BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pengendalian
pembangunan
merupakan
upaya
mengatur
kegiatan
pembangunan yang meliputi pelaksanaan kegiatan pendirian bangunan, perekayasaaan, pertambangan maupun kegiatan serupa lainnya pada, di bawah maupun di atas tanah, dan atau mengadakan perubahan penggunaan pada bangunan atau lahan tertentu. Pembangunan tersebut perlu diatur karena ada saatnya ketika kondisi yang dibutuhkan dalam mengalokasikan sumberdaya melalui mekanisme pasar tidak efisien, sehingga dibutuhkan kewenangan pemerintah dalam penentuan kebijakan untuk mengatur ranah publik dan privat dalam rangka melaksanakan manajemen lahan perkotaan. Adapun bentuk pengelolaan tanah yang dilakukan pemerintah meliputi perencanaan, jaringan infrastruktur, dan fungsi pengaturan untuk tujuan melakukan perluasan kota dalam memberikan kerangka fisik dan hukum setiap proyek pembangunan yang dilakukan oleh pihak swasta maupun masyarakat (Nurmandi, 2014: 145). Penegasan dalam perangkat peraturan perundangan mengenai penataan ruang, bahwa pelaksanaan pembangunan baik di tingkat pusat maupun daerah harus sesuai dengan rencana tata ruang yang ditetapkan. Pelanggaran ataupun penyimpangan yang terjadi dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti teknik operasional, administrasi atau politis, mekanisme pasar, hingga kurangnya perhatian terhadap rencana tata ruang, sehingga menimbulkan dampak
1
2
ketidakadilan alokasi ruang, ekternalitas negatif, inefisiensi sistem perkotaan, dan lain sebagainya. Dalam
pengendalian
pembangunan,
pemerintah
berkewajiban
untuk
mewujudkan keadilan, mengurangi konflik dan dampak negatif pemanfaatan ruang serta menjamin berlangsungnya pembangunan kota yang efisien, efektif serta sesuai dengan fungsi kota dan konsisten dengan rencana tata ruang. Selain itu, pemerintah juga mempunyai kewajiban untuk menjalankan fungsi pengendalian pemanfaatan ruang disamping pelaksana pembangunan sekaligus memfasilitasi peran serta masarakat dalam melaksanakan pembangunan dalam rangka perwujudan pemanfaatan ruang. Pengendalian pembangunan merupakan kegiatan yang berorientasi pada kepentingan umum, yang dapat berjalan dengan adanya efektifitas supremasi hukum dan good governance, yang berperan dalam menentukan pembangunan di masa yang akan datang. Dalam pemanfaatan ruang, prinsip good governance dapat terejawantahkan melalui peran dan fungsi setiap pemangku kepentingan dalam proses pemanfaatan ruang, yang ditentukan oleh praktek-praktek yang mendekatkan antara peraturan dan implementasi di lapangan (Argo, 2004). 1 Pentingnya penerapan good governance2 sebagai salah satu tolok ukur peran pemerintah
dalam
konteks
pengendalian
pembangunan
dalam
rangka
mewujudkan pemanfaatan ruang adalah untuk menciptakan sistem kelembagaan 1
(Khublall dan Yuen, 1991) menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara perencanaan dan pengendalian pembangunan dimana, perencanaan bertujuan untuk mengatur alokasi guna lahan dalam rangka mencapai tujuan perencanaan, sementara pengendalian pembangunan merupakan pelaksanaan atau implementasi yang menjadi tugas perencanaan. 2 Equitari dan Maryandi (2004) dalam Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota Vol. 15 No. 1, menyebutkan bahwa penataan ruang sebagai salah satu bentuk pengelolaan kepentingan publik dituntut untuk memenuhi prinsip good governance.
3
dan ketatalaksanaan pemerintahan yang bersih, efisien, efektis, transparan, profesional
dan
akuntabel,
meningkatnya
partisipasi
masyarakat
dalam
pengambilan kebijakan publik serta terjaminnya konsistensi dan kepastian hukum dalam pelaksanaan implementasi peraturan perundangan. Hal ini dikarenakan di dalam nilai-nilai penataan ruang terdapat nilai-nilai good governance yang digunakan seperti partisipatif, daya tanggap, efisiensi dan efektivitas yang secara normatif diatur dalam peraturan perundangan. Pembangunan yang sistematis sangat penting dan dibutuhkan untuk mencapai keberlanjutan kota dengan mempedomani rencana tata ruang, zonasi, dan pengkavlingan lahan sebagai teknik perencaanan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Itulah sebabnya mengapa good governance menjadi salah satu aset penting dalam pembangunan kota (Aluko, 2011). Sebagai salah satu teknik instrumen preventif dalam pengendalian pembangunan lahan (development control), selain zonasi dan pemberian izin bangunan, Advice Planning3 merupakan salah satu bentuk penerapan subdivision control/regulation4 atau pengendalian pengkavlingan lahan yang bertujuan untuk mengatur
perkembangan
pembangunan
perumahan,
dengan
aturan
dan
seperangkat persyaratan yang mengatur tentang bagaimana properti dibangun dengan mengikuti layout jaringan jalan, utilitas, drainase dan kebutuhan prasarana 3
Advice Planning dalam regulasi di Kota DKI Jakarta, diterjemahkan sebagai Keterangan Rencana Kota yang menjadi syarat dalam proses pengurusan IMB. Opini 13 januari 2014 pada http:// jakarta.kompasiana.com/layanan-publik/2014/01/13/menelisik-praktik-pengurusan-advice-planning-dki626089. html diakses tanggal 24 Juni 2014. 4 (Scnider, 2013) dalam Land subdivision : A practical Guide for centre Texas menyebutkan bahwa proses pembangunan lahan dibagi menjadi tiga komponen utama yaitu zoning dan/atau hak guna lahan, subdivision regulation atau pengkavlingan lahan, dan izin pembangunan konstruksi, seperti pembangunan tapak, bangunan, dan lain sebagainya.
4
lainnya dengan peran pemerintah yang dominan dan sebagai kunci dalam memberikan kerangka pembangunan. Berbeda dengan zonasi yang mempunyai tujuan dan prinsip untuk mengatur jenis peruntukan lahan, subdivision regulation atau pengendalian pengkavlingan lahan lebih berfokus pada bagaimana lahan tersebut dibangun (Coon, 2013: 4). Pembangunan perumahan merupakan salah satu kegiatan pemanfaatan ruang yang membutuhkan alokasi lahan dan ruang yang luas, dan harus memenuhi persyaratan lingkungan yang dilengkapi dengan fasilitas umum dan sosial yang layak, serta merupakan salah satu komponen pembentuk pola ruang kota. Apabila suatu kawasan perumahan yang luas tidak dilengkapi dengan persyaratan minimal lingkungannya, maka kawasan perumahan tersebut akan terlihat kumuh dan menimbulkan dampak eksternalitas negatif terhadap lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu, kedudukan Advice Planning yang berfungsi sebagai pengendali implementasi pembangunan perumahan melalui pengaturan tata guna lahan dan arahan pemanfaatan ruang berada diantara serangkaian perangkat perizinan pemanfaatan ruang yang terkait dengan pelaksanaan pembangunan yang terdiri dari izin prinsip, izin lokasi, dan izin mendirikan bangunan (IMB). Di beberapa daerah, Advice Planning sebagai tahapan proses perolehan informasi mengenai ketentuan teknis ruang dan zonasi kawasan ini dikenal dengan istilah yang berbeda-beda.5 Advice Planning berisikan infomasi dan arahan yang diperlukan untuk memastikan bahwa rencana pembangunan perumahan telah mengatur
5 Istilah Advice Planning di Kota DKI Jakarta sejajar dengan Fatwa Planologi di Kota Batam, dan diidentikkan dengan RTBL. Fatwa planologi merupakan ketentuan-ketentuan yang digunakan sebagai petunjuk perencanaan tapak atau pengarahan/advice terhadap rencana tapak, yang kedudukannya berada diantara rangkaian proses perizinan yang ada yaitu izin penetapan lokasi, fatwa planologi, ijin pematangan lahan dan izin mendirikan bangunan. Prasetyo, Gunawan. 2008. Artikel Permohonan Fatwa Planologi. pada http: //nesless.blogspot.com /2008/03/permohonan-fatwa-planologi.html diakses tanggal 22 Juni 2014.
5
penyediaan infrastruktur dan pelayanan dasar lainnya melalui proses persetujuan pemerintah. Secara normatif, Advice Planning atau Keterangan Rencana Kota sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang Undang No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung memberikan arahan tentang fungsi bangunan, Koefisien Dasar Bangunan (KDB), Koefisien Lantai Bangunan (KLB), Koefisien Dasar Hijau (KDH), garis sempadan bangunan, jaringan utilitas kota dan keterangan lainnya, sebagai salah satu prasyarat dalam memperoleh izin mendirikan bangunan (IMB). Sebagai suatu instrumen pengendalian pembangunan, penerbitan Advice Planning (AP) di Kota Payakumbuh telah dilaksanakan sejak tahun 2008 berdasarkan Peraturan Walikota No. 8 Tahun 2008 tentang Retribusi Advice Planning dan kemudian disesuaikan kembali dengan Perda Kota Payakumbuh No. 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), yang mengatur ketentuan teknis dan zonasi untuk seluruh bentuk kegiatan pembangunan lahan baik yang dilakukan oleh individu, masyarakat maupun pihak swasta. Pengendalian pembangunan sebagai salah satu hal yang dikelola oleh pemerintah seharusnya mengaplikasikan prinsip good governance baik dalam kegiatan
perencanaan
maupun
implementasinya.
Selain
itu,
pentingnya
pemahaman good governance oleh pemerintah dalam pemberian pelayanan publik dapat menentukan kualitas perencanaan dan menciptakan suatu mekanisme yang dapat bekerja dengan baik. Akan tetapi dalam implementasinya, sebagai salah satu bentuk arahan pemanfaatan ruang untuk pembangunan perumahan yang
6
diterbitkan berdasarkan rencana tata ruang, Advice Planning mengalami berbagai permasalahan. Oleh karena itu, penelitian ini akan melakukan eksaminasi dan pengkajian terutama yang berkaitan dengan implementasi pemanfaatan ruang melalui instrumen Advice Planning sebagai pengendalian pembangunan dan penerapan prinsip-prinsip good governance di dalamnya. Diduga teori implementasi good governance dapat menjelaskan penyebab rendahnya tingkat implementasi Advice Planning sebagai alat pengendalian pembangunan di Kota Payakumbuh. Pengkajian pelaksanaan pengendalian pembangunan lahan tersebut apakah telah mengakomodir prinsip good governance dalam proses pelaksanaannya yang pada akhirnya bertujuan untuk mewujudkan keberlanjutan pemerintahan kota dan keberlanjutan kota itu sendiri yang dinilai dari sisi pengembang sebagai target group atau sasaran dalam pengendalian pembangunan perumahan dan pemerintah sebagai pelaksana.
1.2 Rumusan Masalah Peningkatan jumlah pembangunan perumahan di Kota Payakumbuh dari tahun 2008-2013 dengan jumlah keseluruhan sebesar 72 pengembangan perumahan berimplikasi
pada
adanya
desakan
kebutuhan
pengendalian
dalam
pembangunannya. Pembangunan lahan perumahan yang terjadi di Kota Payakumbuh dilakukan dengan berbagai cara diantaranya melalui konversi lahan pertanian dan/atau lahan kosong menjadi lahan yang akan digunakan untuk pengembangan perumahan perkotaan. Adapun luasan pengembangan perumahan yang ada di Kota Payakumbuh berkisar antara 0,5 – 1,5 Ha (Dinas Tata Ruang
7
dan Kebersihan, 2014). Menurut Winarso (2000) pengembang skala kecil atau smaal foot holder developer mempunyai karakteristik dengan luas lahan kurang dari 5 Ha dan/atau dengan pembangunan perumahan dengan jumlah rumah antara 10-50 unit dalam jangka waktu 3 bulan. Pengendalian pembangunan perumahan melalui pengaturan pengkavlingan di Kota Payakumbuh dilaksanakan melalui mekanisme penerbitan Advice Planning, yang secara teoritis diatur dalam subdivision control/regulation yaitu pengaturan mengenai
pembagian
kavling
tanah
serta
pengalokasian
lahan
untuk
pembangunan ruang terbuka serta jaringan utilitas. Pengaturan ini berfungsi agar pembangunan perumahan memenuhi standar pembangunan seperti mempunyai aksesibilitas berupa jaringan jalan, pencegahan terhadap masalah lingkungan, serta penyediaan ruang terbuka hijau sesuai syarat pembangunan perumahan6, sehingga lahan perkotaan dapat termanfaatkan secara efisien dan tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup perkotaan oleh pelaku pembangunan sekaligus mewujudkan keterkaitan dan keserasian fungsi kawasan dengan wilayah kota. Praktek pengendalian pengkavlingan di negara maju seperti Amerika, mempunyai perangkat pengaturan yang jelas dan sistematis yang disertai dengan pengenaan sanksi yang tegas, melalui mekanisme intervensi pemerintah berupa komisi perencanaan yang dominan dalam pengambilan keputusan serta menentukan standar-standar kualitas pengkavlingan perumahan dengan tujuan
6 SNI
03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan
8
untuk mengatur perumahan formal 7 yang efisien, teratur dan disertai dengan ketersediaan infrastruktur perkotaan yang saling terintegrasi sekaligus merupakan syarat yang harus dipenuhi oleh pengembang perumahan sebelum kavling atau persil perumahan tersebut dijual. Pemerintah berperan untuk membangun perangkat pengendalian pembangunan lahan beserta peraturannya untuk mengimplementasikan tujuan dan kebijakan rencana tata ruang yang telah ditetapkan. Akan tetapi, secara prakteknya terutama di negara berkembang dan termasuk Indonesia, muncul berbagai permasalahan seperti munculnya tipe pembangunan ribbon development (menyerupai pita) yang berdampak pada meningkatnya kebutuhan biaya dalam pembangunan infrastruktur fisik kota, seperti jalan, drainase, dan sebagainya (Nurmandi, 2014). Dalam implementasinya, pengendalian pembangunan perumahan formal skala kecil di Kota Payakumbuh yang secara peraturan telah diatur dan dilaksanakan oleh pemerintah daerah dengan menggunakan pendekatan top-down yang menempatkan pemerintah sebagai pemegang peran utama dalam pelaksanaan pengendalian pembangunan ini tidak berjalan dengan efektif dan efisien, dan mengindikasikan munculnya beberapa permasalahan atau penyimpangan. Adapun permasalahan yang muncul yaitu seperti kecenderungan penyediaan fasilitas dan jaringan utiltas publik yang minim, pembangunan jaringan jalan yang tidak terintegrasi dengan jaringan jalan dan drainase kota, timbulnya lahan marginal, masalah limbah perumahan, kesemrawutan dan tidak teratur, dan terdapat beberapa pengembangan perumahan yang diatur dalam Advice Planning tidak 7 Perumahan formal adalah perumahan yang dibangun dengan suatu aturan yang jelas dan mempunyai pola yang teratur. Perumahan ini dibangun oleh pihak swasta dan pemerintah. (Kuswartojo, 2005 dalam Rachman, 2010)
9
menyediakan apa yang seharusnya menjadi hak masyarakat atau penghuni perumahan seperti ruang terbuka hijau maupun infrastruktur yang disyaratkan. Selain itu, terjadinya perubahan pada peruntukan pengkavlingan pada beberapa kawasan perumahan sebagaimana yang tertuang dalam peta Advice Planning yang telah disetujui seperti merubah peruntukan persil yang seharusnya dibangun sebagai prasarana lingkungan, utilitas umum, fasiltas umum atau fasilitas sosial ternyata telah dibangun ruko atau rumah pada saat perumahan tersebut telah terjual beberapa unit. Berdasarkan permasalahan tersebut di atas, maka penelitian ini akan dibatasi pada pengkajian hubungan antara good governance dalam pengendalian pembangunan yang ditentukan melalui penilaian stakeholder tentang pencapaian prinsip good governance dalam pembangunan kawasan perumahan yang ditentukan, seperti peraturan, norma dan prinsip yang dipraktekkan dalam institusi pemerintah dengan praktek yang mendekatkan antara peraturan dan kenyataan di lapangan melalui implementasi Advice Planning sebagai instrumen pengendalian pembangunan. Adapun perumusan masalah penelitian yaitu seberapa besar tingkat implementasi Advice Planning yang terjadi dalam praktek pelaksanaan pengendalian pembangunan serta bagaimana pengaruh pencapaian prinsip good governance dalam implementasi Advice Planning tersebut.
1.3 Pertanyaan Penelitian Adapun pertanyaan penelitian yang ada pada penelitian ini adalah : 1. Seberapa
besar
Payakumbuh ?
tingkat
implementasi
Advice Planning
di
Kota
10
2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi implementasi Advice Planning dalam pengendalian pembangunan di Kota Payakumbuh dilihat dari perspektif good governance ?
1.4 Tujuan dan Sasaran Penelitian Tujuan dari penyusunan penelitian ini adalah untuk menilai tingkat implementasi Advice Planning di Kota Payakumbuh serta mengetahui faktorfaktor yang mempengaruhi implementasi Advice Planning tersebut. Adapun sasaran yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah : 1. Teridentifikasinya kesesuaian pelaksanaan antara komponen ketentuan Advice Planning (AP) sebagai instrumen pengendalian pembangunan perumahan dengan praktek di lapangan. 2. Teridentifikasinya tingkat implementasi Advice Planning. 3. Adanya faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi AP dalam kerangka good governance. 4. Teridentifikasinya hubungan antar faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi AP.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini terbagi menjadi beberapa bagian, antara lain : 1. Ruang Lingkup Wilayah Ruang lingkup wilayah penelitian ini adalah kawasan pengembangan perumahan formal yang dibangun oleh pengembang perumahan atau developer di Kota Payakumbuh. Berdasarkan data dari Dinas Tata Ruang
11
dan Kebersihan Kota Payakumbuh tahun 2014, terjadi pertambahan jumlah pengembang perumahan skala kecil di Kota Payakumbuh dengan jumlah keseluruhan adalah 72 perumahan yang dihitung dari tahun 20082013 yang lokasinya tersebar di 5 (lima) kecamatan. Cukup besarnya pertambahan ini disebabkan karena Kota Payakumbuh merupakan salah satu kota di Propinsi Sumatera Barat yang sedang mengalami perkembangan dan menjadi daerah transit lintas propinsi Sumatera Barat dan Riau. Adapun persebaran lokasi perumahan di Kota Payakumbuh tersebut dapat dilihat pada gambar 1.1 berikut ini, dimana perkembangan persebaran perumahan ini mengarah pada Kota Payakumbuh bagian Timur dan Barat. Peta Sebaran Lokasi Perumahan di Kota Payakumbuh Tahun 2013
Sumber : Dinas Tata Ruang dan Kebersihan Kota Payakumbuh, 2014
Gambar 1. 1 Peta Sebaran Lokasi Perumahan di Kota Payakumbuh Tahun 2013
12
2. Ruang Lingkup Substansial Ruang lingkup substansi merupakan landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini. Adapun teori yang digunakan fokus pada teori development control atau pengendalian pembangunan lahan yang salah satunya adalah instrumen subdivision regulation/control atau peraturan/pengendalian pengkavlingan
lahan.
Pada
penelitian
ini,
bentuk
subdivision
regulation/control atau peraturan/pengendalian pengkavlingan lahan yang dipraktekkan pada wilayah penelitian adalah Advice Planning atau Keterangan Rencana Kota. Advice Planning atau Keterangan Rencana Kota merupakan salah satu alat pengendalian pembangunan yang diatur dalam Perda Kota Payakumbuh No. 16 Tahun 2011 tentang Bangunan Gedung dan Perda Kota Payakumbuh No. 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Payakumbuh. Advice Planning berisikan informasi tentang persyaratan ketentuan teknis tata bangunan dan lingkungan serta arahan ketentuan umum zonasi yang diberlakukan oleh pemerintah kota pada lokasi tertentu, yang diajukan sebagai prasyarat pengurusan Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Selanjutnya, tingkat implementasi
Advice
Planning
sebagai
instrumen
pengendalian
pembangunan tersebut akan dikaji kaitannya dengan teori implementasi good governance dengan menggunakan indikator prinsip good governance dalam konteks pengendalian pembangunan.
13
1.6 Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian mengenai pelaksanaan Advice Planning ini adalah meliputi : 1. Bagi pemerintah, yaitu untuk memperkaya ketersediaan data mengenai praktek penggunaan lahan untuk pembangunan perumahan serta rekomendasi bagi efektifitas pelaksanaan penerbitan Advice Planning di Kota Payakumbuh dalam kerangka perwujudan good governance. Hubungan antar faktor yang mempengaruhi menunjukkan faktor yang perlu mendapatkan prioritas dalam pengendalian dan implementasinya. 2. Bagi masyarakat yaitu memberikan kontribusi pengetahuan tentang Advice Planning serta manfaat yang dapat diperoleh masyarakat dalam perwujudan pembangunan penyediaan infrastruktur dalam rencana pengkavlingan tanah tersebut, sehingga masyarakat dalam ambil bagian dalam kegiatan pengendalian pembangunan perumahan oleh pengembang. 3. Bagi pengembang yaitu memberikan pengetahuan dan pemahaman tentang peraturan mengenai Advice Planning serta pelaksanaan yang ideal di lapangan, sehingga tujuan pembangunan perumahan dapat dirasakan manfaatnya secara luas. 4. Bagi
akademik
yaitu
memperkaya
konsep
mengenai
instrument
pengendalian pembangunan terutama dalam segi preventif dengan teknik pengendalian subdivision control/regulation, selain itu juga dapat memberikan referensi bagi pelaksanaan prinsip good governance dalam proses pemberian arahan penggunaan lahan yang merupakan bagian dari
14
pelaksanaan pengendalian pembangunan (development control) dalam manajemen pembangun.
1.7 Posisi Penelitian Penelitian mengenai pelaksanaan Advice Planning sebagai instrumen pengendalian pembangunan dalam konteks pelaksanaan good governance ini belum pernah diteliti sebelumnya, namun telah terdapat beberapa penelitian serupa yang telah pernah dikaji mengenai aspek perizinan dalam pengendalian pemanfaatan ruang, diantaranya dapat dilihat pada tabel I-1 berikut ini : Tabel I-1 Ragam Penelitian yang Pernah Dilakukan Sebelumnya No 1
2
3
Judul Penelitian Pengendalian Pembangunan Perumahan di Kawasan Bandung Utara : Perbandingan antara Kebijakan dan Realitas Evektifitas Implementasi IMB sebagai Instrumen Pengendalian Pemanfaatan Lahan Kota Kasus Kota Bantul
Nama Penulis Muhajirin, 2000
Fokus Penelitian Proses dan Mekanisme penerbitan izin lokasi dan IMB kepada pengembang
Decky Sayogo, 2008
Pelaksanaan Pelayanan Perijinan Terpadu (One Stop Service) dalam Perspektif Good Governance Studi Kasus : Ijin Lokasi dan Ijin Mendirikan Bangunan di Kabupaten Kendal Propinsi Jawa Tengah
Abdul Wahab, 2009
Evaluasi efektifitas IMB sebagai instrument pengendalian pemanfaatan lahan dan faktor yang mempengaruhinya Mengkaji kebijakan dan program pemerintah daerah dalam upaya meningkatkan investasi daerah. Analisis yang digunakan adalah kuantitatif dengan independent t test untuk mengetahui perbedaan persepsi pelaku usaha dalam pelayanan perijinan ijin lokasi dan IMB. Aspek good governance yang dilihat adalah transparansi dan akuntabilitas.
Sumber : Penulis, 2014