UNIVERSITAS INDONESIA
PERUBAHAN DOMINASI SUAMI KOREA PADA PERKAWINAN ANTARBANGSA KOREA – INDONESIA DI JAKARTA
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
AINAN INDALLAH 0806357461
FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA PROGRAM STUDI BAHASA DAN KEBUDAYAAN KOREA DEPOK JUNI 2012
Perubahan dominasi..., Ainan Indallah, FIB UI, 2012.
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Saya yang bertandatangan di bawah
ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa skipsi
ini, saya susun tanpa tindakan plagiarisme
sesuai dengan peraturan yang berlaku di
Universitas Indonesia.
Jika di kemudian hari saya melakukan tindakan plagiarisme, saya akan bertanggung
jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh Universitas Indonesia kepada saya.
Jakarta,
T
um2012
ndallah
Universitas lndonesia
Perubahan dominasi..., Ainan Indallah, FIB UI, 2012.
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Ainan Indallah
Nama
NPM
57461
Tanda Tar.rgan.
28 luni2012
Tanggal
lil
Universitas lndonesia
Perubahan dominasi..., Ainan Indallah, FIB UI, 2012.
HALAMAN PENGESAHAN Skripsi yang diajukan
oleh
:
: : : :
\ama NPM Program Studi Judul
Arnan Indallah 0806357461 Bahasa dan Kebudayaan Korea
Perubahan Dcminasi Suami Korea Pada Perkawinan Antarbangsa Korea - Indonesia di Jakarta.
ini telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Humaniora pada Prograin Studi Bahasa dan Ketrudayaan Korea, Fakultas Ilmu dan Perrgetahuan Budaya, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI
Pembimbing :Zaini,M.A.
(
)
Penguji Penguji
:
(
)
(
)
di Tanggal
: Depok
Ditetapkan
Ameiia Burhan, M.Al
: Christine T. Bachrun,
:
M.A
28 Jvr.i 2012
Oleh Dekan
NrP 1 96s1023199003 I 002
IV
Universitas lndonesia
Perubahan dominasi..., Ainan Indallah, FIB UI, 2012.
KATA PENGANTAR / UCAPAN TERIMA KASIH
Puji Syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Humaniora Program Studi Bahasa dan Kebudayaan Korea Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai masa penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi saya menyelesaikan skrispsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada :
1) Bapak Zaini, selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu,tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan skripsi ini. Terima kasih banyak bapak untuk selalu sabar dan pengertian dalam mengatasi saya yang terkadang suka menunda pengumpulan revisi, serta dukungan bapak yang selalu memberi semangat bahwa saya mampu menyelesaikan skripsi ini.
2) Ibu Rura Ni Adinda, selaku ketua jurusan sekaligus pembimbing akademik angkatan 2008, yang senantiasa mengingatkan saya untuk meningkatkan prestasi, menuntun dan membimbing saya selama perkuliahan. 3) Para dosen jurusan bahasa dan kebudayaan Korea yang telah mengajarkan
saya tidak hanya sekadar ilmu tentang budaya, bahasa, politik, bisnis, dan sastra Korea, tetapi juga mengajarkan saya untuk bekerja keras dan disiplin. . 4) Ibu Maya Kim dan Ibu Kim Ji Young yang telah berusaha membantu saya untuk mendapatkan informan pasangan Korea Indonesia untuk diwawancarai, serta para informan yang telah menyediakan waktu luang untuk dapat saya wawancarai. 5) Keluarga saya, Bapak Bunyamin Achmar yang selalu menyemangati saya bahwa membuat skripsi itu mudah.Ibu saya, Ibu Diah Utami yang selalu menemani saya ke perpustakaan di berbagai kampus dari Jakarta hingga Yogyakarta untuk mencari referensi. Terima kasih, ayah dan mama.. Selesainya skripsi ini tidak luput berkat doa dan dukungan dari ayah dan mama yang saya cintai. Kepada dua adik laki laki saya, Muhammad Muzaki Abdurrahman dan Muhammad Sayyid
v
Perubahan dominasi..., Ainan Indallah, FIB UI, 2012.
Universitas Indonesia
Tsabit Abdurrahman serta sepupu saya, Putri Syahida Agustina yang selalu membantu dan selalu memberikan hiburan kepada saya. 6) Teman-teman Korea 2008 yang sama-sama membuat skripsi, Nur, Gaya, Dayu, Chimot, Lita, Wina, Made, dan Baby. Terima kasih karena telah mau saling mendengarkan keluh kesah, saling memberikan semangat dan dukungan hingga skripsi ini dapat selesai. 7) Teman-teman Korea 2008 lainnya. Terima kasih semua dukungan kalian dan mohon maaf jika 4 tahun saya menjabat sebagai ketua kelas di jurusan Korea melakukan banyak kesalahan. 8) Kartika Qalbina, yang selalu menemani, mendengarkan cerita serta memberikan dukungan sejak kami menjadi mahasiswa baru di jurusan Korea UI. Rizka Fadhilah, yang selalu ramai membawa cerita cerita menarik seputar kehidupan. Hartesa Ngok dan Irma Maulida yang pernah tinggal bersama saya. Terima kasih dan mohon maaf jika saya pernah berbuat salah kepada kalian. 9) The Tebenkerz, Asti, Clara, Monik dan Ria. Terima kasih dukungannya selama ini. 10) Teman Korea saya yang telah banyak membantu dan mendukung saya, Park Hae Lim, Kim Eun Ae, Yang Hee Mun dan Kim Joo Hyeong. 11) Teman-teman saya dari organisasi HIPMI UI, Ara, Yusuf, Fahmi, Fachri, Melinda dan Rini 12) Teman-teman saya dari organisasi FORMASI FIB UI, Lu’lu, Ifa, Suhita, Fatimah, dan Alvin Saya menyadari bahwa saya masih kurang sempurna dalam menyusun skripsi ini dan meminta maaf jika terdapat suatu kesalahan dan kekeliruan dalam hal penulisan. Saya berharap skripsi ini dapat berguna sebagai bahan acuan dan perkembangan pengetahuan yang berkaitan dengan tema yang saya angkat dalam penulisan skripsi ini.
Jakarta, 13 Juni 2012
Penulis
vi
Perubahan dominasi..., Ainan Indallah, FIB UI, 2012.
Universitas Indonesia
NAI,AMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini
:
Ainan Indallah 080635746r Bahasa dan Kebudayaan Korea
Ilmu Pengetahuan Budaya Karya
Skripsi
pengembangan
ilmu
menyetujui untuk memberikan kepada
pengetahuan,
itab Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklu sif (No n-excl atas karya ilmiah saya yang berjudul
us
ive Roy alty- Free
:
"Perubahan Dominasi Suami Korea pada Perkawinan Antarbangsa Korea Indonesia di Jakarta",
perangkat yang ada (ika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif
Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya
tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Cipta.
ikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat Pada
di
: Depok
tanggal
:
yatakan
vil
Universitas lndonesia
Perubahan dominasi..., Ainan Indallah, FIB UI, 2012.
ABSTRAK Nama : Ainan Indallah Program Studi : Bahasa dan Kebudayaan Korea Judul : Perubahan Dominasi Suami Korea pada Perkawinan Antarbangsa Korea – Indonesia di Jakarta Skripsi ini membahas tentang pengaruh tempat tinggal terhadap perubahan dominasi suami Korea pada perkawinan antarbangsa Korea – Indonesia di Jakarta.Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk memaparkan secara sistematik dan ilmiah pengaruh tempat tinggal terhadap dominasi suami pada perkawinan yang dilakukan oleh pria Korea dengan wanita Indonesia. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Hasil dari penelitian ini adalah tempat tinggal memiliki pengaruh terhadap perubahan dominasi suami Korea pada perkawinan antarbangsa Korea – Indonesia di Jakarta Kata Kunci : Perkawinan Antarbangsa, Dominasi Suami Korea
ABSTRACT Name : Ainan Indallah Study Program : Korean Study Title : The Change of Korean Husband Domination in Intercultural Marriage between Korean and Indonesian in Jakarta The focus of this study is about influence of domicile to Korean husband domination in intercultural marriage between Korean and Indonesian in Jakarta. The purpose of this study is to know how the change of Korean husband domination in intercultural marriage in Jakarta . This research is qualitative descriptive. The result of this study is the domicile has an influence to Korean husband domination in intercultural marriage between Korean – Indonesian in Jakarta. Key Words : Intercultural Marriage, Korean husband domination
viii
Perubahan dominasi..., Ainan Indallah, FIB UI, 2012.
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...............................................................................................i SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME .......................................... ii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................... iii HALAMAN PENGESAHAN...............................................................................iv KATA PENGANTAR ............................................................................................v HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ....................... vii ABSTRAK .......................................................................................................... viii DAFTAR ISI..........................................................................................................ix DAFTAR TABEL .................................................................................................xi
1. PENDAHULUAN ..............................................................................................1 1.1
Latar Belakang .................................................................................................... 1
1.2
Rumusan Masalah ............................................................................................... 5
1.3
Tujuan Penelitian ................................................................................................ 6
1.5
Batasan Penelitian ............................................................................................... 6
1.5
Metodologi Penelitian ......................................................................................... 7
1.6
Kemaknawian Penelitian..................................................................................... 7
1.7
Sistematika Penyajian ......................................................................................... 8
2. TINJAUAN PUSTAKA .....................................................................................9 2.1
Budaya dan Perkawinan ............................................................................9 2.1.1Perkawinan dalam Tradisi Konfusianisme ......................................11 2.1.2Hubungan Suami dan Istri dalam Tradisi Konfusianisme ..............12 2.1.3Kedudukan Wanita dalam Keluarga Patriarki .................................13
2.2
Multikulturalisme di Korea Selatan ........................................................14
2.3
Fenomena Perkawinan Antarbangsa di Korea Selatan ...........................15 2.3.1Penyebab Terjadinya Perkawinan Antarbangsa ..............................17
2.3.2 Masalah yang Kerap Terjadi dalam Perkawinan Antarbangsa di Korea 20 2.4
Pengaruh Tempat Tinggal Terhadap Dominasi dalam Rumah Tangga ..21
ix
Perubahan dominasi..., Ainan Indallah, FIB UI, 2012.
Universitas Indonesia
3. PERUBAHANDOMINASISUAMI KOREAPADA PERKAWINAN ANTARBANGSA KOREA – INDONESIA DI JAKARTA.............................23 3.1
Gambaran Umum Perkawinan Antarbangsa Korea Selatan – Indonesia 23 3.1.1Rumah Tangga Ibu DA – Bapak CKY ................................................ 23 3.1.2Rumah Tangga Ibu DM – Bapak LJY ................................................. 26 3.1.3Rumah Tangga Ibu FC – Bapak GKY ................................................. 28
3.2
Interpretasi Wawancara ................................................................................. 30 3.2.1Pelaku Perkawinan Antarbangsa .......................................................... 30 3.2.2Pelaksanaan Perkawinan Antarbangsa di Indonesia .......................... 32 3.2.3Identitas Budaya Korea Selatan dan Indonesia................................33 3.2.4Nilai Budaya Korea Selatan dan Indonesia ........................................ 34 3.2.5Anggapan Mengenai Perkawinan Antarbangsa.................................. 37 3.2.6Penengah dalam Pengambilan Keputusan .......................................... 37
3.3
Implikasi Perkawinan Antarbangsa Terhadap Dominasi Suami Korea .. 39
4.KESIMPULAN .................................................................................................41 5.DAFTAR PUSTAKA 6. DAFTAR LAMPIRAN
x
Perubahan dominasi..., Ainan Indallah, FIB UI, 2012.
Universitas Indonesia
1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang “The mixing of peoples is one of the great themes of worlds history”, artinya pencampuran masyarakat adalah salah satu tema besar dalam sejarah dunia. Sejarah dunia adalah sejarah manusia dalam empat pergerakan, yaitu penyerbuan, penaklukan, perpindahan tempat (migrasi), dan perdagangan (Paul, 1988). Dari adanya empat pergerakan tersebut, terjadilah percampuran bangsa. Sebagai contoh, salah satu faktor masuknya Islam di Indonesia adalah melalui perdagangan dari saudagar Arab yang berdagang di Samudera Hindia. Mereka berdagang sekaligus menyebarkan agama Islam melalui pendekatan terhadap saudagar di Indonesia lalu menikahkan orang dari bangsa Arab dengan wanita Indonesia. Oleh sebab itu, sebenarnya perkawinan antarbangsa di Indonesia bukanlah merupakan hal yang baru bagi masyarakat Indonesia karena sudah ada sejak pedagang Arab masuk ke Indonesia. Menurut Yoon In-Jin, Song Young-Ho, dan Bae Young-Joon (2008) dampak dari migrasi adalah globalisasi sehingga memunculkan akulturasi1 budaya yang menjadikan suatu negara menjadi lebih beragam kelompok atau etnik. Bangsa yang memiliki ragam kelompok atau etnik maka layak dikategorikan sebagai bangsa multikultural2. Sebagai hasil dari migrasi internasional serta pertumbuhan ras dan kelompok minoritas, Korea Selatan telah memasuki fase pertama dari masyarakat multikultural. Di Korea Selatan sendiri, kenaikan jumlah orang asing yang berkunjung dan menetap dimulai saat Seoul Olympic Games pada tahun 1988. selama itu warga negara asing yang mengunjungi Korea terus meningkat hingga 64% dari 7.506.804 sampai 12.312.871 di 2006 sedangkan warga negara asing 1
Akulturasi adalah proses sosial yang terjadi apabila kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan pada kebudayaan asing yang berbeda, sehingga unsur kebudayaan asing tersebut lambat laun dapat diterima dan diolah dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian budayanya sendiri (Koentjaraningrat, 1974) 2 Multikulturalisme adalah pandangan dunia yang kemudian dapat diterjemahkan dalam berbagai kebijakan kebudayaan yang menekankan penerimaan terhadap realitas keagamaan, pluralitas, dan multicultural yang terdapat dalam kehidupan masyarakat www.kongresbud.budpar.go.id/58%20ayyumardi%20azra.htm diunduh 10 Juni 2012
1 Perubahan dominasi..., Ainan Indallah, FIB UI, 2012.
Universitas Indonesia
2
yang menetap di Korea Selatan meningkat 135% dari 386.972 pada 1997 menjadi 910.149 pada 2006 (Yoon In-Jin; Song Young-Ho; dan Bae Young-Joon, 2008). Menurut data dari Kementerian Luar Negeri dan Perdagangan Korea Selatan, jumlah warga negara asing di Korea Selatan – termasuk warga asing yang tinggal hanya untuk jangka pendek– mencapai 1.000.254 jiwa, melebihi jumlah satu juta jiwa untuk pertama kalinya pada tanggal 24 Agustus 2007. Presentase jumlah warga negara asing ini mencapai 2 persen dari jumlah seluruh penduduk Korea Selatan dan mengalami peningkatan per tahun, khususnya kenaikan 15 persen dari jumlah total 865.889 warga asing di Korea Selatan pada Juli 2006. Sebagai hasil dari adanya migrasi internasional di Korea Selatan maka berdampak pula terhadap jumlah perkawinan antarbangsa di Korea Selatan. Menurut data dari Statistik Korea Selatan, pada tahun 2006 tercatat sebanyak 11,93% dari jumlah perkawinan di Korea Selatan adalah perkawinan antarbangsa atau terdapat 39.690 perkawinan antarbangsa dari 332.752 total perkawinan di Korea Selatan. Lebih spesifik lagi, pada tahun 2006 terdapat 30.208 pria Korea Selatan yang menikahi wanita asing serta 9.482 wanita Korea Selatan yang menikah dengan pria asing. Menurut Pusat Statistik Korea Selatan tahun 2004, persentase perkawinan antarbangsa yang dilakukan pria Korea Selatan dengan wanita asing termasuk tinggi yakni mencapai 8,2 % dari total kasus perkawinan di Korea Selatan. Menurut Seol Dong Hong (2005) perkawinan antarbangsa yang dilakukan oleh pria Korea Selatan dengan wanita asing disebabkan karena adanya perubahan aktivitas wanita Korea Selatan yang akhirnya berdampak pula terhadap pola pikir wanita Korea Selatan di masa kini. Dahulu, produksi untuk bahan makanan keluarga disiapkan langsung dari istri yang memetik hasil pertanian. Hal tersebut menjadi karakteristik khusus bagi rumah tangga tradisional Korea Selatan sejak sebelum kolonial Jepang. Istri tidak bekerja di luar rumah karena harus memproduksi sendiri bahan makanan, menjahit baju untuk dipakai anggota keluarga, hingga membuat sepatu sederhana (Goldhaber, 1983). Namun peran wanita sebagai industri atau produksi rumahan dalam rumah tangga Korea Selatan mulai berubah sejak wanita Korea Selatan juga turut melakukan urbanisasi pada tahun 1986. Sebanyak 44% wanita dari
Universitas Indonesia
Perubahan dominasi..., Ainan Indallah, FIB UI, 2012.
3
jumlah penduduk Korea Selatan bekerja sebagai tenaga buruh pabrik untuk mendapatkan pendapatan di luar rumah. Di tahun 1990, jumlah tenaga buruh wanita di Korea Selatan semakin meningkat menjadi 60%. Urbanisasi besar besaran ini menyebabkan perubahan pada masyarakat Korea Selatan yang awalnya masyarakat agrikultural menjadi masyarakat industri3. Urbanisasi masal, ditambah lagi dengan masuknya warga negara asing ke Korea Selatan berdampak pula pada aktivitas wanita yang awalnya hanya mengerjakan pekerjaan rumah tangga menjadi wanita karir sama halnya seperti pria. Dengan adanya perubahan aktivitas seperti ini pulalah yang menyebabkan wanita Korea Selatan lebih mementingkan
karirnya
ketimbang
melakukan
perkawinan.
Penundaan
perkawinan yang dilakukan oleh wanita di Korea Selatan ini menyebabkan pria Korea Selatan enggan menikah dengan wanita Korea Selatan karena faktor usia wanita Korea Selatan yang cenderung tua sehingga menyebabkan tingkat perkawinan sesama warga Korea Selatan menurun dan menjadi salah satu penyebab meningkatnya perkawinan antarbangsa di Korea Selatan4. Perkawinan yang berasal dari dua latar belakang budaya dan bangsa yang berbeda dapat dikategorikan sebagai perkawinan antarbangsa (intercultural marriage) (Tseng,1977). Di Korea Selatan, istilah perkawinan antarbangsa secara harfiah dikenal dengan sebutan Gugjae gyeorhon (
). Melalui
perkawinan antarbangsa, individu dari latar belakang budaya yang berbeda dapat saling memperkenalkan tradisi yang berlaku dalam kelompok budayanya (Papafragos, 2008) Menurut Leila Mona Ganiem (2008), terdapat alasan terjadinya perkawinan antarbangsa. Yakni, karena merasa memiliki minat yang sama dengan pasangannya, ketertarikan fisik, kesukaan akan hiburan yang sama bahkan kesamaan sosial ekonomi juga merupakan alasan pemilihan pasangan. Alasan yang menyebut tertarik karena ’ras pasangan’ cenderung kurang dibandingkan karena alasan ’nonras’. Artinya, sama seperti pasangan pada umumnya, pasangan perkawinan antarbangsa tertarik pada pasangannya karena mereka lebih
3
Economic Planning Board. Korean Economic Indicators. Seoul: Economic Planning Board, 1986, 1990. 4 http://education.hani.co.kr/arti/society/schooling/180182.html diunduh 9 April 2012.
Universitas Indonesia
Perubahan dominasi..., Ainan Indallah, FIB UI, 2012.
4
memandang kesamaan diantara mereka, dibandingkan perbedaan. Masalah akulturasi budaya juga berkontribusi. Orang yang melebur atau asimilatif5 pada suatu budaya, cenderung berfikiran positif pada perkawinan campuran. Alasan lain yang juga unik dan kerap disampaikan sambil lalu adalah ‘perbaikan keturunan’. Mungkin saja terjadi karena ada perasaan superioritas 6 dari etnis tertentu. Data mengenai jumlah pernikahan antarbangsa yang terjadi di Indonesia, sebagaimana menurut data Aliansi Pelangi Antar Bangsa (APAB) pada tahun 2002 tercatat sebanyak 4.420 pasangan perkawinan antarbangsa. Jumlah ini akan terus meningkat seiring dengan keterbukaan Indonesia terhadap negara asing yang menyebabkan semakin banyak pula warga negara asing masuk serta menetap di Indonesia. Dalam lingkup Asia Timur yang terdiri dari Cina, Korea dan Jepang memiliki periode sejarah yang memiliki pengaruh dari ajaran Konfusianisme (Lee Kwang Kyu, 1984). Etika dan nilai nilai ajaran itu dianut oleh setiap individu dalam keluarga. Meskipun di Korea Selatan agama yang paling banyak dianut adalah Buddha, yakni sebanyak 10.726.463 jiwa (Statistik Korea, 2005), namun Konfusianisme merupakan ajaran yang paling berpengaruh dalam membentuk pola tingkah laku serta tataran struktur keluarga dan sosial (1984). Dalam Konfusianisme terdapat konsep dasar hubungan interpersonal antar manusia atau yang disebut dengan Samgang o ryoon ( Samgang o ryoon (
). Dalam
) terdapat 3 hubungan interperseonal serta 5 etika
yang harus dilakukan dalam kehidupan sosial. Salah satu 5 etika dalam Sam gang o ryoon
adalah Bubu yu-byeol (
) yakni istri harus senantiasa patuh
serta taat terhadap suami. Ajaran Konfusianisme juga memiliki pengaruh terhadap sistem keluarga di Korea Selatan. Keluarga Korea Selatan diuraikan sebagai keluarga yang menganut sistem patriarkal 7 (Lee Kwang Kyu, 1984). Sistem itu 5
Asimilatif: Penyesuaian (peleburan) sifat asli yg dimiliki dengan sifat lingkungan sekitar (KBBI Online). 6 Superioritas: Kelebihan ; Keunggulan (KBBI Online).
Universitas Indonesia
Perubahan dominasi..., Ainan Indallah, FIB UI, 2012.
5
menyusun garis keturunan untuk mengabdi terus menerus kepada keluarga dan keluarga menjadi pilar utama dalam kehidupan. Dalam kerangka keluarga patriarkal, tugas rumah tangga dilakukan oleh istri dan keberuntungan keluarga adalah saat istri dapat melahirkan anak pria karena pria adalah penerus garis keluarga (Jacobs, 1985). Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa pria atau suami memiliki dominasi yang sangat tinggi dalam rumah tangga Korea Selatan. Seol Dong Hoon, seorang profesor dari Departmen Sosiologi, Universitas Cheonbok
melakukan penelitian terhadap kehidupan perkawinan pria Korea
Selatan yang menikah dengan wanita asing di Korea Selatan. Hasilnya adalah 34% pria Korea Selatan yang menikah dengan wanita asing terpaut umur 10 tahun lebih tua atau lebih. Sebesar 90% dari mereka menggunakan bahasa Korea dalam kesehariannya. Masalah yang kerap terjadi pada perkawinan antar bangsa yang terjadi di Korea Selatan adalah masalah perbedaan kepribadian (33,4%), perbedaan prinsip hidup (22%), masalah ekonomi (12%), serta masalah pria Korea yang gemar minum minuman keras (11%). Sebanyak 19,6% dari pasangan yang melakukan perkawinan campur di Korea Selatan tinggal bersama mertua. Sebanyak 58% responden istri asing memiliki masalah komunikasi dan ketidak pahaman dengan pola pikir mertua Korea Selatan. Karena pengaruh ajaran Konfusianisme, suami dan keluarga suami memiliki peran yang sangat penting dan dominan dalam kehidupan perkawinan antar bangsa di Korea Selatan (Seol Dong Hoon, 2005). Berbeda dengan penelitan Profesor Seol Dong Hoon yang meneliti tentang perkawinan pria Korea Selatan dengan wanita asing di Korea Selatan, dalam penelitian ini penulis meneliti tentang pasangan perkawinan antarbangsa yang dilakukan oleh pria Korea Selatan dengan wanita Indonesia di Indonesia, khususnya di Jakarta.
1.2 Perumusan Masalah Sejak tahun 1990 hingga tahun 2004, sekitar 66.000 laki-laki berkebangsaan Korea Selatan menikahi wanita berkebangsaan asing, kebanyakan berasal dari negara-negara di kawasan Asia Tenggara termasuk Cina, Jepang, dan
Universitas Indonesia
Perubahan dominasi..., Ainan Indallah, FIB UI, 2012.
6
negara lainnya dan jumlah pernikahan ini meningkat tiap tahunnya (Kim Choong Soon, 2007:122). Begitupun di Indonesia, kini pernikahan antarbangsa bukan lagi merupakan hal yang tabu di masyarakat. Apalagi setelah adanya revisi undang undang hak kewarganegaraan anak yang dilahirkan dari pasangan pernikahan campur diperbolehkan memiliki dua warga negara hingga dia berumur 17 tahun lalu selanjutnya dia berhak memilih satu warga negara sesuai keinginannya. Dalam masyarakat Korea Selatan yang menganut Konfusianisme, ada satu relasi interpersonal yang disebut
Buwibugang (
) (Paul, 1978).
Buwibugang adalah anggapan bahwa istri harus senantiasa mengabdi kepada suami. Dalam hal ini, suami adalah orang yang memiliki pemegang penuh kekuasaan dalam rumah tangga. Cunningham (1996) menyatakan bahwa tempat tinggal memiliki pengaruh dalam pernikahan. Dengan menikah dengan wanita asing dan tinggal di wilayah istri, tidak memungkiri bahwa istri memiliki peran otonomi yang besar dalam hal sumber daya ekonomi, sosial, dan politik. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Apakah perkawinan antarbangsa Korea Selatan – Indonesia yang terjadi di Jakarta memberikan pengaruh terhadap perubahan dominasi suami Korea Selatan? 2. Bagaimana pasangan tersebut memandang perkawinan antarbangsa?
1.3 Batasan Permasalahan Penulis membatasi penelitian terhadap adanya perubahan dominasi suami Korea Selatan yang tinggal di Jakarta. Dalam penelitian ini akan dipaparkan juga mengenai gambaran kehidupan perkawinan antarbangsa pria Korea Selatan dengan wanita Indonesia serta kendala kendalanya berdasarkan hasil wawancara.
1.4 Tujuan Penulisan Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk memaparkan secara sistematik dan ilmiah pengaruh tempat tinggal terhadap perubahan dominasi
Universitas Indonesia
Perubahan dominasi..., Ainan Indallah, FIB UI, 2012.
7
suami pada perkawinan antarbangsa Korea Selatan - Indonesia. Penulis berharap melalui penelitian ini pembaca dapat mendapatkan pengetahuan yang baru mengenai adanya perubahan dominasi suami Korea Selatan pada perkawinan antarbangsa Korea Selatan – Indonesia di Jakarta.
1.5 Metodologi Penelitian Untuk mendukung penulisan ini, penulis mengumpulkan berbagai sumber data tertulis yang relevan dengan tema skripsi ini, mulai dari buku, jurnal hingga artikel baik di media cetak maupun media elektronik yang membahas studi tentang perkawinan antarbangsa secara umum, maraknya perkawinan antarbangsa di Korea Selatan dan di Indonesia. Penulis melakukan penelitian menggunakan pendekatan kualitatif. Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi (Sugiyono, 2008 : 1). Penulis juga melakukan wawancara dengan 3 pasang narasumber. Mereka adalah pasangan dari perkawinan antarbangsa Korea Selatan – Indonesia.
1.6 Kemaknawian Penelitian Dalam proses pengajaran dan pembelajaran bahasa Korea sebagai Bahasa Asing, pembahasan mengenai budaya tentu saja tidak dapat diabaikan. Kaitannya dengan penelitian ini, akan dikaji tentang perkawinan antarbangsa Korea Selatan Indonesia. Dengan semakin meningkatnya hubungan diplomasi pemerintah Korea Selatan dengan pemerintah Indonesia, banyaknya perusahaan Korea Selatan di Indonesia sehingga dapat menyebabkan semakin banyak pula warga negara Korea Selatan yang menetap di Indonesia, tidak memungkiri hal tersebut juga mendorong bertambahnya jumlah perkawinan antarbangsa Korea Selatan – Indonesia yang terjadi di Indonesia.
Universitas Indonesia
Perubahan dominasi..., Ainan Indallah, FIB UI, 2012.
8
Melalui pengamatan tersebut, penulis membahas lebih dalam mengenai perkawinan antarbangsa serta perubahan dominasi suami Korea Selatann pada perkawinan antarbangsa yang dilakukan oleh pria Korea Selatan dengan wanita Indonesia.
1.7 Sistematika Penyajian Penulis akan membagi isi skripsi ini menjadi empat bab. Bab 1 mengulas latar belakang, pokok permasalahan, tujuan penulisan, metodologi penelitian, dan sistematika penyajian skripsi. Bab 2 berisi tinjauan pustaka dari skripsi ini. Dalam bab ini akan dibahas tentang budaya dan perkawinan, perkawinan menurut tradisi Konfusianisme, hubungan suami dan istri menurut tradisi Konfusianisme, kedudukan wanita dalam keluarga patriarki, multikulturalisme di Korea Selatan, perubahan pola pikir wanita Korea Selatan dan fenomena perkawinan antarbangsa yang terjadi di Korea Selatan. Bab 3 akan memaparkan hasil wawancara dengan pelaku perkawinan antarbangsa Korea Selatan – Indonesia, analisa interpretasi penulis terhadap isi wawancara serta implikasi perkawinan antarbangsa Korea Selatan - Indonesia terhadap dominasi budaya Korea Selatan serta perubahan dominasi suami Korea Selatan. Bab 4 berisi kesimpulan dalam penelitian ini .
Universitas Indonesia
Perubahan dominasi..., Ainan Indallah, FIB UI, 2012.
9
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Budaya dan Perkawinan Secara harfiah kata kebudayaan berasal dari kata buddhayah, yang
merupakan bentuk jamak dari dari kata buddhi yang bermakna budi atau akal. Kemudian kebudayaan diartikan sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan akal. Ada pula pendapat lain yang menyatakan kata budaya berasal dari kata majemuk budi-daya, yang berarti daya dari budi. Karena itu mereka membedakan budaya dari kebudayaan. Budaya adalah daya dari budi yang berupa cipta, karsa dan rasa. Sedangkan kebudayaan adalah hasil dari cipta, karsa dan rasa (Koentjaraningrat, 1974: 79-80). Kebudayaan merupakan perangkat dan model pengetahuan yang secara selektif digunakan para pendukung atau pelakunya dan menginterpretasi dan memahami lingkungan sekitarnya karena kebudayaan memiliki empat ciri khas. Pertama, kebudayaan milik bersama artinya dalam pelaksanaannya dapat difahami dan didukung oleh semua anggotanya. Kedua, kebudayaan adalah hasil belajar, bukan warisan biologis. Ketiga, kebudayaan didasarkan pada lambang. Leslie White beranggapan bahwa segala perilaku manusia menggunakan lambang. Setiap lambang inilah yang nantinya mendorong adanya penafsiran yang berbeda-beda. Keempat, budaya merupakan kesatuan integratif, artinya kebudayaan tidak berdiri sendiri sendiri, melainkan sebuah paket makna (Endaswara, 2003: 10). Dalam tradisi perkawinan Jawa, dikenal adanya penentuan tanggal yang baik dalam menentukan tanggal perkawinan. Hal tersebut dianggap penting dan dipercaya dapat memberikan keberuntungan bagi rumah tangga calon mempelai di hari kelak. Namun, hal tersebut tidak berlaku bagi tradisi perkawinan Aceh. Para antropolog menyatakan bahwa: “At the beginning of this century antropologist defined culture as the way of life of people, or as what an individual needed to know to survive in
9 Perubahan dominasi..., Ainan Indallah, FIB UI, 2012.
Universitas Indonesia
10
society, or as what could be learned by an individual and passed down in society8” (Hall & Neitz, 1993: 4). Pernyataan tersebut menyimpulkan bahwa budaya juga digunakan sebagai pedoman bertindak sesuai dengan lingkungan yang dihadapi. Kebudayaan dari setiap bangsa dapat diuraikan ke dalam sejumlah unsur. Dalam istilah antropologi, kebudayaan dapat bersifat umum yang disebut culture universal, pengertian kebudayaan ini dapat kita jumpai di semua tempat tinggal di dunia. Kemudian unsur budaya ini dapat diuraikan ke dalam unsur-unsur yang lebih kecil dan bersifat khusus, oleh R. Linton disebut dengan istilah cultural activities (Koentjaraningrat, 1974: 81-83). Perkawinan bersifat culture universal karena merupakan sistem kemasyarakatan yang ada di setiap masyarakat di negara manapun, sedangkan cultural activities dari perkawinan berupa aktivitas dalam proses perkawinan, alasan atau ide dalam perkawinan. Semua makhluk hidup di muka bumi ini pasti mengalami proses siklus kehidupan. Siklus berarti putaran waktu yang di dalamnya terdapat rangkaian kejadian yang berulang-ulang secara tetap dan teratur; daur (KBBI, 2007). Sedangkan kata kehidupan memiliki arti yang berasal dari kata dasar hidup, berarti cara (keadaan, hal) hidup (KBBI, 2007: 400). Kedua kata tersebut jika digabungkan dapat diartikan sebagai suatu kejadian berulang, tetap, dan teratur yang dialami dalam keadaan atau hal hidup. Arnold Van Gennep menjelaskan dalam bukunya yang berjudul The Rites of Passage, bahwa siklus kehidupan manusia adalah kelahiran, perkawinan dan kematian. Menurutnya, perkawinan merupakan proses hidup terpenting bagi manusia karena melalui perkawinan dapat merubah status masing masing dari pasangan (Gennep, 1960). Seorang sosiolog Perancis bernama Martine Segalen mendefinisikan perkawinan sebagai gerbang terbentuknya keluarga dan merupakan struktur sosial terkecil dalam masyarakat (Segalen, 1996). Dalam keluarga juga terbentuk pola kekerabatan yang diperoleh baik karena adanya pertalian darah ataupun tanpa 8
“Di awal abad ini, para antroplogi telah mendefinisikan budaya sebagai jalan hidup seseorang, atau sebagai apa yang dibutuhkan oleh tiap individu untuk mengetahui bagaimana cara bertahan dalam lingkungan masyarakat, atau sebagai apa yang dapat dipelajari oleh masih masing individu dan yang dapat dijalankan dalam kehidupan bermasyarakat”
Universitas Indonesia
Perubahan dominasi..., Ainan Indallah, FIB UI, 2012.
11
adanya pertalian darah, dan masing masing dari mereka memiliki pembagian tugas untuk melengkapi dan memenuhi kebutuhan keluarga (Segalen, 1996:35).
2.1.1
Perkawinan dalam Tradisi Konfusianisme Budaya Korea terdiri dari 3 ajaran yang sangat berperan dalam
pola pikir masyarakat Korea. Tiga ajaran tersebut adalah Konfusianisme, Taoisme, dan Buddhisme. Bagi masyarakat Korea, Konfusianisme telah mendominasi pola pikir serta etika, termasuk pola pikir mereka terhadap perkawinan serta status perempuan dalam kehidupan. Renzong Qiu menulis tentang konsep perkawinan serta peran wanita dalam tradisi Konfusianisme dalam International Journal of Gynecology & Obstetrics (2009) yang berjudul Sexual Rights and Gender Roles in a Religious Context Konfusianisme mengajarkan bahwa pria merupakan makhluk superior sedangkan wanita adalah makhluk inferior. Dalam masyarakat ideal Konfusianisme, laki-laki harus memiliki pekerjaan, sedangkan perempuan harus menikah dan mengurus keluarga. Kemudian
Konfusianisme
menetapkan
persyaratan
normatif
bagi
perempuan yang disebut "tiga kepatuhan dan empat kebajikan". Tiga kepatuhan bagi seorang wanita dalam Konfusianisme adalah mematuhi ayahnya sebelum menikah, mematuhi suaminya ketika menikah, dan mematuhi anak laki laki ketika menjadi janda. Sedangkan 4 kebajikan adalah kebaikan moral, kejujuran, kesederhanaan dan keuletan dalam pengerjaan pekerjaan rumah tangga. Dalam rumah tangga tradisi Konfusianisme, tanggung jawab perempuan adalah melahirkan pewaris laki-laki. Statusnya di keluarga dan masyarakat tergantung pada ini. Seorang wanita hanya bisa menikah dengan satu orang dalam hidupnya. Bahkan ketika suami meninggal dia harus menjaga kesucian dan tidak diizinkan untuk menikah lagi, sementara suami diperbolehkan untuk memiliki banyak istri
saat ia mampu. Keluarga dalam
tradisi
Konfusianisme kental sekali dengan sistem patriarkal. Dalam sistem
Universitas Indonesia
Perubahan dominasi..., Ainan Indallah, FIB UI, 2012.
12
patriarkal keluarga Korea Selatan, setiap anggota memiliki status yang berbeda tergantung jenis kelamin dan umur (Kim B.L, 1996: Moon S.S 2005). Anggota keluarga yang berumur lebih tua serta anggota keluarga yang berjenis kelamin pria memiliki status yang lebih tinggi dibanding wanita dan anggota keluarga yang masih muda. Anak anak mutlak harus mematuhi serta menghormati orang tua atau anggota keluarga yang lebih tua daripada mereka (Min P.G, 1988). Dalam Konfusianisme, pria adalah penerus marga atau nama keluarga, pelayan atau perawat orang tua di masa tua dan pewaris harta kekayaan keluarga. Sedangkan wanita harus tunduk kepada ayahnya hingga sebelum menikah dan tunduk kepada suaminya semenjak menikah. Pada zaman dahulu, bagaimanapun pria memiliki kedudukan yang lebih tinggi dibanding wanita dalam Konfusianisme. Bahkan, suami boleh menuntut cerai istri apabila istri tidak dapat memberikan anak laki laki dalam rumah tangga mereka. 2.1.2 Hubungan Suami dan Istri dalam Tradisi Konfusianisme Konfusianisme memiliki aturan yang kuat sekali yang mengatur hubungan suami dan istri dalam rumah tangga (Kim B.L, 1996; Moon S.S, 2005). Suami adalah pencari nafkah dan pengambil keputusan dalam rumah tangga sedangkan istri fokus mengurus keperluan rumah tangga dan merawat anak. Suami memiliki otoritas dan dominasi yang tinggi di atas istri sedangkan istri harus mematuhi perintah dan melayani suami. Meskipun istri adalah seorang pekerja, namun ia tetap harus menyiapkan makanan, membersihkan rumah dan merawat anak. Kepatuhan, sikap tunduk, ketenangan dan kesucian merupakan empat representatif sifat dari istri Korea Selatan (Moon S.S, 2005; Tran & Jardins, 2000). Meskipun kondisi saat ini mulai berubah, yakni wanita juga berpartisipasi dalam ekonomi rumah tangga namun hal tersebut tidak berpengaruh banyak terhadap perubahan peran gender dalam masyarakat Korea Selatan (Kim Andrew, 2007).
Universitas Indonesia
Perubahan dominasi..., Ainan Indallah, FIB UI, 2012.
13
2.1.3
Kedudukan Wanita dalam Keluarga Patriarki Masyarakat dunia pada umumnya masih dibayangi oleh sistem
patriarkal, demikian juga di Indonesia. Struktur masyarakat umumnya masih bersifat patriarkal dan lembaga utama dari sistem ini adalah keluarga. Sistem patriarkal merupakan struktur yang mengabsahkan bentuk struktur kekuasaan lelaki mendominasi wanita. Dominasi ini terjadi karena posisi ekonomis wanita lebih lemah dari pria (Arief Budiman, 1985:60) sehingga wanita dalam pemenuhan kebutuhan materialnya sangat tergantung pada pria. Kondisi ini merupakan implikasi dari sistem patriarkal yang memisahkan peran utama antara lelaki dan wanita dalam keluarga. Pria berperan sebagai kepala keluarga, terutama bertugas di sektor publik sebagai pencari nafkah, memberi peluang bagi pria untuk memperoleh uang dari pekerjaannya, sedang wanita sebagai "Ratu rumah tangga", terutama bertugas di sektor domestik sebagai pendidik anak dan pengatur rumah tangga yang tidak memperoleh bayaran. Untuk pemenuhan kebutuhan materialnya wanita tergantung kepada pria sebagai pencari nafkah. Peran pria sebagai kepala keluarga dan pencari nafkah serta wanita sebagai ibu rumahtangga ternyata menempatkan wanita pada posisi yang kurang menguntungkan. Ketika orang tua akan memutuskan untuk membiayai pendidikan anaknya umumnya kaum pria yang mendapat prioritas utama untuk memperoleh pendidikan yang tinggi untuk bekal menjadi kepala keluarga dan pencari nafkah yang baik. Sedangkan wanita kurang mendapat pendidikan tinggi karena nantinya bertugas di rumah dan mengurus keluarga. Persepsi ini yang merugikan kaum wanita karena dianggap kurang penting memperoleh pendidikan yang tinggi. Posisi wanita akan kurang menguntungkan dan semakin tidak menguntungkan jika ia berperan ganda, karena ia harus bersaing dengan kaum pria yang dari segi pendidikan dan pencurahan waktu ke sektor publik sudah unggul dari kaum wanita.
Universitas Indonesia
Perubahan dominasi..., Ainan Indallah, FIB UI, 2012.
14
2.2 Multikulturalisme di Korea Selatan Multikulralisme merupakan salah satu topik terpopuler di Korea dalam penulisan berbagai jurnal. Dalam jurnal Korea Observer Vol. 4 Tahun 2010 Seol Deong Hoo menulis tentang multikulturalisme. Masyarakat Korea Selatan dikenal sebagai masyarakat yang homogen, namun secara perlahan saat ini sedang terjadi transisi masyarakat menjadi masyarakat yang multikultural (Republic of Korea, 2006). Penyebab transisi tersebut adalah karena kedatangan warga negara asing ke Korea Selatan. Pekerja asing mulai banyak berdatangan ke Korea Selatan sejak akhir tahun 1980-an (Kim Andrew, 2009). Menurut dari data Ministry of Administration hingga Januari 2010, total warga negara asing yang menetap di Korea Selatan ada sebanyak 1.122.850 jiwa. Jumlah tersebut merupakan 2,26% dari total warga negara Korea Selatan yang menetap di Korea. Meskipun jumlah tersebut masih sedikit sekali untuk mengatakan bahwa Korea Selatan merupakan negara multikultural, namun seiring berjalannya waktu jumlah itu akan terus bertambah. Menurut data dari Statistik Korea Selatan, pada tahun 2006 tercatat sebanyak 11,93% dari jumlah perkawinan di Korea Selatan adalah perkawinan antarbangsa atau terdapat 39.690 perkawinan antarbangsa dari 332.752 total perkawinan di Korea Selatan. Lebih spesifik lagi, pada tahun 2006 terdapat 30.208 pria Korea Selatan yang menikahi wanita asing serta 9.482 wanita Korea Selatan yang menikah dengan pria asing.
Melihat suburnya pertumbuhan warga
negara asing yang menetap di Korea Selatan dan menikah dengan warga negara Korea Selatan, maka pada tahun 2008 Pemerintah Korea Selatan membuat departemen baru di bawah naungan Departemen Kesehatan, Kesejahteraan, dan Keluarga yakni Departmen Keluarga Multikultural
9
(Department of Multicultural Families). Tidak hanya itu, dalam dunia penulisan berita artikel Korea Selatan ternyata semakin lama, artikel yang memiliki konten Damunhwa (
) yang bermakna multikultural juga
bertambah.
9
Namun pada 19 Maret 2010 berubah menjadi Ministry of Gender Equality and Family
Universitas Indonesia
Perubahan dominasi..., Ainan Indallah, FIB UI, 2012.
15
Tabel 2.1 Jumlah Artikel yang Memuat Konten Damunhwa , Multikulturalisme)
( Tahun
Jumlah Artikel
1990-1999
343
2000
137
2001
105
2002
126
2003
134
2004
143
2005
209
2006
511
2007
1,684
2008
7,301
2009
14,437
Oktober 2010
15,628
Total
40,398
Sumber : Korean Integrated Newspaper Database System (2010)
2.3 Fenomena Perkawinan Antarbangsa di Korea Selatan Karena mulai banyaknya imigran yang datang ke Korea Selatan, maka hal itu berdampak pula terhadap perkawinan antarbangsa yang terjadi di Korea Selatan.
Universitas Indonesia
Perubahan dominasi..., Ainan Indallah, FIB UI, 2012.
16
Tabel 2.2 Jumlah Kasus dan Rasio Perkawinan Antarbangsa di Korea Selatan Tahun 1990 – 2004
Tahun
Istri Asing
Suami Asing
Kasus
Persentase
Kasus
Persentase
1990
619
0,2 %
4.091
1%
1991
663
0,2%
4.349
1%
1992
2.057
0,5%
3.477
0,8 %
1993
3.109
0,8%
3.436
0,9 %
1994
3.072
0,8%
3.544
0,9 %
1995
10.365
2,6%
3.129
0,8 %
1996
12.647
2,9%
3.299
0,8 %
1997
9.266
2,4 %
3.182
0,8 %
1998
8.054
2,1 %
4.134
1,1 %
1999
5.775
1,6 %
4.795
1,3 %
2000
7.304
2,2 %
5.015
1,5 %
2001
10.006
3,1 %
5.228
1,7 %
2002
11.017
3,6 %
4.896
1,6 %
2003
19.214
6,3 %
6.444
2,1 %
2004
25.594
8,2 %
9.853
3,2 %
Sumber : Pusat Statistik Korea Selatan, Dinamika Populasi (Perkawinan dan Perceraian). http://kosis.nso.go.kr diunduh pada 9April 2012
Dari tabel tersebut dapat diperoleh data bahwa pada tahun 1990 terdapat 4.710 perkawinan antarbangsa di Korea Selatan dan meningkat menjadi 35.447 perkawinan antarbangsa di tahun 2004. Selain itu terjadi perbandingan angka yang cukup signifikan antara pria Korea Selatan yang menikah dengan wanita asing dengan wanita Korea Selatan dengan pria asing. Dari data tersebut disimpulkan bahwa persentase perkawinan antarbangsa meningkat 10,2 % dari tahun 1990 hingga 2004. Persentase terkecil perkawinan wanita Korea Selatan dengan pria asing adalah 0,8 % dan persentase terbesarnya
Universitas Indonesia
Perubahan dominasi..., Ainan Indallah, FIB UI, 2012.
17
adalah 3,2 %. Sedangkan persentase terkecil pria Korea Selatan yang menikah dengan wanita asing adalah 1,2 % dan persentase terbesarnya adalah 11,4 %. Sehingga dapat terlihat dari data tersebut bahwa perkawinan antarbangsa yang terjadi di Korea Selatan didominasi oleh perkawinan yang dilakukan pria Korea Selatan yang menikah dengan wanita asing.
Tabel 2.3 Asal Negara Wanita Asing yang Melakukan Perkawinan Antarbangsa dengan Pria Korea di Korea Selatan Dilihat dari Jumlah Perkawinan Antarbangsa di Korea Selatan Tahun 2005
Negara Asal
Jumlah Istri Asing Total
Persentase
Cina keturunan Korea
31,739
47,4 %
Cina
11,577
17,3 %
Jepang
7,097
10,6 %
Filipina
5,457
8,2 %
Vietnam
4,675
7%
Thailand
1,364
2%
Mongolia
1,072
1,6 %
Rusia
950
1,4 %
Eropa Timur
1,190
1,8 %
Negara Asia lainnya
595
0,5 %
Sub-Sahara Afrika
35
0,1 %
Amerika Latin
140
0,2 %
Negara lainnya
1,021
1,5 %
Sumber : Women Marriage Immigrants in Korea (Seol Deong Hoon, 2005:34)
2.3.1
Penyebab Terjadinya Perkawinan Antarbangsa Menurut Leila Mona Ganiem (2008), alasan terjadinya perkawinan
antarbangsa adalah karena merasa memiliki minat yang sama dengan pasangannya, ketertarikan fisik, kesukaan akan hiburan yang sama dan bahkan
Universitas Indonesia
Perubahan dominasi..., Ainan Indallah, FIB UI, 2012.
18
kesamaan sosial ekonomi juga dapat menjadi alasan. Alasan yang menyebut tertarik karena ’ras pasangan’ cenderung kurang dibandingkan karena alasan ’nonras’. Artinya, sama seperti pasangan pada umumnya, pasangan perkawinan antar bangsa tertarik pada pasangannya karena memandang atas kesamaan diantara mereka, dibandingkan atas perbedaannya. Masalah akulturasi
budaya
juga
berkonstribusi.
Orang
yang
melebur
atau
asimilatif10 pada suatu budaya, cenderung berpikiran positif pada perkawinan antarbangsa. Alasan lain yang juga unik dan kerap disampaikan sambil lalu adalah ‘perbaikan keturunan’. Mungkin saja terjadi karena ada perasaan superioritas11 dari etnis tertentu.
2.3.1.1
Faktor Ekonomi Seol Dong Hoon (2005) menyebutkan faktor yang mempengaruhi
terjadinyaperkawinan antarbangsa yang terjadi di Korea Selatan. “the study points out the following as factors contributing to the increase of cross-border marriages, and sheds light on the uneven development among countries in the global economy
which
consequently
encouraged
the
commercialization of women12 (Seol Dong Hoon, 2005: 34). Dia menyebutkan bahwa ketidakrataan perkembangan ekonomi antarnegara menyebabkan adanya dorongan untuk mengkomersialkan wanita dari negara Asia Tenggara dengan tingkat ekonomi lebih rendah dari Korea Selatan dan masih menganut sistem patriarkal seperti Vietnam. Lebih lanjut, Seol memaparkan karena adanya pengkomersialan wanita, di Korea pun mulai marak agen perjodohan antarbangsa (International Marriage Brokerage Agencies).
10
Asimilatif: Penyesuaian (peleburan) sifat asli yg dimiliki dengan sifat lingkungan sekitar (KBBI). 11 Superioritas: Kelebihan ; Keunggulan (KBBI). 12 Faktor penting yang berkontribusi terhadap meningkatnya jumlah perkawinan antarbangsa di Korea adalah ketidakrataan perkembangan ekonomi global yang berkonsekuensi terhadap terjadinya pengkomersialisasian wanita
Universitas Indonesia
Perubahan dominasi..., Ainan Indallah, FIB UI, 2012.
19
Berdasarkan penelitian Seol Dong Hoon, hanya sebesar 15% dari pasangan yang menikah melalui proses agen perjodohan internasional merupakan orang yang menyelesaikan pendidikan hingga bangku universitas. Ini berarti 85% lainnya hanya mengenyam bangku pendidikan hanya sampai bangku SMA. Selain itu wanita dalam perkawinan antarbangsa yang melalui proses perjodohan agen internasional merupakan wanita yang berasal dari kelas menengah ke bawah atau berasal dari keluarga berpenghasilan rendah. Keinginan untuk mendapatkan istri yang berasal dari keluarga menegah ke bawah memang permintaan dari pria Korea Selatan yang ingin menikah, karena mereka juga berasal dari keluarga golongan menengah ke bawah dengan pendapatan 800.000 Won – 1.100.000 Won13 yang memilih menikah dengan orang asing kalangan bawah karena tidak sanggup menikah dengan wanita Korea Selatan yang membutuhkan biaya hidup yang lebih tinggi.
2.3.1.2 Perubahan Pola Pikir Wanita Korea Selatan Seol juga menyebutkan bahwa tumbuhnya perkawinan antarbangsa di Korea Selatan karena disebabkan perubahan pola pikir oleh wanita Korea Selatan masa kini yang berpikir untuk menunda perkawinan demi karir. “Increases in high-level education and women’s economic activities are delaying marriages14.” (Seol Dong Hoon, 2005: 36). Dahulu, produksi untuk bahan makanan keluarga disiapkan langsung dari istri yang memetik hasil pertanian. Hal tersebut menjadi karakteristik khusus bagi rumah tangga tradisional Korea Selatan sejak sebelum kolonial Jepang (Kim B.L, 1996). Istri Korea Selatan tidak bekerja di luar rumah karena harus memproduksi sendiri bahan makanan, menjahit baju untuk dipakai anggota keluarga hingga membuat sepatu sederhana (Goldhaber, 1983). Namun peran wanita sebagai produsen industri rumah tangga dalam rumah tangga Korea Selatan mulai berubah sejak wanita Korea Selatan juga turut melakukan urbanisasi pada tahun 13
1 Won = 8,07 Rupiah (Bank Indonesia, 9 Juni 2012). meningkatnya tingkat pendidikan serta aktivitas karir/ekonomi wanita menyebabkan penundaan perkawinan 14
Universitas Indonesia
Perubahan dominasi..., Ainan Indallah, FIB UI, 2012.
20
1986. Sebanyak 44% wanita dari jumlah penduduk Korea Selatan bekerja sebagai tenaga buruh pabrik untuk mendapatkan pendapatan di luar rumah. Di tahun 1990, jumlah tenaga buruh di Korea Selatan semakin meningkat menjadi 60%. Urbanisasi besar besaran ini menyebabkan perubahan pada masyarakat Korea Selatan yang awalnya masyarakat agrikultural menjadi masyarakat industri15. Urbanisasi masal, ditambah lagi dengan masuknya warga negara asing ke Korea Selatan berdampak pula pada aktivitas wanita orea Selatan yang awalnya hanya mengerjakan pekerjaan rumah menjadi wanita karir sama halnya seperti pria. Dengan adanya perubahan aktivitas seperti ini pulalah yang menyebabkan wanita Korea Selatan menunda perkawinan
demi karir sehingga menyebabkan
tingkat
perkawinan sesama warga Korea Selatan menurun dan menjadi salah satu penyebab meningkatnya perkawinan antar bangsa di Korea Selatan16.
2.3.2
Masalah yang Kerap Terjadi dalam Perkawinan Antarbangsa di Korea Selatan Menurut Seol Dong Hoon (2005) masalah yang kerap terjadi pada
perkawinan antarbangsa yang terjadi di Korea Selatan adalah masalah perbedaan kepribadian (33,4%), perbedaan prinsip hidup (22%), masalah ekonomi (12%), serta masalah pria Korea yang gemar minum minuman keras (11%). 19,6% dari pasangan yang melakukan perkawinan campur di Korea Selatan tinggal bersama mertua. Sebanyak 58% responden istri asing memiliki masalah komunikasi dan ketidak pahaman dengan pola pikir mertua Korea Selatan.
15
Economic Planning Board. Korean Economic Indicators. Seoul: Economic Planning Board, 1986, 1990. 16 http://education.hani.co.kr/arti/society/schooling/180182.html diunduh pada 9 April 2012
Universitas Indonesia
Perubahan dominasi..., Ainan Indallah, FIB UI, 2012.
21
Tabel 2.4 Kekerasan yang Kerap Terjadi Dalam Perkawinan Antarbangsa di Korea Selatan
Jenis Kekerasan
Persentase
Kekerasan Verbal
30,5 %
Ancaman Kekerasan Fisik
18,4 %
Pelemparan Barang
23,5 %
Pendorongan secara Agresif
13,4 %
Tendangan dan Tamparan
13,1 %
Hubungan Seksual tanpa Kesepakatan
13,8 %
Hubungan Seksual dengan Hal yang Tidak Wajar
9,3 %
Sumber : Seol Dong Hoon. (2005, December). Women Marriage Immigrants in Korea: Immigration Process and Adaptation
2.4 Pengaruh Tempat Tinggal Terhadap Dominasi dalam Rumah Tangga Kiran Cunningham (1998) meneliti perkawinan penduduk Kpetema, desa Mende di Distrik Moyamba, Sierra Leone bagian Selatan. Kemudian dia menyimpulkan bahwa ternyata tempat tinggal memiliki pengaruh terhadap peran wanita dalam rumah tangga. Dalam bukunya yang berjudul Let’s Go to My Place: Residence, Gender, and Powerin a Mende Community ia membagi rumah tangga dengan tiga kategori, yakni rumah tangga dengan istri yang merupakan penduduk asli Kpetma dan suami penduduk non- Kpetma, rumah tangga dengan suami asli Kpetma dan istri merupakan penduduk non-Kpetma dan yang terakhir adalah rumah tangga dengan suami dan istri merupakan pemduduk asli Kpetma. Hasil dari penelitian tersebut disimpulkan bahwa dominasi suami pada kelangsungan hidup rumah tangga di wilayah istri hampir setara kuatnya dengan istri yang merupakan penduduk asli Kpetma. Hal tersebut terjadi karena istri memiliki kekuatan jaringan dalam aspek sosial, politik serta ekonomi di wilayah yang dia diami sejak kecil. Selain Kiran Cunningham, Chambon (1989) dan Kibria (1990) juga mengemukakan bahwa imigrasi merubah keseimbangan kekuatan antara
Universitas Indonesia
Perubahan dominasi..., Ainan Indallah, FIB UI, 2012.
22
suami dan istri. Terutama jika pekerjaan suami tidak stabil di wilayah tempat mereka tinggal. Karena hal itu menyebabkan peningkatan kebebasan istri serta menurunkan tingkat kepatuhan istri terhadap suami. Hal tersebut dibuktikan oleh Choi Yoon Joon yang meneliti tentang wanita Korea Selatan dan pria Korea Selatan yang menikah lalu menetap di Amerika Serikat. Dia meneliti rumah tangga Korea Selatan di Amerika Serikat. Ternyata perubahan peran gender terlihat dalam keluarga tersebut. Aturan Konfusianisme yang mengatur istri harus tetap fokus terhadap tugas rumah tangga, pengasuhan anak serta pelayanan anak juga berubah dalam rumah tangga Korea Selatan di Amerika Serikat berubah. Hal ini disebabkan karena pengaruh tempat tinggal pada perkawinan yang menyebabkan suami Korea Selatan memiliki ketergantungan yang cukup besar terhadap istri di Amerika Serikat. Selain itu, hal tersebut juga disebabkan para istri yang bekerja selayaknya suami serta pengaruh pola pikir feminisme di Amerika Serikat.
Universitas Indonesia
Perubahan dominasi..., Ainan Indallah, FIB UI, 2012.
23
BAB III PERUBAHAN DOMINASI SUAMI KOREA PADA PERKAWINAN ANTARBANGSA KOREA SELATAN– INDONESIA DI JAKARTA
3.1
Gambaran Umum Perkawinan Antarbangsa Korea Selatan Indonesia
3.1.1
Rumah Tangga Ibu DA – Bapak CKY Awal jumpa Ibu DA dan Bapak CKY adalah ketika Ibu DA sedang
melanjutkan pendidikan S2-nya di Seoul, Korea Selatan. Suatu hari, Ibu DA diundang pesta makan malam oleh temannya dan di acara itu Ibu DA diperkenalkan oleh temannya kepada Bapak CKY. Peristiwa itu terjadi pada awal tahun 2002. Saat ibu DA berumur 24 tahun dan Bapak CKY berumur 31 tahun. Sejak pertemuan itu mereka menjadi teman dekat, lalu berpacaran selama kurang lebih dua tahun dan di awal tahun 2005 mereka akhirnya memutuskan untuk menikah. Saat ibu DA mengemukakan keinganannya untuk menikah dengan pria Korea Selatan, keluarga Ibu DA tidak terlalu khawatir karena ayah dari Ibu DA juga memiliki beberapa mitra orang Korea Selatan, sehingga keluarga Ibu DA menganggap orang Korea baik dan sopan jadi tidak terlalu ada banyak kekhawatiran. Dari awal hubungan pacaran pun, orang tua sudah menyetujuinya. Akhirnya pada tahun 2005, setelah ibu DA menyelesaikan pendidikannya di Korea Selatan, beliau menikah dengan Bapak CKY dan hidup di Korea Selatan selama tiga tahun, yaitu hingga penghujung akhir tahun 2008. Selama tiga tahun hidup di Korea Selatan, ibu DA hanya bekerja sebagai ibu rumah tangga saja. Awalnya merasa sayang sekali karena Ibu DA sudah memiliki pendidikan yang tinggi dan hanya bertugas di rumah dan dapur. Namun karena saran dari suami dan keluarga suami dan juga sudah lahirnya anak pertama mereka pada tahun 2007, maka ibu DA menuruti perintah suaminya untuk menjadi ibu rumah tangga. Mereka selalu berkomunikasi dalam bahasa Korea. Ibu DA pun memiliki kemampuan yang baik dalam bahasa Korea. Pada bulan Desember tahun 2008, ibu DA kembali ke Indonesia karena rindu sekali dengan keluarganya. Beliau mengajak serta suami dan anak pertama
Universitas Indonesia
Perubahan dominasi..., Ainan Indallah, FIB UI, 2012.
24
mereka. Selain temu kangen dengan keluarga di Indonesia, kepulangan Ibu DA juga sekaligus untuk berlibur akhir dan awal tahun. Selain bertemu keluarga, Ibu DA juga hadir dalam acara reuni dengan teman kampusnya. Dalam acara reuni teman kampus, ibu DA bertemu dengan temannya yang mempunyai bisnis dan ingin melebarkan sayap bisnis dengan Korea. Saat itu temannya meminta rekomendasi orang Korea yang dapat diajak bermitra bisnis. Akhirnya Ibu DA bercerita kepada suaminya dan suaminya tertarik untuk bermitra dengan teman Ibu DA. Akhirnya pada bulan Mei 2009, Ibu DA dan suaminya memutuskan untuk menetap di Jakarta dan merintis bisnis di Jakarta. Selama hampir 7 tahun pernikahan tidak ada masalah yang begitu berat karena memang pandangan hidup, hobi dan keminatan Ibu DA dan Bapak CKY serupa. Kendala yang paling mencolok adalah kendala bahasa yang dialami oleh Bapak CKY karena saat tahun 2009 beliau datang ke Indonesia dan sama sekali tidak bisa berbahasa Indonesia jadi Ibu DA harus hampir selalu ada di samping Bapak CKY untuk mendampingi beliau dalam masalah komunikasi terhadap rekan Indonesia atau sekadar mengurus administrasi bapak CKY yang bukan warga negara Indonesia. Menurut Bapak CKY, kehidupan di Korea dan Indonesia sangat berbeda sekali terutama dalam hal cuaca dan kondisi transportasi. Awalnya Bapak CKY sangat kesulitan sekali tinggal di Indonesia, namun karena ada Ibu DA yang selalu mendampingi dan dia juga aktif di perkumpulan gereja orang Korea jadi dia juga mempunyai banyak teman orang Korea Selatan untuk konsultasi akhirnya perlahan dia mulai cocok dengan kondisi Indonesia. Kini Ibu DA dan Bapak CKY hidup bersama dan bekerja dalam satu perusahaan yang sama di Jakarta. Jika saat Ibu DA tinggal di Korea Selatan beliau harus menuruti apa kata suaminya dan lebih pasrah akan keputusan suaminya, beda halnya saat mereka tinggal di Jakarta. Dalam diskusi rumah tangga, Ibu DA banyak mengeluarkan pendapat atau masukan yang terbaik untuk suaminya. Hal ini disebabkan karena pengetahuan Ibu DA serta jaringan sosial yang dimiliki Ibu DA jauh lebih banyak dibandingkan suaminya maka saat pengambilan keputusan, biasanya Bapak CKY menyerahkan keputusan kepada Ibu DA. Dalam pernyataannya di wawancara, Ibu DA mengatakan,
Universitas Indonesia
Perubahan dominasi..., Ainan Indallah, FIB UI, 2012.
25
“Memang tempat tinggal sangat memiliki pengaruh terhadap dominasi antara suami – istri. Dari pengalaman yang saya alami, dominasi seperti pengambilan keputusan sangat berbeda jauh saat saya dan suami tinggal di Korea dan saat saya dan suami tinggal di Jakarta. Saat tinggal di Jakarta, dominasi saya tidak lebih tinggi dari suami namun hampir setara dengan suami. Ada masalah apapun saya dan suami tetap berdiskusi, saya pun mendengar pendapat suami dan suami pun mendengar pendapat saya. Namun karena saya jauh lebih mengenal kondisi Jakarta serta jaringan teman dan keluarga saya juga banyak di Jakarta, pada akhirnya suamipun rela menyerahkan keputusan hampir semuanya kepada saya“ Kini Ibu DA dan Bapak CKY telah memiliki seorang anak dari perkawinan mereka. Ke depannya mereka akan membebaskan hak pilih kewarganegaraan anak mereka. Saat ini putra pertama mereka sedang mengenyam pendidikan play group di salah satu sekolah International yang menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar. Namun bapak CKY selalu membiasakan berbicara bahasa Korea kepada anak mereka. Dalam wawancara, Bapak CKY mengungkapkan : “Sebenarnya saya ingin sekali anak saya menjadi kewarganegaraan Korea seperti bapaknya, apalagi dia itu laki laki. Dan saya ingin sekali dia dapat berbicara bahasa Korea dengan lancar. Tapi setelah berdiskusi dengan istri, akhirnya kami memutuskan untuk membebaskan anak kami dalam hal pemilihan kewarganegaraan dan kami menyekolahkannya di sekolah International bukan sekolah Korea di Jakarta”.
Bapak CKY pun mengaku selama hampir 4 tahun tinggal di Jakarta sudah bisa beradaptasi lingkungan Indonesia. Bapak CKY mengungkapkan : “Pertama kali saya datang ke Indonesia awalnya saya merasa khawatir karena saya belum mengetahui seluk beluk Indonesia. Saat itu saya hanya tertarik dengan bisnis yang ditawarkan oleh rekan istri saya. Saya datang ke Indonesia tanpa mengetahui budaya dan bahasa Indonesia. Oleh sebab itu, saya khawatir saya tidak bisa beradaptasi dengan orang Indonesia. Namun, anggapan saya salah. Orang Indonesia sangat ramah sekali
Universitas Indonesia
Perubahan dominasi..., Ainan Indallah, FIB UI, 2012.
26
terhadap orang asing. Orang Indonesia murah senyum dan sopan. Itu yang saya suka dari orang Indonesia. Saya mendapat banyak bantuan dari istri saya dan keluarga istri. Kini saya sangat suka sekali Indonesia. Di sini banyak bisnis yang bisa dikembangkan. Namun saya belum berpikir untuk merubah status kewarganegaraan Korea saya. Karena bagaimanapun, Korea adalah tempat lahir saya dan saya dibesarkan di sana. Saya masih mencintai Korea sebagai negara saya. Mungkin kalau berpikir pindah kewarganegaraan saya harus banyak berpikir dulu, hahaha…”
3.1.2
Perkawinan Ibu DM dan Bapak LJY Pasangan ini telah menikah selama 4 tahun dan menetap di Jakarta sejak
pertama kali menikah. Ibu DM mengenal Bapak LJY karena mereka tinggal di satu apartemen, namun berbeda blok. Kini Ibu DM berusia 32 tahun dan Bapak LJY berusia 41 tahun. Sebelum memutuskan untuk menikah mereka sempat berpacaran hampir 3 tahun. Saat itu Ibu DM bekerja di perusahaan asuransi dan Bapak LJY bekerja di perusahaan Korea yang ada di Jakarta. Ibu DM bercerita pada awal hubungan pacaran mereka di tahun 2005, hubungan mereka sempat ditentang oleh orang tua Ibu DM karena perbedaan usia yang cukup jauh, perbedaan budaya serta perbedaan agama. Namun, selama masa perkenalan itu Bapak LJY menunjukkan sikap yang ramah dan sopan saat mengunjungi flat Ibu DM dan bertemu orang tuanya, serta menghormati budaya serta agama keluarga Ibu DM. Setelah 2 tahun berpacaran, untuk menunjukkan keseriusannya akhirnya Bapak LJY memutuskan untuk berpindah agama menjadi seorang muslim dan di awal tahun 2008 mereka menikah di Jakarta. Setelah menikah, Ibu DM berhenti bekerja dan fokus untuk mengurus suami karena mereka berpikir pendapatan suami sudah cukup untuk menghidupi kehidupan mereka. Bulan Juni tahun 2011 lalu, mereka dikaruniai seorang putra. Dalam rumah tangga, mereka menggunakan bahasa Indonesia dan akan memberikan pendidikan sekolah yang berbasis bahasa Indonesia kepada putra mereka. Hal ini telah menjadi kesepakatan mereka sebelum menikah karena bapak LJY sebenarnya sudah lama tinggal di Indonesia bersama orang tuanya sejak
Universitas Indonesia
Perubahan dominasi..., Ainan Indallah, FIB UI, 2012.
27
tahun 1999 dan telah mahir berbahasa Indonesia. Bapak LJY pun mengungkapkan bahwa dia lebih senang tinggal di Indonesia ketimbang Korea, sudah bisa beradapatasi dengan budaya Indonesia serta dalam waktu dekat dia akan memperoleh pergantian kewarganegaraan Indonesia. Bapak LJY mengungkapkan beliau sangat memiliki ketergantungan sekali kepada istrinya dalam hal kepengurusan administrasi. Untuk urusan kehidupan keluarga mereka sering berdiskusi namun jika terdapat perbedaan pendapat Bapak LJY menimbang baik buruknya serta menyerahkan segala keputusan kepada istri. Misalnya saat mereka memiliki perbedaan pendapat dalam hal pemilihan lokasi tempat tinggal. Bapak LJY menginginkan tinggal di perumahan daerah Jakarta Timur, sedangkan istrinya ingin tinggal di perumahan daerah Jakarta Selatan. Saat itu mereka sempat lama berdiskusi tentang tempat tinggal saja namun karena pendapat istri diakui lebih baik dan istri lebih mengetahui perbandingan kondisi Jakarta Timur dan Jakarta Selatan maka mereka memutuskan untuk tinggal di perumahan di Jakarta Selatan dan hak kepemilikan rumah merupakan milik Ibu DM karena warga negara asing tidak boleh memiliki hak kepemilikian rumah. Ibu DM mengungkapkan, “ Saya dan bapak LJY sering berdiskusi masalah kehidupan rumah tangga. Sebenarnya karena bapak LJY sudah lama tinggal di Indonesia jadi sebenarnya pengetahuannya sudah cukup bagus tentang Indonesia, dia pun sudah berperilaku layaknya orang Indonesia bukan orang asing. Namun entah mengapa setiap kami berdiskusi, dia pasti mengeluarkan pendapat dan sebenarnya argumennya juga bagus. Tapi jika pendapatnya berbeda dengan saya, dengan besar hati dia memberikan hak pengambilan keputusan kepada saya. Biasanya di akhir disuksi yang memiliki perbedaan pendapat, dia mengatakan bahwa dia sangat mempercayai saya dan keputusan yang saya ambil untuk kehidupan di Indonesia. Selama 4 tahun menikah saya selalu terharu jika suami saya berkata dia sangat mempercayai saya dan keputusan yang saya ambil demi rumah tangga. Karena jika dilihat dari segi umur saja kami berbeda 9 tahun dan dalam tradisi Korea kan laki laki seharusnya yang memegang dominasi tertinggi dalam keluarga. Tapi suami saya sungguh luar biasa,
Universitas Indonesia
Perubahan dominasi..., Ainan Indallah, FIB UI, 2012.
28
bisa menerima dan menyerahkan keputusan kepada saya. Dan saya merasa sangat dihargai sekali sebagai istri Indonesia. Ya, tempat tinggal menurut saya memiliki pengaruh terhadap perubahan dominasi suami Korea.” Kini Ibu DM dan bapak LJY telah dikaruniai seorang bayi berumur satu tahun. Sesuai dengan kesepakatan di awal pernikahan, anak mereka akan menjadi warga negara Indonesia. Bapak LJY juga sedang dalam proses pergantian warga negara Indonesia maka mereka memutuskan semua anggota keluarga menjadi warga negara Indonesia saja. Untuk pendidikan anak, mereka tidak akan menyekolahkan anak mereka di sekolah International. Mereka sudah berencana untuk menyekolahkan anak mereka di sekolah swasta Islam di daerah Kebayoran Baru. Menurut bapak LJY, hal yang sulit pada awal perkawinannya adalah penyesuaian budaya Islam. Karena bapak LJY adalah seorang mualaf jadi dia ingin menjadi seorang muslim yang baik meski dia mengaku pada awalnya dia masuk Islam karena peraturan perkawinan di Indonesia yang mengharuskan calon mempelai memiliki keyakinan yang sama namun sedikit demi sedikit bapak LJY mempelajari agama Islam. “Orang Islam hebat sekali karena mereka bisa menahan makan dari jam 4 pagi sampai jam 6 sore. Bagi saya itu sangat berat. Dulu pernah coba puasa tapi saat tiba di kantor saya makan lagi”, ungkapnya sambil tertawa. Sekarang bapak LJYsudah bisa gerakan shalat dan membaca surat Al-Fatihah dan An-Nas. Dia juga mengatakan, “Saya sedang berusaha untuk shalat 5 waktu tapi masih sering bolong”. Bapak LJYpun mengaku meski sudah menjadi seorang muslim namun dia masih sering minum Soju17 bersama temanteman.
3.1.3
Perkawinan Ibu FC dan Bapak GKY Ibu FC dan bapak GKY awalnya hanya berteman karena kantor mereka
berada dalam satu gedung yang sama di Jakarta. Selama setahun mereka melakukan pendekatan, lalu masa pacaran mereka 2 tahun. Akhirnya pada tahun 1992 Ibu FC menikah dengan bapak GKY. Perkawinan ini merupakan perkawinan pertama, baik bagi Ibu FC maupun Bapak GKY. Saat pertama kali 17
Soju adalah minuman keras asal Korea
Universitas Indonesia
Perubahan dominasi..., Ainan Indallah, FIB UI, 2012.
29
Bapak GKY menyatakan ingin menikah dengan wanita Indonesia, ayahnya setuju namun ibunya tidak setuju karena menurut ibunya hal yang terpenting dalam perkawinan adalah komunikasi. Dan perkawinan antarbangsa memiliki resiko kendala bahasa. Namun seiring dengan berjalannya waktu, akhirnya ibu Bapak GKY merestui pilihan Bapak GKY unuk menikah dengan wanita Indonesia. Bapak GKY memilih menikah dengan wanita Indonesia karena memang dia sudah sayang sekali dengan Ibu FC dan merasa sudah cocok dengan Ibu FC. Kini Ibu FC dan Bapak GKY memilih tinggal di Jakarta karena keputusan Bapak GKY yang memang memiliki pekerjaan di Jakarta. Dalam praktik rumah tangga, Bapak GKY yang menjadi penyokong utama keluarga karena bapak GKY merasa dia memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi sebagai suami dan hal itu didukung oleh gaji Bapak GKY lebih dari cukup untuk menghidupi keluarganya. Bagi Bapak GKY, kendala yang dialami dalam rumah tangga antarbangsa Korea – Indonesia adalah masalah harta. Karena Bapak GKY merupakan orang asing, sehingga dia tidak dapat memiliki hak kepemilikan rumah dan mobil. Semua rumah dan mobil didaftarkan atas nama Ibu FC. Namun menurutnya, dalam rumah tangganya Bapak GKY juga memiliki peran dalam pengelolaan keuangan karena dia berpikir istrinya tidak terlalu pintar dalam mengelola keuangan dibanding dirinya. Dia tetap memberikan uang untuk kebutuhan rumah tangga kepada istrinya. Jika Bapak GKY dan istrinya sedang berdiskusi lalu ada pendapat yang berbeda, Bapak GKY menggunakan pendapat istrinya. Hubungan Bapak GKY dengan keluarga Ibu FC sangat baik sekali karena setiap perayaan natal dan tahun baru mereka selalu datang ke rumah orang tua Ibu FC dan Bapak GKY suka memberi uang kepada orang tua Ibu FC sebagai hadiah. Saat ini, Bapak GKY dan Ibu FC memiliki dua anak remaja laki laki dan perempuan. Mereka memutuskan agar anak laki lakinya berkewarganegaraan Korea agar dapat mendapatkan pelatihan tentara di Korea dan anak perempuannya agar memilih warga negara Indonesia seperti Ibu FC. Dalam kesehariannya mereka menggunakan dua bahasa yaitu Korea dan Indonesia kepada anak anak. Jika anak anak berbicara kepada Bapak GKY mereka menggunakan Bahasa Korea dan jika anak anak berbicara dengan Ibu FC mereka menggunakan Bahasa Indonesia. Bapak GKY dan Ibu FC berjuang agar anak anak mereka dapat
Universitas Indonesia
Perubahan dominasi..., Ainan Indallah, FIB UI, 2012.
30
menguasai bahasa ibu dan bapaknya. Namun, jika sedang berkumpul bersama atau jalan jalan akhir pekan mereka terbiasa menggunakan bahasa Indonesia. Saat ini Bapak GKY masih berkewarganegaraan Korea karena dia masih bekerja sebagai karyawan di perusahaan Korea, namun dia mempunyai pikiran untuk merubah status kewarganegaraannya apabila dia mengundurkan diri dari perusahaan dan membuat bisnis di Indonesia. Bapak GKY tidak terlalu aktif dalam organisasi orang Korea namun dia aktif dalam perkumpulan gereja. Bapak GKY mengutarakan bahwa dia sudah dapat beradaptasi dengan kebudayaan Indonesia. Dia berkata, “Ya, saya suka makan ayam goreng menggunakan tangan”. Ibu FC mengatakan mereka sering berdiskusi tentang masalah rumah tangga. Awalnya, sebelum menikah dengan bapak GKY, Ibu FC sempat khawatir kalau dia tidak bisa memberikan anak laki laki kepada bapak GKY karena dia tahu laki laki Korea sangat suka dengan anak laki laki karena dapat menjadi penerus marga. Sebelum menikahpun, bapak GKY telah mengutarakan keinganan dan harapan sebelumnya untuk memiliki anak laki laki dari perkawinannya dengan ibu FC.
3.2
Interpretasi Wawancara
3.2.1
Pelaku Perkawinan Antarbangsa Ketiga pasangan tersebut merupakan mereka yang pada umumnya
memiliki kesempatan lebih banyak berinteraksi dengan orang asing, atau bisa juga karena memiliki pengalaman hidup berpindah-pindah tempat/negara. Hal ini dapat dibuktikan dari data informan ketika ditanya mereka rata rata sudah mengunjungi minimal 3 negara. Misalnya seseorang yang sejak kecil mengikuti orang tuanya untuk bekerja berpindah negara atau seringnya berkomunikasi dengan rekan asing di kantor atau juga karena kecanggihan dunia maya. Seringnya berkunjung ke luar negeri dan tinggal di negara orang dalam kurun beberapa waktu membuat mereka lebih banyak berinteraksi dengan orang asing juga membuka wawasan mereka tentang perkawinan antarbangsa sehingga tidak terlalu mempermasalahkan dari mana asal negara pasangan. Bagi mereka yang terpenting rasa cinta dan komitmen. Hal tersebut dapat tercermin dalam jawaban informan berikut ini,
Universitas Indonesia
Perubahan dominasi..., Ainan Indallah, FIB UI, 2012.
31
LJY : “Saya sudah tinggal di Indonesia sejak tahun 1999 karena saya mengikuti orang tua saya. Saya sudah lama tinggal di Indonesia dan saya tidak terlalu berambisi karena saya laki laki Korea, maka saya harus menikah dengan wanita Korea. Saya tidak berpikir seperti itu. Yang paling penting adalah saya dan istri saya saling mencintai dan kami memiliki komitmen yang kuat untuk membangun sebuah keluarga.” Informan lain mengatakan, DA : “Kebetulan di keluarga saya bukan hanya saya yang menikah dengan orang asing, tapi kakak ayah saya (tante) juga menikah dengan pria Belanda. Orang tua kami memang bergaul dengan orang asing sebagai rekan kerja dan bisnis. Karena hal tersebut jadi saya tidak terlalu mempermasalahkan saya menikah dengan orang Indonesia atau orang asing lainnya. Yang penting saya dan suami mempunyai tujuan hidup sama.” Meskipun demikian, variatifnya yang melaksanakan perkawinan campuran ini tenggelam dengan adanya anggapan di masyarakat mengenai WNI yang menikah dengan WNA hanya orang yang kuat dalam hal finansial. Anggapan ini muncul karena hal ini dibuat dan didukung oleh sistem tata aturan keimigrasian yang diberlakukan oleh pemerintah. Hukum keimigrasian Indonesia menjelaskan bahwa suami yang berkewarganegaraan asing tidak diizinkan memiliki izin tinggal sementara (ITS) dengan jaminan istri, paling tidak hanya boleh kunjungan sosial budaya selama tiga bulan yang dapat diperpanjang sampai enam bulan. Sesudah itu harus keluar dari wilayah Indonesia. selain itu cara lain mendapatkan izin tinggal di Indonesia adalah dengan bekerja. Sebagai seorang yang berkewarganegaraan asing, bekerja berarti dipekerjakan suatu perusahaan tertentu (perusahaan multinasional) atau para tenaga ahli kontrak yang disewa negara, atau setidaknya mereka yang berinvestasi di Indonesia atau mendirikan perusahaan atau cabang perusahaan yang berada di Indonesia. Dalam SK Menkeh No. M.02IZ.01-1995 dikatakan bahwa orang asing yang boleh bekerja di Indonesia hanya yang benar benar tenaga ahli langka, top excecutive atau investor dengan jumlah investasi yang tidak kecil. Hal tersebutlah yang menumbuhkan dan memperkuat anggapan di masyarakat bahwa orang asing yang ada di Indonesia adalah mereka
Universitas Indonesia
Perubahan dominasi..., Ainan Indallah, FIB UI, 2012.
32
yang berkedudukan di top management pada sebuah perusahaan multinasional, yang sudah pasti kemampuan finansialnya kuat, atau dengan kata lain mereka adalah golongan orang menengah ke atas. Pernyataan tersebut diperkuat dengan adanya anggapan dari informan Indonesia, FC : “Iya, saat pertama kali saya mengabarkan undangan pernikahan kepada saudara dan kerabat mereka bilang hebat banget saya bisa nikah sama orang Korea pasti udah gak perlu kerja lagi, hahaha...”
3.2.2
Pelaksanaan Perkawinan Antarbangsa di Indonesia Suatu perkawinan dianggap sah apabila dilakukan menurut hukum masing
masing agama dan kepercayaan. Tiap perkawinan dicatat menurut peraturan undang undang yang berlaku guna memperoleh akta nikah, sebagai tanda bahwa perkawinan tersebut telah sah. Perkawinan antarbangsa tidak dapat dilaksanakan sebelum terbukti bahwa syarat syarat perkawinan yang ditentukan oleh hukum yang berlaku bagi pihak masing-masing telah dipenuhi (Pasal 60 ayat 1 UU Perkawinan). Untuk membuktikan bahwa syarat-syarat tersebut dalam ayat satu telah dipenuhi sehingga tidak ada rintangan untuk melaksanakan perkawinan antarbangsa, maka menurut hukum yang berlaku bagi pihak masing masing berwenang mencatat perkawinan, diberikan surat keterangan bahwa syarat syarat telah dipenuhi (UU Perkawinan Pasal 60 ayat 2). Perkawinan antarbangsa dicatat oleh pegawai yang berwenang (Pasal 61 ayat 1 UU Perkawinan). Pegawai pencatat yang berwenang bagi beragama Islam adalah Pegawai Pencatat Nikah atau Pembantu Pegawai Pencatat Nikah Talak Cerai Rujuk. Sedangkan bagi pasangan non muslim adalah Pegawai Kantor Catatan Sipil. Apabila perkawinan campuran dilangsungkan tanpa adanya catatan dari pegawai pencatat surat keterangan atau keputusan pengganti keterangan, maka yang melangsungkan perkawinan antarbangsa tersebut dihukum dengan hukuman kurungan, selama-lamanya satu bulan (Pasal 61 ayat 2). Pegawai pencatat yang mencatat perkawinan, sedangkan ia mengetahui bahwa keterangan atau keputusan pengganti keterangan tidak ada, maka pegawai
Universitas Indonesia
Perubahan dominasi..., Ainan Indallah, FIB UI, 2012.
33
pencatat tersebut akan dihukum dengan hukuman selama-lamanya tiga bulan dan dihukum jabatan (Pasal 61 ayat 3). LJY : “Ya, 2 tahun setelah berpacaran dengan DM saya memutuskan untuk mengganti agama saya menjadi Islam agar mudah administrasi pencatatan perkawinan di Indonesia. Karena saya menikah di Indonesia jadi saya harus mentaati peraturan perkawinan di sini yaitu calon pengantin harus memiliki agama yang sama. Awalnya saya kristen dan Ibu DM Islam, kami ingin hidup bersama namun tidak ada titik temu siapa yang berganti agama, akhirnya saya yang mengalah untuk mengganti agama. Jadi kami menikah secara Islam di Indonesia. tapi saya juga tertarik dengan agama Islam, sekarang masih belajar tentang Islam”.
3.2.3 Identitas Budaya Korea Selatan dan Indonesia Dalam perkawinan antarbangsa, mempertemukan kedua budaya masing pasangan harus membutuhkan toleransi dan kesepakatan bersama. Sehingga titik temu keduanya dapat disepakati dan dijalani dalam rumah tangga. Titik temu ini tidak sama antara satu keluarga dengan keluarga lain. Misalkan dari keluarga DA, disebutkan bahwa bagi mereka faktor pemersatu keberadaan mereka lebih didukung karena adanya satu pandangan hidup yang sama prioritas yakni prioritas agama. DA : “Menikah dengan suami berkewarganegaraan Indonesia saja sudah harus memiliki extra sabar, apalagi kalau menikah dengan warga negara asing yang memiliki latar belakang budaya berbeda dengan Indonesia. Yang paling penting agama dulu yang harus sama. Saya dari kecil penganut agama Kristen yang taat begitupun suami saya. Jadi keluarga kami sudah jelas keluarga untuk Tuhan.”
DM : “Suami saya berganti agama. Awalnya memang karena masalah administrasi perkawinan di Indonesia. Tapi dia juga sadar agama itu penting dalam perkawinan, khususnya untuk pengajaran kehidupan kepada anak kami.”
Universitas Indonesia
Perubahan dominasi..., Ainan Indallah, FIB UI, 2012.
34
3.2.4
Nilai Budaya Korea Selatan dan Indonesia Selain memiliki kewarganegaraan yang berbeda, dalam perkawinan
antarbangsa juga berpotensi terjadinya konflik nilai yang mengarah pada benturan budaya, yakni kondisi saat seseorang dengan identitas Korea Selatan harus berhadapan dengan penilaian negatif orang Indonesia. Dalam hal ini diungkapkan bagaimana saat informan berusaha mempertahankan keputusannya untuk menikah dengan wanita Indonesia. yakni bapak KYS, yang juga menikah dengan wanita Indonesia, mengatakan bahwa awalnya pernikahan beliau dengan wanita Indonesia sempat ditentang keluarganya karena ketidaktahuan keluarga beliau di Korea Selatan mengenai Indonesia. Dalam pernyataannya dia mengatakan keluarganya sangat terkejut saat mengetahui dia ingin menikah dengan wanita Indonesia. Dia berkata“
(
)”,
yang artinya, “keluarga saya kaget dan menentang perkawinan saya karena situasi saat itu mereka belum mengenal Indonesia”. Saat itu keluarganya masih terlalu asing jika salah satu anggota keluarga menikah dengan orang asing, apalagi wanita Asia Tenggara yang dinilai kondisi negaranya masih berada di bawah Korea Selatan. Hal tersebut menggambarkan bahwa seseorang yang melakukan perkawinan antarbangsa akan mengalami suatu keasingan. Bapak KYS yang menganggap biasa perkawinan antarbangsa tapi hal tersebut merupakan hal yang asing bagi keluarganya di Korea Selatan karena apa yang dilakukannya sebagai aktifitas biasa menjadi tidak biasa di kebanyakan pandangan orang lain di sekitarnya, keluarganya, dalam hal ini adalah menikahi wanita Asia Tenggara, Indonesia. Selain itu ada juga hal menarik saat informan ibu FC mengunjungi keluarga bapak GKY di Korea Selatan. FC : “Pertama kali saya bertemu dan berkenalan dengan orang tua bapak GKY saat saya mengunjungi keluarga bapak GKY di Korea adalah perbedaan budaya bersalaman antara Korea – Indonesia. Bagi saya (wanita Indonesia) bersalaman sambil mencium pipi sesama wanita adalah hal yang wajar dan biasa saja. Karena selama ini saya lahir, besar dan bergaul dengan teman wanita Indonesia terbiasa cipika cipiki (cium pipi kanan kiri, red) dengan mereka. Dan saya melakukan hal tersebut kepada ibu bapak GKY saat pertama kali bertemu. Saya merasa malu
Universitas Indonesia
Perubahan dominasi..., Ainan Indallah, FIB UI, 2012.
35
sekali. Karena ibu bapak GKY hanya menyambut tangan saya tanpa menyodorkan pipinya kepada saya, sedangkan saya menyodorkan pipi saya untuk cipika cipiki (cium pipi kanan kiri, red) dengan ibu. Bapak GKY dan bapaknya hanya diam saja. Saya merasa kikuk (kebingungan, red) sendiri” Dari hal tersebut dapat digambarkan bahwa setiap mereka yang melaksanakan perkawinan antarbangsa harus dapat mempelajari dan membaur dengan budaya pasangan.
3.2.4.1 Reproduksi Budaya Korea dalam Perkawinan Antarbangsa Korea Selatan – Indonesia di Jakarta Reproduksi budaya merupakan proses pengulangan kembali praktik kehidupan sehari hari seseorang dalam mempertahankan budaya yang dimiliki seseorang. Dalam kehidupan sehari hari, praktik sosial tersebut diantaranya adalah gaya berjalan, makan, berbicara, berpakain, bersalaman/memberi sapaan salam, tertawa, marah dan sejumlah tindakan lainnya. DM : “Bapak LYJ ingin agar saya setiap hari memasak sayuran dan dia juga ingin agar anak anak kami terbiasa dengan memakan sayuran. Makan sayur itu seperti sudah menjadi budaya orang Korea, terutama makan Kimchi. Akhirnya saya belajar memasak Kimchi dan saya sekarang sudah pintar masak Kimchi lho.. tidak hanya kimchi tapi juga makanan sayur lainnya.. akhirnya saya jadi ikut suami senang makan kimchi dan sayuran..” Hasil wawancara tersebut dapat menunjukkan bahwa kebiasaan makan sayuran, terutama Kimchi, dari Korea Selatan masih dapat dilakukan dalam perkawinan antarbangsa Korea Selatan – Indonesia di Jakarta. Dan hal tersebut membawa pengaruh kepada pasangan untuk menjadi vegetarian. Selain itu, dialek/logat berbicarapun dapat menjadi reproduksi budaya pada perkawinan antarbangsa Korea Selatan – Indonesia. Hal ini tidak dapat tertulis di sini namun pewawancara dapat mendengar langsung
Universitas Indonesia
Perubahan dominasi..., Ainan Indallah, FIB UI, 2012.
36
gaya bicara ibu DA dengan bahasa Indonesia namun tercampur dialek / logat orang Korea Selatan. DA : “Dalam keseharian, biasanya saya dan suami memakai bahasa Korea, kadang kadang bahasa Indonesia. Suami saya baru 4 tahun di Indonesia jadi belum terlalu fasih dengan bahasa Indonesia, jadi lebih baik kami berdua berkomunikasi dengan bahasa Korea saja..” Selain itu ada juga reproduksi budaya pada pasangan ibu FC dan bapak GKY. FC : “Sebenarnya saya tidak terbiasa makan menggunakan sumpit seperti orang Korea. namun setelah menikah suami saya selalu mengajarkan saya cara menggunakan sumpit yang benar. Jadinya sekarang setiap kali makan, saya terbiasa menggunakan sumpit seperti orang Korea” Namun bapak GKY mengaku dia ternyata juga suka dengan gaya makan orang Indonesia. GKY : “Awalnya aneh sekali melihat orang Indonesia makan dengan tangan. Tapi lama kelamaan saya sudah terbiasa dengan pemandangan tersebut. Kadang kadang kalau istri saya masak ayam goreng atau ikan atau kalau kami pergi ke restoran Sunda saya suka makan ayam dengan tangan, hahaha..” Dalam gaya berpakaian ketiga suami Korea tersebut mengatakan bahwa mereka suka sekali mengenakan pakaian batik. CKY : “Pertama kali ke Indonesia, mertua saya kasih saya hadiah batik dan blangkon. Mereka bilang itu pakaian tradisional Indonesia. Dari awal saya suka sekali batik karena indah. Sekarangpun banyak koleksi batik di rumah dan sering saya pakai untuk acara yang formal”.
GKY : “ Saya suka batik dan sering pakai batik. Malah saya beli boxer batik saat kami bulan madu di Jogja, hahaha..”
Universitas Indonesia
Perubahan dominasi..., Ainan Indallah, FIB UI, 2012.
37
LJY : “Istri saya selalu kasih saya hadiah atau belikan saya banyak baju batik. Jadi saya mau gak mau harus pakai itu, karena kalau tidak pakai, saya khawatir istri saya akan kecewa. Namun lama kelamaan saya jadi suka batik karena batik itu indah. Sekarang saya seminggu dua kali memakai batik ke kantor dan setiap ada wedding invitation saya dan istri saya memakai baju batik yang sama motifnya”.
3.2.5 Anggapan Mengenai Perkawinan Antarbangsa Sebagian informan tidak menganggap bahwa perkawinannya adalah perkawinan
antarbangsa.
Mereka menganggap
bahwa perkawinan
yang
dilaksanakan sama seperti perkawinan lain pada umumnya. DA : “Biasa aja kok. Gak anggap perkawinan antarbangsa atau apa. Kebetulan saja saya dapatnya ya orang Korea, tapi sama saja sih kalau saya menikah dengan pria Batak atau Medan. Pasti akan ada perbedaan juga kan. Kami memang sudah membuka wawasan kami, tidak pernah membedakan perkawinan dengan orang asing atau dengan orang lokal. Semua sama saja asal cocok.”
LJY : “Perkawinan itu kan penyatuan dua manusia. Penyatuan manusia itu gak selalu harus sama orang yang sesama negara atau suku kan. Kalau memang cintanya sama wanita yang beda negara mau gimana lagi ya.. saya tidak terlalu memusingkan asal negara istri saya. Yang penting saya cinta dia, dia cinta saya dan dia bisa jadi istri dan ibu yang baik. Kalau saya nikah sama wanita Korea tapi saya gak cinta dia, juga itu kan percuma..”
3.2.6 Penengah dalam Perbedaan dan Pengambil Keputusan FC : “Saya rasa dalam penyelasaian konflik tidak ada hubungannya dengan budaya, ya.. Itu lebih berkaitan dengan karakter masing masing individu saja. Artinya, kalau saya kan sifatnya memang kalau ngomong
Universitas Indonesia
Perubahan dominasi..., Ainan Indallah, FIB UI, 2012.
38
agak tajam ya sedangkan suami saya lebih memilih menghindari konflik dan toh kalau ada perbedaan pendapat yang menyangkut kehidupan di Indonesia, ujung ujungnya suami saya yang bertanya ini sebaiknya gimana coba kamu yang atur, begitu..” KYS dan CIS juga menyebutkan bahwa istri memiliki dominasi yang cukup besar dalam pemilihan keputusan dalam rumah tangga, apalagi jika keputusan tersebut menyangkut masalah kehidupan di Indonesia. seperti pernyataan KYS, ” ”, yang artinya “Segala sesuatu yang berhubungan dengan kehidupan di Jakarta sebagian besar saya serahkan semua kepada istri.” Dan pernyataan CIS, “
,
”, yang artinya, “ Saya mutlak mengikuti keputusan istri saya. Saya tidak suka bertengkar.” Selain itu, informan lain mengungkapkan, DA : “ Memang tempat tinggal sangat memiliki pengaruh terhadap dominasi antara suami – istri. Dari pengalaman yang saya alami, dominasi seperti pengambilan keputusan sangat berbeda jauh saat saya dan suami tinggal di Korea dan saat saya dan suami tinggal di Jakarta. Saat tinggal di Jakarta, dominasi saya tidak lebih tinggi dari suami namun hampir setara dengan suami. Ada masalah apapun saya dan suami tetap berdiskusi, saya pun mendengar pendapat suami dan suami pun mendengar pendapat saya. Namun karena saya jauh lebih mengenal kondisi Jakarta serta jaringan saya juga banyak di Jakarta, pada akhirnya suamipun rela menyerahkan keputusan hampir semuanya kepada saya“
CKY : “Masih banyak yang saya belum ketahui tentang seluk-beluk Indonesia, terutama masalah hukum. Jadi semua keputusan yang berkaitan dengan kelangsungan hidup di Jakarta saya serahkan semua kepada istri karena dia yang lebih mengerti. Dan saya mempercayai saja keputusan istri saya”
Universitas Indonesia
Perubahan dominasi..., Ainan Indallah, FIB UI, 2012.
39
DM : “ Saya dan bapak LJY sering berdiskusi masalah kehidupan rumah tangga. Sebenarnya karena bapak LJY sudah lama tinggal di Indonesia jadi sebenarnya pengetahuannya sudah cukup bagus tentang Indonesia, diapun sudah berperilaku layaknya orang Indonesia bukan orang asing. Namun entah mengapa setiap kami berdiskusi, dia pasti mengeluarkan pendapat dan sebenarnya argumennya juga bagus. Tapi jika pendapatnya berbeda dengan saya, dengan besar hati dia memberikan hak pengambilan keputusan kepada saya. Biasanya di akhir disuksi yang memiliki perbedaan pendapat, dia mengatakan bahwa dia sangat mempercayai saya dan keputusan yang saya ambil untuk kehidupan di Indonesia. Selama empat tahun menikah saya selalu terharu jika suami saya berkata dia sangat mempercayai saya dan keputusan yang saya ambil demi rumah tangga. Karena jika dilihat dari segi umur saja kami berbeda sembilan tahun dan dalam tradisi Korea kan laki laki seharusnya yang memegang dominasi tertinggi dalam keluarga. Tapi suami saya sungguh luar biasa, bisa menerima dan menyerahkan keputusan kepada saya. Dan saya merasa sangat dihargai sekali sebagai istri Indonesia. Ya, tempat tinggal menurut saya memiliki pengaruh terhadap perubahan dominasi suami Korea.”
3.3
Implikasi Perkawinan Antarbangsa Korea Selatan – Indonesia Terhadap Dominasi Suami Korea Selatan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, dominasi berarti penguasaan oleh pihak yang lebih kuat terhadap yang lebih lemah. Dari sejumlah analisa hasil wawancara tersebut dapat diperlihatkan bahwa perkawinan antarbangsa Korea Selatan Indonesia dapat menyebabkan terjadinya reproduksi budaya yang berimplikasi terhadap dikotomi pada Korea Selatan dan Indonesia seolah bisa terhapuskan atau menjadi samar. Dominasi budaya yang akan terbentuk dalam keluarga ternyata tidak hanya dibentuk oleh siapa saja yang memegang fungsi dominan dalam keluarga, tetapi juga dari siapa saja mereka yang terlibat dalam interaksi keseharian dalam keluarga.
Universitas Indonesia
Perubahan dominasi..., Ainan Indallah, FIB UI, 2012.
40
Seperti halnya anak yang terlahir dari keluarga campuran akan memiliki kecenderungan yang lebih terhadap budaya Indonesia, karena meskipun ayahnya berasal dari Korea Selatan, tetap saja dominasi budaya yang terjadi pada anak adalah dominasi budaya Indonesia. hal ini disebabkan karena pergaulan atau interaksi budaya Indonesia tidak hanya ditularkan melalui ibu (wanita Indonesia), namun juga dari pembantu rumah tangga, teman bermain di rumah, teman sekolah, keluarga atau sanak saudara ibu yang berada di Indonesia. Implikasi perkawinan antarbangsa Korea Selatan – Indonesia tidak hanya berdampak kepada dominasi budaya pada perkawinan dan anak, namun juga terhadap pemegang keputusan dalam rumah tangga. Karena istri merupakan warga negara Indonesia , yang sejak lahir, tumbuh, dan berkembang di Indonesia. Jadi istri memiliki pengetahuan yang lebih banyak dibandingkan suami dalam hal penguasaan
budaya,
pergaulan
(komunitas),
pengetahuan
hukum,
serta
kemudahan administratif seperti kepemilikan benda berharga seperti tanah, rumah dan mobil. Adanya perubahan dominasi suami Korea terhadap istri Indonesia disebabkan faktor tempat tinggal setelah menikah. Suami yang merupakan warga negara asing menjadi memiliki ketergantungan yang cukup tinggi kepada istri sehingga berdampak terhadap perubahan dominasi pada saat mengambil keputusan. Semua suami Korea mendaftarkan harta berharga tersebut atas nama istri dan suami tidak memiliki kuasa apapun dalam kepemilikan benda tesebut. Dalam prakteknya, suami Korea harus dan pasti mendengar pendapat istrinya dan akan lebih mempertimbangkan pendapat istrinya karena istri yang memiliki jaringan, dan pengetahuan tentang kondisi negara yang lebih banyak dibandingkan suami Korea
Universitas Indonesia
Perubahan dominasi..., Ainan Indallah, FIB UI, 2012.
41
BAB IV Kesimpulan
Dari hasil interpretasi sejumlah wawancara, dapat disimpulkan bahwa mereka yang melakukan perkawinan antarbangsa pada umumnya adalah mereka yang memiliki banyak kesempatan berinteraksi dengan orang asing, baik pada saat mereka tinggal di Indonesia maupun saat mereka berada di luar negeri. Perkawinan antarbangsa terjadi tidak selalu merupakan implementasi ketertarikan antara pria Korea Selatan yang tertarik dengan budaya Indonesia atau wanita Indonesia yang tertarik dengan budaya Korea Selatan. Perkawinan antarbangsa terjadi sama seperti perkawinan sesama bangsa, yakni karena faktor rasa cinta, visi-misi hidup, serta hobi yang sama.pelaksanaan perkawinan antarbangsa telah diatur dalam Pasal 57 UU Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974. Namun dalam pelaksanaannya UU ini masih menyulitkan keluarga perkawinan antarbangsa yang memiliki banyak pungutan biaya. Dalam aktivitas rumah tangga, suami Korea yang tinggal di Indonesia tidak sungkan untuk menerima budaya Indonesia yang mau tidak mau harus dihadapi karena realita mereka yang sekarang sedang hidup di negara orang lain. Dalam penelitian ini dapat digambarkan bahwa adanya reproduksi budaya melalui perkawinan
antarbangsa,
karena
masing-masing
pasangan
masih
tetap
mempertahankan budayanya yang telah dalam kehidupannya masing-masing, meskipun mereka telah menikah dengan pasangan yang berbeda negara dan lambat laun ada budaya yang tertular kepada pasangannya. Pada umumnya pasangan yang dapat mempertahankan perkawinan antarbangsa karena didukung oleh latar belakang pendidikan dan profesi yang sebanding, dan juga kareana masing masing individu dapat memahami adanya perbedaan budaya dalam perkawinan mereka. Selain itu dalam praktek perkawinan antarbangsa Korea Selatan – Indonesia, suami Korea dengan kebesaran hati mereka mampu menyerahkan keputusan rumah tangga yang berkaitan dengan kelangsungan hidup mereka di Indonesia kepada istri mereka. Padahal dalam tradisi Konfusianisme yang banyak dianut ajarannya oleh orang Korea Selatan, 41 seharusnya suami memiliki dominasi
Universitas Indonesia
Perubahan dominasi..., Ainan Indallah, FIB UI, 2012.
42
yang sangat kuat pada rumah tangga. Namun sehubungan mereka tinggal di wilayah istri, maka tempat tinggal memiliki pengaruh terhadap dominasi pada suami Korea. Hasil penelitian ini sama seperti teori Cunningham yang meneliti pengaruh tempat tinggal terhadap perkawinan antarbangsa di desa Kpetma dan penelitian Choi Yoon Joon yang meneliti perubahan dominasi pada pasangan Korea Selatan yang memilih tinggal di Amerika Serikat.
Universitas Indonesia
Perubahan dominasi..., Ainan Indallah, FIB UI, 2012.
43
DAFTAR PUSTAKA
Sumber buku: Budiman, Arief, Pembagian Kerja Secara Seksual, Gramedia, 1985, Jakarta. Cunningham, Kiran. (1996). Let’s Come to My Place : Residence, Gender and Power in a Mende Community. London: Sage Publication Chun Shin Young. (1987). Korean Society. New York: The Macmillan Company Choi Yoon Joon. (2011). Determinants of Clergy Behaviors Promoting Safety of Battered Korean Immigrant Women. Virginia Commonwealth University Richmond Gennep, Arnold van. (1960). The Rites of Passage: A Classic Study of Cultural Celebrations. Chicago: The University of Chicago Press Horsley, G. (1996). In laws: A Guide to Extended Family Therapy. New York, NY: John Wiley & Sons Inc. Jacobs, Norman. (1985). The Korean Road to Modernization and Development. Urbana: University of of Illinois Press Kim Choong Soon. (2007). Kimchi and IT. Seoul: Ilchokak Kim, B. L. (1996). Korean families. In M. McGoldrick, J. Giordano, & J. K. Pearce (Eds.), Ethnicity and family therapy (pp. 281-294). New York: The Guilford Press. Kim, S. C. (1997). Korean American families. In E. Lee (Ed.), Working with Asian Americans: A guide for clinicians (pp. 125-135). New York: The Guilford Press. Koentjaraningrat (1974). Pengatntar Antropologi. Jakarta. Aksara Baru Laswell, M., & Laswell, T. (1987). Marriage and the family. Los Angeles: Wadsworth Publishing Co. Lee Kwang Kyu. (1984) Family and Religion in Traditional and Contemporary Korea. Senri Ethnological Studies II Papafragos, Hartati. (2008). PerkawinanAntarbangsa : Love and Shock!. Jakarta: Penerbit Erlangga S. Crane, Paul (1978). Korean Pattern. Seoul: Seoul Press
Universitas Indonesia
Perubahan dominasi..., Ainan Indallah, FIB UI, 2012.
44
Segalen, Martine. (1996) Family’s Sociological. Paris: Arnand Colin Spickard , Paul R. (1991). Mixed Blood : Intermarriage & Ethnic: Intermarriage And Ethnic Identity In Twentieth Century America. Wisconsin: University of Wisconsin Press. Sumber jurnal: Chambon, A. (1989). Refuge families’ experiences: Three family themes – Family disruption, violent trauma, and acculturation. Journal of Strategic and Systemic Therapies, 8(2), 3-13. Kibria, N. (1990). Power, patriarchy, and gender conflict in the Vietnamese immigrant community. Gender and Society, 4(1), 9-24. doi: 10.1177/089124390004001002 Qiu, Renzong (2009). Sexual Rights and Gender Roles in a Religious Context. International Journal of Gynecology and Obstetrics, 106(2), 151-155
Sumber artikel: Goldhaber, Michael. (1983) “Microelectronic Networks: A New Worker’s Culture in Formation”. The Critical Communications Review, Volume 1: Labour, the Working Class and the Media. New Jersey: Ablex Pubilshing Corp. Kim Andrew Engi.(2009) Global Migration and South Korea: Foreign Workers, Foreign Brides, and The Making of Cultural Society. Ethnic and Racial Studies. Volume 32. No 1 Min P. G. (1988). The Korean American family. In C. H. Mindel, R. W. Habenstein, & R.Wright (Eds.), Ethnic families in America: Patterns and variations (pp. 199-229). NewYork: Elseview. Moon S. S. (2005). Domestic violence in the Korean American community: A multicultural, multimodal, multisystems approach. In T. D. Nguyen (Ed.), Domestic violence in Asian American communities: A cultural overview (pp. 71-88). Lanham: Lexington Books. Seol Dong Hoon. (2010). Which Multiculturalism? Discourse of the Incorporation of Immigrants into Korean Society. Korea Observer, 41(4), 593 Tran, C. G., & Jardins, K. D. (2000). Domestic violence in Vietnamese refuge and Korean immigrant communities. In J. L. Chin (Ed.), Relationships among Asian American women (pp. 71-96). Washington, DC: American Psychological Association.
Universitas Indonesia
Perubahan dominasi..., Ainan Indallah, FIB UI, 2012.
45
Sumber makalah presentasi: In Jin Yoon, Young Ho Song, Young Joon Bae (2008, August). South Koreans' Attitudes toward Foreigners, Minorities and Multiculturalism. Presentation at the annual meeting of the American Sociological Association, Boston, MA. Seol Dong Hong. (2005, December). Women Marriage Immigrants in Korea: Immigration Process and Adaptation. Presented at the 9th lunch seminar in 2005, organized by the Center for Asia-Pacific Area Studies (CAPAS), Academia Sinica, Taiwan Tseng, W.S., Mc Demott, J. F., &Maretzki, T. W. (1977).Adjusment in Intercultural Marriage. Honolulu: The University Press of Hawaii Sumber internet : (25 Maret 2010). Marriage Rate Continues to Drop. Diunduh pada 24 Februari 2012. http://english.chosun.com/site/data/html_dir/2010/03/25/2010032500395.htm l
(24 Januari 2011). Indonesia Diminati Mahasiswa Korea. Diunduh pada 26 Februari 2012 http://edukasi.kompas.com/read/2012/01/24/0952418/Indonesia.Diminati.Ma hasiswa.Korea
Religion. Diunduh pada 29 Maret 2012. http://www.korea.net/aboutKorea/Korean-Life/Religion
Universitas Indonesia
Perubahan dominasi..., Ainan Indallah, FIB UI, 2012.
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Jumlah Artikel yang Memuat Konten Damunhwa (
, Multikulturalisme)…………………………………………..15
Tabel 2.2Jumlah Kasus dan Rasio Perkawinan Antarbangsa di Korea Tahun 1990 – 2004................................................................................16 Tabel 2.3Asal Negara Wanita Asing yang Melakukan Perkawinan Antarbangsa dengan Pria Korea di Korea Selatan Dilihat dari Jumlah Perkawinan Antarbangsa di Korea Selatan Tahun 2005...........................................17 Tabel 2.4 Kekerasan yang Kerap Terjadi Dalam Perkawinan Antarbangsa di Korea.....21
xi
Perubahan dominasi..., Ainan Indallah, FIB UI, 2012.
Universitas Indonesia
LAMPIRAN 1
PEDOMAN WAWANCARA
Data suami Korea Nama
:
Agama
:
Umur
:
Umur Ketika Menikah
:
Pendidikan Terakhir
:
Pekerjaan Sebelum Menikah
:
Pekerjaan Setelah Menikah
:
Kemampuan Bahasa Indonesia
:
Anak ke dari
:
Negara yang Pernah Dikunjungi
:
Data istri Indonesia Nama
:
Agama
:
Domisili di Indonesia
:
Umur
:
Umur Ketika Menikah
:
Pendidikan Terakhir
:
Pekerjaan Sebelum Menikah
:
Pekerjaan Setelah Menikah
:
Kemampuan Bahasa Korea
:
Anak ke dari
:
Negara yang Pernah Dikunjungi
:
Data Anak Jumlah Anak
:
Jenis Kelamin Anak
:
Umur Anak
:
Kemampuan Anak dalam Bahasa Korea
: Universitas Indonesia
Perubahan dominasi..., Ainan Indallah, FIB UI, 2012.
LAMPIRAN 2
Aspek Perkawinan
1. Di mana Ibu dan suami pertama kali bertemu? Sudah berapa lama kenal sebelum memtuskan untuk menikah? 2. Apakah ini perkawinan pertama bagi Ibu dan suami? 3. Bagaimana reaksi keluarga Ibu ketika anda memutuskan untuk menikah dengan laki laki Korea? 4.
,
?
(Bagaimana reaksi keluarga Bapak ketika anda memutuskan untuk menikah dengan wanita Indonesia?) 5. Bagaimana pengambilan keputusan penting dalam rumah tangga? Siapa yang mengambil keputusan? 6. Bagaimana pembagian peran suami dan istri dalam rumah tangga? 7. Di antara ibu dan suami, siapa yang paling banyak menghabiskan waktu bersama anak? 8. Apa saja kegiatan keluarga saat akhir pekan? 9. Apakah suami Ibu memiliki peran dalam mengurus anak? Jika ada, contohnya apa? 10. Bagaimana hubungan Ibu dengan keluarga Ibu setelah menikah dengan suami Korea? 11. Bagaimana hubungan Ibu dengan keluarga suami setelah menikah? Komunikasi bagaimana? Biasanya dengan bahasa apa? 12.
?
?
(Bagaimana hubungan Bapak dengan keluarga istri? Biasanya berkomunikasi dengan bahasa apa?) 13. Siapa yang mengurus urusan administrasi suami seperti KITAS? 14. Bagaimana kewarganegaraan anak? 15. Apakah dengan tinggal di Indonesia (negara istri), Ibu memiliki dominasi yang hampir setara dari suami Ibu? Jika iya, apa alasannya? 16.
?
, ? (Apakah Bapak masih
Universitas Indonesia Perubahan dominasi..., Ainan Indallah, FIB UI, 2012.
berkearganegaraan Korea? Jika ya, mengapa tidak memilih pindah menjadi warganegara Indonesia?) 17.
1
? (Dalam setahun, berapa kali
Bapak kembali ke Korea?) 18.
? (Apakah setiap kembali ke Korea selalu mengajak istri dan anak anak?)
19.
,
? (Jika saat berdiskusi dengan istri, pendapat Bapak dan istri berbeda, apakah Bapak 마마 menyerahkan keputusan kepada istri karena pertimbangan istri adalah WNI yang lebih mengetahui kondisi Jakarta serta memiliki relasi yang lebih banyak daripada Bapak?)
Aspek Ekonomi 20. Siapa yang menjadi penyokong utama dalam ekonomi keluarga? 21. Bagaimana dengan hak kepemilikan rumah dan tanah di Indonesia? Mengingat warga negara asing tidak dapat memiliki hak kepemilikan rumah atau tanah di Indonesia. 22. Siapa yang mengelola keuangan rumah tangga?
Aspek Sosial 23. Apakah Ibu mengikuti organisasi yang berhubungan dengan Korea – Indonesia? 24. Jika ya, nama organisasi apa? 25.
? ?
, ? (Apakah Bapak aktif dalam
organisasi perkumpulan orang Korea?Jika ya, nama organisasi apa dan dalam bidang apa?)
Universitas Indonesia Perubahan dominasi..., Ainan Indallah, FIB UI, 2012.
Aspek Budaya dan Bahasa 1.
? (Bagaimana Bapak bisa mempelajari bahasa Indonesia?)
2.
? (Apakah Bapak sudah merasa cocok dengan kebudayaan Indonesia?)
3.
,
?
(Sekarang Bapak tinggal di Indonesia, apakah Bapak sudah nyaman dengan peraturan administrasi dan berhubungan dengan masyarakat Indonesia?) 4. Bahasa apa yang digunakan ketika anak berbicara dengan suami? 5. Jika Korea, dari mana anak Ibu dapat belajar bahasa Korea? 6. Bahasa apa yang digunakan saat anda berbicara dengan anak? 7. Dalam keseharian, bahasa apa yang digunakan? Saat berkumpul bersama?
Universitas Indonesia Perubahan dominasi..., Ainan Indallah, FIB UI, 2012.