Dradjad H Wibowo
Yogyakarta, 7 November 2015
Dalam 10 tahun terakhir, target pajak dalam APBN tidak pernah tercapai, kecuali tahun 2008 dimana terjadi kenaikan harga tiga komoditas utama: minyak dan gas, CPO dan batubara. Ditambah “percepatan pembayaran masa” atau ijon pajak.
Tax Ratio statis pada kisaran 11% - 13%.
Pertumbuhan penerimaan pajak melambat.
Reformasi Birokrasi belum mampu mendorong kinerja seperti yang diharapkan. Tunjangan Kinerja yang diberikan pada 2015 ini relatif tidak memberi dampak yang signifikan.
20
15
10
14.6
13.8 11.3 8.8
14.6
11.8
11.9
8.99
9.14
14.3 11.9
8.07
14.6
13.7
13.2 12.4
12.4
12.7
2015 APBN
2015 APBNP
8.45
5
0 2010
2011
2012
2013
2014 APBNP
Grafik warna merah: Tax Ratio dalam arti luas yang meliputi penerimaan pajak, penerimaan sumber daya alam dan penerimaan lainnya.
Grafik warna biru: tax ratio dalam arti sempit hanya mencakup penerimaan pajak semata.
Grafik warna hijau: Rasio Pajak Murni (RPM), yaitu rasio dari penerimaan pajak murni DJP dengan produk domestik bruto (PDB).
Realisasi penerimaan Semester I/2015 hanya 36% dari target. Penerimaan Semester I tiga tahun sebelumnya (2012-2014) rata-rata 43%. Artinya terjadi penurunan kinerja 7% dibanding rata-rata tiga tahun terakhir.
Realisasi Penerimaan Semester II tiga tahun terakhir (2012-2014) rata-rata 51%. Jika kinerja Semester II/2015 sama dengan Semester I/2015, maka kemungkinan realisasi penerimaan Semester II/2015 hanya 44%.
Realisasi penerimaan DJP 2015 hanya 75-80% dari target jika tanpa usaha ekstra yang efektif. Bisa 88% jika usaha ekstra efektif.
Skenario OPTIMISTIK 2015 Target Rutin Bulan
Extra Efforts
PBB
Proyeksi Realisasi Cash Flow
Realisasi Cash Flow Per tgl 12 Okt 2015
Yang masih harus dicari
110.000
28.700
81.300
50.500
164.046
0
164.046
69.641
186.641
0
186.641
120.141
1.137.774
28.700
431.987
Target Tahun 2015
1.294.257
Surplus/ (Shortfall)
(156.483)
Persentase capaian tahun 2015
87.91%
Percepatan Pembayaran Masa
Realisasi Januari Sd 30 September
677.087
Oktober
65.000
37.000
8.000
November
70.000
37.000
6.546
Desember
80.000
37.000
Total
215.000
111.000
14.546
Dengan target pajak di atas Rp1.294 triliun dan terus meningkat, administrasi perpajakan yang hanya unit Eselon I (di bawah Kemenkeu), sulit bagi DJP memaksimalkan pengelolaan sumber daya dimiliki.
Saran: 1) Perpajakan ditingkatkan menjadi lembaga/ badan setingkat menteri yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden; atau 2) tetap Eselon I dengan otonomi lebih luas dalam mengelola sumber daya (SDM, anggaran dsb)
Dalam revisi UU Perpajakan terakhir (2006/2007), hak dan kewajiban fiskus maupun wajib pajak ditata ulang. Faktanya, hak-hak WP langsung diberlakukan, sedangkan hak-hak fiskus lambat dipenuhi. Misalnya tentang pembentukan bank data (Pasal 35A UU KUP). PP atas Pasal 35A ini baru terbit 5 tahun setelah UU diberlakukan. Sedangkan PP mengenai pembentukan bank data hingga saat ini belum diterbitkan. Bank Data → sangat krusial: 1. Agar tax base diketahui secara akurat 2. Meminimumkan penghindaran/kecurangan pajak
Sistem IT Ditjen Pajak sejak tahun 2000-an belum mengalami kemajuan yang berarti, utamanya IT yang menunjang pelayanan dan pengawasan kepada WP. Sejak tim reformasi birokrasi (Sjarifuddin Alsjah dkk dijerat hukum), pengembangan IT terhambat. Proyek PINTAR yang dibiayai Bank Dunia juga dibatalkan.
Kehandalan sistem IT mempunyai peran sangat penting dalam administrasi pajak yang menganut rezim self assessment.
Pembatasan sumber-sumber informasi yang terkait transaksi finansial membuat DJP tidak mampu untuk melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi secara efektif.
UU Perbankan : kerahasiaan bank demi stabilisasi sektor keuangan dan arus modal dalam neraca pembayaran.
Itu alasan lain tentang pentingnya Bank Data, sebagai pengganti kerahasiaan bank.
1.
Piutang Pajak (DJP) dalam LKPP 2014 mencapai hampir Rp92 triliun, dan piutang pajak yang masih dalam sengketa mencapai Rp74 triliun. Ditjen Pajak perlu memperbaiki sistem penagihan pajak agar piutang yang nyata-nyata sudah menjadi hak negara bisa direalisasikan. Saat ini, piutang pajak mendekati daluwarsa.
2.
Ditjen Pajak perlu memperbaiki kualitas SKP (surat ketetapan pajak) sehingga bisa menekan angka sengketa pajak.
3.
Ditjen Pajak perlu membangun Bank Data yang modern, mengingat di akhir tahun pemerintahan Presiden Jokowi target penerimaan pajak bisa mendekati Rp2.000 triliun.
4.
Kemenkeu/Ditjen Pajak perlu menciptakan sistem yang mampu mendorong setiap pegawai mencapai target penerimaan yang dibebankan APBN. Sistem mutasi dan promosi sebaiknya dikaitkan dengan pencapaian target sebagai tolok ukur utama.
5.
6.
7.
Perlu diupayakan menaikkan effective tax rate, meskipun mungkin nominal tax rate turun. Tax amnesty → memang bisa menaikkan penerimaan seperti di Rusia. Tapi jika desain tidak tepat dan sistem tidak siap → justru merusak. Tax amnesty by default adalah tidak adil. Ditjen Pajak perlu mengkaji secara sungguh2 untuk mengganti sistem PPN dengan pajak penjualan, mengingat angka kebocoran PPN (dari faktur fiktif, ekspor fiktif dll) sampai hari ini tidak bisa diatasi secara memadai → patut dipertimbangkan
8.
Pertukaran dan/atau integrasi informasi sumbersumber penerimaan negara (pajak, customs, dan PNBP) harus dilakukan untuk memaksimalkan penerimaan negara.
9.
Perlu kerjasama erat dengan lembaga lain yang mempunyai kewenangan yang tidak dimiliki Kemenkeu. Misalnya kewenangan penyadapan, kewenangan memaksa pemberian data oleh K/L lain, dsb.
Terima kasih