Dukungan Teknologi dan Kebijakan dalam Percepatan Produksi dan Konsumsi Susu
USAHA TERNAK KERBAU PERM D1 PROPINSI SUMATERA UTARA
(Buffalo River Farm in North Sumatera Province) Balbir Singh' dan Lisa Praharani 2 2
' Petemak Kerbau Perah, Sumatera Utara Balai Penelitian Ternak, PO Box 221 Bogor 16002 lisa_praharani@yahoo. com
ABSTRACT Buffalo River is a dairy type buffalo found only in North Sumatra and should be preserved as local livestock germplasm with population < 1,000 heads. Buffalo River has the potential to be developed as a producer of milk in the tropics such as Indonesia because of its high adaptability. Buffalo milk has superiority in fat content of 6 - 10% and 4 - 6% protein so it is often used as dairy products like mozarela cheese. River buffalo milk production ranges from 9 - 14 liters/head/day at a price of Rp. 8000 10000/liter. Buffalo river in North Sumatra much are raised by I ndian descent farmers in semi-intensive system with the farm size of 100 - 200 heads. Buffalo River are raised temporary in the oil palm plantations utilizing forages and its by-product according to the age of the oil palm tree. To improve buffalo milk production are needed some concerns of whole aspects breeding and management from government and other stakeholders. Key words: Farm enteprise, river buffalo, milk ABSTRAK Kerbau sungai merupakan kerbau tipe perah penghasil susu yang hanya terdapat di Propinsi Sumatera Utara dan perlu dilestarikan sebagai plasma nutfah ternak local mengingat populasinya < 1000 ekor. Kerbau sungai memiliki potensi sebagai penghasil susu untuk dikembangkan di daerah tropis seperti I ndonesia karena daya adaptasinya yang tinggi. Susu kerbau memiliki keunggulan kadar lemak 6 - 10% dan protein 4 - 6% 25 8
Usaha Ternak Kerbau Perah di Propinsi Sumatera Utara
sehingga sering diolah sebagai produk susu seperti keju Mozarela. Produksi susu kerbau sungai berkisar 9 - 14 liter/ekor/hari dengan harga Rp. 8000 - 10000/liter. Pemeliharaan kerbau sungai di Sumatera Utara banyak diusahakan oleh peternak keturunan India secara semi intensif dengan skala usaha 100 - 200 ekor. Kerbau sungai dipelihara secara berpindah di kawasan perkebunan kelapa sawit dengan memanfaatkan hijauan dan hasil ikutannya sesuai dengan usia pohon kelapa sawit. Pengembangan dan peningkatan produktivitas kerbau sungai memerlukan perhatian pemerintah dan praktisi terkait. Kata kunci: Usaha ternak, kerbau sungai, susu PENDAHULUAN Produksi susu segar dalam negeri saat ini masih rendah
yaitu sebesar 925,8 juta ton (DITJEN PKH, 2011) yang hanya
mampu memenuhi 30% kebutuhan nasional, sehingga untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri yaitu 70% masih diimpor.
Meskipun konsumsi susu di Indonesia masih
rendah, dimana pada tahun 2010 tercatat jumlah konsumsi
susu masyarakat Indonesia sebesar 16,462 kg/kapita/tahun
(DITJEN PKH, 2011) atau lebih rendah ketimbang konsumsi
di sejumlah negara di kawasan Asia Tenggara (ASEAN)
yang rata-rata lebih dari 25 kg/kapita/tahun. Dengan meningkatnya kesejahteraan
masyarakat dan kesadaran
gizi, diharapkan konsumsi susu akan meningkat pula. Dalam
li ma tahun terakhir telah terjadi peningkatan sebesar 7,74%/tahun.
Sebagian besar susu dihasilkan dari ternak sapi perah
yang didominasi oleh bangsa sapi perah Frisian Holstein
(FH). Pemeliharaan sapi perah FH masih terbatas di dataran 25 9
Dukungan Teknologi dan Kebijakan dalam Percepatan Produksi dan Konsumsi Susu
tinggi pulau Jawa, apalagi sapi perah bangsa ini berasal dari daerah temperate sehingga mudah stress bila dipelihara
pada lingkungan panas. Oleh karena itu, pengembangan
sapi perah sebagai ternak sumber utama penghasil susu belum dapat berkembang di daerah lain di luar Jawa yang
beriklim tropis.
Sebagai alternatif perlu dicarikan solusi
ternak penghasil susu yang dapat hidup di daerah tropis l embab sehingga dapat dikembangkan di seluruh Indonesia.
Selain sapi perah, susu dihasilkan juga oleh ternak
kerbau, terutama kerbau sungai seperti bangsa Murrah,
Surti, Nili Ravi dan lainnya yang berasal dari India. Beberapa masyarakat Indonesia
mendapatkan susu kerbau yang
diperah dari kerbau lumpur seperti masyarakat Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan (Toraja) dan l ainnya.
SUSU KERBAU Kandungan gizi susu kerbau lebih tinggi dibandingkan
dengan susu sapi, terutama persentase lemak susu kerbau
sebesar 7 - 10% dan protein 4 - 6% dibandingkan dengan
kandungan lemak dan protein susu sapi masing-masing
sebesar 3 - 4% ( CRUZ, 2010; MIHAiu et al., 2011). Oleh karena itu, harga susu kerbau menjadi lebih tinggi
dibandingkan susu sapi yang bervariasi antara Rp. 8.000 10.000. Tingginya kandungan gizi susu kerbau terutama
dimanfaatkan sebagai bahan dasar industry keju mozzarella 26 0
Usaha Ternak Kerbau Perah di Propinsi Sumatera Utara
untuk membuat Pizza, makanan Italia yang terkenal. Akan
tetapi susu kerbau perah di Indonesia pada umumnya dikonsumsi oleh masyarakat keturunan India yang telah
beratus-ratus tahun hidup di Sumatera Utara dan sebagian masyarakat
Tapanuli.
Konsumsi
susu
kerbau
dapat
berbentuk segar maupun dibuat bahan olahan seperti
"dadih"
atau
"dalih"
yang
merupakan
makan khas
masyarakat Tapanuli dimana susu kerbau sebelumnya
difermentasi.
JENIS KERBAU DI INDONESIA
Populasi kerbau di Indonesia pada tahun 2011 sebesar
1,3 juta ekor (BPS, 2011) yang tersebar luas hampir di
seluruh Indonesia. Sebagian besar kerbau di Indonesia adalah
kerbau lumpur (rawa) dengan nama berbeda
berdasarkan daerah/Iokasi habitat hidupnya seperti kerbau Sumatera, kerbau Jambi, kerbau Pampangan, kerbau Banten, kerbau Jawa, kerbau Baluran, kerbau Moa, kerbau
Kalang, kerbau Binanga, kerbau Sumbawa, dan kerbau Toraja (Tedong Bonga). Sedangkan kerbau sungai hanya terdapat di Provinsi Sumatera Utara dimana populasi saat ini
kurang dari 1.000 ekor. Kerbau sungai didatangkan oleh keturunan India ke Indonesia beratus tahun yang lalu dan telah
beradaptasi.
Populasi
kerbau
perah
mengalami
penurunan disebabkan menyempitnya lahan pemeliharaan
dan kurangnya minat peternak alih generasi, sehingga perlu 26 1
Dukungan Teknologi dan Kebijakan dalam Percepatan Produksi dan Konsumsi Susu
dilakukan upaya pelestarian kerbau sungai sebagai plasma nutfah Indonesia.
di
Kerbau sungai sesuai daerah asalnya India dapat hidup daerah
tropis
basah,
sehingga
sangat
cocok
dikembangkan di Indonesia sebagai penghasil susu. Kerbau sungai saat ini umumnya dipelihara oleh peternak keturunan
I ndia sebagai penghasil utama susu untuk pembuatan makanan khas masyarakat keturunan India. ProduKsi susu
kerbau sungai berkisar antara 9 - 14 liter/ekor/hari dengan
masa Iaktasi 240-300 hari, meskipun di India mencapai > 15 liter/ekor/hari tergantung pada tata laksana pemeliharaan
dan pemberian pakan. Kerbau sungai sangat cocok
dikembangkan di Indonesia sebagai ternak alternatif perah penghasil
susu
mendukung swasembada susu 2020,
mengingat daya adaptasi kerbau sungai pada iklim tropis basah.
Gambar 1. Peternak keturunan India memerah kerbau sunaai 262
Usaha Ternak Kerbau Perah di Propinsi Sumatera Utara
Karakteristik
biologi
secara eksterior agak berbeda
dibandingkan kerbau lumpur, dimana pada umumnya kerbau sungai berwarna hitam legam atau kecoklatan tergantung
bangsa kerbau sungai yang terkenal adala Murrah, Nili Ravi,
Surti berasal dari India, Pakistan. Kerba sungai tidak memiliki warna putih pada leher seperti yang terdapat pada
kerbau lumpur. Tanduk kerbau sungai biasanya melingkar kedalam
menuju
kepala,
sedangkan
kerbau Lumpur
melingkar kea rah luar berbentuk setengah lingkaran seperti
bulan sabit. Bentuk badan kerbau sungai kurang kompak dengan lekukan pada pinggang yang terlihat jelas dan
bentuk badan menyerupai sapi perah dengan bentuk
trapezium, dan ambing yang lebih besar dibandingkan kerbau lumpur.
SISTEM PEMELIHARAAN Kerbau sungai dipelihara oleh peternak keturunan India
dengan skala pemilikan antara 100 - 200 ekor. Dari populasinya yang kurang dari 1.000 ekor dan tingginya,
maka saat ini kerbau sungai hanya dipelihara oleh beberapa peternak.
Lokasi
peternakan kerbau sungai umumnya
terletak di kawasan perkebunan kelapa sawit yang telah berproduksi atau berumur > 5 tahun dengan memanfaatkan
hijauan yang tumbuh dibawah pohon sawit dan hasil
sampingan kelapa sawit berupa lumpur sawit yang telah dikeringkan.
Pada kebun sawit yang berumur muda,
263
Dukungan Teknologi dan Kebijakan dalam Percepatan Produksi dan Konsumsi Susu
biasanya pihak PT Perkebunan akan memasang larangan
menggembalan ternak. Sungai yang mengalir di dalam perkebunan
sawit
biasanya
dipakai
sebagai tempat
berkubang kerbau. Akan tetapi peternak kerbau akan
berpindah pada saat perkebunan sawit akan direplanting yang akan diganti dengan tanaman sawit muda.
Gambar 2. Kerbau sungai berkubang di perkebunan kelapa sawit Sistem pemeliharaan kerbau sungai umumnya semi
i ntensif dimana ternak digembalakan pada pagi sampai sore
hari dan dikandangkan pada malam hari dalam kandang koloni. Beberapa kandangan sementara dibangun di dalam
perkebunan sawit yang berumur > 8 tahun, khususnya peternak
dilengkapi
dengan skala kepemilikan > 50 ekor yang oleh
penjaga/peternak.
rumah
tinggal
sementara
bagi
Kandang tersebut dapat dipindahkan
sesuai kebutuhan. Namun sebagian besar kandang terletak di
26 4
belakang
rumah
peternak
untuk
memudahkan
Usaha Ternak Kerbau Perah di Propinsi Sumatera Utara
pengawasan dan pemeliharaan. Ternak digembalakan pada perkebunan
dimanfaatkan,
sawit
atau
padang rumput yang belum
termasuk ternak kerbau sungai yang
dikandangkan dekat rumah peternak. Menyempitnya lahan
pemeliharaan akibat penggusuran merupakan penyebab utama
menurunnya
populasi
kerbau
sungai
karena
pengembalaan kerbau harus ditempuh jauh > 3 km. Oleh karena itu, perlu adanya kebijakan pemerintah daerah untuk
menetapkan lokasi kawasan peternakan kerbau sungai
untuk kelangsungan peternak kerbau sungai. Pemerahan
dilakukan pada pagi hari dan sore hari, dimana ternak akan
dimandikan atau dibersihkan sebelum dilakukan pemerahan untuk menghindari kontaminasi susu dengan kotoran.
Peternak Kerbau sungai umumnya hanya mengandalkan
hijauan yang tumbuh dibawah pohon kelapa sawit sebagai
sumber hijauan pakan. Pada malam hari pada umumnya peternak tidak menyediakan hijauan tambahan di dalam
kandang. Pemberian pakan tambahan berupa campuran
dedak padi, bungkil kelapa, onggok (ampas singkong),
ampas tahu dan lumpur sawit. Pemberian lumpur sawit pada pakan kerbau perah dapat meningkatkan produksi susu
seperti yang dilaporkan oleh MAHYUDDIN et al. (2006). Pemberian pakan tambahan dilakukan oleh peternak kerbau sungai
dengan tujuan
meningkatkan
produksi
susu,
sehingga hanya dilakukan terhadap ternak kerbau yang sedang Iaktasi.
Pada umumnya pemberian konsentrat 26 5
Dukungan Teknologi dan Kebijakan dalam Percepatan Produksi dan Konsumsi Susu
dilakukan pada sore hari sebelum pemerahan. Harga pakan
konsentrat berkisar antara Rp. 2.000 - 3.000 per kg,
tergantung kandungan protein dan energi.
Sistem perkawinan kerbau sungai umumnya kawin alam
dengan
menggunakan
pejantan
yang
berasal
dari
peternakan itu sendiri, sehingga perkawinan saudara
(inbreeding) tidak dapat dihindari. Apalagi pejantan yang digunakan dalam kawin alam belum dilakukan rotasi, dengan penggunaan selama pejantan tersebut masih mampu
mengawini. Perkawinan inseminasi buatan telah cilakukan sebagian
kecil
peternakan
kerbau
sungai
disebabkan
keterbatasan petugas, meskipun sebagian peternak sudah
memahami pentingnya perkawinan inseminasi dalam percepatan perbaikan genetic ternak. Semen kerbau sungai
berasal
Sumatera
dari
Balai Inseminasi
Utara
yang
Buatan
Daerah (BIBD)
merupakan satu-satunya
Balai
I nseminasi Buatan yang memproduksi semen kerbau sungai
Gambar 3. Peternakan kerbau sungai di Sumatera Utara 26 6
Usaha Ternak Kerbau Perah
di Propinsi
Sumatera Utara
sungai. Pejantan BIBD juga berasal dari peternak kerbau
sungai yang terseleksi. Oleh karena itu, beberapa peternak kurang berminat
mengikuti
program inseminasi buatan
dengan alasan pejantan BIBD berasal dari peternak local. Berdasarkan data dari BIBD Sumatera Utara penerapan
program IB kerbau sungai masih sangat rendah yaitu < 100
ekor.
Usaha ternak kerbau sungai terutama bertujuan
menghasilkan anak betina yang dipelihara sebagai induk penghasil
susu kerbau. Sedangkan anak jantan yang
dilahirkan akan dibesarkan dan digemukan sebagai ternak potong penghasil daging. Pada umumnya ternak jantan yang
dibesarkan akan diseleksi untuk digunakan sebagai pejantan pengganti berdasarkan performa pertumbuhan pejantan.
Seleksi pejantan belum berdasarkan produktivitas susu i nduk atau saudaranya. Sedangkan pejantan yang tidak terpilih akan digemukan menjadi ternak potong. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
Kerbau sungai memiliki potensi untuk dikembangkan
sebagai ternak penghasil susu mendukung swasembada susu 2020 karena keunggulan adaptif dan kualitas susunya.
Perhatian terhadap kerbau sungai dari berbagai aspek budidaya dan teknologi peningkatan produktivitas perlu
dilakukan oleh pemerintah dan lembaga penelitian serta 267
Dukungan Teknologi dan Kebijakan dalam Percepatan Produksi dan Konsumsi Susu
praktisi lainnya dalam rangka mendukung pengembangan kerbau sungai.
Saran
1. Perlu dilakukan perbaikan mutu genetik kerbau perah dengan mendatangkan semen beku dari negara lain yang bebas dari penyakit hewan tertentu.
2. Pemerintah
agar
melakukan
pembinaan
kelompok peternak dengan seleksi calon pejantan
3. Para
kelompok
peternak
hendaknya
kepada
bersatu
dan
berupaya untuk meningkatkan manajemen pemeliharaan sehingga dapat meningkatkan mutu susu yang dihasilkan. DAFTAR PUSTAKA
BPS. 2011. Sensus Peternakan Sapi dan Kerbau. Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan.
CRUZ. L. 2010. Recent Developments in the Buffalo Industry of Asia. Proceedings 9 th World Buffalo Congress. Brazil.
DITJEN PETERNAKAN dan KESEHATAN HEWAN. 2011. Statistik peternakan 2011. Direktorat Jenderal Peternakan. Departemen Peternatian. MAHYUDDIN, P. T. PANGGABEAN, E. TRIWULANNINGSIH, dan L. PRAHARANI. 2006. Pengaruh pemberian lumpur sawit terhadap produksi susu kerbau sungai di Sumatera Utara. Laporan Penelitian Balai Penelitian Ternak.
MIHAIU, M., A. LAPUSAN, C. BELE, and R. MIHAIu. 2011. Compositional Particularities of the Murrah Hybrid Buffalo Milk and its Suitability for Processing in the Traditional System of Romania. Bulletin UASVM, Veterinary Medicine 68(2):p. 216 - 221. 268