VI. ANALISIS TATANIAGA NENAS BOGOR
6.1. Sistem Tataniaga Sistem Tataniaga nenas Bogor di Desa Cipelang yang dimulai dari petani sebagai penghasil (produsen) hingga konsumen akhir, melibatkan beberapa lembaga pemasaran. Lembaga yang terlibat dalam tataniaga nenas Bogor di lokasi penelitian adalah pedagang pengumpul desa atau lebih dikenal dengan petani pengumpul, pedagang besar/grosir dan pedagang pengecer. Pada umumnya nenas Bogor yang diproduksi dari Desa Cipelang hanya dipasarkan di daerah bogor saja, ini disebabkan masih tingginya permintaan akan nenas di Bogor. Nenas tersebut sudah merupakan brand image Bogor, dan komoditi ini merupakan komoditi untuk tujuan wisata berdasarkan hasil Riset Unggulan Strategis Nasional (RUSNAS) buah Institut Pertanian Bogor (IPB) dalam pengembangan buahbuahan unggulan Indonesia, Komoditi buah nenas yang ada di Kabupaten Bogor termasuk nenas Mahkota Bogor.
6.2 Saluran Tataniaga Saluran pemasaran adalah serangkaian organisasi atau rekam jejak dari organisasi-organisasi yang terlibat dalam proses menjadikan suatu produk barang dan jasa yang siap dikonsumsi oleh konsumennya. Penelusuran pola pemasaran komoditi nenas Bogor ini dimulai dari titik produsen sampai kepada pedagang pengecer yang berhubungan langsung dengan konsumen akhir. Berdasarkan hasil kuisioner, pemasaran nenas di Desa Cipelang memiliki tiga pola saluran pemasaran dan melibatkan beberapa lembaga pemasaran. Adapun lembaga pemasaran yang terlibat diantaranya pedagang pengumpul desa, pengecer, dan pedagang besar. Jumlah rata-rata produksi nenas 20 petani responden setiap kali panen adalah 211 buah per petani, dengan masa panen sebanyak satu kali dalam seminggu. Harga rata-rata yang diterima oleh petani adalah Rp 1500 per buah. Adapun pola saluran pemasaran nenas yang terbentuk adalah sebagai berikut: 1. Pola I : Petani – Pedagang pengumpul Desa – Pedagang besar/ Grosir Pedagang pengecer – Konsumen lokal
52
2. Pola II : Petani – Pedagang Pengumpul Desa – Konsumen (pedagang pengolah) 3. Pola III : Petani – Pedagang pengecer – Konsumen lokal
Petani
4219 buah (100%) (3355 buah = 79,52 %) Pedagang pengumpul Desa
Pedagang pengolah
(2100 buah = 62,59 %) (Asinan, selai, sirup)
(1255 buah = 37,41%)
(864 buah =20,48 %)
Pedagang besar/ Grosir
Pedagang pengecer
(2119 buah = 50,22%)
Konsumen Lokal
Gambar 3. Skema Saluran Tataniaga Nenas Bogor di Desa Cipelang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor 2009.
Keterangan ;
= saluran 1 = saluran 2 = saluran 3
53
Proses tataniaga nenas di Desa Cipelang diawali dari penjualan nenas oleh petani melalui penjualan kepada pedagang pengumpul desa. Jalur pemasaran yang ada di tempat penelitian untuk saluran pola I dan Pola II diawali dari pedagang pengumpul desa (PPD). Pedagang pengumpul desa (PPD) yang ada di tempat penelitian ada sebanyak lima orang pedagang, adapun orang yang bertindak sebagai pedagang pengumpul desa adalah petani itu sendiri yang mempunyai cukup modal untuk melakukan kegiatan pemasaran ini. Dari ketiga pola saluran pemasaran yang ada, jumlah nenas yang dipasarkan rata- rata setiap minggunya dari Desa Cipelang adalah 4219 buah (100 persen), dimana pemasaran melalui PPD sebanyak 3355 buah nenas per minggu (79,52 persen) dan jalur tanpa melibatkan PPD sebesar 864 buah nenas sekitar 20,48 persen dari total produksi nenas untuk tiap minggunya. Hampir semua proses penjualan nenas ini melalui pedagang pengumpul desa (PPD) tetapi ada juga petani yang menjual langsung ke pedagang pengecer. Hal ini disebabkan petani tidak mempunyai alternatif pasar selain harus menjual kepada pedagang pengumpul desa (PPD), serta dikarenakan jauhnya lokasi pemasaran dari sentra produksi yang memungkinkan timbulnya resiko pada petani berupa biaya transportasi yang tidak sebanding dengan penerimaan yang diperoleh. Secara umum alasan petani menjual ke pedagang pengumpul dikarenakan hal- hal sebagai berikut: 1. Tidak perlu mencari pasar dan menghemat waktu, karena petani bisa menjual langsung ke pedagang pengumpul desa. 2. Volume penjualan petani yang masih sedikit untuk tiap harinya. 3. Adanya standar ukuran produk,walaupun dilakukan secara manual dengan menggunakan tangan dan penglihatan. Pengukuran ini diketahui kedua belah pihak berdasarkan patokan yang tetap yaitu ukuran besar, sedang dan kecil.
Akan tetapi pengukuran ini jarang dilakukan karena pada
umumnya ukuran nenas bogor yang seragam.
54
6.2.1. Saluran Pemasaran I Pada pola saluran pemasaran I ini merupakan saluran terpanjang dalam rantai tataniaga nenas yang digunakan oleh 17 orang petani responden ( 85 persen dari total petani responden). Petani menjual langsung ke pedagang pengumpul desa (PPD), kemudian pedagang pengumpul desa (PPD) menjualnya kepada pedagang besar/ Grosir kemudian ke pedagang pengecer yang ada di kawasan pasar Bogor/ pasar Anyar untuk dijual kembali kepada konsumen akhir. Adapun alasan petani mengunakan saluran ini adalah karena jauhnya lokasi pemasaran dari sentra produksi yang memungkinkan timbulnya resiko bagi petani seandainya petani menjual langsung kepada konsumen akhir berupa biaya transportasi. Jumlah nenas yang dipasarkan sebanyak 1255 buah (30,41 persen) untuk setiap minggunya. Dari jumlah tersebut kemudian dipasarkan ke pedagang besar
sebanyak 3 orang dengan masing-masing volume produksi rata-rata
sebanyak per minggu 418 buah. Volume nenas yang dibeli pedagang besar dari pedagang pengumpul semuanya dijual ke pedagang pengecer untuk dijual kembali ke konsumen. Harga yang diterima petani dari pola ini adalah Rp 1500 per buah. Sementara itu harga yang diterima oleh pedagang pengumpul adalah Rp 1800 per buahnya, harga yang diterima pedagang besar dari pedagang pengecer adalah 2200 per buahnya dan harga rata-rata nenas di tingkat konsumen akhir Rp 2500 per buahnya. Pengecer pada saluran satu adalah pengecer yang biasanya menjual nenas di pasar tradisional seperti padagang pengecer di Pasar Bogor dan pasar Anyar. Konsumen akhir pada saluran satu adalah konsumen perorangan. Biaya – biaya yang dikeluarkan pada pola saluran pemasaran satu yang dikeluarkan oleh pedagang pengumpul adalah biaya pengangkutan dan biaya bongkar muat, biaya yang dikeluarkan oleh pedagang besar adalah biaya pengangkutan, biaya retribusi, biaya penyusutan dan biaya pemesanan. Sementara itu biaya yang harus dikeluarkan oleh pengecer adalah biaya retribusi pasar, biaya penyusutan, biaya penyusutan biaya pemesanan, dan biya penyimpanan. Pada saluran ini petani tidak mengeluarkan biaya pemasaran karena hasil panennya langsung dijual seluruhnya ke pedagang pengumpul. Sistem pembayaran di tingkat petani dan pedagang pengumpul desa (PPD) adalah tunai dan sistem pembayaran berikutnya.
55
Dalam melakukan pembelian nenas di tingkat petani, pedagang pengumpul desa (PPD) tidak perlu bersusah payah untuk mencari petani nenas yang akan menjual hasil produksinya karena para petani biasanya datang secara langsung membawa hasil panen nenasnya ke tempat pedagang pengumpul desa (PPD). Kegiatan tersebut dilakukan oleh petani pada sore hari atau setelah pulang dari kebun. Petani membawa nenas hasil panen kebunnya dengan memikul yang terlebih dahulu dimasukkan kedalam alat pemikulan. Pedagang pengumpul desa (PPD) membeli nenas dari beberapa petani responden yang telah menjadi langganannya karena adanya ikatan kekeluargaan dan adanya rasa saling percaya antara kedua belah pihak, serta disebabkan juga karena terlibat hutang dalam pengadaan modal bertaninya. Pedagang pengumpul desa (PPD) melakukan pengumpulan nenas di rumah. Setelah itu baru keesokan harinya dibawa dibawa ke pangakalan angkot kampung Cihedeung untuk disetorkan ke pedagang besar dengan alat transportasi mobil pick up dimana para pedagang pengumpul desa bersama dalam menyewa mobil tersebut. Pedagang besar/ grosir datang sendiri ke tempat transaksi yaitu kampung Cihideung biasanya transaksi dilakukan pada pagi hari. Pedagang besar / Grosir menggunakan alat transportasi mobil colt diesel. Pedagang besar pada penelitian ini merupakan pedagang besar untuk komoditi-komoditi pertanian yang dihasilkan dari daerah penelitian. Pedagang besar menjual kembali kepada para pedagang pengecer seperti kios/ warung buah. Selanjutnya pedagang pengecer memasarkannya ke konsumen akhir. Untuk sampai ke pedagang pengecer, karena penjualan dalam jumlah yang besar maka pedagang besar/ Grosir mengeluarkan lebih banyak biaya dibandingkan PPD. Biaya tersebut berupa biaya sewa transportasi atau biaya operasional dari kampung Cihideung ke pasar Bogor dan Pasar Anyar. Sistem pembayaran yang dilakukan antara PPD dengan pedagang besar/ Grosir adalah sistem tunai dengan harga yang berlaku sesuai dengan harga yang sedang terjadi di pasar berdasarkan informasi yang terjadi di pasar.
6.2.2. Saluran pemasaran 2 Pada pola saluran pemasaran kedua digunakan oleh satu pedagang pengumpul desa (PPD) yang menjadi responden. Pedagang pengumpul desa yang
56
terlibat dalam saluran ini adalah pedagang pengumpul desa (PPD) yang menjual nenas
terhadap
pedagang pengolah (processors and manufactures) dengan
sistem penjualan biaya dibayar dimuka dengan jumlah penjualan sebanyak 300 buah per harinya. Volume produksi nenas yang dijual pada saluran ini adalah 2100 buah untuk tiap minggunya atau sekitar 62,59 persen dari total produksi nenas yang melalui PPD. Alasan pedagang
pengolah melakukan sistem
pembelian dengan pembayaran dimuka adalah untuk menjamin kontiniutas dari komoditas nenas yang akan diolah menjadi asinan, selai, dan sirup nenas. Harga yang diterima petani pada saluran ini adalah Rp 1500 per buanya, sedangkan harga yang diterima oleh pedagang pengumpul adalah Rp 2000 per buahnya. Pedagang pengumpul desa (PPD) menjual nenas langsung ke pedagang pengolah tersebut,
biasanya langsung mengantar nenas ke tempat pedagang
pengolah sesuai dengan pesan dari pedagang tersebut dengan menggunakan alat transportasi mobil pick up. Sistem pembayaran di tingkat PPD dengan pedagang pengolah adalah sistem pembayaran dibayar dimuka. Harga jual nenas pada sistem pembayaran ini sesuai dengan harga pasar yang terjadi dan atas kesepakatan kedua belah pihak.
6.2.3. Saluran Pemasaran 3 Pada pola saluran ketiga ini digunakan sebanyak 3 orang responden ( 15%). Pada saluran ini petani secara langsung menjual hasil panennya ke padagang pengecer. Biasanya transaksi dilakukan dua kali dalam seminggu dimana petani sendiri yang membawa nenasnya ke pasar dan transaksi dilakukan kedua belah pihak di pasar. Transaksi ini terjadi karena petani dengan pedagang pengecer menjadi langganan karena adanya ikatan kekeluargaan dan rasa saling percaya antara keduanya serta ketika jumlah panen petani meningkat. Petani yang ada
dalam
saluran
ini
adalah
petani
yang
berprofesi
juga
sebagai
pedagang/warung didesa tersebut. Hal ini disebabkan karena petani tersebut perlu membeli persedian barang dagangannya ke pasar. Jumlah nenas yang dipasarkan pada saluran ini adalah sebanyak 864 buah per mingunya atau sebesar 20,48 persen untuk tiap minggunya. Harga yang diterima oleh petani dari saluran adalah Rp 1800 perbuahnya, hal ini disebabkan
57
karena petani yang terlibat dalam saluran ini mengeluarkan biaya pemasaran yaitu berupa biaya pengangkutan. Sementara harga yang diterima oleh pedagang pengecer atau harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir pada saluran ini adalah Rp 2500 per buahnya. Pengecer pada saluran tiga adalah pengecer yang biasanya menjual nenas di pasar tradisional seperti pengecer di Pasar Bogor dan pasar Anyar. Konsumen akhir pada saluran satu adalah konsumen perorangan. Sistem pembayaran yang dilakukan antara konsumen dengan pedagang pengecer adalah sistem tunai.
6.3. Fungsi-fungsi Pemasaran Pada Setiap Lembaga Pemasaran Lembaga- lembaga yang terlibat dalam tataniaga nenas Bogor di lokasi penelitian adalah pedagang pengumpul desa (PPD) atau lebih dikenal dengan petani pengumpul, pedagang besar/ Grosir dan pedagang pengecer. Dalam kegiatannya pihak-pihak tersebut menjalankan fungsi- fungsi pemasaran untuk memperlancar
proses
perdagangannya.Pada
penyampaian dasarnya
barang
fungsi-fungsi
yang dalam
menjadi
komoditi
pemasaran
dapat
dikategorikan menjadi tiga fungsi yaitu: fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Fungsi pertukaran merupakan kegiatan yang memperlancar kegiatan perpindahan hak milik dari komoditas yang dipasarkan. Fungsi pertukaran dari fungsi pemasaran terdiri dari fungsi penjualan dan fungsi pembelian. Fungsi pembelian merupakan penetapan berapa berapa jumlah dan kualitas yang akan dibeli, sedangkan fungsi penjualan adalah fungsi yang meliputi keputusan penjualan, cara- cara penjualan agar mendapatkan pembeli yang banyak pada tingkat harga yang menguntungkan. Fungsi fisik adalah kegiatan yang berhubungan dengan kegunaan bentuk, tempat dan waktu. Fungsi fisik meliputi pengolahan, penyimpanan dan pengangkutan sedangkan fungsi fasilitas adalah kegiatan yang ditujukan untuk memperlancar kegiatan pertukaran yang mencakup semua tindakan yang berhubungan dengan kegiatan pertukaran yang terjadi antara produsen dan konsumen. Lembaga- lembaga pemasaran nenas di Desa Cipelang menggunakan fungsi- fungsi pemasaran yang dapat dilihat pada Tabel 14.
58
Tabel 14. Fungsi- Fungsi Pemasaran Yang Dilaksanakan Oleh LembagaLembaga Pemasaran Nenas. Saluran dan Lembaga Pemasaran
Fungsi- fungsi Pemasaran Pertukaran Jual Beli
Fisik Angkut Simpan
Sortasi, Grading
Fasilitas Resiko Biaya
Informasi pasar
Saluran I - Petani - PPD - Grosir - Pengecer Saluran II
√ √ √ √
√ √ √
√ √ -
√ √ √
* * √ √
√ √ √ √
√ √ √ *
* √ √ √
- Petani - PPD -Pedagang pengolah Saluran III
√ √ √
√ √
√ -
√ √
* * √
√ √ √
√ √ √
* √ √
- Petani - Pengecer
√ √
√
√ -
√ √
* √
√ √
√ √
√ √
Keterangan : PPD = Pd = √= *= -=
Pedagang Pengumpul Desa Pedagang Melakuakan fungsi pemasaran Kegiatan kadang- kadang dilakukan Tidak melakukan fungsi pemasaran
Pada Tabel 16 menjelaskan bahwa fungsi pertukaran yaitu fungsi penjualan dilakukan oleh seluruh lembaga yang pemasaran yang terkait pada saluran pemasaran yang terjadi di Desa Cipelang mulai dari petani hingga sampai pengecer sedangkan untuk fungsi pembelian tidak dilakukan oleh petani, hanya dilakukan oleh lembaga- lembaga pemasaran yaitu mulai dari pedagang pengumpul desa (PPD) sampai pengecer. Fungsi fisik merupakan tindakan yang langsung berhubungan dengan barang dan jasa sehingga menimbulkan kegunaan bentuk, tempat dan waktu yang terdiri dari kegiatan pengangkutan, pengolahan dan penyimpanan. Fungsi pengangkutan merupakan kegiatan perencanaan jenis alat yang digunakan, volume yang diangkut dan waktu pengangkutan yang tepat. Fungsi pengangkuatan antara pedagang pengumpul desa (PPD), pedagang besar (Grosir) serta pedagang pengecer adalah fungsi pengangkutan menggunakan kendraan. Pengangkutan yang digunakan oleh PPD adalah mobil pick up sebagai alat angkut dalam membawa komoditas nenas tersebut. Sedangkan pedagang
59
besar/grosir alat pengangkutan yang digunakan adalah kenderaan jenis colt diesel. Untuk petani yang ada Desa Cipelang melakukan fungsi pengangkutan dengan tidak mengunakan kenderaan. Pada saluran pemasaran nenas bogor yang di Desa Cipelang fungsi pengolahan yaitu berupa kegiatan merubah bentuk dasar suatu produk untuk meningkatkan nilai guna,nilai bentuk dan nilai fungsi dan juga sebagai fungsi penyimpanan yang diperlukan untuk menyimpan barang selama belum dikonsumsi atau sebelum dipasarkan ini terjadi pada saluran pemasaran pola yang kedua, lembaga yang melakukan fungsi pengolahan ini adalah pedagang asinan, selai, dan sirup nenas nenas Bogor. Fungsi
fasilitas
adalah
semua
tindakan
yang
bertujuan
untuk
memperlancar kegiatan pertukaran yang terjadi antara produsen dan konsumen yang terdiri dari fungsi standarisasi, pembiayaan, penanggungan resiko, informasi pasar dan juga fungsi grading. Fungsi standarisasi merupakan kegiatan pengolompokan barang sesuai dengan penentuan mutu yang diinginkan konsumen. Kegiatan fungsi standarisasi ini di tempat penelitian kadang kadang dilakukan karena pada umumnya ukuran nenas yang dipanen seragam. Fungsi pembiayaan merupakan penyediaan sejumlah uang untuk kegiatan transaksi pembayaran. Fungsi penangungan resiko adalah penerimaan atas kerugian yang mungkin terjadi. Sedangkan untuk fungsi informasi pasar meliputi perkembangan harga yang berlaku. 6.3.1. Petani Petani responden yang melakukan penjualan langsung ke pedagang pengumpul desa (PPD) dan pedangang pengcer. Petani yang menjual ke PPD adalah sebanyak 17 orang petani atau sebanyak 85 persen dari total petani responden yang melakukan fungsi penjualan. Jumlah nenas yang dijual kepada PPD adalah 3355 buah nenas. Petani membawa sendiri hasil panennya ke PPD. Petani responden yang melakukan fungsi penjualan ke pedagang pengecer sebanyak 3 orang atau sekitar 15 persen dari total petani responden. Petani responden tersebut melakukan penjualan langsung ke pedagang pengecer tanpa melalui perantara PPD dan pedagang besar/grosir. Transaksi ini terjadi karena petani dengan pedagang pengecer menjadi langganan karena adanya ikatan
60
kekeluargaan dan rasa saling percaya antara keduanya serta ketika jumlah panen petani meningkat. Petani respoden yang ada dalam saluran ini adalah petani yang berprofesi juga sebagai pedagang/warung di desa tersebut dan petani yang memilik jumlah panen yang besar. Hal ini disebabkan karena petani tersebut perlu membeli persedian barang dagangannya ke pasar. Petani melakukan kegiatan pemanenan sendiri, serta menjual secara langsung ke pedagang pengecer dengan tujuan memperoleh keuntungan yang lebih besar dari pada harus menjualnya terlebih dahulu ke pedagang pengumpul desa (PPD). Fungsi fisik yang berupa kegiatan pengangkutan
nenas hasil panen
dliakukan petani tanpa menggunakan alat pengangkutan seperti motor atau mobil pick up, petani melakukan fungsi pengangkutan dengan memikul nenas hasil panen yang terlebih dahulu telah dimasukkan ke karung. Fungsi fasilitas yang dilalukan oleh petani responden adalah berupa penanggungan resiko, pembiayan dan informasi.
Fungsi penanggungan resiko yang dihadapi petani responden
adalah berupa penurunan harga jual nenas. Fungsi pembiayaan yang dilakukan oleh petani adalah berupa penyediaan modal untuk melakukan usaha tani nenas yang berupa biaya produksi. Disamping melakukan fungsi pembiayan petani juga melakukan informasi pasar. Fungsi ini berupa perkembangan harga jual nenas yang diperoleh dari pedaganng atau informasi dari pasar. Adapun hal- hal yang menyebabkan petani menghadapi fungsi penanggungan resiko yang menyebabkan penurunan harga jual nenas adalah sebagai berikut : 1. Penurunan hasil produksi dan kualitas nenas, ini disebabkan karena adanya serangan hama dan penyakit nenas. 2. Terjadinya Over Produksi buah lainnya. Melonjaknya produksi buah lainnya sehingga mengakibatkan lonjakan musin buah di pasar yang mengakibatkan konsumen mempunyai banyak pilihan dalam menetukan keputusan memilih buah yang berakibat terhadap penurunan harga jual nenas. 3. Kualitas nenas yang diharapkan tidak sesuia dengan keinginan konsumen.
61
6.3.2. Pedagang Pengumpul Desa (PPD) Pedagang pengumpul desa (PPD) yang ada di Desa Cipelang berasal dari warga dari desa tersebut yang berprofesi juga sebagai petani nenas. Pada umumnya pedagang pengumpul desa (PPD) melakukan fungsi pertukaran, fisik, dan fasilitas. Fungsi pertukaran yang dilakukan berupa kegiatan pembelian dan pengumpulan nenas dari petani dan melakukan penjualan nenas ke pedagang besar/ grosir pedangang pengolah di kota Bogor melalui proses tawar menawar. Pedagang penggumpul desa (PPD) memberitahukan patokan harga beli petani ke pedangang besar, pedagang pengolah dan pedagang pengecer, dimana pada prakteknya yang lebih dominan pada penentuan harga beli ini adalah pedagang besar dan pedangang pengecer. Jadi secara tidak langsung pedagang besar dan pedagang pengecer sudah menguasai informasi harga yang berlaku di pasar. Fungsi fisik berupa kegiatan pengangkutan nenas yang telah dikumpul dari para petani dilakukan dengan mengunakan alat pengangkutan seperti motor dan mobil pick up. Fungsi fasilitas yang dilakukan oleh PPD berupa fungsi penangungan resiko, pembiayaan dan informasi pasar. Fungsi penanggungan resiko yang dihadapi oleh PPD sama halnya dengan yang dihadapi oleh petani yaitu berupa turunnya harga harga jual nenas di pasar. Ketika hal ini terjadi PPD tetap menjual nenas karena nenas merupakan produk atau komoditas yang perishable (mudah rusak), tidak mempunyai umur simpan yang lama. Fungsi pembiayaan yang dilakukan oleh PPD adalah berupa penyediaan modal untuk melakukan pembelian nenas dari petani. PPD yang terdapat di Desa Cipelang juga berprofesi sebagai petani, tetapi petani yang mempunyai modal yang cukup dalam melakukan kegiatan usaha ini. Fungsi informasi pasar berupa informasi yang bisa diperoleh PPD mengenai perkembangan harga jual dan kualitas nenas yang diinginkan oleh konsumen diperoleh dari pedagang besar dan pedangan pengecer.
6.3.3. Pedagang Besar/ Grosir Pedagang besar/ grosir yaitu pedagang yang menampung penjualan dari pedagang pengumpul desa (PPD). Transaksi penjualan nenas dilakukan di kampung Cihideung, dimana pedagang besar yang datang dan melakukan transaksi pembelian dengan para pedagang pengumpul desa (PPD) yang berasal
62
dari beberapa desa dan melakukan pembelian juga terhadap komoditas pertanian yang lainya. Transaksi dilakukan di desa Cihideung karena lokasi tersebut lebih muda dijangkau. Pedagang besar/grosir melakukan pembelian pada waktu pagi hari dengan mengunakan alat pengangkutan Colt Diesel . Pedagang besar yang menjadi responden adalah sebanyak tiga orang yang menjadi pemasok utama
kepada pedagang pengecer untuk wilayah Bogor.
Pedagang besar ini melakukan fungsi- fungsi pemasaran, mulai dari fungsi pertukaran (pembelian dan penjualan), fungsi fisik (pengangkutan dan penyimpanan), dan fungsi fasilitas (sortasi, penanggungan resiko, pembiayaan dan informasi pasar). Fungsi pertukaran yang dilakukan yaitu pembelian nenas dari pedagang pengumpul desa (PPD) dan penjualan terhadap pedagang pengecer. Pedagang besar biasanya mempunyai PPD yang sudah menjadi langganan. Setiap pedagang besar memberikan harga yang berbeda-beda tergantung kualitas nenas yang dijual. Penentuan harga antara pedagang besar dengan PPD sesuai dengan mekanisme pasar yang terjadi atau didasarkan peda harga yang berlaku di pasar. Fungsi penjualan yang dilakukan pedagang besar terhadap pedagang pengecer adalah dengan cara penjualan bebas. Fungsi fisik berupa kegiatan penyimpanan dilakukan pedagang besar jika nenas tidak habis terjual pada hari yang sama. Nenas yang tidak habis terjual biasanya disimpan di kios pedagang besar yang terletak di pasar. Akibat dari dari proses penyimpanan ini biasanya pedagang besar menghadapi resiko kerugian berupa resiko penyusutan berupa adanya buah yang busuk, kerusakan buah akibat terbentur, penambahan biaya tenaga kerja akibat penyimpanan tersebut serta pecahnya buah akibat terlalu lama disimpan. Pedagang besar juga melakukan proses pemeraman terhadap nenas yang masih tergolong rendah selama 1-2 hari dengan cara ditmpuk dan ditutupi dengan terpal. Dalam melakukan fungsi pengangkutan pedagang besar mengeluarkan biaya bongkar muat. Kegiatan fungsi- fungsi fasilitas
yang dilakukan oleh pedagang besar
adalah berupa kegiatan penyortiran. Kegiatan penyortiran dilakukan untuk menggolongkan ukuran, pemisahan akibat kerusakan serta tingkat kematangan buah nenas. Fungsi pembiayaan berupa modal yang disediakan untuk membeli nenas dari PPD berupa biaya retribusi, bongkar muat, sortasi, penyimpanan (biaya
63
penyusutan). Untuk informasi pasar berupa perkembangan harga beli dan harga jual diperoleh dari sesama pedagang besar dan pedagang pengecer serta dari mekanisme pasar yang terjadi. Adapun sistem pempayaran yang diterapkan oleh pedagang besar terhadap pedagang pengumpul desa (PPD) dan pedagang pengecer adalah pembayaran dengan sistem pembayaran tunai dan dibayar sebagian.
6.3.4. Pedagang Pengolah ( Processors and Manufactures) Lembaga ini merupakan lembaga pemasaran yang membuat cabang baru pada
saluran pemasaran nenas bogor. Pedagang pengolah yang menjadi
responden sebanyak dua orang yaitu terdiri dari satu pedagang asinan yang berlokasi di Sukasari dan satu pedagang pengolah selai dan sirup nenas yang berlokasi di desa Cipelang.
Fungsi- fungsi pemasaran yang dilakukan oleh
lembaga ini adalah fungsi pertukaran, fisik dan fasilitas. Lembaga ini lebih menekankan pada kegiatan pada fungsi pengolahan. Fungsi pengolahan yang dilakukan adalah berupa kegiatan merubah bentuk dasar dari nenas
menjadi
asinan. Kegiatan ini juga dapat menambah umur simpan dari produk yang dihasilkan selama belum dikonsumsi atau dipasarkan. Pedagang Pengolah dalam melakukan fungsi pertukaran berupa kegiatan pembelian bekerjasama dengan pedagang pengumpul desa (PPD) dimana pembelian dilakukan dengan sistem pembayaran dibayar dimuka. Hal ini dilakukan oleh pedagang pengolah dengan alasan untuk menjamin kontiniutas produknya. Transaksi dilakukan di tempat pedagang pengolah dimana PPD sendiri yang melakukan pengangkutan sesuai dengan kesepakatan antara kedua belah pihak. Sistem pembayaran yang digunakan adalah sistem pembayaran dimuka dengan pembayaran tunai sebesar delapan puluh persen dari total biaya pembelian dan sisanya dibayar kemudian setelah barang diterima sepenuhnya oleh pedagang pengolah. Harga yang berlaku antara PPD dengan pedagang pengolah adalah harga berdasarkan
kesepakatan kedua belah pihak dan sesuai dengan
mekanisme pasar yang terjadi. Pada penelitian ini asumsi yang digunakan adalah bahwa pedagang pengolah merupakan konsumen akhir dari buah nenas utuh.
64
6.3.5. Pedagang Pengecer Pedagang pengecer adalah pedagang yang berhubungan langsung dengan konsumen. Konsumen yang dimaksud adalah konsumen akhir yang tidak melakukan fungsi pemasaran lagi berupa fungsi penjulan atau pembelian dilakukan untuk dikonsumsi. Pedagang pengecer yang ada di kota Bogor yaitu dikawasan pasar Bogor dan pasar Anyar adalah pedagang terakhir yang berhubungan langsung dengan konsumen akhir. Semua fungsi-fungsi pemasaran yaitu fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas dilakukan oleh pedagang pengecer. Fungsi pertukaran berupa kegiatan pembelian nenas dari pedagang besar dan dari petani serta kegiatan penjulan berupa penjulan nenas kepada konsumen akhir. Fungsi fisik terdiri dari pengangkutan dan penyimpanan. Nenas yang yang dibeli dari pedagang besar/ grosir terkadang diangkut sendiri oleh pedagang pengecer. Fungsi fasilitas yang dilakukan oleh pedagang adalah berupa penanggungan resiko pembiayaan dan informasi pasar. Fungsi penaggungan resiko disebabkan karena penyusutan akibat penyimpanan ini terjadi akibat dari nenas tidak habis terjual. Fungsi pembiayaan berupa modal yang disediakan untuk membeli nenas dari pedagang besar berupa biaya retribusi, bongkar muat, sortasi, penyimpanan (biaya penyusutan). Untuk informasi pasar berupa perkembangan harga beli dan harga jual diperoleh dari sesama pedagang pengecer dan pedagang besar serta dari mekanisme pasar yang terjadi. Adapun sistem pembayaran yang diterapkan oleh pedagang pengecer terhadap konsumen adalah pembayaran dengan sistem pembayaran tunai.
6.4. Analisis Struktur Pasar Struktur pasar buah nenas dianalisis berdasarkan saluran pemasaran yang didukung peranan fungsi-fungsinya, jumlah lembaga pemasaran yang terlibat (penjual dan pembeli), sifat produk, kebebasan keluar masuk pasar, informasi harga pasar yang terjadi serta jenis dan keadaan nenas di Desa Cipelang. Penelitian di ini memperhatikan koponen- komponen penyusun struktur pasar tersebut.
65
6.4.1. Jumlah Penjual dan Pembeli serta Mudah Tidaknya Keluar Masuk Pasar Pada pola saluran pemasaran nenas Bogor di Desa Cipelang melibatkan lembaga- lembaga pemasaran yang membentuk beberapa pola saluran pemasaran sehingga nenas bogor ke konsumen akhir. Lembaga yang terlibat dalam saluran ini dimulai dari pedagang pengumpul desa (PPD) yang berjumlah lima orang. Pedagang pengumpul desa (PPD) yang ada di Desa Cipelang berasal dari warga dari desa tersebut yang berprofesi juga sebagai petani nenas. Dalam melakukan pembelian nenas di tingkat petani, pedagang pengumpul desa (PPD) tidak perlu bersusah payah untuk mencari petani nenas yang akan menjual hasil produksinya karena para petani biasanya datang secara langsung membawa hasil panen nenasnya ke tempat pedagang pengumpul desa (PPD). Kegiatan tersebut dilakukan oleh petani pada sore hari atau setelah pulang dari kebun. Petani membawa nenas hasil panen kebunnya dengan memikul yang terlebih dahulu dimasukkan kedalam karung atau keranjang. Dalam melakukan pembelian PPD memerlukan cukup modal untuk pembelian secara tunai dari petani. Persaingan antar PPD tidak begitu kuat, karena adanya hubungan baik antar sesama pedagang pengumpul desa dan petani yang menjadi langanannya. Tetapi ada juga petani yang tidak terikat dengan hubungan ini, dimana petani tersebut dapat melakukan penjualan bebas. Petani tersebut melakukan penjualan langsung ke pedagang pengecer yang sudah menjadi langganannya di pasar . Persaingan antara pedagang besar tidak begitu kuat, hal ini disebabkan karena pedaganng besar/grosir tersebut mempunyai tujuan pemasaran tersendiri dan pedagang pengecer yang menjadi langganannya. Selain itu juga jumlah PPD yang dihadapi pedagang besar/grosir relatif banyak, sehingga bisa saja memilih kemana mereka akan membeli produk yang diperdagangkan. Untuk posisi pedagangn besar/grosir relatif lebih mudah untuk mendapatkan nenas Bogor yang menjadi produk perdagangannya kerena pada umumnya PPD menjual menjual nenasnya ke pedagang besar/grosir. Pedagang besar/ grosir biasanya sulit untuk mendapatkan izin berjualan tetap di pasar Induk seperti pasar Bogor dan pasar Anyar. Jumlah pedagang besar/ grosir yang terlibat dalam saluran pemasaran nenas bogor masih relatif sedikit maka pedagang baru masih mungkin untuk
66
masuk ke pasar grosir, terutama bila mempunyai modal yang cukup dan kemampuan dalam mengakses pasar. Pasar untuk tingkat pedagang pengecer lebih mudah dan terbuka. Karena volume penjualan yang tidak besar dan hanya membutuhkan tempat berdagang di pasar- pasar tradisonal maupun membangun kios atau warung buah di pinggir jalan raya mengingat bogor daerah yang sering disinggahi oleh pelancong dan wisatawan. Selain itu juga mereka mudah dalam mendapatkan produk,baik dari pedagang besar, pedagang pengumpul dan dari petani. Dari segi konsumen , jumlahnya masih sangat banyak dan tersebar luas dengan tingkat permintaan yang tinggi di masing-masing pasarkan tetapi permintaan ini belum bisa tercukupi kerena produksi nenas yang dihasilkan petani masih terbatas.
6.4.2. Jenis dan Keadaan Nenas di Desa Cipelang Komoditi buah nenas yang ada di Desa Cipelang termasuk nenas Mahkota Bogor. Nenas Bogor memiliki berat antara 500-1100gram per buah. Nenas ini merupakan jenis nenas Queen yang memiliki keunggulan pada bentuk dan ukuran buah yang tidak terlalu besar, hati buah(core) yang dapat dimakan serta tingkat kemanisan buah yang pas untuk dikonsumsi segar, akan menambah nilai dan manfaat dari komoditi ini. Berdasarkan wawancara dengan para pedagang dan petani, bahwa terdapat difrensiasi produk dalam pemasaran nenas walaupun pada umumnya ukuran nenas yang dihasilkan oleh petani relatif seragam. Difrensiasi produk lebih disebabkan kondisi fisik dan ukurannya, yang berpengaruh pada tingkat harga. Jenis nenas yang dihasilkan petani di Desa Cipelang terdiri dari dua ukuran yaitu besar dan kecil. Kedua ukuran nenas tersebut memiliki harga jual yang berbeda. Jenis nenas yang di budidaya di Desa Cipelang adalah jenis nenas (Ananas comosus (L) Merr) merupakan tanaman buah yang berupa semak. Tanaman ini memiliki banyak manfaat dan dapat dibudidayakan di daerah tropis subtropis.
Kegiatan pembudidayaannya yang tidak
dan
terlalu sulit memberikan
peluang untuk mengembangkan komoditi ini dengan nilai ekonomis yang lebih baik.
67
Komoditas nenas di Desa Cipelang dapat dikatakan sebagai komoditi organik sebab jarang petani yang mau memupuk tanaman nenas dengan pupuk unorganik, petani hanya menggunakan pupuk kandang/ kompos dari kotoran ternak kambing ,sehingga nenas yang dihasilkan benar-benar organik dan alami. Selain itu komoditi nenas ini tidak perlu disemprot pestisida. Hal ini juga tidak terlepas dari keadaan tanah di Desa Cipelang yang cocok untuk usaha tani nenas ini. Umumnya nenas dalam rantai tataniaga nenas dari petani sampai ke pedagang pengecer berbentuk utuh dengan masih terdapat tongkolnya. 6.4.3. Sumber Informasi Sumber informasi pasar dalam rantai pemasaran nenas belum tersedia sesuai kebutuhan pasar. Informasi pasar diperlukan oleh produsen dan semua pihak yang terlibat dalam pemasaran hasil- hasil pertanian tentang kondisi pasar, lokasi, jenis, mutu,waktu dan harga pasar. Informasi yang diterima pasar pada umumnya dari pedagang pengumpul desa/PPD dari sesama petani. Tingkat harga yang terjadi pada petani responden umumnya masih berdasarka harga yang terjadi di tingkat pedagang pengumpul desa. Sumber informasi yang di peroleh para pedagang didapatkan dari berbagai sumber yang relatif beragam dan bukan informasi komersial, sehingga tidak perlu biaya khusus untuk mengakses informasi pasar atau infomasi harga sesuai dengan mekanisme pasar yang terjadi. Berdasarkan uraian datas, bahwa struktur pasar yang dihadapi petani nenas di Desa Cipelang, adalah cenderung mangarah pasar Oligopsoni. Hal ini dilihat dari beberapa indikasi yaitu sebagai berikut 1. Jumlah petani (penjual) yang cukup banyak jika dibandingkan dengan jumlah pedagang (pembeli) 2. Petani tidak dapat menentukan dan mempengaruhi tingkat harga yang terjadi di pasar. 3. Hambatan yang dihadapi petani dalam keluar masuk pasar adalah terkait permasalahan modal. 4. Penentuan harga dilakukan oleh pihak pedagang berdasarkan harga yang berlaku di pasar, sehingga kedudukan petani sebagai price taker dan tidak memiliki bargaining position yang kuat
68
5. Produk yang ditawarkan bersifat homogen. Struktur pasar yang ada di tingkat pedagang pengumpul desa (PPD) cenderung bersifat pasar Oligopoli. Hal ini ditunjukkan dari hal- hal sebagai berikut : 1. Jumlah penjual (petani) lebih banyak dari jumlah pembeli (pedagang pengumpul). 2. Pembeli dan penjual bebas keluar masuk pasar,hal ini ditunjukkan dengan bebasnya pedagang pengumpul desa (PPD) di Desa Cipelang menentukan pasar tujuannya. Hambatan yang dihadapi dalam keluar masuk pasar adalah terkait masalah permodalan. 3. Pedangang pengumpul desa (PPD) tidak dapat mempengaruhi harga pasar 4. Sumber informasi harga pasar diperoleh dari sesama pedagang 5. Produk yang ditawarkan bersifat homogen Struktur pasar yang terjadi antara pedagang besar adalah struktur pasar yang cenderung mengarah ke struktur oligopoli. Hal ini ditunjukkan dari hal- hal sebagai berikut : 1. Jumlah penjual lebih sedikit dibanding pembeli. Dimana jumlah pedagang besar/grosir lebih sedikit dibandingkan dengan pedagang pengecer. 2. Pedagang besar mendapat hambatan keluar masuk pasar. Hal ini disebabkan adanya persaingan diantara pedagang besar dalam memperoleh barang dagangannya. Walaupun dalam kenyataannya pedagang besar menjalin hubungan yang baik bersifat langganan terhadap PPD. Hambatan lainnya adalah apabila pedagang akan memasuki pasar ini membutuhkan modal yang cukup tinggi. 3. Dalam prakteknya pedagang besar/grosir masih dapat mempengaruhi harga, karena pedagang ini mampu memprediksikan harga berdasarkan jumlah pasokan setiap periode dengan banyaknya permintaan dari pengecer. Hal ini mengindikasikan bahwa antara pedagang besar dengan PPD bisa terjadi tawarmenawar.
69
Struktur pasar yang terjadi ditingkat pedagang pengecer sangat berbeda dengan struktur pasar yang dihadapi petani, pedagang pengumpul, dan pedagang besar. Struktur
pasar yang dihadapi pedagang pengecer adalah cenderung
mengarah ke struktur pasar persaingan (competitive market). Hal ini ditunjukkan dari hal- hal sebagai berikut : 1. Jumlah pengecer yang cukup banyak sehingga terjadi persaingan dalam mendapatkan konsumen. 2. Barang yang diperjualbelikan bersifat homogen 3. Informasi mengenai harga yang terjadi di pedagang pengecer di dapat dari sesama pedagang pengecer dan pedagang pengecer. Sistem pembayaran yang berlaku di tingkat pedagang pengecer adalah sistem pembayaran tunai. 4. Pedagang pengecer tidak dapat mempengaruhi harga.
6.5.
Perilaku Pasar Perilaku pasar dapat diketahui dengan mengamati praktek penjualan dan
pembelian yang dilakukan oleh masing-masing lembaga pemasaran, sistem penentuan harga, kemampuan pasar menerima jumlah produk yang dijual, stabilitas pasar, dan pembayaran serta kerjasama di antara lembaga pemasaran. Perilaku pasar menunjukkan strategi yang dilakukan oleh para pelaku pasar dalam menghadapi pesaing. Struktur pasar dan perilaku pasar akan menentukan keragaman pasar yang dapat diukur melalui peubah harga, biaya, marjin pemasaran dan jumlah komoditi yang akan dipasarkan, sehingga akan memberikan penilaian baik/tidaknya suatu sistem pemasaran.
6.5.1. Praktek Pembelian dan Penjualan Pola saluran pemasaran nenas bogor di Desa Cipelang melibatkan lembaga-lembaga pemasaran yang melakukan kegiatan pembelian dan penjualan kecuali petani petani yang hanya melakukan praktek penjualan serta konsumen yang hanya melakukan praktek pembelian. Saluran pemasaran yang terjadi diawali petani yang menjual nenas dengan dua cara, yaitu penjualan kepada pedagang pengumpul desa (PPD) dan penjualan langsung ke pedagang pengecer.
70
Proses pemanenan dilakukan petani sendiri dan bergotong royong dengan petani lainnya. Sehingga petani tidak harus mengeluarkan biaya panen dan biaya transportasi dalam proses pemanenannya. Setelah nenas dipanen oleh petani lalu dijual kepada pedagang pengumpul desa (PPD) dan kemudian PPD menjual kembali ke pedagang besar/grosir selanjutnya pedagang besar mejual ke pedagang pengecer yang ada di kota Bogor yaitu pasar Bogor dan pasar Anyar. Praktek pembelian ditingkat PPD dilakukan dengan petani. Pedagang pengumpul desa(PPD) biasanya sudah memiliki langganan dengan beberapa petani, status langanan ini adalah tidak terikat, dimana petani bebas memilih PPD yang menjadi tempat penjualan nenasnya. Praktek penjualan PPD dilakukan dengan pedagang besar/grosir dan pedagang pengolah. Praktek pembelian ditingkat pedagang besar/grosir dilakukan dengan PPD sedangakan untuk praktek penjualan dilakukan dengan pedagang pengecer yang menjual kembali ke konsumen akhir. Praktek pembelian dan penjualan antar sesama pedagang dilakukan dengan sistem langganan. 6.5.2. Sistem Penentuan Harga Harga di tingkat petani lebih ditentukan oleh pedagang pengumpul desa. Hal ini disebabkan karena pedagang pengumpul desa (PPD) lebih menguasai pasar daripada petani. Sistem penentuan harga nenas di Desa Cipelang dilakukan dengan tawar- menawar namun demikian keputusan terakhir ditentukan oleh lembaga yang paling tinggi sesuai dengan mekanisme pasar yang terjadi. Sedangkan sistem penentuan harga antara PPD dengan pedagang besar/grosir dan pedagang pengecer pada umumnya tawar menawar. Proses penentuan harga lebih berdasarkan penawaran pedagang besar yang dapat memprediksikan perubahan permintaan pasar. Pada umumnya penentuan harga yang terjadi antara lembagalembaga pemasaran didasarkan atas harga yang berlaku umum di pasar.
6.5.3. Sistem Pembayaran Lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat dalam saluran pemasaran nenas di Desa Cipelang dalam melakukan fungsi-fungsi menerapkan berbagai macam sistem pembayaran yaitu sebagai berikut :
71
•
Sistem Pembayaran Tunai Sistem pembayaran tunai dilakukan konsumen kepada pedagang pengecer,
pedagang pengecer terhadap petani yang menjual langsung nenasnya, pedagang pengecer dengan pedagang besar serta pedagang besar dengan pedagang pengumpul desa (PPD). •
Sistem pembayaran kemudian Sistem pembayaran kemudian ini dilakukan oleh pedagang pengumpul desa
(PPD) terhadap petani, karena pada umumnya PPD memiliki sedikit modal untuk melakukan pembelian terhadap petani dan selebihnya dibayar kemudian setelah PPD menjual nenas ke pedagang besar/grosir. Pembayaran sistem pembayaran dimuka dan sisanya dibayar kemudian juga dilakukan antara pedagang pengolah dengan pedagang pengumpul desa yang sudah melakukan kesepakatan penjualan. Pedagang pengolah sering berinisiatif memberikan uang terlebih dahulu kepada PPD, dalam sistem ini secara tidak langsung pedagang pengolah telah memberikan ikatan terhadap pedagang pengumpul (PPD). Adapun tujuan dari pedagang pengolah melakukan sistem pembayaran ini adalah agar produk yang dihasilkan tetap kontiniu atau menjaga kelancaran usaha dari pedagang asinan tersebut.
6.5.4. Kerjasama Antar Lembaga Pemasaran Kerjasama antar lembaga pemasaran terjadi antara PPD dengan Pedagang pengolah dengan kerjasama sistem pembayaran dibayar dimuka. Kerjasama ini dilakukan bertujuan untuk menjaga kontiniutas pasokan nenas dari PPD yang menjadi bahan baku utama pedagang pengolah. Selebihnya kerjasama dilakukan antar sesama lembaga pemasaran sejenis seperti PPD dengan PPD yang lainnya, pedagang besar dengan pedagang besar dengan adanya ikatan kekeluargaan. Kerjasama ini dilakukan bertujuan untuk meningkatkan posisi tawar dan penentuan harga, agar tidak terjadi perbedaan harga di tingkat pedagang yang sama.
72
6.6. Keragaan Pasar 6.6.1. Analisis Marjin Pemasaran Analisis marjin pemasaran bertujuan untuk mengetahui tingkatan efisiensi pemasaran buah nenas di Desa Cipelang. Marjin pemasaran adalah penjumlahan dari seluruh biaya pemasaran yang dikeluarkan dan keuntungan yang diambil oleh tiap- tiap lembaga pemasaran yang terkait dalam proses penyaluran komditas nenas Bogor sehingga nenas tersebut sampai di tingkat konsumen akhir. Besarnya marjin pada setiap pola saluran pemasaran dapat dilihat pada Tabel 15. Marjin pemasaran dihitung berdasarkan pengurangan harga penjualan dengan hargapembelian pada setiap tingkat lembaga pemasaran atau perbedaan harga yang diterima oleh petani dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen. Pada Tabel 15 dapat dilihat komponen-komponen dari pemasaran antara lain biaya pemasaran dan keuntungan pemasaran. Biaya pemasaran merupakan biaya yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran dalam memasarkan komoditi nenas dari Desa Cipelang sampai ke konsumen akhir. Biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh lembaga- lenbaga pemasaran tersebut adalah meliputi biaya transportasi, tenaga kerja, retribusi dan penyusutan. Keuntungan pemasaran adalah selisih antara harga jual dengan harga beli yang telah ditambahkan dengan biaya-biaya yang dikeluarkan oleh lembaga tersebut. Secara terinci untuk biaya-biaya yang dikeluarkan oleh lembaga-lembaga pemasaran terdapat pada lampiran 3,4 dan 5.
73
Tabel 15. Analisis Marjin Tataniaga Nenas Bogor Pada Saluran 1,2, dan 3 di Desa Cipelang,Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor Unsur marjin 1.Petani • Harga jual • Biaya pemasaran 2.Pedagang pengumpul desa (PPD) • Harga beli • Biaya pemasaran • Keuntungan • Harga jual • Margin 3.Pedagang Pengolah • Harga beli 4.Pedagang Besar - Harga beli - Biaya pemasaran - Keuntungan - Harga jual - Marjin 5.Pedagang Pengecer • Harga beli • Biaya pemasaran • Keuntungan • Harga jual • Marjin Total biaya pemasaran Total keuntungan Total Marjin R/C
Saluran I Rp/buah %
Saluran II Rp/buah %
Saluran III Rp/ buah %
1500 -
60 -
1500 -
75 -
1800 200
72 8
1500 125 175 1800 300
60 5 7 72 12
1500 200 300 2000 500
75 10 15 100 20
-
-
-
-
2000
100
-
-
1800 225 175 2200 400
72 9 7 88 40
-
-
-
-
2200 100 200 2500 300
88 4 8 100 12
-
-
1800 100 400 2500 700
72 4 16 100 28
450 550 1000 1,22
18 22 40
200 300 500 1,5
10 15 25
300 400 700 1,33
12 16 28
Keterangan: persentase adalah terhadap harga jual tingkat lembaga pemasaran terakhir
Marjin pemasaran terbesar terdapat pada saluran I yaitu sebesar Rp 1000, hal ini disebabkan kerena saluran satu merupakan rantai atau saluran pemasaran terpanjang dalam mendistribusikan nenas ke konsumen akhir dari semua saluran pemasaran yang ada dengan volume penjualan 1255 buah per minggu. Untuk saluran dua dan tiga marjin pemasaran yang dihasilkan oleh kedua saluran ini adalah Rp 500 dan Rp 700, hal ini disebabkan karena saluran ini tidak melibatkan banyak lembaga pemasaran dalam mendistribusikan nenas hanya melibatkan satu lembaga pemasaran sehingga menghasilkan saluran yang pendek. Untuk saluran dua lembaga yang dilibatkan adalah lembaga pemasaran PPD, konsumen akhir
74
dari saluran ini adalah pedagang pengolah (asinan, selai dan sirup nenas) bukan konsumen dari asinan,selai dan sirup nenas kerena pada lembaga tersebut nenas yang dijual sudah mengalami proses pengolahan sehingga harga jual yang dihasilkan jauh berbeda dengan penjualan nenas yang masih utuh dengan volume penjualan 2100 buah per minggunya. Besar marjin yang dihasilkan untuk tiap saluran pemasaran yang ada ditentukan oleh panjang pendeknya rantai pemasaran, dan banyak tidaknya lembaga- lembaga pemasaran yang terkait dalam saluran pemasaran tersebut. Biaya pemasaran yang paling tinggi pada jalur pemasaran yang ada di Desa Cipelang ditanggung oleh
saluran I yaitu sebesar Rp 450. Hal ini
disebabkan kerena dalam proses ditribusinya melibatkan banyak lembaga pemasaran sehingga saluran yang dihasilkan cukup panjang. Sedangkan biaya terkecil terdapat pada saluran II yaitu sebesar Rp 200, hal ini disebabkan karena jarak distribusi yang dekat , dan tidak melalui banyaknya lembaga pemasaran yang menjadi tempat persinggahan dari komoditi nenas tersebut sehingga saluran yang dihasilkan rantai yang pendek. Untuk saluran III biaya pemasaran yang dikeluarkan Rp 300, biaya ini merupakan penambahan dari biaya pemasaran yang dikeluarkan petani dan pedagang pengecer. Petani dalam saluran III ini mengeluarkan biaya pemasaran karena petani tersebut melakukan pemasaran langsung, biaya yang dikeluarkan adalah berupa biaya pengangkutan. Keuntungan pemasaran terbesar terdapat pada saluran pemasaran jalur I yaitu sebesar Rp 550, hal ini disebabkan kerena jalur ini merupakan rantai pemasaran yang terpajang dalam mendistribusikan nenas ke konsumen akhir. Keuntungan
pemasaran ini masih sangat berpotensi untuk bertambah, jika
pemasaran nenas dipasarkan bukan hanya di kabupaten Bogor saja. Akan tetapi yang menjadi kendala dalam hal ini adalah masih rendahnya produktifitas dari petani terutama petani yang ada di Desa Cipelang. Keuntungan terkecil terdapat pada jalur II yaitu sebesar Rp 300 ini disebabkan kerena harga jual nenas yang terjadi dalam saluran ini tidak terlalu tinggi, serta biaya pemasarannya juga tidak terlalu tinggi yang menyebabkan harga jualnya tidak terlalu tinggi. Pada saluran ini asumsinya adalah bahwa pedagang pengolah merupakan konsumen akhir, karena pedagang pengolah (processors and manufactures) tersebut akan
75
mengolah nenas lebih lanjut dengan value added / penambahan nilai produk, sehingga nenas yang dihasilkan tidak utuh lagi yaitu berupa asinan, selai dan sirup nenas.
6.6.2 Farmer’s Share Bagian yang diterima petani (farmer’s share) merupakan perbandingan harga yang diterima petani nenas di Desa Cipelang dengan harga yang dibayar konsumen. Bagian yang diterima lembaga pemasaran ini dinyatakan dalam persentase. Farmer’s share sering digunakan sebagai indikator dalam mengukur kinerja suatu sistem tataniaga, tetapi farmer’s share yang tinggi tidak mutlak menunjukkan bahwa pemasaran berjalan dengan efisien. Hal ini berkaitan dengan besar kecilnya manfaat yang ditambahkan pada produk (Value added) yang dilakukan lembaga perantara atau pengolahan untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Farner’s Share yang diterima petani pada saluran tataniaga nenas Bogor di Desa Cipelang dapat dilihat pada Tabel 16 berikut. Tabel 16. Farmer’s Share Pada Saluran Tataniaga Nenas Bogor di Desa Cipelang Saluran pemasaran Saluran I Saluran II Saluran III
Harga ditingkat petani(RP/buah)
Harga ditingkat konsumen
1.500 1.500 1.800
2.500 2.000 2.500
Farner’s Share
(RP/buah)
(%) 60 75 72
Farmer’s Share berhubungan negatif dengan marjin tataniaga artinya semakin tinggi margin tataniaga maka bagian yang akan diterima petani semakin rendah. Pada Tabel 16 menunjukkan bahwa bagian terbesar yang diterima petani terdapat pada saluran II dan yaitu sebesar 75 persen . Hal ini disebabkan kerena saluran II dan III ini merupakan saluran pemasaran terpendek dibandingkan dengan jalur pemasaran I kerena tidak banyak melibatkan lembaga pemasaran dalam pendistribusian nenasnya,atau saluran II merupakan saluran pemasaran yang dilakukan PPD dengan pedagang pengolah dengan sistem biaya dibayar dimuka dimana lembaga atau konsumen akhir dari saluran dua ini adalah pedagang pengolah. Untuk saluran I yang merupakan saluran
pemasaran
terpanjang yang di hadapi oleh petani di Desa Cipelang farmer’s sharenya adalah
76
sebesar 60 persen, hal ini desebabkan karena pada saluran ini melibatkan banyak lembaga pemasaran dalam penditribusian nenas. Sedangkan bagian yang diterima petani pada saluran III adalah sebesar 72 persen. Dari ketiga saluran pemasaran yang ada, maka dapat diketahui bahwa saluran yang paling menguntungkan bagi petani petani adalah saluran II.
6.6.3. Rasio Keuntungan dan Biaya Tingkat efisiensi suatu sistem pemasaran dapat dilihat dari penyebaran rasio keuntungan dan biaya, dengan demikian meratanya
penyebaran
rasio
keuntungan dan biaya serta marjin pemasaran terhadap biaya pemasaran, maka secara teknis sistem pemasaran tersebut semakin efisien. Biaya pemasaran adalah biaya yang dikeluarkan oleh lembaga- lembaga pemasaran yang terkait dalam pemasaran nenas Bogor di Desa Cipelang. Sedangkan keuntungan lembaga pemasaran merupakan selisih antara marjin pemasaran dengan biaya yang dikeluarkan selama proses pemasaran nenas. Rasio keuntungan dan biaya untuk tiap saluran pemasaran yang ada di Desa Cipelang
dapat dilihat pada Tabel 17. Untuk perhitungan komponen-
komponen biaya yang dikeluarkan oleh masing- masing lembaga pemasaran pada tiap-tiap saluran pemasaran dapat dilihat pada Lampiran 3, 4 dan 5.
77
Tabel 17. Rasio keuntungan dan biaya untuk tiap saluran pemasaran yang ada di Desa Cipelang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor Lembaga Pemasaran Pedagang Pengumpul Desa Ci Li Rasio Li/Ci Pedagang Besar Ci Li Rasio Li/Ci Pedagang pengecer Ci Li Rasio Li/ Ci Total Ci Li Rasio Li/Ci
Saluran pemasaran 1
2
3
125 (5%) 175 (7%) 1,4
200 (10%) 300 (15%) 1,5
-
225 (10%) 175 (6%) 0,77
-
-
100 (4%) 200 (8%) 2
-
100 (4%) 400 (16%) 4
450 (18%) 550 (22%) 1,22
200 (10%) 300 (15%) 1,5
300 (12%) 400 (16%) 1,33
Keterangan : Ci : Biaya pemasaran untuk tiap lembaga pemasaran, Li : Keuntungan lembaga pemasaran
Pada saluran pemasaran I, total biaya yang dikeluarkan adalah sebesar Rp 450 per buah. Biaya terbesar ditanggung oleh pedagang besar yaitu sebesar Rp 225 per buah dan biaya pemasaran terendah ditanggung oleh PPD dan pedagang pengecer yaitu sebesar Rp 100 per buah. Pada saluran I ini petani tidak mengeluarkan biaya dalam proses pemasarannya. Keuntungan terbesar diperoleh oleh pedagang pengecer yaitu sebesar Rp 200 per buah dan keuntungan terkecil diperoleh olen pedagang besar dan PPD yaitu sebesar Rp 175 per buah. Pada saluran pemasaran II, total biaya yang dikeluarkan adalah sebesar Rp 200 per buah. Dimana biaya pemasaran hanya dikeluarkan oleh PPD
yaitu
sebesar Rp 200. Sedangkan keuntungan yang diperoleh yaitu sebesar 300 per buah. Pada saluran pemasaran III, total biaya yang dikeluarkan petani dengan pedagang pengecer dalah sebesar Rp 300. Saluran pemasaran ketiga ini merupakan saluran pemasaran dimana petani melakukan pemasaran secara langsung ke pedagang pengecer. Biaya pemasaran yang terbesar ditanggung oleh
78
petani yaitu sebesar Rp 200 per buah, dan biaya pemasaran terkecil ditanggung oleh pedagang pengecer yaitu sebesar Rp 100 Sedangkan keuntungan terbesar diperoleh oleh pedagang pengecer yaitu sebesar Rp 400 per buah. Pada saluran ini lebih banyak diperoleh oleh pedagang pengecer dimana petani sendiri yang datang langsung ke pedagang pengecer, sehingga tidak perlu mengeluarkan biaya pengangkutan. Jika ditinjau dari rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran, suatu saluran pemasaran dikatakan efisien apabila penyebaran nialai rasio keuntunggan terhadap biaya pada masing- masing lembaga pemasaran merata. Artinya setiap satu satuan rupiah biaya yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran akan memberikan keuntungan yang tidak beda jauh dengan lembaga pemasaran lainnya yang terdapat pada saluran tersebut. Pada Tabel 17, bahwa nilai total dari rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran nenas yang ada di Desa Cipelang terbesar terdapat pada saluran II yaitu sebesar 1,5. Maka untuk setiap 1 satuan rupiah biaya yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran akan menghasilkan keuntungan sebesar 1,5 rupiah. Rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran terbesar pada saluran III terdapat pada pedagang pengecer yaitu sebasar 2,62 satuan. Sedangkan pada saluran I rasio keuntungan terbesar diperoleh oleh pedagang pengecer yaitu sebesar 2 satuan dan terkecil diperoleh oleh pedagang besar sebesar 0,77 satuan. Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa semakin panjang saluran pemasaran dan semakin jauh jarak pemasaran yang dilalui dalam mendistribusikan nenas maka semakin kecil rasio keuntungan terhadap biaya yang dihasilkan, dengan asumsi apabila faktor- faktor lain yang mempengaruhi dalam keadaan konstan (cateris paribus).
6.6.4. Efisiensi Pemasaran Efisiensi pemasaran merupakan tujuan yang ingin dicapai dalam suatu proses pemasaran. Efisiensi pemasaran dapat tercapai apabila sistem pemasaran yang ada telah memberikan kepuasan kepada pelaku-pelaku pemasaran yang terlibat seperti petani, lembaga pemasaran dan konsumen akhir. Selain itu salah satu indikator atau alat analisis yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi diantaranya adalah pola saluran pemasaran yang
79
terbentuk, berjalannya fungsi-fungsi pemasaran, struktur pasar, perilaku pasar dan keragaan pasar. Selain itu pemasaran nenas dapat dilihat dengan membandingkan total biaya pemasaran dengan nilai atau harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir. Berdasarkan hasil analisis tersebut diperoleh nilai efisiensi pemasaran untuk masing-masing pola saluran pemasaran adalah sebagai berikut Tabel 18. Nilai Efisiensi Pemasaran pada Masing- Masing Pola Saluran Pemasaran Nenas Bogor di Desa Cipelang Saluran
Harga
Total
Margin
FS
(Rp/
biaya
(%)
(%)
buah)
(Rp/buah)
Saluran 1
2500
450
40
60
1,22
1255
Saluran 2
2000
200
25
75
1,5
2100
Saluran 3
2500
300
28
72
1,3
864
pemasaran
R/C
Volume (Buah)
Jika ditinjau dari margin pemasaran dan farmer’s share maka saluran dua relatif efisien dibanding dengan saluran satu dan tiga yaitu 25 persen dan 75 persen. Nilai rasio tertinggi juga terdapat pada saluran dua yaitu sebesar 1,5 satuan dan volume penjualan terbanyak terdapat pada saluran dua yaitu 2100 buah per minggu.
80