Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013
Inventarisasi dan Identifikasi makroalga di Perairan Pulau Untung Jawa Pipit Marianingsih1, Evi Amelia1, Teguh Suroto1 Program studi Pendidikan Biologi, FKIP - UNTIRTA Email:
[email protected] Abstrak. Makroalga termasuk salah satu sumberdaya hayati laut yang banyak terdapat di
perairan Indonesia. Makroalga memiliki potensi besar untuk dikembangkan, karena memiliki peranan penting baik dari segi ekologis maupun ekonomis. Namun demikian, makroalga juga termasuk organisme yang rentan terhadap perubahan lingkungan yang dapat mempengaruhi keberadaannya. Penelitian ini bertujuan untuk inventarisasi dan identifikasi jenis-jenis makroalga di Perairan Pulau Untung Jawa, yaitu pulau konservasi yang berpenghuni di Kepulauan Seribu. Metode yang digunakan adalah deskriptif serta teknik pengambilan sampel dengan pembuatan garis transek. Berdasarkan hasil penelitian didapat 11 jenis makroalga yang dikelompokkan dalam 3 Divisi, yaitu Chlorophyta (Caulerpa racemosa, Caulerpa sertularioides, Halimeda macrophysa), Phaeophyta (Padina minor, Dictyota dichotoma, Sargassum binderi, Sargassum asperifolium, Sargassum ilicifolium, Sargassum polycystum) dan Rhodophyta (Amphiroa foliaceae, Hypnea sp.). Kata Kunci: inventarisasi, identifikasi, makroalga, Pulau Untung jawa
PENDAHULUAN Indonesia dikenal sebagai negara dengan keanekaragaman hayati (biodiversity) yang tinggi, termasuk keanekaragaman hayati lautnya. Salah satu organisme laut yang banyak dijumpai di hampir seluruh pantai di Indonesia adalah makroalga. Makroalga merupakan alga yang berukuran besar, dari beberapa centimeter (cm) sampai bermetermeter. Alga sendiri adalah organisme yang masuk ke dalam Kingdom Protista mirip dengan tumbuhan, dengan struktur tubuh berupa talus. Alga mempunyai pigmen klorofil sehingga dapat berfotosintesis. Alga kebanyakan hidup di wilayah perairan, baik perairan tawar maupun perairan laut. Makroalga sebagian besar hidup di perairan laut. Untuk dapat tumbuh, makroalga tersebut memerlukan substrat untuk tempat menempel/hidup. makroalga epifit pada benda-benda lain seperti, batu, batu berpasir, tanah berpasir, kayu, cangkang moluska, dan epifit pada tumbuhan lain atau makroalga jenis yang lain. Klasifikasi makroalga menurut Dawes (1981), terdiri dari 3 divisio yaitu
Chlorophyta (alga hijau), Rhodophyta (alga merah), dan Phaeophyta (alga coklat). Chlorophyta memiliki pigmen dominan hijau. Pigmen tersebut berasal dari klorofil yang dikandung alga. Rhodophyta adalah alga berwarna merah. Warna merah pada Rhodophyta dikarenakan oleh cadangan fikorietrin yang lebih dominan, dibanding pigmen lain. Rhodophyta juga memiliki pigmen lain yaitu klorofil, karotenoid dan pada jenis tertentu terdapat fikosianin. Sementara itu, Phaeophyta adalah alga bewarna cokelat. Warna cokelat dikarenakan oleh pigmen fikosantin yang dominan. Phaeophyta juga mengandung pigmen lain yaitu klorofil a dan b, karoten serta santofil. Phaeophyta adalah alga yang mempunyai ukuran lebih besar apabila dibandingkan Chlorophyta dan Rhodophyta. Makroalga memiliki banyak manfaat, baik manfaat secara ekologis maupun ekonomis bagi masyarakat. Manfaat ekologis makroalga yaitu menyediakan habitat untuk beberapa jenis biota laut seperti jenis krustasea, moluska, echinodermata, ikan maupun alga kecil Semirata 2013 FMIPA Unila |219
Pipit Marianingsih, dkk: Inventarisasi dan Identifikasi makroalga di Perairan Pulau Untung Jawa
yang lainnya. Bentuknya yang rimbun mampu memberikan perlindungan terhadap ombak dan juga menjadi makanan bagi biota laut. Nilai ekonomis makroalga dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan, bahan baku industri, dan bahan untuk laboratorium seperti bahan awetan basah, bahan media untuk perkembangbiakan bakteri dan jamur guna menghasilkan antibiotik, serta ada pula jenis makroalga yang digunakan sebagai obat- obatan. Berdasarkan pentingnya peranan makroalga, maka perlu dilakukan pendataan atau inventarisasi makroalga di berbagai perairan laut di Indonesia, salah satunya di perairan laut Pulau Untung jawa. Pulau Untung Jawa merupakan salah satu pulau dalam gugusan Kepulauan Seribu. Pulau ini terletak pada 1060 44,8 bujur timur (BT) dan 60 02,2 lintang selatan (LS) dan tepatnya di sebelah barat teluk Jakarta. Pulau Untung Jawa merupakan pulau kecil dan berpenduduk dengan luas mencapai 40,10 hektar. Pulau tersebut terdapat pantai yang alami dengan ombak yang kecil dan memiliki hutan bakau. Pulau Untung Jawa merupakan salah satu objek wisata. Pantai Pulau Untung Jawa merupakan pantai yang termasuk dalam daerah intertidal dengan kondisi dasar perairan pasir bercampur karang-karang kecil. Daerah intertidal adalah zona pasang surut yang merupakan tempat tumbuhnya berbagai jenis makroalga. Tujuan penelitian ini yaitu untuk menginventarisasi serta mengidentifikasi jenis-jenis makroalga yanga ada di perairan Pulau Untung jawa. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi penelitian awal untuk pengembangan potensi sumberdaya laut, khususnya makroalga di perairan Pulau Untung jawa.
Untung Jawa Kepulauan Seribu, Propinsi DKI Jakarta.
METODE PENELITIAN
c. koleksi dan pengawetan sampel Pengawetan sampel makroalga dilakukan dengan merendam alga dalam larutan formalin 3-5 % kemudian larutan Alkohol 70% .
Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2011. Lokasi penelitian adalah Pulau
220| Semirata 2013 FMIPA Unila
Alat dan Bahan Alat yang dipergunakan dalam penelitian adalah meteran roll, tali plastik, besi ukuran panjang 1 m, kantong plastik, alat tulis, pisau, toples, bola kecil plastik, benang, termometer, lembar observasi, kamera digital. Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah larutan formalin 35% dan alkohol 70 %. Cara Kerja a. Penentuan lokasi dan pengambilan sampel Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pengambilan sampel secara line transek kuadrat (1x1 meter). Lokasi pengambilan sampel dibedakan menjadi tiga stasiun. Penentuan ketiga stasiun tersebut berdasarkan perbedaan tipe substratnya, yaitu Stasiun I dengan substrat karang + pasi), stasiun II dengan substrat karang + pasir + sedikit mangrove, dan stasiun III dengan substrat karang +pasir + sedikit berlumpur + banyak mangrove. Pengambilan sampel dilakukan saat air laut surut terendah. Sebelum pengambilan sampel, dilakukan pengukuran faktor lingkungan yang meliputi suhu, pH, kecepatan arus air laut, tingkat kedalaman air. b. Identifikasi makroalga Setelah dilakukan pengambilan sampel, dilanjutkan dengan proses identifikasi. Sampel makroalga di identifikasi dengan memperhatikan ciri atau karakter yang ada pada setiap sampel makroalga.
Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013
Analisis data Data akan dianalisis secara deskriptif HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian, makroalga yang ditemukan di lokasi penelitian sebanyak adalah 11 jenis. Makroalga tersebut tergolong kedalam 3 divisi yaitu Chlorophyta, Phaeophyta, dan Rhodophyta (Tabel 1). Untuk divisi Chlorophyta ada 3 jenis makroalga yaitu Caulerpa racemosa, Caulerpa sertularioides, dan Halimeda macrophysa. Untuk divisi Phaeophyta ada 6 jenis makroalga yaitu Padina minor, Dictyota dichotoma, Sargassum binderi, Sargassum asperifolium, Sargassum ilicifolium, dan Sargassum polycystum. Sementara itu, untuk divisi Rhodophyta ada 2 jenis makroalga yaitu Amphiroa foliaceae dan Hypnea sp. Persentase jumlah jenis makrolaga yang ditemukan untuk tiap Divisi tampak pada Gambar 1. Jenis makroalga yang banyak dijumpai di lokasi penelitian yaitu jenis dari divisi Phaeophyta (6 jenis). Hal tersebut dikarenakan jenis dari divisi phaeophyta memiliki toleransi yang baik terhadap ombak yang terdapat di daerah pasang surut. Jenis makroalga yang umumnya tahan terhadap ombak akan dapat tumbuh dengan baik, contohnya makroalga dari Divis Phaeophyta (Sargassum, Turbinaria, Padina). Sargassum merupakan makroalga yang mampu membentuk lingkungan khas, dengan cara berasosiasi bersama organisme laut lainnya, sehingga dapat mempertahankan diri serta tahan hidup di perairan laut. Persentase Makroalga
Tabel 1. Jenis-jenis makroalga yang ditemukan di perairan Pulau Untung Jawa
No
1 2 3 4 5 6
Phaeophyta
27.27% 54.55% 18.18%
Saat pengambilan sampel, di lokasi penelitian dibuat sebanyak tiga stasiun pengambilan sampel. Penentuan ketiga stasiun tersebut berdasarkan adanya perbedaan karakteristik atau tipe substrat. Stasiun I memiliki substrat karang dan berpasir, stasiun II bersubstrat karang, berpasir dan sedikit, sedangkan stasiun III memiliki substrat karang, pasir, sedikit berlumpur dan banyak mangrove. Berdasarkan data hasil penelitian, semua jenis makroalga dapat ditemukan di ketiga stasiun (Tabel 1). Hal tersebut mengindikasikan tipe-tipe substrat yang di lokasi penelitian (perairan Pulau Untung Jawa) sesuai untuk pertumbuhan makroalga. Kehadiran makroalga alami sangat ditentukan oleh habitatnya, terutama tipe substrat tempat menelpel atau melekat. Bold (1985) menyatakan bahwa makrolaga hidup sebagai makrobentos dengan melekatkan diri pada substrat yang bervariasi seperti batu-batuan, karang, pasir, dan lumpur. Dengan demikian, substrat-substrat yang terdapat pada msingmasing stasiun sesuai untuk tempat hidup makroalga.
Rhodophyta Chlorophyta
Gambar 1. Diagram persentase jumlah jenis Makroalga pada tiap-tiap divisi.
7 8 9 10 11
Nama Spesies Chlorophyta Caulerpa sertularioides C. racemosa Halimeda opuntia Phaeophyta Padina australis Dictyopteris Sargassum cristaefolium S. echinocarpum Sargassum sp 1. Sargassum sp 2. Rhodophyta Actinotrichia fragilis Hypnea sp
Stasiun I II III √ √
√
√ √ √ √
√ √
√ √ √ √ √ √
√ √ √
√ √ √ √ √ √
√ √ √
√ √ √ √
√ √
Semirata 2013 FMIPA Unila |221
Pipit Marianingsih, dkk: Inventarisasi dan Identifikasi makroalga di Perairan Pulau Untung Jawa
Tabel
2.
Hasil pengukuran parameter lingkungan di perairan Pulau Untung Jawa
Parameter
Stasiu
Stasiu
Stasiu
lingkungan
n1
n2
n3
Suhu (0C)
26-29
27-30
27-30
pH
7- 7,3.
7- 8
7- 8
Kecepatan
14-20
14-22
16-25
Kedalaman
50-
60-
60-
(cm)
115
110
106
arus (cm/s)
Faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan makroalga tidak hanya tipe substrat, melainkan faktor-faktor lingkuan lainnya, seperti suhu, pH, kedalaman air, dan kuat arus air. Parameter lingkungan yang diukur saat penelitian tampak pada Tabel 2. Hasil pengukuran parameter lingkungan di lokasi penelitian menunjukkan bahwa kondisi lingkungan di perairan Pulau Untung Jawa sesuai untuk pertumbuhan makrolaga. Suhu di lokasi penelitian berkisar 26-30 0C. Suhu tersebut masih termasuk suhu optimum untuk pertumbuhan makroalga yang berkisar 2531 0C. Begitupula dengan pH, kuat arus dan kedalaman air di perairan Pulau Untung jawa, yang berkisar 7-8 untuk pH, 14-25 cm/s untuk kuat arus, serta 50-115 cm untuk kedalaman air yang masih dapat ditembus cahaya. Pertumbuhan makroalga dapat berlangsung terus-menerus pada kisaran pH 7-8, kuat arus ideal untuk pertumbuhan makroalga adalah 20-40, dan pada kedalaman air 30-90 cm makroalga masih dapat hidup, karena sinar matahari masih dapat menembus sampai dasar perairan sehingga makroalga dapat melakukan fotosintesis.
222| Semirata 2013 FMIPA Unila
Berikut akan dipaparkan deskripsi jenisjenis makroalga yang ditemukan saat penelitian. Caulerpa racemosa memiliki talus silindris, tumbuhnya merambat. Talus makroalga ini menyerupai setangkai anggur (green vine-like Caulerpa), sehingga C. racemosa juga disebut sebagai anggur laut (‗sea grapes’ macroalgae). Talus berbentuk anggur tersebut memiliki kisaran ukuran 1 3 mm. Caulerpa sertularioides memiliki stolon yang bercabang-cabang. Cabang ke bawah akan membentuk rhizoid dan cabang ke atas membentuk talus. Talus merambat dengan ramuli berbentuk seperti daun, bertangkai pendek, tersusun menyirip rapat dan tipis menyerupai bulu, ujungnya mendua arah. Halimeda macrophysa mempunyai talus kompak, membentuk segmen-segmen yang bertumpuk. Segmen tersebut realtif kecil, gepeng dan membulat. Holdfast berupa kumpulan massa akar serabut mampu mengkait substrat keras maupun partikel pasir. Padina minor memiliki talus seperti kipas. Talus tersebut membentuk segmensegmen tipis dan bergaris-garis radial. P. minor berwarna coklat kekuning-kuningan atau kadang kadang memutih karena terdapat perkapuran. Dictyota dichotoma mempunyai talus berbentuk batang pipih dan seperti pita. Ujung talusnya bercabang tumpul atau rata. Percabangan talus dikotom dengan ujung meruncing (acuminatus) dan membentuk rumpun yang rimbun. Sargassum binderi memiliki batang agak pipig, halus licin, dengan percabangan berselang-seling (alternate) taratur. Talus S.binderi berbentuk seperti daun, berbentuk bulat lonjong (bulat telur), pinggir bergerigi, permukaan halus atau licin. Reseptakel S. binderi memiliki tangkai khusus, menggarpu (dichasium).
Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013
Sargassum asperifolium memiliki talus seperti daun pada percabangan yang pipih, licin, berselang-seling teratur. Stolon silindris pendek. Sargassum ilicifolium memiliki talus agak lonjong, bulat di ujung daun, dan tepi bergerigi. Percabangan berselang seling, stolonnya pipih dan licin. Sargassum polycystum memiliki talus berbentuk daun, lonjong atau oblong, sessil, tepi daun bergerigi. Reseptakel dan vesikel muncul dari aksil (ketiak) talus daun. Talus berwarna pirang gelap hingga pirang kekuningan. Amphiroa foliaceae memiliki talus silindris dan licin. Percabangan secara dikotomi pada setiap cabang yang timbul. Hypnea sp. memiliki talus silindris, panjang dan berumbai. Percabangan tidak teratur membentuk rumpun yang rimbun, sehingga tampak menggumpal. KESIMPULAN Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa makroalga yang ditemukan di Perairan Pulau Untung Jawa sebanyak 11 jenis yang tergolong dalam tiga Divisi. Chlorophyta (Caulerpa racemosa, Caulerpa sertularioides, dan Halimeda macrophysa), Phaeophyta (Padina minor, Dictyota dichotoma, Sargassum binderi, Sargassum asperifolium, Sargassum ilicifolium, dan Sargassum polycystum) dan Rhodophyta (Amphiroa foliaceae dan Hypnea sp.). DAFTAR PUSTAKA T. Handayani and A. Kadi. (2007). Keanekaragaman dan biomassa algae di perairan Minahasa Utara, Sulawesi Utara. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia Vol. 33, p. 199 – 211. R.
Sunnara. (2010). Membudidayakan Rumput Laut. Kenanga Pustaka Indonesia, Banten
J. W. Kimbal. (2005). Biologi Jilid 3. Erlangga, Jakarta D. R. H. Kumampung, B. Soeroto. R. Ch. Kepel. F. Losung. F. Manajang and J. M. Mamuaja. (2006). Pola Reproduksi Kandungan Agar dan Kekuatan Gel pada Alga merah Gracilaria salicornia (C. Agardh) Dawson dari Pantai 41 Malalayang. Journal of Research and Development Sam Ratulangi University. Vol 29, nomor 1, p. 79-184. K. Romimohtarto and S. Juwana. (2007). Biologi Laut Ilmu Pengetahuan tentang Biota Laut. Djambatan, Jakarta N. A. Campbell. J. B. Reece. And L. G. Mitchell. (2004). Biologi Jilid 3. edisi kelima 5. Terj. dari Biology. 5th ed. oleh Manalu, W. Penerbit Erlangga, Jakarta A. Kadi. (2001). Inventarisasi algae di Perairan Sulawesi Utara. Perairan Indonesia: Oseanografi, Biologi dan lingkungan, p. 147—153. S.
Yudianto, S. (1992) . Pengantar Criptogamae. Tarsito, Bandung
J. T. Anggadiredja. (2006) . Rumput Laut . Penebar Swadaya, Jakarta H. Sulistyowati. (2003). Struktur komunitas rumput laut di pantai pasir putih kabupaten Situbondo, Jurnal ilmu dasar, vol. 4, nomor 1, p. 58-62. N. Sadhori. (1992). Budi daya rumput laut. Balai pustaka, Jakarta W. S. Atmadja. A. Kadi, Sulistijo. and Rahmaniar. (1996). Pengenalan jenisjenis rumput laut di indonesia. Pusat penelitian dan pengembangan oseanologi – LIPI, Jakarta Niobioinformatics.(2011). http://www.niobioinformatics.in/seawee d/system_Caulerpa%20sertularoides.htm . 29 April 2012. Pk. 09.00 Wib.
Semirata 2013 FMIPA Unila |223
Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013
Analisis Meiofauna Di Kawasan Mangrove Kota Dumai Propinsi Riau Radith Mahatma, Khairijon, Dyah Iriani, Sufiana Nasution, Elfi Nery, Nurmalisyah Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Riau Correspondence author :
[email protected] Abstrak. Komunitas meiofauna sangat dipengaruhi oleh substrat tempat hidupnya. Ukuran partikel sedimen dan pori-pori sedimen akan menentukan milieu sedimen baik secara fisik maupun kimia. Pada ekosistem mangrove kadar tannin yang ada di sedimen berpengaruh terhadap kelimpahan meiofauna. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur komunitas meiofauna pada tipe vegetasi yang berbeda di beberapa kawasan mangrove Kota Dumai. Sampel dikoleksi dari sedimen yang didominasi oleh empat vegetasi mangrove yang berbeda (Sonneratia alba, Avicennia alba, Rhizophora apiculata dan Xylocarpus granatum) di tiga lokasi kawasan mangrove Kota Dumai, Prop. Riau (Marine Station Universitas Riau, muara Sungai Dumai dan Desa Basilam Baru). Similaritas diantara komunitas meiofauna dianalisis dengan Bray Curtis Similarity dan hasilnya disajikan dengan non metrik MDS-2D. Beda nyata antara komunitas meiofauna diuji dengan ANOSIM. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Nematoda adalah taksa yang paling dominan, komposisi taksa pada ketiga lokasi relatif sama demikian pula pada 4 tipe vegetasi mangrove. MDS-2D menunjukkan bahwa similaritas sampel di lokasi yang sama lebih besar daripada lokasi yang berbeda. Hasil MDS-2D didukung oleh ANOSIM dengan nilai R= 0,495. Kata kunci: meiofauna, mangrove, Dumai, Propinsi Riau
PENDAHULUAN Mangrove merupakan komunitas vegetasi halophytic yang hidup di zona intertidal baik didaerah tropis maupun subtropis. Produktivitasnya yang tinggi menyebabkan mangrove mempunyai peran yang sangat penting dalam menyokong rantai makanan di daerah pesisir dan muara. Selain itu mangrove juga mempunyai banyak fungsi, antara lain: merupakan habitat bagi beraneka ragam species hewan, sumber mata pencaharian bagi penduduk disekitarnya dan juga sebagai pelindung pantai dari ancaman abrasi oleh gelombang laut. Perairan yang ada dikawasan mangrove merupakan tempat pemijahan dan nursery bagi organisme perairan seperti ikan, kepiting, udang serta berbagai jenis hewan lainnya seperti amfibia, reptil, burung dan beberapa mammalia yang hidup di air.
Seiring dengan meningkatnya populasi penduduk tekanan yang dihadapi oleh ekosistem mangrove juga semakin meningkat, demikian pula halnya dengan ekosistem mangrove yang ada di Indonesia. Semakin tingginya degradasi dan kerusakan mangrove mengakibatkan ekosistem ini termasuk salah satu ekosistem yang paling terancam didunia sehingga keragaman hayati dari kawasan mangrove semakin banyak mendapat perhatian. Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan informasi mengenai keragaman hayati mangrove cukup banyak diketahui, tetapi informasi mengenai keragaman hayati mangrove tersebut lebih didominasi oleh speciesspecies hewan maupun tumbuhan yang berukuran besar sedangkan keragaman hewan avertebrata yang berukuran mikroskopis seringkali terlewatkan. Salah satu dari berbagai macam fauna avertebrata yang hidup dikawasan mangrove adalah meiofauna. Meiofauna Semirata 2013 FMIPA Unila |225