Draf Naskah Kesepahaman Pemberdayaan Masyarakat Melalui Kemitraan Kehutanan Antara Kesatuan Pengelola Hutan Lindung Rinjani Timur Dan GAPOKTAN Puncak Semaring Desa Mekar Sari, Kecamatan Suela, Kabupaten Lombok Timur
A. Latar Belakang Desa Mekar Sari terletak di kawasan gunung Rinjani yang berbatasan langsung dengan kawasan hutan lindung dan berada di Sub Daerah Aliran Sungai (Sub DAS) Pohgading Sunggen. Desa ini berbatasan di sebelah Utara dengan hutan lindung seluas 601,00 ha (Profil desa). Dari jumlah tersebut sebanyak 350 ha yang sudah digarap oleh warga. (profil kelompok). Masyarakat di desa ini sudah puluhan tahun menggarap hutan, sebagian masyarakat kehidupannya bergantung dari hasil hutan. Hal ini dapat dilihat dari jumlah masyarakat Desa ini yang menjadi penggarap. Berdasarkan data profil GAPOKTAN Hutan Puncak Semaring tahun 2015, dari 2.280 KK penduduk Desa Mekar Sari, tercatat 475 KK sebagai penggarap. Masyarakat sudah puluhan tahun mengelola hutan, yaitu sejak tahun 1960-an. Hanya saja pengelolaan hutan oleh masyarakat belum memenuhi cara-cara pengelolaan hutan yang baik sesuai dengan yang diatur dalam UU Kehutanan. Masyarakat masih cenderung mengikuti seleranya di dalam memperlakukan hutan. Padahal jika dikelola dengan cara yang baik dan bijak, keberadaan hutan akan mampu mengangkat perekonomian masyarakat setempat, mengingat potensi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) yang dihasilkan sangat menjanjikan. Rusaknya keseimbangan ekologi di kawasan ini sudah mulai dirasakan dampaknya oleh masyarakat. Hal ini dapat dilihat dengan rendahnya kualitas air dan berkurangnya pasokan air karena sebagian sumber air 1
debitnya semakin mengecil bahkan sudah ada yang hilang.
Menurut
pengakuan para orang tua di desa ini, pada tahun 1960-an, semua sungai yang ada di kawasan ini selalu teraliri air, meskipun pada musim kemarau. Akan tetapi, sejak hutan mulai dirambah, satu persatu mata air mulai mengering, bahkan sekarang hampir tidak ada sungai yang teraliri air pada musim panas. Akibatnya, pada musim kemarau masyarakat kekurangan air, petani hanya bisa menggarap lahannya pada musim hujan. Meningkatnya jumlah masyarakat yang merambah hutan disebabkan karena faktor ekonomi. Dilihat dari indeks kesejahteraan inti (kebutuhan dasar) jumlah penduduk miskin di Desa Mekar Sari yang diperoleh dari hasil Survey Partisipatory Poverty Assesment and Monitoring (PPAM) tahun 2015 adalah 949 KK
tergolong miskin (45%), 1141 KK (51%)
menengah dan 11 KK (1%) tergolong sejahtera. Berdasarkan data tersebut tingkat kesejahteraan masyarakat masih didominasi oleh kalangan menengah dan miskin. Tingginya angka kemiskinan disebabkan oleh terbatasnya lapangan pekerjaan. Terbatasnya lapangan pekerjaan di desa ini dapat diukur dari kepemilikan lahan, karena sebagian besar mata pencaharian masyarakat adalah bertani. Berdasarkan Profil Desa Mekar Sari Tahun 2014, luas lahan persawahan di desa ini adalah 875 ha. Dari luasan tersebut teridentifikasi hanya 1.540 KK dari 2.280 KK yang mendapatkan akses kelola, sisanya sebanyak 816 KK belum memiliki lahan pertanian. Mereka yang tidak memiliki lahan pertanian kemudian mencari penghidupan dari hasil hutan. Bahkan mereka yang memiliki lahan pertanianpun terpaksa harus juga menambah pendapatan dari hasil hutan, karena lahan persawahan di desa ini hanya produktif di musim hujan. 1. Kondisi Umum Pemegang Izin 1.1 Kelembagaan Gapoktan Puncak Semaring Gabungan Kelompok Tani Hutan (GAPOKTAN Hutan) Puncak semaring merupakan gabungan dari tujuh kelompok, di antaranya 2
adalah Kelompok Tani Hutan Rindu Alam, Tempos Sodot, Urat Kelayu, Batu Bedai, Batu Kaoq, Modung dan Kelompok Tani Hutan Makmur. Kelompok – kelompok ini cukup aktif berkegiatan, hal ini dapat dilihat dari dokumentasi kegiatan yang dimiliki. Bahkan salah satu kelompok ditunjuk oleh Bupati Lombok Timur mewakili kabupaten dalam lomba kehutanan tingkat propinsi NTB tahun 2015 dan meraih juara Tiga, kelompok tersebut adalah kelompok Tani Rindu Alam. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh kelompok tersebut adalah: a. Perlindungan hutan Bentuk
kegiatannya
adalah
dengan
melakukan
pengayaan
tanaman tegakan setiap tahun. Selanjutnya, agar penggarap memelihara dan menjaga kayu yang ditanam kelompok menyusun Awig – awig pengelolaan hutan. Awig – awig ini dipandang mendesak untuk dibuat, mengingat praktek – praktek pengelolaan hutan selama ini masih jauh dari yang diinginkan oleh UU kehutanan. Awig – awig ini diharapkan mampu menjadi payung untuk melakukan pengendalian hutan dari praktek – praktek yang merusak. Saat ini GAPOKTAN sudah memiliki awig – awig yang sudah ditandatangani oleh pihak terkait, seperti kepala desa, UPTD setempat dan KPHL Rinjani Timur. Tahapan berikutnya setelah terbentuk, awig – awig disosialisasikan kepada masyarakat secara berkeliling di semua kelompok dengan cara mengumpulkan semua penggarap. Hal ini dilakukan selama Dua tahap agar masyarakat memahami awig – awig tersebut. b. Penguatan kelembagaan Dalam rangka penguatan kelembagaan, kegiatan yang dilakukan adalah membuat Anggaran Dasar dan Rumah Tangga (AD/ART), pelatihan manajemen administrasi dan keuangan, pelatihan Budidaya jahe, pelatihan membuat wedang Jahe, pelatihan membuat Abon Nangka, menyusun rencana kerja, membuat balai pertemuan dan lain-lain. c. Potensi Hutan 3
Selanjutnya, kelompok merasa perlu mengetahui potensi ril yang dimiliki oleh kawasan yang dikelola. Untuk itu, langkah yang dilakukan adalah melakukan pendataan potensi, baik Hasil Hutan Bukan
Kayu
(HHBK)
ataupun
Hasil
Hutan
Kayu
(HHK).
Sebelumnya, kelompok mengumpulkan semua anggota untuk diberikan penjelasan terkait hal tersebut, dan semua penggarap dibagikan blangko isian. Sehingga pendataan dilakukan oleh penggarap langsung. Hasilnya, saat ini kelompok sudah memiliki dokumen data potensi kawasan. Hasil pendataan potensi menunjukkan adanya berbagai jenis kayu hutan alami yang tumbuh di kawasan ini, di antaranya adalah Mahoni, Bajur, Gaharu, Klokos, Nyangsit, prabu, Litak, Borok, Minden, Manjerong, Beringin dan trep. Sedangkan kayu yang merupakan hasil budidaya yang didatangkan dari luar adalah Gamelina, Sengon Buton, Mahoni dan Rajumas. Dari hasil pendataan tersebut teridentifikasi 8.835 pohon yang ditemukan. Jenisnya didominasi oleh Gamelina dan Mahoni. (Data potensi kelompok tahun 2015). Selain kayu, teridentifikasi juga berbagai jenis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK). Di antaranya adalah Avokad, Durian, Rambutan, Nangka, Kemiri, Kayu Manis, Kopi, dan Kakao. Jenis HHBK didominasi oleh Avokad, Durian, Kemiri. Jenis HHBK yang sudah mulai berproduksi adalah Avokad dengan hasil panen mencapai 119
ton/tahun
dengan
harga
berkisar
antara
Rp.2500
–
Rp.10.000/kg. Potensi Kemiri mencapai 5 ton/tahun dengan harga rata – rata Rp.6000/kg. Sementara itu Durian masih belum ada yang produksi.(Hasil wawancara dengan penggarap). Selain buah – buahan, masyarakat juga banyak membudidayakan tanaman jenis Empon – empon, diantaranya adalah Jahe, Kunyit dan Lengkuas. Saat ini, sudah ada sebagian penggarap yang secara khusus membudidayakan Jahe. Dari hasil survey yang
4
dilakukan oleh kelompok pada tahun 2015 potensi Jahe mencapai 100 ton/tahun dengan harga jual antara Rp.8000 – Rp.15.000/kg. System pemasaran baik buah – buahan ataupun Empon – empon dijual kepada pengepul (tengkulak). Setiap musim panen buah dan Empon – empon, para pengepul biasanya berdatangan ke lahan garapan penggarap. Hal inilah yang kemudian menjadikan harga jual menjadi murah. Namun, di sisi lain penggarap juga tidak memiliki akses pasar. Selain terdapat berbagai ragam jenis pohon, baik yang berfungsi konservasi maupun ekonomi, beberapa satwa dapat dijumpai di kawasan hutan ini, di antaranya satwa burung yaitu, keliang/elang, koak kaok, koang kak, kembawi/punglor, dawi, kepunek, sintu, krate/ayam hutan, siung bertoang, cerekcek, bntet/pring, kelencer, kecial, hantu/empok, kuwo dan gagak. Beberapa satwa lain juga dapat dijumpai di kawasan hutan Mekar Sari, seperti ular, babi, kijang, lutung/kera, landak, kelasih, menjagan, tikus, musang, torek dan rase. Kegiatan lainya yang telah dilakukan adalah pemetaan kawasan. Pemetaan ini dilakukan untuk mengetahui batas – batas kawasan hutan yang dikelola dan juga luasannya. 2. Kondisi Umum Masyarakat Setempat 2.1 Kondisi Geografis Desa Mekar Sari merupakan salah satu Desa yang ada di wilayah Kecamatan Suela yang letaknya berbatasan langsung dengan hutan dengan luas wilayah 1.294 ha atau 78,8 km, berada pada ketinggian 600 – 700 mdpl. Desa ini memiliki dua musim yaitu musim hujan dan kemarau. Curah hujannya cukup tinggi, yaitu rata – rata 2000 – 3000 mm/tahun dengan suhu udara berkisar antara 20°C – 32 °C. Secara administratif, dari sebelah Utara berbatasan dengan hutan lindung, sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Suntalangu, sebelah Barat berbatasan dengan Desa Sapit dan sebelah Timur berbatasan dengan Desa Perigi.(Sumber: Profil Desa Mekar Sari Tahun 2014) 5
Dilihat dari segi tofografi, kontur muka bumi desa ini sebagian besar berbukit
dengan
kemiringan
yang
cukup
curam.
Kondisi
ini
menjadikan sebagian masyarakatnya terisolir, karena akses jalan yang sulit, terutama pada musim hujan karena berbatu dan melewati perbukitan dengan kemiringan yang cukup curam. Secara orbitrasi, dari Desa Mekar Sari menuju ibu kota kecamatan dapat ditempuh dengan jarak ± 6 km, ibu kota kabupaten berjarak ± 40 km dan ± 75 km menuju ke ibu kota propinsi. (Sumber: Profil desa tahun 2014) Pada tahun 2010, ketika Lombok Timur dipimpin oleh Sukiman Azmy, dia mencanangkan kebijakan pemekaran desa dengan maksud untuk meningkatkan pelayanan dan mempercepat pembangunan desa. Beberapa desa yang wilayahnya luas dan penduduknya banyak diupayakan untuk dimekarkan, salah satunya adalah Desa Mekar Sari. Desa ini pada awalnya adalah bagian dari wilayah Desa Perigi. Namun, mengingat wilayah desa ini cukup luas dan jumlah penduk yang tersebar berjauhan, maka muncul keinginan dari masyarakat, terutama yang jauh aksesnya dari ibu kota desa untuk melakukan pemekaran. Berdasarkan hasil verifikasi tim pemekaran, desa ini layak untuk dimekarkan. Ahirnya, pada tahun 2011 Desa Perigi resmi dimekarkan menjadi dua desa, yaitu Perigi dan Mekar Sari. Desa Mekar Sari dibagi ke dalam delapan dusun, yaitu Tumpang Sari, Lekong Pulut, Belumbang Selatan, Belumbang Induk, Aik Embuk, Kuang Paok, Dasan Koak dan Napak Sari. 2.2 Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Berdasarkan data hasil assessment dengan metode Partsipatory Poverty Assessment and Monitoring (PPAM) tahun 2015, penduduk Desa Mekar Sari berjumlah 6.213 jiwa yang terdiri dari 3.177 jiwa laki laki dan 3.036 jiwa perempuan. Dilihat dari jumlah Kepala Keluarga (KK) penduduknya berjumlah 2.101 KK yang terdiri dari 1.700 KK laki – laki dan 401 KK perempuan. 6
Dilihat dari indeks kesejahteraan inti (kebutuhan dasar) jumlah penduduk miskin di Desa Mekar Sari yang diperoleh dari hasil PPAM tahun 2015 adalah 949 KK (45%), 1141 KK (51%) menengah dan 11 KK (1%) tergolong sejahtera. Berdasarkan data tersebut tingkat kesejahteraan
masyarakat
masih
didominasi
oleh
kalangan
menengah dan miskin. 2.3 Mata Pencaharian Dilihat dari segi mata pencaharian, penduduk Desa Mekar Sari memiliki
mata
pencaharian
yang
cukup
beragam
jenisnya.
Diantaranya adalah petani, buruh tani dan peternak, buruh migran dan pengusaha kecil. Berdasarkan data profil Desa Mekar Sari tahun 2015 perbandingan penduduk dengan mata pencaharian sebagai petani berjumlah 1.357 orang laki-laki dan 1.116 orang perempuan, buruh tani berjumlah 1.158 orang laki – laki dan 988 orang perempuan, peternak berjumlah 499 orang laki – laki dan 188 orang perempuan, buruh migran laki – laki sebanyak 148 orang dan 37 orang perempuan, pengusaha kecil dan menengah sebanyak 29 orang laki – laki dan 25 orang perempuan, dan lain – lainnya sebanyak
59
orang.
Sedangkan
jumlah
penduduk
yang
bertani/berkebun di dalam kawasan hutan berdasarkan data anggota GAPOKTAN Puncak Semaring tahun 2015 berjumlah 470 orang pengarap. Pluralitas mata pencaharian penduduk memperlihatkan bahwa sebagian besar dari angkatan kerja yang ada adalah petani, buruh tani, dan peternak. Petani sifat pekerjaannya lebih mantap, dalam arti tingkat kelangsungannya lebih panjang dan menetap, sedangkan buruh di desa ini sifat pekerjaanya tidak mantap, artinya sewaktuwaktu dapat berhenti bekerja baik karena pekerjaannya yang sudah selesai atau karena tidak dipakai lagi. Selain itu lokasi pekerjaanya selalu berpindah-pindah dari tempat yang satu ke tempat yang lain, baik di wilayah desa setempat maupun luar desa dan kadang luar kecamatan ataupun kota. 7
Desa Mekar Sari dikelilingi oleh lahan persawahan dan hutan, sehingga bertani di sawah dan hutan serta beternak merupakan mata pencaharian utama masyarakat Desa Mekar Sari. Sebagian besar penduduk dalam kehidupan sehari-hari sangat menggantungkan diri pada hasil hutan dan sawah serta ternak. Air untuk irigasi di desa ini tidak selalu ada pada musim kemarau, sehingga produktifitas lahan hanya berlangsung selama musim hujan. Di dalam kawasan hutan dimanfaatkan untuk mengembangkan berbagai jenis MPTS, seperti Avokad, Durian, Kemiri, dan Empon – empon. 2.4 Pendidikan Berdasarkan profil desa tahun 2015, jumlah penduduk Desa Mekar Sari yang berusia 7 – 18 tahun yang tidak pernah bersekolah sebanyak 161 orang laki – laki dan 96 orang perempuan, penduduk usia 7 – 18 tahun yang sedang bersekolah sebanyak 686 orang laki – laki dan 639 orang perempuan, penduduk yang tamat SD sederajad berjumlah 414 orang laki – laki dan 379 orang perempuan, tamat SMP sederajat berjumlah 150 orang laki – laki dan 160 orang perempuan, tamat SMA sederajat 119 orang laki – laki dan 117 orang perempuan, D1 sederajat sebanyak 1 orang, D2 sederajat sebanyak 1 orang dan S1 sederajat sebanyak 14 orang. Data di atas menunjukkan bahwa angka putus sekolah cukup tinggi dan tingkat pendidikan masyarakat masih didominasi oleh tamatan SD/sederajat. Kondisi ini menggambarkan bahawa pendidikan masyarakat di desa ini tergolong masih sangat rendah. Rendahnya pendidikan di desa ini berkaitan dengan keberadaan infrastruktur pendidikan yang sangat kurang. Sarana pendidikan yang ada hanya 5 buah SD/sederajat, 3 buah SMP/sederajat dan 3 buah TK (Profil desa tahun 2015). Permukiman penduduk terpencar berjauhan. Sementara itu, kontur bumi pada umunya berbukit dan curam. Kondisi jalan sebagian besar berbatu, pada musim hujan tanahnya licin dan pada musim kemarau berdebu. Kondisi ini berkontribusi
menjauhkan
akses 8
warga
terhadap
infratruktur
pendidikan. Sangatlah wajar kemudian jika angka putus sekolah cukup tinggi. 2.5 Adat Istiadat Pada sektor kebudayaan, di Desa Mekar Sari pernah eksis system kesatuan wilayah budaya yang kini meninggalkan situs-situs penting seperti Geleng yang berfungsi sebagai lumbung. Selain itu, terdapat juga makam – makam bersejarah, salah satunya adalah Makam Baloq Bakang. Makam ini konon merupakan makam para wali penyebar agama Islam. Di sekitar makam, terdapat juga banyak kuburan yang konon adalah kuburannya orang – orang dari Desa Kelayu. Saat ini, situs tersebut masih dijaga dan dipelihara oleh masyarakat, dan termasuk sebagi situs yang dilindungi oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Lombok Timur. Makam Baloq Bakang dijadikan sebagai wisata religi sampai saat ini. Tempat ini masih disakralkan oleh masyarakat, sehingga banyak masyarakat dari berbagai tempat yang datang hanya untuk berdoa agar hajatannya tercapai. 2.6 Tingkat Ketergantungan Masyarakat Terhadap Hutan Desa Mekar Sari berada di kawasan gunung Rinjani dan berbatasan langsung dengan kawasan hutan lindung dan berada di Sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Pohgading Sunggen. Di sekitarnya terdapat hamparan lahan persawahan seluas 875 ha yang dikelola oleh 1.540 Kepala Keluarga dengan kepemilikan tanah rata – rata 0,50 ha, dan sisanya sebanyak 816 KK belum memiliki lahan pertanian. Sumber mata pencaharian masyarakat Desa Mekar Sari adalah bertani, sementara mereka yang tidak memiliki lahan pertanian bekerja sebagai buruh tani. Lahan pertanian di desa ini hanya produktif pada musim hujan, karena musim kemarau airnya mengering. Sehingga lahan pertanian hanya bisa dimanfaatkan untuk menanam Tembakau Rajang pada musim kemarau. Kondisi ini berdampak pada rendahnya pendapatan petani, sementara mereka yang tidak memiliki lahan pertanian menganggur sepanjang musim kemarau. 9
Terbatasnya lapangan pekerjaan di desa ini mendorong masyarakat untuk merambah sector kehutanan. Saat ini, tercatat 470 KK yang mengelola kawasan hutan seluas 320 ha. Dari 816 KK yang tidak memiliki lahan pertanian hanya 470 KK yang mendapatkan akses kelola hutan. Sementara, 330 orang yang tidak mendapatkan akses harus menganggur, bekerja sebagai buruh. Keberadaan hutan di desa ini sangat mendongkrak perekonomian masyarakat, bahkan menurut masyarakat, pendapatan mereka jauh lebih banyak dari hasil mengelola hutan dibandingkan dengan mereka yang mengelola lahan pertanian. Mengelola hutan tidak mebutuhkan biaya perawatan yang banyak, karena mereka mengembangkan tanaman jangka panjang yang bisa dipanen sepanjang masa. Sementara itu, di lahan di luar hutan mereka mengembangkan tanaman musiman, sehingga harus mengeluarkan biaya perawatan yang tinggi untuk bisa mendapatkan hasil yang baik. Menurut masyarakat,
mereka
tidak
bisa
membayangkan
banyaknya
pengangguran seandainya tidak ada hutan yang mereka kelola. 3 Tujuan Pembuatan Naskah Kesepahaman Pembuatan naskaha kesepahaman ini bertujuan agar pihak-pihak terkait memiki pedoman di dalam melaksanakan kerjasama Kemitraan kehutanan dalam rangka memberdayakan masyarakat setempat dengan memberikan manfaat secara langsung, melalui penguatan kapasitas dan pemberian akses, ikut serta dalam mewujudkan pengelolaan hutan lestari, dan secara bertahap dapat berkembang menjadi pelaku ekonomi yang tangguh, mandiri, bertanggung jawab dan profesional.
B. IDENTITAS PARA PIHAK YANG BERMITRA Para pihak yang melakukan Perjanjian Kerjasama, “Pemberdayaan Masyarakat Melalui Kemitraan Kehutanan” ini yaitu : 1. M.AMINUDIN MUNIR, S.Hut Jabatan Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Rinjani Timur, beralamat di Jalan Pariwisata Desa
Kesik
Kecamatan
Masbagik
10
Kabupaten Lombok
Timur
bertindak untuk dan atas nama KPHL Rinjani Timur, selanjutnya disebut sebagai PIHAK PERTAMA; 2. UJIP, Ketua GAPOKTAN Hutan Puncak Semaring, beralamat di Dusun Belumbang Utara, Desa Mekar Sari, Kecamatan Suela, Kabupaten
Lombok
Timur,
bertindak
untuk
dan
atas
nama
GAPOKTAN Hutan Puncak Semaring, selanjutnya disebut sebagai PIHAK KEDUA. C. LOKASI KEGIATAN KEMITRAAN Program Kemitraan Kehutanan ini diselenggarakan di Desa Mekar Sari, Kecamatan Suela, Kabupaten Lombok Timur . (Peta lokasi terlampir) D. RENCANA KEGIATAN KEMITRAAN 1. Kondisi Umum Area Kemitraan. Areal kemitraan kehutanan yang diperjanjikan merupakan hutan lindung seluas 320 hektar yang digarap oleh 470 KK yang merupakan penduduk asli Desa Mekar Sari. Kondisi tofografi area yang diusulkan pada umunya berbukit dengan ketinggian 400 mdpl – 700 mdpl, di dalamnya terdapat lokoq (sungai) yang tidak berair sebagai pembatas antar kelompok. Ada juga mata air yang dijadikan sebagai sumber air bersih bagi masyarakat Desa Mekar Sari. Kawasan ini juga dipenuhi dengan berbagai jenis kayu sebagai tegakan, baik yang sengaja ditanam oleh masyarakat ataupun yang memang tumbuh secara alami. Di sela – sela kayu, dimanfaatkan untuk menanam jenis Avokad, Durian, Kemiri, Nangka, Mangga, Melinjo, Kopi, Kakao dan jenis tanaman buah lainnya. Di bawah tegakan masyarakat membudidayakan tanaman musiman, seperti Jahe, Kunyit, Lengkuas, Porang, Pisang dan tanaman merambat seperti Sirih. 2. Potensi 2.1 Potensi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) Juml No
Jenis
ah Bata
Volume/t ahun
ng
11
Harga/Rp.
Keterangan
1
Durian
3049
-
Belum produksi
2
Avokad
9.531
119 ton
2.000 – 5.000/Kg.
3
Kopi
5.221
5 kwintal
22.000 – 47.000/kg.
4
Kakao
967
5 kwintal
15.000 – 25.000/Kg.
5
Kemiri
2.599
5 ton
5.000/kg.
6
Nangka
2.266
400 ton
1000/kg
7
Mangga
1.593
5 ton
8
Kayu
3456
-
-
Belum produksi
2.500/Kg.
Manis 9
Melinjo
305
-
-
Belum produksi
10
Rambut
165
-
-
Belum produksi
an Sumber: Hasil pendataan potensi tahun 2015 2.2 Potensi Bawah Tegakan No
Jenis
Harga/Rp. 10.000/Kg.
Volume (Ton)
1
Jahe
2
Kunyit
1
3
Lengkuas
1
4
Porang
1
Keterangan
50
Sumber: Hasil pendataan potensi tahun 2015 2.3 Potensi Kayu No
Jenis
Jumlah Batang
Keterangan
1
Jati
1.544
Hasil penanaman
2
Mahoni
2.635
Hasil penanaman
3
Sengon buton
397
Hasil penanaman
4
Rajumas
33
Hasil penanaman
5
Sonokeling
52
Hasil penanaman
12
6
Bajur
52
Tumbuh alami
7
Kelokos
14
Tumbuh alami
8
Suren
44
Tumbuh alami
9
Borok
21
Tumbuh alami
10
Prabu
12
Tumbuh alami
11
Litak
10
Tumbuh alami
12
Manjerong
136
Tumbuh alami
13
Beringin
6
Tumbuh alami
14
Pucat
13
Tumbuh alami
15
Minden
12
Tumbuh alami
Jumlah
4.981
2.4 Rencana Umum Rencana Umum merupakan gambaran rencana kegiatan yang akan dilakukan dalam jangka panjang selam kontrak kerjasama berlangsung, yaitu selama 35 tahun sesuai dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 39 tahun 2013. Rencana Umum Naskah Kesepahaman ini terlampir. 2.5 Rencana Tahunan Rencana Tahunan merupakan turunan dari Rencana Umum yang dilakukan dalam jangka waktu satu tahun. Rencana Tahunan Naskah Kesepahaman ini terlampir. E. OBYEK KEGIATAN Jenis-jenis kegiatan yang dimitrakan dalam perjanjian kerjasama meliputi: a. Penyiapan lahan, b. Pembibitan, c. Penanaman, d. Pengadaan sarana produksi, e. Pemeliharaan, f. Pemungutan; g. Pemanenan, 13
h. Pengolahan, i. Distribusi dan pemasaran. Adapun jenis komoditas yang dimitrakan dalam perjanjian kerjasama ini meliputi Hasil Hutan Bukan Kayu. Komoditas Hasil Hutan Bukan Kayu yang diperjanjikan di antaranya : Tanaman Kehidupan: a. Avokad b. Kemiri c. Durian d. Kayu Manis Tanaman Sela a. Jahe b. Porang F. BIAYA KEGIATAN Biaya yang dibutuhkan untuk kegiatan Kemitraan Kehutanan berasal dari: a. PIHAK PERTAMA; b. PIHAK KEDUA; c. Instansi Lain; dan d. Sumber lain yang tidak mengikat G. KEWAJIBAN DAN HAK PARA PIHAK PIHAK PERTAMA memiliki kewajiban: 1. Bersama-sama dengan PIHAK KEDUA menyusun rencana kerja pengelolaan
kawasan
di
areal
Kemitraan
Kehutanan
yang
diperjanjikan; 2. Memberikan pelatihan dan penyuluhan teknis tata kelola kawasan hutan kepada PIHAK KEDUA; 3. Menyediakan bibit sesuai jenis tanaman yang direncanakan 4. Membuat kebun bibit di sekitar area Kemitraan Kehutanan yang diperjanjkan 5. Memberikan biaya pembibitan kepada PIHAK KEDUA yang besarnya di sesuaikan dengan kebutuhan kegiatan pembibitan 6. Melakukan pengamanan bersama PIHAK KEDUA dalam kawasan di areal Kemitraan Kehutanan yang diperjanjikan 14
7. Memfasilitasi
peralatan
dan
perlengkapan
pemanenan
serta
pendukung lainnya bersama PIHAK KEDUA 8. Pelatihan dan pembekalan tata usaha HHK dan HHBK 9. Melakukan
pelatihan
dan
bimbingan
pengembangan
industri
pengolahan HHBK dan HHK kepada PIHAK KEDUA 10. Melakukan pemasaran HHK dan HHBK secara bersama-sama dengan PIHAK KEDUA 11. Memfasilitasi PIHAK KEDUA untuk mendapatkan modal usaha 12. Melakukan pendampingan sekurang-kurangnya 1 (satu) minggu sekali 13. Melakukan monitoring dan evaluasi PIHAK PERTAMA memiliki hak: 1. Memperoleh informasi dan laporan berkala dari PIHAK KEDUA sekurang-kurangnya setahun sekali mengenai pelaksanaan rencana kegiatan yang diperjanikan. 2. Memberikan peringatan/teguran kepada PIHAK KEDUA apabila terdapat indikasi penyimpangan. 3. Mendapatkan bagi hasil HHK dan HHBK yang besarnya sesuai dengan perjanjian kerjasama 4. Menerima laporan sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan sekali terkait dengan pemanfaatan HHBK dan HHK 5. Melakukan monitoring dan evaluasi PIHAK KEDUA memiliki kewajiban: 1. Bersama-sama dengan PIHAK PERTAMA menyusun rencana kerja pengelolaan
kawasan
di
area
Kemitraan
Kehutanan
yang
diperjanjikan; 2. Mengelola kebun bibit dan melakukan penanaman di areal Kemitraan Kehutanan yang di perjanjikan; 3. Melakukan pemeliharan tanaman di area Kemitraan Kehutanan yang di perjanjikan; 4. Melakukan pengamanan/pengawasan hutan di area Kemitraan Kehutanan yang di perjanjikan bersama dengan PIHAK PERTAMA;
15
5. Menyerahkan bagi hasil HHBK kepada PIHAK PERTAMA yang besaranya sesuai perjanjian kerja sama 6. Membuat laporan bulanan hasil pemanenan HHBK 7. Membuat Laporan keuangan bulanan GAPOKTAN terkait hasil penjualan HHBK di area Kemitraan Kehutanan yang di perjanjikan; 8. Menyerahkan laporan hasil pemanenan dan penjualan HHBK di area Kemitraan Kehutanan yang di perjanjikan kepada PIHAK PERTAMA. 9. Membuat laporan tahunan terkait perkembangan seluruh kegiatan di areal kemitraan PIHAK KEDUA memiliki hak: 1. Mendapatkan bagi hasil dari pemanfaatan HHBK di area Kemitraan Kehutanan yang di perjanjikan; 2. Mendapatkan Pelatihan dan pembekalan tata usaha HHBK 3. Mendapatkan pelatihan dan penyuluhan teknis tata kelola kawasan hutan dari PIHAK PERTAMA; 4. Mendapatkan pelatihan dan bimbingan pengembangan industri pengolahan HHBK dari PIHAK PERTAMA; 5. Memperoleh bimbingan teknis perencanaan, pelaksanaan dan pemasaran hasil pengelolaan hutan dari PIHAK PERTAMA. 6. Memperoleh dukungan modal, sarana dan prasarana produksi H. JANGKA WAKTU KEMITRAAN Kerjasama Kemitraan Kehutanan ini berlangsung selama 35 (tiga puluh lima tahun) dan setelah itu dapat diperpanjang kembali sesaui dengan ketentuan yang berlaku. Perjanjian kerjasama ini akan dievaluasi setiap 5 (lima) tahun sesuai dengan kesepakatan para pihak. I.
PEMBAGIAN HASIL SESUAI KESEPAKATAN PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA sepakat menerapkan skema bagi hasil dengan prosentase 25 % untuk PIHAK PERTAMA dan 75 % untuk PIHAK KEDUA di bidang untuk HHBK.
16
J. PENYELESAIAN PERSELISIHAN a. Dalam hal terjadi sengketa sebagai akibat dari perjanjian ini, Para Pihak
akan
menyelesaiakan
sengketa
dengan
melakukan
musyawarah; b. Dalam hal sengketa antara para pihak yang melakukan perjanjian kerjasama tidak dapat diselesaikan melalui musyawarah, maka selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari sejak musyawarah selesai dilakukan, Para Pihak harus menunjuk Lembaga Adat atau Pemerintah Daerah atau Pemerintah untuk menyelesaikan sengketa melalui cara mediasi; c. Dalam hal sengketa tidak dapat diselesaikan melalui mediasi oleh Lembaga Adat atau Pemerintah Daerah atau Pemerintah, maka selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari sejak mediasi selesai dilakukan,
Para
Pihak
harus
menunjuk
pihak
lain
untuk
menyelesaikan sengketa dengan cara mediasi; d. Dalam hal penyelesaian sengketa melalui mediasi oleh pihak laih tidak dapat menyelesaikan sengketa, maka selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari sejak mediasi selesai dilakukan, Para Pihak dapat menyelesaikan sengketa di pengadilan. K. SANKSI PELANGGARAN a. Bentuk sanksi pelanggaran berupa : 1) Denda 2) Ganti rugi 3) Penghentian perjanjian kerjasama b. Sanksi denda atau ganti rugi dijatuhkan kepada salah satu pihak atau ke dua belah pihak hanya dapat dijatuhkan setelah mendapat putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap; c. Penghentian perjanjian kerjasama baik yang dilakukan salah satu pihak atau karena atas kesepakatan ke dua belah pihak atau atas
17
keputusan pengadilan tidak menghilangkan kekayaan para pihak di atas area Kemitraan Kehutanan yang diperjanjikan; d. Para pihak dapat menunjuk penilai untuk menaksir kekayaan para pihak di atas area Kemitraan Kehutanan yang diperjanjikan; L. Ketentuan lain Apabila anggota GAPOKTAN Puncak Semaring (PIHAK KEDUA) yang terikat dengan perjanjian kerjasama ini meninggal dunia, maka hak pengelolaan hutan di area Kemitraan Kehutanan digantikan oleh ahli warisnya, yaitu istri/suami atau anaknya atau pihak lain yang diberi surat wasiat. Mekar Sari,……………………… Disahkan oleh :
Disusun Oleh :
Kepala Balai KPHL Rinjani Timur,
GAPOKTAN PUNCAK SEMARING,
M.AMINUDIN MUNIR, S.Hut
UJIP
NIP.
Ketua
18