamping karena alasan stabilitas juga agar dapat dimanfaatkan untuk jalan inspeksi, disamping itu juga diperhatikan apabila tanggul yang akan dibuat cukup tinggi yakni dengan membuat tanggul bertingkat dengan membuat bahu; (d) kemiringan lereng tanggul, ha1 ini berkaitan dengan stabilitas lereng tanggul. Pada umumnya kemiringan lereng tanggul dibuat 1 : 2 atau lebih kecil; (e) bahan tanah u ~ g a ntanggul, pada hakekatnya bahan tanah yang baik untuk urugan tanggul adalah yang mempunyai sifat-sifat kekedapannya tinggi, nilai kohesi tinggi, sudut gesemya tinggi, pekat dan angka porinya rendah, (0 stabilitas lereng tangy], sangat tergantung atas kekuatan geser dan kohesi dari bahan tanah yang digunakan. Kekuatan geser tanggul dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:
S =atancp+C
( 2.40 )
dimana:
S
= kekuatan gesertanggul
0
= kekuatan kompresif vertikal (t)
cp
= kekuatan geser dalam
C
= kohesi tanah (t/m2)
e)
Perhitungan detail stabilitas lereng tanggul pada umumnya dengan faktor keamanan 1.2
-
1.5 dapat dihitung dengan metode Bishop atau Fellenius;
(g) rembesan pada tubuh tanggul. Rembesan pada tubuh tanygul akan membahaya kan terhadap keberadaan tanggul. Lereng tanggul suatu sungai m e ~ p a k a nbagian yang terpenting yang harus dilindungi dari longsor, sehingga agar permukaan lereng dapat bertahan terhadap arus air dan terpaan hujan maka harus dilaksanakan perkuatan terhadap lereng. Perkuatan lereng sungai diadakan guna melindungi tebing sungai terhadap gerusan arus sungai dan mencegah proses meander pada alur sungai. Kriteria yang hams diperhatikan dalam menentukan perkuatan lereng antara lain: l).penggerusan pondasi lereng, 2).tersedotnya
butiran tanah di belakang perkuatan lereng, 3).kemsakan bagian hulu dan hilir perkuatan lereng, 4).gerusan pada mercu perkuatan lereng, S).kemsakan pada zone transisi dan 6).kerusakan akibat tekanan air dan tanah di belakang perkuatan lereng. Selain tanggul dan perkuatan lereng ada bangunan sungai lainnya yang paling sering di jumpai adalah krip. Krip mempakan bangunan air yang secara aktif mengatur arah arus sungai dan memiliki efek yang positif dan besar jika dibangun dengan benar. Fungsi utama dari pemasangan krib pada sungai adalah: (a) mengatur arah m s sungai, @) mengurangi kecepatan arus sungai, (c) mempercepat sedimentasi dan menjamin keamanan tanggul atau tebing sungai dari gerusan air, (d) mempertahankan lebar dan kedalaman air pada alur sungai dan (e) mengkonsentrasikan arus sungai dan memudahkan penyadapan Bahan yang menggunakan krip dapat dibuat dari beton, kayu, bambu dan bronjong. Kriteria lain yang perlu diperhatikan dalam pembuatan krip adalah formasi krip, tinggi krip, panjang dan jarak antara. Penerapan krip dilapangan dapat dilakukan dengan berbagai tipe, antaranya :
Krip Permeobel Krip permeable tersebut melindungi tebing terhadap gerusan arus sungai dengan cara merendam energi yang terkandung dalam aliran sepanjang tebing sungai dan bersamaan dengan itu mengendapkan sedimen yang terkandung dalam aliran tersebut. Krip permeabilitas terbagi dalam beberapa jenis antara lain: Jenis tiang pancang, jenis rangka piramid dan jenis rangka kotak.
Krip Impermeabel Krip dengan konshvksi tipe impermeable di sebut dengan krip padat karena air sungai tidak dapat mengalir melalui tubuh laip. Krip ini di pergunakan untuk membelokkan arah m s sungai karena sering tejadinya gerusan yang cukup dalam didepan ujung krip-krip tersebut. Krip jenis ini &pat dibedakan menjadi dua yaitu jenis ktip yang terbenam dan jenis krip yang tidak terbenam.
Krip Semi Permeabel Krip semi permeabel ini b e r h g s i ganda yaitu sebagai krip permeabel dan krip padat, biasanya bagian yang padat terletak disebelah bawah dan berfungsi
21 sebagai pondasi, sedangkan bagian atasnya merupakan konstruksi yang permeabel di sesuaikan dengan fungsi dan kondisi setempat. Krip silang dun memanjang Krip yang formasinya tegak lurus atau hampir tegak lurus arah arus sungai dapat merintangi arus tersebut dan dinamakan krip melintang, sedangkan krip yang formasinya hampir sejajar arah arus sungai disebut krip memanjang.