JURNAL INOVASI PENDIDIKAN KIMIA
ISSN 1979-0503
Volume 9, Nomor 1, Januari 2015
Volume 9, Nomor 1, Januari 2015
Jurnal IPK
Volume 9
Nomor 1
Halaman 1421 - 1516
Semarang, Januari 2015
ISSN 1979-0503
JURNAL IPK JURNAL INOVASI PENDIDIKAN KIMIA ISSN 1979-0503 Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 Terbit dua kali setahun pada bulan Januari dan Juli Ketua Penyunting Tri Widodo Wakil Ketua Penyunting Wisnu Sunarto Penyunting Pelaksana Sigit Priatmoko Nanik Wijayati Harjono Harjito Sri Kadarwati Cepi Kurniawan Ella Kusumastuti Penyunting Ahli (Mitra Bestari) Mudatsir (Universitas Gadjah Mada), Hanny Wijaya (Institut Pertanian Bogor), Effendi (Universitas Negeri Malang), Liliasari (Universitas Pendidikan Indonesia), Nurfina Aznam (Universitas Negeri Yogyakarta), Bambang Cahyono (Universitas Diponegoro), Achmad Binadja (Universitas Negeri Semarang), D.Y.P. Sugiharto (Universitas Negeri Semarang) Pelaksana Tata Usaha Woro Sumarni Pembantu Pelaksana Tata Usaha Wijayanti Setyodewi Alamat Penyunting dan Tata Usaha: Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang Gedung D6 Lantai 2, Jl. Raya Sekaran Gunungpati Semarang 50229, Telp./Fax: (024) 8508035. Email:
[email protected] Penyunting menerima sumbangan tulisan yang belum pernah dipublikasikan di media lain. Naskah diketik dengan format seperti tercantum pada Panduan Penulisan JIPK di bagian belakang jurnal ini, dan dapat diunduh di laman http://kimia.unnes.ac.id. Naskah yang masuk dievaluasi dan disunting untuk keseragaman format, istilah, dan tata cara lainnya.
PANDUAN PENULISAN NASKAH JURNAL INOVASI PENDIDIKAN KIMIA Naskah yang diterbitkan dalam jurnal terdiri atas naskah hasil penelitian dan naskah hasil pemikiran konseptual. Naskah ditulis menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar antara 10 sampai 15 halaman. Naskah diketik pada kertas ukuran A4 dengan margin atas, bawah, kiri, dan kanan masing-masing 3,0 cm, huruf jenis arial ukuran 10 (kecuali judul naskah menggunakan huruf ukuran 12 bold), spasi 1,5 kecuali abstrak, judul tabel, judul gambar, dan daftar pustaka menggunakan spasi tunggal. Nama penulis disertai dengan institusi asal ditulis di bagian bawah judul naskah dengan huruf arial 9 dan dicetak miring. Naskah terdiri atas abstrak dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris, pendahuluan, metode penelitian, hasil dan pembahasan, simpulan, dan daftar pustaka. Abstrak ditulis maksimal 200 kata disertai dengan 3 sampai dengan 5 buah kata kunci yang diambil dari judul naskah. Judul dan subjudul ditulis rata kiri dengan aturan: (1) judul ditulis dengan huruf kapital, (2) subjudul ditulis dengan huruf kecil kecuali huruf pertama tiap kata, (3) sub-subjudul ditulis dengan huruf kecil kecuali huruf depan kata pertama. Pustaka dirujuk berdasarkan sistem nama tahun, dan ditulis dalam daftar pustaka sesuai dengan urutan abjad. Template file naskah artikel dapat diunduh di web site: http://kimia.unnes.ac.id Ucapan terima kasih Ucapan terima kasih ditulis pada akhir naskah sebelum daftar pustaka. Pengiriman naskah Naskah dikirimkan dalam bentuk hardcopy sebanyak 2 eksemplar disertai dengan softcopy kepada editor naskah Dra. Nanik Wijayati, M.Si. atau Ella Kusumastuti, S.Si., M.Si. Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang, Gedung D6 lantai 2 Kampus Sekaran, Gunungpati Semarang 50229, telp: (024) 8508035, atau melalui email ke alamat:
[email protected]. Penulis yang naskahnya dimuat diminta untuk memberikan kontribusi sebesar Rp. 100.000,- dan yang bersangkutan akan mendapatkan Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia (JIPK) sebanyak 1 eksemplar.
KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya dengan berkat dan rahmat-Nya, maka Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia Volume 9 Nomor 1 tahun 2015 berhasil diterbitkan. Jurnal ini hadir di hadapan pembaca sebagai wadah bagi penulisan hasil pemikiran dan penelitian di bidang pengembangan mutu pendidikan khususnya pendidikan kimia.
Rasa terima kasih kami sampaikan kepada para penulis atas kontribusinya yang berupa artikel terhadap penerbitan edisi ini. Kami berharap agar para peneliti, akademisi, pengamat, dan praktisi di bidang pendidikan kimia dapat berpartisipasi menyumbangkan pengetahuan dan pengalamannya yang dituangkan dalam bentuk tulisan dan dimasukkan ke dalam jurnal ini. Kontribusi penulis berupa saran atau solusi yang komprehensif dan mendalam diharapkan dapat dikembangkan berdasarkan pengamatan atau pengalaman hasil refleksi terhadap permasalahan dan kenyataan di lapangan. Kita dapat secara bersama-sama mewujudkan peningkatan mutu dan relevansi pendidikan melalui semangat pengabdian, rasa kepemilikan, dan tekad untuk memajukan pendidikan di tanah air.
Semoga kehadiran jurnal ini dapat memacu pemikiran-pemikiran yang menggali hingga ke akar permasalahan dan bermanfaat bagi semua pihak yag bergerak di bidang pendidikan. Kritik dan saran bagi penyempurnaan penerbitan jurnal ini dimasa yang akan datang dapat disampaikan kepada Dewan Penyunting yang dengan senang hati menerima dan menjadikannya sebagai masukan untuk meningkatkan mutu jurnal.
Ketua Penyunting
DAFTAR ISI
PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR KIMIA Suriyanto dan Syaiful Rijal Alinata (1421-1430) PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN MEA DAN REACT PADA MATERI REAKSI REDOKS Fitriya Karima dan Kasmadi Imam Supardi (1431-1439) KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM SOLVING BERBANTUAN FLASH INTERAKTIF TERHADAP HASIL BELAJAR Siti Nursiami dan Soeprodjo (1440-1449) PENINGKATAN KEMAMPUAN CHEMO-ENTREPRENEURSHIP SISWA MELALUI PENERAPAN KONSEP KOLOID YANG BERORIENTASI LIFE SKILL Wibi Tegar Lelono dan Saptorini (1450-1458) PENERAPAN SELF ASSESSMENT UNTUK ANALISIS KETERAMPILAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI SISWA Meiriza Ardiana dan Sudarmin (1459-1467) PENERAPAN MODEL ASSURE DENGAN METODE PROBLEM SOLVING UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS Widia Maya Sari dan Endang Susiloningsih (1468-1477) KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE CIRC DENGAN PENILAIAN PRODUK BERBASIS CHEMO-ENTREPRENEURSHIP Siti Munawaroh dan Subiyanto Hadi Saputro (1478-1486) PENGEMBANGAN MEDIA SMILE-FLASH BERPENDEKATAN CHEMOEDUTAINMENT PADA MATERI KELARUTAN DAN HASIL KALI KELARUTAN Yan Sandi Nurfitrasari dan Woro Sumarni (1487-1495) PEMANFAATAN MODEL PLTL BERBANTUAN LKS BERBASIS INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI KIMIA Bunga Amelia dan Antonius Tri Widodo (1496 -1505) PENGEMBANGAN DIKTAT PRAKTIKUM BERBASIS GUIDED DISCOVERY-INQUIRY BERVISI SCIENCE, ENVIRONMENT, TECHNOLOGY AND SOCIETY Risqiatun Nikmah dan Achmad Binadja (1506 -1516)
Suriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling….
1421
PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR KIMIA Suriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata Dinas Pendidikan Kabupaten Sumenep Provinsi Jawa Timur Jl. Dr. Cipto No. 35, Telp. (0328) 662325 – 662322 Kode Pos 69417 E-mail:
[email protected]
ABSTRAK Pendekatan Sains, Lingkungan, Teknologi, dan Masyarakat (Salingtemas) merupakan pendekatan yang dianjurkan dalam proses belajar mengajar sains ditingkat pendidikan menengah untuk mengatasi hasil belajar yang kurang memuaskan. Pendekatan Salingtemas memberi pembelajaran sains secara kontekstual sehingga siswa dibawa ke situasi memanfaatkan konsep sains ke dalam bentuk teknologi untuk kepentingan masyakarat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah pendekatan Salingtemas dapat meningkatkan kinerja ilmiah siswa kelas XI-IPA 3 SMA Negeri 2 Sumenep dalam pembelajaran kimia pada materi pokok larutan Asam dan Basa. Penentuan keberhasilan proses didasarkan pada diskriptor kualifikasi terhadap aktivitas belajar siswa, sedangkan penentuan keberhasilan hasil belajar ditemukan melalui ulangan harian. Hasil dari penelitian ini adalah: (1) Siswa merasa senang belajar, ini dapat dilihat dari hasil observasi keaktifan siswa dalam kelas pada siklus kedua meningkat dan dari hasil respon/ minat terhadap penerapan pendekatan Salingtemas yang menyatakan mereka sangat berminat (28,6%), berminat (57,1%), dan kurang berminat (14,3%); (2) Penerapan pendekatan Salingtemas dapat meningkatkan kinerja ilmiah dan prestasi belajar materi pelajaran kimia khususnya materi pokok Larutan Asam dan Basa pada siswa kelas XI-IPA 3 SMA Negeri 2 Sumenep dengan ketuntasan klasikal 42 siswa (100%) dan daya serap 81,23%. Kata Kunci: pendekatan salingtemas, prestasi belajar kimia
ABSTRACT Approach of Science, Environment, Technology, and Society (Salingtemas) is a recommended approach in teaching and learning of science secondary education level to overcome learning outcomes unsatisfactory. Salingtemas approach gives contextually science learning so that students brought to the situation utilizing scientific concepts in the form of technology for the benefit of society. The purpose of this study was to determine whether the approach can improve the performance of scientific Salingtemas class XI-IPA 3 SMAN 2 Sumenep in learning the subject matter of the solution chemistry of acids and bases. Determination of the success of the process is based on diskriptor qualification of the activity of student learning, while determination of the success of learning outcomes discovered through daily tests. The results from this study are: (1) The students were delighted to learn, it can be seen from the observation of active students in the classroom on the second cycle increased and the results of the response/ interest in the application of Salingtemas approach stating they are very interested (28.6%), interested (57.1%), and lack of interest (14.3%); (2) Application of Salingtemas approach can improve scientific performance and learning achievement in particular subject matter solution chemistry of acids and bases in class XI IPA 3 SMAN 2 Sumenep with classical completeness 42 students (100%) and the absorption of the course 81.23%. Keywords: salingtemas approach, chemistry learning achievement
1422
Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1421-1430 PENDAHULUAN
unsur sains yang dibincangkan dengan unsur-unsur lain dalam Salingtemas yang
Ilmu Kimia merupakan salah satu
mempengaruhi berbagai keterkaitan antar
mata pelajaran yang diajarkan di sekolah
unsur
menengah.
mempertimbangkan manfaat atau kerugian
Kimia
dapat
membentuk
tersebut.
dari
rasional serta dinamis sehingga mampu
tersebut bila diubah dalam bentuk teknologi
membentuk ide-ide baru yang berguna bagi
yang
kepentingan
konstruktifisme,
peranan
penting
yang
bagi
mempunyai
perbaikan
hidup
menggunakan
dapat
kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif,
teknologi
pada
Siswa
berkenaan.
membahas
konsep
Ditinjau siswa
tentang
sains
dari
dapat
sisi diajak
Salingtemas
dari
manusia. Namun, masih banyak siswa yang
berbagai macam arah dan dari berbagai
menganggap
mata
macam titik awal tergantung pengetahuan
dipelajari,
dasar yang dimiliki oleh siswa bersangkutan
pelajaran
kimia
yang
merupakan
sulit
untuk
sehingga hasil belajar yang diperoleh masih belum memuaskan
(Nuryanto & Binadja, 2010).
(Hanum & Mahlian,
2013). Dari dokumen-dokumen resmi KBK
Keunggulan pembelajaran dengan pendekatan
Salingtemas
pendekatan
lainnya
dibandingkan
yaitu
mengenai
dari Pusat Kurikulum Depdiknas, visi dan
bagaimana cara membuat peserta didik
pendekatan
dapat
Science,
Environment,
melakukan
penyelidikan
untuk
Technology, and Society (SETS) atau Sains,
mendapatkan
Lingkungan, Teknologi, dan Masyarakat
lingkungan, teknologi, dan masyarakat yang
(Salingtemas)
satu
saling berkaitan, sehingga diharapkan dapat
pendekatan yang dianjurkan dalam proses
menyelesaikan masalah yang diperkirakan
belajar mengajar sains ditingkat pendidikan
timbul di sekitar kehidupannya (Paramayanti
menengah (Binadja, et al., 2008).
& Fitrihidayati, 2014).
merupakan
salah
Dalam pembelajaran Salingtemas,
pengetahuan,
sains,
Dalam ilmu kimia konsep sains,
atau bervisi Salingtemas, pendekatan yang
lingkungan,
paling
(Salingtemas) yang paling menonjol adalah
dianjurkan
adalah
pendekatan
teknologi
masyarakat
Salingtemas itu sendiri. Sejumlah ciri atau
expose
karakteristik
lingkungan sebagai akibat eksploitasi ilmu
pendekatan
Salingtemas
realita
dan
dan
sains secara kontekstual. Siswa dibawa ke
memperhatikan
dampak
situasi untuk memanfaatkan konsep sains
ditimbulkannya.
Juga
ke bentuk teknologi untuk kepentingan
mengatasi dampak negarif tersebut (Cajas,
masyakarat. Siswa diminta untuk berfikir
1999). Sayangnya topik-topik yang terkait
tentang berbagai kemungkinan akibat yang
tidak selalu dibingkai di dalam suatu konsep
terjadi dalam proses transfer sains tersebut
induk
ke
dapat
advance organizer. Oleh karena itu tidak
antara
dapat diharapkan setelah mempelajari topik-
menjelaskan
teknologi.
Siswa
keterhubungkaitan
yang
kimia
dapat
yang
kualitas
adalah bertujuan memberi pembelajaran
bentuk
teknologi
kerusakan
kurang
negatif
yang
cara-cara
untuk
berfungsi
sebagai
1423
Suriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling…. topik ini siswa atau mahasiswa memperoleh
menyebabkan banjir dan tanah longsor.
gambaran yang komprehensif dan dapat
Fakta-fakta
dijadikan acuan dasar bagi pembelajaran
konsep yang utuh, bermakna sosial jelas,
lebih lanjut.
relevan dan dirancang untuk digarap secara
ini
perlu
dikemas
menjadi
Suhaidi (2006) dalam makalahnya
lintas bidang agar dapat dikembangkan
yang berjudul Strategi Pembelajaran Kimia
pengetahuan, sikap dan keterampilan yang
Berorientasi
diperlukan
bahwa
Salingtemas
kekhawatiran
dampak
menyatakan
akan
pembelajaran
lemahnya
untuk menerapkannya didalam
kehidupan sehari-hari.
Salingtemas
Hasil penelitian Frank dan Barzilai
terhadap sikap dan perilaku siswa sudah
(2006) menunjukkan bahwa 95% siswa
dikemukakan oleh banyak penulis. Salah
berpendapat
satu diantaranya adalah Membiela, (1999)
dimasukkan ke dalam proses pembelajaran,
yang
maka memberi kesempatan kepada mereka
menemukan
bahwa
pembelajaran
jika
konsep
Sains dan Teknologi Masyarakat (STM) atau
untuk
Science Technology And Society (STS) di
mempertinggi pemahaman mereka antar
Spanyol saat ini menjadi lemah dan amat
cabang
kecil pengaruhnya karena tidak didukung
diharapkan melalui kegiatan pembelajaran
oleh sistem pendidikan yang ada dan
yang
perumusan konsep yang memiliki relevansi
diperoleh pemikiran tentang hasil teknologi
personal dan sosial bagi siswa.
dari
Jika persoalan di atas kita usung ke Indonesia,
dapat
dirasakan
perlunya
memperoleh
Salingtemas
elegant
untuk
grand
concept
pengetahuan
berwawasan
transformasi
sehingga
Salingtemas
sains,
dan
tanpa
akan
harus
merusak atau merugikan lingkungan dan masyarakat (Arlitasari, et al., 2013).
dirumuskan kurikulum atau ranah kajian yang
ilmu
pengetahuan
Tahapan dan kegiatan pembelajaran dengan
pendekatan
Salingtemas
dapat
Salingtemas Nasional, sehingga makna,
dibagi menjadi lima. Pertama, tahap invitasi
keefektifan dan manfaat dari gerakan ini
yang bertujuan untuk merumuskan masalah
benar-benar
dan
dapat
dirasakan.
Isu-isu
mengetahui
hubungan
dengan
provokatif terkait dengan hal ini cukup
pengetahuan sebelumnya. Tahap eksplorasi
banyak termasuk yang paling baru misalnya
berisi tentang eksperimen/ aktivitas fisik,
penggunaan formalin, boraks dan zat warna
melakukan
terlarang
dampak
kelima pancaindra, interaksi sosial sampai
Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi
pengambilan keputusan. Tahap pengenalan
(SUTET) terhadap kesehatan orang yang
konsep berisi diskusi yang dipandu oleh
hidup di bawahnya, pencemaran lingkungan
guru dengan memberikan suasana sehingga
karena
siswa
didalam
industri
makanan,
kimia
yang
kurang
aktif
observasi
yang
bertanya
melibatkan
dengan
tujuan
memperhatikan kaidah Analisis Mengenai
meluruskan pengetahuan yang diperoleh
Dampak Lingkungan (AMDAL), dan (jika
secara ilmiah. Tahap aplikasi, yaitu berupa
masing-masing
aktivitas
dianggap
relevan)
penggundulan hutan (illegal logging) yang
tambahan
untuk
mengaplikasi
konsep yang diperoleh dalam konteks yang
1424
Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1421-1430
berbeda. Kelima adalah tahap evaluasi,
pendekatan Salingtemas pada siswa kelas
yaitu penilaian terhadap hasil yang telah
XI IPA 3 Semester II SMA Negeri 2
dilakukan selama pendekatan pembelajaran
Sumenep tahun pelajaran 2013/2014; (2)
diterapkan.
Guru,
Berdasarkan
hal
tersebut
tentang
pengelolaan
aktivitas
guru
dalam
pembelajaran
kimia
materi
permasalahan dalam penelitian ini adalah:
pokok Larutan Asam dan Basa melalui
(1) apakah pendekatan Salingtemas dapat
pendekatan Salingtemas pada Siswa kelas
meningkatkan kinerja ilmiah siswa dan
XI IPA 3 Semester II SMA Negeri 2
pemahamannya terhadap pelajaran kimia
Sumenep
materi pokok Larutan Asam dan Basa
Dokumen tentang nilai hasil belajar siswa.
khususnya pada siswa kelas XI-IPA 3 SMA
tahun pelajaran 2013/2014; (3)
Kegiatan
pengumpulan
data
Negeri 2 Sumenep, (2) apakah pendekatan
dilakukan dengan menggunakan instrumen
Salingtemas dapat meningkatkan prestasi
penelitian
belajar kimia materi pokok Larutan Asam
(observasi), catatan lapangan, angket dan
dan Basa pada siswa kelas XI-IPA 3 SMA
dokumentasi. Pengamatan difokuskan pada
Negeri 2 Sumenep. Oleh karena itu, tujuan
pelaksanaan pembelajaran kimia
penelitian ini adalah: (1) untuk mengetahui
pokok Larutan Asam dan Basa rmelalui
apakah
dalam
pendekatan Salingtemas. Catatan lapangan
pembelajaran kimia pada meteri pokok
dilakukan dengan mencatat peristiwa nyata
larutan Asam dan Basa dapat meningkatkan
yang
kinerja ilmiah siswa kelas XI-IPA 3 SMA
mengajar, baik secara deskriptif maupun
Negeri
refleksi. Angket dilakukan untuk mengetahui
pendekatan
2
Salingtemas
Sumenep,
(2)
menerapkan
antara
terjadi
Pendekatan Sains, Lingkungan, Teknologi
minat/
dan
pembelajaran.
Masyarakat
untuk
Meningkatkan
lain
dalam
respon
siswa
pengamatan
kegiatan
terhadap
Dokumentasi
Materi
belajar-
proses berupa
Prestasi Belajar Kimia Materi Pokok Larutan
kegiatan mendokumen data verbal tertulis
Asam dan Basa pada Siswa Kelas XI-IPA 3
dan foto.
SMA Negeri Sumenep.
Analisis
data
dilakukan
dengan
menggunakan teknik analisis data kualitatif METODE PENELITIAN
yang bersifat linear (mengalir) yang di dalamnya melibatkan kegiatan penelaahan
Penelitian
tindakan
kelas
ini
dilaksanakan di SMA Negeri 2 Sumenep Kelas XI IPA 3 Semester II tahun pelajaran 2013/2014.
Subyek
penelitian
adalah
seluruh siswa kelas XI IPA 3 sebanyak 42 siswa. Sumber data dalam penelitian ini adalah: (1) Siswa, tentang aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran kimia Materi Pokok Larutan Asam dan Basa melalui
seluruh
data
yang
telah
dikumpulkan,
reduksi data (di dalamnya terdapat kegiatan pengkatagorian dan pengklasifikasian) dan verifikasi
serta
penyimpulan
data.
Penentuan keberhasilan proses didasarkan pada diskriptor kualifikasi terhadap aktivitas belajar
siswa,
sedangkan
penentuan
keberhasilan hasil belajar ditemukan melalui ulangan harian.
1425
Suriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling…. HASIL DAN PEMBAHASAN
Larutan Asam-Basa sebagai bahan yang harus dipelajari kepada kelompok siswa.
Pada
Siklus
merencanakan
Pertama
tindakan
peneliti
berdasarkan
kompetensi dasar “mendeskripsikan teoriteori Asam Basa dengan menentukan sifat larutan dan menghitung pH larutan” pada materi pokok Larutan Asam dan Basa. Tindakan indikator
diarahkan yang
untuk
dirumuskan
menjelaskan
teori
Asam
menjelaskan
derajat
pencapaian antara dan
keasaman
lain Basa, (pH)
Larutan, menjelaskan kekuatan Asam dan Basa melakukan praktikum Larutan Asam dan Basa. Menghitung pH Larutan Asam dan Basa, mengamati perubahan warna indikator Asam pengambil
data
Basa, menyiapkan alat tentang
minat
belajar,
aktivitas belajar siswa, dan hasil belajar siswa
serta
mengarahkan
siswa
Pada tahap ini, siswa melakukan observasi, eksperimen dan berinteraksi dengan teman sekelompok. Hasil eksperimen di diskusikan untuk
yaitu tahap invitasi, eksplorasi, pengenalan konsep, aplikasi, dan evaluasi. Invitasi: pelajaran
menyampaikan
indikator hasil belajar, memotivasi rasa ingin tahu siswa tentang konsep yang akan di pelajari, guru mengkaitkan pelajaran dengan pengetahuan awal siswa. Eksplorasi: guru menjelaskan garis-garis besar materi yang akan
dipelajari
Lembar
berdasarkan
secara berkelompok melakukan problem solving untuk mendapatkan konsep-konsep yang dipelajari. Aplikasi: konsep yang telah diperoleh diaplikasikan dalam konteks yang berbeda
melalui
dalam
LKE.
Evaluasi:
presentasikan
hasil
didiskusikan kelompok
pertanyaan-pertanyaan siswa
mem-
kerjanya
dan
bersama-sama lain.
merupakan
Pada
dengan
Siklus
implementasi
kedua tindakan
pembelajaran hasil perbaikan siklus pertama pada materi pokok Larutan Asam dan Basa sehingga diperoleh hasil yang optimal. Tindakan direncanakan berdasarkan
Tahapan pendekatan Salingtemas,
memulai
solusi
kesepakatan. Penemuan konsep: siswa
berkelompok.
guru
mendapatkan
kemudian
Kegiatan
membagikan
Eksperimen
(LKE)
hasil refleksi siklus sebelumnya yaitu materi pokok
Larutan
Asam
dan
Basa
pada
penentuan rumus pH Larutan Asam dan Basa
serta
pendekatan Invitasi, Aplikasi,
menghitung
pH
melalui
pada
tahapan
Penemuan
konsep,
Salingtemas
Eksplorasi, dan
Evaluasi.
Data
hasil
pengamatan aktivitas siswa dapat dilihat pada Tabel 1 tentang hasil observasi keaktifan siswa di kelas.
1426
Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1421-1430 Tabel 1. Persentase keaktifan siswa dalam kelas per siklus Skor Sangat kurang I II
Aspek yang diamati
Kurang I 7,1
Minat siswa mengikuti materi Pokok Larutan Asam dan Basa Perhatian siswa dalam materi Pokok Larutan Asam dan Basa Aktivitas siswa dalam materi Pokok Larutan Asam dan Basa Aktivitas siswa dalam mengerjakan tugas MateriPokok Larutan Asam dan Basa Intensitas bertanya siswa dengan guru Intensitas bertanya siswa dengan siswa Keaktifan merespon pertanyaan guru Keaktifan siswa dalam kerjasama kelompok
Cukup II
Baik
Sangat Baik
I 9,5
II 16,7
I 59,5
II 59,5
I 23,8
II 23,8
7,1
9,5
16,7
57,1
57,1
26,2
26,2
7,1
7,1
14,3
61,9
61,9
23,8
23,8
7,1
7,1
14,3
66,7
66,7
19,0
19,0
85,7
71,4
14,3
28,6
85,7
71,4
14,3
28,6
76,2
71,4
11,9
16,7
11,9
11,9
66,7
47,6
19,0
38,1
14,3
14,3
Dari Tabel 1 diketahui bahwa pada
mengaktifkan memorinya sejak awal hingga
siklus I aktivitas siswa belum menunjukkan
akhir pembelajaran. Siswa secara aktif
hasil positif. Siswa baru kelihatan menonjol
mengkonstruk informasi atau pengetahuan
aktivitasnya pada kegiatan mengerjakan
dalam benaknya sendiri sesuai prinsip teori
tugas (66,7 % Baik), sementara pada
pembelajaran kontruktivistik (Slavin, 1995),
aktivitas bertanya (85,7% Kurang) dan
sebagai
merespon pertanyaan guru (76,2% Kurang)
pembelajaran
masih belum menonjol. Sedangkan pada
Salingtemas.
siklus II. aktivitas siswa sudah terjadi
Hasil
salah
satu
karakteristik
dengan
belajar
dari
pendekatan
kognitif
siswa
peningkatan dibandingkan dengan hasil
diperoleh melalui tes evaluasi di akhir siklus
pada
siklus
menonjol
I.
Siswa
aktivitasnya
mengerjakan
tugas
tetap
kelihatan
pembelajaran. Adapun data hasil belajar
pada
kegiatan
yang telah dianalisis tampak pada Tabel 2.
(66,7
%
Baik),
sementara pada aktivitas bertanya mulai kelihatan peningkatannya sehingga ada perubahan yang semula 85,7% ada pada kategori
kurang
menjadi
71,4
aspek
merespon
Sementara
pada
pertanyaan
guru
yang
menjadi
71,4
Kurang
semula %.
%.
76,2%
Hal
ini
menandakan bahwa siswa sudah mulai
Tabel 2. Hasil evaluasi belajar siswa per siklus Keterangan
Siklus I
Nilai Terendah Nilai Tertinggi Nilai rata-rata Modus Median Simpangan Baku
18 68 43,09 35 44 12,56
Siklus II 71 100 81,14 71 79 8,55
1427
Suriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling…. Dari data pada Tabel 2 dapat
adalah 75-99; (3) kurang efektif, apabila
diketahui bahwa terjadi peningkatan nilai
nilai rata-rata hasil belajar seluruh siswa
rata-rata siswa dari 43,09 pada siklus I
dalam satu kelas adalah 60-74; dan (4)
menjadi 81,14 pada siklus II. Hal ini berarti
tidak efektif, apabila nilai rata-rata hasil
pendekatan
belajar seluruh siswa dalam satu kelas
efektif
Salingtemas
diterapkan
dalam
benar-benar pembelajaran
kurang dari 60 (Nuryanto & Binadja, 2010).
Kimia khususnya materi Larutan Asam dan
Untuk
mengetahui
ketuntasan
Basa. Sebagaimana ditulis oleh Mulyasa
belajar siswa baik secara individu maupun
(2002) dan Djamarah (2002) yang dikutip
klasikal guru dan sekolah menentukan
oleh Nuryanto dan Binadja (2010) dalam
Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) dan
artikel mereka bahwa tingkat efektivitas
untuk mata pelajaran Kimia ini ditetapkan
pembelajaran
pendekatan
KKM nya adalah nilai 70. Dari analisis nilai
Salingtemas ditinjau dari hasil belajar dapat
tes di akhir siklus akhirnya diketahui jumlah
dikategorikan sebagai berikut: (1) sangat
dan persentase siswa yang tuntas secara
efektif, apabila nilai rata-rata hasil belajar
individual dan klasikal serta dapat diketahui
seluruh siswa dalam satu kelas adalah 100;
pula tingkat daya serap siswa secara
(2) efektif, apabila nilai rata-rata hasil
klasikal. Data prestasi belajar siswa ini
belajar seluruh siswa dalam satu kelas
tersaji pada Gambar 1.
dengan
Gambar 1. Data prestasi belajar dalam 2 siklus
Gambar 1 membuktikan bahwa
100
yang
kelas
peningkatan dari 43,14% pada siklus I
meningkat dari 0 % (tidak tuntas secara
menjadi 81,23% pada siklus II. Berarti
klasikal) pada siklus I menjadi 100 %
terjadi
(tuntas secara klasikal) pada siklus II. Ini
demikian pembelajaran Salingtemas dalam
berarti mengalami peningkatan sebesar
pembelajaran ini dapat menjadikan siswa
siswa
tuntas
belajar
di
%.
Daya
serap
peningkatan
juga
38,09%.
mengalami
Dengan
1428
Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1421-1430
lebih aktif mengenal lingkungan sekitarnya
mempelajari ilmunya (Handayani, et al.,
serta peka terhadap permasalahan yang
2009).
ada
di
lingkungan
sebagai
langkah
tempat awal
tinggalnya melakukan
Minat siswa juga menjadi pokok perhatian
peneliti
penyelidikan ilmiah. Hal ini sesuai dengan
ketertarikan
karakteristik pengajaran Salingtemas yaitu:
pembelajaran
1)
Salingtemas.
mengambil
konsep
dengan
cara
guna
siswa
mengukur
pada
dengan Melalui
angket
menggunakan kegiatan laboratorium yang
terhadap proses pembelajaran. Gambar 2
berasal dari sumber lokal (manusia dan
memaparkan persentase ketertarikan siswa
material) untuk memecahkan masalah, 3)
terhadap
menekankan keterampilan proses yang
menggunakan pendekatan Salingtemas.
ilmuwan
minat
siswa
diperoleh
digunakan
tentang
pendekatan
mengidentifikasi masalah-masalah lokal, 2)
biasa
data
proses
proses
siswa
pembelajaran
untuk
Gambar 2. Minat dan respon siswa
Gambar 2 menunjukkan bahwa
sangat efektif, apabila nilai rata-rata angket
57% siswa berminat dan 29% sangat
minat belajar seluruh siswa dalam satu
berminat.
Hanya
kurang
kelas adalah 100; (2) efektif, apabila nilai
berminat
terhadap
kimia
rata-rata angket minat belajar seluruh siswa
dengan pendekatan Salingtemas. Bahkan
dalam satu kelas adalah 75-99; (3) kurang
tidak ada siswa yang menyatakan (0%)
efektif, apabila nilai rata-rata angket minat
tidak
belajar seluruh siswa dalam
berminat.
pembelajaran
ini
14%
yang
pembelajaran
Dengan dapat
demikian
satu kelas
diketagorikan
adalah 60-74; dan (4) tidak efektif, apabila
efektif, ditinjau dari minat belajar siswa
nilai rata-rata angket minat belajar seluruh
sesuai kategorisasi sebagai berikut: (1)
1429
Suriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling…. siswa dalam satu kelas adalah kurang dari
pendekatan
60 (Nuryanto & Binadja, 2010).
meningkatkan kinerja ilmiah dan prestasi
Berdasarkan
belajar materi pelajaran kimia khususnya
maka dapat digambarkan partisipasi siswa
materi pokok Larutan Asam dan Basa pada
dalam
belajarnya
siswa kelas XI-IPA 3 SMA Negeri 2
sudah meningkat, minat dan perhatian
Sumenep dengan ketuntasan klasikal 42
siswa mengikuti kegiatan belajar-mengajar
siswa (100%) dan daya serap 81,23%.
menggunakan
di
dapat
atas,
merancang
data-data
Salingtemas
kegiatan
pendekatan
Salingtemas
sudah meningkat, aktifitas siswa dalam DAFTAR PUSTAKA
mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru sudah meningkat, siswa sudah mulai aktif bertanya dan menjawab pertanyaan guru, tingkat pemahaman siswa terhadap penjelasan-penjelasan yang telah diberikan oleh guru sudah mencapai tolak ukur yang telah ditetapkan, tingkat penguasaan materi secara utuh sudah meningkat dimana tingkat
penguasaan
menghubungkan
siswa
topik
dalam pelajaran
sebelumnya sudah meningkat, kesulitan siswa mengikuti pola yang diterapkan guru, terutama dalam menghubungkan materi yang telah diperoleh sebelumnya dengan materi yang sedang dipelajari sudah mulai berkurang, serta evaluasi hasil belajar siswa secara klasikal sudah tuntas.
SIMPULAN Simpulan dari penelitian ini adaah: (1) Para siswa merasa senang belajar, dapat dilihat dari hasil observasi keaktifan siswa dalam kelas pada siklus kedua meningkat dan dari hasil respon/ minat terhadap
penerapan
Salingtemas
yang
pendekatan
menyatakan
mereka
sangat berminat (28,6%), berminat (57,1%), akan
tetapi
berminat
masih (14,3%);
ada (2)
yang
kurang
Penerapan
Arlitasari, O., Pujayanto, dan Budiharti, R., 2013, Pengembangan Bahan Ajar IPA Terpadu Berbasis Salingtemas dengan Tema Biomasa Energi Alternatif Terbarukan, Jurnal Pendidikan Fisika, Hal. 81-89. Binadja, A., Wardani, S., dan Nugroho, S., 2008. Keberkesanan Pembelajaran Kimia Materi Ikatan Kimia Bervisi SETS pada Hasil Belajar Siswa, Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Hal. 256-262. Cajas, F., 1999, Public Understanding of Science: Using Technology to Echance School Science In Everyday Life. International Journal of Science Education Hal. 765-773. Depdiknas, 2003, Standar Kompetensi Mata Pelajaran Kimia Kurikulum 2004, Jakarta: Depdiknas. Handayani, S.N., Indriwati, S.E., dan Suwono, H., 2009, Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Group Investigation dengan Pendekatan Salingtemas Dalam Meningkatkan Kemampuan Kerja Ilmiah dan Hasil Belajar Kognitif Biologi Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Lawang. Jurnal Biologi dan Pengajarannya CHIMERA, Hal. 4250. Hanum,
L., dan Mahlian, M., 2013, Penerapan Metode Team Teaching Pada Materi Ikatan Kimia Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas X SMAN 9 Tunas Bangsa Banda Aceh, Jurnal Chimica Didactica Act, Hal. 1-6.
1430
Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1421-1430
Membiela, P., 1999, Toward the Reform of Science Teaching in Spain: the Social and Personal Relevance of junior Secondary School Science Projects for a socially Responsible Understanding of Science, International Journal of Science Education. Nuryanto, dan Binadja, A., 2010, Efektivitas Pembelajaran Kimia dengan Pendekatan Salingtemas Ditinjau dari Minat dan Hasil Belajar Siswa, Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Hal. 552-556. Paramayanti, I., dan Fitrihidayati, H., 2014, Pengembangan Perangkat Pembelajaran IPA Terpadu Tema Pencemaran Air dengan Pendekatan Sains, Lingkungan, Teknologi, dan Masyarakat
(Salingtemas) Kelas VII SMP, Jurnal Pendidikan Sains e-Pensa, Hal. 123-129. Slavin, R.E., 1995, Cooperative Learning: Theory, Reseach, and Practice, Boston: Ally and Bacon. Standar Kompetensi Mata Pelajaran Kimia Kurikulum 2004, 2003, Jakarta: Depdiknas. Suhaidi, I., 2006, Strategi Pembelajaran Kimia Berorientasi Salingtemas, dalam Buku Panduan Seminar Nasional Kimia. Surabaya: Himpunan Kimia Indonesia jawa Timur. Wellington, J., 2000, Teaching and Learning Secondary Science Contemporary issues and Practical Approaches. London: Routledge.
Fitriya Karima* dan Kasmadi Imam Supardi, Penerapan Model Pembelajaran….
1431
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN MEA DAN REACT PADA MATERI REAKSI REDOKS Fitriya Karima* dan Kasmadi Imam Supardi Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang Gedung D6 Lantai 2 Kampus Sekaran Gunungpati Semarang, 50229, Telp. (024)8508035 E-mail:
[email protected]
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap adanya perbedaan hasil belajar siswa yang diberi pembelajaran MEA dan REACT pada materi reaksi oksidasi reduksi, dan hasil belajar mana yang lebih baik di antara keduanya. Penelitian dilaksanakan di suatu SMA Negeri di Pekalongan tahun ajaran 2013/2014 dengan populasi seluruh siswa kelas X MIPA. Sampel diambil menggunakan teknik cluster random sampling, karena populasi berdistribusi normal dan homogen. Desain penelitian yang digunakan adalah pretest-posttest group design. Pengambilan data dilakukan dengan metode tes, observasi, dan dokumentasi. Hasil analisis data menunjukkan bahwa adanya perbedaan rata-rata nilai post-test antara kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2 setelah keduanya diberikan perlakuan yang berbeda pada materi yang sama. Hasil belajar kognitif diperoleh dari pretest dan posttest masing-masing kelas eksperimen. Hasil menunjukkan adanya peningkatan dari skor pretest dan posttest pada kedua kelas eksperimen tersebut dengan nilai rata-rata pretest kelas eksperimen 1 (MEA) 34 meningkat menjadi 74 pada posttest dan kelas eksperimen 2 (REACT) 39 meningkat menjadi 84,97. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penerapan pembelajaran MEA dan REACT dapat meningkatkan hasil belajar. Hasil belajar kimia aspek kognitif yang diberi pembelajaran REACT lebih baik dibandingkan yang diberi pembelajaran MEA. Kata Kunci: materi reaksi redoks, MEA, model pembelajaran, REACT
ABSTRACT This study aims to reveal the difference in learning outcomes of students who were given learning material MEA and REACT on oxidation-reduction reactions, and which one is better between the two models. The experiment was conducted in a Senior High School in Pekalongan academic year 2013/2014 with the entire population of students of science class grade X. Samples were taken using cluster random sampling technique, because of the normal distribution and homogenous population. Design research is pretest-posttest group design. Data collection was performed by the method of testing, observation, and documentation. The result showed that the average difference between the value of post-test experimental class 1 and class 2 after the second experiment are given different treatment on the same material. Cognitive learning results were obtained from the pretest and posttest each class experiment. Results showed an increase of pretest and posttest scores in both the experimental class with an average value pretest experiment class 1 (MEA) 34 increased to 74 in the posttest and experimental class 2 (REACT) 39 increased to 84.97. Based on the results of this study, it can be concluded that the implementation of MEA and REACT learning models can improve learning outcomes of students. Student learning outcomes in the cognitive aspects of chemistry REACT was better than by MEA. Keywords: learning model, material redox reactions, MEA, REACT pembelajaran. Farid (2013) menyatakan
PENDAHULUAN
bahwa pembelajaran kimia menekankan Mata pelajaran kimia sebagai salah
pada cara siswa menguasai konsep-konsep
Alam
dan bukan menghafal fakta satu sama lain.
menuntut siswa berpartisipasi aktif dalam
Konsep-konsep kimia mempunyai tingkat
satu
rumpun
Ilmu
Pengetahuan
1432
Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1431-1439
generalisasi
dan
menyebabkan kesukaran
abstraksi
siswa
dalam
tinggi
dapat
yang
mengalami
penguasaan.
Mereka
konsep-konsep suatu
yang
sajian
terkandung
dalam
permasalahan
melalui
pemodelan (Rusyida, 2013).
cenderung lebih memilih untuk menghafal
Salah
satu
contoh
model
daripada memahami konsep-konsep kimia
pembelajaran konsteksual adalah REACT.
tersebut. Hal tersebut tentunya menjadi tidak
Strategi REACT dijabarkan oleh Crawford
efektif
untuk
(2001), bahwasannya ada lima strategi yang
dipahami.
harus tampak yaitu: Relating, Experiencing,
karena
dihafalkan
kimia
bukanlah
melainkan
untuk
Perlunya pemahaman yang lebih membuat
Applying,
kimia tidak begitu disukai oleh siswa.
Relating (mengaitkan) adalah pembelajaran
Faktor guru dan cara mengajarnya
Cooperating,
Transferring.
dengan mengaitkan materi yang sedang
merupakan faktor yang penting. Bagaimana
dipelajari
sikap dan kepribadian guru, tinggi dan
kehidupan nyata atau pengetahuan yang
rendahnya pengetahuan yang dimiliki guru,
sebelumnya.
serta bagaimana cara guru itu mengajarkan
merupakan pembelajaran yang membuat
pengetahuan itu kepada siswanya, turut
siswa belajar dengan melakukan kegiatan
menentukan bagaimana hasil belajar yang
(learning
dapat dicapai siswa.
penemuan, pencarian, aktivitas pemecahan
Ilmu
kimia
mempunyai
peranan
dengan
(menerapkan)
permasalahan dalam kehidupan sehari-hari
menerapkan
antara
dipelajari
masalah
keterbatasan
lingkungan
energi,
hidup,
kesehatan,
dan
doing)
dan
penting dalam menyelesaikan beberapa lain
adalah
konsep-konsep untuk
dengan
yang
digunakan,
telah
dengan
memberikan latihan-latihan yang realistik
di
adalah
pembelajaran
hanya
Applying
belajar
Cooperating
tidak
eksplorasi,
laboratorium.
dan relevan.
hendaknya
(mengalami)
melalui
sebagainya. Oleh karena itu, pembelajaran kelas
pengalaman
Experiencing
by
masalah,
konteks
(bekerjasama) dengan
menitikberatkan pada penguasaan materi
mengkondisikan siswa agar bekerja sama,
untuk menyelesaikan secara matematis,
sharing,
dan
berkomunikasi
tetapi juga mengaitkan bagaimana siswa
dengan para pembelajar
yang lainnya.
mengenali
Kemudian
permasalahan
kimia
dalam
merespon
Transferring
kehidupannya dan bagaimana memecahkan
adalah
permasalahan
siswa belajar menggunakan pengetahuan
tersebut
dengan
pengetahuan yang diperoleh di sekolah. Model dan
pembelajaran
kooperatif
yang
mendorong
yang telah dipelajarinya ke dalam konteks atau situasi baru yang belum dipelajari di
sesuai
untuk
kelas berdasarkan pemahaman. Selain itu
pembelajaran
kimia.
Ultay dan Calik (2011) menyatakan bahwa
kooperatif
strategi REACT merupakan strategi yang
adalah Model Eliciting Activities (MEA), yaitu
sudah populer di Turki. Strategi ini banyak
model
memahami,
diterapkan oleh guru-guru dalam pelajaran
mengkomunikasikan
Fisika maupun Kimia. Strategi REACT terdiri
diterapkan Contoh
dinilai
konstektual
pembelajaran
(mentransfer)
dalam
model
pembelajaran
pembelajaran
menjelaskan,
dan
untuk
1433
Fitriya Karima* dan Kasmadi Imam Supardi, Penerapan Model Pembelajaran…. dari lima aspek Relating, Experiencing,
Metode
pengumpulan
data
di-
Appliying, Colaborating, dan Transferring.
lakukan dengan metode tes, observasi, dan
Hanya
dokumentasi.
saja
sedikit
berbeda
dalam
Bentuk
instrumen
yang
Colaborating tetapi artinya sama dengan
digunakan
Cooperating yaitu bekerjasama.
observasi, serta perangkat pembelajaran
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada peningkatan rata-rata hasil
belajar
siswa
dengan
berupa
soal
tes,
lembar
yang meliputi silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran, dan bahan ajar.
model
Analisis
data
yang
digunakan
pembelajaran MEA dan REACT dan hasil
terbagi dalam dua tahap, yaitu tahap awal
mana yang lebih baik diantara keduanya.
dan tahap akhir. Analisis tahap awal meliputi
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah
uji
mengetahui
digunakan
untuk
belajar siswa yang diberi pembelajaran MEA
penelitian
sebagai
dengan REACT pada materi pokok reaksi
pengambilan sampel dan analisis uji coba
oksidasi reduksi, dan untuk mengetahui
soal untuk menentukan soal yang layak
hasil
digunakan dalam pre-test dan post-test.
mana
adanya peningkatan hasil
yang
lebih
baik
diantara
keduanya model tersebut.
normalitas
Analisis
dan
tahap
homogenitas
melihat
yang
kondisi
pertimbangan
akhir
yaitu
awal dalam
analisis
peningkatan hasil belajar Peningkatan hasil METODE
belajar diukur dengan uji t-test (Sugiyono, 2010).
Penelitian dilakukan di suatu SMA Negeri di Pekalongan pada materi reaksi oksidasi reduksi. Desain penelitian adalah
HASIL DAN PEMBAHASAN
pretest-posttest group design yaitu desain
Hasil penelitian ini merupakan data
penelitian dengan melihat perbedaan pretest
hasil belajar terhadap proses pembelajaran
dan posttest antara kelas eksperimen dan
dengan model MEA dan REACT materi
kelas kontrol (Sugiyono, 2010). Populasi
reaksi redoks. Hasil belajar yang didapatkan
dalam penelitian ini adalah siswa kelas X
dalam penelitian ini meliputi hasil belajar
IPA SMA tersebut tahun ajaran 2013/2014.
pada ranah psikomotorik dan kognitif.
Kelas
X
eksperimen
MIPA 1
3
dan
merupakan X
MIPA
Data hasil belajar ranah psiko-
4
motorik didapatkan pada pada kegiatan
merupakan kelas eksperimen 2 yang diambil
praktikum yang meliputi delapan aspek. Tiap
dengan teknik cluster random sampling.
aspek dianalisis secara deskriptif untuk
Variabel bebas penelitian ini adalah model
mengetahui aspek mana yang dimiliki siswa
pembelajaran dan variabel terikatnya adalah
dan yang perlu dikembangkan. Hasil belajar
hasil belajar siswa. Kelas eksperimen 1
ranah
menggunakan model pembelajaran MEA
meliputi
sedangkan
dalam Tabel 1.
kelas
kelas
kelas
eksperimen
2
menggunakan model pembelajaran REACT.
psikomotorik delapan
kegiatan
aspek
yang
praktikum disajikan
1434
Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1431-1439 Tabel 1. Skor rerata aspek psikomotorik kegiatan praktikum Aspek Kepemimpinan Diskusi Bekerjasama Keterampilan praktikum Ketepatan hasil praktikum Pembuatan laporan sementara Kebersihan tempat dan alat Keseriusan
Eksperimen 1 3,45 3,34 3,68 3,7 3,46 3,68 3,8 3,53
Eksperimen 2 3,56 3,76 3,84 3,8 3,81 3,7 3,54 3,51
Tabel 1 menunjukkan bahwa 6 dari 8
pembelajaran seperti ini akan menantang
aspek yang ada pada kelas eksperimen 2
siswa untuk memecahkan permasalahan
lebih tinggi dibanding kelas eksperimen 1,
(Dwijayanti dan Yulianti, 2010). Kegiatan
yang mana kelas eksperimen 1 meng-
praktikum dengan strategi REACT pada
gunakan pembelajaran REACT sedangkan
dasarnya berorientasi pada investigasi dan
kelas eksperimen 2 menggunakan moddel
penemuan, sehingga output yang dihasilkan
pembelajaran MEA. Enam aspek tersebut
merupakan suatu pemecahan masalah dari
adalah
masalah yang ditemukan oleh siswa (Baser
kepemimpinan,
diskusi,
bekerja-
sama, keterampilan praktikum, ketepatan
dan Durmus, 2010).
hasil praktikum, dan pembuatan laporan sementara.
Pada
kelas
eksperimen
1
Tabel 1 juga menunjukkan bahwa skor aspek diskusi pada kelas eksperimen 1
sebanyak 17 dari 32 siswa memperoleh skor
adalah
dengan kriteria sangat baik, sedangkan
eksperimen 2 adalah 3,76, artinya kelas
pada kelas eksperimen 2 sebanyak 19 dari
eksperimen 2 lebih unggul pada aspek
30 siswa memperoleh skor dengan kriteria
diskusi. Aspek diskusi pada pembelajaran
sangat baik. Artinya kegiatan praktikum
REACT
membantu siswa dalam pembelajaran. Farid
transferring.
(2013)
pelajari
menyatakan
bahwa
kegiatan
3,34
sedangkan
menekankan Transferring sesuatu
pada
kelas
pada
faktor
artinya
mem-
dalam
konteks
praktikum dapat lebih efektif membantu
pengetahuan yang telah ada, menggunakan
siswa membangun pengetahuan, mengem-
dan memperluas apa yang telah diketahui.
bangkan
Transferring
kemampuan
logika
dan
juga
bermakna
kemampuan memecahkan masalah dengan
menghubungkan apa yang sudah dipelajari
baik. Adanya praktikum membantu siswa
siswa atau apa yang sudah diketahui siswa
lebih dapat memahami materi yang mereka
secara
pelajari
mendefinisikan
karena
mereka
mendapatkan
konteks.
Crawford transferring
(2001) sebagai
pengalaman secara langsung (Kurnianto et
penggunaan pengetahuan dalam konteks
al, 2010). Pengalaman langsung dalam
yang baru. Dalam proses pembelajaran,
pembelajaran kimia dapat diperoleh melalui
transfer
kegiatan
jarang terjadi karena siswa tidak berminat
dalam
laboratorium kehidupan
dan
pengalaman
sehari-hari,
situasi
atau
pemindahan
pengetahuan
mengaitkan dan mengaplikasikan konsep
1435
Fitriya Karima* dan Kasmadi Imam Supardi, Penerapan Model Pembelajaran…. yang
mereka
miliki
dalam
konteks
2013).
Pembelajaran
dengan
metode
pembelajaran yang lain. Untuk mencapai
kooperatif dapat meningkatkan aktivitas,
pemahaman yang mendalam diperlukan
interaksi, motivasi dan
kemampuan
dalam
berpikir
dan
kemampuan
prestasi
belajar
kimia
(Fajri,
pembelajaran
memindahkan pengetahuan. Pemindahan
2012).Pengalaman kerjasama tidak hanya
merupakan alat pemusatan daya pikir. Jadi,
membantu siswa mempelajari bahan ajar,
siswa
tetapi
membutuhkan
supaya
mereka
kemahiran
mampu
berpikir
memindahan
konsisten
Bekerja
dengan
dengan teman
dunia
nyata.
sebaya
dalam
sesuatu. Peran guru perlu diperluas dengan
kelompok kecil akan meningkatkan kesiapan
membuat bermacam-macam pengalaman
siswa
belajar dengan fokus pada pemahaman
konsep
bukan pada hafalan. Jika siswa telah
pemecahan masalah bagi kelompoknya.
mampu memindahkan dan mengaplikasikan
Dengan mendengarkan pendapat orang lain
pengetahuannya dalam kehidupan sehari-
dalam
hari maka dapat dikatakan siswa tersebut
mengevaluasi
telah memiliki pemahaman yang mendalam.
memformulasikan
dalam
menjelaskan
pemahaman
dan
menyarankan
pendekatan
satu
kelompok,
siswa
kembali
akan dan
pemahaman
konsep.
Aspek bekerjasama (Tabel 1) pada
Siswa akan belajar menilai pendapat orang
kelas eksperimen 2 lebih unggul dibanding
lain karena terkadang perbedaan strategi
kelas eksperimen 1 yaitu dengan skor 3,84
yang
dari
pada
pemecahan masalah yang lebih baik. Ketika
pembelajaran REACT menekankan pada
sebuah kelompok berhasil mencapai tujuan,
faktor cooperating. Kelas eksperimen 2
maka
sudah
3,68.
Aspek
terbiasa
bekerjasama
digunakan
anggota
akan
menghasilkan
kelompoknya
akan
untuk
belajar
secara
memperoleh kepercayaan dan motivasi diri
yang
bekerja
secara
yang tinggi.
memecahkan
suatu
Tabel 1 memperlihatkan skor aspek
permasalahan sering tidak menunjukkan
keterampilan praktikum kelas eksperimen 2
perkembangan yang signifikan. Terkadang
lebih tinggi dari kelas eksperimen 2 yaitu 3,8
siswa merasa bingung kecuali jika guru
dari 3,7. Aspek keterampilan praktikum pada
memberikan petunjuk penyelesaian langkah
pembelajaran REACT menekankan pada
demi
faktor applying. Applying artinya suatu tahap
kooperatif. individu
Siswa dalam
langkah.
bekerja
Sebaliknya,
secara
siswa
kelompok
sering
yang dapat
pembelajaran
bagaimana
menempatkan
mengatasi masalah yang kompleks dengan
suatu konsep untuk digunakan. Guru tidak
sedikit bantuan. Melalui cooperating siswa
perlu
lebih
memecahkan
kepada siswa tetapi mengajak siswa untuk
dalam
berpikir dan mencari jawaban sendiri atas
dapat
permasalahan yang diberikan oleh guru
bekerjasama dengan siswa lainnya dalam
maupun siswa itu sendiri. Cara demikian
memecahkan
materi
akan melatih kemahiran aplikasi dan cara
(Nopiyanita,
penyelesaian masalah. Dalam pembelajar-
terdorong
berbagai
permasalahan
pembelajaran
pelajaran
untuk
yang
karena masalah
siswa pada
ditemukan
mentransfer
semua
pengetahuan
1436
Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1431-1439
an kimia, latihan soal tidak hanya diperoleh
karena adanya praktikum (Arum, 2012).
melalui buku teks atau LKS saja melainkan
Sedangkan
juga dari aktivitas hidup keseharian. Jadi
mempunyai arti learning by doing atau
guru harus mampu memotivasi siswa dalam
belajar melalui eksplorasi, penemuan, dan
memahami
pemberian
penciptaan (Crawford, 2001) . Aktivitas
latihan soal yang sifatnya realistik dan
experiencing di dalam kelas dapat berupa
relevan
dengan
kegiatan
memanipulasi
proses
pembelajaran
pemecahan
masalah,
konsep
melalui
keseharian.
Gambaran
dengan
strategi
experiencing
(mengalami)
dan
peralatan, kegiatan
di
REACT dapat memberikan pengalaman
laboratorium. Aktivitas lain juga diberikan
yang kaya kepada siswa. Pengalaman yang
seperti
disediakan oleh guru dapat meningkatkan
kelompok, latihan, dan tugas rumah. Belajar
pemahaman siswa tentang sesuatu yang
akan lebih bermakna jika siswa mengalami
mereka
apa
pelajari,
sehingga
mereka
eksperimen,
yang
diskusi
dipelajarinya
tidak
hanya
(Hasnawati,
2006).
diharapkan dapat menerapkan pada kondisi
mengetahuinya
nyata
Siswa akan lebih siap belajar apabila
dalam
kehidupan
sehari-hari
(Ismawati, 2010).
saja
dalam
mereka disajikan sesuatu yang sifatnya
Aspek ketepatan hasil praktikum
nyata dan mampu ditangkap secara visual,
(Tabel 1) skor kelas eksperimen 2 lebih
auditori, dan kinestetik. Salah satu strategi
tinggi dari kelas eksperimen 1 yaitu 3,81 dari
yang dapat digunakan untuk mewujudkan
3,46 . Aspek ketepatan hasil praktikum pada
hal ini adalah melalui aktivitas experience.
kelas eksperimen 2 menekankan pada
Aktivitas experience akan mengembangkan
faktor relating dan experiencing. Relating
kesiapan siswa untuk memahami konsep-
yaitu menghubungkan pengetahuan yang
konsep yang sifatnya abstrak.
sudah ada atau menghubungkan dengan kehidupan
sehari-hari.
Pada uji ketuntasan belajar siswa
Crawford
(2001)
didapatkan hasil bahwa kelas eksperimen 1
menyatakan
bahwa
dalam
proses
dan kelas eksperimen 2 telah mencapai
pembelajaran
harus
dimulai
dengan
ketuntasan belajar dengan didasarkan pada
pertanyaan dan fenomena-fenomena yang
KKM yang ditetapkan di SMA tersebut. KKM
menarik dan akrab bagi siswa, bukan
yang ditetapkan pada mata pelajaran kimia
dengan hal-hal yang sifatnya abstrak dan di
adalah 75. Hasil tersebut menunjukkan
luar jangkauan persepsi, pemahaman, dan
bahwa penerapan model pembelajaran MEA
pengetahuan siswa. Suatu pembelajaran
dan REACT dapat membuat rata-rata nilai
akan lebih bermakna jika siswa mengalami
siswa mencapai KKM. Hal ini sesuai dengan
secara
penelitian
langsung
dibandingkan
hanya
Rusyida
(2013)
tentang
membayangkan saja dari penjelasan guru.
penerapan model pembelajaran MEA yang
Siswa
juga telah mencapai KKM yaitu 80 pada
lebih
pembelajaran
tertarik saat
untuk
mengikuti
diberikan
suatu
mata pelajaran matematika di SMP Negeri 1
permasalahan yang disesuaikan dengan
Ungaran.
Pada
kelas
eksperimen
1,
kehidupan sehari-hari dan lebih teratarik
sebanyak 24 dari 32 siswa tuntas KKM.
1437
Fitriya Karima* dan Kasmadi Imam Supardi, Penerapan Model Pembelajaran…. Sedangkan
pada
kelas
eksperimen
2,
menggunakan model pembelajaran MEA
sebanyak 27 dari 30 siswa juga tuntas KKM.
dan kelas eksperimen 2 menggunakan
Hal ini menunjukkan proporsi ketuntasan
model pembelajaran REACT.
klasikal kelas eksperimen 1 lebih tinggi
Berdasarkan
dibanding kelas eksperimen 2.
hasil
belajar
psikomotor (Tabel 1) dan hasil belajar
Hasil rata-rata pretest dan posttest
kognitif
(Gambar
pada dua kelas eksperimen ditunjukkan
bahwa
penerapan
pada Gambar 1. Nilai rata-rata pretest kelas
REACT pada kelas eksperimen 2 lebih
eksperimen 1 dengan penerapan model
efektif untuk meningkatkan hasil belajar
pembelajaran MEA dan kelas eksperimen 2
siswa dibanding dengan penerapan model
dengan
pembelajaran MEA pada kelas eksperimen
model
pembelajaran
REACT
1)
dapat
model
Yuniawatika
(2011)
disimpulkan pembelajaran
menunjukkan hasil yang hampir sama (tidak
1.
berbeda secara signifikan), sedangkan nilai
pembelajaran
rata-rata posttest kelas eksperimen 2 lebih
menunjukkan peran yang berarti dalam
tinggi daripada kelas eksperimen 1
meningkatkan
dengan
menyatakan
strategi
kemampuan
REACT
koneksi
dan
repesentasi matematik. Dalam
pembelajaran
startegi REACT, fokus kegiatan
belajar
se-
penuhnya berada pada siswa
yaitu
berpikir
menemukan solusi dari suatu masalah termasuk proses
untuk
me-
mahami suatu konsep dan Gambar 1. Hasil pretest dan posttest pada dua kelas eksperimen
hasilan
pembelajaran
prosedur.
Keber-
dengan
strategi
REACT terjadi karena pada pembelajaran Gambar 1 menunjukkan adanya perbedaan
rata-rata
nilai
antara
kelas
siswa terstimulus secara aktif, sehingga kemampuan siswa berkembang dan terus
eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2,
meningkat.
dengan perbedaan nilai rata-rata posttest
pernyataan
sebesar
terdapat
menyatakan bahwa strategi REACT memiliki
perbedaan peningkatan hasil belajar setelah
kelebihan antara lain dapat memperdalam
diberikan
pemahaman siswa serta membuat belajar
model
7,25.
Hal
ini
berarti
pembelajaran yang
menggunakan
berbeda.
Perbedaan
menyeluruh
Temuan
ini
Crawford
dan
sesuai
dengan
(2001)
yang
menyenangkan.
Pada
peningkatan antara kelas eksperimen 1 dan
penggunaan model pembelajaran REACT
kelas
disebabkan
peran aktif guru lebih banyak daripada di
pembelajaran pada kelas eksperimen 1
kelas eksperimen 1 (MEA) hanya saja tetap
eksperimen
2
1438
Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1431-1439
mengutamakan sifat student centered. Guru
strategi REACT terbukti dapat meningkatkan
tidak menjelaskan secara panjang lebar
motivasi
seperti pada model konvensial ceramah
sehingga siswa menjadi lebih aktif dalam
akan tetapi guru lebih suka memancing
kegiatan belajar mengajar (Mulyasa, 2006).
penjelasan materi dengan cara mengaitkan
Hal ini sesuai dengan penelitian-penelitian
pada
pada
yang sudah dikembangkan sebelumnya,
diperoleh
antara lain Marthen (2010) menyatakan
kehidupan
pengetahuan
sehari-hari
yang
atau
sudah
siswa
dalam
pembelajaran
sebelumnya (Relating), mengaitkan pada
kemampuan
kejadian yang dialami oleh siswa atau
peringkat tinggi, sedang dan rendah dengan
nantinya siswa akan mengalami dalam
model pembelajaran REACT lebih tinggi
praktium misalnya (Experiencing), kemudian
daripada
dari
konvensional.
pengetahuan
yang
siswa
peroleh,
matematis
siswa
siswa
yang
Ismawati
sekolah
belajarnya (2010)
juga
diharapkan siswa dapat mengaplikasikan
menyatakan rata-rata hasil belajar kelas
dalam
eksperimen setelah diberi perlakuan yaitu
kehidupan
melaksanakan
(Applying),
kegiatan
siswa
dengan
cara
pembelajaran
inkuiri
berstrategi
REACT
bekerjasama (Cooperating) dan siswa saling
lebih
berbagi informasi atau pengetahuan dengan
pmbelajaran inkuiri berstrategi REACT).
baik
dari
kelas
kontrol
(tanpa
sesamanya (Transferring). Berdasarkan psikomotor,
hasil
hasil belajar
belajar
kognitif
SIMPULAN
dan
ketuntasan klasikal, maka pembelajaran REACT
lebih
pembelajaran
berhasil
MEA.
Pemilihan
model
pembelajaran merupakan suatu hal yang penting
untuk
pembelajaran.
menentukan Hal
ini
kualitas
sesuai
dengan
karakteristik Contextual Teaching Learning yang
menghubungkan
dengan
kehidupan
siswa
dapat
pembelajaran
sehari-hari
memaknai
Berdasarkan hasil penelitian dapat
daripada
sehingga
tentang
yang
disimpulkan
hal-hal
sebagai
berikut.
Pertama ada perbedaan rata-rata hasil belajar kimia yang signifikan antara kelas yang
diberi
pembelajaran
MEA
dan
pembelajaran REACT. Kedua Hasil belajar kimia yang diberi pembelajaran REACT terbukti lebih baik dibandingkan yang diberi pembelajaran MEA.
dipelajari, bukan hanya mengetahui. Strategi pembelajaran siswa
REACT
menemukan
dapat
membantu
konsepnya
DAFTAR PUSTAKA
sendiri,
bekerjasama, dan menerapkannya dalam kehidupan
sehari-hari
pelaksanaannya
selalu
sehingga
dalam
menghadirkan
fenomena-fenomena alam atau lingkungan yang dapat dengan mudah ditemui oleh siswa (Yuliati, 2008). Pembelajaran dengan
Arum,
W.F., 2012, Penerapan Model Pembelajaran CLIS dengan Metode Eksperimen dalam Pembelajaran Fisika di Kelas VIII SMP, Jurnal Pembelajaran Fisika, Vol 1, No 2, Hal: 138-144.
Fitriya Karima* dan Kasmadi Imam Supardi, Penerapan Model Pembelajaran…. Baser, M. dan Durmus, S., 2010, The Effectiveness of Computer Supported Versus Real Laboratory Inquiry Learning Environments on Understanding of Direct Current Electricity Among Pre-Service Elementary School Teachers, Eurasia Journal of Mathematics, Sciense dan Technology Education, Vol 6, No 1, Hal: 47-61. Crawford,
L.M., 2001, Teaching Contextually: Research, Rationale, And Tachniques for Improving Student Motivation and Achievment in Mathematics and Sciences, Texas: CCI Publishing, INC. Dwijayanti, P. dan Yulianti, P., 2010, Pengembangan Kemampuan Berpikir Kritis Mahasiswa melalui Pembelajaran Problem Based Instruction pada Mata Kuliah Fisika Lingkungan, Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia, Vol 6, No 1, Hal: 108-114. Farid, A., 2013, Pengaruh Penerapan Strategi REACT terhadap Hasil Belajar Kimia Siswa Kelas XI, Chemistry in Education, Vol 3, No 1, Hal: 36-42. Fajri, L., 2012, Upaya Peningkatan Proses dan Hasil Belajar Kimia Materi Koloid melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT Dilengkapi dengan TTS bagi Siswa Kelas XI IPA 4 SMA Negeri 2 Boyolali Semester Genap Tahun Ajaran 2011/2012, Jurnal Pendidikan Kimia, Vol 1, No 1, Hal: 89-96. Hasnawati, 2006, Pendekatan Contextual Teaching Learning Hubungannya dengan Evaluasi Pembelajaran, Jurnal Ekonomi dan Pendidikan, Vol 3, No 1, Hal: 53-62. Ismawati,
R., 2010, Pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri Berstrategi REACT terhadap Hasil Belajar Kimia Siswa Kelas XI SMA Negeri 4 Semarang, Skripsi, Universitas Negeri Semarang.
Kurnianto, Dwijayanti, dan Khumaedi, 2010, Pengembangan Kemampuan Menyimpulkan dan Mengkomunikasikan Konsep
1439
Fisika melalui Kegiatan Praktikum Fisika Sederhana, Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia, Vol 6, No 1, Hal: 6-9. Marthen, T., 2010, Pembelajaran melalui Pendekatan REACT Meningkatkan Kemampuan Matematis Siswa SMP, Jurnal Penelitian Pendidikan, Vol 11, No 2, Hal: 129-141. Mulyasa, 2006 ,Manajemen Berbasis Sekolah, Bandung: Remaja Rosdakarya. Nopiyanita, T., 2013, Penerapan Model Pembelajaran Teams Game Tournament (TGT) untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Kimia dan Kreativitas Siswa pada Materi Reaksi Redoks Kelas X Semester Genap SMA Negeri 3 Sukoharjo Tahun Ajaran 2012/2013, Jurnal Pendidikan Kimia, Vol 2, No 4, Hal: 135-141. Rusyida, W.Y., 2013, Komparasi Model Pembelajaran CTL dan MEA terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Materi Lingkaran, UNNES Journal of Mathematic Education, Vol 2, No 1, Hal: 1-7. Sugiyono, 2010, Statistika untuk Penelitian, Bandung: Alfabeta. Ultay, N. dan Calik, M., 2011, Distinguishing 5E Model from REACT Strategy an Example of Acids and Bases Topic, Necatibey Faculty of Education Electronic Journal of Science and Mathematics Education, Vol 5, No 2, Hal: 199220. Yuliati, L., 2008, Model-Model Pembelajaran Fisika “Teori Dan Praktek”, Malang: LP3 Universitas Negeri Malang. Yuniawatika, 2011, Penerapan Pembelajaran Matematika dengan Strategi REACT untuk Meningkatkan Kemampuan Koneksi dan Representasi Matematika Siswa Sekolah Dasar, Jurnal Universitas Pendidikan Indonesia, Vol 1, No 1, Hal: 107-120.
1440
Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1440-1449
KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM SOLVING BERBANTUAN FLASH INTERAKTIF TERHADAP HASIL BELAJAR Siti Nursiami* dan Soeprodjo Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang Gedung D6 Lantai 2 Kampus Sekaran Gunungpati Semarang, 50229, Telp. (024)8508035 E-mail:
[email protected]
ABSTRAK Creative Problem Solving (CPS) merupakan suatu model pembelajaran yang berpusat pada keterampilan pemecahan masalah yang diikuti dengan penguatan kreativitas. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah model pembelajaran Creative Problem Solving berbantuan flash interaktif efektif bila diterapkan pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan. Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimen dengan populasi seluruh siswa kelas XI IPA di suatu SMA N di kota Magelang tahun pelajaran 2013/2014. Teknik sampling menggunakan cluster random sampling. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode dokumentasi, tes, observasi, dan angket. Uji yang digunakan untuk menganalisis data adalah uji perbedaan dua rata-rata, uji ketuntasan klasikal, dan uji estimasi rata-rata hasil belajar kognitif. Hasil uji perbedaan dua rata-rata dua pihak menunjukkan adanya perbedaan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Uji ketuntasan belajar kelas eksperimen mencapai ketuntasan belajar (individual dan klasikal) sedangkan kelas kontrol belum mencapai ketuntasan klasikal. Hasil uji estimasi rata-rata menunjukkan rata-rata hasil belajar kelas eksperimen dari 86,25 sampai 87,35 dan kelas kontrol dari 81,45 sampai 82,55 sehingga bisa disimpulkan bahwa model pembelajaran Creative Problem Solving terbukti efektif diterapkan pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan. Kata kunci: creative problem solving, flash interaktif, hasil belajar
ABSTRACT Creative Problem Solving (CPS) is a learning model that is centered on problem solving skills, followed by strengthening creativity. The purpose of this study was to determine whether the Creative Problem Solving learning model-assisted interactive flash effectively can be applied to the material solubility and solubility product. This research is experimental research with the entire population of students of class XI IPA at a high school in Magelang in 2013/2014 school year. Sampling techniques used cluster random sampling. Collecting data in this study used the methods of documentation, testing, observation, and questionnaires. The test is used to analyze the data are two average value test, mastery learning classical test, and the estimated average test results of cognitive learning. The result of the two average value indicated the differences between experimental group and control group. The result of the test was obtained that experiment group achieved the learning completeness (individual and classical) while control group had not achieved classical completeness yet. The result of the estimation of average treatments showed experimental group of the average of the test result was 86,25 until 87,35 and control group was 81,45 until 82,55 so it can be concluded that the learning model Creative Problem Solving has been effectively applied to the material solubility and solubility product. Keywords: creative problem solving, interactive flash, learning outcomes PENDAHULUAN
dan dapat dimanfaatkan untuk kehidupan sehari-hari. Siswa yang
belajar kimia
Kimia merupakan pelajaran yang
diharapkan akan memberikan output yang
erat hubungannya dengan lingkungan yang
baik bagi masyarakat, dalam hal ini dapat
Siti Nursiami* dan Soeprodjo, Keefektifan Model Pembelajaran Creative …. dikatakan
dengan
berhasilnya
1441
siswa
suatu pertanyaan, siswa dapat melakukan
menyelesaikan kewajibannya adalah belajar
keterampilan memecahkan masalah untuk
dengan
secara
memilih dan mengembangkan tanggapan-
maksimal. Guru, kurikulum, siswa, sarana
nya. Tidak hanya dengan cara menghafal
dan prasarana serta strategi atau model
tanpa dipikir, keterampilan memecahkan
balajar
masalah memperluas proses berpikir.
menghasilkan
mengajar
hasil
adalah
faktor
yang
mempengaruhi hasil belajar siswa (Sutikno,
Siswa
dalam
menerima
materi
2010). Salah satu faktor yang utama yang
pembelajaran memerlukan suatu alat bantu
menentukan apakah siswa akan berminat
yang dapat digunakan pada kegiatan belajar
dan termotivasi untuk belajar adalah faktor
mengajar. Alat bantu yang dimaksud ialah
yang berasal dari guru sendiri (Aritonang,
media pembelajaran. Media pembelajaran
2008) dan salah satu faktor penyebab siswa
semakin mendapat sorotan dalam dunia
sulit menerima materi yang diajarkan adalah
pendidikan di Indonesia karena perannya
kurang variatifnya model pembelajaran yang
yang sangat penting dalam keberhasilan
dilakukan oleh guru (Nurhadi, 2004).
siswa. Keberhasilan menggunakan media
Dari semua materi yang ada dalam
dalam proses pembelajaran akan menentu-
pelajaran
materi
kan hasil belajar, antara lain tergantung
kelarutan dan hasil kali kelarutan yang
pada (1) isi pesan, (2) cara menjelaskan
tergolong materi yang cukup sulit. Sebuah
pesan, dan (3) karakteristik penerima pesan
SMA di Magelang memiliki output yang
(Sutjiono, 2005).
mata
kimia
terdapat
belum maksimal pada materi ini. Beberapa faktor
yang
yang
tidak
berjalan
belum
dengan baik, menyebabkan pesan yang
maksimalnya hasil belajar siswa antara lain
disampaikan oleh guru sulit dipahami oleh
kurangnya pemahaman tentang penulisan
siswa.
rumus
berjalan efektif dan efisien, maka semakin
kimia,
menyebabkan
Komunikasi
reaksi
ionisasi
dan
stoikiometriya. Dalam
banyak hal
ini
perlu
Sebaliknya,
tujuan
apabila
pembelajaran
komunikasi
tercapai.
adanya
Dalam komunikasi dibutuhkan media yang
peningkatan pembelajaran kimia di SMA
dapat menyampaikan pesan. Model pem-
dalam pemahaman siswa terhadap materi
belajaran flash interaktif dapat digunakan
serta aplikasinya di masyarakat. Sejalan
sebagai salah satu alternatif untuk me-
dengan perkembangan teknologi di bidang
nyampaikan pesan (guru) kepada penerima
pendidikan banyak dikembangkan model-
pesan (siswa) (Fatkurrohman, 2012).
model pembelajaran, salah satunya adalah model
pembelajaran
Problem
multimedia interaktif. Multimedia merupakan
Solving (CPS). Model CPS adalah suatu
gabungan antara berbagai media seperti
model pembelajaran yang berpusat pada
teks grafik, bunyi, animasi dan video yang
keterampilan pemecahan masalah yang
dikirim dan dikendalikan dengan program
diikuti
kreativitas
komputer (dalam satu software digital) serta
(Rosalin, 2008). Ketika dihadapkan dengan
mempunyai kemampuan interaktif untuk
dengan
Creative
Flash Interaktif merupakan aplikasi
penguatan
1442
Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1440-1449
menjadi salah satu alternatif yang baik
pembelajaran
sebagai alat bantu dalam pembelajaran.
interaktif efektif terhadap hasil belajar siswa
Menurut pengertian ini, multimedia interaktif
pada pembelajaran materi kelarutan dan
digambarkan sebagai multimedia non linear
hasil kali kelarutan. Sedangkan tujuan yang
yang memberikan kendali kepada pemakai
ingin
daripada
terjadi
mengetahui keefektifan model pembelajaran
interaksi atau hubungan timbal balik antara
CPS berbantuan flash interaktif terhadap
pengguna
hasil belajar siswa pada materi kelarutan
komputer.
dengan
Sehingga
seluruh
program
isi
materi yang ada di dalamnya (Arsyad,
dicapai
CPS
berbantuan
peneliti
adalah
flash
untuk
dan hasil kali kelarutan.
2009). Putri (2010) dalam penelitiannya
METODE PENELITIAN
tentang pengaruh artikel kimia terhadap model
pembelajaran
CPS
memperoleh
kontribusi sebesar 32,87% terhadap hasil belajar kimia siswa. Sama halnya dengan keberhasilan
penelitian
yang
dilakukan
Sudiran (2012) tentang penerapan model pembelajaran
CPS
peningkatan
hasil
memperoleh
belajar
pada
siklus
pertama sebesar 36,84% dan siklus kedua sebesar 81,58%. Kusumawati, et al., (2012) melakukan penelitian tentang implementasi peer tutoring berbantuan compact disc dalam bentuk flash interaktif pembelajaran memberikan
pengaruh
sebesar
81,72%
terhadap hasil belajar siswa. Kontribusi sebesar
75,4%
dalam
penelitian
yang
dilakukan Solikhakh, et al., (2012) tentang pengembangan dalam
perangkat
kemasan
interaktif)
compact
pembelajaran
pembelajaran disc
(flash
berpengaruh
terhadap hasil belajar siswa. Keberhasilan
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan desain yang digunakan adalah pretest-posttest group design yang merupakan penelitian yang diamati dengan melihat perbedaan pretest dan posttest antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kelas XI IPA 3 merupakan kelas eksperimen dan kelas XI IPA 4 sebagai kelas kontrol yang diambil berdasarkan teknik cluster random sampling yaitu pengambilan dua kelas secara acak dari populasi bersyarat, yaitu populasi harus bersifat normal dan memiliki homogenitas yang sama. Kelas eksperimen
diberi
pembelajaran
menggunakan model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) berbantuan flash interaktif sementara kelas kontrol diberikan pembelajaran
menggunakan
metode
ceramah dan diskusi. Desain penelitian disajikan pada Tabel 1.
penelitian di atas memberikan kontribusi gagasan
untuk
pembelajaran
menerapkan
dengan
bantuan
model media
Tabel 1. Desain penelitian pretest-posttest group design Perlakuan
Eksperimen
Pre test T1
X
Post test T2
Kontrol
T1
Y
T2
Kelompok
tersebut sebagai bahan penelitian yang dilaksanakan. Permasalahan yang dihadapi dalam penelitian
ini
adalah
apakah
model
Siti Nursiami* dan Soeprodjo, Keefektifan Model Pembelajaran Creative …. Metode
pengumpulan
data
metode tes,
metode
dilakukan dengan
dokumentasi, lembar observasi dan lembar
berdistribusi normal, memiliki varians yang sama dan
tidak
pembelajaran
observasi
interaktif
observasi
perbedaan
yang
Pembelajaran menggunakan model
adalah soal pretest dan posttest, lembar lembar
ada
signifikan pada kedua kelas.
angket. Bentuk instrumen yang digunakan
afektif,
1443
CPS
berbantuan
dilaksanakan
dalam
flash
lima
kali
prikomotorik dan angket tanggapan siswa.
pertemuan. Adapun hasil penelitian tersebut
Metode tes digunakan untuk mengetahui
dipaparkan dalam tiga ranah yaitu hasil
hasil belajar ranah kognitif. Adapun bentuk
belajar ranah kognitif, hasil belajar ranah
soal tes yang digunakan adalah pilihan
afektif dan hasil belajar ranah psikomotorik.
ganda sebanyak 25 butir soal yang telah
Hasil uji ketuntasan belajar menunjukkan
disusun
bahwa
sesuai
dengan
indikator
siswa
kelas
eksperimen
telah
pembelajaran. Soal yang digunakan antara
mencapai ketuntasan belajar baik secara
kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah
individual maupun klasikal karena terdapat
sama.
dianalisis
27 siswa yang lulus dari total 30 siswa
menggunakan metode statistik parametrik
berdasarkan KKM (77). Hasil ini juga
antara
dua
diperkuat dengan analisis uji estimasi rata-
uji
rata hasil belajar kognitif dari 86,25 sampai
ketuntasan belajar dan uji estimasi rata-rata.
87,35 yang artinya bahwa pembelajaran
Sedangkan
kelas
Hasil
lain
varians,
kognitif
siswa
normalitas,
perbedaan
hasil
kesamaan
dua
rata-rata,
belajar
afektif
dan
eksperimen
yang
menggunakan
psikomotorik serta angket tanggapan siswa
model pembelajaran CPS berbantuan flash
dianalisis secara deskriptif.
interaktif terbukti efektif saat diterapkan pada
HASIL DAN PEMBAHASAN
materi
kelarutan
dan
hasil
kali
kelarutan. Hasil ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Mulyasa (2002) bahwa
Hasil sebagai
penelitian
syarat
yang
pengambilan
diperoleh sampel
penelitian menggunakan data nilai ulangan harian
kelas
XI
IPA
materi
larutan
penyangga menunjukkan bahwa populasi terbukti berdistribusi normal dan memiliki tingkat homogenitas yang sama, dibuktikan dengan hasil analisis χ dari χ
2 kritis
2 hitung
(11,02) kurang
(11,07). Analisis kondisi awal
bertujuan untuk membuktikan bahwa antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol berangkat dari kondisi yang sama. Data yang digunakan adalah nilai pretest. Hasil analisis
menunjukkan
kedua
kelompok
keberhasilan
kelas
dilihat
dari
jumlah
peserta didik yang mampu menyelesaikan atau mencapai minimal 65%, sekurangkurangnya 85% dari jumlah peserta didik yang ada di kelas tersebut. Hasil analisis ketuntasan
belajar
kelas
kontrol
lebih
rendah dibanding kelas eksperimen yaitu 19 siswa yang lulus dari total 30 siswa. Hasil analisis uji estimasi rata-rata hasil belajar kognitif kelas kontrol dari 81,45 sampai 82,55. Kedua kelas memiliki jarak proporsi ketuntasan yang lumayan jauh, namun ratarata hasil belajar yang dihasilkan tidak jauh perbedaannya.
Hasil
rata-rata
kelas
1444
Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1440-1449
eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat
Pembelajaran
matematika
menggunakan
dalam Gambar 1 berikut ini.
model CPS dapat membuat siswa lebih aktif dan kreatif dalam menciptakan solusi
suatu
masalah
yang
diberikan. Hal ini senada dengan pembelajaran pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan yang
membutuhkan
untuk
hitungan
menyelesaikan
setiap
masalah. Keaktifan dan kreativitas membantu siswa dalam Gambar 1. Perbandingan rata-rata hasil belajar pretest-posttest kelas eksperimen dan kelas kontrol Gambar 1 memperlihatkan perbandingan rata-rata hasil belajar pretest dan posttest kelas eksperimen dan kelas kontrol. Sebagaimana
telah
dijelaskan
bahwa
ketuntasan belajar siswa kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol dengan perbedaan yang sangat jauh, namun kedua kelas mempunyai rata-rata hasil belajar yang
tidak
terpaut
jauh
yaitu
kelas
eksperimen sebesar 86,80 dan kelas kontrol sebesar
82,00.
Hal
ini
dikarenakan
banyaknya siswa kelas kontrol yang belum mencapai ketuntasan individual dengan nilai yang hampir memenuhi KKM (77) yaitu 76. Lebih tingginya hasil belajar yang diperoleh kelas eksperimen daripada kelas kontrol menunjukan pembelajaran
bahwa
penggunaan
model
CPS
berbantuan
flash
interaktif pada proses pembelajaran kelas eksperimen memberikan output yang lebih baik dan terbukti lebih efektif bila digunakan dalam proses belajar mengajar daripada penerapan metode ceramah dan diskusi pada proses pembelajaran kelas kontrol.
memecahkan dalam
setiap
materi kelarutan
dan
masalah hasil kali
kelarutan dalam pembelajaran menggunakan model CPS. Ekayanti, et al., (2013) menjelaskan
bahwa
keaktifan
siswa
dimungkinkan jika siswa diberi kesempatan untuk berpartisipasi atau terlibat dalam proses pembelajaran. Partisipasi aktif siswa sangat
berpengaruh
pada
proses
perkembangan berpikir, emosi dan sosial. Hasil
belajar
afektif
diperoleh
melalui pengamatan terhadap sikap siswa selama proses pembelajaran berlangsung dengan pengukuran menggunakan lembar observasi. Rata-rata hasil belajar afektif pada kelas eksperimen sebesar 89,83 dan kelas kontrol sebesar 80,85. Hasil penelitian rata-rata untuk tiap aspek afektif dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel
1
memperlihatkan
bahwa
hasil observasi hasil belajar afektif kelas eksperimen
lebih
baik
daripada
kelas
kontrol, namun dalam aspek etika dan sopan
santun
dalam
berkomunikasi
keduanya sama-sama memiliki poin yang sangat tinggi. Rata-rata nilai seluruh aspek kelas
eksperimen
sebesar
4,5
dengan
kriteria sangat tinggi, sedangkan kelas
Siti Nursiami* dan Soeprodjo, Keefektifan Model Pembelajaran Creative ….
1445
kontrol sebesar 4,03 dengan kriteria tinggi.
daripada kelas kontrol. Hal ini meunjukkan
Kedua
perbedaan
hasil belajar afektif kelas eksperimen lebih
kuantitatif yaitu besarnya rata-rata aspek
baik. Hasil analisis rata-rata nilai tiap aspek
afektif
disajikan dalam Gambar 2.
kelas
kelas
mempunyai
eksperimen
lebih
tinggi
Tabel 1. Rata-rata tiap aspek afektif kelas eksperimen dan kelas kontrol Aspek Kehadiran Partisipasi aktif dalam pembelajaran Kemampuan bertanya atau mengemukakan pendapat Kelengkapan dan kerapian catatan
Kelas Eksperimen Rata-rata Kriteria 4,26 Tinggi 4,16 Tinggi 3,87 Tinggi
Perhatian siswa terhadap materi pembelajaran Bekerjasama dengan teman/kelompok saat pembelajaran Etika/sopan santun dalam berkomunikasi
4,76 4,7 4,43 4,87 4,87
Interaksi dengan guru
Kelas Kontrol Rata-rata Kriteria 4,23 Tinggi 3,3 Tinggi 3,76 Tinggi
Sangat tinggi Sangat tinggi Tinggi
3,97
Tinggi
4
Tinggi
4,03
Tinggi
Sangat tinggi Sangat tinggi
4,8
Sangat tinggi Tinggi
4,13
Gambar 2. Perbandingan rata-rata nilai tiap aspek afektif kelas eksperimen dan kelas kontrol Gambar 2 memperlihatkan bahwa
aspek yaitu kehadiran siswa, bertanya/
rata-rata tiap aspek afektif pada kelas
mengemukakan pendapat serta aspek etika/
eksperimen lebih besar daripada kelas
sopan santun saat pembelajaran, kedua
kontrol, namun demikian pada beberapa
kelas mempunyai nilai kriteria yang hampir
1446
Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1440-1449
sama. Hal ini membuktikan bahwa kedua
Hasil belajar psikomotorik dilihat
kelas tingkat kedisiplinan dan keaktifan yang
saat
hampir
yang
sama
pula,
dimana
akan
pelaksanaan
praktikum.
dilaksanakan
Praktikum
bertujuan
berpengaruh pada hasil belajar kognitif pula.
memprediksi
Pada aspek lain kelas eksperimen lebih
berdasarkan harga Ksp, dimana praktikum
unggul
dilakukan oleh kelas eksperimen dan kelas
dengan
kriteria
sangat
tinggi
daripada kriteria tinggi yang dihasilkan kelas
kontrol.
kontrol.
Aspek
perhatian
terbentuknya
untuk
Penilaian
yang
endapan
dilakukan
saat
kelengkapan
catatan,
melakukan observasi pada kedua kelas
terhadap
materi
meliputi beberapa aspek diantaranya aspek
siswa
pembelajaran serta interkasi dengan guru
persiapan
merupakan tiga aspek yang lebih unggul
kepemimpinan,
pada kelas eksperimen. Sesuai dengan
keterampilan
ketuntasan
praktikum,
klasikal
hasil
diperoleh, tiga aspek
belajar
yang
pelaksanaan
praktikum,
dinamika
kelompok,
dalam
melaksanakan
kebersihan
dan
laporan
tersebut memiliki
praktikum. Setiap aspek dinilai dengan
peran yang lebih menonjol dibandingkan
rentang skor dalam lembar observasi 1
aspek lain pada kelas eksperimen secara
sampai 4.
umum. Sejalan dengan pendapat Totiana
peneliti
(2012) siswa yang diajar menggunakan
mengajar. Hasil analisis rata-rata nilai tiap
model CPS memiliki aktivitas belajar lebih
aspek
tinggi daripada siswa yang diajar dengan
dalam Gambar 3.
Pengamatan dilakukan oleh
sendiri
penilaian
dan
guru
mitra
psikomotorik
yang
disajikan
menggunakan metode konvensional.
Gambar 3. Perbandingan rata-rata nilai tiap aspek psikomotorik kelas eksperimen dan kelas kontrol
Siti Nursiami* dan Soeprodjo, Keefektifan Model Pembelajaran Creative …. Gambar 3 memperlihatkan bahwa
pembelajaran
CPS
1447 berbantuan
flash
rata-rata nilai per aspek psikomotorik kelas
interaktif pada materi kelarutan dan hasil kali
eksperimen lebih unggul daripada kelas
kelarutan. Respon atau tanggapan siswa
kontrol. Namun pada aspek pertama yaitu
terhadap
pada
praktikum
dinyatakan dalam 4 kategori, yaitu SS
kedua kelas hampir memiliki nilai yang sama
(sangat setuju) dengan skor 4, S (setuju)
hanya
ini
dengan skor 3, TS (tidak setuju) dengan
menunjukkan kedua kelas telah siap untuk
skor 2 dan STS (sangat tidak setuju) dengan
mengikuti praktikum tentang memperkirakan
skor 1. Aspek
terbentuknya endapan berdasarkan harga
diberikan
Ksp. Proses pembelajaran praktikum yang
menyangkut
dilaksanakan
tanggapan
persiapan
terpaut
pelaksanaan
sedikit
pada
saja.
Hal
pertemuan
keempat
masing-masing
pernyataan
tanggapan siswa
sebanyak
sepuluh
bagaimana siswa
yang
minat
terhadap
model
pembelajaran
pertemuan
lebih
dilaksanakan selama proses pembelajaran.
fleksibelnya waktu yang diberikan saat
Hasil analisis deskriptif angket tanggapan
melakukan praktikum serta rasa penasaran
disajikan dalam Gambar 4.
dan
siswa tentang proses praktikum yang akan dijalani
menjadi
alasan
utama
siswa
Hasil
media
dan
sebelum diadakannya ulangan harian pada selanjutnya
dan
yang
analisis
yang
telah
tanggapan
siswa
menunjukkan banyak aspek yang unggul
antusias mengikuti pembelajaran praktikum.
pada
Kelas eksperimen yang telah diberikan
pernyataan
pembelajaran
pernyataan yang lain unggul pada skor
pembelajaran
menggunakan CPS
dimana
model model
ini
skor
kriteria
kreatif untuk menyelesaikan masalah yang
kegiatan
diberikan.
pembelajaran
kesulitan
pada
Sedangkan
6 4
kriteria 4 (sangat setuju). Hal ini dapat disimpulkan
mengatasi
(setuju)
angket.
menuntut siswa untuk berpikir kritis dan
Dalam
3
bahwa
siswa
pembelajaran CPS
menyukai
dengan berbantuan
model flash
pelajaran, diharapkan siswa menggunakan
interaktif. Secara keseluruhan dari angket
langkah-langkah kreatif dalam memecahkan
yang disebar, hasil analisis skor angket
masalah.
yang
yang didapat sebesar 84,75 yang tergolong
eksperimen
kategori sangat baik. Dari seluruh siswa
Model
digunakan
pembelajaran
pada
kelas
berdampak pada hasil belajar psikomotorik
yang
yang lebih maksimal daripada kelas kontrol
angket, sebanyak 13 siswa menyatakan
yang menggunakan metode pembelajaran
sangat setuju, 16 siswa menyatakan setuju
ceramah dan diskusi.
dan 1 siswa menyatakan tidak setuju. Hal ini
Untuk pembelajaran
mengetahui secara
deskriptif
hasil maka
memberikan
tanggapan
melalui
menunjukkan sekitar 29 siswa dari 30 siswa menyukai
pembelajaran
dilakukan observasi dengan memberikan
model
lembar angket pendapat siswa pada kelas
interaktif pada materi kelarutan dan hasil kali
eksperimen
kelarutan.
pembelajaran
dimana
terdapat
kegiatan
menggunakan
model
pembelajaran
menggunakan
berbantuan
flash
1448
Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1440-1449
Gambar 4. Hasil angket tanggapan siswa
SIMPULAN Secara menunjukkan
umum bahwa
pembahasan pembelajaran
menggunakan model pembelajaran CPS berbantuan flash interaktif efektif terhadap hasil belajar siswa kelas XI IPA 3 sebagai kelas eksperimen pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan. Hal ini dapat diketahui dari hasil analisis keefektivan model pembelajaran terhadap hasil belajar siswa melalui uji estimasi rata-rata yang memperoleh nilai rata-rata sebayak 86,25 sampai 87,35.
DAFTAR PUSTAKA Aritonang, K.T., 2008, Minat dan Motivasi dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa, Jurnal Pendidikan Penabur, Vol 10, No 7, Hal: 11-21.
Arsyad, A., 2009, Media pembelajaran (Cetakan ke-3), Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Ekayanti, H.B.S. dan Usman R., 2013, Pemanfaatan CD Interaktif sebagai Upaya Meningkatkan Kemampuan Penalaran Siswa pada Pembelajaran Matematika, Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran, Vol 2, No 11, Hal: 114. Fatkurrohman, F., 2012, Pengembangan Media CD pembelajaran Interaktif Mata Pelajaran Geografi Topik Atmosfer, Jurnal Pendidikan Geografi, Vol 1, No 1, Hal: 6. Kusumawati, R., Wuryanto, dan Arif A., 2012. Implementasi Peer Tutoring dengan Pendekatan Inquiry Berbantuan CD Pembelajaran terhadap Hasil Belajar. Unnes Journal of Mathematics Education, Vol 1, No 2, Hal: 1-8. Mulyasa, E., 2002, Kurikulum Berbasis Kompetensi, Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Nurhadi, 2004, Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK, Malang: Universitas Negeri Malang.
Siti Nursiami* dan Soeprodjo, Keefektifan Model Pembelajaran Creative …. Putri, I.R dan Kasmadi I.S., 2010, Pengaruh Penggunaan Artikel Kimia dari Internet pada Model Pembelajaran Creative Problem Solving terhadap Hasil Belajar Kimia Siswa SMA, Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 4, No 1, Hal: 574-581. Rosalin, E., 2008, Gagasan Merancang Pembelajaran Kontekstual, Bandung: PT Karsa Mandiri Persada. Solikhakh, R.A., Rismono, dan Waluya, S.B., 2012, Pengembangan Perangkat Pembelajaran Beracuan Kontruktivisme dalam Kemasan CD Interaktif Kelas VIII Materi Geometrid dan Pengukuran, Unnes Journal of Research Mathematics Education, Vol 1, No 1, Hal: 13-19. Sudiran, 2012, Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Menyelesaikan Masalah Fisika, Jurnal Penelitian Inovasi Pembelajaran Fisika, Vol 4, No 1, Hal: 7-12. Sutikno, S., 2010, Keefektifan Pembelajaran Menggunakan Media Puzzle terhadap Pemahaman IPA Pokok Bahasan Kalor pada Siswa SMP, Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia, Vol 1, No 6, Hal: 123-127. Sutjiono, T.W.A., 2005, Pendayagunaan Media Pembelajaran, Jurnal Pendidikan Penabur, Vol 4, No 4, Hal: 76-84. Totiana, F., Elfi S.V.H., dan Redjeki. T., 2012, Efektivitas Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) yang Dilengkapi Media Pembelajaran Laboratorium Virtual terhadap Prestasi Belajar Siswa pada Materi Pokok Koloid Kelas XI IPA Semester Genap SMA Negeri 1 Karanganyar Tahun Pelajaran 2011/2012, Jurnal Pendidikan Kimia, Vol 1, No 1, Hal: 74-79.
1449
1450
Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1450-1458
PENINGKATAN KEMAMPUAN CHEMO-ENTREPRENEURSHIP SISWA MELALUI PENERAPAN KONSEP KOLOID YANG BERORIENTASI LIFE SKILL Wibi Tegar Lelono* dan Saptorini Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang Gedung D6 Lantai 2 Kampus Sekaran Gunungpati Semarang, 50229, Telp. (024)8508035 E-mail:
[email protected]
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan Chemoentrepreneurship siswa setelah mendapatkan penerapan konsep koloid yang berorientasi Life Skill. Penelitian ini menggunakan Pretest and Posttest Design dengan pengambilan sampel menggunakan teknik Cluster Random Sampling, yakni kelas XI IPA 5 sebagai kelas eksperimen dan kelas XI IPA 6 sebagai kelas kontrol. Penelitian ini dibagi menjadi 3 tahap yaitu persiapan, pelaksanaan, dan tahap akhir atau produk. Untuk kelas eksperimen, produk yang dibuat diserahkan sepenuhnya kepada siswa, sedangkan kelas kontrol telah ditentukan oleh guru. Untuk nilai akhir siswa adalah rerata dari nilai posttest, afektif, psikomotor, dan produk. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan rerata pretest kelas eksperimen adalah 37,24 dan kelas kontrol 35,03 sedangkan nilai akhir kelas ekperimen adalah 83,25 dan kelas kontrol 80,75. Pengaruh variabel bebas terhadap variabel kontrol sebesar 0,517 dikategorikan sedang. Peningkatan kemampuan chemo-entrepreneurship kelas eksperimen sebesar 57% sedangkan kelas kontrol sebesar 54%. Uji t nilai akhir mendapatkan hasil kemampuan chemoentrepreneurship kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol. Simpulan dari penelitian ini adalah penerapan konsep koloid yang berorientasi Life skill dapat meningkatkan kemampuan Cheom-entrepreneurship siswa, dan kemampuan Chemo-entrepreneurship kelas eksperimen meningkat sebesar 57% sedangkan kelas kontrol sebesar 54%. Kata kunci: chemo-entrepreneurship, koloid, life skill
ABSTRACT This study aims to determine the increase in the ability of Chemo-entrepreneurship students after getting the application of the concept of colloid, which is oriented Life Skill. This study used pretest and posttest design with a sampling technique using cluster random sampling, the grade XI science as an experimental class 5 and class 6 as a class XI science of control. This study is divided into three stages: preparation, execution, and the final stage or products. For the experimental class, products made entirely handed over to the students, while the control class has been determined by the teacher. The final value is the average of the grades students posttest, affective, psychomotor, and products. Based on the results, the average value of the experimental class pretest was 37.24 and 35.03 in the control group while the final value of the experimental class are 83.25 and 80.75 in the control class. The influence of independent variables on the control variables were categorized by 0.517. Improving the ability of chemo-entrepreneurship in the experimental class by 57% while the control class is 54%. T test at the end of the value that has been done to get the ability chemo-class entrepreneurship experiment proved to be better than the control class. Conclusions from this research is the application of the concept of colloid, which is oriented Life skills can improve students' ability Cheom-entrepreneurship, and the ability Chemo-entrepreneurship in the experimental class increased by 57% while the control group only 54%. Keywords: chemo-entrepreneurship, colloids, life skills
Wibi Tegar Lelono* dan Saptorini, Peningkatan Kemampuan Chemo …. PENDAHULUAN
dengan proses yang betul-betul hidup. Hal ini
Ilmu kimia sebagai salah satu mata pelajaran di SMA yang mempelajari tentang fenomena alam yang sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari. Namun pada kenyataannya justru pelajaran kimia dianggap sebagai sesuatu hal yang menakutkan oleh sebagian besar siswa, hal ini ditandai dengan adanya sikap pasif dalam menerima materi
dan
adanya
kecenderungan
menghafal bukan untuk memahami maupun
dikarenakan kecakapan hidup tidak
semata-mata hanya memiliki kemampuan tertentu saja, namun ia harus memiliki kemampuan dasar pendukungnya secara fungsional
kehidupan sehari-hari. Oleh karena hal-hal tersebut, secara langsung maupun tidak langsung akan menyebabkan rendahnya kecakapan hidup (life skill) yang dimiliki oleh siswa (Kusuma, et al., 2009). Padahal untuk dapat berhasil dalam kehidupan setelah pendidikan
perguruan
menengah
tinggi
tidak
hanya
maupun berbekal
selembar kertas ijazah, tetapi harus memiliki kemampuan
memasarkan
pengetahuan,
memiliki jiwa entrepreneurship, jujur, dan kreatif (Sumarti, 2008) Alasan
lainnya
tentang
life skill adalah karena pendidikan harus secara
demand-driven.
Artinya,
materi atau konten yang diajarkan kepada peserta didik merupakan refleksi nilai-nilai kehidupan
nyata
yang
dihadapinya
(Desmawati, et al., 2009). Sejalan dengan Soebroto, et al., (2008) yang menyatakan bahwa metode life skill dalam pembelajaran merupakan
sebuah
membaca,
menulis,
masalah, mengelola sumber-sumber daya, bekerja dalam tim atau kelompok, terus belajar di tempat bekerja, mempergunakan teknologi dan
lain sebagainya (Susiwi,
2007). Berdasarkan data Badan Pusat Statistika (2014) mencatat data pengangguran per Februari 2014 didominasi lulusan SMA. Lulusan
SMA
yang menganggur
mencapai 9,10% dari total penganggur. Pengangguran tertinggi kedua di Indonesia adalah
lulusan
SMP
dengan
7,44%.
Sedangkan lulusan universitas menempati urutan ketiga dengan 4,31% kemudian paling
sedikit
jumlah
penganggurannya
adalah lulusan SD dengan 3,69 % dari 7,15 juta orang Indonesia yang menganggur. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi
rasional
penerapan pembelajaran yang berorientasi
dikelola
seperti
menghitung, merumuskan dan memecahkan
mengaitkan materi yang diperoleh dengan
lulus
1451
pembelajaran
yang
menghadirkan tema-tema dan masalah kemanusiaan, menumbuhkembangkan potensi manusia secara nyata agar siap hidup
pendidikan
tidak
menunjukan
relevansi
semakin mudah mendapatkan pekerjaan di negeri
ini.
Kondisi
lain
yang
perlu
diperhatikan adalah sebagian besar lulusan sekolah menengah, lebih dari 81% tidak melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi (Supartono, 2012). Sedangkan berdasarkan observasi di SMA Negeri 9 Semarang sekitar 10% alumnusnya tidak melanjutkan di perguruan tinggi. Sebagian dari mereka harus masuk ke dunia kerja bagi yang memenuhi
persyaratan
dari
pemilik
pekerjaan, dan sebagian yang lain harus belajar ketrampilan tertentu agar kelak dapat
1452
Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1450-1458
memperoleh peluang bekerja. Dari data ini
peningkatannya. Tujuan yang ingin dicapai
memberi
sebenarnya
dalam penelitian ini adalah mengetahui ada
kondisi pendidikan kita membutuhkan suatu
tidaknya peningkatan kemampuan chemo-
pembelajaran yang berorientasi life skill
entrepreneurship
untuk meningkatkan kemampuan berwira-
mendapatkan
usaha sebagai bekal setelah lulus.
koloid
gambaran
bahwa
Menurut Kusuma & Siadi (2010) Salah satu pengembangan konsep CEP
yang
siswa
SMA
penerapan
setelah
materi
berorientasi
life
pokok
skill
dan
mengetahui besarnya peningkatan yang terjadi.
dalam pendidikan kimia antara lain dalam bentuk life skill pada setiap mata kuliah yang berpeluang.
Dari
gagasan
METODE PENELITIAN
tersebut Popoluasi dari penelitian ini adalah
penerapan konsep kimia SMA juga dirasa perlu untuk dikaitkan dengan life skill, salah satu konsep kimia adalah koloid, dari konsep ini banyak yang dapat dikaji siswa karena keterkaitannya dalam kehidupan sehari-hari. Agar dapat meningkatkan kemampuan chemo-entrepreneurship siswa, pembelajaran harus didesain dan dilaksanakan berangkat dari obyek atau fenomena yang ada disekitar kehidupan peserta didik yang kemudian dikembangkan ke dalam konsep koloid. Pembelajaran kimia yang seperti ini akan lebih menyenangkan dan memberi kesempatan pada peserta didik untuk
mengoptimalkan
potensinya
agar
menghasilkan produk. Bila peserta didik sudah terbiasa dengan kondisi belajar yang demikian, tidak menutup kemungkinan akan memotivasi mereka untuk
berwirausaha
(Supartono, 2006). Pada penelitian ini ada batasan
untuk
kemampuan
chemo-
entrepreneurship yaitu hanya sampai pada tahap produksi. Rumusan masalah dari penelitian ini adalah apakah ada peningkatan kemampuan chemo-entrepreneurship siswa setelah mendapat
penerapan
konsep
yang
berorientasi life skill dan berapakah besar
seluruh siswa kelas XI IPA suatu SMA N di Semarang
tahun
pelajaran
2013/2014,
sedangkan sampelnya adalah kelas XI IPA 5 sebagai kelas eksperimen dan kelas XI IPA 6 sebagai kelas kontrol. Pengambilan sampel tersebut ditentukan dengan teknik cluster random sampling dengan mengambil dua kelas dari enam kelas populasi secara acak. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pembelajaran pada materi koloid yang berorientasi life skill. Pembelajaran ini dilakukan dalam tiga tahap, yakni tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap akhir atau produk. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah peningkatan kemampuan chemo-entrepreneurship siswa. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah pretest and posttest design. Penelitian ini terbagi
menjadi
3
tahapan
yaitu
perencanaan, pelaksanaan, dan tahap akhir (Kadarwati, et al., 2010). Untuk kelas eksperimen
produk
yang
diserahkan
sepenuhnya
akan
dibuat
kepada
siswa
sedangkan kelas kontrol telah ditentukan oleh guru. Pengumpulan data dilakukan dengan metode dokumentasi, tes, observasi.
Wibi Tegar Lelono* dan Saptorini, Peningkatan Kemampuan Chemo ….
1453
Instrumen penelitian yang digunakan berupa
inovasi, kemampuan berkreasi, kemampuan
soal
observasi
mempunyai
psikomotorik, afektif, dan produk. Analisis
mempunyai
data yang digunakan terbagi dalam dua
kemampuan
tahap, yaitu tahap awal dan tahap akhir.
berbagai sudut pandang, dan kemampuan
Analisis tahap awal digunakan untuk melihat
menganalisis data (Lestari, 2009). Untuk
kondisi awal penelitian sebagai pertimbang-
jenis soal yang dipakai adalah uraian
an dalam pengambilan sampel. Analisis
dengan kemungkinan banyak jawaban. Soal
tahap akhir meliputi uji normalitas untuk
uraian
menentukan statistika yang akan digunakan,
indikator
uji persamaan dua varians, dan uji hipotesis
entrepreneurship yang berhubungan dengan
untuk mengetahui mana yang lebih baik
kemampuan
kelas
kebebasan dalam
pretest-posttest,
eksperimen
lembar
atau
kelas
kontrol
(Sudjana, 2002), dan analisis pengaruh
ide
orisinil,
daya
kemampuan
imajinasi
memandang
sengaja
dipilih
tinggi,
sesuatu
karena
melihat
kemampuan
berpikir
dari
chemo-
tingkat
tinggi
dan
menentukan jawaban
yang inovatif serta kreatif.
antarvariabel untuk mengetahui besarnya
Hasil belajar yang pertama adalah
pengaruh variabel bebas terhadap variabel
ranah
terikat (Soeprodjo, 2002), dan yang terakhir
perisapan
adalah menghitung peningkatan kemam-
bertanggung
puan
bekerjasama dalam kelompok, kemampuan
chemo-entrepreneurship
masing-
masing kelas.
afektif
yang
mengukur
tahap
indikator
yaitu
digunakan jawab
dengan
tugasnya,
berinovasi, kemampuan berkreasi, kemampuan mempunyai ide orisinil, kemampuan mempunyai daya imajinasi tinggi. Dari setiap
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian ini meliputi data hasil
belajar
dari
setiap
proses
yaitu
perencanaan, pembuatan, dan produk. Hasil belajar
yang
didapatkan
dari
setiap
prosesnya adalah kognitif dan afektif pada tahap persiapan, psikomotorik pada tahap pelaksanaan,
dan
terakhir
adalah
nilai
produk pada tahap akhir. Pada setiap tahapnya
penilaian
menggunakan
dilakukan
lembar
observasi
dengan kecuali
untuk menilai kemampuan kognitif yang menggunakan soal, penyusunan lembar observasi dengan
dan
soal
indikator
entreprenurship
sudah
disesuaikan
kemampuan
yaitu
chemo-
kemampuan
ber-
indikator
harus
penilaian
yang
disusun
kategori
memperhatikan
untuk aspek
kecakapan hidup yang dimiliki oleh siswa (Kusuma, indikator
et
al.,
2009).
kemampuan
Seperti
berinovasi,
pada siswa
akan mendapat skor maksimal jika semua kategorinya yaitu siswa dapat menggali informasi
melalui
berbagai
sumber,
mengolah informasi, dan menghubungkan informasi dengan suatu masalah sehingga tercipta penyelesaiannya melalui produk yang dibuat dapat dilaksnakan oleh siswa. Hasil rerata skor afektif dari 6 indikator tersebut disajikan dalam Tabel 1.
1454
Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1450-1458 Tabel 1. Skor rerata aspek afektif Kelas eksperimen 3,84
Aspek Bertanggung jawab dengan tugasnya Bekerjasama dalam kelompok Kemampuan berinovasi Kemampuan berkreasi Kemampuan mempunyai ide orisinil Kemampuan mempunyai daya imajinasi tinggi
konsep pengetahuan untuk menyelesaikan Kelas kontrol 3,00
suatu masalah (Özgelen, 2012). Aspek afektif juga dipengaruhi oleh karakter siswa, yakni berkaitan dengan ilmu pengetahuan
3,77
3,00
3,13
3,33
3,30
3,00
3,47
3,33
3,25
4,00
yang dipengaruhi oleh berbagai macam kompetensi yang salah satunya adalah psikologi yang di dalamnya menyangkut karakter (Duit, 2007). Selain itu Siswa dengan kecakapan berpikir tingkat tinggi mampu
belajar,
mereka,
dan
meningkatkan mengurangi
kinerja
kelemahan
mereka (Heong, et al., 2011). Penilaian psikomotorik dilakukan
Berdasarkan data dari Tabel 1 semua
dengan menggunakan lembar observasi
indikator afektif dari kelas eksperimen lebih
psikomotorik. Lembar observasi ini memuat
baik daripada kelas kontrol seperti kemam-
6 indikator yaitu mempersiapan alat dan
puan
bahan
dapat disimpulkan bahwa tidak
berinovasi
eksperimen
yang
mempunyai
mana
kelas
rata-rata
3,13
percobaan,
melakukan
prosedur
percobaan dengan benar, menjaga keber-
sedangkan kelas kontrol 3,33, selain itu
sihan
pada aspek rata-rata kemampuan mem-
laporan, kemampuan memandang sesuatu
punyai
kelas
dari berbagai sudut pandang, dan kemam-
eksperimen 3,25 sedangkan untuk kelas
puan menganalisis data. Seperti aspek
kontrol adalah 4,00.
afektif, setiap indikator pada aspek psiko-
daya
imajinasi
tinggi
Indikator afektif kemampuan ber-
alat
motorik
dan
juga
ruang
diberikan
kerja, membuat
kategori
untuk
inovasi dan memiliki daya imajinasi tinggi
penilaiannya. Dengan skor 4 adalah yang
kelas eksperimen lebih rendah daripada
tertinggi dan 1 adalah yang terendah. Skor
kelas kontrol. Hal ini terlihat ketika pada
rerata psikomotorik dapat dilihat pada Tabel 2.
tahap
persiapan
kontrol
ketika
tentukan,
berlangsung,
produk
banyak
mengusulkan
sudah
siswa
untuk
di
mencoba
produknya. Perilaku kelas kontrol ini mengindikasikan bahwa kemampuan chemo-entrepreneurship juga berhubungan dengan science process skill
seorang
kemampuan
yang
digunakan
Kelas eksperimen
Kelas kontrol
Mempersiapan alat dan bahan percobaan Melakukan prosedur percobaan dengan benar Menjaga kebersihan alat dan ruang kerja Membuat laporan
3,70
3,00
3,70
3,70
3,66
3,00
3,33
3,33
Kemampuan memandang sesuatu dari berbagai sudut pandang Kemampuan menganalisis data
3,66
3,00
3,66
3,66
Aspek
yang
pengganti bahan utama pembuatan
mana
Tabel 2. Skor rerata aspek psikomotorik
di-
mencari alternatif bahan lain sebagai
yang
kelas
berpikir
membangun
Wibi Tegar Lelono* dan Saptorini, Peningkatan Kemampuan Chemo …. Berdasarkan
diketahui
dibuat dibebaskan maka lembar penilaian ini
bahwa masih ada beberapa indikator kelas
harus dilengkapi dengan berbagai macam
eksperimen yang mempunyai rerata sama
jenis produk yang memanfaaatkan konsep
dengan
yang
koloid serta syarat keamanan produknya.
memiliki rerata sama adalah melakukan pro-
Hasil rerata nilai setiap indikator yang
sedur percobaan dengan benar, membuat
dicapai untuk kelas eksperimen dan kontrol
laporan,
menunjukkan produk
kelas
dan
Tabel
kontrol.
2
1455
Indikator
kemampuan
menganalisis
yang baik. Untuk
data. Untuk indikator melakukan prosedur
rerata nilai tiap indikator produk tersaji
percobaan dengan benar dan membuat
dalam Tabel 3.
laporan memperoleh rerata yang sama,
Tabel 3. Rerata nilai produk
karena pada indikator tersebut siswa kelas
Kelas Eksperimen 4,00
Kelas Kontrol 3,33
Inovasi
3,33
3,00
4,00
3,00
sedangkan prosedur kelas kontrol sudah
Pemakaian Bahan Baku Keamanan Produk
3,33
3,00
dibuat oleh peneliti. Sorotan utama aspek
Khasiat Produk
3,66
3,00
eksperimen dan kontrol sudah mempunyai
Aspek
dasar materi yang hampir sama. Hal yang
Bentuk Fisik
membedakan adalah prosedur percobaan kelas eksperimen dibuat sendiri oleh siswa,
psikomotorik ini adalah kemampuan menganalisis data kelas eksperimen dan kontrol
Berdasarkan Tabel 3 dapat di-
yang mempunyai rerata sama. Kemampuan
simpulkan bahwa produk yang dihasilkan
menganalisis
berhubungan
oleh kelas eksperimen lebih baik daripada
dengan aspek psikomotorik siswa, juga
kelas kontrol. Hal ini menunjukan bahwa
berhubungan dengan aspek kognitifnya.
dengan diserahkan sepenuhnya pemilihan
bahwa kelas eksperimen dan kontrol dipilih
produk kepada siswa dapat memberikan
karena berangkat keadaan yang sama
pengalaman lebih luas, mendidik siswa gar
(berdistribusi normal dan homogen) maka
lebih mandiri dan dapat mendidik siswa
dapat
memahami suatu masalah secara men-
data
disimpulkan
selain
bahwa
apabila
ada
kesamaan itu merupakan hal yang wajar.
dalam yang
nantinya berujung pada hasil
Produk yang telah dibuat oleh siswa
yang baik (Siadi, et al., 2009). Selain itu
dalam
produk.
dengan dibebaskan siswa untuk memilih
Penilaian produk terdiri dari 5 indikator.
produknya pembelajaran kimia akan lebih
Indikator ini dipilih karena sabagai syarat
bermakna karena siswa akan mengetahui
minimal produk dinyatakan baik. Indikator
dari mulai persiapan hingga tahap akhir.
yang dipakai adalah bentuk fisik, inovasi,
Dengan tiap tahapnya dilakukan dengan
pemakaian bahan baku, keamanan produk,
baik maka akan mendapatkan hasil yang
dan
baik pula.
dinilai
khasiat
lembar
produk.
penilaian
Pada
indikator
keamanan produk dibutuhkan kriteria untuk
Hasil belajar selanjutnya adalah
masing-masing produk yang dibuat siswa.
aspek kognitif, pada aspek ini pengukuran
Untuk kelas eksperimen karena produk yang
dilakukan dengan soal. Nilai
yang di-
1456
Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1450-1458
dapatkan akan dijumlah dengan nilai afektif,
perhitungan didapatkan Fhitung sebesar 3,294
psikomotorik, dan produk yang kemudian
sedangkan Fkritis adalah 0,799. Karena Fhitung
rata-rata untuk menjadi nilai akhir. Perlakuan
lebih besar daripada Fkritis dapat ditarik
ini dilakukan karena penelitian ini tidak
kesimpulan bahwa kedua kelas memiliki
melihat hasil belajar kognitif sebagai nilai
varians yang berbeda maka selanjutnya
utama, tetapi setiap tahap dalam prosesnya.
digunakan
Pada
aspek
pembanding bukan ttabel melainkan t’’. Jika t’
afektif, psikomotorik, dan produk seperti
lebih besar daripada t’’ maka dapat disimpul-
yang dilakukan oleh Supartono et al.,
kan
(2009). Chemo-entrepreneurship sejatinya
kelas eksperimen lebih baik daripada kelas
adalah suatu konsep kimia yang dikaitkan
kontrol. Jika t’ lebih kecil daripada t’’ maka
dengan
dapat
setiap
prosesnya
dengan
obyek
meliputi
nyata.
Dengan
uji
t’.
Pada
kemampuan
uji
t’
sebagai
chemo-entreprenurship
disimpulkan
kemampuan
chemo-
demikian siswa juga memiliki kesempatan
entrepreneurship kelas eksperimen tidak
untuk mempelajari proses pengolahan suatu
lebih baik dari pada kelas kontrol (Sudjana,
bahan menjadi suatu produk yang ber-
2002).
manfaat, bernilai ekonomi dan menumbuhkan semangat berwirausaha (Supartono, et al., 2009). Dari dasar itulah nilai yang digunakan adalah total keseluruhan tahapan yang dilakukan oleh siswa. Rata-rata
nilai
akhir
Tabel 4. Hasil uji statistika nilai akhir Jenis Statistika
Hasil
Keterangan
Uji F
3,294
Uji t'
3,93
Varians kedua kelompok berbeda Kemampuan CEP kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol
RB
0,517
Sedang
KD
26,17%
-
Peningkatan
57%
kelas Eksperimen
54%
Kelas Kontrol
kelas
eksperimen adalah 83,25 sedangkan kelas kontrol adalah 80,75. Dari rata-rata nilai akhir itu bisa dikatakan kemampuan chemoentrepreneurship kelas eksperimen lebih baik
daripada
kelas
kontrol.
Untuk
membuktikan itu nilai akhir ini akan di uji akan
Dari uji t’ didapatkan bahwa t’
dilakukan adalah uji kesamaan dua varians,
sebesar 3,93 sedangkan t’’ memiliki nilai
uji t, menentukan pengaruh variabel (rb),
sebesar
koefisien
kesimpulan
secara
statistika,
uji
determinasi
yang
yang
(KD),
dan
uji
1,687.
Sehingga
bahwa
dapat
kemampuan
ditarik chemo-
peningkatan chemo-entrepreneurship. Untuk
entrepreneurship kelas eksperimen lebih
hasil semua uji disajikan pada Tabel 4.
baik daripada kelas kontrol.
Langkah
awal
yang
dilakukan
Menentukan
pengaruh
variabel
sebelum uji t adalah dengan uji kesamaan
bertujuan
dua varians. Dengan ketentuan jika F hitung
variabel bebas terhadap variabel kontrol.
lebih kecil daripa Fkritis maka menggunakan
Dari Tabel 4 didapat rb sebesar 0,517 atau
uji t, tetapi jika Fhitung lebih besar dripada
bisa dikatakan pengaruh variabel bebas
Fkritis
maka
menggunakan
uji
t’.
Hasil
untuk
mengetahui
pengaruh
terhadap variabel terikat adalah sedang.
Wibi Tegar Lelono* dan Saptorini, Peningkatan Kemampuan Chemo …. Setelah
mengetahui
variabel
kepada siswa sejak dini diharapkan akan
selanjutnya adalah menentukan koefisien
semakin banyak terciptanya peluang usaha
determinasi.
baru yang memanfaatkan konsep-konsep
Dari
pengaruh
1457
Tabel
4
didapatkan
koefisien determinasi (KD) sebesar 26,77%.
kimia,
Hal ini berarti penerapan konsep koloid yang
pengangguran dan ketergantungan menjadi
berorientasi life skill memberikan kontribusi
pegawai
sebesar
maknaan suatu pelajaran yang didapatkan
26,77%
dalam
peningkatan
kemampuan chemo-entrepreneuship siswa. Uji
peningkatan
dampaknya
juga
kelas
kontrol
bertujuan
menerima perlakuan. Peningkatan kemamchemo-entrepreneurship
kelas
eksperimen sebesar 57% sedangkan kelas kontrol adalah 54%. Hal ini sejalan dengan Sumarni (2009) yang menyatakan bahwa kewirausahaan
keber-
SIMPULAN
untuk
puan chemo-entrepreneurship siswa setelah
jiwa
memperlihatkan
kemampuan
Hasil penelitian dapat disimpulkan
mengetahui besarnya peningkatan kemam-
puan
mengurangi
siswa.
chemo-entrepreneurship kelas eksperimen dan
selain
mahasiswa
dapat
ditumbuhkan atau dilatihkan dengan metode
sebagai
berikut.
peningkatan
Pertama,
kemampuan
terdapat chemo-
entrepreneurship siswa setelah penerapan konsep koloid yang berorientasi life skill. Kedua, peningkatan kemampuan chemoentrepreneurship siswa kelas ekperimen sebesar
57%
sedangkan
kelas
kontrol
sebesar 54%.
dan media yang tepat. Metode dan media yang
digunakan
akan
lebih
baik
bila
berorientasi pada life skill siswa. Dilihat eksperimen
dari dan
peningkatan kontrol
menunjukkan
bahwa penerapan konsep yang berorientasi life skill ini dapat mengubah pandangan pembelajaran
yang
hanya
berorientasi
kepada banyaknya materi pembelajaran kimia
(subject
matter
oriented).
Pem-
belajaran yang berorientasi life skill juga memungkinkan siswa untuk lebih termotivasi meningkatkan kualitas dirinya. Kualitas diri disini
adalah
DAFTAR PUSTAKA
kelas
kemampuan
chemo-
entrepreneurship yang diharapkan dengan meningkatnya hal tersebut dapat membantu siswa dalam mempersiapkan kehidupannya di masa mendatang. Dengan memberikan bekal kemampuan chemo-entrepreneurship
Badan
Pusat Statistika, 2014, Tingkat Pengangguran Terbuka, Diunduh di http://www.bps.go.id/int/index.php/ site/search?cari=Jumlah+pengang guran&Submit=Cari, diunduh pada tanggal 14 Juli 2014.
Desmawati, L., Suminar, T., Budiarti, & Emmy, 2009, Penerapan Model Pendidikan Kecakapan Hidup pada Program Pendidikan Kesetaraan di Kota Semarang, Laporan Penelitian, Fakultas Ilmu Pendidikan: UNNES. Duit, R., 2007, Science Education Research Internationally: Conceptions, Research Method, Journal of Mathematics, Science & Technology Education, Vol 3, No 1, Hal: 3-15.
1458 Heong,
Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1450-1458 Y.M., Widad, Jailani, T. & Mohaffyza, M., 2011, The Level of Marzano Higher Order Thingking Skills Among Technical Education Students, International Journal of Social Science and Humanity, Vol 1, No 2, Hal: 121-125.
Soebroto, T., Susatyo, E.B. & Zulaechah, W.U., 2008, Komparasi Hasil Belajar Sains Kimia dengan Metode Life Skill dan Mind Mapping Pada Siswa MTs, Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 2, No 2, Hal: 312-316.
Kadarwati, S., Saputro, S.H. & Priatmoko, S., 2010, Upaya Peningkatan Hasil Belajar Kimia Fisika 5 dengan Pendekatan ChemoEntrepreneurship melalui Kegiatan Lesson Study, Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 4, No 1, Hal: 532-543. Kusuma, E. & Siadi, K., 2010, Pengembangan Bahan Ajar Kimia Berorientasi Chemoentrepreneurship untuk Meningkatkan Hasil Belajar dan Life Skill Mahasiswa, Jurnal Inovasi Pendidika Kimia, Vol 4, No 1, Hal: 544-551.
Soeprodjo, 2002, Pengantar Statistik untuk Penelitian, Semarang: Jurusan Kimia FMIPA Unnes.
Kusuma, E., Sukirno, & Kurniati, I., 2009, Penggunaan Pendekatan Chemoentrepreneurship Berorientasi Green Chemistry untuk Meningkatkan Kemampuan Life Skill Siswa SMA, Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 3, No 1, Hal: 366-372. Lestari, I., 2007, Pengaruh Pemanfaatan Software Macromedia Flash mx Sebagai Media ChemoEdutainment (CET) pada Pembelajaran dengan Pendekatan Chemo-Entrepreneurship (CEP) yerhadap Hasil Belajar Kimia Siswa SMA Pokok Materi Sistem Koloid, Skripsi, Semarang: Jurusan Kimia FMIPA UNNES. Özgelen, S., 2012, Student’s Science Process Skills Within A Cognitive Domain Framework, Journal of Mathematics, Science & Technology Education, Vol 8, No 4, Hal: 283292. Siadi, K., Mursiti. S. & Laelly. I.N., 2009, Komparasi Hasil Belajar Kimia Antara Siswa Yang Diberi Metode Drill Dengan Resitasi, Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 3, No 1, Hal:360-365.
Sudjana, N., 2002, Bandung: Tarsito.
Metoda
Statistika,
Sumarni, W., 2009, Peningkatan Efektivitas Perkuliahan Kimia Dasar Melalui Pembelajaran Berorientasi ChemoEntrepreneurship (CEP) Menggunakan Media ChemoEdutainment (CET), Lembaran Ilmu Kependidikan, Vol 40, No 1, Hal: 5358. Sumarti, S.S., 2008, Peningkatan Jiwa Kewirausahaan Mahasiswa Calon Guru Kimia Dengan Pembelajaran Praktikum Kimia Dasar Berorientasi Chemo-entrepreneurship, Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 2, No 2, Hal: 305-311. Supartono, Saptorini, & Asmorowati, D.S., 2009, Pembelajaran Kimia Menggunakan Kolaborasi Konstruktif Dan Inkuiri Berorientasi Chemo-entrepreneurship, Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 3, No 2, Hal: 476-483. Supartono, 2006, Peningkatan Kreativitas Peserta didik melalui pembelajaran kimia dengan pendekatan chemoentrepreneurship (CEP), Semarang: Jurusan Kimia FMIPA UNNES. Supartono, 2012, Implementasi Soft Skill dalam Pembelajaran Chemoentrepreneurship (CEP) sebagai Upaya Pengembangan Konservasi Sumber Daya Insani, Prosiding Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia Jurusan Kimia FMIPA UNNES, Semarang 16 Oktober 2012. Susiwi, 2007, Perencanaan Pembelajaran Kimia, Bandung: Jurusan Pendidikan Kimia UPI.
Meiriza Ardiana* dan Sudarmin, Penerapan Self Assessment Untuk ….
1459
PENERAPAN SELF ASSESSMENT UNTUK ANALISIS KETERAMPILAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI SISWA Meiriza Ardiana* dan Sudarmin Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang Gedung D6 Lantai 2 Kampus Sekaran Gunungpati Semarang, 50229, Telp. (024)8508035 E-mail:
[email protected]
ABSTRAK Pembaharuan paradigma pembelajaran dalam kurikulum 2013 menuntut adanya keterampilan berpikir siswa. Meningkatkan keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa merupakan salah satu upaya mendukung pencapaian tujuan pembelajaran dalam kurikulum tersebut. Penerapan self assessment pada siswa bertujuan untuk memberikan umpan balik agar siswa dapat memperbaiki cara belajarnya. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui deskripsi dari setiap indikator keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa, serta untuk mengetahui respon siswa terhadap penerapan self assessment dan keterampilan berpikir tingkat tinggi. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif dengan desain penelitian dominant-less dominant design. Metode analisis data yang digunakan yaitu mix methods, gabungan antara kuantitatif dan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat capaian siswa yang bervariasi pada setiap indikator dengan total skor maksimum 160. Tiga dari sepuluh indikator yang terdapat dalam penelitian ini mendapatkan tingkat capaian baik, yaitu indikator mengambil keputusan dengan total skor 88, analisis dengan total skor 96, dan membuat larutan dengan total skor 99. Tujuh indikator lainnya mendapatkan tingkat capaian kurang, yaitu dengan total skor 75 untuk indikator identifikasi masalah, 78 untuk kesimpulan, 76 untuk evaluasi, 74 untuk prediksi, 65 untuk berpikir deduktif, 59 untuk berpikir induktif, dan 68 untuk berpikir kreatif. Hal tersebut menunjukkan bahwa keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa masih tergolong kurang. Kata Kunci: analisis keterampilan, berpikir tingkat tinggi siswa, self assessment
ABSTRACT Renewal of the learning paradigm in the curriculum of 2013 requires the students' thinking skills. Improve students' higher-order thinking skills is one of the efforts to support the achievement of learning objectives in the curriculum. The application of self-assessment on students aiming to provide feedback for students to improve the way of learning. The aim of this study is to determine the description of each indicator higher order thinking skills of students, as well as to determine the students' response to the application of self-assessment and higher level thinking skills. This research is descriptive research with study design dominant-less dominant design. Methods of data analysis methods were used that mix, a combination of quantitative and qualitative. The results showed that the level of achievement of students who vary in each indicator with a total maximum score of 160. Three of the ten indicators contained in this study to get a good level of achievement, ie indicators take decisions with a total score of 88, the analysis with a total score of 96, and make the solution with a total score of 99. Seven other indicators of the level of achievement getting less, with a total score of 75 for the indicators of problem identification, 78 to conclusions, 76 for evaluation, 74 to predictions, 65 for deductive thinking, inductive thinking 59, and 68 to think creatively. This shows that the higher order thinking skills of students is still relatively lacking. Keywords: analytical skills, students' higher-order thinking, self-assessment
PENDAHULUAN
yang pesat, sehingga menuntut kesiapan semua pihak untuk menyesuaikan dengan
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini mengalami perubahan
kondisi
yang
ada.
perubahan teknologi
Untuk
menghadapi
yang cepat maka
1460
Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1459-1467
kemampuan berpikir merupakan aspek yang
berpikir deduktif, 9) berpikir induktif, dan 10)
perlu
berpikir kreatif.
mendapat
penekanan
dalam
pengajaran. Pendidikan juga mengalami
Kemampuan berpikir tingkat tinggi
pembaharuan dari waktu ke waktu dan tidak
juga berpengaruh terhadap nilai akademis
pernah berhenti. Pendidikan sebagai suatu
siswa.
proses
mengem-
penelitian yang dilakukan oleh Zohar dan
bangkan potensi individu sehingga memiliki
Dori (2003) yang hasilnya menunjukkan
kecerdasan pikir, emosional, berwatak, dan
bahwa murid yang memiliki nilai akademis
berketerampilan untuk siap hidup di tengah-
tinggi juga memiliki skor tinggi dalam hal
tengah
berpikir
yang
disadari
masyarakat
untuk
(Mulyati,
2000).
Hal
tersebut
tingkat
tertuang
tinggi.
Pentingnya
Berdasarkan hasil observasi awal seorang
mengetahui
guru
kemampuan berpikir tingkat tinggi dapat
kimia
mengakui
belum
adanya
kemampuan
dalam
penekanan terhadap keterampilan berpikir
digunakan
siswa dalam pembelajaran.
mengembangkan
Keterampilan berpikir tingkat tinggi
Begitu
sebagai
juga
diri
tolak
ukur
kemampuan
dengan
self
termasuk
untuk
tersebut.
assessment,
(Higher Order Thinking Skill/ HOTS) adalah
penilaian terhadap diri sendiri ini pun dapat
berpikir pada tingkat lebih tinggi, tidak
digunakan
sekedar
mampuan serta cara belajar siswa.
menghafalkan
fakta
atau
mengatakan sesuatu kepada seseorang
untuk
mengembangkan
ke-
Rumusan masalah dalam penelitian
persis seperti sesuatu yang disampaikan
ini
kepada kita. Kemampuan berpikir tingkat
keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa,
tinggi
yang
terutama pada setiap indikator keterampilan
melibatkan aktivitas mental dalam usaha
berpikir tingkat tinggi, serta bagaimana
mengeksplorasi
yang
respon siswa
yang
assessment
adalah
kompleks,
proses
berpikir
pengalaman
reflektif,
dan
kreatif
yaitu bagaimana gambaran tentang
terhadap dan
penerapan
keterampilan
self
berpikir
dilakukan secara sadar untuk mencapai
tingkat tinggi. Diharapkan melalui penelitian
tujuan, yaitu memperoleh pengetahuan yang
ini
meliputi tingkat berpikir analitis, sintesis, dan
terampilan berpikir tingkat tinggi siswa serta
evaluatif (Wardana, 2010). Menurut Cohen
respon siswa
(1971), kemampuan berpikir tingkat tinggi
assessment
dibagi menjadi empat aspek kelompok,
tingkat tinggi.
didapatkan
gambaran
terhadap dan
tentang
penerapan
keterampilan
ke-
self
berpikir
yaitu: mengambil keputusan, pemecahan METODE PENELITIAN
masalah, berpikir kritis, dan berpikir kreatif. Dari
empat
aspek
kelompok
tersebut
dijabarkan lagi ke dalam sepuluh indikator, yaitu 1) mengambil keputusan, 2) identifikasi masalah, 3) analisis, 4) mengusulkan solusi, 5) kesimpulan, 6) evaluasi, 7) prediksi, 8)
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif
yang
bertujuan
untuk
dapat
menggambarkan dan menerangkan suatu gejala atau data yang diperoleh di lapangan (Sukardi, 2008). Metode yang digunakan
Meiriza Ardiana* dan Sudarmin, Penerapan Self Assessment Untuk ….
1461
dalam penelitian ini yaitu metode gabungan
lembar observasi oleh 3 observer meng-
(mix methods) antara penelitian kualitatif
gunakan reliabilitas (Mardapi, 2012). Hasil
dan kuantitatif dengan desain penelitian
observasi dari setiap indikator dikategorikan
dominant-less dominant design (Creswell,
berdasarkan kriteria tingkat capaian yang
1994). Penelitian dengan menggunakan
telah ditentukan kemudian dilakukan analisis
metode gabungan ini bertujuan untuk saling
secara deskriptif.
melengkapi
gambaran
hasil
observasi HASIL DAN PEMBAHASAN
mengenai fenomena yang diteliti dan untuk memperkuat
analisis
penelitian.
Subyek Data yang didapatkan dari hasil
dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X kelas IPA 2 di suatu SMA N di Ungaran yang terdistribusi ke dalam satu kelas dengan jumlah siswa sebanyak 40 orang yang terdiri dari 14 siswa laki-laki dan 26 siswa perempuan. Teknik pengambilan subyek
penelitian
purposisve
ini
sampling
menggunakan
yaitu
mengambil
sampel pada populasi berdasarkan suatu kriteria tertentu. Teknik pengumpulan data dilakukan
dengan
cara
observasi,
wawancara, dokumentasi, dan triangulasi/ gabungan (Sugiyono, 2012). Instrumen yang
observasi berupa jumlah skor dari masingmasing
indikator
keterampilan
berpikir
tingkat tinggi. Hasil observasi menunjukkan rentang tingkat capaian kurang baik hingga baik.
Tidak
terdapat
indikator
yang
mendapatkan tingkat capaian sangat baik maupun sangat kurang baik. Hasil observasi dari 3 observer didapatkan nilai reliabilitas 0,93. Hasil tersebut menunjukkan hasil observasi
dapat
reliabilitasnya baik.
Setelah
dipakai
termasuk
kategori
dilakukan
analisis
karena sangat data
didapatkan data total skor dan kategori dari
digunakan dalam penelitian ini antara lain instrumen soal beserta rubrik penilaian, lembar observasi, angket, dan pedoman
setiap indikator keterampilan berpikir tingkat tinggi yang ditunjukkan Tabel 1.
wawancara. Siswa yang telah mempelajari materi
kimia
redoks
untuk
kelas
X,
Tabel 1. Hasil observasi jumlah skor setiap indikator HOTS
mengerjakan instrumen soal yang
Aspek HOTS
Indikator HOTS
telah melalui validasi
Mengambil Keputusan Pemecahan Masalah
Mengambil Keputusan Identifikasi masalah Analisis Mengusulkan solusi Kesimpulan Mengevaluasi Memprediksi Berpikir deduktif Berpikir induktif Berpikir kreatif
dan dengan
disesuaikan indikator
keterampilan berpikir
Berpikir Kritis
tingkat tinggi. Hasil kerja siswa dianalisis oleh 3 observer. Data
Berpikir Kreatif
yang didapat dianalisis secara kuantitatif untuk
selanjutnya
Total Skor 88 75 96 99 78 76 74 65 59 68
Tingkat Capaian Baik Kurang Baik Baik Baik Kurang Baik Kurang Baik Kurang Baik Kurang Baik Kurang Baik Kurang Baik
Hasil yang didapatkan bervariasi
dideskripsikan secara
pada setiap indikator. Tiga dari sepuluh
kualitatif. Analisis secara kuantitatif untuk
indikator yang terdapat dalam penelitian ini
1462
Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1459-1467
mendapatkan sedangkan
tingkat tujuh
capaian
baik,
indikator
lainnya
mendapatkan tingkat capaian kurang baik. Hasil tersebut menunjukkan tingkat capaian keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa masih kurang. Hasil pengamatan tersebut
Tabel 3. Hasil observasi indikator identifikasi masalah Kategori Sangat Baik Baik Kurang Baik Sangat Kurang Baik Jumlah
Total Siswa 3 4 18 15 40
dijabarkan lagi dari setiap indikatornya. Hasil Mayoritas
observasi yang didapatkan untuk indikator mengambil
keputusan
dijabarkan
pada
siswa
masih
kurang
dalam keterampilan identifikasi masalah. Hanya sedikit siswa yang masuk dalam
Tabel 2.
kategori sangat baik dan baik dibandingkan dengan jumlah siswa yang masuk dalam
Tabel 2. Hasil observasi indikator mengambil keputusan Kategori Sangat Baik Baik Kurang Baik Sangat Kurang Baik Jumlah
kategori kurang baik dan sangat kurang
Total Siswa 0 16 16 8 40
baik. Keterampilan berpikir dalam identifikasi masalah
tergolong masih kurang dalam keterampilan berpikir mengambil keputusan. Belum ada
Keterampilan berpikir mengambil keputusan pada siswa masih kurang. Keterampilan mengambil keputusan sangat diperlukan
mengingat
awal dalam pemecahan masalah. Siswa mengetahui
masalah
serta
apa
yang
mampu
menjadi
mendefinisikan
masalah tersebut sebelum dilakukan tahap selanjutnya dalam memecahkan masalah.
siswa yang mendapatkan tingkat capaian sangat baik dalam mengambil keputusan.
diperlukan
identifikasi masalah merupakan langkah
perlu Lebih dari separuh jumlah siswa
sangat
Hasil
observasi
pada
indikator
analisis dijabarkan pada Tabel 4. Hasil yang didapat
pada
indikator
analisis
sangat
bervariasi mulai dari sangat baik hingga sangat kurang baik.
terutama dalam bidang sains. Terdapat keterkaitan yang sangat erat antara berpikir ilmiah
dengan
pengambilan
keputusan,
khususnya saat menggunakan aturan logika dan
bukti
untuk
mendefinisikan
per-
masalahan. Hasil observasi yang didapatkan untuk
indikator
dijabarkan
pada
identifikasi Tabel
3.
Tabel 4. Hasil observasi indikator analisis Kategori Sangat Baik Baik Kurang Baik Sangat Kurang Baik Jumlah
masalah Hasil
yang
didapatkan sangat bervariasi mulai dari sangat baik hingga sangat kurang baik.
Total Siswa 3 18 11 8 40
Separuh dari jumlah siswa termasuk baik
dalam
keterampilan
menganalisis
masalah. Namun jumlah siswa yang masuk kategori kurang baik dan sangat kurang baik juga tidak sedikit, sehingga masih perlu adanya
pengembangan
keterampilan
Meiriza Ardiana* dan Sudarmin, Penerapan Self Assessment Untuk …. analisis
masalah.
diperlukan
sebelum
Analisis
masalah
menemukan
solusi
pengembangan
1463
keterampilan
berpikir
menyimpulkan.
untuk memecahkan suatu masalah. Hasil observasi yang didapatkan untuk
indikator
mengusulkan
solusi
dijabarkan pada Tabel 5. Hasil yang didapat untuk indikator mengusulkan solusi sangat bervariasi mulai dari sangat baik hingga kurang baik.
Kategori Sangat Baik Baik Kurang Baik Sangat Kurang Baik Jumlah
Total Siswa 0 6 26 8 40
Dua diantara empat indikator pada
Tabel 5. Hasil observasi indikator mengusulkan solusi Kategori Sangat Baik Baik Kurang Baik Sangat Kurang Baik Jumlah
Tabel 6. Hasil observasi indikator kesimpulan
aspek pemecahan masalah masih tergolong
Total Siswa 6 8 25 1 40
kurang
baik.
Upaya
peningkatan
keterampilan berpikir siswa pada aspek pemecahan masalah perlu ditingkatkan. Karena
dengan
memiliki
keterampilan
berpikir dalam memecahkan masalah maka Siswa yang masuk dalam kategori sangat baik dan baik belum mencapai separuh dari jumlah siswa. Lebih dari separuh jumlah siswa masih kurang dalam keterampilan
mengusulkan
solusi.
Hasil
tersebut menunjukkan bahwa keterampilan mengusulkan solusi pada siswa masih perlu dikembangkan lagi.
untuk indikator kesimpulan dijabarkan pada Tabel 6. Pada indikator ini didapatkan hasil siswa
Pemecahan
masalah
efektif
untuk
meningkatkan hasil belajar (Selvianti, et al., 2013) Hasil observasi yang didapatkan untuk indikator evaluasi dijabarkan pada Tabel 7. Hasil yang didapat untuk indikator evaluasi sangat bervariasi mulai dari sangat
Hasil observasi yang didapatkan
observasi
hasil belajar siswa akan menjadi lebih baik.
masih
kurang
baik hingga kurang baik. Pada indikator ini didapatkan hasil observasi pada tingkat capaian kurang baik.
dalam
keterampilan membuat kesimpulan. Tabel 6
Tabel 7. Hasil observasi indikator evaluasi
menunjukkan bahwa tidak terdapat siswa
Kategori Sangat Baik Baik Kurang Baik Sangat Kurang Baik Jumlah
yang masuk dalam kategori sangat baik dalam indikator kesimpulan. Hanya sedikit siswa yang masuk dalam kategori baik.
Total Siswa 4 1 22 13 40
Sedangkan hasil paling banyak terdapat dalam kategori kurang baik. Hasil observasi
Tabel 7 menunjukkan bahwa siswa
tersebut menjelaskan bahwa keterampilan
yang masuk dalam kategori sangat baik dan
berpikir siswa dalam indikator kesimpulan
baik hanya sedikit. Terdapat lebih dari
masih kurang. Sehingga masih perlu adanya
separuh jumlah siswa masuk dalam kategori
1464
Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1459-1467
kurang baik, dan yang termasuk dalam
Tabel 9. Hasil observasi indikator berpikir
kategori sangat kurang baik juga tidak
deduktif
sedikit. Hasil observasi pada siswa yang masih belum baik dalam dalam keterampilan berpikir mengevaluasi memerlukan adanya perhatian lebih terhadap pengembangan keterampilan berpikir tersebut.
Kategori Sangat Baik Baik Kurang Baik Sangat Kurang Baik Jumlah
Hasil observasi yang didapatkan untuk indikator prediksi dijabarkan pada Tabel 8. Pada indikator ini didapatkan hasil observasi masih kurang dalam keterampilan memprediksi.
Total Siswa 0 4 17 19 40
Tabel 9 menunjukkan bahwa tidak terdapat siswa yang masuk dalam kategori sangat baik. Hanya sedikit siswa yang masuk dalam kategori baik. Cukup banyak siswa yang masuk dalam kategori kurang baik, sedangkan siswa yang masuk dalam
Tabel 8. Hasil observasi indikator prediksi Kategori Sangat Baik Baik Kurang Baik Sangat Kurang Baik Jumlah
Total Siswa 0 5 24 11 40
kategori sangat kurang baik mencapai lebih dari separuh jumlah siswa. Hasil tersebut menunjukkan bahwa keterampilan berpikir siswa dalam berpikir deduktif masih jauh dari kategori baik. Sehingga perlu adanya perhatian lebih terhadap pengembangan
Tabel 8 menunjukkan bahwa tidak
keterampilan berpikir deduktif pada siswa.
terdapat siswa yang masuk dalam kategori sangat baik pada indikator prediksi. Jumlah siswa yang masuk dalam kategori baik hanya sedikit, dalam
kategori
sedangkan kurang
yang
baik
masuk
jumlahnya
Hasil observasi yang didapatkan untuk indikator berpikir induktif dijabarkan pada Tabel 10. Pada indikator ini didapatkan hasil
observasi
masih
kurang
dalam
keterampilan berpikir induktif.
mencapai lebih dari separuh jumlah siswa subyek penelitian, serta siswa yang masuk dalam kategori sangat kurang baik juga tidak sedikit. Hasil tersebut menunjukkan siswa masih kurang dalam keterampilan berpikir memprediksi. Hasil observasi yang didapatkan
Tabel 10. Hasil observasi indikator berpikir induktif Kategori Sangat Baik Baik Kurang Baik Sangat Kurang Baik Jumlah
Total Siswa 0 0 19 21 40
untuk indikator berpikir deduktif dijabarkan Tabel 10 menunjukkan bahwa tidak
pada Tabel 9. Pada indikator ini didapatkan hasil
observasi
masih
kurang
keterampilan berpikir deduktif.
dalam
ada siswa yang masuk dalam kategori baik maupun sangat baik. Siswa yang masuk dalam kategori kurang baik dan sangat kurang
hampir
sama.
Hasil
tersebut
menunjukkan keterampilan berpikir induktif
Meiriza Ardiana* dan Sudarmin, Penerapan Self Assessment Untuk ….
1465
siswa masih sangat kurang. Hasil pada
siswa yang masuk dalam kategori sangat
indikator berpikir induktif ini merupakan hasil
kurang baik. Hasil tersebut menjelaskan
terendah dibandingkan 9 indikator lainnya.
bahwa keterampilan berpikir kreatif pada
Sehingga
adanya
siswa masih jauh dari baik. Sehingga
keterampilan
diperlukan adanya pengembangan terhadap
berpikir induktif ini, mengingat seluruh siswa
keterampilan berpikir kreatif pada siswa.
dalam subyek penelitian ini belum ada yang
Salah
memiliki keterampilan baik dalam berpikir
kemampuan berpikir kreatif siswa yaitu
induktif.
melalui
sangat
pengembangan
diperlukan
terhadap
Empat indikator pada aspek berpikir
satu
cara
untuk
pengajuan
meningkatkan
masalah
(Siswono,
2005).
kritis mendapatkan hasil tingkat capaian
Analis
data selain
dikategorikan
kurang baik. Keterampilan berpikir kritis
pada setiap indikator juga dikategorikan
pada siswa dinilai sangat penting karena
berdasarkan aspek keterampilan berpikir
berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.
tingkat tinggi. Hasil analisis data yang
Keterampilan berpikir kritis perlu dikuasai
dikategorikan berdasarkan aspek kelompok
oleh semua orang karena dapat digunakan
ditunjukkan pada Tabel 12.
untuk melindungi diri sendiri dan orang lain untuk
pengambilan
bijaksana
dalam
keputusan
kehidupan
yang
sehari-hari.
(Liliasari, 2009) Hasil observasi yang didapatkan untuk indikator berpikir kreatif dijabarkan pada Tabel 11. Pada indikator ini didapatkan hasil
observasi
masih
kurang
dalam
Tabel 12. Jumlah skor setiap aspek Total Skor 88
Indikator Mengambil Keputusan Pemecahan Masalah Berpikir Kritis Berpikir Kreatif
Tingkat Capaian Baik
87
Baik
68,5 68
Kurang Baik Kurang Baik
keterampilan berpikir kreatif. Tabel Tabel 11. Hasil observasi indikator berpikir kreatif Kategori Sangat Baik Baik Kurang Baik Sangat Kurang Baik Jumlah
Total Siswa 0 4 20 16 40
tingkat
12
capaian
menunjukkan
bahwa
dari
aspek
empat
keterampilan berpikir tingkat tinggi tersebut belum menunjukkan hasil yang memuaskan, terdapat dua aspek yang tingkat capaiannya kurang
baik.
Untuk
aspek
mengambil
keputusan dan pemecahan masalah muncul hasil yang lebih baik daripada aspek berpikir
Tabel
11
menunjukkan
bahwa
hanya sedikit siswa yang masuk dalam kategori baik, sedangkan untuk kategori sangat baik tidak ada siswa yang mewakili. Separuh dari jumlah siswa masuk dalam kategori kurang baik, serta tidak sedikit
kritis dan berpikir kreatif. Indikator yang terdapat pada aspek berpikir kritis, yaitu evaluasi, prediksi, berpikir deduktif, dan berpikir induktif, serta aspek berpikir kreatif perlu
mendapat
perhatian
lebih
untuk
dikembangkan. Meskipun aspek pemecahan
1466
Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1459-1467
masalah mendapatkan tingkat capaian baik,
pembelajaran
di
namun untuk indikator identifikasi masalah
konvesional saja.
kelas
tidak
monoton
dan mengambil keputusan masih perlu dikembangkan lagi. Hasil
SIMPULAN
penelitian
keterampilan
berpikir tingkat tinggi pada siswa masih perlu
mendapat
perhatian
untuk
dikembangkan. Siswa yang baru tahun pertama memasuki bangku SMA dan baru mendapatkan pelajaran kimia di jenjang SMA
ini
memerlukan
dorongan
atau
bantuan dari tim pendidik atau guru untuk mengembangkan tersebut.
keterampilan
Siswa
yang
berpikir
memiliki
nilai
akademis tinggi juga memiliki skor tinggi dalam berpikir tingkat tinggi (Zohar dan Dori, 2003).
Diharapkan
dengan
dimilikinya
keterampilan tersebut oleh siswa juga akan berpengaruh
terhadap
Pengembangan tingkat
tinggi
hasil
belajar.
keterampilan
berpikir
dapat
dilakukan
dengan
pemilihan strategi pembelajaran yang tepat, seperti Quantum Learning (Prayoga, et al., 2013),
Project
Based
Learning
(Susanawati, et al., 2013), pembelajaran
Hasil observasi menunjukkan siswa termasuk dalam kategori kurang dalam keterampilan berpikir tingkat tinggi. Tujuh indikator keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa mendapatkan tingkat capaian kurang baik,
yaitu
untuk
indikator
identifikasi
masalah, kesimpulan, evaluasi, prediksi, berpikir
deduktif,
berpikir
induktif,
dan
berpikir kreatif. Tiga indikator lainnya yaitu mengambil
keputusan,
analisis,
dan
mengusulkan solusi, mendapatkan tingkat capaian baik. Respon siswa terhadap self assessment sangat positif, mereka senang dengan adanya self assessment. Kemudian respon siswa terhadap keterampilan berpikir tingkat
tinggi,
mereka
merasa
belum
memiliki keterampilan berpikir tingkat tinggi dan mengharapkan adanya pengembangan terhadap keterampilan berpikir tingkat tinggi mereka.
kooperatif (Redhana, 2003), pembelajaran inkuiri (Liliasari, 2009), dan pembelajaran berbasis proyek (Luthvitasari, et al., 2013). Siswa terhadap Mereka
memiliki
penerapan
respon self
beranggapan
DAFTAR PUSTAKA
positif
assessment.
bahwa
dengan
Cohen, J., 1971, Thinking, Chicago: Rand McNally dan Company.
adanya self assessment, mereka dapat memperkirakan
kemampuan
mereka
sehingga dapat memperbaiki cara belajar. Siswa merasa belum memiliki keterampilan berpikir
tingkat
mengharapkan
tinggi, adanya
sehingga
siswa
pengembangan
keterampilan berpikir tingkat tinggi oleh guru melalui
pembelajaran
tertentu
agar
Creswell, J.W., 1994, Research Design Qualitative dan Quantitative Approaches, United State: Sage Publications. Liliasari, 2009, Berpikir Kritis dalam Pembelajaran Sains Kimia Menuju Profesionalitas Guru, Bandung: Pascasarjana UPI.
Meiriza Ardiana* dan Sudarmin, Penerapan Self Assessment Untuk …. Luthvitasari, N., Putra, N.M.D.,dan Linuwih, S., 2013, Implementasi Pembelajaran Berbasis Proyek Pada Keterampilan Berpikir dan Kemahiran Generik Sains, Innovative Journal of Curriculum and Educational Technology, Vol 2, No 1, Hal: 159-164. Mardapi, J., 2012, Pengukuran Penilaian dan Evaluasi Pendidikan, Yogyakarta: Nuha Merdika. Mulyati, A., 2000, Strategi Belajar Mengajar Kimia, Prinsip, dan Aplikasinya Menuju Pembelajaran yang Efektif, Bandung: JICA IMSTEP UPI Bandung. Prayoga, A., Sikumbang, D., dan Marpaung, R.R.T., 2013, Pengaruh Metode Quantum Learning Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa, Jurnal Ilmu Pendidikan Unila, Vol 1, No 4, Hal: 522-534. Redhana, I.W., 2003, Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Melalui Pembelajaran Kooperatif dengan Strategi Pemecahan Masalah, Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, Vol 36, No 3, Hal: 301-313. Selvianti, Ramdani, dan Jusniar, 2013, Efektivitas Metode Pemecahan Masalah untuk Meningkatkan Hasil Belajar dan Keterampilan Generik Sains Siswa Kelas XI IPA 2 SMA Negeri 8 Makasar (Studi Pada Materi Pokok Hidrolisis Garam), Jurnal Chemica, Vol 14, No 1, Hal: 55-65. Siswono, T.Y.E., 2005, Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Melalui Pengajuan Masalah, Jurnal Pendidikan Matematika dan Sains, Vol 10, No 1, Hal: 1-9. Sugiyono, 2012, Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: Alfabeta. Sukardi, 2008, Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara. Susanawati, E., Diantoro, M., dan Yulianti, L., 2013, Pengaruh Strategi Project
1467
Based Learning dengan Thinkquest Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Fisika Siswa SMA Negeri 1 Kraksaan, Jurnal Pendidikan UPI, Vol 18, No 2, Hal: 218-231. Wardana, N., 2010, Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Masalah dan Ketahanmalangan Terhadap Kemampuan Berfikir Tingkat Tinggi dan Pemahaman Konsep Fisika, Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran, Vol 6, No 2, Hal:1625-1635. Zohar, A. dan Dori, Y.J., 2003, Higher Order Thinking Skills and Low-Achieving Students: Are They Mutually Exclusive, The Journal of The Learning Science, Vol 12, No 2, Hal:145-181.
1468
Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1468-1477
PENERAPAN MODEL ASSURE DENGAN METODE PROBLEM SOLVING UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS Widia Maya Sari* dan Endang Susiloningsih Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang Gedung D6 Lantai 2 Kampus Sekaran Gunungpati Semarang, 50229, Telp. (024)8508035 E-mail:
[email protected]
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan hasil belajar kimia antara siswa yang diberi model pembelajaran ASSURE dengan metode Problem Solving dan metode yang biasa digunakan oleh guru pengampu dan apabila ada perbedaan, hasil belajar manakah yang lebih baik diantara keduanya. Sampel diambil dengan teknik cluster random sampling, diperoleh kelas eksperimen XI IPA 1 sebanyak 30 siswa dan kelas kontrol XI IPA 2 sebanyak 30 siswa. Metode pengumpulan data yang digunakan yaitu metode dokumentasi, observasi, dan tes. Hasil penelitian menunjukkan nilai rata-rata kelas eksperimen 83,26 dan kelas kontrol 75,1. Hasil uji perbedaan dua rata-rata dua pihak menunjukkan ada perbedaan antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol. Sedangkan uji perbedaan dua ratarata menunjukkan kelas eksperimen lebih baik dari kelas kontrol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan pada hasil belajar kimia di antara siswa yang diberi model pembelajaran ASSURE dengan metode Problem Solving dengan metode yang biasa digunakan oleh guru. Hasil belajar kimia dan keterampilan berpikir kritis pada siswa yang diberi model pembelajaran ASSURE dengan metode Problem Solving terbukti lebih baik daripada hasil belajar kimia siswa yang diberi metode yang biasa digunakan oleh guru. Kata kunci: ASSURE, keterampilan berpikir kritis, problem solving.
ABSTRACT This study aims to determine whether there are differences in learning outcomes in chemistry among students by learning model ASSURE Problem Solving method and the method usually used by teachers and if there are differences, Which better learning outcomes between the two. Samples were taken at random cluster sampling technique, obtained grade XI Science 1 amounted to 30 students as an experimental class 2 and class XI science class numbered 30 students as control. Data collection method used is the documentation, observation and tests. The results showed the average value of the experimental class and control class 83.26 75.1. Test results on the average difference between the two classes, shows that there are differences between the experimental class with the control class. While the difference in the two trials showed that the average of the experimental class is better than the control class. The results showed that there are differences in the chemistry learning outcomes among students who were given learning model ASSURE Problem Solving method with the method used by the teacher. Results subjects studied chemistry and critical thinking skills in students who were given learning model ASSURE Problem Solving method proved to be better than the results of studying chemistry students who were given the method used by the teacher. Keywords: ASSURE, critical thinking skills, problem solving
PENDAHULUAN digunakan.
Kualitas
pembelajaran
yang
Keberhasilan proses pembelajaran
optimal memerlukan srategi dan metode
ditentukan oleh banyak faktor antara lain
pembelajaran yang tepat dan efektif karena
siswa, guru, sarana prasarana, kurikulum,
metode yang kurang tepat akan berdampak
model dan metode pembelajaran yang
pada siswa, diantaranya akan menimbulkan
Widia Maya Sari* dan Endang Susiloningsih, Penerapan Model Assure dengan ….
1469
rasa bosan, pelajaran yang monoton, dan
aktivitas belajar yang efektif. Hal tersebut
susah memahami materi yang disampaikan
sependapat dengan Michael, et al., yang
guru. Ketidaknyamanan siswa mengikuti
dikutip oleh Pribadi (2011) bahwa desain
pelajaran mengakibatkan siswa cenderung
pembelajaran
pasif sehingga keterampilan berpikir kritis
dikembangkan untuk menciptakan aktivitas
siswa menjadi rendah dan hasil belajarnya
pembelajaran
pun kurang maksimal.
Angela (2011) menerangkan bahwa model
Kendala dalam pembelajaran kimia adalah
metode
dilaksanakan
guru
pembelajaran yang
yang
ASSURE
yang
dirancang
efektif
dan
dan
efisien.
pembelajaran ASSURE ini merupakan suatu model
pembelajaran
yang
logis
dan
menyebabkan
sederhana. Hal ini disebabkan karena model
rendahnya aktivitas dan hasil belajar siswa
ASSURE adalah sebuah model pelajaran
dalam
Metode
yang dirancang dengan baik dimulai dengan
pembelajaran yang diterapkan oleh guru
menangkap perhatian siswa, menyatakan
sebenarnya
tujuan yang harus dipenuhi, menyajikan
pembelajaran
sudah
kimia.
baik,
tetapi
dalam
pelaksanaannya metode tersebut kurang
materi,
dikemas secara baik dan kurang bervariasi,
pembelajaran, menilai pemahaman siswa,
sehingga siswa merasa bosan dan kurang
menyediakan umpan balik dan akhirnya
tertarik mengikuti pembelajaran.
melakukan evaluasi.
Pribadi
(2011)
dalam
melibatkan
siswa
dalam
Menurut Fitriyanto, et al., (2012)
bukunya
menjelaskan bahwa model pembelajaran
metode
ASSURE memiliki kepanjangan Analyze
adalah penggunaan metode dalam kegiatan
lerner characteristics, State performance
pembelajaran dengan jalan melatih siswa
objectives, Select methods, media, and
menghadapi berbagai masalah baik itu
materials, Utilize materials, Require learner
masalah pribadi atau perorangan maupun
participation, Evaluate and revise. Dali
masalah kelompok untuk dipecahkan sendiri
(2011)
Model
atau secara bersama-sama. Tugas guru
ASSURE mempunyai asas yang sangat
dalam metode Problem Solving adalah
kukuh untuk membangunkan courseware
memberikan kasus atau masalah kepada
pembelajaran.
peserta didik untuk dipecahkan. Kegiatan
mengemukakan
bahwa
Berdasarkan
kajian-kajian
pembelajaran
peserta
panduan kepada guru dalam pengajaran
dilakukan
dan
yang
mengidentifikasi penyebab masalah; (2)
boleh
mengkaji teori untuk mengatasi masalah
mengubah persepsi pelajar terhadap proses
atau menemukan solusi; (3) memilih dan
pengajaran
menetapkan solusi yang paling tepat; (4)
terkandung
setiap
dalam
dan
ciri
ASSURE
pembelajaran
yang
dianggap membosankan. Khasanah model
ASSURE
(2012)
dalam
melalui
Problem
solving
lepas, model ini bukan sekedar memberi
pembelajaran
didik
problem
prosedur:
Solving (1)
menyusun prosedur mengatasi masalah menyatakan
merupakan
berdasarkan teori yang telah dikaji.
model
Penggunaan indikator keterampilan
pembelajaran yang menciptakan sebuah
berpikir kritis pada penelitian ini adalah
1470
Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1468-1477
indikator berpikir kritis dari Ennis (2006).
dan metode yang biasa digunakan oleh guru
Dyastuti
pengampu tersebut.
(2013)
kemampuan
berpikir
dikembangkan Creative
menyatakan
bahwa
siswa
dapat
menggunakan
Problem
Solving.
METODE PENELITIAN
model Indikator
Penelitian ini dilaksanakan di suatu
kemampuan berpikir kritis yang digunakan adalah bertanya dan menjawab pertanyaan yang membutuhkan penjelasan, melakukan deduksi,
membuat
nilai
keputusan,
memutuskan suatu tindakan (Ennis, 1996). Indikator berpikir kritis yang dipakai pada penelitian ini adalah (1) mencari jawaban yang jelas dari setiap pertanyaan, (2) mencari
alasan,
pemecahan
(3)
mencari
masalah,
alternatif
(4)
mencari
penjelasan sebanyak mungkin. Afrizo (2012) menyatakan
bahwa
metode
Problem
Solving dapat menumbuhkan keterampilan
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA tahun pelajaran 2013/2014. Sampel dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan sampling
Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah terdapat perbedaan hasil belajar kimia antara siswa yang diberi model ASSURE
dengan metode
digunakan oleh guru pengampu? Apabila terdapat perbedaan, manakah yang lebih antara
pembelajaran
siswa
yang
ASSURE
diberi
model
dengan metode
Problem Solving dan metode yang biasa digunakan oleh guru pengampu tersebut? Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui perbedaan hasil belajar kimia antara siswa yang diberi model pembelajaran ASSURE dengan
metode
Problem
Solving
dan
metode yang biasa digunakan oleh guru pengampu dan untuk mengetahui manakah yang
lebih
baik
yang
pengambilan
cluster
random
merupakan
teknik
sampel
dimana
populasi
dibagi-bagi menjadi beberapa kelompok atau cluster, kemudian kelompok yang diperlukan diambil secara acak. Dalam penelitian ini diambil dua kelas anggota populasi sebagai sampel, yaitu kelas XI IPA
model
pembelajaran
model
pembelajaran
ASSURE dengan metode Problem Solving
ASSURE
dengan
metode Problem Solving dan kelas XI IPA 2 metode yang biasa digunakan oleh guru pengampu sebagai kelas kontrol. Variabel bebas dalam penelitian ini
Problem Solving dan metode yang biasa
baik
teknik
1 sebagai kelas eksperimen menggunakan
berpikir kritis siswa.
pembelajaran
SMA di Semarang pada materi buffer.
ialah
pembelajaran
dengan
variasi
perlakuan model pembelajaran ASSURE dengan
metode
Problem
Solving
dan
metode yang biasa digunakan oleh guru pengampu. Variabel terikat dalam penelitian ini ialah hasil belajar siswa. Data hasil belajar diperoleh melalui tes tertulis di akhir proses
pembelajaran.
Variabel
kontrol
dalam penelitian ini adalah kurikulum, guru yang
sama,
materi,
dan
jumlah
jam
pelajaran yang sama. Metode dilakukan dengan
pengumpulan
data
metode dokumentasi,
metode observasi, dan metode tes. Analisis data penelitian ini menggunakan analisis
Widia Maya Sari* dan Endang Susiloningsih, Penerapan Model Assure dengan ….
1471
data tahap awal dan tahap akhir. Analisis
ASSURE dengan metode Problem Solving
data tahap awal terdiri atas uji normalitas
dan metode yang biasa digunakan oleh guru
dan uji homogenitas. Analisis data tahap
pengampu.
akhir terdiri atas uji kesamaan dua varians,
beberapa kelompok kecil dalam
uji hipotesis, dan analisis deskriptif untuk
eksperimen, sedangkan pada kelas kontrol,
data hasil belajar afekif dan psikomotorik. Uji
siswa tidak dibagi dalam kelompok.
Siswa
dibagi-bagi
menjadi kelas
hipotesis ini terdiri atas uji perbedaan dua
Pelaksanaan model pembelajaran
rata-rata dua pihak dan uji perbedaan dua
ASSURE dengan metode Problem Solving
rata-rata satu pihak kanan.
ini juga mengalami beberapa hambatan, yaitu
HASIL DAN PEMBAHASAN
pada
pembelajaran, kurang
Keadaan awal populasi penelitian diketahui dengan menggunakan analisis data tahap awal. Berdasarkan analisis tahap awal, semua anggota populasi penelitian telah
berdisribusi
normal
sehingga
memenuhi syarat dalam menentukan uji statistika
yang
digunakan
yaitu
menggunakan uji statistik parametrik. Uji homogenitas populasi diperoleh hasil bahwa
telah
homogenitas
memiliki yang
normalitas
sama,
dan
pengambilan
sampel dilakukan dengan teknik cluster random sampling (Sugiyono, 2006). Oleh karena itu kondisi awal populasi diketahui dalam keadaan yang sama. Penelitian
mengatasi
untuk
ekperimen
bertanya
atau
hambatan-hambatan
tersebut
aktif
berpartisipasi
dalam
pembelajaran
(terutama pada saat presentasi hasil diskusi kelas) karena dengan aktif menyampaikan gagasan,
pendapat,
sanggahan
maka
pertanyaan,
dapat
atau
meningkatkan
keterampilan berpikir kritis mereka. Kedua kelas diberi pembelajaran yang berbeda, pada pertemuan terakhir masing-masing kelas eksperimen diberikan posttest untuk mendapatkan data nilai hasil belajar kognitif. Data nilai posttest tersebut kemudian dilakukan uji kesamaan dua varians, uji perbedaan dua rata-rata dua
dilaksanakan
dengan
kelas sampel, yaitu kelas XI IPA 1 sebagai kelas eksperimen dengan jumlah siswa 30 dan kelas XI IPA 2 sebagai kelas kontrol dengan jumlah siswa 30. Kedua kelas kemudian diberi materi yang sama yaitu materi buffer tetapi dengan menggunakan pembelajaran
kelas
adalah guru memotivasi siswa agar siswa
pihak dan uji hipotesis.
mengambil dua kelas populasi sebagai
metode
siswa
diterapkan
berpendapat. Cara yang dilakukan untuk
populasi memiliki homogenitas yang sama. Karena
aktif
awal-awal
yang
berbeda.
Pembelajaran
kelas
eksperimen
menggunakan
model
pembelajaran
Hasil Uji Kesamaan Dua Varians Data
Post
sedangkan
Test
diperoleh
Ftabel 2,10
Fhitung 1,17
sehingga
dapat
diketahui perhitungan uji kesamaan dua varians baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol memiliki varians yang sama. Jadi,
dapat
disimpulkan
bahwa
kelas
eksperimen dan kelas kontrol mempunyai tingkat varians yang sama dengan kata lain kedua kelas homogen.
1472
Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1468-1477 Uji hipotesis dalam penelitian ini
yang diberikan pembelajaran menggunakan
menggunakan uji perbedaan dua rata-rata
metode Problem Solving rasa ingin tahunya
dua pihak dan uji perbedaan dua rata-rata
meningkat. Hal ini sependapat dengan
satu pihak kanan. Data yang digunakan
Hamdani (2011) yang menyatakan bahwa
yaitu nilai hasil belajar kognitif (posttest)
metode Problem Solving adalah suatu cara
antara kelas eksperimen dengan kelas
menyajikan pelajaran dengan medorong
kontrol. Hasil Uji Perbedaan Dua Rata-Rata
siswa untuk mencari dan memecahkan
Dua Pihak Data Post Test diperoleh t hitung
suatu
3,88 sedangkan ttabel 2,002. Jadi dapat
pencapaian tujuan pembelajaran.
masalah
atau
persoalan
untuk
disimpulkan bahwa ada perbedaan hasil
Pembelajaran yang disertai dengan
belajar antara kelas eksperimen dengan
game atau permainan menjadi daya tarik
kelas kontrol.
tersendiri
dalam
proses
pembelajaran
Uji satu pihak digunakan untuk
sehingga siswa tidak merasa bosan dan
membuktikan hipotesis yang menyatakan
jenuh. Hal ini sesuai dengan keunggulan
bahwa hasil belajar kimia kelas eksperimen
pembelajaran
lebih
Pembelajaran yang menyenangkan ini yang
baik
dibandingkan
dengan
kelas
metode
akhirnya
thitung sebesar 3,88 sedangkan ttabel sebesar
memahami materi dan dapat menyelesaikan
2,0 sehingga dapat dibuktikan bahwa hasil
berbagai jenis tipe soal. Hal ini karena
belajar
metode
eksperimen
lebih
baik
siswa
Solving.
kontrol. Hasil uji satu pihak kanan diperoleh
kelas
membuat
Problem
Problem
dapat
Solving
lebih
dapat
dibandingkan dengan kontrol. Jadi dapat
menumbuhkan keterampilan berpikir kritis
disimpulkan bahwa model pembelajaran
siswa (Afrizon, 2012).
ASSURE
dengan
Problem
memberikan
pengaruh
meningkatkan
hasil
Solving
positif
belajar
dalam
siswa
dan
keterampilan berpikir kritis.
nilai
posttest
eksperimen
dan
nilai
posttest
kelas
kontrol
telah
kelas
melampaui KKM seperti pada Tabel 1. Hal ini berarti kedua metode sama-sama dapat
Pada penelitian ini, pencapaian ratarata
Rata-rata
kimia
pada
kelas
meningkatkan hasil belajar kognitif siswa. Rata-rata nilai posttest kelas eksperimen
eksperimen yang diberi model pembelajaran
(metode
ASSURE dengan metode Problem Solving
dibandingkan nilai rata-rata posttest kelas
lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata
kontrol (metode yang biasa digunakan oleh
nilai post test kelas kontrol yang diberi
guru pengampu) dengan selisih nilai 8,16.
metode yang biasa digunakan oleh guru
Perbedaan rata-rata nilai posttest tidak
pengampu.
terlalu
menyatakan menggunaan menunjukkan
Bowen
dan
bahwa metode
Bodner
(2004)
pembelajaran Problem
peningkatan
metode
Problem
jauh ini
Solving)
karena
lebih
penerapan
sama-sama
baik
tinggi
kedua untuk
Solving
mengaktifkan siswa mencapai kompetensi
prestasi
yang ingin dicapai namun metode Problem
mahasiswa dalam mata pelajaran sintesis
Solving
membuat
siswa
lebih
aktif
organik. Hal ini disebabkan karena siswa
dibandingkan dengan metode yang biasa
Widia Maya Sari* dan Endang Susiloningsih, Penerapan Model Assure dengan …. digunakan oleh guru pengampu. Hal ini
metode
yang
sama-sama
disebabkan karena pada saat pembelajaran
diterapkan pada pembelajaran.
1473 baik
untuk
dengan metode Problem Solving siswa lebih
Hasil perhitungan uji kesamaan dua
aktif untuk berdiskusi dari pertanyaan yang
varians diperoleh data kedua kelas memiliki
diberikan guru dan bertanya mengenai
varians yang sama. Sedangkan pada uji
materi yang belum mereka pahami dari
perbedaan dua rata-rata dua pihak diperoleh
pernyataan yang diberikan guru (Ristiasari,
kesimpulan bahwa antara kelas eksperimen
2012). Selain itu metode Problem Solving
dan
juga membuat siswa lebih termotivasi untuk
perbedaan dan pada uji perbedaan rata-rata
menyelesaikan soal karena siswa merasa
satu pihak kanan dapat ditarik simpulan
penasaran
bahwa
dan
bersemangat
untuk
menemukan jawaban (Rahmawati, 2009).
kelas
kontrol,
hasil
keduanya
belajar
memiliki
kognitif
kelas
eksperimen lebih baik dari pada kelas kontrol, dengan kata lain pembelajaran
Tabel 1. Proporsi nilai hasil posttest kelas eksperimen dan kelas kontrol
dengan
menggunakan
metode
Problem
Solving memberikan hasil Kriteria
Kelas Kontrol
Kelas Eksperimen
KKM Jumlah yang tuntas jumlah yang tudak tuntas nilai maximal nilai minimal S 2 S Rata-rata
72 25 dari 30 siswa 5 dari 30 siswa 86 52 7,84 61,40 75,1
72 27 dari 30 siswa 3 dari 30 siswa 100 66 8,46 71,58 83,26
belajar kognitif yang lebih baik
dari
pada
pembelajaran
yang
diberikan
dengan
menggunakan model yang biasa
digunakan
guru
pengampu khususnya pada pokok materi buffer.
Rata-rata
Table 1 menunjukkan bahwa pada
hasil
belajar
kelas
kognitif
eksperimen maupun kelas kontrol sudah
eksperimen
mencapai batas ketuntasan minimum. Akan
sudah mencapai batas ketuntasan individu
tetapi, kelas eksperimen jumlah siswa yang
dengan KKM 72 dan 27 dari 30 siswa telah
tuntas, belajar lebih banyak dibanding kelas
mencapainya nialai KKM. Kelas kontrol
kontrol. Siswa yang tuntas pada kelas
sudah mencapai batas ketuntasan individu
eksperimen sebanyak 27. Sedangkan pada
dengan KKM 72 dan 25 dari 30 siswa telah
kelas kontrol, siswa yang tuntas sebanyak
mencapainya, namun jumlah siswa yang
25.
telah mencapai nilai KKM lebih banyak kela
posttest
eksperimen daripada kelas kontrol. Oleh
perbedaan hasil belajar kognitif pada kelas
karena itu dapat disimpulkan bahwa metode
eksperimen dan kelas kontrol. Rata-rata
Problem Solving lebih baik dari metode yang
hasil belajar kognitif kelas eksperimen lebih
biasa
pengampu
besar dari kelas kontrol yaitu masing-masing
meskipun kedua-duanya juga merupakan
sebesar 83,27 dan 75,10 dapat dilihat pada
uji
ketuntasan
menunjukkan
hasil
bahwa
digunakan
oleh
belajar kelas
guru
Selain
berdasarkan
diperoleh
Gambar 1 .
hasil
analisis yaitu
data
adanya
1474
Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1468-1477 berpikir kritis dari Ennis yang digunakan ada 4 adalah (1) mencari jawaban yang jelas dari setiap pertanyaan, (2) mencari alasan, (3) mencari alternatif pemecahan
masalah,
(4)
mencari penjelasan sebanyak mungkin
apabila
memungkinkan. Gambar 1. Hasil belajar ranah kognitif
Soal
uraian
yang dipakai pada Posttest sebanyak 10 soal.
Nilai
keterampilan
berpikir
kritis
siswa diperoleh dari hasil nilai Posttest dengan menggunakan soal uraian yang tiap soalnya telah disesuaikan dengan indikator
Perbandingan ketercapaian siswa dalam setiap aspek penilain keterampilan berpikir kritis antara kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada Gambar 2.
keterampilan berpikir kritis dari Ennis (1996). Pada penelitian ini, indikator keterampilan
Gambar 2. Perbandingan Hasil Belajar dan Keterampilan Berpikir Kritis
Gambar
bahwa
2011). Penyelesaian kasus yang kompleks
kritis
pada kelas eksperimen menuntut siswa
siswa kelas eksperimen lebih tinggi daripada
untuk dapat berpikir kritis dengan cara
kelas kontrol pada semua indikator. Hal ini
membangun
dikarenakan pada kelas eksperimen siswa
mereka lakukan melalui
studi
pustaka,
terbiasa mengerjakan kasus pada setiap
praktikum
Studi
pustaka
pertemuan. Pemberian kasus pada setiap
dilakukan oleh siswa untuk menambah
pertemuan
pembelajaran
dapat
informasi-informasi dari berbagai sumber
menumbuhkan
rasa
siswa
belajar yang berkaitan dengan kasus dari
pencapaian
2
menyatakan
keterampilan
ingin
berpikir
tahu
terhadap materi pembelajaran (Fachrurazi,
ide-ide
dan
baru
diskusi.
yang
dapat
Widia Maya Sari* dan Endang Susiloningsih, Penerapan Model Assure dengan …. setiap
pertemuan
(Sarwi
dan
Liliasari,
2009).
menggunakan
pH
1475
indikator
universal,
membuat laporan sementara. Hasil analisis Penilaian
aspek
psikomotorik
data pengamatan, menuliskan kesimpulan,
diperoleh dari hasil observasi terhadap
menuang sisa larutan kerja ke tempat yang
siswa pada saat praktikum. Ada tujuh aspek
telah
yang
alat-alat
diobservasi
disediakan,
penilaian
saat
praktikum
mengembalikan alat ketempat semula, yang
berlangsung, dengan kategori tiap aspek
masing-masing ditandai dengan kode P1,
meliputi sangat tinggi, tinggi, cukup, rendah,
P2, P3, P4, P5, P6, P7, P8, P9, P10, P11,
dan sangat rendah. Skor berturut-turut dari 5
P12 sedangkan kriteria penilaian terbagi
sampai 1.
menjadi 4 bagian yaitu sangat baik, baik,
pada
Reliabilitas
cukup dan kurang yang diwakili oleh kode A,
perhitungan menggunakan rumus intereter
B, C, D. Data selengkapnya terlihat pada
reliability pada kelas eksperimen adalah
Tabel 2.
sedangkan
diperoleh
digunakan,
dari
0,864,
yang
telah
semua
pada
psikomotorik
yang
membersihkan
pada
kelas
kontrol
diperoleh reliabilitas sebesar 0,724. Hal ini berarti analisis nilai psikomotor terhadap kedua kelas baik kelas eksperimen maupun
Tabel 2. Perbandingan Ketrcapaian Tiap Aspek dalam Penilaian Praktikum Antara Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
kelas kontrol memiliki reliabilitas yang baik
Aspek
karena mendekati nilai 1. Namun reliabiltas
A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8 A9 A10 A11 A12
kelas eksperimen lebih besar yaitu 0,864. Hal
tersebut
menunjukkan
bahwa
kemampuan siswa kelas eksperimen dalam aspek psikomotor dalam praktikum lebih baik daripada kemampuan siswa pada kelas kontrol. Perbandingan ketercapaian siswa dalam aspek penilaian psikomotor dalam praktikum antara siswa kelas eksperimen
Kelas Eksperimen A B C D 16 14 0 0 6 22 2 0 9 20 1 0 2 28 0 0 0 30 0 0 1 29 0 0 0 27 3 0 0 13 12 5 0 20 10 0 0 30 0 0 0 30 0 0 4 26 0 0
A 5 0 5 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Kelas Kontrol B C D 25 0 0 25 5 0 20 5 0 24 2 4 30 0 0 25 5 0 30 0 0 10 11 9 20 10 0 30 0 0 30 0 0 30 0 0
dan kelas kontrol dapat dilihat pada tabel 5. Ada 12 aspek yang akan diteliti yaitu aspek persiapan
alat,
persiapan
bahan,
keterampilan mengukur volume
larutan
akan dianalisis menggunakan gelas ukur, keterampilan menggunakan
melakukan skala
ukur,
pegamatan keterampilan
menuangkan zat ke dalam gelas kimia atau erlenmeyer, keterampilan mereaksikan zat yang
digunakan,
keterampilan
Penilaian aspek afektif diperoleh dari hasil observasi terhadap siswa pada saat proses pembelajaran. Ada enam aspek yang diobservasi pada penilaian afektif pada saat pembelajaran berlangsung, dengan kategori tiap aspek meliputi sangat tinggi, tinggi, cukup, rendah, dan sangat rendah. Skor berturut-turut dari 5 sampai 1.
1476
Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1468-1477 Tabel 3. Perbandingan Ketercapaian Tiap Aspek dalam Penilaian Diskusi Antara Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Kelas Eksperimen Kelas Kontrol Aspek A B C D E A B C D A1 16 14 0 0 0 5 25 0 0 A2 6 22 2 0 0 0 15 5 6 A3 9 20 1 0 0 5 20 5 0 A4 2 28 0 0 0 0 24 2 4 A5 0 30 0 0 0 0 30 0 0 A6 7 21 2 0 0 0 18 5 3
Reliabilitas
yang
diperoleh
E 0 4 0 0 0 4
SIMPULAN
dari
perhitungan menggunakan rumus intereter Berdasarkan hasil penelitian, dapat
reliability pada kelas eksperimen adalah 0,776,
sedangkan
pada
kelas
kontrol
diperoleh reliabilitas sebesar 0,701. Hal ini berarti analisis nilai afektif terhadap kedua kelas baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol memiliki reliabilitas yang baik karena mendekati nilai 1. Namun reliabiltas kelas eksperimen lebih besar yaitu 0,864. Hal tersebut menunjukkan bahwa kemampuan siswa kelas eksperimen dalam aspek afektif dalam
praktikum
lebih
baik
daripada
kemampuan siswa pada kelas kontrol. Perbandingan ketercapaian siswa
disimpulkan perbedaan
antara hasil
lain
(1)
belajar
terdapat
kimia
dan
keterampilan berpikir kritis antara siswa yang diberi model pembelajaran ASSURE dengan metode Problem Solving, (2) hasil belajar kimia dan keterampilan berpikir kritis siswa
yang diberi model pembelajaran
ASSURE dengan metode Problem Solving lebih baik daripada siswa yang diberi metode yang sering dipakai oleh guru pengampu. DAFTAR PUSTAKA
dalam aspek penilaian afektif dalam diskusi antara siswa kelas ekspperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada tabel 6. Ada 12 aspek yang akan diteliti yaitu kehadiran, partisipasi
aktif
dalam
pembelajaran,
kemampuan kerjasama dalam kelompok, kedisiplinan, kepemilikan alat atau sumber belajar, minat terhadap pembelajaran, yang masing-masing ditandai dengan kode P1, P2, P3, P4, P5, P6 sedangkan kriteria penilaian terbagi menjadi 5 bagian yaitu sangat baik, baik, cukup, kurang dan sangat kurang yang diwakili oleh kode A, B, C, D, E. Data selengkapnya terlihat pada Tabel 3.
Afrizon, R., Ratnawulan, dan Fauzi, A., 2012, Peningkatan Perilaku Berkarakter dan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Kelas IX MTsN Model Padang pada Mata Pelajaran IPA-Fisika Menggunakan Model Problem Based Instruction, Jurnal Penelitian Pembelajaran Fisika, Vol 3, No 1, Hal: 1-17. Bowen C.W. dan Bodner G.M., 2004, Problem Solving Processesused By graduate Students While Solving Tasks Inorganic Synthesis, Department of Chemistry, Purdue University, International Journal of Science Education, Vol 13, Hal: 143158.
Widia Maya Sari* dan Endang Susiloningsih, Penerapan Model Assure dengan ….
Dali, N., 2011, Rasional Ciri-Ciri Reka Bentuk Instruksional Model ASSURE dalam Penggunan Courseware Pengajaran dan Pembelajaran, Jurnal Penelitian Sultan Idris Education University, Vol 2, No 1, Hal: 1-8. Dyastuti, 2013, Pembelajaran Creative Problem Solving untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa pada Pembelajaran Fisika Kelas XI IPA 6 MAN 3 Malang, Jurnal Penelitian Pendidikan Fisika, Vol 2, No 1, Hal: 1-12. Ennis,
H., 1996, The Critical Thinking Skills, Boston: Allyn dan Bacon.
Fachrurazi, 2011, Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Dasar, Jurnal Penelitian Pendidikan, Vol 1, No 2, Hal: 76-89. Fitriyanto. F., Nurhayati. S., dan Saptorini, 2012, Penerapan Model Pembelajaran Problem Solving Pada Materi Larutan Penyangga Dan Hidrolisis, Chemistry In Education, Vol 1, No 1, Hal: 1-5 Hamdani, 2011, Strategi Belajar Mengajar, Bandung: Pustaka Setia. Khasanah, D.I.N., 2012, Penerapan Desain Sistem Pembelajaran ASSURE untuk Meningkatkan Hasil Belajar Memukul Bola dalam Permainan Kasti pada Siswa Kelas IV SD Negeri Purworejo Kecamatan Banjarsari Surakarta Tahun Pelajaran 2011/2012, Jurnal Mahasiswa Pendidikan Jasmani Kesehatan Dan Rekreasi, Vol 1, No 1, Hal: 1-17.
1477
Megaw, A.E., 2001, Deconstructing the Heinich, Molenda, Russella, and Smaldino Instructional Design Model, Georgia, University of Gergia. Mulyatiningsih, E., 2011, Metode Penelitian Terapan Bidang Pendidikan, Bandung: Alfabeta. Pribadi, B., 2011, Model ASSURE Untuk Mendesain Pembelajaran Sukses, Jakarta: Dian Rakyat. Rahmawati, D., 2009, Kompetensi berpikir Kritis Dan Kreatif Dalam Pemecahan Masalah Matematika di SMP Negeri 2 Malang, Jurnal Pendidikan Matematika, Vol 1, No 2, Hal: 1-8 Ristiasari, T., Priyono, B., dan Sukaesih, S., 20012, Model Pembelajaran Problem Solving Dengan Mind Mapping Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa, Unnes Journal of Biology Education, Vol 1, No 3, Hal: 1-8. Sarwi
dan Liliasari, 2009, Penerapan Strategi Kooperatif dan Pemecahan Masalah pada Konsep Gelombang pntuk Mengembangkan Keterampilan Berfikir Kritis, Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia, Vol 5, No 2, Hal: 90-95
Sugiyono, 2006, Statistika untuk Penelitian, Bandung: Alfabeta.
1478
Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1478-1486
KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE CIRC DENGAN PENILAIAN PRODUK BERBASIS CHEMO-ENTREPRENEURSHIP Siti Munawaroh* dan Subiyanto Hadi Saputro Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang Gedung D6 Lantai 2 Kampus Sekaran Gunungpati Semarang, 50229, Telp. (024)8508035 E-mail:
[email protected]
ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah model pembelajaran kooperatif tipe CIRC dengan evaluasi pada produk berbasis Chemo-Entrepreneurship pada materi sistem koloid dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik dan apakah model tersebut efektif diterapkan. Populasi penelitian ini adalah kelas XI IPA suatu sekolah menengah atas di Magelang tahun ajaran 2013/2014. Sampel pada penelitian ini adalah kelas XI IPA 1 sebagai kelas eksperimen dan kelas XI IPA 2 sebagai kelas kontrol, teknik sampling dilakukan dengan subjek sampel. Rata-rata hasil belajar pada kelas eksperimen 79,28 dan kelas kontrol sebesar 71,10. Uji ketuntasan belajar menunjukan bahwa kelas eksperimen telah mencapai ketuntasan belajar (baik individual maupun klasikal) sedangkan kelas kontrol belum mencapai ketuntasan klasikal. Hasil dari uji perbedaan rata-rata pada dua kelas menunjukan adanya perbedaan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Nilai t-hitung hasil posttest menunjukan 3,948 sementara pada t-kritis 1,998. Uji pada perbedaan rata-rata dua kelas menunjukan terdapat perbedaan rata-rata antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Uji perbedaan rata-rata satu pihak (pihak kanan) menunjukan bahwa nilai t-hitung adalah 3,95, sementara t-kritis adalah 1,998 sehingga bisa disimpulkan bahwa hasil belajar peserta didik kelas eksperimen lebih baik dibandingkan kelas kontrol. Kata kunci: chemo-enterpreneurship, pembelajaran kooperatif tipe CIRC, penilaian produk
ABSTRACT The purpose of this study was to determine whether the type of cooperative learning model CIRC with the evaluation based products Chemo-Entrepreneurship on the material colloidal systems can improve student learning outcomes and whether the model is effectively applied. The study population was a class XI IPA a high school in Magelang academic year 2013/2014. Samples in this research is class XI IPA 1 as an experimental class and class XI IPA 2 as the control class, sampling techniques performed with the subject sample. The average learning outcomes in experimental class and control class 79.28 for 71.10. Test completeness study showed that the experimental class have achieved mastery learning (either individually or classical) while the control group had not reached the classical completeness. Results of the test the average difference in the two classes shows the difference between the experimental class and control class. Value t-test results showed 3.948 posttest while on tcritical 1,998. Test on the difference in average there are two classes showed an average difference between the experimental class and control class. Test average difference one side (right side) shows that the value of t-test was 3.95, while the t-critical was 1,998 so it can be concluded that the results of the experimental class students learn better than the control class. Keywords: chemo-entrepreneurship, cooperative learning CIRC, product assessment
PENDAHULUAN
materi sistem koloid ini harus benar-benar
Sistem koloid merupakan salah satu
dikuasai siswa, karena materinya dalam
materi yang harus dikuasai siswa kelas XI
bentuk bacaan dan hafalan sering kali guru
IPA pada semester genap. Oleh karena itu
menganggap bahwa materi sistem koloid ini
Siti Munawaroh* dan Subiyanto Hadi Saputro, Keefektifan Model Pembelajaran ….
1479
bisa dipelajari dengan mandiri oleh siswa,
Pembelajaran kooperatif mempunyai banyak
sementara dari sudut pandang siswa, kimia
tipe salah satunya yaitu CIRC (Cooperative
merupakan mata pelajaran yang rumit.
Integrated Reading and Composition) .
Guru,
kurikulum,
dan
Model pembelajaran CIRC efektif
atau
model
dapat meningkatkan keterampilan membaca
yang
mem-
dan menulis (Durukan, 2011). Diharapkan
pengaruhi hasil belajar siswa (Sutikno, et al.,
dengan implementasi model ini juga dapat
2010).
utama
meningkatkan hasil belajar pada materi
menentukan apakah siswa akan berminat
sistem koloid. Menurut Sasongko (2013)
dan termotivasi untuk belajar adalah faktor
CIRC terdiri dari tiga unsur penting yaitu
dari guru sendiri (Aritonang, 2008). Guru
kegiatan dasar terkait, pengajaran langsung,
sebagai
mampu
pemahaman bacaan, seni berbahasa serta
merancang, metode, model dan pendekatan
menulis terpadu. Model CIRC menuntut para
pembelajaran
siswa bekerja dalam tim-tim yang heterogen.
prasarana
siswa,
serta
pengajaran
strategi
adalah
Faktor
sarana
faktor
yang
fasilitator
paling
guru
sehingga
harus
siswa
bisa
termotivasi untuk belajar.
Salah satu aspek penting dalam kegiatan
Dari sudut pandang guru, siswa
pembelajaran adalah penilaian, jenis tehnik
mampu mempelajari materi koloid ini secara
penilaian
yang
mandiri sehingga pada praktek pembe-
satunya adalah penilaian produk. Suwandi
lajaran materi sistem koloid ini menerapkan
(2011) membagi pembuatan produk dalam
belajar mandiri dan hanya mengulas sekilas
tiga tahap dan pada setiap tahap tersebut
materi sistem koloid ini, akibatnya hasil
dilakukan penilaian, meliputi tahap per-
belajar siswa pada materi sistem koloid tidak
siapan, tahap pembuatan produk (proses)
memuaskan (Fajri et al., 2012). Hal serupa
dan tahap penilaian produk (appraisal). Konsep
terjadi di suatu sekolah menengah atas di
entrepreneurship
materi sistem
pendekatan
belum
ada
yang
diterapkan
pendekatan
Magelang, bahwa hasil belajar siswa pada koloid
bisa
(CEP)
salah
chemo-
adalah
pembelajaran
suatu
kimia
yang
mencapai nilai KKM yaitu 75. Nilai maksimal
dikaitkan dengan obyek nyata sehingga
yang diperoleh siswa 73 sementara nilai
memungkinkan siswa dapat mempelajari
minimal 33.
proses pengolahan suatu bahan menjadi
Pembelajaran kooperatif berbasis
produk yang bermanfaat, bernilai ekonomi
kontekstual learning bisa dijadikan alternatif
dan menumbuhkan semangat berwirausaha
yang dilakukan oleh guru untuk mendong-
(Supartono, et al., 2006).
krak hasil belajar siswa (Nurhayati, et al.,
Permasalahan yang dihadapi dalam
2013). Salah satu alternatif yang bisa dicoba
penelitian
adalah
pembelajaran kooperatif tipe CIRC dengan
model
pembelajaran
kooperatif.
Pembelajaran kooperatif merupakan strategi
penilaian
belajar dengan sejumlah siswa sebagai
digunakan
anggota
koloid
kelompok
kecil
yang
tingkat
kemampuannya heterogen (Rasyid, 2012).
belajar
ini
adalah
produk
berbasis
dalam
serta siswa.
apakah
dapat
model
CEP
pembelajaran
efektif sistem
meningkatkan
Sedangkan
tujuan
hasil dari
1480
Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1478-1486
penelitian ini adalah untuk mengetahui
kooperatif
apakah model pembelajaran kooperatif tipe
produk
CIRC dengan penilaian produk berbasis
eksperimen, melaksanakan tes hasil belajar
CEP efektif digunakan dalam pembelajaran
pada kelas eksperimen dan kelas kontrol,
materi sistem koloid dan untuk mengetahui
menganalisis data hasil belajar dan yang
apakah model ini dapat meningkatkan hasil
terakhir menyusun hasil penelitian.
belajar peserta didik pada materi sistem koloid.
tipe
CIRC
berbasis
dengan
CEP
penilaian
pada
kelas
Metode pengumpulan data dilakukan dengan metode tes, metode dokumentasi, lembar
METODE PENELITIAN
eksperimen.
digunakan
dalam
pretest-posttest
Desain
penelitian group
dan
lembar
angket.
Metode tes digunakan untuk mengetahui
Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian
observasi
yang
ini
adalah
design,
yakni
penelitian dengan melihat perbedaan pretest dan posttest antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Desain penelitian disajikan
hasil belajar ranah kognitif. Adapun bentuk soal tes yang digunakan adalah pilihan ganda sebanyak 30 butir soal yang telah disusun sesuai dengan indikator, soal tes yang digunakan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah sama. Lembar observasi digunakan untuk mengetahui hasil belajar
pada Tabel 1:
ranah
afektif
dan
psikomotor,
sedangkan lembar angket digunakan untuk Tabel 1. Desain Penelitian Pretest-Posttest Group Design Kelas I II
Pretest T1 T1
Posttest T2 T2
Perlakuan A B
mengetahui
kedua
ujian
kelas
akhir
tersebut
mengetahui
semester
penilaian produk berbasis CEP.
diuji
gasal
kondisi
awal
serta
menggunakan statistik parametrik atau non parametrik, kemudian dilanjutkan menyusun kisi-kisi tes, menyusun instrument tes uji coba berdasarkan kisi-kisi, uji coba soal instrument tes setelah itu hasil uji coba dianalisis data hasil ujicoba yang meliputi validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya beda soal, kemudian menentukan soal-soal yang sesuai kriteria, menyusun pelaksanaan
Hasil
normalitas,
menentukan teknik analisis data apakah
rencana
terhadap
HASIL DAN PEMBAHASAN
homogenitas dan perbedaan dua rata-rata untuk
siswa
pembelajaran kooperatif tipe CIRC dengan
(Sugiyono, 2010 ). Nilai
respon
pembelajaran
kooperatif
penelitian
tipe
CIRC
pembelajaran
dengan
penilaian
produk berbasis CEP pada materi sistem koloid meliputi tiga ranah yakni hasil belajar ranah kognitif, hasil belajar ranah afektif serta
hasil
belajar
ranah
psikomotorik.
Pembelajaran kooperatif tipe CIRC dengan penlaian produk berbasis CEP dikatakan efektif bila hasil belajar kognitif siswa telah mencapai
ketuntasan
individual
dan
ketuntasan klasikal tercapai. Hasil uji ketuntasan belajar menunjukan siswa kelas eksperimen telah mencapai ketuntasan belajar baik secara
Siti Munawaroh* dan Subiyanto Hadi Saputro, Keefektifan Model Pembelajaran …. individual KKM
maupun
(75).
klasikal
Keefektifan
berdasarkan pembelajaran
1481
eksperimen dan kelas kontrol, perbedaan peningkatan
hasil
belajar
ini
didukung
diperoleh jika ketuntasan klasikal telah
dengan adanya data N-Gain, untuk kelas
mencapai 85%. Hasil analisis ketuntasan
eksperimen penerapan model pembelajaran
belajar diketahui hasil belajar siswa kelas
CIRC
eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas
peningkatan hasil belajar dengan model
kontrol. Hasil tersebut menunjukan bahwa
CIRC dengan Penilaian Produk berbasis
pembelajaran kooperatif tipe CIRC dengan
CEP
penilaian
produk
berbasis
digunakan
pada
materi
Perbedaan
rata-rata
hasil
dengan
lebih
Jelas
besar
terlihat
bahwa
dibandingkan
Model
CEP
efektif
Konvensional. Selanjutnya untuk melihat
sistem
koloid.
besarnya pengaruh dan kontribusi kegiatan
belajar
dan
pembelajaran maka dilakukan uji koeefisien
peningkatan hasil belajar ditunjukan pada
korelasi dan uji koefisien determinasi. Hasil
Gambar 1.
uji koefisien korelasi diperoleh rb sebesar 0,48 sehingga besarnya KD adalah
23,04%,
besarnya
pengaruh model pembelajaran CIRC dengan penilaian produk berbasis CEP adalah sedang. Hasil serupa ditunjukan oleh penelitian yang dilakukan oleh (Fadilah, et al., Gambar 1. Perbandingan hasil belajar pretest-posttest, dan n-gain antara kelas eksperimen dan kelas kontrol.
2012)
pembelajaran
kooperatif tipe CIRC dengan penggunaan Chemdiary
book
memberikan
kontribusi
sebesar 27,085% pada pembelajaran kimia
Gambar 1 memperlihatkan perban-
materi sistem koloid. Model pembelajaran
dingan hasil belajar kelas eksperimen dan
CIRC efektif digunakan dalam pengajaran
kontrol baik hasil belajar pretest, posttes,
materi dalam bentuk bacaan (Setyaningrum,
maupun N-Gain. Perbedaan sangat jelas
et al., 2012) model ini cocok diterapkah
bila membandingkan antara hasil pretest
untuk materi yang berupa bacaan dan
dan posttes kelas eksperimen, hasil pretest
hafalan seperti materi sistem koloid.
menunjukan bahwa rata-rata hasil belajar
Hasil belajar afektif diperoleh dari
kelas eksperimen dan kelas kontrol uji
lembar
perbedaan rata-rata tidak ada perbedaan
terhadap sikap siswa selama berlangsung-
antara
setelah
nya proses pembelajaran. Lembar observasi
diterapkan model pembelajaran kooperatif
disertai dengan rubrik penskoran dengan
tipe CIRC dengan penilaian produk berbasis
rentang 1 sampai dengan 4, pengamatan
CEP hasil posttest menunjukan adanya
dilakukan oleh dua observer. Data hasil
perbedaan
belajar afektif dianalisis secara deskriptif
keduanya,
rata-rata
kemudian
antara
kelas
observasi
melalui
pengamatan
1482
Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1478-1486
hasil rata-rata nilai setiap afektif pada kelas
memperluas pengetahuan siswa melainkan
eksperimen dan kontrol disajikan pada
juga meningkatkan keterampilan sosial dan
Gambar 2.
rasa empati terhadap sesama siswa. Selain kedua aspek tersebut se-cara deskriptif aspek
lainnya
menunjukkan
tidak
perbeda-an
namun bila dilihat secara kuantitatif kelas eksperimen masih
lebih
unggul
dibandingkan dengan kelas kontrol. Kegiatan pembelajaran kooperatif juga dapat meningkatkan aktivitas siswa Gambar 2. Perbandingan rata-rata hasil belajar afektif kelas eksperimen dan kelas kontrol
karena
dalam
pembelajaran ini siswa dituntut untuk aktif dan bekerjasama dengan anggota kelompok supaya tujuan pembelajaran bisa tercapai.
Gambar 2 memperlihatkan rata-rata nilai tiap aspek pada kelas eksperimen relatif sama dengan kelas kontrol, tetapi pada
beberapa
aspek
rata-rata
kelas
eksperimen lebih tinggi diandingkan kelas kontrol
secara
perbedaan
deskriptif
yang
terlihat
tidak antara
ada kelas
eksperimen dan kelas kontrol kecuali pada dua aspek yang pertama yaitu kehadiran dan kerjasama. Pada aspek kehadiran kelas eksperimen lebih unggul, karena siswa lebih tertarik belajar materi sistem koloid dengan model
kooperatif
tipe
CIRC
dengan
penilaian produk berbasis CEP sedangkan pada aspek kerjasama kelas eksperimen lebih unggul karena pada kegiatan pembelajaran materi koloid selalu diterapkan model kooperatif sehingga siswa kelas eksperimen lebih terbiasa untuk bekerjasama secara kelompok, sesuai dengan pendapat Muijs dan David (2008) model pembelajaran
kooperatif
tidak
hanya
Selain hasil belajar kognitif dan afektif dalam penelitian ini juga melihat data hasil belajar psikomotorik, ranah psikomotorik dilihat saat pelaksanaan praktikum, praktikum yang dilakukan adalah untuk mengetahu
sifat-sifat
koloid
dan
cara
pembuatan koloid, kegiatan praktikum ini dilakukan
kelas
eksperimen
dan
kelas
kontrol dengan panduan praktikum yang sama hal ini dilakukan untuk menghindari kesenjangan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Penilaian ranah psikomotorik dilakukan dengan lembar observasi dengan rubrik
penskoran,
rentang
skor
dalam
lembar psikomotorik 1 sampai dengan 4. Pengamatan dilakukan oleh dua orang observer. Aspek penilaian meliputi delapan aspek
yaitu:
kemampuan
siswa
dalam
memimpin kelompok, dinamika kelompok, persipan alat, keterampilan menggunakan alat, kebersihan tempat, ketertiban dan ketepatan
waktu,
hasil
praktikum
dan
Siti Munawaroh* dan Subiyanto Hadi Saputro, Keefektifan Model Pembelajaran ….
1483
pelaporan. Hasil analisis rerata nilai setiap
Sukiastini, et al., (2013) pembelajaran model
aspek disajikan pada Gambar 3.
kooperatif tipe CIRC tidak hanya mementingkan
aktivitas
secara
individu
tetapi
juga
berkontribusi terhadap anggota kelompok
sehingga
dapat
mengoptimalkan kelompok.
kerja
Selain
praktikum
pengamatan sifat-sifat koloid kelas
eksperimen
melakukan Gambar 3. Perbandingan rata-rata nilai setiap aspek psikomotorik kelas eksperimen dan kelas kontrol Penilaian kegiatan praktikum meliputi
praktikum
pembuatan produk
yang
dibuat
juga
produk
adapun
selanjutnya
dinilai
dengan rubrik penilaian produk, jenis produk yang
dibuat
disamakan
yaitu
berupa
keterampilan menggunakan alat, keteram-
makanan, tujuan dari pembatasan produk
pilan mengamati, dan ketepatan waktu
adalah
dalam menyelesaikan praktikum. Rata-rata
sehingga rubrik yang digunakan juga sama.
nilai aspek keterampilan menggunakan alat
Selain itu, produk yang dibuat juga harus
untuk kelas eksperimen lebih baik di-
bernilai
bandingkan
dan
ini
pendekatan chemo-entrepreneurship. Pem-
dikarenakan
sebelum
dimulai
belajaran kimia yang unggul adalah suatu
untuk kelas eksperimen diberikan kesem-
pembelajaran yang tidak membosankan,
0patan untuk mendiskusikan LKS praktikum
meningkatkan
terlebih dahulu, analisis secara deskriptif
entrepreneur (Sumarni, 2009).
kelas
kontrol
hal
praktikum
untuk
jual,
mempermudah
sesuai
motivasi
penilaian
dengan
dan
konsep
dan
jiwa
kedua kelas berada di tingkatan yang sama
Hasil analisis angket ini digunakan
pada seluruh aspek hal ini dikarenakan
sebagai evaluasi terhadap penelitian yang
kedua
panduan
telah dilakukan. Angket memiliki tingkatan
praktikum yang sama, namun bila dilihat
respon mulai dari sangat setuju, setuju, tidak
secara
ranah
setuju, dan sangat tidak setuju. Hasil angket
psikomotor kelas eksperimen lebih baik dari
tanggapan siswa terhadap pembelajaran
kelas kontrol. Sesuai dengan hasil penelitian
disajikan pada Gambar 4.
kelas
menggunakan
kuantitatif
hasil
belajar
1484
Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1478-1486
Gambar 4. Hasil angket tanggapan siswa
Hasil analisis data angket tanggapan
siswa
menunjukkan
belajar karena siswa dituntut menghasilkan
bahwa
produk yang bernilai jual pada pembelajaran
penerapan model CIRC dengan penilaian
materi sitem koloid. Selain itu, aktivitas
produk
untuk
siswa juga meningkat, siswa lebih aktif
meningkatkan hasil belajar kognitif serta
bertanya dan berpendapat dalam kegiatan
siswa memberi respon positif terhadap
diskusi
pelaksanaan pembelajaran. Hal ini didukung
kerjasama antar siswa. Sebanyak 30 siswa
oleh respon siswa sebanyak 18 siswa
dari total 32 siswa tertarik dengan kegiatan
menyatakan sangat setuju dan 12 lainnya
pembuatan produk berbasis CEP, karena
menyatakan setuju jadi 30 siswa menyukai
selain meningkatkan pemahaman materi
model pembelajaran yang diterapkan. Hasil
juga
penyebaran angket, siswa memilih sangat
siswa.
berbasis
CEP
baik
kelompok
dapat
serta
meningkatkan
meningkatkan
keterampilan
setuju dan setuju terhadap pernyataan bahwa
siswa
merasa
terbantu
dalam SIMPULAN
memahami materi koloid dengan adanya penerapan model kooperatif tipe CIRC
Berdasarkan
dengan penilaian produk berbasis CEP. Penilaian
produk
berbasis
CEP
juga
membuat siswa lebih termotivasi dalam
dapat
disimpulkan
hasil
analisis
bahwa
data model
pembelajaran kooperatif tipe CIRC dengan
Siti Munawaroh* dan Subiyanto Hadi Saputro, Keefektifan Model Pembelajaran …. penilaian
produk
berbasis
CEP
efektif
digunakan pada pembelajaran sitem koloid dan dapat meningkatkan hasil belajar siswa sebesar 68%.
DAFTAR PUSTAKA
Aritonang, K.T., 2008, Minat dan Motivasi dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa, Jurnal Pendidikan Penabur, Vol 10, No 7, Hal: 11-21. Durukan, E., 2011, Effects of Cooperative Integrated Reading And Composition (CIRC) Technique on Reading-Writingskills, Educational Research and Reviews, Vol 6, No 1, Hal: 102-109. Fadilah, A., Nurwachid, B.S., dan Kusoro, S., 2010, Pembelajaran Cooperative Integrated Reading And Composition Didukung Penggunaan Chemdiary Book, Chemistry in Education, Vol 2, No 1, Hal: 68-73. Fajri, L., Kus, S.M dan Agung, N.C.S., 2012, Upaya Peningkatan Hasil Belajar dan Proses Belajar Koloid melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Team Games Tournament) Dilengkapi dengan Teka-Teki Silang Bagi Siswa Kelas XI IPA 4 SMA N 2 Boyolali pada Semester Genap Tahun Ajaran 2011/2012, Jurnal Pendidikan Kimia (JPK),Vol 1, No 1, Hal: 89-96. Muijs,D. dan David, R., 2008, Effective Teaching Teori dan Aplikasi (Terjemahan Soetjipto, H.P dan Soetjipto. S.M.), Yogyakarta: Pustaka Belajar. Nurhayati, D., Subiyanti H.S dan S. Mantini, R.S., 2013, Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Berbasis Contextual Teaching And Learning, Chemistry in Education, Vol 2, No 1, Hal: 2-6.
1485
Rasyid, A., 2012, Pembelajaran Kooperatif Dengan Tipe TGT dengan Menggunakan Media Kartu Kerja terhadap Hasil Belajar Siswa pada Materi Pokok Ikatan Kimia di Kelas X SMA N 2 Binjai Tahun Pelajaran 2011/2012, Skripsi, Medan: FMIPA Universitas Negeri Medan. Sasongko, A., 2013, Eksperimentasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe CIRC (Cooperative Integrated Reading and composition) dengan Alat Peraga Materi Peluang pada Kelas XI SMK Wongsorejo Gembong Tahun 2011/2012, EkuivalenPendidikan Matematika, Vol 1, No 1, Hal: 08-14. Setyaningrum, R.R., Moch, C., dan Mashuri, 2012, Keefektifan Model Pembelajaran CIRC dan NHT dengan Pemodelan Matematika dalam Menyelesaikan Soal Cerita Kelas VIII, Unnes Journal Mathematic Education, Vol 1, No 2, Hal: 37-42. Sugiyono, 2010, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, Bandung: Penerbit Alfabeta. Sukiastini, I.G.A.N.K, Sadia I.W., dan Suastra I.W., 2013, Pengaruh Model Pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah dan Berpikir Kreatif, Jurnal Penelitian Pasca Undiksha, Vol 3, No 1, Hal: 1-11. Sumarni, W., 2009, Peningkatan Efektivitas Perkuliahan Kimia Dasar Melalui Pembelajaran Perorientasi Entrepreneurship (CEP) Menggunakan Media Chemoedutaintment (CET), Lembaran Ilmu Pendidikan, Vol 38, No 1, Hal: 53-58. Supartono, Nanik, W., dan Anita, H.S., 2009, Kajian Prestasi Belajar Siswa SMA dengan Pendekatan Student Team Achievment Divisions melalui Pendekatan ChemoEntrepreneurship, Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 3, No 1, Hal: 337-344.
1486
Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1478-1486
Sutikno, Susilo, dan Purwantoko, R.A., 2010, Keefektifan Pembelajaran Menggunakan Media Puzzle Terhadap Pemahaman IPA Pokok Bahasan Kalor Pada Siswa SMP, Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia, Vol 1, No 6, Hal:123-127. Suwandi, S., 2011, Model-model Assessmen dalam Pembelajaran, Surakarta: Yuma Pustaka.
Yan Sandi Nurfitrasari * dan Woro Sumarni, Pengembangan Media Smile-Flash ….
1487
PENGEMBANGAN MEDIA SMILE-FLASH BERPENDEKATAN CHEMO-EDUTAINMENT PADA MATERI KELARUTAN DAN HASIL KALI KELARUTAN Yan Sandi Nurfitrasari * dan Woro Sumarni Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang Gedung D6 Lantai 2 Kampus Sekaran Gunungpati Semarang, 50229, Telp. (024)8508035 E-mail :
[email protected]
ABSTRAK Media smile-flash merupakan media yang di dalamnya terdapat unsur simulasi, materi, dan lagu. Dengan menyisipkan lagu dalam pembelajaran, proses pembelajaran akan lebih menyenangkan sehingga diharapkan dapat meningkatkan pemahaman siswa. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui pengaruh penggunaan media tersebut pada peningkatan pemahaman konsep, dan (2) mengetahui respon siswa terhadap menggunakan media tersebut dalam pembelajaran. Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan (R&D) dengan subjek penelitan adalah siswa kelas XI IPA di sebuah sekolah di Magelang. Objek penelitian adalah media smile-flash dengan pendekatan chemo-edutainment pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan. Tahap pengembangan media smile-flash dengan pendekatan chemo-edutainment dilakukan dengan: (1) pendefinisian, (2) perancangan, dan (3) pengembangan. Instrumen penelitian berupa angket validasi, angket respon siswa dan soal-soal peningkatan pemahaman konsep. Media dinyatakan layak ditinjau dari aspek materi, media, dan bahasa dengan persentase rata-rata sebesar 82,5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) penggunaan media berpengaruh positif terhadap pemahaman konsep siswa, terbukti thitung (12,24) lebih besar dari tkritis (2,05) dan (2) pembelajaran menggunakan media smile-flash dengan pendekatan chemo-edutainment mendapatkan respon positif dari siswa. Kata kunci: chemo-edutainment, kelarutan dan hasil kali kelarutan, smile-flash
ABSTRACT Smile-flash media is a medium in which there is an element of simulation, material, and songs. By inserting song learning, the learning process will be more fun that is expected to increase students' understanding. This study aims to (1) know the influence of the media on an improved understanding of the concept, and (2) determine the response of students to use the media in learning. This study is a research & development (R & D) with a research subject is class XI IPA at a school in Magelang. The object of research is a medium-flash smile with chemo-edutainment approach to the material solubility and solubility product. Media development stage smile-flash with chemo-edutainment approach is done by: (1) definition, (2) the design, and (3) development. The research instrument is a validation questionnaire, student questionnaire responses and the questions increase understanding of the concept. Media declared eligible in terms of material aspects, media, and languages with an average percentage of 82.5%. The results showed that (1) the use of media a positive effect on students' understanding of concepts, proven tcount (12.24) is greater than the tcritic (2,05) and (2) learning to use media-flash smile with chemo-edutainment approach to get a positive response from students. Keywords: chemo-edutainment, solubility and solubility product, smile-flash PENDAHULUAN Seiring
berkembangnya
sehingga arus
globalisasi, upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia semakin bertambah
menuntut
adanya
perbaikan
sistem pendidikan. Rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia mendorong pemerintah untuk melakukan perbaikan di segala aspek.
1488
Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1487-1495
Semua pihak yang bersangkutan seperti
kembali materi-materi yang telah didapatkan
objek,
pada proses pembelajaran.
subjek,
dan
fasilitator
memiliki
peranan penting dalam perbaikan kualitas pendidikan.
Seorang
hanya
hasil kali kelarutan merupakan konsep yang
dituntut untuk menguasai materi dalam
sulit karena mensyaratkan beberapa konsep
kurikulum saja, tetapi juga harus memiliki
seperti kesetimbangan kimia dan fisika,
kemampuan dalam mengelola pembelajaran
hukum Le Chatelier, kimia larutan, dan
yang
persamaan kimia (Onder, 2006).Banyak
menarik,
guru
tidak
Konsep dalam materi kelarutan dan
kreatif,
inovatif,
dan
menyenangkan bagi siswa.
siswa yang merasa bingung dan sulit
Sebagai fasilitator, guru berperan
mendalami materi yang diberikan guru,
dalam memberikan pelayanan untuk memu-
meskipun
siswa
dapat
dahkan siswa dalam proses pembelajaran
berbagai
macam
solal
(Senjaya, 2008). Salah satu komponen
kelarutan dan hasil kali kelarutan, tidak
penting dalam proses pembelajaran adalah
menjamin siswa tersebut dapat memahami
media. Kurangnya media menjadi salah satu
konsep-konsep yang ada (Raviolo, 2001).
dampak dari proses pembelajaran yang
Akibatnya siswa cenderung malas untuk
berpusat pada guru, sehingga siswa tidak
mencari informasi dari berbagai sumber
memiliki budaya untuk
belajar mandiri.
referensi. Untuk itu dibutuhkan sebuah
dituntut kreativitasnya
media yang dapat membantu siswa dalam
untuk membuat media pembelajaran yang
memahami konsep kelarutan dan hasil kali
inovatif
kelarutan.
Seorang pendidik
dan
kebutuhan
menarik
siswa.
sesuai
Selain
itu
dengan
Media
media
smile-flash
menyelesaikan hitungan
pada
merupakan
pembelajaran harus dipilih secara tepat
media yang di dalamnya terdapat unsur
sesuai dengan tujuan pembelajaran agar
simulasi, materi, dan lagu. Dengan menyi-
proses belajar mengajar dapat berjalan lebih
sipkan lagu dalam pembelajaran, proses
efektif sehingga dapat membantu siswa
pembelajaran akan lebih menyenangkan.
dalam memahami materi pada pembelajaran
Seorang pendengar akan mengingat musik
(Miarso, 2007).
dan lagu yang disukainya. (Stalinski dan
Pemahaman materi diartikan bukan
Schellenberg, 2013). Dengan kata lain,
hanya mengetahui yang sifatnya, mengingat
musik akan membantu seseorang untuk
saja, tetapi juga mampu mengungkapkan
mengingat. Siswa akan lebih memahami
kembali dalam bentuk lain atau kata-katanya
materi yang diberikan dengan menyisipkan
sendiri. Seseorang dikatakan menguasai
simulasi visual dan musik. Animasi dan
konsep apabila dapat memahami makna
simulasi akan lebih membantu siswa dalam
secara
memahami bentuk molekul dalam kimia.
ilmiah
baik
teori
maupun
penerapannya dalam kehidupan sehari-hari
Media
(Dahar, 2003). Dengan memahami konsep,
aplikasi macromedia flash pro 8. Media
siswa
smile-flash
diharapkan
dapat
menyampaikan
smile-flash
dibuat
menggunakan
digunakan sebagai perantara
atau pengantar pesan dari guru kepada
Yan Sandi Nurfitrasari * dan Woro Sumarni, Pengembangan Media Smile-Flash ….
1489
siswa untuk membantu siswa memahami
dan (3) mengetahui respon siswa terhadap
konsep
pembelajaran menggunakan media media
yang
berkaitan
dengan
materi
kelarutan dan hasil kali kelarutan. Media
smile-flash berpendekatan CET.
smile-flash disajikan dengan pendekatan chemo-edutainment.
METODE PENELITIAN
Chemo-edutainment adalah sebuah Penelitian ini merupakan penelitian
konsep pembelajaran kimia yang menarik yang
salah
satunya
dapat
diwujudkan
melalui media pembelajaran (Harjono dan Harjito, 2010). Media pembelajaran berpendekatan
Chemo-edutainment
(CET)
adalah media yang menggabungkan unsur education (pendidikan) dan entertainment (hiburan).
Edutainment
bertujuan
untuk
merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan
kemauan
belajar
siswa
dengan
melibatkan emosi melalui media visual ataupun computer,
audio dan
visual
seperti
video,
yang
hidup.
warna
Penggunaan media Chemo-edutainment di kalangan siswa dapat membantu untuk belajar
secara
pengembangan (RdanD) dengan mengikuti desain Thiagarajan yang meliputi four D models (4-D) yaitu pendefinisian, perencanaan, pengembangan, dan penyebaran. Dalam penelitian ini hanya dilakukan dalam tiga tahap yaitu sampai tahap pengembangan saja dengan pertimbangan bahwa pada
tahap
pengembangan
sudah
dihasilkan media yang baik. Objek penelitian ini adalah media smile-flash
berpendekatan
chemo-
edutainment untuk materi kelarutan dan hasil kali kelarutan. Alur kerja penelitian dapat dilihat pada skema Gambar 1.
mandiri
maupun didalam kelas. Rumusan
masalah
pada penelitian ini adalah mengetahui kelayakan media smile-flash
berpendekatan
CET, mengetahui pengaruh media terhadap peningkatan pemahaman konsep siswa, dan mengetahui respon siswa terhadap penggunaan media smile-flash
berpendekatan
CET. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk; (1) mengetahui kelayakan media smile-flash berpendekatan CET, (2) mengetahui pengaruhnya terhadap pening-katan pemahaman konsep siswa,
Gambar 1. Bagan Alur Kerja Penelitian
1490
Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1487-1495 Uji kelayakan media dilakukan oleh
respon siswa terhadap media mencapai
ahli materi, ahli media, dan ahli bahasa.
kategori minimal baik atau layak dengan
Instrumen
persentase minimal sebesar 76%.
validasi
menggunakan
isian
angket yang diwujudkan dalam hitungan HASIL DAN PEMBAHASAN
persentase kelayakan. Uji coba skala kecil dilakukan siswa
untuk
mengetahui
terhadap
tanggapan
media
berpendekatan CET. Subjek pada uji coba skala kecil adalah siswa kelas XII IPA yang pernah mendapatkan materi kelarutan dan hasil kali kelarutan sebanyak 10 siswa. Uji coba
skala
besar
dilakukan
untuk
mengetahui efektivitas penggunaan media terhadap peningkatan pemahaman konsep siswa
dan
mendapatkan
respon
siswa
terhadap penggunaan media smile-flash berpendekatan
CET
pembelajaran.
Analisis
pemahaman
konsep
Produk yang dihasilkan yaitu berupa
smile-flash
dalam
siswa
proses
peningkatan dilakukan
menggunakan uji t. Subjek uji coba skala
media smile-flash berpendekatan chemoedutainment untuk materi kelarutan dan hasil
kali
kelarutan.
Media
smile-flash
berpendekatan chemo-edutainment berisi simulasi, materi, dan lagu yang dikemas dalam sebuah media yang disajkan dengan pendekatan
chemo-edutainment.
Chemo-edutainment
dalam
Konsep media
pembelajaran untuk siswa perlu diwujudkan dalam bentuk media pembelajaran yang inovatif dan menarik. Tampilan awal media smile-flash
berpendekatan
chemo-
edutainment disajikan pada Gambar 2.
besar adalah siswa kelas
XI
IPA
sebanyak satu kelas. Instrumen pengumpulan
data
pada penelitian ini berupa
lembar
validasi,
soal
pemahaman konsep, dan angket respon siswa.
Data
hasil
validasi dan respon dianalisis menggunakan teknik analisis
deskriptif
persentase (Arikunto,
2010).
berpendekatan
CET
Media
smile-flash
dinyatakan
layak
apabila hasil validasi oleh para ahli, dan
Gambar 2. Tampilan awal media smile-flash berpendekatan chemoedutainment
Yan Sandi Nurfitrasari * dan Woro Sumarni, Pengembangan Media Smile-Flash ….
1491
Produk berupa media smile-flash
terhadap media pada angket validasi yang
yang dihasilkan, diuji kelayakannya melalui
telah disediakan. Komentar dan saran dari
validasi oleh para ahli. Validator terdiri dari
validator
ahli materi, media, dan bahasa. Validasi
sebelum digunakan pada uji coba skala kecil
dilakukan dengan memberikan penilaian
dalam Tabel 1.
dijadikan
bahan
perbaikan
Tabel 1. Daftar masukan dari validator dan tindak lanjut Validator Ahli Materi
Saran
Tindak lanjut
Rumus kimia masih banyak yang salah Warna-warna zat dalam simulasi belum sesuai dengan aslinya Simulasi disesuaikan dengan aslinya
Rumus-rumus kimia sudah dibetulkan Warna-warna zat pada simulasi sudah disesuaikan dengan aslinya Simulasi sudah disesuaikan dengan aslinya Materi hasil kali kelarutan sudah diperbaiki Font sudah dibesarkan Tampilan sudah dibetulkan sehingga ketika dibuat fullscreen, font ikut membesar Kalimat percakapan dibenahi supaya tidak monoton dan lebih variatif Kalimat dalam media dibenahi supaya lebih efektif.
Materi hasil kali kelarutan perlu diperbaiki Ahli Media Font kurang besar Sewaktu dibuat full screen, font tidak ikut membesar Ahli Bahasa
Kalimat percakapan monoton dan kurang variatif. Ada beberapa penggunaan kalimat yang belum efektif.
Presentase kelayakan media oleh validasi ahli ditunjukkan pada Gambar 3.
Gambar 3. Persentase kelayakan media ditinjau dari validasi ahli dinyatakan layak, tahap selanjutnya adalah Data
persentase
menunjukkan
media
berpendekatan dan
layak
media smile-flash
chemo-edutainment
digunakan
sebagai
valid media
pembelajaran di sekolah. Setelah media
uji coba skala kecil. UJi coba skala kecil dilakukan untuk mengetahui respon siswa terhadap media smile-flash.
Hasil
uji
coba
ditunjukkan pada Tabel 2.
skala
kecil
1492
Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1487-1495
Tabel 2.. Respon siswa terhadap media smile-flash berpendekatan chemo-edutainment pada uji coba skala kecil Aspek yang diuji Skor Pemahaman materi kelarutan dan hasil kali 31 kelarutan pada media smile-flash Penggunaan bahasa pada media smile-flash 27 Kemudahan pengoperasian media smile-flash 30 Tampilan media smile-flash 32 Visualisasi konsep-konsep yang bersifat abstrak 32 Respon terhadap lagu kimia pada media smile-flash 35 Respon terhadap simulasi pada media smile-flash 37 Kemenarikan penyajian media smile-flash 38 Jumlah Hasil uji coba skala kecil
NP (%)
Kriteria
77.5
Baik
67.5 75 80 80 87.5 92.5 95 81.75
Cukup Cukup Baik Baik Sangat baik Sangat baik Sangat baik
dari 8
kedua aspek sehingga dilakukan revisi
aspek, 6 aspek menunjukkan kriteria baik
sebelum digunakan untuk uji coba skala
dan sangat baik. Adanya kekurangan pada
besar.
aspek penggunaan bahasa dan kemudahan
terhadap media smile-flashditujukkan pada
pengoperasian
Tabel 3.
yang
ditunjukkan
dari
Adapun
komentar
dari
siswa
persentase rata-rata respon siswa pada
Tabel 3. Daftar masukan dari siswa dan tindak lanjut Komentar Ada beberapa kalimat pada media yang susah dipahami Beberapa tombol ada yang tidak berfungsi
Media
smile-flash
yang
telah
Tindak lanjut Kalimat pada media sudah diperbaiki Tombol pada media sudah diperbaiki sehingga berfungsi dengan baik konsep
yang
signifikan
setelah
diperbaiki sesuai dengan masukan dari
pembelajaran menggunakan media smile-
siswa pada uji coba skala kecil, digunakan
flash
untuk uji coba skala besar. Uji coba skala
kelarutan dan hasil kali kelarutan.
besar
dilakukan
dengan
berpendakatan
memberikan
CET
smile-flash
kelarutan menggunakan media smile-flash
edutainment
dapat
kepada
pemahaman
konsep
Efektivitas
penggunaan
materi
Hasil ini menunjukkan bahwa media
pembelajaran materi kelarutan dan hasil kali
siswa.
pada
dengan
pendekatan
chemo-
meningkatkan kimia
siswa.
media terhadap peningkatan pemahaman
Peningkatan pemahaman konsep siswa
konsep siswa diukur menggunakan data
dapat dilihat dari peningkatan hasil belajar
pretest dan data posttest dan dianaslisis
kognitif yang terjadi (Sundari et al, 2008).
menggunakan
analisis
Respon
konsep
menggunakan media smile-flash dengan
menggunakan uji t menunjukkan hasil thitung
pendekatan chemo-edutainment diwujudkan
(12,24) lebih kecil dari tkritis (2,05) yang
dalam bentuk isian angket yang dihitung
berarti terdapat peningkatan pemahaman
dalam persen ditunjukkan pada Tabel 4.
peningkatan
uji
t.
Hasil
pemahaman
siswa
terhadap
pembelajaran
Yan Sandi Nurfitrasari * dan Woro Sumarni, Pengembangan Media Smile-Flash ….
1493
Tabel 4. Respon siswa terhadap pembelajaran menggunakan media smile-flash berpendekatan chemo-edutainment pada uji coba skala besar Aspek yang diuji Pemahaman materi kelarutan dan hasil kali kelarutan pada media smile-flash Penggunaan bahasa pada media smile-flash Kemudahan pengoperasian media smile-flash Tampilan media smile-flash Visualisasi konsep-konsep yang bersifat abstrak Respon terhadap lagu kimia pada media smile-flash Respon terhadap simulasi pada media smile-flash Kemenarikan penyajian media smile-flash Pembelajaran menggunakan media smile-flash di dalam kelas membangkitkan motivasi siswa Efisiensi penggunaan waktu Efisiensi penggunaan media smile-flash sebagai alat belajar mandiri Rata-rata Berdasarkan respon
siswa
menggunakan
Tabel
terhadap media
Skor
Kriteria
103
Sangat baik
94 90 91 89 101 85 91
Baik Baik Baik Baik Sangat baik Baik Cukup
92
Baik
88 95 92.6
Baik Baik Sangat Baik
Rata-rata
kekurangan pada media smile-flash telah
pembelajaran
diperbaiki sehingga simulasi pada media
4
pada
menjadi jelas pengoperasiannya dan mudah
semua aspek berada pada kategori tinggi
dipaham oleh siswa. Secara keseluruhan
dengan nilai rata-rata skor sebesar 92.6 dari
siswa
skor
terhadap
maksimal
smile-flash
112,
sehingga
dapat
memberikan
respon
pembelajaran
yang
baik
menggunakan
dikatakan bahwa secara garis besar siswa
media smile-flash . Penggunaan media
memberikan respon yang baik terhadap
berbasis teknologi akan memudahkan siswa
setiap aspek pada butir pernyataan nomor 1
mencapai kompetensi dasar dari materi
sampai
serta membuat pembelajaran menjadi lebih
11.
Motivasi
siswa
meningkat
setelah pembelajaran menggunakan media smile-flash.
Hal
pernyataan
siswa
memberikan
ini
diperkuat
pada
respon
butir
baik
dengan 9
sebesar
yang 92
menyenangkan (Viajayani, 2013). Hasil analisis respon siswa terhadap media smile-flash secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 3.
Kekurangan terdapat pada respon siswa terhadap
simulasi
smile-flash
pada
media
yang terdapat pada
butir pertanyaan nomor 7. Data menunjukkan siswa memberikan respon cukup yaitu sebesar 85. Hal itu
dikarenakan
simulasi
pada
pengoperasiannya jelas.
ada
beberapa
media yang
Berdasarkan
yang kurang analisis
deskrptif pernyataan pada butir 7 tersebut,
Gambar 3. Respon siswa terhadap media smile-flash
1494
Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1487-1495 bahwa
an chemo-edutainment yang telah dikem-
dari 28 siswa pada uji coba skala besar,
bangkan dinyatakan layak oleh , (2) Media
diperoleh 8 siswa memberikan tanggapan
smile-flash
sangat
memberikan
edutainment efektif dalam meningkatkan
tanggapan baik, dan sisanya memberikan
pemahaman konsep siswa pada materi
tanggapan cukup. Sebagian besar siswa
kelarutan dan hasil kali kelarutan, (3)
memberikan tanggapan yang
Respon
Gambar 3 memperlihatkan
baik,
terhadap
15
siswa
pembelajaran
media smile-flash
sangat baik menggunakan
di dalam kelas, dan
berpendekatan
siswa
menggunakan
terhadap media
chemo-
pembelajaran
smile-flash
ber-
pendekatan chemo-edutainment baik.
sisanya memberikan tanggapan baik dan cukup terhadap penggunaan media. Secara DAFTAR PUSTAKA
keseluruhan siswa memberikan tanggapan positif terhadap pembelajaran media smileflash di dalam kelas. Pembelajaran kelarutan dan hasil kali kelarutan menggunakan media smileflash berpendekatan chemo-edutainment di dalam kelas membangkitkan motivasi siswa dalam belajar dan memberikan banyak pengetahuan
yang
sebelumnya.
belum
Penerapan
diketahui
media
animasi
dapat meningkatkan motivasi dan prestasi belajar
siswa
(Haryati,
2013).
Adanya
tampilan-tampilan berupa animasi menarik pada
media
dimasukkan
dan dalam
unsur
musik
media
yang
memberikan
Arikunto, S. 2010. Prosedur penelitian suatu pendekatan praktek. Jakarta: PT Rineka Cipta Dahar.R.W. 2003. Aneka wacana pendidikan ilmu pengetahuan alam. Bandung. Falvo, D. 2008. Animation and simulation for teaching and learning molecular chemistry. Indternational Journal Technology of Teaching and Learning. 4(1):68-77. Harjono dan Harjito. 2010. Pengembangan media pembelajaran chemoedutainment untuk matapelajaran sains-kimia di SMP. Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia. 4(1):506-511.
2008). Dikarenakan subjek penelitian adalah
Haryati, S., Miharty, dan Pratiwi, R. 2013. Pemanfaatan media animasi dalam pembelajaran kimia untuk meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa di SMAN 12 Pekanbaru. Prosiding Semirata DMIPA Universitas Lampung.
siswa SMA yang pada umumnya menyukai
Miarso,
kesan
yang
membuat
tidak
siswa
membosankan tidak
tegang
dan dalam
menerima materi pembelajaran (Prasetyo,
musik, pemberian unsur musik pada media dapat diterima dengan baik oleh siswa.
SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkasn sebagai berikut: (1) media smile-flash berpendekat-
Y.H. 2007. Menyemai benih teknologi pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Miswadi, S.S., Priatmoko, S., dan Inayah, A. 2008. Peningkatan hasil belajar kimia melalui pembelajaran berbantuan komputer dengan media chemo-edutainment. Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia. 2.(1).182-189 Okan, Z. 2003. Edutainment is Learning at Risk. British Journal of Educational Technology. 34(3):255.
Yan Sandi Nurfitrasari * dan Woro Sumarni, Pengembangan Media Smile-Flash …. Onder, I., dan Geban, O. 2006. The effect of conceptual change text oriented instruction on students undersatanding of the solubility equilibrium concept. Journal of Education. 30: 166-173 Prasetya, A.T., Priatmoko, S., dan Miftakhudin. 2008. Pengaruh penggunaan media pembelajaran berbasis computer dengan pendekatan chemo-edutainment terhadap hasil belajar kimia SMA. Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia. 2.(2).287-293 Raviolo, A. 2001. Assesing students conceptual understanding of solubility equilibrium. Journal of Chemical Education. 78(5):629-631.
1495
Senjaya, W. 2008. Strategi pembelajaran berorientasi standar proses pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Silberberg, M. S. 2009. Chemistry: The molecular nature of matter and change fifth edition. New York: McGraw-Hill Companies Stalinski, S. M., dan Schellenberg, E. G. 2013. Listeners remember music they like. Journal of Experimental Psychology: Learning, Memory, and Cognition.3(39).700-716. Viajayani, E.R., Radiyono, Y., dan Rahardjo, D.T. 2013. Pengembangan media pembelajaran fisika menggunakan macromedia flash pro 8 pada pokok bahasan suhu dan kalor. Jurnal Pendidikan Fisika. 1(1):144-155.
1496
Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1496 -1505
PEMANFAATAN MODEL PLTL BERBANTUAN LKS BERBASIS INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI KIMIA Bunga Amelia* dan Antonius Tri Widodo Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang Gedung D6 Lantai 2 Kampus Sekaran Gunungpati Semarang, 50229, Telp. (024)8508035 E-mail :
[email protected]
ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana peningkatan kompetensi kimia dengan model pembelajaran PLTL berbantuan LKS berbasis inkuiri. Populasi penelitian ini adalah siswa Kelas XI IPA suatu SMA Negeri di Semarang. Pengambilan sampel dilakukan dengan cluster random sampling, yakni kelas XI IPA 1 sebagai eksperimen I dengan perlakuan model pembelajaran PLTL berbantuan LKS berbasis inkuiri, kelas XI IPA 2 sebagai eksperimen II dengan LKS berbasis inkuiri, dan kelas XI IPA 3 sebagai kontrol dengan metode ceramah dan diskusi pada pokok materi buffer dan hidrolisis. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode dokumentasi, tes, observasi, dan angket. Hasil penelitian menunjukkan perbedaan kognitif yang signifikan antara kelas XI IPA 1, XI IPA 2, dan XI IPA 3. Kelas eksperimen I memiliki peningkatan kompetensi kimia yang paling signifikan dengan rerata hasil belajar sebesar 87,5, sedangkan kelas eksperimen II memiliki rerata hasil belajar 83,43, dan kelas kontrol dengan rerata hasil belajar 77,35. Hasil respon siswa terhadap pembelajaran menunjukan frekuensi terbanyak pada kolom setuju dan sangat setuju sehingga siswa menyukai model pembelajaran yang digunakan. Simpulan penelitian ini 1) terdapat perbedaan signifikan kompetensi kimia antara kelas eksperimen I, II dan kontrol, 2) peningkatan kompetensi kimia yang signifikan pada kelas eksperimen I, 3) respon siswa terhadap pembelajaran baik. Kata kunci: kompetensi, LKS berbasis inkuiri, model PLTL
ABSTRACT This research aims for knowing chemistry competence’s improving by application of PLTL model with Worksheet based on inquiry. The populations are XI grades natural sciences students of an high school in Semarang. Samples were taken by cluster random sampling and got XI IPA 1 as an experimental class I by application of PLTL model with Worksheet based on Inquiry while XI IPA 2 as an experimental class II by using Worksheet based on Inquiry, and XI IPA 3 as a control group using lecture and discussion on the subject buffer and hydrolysis. Data collecting used some methods as documentations, tests, observation, and questionnaire. Research result shown significant difference on cognitive aspect of XI IPA 1, XI IPA 2, and XI st IPA 3. The most significant improvement by 1 experimental class resulted average score 87.5, experimental class II has average score 83,43, and control class has average score 77.35. Students response by application of model show most answer in agree and very agree columns mean students like learning model used. Conclusions are 1) there are significant difference on chemistry competence between experiment I, II and control classes, 2) the most chemistry competence improvement in experimental class I, 3) students responses are good. Keywords: competence ; PLTL model; Worksheet based on Inquiry
PENDAHULUAN
perubahan sikap dan tingkah laku siswa serta kualitas guru dalam mengajar. Definisi
Proses
pembelajaran
di
kelas
menjadi bagian paling penting karena akan menentukan hasil pembelajaran berupa
pembelajaran adalah suatu proses interaksi antara guru dan siswa untuk menumbuhkan pemahaman, kreativitas, keaktifan, daya
1497
Bunga Amelia* dan Antonius Tri Widodo, Pemanfaatan Model PLTL Ber…. pikir, potensi dan minat siswa (Retnowati,
ketergantungan atas kesendirian melalui
2012). Pembelajaran di kelas berlangsung
berbagai mode berpikir dan saling tukar
kurang
terjadi
pendapat. Proses diskusi menjadikan siswa
komunikasi satu arah, yakni dari guru
sebagai analisator yang baik (Miri, et.al,
kepada
Centered
2007). Model PLTL memberikan penga-
Learning). Komunikasi satu arah meng-
laman belajar kepada siswa dan guru
akibatkan siswa kurang terlibat dalam
dalam kelas dan menghasilkan peningkatan
proses
nilai hasil belajar (Keiler & Mills, 2012).
optimal
apabila
siswa
hanya
(Tecaher
pembelajaran
sehingga
segala
potensi yang dimiliki oleh siswa tidak dapat dikembangkan secara maksimal. Mata mata
pelajaran
pelajaran
lingkungan
kimia
yang
sekitar
ningrum
Wahyuni
(2008)
menyatakan
&
Kristiasebagian
termasuk
besar siswa menganggap bahwa kimia
dengan
merupakan pelajaran yang sulit dan siswa
dekat
serta
Penelitian
sangat
erat
kurang
terlibat
aktif
dalam
proses
hubunganya dengan kehidupan sehari-hari.
pembelajaran kimia. Hasil observasi yang
Ilmu
dilakukan di salah satu sekolah menengah
kimia
manfaat
telah
dalam
banyak
kehidupan,
memberikan mulai
dari
atas di kota Semarang yang masuk dalam
makanan, tekstil, kosmetik, hingga berbagai
kategori
baik
dengan
alat transportasi. Salah satu pokok materi
ditemukan bahwa sekitar 50% siswa masih
kimia yang aplikasinya erat sekali dalam
harus mengikuti tes remedial. Keadaan ini
kehidupan sehari-hari adalah materi buffer
mengidentifikasikan perlunya model pem-
dan hidrolisis. Guru hanya mengajarkan
belajaran yang tepat untuk menghasilkan
konsep-konsep dan hafalan rumus melalui
partisipasi dan tingkat pemahaman yang
ceramah sehingga terasa membosankan
lebih pada siswa. LKS berbasis inkuiri
bagi siswa.
menekankan
pada
akreditasi
pendekatan
A,
siswa
Penggunaan model pembelajaran
dalam mencari pemahaman kimia yang
peer-led team learning (PLTL) berbantuan
menitikberatkan pada aktivitas pemberian
lembar kerja siswa (LKS) berbasis inkuiri
pengalaman belajar, ekplorasi pengeta-
diharapkan
huan, serta mencari tahu jawaban atas
model
dapat
memberikan
pembelajaran
variasi
yang
dapat
me-
pertanyaan ilmiah yang diajukan siswa.
aktif
siswa
dan
Inovasi model pembelajaran ini selaras
pemahaman terhadap materi ajar kimia.
dengan visi Indonesia dalam menyongsong
Strategi
diartikan
globalisasi. Hasil penelitian yang dilakukan
sebagai cara khusus dan urut sehingga
oleh Barthlow (2011) menunjukan bahwa
pembelajaran menjadi runtut dan dapat
inkuiri terbimbing dapat membantu siswa
mencapai tujuan yang ditetapkan (Widodo
untuk mempresentasikan fenomena kimia
2011). PLTL berusaha merangkum banyak
yang
aspek dalam proses penemuan ilmiah
simbolis, misalnya sifat larutan buffer yang
(scientific discovery) melalui praktikum dan
tidak dapat diamati secara kasat mata
diskusi,
dapat diketahui dengan menghitung pH
ningkatkan
partisipasi
pembelajaran
sehingga
dapat
mengatasi
berbagai
bersifat
makroskopis
ke
dalam
1498
Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1496 -1505
larutan dengan rumus buffer sehingga
hidrolisis dengan
siswa
PLTL dengan LKS berbasis inkuiri; dan (3)
mudah
untuk
Recktenwald
&
memahaminya.
model pembelajaran
Edwards
(2010)
mengetahui respons siswa pada pem-
dalam
proses
belajaran buffer dan hidrolisis dengan
pembelajaran inkuiri siswa diberikan tugas-
model pembelajaran PLTL dengan LKS
tugas yang otentik sehingga diharapkan
berbasis inkuiri.
menyatakan
bahwa
untuk memilih metode pemacahan masalah METODE PENELITIAN
dengan mandiri, tidak hanya menjalankan langkah satndar. Seorang
siswa
harus
gunakan segenap kemampuannya
dan
bertindak sebagai ilmuwan (scientist) yang melakukan
eksperimen
dan
mampu
melakukan proses mental berinkuiri yang digambarkan dengan terapan-terapan yang dilaluinya (Zuriyani, 2012). LKS inkuiri membimbing
siswa
untuk
dapat
peka
terhadap aspek kimia dalam kehidupan sehari-hari dan tidak hanya menerima fakta di sekitar mereka tetapi juga memicu mereka melakukan pengamatan, bertanya, melakukan eksperimen, mengasosiasi, dan mengomunikasikannya,
selaras
dengan
Kurikulum 2013. Pembelajaran dengan pola penemuan yang dilakukan dengan diskusi dan berpikir kreatif yang intensif mampu memotivasi
siswa
untuk
meningkatkan
komunikasi dalam menyelesaikan masalah
Tujuan penelitian ini adalah (1) mengetahui perbedaan signifikan kompetensi antara
siswa
dengan
pembelajaran
PLTL
berbantuan
berbasis
inkuiri
dengan
siswa
model LKS yang
menggunakan LKS berbasis inkuiri dan siswa tanpa model PLTL maupun LKS berbasis inkuiri
Semarang
masih
banyak
siswa
yang
mengikuti tes remidi mata pelajaran kimia, kurangnya keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran, dan kurangnya variasi model pembelajaran. Adanya kesesuaian permasalahan tersebut menjadi latar belakang penelitian berbantuan
penerapan LKS
dilaksanakan
model
berbsis
di
SMA
PLTL
inkuiri
5
ini
Semarang.
Popoluasi dari penelitian ini adalah seluruh siswa
kelas
XI
IPA
tahun
pelajaran
2013/2014, sedangkan sampelnya adalah kelas XI IPA 1, 2 dan 3. Kelas XI IPA 1 sebagai kelas eksperimen 1, kelas XI IPA 2 sebagai kelas eksperimen 2, dan kelas XI IPA 3 sebagai kelas kontrol. Pengambilan sampel tersebut ditentukan dengan teknik cluster random sampling dengan mengambil tiga kelas dari lima kelas populasi
(Marks & Eilks, 2009).
kimia
Berdasarkan observasi di SMA 5
meng-
pada materi buffer dan
hidrolisis siswa kelas XI;
(2) mengetahui
peningkatan hasil belajar dalam buffer dan
secara
acak.
Variabel
bebas
dalam
penelitian ini adalah model pembelajaran. Model
pembelajaran
tersebut
disajikan
dalam tiga variasi, yakni pembelajaran dengan model PLTL berbantuan
LKS
berbasis inkuiri, pembelajaran dengan LKS berbasis inkuiri, dan pembelajaran dengan pendekatan ceramah dan diskusi. Variabel terikat berupa hasil belajar dan kompetensi kimia
siswa
pada
materi
buffer
dan
1499
Bunga Amelia* dan Antonius Tri Widodo, Pemanfaatan Model PLTL Ber…. hidrolisis. Desain yang digunakan dalam
Peningkatan hasil belajar diukur dengan uji
penelitian ini adalah pretest and post-test
t-test (Sugiyono, 2010). Data respon siswa
comparation group. Adapun desain pe-
dianalisis secara deskriptif dengan tujuan
nelitiannya dapat dilihat dalam Gambar 1.
mengetahui
tanggapan
siswa
terhadap
model pembelajaran PLTL berbantuan LKS berbasis inkuiri.
Gambar 1. Desain Penelitian pre-test and post-test comparation (Suharsimi, 2010) HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambar 1 menunjukkan sampel yang terdiri dari kelas eksperimen 1, eks-
Hasil penelitian ini meliputi data
perimen 2, dan kontrol diukur kompetensi
hasil belajar dan angket tanggapan siswa
awalnya dengan diberi pre-test ( O1) dan
terhadap
setelah diberikan perlakuan (X) kemudian
model PLTL berbantuan LKS berbasis
diukur
dengan
inkuiri. Hasil belajar yang didapatkan dalam
menggunakan post-test (O2). Kelas eks-
penelitian ini meliputi hasil belajar pada
perimen 1 diberi perlakuan dengan model
ranah afektif, psikomotorik dan kognitif.
komptensi
akhirnya
proses
pembelajaran
dengan
PLTL berbantuan LKS berbasis inkuiri
Hasil belajar pada ranah afektif
(XT1), kelas eksperimen 2 diberi perlakuan
diukur kedalam 4 kategori yaitu, (1) parti-
dengan penggunaan LKS berbasis Inkuiri
sipasi siswa, (2) tanggung jawab, (3) rasa
(XT2),
dan kelas kontol diberi perlakuan
ingin tahu, dan (4) kedisiplinan. Kategori
dengan pendekatan ceramah dan diskusi
partisipasi siswa meliputi aspek kemam-
(Xc).
puan
dengan
Pengumpulan metode
data
dilakukan
dokumentasi,
tes,
membuat
berpendapat,
rangkuman bertanya,
materi, menjawab
observasi, dan angket. Instrumen penelitian
pertanyaan dan mendengarkan dengan
yang digunakan berupa soal pretest-post
aktif. Kategori tanggung jawab meliputi
test, angket respons siswa, serta lembar
tanggung jawab menyelesaikan tugas dan
observasi psikomotorik dan afektif. Analisis
jujur. Kategori rasa ingin tahu meliputi
data yang digunakan terbagi dalam dua
keingintahuan
tahap, yaitu tahap awal dan tahap akhir.
dalam
Analisis
untuk
Kategori kedisiplinan meliputi kedisiplinan
melihat kondisi awal penelitian sebagai
siswa dalam mengikuti pembelajaran dan
pertimbangan dalam pengambilan sampel.
mengumpulkan
Analisis
afektif dari 4 kategori tersebut disajikan
tahap
tahap
awal
akhir
digunakan
meliputi
analisis
peningkatan hasil belajar dan respon siswa.
dan
keceramatan
menyelesaikan
dalam Tabel 1.
tugas.
siswa
permasalahan.
Hasil
penilaian
1500
Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1496 -1505
Tabel 1. Skor rerata aspek afektif
Kategori partisipasi siswa meliputi aspek
Aspek
Eksperimen 1
Eksperimen II
Kontrol
Partisipasi aktif Tanggung jawab Rasa ingin tahu kedisiplinan
4,39 4,27
4,09 4,14
3,84 4,12
4,18 3,96
3,93 3,96
3,72 3,96
merumuskan pertanyaan, menginterpretasi
pertanyaan,
dan
mengerjakan soal-soal di depan kelas. Kategori kreativitas siswa meliputi
aspek
memprediksi
masalah berdasarkan observasi Berdasarkan Tabel 1 dapat di-
teoritis, menganalisis permasalahan, dan
ketahui bahwa rerata aspek afektif yang
menemukan alternatif lain solusi yang
memperoleh skor tertinggi pada kelas
memungkinkan. Kategori kemampuan ber-
eksperimen I adalah kategori partisipasi
komunikasi meliputi aspek memberikan
aktif, sedangkan aspek tanggung jawab
argurmen,
memperoleh skor tertinggi pada kelas
terampil dalam memberikan presentasi.
ekperimen II dan kontrol. Partisipasi aktif
Hasil
mencapai
skor
kegiatan pembelajaran dari 3 kategori
eksperimen
I
tertinggi
pada
dikarenakan
kelas
penerapan
menyimpulkan materi, dan
peniliaian
ranah
psikomotorik
tersebut disajikan dalam Tabel 2.
model PLTL berbantuan LKS berbasis inkuiri
yang
berdiskusi
mengkondisikan
dalam
siswa
kelompok-
Tabel 2. Skor rerata aspek psikomotorik kegaiatan pembelajaran
Aspek Partisipasi siswa Kreativitas oleh peer-leaders sehingga Kemampuan siswa merasa lebih leluasa berkomunikasi dalam bertanya, mengemukakan pendapat, kelompok kecil yang dipandu
dan berdiskusi dalam kelompok. Hal ini sesuai dari pendapat Fortier (2012) yang menyatakan bahwa peer-leaders mampu membuat
pembelajaran
nyenangkan
dan
siswa
menjadi aktif
meuntuk
berdiskusi tanpa merasa enggan dalam bertanya.
Eksperimen II 3,94 3,84 4,04
Berdasarkan
Tabel
Kontrol 3,79 3,45 3,88
2
dapat
diketahui bahwa skor rerata tertinggi pada kelas eksperimen I yaitu pada aspek kreativitas, sedangkan aspek kemampuan berkomunikasi
mencapai
skor
tertinggi
pada kelas eksperimen II dan kontrol. Aspek kreativitas mencapai skor tertinggi pada kelas eksperimen I karena dengan
Penilaian
psikomotorik
juga
dilakukan dengan menggunakan lembar observasi. Penilaian psikomotorik terbagi menjadi
Eksperimen I 4,19 4,5 4,35
dua,
yaitu
psikomotorik
pada
kegiatan pembelajaran dan psikomotorik pada saat praktikum. Ranah psikomotorik kegiatan pembelajaran diukur dalam 3 kategori, yaitu (1) partisipasi siswa, (2) kreativitas siswa, (3) kemampuan berkomunikasi.
model PLTL berbantuan LKS berbasis inkuri melatih siswa untuk memprediksi permasalahan berdasarkan hasil obervasi teoritis dan menemukan jawaban atas pertanyaan
yang
mereka
ajukan
berdasarkan hasil penyelidikan. Hal ini juga selaras dengan pendapapat Praptiwi et al (2012) yang menyatakan pembelajaran bahwa
inkuiri
terbimbing
efektif
untuk
1501
Bunga Amelia* dan Antonius Tri Widodo, Pemanfaatan Model PLTL Ber…. meningkatkan penguasaan konsep dan
ketepatan prosedur praktikum, sedangkan
unjuk
pada kelas eksperimen II pada aspek
kerja
komunikasi
siswa. pada
Kemampuan
kelas
ber-
eksperimen
I
ketepatan
dalam
pengamatan.
Kelas
tergolong tinggi jika dibandingkan dengan
eksperimen I memiliki rerata skor tertinggi
kelas lainya karena dengan model PLTL
pada aspek ketepatan prosedur praktikum
siswa
hasil
karena penggunaan model PLTL ber-
kelompoknya,
bantuan LKS berbasis inkuri menuntun
saling bertukar pendapat, serta melakukan
siswa untuk dapat mempelajari prosedur
presentasi.
praktikum dengan benar sebelum melaku-
dilatih
diskusi
untuk
bersama
menjelaskan
teman
Penilaian kompetensi psikomotorik
pada
aspek
praktikum
praktikum dengan lancar dan lebih mudah
meliputi tujuh aspek. Tiap aspek dianalisis
bekerjasama dengan kelompoknya karena
secara deskriptif yang bertujuan untuk
terdapat pembagian tugas yang jelas dan
mengetahui aspek mana yang dimiliki siswa
pemecahan masalah dalam LKS tersebut.
dan yang perlu dikembangkan.Hasil belajar
Pengalaman langsung dalam pembelajaran
ranah
kimia dapat diperoleh melalui kegiatan
kegiatan
kegiatan
kan praktikum. Siswa dapat melaksanakan
psikomotorik
kegiatan
praktikum meliputi 7 aspek yang disajikan
laboratorium
dan
pengalaman
dalam
dalam Tabel 3.
sehari-hari, situasi pembelajaran seperti ini akan menantang siswa untuk memecahkan
Tabel 3. Skor rerata aspek psikomotorik kegiatan parktikum Aspek Persiapan alat dan bahan praktikum Ketepatan prosedur praktikum Ketepatan dalam pengamatan Kerjasama dalam kelompok Ketepatan hasil praktikum Kebersihan alat dan ruangan Pembuatan laporan sementara Berdasarkan
permasalahan (Dwijayanti & Yulianti, 2010) Penggunaan
Eksperimen I 4,09
Eksperimen II 3,90
Kontrol
4,63
4,28
4,25
4,60
4,37
3,54
4,51
3,90
3,51
3,87
3,68
3,83
4,15
3,68
4,12
4,57
3,31
3,35
3,74
model
PLTL berbantuan LKS berbasis inkuiri
dapat
meningkatkan
partisipasi siswa karena siswa secara aktif membangun konsep pengetahunya sehingga
melalui
pengetahuan
diskusi, dalam
ingatan siswa dapat bertahan lebih lama. Perbandingan rerata skor pada
afektif ketiga
dan
psikomotorik
kelas
disajikan pada Gambar 2. Tabel
3
diketahui
bahwa skor rerata tertinggi pada kelas eksperimen I dan kontrol yaitu pada aspek
tersebut
1502
Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1496 -1505
Gambar 2. Rerata aspek afektif dan dan psikomotorik pada kelompok kelas Berdasarkan
Gambar
2
kelas
mengembangkan
rasa
percaya
diri,
eksperimen 1 memiliki rerata tertinggi pada
kemampuan komunikasi dan ketepatan
rerata skor afektif sebesar 4,24 (sangat
dalam kegiatan praktikum. Selain itu, model
baik) dibandingkan kelas eksperimen 2
PLTL membantu mengembangkan keteku-
sebesar 4,07 (baik) dan kelas kontrol
nan dan pemahaman siswa (Nelson &
sebesar 3,91 (baik).
Penggunaan model
Gosser, 2009). Penilaian dari ranah afektif
PLTL berbantuan LKS berbasis inkuiri ini
dan psikomotorik menunjukan bahwa kelas
juga
eksperimen I lebih unggul daripada kelas
membuktikan
meningkatnya
pasrtisipasi siswa dalam pembelajaran. Hal
eksperimen II maupun kontrol.
ini juga diperkuat oleh penelitian yang
Hasil belajar pada ranah kognitif
dilakukan oleh Bretz (2005) yang menyata-
diukur melalui data pre-test dan post-test.
kan model PLTL memungkinkan siswa
Analisis
belajar dengan berbagai cara, baik secara
dilakukan dengan uji t. Analisis data post-
visual, kinestetik, maupun lainya. Gambar 2
test pada kelas eksperimen I menunjukan
juga menunjukan rataan penilaian ranah
bahwa thitung (35,34) lebih dari ttabel (2,704),
psikomotorik kegiatan pembelajaran dan
di kelas eksperimen II thitung (37,69) lebih
praktikum kelas eksperimen I lebih tinggi
dari ttabel (2,68), dan di kelas kontrol thitung
dibandingkan kelas eksprimen 2 dan kelas
(34,86) lebih dari ttabel (2,66). Hal ini ini
kontrol.
model
berarti di ketiga kelas terjadi peningkatan
LKS
hasil belajar setelah dilakukan pelakuan di
Hal
pembelajaran
ini PLTL
dikarenakan berbantuan
berbasis inkuiri yang diterapkan di kelas eksperimen I yang memicu siswa dalam
data
pre-test
masing-masing kelas.
dan
post-test
1503
Bunga Amelia* dan Antonius Tri Widodo, Pemanfaatan Model PLTL Ber…. Model PLTL berbantuan LKS berbasis inkuiri dapat meningkatkan partisipasi
persentase N gain untuk setiap kelas dtunjukkan pada tabel 3.
dan hasil belajar siswa. Penggunaan LKS berbasisis
inkuiri
memungkinkan
siswa
Tabel 3. Hasil Uji N-gain Kelas
Skor rerata n gain
kriteria
Eksperimen I Eksperimen II Kontrol
0,79 0,73 0,63
Tinggi Tinggi Sedang
untuk belajar dengan penemuan secara mandiri maupun diskusi kelompok sehingga hasil belajar kognitif mereka meningkat. Pembelajaran kimia dengan inkuiri ber-
Tabel 3 menunjukan bahwa perhi-
pengaruh pada peningkatan hasil belajar
tungan skor N-gain hasil belajar kelompok
siswa Yuniyanti et.al., (2012). Berdasarkan hasil belajar siswa
eksperimen I ebesar 0,79 (tinggi), kelas
dapat diketahui bahwa kelas eksperimen I
eksperimen II sebesar 0,73 (tinggi), dan
memiliki rerata 87,5, sedangkan kelas
kelas kontrol sebesar 0,63 (sedang). Skor
eksperimen II memiliki rerata hasil belajar
N-gain eksperimen I lebih besar daripada
83,43, dan kelas kontrol
dengan rerata
eksperimen II dan kontrol, dapat diartikan
Ketiga kelas sampel
bahwa peningkatan rata-rata hasil belajar
hasil belajar 77,35. dapat
dikatakan
memiliki
kompetensi
kognitif yang berbeda. Perbedaan signifikan
kelas eksperimen I lebih besar daripada kelas eksperimen II dan kelas kontrol. Berdasarkan
tersebut menunjukkan bahwa peningkatan
hasil
perhitungan
kompetensi kognitif yang paling baik dari
angket data pendapat siswa di kelas
ketiga
kelas
eksperimen I mengenai penggunaan model
LKS
PLTL berbantuan LKS berbasis inkuri
kelas
yang
diuji
eksperimen I (model
adalah
PLTL dan
setelah
berbasis Inkuiri).
berlangsung
dalam
proses
tersebut
pembelajaran menunjukkan 9 dari 30 siswa
sesuai dengan penelitian yang dilakukan
memberi tanggapan dengan kriteria sangat
oleh Mark (2012) yang menyatakan bahwa
setuju, 19 siswa memberikan tanggapan
terjadi
yang
dengan kriteria setuju dan 2 orang siswa
signifikan dengan menggunakan model
menjawab tidak setuju. Selain itu, skor
PLTL di dalam pembelajaran.
setiap itemnya juga menunjukkan sebagian
Adanya
peningkatan
peningkatan
hasil
belajar
Penelitian ini tidak hanya meng-
besar siswa beranggapan setuju bahwa
gunakan uji t dalam melihat peningkatan
model PLTL berbantuan LKS berbasis
kompetensi
N-gain.
ikuiri; (1) meningkatkan partisipasi aktif
Peningkatan hasil belajar ditinjau dari harga
siswa, (2) membuat pelajaran lebih mudah
N-gain yang tinggi (Rusnayati & Prima,
dipahami, (3) meningkatkan kreasi dan
2011). Persentase N-gain digunakan untuk
daya inovasi, (4) peran peer-leders dalam
mengetahui peningkatan rata-rata hasil
pembelajaran membuat pembelajaran lebih
belajar yang signifikan pada kelompok
rileks, (5) membangun kelompok belajar,
eksperimen I, II, dan kelas kontrol. Hasil
(6)
kimia
tetapi
juga
meningkatkan
percaya
diri,
(7)
meningkatkan motivasi belajar, dan (8)
1504
Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1496 -1505
meningkatkan
kemampuan
komunikasi.
DAFTAR PUSTAKA
Secara umum didapatkan bahwa siswa menganggap pembelajaran lebih mudah dipahami dengan menggunakan model PLTL berbantuan LKS berbasis inkuiri. Hal ini ditandai oleh frekuensi terbanyak pada kolom setuju dan sangat setuju, sehingga siswa
menyukai
pembelajaran
dengan
model PLTL berbantuan LKS berbasis inkuiri. Respon siswa setelah mendapatkan pembelajaran dengan model PLTL tinggi (Narode, 2012). Hal ini berarti model PLTL berbantuan
LKS
diterapkan dalam
berbasis proses
inkuri
baik
pembelajaran
materi buffer dan hidrolisis.
SIMPULAN Hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai
berikut.
perbedaan
signifikan
Pertama,
terdapat
kompetensi
kimia
antara siswa dengan model pembelajaran PLTL berbantuan LKS berbasis inkuiri dengan siswa yang menggunakan LKS berbasisis inkuiri dan siswa tanpa model PLTL maupun LKS berbasis inkuiri. Kedua, terdapat peningkatan kompetensi kimia yang signifikan pada kelas yang diberi perlakuaan model PLTL berbantuan LKS berbasis
inkuiri dan penggunaan LKS
berbasis inkuiri pada pokok materi buffer dan hidrolisis. Ketiga, respons siswa pada pembelajaran buffer dan hidrolisis dengan model PLTL dengan LKS berbasis inkuiri sudah baik.
Barthlow, M.J. 2011. The effectiveness of Process Oriented Guided Inquiry Learning to Reduce Alternate Conceptions in Secondary Chemistry. Dissertation. Lynchburg: Liberty University Bretz, S.L. All Students are not Created equal: Learning styles in chemistry classroom. In: Pienta, N., Greenbowe, T. Cooper, M (Eds). 2005. Chemists’ Guide to Effevtive Teaching.Volume II. New Jersey: Prentice Hall Dwijayanti, P. & Yulianti, P. 2010. Pengembangan kemampuan berpikir kritis mahasiswa melalui pembelajaran problem based instruction pada mata kuliah fisika lingkungan. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia . 6 (2): 108-114 Fortier, A.S. 2012. Peer Led Team Learning and teaching high school - a letter. Peer-Led Team Leraning implementation in high schools. The Peer-Led Team Learning Project Newsletter . 10 (2): 42-45 Keiler, L.S., & Mills, P. 2012. PeerMediated Instruction in High School. Peer-Led Team Learning: Implementation in High Schools. The Peer-Led Team Learning Project Newsletter . 12 (1): 71-72 Mark, L. J. (2012). Leading Workshops at Brooklyn International High School. Peer-Led Team Learning: Implementation in High Schools. The Peer-Led Team Learning Project Newsletter . 3 (3): 30-31 Marks, R. & Eilks, I. 2009. Promoting scientific literacy using a sociocritical and problem oriented approach to chemistry teaching: concept, examples, experiences. International Journal of Environmental & Science Education. 4 (3): 231-245
Bunga Amelia* dan Antonius Tri Widodo, Pemanfaatan Model PLTL Ber…. Miri, B., David, B & Uri, Z. 2007. Purposely teaching for the promotion of higher-order thingking skills: a case of critical thinking. Journal Research Science Education. 37 (4) 353-36.9 Narode, (2012). PLTL and the Future of Science Teacher Education. PeerLed Team Learning: Implementation in High Schools. Diunduh di http://www.pltlis.org. Tanggal 23 desember 2013 Nelson, V.P, and Gosser, D. 2009. Peer Led Team learning : Student Faculty Partnership for Transformingthe Learning Environment. New Jersey: Parctice Hall. Praptiwi, L., Sarwi, & Handayani, L. 2012. Efektivitas model pembelajaran eksperimen inkuiri terbimbing berbantuan my own dictionary untuk meningkatkan penguasaan konsep dan unjuk kerja siswa smp RSBI. Unnes Science Education Journal.1 (2) : 86-95. Recktenwald, G. & Edwards, R. 2010. Guided Inquiry laboratory exercise designed to develop qualitative reasoning skills in undergraduate th engineering students. 40 ASEE/IEEE Frontiers in Education Conference. Diunduh di: http://fieconference.org Retnowati, D. 2012. Pengaruh metode pembelajaran kuantum dengan pendekatan kimia hijau terhadap hasil belajar kimia materi redoks. Skripsi. Semarang: FMIPA Universitas Negeri Semarang
1505
Rusnayati & Prima. 2011. Penerapan model pembelajaran problem based learning dengan pendekatan inkuiri untuk meningkatkan keterampilan proses sains dan penguasaan konsep elastisitas pada siswa SMA. Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan, dan Penerapan MIPA. Yogyakarta : FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Kuantitatif, Kualitatif,dan R&D. Bandung : Alfabeta Suharsimi, A. 2010. Prosedur Penelitian. Jakarta: PT Rineka Cipta Wahyuni, S., & Kristianingrum, A. 2008. Meningkatkan Hasil Belajar Kimia dan Peran Aktif Siswa melalui model PBI dengan media CD interaktif. Jurnal Pendidikan Kimia. 2 (1) : 199-208 Widodo, A.T. 2011.Pembelajaran Inofatif Bidang Sains. Semarang : Program Pasca Sarjana Unnes. Yuniyanti, E.D., Widha, S., & Haryono. 2012. Pembelajaran kimia menggunakan inkuiri terbimbing dengan media modul e-learning ditinjau dari kemampuan pemahaman membaca dan kemampuan berpikir abstrak. Jurnal Pasca UNS. 1 (2) : 112-120. Zuriyani, E. 2012. Strategi Pembelajaran Inquiry Pada Mata Pelajaran IPA.Palembang: Widiyaiswara BDK Palembang.
1506
Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1506 -1516
PENGEMBANGAN DIKTAT PRAKTIKUM BERBASIS GUIDED DISCOVERY-INQUIRY BERVISI SCIENCE, ENVIRONMENT, TECHNOLOGY AND SOCIETY Risqiatun Nikmah* dan Achmad Binadja Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang Gedung D6 Lantai 2 Kampus Sekaran Gunungpati Semarang, 50229, Telp. (024)8508035 E-mail:
[email protected]
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui validitas diktat praktikum berbasis Guided Discovery–Inquiry bervisi Science, Environment, Technology and Society (SETS), mengetahui pengaruh terhadap peningkatan keterampilan proses sains dan tanggapan siswa terhadap diktat pada materi penyangga dan hidrolisis. Penelitian ini menggunakan tipe research and development yang diadopsi dari Sugiyono. One-Group Pretest and Posttest Design digunakan pada saat uji coba skala luas dan pengambilan sampelnya menggunakan teknik Purposive Sampling. Berdasarkan hasil penelitian, validitas diktat praktikum mencapai skor 202 (sangat layak). Penggunaan diktat praktikum berbasis Guided Discovery–Inquiry bervisi SETS dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa. Adanya peningkatan tersebut dibuktikan dengan hasil thitung (10,34) lebih dari ttabel (2,04). Hasil tanggapan siswa menunjukkan 7 dari 30 siswa memberi tanggapan dengan kriteria sangat layak dan sisanya memberikan tanggapan dengan kriteria layak. Selain itu, rata-rata hasil belajar pada ranah psikomotorik maupun afektif mencapai kategori baik dan 21 dari 30 siswa mampu mencapai KKM berdasarkan hasil belajar pada ranah kognitif. Jadi hasil penelitian ini menunjukkan diktat praktikum berbasis Guided Discovery–Inquiry bervisi SETS sangat valid, dapat meningkatkan keterampilan proses sains dan mendapat tanggapan positif dari siswa. Kata kunci: diktat praktikum; guided discovery-inquiry; keterampilan proses sains
ABSTRACT Study aims to determine the validity of practicum dictates based Guided DiscoveryInquiry with Science, Environment, Technology and Society (SETS) vision, investigate the effect on the improvement of scientific process skills and knowing student responses toward the dictates used in buffer and hydrolisis. This study used research and development type which is adopted from Sugiyono. One-group pretest and posttest design is used when this product was tried in large scale and the sample was taken by using purposive sampling technique. Based on the results of research, the validity of the practicum dictates reached score 202 (very feasible). Using practicum dictates based Guided Discovery-Inquiry with SETS vision could increase students' scientific process skills. It was proven by the result of t calculation (10.34) is greater than ttable (2.04). The results of student responses showed 7 of 30 students gave very feasible criteria and the remainder gave feasible criteria. In addition, the average of learning result in the psychomotor and affective achieved good category and 21 of 30 students achieved KKM on the learning result of cognitive. So the results showed practicum dictates based Guided Discovery-Inquiry with SETS vision is very feasible, could increase scientific process skills and got a positive responses from students. Keywords: practicum dictates; guided discovery-inquiry; scientific prosess skills
PENDAHULUAN
eksperimen yang mencari jawaban atas pertanyaan apa, mengapa, dan bagaimana
Ilmu
kimia
adalah
ilmu
yang
gejala-gejala alam yang melibatkan ke-
diperoleh dan dikembangkan berdasarkan
terampilan dan penalaran. Selain itu, ilmu
Risqiatun Nikmah* dan Achmad Binadja, Pengembangan Diktat Praktikum Berbasis ….
1507
kimia merupakan produk ilmu pengetahuan
Panduan praktikumnya tertera pada LKS
dan
Penjelasan
yang hanya berisi penjelasan materi dan
mengenai kimia sebagai produk dan proses
prosedur-prosedur praktikum secara sing-
kerja ilmiah diantaranya berkaitan dengan
kat. Sering kali siswa hanya mengfokuskan
adanya kegiatan praktikum di laboratorium.
pada prosedurnya saja selama praktikum,
Kegiatan praktikum sangat diperlukan dalam
bukan pada ide atau konsep dasarnya.
pembelajaran
Selama ini kegiatan praktikum juga kurang
proses
kerja
ilmiah.
kimia
yang
hakekatnya
termasuk pembelajaran sains. Selama lebih
memberikan
dari satu abad, “Laboratory Experiences”
untuk berpikir independen atau membangun
telah diakui untuk mempromosikan tujuan
pengetahuannya sendiri dan kurang mema-
utama
hami
pendidikan
peningkatan
sains,
termasuk
pemahaman siswa tentang
kesempatan
penerapannya
pengaruhnya
kepada
dalam
terhadap
siswa
teknologi,
lingkungan
dan
konsep-konsep dalam ilmu pengetahuan
masyarakat. Kegiatan praktikum seharusnya
dan
memberikan
penerapannya;
praktis
dan
masalah;
keterampilan
kemampuan
kebiasaan
pemahaman
ilmiah
memecahkan
berpikir
tentang
ilmiah;
bagaimana
kesempatan
siswa
untuk
menyelidiki dan menemukan sendiri konsep yang dipelajarinya.
ilmu
Oloyede (2010) merekomendasikan
pengetahuan dan pekerjaan ilmuan, minat
metode Guided Discovery untuk diterapkan
dan motivasi (Hofstein & Naaman, 2007).
saat pembelajaran pada kurikulum kimia
Salah satu komponen yang penting untuk
dengan alasan mata pelajaran kimia sangat
diperhatikan
penting
dalam
pemebelajaran
di
dan
guru
harus
menggunakan
laboratorium yakni diktat praktikum. Diktat
metode yang membuat siswa memahami
praktikum adalah buku penunjang kegiatan
konsep.
praktikum
mengatakan
yang
berisi
materi
dan
Selain
itu,
bahwa
Saptorini guru
kimia
(2008) perlu
serangkaian prosedur yang akan dilakukan
memiliki kemampuan merancang kegiatan
dalam
diktat
laboratorium inkuiri dan menerapkannya
praktikum dapat memengaruhi keberhasilan
pada proses pembelajaran. Oleh karena itu,
pembelajaran
karena
diktat praktikum yang dikembangkan dalam
sebagai acuan atau pedoman siswa dalam
penelitian ini berbasis metode pembelajaran
melakukan
peran
Guided Discovery-Inquiry. Menurut Makmun
dan
dalam Nufus (2009) pada pembelajaran
keberhasilan
Guided Discovery-Inquiry, guru menyajikan
pembelajaran namun tidak semua sekolah
bahan pelajaran tidak dalam bentuk final,
memerhatikan keberadaan diktat praktikum
siswalah yang diberi kesempatan untuk
tersebut.
mencari serta menemukan konsep sendiri
diktat
praktikum.
Keberadaan
di
laboratorium
praktikum.
praktikum
berpengaruh
Walaupun
sangat
terhadap
penting
Berdasarkan observasi di SMA 1
dengan bimbingan seluas-luasnya dari guru.
Kajen pada 24 April 2013, siswa tidak
Selain
mempunyai panduan
buku
praktikum
itu,
diktat
praktikum
yang
khusus
yang
berisi
dikembangkan bervisi SETS agar siswa
kimia
atau
diktat.
dapat menghubungkan konsep materi yang
1508
Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1506 -1516
telah
dipelajari
lingkungan,
dengan
teknologi,
unsur
dan
sains,
Tujuan dari penelitian ini adalah
masyarakat.
untuk mengetahui validitas diktat praktikum
Fokus pengajaran SETS haruslah mengenai
berbasis
Guided
Discovery-Inquirybervisi
tentang cara membuat siswa agar dapat
SETS yang dikembangkan, mengetahui pe-
melakukan penyelidikan untuk mendapatkan
ngaruh penggunaanya terhadap pening-
pengetahuan yang berkaitan dengan sains,
katan keterampilan proses sains siswa dan
lingkungan, teknologi, dan masyarakat yang
mengetahui
saling berkaitan satu sama lainnya (Binadja,
diktat praktikum tersebut.
tanggapan
siswa
terhadap
1999). METODE PENELITIAN
Diktat praktikum yang dikembangkan berdasarkan metode Guided Discovery-
Penelitian ini menggunakan metode
Inquiry bervisi SETS diharapkan dapat memberikan dampak terhadap peningkatan keterampilan proses sains siswa. Hal ini dikarenakan tujuan pendidikan sains adalah membiasakan
individu
menggunakan
Research and Development yang diadopsi dari
Sugiyono
(2010).
Langkah-langkah
penelitian dan pengembangannya ditunjukkan seperti pada gambar 1.
keterampilan proses
sains
(Aktamis & Ergin, 2008).
Keteram-
pilan proses sains harus kan siswa
ditumbuhdalam
diri
SMA
se-
suai dengan taraf pemikirannya
(Wardani
et
al,
2009).
Gambar 1. Langkah-langkah penelitian dan pengembangan (Sugiyono,2010)
Pendapat tersebut didukung oleh Aka et al Berdasarkan adanya potensi dan
(2010) yang mengharuskan panduan belajar sains untuk siswa mencakup pengalaman yang meningkatkan keterampilan proses seperti mengamati, mengukur, mengklasifikasikan, dan memprediksi. Keterampilan proses sains adalah proses yang dapat diterapkan
pada
hampir
kehidupan
yang
harus
digunakan
oleh
setiap
setiap
sisi
dimiliki
dan
individu
dalam
masyarakat melek sains (Scientific Literate Societies) untuk meningkatkan kualitas dan standar hidup (Sheeba, 2013).
masalah yang telah ditemukan dalam studi pustaka dan lapangan di SMA N 1 Kajen maka dirancanglah desain produk model diktat praktikum berbasis Guided DiscoveryInquiry bervisi SETS. Materi dalam model diktat praktikum yang dikembangkan adalah bab penyangga dan hidrolisis. Validasi desain
dilakukan
Judgement.
dengan
Model
diktat
cara
Expert
praktikum
dikatakan valid jika mampu mencapai skor validitas lebih dari 143 dengan kriteria
Risqiatun Nikmah* dan Achmad Binadja, Pengembangan Diktat Praktikum Berbasis ….
1509
sangat layak atau layak. Tahapan revisi
berbasis Guided Discovery-Inquiry bervisi
akan dilakukan jika ada saran atau masukan
SETS sudah layak sebagai sumber belajar.
untuk perbaikan.
Hal itu berarti siswa memberi tanggapan
Uji coba produk (skala kecil) dan uji coba penggunaan (skala luas) dilaksanakan
positif terhadap diktat praktikum berbasis Guided Discovery-Inquiry bervisi SETS.
di SMA N 1 Kajen. Uji skala kecil dilakukan HASIL DAN PEMBAHASAN
terhadap enam siswa (2 siswa XI IPA 2, 2 siswa XI IPA 4 dan 2 siswa XI IPA 5). Uji
Penelitian dan pengembangan diktat
skala luas dilakukan terhadap 30 siswa kelas XI IPA 1. Teknik pengambilan sampel pada
uji skala
Sampling.
luas
Desain
adalah
Purposive
penelitiannya
meng-
gunakan One-Grup Pretest and Posttest Design
dengan
keadaan
cara
membandingkan
sebelum
dan
sesudah
menggunakan diktat praktikum Guided
Discovery-Inquiry
berbasis
bervisi
SETS
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah metode dokumentasi, tes, portofolio dan angket. Instrumen yang dalam
penelitian
ini
adalah
lembar validasi model diktat praktikum, soal pretest-posttest, lembar penilaian afektif dan psikomotorik, lembar penilaian portofolio dan
angket
pembelajaran
respon
siswa
dengan
terhadap
model
diktat
praktikum. Uji signifikansi t-test dilakukan untuk
mengetahui
peningkatan
ada
keterampilan
atau
tidaknya
proses
sains
siswa sebelum dan sesudah menggunakan diktat praktikum berbasis Guided DiscoveryInquiry bervisi SETS. Jika nilai thitung lebih dari ttabel maka dapat disimpulkan terdapat peningkatan
keterampilan
proses
sains
siswa secara signifikan. Analisis data angket dilakukan secara deskriptif. Jika rata-rata skor tanggapan siswa lebih dari 37 maka siswa
Inquiry
berbasis bervisi
menggunakan
Guided SETS
metode
Discoverydilaksanakan
Research
and
Development (R & D). Hasil penelitian dan pengembangan diktat praktikum berbasis Guided Discovery-Inquiry bervisis SETS meliputi hasil validitas
oleh ahli, hasil
belajar, data pengaruh penggunaan model diktat praktikum terhadap peningkatan KPS
(before-after).
digunakan
praktikum
menganggap
diktat
praktikum
dan hasil tanggapan siswa. Penilaian kelayakan model diktat praktikum
berbasis
Guided
Discovery-
Inquiry bervisi SETS dilakukan dengan menggunakan instrumen penilaian bahan ajar tahap I dan tahap II dari BSNP. Penilaian dilakukan oleh 2 dosen FMIPA UNNES dan 2 guru SMA N 1 Kajen. Tahap I dari penilaian model diktat praktikum fokus pada penilaian kelengkapan komponenkomponen yang meliputi Kompetensi Inti (KI), Kompetensi Dasar (KD), daftar isi, tujuan setiap bab, peta konsep, kata kunci, soal latihan dan daftar pustaka. Hasil penilaian
pakar
terhadap
model
diktat
praktikum menunjukkan bahwa penilaian tahap 1 dari pakar secara keseluruhan memberikan skor maksimal. Hal ini berarti komponen-komponen tersebut dinyatakan telah lengkap dalam diktat praktikum yang dikembangkan oleh peneliti. Penilaian tahap
1510
Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1506 -1516
II meliputi 3 komponen yaitu komponen
validator
kelayakan isi, komponen kebahasaan, dan
tersebut disajikan pada tabel 1.
komponen
penyajian.
Hasil
terhadap
komponen-komponen
penilaian
Tabel 1. Hasil Rerata Penilaian Tiap Komponen Penilaian Komponen
Validator I 3,7 3,9 3,7
Kelayakan isi Kebahasaan Penyajian
Validator II 3,9 4 4
Validator III
Validator IV
2,8 2,5 3,4
Kriteria
Rerata
3,3 3,8 3,6
3,4 3,6 3,7
Sangat baik Sangat baik Sangat baik
Rata-rata penilaian tiap komponen
praktikum agar lebih baik lagi karena masih
mencapai kriteria sangat baik. Hal ini berarti
ada sedikit kekurangan pada aspek tertentu.
validator menganggap bahwa komponen
Setelah dilakukan validasi model diktat
kelayakan isi, kebahasaan dan penyajian
praktikum
dari
dilanjutkan uji coba produk atau uji skala
diktat
praktikum
Discovery-Inquiry sangat
baik
berbasis
bervisi
sesuai
Guided
SETS
dengan
sudah
dengan
revisi
kemudian
kecil.
instrumen
Tahapan
penilaian bahan ajar tahap II dari BSNP.
bertujuan untuk
Adapun perolehan skor total pada penilaian
keterlaksanaan, dan keterpahaman siswa
tahap II model diktat praktikum disajikan
terhadap
pada tabel 2.
praktikum.
coba
mengukur
instruksi-instruksi
didapatkan Tabel 2. Hasil Perolehan Skor Total Penilaian Tahap II Validator Perolehan Skor skor maksimal Validator I 214 228 Validator II 225 228 Validator III 167 228 Validator IV 201 228 Rata-rata skor 202 228
uji
Pada
uji
rata-rata
skala
kecil
keterbacaan,
dalam
coba
diktat
skala
tanggapan
kecil secara
klasikal sebesar 47 dengan kriteria layak. Kriteria
Semua responden setuju bahwa tata bahasa yang digunakan dalam
Sangat layak Sangat layak Layak Sangat layak Sangat layak
diktat praktikum berbasis Guided Discovery-Inquiry
bervisi
SETS
mudah dipahami dan jelas serta memberikan
pengalaman
cara
keempat
belajar baru bagi mereka. Hal itu berarti
validator sebesar 202 dengan kriteria sangat
siswa memberikan tanggapan positif bahwa
layak
praktikum
model diktat praktikum layak diterapkan
berbasis Guided Discovery-Inquiry bervisi
dalam pembelajaran. Hasil uji coba skala
SETS sangat layak digunakan sebagai
kecil
sumber
sebagaimana yang dinyatakan oleh Surianto
Rata-rata
artinya
skor
model
belajar.
dari
diktat
Walaupun
secara
telah
bahwa
memenuhi
ketentuan
keseluruhan sudah dikatakan valid dan
(2012)
petunjuk-petunjuk
sangat layak, tahap revisi masih dilakukan
diberikan
oleh peneliti guna memperbaiki model diktat
laboratorium harus jelas sehingga siswa
dalam
pembelajaran
yang di
Risqiatun Nikmah* dan Achmad Binadja, Pengembangan Diktat Praktikum Berbasis ….
1511
melakukan percobaan dengan cara yang
pada
Berdasarkan
hasil
belajar
tepat dan sebagai hasilnya mereka bisa
ranah psikomotorik dapat diketahui bahwa
memperoleh
20
keahlian
pengetahuan,
dan
sikap
pemahaman,
kebenaran
ilmiah.
dari
30
siswa
mendapat
nilai
psikomotorik dengan kategori sangat baik
Karena respon dari responden pada uji coba
dan
skala kecil adalah positif, maka tahapan
kategori baik. Pada kegiatan praktikum
revisi terhadap diktat praktikum pada uji
hidrolisis
diketahui
coba skala kecil tidak dilakukan.
mendapat
nilai
Tahapan selanjutnya adalah uji coba
10 siswa mendapat nilai
24
dari
psikomotorik
dengan
30
siswa dengan
kategori sangat baik dan 6 siswa mendapat
skala luas. Data yang didapatkan dalam uji
nilai
coba skala luas adalah (1) data hasil belajar
peningkatan nilai psikomotorik siswa dari
pada
praktikum penyangga ke praktikum hidrolisis
ranah
psikomotorik,
afektif,
dan
dengan
kategori
dengan
terhadap peningkatan keterampilan proses
berbasis Guided Discovery-Inquiry bervisi
sains,
siswa
SETS. Pencapaian rata-rata skor tiap aspek
terhadap diktat praktikum berbasis Guided
psikomotoriknya disajikan pada tabel 3
Discovery-Inquiry bervisi SETS.
dengan
(3)
data
tanggapan
keterangan
diktat
Terdapat
kognitif, (2) data pengaruh model diktat
dan
menggunakan
baik.
A
praktikum
(praktikum
penyangga) dan B (praktikum hidrolisis).
Tabel 3. Rata-rata Skor Tiap Aspek Psikomotorik Skor
Aspek Persiapan siswa dalam melakukan praktikum Persiapan alat dan bahan Kelengkapan alat dan bahan praktikum Kemampuan siswa dalam bekerja Penguasaan cara kerja praktikum Keterampilan menggunakan alat Keterampilan melakukan pengukuran Keterampilan mengamati objek Kebersihan alat dan tempat praktikum Kecakapan bekerjasama dalam kelompok Pelaporan hasil praktikum sementara
A 3,6 3 3,9 2,9 3,3 3,5 3,4 3,6 3,2 3,4 3
Kriteria Sangat tinggi Tinggi Sangat tinggi Tinggi Sangat tinggi Sangat tinggi Sangat tinggi Sangat tinggi Sangat tinggi Sangat tinggi tinggi
B 3,6 3 3,9 3 3,4 3,6 3,3 3,2 3,3 3,5 2,9
Kriteria Sangat tinggi Tinggi Sangat tinggi Tinggi Sangat tinggi Sangat tinggi Sangat tinggi Sangat tinggi Sangat tinggi Sangat tinggi Tinggi
Aspek psikomotorik dalam praktikum
mempersiapkan alat dan bahan sesuai
yang memperoleh skor tertinggi adalah
kebutuhan mereka sendiri. Selain kegiatan
aspek
kelengkapan
praktikum.
Aspek
alat ini
dan
bahan
praktikum, kegiatan pembelajaran lainnya
sangat
tinggi
adalah diskusi. Diskusi digunakan dalam
dikarenakan dalam proses pembelajaran
proses
menggunakan diktat praktikum
pengetahuan siswa terhadap materi yang
Guided
Discovery-Inquiry
memberikan kepada
kesempatan
siswa
untuk
berbasis
bervisi
SETS
seluas-luasnya
merancang
dan
pembelajaran
guna
menggali
telah dipelajari. Berdasarkan hasil penilaian diskusi dapat diketahui bahwa 8 dari 30 siswa
1512
Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1506 -1516
mendapat nilai dengan kategori sangat baik dan
22 siswa mendapat nilai
Berdasarkan
hasil
belajar
pada
dengan
ranah afektif dapat diketahui bahwa 8 dari
kategori baik. Rata-rata skor psikomotorik
30 siswa mendapat nilai afektif dengan
diskusi siswa secara klasikal adalah 25
kategori sangat baik dan 22 siswa mendapat
dengan
Pembelajaran
nilai dengan kategori baik. Rata-rata skor
menggunakan diktat praktikum kimia SMA
afektif siswa selama proses pembelajaran
berbasis Guided Discovery-Inquiry bervisi
secara klasikal adalah 23 dengan kategori
SETS ini memberikan kesempatan kepada
baik. Adapun skor tiap aspek afektif siswa
siswa untuk menyelidiki dan menemukan
disajikan pada tabel 5.
kategori
baik.
sendiri konsep yang dipelajarinya. Diskusi Tabel 5. Rata-Rata Skor Tiap Aspek Afektif
yang dilakukan oleh
siswa
mencakup topik tentang penyangga dan hidrolisis
yang
Aspek Disiplin dalam kehadiran di kelas Kerjasama dalam kelompok Kejujuran Bertanggung jawab Rasa ingin tahu Kecakapan berkomunikasi Keberanian dalam mengerjakan soal di depan kelas
Skor 3,7 3,3 3 3,4 3,1 3,3 3
Kriteria Sangat tinggi Sangat tinggi Tinggi Sangat tinggi Sangat tinggi Sangat tinggi Tinggi
dikaitkan dengan unsur-unsur SETS. Melalui diskusi
Aspek afektif yang memperoleh skor
keterampilan berpendapat, bertanya dan
tertinggi adalah disiplin dalam kehadiran di
kepercayaan
berkomunikasi
kelas, sedangkan aspek yang memperoleh
dapat dikembangkan. Adapun rekapitulasi
skor paling rendah adalah aspek keberanian
skor tiap aspeknya disajikan pada tabel 4.
siswa dalam mengerjakan soal di depan
diri
dalam
kelas. Hal ini disebabkan kebanyakan siswa merasa kurang percaya diri dengan jawaban mereka dan takut salah dengan jawaban
Tabel 4. Rata-Rata Skor Tiap Aspek Psikomotorik (Diskusi)
yang mereka kerjakan.
Aspek Kecakapan bertanya Kecakapan berpendapat Toleransi Kepercayaan diri dalam berkomunikasi Kemampuan merumuskan masalah Kemampuan menentukan variabel Kemampuan menentukan hipotesis Kemampuan memecahkan masalah
Skor 3,1 3 3,3 3,4 3 3 3 3
Kriteria Sangat tinggi Tinggi Sangat tinggi Sangat tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi
Aspek psikomotorik dalam berdiskusi yang memperoleh skor tertinggi adalah
Berdasarkan
hasil
belajar
pada
berko-
ranah kognitif dapat diketahui bahwa 9 dari
munikasi. Siswa dilatih untuk menjelaskan
30 siswa belum memenuhi kriteria KKM.
hasil diskusi dengan teman sekelompoknya
Batas minimum atau KKM pelajaran kimia
dan saling bertukar pendapat selama proses
yang ditetapkan oleh sekolah adalah 75.
diskusi berlangsung.
Hasil belajar kognitif diambil dari nilai
aspek
kepercayaan
diri
dalam
Risqiatun Nikmah* dan Achmad Binadja, Pengembangan Diktat Praktikum Berbasis …. posttest dan nilai portofolio. Nilai portofolio
1513
Selain melihat hasil belajar siswa,
dari kesembilan siswa tersebut sudah di
dilakukan
atas KKM tetapi nilai postesnya masih jauh
mengetahui ada atau tidaknya peningkatan
di bawah KKM sehingga nilai akhirnya
keterampilan proses sains siswa. Data yang
menjadi rendah. Namun, jika dilihat dari
digunakan untuk uji signifikansi adalah data
penilaian ranah psikomotorik dan afektif
hasil pretest dan posttest. Setiap butir
kesembilan siswa tersebut mampu men-
pertanyaannya mampu mengukur keteram-
capai
indikator
Ketidaktuntasan berapa
dengan siswa
faktor.
memengaruhi
kategori disebabkan
Faktor-faktor
hasil
baik.
belajar
beyang
digolongkan
menjadi faktor internal dan faktor eksternal (Saptorini,
2011).
memengaruhi
Faktor
hasil
internal
belajar
yang
disebabkan
ketidaksiapan siswa dalam mengerjakan posttest dan kesulitan memahami materi. Selain
itu,
motivasi
siswa
juga
dapat
memengaruhi prestasi belajarnya. Marsita et al (2010) menyatakan penyebab kesulitan siswa dalam memahami materi penyangga
juga
uji
signifikansi
untuk
pilan proses sains siswa yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Penyusunan butir pertanyaan pretest dan posttest telah mengadopsi instrumen tes seperti yang dikembangkan oleh Tek et al (2011). Cara untuk
menguji
proses
signifikansi
sainsnya
(Suharsimi,
peningkatan
dengan
2010).
uji
t-test
Berdasarkan
hasil
perhitungan data dapat diketahui bahwa nilai thitung(10,34) lebih dari ttabel (2,04), artinya
dapat
peningkatan secara
disimpulkan
keterampilan
signifikan
terdapat
proses
setelah
sains
menggunakan
antara lain kurangnya minat dan perhatian
diktat praktikum berbasis Guided Discovery-
siswa
Inquiry bervisi SETS. Hasil penelitian ini
pada
saat
proses
pembelajaran
berlangsung, kurangnya kesiapan siswa dalam
menerima
konsep
baru
dan
penanaman konsep yang kurang dalam. Faktor eksternal yang memengaruhi hasil belajar dalam uji skala luas ini adalah
menambah
bukti
bahwa
keterampilan
proses sains dapat dikembangkan melalui kegiatan
praktikum.
Penelitian
yang
sebelumnya sudah membuktikan tentang peningkatan
keterampilan
proses
sains
adanya kendala-kendala yang ditemukan
melalui kegiatan praktikum adalah penelitian
saat
proses
yang
RPP
dan
pembelajaran.
silabus
dalam
Penyusunan pembelajaran
menggunakan diktat praktikum kimia SMA berbasis Guided Discovery-Inquiry bervisi SETS Terdapat
berdasarkan
kurikulum
ketidaksiapan
siswa
2013. dalam
mengikuti proses pembelajaran berdasarkan kurikulum 2013 sehingga guru terkadang kesulitan untuk mengarahkan siswa untuk mengikuti langkah-langkah pembelajarannya.
pernah
dilakukan
oleh
Siskaet
al(2013). Hasil penelitiannya menyatakan bahwa terdapat peningkatan keterampilan proses sains siswa secara signifikan dalam pembelajaran
kimia
materi
laju
reaksi
melalui pembelajaran praktikum berbasis inquiry.
Selanjutnya
untuk
melihat
peningkatan setiap aspek KPS dapat dilihat pada gambar 2.
1514
Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1506 -1516
Gambar 2. Hasil peningkatan tiap aspek KPS Pada gambar 2 skor tiap aspek
penyelidikan dan penemuan. Berdasarkan
diperoleh dari hasil analisis jawaban siswa
gambar 2 dapat diketahui bahwa kete-
pada pretest dan posttest. Hasil jawaban
rampilan proses sains siswa mengalami
siswa pada pretest dan posttest dianalisis
peningkatan pada tiap aspeknya setelah
berdasarkan
melakukan
spesifikasi
masing-masing
pembelajaran
dengan
aspek KPS kemudian dihitung nilai rata-rata
menggunakan diktat praktikum
tiap aspek KPS secara klasikal. Rata-rata
Guided Discovery-Inquiry bervisi SETS. Hal
KPS siswa XI IPA 1 sebelum perlakuan
ini berarti sesuai dengan pendapat Sawitri
mencapai skor 10 dari 30 dan mencapai
dalam Trisnawati (2011) yang menyatakan
skor 21 dari 30 setelah mendapat perlakuan
bahwa tujuan penyusunan diktat praktikum
dengan
salah satunya adalah untuk mengaktifkan
menggunakan
diktat
praktikum
berbasis
berbasis Guided Discovery-Inquiry bervisi
siswa
SETS. Pengukuran dilakukan dengan 30
mengembangkan
butir pertanyaan yang mencakup sembilan
sains. Aspek KPS yang mencapai skor
aspek
tertinggi
keterampilan
sebagaimana Saptorini
yang
(2011).
proses
sains
disebutkan
oleh
Kesembilan
aspek
dan
membantu
adalah
siswa
keterampilan
aspek
dalam proses
interpretasi
dan
mengkomunikasikan hasil penyelidikan dan penemuan.
Aspek
interpretasi
dan
keterampilan proses sains (KPS) tersebut
berkomunikasi dapat mengukur kemampuan
yaitu: (1) mengobservasi, (2) membuat
siswa
hipotesis, (3) merencanakan penelitian, (4)
menjelaskan
mengendalikan
penemuannya.
pretasikan
(5)
menafsirkan
menginterdata,
menafsirkan hasil
data
dan
penyelidikan
dan
(6)
Berdasarkan hasil pengisian angket
menyusun simpulan sementara (inferensi),
tanggapan siswa mengenai diktat praktikum
(7) memprediksi, (8) menerapkan konsep,
berbasis Guided Discovery-Inquiry bervisi
dan
SETS yang telah berlangsung dalam proses
(9)
atau
variabel,
dalam
mengkomunikasikan
hasil
Risqiatun Nikmah* dan Achmad Binadja, Pengembangan Diktat Praktikum Berbasis ….
1515
pembelajaran menunjukkan 7 dari 30 siswa
penambahan instruksi yang lebih jelas pada
memberi tanggapan dengan kriteria sangat
bagian
layak dan 23 siswa memberikan tanggapan
penyangga
dengan
skor
dikarenakan pada praktikum tersebut siswa
tanggapan secara klasikal yang diberikan
merasa kebingungan dan solusinya pada
oleh siswa adalah 46 dengan kategori layak.
saat itu guru harus menjelaskan kembali
Selain
maksud dari praktikum tersebut kepada
kriteria
itu,
layak.
skor
menunjukkan
Rata-rata
setiap
itemnya
sebagian
besar
juga siswa
praktikum
membuat
asam
dan
larutan
basa.
Hal
ini
setiap kelompok.
beranggapan setuju bahwa diktat praktikum berbasis Guided Discovery-Inquiry bervisi
SIMPULAN
SETS; (1) sangat membantu dalam kegiatan Berdasarkan
praktikum, (2) instruksinya mudah dilaksanakan, (3) penyusunan kontennya menarik, (4) tata bahasanya mudah dipahami, (5) menarik minat untuk membacanya, (6) membangkitkan rasa ingin tahu, (7) dapat dijadikan referensi, (8) terbaca dengan jelas, (9) memberikan pengalaman cara belajar baru, (10) mengarahkan belajar mandiri, (11)
memudahkan
tersedianya dukung,
belajar
gambar-gambar
(12)
kemampuan
dapat siswa
karena
yang
men-
mengembangkan dalam
memahami
keterkaitan SETS, dan (13) pemakainnya praktis. Berdasarkan hasil tanggapan siswa tersebut
dapat
memberikan
dikatakan bahwa siswa
tanggapan
positif
terhadap
hasil
penelitian
diperoleh kesimpulan, yaitu: (1) validitas diktat praktikum berbasis Guided DiscoveryInquiry bervisi SETS mencapai skor 202 dengan kategori sangat layak berdasarkan penilaian menggunakan instrumen tahap II BSNP, (2) diktat praktikum berbasis Guided Discovery-Inquiry
bervisi
SETS
dapat
meningkatkan keterampilan proses sains siswa kelas XI IPA 1 SMA N 1 Kajen secara signifikan, dan (3) diktat praktikum berbasis Guided
Discovery-Inquiry
bervisi
SETS
mendapatkan tanggapan positif dari siswa dengan rata-rata skor tanggapan siswa secara klasikal sebesar 46 dengan kategori layak.
diktat praktikum berbasis Guided DiscoveryInquiry. Hal ini berarti diktat praktikum berbasis Guided Discovery-Inquiry layak diterapkan
dalam
proses
pembelajaran
materi penyangga dan hidrolisis. Setelah dilakukan uji coba skala luas adapun pembenahan dilakukan
atau
revisi
berdasarkan
yang
perlu
kekurangan-
kekurangan yang didapatkan dalam uji skala luas. Pembenahan diktat praktikum berbasis Guided Discovery-Inquiry bervisi SETS yang dilakukan
pada
tahap
akhir
adalah
DAFTAR PUSTAKA Aka, E.I., Guven, E.,& Aydogdu, M. 2010. Effect of Problem Solving Method on Science Process Skills and Academic Achievement.Journal of TURKISH SCIENCE EDUCATION . 7(4):13-25 Aktamis, H & Ergin, O. 2008. The Effect of Scientific Process Skills Education on Student’s Scientific Creativity, Science Attitudes and Academic Achievements.Asia –Pasific Forum on Science Learning and Teaching. 9(4): 1-21
1516
Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1506 -1516
Binadja,A. 1999. Hakekat dan Tujuan Pendidikan SETS. Seminar Lokakarya Nasional Pendidikan SETS. Semarang 14-15 Desember 1999 Hofstein & Naaman, M.R. 2007. The Laboratory in Science education: The State of the Art. Journal Chemistry Education Research and Practice 105- 107.8(2): 105-107 Marsita, A.R., Priatmoko, S., & Kusuma, E. 2010. Analisis Kesulitan Belajar Kimia Siswa SMA dalam Memahami Materi Larutan Penyangga dengan menggunakan Two-Tier Multiple Choice Diacnostic Instrument. Jurnal Inovasi Kimia. 4(1): 512-520 Nufus, H.2011. Komparasi hasil belajar kimia materi larutan penyangga dan hidrolisis menggunakan pembeajaran guided discoveryinquiry (GDI) dan cooperative integrated reading dan composition (CIRC) di SMAN 4 Semarang. Skripsi. Semarang: FMIPA UNNES Oloyede, O.I. 2010. Comparative Effect of the Guided Discovery and Concept Mapping Teaching Stategies on Sss Students’Chemistry Achivement. Humanity and Social Journal.5(1): 16 Saptorini. 2008. Peningkatan Keterampilan Generik sains bagi Mahasiswa Melalui Perkuliahan Praktikum Kimia Analisis Instrumen Berbasis Inkuiri. Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia.2(1): 190-198 Saptorini. 2011. Stategi Pembelajaran Kimia. Semarang: UNNES Sheeba, M.N. 2013. An Anatomy of Science Process Skills In The Light Of The Challenges to Realize Science
Instruction Leading To Global Excellence in Education. Educationia Confab. 2(4): 108-123 Siska, M., Kurnia, & Sunarya, Y. 2013. Peningkatan Keterampilan Proses Sains Siswa SMA Melalui Pembelajaran Praktikum Berbasis Inquiry pada Materi Laju Reaksi. Jurnal Riset dan Praktik Pendidikan Kimia. 1(1): 69-75 Sugiyono. 2010. Metode Penellitian Kuantitatif Kalitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Suharsimi, A. 2010. Prosedur Penelitian. Jakarta : PT rineka cipta Surianto. 2012. Pengembangan Buku Petunjuk Praktikum Kimia SMA kelas XI Semester Ganjil berdasarkan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Thesis. Medan: UNIMED Tek, O.E., Tuang, W.Y., Yasin, S.Md., Baharom, S., & Yahaya, A. 2011. The Development and Validation of an All Encompassing MalaysianBased Science Process Skills Test for Secondary Schools. Journal of science and Mathematics Education in Southeast Asia 2011. 34(2): 203263 Trisnawati, E. 2011. Pengembangan Petunjuk Praktikum Biologi Materi Struktur Sel dan Jaringan Berbasis Empat Pilar Pendidikan. Skripsi. Semarang: UNNES Wardani, S., Widodo, A.T., & Priyani, N.E. 2009. Peningkatan Hasil Belajar Siswa Melalui Pendekatan Keterampilan Proses Sains Berorientasi Problem-Based Instruction. Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia. 3(1): 391-399
JURNAL IPK JURNAL INOVASI PENDIDIKAN KIMIA ISSN 1979-0503 Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 Terbit dua kali setahun pada bulan Januari dan Juli Ketua Penyunting Tri Widodo Wakil Ketua Penyunting Wisnu Sunarto Penyunting Pelaksana Sigit Priatmoko Nanik Wijayati Harjono Harjito Sri Kadarwati Cepi Kurniawan Ella Kusumastuti Penyunting Ahli (Mitra Bestari) Mudatsir (Universitas Gadjah Mada), Hanny Wijaya (Institut Pertanian Bogor), Effendi (Universitas Negeri Malang), Liliasari (Universitas Pendidikan Indonesia), Nurfina Aznam (Universitas Negeri Yogyakarta), Bambang Cahyono (Universitas Diponegoro), Achmad Binadja (Universitas Negeri Semarang), D.Y.P. Sugiharto (Universitas Negeri Semarang) Pelaksana Tata Usaha Woro Sumarni Pembantu Pelaksana Tata Usaha Wijayanti Setyodewi Alamat Penyunting dan Tata Usaha: Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang Gedung D6 Lantai 2, Jl. Raya Sekaran Gunungpati Semarang 50229, Telp./Fax: (024) 8508035. Email:
[email protected] Penyunting menerima sumbangan tulisan yang belum pernah dipublikasikan di media lain. Naskah diketik dengan format seperti tercantum pada Panduan Penulisan JIPK di bagian belakang jurnal ini, dan dapat diunduh di laman http://kimia.unnes.ac.id. Naskah yang masuk dievaluasi dan disunting untuk keseragaman format, istilah, dan tata cara lainnya.
PANDUAN PENULISAN NASKAH JURNAL INOVASI PENDIDIKAN KIMIA Naskah yang diterbitkan dalam jurnal terdiri atas naskah hasil penelitian dan naskah hasil pemikiran konseptual. Naskah ditulis menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar antara 10 sampai 15 halaman. Naskah diketik pada kertas ukuran A4 dengan margin atas, bawah, kiri, dan kanan masing-masing 3,0 cm, huruf jenis arial ukuran 10 (kecuali judul naskah menggunakan huruf ukuran 12 bold), spasi 1,5 kecuali abstrak, judul tabel, judul gambar, dan daftar pustaka menggunakan spasi tunggal. Nama penulis disertai dengan institusi asal ditulis di bagian bawah judul naskah dengan huruf arial 9 dan dicetak miring. Naskah terdiri atas abstrak dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris, pendahuluan, metode penelitian, hasil dan pembahasan, simpulan, dan daftar pustaka. Abstrak ditulis maksimal 200 kata disertai dengan 3 sampai dengan 5 buah kata kunci yang diambil dari judul naskah. Judul dan subjudul ditulis rata kiri dengan aturan: (1) judul ditulis dengan huruf kapital, (2) subjudul ditulis dengan huruf kecil kecuali huruf pertama tiap kata, (3) sub-subjudul ditulis dengan huruf kecil kecuali huruf depan kata pertama. Pustaka dirujuk berdasarkan sistem nama tahun, dan ditulis dalam daftar pustaka sesuai dengan urutan abjad. Template file naskah artikel dapat diunduh di web site: http://kimia.unnes.ac.id Ucapan terima kasih Ucapan terima kasih ditulis pada akhir naskah sebelum daftar pustaka. Pengiriman naskah Naskah dikirimkan dalam bentuk hardcopy sebanyak 2 eksemplar disertai dengan softcopy kepada editor naskah Dra. Nanik Wijayati, M.Si. atau Ella Kusumastuti, S.Si., M.Si. Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang, Gedung D6 lantai 2 Kampus Sekaran, Gunungpati Semarang 50229, telp: (024) 8508035, atau melalui email ke alamat:
[email protected]. Penulis yang naskahnya dimuat diminta untuk memberikan kontribusi sebesar Rp. 100.000,- dan yang bersangkutan akan mendapatkan Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia (JIPK) sebanyak 1 eksemplar.