HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN, PENGETAHUAN DAN SIKAP BIDAN DENGAN PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU DINI DI WILAYAH KERJA PUKESMAS BATIPUH I, II DAN III TAHUN 2012 Yeltra Armi* ABSTRAK Inisiasi Menyusu Dini (IMD) merupakan cara paling tepat untuk menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB).Namun masih ada petugas dilapangan yang tidak menjalankan program IMD.Survei awal dari 10 bidan hanya 1 yang melaksanakan inisiasi menyusu dini, sedangkan 9 lagi tidak melaksanakan inisiasi menyusu dini. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan tingkat pendidikan, pengetahuan dan sikap bidan dengan pelaksanaan inisiasi menyusu dini di wilayah kerja Puskesmas Batipuh I,II dan III Kabupaten Tanah Datar Tahun 2012. Desain penelitian deskriptif analitik, dengan cross sectional study. Populasi adalah seluruh bidan yang berpraktek di wilayah kerja Puskesmas Batipuh I,II dan III yag berjumlah 38 orang. Sampel yang diambil secara Total Samling. Analisa Data menggunakan analisa data univariat dan bivariat secara komputerisasi. Hasil penelitian didapatkan 68.4 % responden memiliki tingkat pendididkan Diploma I Kebidanan,65,8% memiliki pengetahuan rendah tentang pelaksanaan IMD, 55,3% memiliki sikap negative tentang pelaksanaan IMD,dan 71,1% tidak melaksanakan IMD terhadap bayi baru lahir . Hasil analisa bivariat terdapat hubungan bermakna antara tingkat pendidikan (p =0,017 dan OR -7,700), pengetahuan bidan (p =0,024 dan OR =6,125) dan sikap (p = 0,001 dan OR = 28,571) dengan pelaksanaan IMD Dapat disimpulkan bahwa rendahnya pelaksanaan IMD dipengaruhi oleh pendidikan, pengetahuan dan sikap bidan. Diharapkan kepada pihak Puskesmas agar memfasilitasi upaya – upaya peningkatan pengetahuan bidan tentang pelaksanaan IMD, seperti memberikan kesempatan mengikuti pelatihan dan seminar- seminar sehubungan dengan pelaksanaan IMD, serta memberikan penghargaan bagi bidan yang dapat melaksanakna IMD pada setiap persalianan yang di tolongnya. Kata kunci: Pendidikan, Pengetahuan, Sikap
ABSTRACT The implementation of early breastfeeding (IEB) is the way most appropriate for lowering the mother mortality rate and infant mortality rate. However, there is still the real officer, who does not run a program of early initiation of breastfeeding. Preliminary survey of 10 midwives only 1 that implement early breastfeeding, whereas 9 midwife again does not implement early breastfeeding. The purpose of this research is to find out the relationship between the level of education, knowledge and attitudes of the midwives with the implementation of early breastfeeding at work-area clinics batipuh I, II and III in 2011. Descriptive research analytical design with cross sectional study. The population is all midwife that worked in the area of batipuh I,II and III which totaled 41 people. The samples were taken by total sampling. Analyze of data used the univariate and bivariate data analysis by computerization. Research results gained 68.4% of the respondents have a midwifery diploma education level I, 65.8% have low knowledge about the implementation of the IEB, 55.3% have negative attitude about the implementation of IEB, and 71.1% didn’t do IEB to the newborn. The result of bivariate analysis. It can be concluded that the low implementation of EIB influenced by education, knowledge and attitudes of midwives. expected to the clinics in order to facilitate efforts to increase knowledge of midwives about implementation of the EIB as it provides an opportunity to follow the training and seminars in connection with the implementation of the EIB, as well as giving tribute to a midwife who can implement the EIB at each birth be handled. Key word : Education, knowledge, implementation.
*
Dosen STIKes Prima Nusantara Bukittinggi
Jurnal Kesehatan STIKes Prima Nusantara Bukittinggi, Vol.3 No 1 Januari 2012
6
PENDAHULUAN Indonesia termasuk Negara berkembang dengan kematian yang cukup tinggi dibandingkan dengan Negara-negara ASEAN lainnya. Menurut data hasil survey Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2007 (SDKI 2007), Angka Kematian Neonatal di Indonesia sebesar 19 kematian/1000 kelahiran hidup, Angka Kematian Bayi sebesar 34 kematian/1000 kelahiran hidup dan Angka Kematian Balita sebesar 44 kematian/1000 kelahiran hidup Di Sumatera Barat Angka Kematian Neonatus (AKN) 34 per 1000 kelahiran hidup, Angka Kematian Bayi (AKB) 47 per 1000 kelahiran hidup,Angka Kematian Balita (AKBALITA) 62 per 1000 kelahiran hidup ( Wijaya, 2012).Di Kabupaten Tanah Datar Angka Kematian Neontal (AKN) 11 per 1000 kelahiran hidup, Angka Kematian Bayi (AKB) 14 per 1000 kelahiran hidup dan Angka Kematian Balita (AKABA) 2 per 1000 kelahiran hidup (Desnalita, 2011). Dalam rencana strategi nasional Making Pregnancy Safer (MPS) Indonesia 2001-2010 disebut bahwa dalam konteks pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2010, visi MPS adalah kehamilan dan persalinan di Indonesia berlangsung aman serta bayi yang lahir hidup sehat. Salah satu factor penting yang berperan dalam upaya penurunan angka kematian neonatus tersebut adalah tersedia pelayanan kesehatan maternal. dan neonatal yang berkualitas pada semua tingkat pelayanan dan rujukan kesehatan, baik sektor pemerintah maupun swasta yang pada dasarnya menekankan kepada penyediaan pelayanan kesehatan maternal dan neonatal yang efektif, yaitu pertolongan komplikasi obstetric. (Syaifuddin A.B, 2002) Millenium Development Goals (MDGs), adalah satu target yang kini terus dikejar Indonesia. Program dunia yang satu ini akan menjadi acuan untuk mengukur tingkat kemajuan suatu negara yang memfokuskan diri pada upaya peningkatan taraf kesehatan masyarakat. Tidak hanya Indonesia, negara diberbagai belahan dunia pun ikut berlomba mencapai ukuran kemajuan maksimal yang tertulis dalam MDGs. Ada beberapa target pencapaian MDGs pada 2015 mendatang, di antaranya, penurunan angka kematian bayi, peningkatan kualitas kesehatan ibu. Pencapaian MDGs inilah yang nantinya akan menghasilkan sebuah ukuran Human Index
Development atau Indeks Perkembangan Manusia suatu bangsa. Terlihat jelas dalam target-target pencapaian di atas, sektor kesehatan menjadi satu ukuran dominan dalam pencapaiannya. Adapun sektor kesehatan tersebut di antaranya penurunan angka kematian bayi (AKB) dan peningkatan kualitas kesehatan kaum ibu. Dua sisi kesehatan saling erat mempengaruhi satu sama lainnya. Dengan asumsi ibu hamil yang sehat maka akan lahir pula generasi-generasi bangsa yang sehat dan berkualitas guna mendukung Pembangunan Indonesia di masa mendatang. (R,Utami 2009:6) Berdasarkan kesepakatan global (Millenium Development Goals/ MDG’s 2000) pada tahun 2015, diharapkan angka kematian ibu menurun dari 228 pada tahun 2007 menjadi 102 dan angka kematian bayi menurun dari 34 pada tahun 2007 menjadi 23. (Dinas Kesehatan Kabupaten Tanah Datar, 2012) Inisiasi Menyusui Dini (IMD) merupakan cara paling tepat untuk menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). Tidak perlu harga yang mahal ataupun alat yang canggih, dengan pemberian ASI secara teratur maka dipastikan Indonesia mampu menghadapi tujuh indicator dalam Millenium Development Goals (MDGs).(R,Utami 2010:15) Selama ini memang tidak dipungkiri jika masih ada petugas dilapangan yang tidak menjalankan program IMD. Padahal ini penting dan merupakan hak bagi bayi untuk mendapatkan ASI. Dari penelitian di Guatemala pada 1978, didapatkan hasil bahwa bagi yang melakukan IMD, jumlah ibu yang berhasil menyusui sampai satu tahun jumlahnya 2 kali lipat lebih banyak di bandingkan ibu yang tidak melakukan IMD. Dari sini, dapat disimpulkan bahwa IMD merupakan langkah awal keberhasilan menyusui. Seperti dilansir Majalah Pedriatrics,edisi 30 Maret 2006, sebuah penelitian di Ghana melibatkan 10.947 bayi yang lahir antara Juli 2003 dan Juni 2004 dan disusui. Ternyata, dengan menyusui pada 1 jam pertama, 22 % bayi yang selamat sebanyak 16 % keematian bayi meningkat secara bermakna setiap permulaan menyusu ditangguhkan. (Ariani, 2009:48) Menurut Sose, dkk CIBA foundation dalam Utami, R pada tahun 1978 menunjukkan
Jurnal Kesehatan STIKes Prima Nusantara Bukittinggi, Vol.3 No 1 Januari 2012
7
hubungan antara saat kontak ibu bayi pertama kali terhadap lama menyusu. Bayi yang diberi kesempatan menyusu dini dengan meletakkan bayi dengan kontak ke kulit setidaknya satu jam hasilnya dua kali lebih lama disusu. Pada usia 6 bulan dan setahun bayi yang diberi kesempatan untuk menyusu dini hasilnya 59% dan 38% yang masih disusui. Bayi yang tidak diberi kesempatan untuk menyusu dini tinggal 29% dan 89% yang masih disusui di usia yang sama. Misalnya ditemukan penelitian di Jakarta – Indonesia Fika dan Syafiq, Jurnal Kedokteran Trisakti pada tahun 2004 ini menunjukkan bayi yang diberi kesempatan untuk menyusui dini hasilnya delapan kali lebih berhasil ASI eksklusif di Indonesia saat ini tercatat angka kematian bayi masih tinggi yaitu 35 tiap 1000 kelahiran hidup. Itu artinya dalam satu tahun sekitar 175.000 bayi meninggal sebelum mencapai usia satu tahun. Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan oleh dua orang mahasiswa, peneliti pertama mahasiswa Prodi D III kebidanan Poltekes Padang yang bernama Yulia Roza pada tahun 2009 di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Buaya Padang dengan Judul “Hubungan Tingkat Pendidikan dan Pengetahuan Bidan Pratek Swasta dengan pelaksanaan Inisiasi menyusu Dini “ bahwa ada hubungan Pendidikan dan Pengetahuan yang rendah dengan Pelaksanaa Inisiasi Menyusu Dini, peneliti kedua mahasiswa Prodi D- III Kebidanan STIKes Purna Bhakti Husada Batusangkar dengan judul “ Gambaran Tingkat Pengetahuan dan Sikap Ibu hamil tentang Inisiasi Menyusu Dini “ Tergambar nya tingkat pengetahuan yang rendah dan sikap negative dengan pelaksanaan inisiasi menyusu rendah. Sebagai Data Pembanding untuk penilitian maka di kumpulkan data mengenai Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini dari Puskesmas Rambatan I Ombilin Tahun 2011 sampai dengan Juni 2012. Pada tahun 2011 jumlah persalinan 315 orang, dan bayi baru lahir dengan Inisiasi Menyusu Dini 228, terdapat 87 (27 %) orang bayi yang tidak mendapatkan Pelayanan Inisiasi Menyusu Dini. Pada Januari s/d Juni 2012 jumlah persalinan 145 orang dan bayi baru lahir dengan IMD 58 orang, 87(60% ) terdapat bayi baru lahir yang tidak mendapat pelayanan IMD. Berdasar dari pengamatan atau observasi terhadap beberapa bidan di desa dan bidan pratek swasta yang ada di wilayah kerja puskesmas Batipuh III ternyata masih banyak yang tidak melaksanakan Inisiasi Menyusu Dini.
Berdasarkan profil kesehatan Kabupaten Tanah Datar, Puskesmas Batipuh I,II,dan III memiliki jumlah bidan dengan latar belakang Pendidikan Diploma I yaitu 26 orang dari 38 orang jumlah bidan yang praktek. Berdasarkan survei awal dari 10 bidan hanya 1 yang melaksanakan inisiasi menyusui dini, sedangkan 9 bidan lagi tidak melaksanakan inisiasi menyusui dini. Dimana salah satu diantaranya tidak mengetahui tentang adanya pelaksanaan inisiasi menyusui dini pada saat sekarang ini.
METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan untuk mengetahui hubungan antara tingkat pendididikan, pengetahuan, dan sikap bidan dengan pelaksanaa inisiasi menyusu dini penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan cross sectional study. Populasi adalah seluruh bidan yang berada di wilayah kerja puskesmas Batipuh I, II dan III yang berjumlah 38 orang bidan praktek. Metode panggambilan sampel adalah secara total sampling artinya adalah dijadikan sampel semua bidan yang prakter di wilayah kerja Puskesmas Batipuh I, II dan III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Analisa Univariat Tingkat Pendidikan Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden menurut Tingkat Pendidikan di Wilayah Kerja Puskesmas Batipuh I, II dan III Kabupaten Tanah Datar Tahun 2012 Tingkat Pendidikan f % DI 26 68,4 D III 12 31,6 Jumlah 38 100 Berdasarkan tabel 5.1 dapat diketahui bahwa dari 38 responden yang diteliti, lebih dari separoh (68,4 %) memiliki tingkat pendidikan Diploma I. Berdasarkan hasil penelitian yang tergambar pada tabel 5.1 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden (68,4 %) memiliki tingkat pendidikan Diploma I Kebidanan, dan 31,6 % responden memiliki tingkat pendidikan Diploma III Kebidanan. Menurut Undang - Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
Jurnal Kesehatan STIKes Prima Nusantara Bukittinggi, Vol.3 No 1 Januari 2012
8
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.( Cooms Pddk, 2009) Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan oleh seorang mahasiswa Prod D III kebidanan Poltekes Padang yang bernama Yulia Roza pada tahun 2009 di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Buaya Padang dengan Judul “Hubungan Tingkat Pendidikan dan Pengetahuan Bidan Pratek Swasta dengan pelaksanaan Inisiasi menyusu Dini “ bahwa ada hubungan Pendidikan yang rendah dengan Pelaksanaa Inisiasi Menyusu Dini . Menurut asumsi peneliti, banyaknya responden yang memiliki tingkat pendidikan rendah disebabkan karena kurangnya keinginan untuk mendapatkan informasi dan ilmu-ilmu baru sehubungan dengan profesinya sebagai bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan pada masyarakat, serta kurangnya kesadaran untuk mengembangkan kecerdasan dan keterampilan yang diperlukan dalam rangka memberikan pelayanan optimal kepada masyarakat, tergambar dari latar belakang pendidikan bidan yang masih banyak D I. Tingkat pendidikan yang rendah ini juga disebabkan kurangnya dukungan dari instansi terkait untuk memfasilitasi bidan guna melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, seperti tidak adanya kerjasama dengann Perguruan Tinggi untuk melaksanakan program pendidikan D III, ataupun tidak adanya kemudahan perizinan bagi bidan yang ingin melanjutkan ke pendidikan lebih tinggi. Pengetahuan Bidan Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responden menurut Pengetahuan tentang IMD di Wilayah Kerja Puskesmas Batipuh I, II dan III Kabupaten Tanah Datar Tahun 2012 Pengetahuan f % Tinggi 13 34,2 Rendah 25 65,8 Jumlah 38 100 Berdasarkan tabel 5.2 dapat diketahui bahwa dari 38 responden yang diteliti, lebih dari separoh (65,8 %) memiliki pengetahuan rendah tentang IMD. Berdasarkan hasil penelitian yang tergambar pada tabel 5.2 dapat diketahui bahwa sebagian
besar responden (65,8 %) memiliki pengetahuan rendah dan 34,2 % responden memiliki pengetahuan tinggi tentang IMD.Dari 20 pernyataan pada pernyataan no 12 mendapat poin terendah dan pernyataan no 2 mendapat poin tertinggi. Pengetahuan adalah hasil tahu dari seseorang yang terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia yaitu indra penglihatan, indra pendengaran, penciuman, rasa dan raba . Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. ( Notoatmodjo. S, 2003 : 121) Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan oleh seorang mahasiswa Prod D III kebidanan Poltekes Padang yang bernama Yulia Roza pada tahun 2009 di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Buaya Padang dengan Judul “Hubungan Tingkat Pendidikan dan Pengetahuan Bidan Pratek Swasta dengan pelaksanaan Inisiasi menyusu Dini “ bahwa ada hubungan Pengetahuan yang rendah dengan Pelaksanaa Inisiasi Menyusu Dini . Menurut asumsi peneliti, pengetahuan responden yang rendah dipengaruhi oleh tingkat pendidikan responden yang juga rendah. Dimana pendidikan yang rendah akan menyebabkan seseorang sulit untuk menerima informasi baru sehubungan dengan peningkatan pelayanan kesehatan khususnya pelaksanaan IMD. Responden yang memiliki pengetahuan yang rendah juga disebabkan oleh kurangnya pengalaman dalam melaksakan IMD. Dimana melalui pengalaman, seseorang dapat memperoleh dan mengambil kesimpulan pengetahuan terhadap suatu informasi yang baru, yaitu pelaksanaan IMD. Sikap Bidan Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Responden menurut Sikap tentang IMD di Wilayah Kerja Puskesmas Batipuh I, II dan III Kabupaten Tanah Datar Tahun 2012 Sikap f % Positif 17 44,7 Negatif 21 55,3 Jumlah 38 100 Berdasarkan tabel 5.3 dapat diketahui bahwa dari 38 responden yang diteliti, lebih dari separoh (55,3 %) memiliki sikap negatif tentang IMD.
Jurnal Kesehatan STIKes Prima Nusantara Bukittinggi, Vol.3 No 1 Januari 2012
9
Berdasarkan tabel 5.3 diketahui bahwa sebagian besar responden (55,3 %) memiliki sikap negatif tentang IMD dan hanya 44,7 % responden yang memiliki sikap positif tentang IMD. Sikap adalah keadaan diri dalam manusia yang menggerakkan untuk bertindak atau berbuat dalam kegiatan sosial dengan perasaan tertentu di dalam menanggapi obyek situasi atau kondisi di lingkungan sekitarnya. Selain itu sikap juga memberikan kesiapan untuk merespon yang sifatnya positif atau negatif terhadap obyek atau situasi.( Pengertian sikap,Azwar,20005) Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi sikap, yaitu pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media massa, institusi pendidikan dan agama, dan faktor emosi dalam diri (Azwar 2005). Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan oleh seorang mahasiswa Prodi D III kebidanan STIKes Purna Bhakti Husada Batusangkar yang bernama Nora Trisna.Z pada tahun 2010 di Wilayah Kerja Puskesmas Sungayang Kabupaten Tanah Datar dengan Judul “ Gambaran Tingkat Pengetahuan dan Sikap ibu hamil tentang inisiasi menyusu dini” bahwa ada hubungan sikap dengan pelaksanaan inisiasi menyusu dini Menurut asumsi peneliti, banyaknya responden yang memiliki sikap negative disebabkan karena kurangnya pengetahuan tentang IMD, sehingga mereka tidak setuju jika semua bayi baru lahir harus segera setelah lahir di susukan kepada ibunya karena terlebih dahulu harus segera beri vit K injeksi dan salaf mata, adanya anggapan bahwa pelaksanaan Inisiasi Menyusui Dini dapat memperlambat pelepasan plasenta, dan adanya anggapan bahwa setelah dilakukan inisiasi menyusu dini maka ibu akan merasa lelah. Sementara bagi responden yang memiliki sikap positif disebabkan karena adanya pengaruh orang lain yang dianggap penting, seperti bidan yang telah menamatkan pendidikan D III. Hal ini menyebabkan mereka juga ikut tertarik dan memberikan respon yang baik tentang pelaksanaan IMD. Pelaksanaan IMD Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Responden menurut Pelaksanaan IMD di Wilayah Kerja Puskesmas Batipuh I, II dan III Kabupaten Tanah Datar Tahun 2012
Pelaksanaan IMD f % Dilaksanakan 11 28,9 Tidak dilaksanakan 27 71,1 Jumlah 38 100 Berdasarkan tabel 5.4 dapat diketahui bahwa dari 38 responden yang diteliti, lebih dari separoh (71,1 %) tidak melaksanakan IMD. Berdasarkan hasil penelitian yang tergambar pada tabel 5.4 dapat diketahui bahwa hanya 28,9 % responden yang melaksanakan IMD dan 71,1% responden tidak melaksanakan IMD. Inisiasi Menyusu Dini artinya membiarkan bayi melakukan kontak kulit ( skin to skin contact) di dada ibunya dan menyusu sendiri minimal 1 jam segera setelah kelahiran sang bayi (Ariani, 2009:48) Keuntungan Inisiasi Menyusui Dini adalah menstabilkan pernapasan, mengendalikan temperature tubuh bayi, mempunyai pola tidur yang baik, meningkatkan kenaikan berat badan, bayi tidak terlalu banyak menangis pada satu jam pertama, merangsang produksi oksitosin dan proklatin pada ibu, meningkatkan kecerdasan bayi, meningkatkan jalinan kasih sayang ibu dan bayi, memperkuat refleks menghisap, menelan bernapas bayi, mengurangi 22% kematian bayi berusia 28 hari ke bawah, meningkatkan keberhasilan menyusui secara eksklusif dan lamanya bayi di susui, dan mencegah kahilangan panas (H,Gulardi Wiknjosastro 2008:128). Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan oleh seoran mahasiswa Prod D III kebidanan STIKes Purna Bhakti Husada Batusangkar yang bernama Nora Trisna.Z pada tahun 2010 di Wilayah Kerja Puskesmas Sungayang Kabupaten Tanah Datar dengan Judul “ Gambaran Tingkat Pengetahuan dan Sikap ibu hamil tentang inisiasi menyusu dini” bahwa ada hubungan sikap dengan pelaksaan inisiasi menyusu dini Menurut asumsi peneliti, banyak responden yang tidak melaksanakan IMD terhadap bayi baru lahir disebabkan karena tingkat pendidikan yang rendah, kurangnya pengetahuan tentang IMD dan juga sikap negatif tentang IMD. Tingkat pendidikan dan pengetahuan yang rendah menyebabkan responden tidak mengetahui tentang pentingnya pelaksanaan IMD pada bayi baru lahir, serta tidak memperoleh pendidikan tentang usaha peningkatan pelayanan kesehatan pada bayi baru lahir melalui pelaksanaan IMD. Sementara sikap
Jurnal Kesehatan STIKes Prima Nusantara Bukittinggi, Vol.3 No 1 Januari 2012
10
negatif menyebabkan responden kurang termotivasi untuk melaksanakan IMD, karena adanya anggapan-anggapan keliru tentang pelaksanaan IMD tersebut. Analisa Bivariat Hubungan Tingkat Pelaksanaan IMD
Pendidikan
dengan
Tabel 5.5 Hubungan Tingkat Pendidikan Bidan dengan Pelaksanaan IMD di Wilayah Kerja Puskesmas Batipuh I, II dan III Kabupaten Tanah Datar Tahun 2012 Pelaksanaan IMD Tidak Tingkat Jumlah Dilaksana Dilaksanaka Pendidi kan n kan f % f % F % D III 7 58,3 5 41,7 12 100 DI 4 15,4 22 84,6 26 100 Total 11 27 38 OR = 7,700 p = 0,01 Berdasarkan tabel 5.5 di atas dapat diketahui bahwa dari 12 responden berpendidikan D III, terdapat 7 orang (58,3 %) melaksanakan IMD. Dan dari 26 responden berpendidikan D I, terdapat 22 orang (84,6 %) tidak melaksanakan IMD. Setelah dilakukan uji statistic chi-square diperoleh hasil terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat Pendidikan bidan dengan pelaksanaan IMD di wilayah kerja Puskesmas Batipuh I, II dan III Kabupaten Tanah Datar tahun 2012, terbukti dengan p = 0,017 (p < 0,05). Nilai Odds Ratio 7,700 dapat diartikan bahwa responden dengan pendidikan D III berpeluang 7,700 kali untuk melaksanakan IMD, dibandingkan dengan responden dengan pendidikan D I. Dari hasi penelitian dapat diketahui bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan bidan dengan pelaksanaan IMD di wilayah kerja Puskesmas Batipuh I, II dan III Kabupaten Tanah Datar tahun 2012, dimana nilai p = 0,017 (p < 0,05). Sebagaimana terlihat pada tabel 5.5 bahwa dari 12 responden berpendidikan D III, terdapat 7 orang (58,3 %) melaksanakan IMD. Dan dari 26 responden berpendidikan D I, terdapat 22 orang (84,6 %) tidak melaksanakan IMD. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa pendidikan merupakan
penuntun manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupannya yang dapat digunakan untuk mendapatkan informasi sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Semakin tinggi tingkat pendidikan seorang, makin mudah menerima informasi (Hidayat, 2005). Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan oleh seorang mahasiswa Prodi D-III kebidanan Poltekes Padang yang bernama Yulia Roza pada tahun 2009 di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Buaya Padang dengan Judul “Hubungan Tingkat Pendidikan dan Pengetahuan Bidan Pratek Swasta dengan pelaksanaan Inisiasi menyusu Dini “ bahwa ada hubungan Pendidikan yang rendah dengan Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini Menurut asumsi peneliti, responden yang memiliki tingkat pendidikan tinggi akan berbuat dan mengisi aktifitas pekerjaannya sesuai dengan ilmu yang diperoleh dari pendidikan, yakni dalam pelaksanaan IMD. Mereka akan berusaha mengaplikasikan ilmu-ilmu yang diperoleh dari pendidikan, dalam rangka memberikan pelayanan prima terhadap kesehatan ibu dan anak termasuk didalamnya pelaksanaan IMD. Sementara bagi responden berpendidikan tinggi yang tidak melaksanakan IMD disebabkan karena kurangnya pemahaman bidan tentang pelaksanaan IMD. Jadi walaupun pendidikan mereka tinggi, namun karena tingkat kecerdasan dan pemahaman yang berbeda, sehingga mengakibatkan tingkat pengetahuan yang berbeda pula dan berpengaruh pada pelaksanaan IMD. IMD yang tidak terlaksana ini juga disebabkan oleh kondisi fisik ibu/bayi yang tidak menerima pelaksanaan IMD, sehingga bayi harus dipisahkan dari ibu. Seperti ibu yang merasa lelah setelah melahirkan serta harus dijahit, kolostrum tidak keluar, serta kurangnya dukungan dari suami / keluarga. Hubungan Pengetahuan dengan Pelaksanaan IMD Tabel 5.6 Hubungan Pengetahuan Bidan dengan Pelaksanaan IMD di Wilayah Kerja Puskesmas Batipuh I, II dan III Kabupaten Tanah Datar Tahun 2012
Jurnal Kesehatan STIKes Prima Nusantara Bukittinggi, Vol.3 No 1 Januari 2012
11
Pelaksanaan IMD Tidak Jumlah Pengetah Dilaksan Dilaksana akan uan kan f % f % f % Tinggi 7 53, 6 46,2 13 100 Rendah 4 8 21 84,0 25 100 16, 0 Total 11 27 38 OR = 6,125 p = 0,024 Berdasarkan tabel 5.6 di atas dapat diketahui bahwa dari 13 responden berpengetahuan tinggi, terdapat 7 orang (53,8 %) melaksanakan IMD. Dan dari 25 responden berpengetahuan rendah, terdapat 21 orang (84,0 %) tidak melaksanakan IMD. Setelah dilakukan uji statistic chi-square diperoleh hasil terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan bidan dengan pelaksanaan IMD di wilayah kerja Puskesmas Batipuh I, II dan III Kabupaten Tanah Datar tahun 2012, terbukti dengan p = 0,024 (p < 0,05). Nilai Odds Ratio 6,125 dapat diartikan bahwa responden dengan pengetahuan tinggi berpeluang 6,125 kali untuk melaksanakan IMD, dibandingkan dengan responden dengan pengetahuan rendah. Dari hasi penelitian dapat diketahui bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan bidan dengan pelaksanaan IMD di Tingkat wilayah kerja Puskesmas Batipuh I, II dan III Kabupaten Tanah Datar tahun 2012, dimana nilai p = 0,024 (p < 0,05). Sebagaimana terlihat pada tabel 5.6 bahwa dari 13 responden berpengetahuan tinggi, terdapat 7 orang (53,8 %) melaksanakan IMD. Dan dari 25 responden berpengetahuan rendah, terdapat 21 orang (84,0 %) tidak melaksanakan IMD. Hasil penelitian ini sejalan dengan teori L. Green yang menyatakan bahwa salah satu faktor predisposisi yang dapat mempengaruhi prilaku seseorang adalah faktor pengetahuan. Juga sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Notoatmodjo (2003) bahwa pengetahuan atau kognitif merupakan dominan yang penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (over behavior). Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak
didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo S, 2003:121) Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan oleh seorang mahasiswa Prodi D III kebidanan Poltekes Padang yang bernama Yulia Roza pada tahun 2009 di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Buaya Padang dengan Judul “Hubungan Tingkat Pendidikan dan Pengetahuan Bidan Pratek Swasta dengan pelaksanaan Inisiasi menyusu Dini “ bahwa ada hubungan Pengetahuan yang rendah dengan Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini Menurut asumsi peneliti, pengetahuan yang tinggi tentang pelaksanaan IMD akan mendorong bidan untuk melaksanakan IMD, sebaliknya pengetahuan yang rendah menyebabkan bidan tidak melaksanakan IMD karena tidak mengetahui tentang pentingnya pelaksanaan IMD dan juga langkah-langkah pelaksanaan IMD. Sementara bagi bidan bidan dengan pengetahuan tinggi namun tidak melaksanakan IMD disebabkan karena adanya mereka beranggapan bahwa adanya factor penghambat pelaksanaan IMD, yaitu bayi kedinginan, ibu merasa lelah, ibu harus dijahit serta kolostrum tidak keluar atau jumlah kolostrum tidak memadai sehingga diperlukan cairan lain (cairan pralaktal). Bidan berpengetahuan tinggi dan tidak melaksanakan IMD ini juga dapat dipengaruhi oleh faktor pengalaman dan motivasi yang kurang dalam pelaksanaan IMD, tradisi dalam menolong persalinan yang tidak melaksanakan IMD, serta kurangnya dukungan dari keluarga/pasien dalam pelaksanaan IMD ini. Hubungan Sikap dengan Pelaksanaan IMD Tabel 5.7 Hubungan Sikap Bidan dengan Pelaksanaan IMD di Wilayah Kerja Puskesmas Batipuh I, II dan III Kabupaten Tanah Datar Tahun 2012 Pelaksanaan IMD Tidak Jumlah Dilaksan Dilaksan Sikap akan akan f % f % f % Positif 10 58, 7 41, 1 100 Negati 1 8 20 2 7 100 f 4,8 95, 2 2 1 Total 11 27 3 8
Jurnal Kesehatan STIKes Prima Nusantara Bukittinggi, Vol.3 No 1 Januari 2012
12
OR = 28,571
p = 0,001
Berdasarkan tabel 5.7 di atas dapat diketahui bahwa dari 17 responden yang memiliki sikap positif, terdapat 10 orang (58,8 %) melaksanakan IMD. Dan dari 21 responden yang memiliki sikap negatif, terdapat 20 orang (95,2%) tidak melaksanakan IMD. Setelah dilakukan uji statistic chi-square diperoleh hasil terdapat hubungan yang bermakna antara sikap bidan dengan pelaksanaan IMD di wilayah kerja Puskesmas Batipuh I, II dan III Kabupaten Tanah Datar tahun 2012, terbukti dengan p = 0,001 (p < 0,05). Nilai Odds Ratio 28,571 dapat diartikan bahwa responden dengan sikap positif berpeluang 28,571 kali untuk melaksanakan IMD, dibandingkan dengan responden dengan sikap negatif. Dari hasi penelitian dapat diketahui bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara sikap bidan dengan pelaksanaan IMD di wilayah kerja Puskesmas Batipuh I, II dan III Kabupaten Tanah Datar tahun 2012, dimana nilai p = 0,001 (p < 0,05). Sebagaimana terlihat pada tabel 5.7 bahwa dari 17 responden yang memiliki sikap positif, terdapat 10 orang (58,8 %) melaksanakan IMD. Dan dari 21 responden yang memiliki sikap negatif, terdapat 20 orang (95,2%) tidak melaksanakan IMD. Hasil penelitian ini sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa La Pierre (dalam Azwar, 2003) memberikan definisi sikap sebagai suatu pola perilaku, tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara sederhana, sikap adalah respon terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan. Teori yang dikemukakan oleh Notoadmodjo (2007:143) menyatakan bahwa proses terbentuknya sikap yaitu dari adanya stimulasi atau rangsangan maka terjadilah proses dari rangsangan tersebut sehingga menimbulkan sikap dan reaksi tingkah laku terbuka atau keinginan untuk melakukan suatu tindakan. Prilaku seseorang dapat dipengaruhi oleh sikapnya terhadap suatu hal. Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan antara lain seperti fasilitas. Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan oleh seorang mahasiswa Prodi D III kebidanan STIKes Purna Bhakti Husada
Batusangkar yang bernama Nora Trisna.Z pada tahun 2010 di Wilayah Kerja Puskesmas Sungayang Kabupaten Tanah Datar dengan Judul “ Gambaran Tingkat Pengetahuan dan Sikap ibu hamil tentang inisiasi menyusu dini” bahwa ada hubungan sikap dengan pelaksanaan inisiasi menyusu dini Menurut asumsi peneliti, responden yang memiliki sikap positif akan cendrung untuk melaksanakan IMD. Sebaliknya responden yang memiliki sikap negatif cendrung untuk tidak melaksanakan IMD karena mereka memberikan respon yang kurang baik terhadap pelaksanaan IMD tersebut, yang berdampak pada kurangnya motivasi untuk melaksanakan IMD. Bagi responden yang memiliki sikap positif dan tidak melaksanakan IMD disebabkan karena pengetahuan yang rendah tentang pelaksanaan IMD. Walaupun responden memiliki respon yang baik tentang pelaksanaan IMD, namun karena tidak didukung oleh pengetahuan yang tinggi maka bidan tidak dapat melaksanakan IMD tersebut. Hal ini juga dapat disebabkan karna kurangnya keinginan ibu untuk memberikan ASI pada bayi, ibu masih merasa letih setelah melahirkan serta keluarga (pendamping persalinan) yang tidak mendukung pelaksanaan IMD. Sebagian Bidan beranggapan bahwa bayi akan hipotermi apabila melaksanakan Inisiasi Menyusu Dini (IMD), jadi sebaiknya bayi di bedung dulu dan setelah itu baru disusukan kepada ibunya. Selain itu ada juga Bidan beranggapan bahwa bayi tidak akan bisa mencari putting susu ibunya tanpa adanya bantuan dengan menyodorkan putting susu ibu ke mulut bayi Dan bagi responden yang memiliki sikap negatif dan ternyata melaksanakan IMD adalah karna bidan tersebut sudah ikut pelatihan APN dan mau menerapkan Ilmu yang di dapat saat pelatihan. KESIMPULAN Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap 38 orang bidan di wilayah kerja Puskesmas Batipuh I, II dan III Kabupaten Tanah Datar tentang pelaksanaan IMD, dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Sebagian besar responden (68,4 %) memiliki tingkat pendidikan Diploma I Kebidanan 2. Sebagian besar responden (65,8 %) memiliki pengetahuan rendah tentang pelaksanaan IMD
Jurnal Kesehatan STIKes Prima Nusantara Bukittinggi, Vol.3 No 1 Januari 2012
13
3. 4. 5.
6.
7.
Sebagian besar responden (55,3 %) memiliki sikap negatif tentang pelaksanaan IMD Sebagian besar responden (71,1 %) tidak melaksanakan IMD terhadap bayi baru lahir Terdapat hubungan bermakna antara tingkat pendidikan bidan dengan pelaksanaan IMD, nilai p = 0,017 dan OR = 7,700 Terdapat hubungan bermakna antara pengetahuan bidan dengan pelaksanaan IMD, nilai p = 0,024 dan OR = 6,125 Terdapat hubungan bermakna antara sikap bidan dengan pelaksanaan IMD, nilai p = 0,001 dan OR = 28,571
SARAN 1. Bagi Peneliti penulis sarankan pada peneliti selanjutnya agar dapat lebih mengembangkan penelitiannya kepada hal- hal yang menjadi kendala dalam pelaksanaan inisiasi menyusu dini seperti motivasi, faktor fisik dan psikologis ibu, faktor kondisi bayi, serta dukungan keluarga 2. Bagi Institusi Pendidikan Kepada setiap Institusi Pendidikan agar dapat mengadakan seminar berkaitan dengan IMD dengan sehingga calon bidan memiliki pemahamanyang lebih baik dan dapat menerapkan ketika pratek dilapangan nantinya. 3. Bagi Puskesmas Kepada semua pihak puskesmas agar memfasilitasi upaya-upaya peningkatan pengetahuan bidan tentang pelaksanaan IMD, seperti memberikan kesempatan mengikuti pelatihan dan seminar-seminar sehubungan dengan pelaksanaan IMD, serta memberikan penghargaan bagi bidan yang dapat melaksanakan IMD pada setiap persalinan yang ditolongnya. 4. Bagi Bidan Kepada semua bidan agar dapat mengupayakan pelaksanaan IMD terhadap bayi baru lahir, serta menginformasikan pada bidan yang lain tentang pentingnya pelaksanaan IMD tersebut untuk kesehatna ibu dan bayi.
DAFTAR PUSTAKA Ariani. 2009. Ibu, Susui Aku!. Kazanah Intelektual : Bandung Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta Asuhan Persalian Nomal. 2008. Majalah Informasi dan Referensi Promsi Kesehatan. 2010 Notoadmojo, Soekidjo. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta Notoadmojo, Soekidjo. 2005. Metodolgi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2007 Profil Kesehatan Kabupaten Tanah Datar Tahun 2011 Roesli, Utami. 2008. Inisiasi Menyusui Dini. Jakarta : Pustaka Bunda Nasir, ABD, dkk. 2011. Metodologi penelitian kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika
Jurnal Kesehatan STIKes Prima Nusantara Bukittinggi, Vol.3 No 1 Januari 2012
14