EcoReality Oleh: I Wayan Setem, S.Sn, M.Sn Disampaikan pada Presentasi Proposal Penciptaan, Selasa, 14 Mei 2013, Institut Seni Indonesia Denpasar Denpasar.
Latar belakang • Proses penciptaan karya seni sering dimotori oleh intuisi. Intuisi muncul dari kepedulian intelektual manuasia terhadap dunia. • Pengalaman pribadi sering disebut sebagai “Pintu Masuk” menuju sebuah proses kreasi. • Fenomena perubahan lingkungan di lereng Gunung Agung, Desa Sebudi, Selat, Karangasem dengan adanya aktifitas penambangan pasir.
Fenomena perubahan alam oleh manusia Eksploitasi tanpa kontrol cendrung akan mengancam keseluruhan bumi termasuk juga kehadiran manusia itu sendiri
• • • • •
Dampak: Mengorbankan tanah subur di atasnya, Hilangnya tetumbuhan (tanem tuwuh dan areal vegetasi), Rusaknya tatanan air (penurunan permukaan air tanah), Tidak adanya kearifan dalam pengelolaan lingkungan, Timbulnya Bencana.
Fenomena diatas sangat menarik untuk dijadikangagasan penciptaan,saya memandang tidak hanya dari sisi “akibat” (dampak) tetapi juga dari sisi “sebab” 1. Era globalisasi, masyarakat mengalami benturan kebudayaan. ”Tabrakan” waktu kapitalisme dengan waktu khas agraris Bali terjadi dualisme antara keinginan untuk mempertahankan tradisi dan menerima modernisasi. 2. Masyarakat kita (Bali) sedang beralih dari masyarakt yang sangat religious menjadi masyarakat konsumtif-materialistis. 3. Teks ideal dalam teks agama dalam kenyataannya berbanding terbalik dengan teks sosial. Kuatnya anutan agama pasar dapat mengabaikan agama resmi (Hindu) sehingga memunculkan prilaku menyimpang.
Mempersoalkan sesuatu yang esensial, tidak semata linier dan mengungkap kisi-kisi tersembunyi yang menantang imajinasi.
Saya mencoba “membaca” lingkungan sebagai wacana dan perenungan dalam upaya mempertanyakan diri, apakah makna diri selaku pelaku seni dalam bertaliannya dengan aspek di luar diri? Apakah peran sosiologis tidak mungkin dilakukan dengan kapabilitas diri selaku pekerja seni? Bagaimana memaknai anggapan yang berkembang bahwa eklusivitas pelaku seni adalah terpisah dari peristiwa keseharian. EcoReality
berkehendak melakukan apa yang disebut tadi.
Atas dasar itu timbul pertanyaan, yang esensial dari fenomena penambangan pasir tersebut jika dikaitkan dengan kehidupan manusia. Meski persamaan tersebut tidak memiliki hubungan struktur yang langsung namun inilah merupakan daya tarik yang memicu ide untuk membuat suatu refresentasi yang menggambarkan komparasi keduanya dalam wujud karya seni rupa yang pencipta akan kerjakan.
KONDISI EKSTERNAL
PENCIPTA
KONSISI INTERNAL Dualisme, harapan
ASUMSI TEORITIK Teoritik yang melandasi aktivitas penciptaan yg membimbing olah kreatif
METODE PENCIPTAAN
KARYA SIMPULAN
Metode melalui berbagai tahapan, (Multi Kanal)
Hasil akhir karya (karya seni rupa)
Laporan pertanggungjawaban (pameran dan tulisan)
Rumusan Masalah: 1).
Bagaimanakah mewujudkan gagasan eco reality yang terpicu oleh penambangan pasir di lereng Gunung Agung ke dalam seni rupa ?
2).
Dimanakah dan dalam bentuk apa kajian akan dilakukan untuk mematangkan konsep, terutama membentuk struktur karya agar memiliki landasan yang kuat ?
3).
Pendekatan dan metode apa yang dapat diadaptasi dalam proses penciptaan karya yang bertajuk eco reality ?
Metode Penciptaan METODE MULTI KANAL
OBSERVASI / EKSPLORASI
Penjelajahan pencipta pada fenomena penambangan pasir di Desa Sebudi dan turut serta merasakan persoalan
IDE KARYA
Gagasan karya yang didapatkan dari keterlibatan diri mencermati fenomena penambangan pasir
IMPROVOSASI
Gagasan karya yang disimpan dalam catatan-catatan dan sketsa-sketsa yang akan diwujudkan menjadi karya
PEMBENTUKAN / PROSES BERKARYA / EKSEKUSI
WUJUD KARYA
Menerjemahkan pikiran-pikiran melalui sketsa-sketsa yang dalam prakteknya biasa dilakukan secara improvisasi Hasil karya yang sesuai dengan keinginan pencipta berupa karya seni rupa
Penerapan Metode Multi Kanal akan dapat merangkul secara sistematis penciptaan EcoReality, yang akan menghasilkan elaborasi yang unik dari semua gagasan imajerial sehingga melahirkan gagasan dan metafor yang kreatif. Dan wujud visualnya dapat dibaca sebagai jalinan makna berupa KRITIK SOSIAL.
Untuk melahirkan metafor kreatif maka pencipta mengambil tindakan BISOSIATIF
Pesan dari karya-karya yakni, ajakan memahami lingkungan untuk ”dibaca” dan dimanfaatkan. Esensi dari karya-karya yang akan ditampilkan adalah, Bali tidak hanya cukup dijaga dengan Om Shanti, Shanti, Shanti, melainkan harus lebih jauh dari itu, yakni kita bersama mencari tafsir baru mengenai trihita karana dengan menggali kearifan lokal yang sesuai konteks zaman. Ketahanan dan pertahanan semesta sesungguhnya ada di tangan manusia, apakah mengambil posisi seperti pandangan dunia Barat (ketika revolusi ilmiah mulai mengantikan pandangan organik tentang alam dengan metafor dunia sebagai sebuah mesin) atau pilihan kearifan lokal dalam memproteksi kesemenamenaan manusia terhadap alam.