KEBIJAKAN DAN STRATEGI SVLK SERTA SISTEM PENGAKUANNYA DENGAN NEGARANEGARA-NEGARA LAIN oleh: Dr. Dwi Sudharto Direktur Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan
Disampaikan pada acara
SOSIALISASI SVLK, RPP B3 DAN WASTE PAPER Jakarta, 3 September 2012
1
Background 1. Maraknya kegiatan illegal logging dan illegal trading, 2. Adanya “image” dari dunia luar yang kurang baik terhadap pengelolaan hutan di Indonesia, 3. Adanya trend dalam perdagangan kayu internasional yang memerlukan bukti legalitas, seperti: (USA dengan “Amandemen Lacey Act”, Uni Eropa dengan “EU Timber Regulation”, Australia dengan “Prohibition Bill” dan Jepang dengan “Green Konyuho” atau “Goho Wood”)
4. Rendahnya kesejahteraan masyarakat, 5. Rendahnya daya saing produk Indonesia. 6. Bali FLEG Declaration Tahun 2001. 2
LANDASAN HUKUM 1. UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. 2. PP No. 6 Tahun 2007 jo. No. 3 tahun 2008 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan. 3. Permenhut No. P.38/Menhut-II/2009 jo. No. P.68/Menhut-II/2011 tentang Standar dan Pedoman Pelaksanaan Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL) dan Verifikasi Legalitas Kayu (VLK), tanggal 21 Desember 2011. 4. Perdirjen BUK No. P.8/VI-BPPHH/2011 tentang Standar dan Pedoman Pelaksanaan Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL) dan Verifikasi Legalitas Kayu (VLK), tanggal 30 Desember 2011. 3
Kawasan Hutan Indonesia
Fungsi
Luas (juta Ha)
Konservasi
26,8
Hutan Lindung
28,8
Hutan Produksi
32,6
Hutan Produksi Terbatas Hutan Produksi yang dapat dikonversi
Total
24,4 17,9
130,68
4
IUPHHK HUTAN PRODUKSI Jenis No. Pemanfaatan
Luas (x 1000 ha)
Unit
1.
IUPHHK-HA
295
23.600
2.
IUPHHK-HTI
247
10.000
3.
IPHHK-RE
4
199
4.
IUPHHK-HTR
3.262
165
Total Luas
33.964 5
No 1
PRODUK Kayu lapis
JUMLAH (unit) 137
KAPASITAS (m3)
PRODUKSI (m3)
12.001.815 3.204.707,52
2
LVL
12
531.750
3
Veneer
79
2.601.045
812.343,01
4
Kayu gergajian
250
6.296.396
907.118,69
5
Chip
26
43.754.296
1.778.435,25
506
65.652.302
Total
6
Situasi Hutan Jawa Produksi DI Yogyakarta P
Hutan Produksi Hutan Rakyat
TOTAL
Jawa Timur
Pdv
P
Jawa Tengah Pdv
P
Jawa Barat dan Banten
Pdv
P
67,55
0.01
340,000.00
0.62
441,143.00
0.54
177,388.96
95,000.00
0.86
1,700,000.00
2.29
2,192,534.00
3.58
1,720,712.94
95,067.55 0,43 2,040,000.00 1.45 2,633,677.00 2.06 1,898,101.90
Pdv
TOTAL P
Pdv
958,599.51 0.52 2.72 5,708,246.94 2.72 1.55 6,666,846.46 1.62 0.38
Diolah dari : Dishutbun DI Yogyakarta (2009), Dishut Jabar (2010), BPKH XI (2009, 2010), Dishut Jateng (2012), Dishut Jatim (2012) Keterangan: P = Produksi (m3) Pdv = Produktivitas (m3/ha/th)
Master Plan Industri Perkayuan di Wonosobo - 2010
---Pasokan Pasokan BB BB--Dishut Jatim - 2012
Dishut Jateng - 2011
7
Situasi Industri Primer Kehutanan di Pulau Jawa No
Di Bawah 2.000 m3
Propinsi
2.000-6.000 m3
Kap.
JLH
Kap.
JLH
Di Atas 6.000 m3 Kap.
TOTAL
JLH
Kap.
%
JLH
%
1
Jawa Timur
380,461
323
569,818
116
2,863,700
87
3,813,979
40 526
16
2
Jawa Tengah
525,855
356
698,940
154
1,833,700
43
3,058,495
32 553
16
3
DI Yogyakarta
28,128
35
10,800
4
-
-
4
Jawa Barat
-
-
-
-
220,500
7
5
Banten
79,841
71
145,080
36
508,960
4
733,881
6
DKI Jakarta
-
-
-
-
50,400
1
50,400
TOTAL
1,014,285
785
1,424,638
310
5,477,260
142
38,928
0
39
1
2,150
64
8
111
3
1
1
0
1,932,553 20
9,628,236 100 3,380
100
Diolah dari : Dephut (2009), BP2HP VIII (2012), Dishut Jateng (2012), Dishut Jatim (2012), Dishut Jabar (2011) Sumber: JAVLEC, 2012
8
Situasi Industri Kehutanan Industri Lanjutan Berbahan Baku Kayu
Sumber: JAVLEC, 2012 9
BB
PERKEMBANGAN STRUKTUR PEMENUHAN BB IPHHK KP > 6.000 M3/TH SELAMA 7 TH TH TERAKHIR (2005 - 2011 ) HT
35 m3
± 35,47 Jt (80,14%)
± 36,73 Jt m3 (77,91%)
30 25
± 23,46 Jt m3 (62,58%)
± 24,67 Jt m3 (68,53%)
± 24,50 Jt m3 (67,90%)
m3
± 20,50 Jt (56,35%)
± 28,82 Jt m3 (77,10%)
20 ± 11,26 Jt m3 (30,03%)
15 10
± 7,40 Jt m3 (20,45%) ± 5,54 Jt m3 (14,83%)
± 6,02 Jt m3 (13,60%)
± 2,78 Jt m3 (7,39%)
5 .± 4,41 Jt
0
± 7,18 Jt m3 (19,94%)
± 11,47 Jt m3 (31,53%)
m3
± 4,16 Jt m3 (11,53%)
(12,12%)
2005
2006
2007
± 4,29 Jt m3 (11,65%)
2008
± 5,49 Jt m3 (11,64%)
HA ILS
± 3,00 Jt m3 (8,07%)
2009
± 4,94 Jt m3 (10,45%) ± 2,77 Jt m3 (6,26%)
2010
SUMBER BAHAN BAKU (Jt m3) : ► HA : HUTAN ALAM ( IUPHHK-HA / HPH & IPK / ILS ) ► HT : HUTAN TANAMAN ( IUPHHK-HT / HTI, HR, KAYU PERKEBUNAN, PERHUTANI & LC PENYIAPAN LAHAN IUPHHK-HT) ► L : SUMBER SAH LAINNYA (STOCK IPHHK, IMPOR KAYU BULAT, HASIL LELANG, PEMILIK/PEDAGANG, IPHHK LAIN)
Th
2011 10
SHARE EKSPOR KE UNI EROPA Tahun 2007-2012 (Februari)
Sumber: KEMENDAG, 2012
12
MARAKNYA ILLEGAL LOGGING DAN PERDAGANGAN KAYU ILEGAL
13
Penindakan Hukum
14
1800 1600 1400
Jumlah Kasus
Illegal logging 1200
Encroachment
1000 800
Wildlife Trade
600
Illegal Mining
400 200 0
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
Sumber: Dit. PHH (2012) 15
Bali FLEG Bilateral dengan Declaration AS, Jepang, Cina, Inggris
2001
2002
2003 - 2006
Pengembangan SVLK bersama multi skeholder
Negosiasi FLEGT-VPA
2007
Joint-Statement FLEGT-VPA
2009
Permenhut P.38/2009
2011
Signing FLEGT-VPA
2012
Permenhut P.68/2011
Tata Kelola Kehutanan 16
FLEGT-VPA INDONESIA - EU INISIATIF INDONESIA •
2001 Deklarasi Bali tentang FLEG, keprihatinan masalah illegal logging & perdagangan yang terkait
•
MoU kerjasama penanggulangan illegal logging dan illegal timber trade (Inggris, RRC, Jepang, USA) sejak 2002.
•
Pengembangan definisi legalitas kayu dan SVLK (multi-pihak) sejak 2003.
•
INISIATIF UNI EROPA (UE) •
Lokakarya EU tentang FLEGT (Juni 2002), WSSD (Sept. 2002).
•
Adopsi Regulasi No. 2173/ 2005, Dec.2005 FLEGT Action Plan VPA sbg “skema lisensi” kayu legal
•
VPA pengembangan mekanisme praktis untuk memverifikasi legalitas produk kayu
Lokakarya Regional & Nasional tentang VPA VPA sejalan dengan SVLK, sehingga Indonesia sepakat untuk memasuki tahap negosiasi VPA dengan UE (2006)
•
Negosiasi VPA: Ghana, Congo, Cameroon (tanda-tangan); Indonesia (paraf); Malaysia, Liberia, Central Africa Rep. (berlangsung); Vietnam (berjalan)
•
Jan 2007: Pernyataan Bersama tentang VPA.
•
•
Juni 2009: Permenhut No. P.38/2009 ttg SVLK terbit
Akhir 2010: EU Timber Regulation No. 995, berlaku 3 Maret 2013
•
Desember 2011: Permenhut No. P.68/MenhutII/2011 dan PerDirjen BUK No. P.8/IVBPPHH/2011 terbit.
17
APAKAH SVLK ? Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) merupakan sistem pelacakan yang disusun secara multistakeholder untuk memastikan legalitas sumber kayu yang beredar dan diperdagangkan di Indonesia Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) dikembangkan untuk mendorong implementasi peraturan pemerintah yang berlaku terkait perdagangan dan peredaran hasil hutan yang legal di Indonesia.
18
Tujuan SVLK • SVLK memberikan kepastian bagi pasar bahwa kayu dan produk kayu yang diproduksi Indonesia merupakan produk yang legal dan berasal dari sumber yang legal. • Memperbaiki tata kepemerintahan (governance) kehutanan Indonesia. • Meningkatkan daya saing produk perkayuan Indonesia • Mereduksi praktek illegal logging dan illegal trading. • Meningkatkan pendapatan masyarakat. 19
Keuntungan SVLK • Membangun suatu alat verifikasi legalitas yang kredibel, efisien dan adil sebagai salah satu upaya mengatasi persoalan pembalakan liar. • Memperbaiki administrasi tata usaha kayu hutan secara efektif. • Menjadi satu-satunya sistem legalitas untuk kayu yang berlaku di Indonesia. • Peluang untuk terbebas dari pemeriksaanpemeriksaan yang menimbulkan ekonomi biaya tinggi. 20
Kayu disebut SAH/LEGAL jika kebenaran: • Asal kayu, • Ijin Penebangan, • Sistem dan Prosedur Penebangan, • Administrasi dan Dokumen Angkutan, • Pengolahan • Perdagangan / pemindahtanganannya dapat dibuktikan memenuhi semua persyaratan legal yang berlaku 21
1. Tata Kelola yang lebih baik (Governance ) 2. Keterwakilan (Representativeness ) 3. Transparansi/keterbukaan (Credibility ) 22
OBYEK SVLK HA/HT/PEMEGANG HAK PENGELOLAAN (a.l. PERHUTANI)
6
2
3
4 IPK/ILS/HTHR
HTR/HKm/HD
HUTAN HAK/ TANAH MILIK
VLK
VLK VLK
PHPL
1
VLK
VLK
INDUSTRI PENGRAJIN PEDAGANG EKSPOR
5 23
LINGKUP SVLK Hutan Negara
Hutan Hak / Hutan Milik
Finish Product
Industri Primer
Industri Sekunder & Barang Jadi
V-Legal
Ekspor
Kayu Sitaan
24
Sertifikat Voluntary •
Prinsip skema voluntary (di antaranya FSC, CoC, dll) terkadang dipersyaratkan oleh buyer (business to business), namun SVLK tetap harus dilaksanakan (mandatory).
•
Posisi skema voluntary dalam SVLK: - pemegang IUPHHK-HA/HT/RE dan pemegang hak pengelolaan yang telah memiliki S-PHPL skema sukarela (voluntary) tetap wajib mendapatkan S-LK. - Pemilik Hutan Hak yang telah memiliki sertifikat pengelolaan hutan lestari skema sukarela (voluntary) tidak wajib mendapatkan S-LK. - Pemegang IUIPHHK, IUI atau TDI yang telah memiliki sertifikat lacak balak skema sukarela (voluntary) wajib mendapatkan S-LK. 25
PELAKU UTAMA SVLK NO
LEMBAGA
POSISI FUNGSI DALAM SISTEM
1
KEMENHUT
Pembuat kebijakan, fungsi pembinaan, menetapkan LP-PHPL atau LV-LK, Unit pengelola informasi VLK
2
KAN
Melakukan akreditasi terhadap LP-PHPL atau LV-LK
3
LP-PHPL & LV-LK
Melakukan penilaian kinerja PHPL dan/atau melakukan verifikasi legalitas kayu berdasarkan sistem dan standar yang telah ditetapkan Kemenhut
4
AUDITEE (Unit Managemen)
Pemegang Izin Atau Pada Hutan Hak yang berkewajiban memiliki Sertifikat PHPL (S-PHPL) atau Sertifikat Legalitas Kayu (S-LK)
5
PEMANTAU INDEPENDEN
Masyarakat madani baik perorangan atau lembaga yang berbadan hukum Indonesia, yang menjalankan fungsi pemantauan terkait dengan pelayanan publik di bidang kehutanan seperti penerbitan S-PHPL/S-LK 26
KEMENTERIAN KEHUTANAN (Regulator) KOMITE AKREDITASI NASIONAL (KAN)
SERTIFIKAT AKREDITASI
KELUHAN
Independent Monitoring (JPIK)
BANDING AKREDITASI
KELUHAN
LPPHPL / LVLK DOKUMEN V-Legal (FLEGT License) AUDIT
S - PHPL S - LK
BANDING
UNIT MANAJEMEN
SILK 27
LEMBAGA YANG MENANGANI EKSPOR PRODUK-PRODUK KEHUTANAN
28
PERAN BRIK DALAM PROSES EKSPOR (SEBELUM SVLK)
ETPIK
BRIK
EKSPOR
INATRADE
INSW (Bea Cukai)
29
PROSES PENGESAHAN EKSPOR KAYU OLEH LVLK (SETELAH SVLK) Proses penerbitan Dokumen V-Legal
LV-LK 48 HS Code
Dok. V-Legal Laporan Ketidaksesuaian Sertifikat LK
Unit Informasi VLK, Ditjen BUK
Competent Authority
LP-PHPL
Unit Manajemen ETPIK/ETPIK Non Produsen
Customs Negara Tujuan 30
Unit Informasi Verifikasi Legalitas Kayu atau LIU (License Information Unit) • Merupakan Unit yang mengelola informasi verifikasi legalitas kayu yang berkedudukan pada Ditjen BUK (setingkat Es III) • Sistem Informasi VLK (utamanya untuk aktifitas ekspor produk kayu), terkoneksi dengan InaTrade (Kemendag) & National Single Window (Bea Cukai), menggantikan endorsement BRIK. • SILK berlaku 3 (tiga) bulan setelah revisi Peraturan Menteri Perdagangan yang mengatur mengenai ketentuan ekspor produk industri kehutanan ditetapkan. 31
• Ditetapkan melalui SK.641/Menhut-II/2011, 10 Nov 2011 Tanda bahwa kayu/produk kayu telah dijamin legalitasnya melalui proses verifikasi, serta fungsi promosi kayu legal • Hak Paten di KEMENKUMHAM Nomor C.00201202497 tanggal 30 Mei 2012. • Dibubuhkan pada kayu/produk kayu bagi auditi yang telah mendapatkan S-LK / S-PHPL • Terdapat juga pada Dokumen V-Legal (ekspor) yg diterbitkan LVLK
32
Produk kehutanan dan perbaikan yang berkelanjutan dalam pengelolaan hutan Lingkaran
Contreng dengan daun Tulisan Tanda verifikasi bahwa produk kayu dari Indonesia telah dijamin legalitasnya melalui verifikasi yang akuntabel
Proses serah terima kuasa tanda V-legal dari Kemenhut kepada KAN telah dilaksanakan Tgl 1 Agustus 2012.
33
• Merupakan dokumen lisensi ekspor produk kayu • Berlaku untuk 37 HS-Code pada tanggal 1 Januari 2013, dan total 48 HS-Code pada 1 Januari 2014 (draft revisi Permendag No. 20/2008) • Diterbitkan oleh LVLK • Diterbitkan untuk setiap invoice, bagi ETPIK yang telah memiliki S-LK atau melalui inspeksi bagi yang belum memiliki S-LK.
34
Format Blanko Dokumen V-Legal Disertai Kop Tanda V-Legal 6 rangkap, dibedakan berdasarkan warna. Peruntukan : (1) Importir (putih)* (2) Custom negara tujuan (kuning)* (3) Custom Indonesia (merah muda)* (4) LIU (biru muda) (5) ETPIK (oranye) (6) Arsip LVLK (hijau muda)
35
TAHUN 2012
AGENDA Finalisasi revisi Permendag 20/2008 Penandatanganan FLEGT-VPA (Nopember 2012) Uji coba pengapalan menggunakan Dokumen V – Legal untuk 11 Kode HS yang diatur dalam Revisi Permendag No 20/2008
2013
1 Januari 2013, Implementasi SVLK pada 37 HS Code (yang diatur dalam Annex IA VPA) Implementasi EU Timber Regulation (Maret 2013)
2014
1 Januari 2014, Implementasi SVLK pada 48 HS Code (yang diatur dalam Annex IA VPA) 36
LPPHPL (Diakreditasi berdasar ISO 17021) No.
Nama
No. Akreditasi
1.
PT. Ayamaru Certification
LPPHPL-001-IDN
2.
PT. Sarbi International Certification
LPPHPL-004-IDN
3.
PT. SUCOFINDO SBU (SICS)
LPPHPL-005-IDN
4.
PT. Almasentra Certification
LPPHPL-006-IDN
5.
PT. Rensa Global Trust
LPPHPL-007-IDN
6.
PT. Forescitra Sejahtera
LPPHPL-009-IDN
7.
PT. Mutuagung Lestari
LPPHPL-008-IDN
8.
PT. Nusa Bakti Mandiri
LPPHPL-010-IDN
9.
PT. Equality Indonesia
LPPHPL-013-IDN
10.
PT. Multima Krida Cipta
LPPHPL-015-IDN
11.
PT. TUV International Indonesia
LPPHPL-016-IDN
12.
PT. Global Resource Sertifikasi
LPPHPL-017-IDN
37
LVLK No.
(Diakreditasi berdasar ISO/IEC Guide 65) Nama No. Akreditasi
1.
PT. BRIK
LVLK-001-IDN
2.
PT. Sucofindo
LVLK-002-IDN
3.
PT. Mutuagung Lestari
LVLK-003-IDN
4.
PT. Mutu Hijau Indonesia
LVLK-004-IDN
5.
PT. TUV International Indonesia
LVLK-005-IDN
6.
PT. Equality Indonesia
LVLK-006-IDN
7.
PT. Sarbi Moerhani Lestari
LVLK-007-IDN
8. PT. SGS Indonesia Dalam proses akreditasi : 1. PT. Almasentra Konsulindo 2. PT. Smartwood Rainforest Alliance 3. PT. Trustindo Primakarya 4. PT. Transmada 5. PT. SCS
LVLK-008-IDN
38
PR0GRES SVLK (s.d. s.d. 11 Juli 2012) No.
Sertifikasi
Lulus (unit/ha)
Tidak lulus (unit/ha)
Proses (unit/luas)
Jumlah (unit/luas)
1.
PHPL-HA
24 (3.089.865 )
6 (369.885 )
10 (1.341.512 )
40 (4.801262)
2.
PHPL-HT
21 (2.708.595 )
1 (13.600 )
16 (753.736 )
38 (3.475.931)
3.
VLK-HA
5 (555.964)
-
7 (368.455 )
12 (924.419 )
4.
VLK-HT
4 (395.64)
-
6 (407.542)
10 (803.191)
5.
VLK-Hutan hak
9 (3.972 )
-
-
9 (3.972 )
6.
VLK Industri
240
10
76
326 39
DUKUNGAN INSTANSI TERKAIT (1) Kementerian Luar Negeri Kementerian Perdagangan
Melanjutkan dan mengawal proses penandatanganan VPA dan proses ratifikasi Merevisi Permendag Nomor 20/2008 dan regulasi impor hasil hutan agar dapat dibuktikan legalitasnya
Kementerian Keuangan cq. Bea dan Cukai POLRI, Kejagung dan Penegak Hukum Lainnya Sekretariat Negara
Melaksanakan tata cara ekspor sesuai regulasi hasil revisi Kementerian Perdagangan
Kementerian Kehutanan
Pembinaan pemegang izin dan kemudahan perizinan
Menjamin adanya kepastian hukum dan kepastian usaha bagi dunia usaha bidang kehutanan yang menerapkan SVLK Memfasilitasi proses ratifikasi 40
DUKUNGAN INSTASI TERKAIT (2) Kementerian Dalam Negeri
Mendorong Gubernur dan Bupati untuk melakukan pembinaan unit usaha kehutanan dan hutan rakyat serta kemudahan perizinan
Kemeneg Koperasi dan UKM
Mendorong terbentuknya kelembagaan dan pembinaan koperasi pemilik hutan hak/hutan rakyat
Kemenperindustrian
Pembinaan IUI / TDI kemudahan perizinan
Lembaga Kebijakan Mendorong kebijakan pengadaan barang Pengadaan Barang/Jasa pemerintah agar menggunakan produk kayu yang Pemerintah telah S-LK IAPI
Mendorong Implementasi SVLK pada proses audit perusahaan industri kehutanan.
PERBANAS
Mendorong Implementasi SVLK pada proses pemberian kredit perbankan usaha kehutanan 41
Batas Akhir Kewajiban Kepemilikan S-PHPL atau S-LK Surat Dirjen BUK No. S.574/VI-BPPHH/2012 Tgl 24 Juli 2012 kpd Asosiasi Kehutanan
1.
Terhadap pemegang: a. IUPHHK-HA/HT/RE dan pemegang hak pengelolaan, wajib mendapatkan S-PHPL atau minimal S-LK; b. IUPHHK-HKm/HTR/HD/HTHR/IPK dan pemilik Hutan Hak, wajib mendapatkan S-LK; c. IUIPHHK, IUI dan TDI, industri rumah tangga/pengrajin dan pedagang ekspor, wajib mendapatkan S-LK.
2.
Mengingat keterbatasan anggaran KEMENHUT untuk melakukan penilaian kinerja PHPL dan atau VLK, maka biaya S-PHPL dan S-LK dibebankan kepada pemegang izin/pemohon (biaya mandiri).
3.
Batas akhir kepemilikan S-PHPL/S-LK bagi Pemegang IUPHHK-HA/HT/ RE/HKm/HTR/HD/HTHR/IPK, pemilik Hutan Hak: 22 Des 2012;
4.
Batas akhir kepemilikan S-LK bagi pemegang IUIPHHK, IUI dan TDI, industri rumah tangga/pengrajin dan pedagang ekspor: 22 Des 2013. 42
KELEMBAGAAN USAHA HR DAN IKM UNTUK SERTIFIKASI LEGALITAS KAYU • • •
•
•
•
Jumlah pemegang Hutan Rakyat dan IKM/Pengrajin di P. Jawa > 100.000. Pembentukan kelembagaan kelompok/koperasi membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang cukup besar Dalam rangka mendorong percepatan sertifikasi, Pemilik HR dan IKM/ Pengrajin dapat menggunakan KUD Berkualitas yang telah ada sebagai alternatif lembaga/wadah untuk sertifikasi secara kelompok Saat ini terdapat 948 unit KUD dengan kategori Cukup Berkualitas, 247 unit KUD dengan kategori Berkualitas, dan 1 unit KUD dengan kategori sangat berkualitas. Sertifikasi secara kelompok dengan memanfaatkan KUD dilakukan dengan cara menambah Unit Usaha Kehutanan ke dalam struktur usaha KUD. Diperlukan dukungan KemenKop&UKM melalui peningkatan kapasitas/ pendampingan di lapangan terhadap kelembagaan KUD Berkualitas sebagai kelembagaan sertifikasi kelompok Hutan Rakyat, IKM, Industri Rumah Tangga/Pengrajin Pemerintah memfasilitasi sertifikasi Hutan Rakyat, HKm, dan Hutan Desa melalui APBN, biaya donor, dan mitra lainnya 43
Fasilitasi kepada Hutan Hak Surat Dirjen BUK No. S.575/VI-BPPHH/2012 Tgl 25 Juli 2012
TUJUAN: Agar pemilik hutan hak siap dalam proses verifikasi yang
dilakukan LVLK, dialokasikan biaya pendampingan kepemilikan SLK secara kelompok dengan syarat: • Tergabung dalam Klpk hutan hak atau tergabung dlm unit usaha pd KUD Berkualitas / Koperasi lainnya; • Susunan pengurus Klpk hutan hak, daftar anggota & alamatnya; • Luasan minimal 500 ha atau dalam satu kabupaten; • Peta/Sketsa lokasi kelompok hutan hak; • Memiliki bukti kepemilikan tanah (alas titel atas tanah), berupa: hak milik, hak guna usaha, hak pakai, hak pengelolaan, hak eigendom, opstal, erfpacht, landrente, girik, pipil, kekitir dan verponding Indonesia, surat keterangan riwayat tanah, lain-lain bentuk alat pembuktian tertulis (dimaksud UU Pokok Agraria); • Diajukan oleh KADIS Kabupaten/Kota yang membidangi Kehutanan kepada Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan dengan tembusan kepada Bupati/Walikota dan Kepala Dinas Provinsi yang membidangi Kehutanan. 44
Fasilitasi kepada industri skala kecil/pengrajin Surat Dirjen BUK No. S.577/VI-BPPHH/2012 Tgl 25 Juli 2012
TUJUAN: Agar pemilik izin industri skala kecil/pengrajin siap dalam
proses verifikasi yang dilakukan LVLK, dialokasikan biaya pendampingan kepemilikan SLK secara kelompok dengan syarat: • Dalam bentuk Klpk (ada akta notaris pembentukan Klpk yang telah diregistrasi di Pemkab / kota setempat) atau tergabung dalam unit usaha pada KUD Berkualitas / Koperasi lainnya; • Industri skala kecil/pengrajin; • Susunan pengurus kelompok industri skala kecil/pengrajin, daftar anggota beserta alamatnya; • Jumlah minimal 25 unit atau minimal dalam satu desa/kelurahan; • Diajukan oleh Kepala Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi perindustrian kepada Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan dengan tembusan kepada Bupati/Walikota dan Kepala Dinas Provinsi yang membidangi Perindustrian. 45
Pencanangan Sistem Informasi Legalitas Kayu (1) Di Auditorium Gdg. Manggala Wana Bakti, - Pameran terkait SVLK 25 Juli sd 1 Agustus 2012 - Pencanangan SILK pada 1 Agustus 2012, oleh Menko bidang Perekonomian, Peserta + 1.300 orang: -Menkeu, Menperind, Mendag, Men PAN&RB -Instansi terkait, Kadishutprov, UPT Ditjen BUK, Asosiasi, KPH, IUPHHK-HT/HA, IUIPHHK, Pemegang HR, LP-PHPL, LV-LK, Perguruan Tinggi&Pusat Studi, LSM, Dubes, Jurnalis/ Wartawan Media. 46
Pencanangan Sistem Informasi Legalitas Kayu (2) Acara : Pemutaran film pendek proses / perjalanan SVLK Penyerahan sertifikat PHPL/VLK kepada UM MoU dengan IAPI dan Perbanas Penandatanganan secara simbolis Pelimpahan Penggunaan Tanda V-Legal: • Dari Sekjen Kemenhut ke Sekjen KAN • Dari Sekjen KAN ke LV-LK/LP-PHPL • Dari LV-LK/LP-PHPL ke UM. Pencanangan “SILK”. 47
KERJASAMA INTERNASIONAL TERKAIT SVLK • MoU penanggulangan Illegal Logging dengan Cina, Jepang, Inggris dan Amerika Serikat. • Kerjasama bilateral Indonesia dengan Amerika Serikat (MoU tahun 2006) telah beberapa kali melaksanakan pertemuan bilateral (WGILAT). Atas inisiatif bilateral juga telah diadakan Regional Dialogue Forum sebanyak dua kali (tahun 2009 di Jakarta dan tahun 2011 di Seattle), yang melibatkan 10 negara, antara lain Cina, Malaysia, Australia, Jepang, dll. • Kerjasama Indonesia dengan Australia: - Pengusulan MoU Illegal Logging oleh DAFF (Department of Agriculture, Forestry and Fisheries) Australia. - Terkait pemberlakuan Australia Illegal Logging Prohibition Bill 2011, Indonesia meminta pihak Australia untuk dapat mengakui SVLK. • APEC telah memiliki Expert Group on Illegal Logging and Associated Trade (EGILAT). 48
PENUTUP • SVLK merupakan jaminan legalitas kayu Indonesia, sekaligus merupakan landasan pencapaian pengelolaan hutan lestari (SFM). • SVLK telah menjadi komitmen Pemerintah RI dalam memberantas illegal Logging, dan illegal trading • SILK merupakan sistem yang melakukan verifikasi legalitas produk ekspor perkayuan Indonesia yang terhubung dengan InaTrade dan INSW serta kepabeanan negara tujuan. • Perlu dukungan kementerian terkait, Pemerintah Daerah dan para pihak untuk mempromosikan produk kayu bersertifikat legal. • Implementasi SVLK yang bertanggung gugat dapat meningkatkan kinerja industri perkayuan dan produk turunannya sehingga diharapkan dapat berkontribusi signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja dan meningkatkan kinerja ekspor. 49
50
IMPLEMENTATION OF SVLK CERTIFICATION 2012 (Pulp & PaperSeptember Mill)
Why SVLK ?
Commitment to combating Illegal Logging (Komitmen untuk memberantas illegal logging)
Promoting legal wood trading pass through implementation legality standard (Mempromosikan kayu legal melalui implementasi standar legalitas).
Law enforcement and forest governance (Penegakan hukum dan tata kelola kehutanan).
Build market credibility (Membangun kepercayaan/kredibilitas pasar).
Market trend that wood and wood base industrial trading need evidence of legality (Trend dalam perdagangan internasional kayu dan industri turunannya yang memerlukan bukti legalitas).
Increase performance export of wood and wood base industrial product (Meningkatkan kinerja ekspor produk perkayuan dan industri turunannya).
INTERNATIONAL MARKET DEMANDS • National legislation against import of illegal timber: – USA: Lacey Act – Europe: EU FLEGT (Forest Law Enforcement, Governance and Trade) – Australia: Illegal Logging Prohibition Bill
• EU FLEGT – European importer of wood based product has to ensure that no illegal wood is contained in any imported product to Europe – Importer has to either: • Perform due diligence across it importing supply chain, or • Import products that has been certified/verified under a bilateral agreement between EU and the importing country (VPA – SVLK)
• Potential for non-tariff trade barrier. Importers will prefer alternative low risk suppliers 53
FLEGT REQUIREMENTS FOR DUE DILIGENCE • The due diligence system includes three: – Access to information: compliance with the applicable legislation, the country of harvest, species of trees in product, quantity, sub-national region and concession of harvest, etc. – Risk assessment: 3rd party assessment for compliance with the applicable legislation, prevalence of illegal harvesting of specific tree species, prevalence of illegal harvesting or practices in the country of harvest, etc. – Risk Mitigation: Develop a set of measures and procedures that are adequate and proportionate to effectively minimise the risks and which may include requiring third party verification Wood based product from Indonesia is considered high risk 54
Basis of Law SVLK • Permenhut No. P.38/Menhut/2009 tentang Standard dan Pedoman Penilaian Kinerja PHPL dan VLK pada Pemegang Izin atau pada Hutan Hak jo. Permenhut No. P.68/Menhut-II/2011. • Perdirjen BUK No. P.8/VI-BPPHH/2011 tentang Pedoman dan Standar Pelaksanaan Penilaian Kinerja PHPL dan VLK (sebagai pengganti Perdirjen BPK P.6/2009, P.02/2010, P.06/2010, dan SE No. 08/2010).
SVLK INSTITUTIONS 1. National Accreditation Committee (Komite Akreditasi
Nasional (KAN)) 2. Certification Body (Lembaga Penilai (LPPHPL) dan
Lembaga Verifikasi (LVLK) Independen) 3. Independent Monitoring Institution (Lembaga
Pemantau Independen (LPI – NGO/CSO)) 4. Management Unit (Unit Usaha)
SVLK SCHEME KEMENTERIAN KEHUTANAN (REGULATOR) National Accreditation Committee (KAN) Accreditat ion certificate
Complaint
Independent Monitoring
Appeal (banding
Accreditation
Complaint
Certification Body
Audit
SVLK Certification
Appeal (Banding)
Auditee
V-Legal Doc. (FLEGT Licence)
Scope of SVLK
Finish Product
State Forest (Hutan Negara)
V- Legal FLEGT License
Community Forest (Hutan Hak/ Hutan Milik)
Primary Industry (Pulp Mill)
Secondary Industry and Finished Good (Paper Mill)
Export
FLOW VERIFICATION Material flow
Controls
Forest
Legality verification
transport
CoC verification
Mill
CoC verification Legality assurance
Export
Border control check
CERTIFICATION PROCESS (1) Permohonan Verifikasi Tidak
Hasil Kajian Permohonan verifikasi Ya
Perencanaan Verifikasi
Pengumuman Pelaksanaan Verifikasi (Website LVLK, Website Kemenhut, Media Massa)
A
CERTIFICATION PROCESS (2) A Pertemuan Pembukaan
Verifikasi Dokumen dan Observasi Lapangan Corective Action Request Pertemuan Penutupan Tidak
Hasil Verifikasi Memenuhi? Ya
Pelaporan (Selambat-lambatnya 14 Hari kalender sejak pertemuan penutupan)
B
Perbaikan dari Auditee
CERTIFICATION PROCESS (3) B
Pengambilan Keputusan Ya
Pengumuman Hasil Verifikasi
Penerbitan Sertifikat
Selesai
Tidak
Banding Auditee (selambat-lambatnya 14 hari kalender sejak penyampaian Hasil Keputusan)
SVLK in APP Mill
• Pulp Mill – virgin fiber • Paper Mill – virgin fiber • Paper Mill – virgin and recycled fiber
SVLK AUDIT ASPECT Audit Aspect Company legality (Legalitas Perusahaan) Purchasing legality (Legalitas Pembelian Bahan Baku) Production legality (Legalitas Produksi) Sales legality (Legalitas Penjualan)
Workers
OHS
Human Resources
COMPANY LEGALITY (Legalitas Perusahaan) • Official documents - Akte Pendirian dan perubahan terakhir (ruang lingkup, jajaran direksi, dll) • Industrial Permit - IUI/IUT (jenis produk, kapasitas produksi, laporan produksi LKPM) • Tax - NPWP (kartu NPWP, PKP, SKT, bukti pembayaran pajak) • Environment Impact Assesment document - AMDAL atau UKL/UPL (dokumen, Laporan RKL-RPL, perizinan lingkungan) • Trading permit - Surat Ijin Usaha Perdagangan • Disturbance Permit - Izin HO (Izin Gangguan) • Company register Number - Tanda Daftar Perusahan • Supplier plan - RPBBI (untuk IUIPHHK) • Export register - ETPIK (N/A - PERMENDAG 20 th 2008 HS Code Pulp & Paper tidak ada)
PURCHASING LEGALITY (LEGALITAS PEMBELIAN BAHAN BAKU)
1. Pulp Mill – Verification of RPBBI, transport docFAKB/SKAU/SKSKB, Supply Contract, PO Number, Import Documents, etc.
2. Paper Mill – Verification of Local purchasing doc. (Verifikasi dokumen pembelian pulp dan recycle local) – Verification of Import purchasing doc. for pulp and recycle material (Verifikasi dokumen pulp dan paper Recycle Import) – Verification of transport pulp local, import and recycle material (Verifikasi dokumen transport pulp local, import, recycle)
PRODUCTION LEGALITY (LEGALITAS PRODUKSI) • Material Balance (Rendemen) – Based on machine (Berdasarkan mesin) – Based on kind of product and capacity in permit (Berdasarkan jenis produk dan kapasitas) – Tally sheet/daily record (Pengecekan tally sheet/record)
Sales Legality (Legalitas Penjualan)
• Local sales doc. Verification; PO number/SC Number (Verifikasi dokumen penjualan lokal; nomor/ nomor SC) • Export doc. Verification; PEB, Invoice, B/L, P/L, NPE (Verifikasi dokumen export (PEB, Invoice, B/L, P/L, NPE) • Transport doc. Verification (Verifikasi dokumen transport)
SVLK Standard Application in Pulp & Paper Industry Perdirjen BUK No. P.8/VI-BPPHH/2011 ------> SVLK have 4 Principle, 7 Criteria, 15 Indicator, 48 Verifier. Applicable verifier: 1. Pulp Mill ; 27 verifier applicable (21 verifier not applicable) 2. Paper Mill; 25 verifier applicable (23 verifier not applicable) 3. Recycled Paper Mill; 23 verifier applicable (25 verifier not applicable)
LEARNINGS FROM AUDIT ACTIVITY • What if a supplier does not have SVLK certification yet? – Material traceability and one step backyard for supplier that has not yet SVLK certified (Penelusuran bahan baku dan satu langkah ke belakang untuk sumber bahan baku yang belum SVLK) – Non SVLK certified suppliers will be verified for all their legality matters (akte, TDP, SIUP, doc Transport etc)
• Supporting wood-based component might be included in the audit scope: e.g. packaging material – Example in APP mills, pallet for shipping
FIVE MILLS SVLK CERTIFIED
V LEGAL
Finish Product
State Forest (Hutan Negara)
V- Legal FLEGT License
Community Forest (Hutan Hak/ Hutan Milik)
Industry Primer (Pulp Mill)
Industry Secondary and Finish Good (Paper Mill)
Export
LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : SK.641/Menhut-II/2011 Tanggal : 10 Nopember 2011
Lingkaran menggambarkan produk kehutanan dan perbaikan yang berkelanjutan dalam pengelolaan hutan. Contreng dengan daun dan tulisan “Indonesian LEGAL Wood” menggambarkan tanda verifikasi yang menunjukkan bahwa produk kayu dari Indonesia telah dijamin legalitasnya melalui proses verifikasi yang akuntabel.
Format Dokumen V-Legal
Thank You!
75
Penerapan SVLK Di PT. Indah Kiat Pulp & Paper Serang Mill
1. Training 2. Gap Analysis 3. Internal Audit 4. Follow Up 5. Persiapan Audit VLK 6. Pelaksanaan Audit VLK
1. Training 1. Training Auditor Internal VLK APP Tanggal : 13-18 April 2011 Tempat : Diklat Kehutanan Bogor Instruktur : a. Nurtjahjawilasa, S.Hut., MAP, MA b. Depi Susilawati, S.Hut c. Ir. Ruspandi d. Ir. Arifah Prihartini, M.Sc e. Ir. Rasmidi G, MBA f. Cecep Saepullah, S.Hut Peserta IK-Serang : a. A. Tohari Waluyo (QAS) b. Tri Bayu Widiyatmoko (Raw Material PP) c. Sjamsul Ridjal (Marketing Export)
2. Workshop SVLK Tanggal : 20-21 Februari 2012 Tempat : PT. Pindo Deli Karawang Topik : P.68/Menhut-II/2011 & P.8/VI-BPPHH/2011 Instruktur : a. Teguh Widodo (Diklat Kehutanan) b. Cecep Saepullah, S.Hut (TUV) c. Haris Witjaksono (Sucofindo) Peserta IK-Serang : a. A. Tohari Waluyo (QAS) b. Tri Bayu Widiyatmoko (Raw Material PP) c. Mutmainnah (Marketing Export)
3. Sosialisasi Hasil Training Auditor Internal SVLK Tanggal : 16 Mei 2011 Tempat : PT. IKPP Serang (4A) Team : a. Ragita Wirastri (APP / SSE) b. A. Tohari Waluyo (QAS) c. Tri Bayu Widiyatmoko (Raw Material PP) d. Sjamsul Rijal (Marketing Export) Peserta
: Kadep / Kasi / penanggung jawab seksi terkait
4. Sosialisasi Hasil Workshop VLK Tanggal : 24 Februari 2012 Tempat : PT. IKPP Serang (4A) Team : a. A. Tohari Waluyo b. Tri Bayu Widiyatmoko Peserta
(QAS) (Raw Material PP)
: Kasi / penanggung jawab seksi terkait
2. Gap Analysis 1. Gap Analysis (I) Tanggal : 16 Mei 2011 Tempat : PT. IKPP Serang Team : a. Ragita Wirastri b. A. Tohari Waluyo c. Tri Bayu Widiyatmoko d. Sjamsul Rijal e. Mutmainnah f. Seksi / staf terkait
(APP / SSE) (QAS) (Raw Material PP) (Marketing Export) (Marketing Export)
2. Gap Analysis (II) Tanggal : 27-29 Februari 2012 Tempat : PT. IKPP Serang Team : a. Kurniadi Suherman b. Vivien Lestari c. A. Tohari Waluyo d. Tri Bayu Widiyatmoko e. Mutmainnah f. Seksi / staf terkait
(APP / SSE) (APP / SSE) (QAS) (Raw Material PP) (Marketing Export)
3. Internal Audit 1. Internal Audit (I) Tanggal : 8-9 Juni 2011 Tempat : PT. IKPP Serang Team : a. A. Tohari Waluyo b. Tri Bayu Widiyatmoko c. Sjamsul Ridjal d. Anggi Karniadi
(QAS) (Raw Material PP) (Marketing Export) (QAS)
2. Internal Audit (II) Tanggal : 30 Mei – 1 Jun 2012 Tempat : PT. IKPP Serang Team : a. Kurniadi Suherman b. Vivien Lestari
(APP / SSE) (APP / SSE)
4. Follow Up 1. Follow-up dilakukan untuk memastikan gap analysis dan hasil internal audit telah dilakukan perbaikan secara efektif, sehingga semua verifier terpenuhi. 2. Follow-up gap analysis dan hasil internal audit dilaksanakan oleh team IK-Serang. 3. Kordinasi dan komunikasi secara intensif dengan team SSE - APP Thamrin dalam hal : Progres yang telah dicapai, Kesulitan / masalah yang dihadapi (seperti dokumen perijinan, pembuatan material balance, penyiapan dokumen / laporan, dan lain-lain), Informasi-informasi berkaitan dengan rencana dan proses audit sertifikasi VLK di APP Group.
5. Persiapan Audit Sertifikasi 1. Sosialisasi Pengumuman Pelaksanaan VLK IK-Serang, melalui : o Pemasangan “Pengumuman Pelaksanaan VLK IK-Serang” di Kantor Desa Kragilan, Papan Pengumuman, dan lain-lain o Pemasangan spanduk o Lotus note (email)
o Pemasangan “Pengumuman Pelaksanaan VLK IK-Serang” di Kantor Desa Kragilan, Papan Pengumuman, dan lain-lain
Di Kantor Desa Kragilan
Di Papan Pengumuman (IK-Serang)
o Pemasangan Spanduk
PM Area
Gerbang IK
Pallet Area
2. Persiapan dokumen / laporan (Juli 2011 – Juni 2012)
Legalitas pemegang ijin (NPWP, Akta, SK, IUT, dll), AMDAL, RKL-RPL, Rendemen realisasi produksi Laporan produksi Penerimaan bahan baku (kayu, pulp & waste paper), Pemakaian bahan baku, Quantity penjualan, Data umur karyawan, PKB, Serikat Pekerja, Safety / K3, Dan lain-lain.
6. Pelaksanaan Audit VLK 1. Pelaksanaan Audit VLK IK-Serang : o Tanggal
: 11-21 Juni 2012
o Lembaga VLK
: TUV Rheinland
o Team Audit : 1. Noki Purwaka (Lead Auditor) 2. Sulistiono (Auditor) 3. Heru Purwanto (Auditor) 4. Anjar Guntoro (Auditor)
2. Hasil Audit Verifikasi Legalitas Kayu – PT IKPP Serang Mill Prinsip
Kriteria
Indikator
Verifier
Nilai
P1
K1.1
1.1.1
a
Memenuhi
b
Memenuhi
c
Tidak berlaku
d
Memenuhi
e
Memenuhi
f
Memenuhi
g
Memenuhi
h
Tidak berlaku
Justifikasi
Dari verifikasi dokumen, PT. Indah Kiat Pulp & Paper Tbk. Serang Mill berada di wilayah administrasi Kabupaten Serang dan telah mendapatkan izin AMDAL dari instansi yang berwenang, sehingga sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Serang Nomor 2 Tahun 1999 tanggal 15 April 1999 tentang Retribusi Izin Gangguan Bab IV Ketentuan Perizinan Pasal 6 Ayat (1), perusahaan merupakan industri yang tidak wajib memiliki izin gangguan.
PT. Indah Kiat Pulp & Paper Tbk. Serang Mill telah mendapatkan izin usaha tetap dari BKPM sebagai industri lanjutan dan sesuai dengan Permenhut Nomor P.43/Menhut-II/2009 tentang Perubahan Atas Permenhut Nomor P.16/Menhut-II/2007 dimana industri lanjutan tidak wajib membuat dan menyusun RPBBI.
Prinsip
P1
Kriteria
K1.1
K1.2
Indikator
Verifier
1.1.2
1.2.1
a
b
1.2.2
a
b
Nilai
Justifikasi
Tidak berlaku
Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 20/M-DAG/PER/5/2008 tanggal 29 Mei 2008 tentang Ketentuan Ekspor Produk Industri Kehutanan, produk paper tidak termasuk Produk Industri Kehutanan yang harus mendapatkan pengakuan sebagai ETPIK (Eksportir Terdaftar Produk Industri Kehutanan).
Tidak berlaku
Berdasarkan verifikasi dokumen legalitas dan observasi lapangan, PT. Indah Kiat Pulp & Paper Tbk. Serang Mill tidak termasuk dalam unit usaha dalam bentuk kelompok pengrajin/industri rumah tangga.
Tidak berlaku
Berdasarkan verifikasi dokumen legalitas dan observasi lapangan, PT. Indah Kiat Pulp & Paper Tbk. Serang Mill tidak termasuk dalam unit usaha dalam bentuk kelompok pengrajin/industri rumah tangga.
Tidak berlaku
Berdasarkan verifikasi dokumen dan observasi lapangan, PT. Indah Kiat Pulp & Paper Tbk. Serang Mill tidak termasuk dalam unit usaha dalam bentuk kelompok pengrajin/industri rumah tangga.
Tidak berlaku
Berdasarkan verifikasi dokumen dan observasi lapangan, PT. Indah Kiat Pulp & Paper Tbk. Serang Mill tidak termasuk dalam unit usaha dalam bentuk kelompok pengrajin/ industri rumah tangga.
Prinsip
Kriteria
Indikator
Verifier
Nilai
P2
K2.1
2.1.1
a
Memenuhi
b
Memenuhi
c
Memenuhi
d
Memenuhi
Justifikasi
Tidak berlaku
PT. Indah Kiat Pulp & Paper Tb. Serang Mill hanya menggunakan bahan baku utama berupa pulp dan waste paper serta bahan baku pendukung pallet berupa kayu gergajian sehingga tidak pernah melakukan pembelian dan menerima kayu bekas hasil bongkaran atau kayu galian atau kayu pendam.
f
Tidak berlaku
PT. Indah Kiat Pulp & Paper Tbk. Serang Mill hanya menggunakan bahan baku utama berupa pulp dan waste paper serta bahan baku pendukung pallet berupa kayu gergajian sehingga tidak pernah melakukan pembelian dan menerima kayu limbah industri.
g
Memenuhi
e
h
Tidak berlaku
Berdasarkan Permenhut No. P.43/Menhut-II/2009 tanggal 02 Juli 2009 tentang Perubahan Atas Permenhut Nomor P.16/MenhutII/2007 tentang Rencana Pemenuhan Bahan Baku Industri (RPBBI) Primer Hasil Hutan Kayu, PT. Indah Kiat Pulp & Paper Tbk. – Serang Mill merupakan industri yang tidak diwajibkan untuk membuat RPBBI.
Prinsip
Kriteria
Indikator
Verifier
P2
K2.1
2.1.2
a
Memenuhi
b
Memenuhi
c
Memenuhi
2.1.3
a
b
c
d
Nilai
Justifikasi
Tidak berlaku
PT. Indah Kiat Pulp & Paper Tbk. Serang Mill tidak pernah melakukan kerjasama atau kontrak proses pengolahan produk melalui jasa industri lain atau pengrajin/industri rumah tangga (men-subkon-kan proses produksi ke pihak lain).
Tidak berlaku
PT. Indah Kiat Pulp & Paper Tbk. Serang Mill tidak pernah melakukan kerjasama atau kontrak proses pengolahan produk melalui jasa industri lain atau pengrajin/industri rumah tangga (men-subkon-kan proses produksi ke pihak lain).
Tidak berlaku
PT. Indah Kiat Pulp & Paper Tbk. Serang Mill tidak pernah melakukan kerjasama atau kontrak proses pengolahan produk melalui jasa industri lain atau pengrajin/industri rumah tangga (men-subkon-kan proses produksi ke pihak lain).
Tidak berlaku
PT. Indah Kiat Pulp & Paper Tbk. Serang Mill tidak pernah melakukan kerjasama atau kontrak proses pengolahan produk melalui jasa industri lain atau pengrajin/industri rumah tangga (men-subkon-kan proses produksi ke pihak lain).
Prinsip
Kriteria
Indikator
Verifier
P3
K3.1
3.1.1
a
Tidak berlaku
b
Tidak berlaku
3.1.2
Justifikasi PT. Indah Kiat Pulp & Paper Tbk. Serang Mill hanya menjual produk berupa kertas sehingga tidak termasuk pada kayu olahan yang dimaksud dalam Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI Nomor 68/MPP/Kep/2/2003 tanggal 11 Februari 2003 tentang Perdagangan Kayu Antar Pulau.
Tidak berlaku
PT. Indah Kiat Pulp & Paper Tbk. Serang Mill hanya menjual produk yang berupa kertas yang tidak termasuk dalam kayu olahan yang wajib menggunakan dokumen PKAPT sehingga bendera kapal pengangkutan yang digunakan tidak diverifikasi.
Tidak berlaku
PT. Indah Kiat Pulp & Paper Tbk. Serang Mill hanya menjual produk yang berupa kertas yang tidak termasuk dalam kayu olahan yang wajib menggunakan dokumen PKAPT, sehingga identitas kapal yang tercantum dalam dokumen Delivery Note (DN) tidak diverifikasi.
a
Tidak berlaku
PT. Indah Kiat Pulp & Paper Tbk. Serang Mill hanya menjual produk berupa kertas sehingga tidak termasuk pada kayu olahan yang dimaksud dalam Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI Nomor 68/MPP/Kep/2/2003 tanggal 11 Februari 2003 tentang Perdagangan Kayu Antar Pulau sehingga jenis, volume, jumlah, asal dan tujuan yang ada di dokumen surat keterangan sahnya hasil hutan tidak diverifikasi.
b
Tidak berlaku
PT. Indah Kiat Pulp & Paper Tbk. Serang Mill hanya menjual produk dalam bentuk paper.
a
b
3.1.3
Nilai
Prinsip
Kriteria
Indikator
Verifier
Nilai
P3
K3.2
3.2.1
a
Memenuhi
b
Memenuhi
c
Memenuhi
d
Memenuhi
Justifikasi
Tidak berlaku
Kewajiban menggunakan dokumen lisensi ekspor (V-Legal) masih dalam proses finalisasi di pemerintah sehingga untuk kegiatan ekspor masih belum diberlakukan.
Tidak berlaku
Produk Jadi PT. Indah Kiat Pulp & Paper Tbk. – Serang Mill berupa paper yang termasuk dalam HS Code 48 yang tidak termasuk produk industri kehutanan yang harus diverifikasi oleh surveyor independen.
g
Tidak berlaku
Produk paper tidak termasuk produk yang terkena bea keluar dan tarif bea keluar sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 67/PMK.011/2010 tanggal 22 Maret 2010 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar.
h
Tidak berlaku
PT. Indah Kiat Pulp & Paper Tbk. Serang Mill menggunakan jenis kayu yang tidak termasuk dalam jenis kayu CITES.
e
f
Prinsip
Kriteria
Indikator
Verifier
P4
K4.1
4.1.1
a
Memenuhi
b
Memenuhi
c
Memenuhi
K4.2
Nilai
4.2.1
Memenuhi
4.2.2
Memenuhi
4.2.3
Memenuhi
Justifikasi
3. Sertifikat : o No Registrasi Sertifikat
: 824 303 120006
o Ruang Lingkup
: Industri lanjutan penghasil produk Test Liner /Corrugating Medium, Folding Box Board, Corrugated Carton Box, Paper Tube, Paper Cone, Box, Duplex/Manila/Ivory/Art Board/Solid Bleached Borad/Printing Packaging Products.
o Masa Berlaku
: 3 Juli 2012 s.d 2 Juli 2015
Jakarta, 3 September 2012 Oleh: Liana Bratasida Direktur Eksekutif APKI
RUU Bahan Kimia dan RPP Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) Saat ini ada 2 Peraturan Perundangundangan yang sedang disusun yaitu: • RUU tentang Bahan Kimia (pemrakarsa Kemenperin) dan • RPP tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun, Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, dan Dumping Bahan Berbahaya dan Beracun (pemrakarsa KLH)
Penyusunan naskah akademis RUU BK Isu RUU tentang Bahan Kimia dan RPP B3, menjadi isu politis yang harus diselesaikan oleh Pemerintah. Penyusunan naskah akademis RUU BK telah dimulai sejak akhir tahun 2009 dengan melibatkan lintas sektoral (semua Kementerian dengan instansi terkait lainnya).
Pembuatan RUU Bahan Kimia Pembuatan RUU-BK ini sudah masuk dalam PROLEGNAS 2013-2014 dan mengikuti pemahaman yang berlaku di tingkat internasional: 1. Agenda 21 chapter 19 (1992) 2. Stockholm Convention 3. Rotterdam Convention 4. Strategic Approach to International Chemicals Management (SAICM) 5. Globally Harmonized System (GHS) 6. dll
Pembuatan RUU Bahan Kimia
RUU tentang bahan kimia rencananya akan dijadikan payung hukum (yang dapat dimiliki dan digunakan oleh semua pihak), sementara RPP B3 lebih menekankan pada kewenangan LH dalam masalah limbah.
Bahan Kimia dan Bahan Berbahaya dan Beracun KLH menganggap bahwa bahan kimia itu merupakan bagian dari Bahan Berbahaya dan Beracun dengan definisi adalah sebagai: “zat energi dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi dan/atau jumlahnya baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan, merusak lingkungan hidup dan atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup maupun mahluk hidup lainnya”. Oleh karena itu bahan kimia dianggap juga sebagai kewenangan LH sepenuhnya.
Bahan Kimia dan Bahan Berbahaya dan Beracun Dalam RUU BK, pengertian bahan kimia itu merupakan himpunan besar dan bahan kimia tersebut ada yang berbahaya dan yang tidak berbahaya. Bahan kimia berbahaya ini selanjutnya terbagi atas: • limbah berbahaya dan • bahan baku/produksi industri.
Bahan Kimia dan Bahan Berbahaya dan Beracun Sesuai dengan GHS, RUU ini memberi kewenangan kepada LH untuk bahan kimia berbahaya terhadap lingkungan, yaitu lingkungan aquatik, tanah dan pencemaran udara. Selain itu prosedur penetapan bahan kimia berbahaya itu jelas mengikuti GHS.
Undang-Undang RI No. 32/2009 UU RI no. 32/ 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun Pasal 58: (1) Setiap orang yang memasukkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, menghasilkan, mengangkut, mengedarkan, menyimpan, memanfaatkan, membuang, mengolah dan/atau menimbun B3 wajib melakukan pengelolaan B3. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Undang-Undang RI No. 32/2009 Penjelasan Pasal 58 UU RI no. 32/2009 Ayat (1) Kewajiban untuk melakukan pengelolaan B3 merupakan upaya untuk mengurangi terjadinya kemungkinan risiko terhadap lingkungan hidup yang berupa terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup, mengingat B3 mempunyai potensi yang cukup besar untuk menimbulkan dampak negatif. Ayat (2) Cukup jelas.
Undang-Undang RI No. 32/2009 Definisi Bahan Berbahaya dan Beracun dalam UU RI no. 32 tahun 2009 Bab 1 Pasal 1 ayat 21 adalah: “Bahan berbahaya dan beracun yang selanjutnya disingkat B3 adalah zat, energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain”. Istilah B3 hanya ada dan dikenal di Indonesia saja.
RUU Bahan Kimia 1) 2)
3) 4) 5)
6)
Sistem Klasifikasi Pasal 8 Klasifikasi bahan kimia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b dilakukan berdasarkan kelompok bahayanya. Kelompok bahaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. bahaya fisik; b. bahaya kesehatan; dan c. bahaya lingkungan. Kelompok bahaya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) masingmasing dibagi dalam sub-kelompok bahaya. Sub-kelompok bahaya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikategorikan sesuai dengan kategori tingkat bahaya. Kelompok bahaya, sub-kelompok bahaya, dan kategori serta simbol bahaya bahan kimia sebagaimana tercantum dalam lampiran UndangUndang ini yang merupakan bagian tidak terpisahkan. Bahan kimia yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditetapkan sebagai bahan kimia berbahaya dengan Peraturan Pemerintah.
RUU Bahan Kimia Penjelasan Pasal 8 RUU BK: Ayat (1): Kewajiban untuk melakukan pengelolaan B3 merupakan upaya untuk mengurangi terjadinya kemungkinan risiko terhadap lingkungan hidup yang berupa terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup, mengingat B3 mempunyai potensi yang cukup besar untuk menimbulkan dampak negatif. Ayat (2) Cukup jelas
RUU Bahan Kimia Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Globally Harmonized System (GHS) of Classification and Labelling of Chemicals atau Sistem Harmonisasi Global (GHS) tentang Klasifikasi dan Label Bahan kimia merupakan buku pedoman tentang Sistem Klasifikasi dan Label Bahan kimia yang diinisiatifkan dan diterbitkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa Bangsa melalui “United Nations Conference on Environment and Development” (UNCED) sebagai hasil kesepakatan pertemuan Konprensi Earth Summit - Rio de Janeiro, Brazil, tahun 1992 sesuai amanah dalam Agenda 21 Bab 19 paragraf 26 dan 27 pada Program Area B, yakni “Harmonisasi Sistem Klasifikasi dan Label Bahan
RUU Bahan Kimia Buku pedoman GHS memuat pedoman untuk harmonisasi sistem klasifikasi bahaya, dan penentuan kategori tingkat bahaya bahan kimia berdasarkan standar kriteria, serta penentuan label (simbol) bahaya bahan kimia dan lembar data keselamatan (LDK) sebagai cara komunikasi bahaya dan risiko bahan kimia. Tujuan utama GHS adalah melindungi manusia dan lingkungan serta memperlancar arus perdagangan bahan kimia secara Internasional. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas.
RUU Bahan Kimia Komunikasi Bahaya dan Risiko Bahan Kimia Pasal 9 (1) Bahaya dan risiko bahan kimia wajib dikomunikasikan kepada setiap orang pada setiap simpul daur hidup bahan kimia. (2) Simpul daur hidup bahan kimia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: • pengadaan; • produksi; • penyimpanan; • pengangkutan; • distribusi; • penggunaan; • ekspor; dan • pembuangan dan pemusnahan.
RUU Bahan Kimia (3) Komunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan menyampaikan informasi dalam bentuk Label dan Lembar Data Keselamatan bahan kimia. (4) Setiap orang yang melakukan kegiatan produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b wajib membuat Label dan Lembar Data Keselamatan. (5) Setiap Orang yang melakukan kegiatan pada simpul daur hidup bahan kimia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib: a. memasang Label bahan kimia; dan b. menyediakan dan menyertakan Lembar Data Keselamatan bahan kimia.
RUU Bahan Kimia Penjelasan pasal 9 RUU BK: Ayat (1) Komunikasi bahaya dan risiko dalam ayat ini adalah penyampaian informasi mengenai sifat bahaya dan risiko bahan kimia. Sifat bahaya dan risiko dikomunikasikan melalui simbol dan label bahan kimia yang meliputi informasi keselamatan dan keamanan dalam pengelolaan pada setiap simpul bahan kimia. Informasi dimaksud dituliskan pada Label, Lembar Data Keselamatan (LDK) atau sarana informasi penting yang diperlukan dalam pengelolaan bahan kimia. LDK bahan kimia dibuat sesuai format yang ditetapkan GHS yakni terdiri dari 16 elemen dan digunakan sebagai cara dalam mengkomunikasikan bahaya dan risiko bahan kimia.
RUU Bahan Kimia Format LDK terdiri dari 16 elemen, meliputi: 1. identifikasi produsen/distributor; 2. identifikasi bahaya; 3. komposisi/informasi mengenai kandungan bahan; 4. tindakan pertolongan pertama pada kecelakaan; 5. tindakan pemadaman api; 6. tindakan penanganan tumpahan; 7. penanganan dan penyimpanan; 8. pengendalian paparan/perlindungan diri; 9...
RUU Bahan Kimia ....Format LDK terdiri dari 16 elemen, meliputi; 9. sifat fisik dan kimia; 10. stabilitas dan reaktivitas; 11. informasi toksikologi; 12. informasi ekologi; 13. pertimbangan pembuangan; 14. informasi transportasi; 15. informasi peraturan; dan 16. informasi lain.
RUU Bahan Kimia Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Label dan Lembar Data Keselamatan Kimia (LDK) dimaksudkan pada ayat ini wajib dibuat dan disediakan jika setiap orang memproduksi bahan kimia baru atau bahan kimia yang diproduksi belum tersedia atau memiliki Label dan LDK. Apabila bahan kimia yang diproduksi, didistribusikan, atau diperdagangkan merupakan bahan kimia dengan identitas yang sama dan sudah tersedia atau memiliki Label dan LDK maka produsen atau distributor wajib menyediakan Label dan LDK sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Ayat (5) Cukup jelas.
RUU Bahan Kimia Pasal 10 Label bahan kimia paling sedikit memuat: a. identitas bahan kimia; b. identitas produsen dan/atau pemasok; c. informasi bahaya dan risiko; dan d. informasi keselamatan.
RUU Bahan Kimia Penjelasan Pasal 10 RUU BK: Huruf (a) Cukup jelas. Huruf (b) Identitas produsen atau pemasok yang dimaksud dapat berasal dari dalam atau luar negeri, meliputi: nama produsen atau importir dan/atau distributor, alamat produsen dan/atau distributor, serta nomor telepon yang dapat dihubungi.
RUU Bahan Kimia Huruf (c) Cukup jelas. Huruf (d) Informasi Keselamatan yang dimaksud termasuk dalam sistem label yang meliputi simbol (piktogram) bahaya, kata sinyal atau peringatan, pernyataan bahaya jika terkena/kontak, pernyataan kehati-hatian. Kata sinyal dapat berupa “Bahaya” (Danger) atau “Awas” (Warning), sesuai hasil sistem klasifikasi bahan kimia berdasarkan GHS.
Perbandingan Penjelasan RPP B3 Cakupan pengaturan B3 lebih bersifat umum
RUU BK • Di dalam RUU BK tidak ada kata-kata limbah B3, yang ada adalah limbah bahan kimia berbahaya dan kewenangannya diserahkan kepada KLH. • Istilah B3 hanya ada di Indonesia, tidak digunakan dalam international convention.
Istilah B3 sendiri
USULAN APKI TERHADAP DRAFT RPP B3 •
•
•
APKI telah mengirimkan surat dengan nomor 099/APKI/07/2012, pada tanggal 31 Juli 2012 kepada Menteri Koordinator Bidang Ekonomi dengan tembusan kepada Menteri Perindustrian, Menteri Perdagangan dan Menteri Hukum dan HAM. Isinya mengenai 8 hal butir-butir Penundaan Pengesahan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Bahan Berbahaya Beracun, Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, dan Dumping Bahan Berbahaya dan Beracun butir-butir usulan APKI terhadap draft RPP B3. Butir-butir ini merupakan kesepakatan dari pertemuan internal APKI yang diadakan pada tanggal 24-25 Juli 2012 di Bandung dan melibatkan Kementerian Perindustrian, Pakar Lingkungan dari BBPK, ITB, UNPAD dan tim lingkungan komite kerja APKI.
ISI BUTIR-BUTIR USULAN APKI TERHADAP RPP B3 1. Draft RPP tentang Bahan Berbahaya Beracun, Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, dan Dumping Bahan Berbahaya dan Beracun merupakan penggabungan dari 3 PP yaitu: a. PP 18/ 1999 tentang : Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun b. PP 85/1999 tentang:Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun c. PP 74/2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun Dalam draft RPP tersebut ternyata ketentuan mengenai Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) belum sesuai dengan kategori B3 yang sebenarnya (ada bahan yang seharusnya masuk kategori B3 belum tercantum, dan sebaliknya).
2. Pasal 1 ayat 1 RPP versi 27 Juni 2012 telah mencantumkan Bahan Berbahaya dan Beracun, yang selanjutnya disingkat B3, adalah zat, energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan, merusak lingkungan hidup, dan/atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya. Pasal 1 ayat 18 menjelaskan bahwa Limbah bahan berbahaya dan beracun, yang selanjutnya disebut Limbah B3, adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung B3. Penjelasan dari pasal 1 ayat 18 tersebut juga hanya tertulis cukup jelas. Dengan merujuk kepada kedua pasal tersebut maka APKI mengusulkan agar definisi untuk Limbah B3 menyebutkan besaran konsentrasi dan jumlahnya sehingga ada konsistensi.
3. Pada ketentuan pasal 1 ayat 19 dimana dituliskan bahwa Limbah bahan berbahaya dan beracun dari sumber spesifik khusus, yang selanjutnya disebut Limbah Khusus. Perlu adanya konsistensi pada penggunaan istilah limbah B3 karena dalam RPP tersebut masih digunakan istilah limbah B3 dari sumber spesifik khusus yang seharusnya Limbah Khusus. Selain itu perlu ditambahkan di pasal 1 Definisi Penghasil Limbah B3, yang dalam PP sebelumnya sudah tercantum. 4. Pengaturan untuk membuktikan bahwa limbah dari suatu proses kegiatan termasuk dalam daftar limbah B3 yang harus diuji karakteristik limbah B3 sesuai dengan pasal 32 ayat 3b RPP versi 27Juni 2012, diusulkan kata “dan” diganti menjadi kata “atau”. Hal ini dikarenakan kedua uji tersebut adalah sama hanya menggunakan media yang berbeda sehingga menimbulkan ekonomi biaya tinggi.
5. Di dalam RPP ini bahwa sebenarnya semua limbah B3 baik dari sumber spesifik maupun sumber tidak spesifik bisa dikeluarkan dari list (delisting), Hal ini telah diatur dalam pasal 39 - 40. Artinya semua limbah B3 bisa menjadi Limbah Non B3 tetapi terlebih dahulu harus dibuktikan melalui uji karakteristik seperti yang diatur pada pasal 32. APKI mengusulkan agar dibuat aturan pengelolaan Limbah non B3 (setelah Limbah B3 dibuktikan menjadi non B3), setidaknya secara umum dibuat dalam RPP ini dan secara teknis akan diatur dalam peraturan menteri. 6. RPP versi 27 Juni 2012 belum mengatur secara lengkap ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyimpanan, pengangkutan, pengumpulan, pemanfaatan, dan pengolahan limbah khusus dalam peraturan menteri dan APKI mengusulkan pengaturan secara umum mengenai limbah khusus dalam RPP, seperti yang tertuang dalam RPP versi 14 Oktober 2011 bagian kesepuluh.
7. APKI telah mengusulkan melalui Kemenperin dan menurut informasi dari Kemenperin usulan tersebut sudah disepakati dan ditandatangani bersama pada 29 Juli 2011 antara KLH dan Kemenperin. Kesepakatan tersebut adalah sbb: a. Bahwa Dreg dan grits dan sludge IPAL telah disepakati masuk dalam limbah khusus b. Bahwa sumber pencemaran dari bleaching dan chemical plant dikeluarkan dari limbah spesifik dengan melampirkan kajian ilmiah (kajian ilmiah sudah disampaikan ke KLH melalui Kemenperin). c. Telah disepakati bahwa istilah Limbah B3 dengan pengelolaan khusus diubah dengan istilah limbah khusus.
8. Untuk melaksanakan pengujianpengujian yang diamanatkan dalam RPP ini, diperlukan adanya penetapan Laboratorium terakreditasi di Indonesia dan SNI untuk jenis-jenis pengujianpengujian yang dipersyaratkan.
RPP PENGELOLAAN B3, PENGELOLAAN LIMBAH B3 DAN DUMPING B3 Disampaikan oleh : Ismail Mandry Sosialisasi SVLK, RPP B3, dan Waste Paper The Indonesian Iron and Steel Industry Association (IISIA) Jakarta, 03 September 2012
PERUNDANG-UNDANGAN DAN PERATURAN-PERATURAN UU 32 tahun 2009
UU 23 tahun 2003
PP 18/1999 Jo PP 85/1999 Tentang Pengelolaan Limbah B3
PP 74/2001 Tentang Pengelolaan B3
RPP ~ Rapat Pleno 30 Juli 2012 Di kantor Kemenhukam
RPP Pengelolaan Limbah B3 RPP Limbah B3
Permendag 39/2009 Tentang Ketentuan impor limbah Non B3
~ Nov 2011 ~ 11 Jan 2012 . . ~ 24 Jan 2012 . .
Mensesneg Menteri KLH Deputy IVKLH Staf Ahli KLH wakil Sekneg Dirjen BIM Dirjen Litbang Deputy IV KLH
KEGIATAN PENGELOLAAN LIMBAH B3
PENYIMPANAN PENGUMPULAN PENGANGKUTAN PEMANFAATAN PENGOLAHAN
PENIMBUNAN
•
Semua hal tsb diatas berkaitan dengan perijinan dan sangsi
Tanggapan INDUSTRI KIMIA terhadap Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Bahan Berbahaya dan Beracun Disampaikan oleh : Adi Sunariadi Federasi Industri Kimia Indonesia (FIKI) pada Seminar Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI) Jakarta, 3 September 2012 Gd. Petrokimia Gresik lt.-3, Jalan Tanah Abang III/16, Jakarta 10160 - Indonesia Phone: +62-21-3446459 ext .3203, Fax: + +62-21-344 6645 E-mail:
[email protected]
PENDAHULUAN 1. Tanggal 27 Juni 2012, Kementerian Negara Lingkungan Hidup RI menerbitkan secara resmi untuk kalangan terbatas (Industri kimia tidak mendapatkannya) Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun, Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, dan Dumping Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. 2. Menindaklanjuti Surat Menteri Negara Lingkungan Hidup RI No. B6687/MENLH/06/2012 tanggal 28 Juni 2012 kepada Menteri Hukum dan HAM RI perihal Permohonan Pengharmonisasian Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun, Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun , dan Dumping Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, pada tanggal 30 Juli 2012 diselenggarakan Rapat Pengharmonisasian, Pemantapan dan Pembulatan Konsepsi RPP B3 tersebut di Ruang Rapat B, Gedung Ditjen PP, Lantai 4, Kementerian Hukum dan HAM. Jl. HR Rasuna Said Kav. 6-7, Jakarta Selatan. – Asosiasi Industri Tidak ada yang diundang dalam acara ini. 3. Mulai tanggal 6 Agustus 2012, beberapa Asosiasi Industri Kimia Indonesia dipelopori Federasi Industri Kimia Indonesia (FIKI) mengirimkan Surat Sanggahan / Penolakan Resmi kepada Menteri Hukum dan HAM RI tentang rencana pengesahan RPP B3 tersebut menjadi PP yang oleh KLH ditargetkan segera bisa ditandatangani oleh Presiden RI karena isinya berpotensi sangat memberatkan bagi industri kimia Indonesia.
PENDAHULUAN 4. Beberapa Asosiasi Industri Kimia Indonesia yang telah mengirimkan Surat Sanggahan / Penolakan Resmi kepada Menteri Hukum dan HAM RI tentang rencana pengesahan RPP B3 tersebut menjadi Peraturan Pemerintah (menggantikan PP No. 74 Tahun 2001) diantaranya : - Federasi Industri Kimia Indonesia (FIKI) - Asosiasi Resin Sintetik Indonesia (ARSI) - Asosiasi Industri Olefin dan Plastik Indonesia (INAplas) - Asosiasi Produsen Pupuk Indonesia (APPI) - Asosiasi Kimia AnOrganik Dasar Indonesia (AKIDA) - Persatuan Perusahaan Kosmetik Indonesia (PERKOSMI) - Asosiasi Produsen Bahan Surfaktan Indonesia (APROBSI) - Asosiasi Produsen Kimia Penunjang Indonesia (APKAPI) - Asosiasi Produsen Cat Indonesia (APCI) - Himpunan Masyarakat Pestisida Nasional (HMPN) - CropLife Indonesia - Asosiasi Perusahaan Ban Indonesia (APBI)
PENDAHULUAN 5. Tanggal 15 Agustus 2012 - Karena banyaknya Surat Penolakan yang dikirimkan kepada Menteri Hukum dan HAM dari berbagai pihak termasuk IISIA (Indonesian Iron and Steel Industry Association) dan berbagai Asosiasi Industri Kimia Indonesia anggota FIKI, RPP B3 “pending” TIDAK jadi ditandatangani Presiden RI.
Rancangan PP B3 versi 27 Juni 2012 • Terdiri atas 282 Pasal , 9 (Sembilan) Lampiran serta Penjelasan Untuk menggantikan PP Nomor 74 Tahun 2001 dan melaksanakan ketentuan Pasal 58 ayat 2, Pasal 59 ayat 7 dan Pasal 61 ayat 3 Undang-undang No. 32 Tahun 2009. • Lampiran I - Daftar B3 yang DAPAT Dimanfaatkan. • Lampiran II – Daftar B3 yang TERBATAS Dimanfaatkan.. • Lampiran III – Daftar B3 yang DILARANG Dimanfaatkan. • Lampiran IV – Daftar LIMBAH B3 dari Sumber yang TIDAK SPESIFIK. • Lampiran V – TABEL 1. Daftar LIMBAH B3 dari Sumber SPESIFIK UMUM.
Rancangan PP B3 versi 27 Juni 2012 • Lampiran V – TABEL 2. Daftar LIMBAH B3 dari Sumber SPESIFIK KHUSUS. • Lampiran VI – Daftar Limbah B3 dari B3 Kadaluwarsa, Tumpahan, Sisa Kemasan, atau Buangan Produk yang Tidak Memenuhi Spesifikasi. • Lampiran VII – Parameter Uji Karakteristik dan Kriteria Penetapan Limbah B3. • Lampiran VIII - Baku Mutu Lindi berdasarkan Uji Karakteristik Beracun Melalui Prosedur Pelindian (Toxicity Characteristic Leaching Procedure, TCLP) Bahan Pencemar. • Lampiran IX - Total Kadar Maksimum Limbah B3 yang Belum Diolah dan TEMPAT PENIMBUNANNYA.
Lampiran I - Daftar B3 yang DAPAT Dimanfaatkan
• • • • • • • •
Asam Asetat Asam Formiat Asam Sitrat Asetilena (C2H2) Argon (Ar) Butana (C4H10) Butanol Etil Alkohol (C2H5OH)
• • • • • • • •
Gliserol / Gliserin Hidrogen Peroksida (H2O2) Karbon Dioksida (CO2) Karbon Hitam (C) Natrium Hipoklorit (NaOCl) Nitrogen (N2) Propana (C3H8) Silika (SiO2)
Lamp. II - Daftar B3 yang TERBATAS Dimanfaatkan
• Etilena Diklorida • Silika (SiO2)
•
Alasan yang melandasi Penolakan FIKI akan RPP B3 • Perkembangan pengelolaan bahan kimia secara global sejak KTT Bumi 1992 di Rio de Janeiro hingga saat ini terus berkembang pesat seperti adanya Konvensi Basel tahun 1992, U.N. World Summit on Sustainable Development (WSSD 2002), U.N. Globally Harmonized System of Chemical Classification and Labelling (GHS), U.N. Nations Strategic Approach to Integrated Chemical Management (SAICM, 2006), dan Responsible Care® Global Charter (Global Product Strategy, 2006). • Kami industri kimia Indonesia sangat memahami pada prinsipnya semua program tersebut bertujuan untuk menuju penggunaan bahan kimia secara aman dengan target tahun 2020.
Alasan yang melandasi Penolakan FIKI akan RPP B3 • Semua bahan kimia akan terstandardisasi secara global berdasarkan klasifikasi bahaya fisik-kimia, kesehatan dan lingkungan serta penilaian resiko (chemical risk assessment). Inilah komitmen internasional melalui SAICM sejak International Conference on Chemical Management pertama (ICCM-1 pada tahun 2006, Deklarasi Dubai dst). • Dengan demikian maka antisipasi dampak signifikan atas bahan kimia akan dapat diwujudkan, sehingga dapat digunakan secara aman baik bagi manusia maupun lingkungan, yang selanjutnya dikenal dengan WSSD Goal 2020.
Alasan yang melandasi Penolakan FIKI akan RPP B3 • RPP Limbah B3, hanya menekankan kepada registrasi, perijinan, rekomendasi, pelaporan, serta sangsi, dan bahkan sama sekali tidak mengarah pada pembinaan kepada produsen (industri), pemasok dan pengguna bahan kimia tentang pengaturan dalam memanfaatkan bahan kimia dengan aman dan selamat. • Definisi Limbah menurut RPP B3 adalah “Sisa suatu usaha dan atau kegiatan” yang jauh berbeda artinya dari definisi Limbah menurut “Basel Convention on the Control of Transboundary Movements of Hazardous Wastes and Their Disposal” : Wastes are substances or objects which are disposed of or are intended to be disposed of or are required to be disposed of by the provisions of national law;
RPP B3 perlu dikoreksi karena : • Adanya tumpang tindih antara ketentuan-ketentuan yang diatur dalam UU No.32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan dengan UU No.18/2008 tentang Pengelolaan Sampah, dimana pengaturan tentang pengolahan kemasan B3 bekas pakai seharusnya tidak masuk dalam RPP-Limbah B3, tetapi seharusnya masuk dalam bagian UU No.18/2008 sebagai sampah spesifik yang akan diatur tersendiri dalam Peraturan Menteri. • Bila pengaturan pengelolaan B3 yang digunakan untuk bahan farmasi dan kosmetik dikecualikan dalam RPP-limbah B3, maka seharusnya beberapa bahan kimia yang ada dalam Lampiran I dan Lampiran II yang digunakan untuk obat dan kosmetik harus dihapus untuk menghindari kerancuan.
Penolakan Industri Kimia terhadap RPP B3 Karena • Pasal 1 : Bahan Kimia disamakan dengan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), dan didefinisikan secara sembarangan sebagai : Zat, Energi, dan/atau komponen lain. Definisi Energi dalam konteks Kimia : Energy is an attribute of a substance as a consequence of its atomic, molecular or aggregate structure. A chemical transformation is accompanied by a change in one or more of these kinds of structure, it is accompanied by an increase or decrease of energy of the substances involved. Some energy is transferred between the surroundings and the reactants of the reaction in the form of heat or light; thus the products of a reaction may have more or less energy than the reactants. • Beracun merupakan salah satu sifat dari Bahaya.
Saran Industri Kimia terhadap RPP B3 : • Bahan Kimia adalah semua materi berupa unsur, senyawa tunggal, dan/atau campuran yang berwujud padat, cair atau gas. • Istilah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) harus dirubah dan disesuaikan dengan istilah yang lazim digunakan secara Internasional di Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations) yaitu Bahan Berbahaya (B2) atau “Dangerous Goods”.
Penolakan Industri Kimia terhadap RPP B3 Karena • Pasal 1 : Definisi “Simbol B3 dan Label B3” yang rancu : Label B3 adalah setiap keterangan mengenai B3 yang berbentuk simbol atau piktogram, tulisan atau kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang berisi informasi karakteristik B3 -- Label berbentuk Simbol ? • Sesuai dengan ketentuan GHS, Simbol atau “Piktogram” adalah salah satu elemen dari Label, sedangkan elemen lainnya dari Label Bahan Kimia adalah : Identitas bahan kimia, Kata Sinyal, Pernyataan Bahaya, Pernyataan Kehati-hatian, Identitas dan Alamat Produsen dan atau Pemasok. • Apakah mungkin energi dilekati label lengkap dengan elemennya ?
Saran Industri Kimia terhadap RPP B3 : • Istilah “Simbol” diganti dengan “Piktogram” • ”yang berbentuk” diganti dengan : “yang mencantumkan”... • “Karakteristik” diganti dengan “Sifat bahaya”, Sehingga Definisi Label B3 harus dirubah menjadi : “Label B2 adalah setiap keterangan mengenai sifat bahaya B2 yang mencantumkan Identitas Bahan Kimia, Piktogram, Kata Sinyal, Pernyataan Bahaya, Pernyataan Kehati-hatian, Identitas dan Alamat Produsen dan atau Pemasok”.
Saran Industri Kimia terhadap RPP B3 : • Oleh sebab itu kami Industri Kimia Indonesia sangat mengharapkan RPP B3, Limbah B3 dan Dumping ini untuk lebih disederhanakan dan dikembalikan sesuai kewenangan (Tupoksi) masing-masing Kementerian.
TERIMA KASIH
Mekanisme VPTI Limbah Non B3 KSO Sucofindo - Surveyor Indonesia 3 September 2012
Mekanisme VPTI Limbah Non B3 yang Lama
VR
Daftar SLN
Memilih SLN
VO
VO Verifikasi Teknis
VO Bayar Fee Administrasi
LS
Bayar Fee Verifikasi
INSW
(COI) + Foto
LS
INATRADE
VR : Verification Request Fee Verifikasi
VO : Verification Order
Importir/Eksportir membayar fee verifikasi sesuai kesepakatan dengan SLN (commercial basis) 191
LS : Laporan Surveyor Importir membayar Fee Administrasi kepada KSO sebesar USD 60/LS
Customs Clearance
Mekanisme VPTI Limbah Non B3 yang Baru
VR
VO
VO
RFI
RFV
Verifikasi Teknis
Bayar Fee Verifikasi LS
LS
Hasil Verifikasi (Draft LS)
INSW
INATRADE
VR : Verification request VO : Verification Order
RFI : Request For information RFV : Request for Verification 192
Customs Clearance
LS : Laporan Surveyor SLN : Surveyor Luar Negeri
Mekanisme VPTI Limbah Non B3 yang Baru (Catatan : Adanya Kantor Penerbit LS selain Kantor Pusat KSO)
193
Perbandingan antara Mekanisme Lama dan Baru VPTI Limbah Non B3
ASPEK
MEKANISME LAMA
MEKANISME BARU
Penunjukan SLN
Importir memilih dari daftar SLN KSO menetapkan SLN secara langsung
Wilayah Operasi SLN
Bebas
Dibagi dalam 6 Zona
Jumlah SLN
30 SLN
6 SLN (setiap Zona 1 SLN)
Biaya VPTI
SLN dibayar oleh Importir/Eksportir
SLN dibayar oleh KSO
Proses Kegiatan
Permintaan VPTI oleh Importir/Eksportir kepada SLN
Instruksi VPTI langsung dari KSO kepada SLN
194
Masa Pemberlakuan
Tanggal
Berdasarkan Dokumen
Pemberlakuan Mekanisme Baru
17 Juli 2012
Verification Order (VO)
Batas Akhir Mekanisme Lama
31 Agustus 2012
Certificate of Inspection (COI)
195
SLN Pelaksana Berdasarkan Zona No.
ZONA
SLN PELAKSANA
1.
Asia
COTECNA
2.
Afrika
BV
3.
Amerika
A/S BALTIC
4.
Eropa Non Inggris
CWM
5.
Inggris
SGS
6.
Australia Oceania
ALEX STEWART
196
Ruang Lingkup VPTI Limbah Non B3 I. Verifikasi Administrasi/Dokumen II. Verifikasi atau Inspeksi Teknis III. Proses pemastian bahwa Limbah Non B3 tidak mengandung Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dan Sampah sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
197
I. Verifikasi Administrasi/Dokumen berikut : 1. Dokumen Awal : Dokumen Perijinan dan Permintaan Verifikasi (VR). 2. Dokumen Akhir (Final Invoice, Packing List, Bill of Lading atau Airway Bill, dan Surat Pernyataan Eksportir (SPE). SPE berisi pernyataan : • Limbah Non B3 yang akan diekspor tidak mengandung bahan berbahaya dan/atau beracun • Eksportir yang bersangkutan wajib bertanggung jawab untuk menerima kembali limbah Non B3 yang telah diekspor apabila ditemukan atau terkontaminasi dengan limbah B3 198
II. Verifikasi/Inspeksi Fisik Barang • Jenis dan spesifikasi barang • Jumlah/volume/berat barang • Klasifikasi Barang berdasarkan HS dalam Buku Tarif Kepabeanan Indonesia 2012 • Jenis kemasan • Keterangan-Keterangan atau Label-Label lainnya pada kemasan • Kondisi peti kemas • Pengawasan pemuatan barang ke dalam peti kemas • Penyegelan peti kemas khusus untuk status FCL • Pengawasan pemuatan ke atas kapal (dalam hal barang dikapalkan tanpa kontainer atau break bulk) 199
II. Verifikasi/Inspeksi Teknis….(Lanjutan) Pengambilan foto atas seluruh tahapan inspeksi yang meliputi: – – – – – – –
Keseluruhan partai barang yang akan diinspeksi Barang yang telah dilakukan inspeksi Peti Kemas kosong Peti Kemas terisi setengah Peti Kemas terisi penuh Peti Kemas telah disegel Pengawasan pemuatan ke atas kapal(dalam hal barang dikapalkan tanpa kontainer atau break bulk) 200
III. Kegiatan Pemastian bahwa Skrap Logam Tidak Mengandung B3 dan Sampah • Mendapatkan informasi yang akurat mengenai profil dan latar belakang entitas usaha eksportir • Memastikan Skrap yang akan diekspor tidak termasuk di dalam daftar Limbah B3 yang dilarang masuk ke wilayah Republik Indonesia • Mengidentifikasi apa maksud/tujuan Skrap diekspor ke Indonesia apakah untuk daur ulang, sebagai bahan baku industri atau tujuan lain termasuk dalam rangka membuang limbah. 201
Kegiatan Pemastian bahwa Skrap Logam Tidak Mengandung B3 dan Sampah….(Lanjutan) • Memastikan sumber-sumber asal Skrap dengan melakukan kunjungan lapangan (sebelum dilakukan pemeriksaan) ke lokasi pemasok limbah pada saat pertama kali pengapalan untuk melihat bagaimana limbah disiapkan (amati proses penimbunan, pemilahan dan proses membersihkan dan pengemasan), dan untuk mengevaluasi resiko adanya barang sisa yang berbahaya; • Memastikan apakah Skrap berasal dari negara yang bersangkutan atau transit dari negara lain. 202
Kegiatan Pemastian bahwa Skrap Logam Tidak Mengandung B3 dan Sampah….(Lanjutan) • Memastikan apakah Skrap berasal dari kegiatan industri, kegiatan perdagangan atau rumah tangga : – Jika Skrap berasal dari kegiatan rumah tangga, harus dipastikan sudah disortir; – Jika Skrap berasal dari industri, tentukan dari kegiatan industri apa berasal dan akan digunakan untuk apa. Evaluasi resiko kemungkinan Skrap telah bercampur dengan bahan berbahaya. 203
Permasalahan Importasi yang Sering Terjadi
Pengisian aplikasi verifikasi (VR) yang tidak lengkap (alamat importer/eksporter, PIC, alamat email, spesifikasi barang, no HS, dll) Waktu pengajuan verifikasi oleh importir yang terlampau dekat dengan jadwal pengiriman barang dari negara muat (min 7 hari sebelumnya pada ‘low season’ atau 14 hari pada ‘peak season’) Perijinan yang dimiliki tidak sesuai dengan jenis komoditi/quota atau sudah habis masa berlakunya PIC eksporter di negara muat yang tidak jelas (nama, alamat email, telp, dll) , sehingga sulit untuk dihubungi oleh kantor pelaksana di LN
Permasalahan Importasi yang Sering Terjadi
Barang yang diinspeksi di negara muat tidak sesuai dengan spesifikasi dan jumlah pengajuan awal (diperlukan revisi Final Dokumen) Container lambat tiba ( pelaksanaan inspeksi akan dibatalkan dan dijadwal ulang) Informasi dalam Final Dokumen (Invoice, Packing list, BL) yang kurang jelas dan tidak lengkap
205
Terima Kasih
206
KETENTUAN IMPOR LIMBAH NON B3
DIREKTUR IMPOR DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN LUAR NEGERI KEMENTERIAN PERDAGANGAN
207
OUTLINE POKOK-POKOK PENGATURAN 1. DASAR HUKUM 2. LATAR BELAKANG 3. PENGERTIAN LIMBAH NON B3 4. PERSYARATAN MENJADI IP LIMBAH NON B3 5. MEKANISME IMPOR LIMBAH NON B3 6. PENGAWASAN IMPOR LIMBAH NON B3 7. KEWAJIBAN DAN SANKSI
The Ministry of Trade of the Republic of Indonesia
1. DASAR HUKUM
PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN NOMOR 39/M-DAG/PER/9/2009 TENTANG KETENTUAN IMPOR LIMBAH NON BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN
The Ministry of Trade of the Republic of Indonesia
2. LATAR BELAKANG • Industri tertentu di dalam negeri masih menggunakan limbah sebagai bahan baku dan/atau bahan penolong untuk kebutuhan proses produksinya; • Pengadaan limbah sebagai bahan baku dan/atau bahan penolong yang diperlukan untuk kebutuhan proses produksi industri tertentu tidak dapat diperoleh sepenuhnya dari sumber di dalam negeri, sehingga perlu dilakukan pengadaan tambahan dari sumber di luar negeri; • Pengadaaan limbah sebagai bahan baku dan/atau bahan penolong dari sumber di luar negeri harus tetap memperhatikan upaya perlindungan lingkungan hidup di dalam negeri, sehingga importasinya perlu dilakukan secara terkendali dan terbatas; • Dengan pertimbangan tersebut diatas, perlu ada pengaturan oleh pemerintah, a.l. meliputi : - Jenis limbah yang diperkenankan (Green List) - Importir yang diijinkan (IPL- Non B3) - Monitoring dan pendataan (Verifikasi) The Ministry of Trade of the Republic of Indonesia
3. PENGERTIAN LIMBAH NON B3
Limbah Non Bahan Berbahaya dan Beracun, selanjutnya disebut Limbah Non B3, adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan berupa sisa, skrap atau reja yang tidak termasuk dalam klasifikasi/kategori limbah bahan berbahaya dan beracun. Limbah Non B3 yang diimpor harus dalam keadaan bersih dan tidak mengandung Limbah B3 Limbah Non B3 yang dapat diimpor hanya yang tertera dalam lampiran Permendag No. 39/M-DAG/PER/9/2009. Limbah Non B3 dimaksud hanya dapat diimpor oleh Importir yang melakukan kegiatan usaha industri dan telah mendapatkan pengakuan sebagai Importir Produsen Limbah Non B3 (IPL-Non B3) berdasarkan rekomendasi Kementerian Perindustrian dan Kementerian Lingkungan Hidup.
4. PERSYARATAN MENJADI IP LIMBAH NON B3 Untuk mendapatkan Pengakuan Sebagai IP Limbah Non B3 perusahaan harus mengajukan secara tertulis kepada Dirjen Perdagangan Luar Negeri dengan melampirkan dokumen: Ijin Usaha Industri/Tanda Daftar Industri Tanda Daftar Perusahaan (TDP) Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Angka Pengenal Importir Produsen (API-P) Nomor Identitas Kepabeanan (NIK) Rekomendasi : - Kementerian Perindustrian - Kementerian Lingkungan Hidup
5. MEKANISME IMPOR LIMBAH NON B3 A. Impor Limbah Non B3 hanya dapat di impor oleh Perusahaan yang telah ditetapkan sebagai Importir Produsen Limbah Non Bahan Berbahaya dan Beracun (IPL-Non B3) B. Setiap pelaksanaan impor Limbah Non B3 oleh IP Limbah Non B3 wajib dilengkapi Surat Pernyataan dari Eksportir Limbah Non B3, yang menyatakan bahwa: limbah yang diekspor bukan merupakan Limbah B3; dan bersedia bertanggung-jawab dan menerima kembali Limbah Non B3 yang telah diekspornya apabila Limbah Non B3 tersebut terbukti sebagai Limbah B3 C. Dalam hal Limbah Non B3 yang diimpor sebagian atau seluruhnya terbukti sebagai Limbah B3, maka Limbah Non B3 dimaksud wajib dikirim kembali oleh IP Limbah Non B3 paling lama 90 (sembilan puluh) hari sejak kedatangan barang berdasarkan dokumen kepabeanan yang berlaku.
MEKANISME IMPOR (LANJUTAN.....) D. Setiap Importasi Limbah Non B3 oleh IP Limbah Non B3 wajib dilakukan verifikasi atau penelusuran teknis di negara muat sebelum dikapalkan; E. Pelaksanaan verifikasi atau penelusuran teknis dilakukan oleh Surveyor yang telah memenuhi persyaratan teknis, dan ditetapkan oleh Menteri Perdagangan.
5. PENGAWASAN IMPOR LIMBAH NON B3 Berdasarkan Amanat Pasal 14 ayat (1) Peraturan Menteri Perdagangan No. 39/M-DAG/PER/9/2009 tentang Ketentuan Impor Limbah Non B3, maka dibentuk Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Permasalahan Impor Limbah Non B3: 1. Dasar Hukum Keputusan Menteri Perdagangan No. 481/M-DAG/KEP/8/2011 tanggal 2 Agustus 2011 2. Tujuan Pembentukan a. Terciptanya koordinasi antar instansi terkait dalam penanganan permasalahan importasi Limbah Non B3; dan b. Terciptanya persamaan persepsi dalam penanganan permasalahan pelaksanaan importasi Limbah Non B3
PENGAWASAN IMPOR (LANJUTAN.....) 3. Tugas Satgas Penanganan Permasalah Limbah Non B3 a. melakukan penyusunan kegiatan Satgas Impor Limbah Non B3; b. melakukan inventarisasi terhadap setiap permasalahan importasi Limbah Non B3; dan c. mengadakan sinkronisasi dan koordinasi langkah-langkah penanganan yang perlu dilakukan untuk mengatasi hal-hal sebagaimana dimaksud pada huruf b secara cepat dan tuntas sesuai dengan kewenangan yang dimiliki instansi teknis terkait.
6. KEWAJIBAN DAN SANKSI A. KEWAJIBAN: • Setiap importasi Limbah Non B3 oleh IP Limbah Non B3 wajib dilakukan verifikasi atau penelusuran teknis di negara muat sebelum dikapalkan menyampaikan laporan realisasi impor Limbah Non B3 secara tertulis baik melakukan maupun tidak melakukan impor secara periodik tiap 3 bulan sekali paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya kepada Direktorat Impor Kementerian Perdagangan. laporan realisasi impor dapat disampaikan melalui http://inatrade.depdag.go.id mengirim kembali Limbah Non B3 apabila terbukti sebagian atau seluruhnya sebagai Limbah B3 paling lama 90 hari sejak kedatangan barang berdasarkan dokumen kepabeanan yang berlaku
SANKSI (LANJUTAN…..) B. SANKSI: IPL-Non B3 dibekukan apabila kewajiban penyampaian laporan tidak dilaksanakan IPL- Non B3 dicabut apabila : - mengubah, menambah dan/atau mengganti isi yang tercantum dalam dokumen pengakuan sebagai IP Limbah Non B3 - mengubah, menambah dan/atau mengganti isi yang tercantum dalam Surat Pernyataan dari eksportir - tidak melaksanakan kewajiban pengiriman kembali Limbah Non B3 yang terbukti sebagai Limbah B3 - melakukan penjualan atau pemindahtanganan Limbah Non B3 yang diimpor kepada pihak lain - dinyatakan bersalah oleh pengadilan atas tindak pidana yang berkaitan dengan penyalahgunaan pengakuan sebagai IP Limbah Non B3
TINDAKLANJUT •
Rapat di Ditjen Bea dan Cukai pada tanggal 30 Agustus 2012 perihal klarifikasi mekanisme verifikasi Limbah Non B3 yang disampaikan KSO Sucofindo-Surveyor Indonesia (dihadiri oleh Dit Impor Kemendag, Dit Industri Material Dasar Logam Kemenperin, Asdep Verifikasi Pengelolaan Limbah B3, KPU Tanjung Priok) sebagai berikut: a. Perbandingan mekanisme Lama dan Baru VPTI Limbah Non B3 ASPEK
MEKANISME LAMA
MEKANISME BARU
Penunjukan SLN
Importir memilih dari daftar SLN
KSO menetapkan SLN secara langsung
Wilayah Operasi SLN
Bebas
Dibagi dalam 6 Zona
Jumlah SLN
30 SLN
6 SLN (setiap Zona 1 SLN)
Biaya VPTI
SLN dibayar oleh Importir/Eksportir
SLN dibayar oleh KSO
Proses Kegiatan
Permintaan VPTI oleh Importir/Eksportir kepada SLN
Instruksi VPTI langsung dari KSO kepada SLN
Data Impor Kertas (Periode 2010 – Juli 2012)
TAHUN
JUMLAH PERUSAHAAN
JUMLAH REKOMENDASI
JUMLAH DIBERIKAN
REALISASI IMPOR
2010
20
3.150.000
2.897.000
2.467.809,058
2011
23
4.542.217
1.732.342
1.552.250,96
2012
17
1.171.820
1.074.959
161.730,64
220
TERIMA KASIH Direktorat Impor Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Jl. MI.Ridwan Rais No. 5 Jakarta Telp. (021)3858171-ext.1145,1144 Fax. (021)3858194
221
PT PABRIK KERTAS NOREE INDONESIA
BERBAGI PENGALAMAN SEBAGAI IMPORTER KERTAS BEKAS
SUBSTANSI 1. SADAR UNTUK IKUT MENJAGA KELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DEMI KEHIDUPAN MANUSIA ITU SENDIRI DAN DUNIANYA
BAHAN BAKU: KERTAS BEKAS ATAU SAMPAH KERTAS 2. SEBAGAI PELAKU INDUSTRI, TELAH AMBIL BAGIAN /BERPARTISIPASI AKTIF, DENGAN MENGIKUTI KEBIJAKAN, PERATURAN & PROSEDUR YANG DITETAPKAN PEMERINTAH 3. TURUT MENINGKATKAN INDUSTRI INI MENJADI INDUSTRI UNGGULAN NASIONAL HARMONISITAS & PROPOSIONALITAS ANTARA: KRITIS ATAS MASALAH LINGKUNGAN DENGAN PROSES BISNIS – INTERNASIONAL & NASIONAL
PRAKTEK/REALITA PERIJINAN BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL IDENTITAS PERUSAHAAN + PENANGGUNG JAWAB ANGKA PENGENAL IMPORTIR TERBATAS (A.P.I. – T) KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN LAPORAN IMPORT + SURAT REKOMENDASI KEMENTERIAN PERDAGANGAN IMPORTIR PRODUSEN LIMBAH NON-B3 (I.P.L. NON B3) DIR.JEND. BEA CUKAI NOMOR IDENTITAS KEPABEANAN (N.I.K.) ( + ) KEMENTERIAN PERDAGANGAN SURAT PERNYATAAN BERTANGGUNG JAWAB PENUH ATAS IMPORT LIMBAH DITANDATANGAN PIMPINAN DI ATAS METERAI.
(+ ) REGISTRASI ULANG N.I.K.
PRAKTEK/REALITAS PERIJINAN ( + ) KEMENTERIAN NEGARA LINGKUNGAN HIDUP SURAT REKOMENDASI ( + ) KERJA SAMA OPERASIONAL SURVEYOR – K.S.O. LAPORAN SURVEYOR B.K.P.M. REGISTRASI ULANG: A.P.I. PRODUSEN ( + ) K.L.H. LAPORAN HASIL UJI LIMBAH ( + ) K.S.O. FOTO, EXPORTER STATEMENT, CERTIFICATE OF INSPECTION & ADMIN. FEE USD. 66.00 /SHPT.
SISTEM YANG DISEMPURNAKAN
PRAKTEK/REALITAS BISNIS 1. ADA STANDARD INTERNASIONAL UNTUK BERBAGAI JENIS RECYLED PAPER DENGAN KETENTUAN PROHIBITED & OUTHROW GOODS 2. EKSPORTER /SUPPLIER BERSEDIA MEMAHAMI DAN MENYESUAIKAN AKTIFITAS BISNISNYA DENGAN KEBIJAKAN /PERATURAN PEMERINTAH INDONESIA 3. EXPORTER DAN SUPPLIER ITU BISA BERBEDA PERUSAHAAN 4. SURVEYOR LUAR NEGERI ADALAH SURVEYOR YANG TERAKREDITASI RESMI DI NEGARANYA, DAN SUDAH DIPERIKSA & DIAKUI OLEH K.S.O.
PROBLEMATIKA 1. AKIBAT SEBAUAH KEJADIAN/KASUS – BUKAN IMPORT KERTAS BEKAS – LALU MENDADAK MUNCUL KETENTUAN BARU YAKNI PROSES SURVEY HARUS SEMAKIN SEMPURNA. AKIBATNYA /EFEK-NYA:
a. MEMBEBANI IMPORTER BIAYA IMPORT YANG SEMAKIN SIGNIFIKAN MENINGKATNYA SEMAKIN SULIT MENDAPATKAN BAHAN BAKU KERTAS BEKAS DENGAN HARGA BERSAING SEBAB EXPORTER ENGGAN BERBISNIS DENGAN IMPORTER INDONESIA. b. MEMBEBANI EXPORTER KOORDINASI ANTARA PENETAPAN JADWAL INSPEKSI DENGAN JADWAL PENGAPALANNYA MENJADI LEBIH SULIT SEBAB SURVEYORNYA TELAH DITETAPKAN
PROBLEMATIKA c. MEMBEBANI SUPPLIER BANYAK YANG TIDAK MEMILIKI LAHAN YANG LUAS UNTUK EFISIENSI INSPEKSI d. MEMPERBERAT KOMPETISI INDUSTRI KERTAS INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL
2. PROPOSIONALITAS PENYELESAIAN SOLUSI HAL KASUISTIK HARUS DITANGANI SECARA BERBEDA DIBANDINGKAN DENGAN HAL YANG UMUM SEHINGGA JANGAN /TIDAK HARUS MENYAMARATAKAN /MENGGENERALISIR DALAM HAL INI ADALAH MASALAH INSPEKSI /PEMERIKSAAN MESKI DEMI ALASAN PROTEKSI & PENGAMANAN LINGKUNGAN NAMUN ADA BEGITU BANYAK KRITERIA / KLASIFIKASI LIMBAH BERBAHAYA, BEGITU BANYAK ATURAN PENGGUNAANNYA BAHKAN PERBEDAANNYA ANTARA SATU JENIS BARANG DENGAN BARANG YANG LAIN KADANG BISA SANGAT MENDASAR
USULAN JALAN KELUAR JANGKA PANJANG DAN JANGKA PENDEK JANGKA PANJANG
SELAYAKNYA PARA PIHAK: PEMERINTAH, LEMBAGA ILMIAH, PELAKU INDUSTRI PULP & KERTAS MEMPUNYAI
KESAMAAN PERSEPSI /PEMAHAMAN YANG AKURAT DALAM MENETAPKAN, MISALKAN: - APA ITU KERTAS BEKAS? - APA DAMPAK PENGOLAHAN-NYA BAGI MANUSIA & LINGKUNGAN HIDUP - MEMBUAT KEBIJAKAN DAN PERATURAN YANG MENYELURUH /KOMPREHENSIF
USULAN JALAN KELUAR JANGKA PANJANG DAN JANGKA PENDEK JANGKA PENDEK
DITUNDA DULU PENERAPAN SISTEM YANG DISEMPURNAKAN INI – KARENA SENYATANYA BERAKIBAT MEREPOTKAN & MEMBEBANI.
KEMBALI KEPADA SISTEM SEBELUMNYA YANG SANGAT DIMENGERTI & TELAH DILAKSANAKAN DENGAN BAIK. DAN TETAP DAPAT MENGAMANKAN LINGKUNGAN HIDUP PADA SISTEM SEBELUMNYA PUN MASIH ADA PROBLEMATIKA KOMUNIKASI /KORESPONDENSI, ANTARA PARA PIHAK: KEMENTERIAN TERKAIT, DIRJEN BEA CUKAI, K.S.O., S.L.N., EXPORTER/ SUPPLIER, DAN IMPORTIR – YANG SAMPAI SAAT INI SEBENARNYA SEDANG TERUS DIPERBAIKI.
USULAN JALAN KELUAR JANGKA PANJANG DAN JANGKA PENDEK JANGKA PENDEK
SEMUA YANG BERKEPENTINGAN SEGERA MENGKAJI SEGENAP PROBLEMATIKA YANG ADA SECARA LEBIH MENYELURUH SEHINGGA LEBIH MUDAH MEMBUAT KEBIJAKAN UMUM DAN PERATURAN TEPAT GUNA YANG TIDAK TUMPANG TINDIH. SEMENTARA DENGAR-DENGAR SEDANG DISIAPKAN: DRAFT RUU BAHAN KIMIA BERBAHAYA DAN RPP LIMBAH B3 & NON B3
Latar Belakang Importir Produsen Limbah Non B3 1. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No. 230/MPP/KEP/7/1997 tanggal 4 Juli 1997 yang menetapkan dalam pasal 1 e bahwa IP Limbah Non B3 adalah produsen yang diakui oleh Direktur Jenderal Perdagangan Internasional dan disetujui untuk mengimpor sendiri limbah Non B3 yang diperlukan semata-mata untuk proses produksinya.
• 2. Peraturan Menteri Perdagangan RI No. 41/MDag/PER/10/2008 tanggal 31 Oktober 2008 dimana dalam peraturan ini mulai diberlakukannya Verifikasi Penelurusan Teknis Impor Limbah Non B3 • 3. Peraturan Menteri Perdagangan RI No. 39/MDag/PER/9/2009 tanggal 2 September 2009 Yang mana peraturan ini dipakai sampai dengan saat ini.
Contoh foto-foto OCC ( Old Corrugated Carton ) Waste Paper
Supermarket
( Cartoon Box / Kardus )
Kantor-2
Rumah Tangga
(Kertas Kantor, HVS, Computer Form, File, Koran )
(Koran/Kertas Campur )
Baling Center : -> Sorting -> Bale Press -> Siap untuk dikirim
-> Tempat kecil karena harga tanah mahal, sehingga tidak mungkin untuk menumpuk banyak barang -> Cash Flow -> Harus segera dikirim -> Masuk kontainer
-> Container Yard -> Pengapalan
-> Tempat Tujuan :
1. China 2. India 3. Thailand 4. Indonesia
Permasalahan2 yang ada dalam proses impor barang waste paper
• 1. Komunikasi antara Exportir, SLN & KSO utk prosedur baru inspeksi masih belum lancar, sehingga menimbulkan issueissue seperti : kurangnya tenaga surveyor, jam kerja yang terbatas, biaya tambahan yg timbul
• 2. Tingginya cost yang timbul bagi Importir krn biaya inspeksi dikenakan per lokasi inspeksi ( bukan pershipment ), sbg contoh ada 16 container yang terkena biaya 4 X @ USD 385 = USD 1,540 ( +/- 2 % dari nilai barang, yg dulunya hanya sekitar 0,08 % ).
• 3. Akibat dari permasalahan2 yang timbul maka beberapa Seller memutuskan saat ini untuk tidak menjual terlebih dahulu produk mereka ke Indonesia sehingga menyebabkan stok yang kritis bagi Importir
Thank you…