Zen Zanibar M.Z. – Wilayah Kajian Ilmu Hukum
WILAYAH KAJIAN ILMU HUKUM Oleh:
ZEN ZANIBAR M.Z. Dosen Filsafat Hukum Universitas Indonusa Esa Unggul dan Universitas Sriwijaya; ABSTRAK Sejarah kebudayaan umat manusia terdiri atas tiga tahap: Pertama, tahap teologis. Maksudnya orang mencari kebenaran dalam agama; kedua, tahap metafisis, yaitu mencari kebenaran lewat filsafat; dan ketiga tahap positif di mana orang mulai mencari kebenaran melalui ilmu pengetahuan. Positivisme hukum ada dua bentuk, yaitu: positivisme yuridis dan kedua, positivisme sosiologis. Dalam positivisme yuridis hukum dipandang sebagai suatu gejala tersendiri, yang perlu diolah secara ilmiah. Paham ini bertujuan membentuk struktur-struktur rasional sistem-sistem yuridis yang berlaku. Hukum bagi paham ini dilihat sebagai hasil pengolahan ilmiah belaka, hasil karya profesionalis, ciptaan ahli hukum. Karena itu hukum sama dengan undangundang, eksistensi hukum berkaitan dengan adanya negara, sehingga hukum yang benar adalah hukum yang berlaku dalam suatu negara. Bagi penganut paham ini hukum tidak ada hubungan mutlak antara hukum dan moral. Hukum dapat dideduksikan secara logis dari undang-undang tanpa perlu bimbingan norma sosial, politik dan moral. Sebaliknya positivisme sosiologis hukum dipandang sebagai bagian kehidupan masyarakat. Key Words: Positifisme Yuridis, Positifisme Sosiologis, Ilmu Hukum, metode kajian hukum
(Perda) diterbitkan lalu dengan serta
PENDAHULUAN Tanpa maksud mengajak bersikap
merta pejabat menamakannya hukum
skeptis, saya ingin mengajak melihat
positif. Dengan
sebuah persoalan besar dihadapi dalam
dimunculkan daya paksa untuk ditaati.
penegakan hukum paling tidak empat
Demikian pula UU, PP dan sebagainya,
dekade terakhir. Pradigma hukum yang
seperti kita sering disaksikan.
dianut di Indonesia sejak lama, paling
Ada
latar
penamaan itu lalu
belakang
sejarah
tidak sejak republik ini berdiri ialah
maupun teori yang mengarahkan sikap
hukum positif atau positivisme, yang
dan
acapkali diucapkan dengan serampangan
kehidupan bernegara republik besar ini
“hukum positif”. Hukum positif, dengan
adalah sarat dengan kolonialisme yang
ketidaktepatan pemahaman, diidentik-
mengajarkan tentang praktek hukum
kan
perundang-
semacam itu. Bagi inlander (pribumi)
undangan produk negara atau pejabat-
kepatuhan kepada aturan-aturan yang
pejabat resmi yang diangkat dengan SK
diterbitkan oleh penguasa adalah wajib
atau sejenisnya. Ketika peraturan daerah
hukumnya. Meskipun, seperti tercatat
dengan
peraturan
tindakan
Lex Jurnalica/ Vol. 2 /No.1/ Desember 2004
demikian.
Sejarah
1
Zen Zanibar M.Z. – Wilayah Kajian Ilmu Hukum
dalam
pustaka,
ada
mengeritik
keras
ordonansi)
diterapkan
pakar
(untuk
yang
beberapa
dengan
cara
Seperti
dapat
Algemen
dibaca
dalam
Bepalingen
van
Wetgeving(AB)
demikian karena dinilai merusak tatanan yang
sudah
berlangsung
dalam
masyarakat inlander. Dalam kritik itu kesan yang dapat ditangkap bahwa konsep hukum positif
tidak identik
dengan produk hukum yang dibuat oleh penguasa di mana daya paksa menjadi
Latar belakang teori, seperti dalam filsafat,
dikenal
aliran
legisten. Menurut pandangan legisten UU bersifat luckenloss. Tugas hakim menurut
ajaran
klasik
semata-mata
menjalankan hukum (rechtstoepassing) sebagai pengaruh ajaran “separation des pavoirs”. De wetgever schept recht, de rechter past het toe (pembentuk UU membuat
hukum
dan
UU lengkap. De wet is volledig. Segala macam perkara sudah ada jawabannya kitab
UU.
Hakim
hanya
menjalankan saja. Hakim mulut UU “la bouche qui pronounce les paroles de la loi”.
Dalam
legisten kramat,
pandangan
penganut
undang-undang
dianggap
sebagai
undang; Pasal20
hakim
harus
mengadili
berdasarkan Undang-undang; Pasal 21 Pasal
hakim tidak usah mencari
peraturan
yang
dikukuhkan tuhan, sebagai sitem logis yang dapat diterapkan pada semua perkara, karena sifatnya yang rasional.
22
“Hakim
yang
menolak
mengadili suatu perkara dengan alasan undang-undang tidak lengkap, tidak terang., atau tidak ada peraturannya, dapat dihukum.” Pasal 22 justru menjadi sandaran bagi hakim untuk membenuk hokum sendiri apabila ia mengahdapi perkara yang belum diatur oleh UU. Pasal-pasal di atas adalah sendi-
hakim
menjalankannya). Orang menganggap
dalam
hukum kecuali apabila ditunjuk undang-
sumber lain;
stempel untuk menerapkannya.
pengajaran
Pasal 15 kebiasaan tidak merupakan
sendi aliran legisten. Kelemahan aliran ini kemudian disadari oleh kalangan penganut begriffsjurisprudenz dengan inti pandangannya bahwa hukum adalah lengkap. Undang-undang kenyataannya tidak
lengkap
dan
tidak
mungkin
lengkap (de wet is onvelledig). Undangundang leemten (memiliki kekosongan) tetapi mempunyai daya berkembang, mempunyai logische expansions-kraft. Meskipun masih seasas dengan legisten,
menurut
aliran
ini
begriffsjurisprudenz luckenvoll (penuh
Lex Jurnalica/ Vol. 2 /No.1/ Desember 2004
2
Zen Zanibar M.Z. – Wilayah Kajian Ilmu Hukum
kekurangan), namun hukum sifatnya
Dalam kajian filsafat, misalnya,
luckenloss. Undang-undang, menurut
menurut August Comte (1789-1857)
begriffsjurisprudenz boleh leemten tetapi
sejarah kebudayaan umat mnusia terdiri
hukum
Undang-undang
atas tiga tahap: Pertam, tahap teologis.
boleh mengalami kekosongan De wet
Maksudnya orang mencari kebenaran
leemten, tetapi tidak demikian halnya
dalam agama; kedua, tahap metafisis,
hukum.
yaitu mencari kebenaran lewat filsafat;
luckenloss.
Aliran ini bermaksud supaya
undang-undang
memiliki
dan ketiga tahap positif di mana orang
kekurangan atau dari luckenvoll menjadi
mulai mencari kebenaran melalui ilmu
luckenloss. Caranya harus ditempuh
pengetahuan.
dengan
tidak
metode
rechtsdogmatiek
Positivisme
hukum
ada
dua
(menyusun konstruksi) untuk mencapai
bentuk, yaitu: positivisme yuridis dan
begrippen.
kedua, positivisme sosiologis.
Dalam
upaya
positivisme yuridis (pendukungnya R.
melengkapi UU digunakan metode
von Jhering dan John Austin-Analitical
konstruksi
Jurisprudence)
Untuk
itu,
maka
dalam
yang
Rechtsanalogie
disebut:
i.
(menggunakan
abstraksi); dan ii. rechtsverfijning (menggunakan Mencari
determinatie). pengertian-pengertian
umum yang berlaku bagi semua peraturan.
pada
dipandang
sebagai suatu gejala tersendiri, yang perlu diolah secara ilmiah. Paham ini bertujuan membentuk struktur-struktur rasional
sistem-sistem
yuridis
yang
berlaku. Hukum bagi paham ini dilihat sebagai hasil pengolahan ilmiah belaka,
legisten
hasil karya profesionalis, ciptaan ahli
maupun begriffsjurisprudenz tugas
hukum. Karena itu hukum sama dengan
hakim tetap rechtstoepassing.
undang-undang,
Aliran
Baik
hukum
Freirechtsbewegung
Interessen-Jurisprudenz:
atau
hakim
tdk
berkaitan
eksistensi
hukum
adanya
negara,
dengan
sehingga hukum yang benar
menjalankan hukum semata-mata, tetapi
hukum
juga
negara. Bagi penganut paham ini hukum
membentuk
(rechtschepping, Alasannya
hakim
hukum rechtsvorming).
dipengaruhi
oleh
yang
berlaku
dalam
adalah suatu
tidak ada hubungan mutlak
antara
hukum
dapat
dan
moral.
Hukum
rechtsgevoel-nya, tidak hanya juridisch
dideduksikan secara logis dari undang-
denken saja tetapi juga emotioneel
undang tanpa perlu
denken.
sosial, politik dan moral. Sebaliknya
Lex Jurnalica/ Vol. 2 /No.1/ Desember 2004
bimbingan norma
3
Zen Zanibar M.Z. – Wilayah Kajian Ilmu Hukum
positivisme
sosiologis
hukum
Proses sosial = pengaruh
dipandang sebagai bagian kehidupan
timbal balik antara pelbagai
masyarakat. Atas dasar ini Comte
segi kehidupan bersama
merintis
positivisme
dengan
Obyek sosiologi: masyarakat
menciptakan sosiologi sebagai ilmu
yang dilihat dari hubungan
pengetahuan.
antar manusia, dan proses
DALAM PIKIRAN MASYARAKAT TIDAK TERTULIS TINGKAH LAKU MASYARAKAT HUKUM
TIDAK RESMI TERTULIS
NASKAH RESMI
Sumber: Hasil Olahan
Metode kajian hukum tidak tertulis
Yang
Sosiologi mempelajari tentang:
timbul
dari
hubungan
manusia di dalam masyarakat
Struktur sosial dan proses-
[orang-orang yang hidup bersama
proses sosial, termasuk
yang menghasilkan kebudayaan]
perubahan-perubahan sosial.
Struktur sosial = keseluruhan jalinan antara unsur-unsur sosial yang pokok (kaidahkaidah sosial, lembagalembaga sosial, kelompokkelompok serta lapisanlapisan sosial);
Antropologi mempelajari tentang:
Umat
manusia
sebagai
makhluk masyarakat dengan titik perhatian pada sifat-sifat khusus
badani,
cara-cara
produksi, tradisi-tradisi dan nilai-nilai
yang
membuat
pergaulan
hidup
yg
satu
berbeda dengan yg lain.
Lex Jurnalica/ Vol. 2 /No.1/ Desember 2004
4
Zen Zanibar M.Z. – Wilayah Kajian Ilmu Hukum
Antropologi menyelidiki
budaya seluruh
cara
7. Relegi. Contoh studi yang dilakukan oleh
hidup manusia. Mempelajari
sosiolog
bagaimana manusia dengan
antropolog
akal dan struktur fisik yg khas
Geertz], dan seorang lagi antropolog
itu
hukum [Valerine J.L. Kriekhoff] yg
berhasil
merubah
lingkungannya
berdasarkan
[Harsya
W.
Bachtiar],
[Koentjaraningrat
menunjukkan
penemuannya
dan
tentang
pengalaman dan pengajaran
hukum dalam masyarakat yg ditelitinya:
dalam
Harsja W. Bachtiar, “Negeri Taram:
arti
yang
seluas-
luasnya.
DALAM PIKIRAN
EMPIRIS TINGKAH LAKU METODE KAJIAN
NASKAH UMUM PUSTAKA PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Sumber: Hasil Olahan
Culture universal:
Masyarakat kabau”,
2. Mata pencaharian dan system
Fakultas Ekonomi Univ. Indonesia,
3. Sistem
kemasyarakatan
kerabatan, sistem
Masyarakat
organisasi hukum,
perkawinan];
[ke-
Lembaga
Minang-
1. Peralatan dan perlengkapan hidup;
ekonommi;
dalam
Desa
Desa
Di
Penerbit
Indonesia,
Lembaga Penerbit FE-UI, 1984, h. 213-
Politik,
245, h. 237-238:
sistem.
Di Desa Taram terdapat tujuh suku, tiap suku dikepalai oleh pucuk suku. Pucuk
4. Bahasa;
suku adalah pusat kekuasaan suku.
5. Kesenian;
Pucuk suku membawahi tiga penghulu
6. Sistem pengetahuan;
suku yang disebut bandaro (dianggap
Lex Jurnalica/ Vol. 2 /No.1/ Desember 2004
5
Zen Zanibar M.Z. – Wilayah Kajian Ilmu Hukum
sekeretaris atau bendahara), panglimo
ampek suku. Di Desa Taram Suku
(komandan yang berwenang mengawasi
melayu, Piliang Lawas, Pitopang dan
alat-alat pemaksa) dan kadi (pemuka
Sumpadang tidak memiliki kadi;
agama mengurus persoalan keagamaan).
Clifford Geertz, “Tihingan: Sebuah Desa Di Bali”, dalam Ibid., h. 246-277, h. 249-250: HUB. ANTAR PRIBADI
HUB. ANTAR PRIBADI - LEMBAGA
HUKUM TIDAK TERTULIS HUB. ANTAR WARGA - PENGUASA
HUB. LEMBAGA - LEMBAGA Sumber: Hasil Olahan
Sumber: Hasil Olahan
Keempat
pejabat
suku
ini
disebut
Berbeda
dengan
desa-desa
(penghulu keampek suku). Pucuk suku
tetangga. Desa Tihingan hanya terdiri
yang
tidak
satu banjar. Desa tentangga ada yang
mmeninggalkan kemanakan yang dapat
memiliki tiga banjar, dan ada pula yang
menggantikannya, maka gelar pucuk
terdiri empat banjar. Sebagai suatu
suku dikubur atau dibanam. Namun
kesatuan social yang berdasarkan adat,
kewajiban-kewajiban atau
bebannya,
banjar berpusat pada balai pertemuan
seorang
yang disebut bale banjar (tempat semua
tetap
meninggal
dipikul
penghulu
oleh
dari
dan
salah suku
tersebut.
laki-laki/kepala
keluarga
(KK)
Kewenangan pucuk suku tidak boleh
mengadakan pertemuan setiap 35 hari
melampaui
kewenangan-kewenangan
sekali [sekali sebulan menurut kalender
yang menjadi tanggung jawab penghulu
Bali]. Semua KK wajib hadir (jika sakit
bawahannya, yaitu bandaro, panglimo
digantikan oleh yang lain) dengan
dan
bandaro,
ancaman denda. Semua kesepakatan
panglimo, dan kadi disebut penghulu
dicapai dengan musyawarah. Banjar
keampek suku. Masing-masing suku
diketuai oleh para klian banjar (orang
belum tentu memiliki lengkap penghulu
tua banjar) yang terdiri atas lima orang
kadi.
Pucuk
suku,
Lex Jurnalica/ Vol. 2 /No.1/ Desember 2004
6
Zen Zanibar M.Z. – Wilayah Kajian Ilmu Hukum
dan dipilih atas persetujuan bersama
yang bertanggung jawab
untuk waktu lima tahun. Sesudahnya
kehidupan
tidak boleh dipilih lagi. Pembatasan-
negeri terdiri dari Saniri Raja Patih
pembatasan
kekuasaan
(sejenis eksekutif) yang disebut juga
ditentukan
dalam
rapat banjar
aturan
tertulis
mengatur
bersama negeri.
Saniri
Latu (Raja), dibantu oleh kepala soa dan
(awigawig banjar) pada daun lontar.
marinyo
(bidang
administrasi).
Kekuasaan banjar besar dan luas tetapi
Mauweng (bidang agama) dan tuan
ada batas-batasnya. Kekuasaan yang
tanah, kepala dati (bidang pertanahan),
terbesar dalam bidang upacara umum,
dan kewang (polisi hutan), malessi
pekejaan umum, dan keamanan umum;
(pemimpin perang). Studi antropologi dan sosiologi
Koentjaraningrat, “Celepar; Sebuah
terbesar di Indonesia yang mengahsilkan
Desa Di Jawa Tengah Bagian Selatan”,
hukum adat yang pernah dilakukan di
dalam Ibid., h. 278-311 :
Indonesia ialah karya Ter Haar Bzn
Desa Celapar dikepalai oleh lurah,
seperti seringkali kita baca. Karya Ter
disampingnya ada perabot desa (terdiri
Haar tersebut karena bagusnya semula
15 orang pegawai desa yang sebagian
diterjemahkan
besar ditunjuk oleh lurah, sebagian lagi
Indonesia,
dipilih oleh masyarakat. Dua dari 15
terjemahan dalam bahasa Inggris.
orang tersebut berkedudukan sebagai
ke
dalam
sekarang
Contoh
studi
sudah
dua
sosiolog
antropolog
tulis, 2 orang kamitua/bendahara, dan
bagaimana mereka meneliti masyarakat
kaum/pegawai
agama,
4
orang
dan menemukan hukum-hukum yang
jagabaga/polisi
desa,
4
orang
tidak tertulis. Tradisi kalangan ilmuan
dan
kesepuhan
tersebut
atas
dan
conkok/wakil kepala desa. carik/juru
kabayan/pesuruh),
di
bahasa
mestilah
dicontoh
(orang-orang yang sudah berusia lanjut
mendalami
yang
hukum dalam masyarakat.
berjumlah
diantaranya
bukan
21
orang,
tiga
penduduk
Desa
Celepar);
Dari
menunjukkan
bagaimana
studi-studi
untuk
bekerjanya
sosiolog
dan
antropolog demikian kemudian muncul ilmu hukum adat. Sebagai
contoh
Valerine J.L.K. Kriekhoff, disertasi,
konsep marga, desa, dusun,
teori
1990:
tentang batas adat dan hukum adat yang Pemerintahan
negeri
(Saniri
dintrodusir Ter Haar.
Negeri) adalah pemerintahan negeri
Lex Jurnalica/ Vol. 2 /No.1/ Desember 2004
7
Zen Zanibar M.Z. – Wilayah Kajian Ilmu Hukum
Karena sosiologi dan antropologi
Kalau dikategorikan, maka ada empat
kurang diminati oleh sarjana hukum,
kelompok pandangan tentang definisi
boleh jadi hal ini disebabkan oleh
hukum:
kurang intensifnya pengajaran mata
Pertama,
tidak
ada
aktivitas
kuliah dua bidang ilmu ini, maka seperti
hukum dalam masyarakat yang tidak
kita liat sekarang praktisi hukum dewasa
bernegara. Atau hukum hanya ada dalam
ini kurang memperhatikan aspek sosial
masyarakat yang bernegara. Sehingga
dan budaya dalam mencermati peristiwa
hukum
hukum.
perhatian
sistem penjagaan tata tertib masyarakat
terhadap sosilogi dan antropologi, maka
yang bersifat memaksa, oleh karena itu
metode pengamatan terhadap hukum
hukum harus ditopang oleh alat-alat
lebih mengedepankan cara deduktif dari
kekuasaan yang diorganisir oleh Negara.
sudut filsafat, ketimbang cara induktif
Tetapi kemudian muncul pertanyaan.
dengan
Bagaimana dalam sebuah masyarakat
Karena
kurang
mengamati
kenyataan
eksistensinya
masih
tidak heran kalau perdebatan-perdebatan
ketertiban? Menurut penganut teori ini
hukum acapkali berkisar pada soal pasal,
bahwa
kontradiksi
dan
warganya memiliki ketaatan otomatis
perundang-undangan tanpa menyentuh
terhadap adat. Kalau ada pelanggaran,
bumi dimana peraturan
maka secara otomatis pula warga akan
undang
yang
peraturan
dan undang-
diperdebatkan
itu
diterapkan. Walaupun hal itu tidak juga
ketertiban
justru
suatu
kehidupan dalam masyarakat. Karena itu
antara
sederhana
berupa
terdapat
tersebut
karena
bereaksi. Kedua,
kelompok
yang
salah tetapi keringnya studi sosiologi
memfokuskan perhatian pada hokum
dan antropologi dalam kajian hukum
dalam masyarakat bernegara dengan
selama ini telah menggiring pemahaman
suatu system alat kekuasaansaja. Salah
kita
hukum
seorang ahli di ataranya B. Malinowski
positif tertulis statis. Sebagai bukti
(B. Malinowski: Crime and Custom in
metode penelitian hukum di FH Unsri
Savage Society, 1049). Ia berpendapat
baru diajarkan tahun 1974, itupun baru
bahwa ada suatu dasar universal yang
sangat sedikit dan diajarkan oleh dosen
sama antara hukum dalam masyarakat
FE Unsri (waktu itu Bpk Drs Amirudin
bernegara
asistennya Drs Akmal Effendi).
terbelakang.
Contoh definisi hukum yang ditemukan
semua akrtivitas kebudayaan berfungsi
oleh antropolog:
memenuhi suatu rangkaian hasrat naluri
pada
masalah-masalah
dengan
dan
masyarakat
Kesimpulan Malinowski:
Lex Jurnalica/ Vol. 2 /No.1/ Desember 2004
8
Zen Zanibar M.Z. – Wilayah Kajian Ilmu Hukum
dari manusia untuk secara timbal balik
diserahi wewenang. Suatu pengertian
memberi kepada, dan menerima dari
diperoleh Pospisil bahwa aturan adat
sesamanya, berdasarkan prinsip yang
abstrak, walaupun ada dan diketahui
oleh Malinowski disebut the principle of
oleh warga masyarakat, rupa-rupanya
reciprocity.
tidak
Hukum
menurut
selalu
dapat
melakukaan
Malinowski termasuk aktivitas-aktivitas
pengawasan sosial terhadap tingkah laku
kebudayaan yang berfungsi berdasarkan
masyarakat.
prinsip tersebut.
keputusan dari tokoh-tokoh yang diberi
Ketiga,
menurut
Ter
Haar
Sebaliknya,
keputusan-
wewenanglah yang memegang peranan
pedoman untuk mengetahui kapankah
yang penting.
di
Pengantar Ilmu Antropologi, Cet. VIII,
dalam
suatu
masyarakat
yang
(Koentjaranintgrat,
mempunyai adat dan sistim hukum yang
19….197-202)
tidak terkodifikasi itu,
Tradisi kita (sarjana hukum) pertama
suatu kasus
merupakan kasus hukum atau bukan,
kali
adalah keputusan-keputusan dari pejabat
cenderung dalam konteks resmi/produk
pemegang kuasa dalam masyarakat.
pemerintah (agak mendekati kelompok
Keempat, L. Pospisil melakukan penelitian lapangan
melihat
hukum
tertulis
dan
pertama dan kedua).
(1953-1955) di
Perkembangan hukum di negara yang
daerah yang didiami oleh suku Kapauku
menganut tradisi common law (Inggris,
di Lembah Kamu, daerah Danau-danau
Kanada, Australia, Selandia Baru dan
Paniai di Irian Jaya. Dalam penelitian
dalam hal tertentu juga dianut oleh
tersebut ia mencatat 121 aturan adat
Amerika)
yang
orang
membentuk UU, sebaliknya di Negara-
mengenal
negara yang menganut civil law ada
tulisan) Ke 121 aturan abstrak tersebut
peningkatan kebutuhan akan pentingnya
dicocokkan dengam 176 kasus konflik
putusan-putusan
yang dengan nyata terjadi
made law).
hidup
Kapauku
dalam
(mereka
ingatan tidak
dalam
ada
peningkatan
pengadilan
untuk
(judge-
kehidupan masyarakat suku Kapauku, dan ternyta hanya 87 dari 176 kasus
Metode Penelitian Hukum Tertulis
diputuskan menurut salah satu dari ke 121 aturan adat tersebut. separoh
dari
seluruh
Lebih dari kasus-kasus
Penelitian hukum dapat dikatakan sudah lam dilakukan oleh para ahli, tetapi
penelitian
hukum
secara
diputuskan menurut kebijakan sendiri
metodologik baru marak tahun 1970-an.
dari
Dapat
tokoh-tokoh
masyarakat
yang
dilihat
Lex Jurnalica/ Vol. 2 /No.1/ Desember 2004
misalnya
penulisan-
9
Zen Zanibar M.Z. – Wilayah Kajian Ilmu Hukum
penulisan
disertasi
yang
cenderung
Beberapa
mencampuradukkan antara penggunaan
pendapat
tentang
penelitian hukum
metode ilmu sosial lainya (ilmu politik
Metode
[paling
disertasi
Soetandyo Wignjosoebroto, adalah cara
Ismail Suny, Tholha Mansur, ], ekonomi
untuk mencari jawaban yang benar
[mulai
mengenai suatu problema tentang
banyak
digunakan
muncul
ketika
studi
pembangunan dikembangkan oleh
penelitian
hukum,
menurut
hukum. Karena itu konsep mengenai
PERASAAN IDIEL PIKIRAN
BAHAN HUKUM
MANUSIA RIEL
ALAM BUDAYA
Sumber: Hasil Olahan
apa yang diartikan Pakar-pakar Charles
ekonomi-disertasi
Himawan],
[menggunakan
sosio
amat
dengan hukum
menentukan
metode
sosiologi
pencariannya yang layak digunakan.
legal-disertasi
Konsep hukum tidak tunggal. Hukum
Adnan Buyung Nasution, Margarito
adalah
Kamis]). Ada juga yang menggunakan
Diversifikasi
gabungan ilmu politik, dan ekonomi,
diversifikasi metode yang berimflikasi
sejarah sekaligus, misalnya disertasi
terhadap studi.
Todung
Jimly
pemikiran tersebut, menurut Soetandyo,
Sangat sedikit penelitian
dapat dipilah ke dalam: konsep hukum,
Asshiddiqie,
Mulya
Lubis,
realita
sosial
konsep
budaya. berakibat
Berpegang
pada
hukum yang benar-benar hanya meneliti
tipe kajian, metode penelitian
norma dengan menggunakan logika
orientasinya, bahkan juga kelompok
hubungan antara ketentuan perundang-
penelitiannya menjadi lima kwalifikasi:
undangan. Dapat disebut, misalnya,
Pertama, hukum
disertasi Sri Soemantri.
bersifat kodrati dan universal, tipe kajiannya
filsafat
Lex Jurnalica/ Vol. 2 /No.1/ Desember 2004
dan
sebagai asas yang
hukum,
metode
10
Zen Zanibar M.Z. – Wilayah Kajian Ilmu Hukum
penelitiannya
logika-deduksi
yang
tentang hukum sebagai norma dan
berorientasi filsafati.
sebagai kenyataan (prilaku atau sikap
Kedua, hukum sebagai norma-norma
tindak). Sistem ajaran tentang hukum
positif
perundang-
sebagai norma menghasilkan konsep
undangan (Soerjono dan Mamudji =
hukum sebagaimana terwujud dalam
norma atau kaidah), tipe kajiannya
kaidah
ajaran hukum murni yang mengkaji “law
undangan.
as it is written in the books”, metode
kenyataan hukum atau ilmu tentang
penelitiannya doktrinal dengan sarana
kenyataan
logika-deduksi yang berorientasi pada
hukum sebagai kenyataan sebagaimana
positivistis.
yang dikembangkan dalam Sosiologi
Ketiga, hukum sebagai putusan hakim,
Hukum, Antropologi Hukum, Psikologi
tipe kajiannya American Sociological
Hukum,
Jurisprudence yang mengkaji “law as it
Sejarah Hukum. Ilmu tentang kenyataan
is decided by judges through judicial
hukum ini
processes”, metode penelitiannya di
sehingga hukum tidak dilihat secara
samping doktrinal juga non-doctrinal
picik
dengan sarana logika-induksi. Yang
dogmatik hukum belaka.
dalam
sistem
berorientasi pada prilaku.
atau
peraturan
perundang-
Sistem ajaran tentang
menghasilkan
Perbandingan
konsep
Hukum
dan
merupakan cakrawala,
atau hukum hanya sebagai
Berpegang
pada
pendapat
Keempat, hukum sebagai pola prilaku
Soetandyo di atas suatu penelitian
sosial
hukum dapat difokuskan diri pada
yang
terlembagakan,
tipe
kajiannya sosiologi hukum atau hukum
konsep-konsep
dalam
metode
minat studi, kesatu, kedua, ketiga,
dengan
keempat,
penelitiannya
masyarakat, non-doctrinal
pendekatan struktural. Kelima,
hukum
hukum sesuai dengan
kelima
atau
gabungan
beberapa di antaranya. Dengan kata lain sebagaimana
suatu
penelitian
hukum
dapat
dimanifestasikan dalam makna-makna
menggunakan metode doctrinal (hukum
simbolik, tipe kajiannya sosiologi atau
normative versi Sorjono-Mamudji)
antropologi, metode penelitiannya non-
dengan orietasi positivistis,
doctrinal dengan orientasi simbolik
sosial/non-doktrinal dengan perhatian
interaksional.
pada struktural, dan metode sosial/non-
Menurut Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, disiplin hukum lazimnya
doktrinal
dengan
perhatian
metode
pada
simbolik interaksional.
diartikan sebagai suatu sistem ajaran
Lex Jurnalica/ Vol. 2 /No.1/ Desember 2004
11
Zen Zanibar M.Z. – Wilayah Kajian Ilmu Hukum
Mengikuti pendapat Soerjono dan
peraturan-peraturan. Dengan demikian
Mamudji seperti telah diuraikan, suatu
aspek prilaku dalam hal ini lembaga
penelitian mengandung aspek penelitian
kepresidenan dikaji sebagai “law as it in
hukum normatif (versi Soetandyo =
(human) action” dengan menggunakan
doktrinal). Jika ada aspek prilaku, dan
metode
penelitian
simbolik
dengan
analisis
interaksional
dari
suatu
institusi yang hendak diteleiti, maka
berorientasi
suatu
interaksional.
penelitian
bisa
saja
tidak
sepenuhnya penelitian hukum normatif, melainkan
juga
kualitatif
pada
yang
simbolik
Apa yang harus dilakukan ke
tentang
depan untuk membangun hukum kita?
hukum sebagai kenyataan, yaitu prilaku
Pertama, memperkuat jajaran pengajar
institusi
sosiologi
dan
penelitian
non-doktrinal,
interaksinya
dengan
dan
antropologi
institusi lainnya atau masyarakat. Bisa
pengertian
juga dalam tindakan institusi sebagian
sosiolog
dan
yang diteliti itu merupakan fakta historis
orientasi
pengajaran
dan komparatif.
menekankan
Kekuatan metode
sekaligus
penelitian
kelemahan
doctrinal/normatif,
seperti diuraikan di atas, adalah sematamata menganalisis norma hukum dari
dalam
pengajarnya
haruslah
antropolog.
pada
Kedua,
hukum
jangan
normatif
belaka,
Ketiga, pemahaman yang tepat arti hukum positif; Apa
dampak
kegagalan
pengajaran sosiologi dan antropologi?
kaca mata logika yuridis. Apabila metode doktrinal struktural, doktrinal
metode sosial/non-
dengan dan
perhatian
metode
dengan
pada
sosial/non-
perhatian
DAFTAR PUSTAKA
pada
simbolik interaksional, maka penelitian terhadap lembaga, katakanlah lembaga
Djokosutono, Kuliah Ilmu Negara 19551956, dihimpun oleh Harus Alrasid; Jakarta Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji,
kepresidenan yang berinteraksi dengan
Penelitian
lembaga-lembaga tertinggi dan tinggi
Cetakan I, Rajawali Pers, Jakarta,
negara maupun lembaga lainnya serta
1985
masyarakat mengandung simbol-simbol jabatan.
Simbol-simbol
tersebut
Sutardjo
Hukum
Normatif,
Kartohadikoesoemo,
Desa,
Cet. I, Balai Pustaka, 1984.
teraktualisasikan dalam, ucapan, tingkah
Theo Huijbers, Filsafat Hukum, Cet.III,
laku, tindakan/ kebijakan/putusan dan
Kanisius, Yogyakarta, 1995
Lex Jurnalica/ Vol. 2 /No.1/ Desember 2004
12