VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Karakteristik Nelayan Tangkap Kelurahan Untung Jawa Pulau Untung Jawa yang berbasis sumberdaya perikanan menyebabkan mayoritas penduduknya berprofesi sebagai nelayan. Sekitar 80% dari total penduduk di Pulau Untung Jawa merupakan nelayan. Nelayan di Pulau Untung Jawa terbagi menjadi dua kelompok yaitu nelayan pinggir dan nelayan tengah. Nelayan pinggir yaitu nelayan yang periode melautnya harian, sedangkan nelayan tengah yaitu nelayan yang periode melautnya mingguan. Nelayan pinggir berangkat melaut setiap pagi hari dan kembali siang hari, sedangkan nelayan tengah melaut selama 13 hingga 15 hari. Perbedaan lain antara nelayan pinggir dan nelayan tengah adalah ukuran kapal yang digunakan. Nelayan pinggir menggunakan kapal motor yang berukuran 7 m x 1 m dengan kekuatan mesin 23 PK. Sedangkan nelayan tengah menggunakan ukuran kapal yang lebih besar yaitu 13 m x 1,7 m dengan kekuatan mesin 33 PK karena jarak tempuhnya yang lebih jauh. Selain itu jumlah Anak Buah Kapal (ABK) yang ikut serta ketika melaut juga berbeda. Nelayan tengah dalam satu trip membawa lima hingga delapan orang ABK, sementara nelayan pinggir biasanya sendiri atau paling banyak membawa tiga orang dalam satu trip. Alat tangkap yang digunakan nelayan di Pulau Untung Jawa baik nelayan pinggir maupun nelayan tengah adalah bubu dan pancing. Bubu yang mereka gunakan adalah bubu yang terbuat dari kawat dan bambu dengan umur ekonomis 3 bulan untuk bubu bambu dan 6 bulan untuk bubu kawat.
49
Karakteristik nelayan Kelurahan Pulau Untung Jawa dilihat dari berbagai hal, yang pertama adalah usia responden yang merupakan nelayan. Nelayan di Kelurahan Untung Jawa tersebar dari kelompok usia kurang dari dua puluh tahun hingga nelayan yang berusia lebih dari lima puluh tahun. Kelompok usia nelayan dapat dilihat pada gambar 6 di bawah ini.
Sumber : Data Primer, diolah (2011)
Gambar 6. Kelompok Usia Responden Nelayan di Pulau Untung Jawa sebagian besar berada pada usia angkatan kerja yaitu 20 hingga 50 tahun, dan didominasi oleh penduduk yang berusia antara 21-30 tahun sebanyak 35,59%. Namun ada pula penduduk yang berusia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 50 tahun yang berprofesi sebagai nelayan. Sebagian besar penduduk mulai melaut pada usia tiga belas tahun setelah lulus Sekolah Dasar, hanya sedikit penduduk yang melanjutkan pendidikannya ke tingkat yang lebih tinggi. Meskipun masih ada penduduk yang melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama, tapi jumlahnya sangat sedikit. Begitu pula yang melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas. Selain karena sudah mulai ikut melaut,
50
sarana Sekolah Menengah Atas di Kelurahan Untung Jawa belum tersedia. Tingkat pendidikan responden disajikan pada Gambar 7.
Sumber : Data primer, diolah (2011)
Gambar 7. Tingkat Pendidikan Responden Pendidikan terakhir mayoritas nelayan di Pulau Untung Jawa adalah Sekolah Dasar, yaitu sebanyak 58% responden adalah lulusan SD. Hal ini disebabkan karena kurangnya kesadaran masyarakat untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Serta fasilitas Sekolah Menengah Pertama baru dibangun pada tahun 2000 dan belum terdapat Sekolah Menengah Atas di Pulau Untung Jawa. Di Kelurahan Untung Jawa terdapat organisasi nelayan yaitu Nelayan Sejahtera. Tidak semua nelayan ikut serta menjadi anggota maupun pengurus organisasi tersebut. Keberadaan organisasi nelayan hanya bertujuan untuk mengeratkan silaturahim antar nelayan, sehingga ada nelayan yang merasa tidak terlalu butuh ikut serta dalam organisasi. Perbandingan keikutsertaan nelayan dalam organisasi disajikan pada Gambar 8 berikut.
51
Sumber : Data Primer, diolah (2011)
Gambar 8. Keikutsertaan Responden dalam Organisasi Dari 59 responden yang diwawancarai, sebanyak 78% responden tergabung dalam organisasi nelayan, dan 22% tidak tergabung dalam organisasi nelayan. Organisasi nelayan tersebut merupakan organisasi yang bertujuan sosial. Kegiatan yang dilakukan oleh anggota organisasi adalah santunan terhadap anak yatim, dan kegiatan sosial lainnya. 6.2 Faktor Sosial Ekonomi yang Mempengaruhi Pendapatan Nelayan Pendapatan nelayan dipengaruhi oleh berbagai faktor. Berdasarkan hasil regresi berganda dengan fungsi dasar Cobb Douglas diperoleh hasil faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan Pulau Untung Jawa. Hasil pengolahan data dari wawancara dengan responden menghasilkan dua persamaan regresi yaitu regresi dengan data cross section dan regresi dengan data time series. Untuk hasil regresi dengan data cross section, variabelnya adalah hasil tangkapan, biaya, jumlah tenaga kerja, jarak tempuh, pengalaman reponden, usia, pendidikan terakhir yang ditempuh responden, alat tangkap yang digunakan, kepemilikan alat tangkap, dan keikutsertaan dalam organisasi. Sedangkan variabel sosial ekonomi
52
untuk regresi dengan data time series adalah harga ikan, harga bahan bakar (solar) dan jumlah ikan yang didaratkan. 6.2.1 Analisis Regresi Berganda Cross Section Analisis regresi berganda ini dilakukan menggunakan data cross section terdiri dari 10 variabel independent yaitu hasil tangkapan, Biaya, jumlah tenaga kerja, jarak tempuh, pengalaman, usia, pendidikan, alat tangkap, kepemilikan alat tangkap, dan keikutsertaan dalam organisasi. Pengambilan data dilakukan kepada 50 responden dan menghasilkan persamaan regresi sebagai berikut : Ln PDT = 24,0 + 0,318 Ln HT - 0,424 Ln Biaya - 0,119 Ln JTK - 0,335 Ln JT 0,293 Ln PNGLM - 0,227 Ln USIA + 0,291 Ln PEND + 0,293 Ln AT + 2,11 KAT + 0,387 ORG Dimana : PDT
: Pendapatan nelayan (Rp)
HT
: HasilTangkapan (kg)
BIAYA
: Biaya (Rp)
JTK
: Jumlah Tenaga Kerja (orang)
JT
: Jarak tempuh (m)
PNGLM
: Pengalaman (tahun)
USIA
: Usia Nelayan (tahun)
PEND
: Pendidikan Nelayan
AT
: Alat Tangkap
KAT
: Kepemilikan Alat Tangkap
ORG
: Keikutsertaan dalam Organisasi Nelayan
53
Tahap pertama adalah dilakukan pengujian bersama terhadap model (Uji Anova) atau Uji F. Perhitungan ANOVA menghasilkan nilai F hitung sebesar 38,15 dan significance F sebesar 0,0000. Nilai Significance F yang sangat kecil menunjukkan model regresi dapat menjelaskan keragaman pendapatan. Hasil goodness of fit (R2) dari regresi tersebut adalah 0,892 yang berarti sebesar 89,2% model dapat menjelaskan variabel independent, sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diikutsertakan dalam model. Hasil dari uji bersama menunjukan bahwa model layak atau dapat menjelaskan keragaman variabel dependent. Selanjutnya dilihat variabel dependent apa saja yang berpengaruh secara signifikan terhadap variabel independent menggunakan Uji Parsial (Uji T). Taraf nyata yang digunakan sebesar 10%. Nilai P value yang lebih kecil dari taraf nyata yang berlaku menunjukkan bahwa variabel independent berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependent. Dari 10 variabel independent, lima variabel berpengaruh secara signifikan sementara lima variabel sisanya tidak berpengaruh secara signifikan. Tabel 3. Hasil Uji Individual untuk Model Cross Section Variabel Koefisien T Konstanta 23,959 7,33 HT 0,31770 4,49 BIAYA -0,4239 -2,11 JTK -0,1187 -0,57 JT -0,33532 -3,82 PNGLM -0,2925 -1,49 USIA -0,2271 -0,53 PEND 0,2914 1,15 AT 0,2927 1,14 KAT 2,1137 12,21 ORG 0,3870 2,31 Sumber : Hasil olahan (2011), pada taraf nyata 10%
P value 0,000 0,000 0,042 0,572 0,001 0,145 0,598 0,260 0,264 0,000 0,027
54
Variabel yang berpengaruh secara signifikan adalah hasil tangkapan, biaya, jarak tempuh, kepemilikan alat tangkap, dan keikutsertaan dalam organisasi. Variabel hasil tangkapan memiliki t hitung sebesar 4,49 dan P value sebesar 0,000. Variabel biaya memiliki t hitung sebesar -2,11 dan P value sebesar 0,042. Variabel jarak tempuh memiliki t hitung sebesar -3,82 dan P value sebesar 0,001. Variabel kepemilikan alat tangkap memiliki t hitung 12,21 dan P value sebesar 0,000. Dan nilai t hitung untuk variabel keikutsertaan dalam organisasi sebesar 2,31 dengan P value sebesar 0,027. Sementara untuk variabel yang tidak berpengaruh secara signifikan adalah jumlah tenaga kerja, pengalaman, usia, tingkat pendidikan, dan alat tangkap. T hitung untuk variabel jumlah tenaga kerja sebesar -0,57 dengan P value sebesar 0,572. Untuk variabel pengalaman, nilai t hitung sebesar -1,49 dan P value 0,145. Variabel usia memiliki nilai t hitung sebesar -0,53 dengan P value 0,598. Variabel pengalamantingkat pendidikan, t hitung yang diperoleh sebesar 1,15 dengan P value sebesar 0,260. Variabel alat tangkap memiliki t hitung sebesar 1,14 dan P value sebesar 0,264. Setelah dilakukan uji bersama dan uji parsial, tahap selanjutnya adalah menguji apakah terdapat penyimpangan asumsi pada model regresi tersebut. Penyimpangan
asumsi
yang
akan
diuji
adalah
multikolinearitas,
heteroskedastisitas, dan autokorelasi. Pengujian multikolinearitas dilakukan dengan melihat nilai VIF dari setiap variabel. Nilai VIF diperoleh dengan bantuan software Minitab versi 14. Dari hasil pengolahan data dengan Minitab, tidak terdapat nilai VIF yang lebih besar dari 10 untuk seluruh variabel. Hal ini berarti tidak terjadi penyimpangan asumsi multikolinearitas atau dengan kata lain tidak 55
ada hubungan linear sempurna antar variabel independent dalam model. Penyimpangan asumsi yang kedua adalah heteroskedastisitas. Heteroskedastisitas dapat dideteksi dengan Uji White (White test) dengan bantuan software Microsoft Excel hasil yang diperoleh dari perhitungan nilai hitung Chi Square sebesar 40,14 dan nilai X2 tabel untuk taraf nyata 10% dan observasi 50 adalah 57,5053. Dapat dilihat bahwa nilai hitung Chi Square lebih kecil dari nilai X2 . Maka dapat disimpulkan tidak terjadi heteroskedastisitas pada model. Artinya ragam dari errorterm untuk variabel dependent konstan. Penyimpangan asumsi yang terakhir adalah autokorelasi. Autokorelasi dideteksi dengan uji Durbin Watson (DW). Dengan bantuan software minitab diperoleh nilai DW untuk model regresi sebesar 2,06449. Nilai stastitik DW yang mendekati 2 menunjukkan tidak ada autokorelasi dalam model. Sehingga dapat dikatakan bahwa asumsi sisaan menyebar bebas dapat dipenuhi. Setelah seluruh uji statistik dilakukan, dan diperoleh hasil bahwa model layak dan tidak terdapat penyimpangan asumsi regresi linear selanjutnya adalah melakukan interpretasi terhadap hasil yang diperoleh untuk masing-masing variabel. Nilai koefisien yang diperoleh menggambarkan elastisitas masingmaisng variabel. Berikut ini adalah interpretasi koefisien untuk masing-masing variabel independent : 1.
Hasil Tangkapan Hasil tangkapan berpengaruh secara signifikan terhadap pendapatan nelayan dengan nilai koefisien sebesar 0,31770. Nilai koefisien tersebut memiliki arti bahwa
peningkatan
hasil
tangkapan
nelayan
sebesar
100%
akan
meningkatkan pendapatan nelayan sebesar 31,77%, ceteris paribus. Hasil ini 56
sesuai dengan hipotesis penelitian bahwa hasil tangkapan berpengaruh positif terhadap pendapatan nelayan. Koefisien hasil tangkapan yang kurang dari 1 menunjukan bahwa hasil tagkapan tidak elastis (inelastis). Hal ini berarti respon pendapatan terhadap hasil tangkapan nelayan sangat kecil. 2.
Biaya Biaya berpengaruh secara signifikan terhadap pendapatan dengan nilai koefisien sebesar -0,4239. Artinya untuk tiap peningkatan Biaya sebesar 100% maka rata-rata pendapatan yang diperoleh nelayan turun sebesar 42,39%, ceteris paribus. Hasil ini sesuai dengan hipotesis penelitian yaitu Biaya berpengaruh negatif terhadap pendapatan nelayan. Komponen Biaya melaut yang dikeluarkan nelayan terbagi menjadi biaya tetap dan biaya variabel. Komponen biaya tetap adalah perawatan kapal, perawatan mesin, perawatan/penggantian alat tangkap, dan biaya perizinan melaut (surat-surat). Sedangkan komponen biaya variabel adalah makanan (ransum), es, dan bahan bakar (solar). Dengan nilai koefisien yang negatif berarti penurunan biaya melaut, baik biaya tetap maupun biaya variabel akan meningkatkan pendapatan nelayan. Koefisien yang kurang dari 1 menunjukan Biaya melaut inelastis terhadap pendapatan nelayan. Hal ini bermakna respon pendapatan nelayan terhadap Biaya melaut sangat kecil.
3.
Jumlah Tenaga Kerja Jumlah tenaga kerja tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pendapatan nelayan. Hal ini dapat disebabkan karena ketidakefisiensi tenaga kerja yang dipekerjakan.
4.
Jarak Tempuh 57
Jarak tempuh berpengaruh secara signifikan terhadap pendapatan nelayan dengan nilai koefisien -0,33532. Hal ini tidak sesuasi dengan hipotesis penelitian yaitu jarak tempuh berpengaruh positif terhadap pendapatan nelayan. Ketidaksesuaian ini dapat terjadi karena jarak tempuh yang semakin jauh juga akan meningkatkan biaya yang harus dikeluarkan nelayan, sementara hasil tangkapan belum tentu lebih banyak yang diperoleh. Hal lain yang mungkin terjadi adalah, semakin jauh jarak melaut dari pulau, maka persaingan dengan nelayan lain dari berbagai daerah juga lebih tinggi. Sehingga hasil tangkapan yang diperoleh tidak lebih banyak yang mengakibatkan pendapatan nelayan juga tidak meningkat. 5.
Pengalaman Pengalaman melaut seorang nelayan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pendapatan nelayan. Hasil ini tidak sesuai dengan hipotesis penelitian yang menyatakan pengalaman berpengaruh positif terhadap pendapatan. Hal ini dapat terjadi karena melayan yang lebih berpengalaman belum tentu berpengalaman dalam menggunakan teknologi baru seperti GPS.
6.
Usia Usia nelayan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pendapatan nelayan. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa usia nelayan berpengaruh positif terhadap pendapatan nelayan. Ketidaksesuaian hipotesis penelitian dengan hasil yang diperoleh di lapangan dapat terjadi karena baik nelayan yang berusia muda maupun nelayan yang berusia lebih tua dapat memperoleh hasil/pendapatan yang sama atau bahkan
58
nelayan yang lebih muda dapat memperoleh lebih banyak pendapatan karena lebih produktif. 7.
Pendidikan Tingkat pendidikan nelayan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pendapatan nelayan. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis penelitian bahwa tingkat pendidikan berpengaruh positif terhadap pendapatan nelayan. Ini dapat terjadi karena nelayan yang tingkat pendidikan lebih tinggi belum tentu lebih mahir dalam melaut daripada nelayan yang tingkat pendidikannya rendah. Selain itu, ketika melaut nelayan menggunakan GPS (Global Positioning System). Keterampilan menggunakan GPS ini tidak diperoleh di jenjang pendidikan formal, namun melalui pembelajaran secara otodidak. Nelayan dengan tingkat pendidikan SD, SMP, dan SMA bahkan yang tidak pernah bersekolahpun terampil menggunakan GPS.
8.
Alat Tangkap Alat tangkap yang digunakan nelayan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pendapatan nelayan. Alat tangkap yang digunakan nelayan Pulau Untung Jawa adalah bubu dan pancing. Seluruh nelayan di Pulau Untung Jawa menggunakan alat tangkap ini. Sehingga tidak ada pengaruhnya alat tangkap yang digunakan terhadap pendapatan nelayan.
9.
Kepemilikan Alat Tangkap Kepemilikan alat tangkap berpengaruh signifikan terhadap pendapatan nelayan dengan koefisien 2,1137. Sesuai dengan hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa kepemilikan alat tangkap berpengaruh positif terhadap pendapatan nelayan. Nilai koefisien sebesar 2,1137 memiliki arti bahwa 59
kecenderungan nelayan yang memiliki alat tangkap, pendapatannya meningkat sebesar sebesar 2,546%. 10. Keikutsertaan dalam Organisasi Keikutsertaan dalam organisasi berpengaruh secara signifikan terhadap pendapatan yang diperoleh nelayan dengan nilai koefisien sebesar 0,3870. Artinya kecenderungan nelayan yang bergabung dalam organisasi nelayan, pendapatannya lebih tinggi 38,7% daripada nelayan yangtidak bergabung dalam organisasi nelayan. Selain hal tersebut di atas, berdasarkan hasil wawancara dengan responden, mereka merasa terganggu dengan nelayan dari wilayah lain seperti nelayan dari Tangerang yang melaut di sekitar wilayah Pulau Untung Jawa. Selain itu, banyak nelayan dari luar pulau yang menggunakan pukat harimau untuk menangkap ikan. Penggunaan pukat harimau ini menurut mereka dapat merusak alat tangkap mereka yang menggunakan bubu. Nelayan sering mengeluhkan bubu mereka hilang saat melaut karena terbawa oleh pukat harimau dari nelayan lain. Hal ini menyebabkan mereka harus lebih sering mengganti atau membeli baru bubu yang mengakibatkan Biaya nelayan menjadi lebih besar. 6.2.2. Analisis Regresi Berganda Time series Analisis regresi berganda dengan data time series dilakukan untuk data yang berupa series menurut waktu. Analisis ini dilakukan untuk variabel harga ikan, harga bahan bakar, yang merupakan variabel sosial ekonomi serta variabel cuaca seperti suhu udara, curah hujan, tinggi gelombang, dan jumlah hari hujan. Regresi Time Series menghasilkan tiga alternatif model untuk dipilih menjadi model yang terbaik. 60
Model yang pertama Ln PDT = 51,5 + 0,0884 Ln P - 4,46 Ln BBM + 0,500 Ln F + 0,068 Ln SU - 0,0306 Ln CH + 0,0468 Ln JH + 0,0100 Ln TG. Model yang kedua dilakukan dengan menghilangkan variabel tinggi gelombang karena dianggap mengganggu model. Model kedua Ln PDT = 54,6 + 0,0606 Ln P – 4,43 Ln BBM + 0,492 Ln F – 0,832 Ln SU – 0,0519 Ln CH + 0,0347 Ln JH. Model yang ketiga diperoleh melalui regresi bertatar (stepwise regression) Ln PDT = 55,8 + 0,0588 Ln P – 4,43 Ln BBM + 0,492 Ln F – 1,21 Ln SU – 0,0505 Ln CH + 0,0366 Ln JH. Indikator kebaikan model disajikan pada tabel 4
61
Tabel 4. Alternatif Model Regresi Time Series Variabel Konstanta P BBM F SU CH JH TG Uji F R2 R2 Adj DW VIF Chi Square
1 51,457 0,000* 0,08843 0,000* -4,46349 0,000* 0,49985 0,000* 0,0675 0,889* -0,04679 0,202* 0,04679 0,202* 0,00995 0,705* 0,000 98,9% 98,7% 1,39786 <10 Chi2 < X2
Model 2 10,129 0,316* 0,15 0,029* -1,3949 0,000* 0,10750 0,022* 6,007 0,026* -0,0061 0,956* 0,0314 0,810* -
3 54,558 0,000* 0,06057 0,001* -4,4304 0,000* 0,49191 0,000* -0,8324 0,316* -0,05187 0,062* 0,03467 0,270* -
0,000 97,6% 97,2% 1,56986 <10 Chi2 < X2
0,000 98,0% 97,7% 1,76256 <10 Chi2 < X2
Model yang dipilih dari ketiga alternatif model tersebut adalah model yang ketiga. Karena memiliki R2 yang cukup tinggi, nilai DW yang paling mendekati dua serta tidak terdapat penyimpangan asumsi. Fungsi dari model yang ketiga adalah Ln PDT = 55,8 + 0,0588 Ln P – 4,43 Ln BBM + 0,492 Ln F – 1,21 Ln SU – 0,0505 Ln CH + 0,0366 Ln JH. Model ini memiliki adjusted R2 sebesar 0,979 yang berarti sebesar 97,9% keragaman mampu dijelaskan oleh model, dan sisanya dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model. Hasil statistik untuk uji bersama (Uji F) adalah 306,61 dengan significance F sebesar 0,000. Nilai significance F yang sangat kecil
62
mengindikasikan bahwa secara bersama-sama variabel independent berpengaruh terhadap variabel dependent. Proses selanjutnya adalah melihat apakah terjadi penyimpangan asumsi dalam model. Penyimpangan yang pertama adalah multikolinearitas dideteksi dari nilai VIF. Dari hasil output minitab, nilai VIF untuk setiap variabel independent tidak ada yang lebih dari 10. Ini berarti tidak terjadi multikolinearitas pada model. Artinya tidak ada hubungan linier sempurna antar variabel dalam model. Selanjutnya adalah uji Heteroskedastisitas menggunakan Uji White (White test) dengan bantuan software Microsoft Excel. Nilai yang diperoleh untuk nilai Chi Square adalah 43,12 sementara nilai X2 sebesar 56,36854. Nilai Chi Square yang lebih kecil daripada X2 berarti tidak terjadi heteroskedastisitas pada model. Setelah dilakukan uji terhadap multikolinearitas dan heteroskedastisitas, penyimpangan asumsi yang ketiga adalah autokorelasi. Pengujian autokorelasi dilakukan menggunakan Uji Durbin Watson (Uji DW) menggunakan bantuan software Minitab versi 14. Output Minitab menunjukkan nilai statistik Durbin Watson untuk model regresi time series ini adalah 1,76256. Nilai statistik Durbin Watson yang mendekati dua menunjukkan bahwa tidak terdapat autokorelasi pada model atau model memenuhi asumsi bebas serial. Model regresi time series dapat dianggap baik karena memiliki R2 yang cukup baik, statistik F yang baik, dan tidak terdapat penyimpangan asumsi pada model. Tahap selanjutnya adalah interpretasi terhadap koefisien variabel independent yang signifikan terhadap variabel dependent. Kedua variabel sosial ekonomi pada model, signifikan mempengaruhi pendapatan nelayan.
63
Tabel 5. Hasil Uji Individual (uji T) untuk Model Time Series Variabel Koefisien Konstanta 55,791 P 0,05881 BBM -4,4263 F 0,49197 SU -1,2067 CH -0,05055 JH 0,03664 Sumber : Data Olahan (2011)
T 18,97 3,93 -35,35 32,22 -1,59 -2,05 1,30
P value 0,000 0,000 0,000 0,000 0,121 0,047 0,200
Variabel yang pertama adalah harga ikan, dengan t hitung sebesar 3,93 dan P value 0,000. Pada taraf nyata sebesar 10%, harga ikan berpengaruh secara signifikan terhadap model. Koefisien harga ikan sebesar 0,05881 berarti peningkatan harga ikan sebesar 100% akan meningkatkan pendapatan nelayan sebesar 5,88%. Koefisien harga ikan kurang dari 1 menunjukan harga ikan inelastis terhadap pendapatan nelayan. Artinya peningkatan harga ikan hanya akan meningkatkan pendapatan nelayan dalam jumlah yang sangat kecil. Variabel selanjutnya yang berpengaruh secara signifikan terhadap pendapatan nelayan adalah harga bahan bakar (solar) dengan nilai t hitung sebesar -35,35 dan P value sebesar 0,000. Koefisien untuk variabel ini adalah -4,4263 yang berarti peningkatan harga bahan bakar sebesar 100% akan menurunkan pendapatan nelayan sebesar 442,63%.
Harga bahan bakar elastis terhadap
pendapatan nelayan karena nilai koefisiennya yang lebih dari 1. Hal ini berarti fluktuasi harga bahan bakar memberi respon yang besar terhadap pendapatan nelayan. Variabel yang berikutnya adalah jumlah ikan yang didaratkan dengan t hitung sebesar 32,22 dan P value 0,000. Pada taraf nyata 10%, jumlah ikan yang didaratkan berpengaruh secara signifikan terhadap model. Koefisien jumlah ikan 64
yang didaratkan sebesar 0,49197 berarti peningkatan jumlah ikan yang didaratkan sebesar 100% akan meningkatkan pendapatan nelayan sebesar 49,2%. Koefisien jumlah ikan yang didaratkan yang kurang dari 1 menunjukan jumlah ikan yang didaratkan inelastis terhadap pendapatan nelayan. Artinya respon pendapatan nelayan terhadap jumlah ikan yang didaratkan sangat kecil. Data jumlah ikan yang didaratkan didekati dari data jumlah ikan yang didaratkan di TPI Muara Angke tahun 2005-2009. 6.3 Faktor Cuaca yang Mempengaruhi Pendapatan Nelayan 6.3.1 Persepsi Nelayan Mengenai Perubahan Cuaca Penduduk
Pulau
Untung
Jawa
yang
mayoritas
nelayan
sangat
menggantungkan penghidupannya dengan keadaan alam yang seringkali tidak menentu. Bahkan beberapa tahun belakangan ini kondisi alam semakin tidak terduga. Peningkatan suhu udara merupakan salah satu indikasi terjadinya perubahan cuaca. Grafik persepsi responden mengenai perubahan suhu udara tersaji pada Gambar 9.
Sumber : Data primer, diolah (2011)
Gambar 9. Persepsi Responden Mengenai Suhu Udara
65
Sebagian besar nelayan, yaitu sebanyak 64,41% nelayan berpendapat suhu udara mengalami peningkatan dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Peningkatan suhu udara berarti suhu yang lebih panas, dan tidak terjadi hujan. Suhu udara yang lebih panas menyebabkan nelayan melaut lebih sering karena tidak terganggu oleh hujan. Selain suhu udara, variabel lain adalah curah hujan. Sama halnya seperti suhu udara, curah hujan juga dirasakan nelayan mengalami perubahan dalam lima tahun terakhir. Persepsi nelayan mengenai perubahan curah hujan disajikan pada Gambar 10.
Sumber : Data Primer, diolah (2011)
Gambar 10. Persepsi Responden Mengenai Curah Hujan Sebanyak 59,32% responden merasakan curah hujan meningkat selama lima tahun terakhir. Mayoritas responden berpendapat bahwa curah hujan meningkat selama lima tahun belakangan. Akibat dari peningkatan curah hujan ini adalah jumlah hari melaut bagi nelayan pinggir di Pulau Untung Jawa menjadi berkurang. Ketika terjadi hujan lebat, nelayan lebih memilih untuk tidak melaut. Akibatnya pendapatan nelayan berkurang karena tidak lagi sering melaut. 66
Selain suhu udara, dan curah hujan, tinggi gelombang juga dirasa berpengaruh terhadap hasil tangkapan nelayan. Jika gelombang sedang tinggi berakibat pada baik nelayan pinggir maupun nelayan tengah di Pulau Untung Jawa enggan pergi melaut. Ini mengakibatkan jumlah hari melaut menjadi berkurang dan hasil tangkapan nelayan juga berkurang. Gambar 11 menunjukkan persepsi nelayan mengenai perubahan tinggi gelombang.
Sumber : Data Primer, diolah (2011)
Gambar 11. Persepsi Responden Mengenai Tinggi Gelombang Pendapat responden mengenai tinggi gelombang yang terjadi di laut sekitar Pulau Untung Jawa mayoritas mengatakan terjadi peningkatan tinggi gelombang selama lima tahun terakhir. Sebanyak 84,75% responden mengatakan tinggi gelombang meningkat, tidak ada reponden yang berpendapat bahwa tinggi gelombang menurun, satu orang responden berpendapat tinggi gelombang tetap, dan delapan responden tidak tahu apakah terjadi perubahan tinggi gelombang selama lima tahun terakhir. Variabel cuaca terakhir yang dirasa mempengaruhi nelayan adalah jumlah hari hujan. Jumlah hari hujan menentukan seberapa sering hujan terjadi setiap 67
tahunnya. Gambar 12 menunjukkan persepsi nelayan mengenai jumlah hari hujan selama lima tahun terakhir.
Sumber : Data Primer, diolah (2011)
Gambar 12. Persepsi Responden Mengenai Jumlah Hari Hujan Sebanyak 71,19% responden menagtakan jumlah hari hujan meningkat selam lima tahun terakhir, 10,17% responden berpendapat jumlah hari hujan berkurang. Semakin bertambahnya jumlah hari hujan berarti hujan yang turun semakin sering dan menyebabkan nelayan tidak dapat melaut. Jumlah hari melaut yang berkurang berpengaruh terhadap pendapatan nelayan. Semakin jarang nelayan melaut, maka hasil tangkapan dan pendapatan nelayan ikut berkurang. 6.3.2 Analisis Regresi Pengaruh Perubahan Cuaca Terhadap Pendapatan Nelayan Analisis regresi berganda tidak hanya dilakukan untuk melihat pengaruh faktor sosial ekonomi terhadap pendapatan nelayan, tapi juga dilakukan untuk melihat pengaruh faktor cuaca terhadap pendapatan nelayan. Perbedaan regresi yang dilakukan hanya pada jenis data yang dianalisis. Untuk variabel perubahan
68
cuaca digunakan data time series (data deret waktu) selama lima tahun dari tahun 2005 hingga tahun 2009. Pada analisis regresi berganda ini variabel pendapatan nelayan merupakan variabel tidak bebas (dependent) dan variabel cuaca yaitu suhu udara, curah hujan, tinggi gelombang, dan jumlah hari hujan sebagai variabel bebas (independent). Pengolahan data time series yang dilakukan terhadap variabel pendapatan nelayan dan variabel cuaca menghasilkan model fungsi produksi sama dengan fungsi produksi untuk variabel sosial ekonomi. Model yang dipilih adalah model yang terbaik yaitu model yang tidak mengikiutsertakan variabel tinggi gelombang pada analisisnya. Hal ini dikarenakan telah dilakukan berbagai analisis dan perhitungan untuk berbagai model dan hasilnya menunjukkan model tanpa variabel tinggi gelombang merupakan model yang terbaik. Model regresi tersebut memiliki Adjusted R Square sebesar 0,979 yang berarti variabel harga ikan, harga BBM, suhu udara, curah hujan, jumlah hari hujan, tinggi gelombang mampu menjelaskan 97,9% terhadap variabel pendapatan nelayan dan sisanya dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan ke dalam model. Uji Bersama (Uji F) yang dilakukan terhadap model menghasilkan nilai F hitung sebesar 306,61 serta nilai signifikansi untuk Uji F sebesar 0,000 pada taraf nyata 10%. Hal ini berarti variabel independent secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependent secara signifikan. Uji individual (Uji T) yang dilakukan terhadap masing-masing variabel pada model diperoleh hasil yang signifikan untuk empat variabel yaitu harga ikan, harga solar, jumlah ikan yang
69
didaratkan, dan curah hujan. Sementara untuk variabel suhu udara dan jumlah hari hujan menunjukan hasil yang tidak signifikan. Variabel cuaca yang berpengaruh secara signifikan terhadap pendapatan nelayan adalah curah hujan yang memiliki nilai t hitung sebsar -2,05 dengan P value sebesar 0,047. Variabel ini berpengaruh secara signifikan pada taraf nyata 10%. Koefisien untuk variabel curah hujan adalah -0,05055 berarti peningkatan curah hujan sebesar 100% akan menurunkan pendapatan nelayan sebesar 5,055%. Koefisien curah hujan yang kurang dari 1 menunjukan bahwa curah hujan inelastis terhadap pendapatan nelayan. Artinya curah hujan memiliki respon yang sangat kecil terhadap pendapatan nelayan. 6.4 Kebijakan Pengelolaan Perikanan Pulau Untung Jawa Penduduk Pulau Untung Jawa yang sebagian besar merupakan nelayan menggantungkan hidupnya pada kondisi alam serta kebijakan-kebijakan yang dapat memperbaiki kehidupan nelayan. Kebijakan dapat diperoleh dari pemerintah daerah, maupun pemerintah kabupaten. Dengan kebijakan pengelolaan tangkap yang tepat dapat meningkatkan potensi perikanan tangkap di Pulau Untung Jawa. Berdasarkan hasil penelitian dan wawancara dengan responden, tidak sedikit yang mengeluhkan harga bahan bakar yang mereka gunakan yaitu solar yang terus melambung tinggi. Meskipun di beberapa daerah telah diberlakukan subsidi untuk solar, nelayan Pulau Untung Jawa tidak mendapat bahan bakar yang bersubsidi. Jika ingin memperoleh bahan bakar yang bersubsidi, nelayan harus membeli di SPBU yang lebih jauh. Solar merupakan salah satu komponen Biaya terpenting yang dibutuhkan nelayan untuk melaut. Seperti yang telah disajikan pada hasil penelitian, Biaya secara signifikan mempengaruhi pendapatan nelayan. 70
Pemerataan subsidi solar dibutuhkan agar Biaya yang dikeluarkan nelayan dapat lebih dikurangi. Sehingga, pendapatan nelayan dapat meningkat pula. Selain itu, keberadaan organisasi nelayan juga harus dievaluasi kembali karena berdasarkan hasil penelitian, keberadaan dan keikutsertaan nelayan dalam organisasi tidak berpengaruh terhadap pendapatan nelayan. Keberadaan organisasi nelayan seharusnya dapat memberikan posisi tawar yang menguntungkan bagi nelayan baik secara langsung maupun tidak langsung. Salah satu permasalahan yang dihadapi nelayan Pulau Untung Jawa adalah keberadaan nelayan dari wilayah lain yang menggunakan alat tangkap yang tidak diizinkan seperti pukat harimau. Ada pulau nelayan dari daerah lain yang menggunakan bom untuk menangkap ikan. Hal ini berakibat pada rusaknya sumberdaya laut di wilayah Kelurahan Untung Jawa. Keberadaan organisasi nelayan seharusnya dapat memberikan solusi bagi permasalahan ini. Dengan adanya organisasi nelayan yang baik, permasalahan semacam ini dapat ditanggulangi.
71