eJournal Ilmu Hubungan Internasional, 2016, 4 (2) 359-370 ISSN 2477-2623, ejournal.hi.fisip-unmul.ac.id © Copyright 2016
ANALISIS KERJASAMA PRODUKSI PESAWAT TEMPUR KF-X/IFX ANTARA INDONESIA - KOREA SELATAN Noor Novisa Agustiara1 Nim. 1102045067 Abstract The sovereignty of a country is an authentic rights that must be owned by a country. One characteristic of a country that has sovereignty intact is having distinct territory. Air space above the territory of Indonesia can’t be separated from the threat like passed of other countries plane with low altitude without permission and can be considered to threaten the national security of Indonesia. With the existing threats, Indonesia in cooperation with South Korea in the manufacture of jet fighter for maintain territorial sovereignty Indonesia. The characteristics of this research is eksplanatif with qualitative analysis technique, by using national interest concept and military security theory. The results of this study were Indonesian reasons to cooperate manufacture of jet fighter to achieve self-reliance of defense equipment, develop engineering capabilities of Indonesian engineers and to strengthen security system and protect the airspace Indonesia. Keywords :Indonesia-South Korea, cooperation, jet fighter, KF-X/IF-X. Pendahuluan Kedaulatan suatu negara merupakan suatu hak hakiki yang harus dimiliki oleh suatu negara. Negara yang berdaulat mempunyai hak untuk menentukan segala urusan dalam negeri dan urusan luar negeri. Salah satu ciri negara yang memiliki kedaulatan yang utuh adalah memiliki wilayah teritorial yang jelas. Wilayah teritorial dibagi menjadi wilayah darat, laut dan udara. Untuk negara kepulauan seperti Indonesia maka wilayah teritorialnya terdiri dari darat, laut, kepulauan dan udara. Ruang udara yang berada di atas wilayah daratan maupun laut Indonesia juga tidak terlepas dari ancaman berupa melintasnya pesawat negara lain tanpa izin. Ancaman yang datang bisa jadi berupa pesawat militer negara lain yang melintas dengan ketinggian yang rendah dan dapat dianggap mengancam keamanan nasional Indonesia. Pesawat asing, baik itu berupa pesawat komersial maupun pesawat militer sebenarnya dapat di perbolehkan untuk melintas jika ada pemberitahuan dan izin dari pemerintah Indonesia. Namun yang banyak terjadi adalah pesawat-pesawat tersebut melintas tanpa izin dan melanggar kedaulatan udara Indonesia.
1
Mahasiswa Program S1 Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman, Nim: 1102045067. Email:
[email protected]
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 4, Nomor 2, 2016: 359-370
Indonesia dituntut untuk bisa mengatasi setiap ancaman dan gangguan yang datang dari dalam maupun luar negeri. Untuk mengatasi ancaman dan gangguan di wilayah udara, Indonesia harus memperkuat pertahanan negaranya, dengan memodernisasi senjata militer dan berusaha untuk memproduksi senjata militernya agar tidak harus bergantung secara terus menerus kepada negara lain. Alutsista yang mutlak diperlukan dalam pengawasan wilayah udara adalah berupa pesawat tempur. Korea Selatan sebagai salah satu negara Asia Pasifik yang tumbuh menjadi negara dengan ekonomi yang tinggi dan seiring dengan itu pertumbuhan teknologi di Korea Selatan semakin mendunia. Oleh sebab itu Indonesia menjalin kerjasama dengan Korea Selatan dalam hal pengadaan alutsista karena kecenderungan yang terjadi selama ini adalah Korea Selatan selalu menyertakan ToT atau Transfer of Technology dalam bidang industri pertahanan kepada Indonesia. Pada tanggal 6 Maret 2009, Korsel melalui DAPA (Defense Acquistion Program Administration) dan Indonesia melalui Departemen Pertahanan telah menandatangani Letter of Intent (LoI) proyek ini dan pada 15 Juli 2010 kedua belah pihak menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) di Seoul. Penandatanganan MoU tersebut membahas tentang kerjasama produksi Pesawat Tempur Korea (KF-X) yang merupakan pesawat tempur multi-role generasi 4,5 tingkat kemampuannya diperkenalkan melalui pengembangan Republic Of Korea. Dalam kerjasama pembuatan pesawat tempur antara Indonesia dan Korea Selatan, Korea Selatan bersedia untuk melakukan transfer of technology. Padahal tidak semua negara bersedia kerjasama dengan transfer of technology. Alih teknologi yang dilakukan oleh Korea Selatan sangat bermanfaat untuk perkembangan industri pertahanan Indonesia, dengan adanya alih teknologi maka Indonesia dapat mencapai kemandirian dibidang alutsistanya. Kerangka Dasar Teori dan Konsep Konsep Kepentingan Nasional Pengertian kepentingan nasional dapat dijelaskan dalam dua aspek. Pertama, kepentingan nasional adalah kebaikan bersama bagi masyarakat. Definisi ini melihat masyarakat sebagai sebuah komunitas, dengan hubungan yang saling menghormati, menghargai, serta mengikat anggotanya secara bersama-sama. Dengan kata lain, kepentingan nasional pada aspek ini dilihat secara umum. Yaitu sebagai ungkapan untuk kebaikan bersama bagi masyarakat. Kedua, kepentingan nasional merujuk pada prinsip berdiplomasi yang mengedepankan kebaikan bersama dari masyarakat dalam hubungannya dengan unit nasional lainnya sebagai tujuan akhir dari aksi diplomasi. Dalam hal ini kepentingan nasional merupakan tujuan negara yang ingin mempertahankan atau menambah kekuasaannya.(David W. Clinton, 1986:497-500) Menurut Nuechterlein, ada empat kepentingan dasar yang memotivasi suatu negara untuk menjalankan kepentingan nasional, yaitu: (1) Kepentingan Pertahanan, kepentingan suatu negara untuk melindungi bangsa-negara dan penduduk dari ancaman kekerasan fisik oleh negara lain; (2) Kepentingan Ekonomi, kepentingan suatu negara untuk meningkatkan ekonomi negaranya dengan menumbuhkan relasi atau kerjasama dengan negara lain; (3) Kepentingan Tatanan Dunia, kepentingan
360
Analisis Kerjasama Produksi Pesawat Tempur Indonesia-Korea Selatan (Noor Novisa A)
untuk mempertahankan politik internasional dan sistem ekonomi dimana suatu bangsa-negara merasa aman dan dimana penduduk bisa beroperasi secara damai di luar negaranya (4) Kepentingan Ideologi, kepentingan negara untuk melindungi nilainilai ideologi negaranya dari ancaman ideologi negara lain. (Simon Williams, 2012:38) Karena adanya desakan dari empat aspek tersebut, negara kemudian termotivasi untuk survive dalam politik internasional. Maka dari itu, kemudian negara menjalankan kepentingan nasionalnya. Kepentingan-kepentingan ini selanjutnya dapat ditinjau dengan dimensi atau sudut pandang dari kepentingan nasional. Dimensi atau sudut pandang dari kepentingan nasional terbagi menjadi dua, yaitu: (1) Core/Basic/Vital Interest (Kepentingan Vital), kepentingan yang sangat tinggi nilainya sehingga suatu negara bersedia untuk berperang dalam mencapainya. Contohnya yaitu melindungi daerah-daerah wilayahnya, menjaga dan melestarikan nilai-nilai hidup yang dianut suatu negara; (2) Secondary Interest (Kepentingan Sekunder), kepentingan yang meliputi segala macam keinginan yang hendak dicapai masing-masing negara, namun mereka tidak bersedia berperang dimana masih terdapat kemungkinan lain untuk mencapainya. Misalnya dengan jalan perundingan. (Anak Agung B. Perwita & Yanyan M. Yani, 2006:520) Menurut Jack C. Plano dan Roy Olton, kepentingan nasional (national interest) adalah tujuan mendasar serta faktor yang paling menentukan yang memandu para pembuat keputusan dalam merumuskan politik luar negeri. Kepentingan nasional merupakan konsepsi yang sangat umum, tetapi merupakan unsur yang menjadi kebutuhan yang sangat vital bagi negara. Unsur tersebut mencakup kelangsungan hidup bangsa dan negara, kemerdekaan, keutuhan wilayah, keamanan militer, kesejahteraan ekonomi dan prestige. (Jack C. Plano & Roy Olton, 1999:7) Dari konsep kepentingan nasional diatas, maka pada dasarnya kepentingan suatu bangsa dalam percaturan masyarakat internasional tidak terlepas dari dua hal yang menjadi tujuan utama negara tersebut, yaitu peningkatan kesejahtraan ekonomi dan prestise. (1) Kesejahteran (Welfare), Setiap negara di dunia umumnya mempunyai keinginan dan tujuan untuk meningkatkanekonomi negaranya, tujuan tersebut meliputi upaya peningkatan kesejahteraan sosial dan ekonomi masyarakat. (2) Status (Prestige), Untuk mencapai kepentingan nasional suatu negara, pemerintah juga berusaha meningkatkan citranegaranya di kancah internasional.Pandangan tradisional menyatakan bahwa sumber utama status adalah untuk kekuatan militer dan kekuasaan.Akan tetapi, seiring dengan perkembangan zaman, maka keunggulan diberbagai bidang kehidupan juga memegang peranan penting dalam meningkatkan prestige suatu bangsa, seperti tingkat perekonomian, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi bahkan prestasi olahraga. Konsep Keamanan Militer Menurut Barry Buzan, keamanan merupakan ketiadaan ancaman dari nilai-nilai yang dibutuhkan manusia dalam menjalani kehidupannya. (Barry Buzan, 1991:4) Lebih lanjut, Barry Buzan mendefinisikan lima sektor utama yang dicakup dalam pengertian keamanan, yaitu: (1) the military security yang mencakup dua tingkat pengelolaan kapabilitas persenjataan baik secara ofensif maupun defensif dan persepsi negara terhadap intensitas satu dengan yang lainnya; (2) the political security yang menitikberatkan pada stabilitas organisasi negara, ideologi, dan legitimasi pemerintahan; (3) the economic security yang mencakup pada akses sumber daya,
361
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 4, Nomor 2, 2016: 359-370
keuangan, dan pasar yang berpengaruh pada tingkat kesejahteraan dan kekuatan negara; (4) societal security yang mencakup kelangsungan tradisi yang terdiri dari bahasa, budaya, agama, identitas nasional, dan adat termasuk di dalamnya kondisi perubahan sosial yang bisa diterima; (5) environmental security yang memberi perhatian pada pemeliharaan lingkungan baik secara lokal maupun global sebagai sebuah dukungan penting terhadap sistem tempat kehidupan manusia bergantung. Kelima sektor ini tidak berdiri sendiri tetapi terikat atau saling berhubungan satu sama lain. (Barry Buzan, 1991:19-20) Menurut Morgenthau, dalam rangka menjaga kesiagaan militer suatu negara diperlukan pranata militer yang mampu mendukung politik luar negeri yang ditempuh. Kemampuan militer suatu negara sangat berperan besar dalam menghadapi ancaman keamanan dari negara lain. Lebih lanjut Morgenthau menyatakan bahwa kemampuan militer suatu negara diperoleh dari sejumlah faktor, yaitu: (1) Teknologi, nasib negara dan peradaban sering ditentukan oleh perbedaan dalam teknologi peperangan dan pihak yang lemah tidak dapat mengimbanginya dengan cara-cara yang lain. Inovasi teknologi mutlak dibutuhkan agar suatu negara tidak tertinggal teknologinya dari negara lain. Indonesia dalam upaya meningkatkan kemampuan militernya di bidang pertahanan udara memilih untuk melakukan kerjasama dengan negara lain untuk meningkatkan inovasi teknologi militernya, khususnya di bidang industri pesawat tempur; (2) Kepemimpinan, selain dari pemakaian inovasi teknologi, kualitas kepemimpinan militer selalu mempunyai pengaruh atas kekuatan nasional. Kecerdasan militer yang dimiliki pemimpin sangat dibutuhkan untuk pertahanan sebuah negara. Pemikiran-pemikiran baru dalam siasat dan taktik yang tepat untuk perang atau keamanan negaranya. Indonesia mengambil keputusan untuk meningkatkan kemampuan militernya memilih untuk melakukan kerjasama dengan negara lain, dengan cenderung memilih negara yang mau melakukan transfer of technology. (3) Kuantitas maupun kualitas angkatan bersenjata, kekuatan suatu negara juga tergantung dari kualitas orang dan senjata serta kemudian pembagiannya di antara berbagai cabang pranata militer. Suatu negara dapat mempunyai pengertian yang baik dari inovasi teknologi dalam peperangan. Para pemimpin militernya dapat unggul dalam siasat dan taktik yang tepat untuk teknik perang baru. Namun, negara seperti itu dalam segi kemiliteran dapat lemah, kalau negara itu tidak memiliki pranata militer yang dalam keseluruhannya dan dalam kekuatan bagian-bagian komponennya, tidak terlalu besar dan tidak pula terlalu kecil. Mengingat tugas yang dapat dituntut untuk dilaksanakan. (Hans J. Morgenthau, 2010:148) Untuk menjadi sebuah industri strategis atau industri pertahanan yang kuat bisa dilakukan dengan cara melihat sistem yang dibangun beberapa negara maju dalam mengembangkan industri strategisnya. Salah satu contohnya adalah Military Industrial Complex di Amerika Serikat. Military Industrial Complex ini merupakan istilah yang pertama kali diperkenalkan oleh Dwight D. Eisenhower, presiden Amerika Serikat pada saat pidatonya pada 17 Januari 1961. (www.soedagoeng.tumbler.com) Menurut Dwight D. Eisenhower, industri pertahanan di Amerika Serikat bukan hanya menjadi simbol kekuatan militer negara, tetapi juga menjadi sebuah kekuatan ekonomi yang menunjang pertumbuhan ekonomi negara. Menurut konsep Military Industrial Complex untuk menjadi industri strategis yang kuat, dibutuhkan sinegritas antara beberapa objek yaitu angkatan bersenjata negara,
362
Analisis Kerjasama Produksi Pesawat Tempur Indonesia-Korea Selatan (Noor Novisa A)
pihak legislatif dan eksekutif serta perusahaan yang merupakan industri strategis tersebut. Metode Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan yaitu bersifat Eksplanatif, dimana penulis mencoba menerangkan mengenai alasan Indonesia melakukan kerjasama dengan Korea Selatan dalam produksi pesawat tempur dan menejelaskan mengenai apa saja yang berhubungan dengan penelitan kerjsama Indonesia dengan Korea Selatan dalam produksi pesawat tempur KF-X/IF-X dari Juli 2010 hingga Desember 2015 secara intensif. Serta teknik analisa data yang digunakan penulis adalah teknik analisis data kualitatif. Hasil Penelitian Perkembangan Kerjasama Pembuatan Pesawat Tempur KF-X/IF-X Pada tahun 2011, fase pengembangan teknologi yang merupakan tahap awal dalam pembuatan pesawat tempur KF-X/IF-X sudah dimulai. Dalam tahap pengembangan teknologi ini Kementrian Pertahanan pada tanggal 17 Juli 2011 mengirimkan 37 orang teknisi pengembangan pesawat tempur KF-X/IF-X ke Korea Selatan. 37 orang teknisi ini terdiri dari 6 orang pilot pesawat tempur TNI AU, 3 orang dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kementrian Pertahanan, 24 orang teknisi dari PT. Dirgantara Indonesia dan 4 orang dosen teknik penerbangan dari Institut Teknologi Bandung. Tim ini tergabung dalam Program Manager Unit (PMU) pesawat tempur KF-X/IF-X, yang merupakan program kerjasama Indonesia dan Korea Selatan untuk pembuatan pesawat tempur KF-X/IF-X. Fase pengembangan teknologi sudah selesai dilakukan pada Desember 2012 antara PT. Dirgantara Indonesia dan Korean Aerospace Industry (KAI) serta Institut Teknologi Bandung (ITB). Rencana terakhir bila mengutip pernyataan Korean Aerospace Industry (KAI), tahun 2016 atau paling lambat 2017 sudah bisa dilakukan uji terbang (flight test). Setelah tahap Technology Development (TD) selesai maka akan masuk ke dalam fase pengembangan rekayasa teknik dan manufaktur atau Engineering Manufacturing Development (EMD). Fase pengembangan rekayasa teknik dan manufaktur seharusnya dilaksanakan pada awal tahun 2013, namun fase pengembangan rekayasa teknik dan manufaktur ini sempat tertunda dikarenakan adanya pergantian pemerintah baru di Korea Selatan dan adanya pemotongan anggaran yang masih menunggu persetujuan dari parlemen Korea Selatan. Dalam fase pengembangan rekayasa teknik dan manufaktur akan dibangun 6 buah prototype pesawat tempur KF-X/IF-X. Dalam konferensi pers yang dilakukan oleh Hight Level Committee (HLC) dan Kementerian Pertahanan dalam rangka penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) fase pengembangan rekayasa teknik dan manufaktur, menjelaskan bahwa dalam KF-X/IF-X akan membuat 6 prototype, dimana 1 unit akan diberikan ke Indonesia dan 5 akan tetap di Korea Selatan. Proses pembuatan keenam prototype tersebut akan dilaksanakan di Korea Selatan dan akan menjalani flight test di Korea Selatan dengan melibatkan test pilot dan engineer Indonesia secara aktif.
363
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 4, Nomor 2, 2016: 359-370
Selanjutnya 1 unit prototype yang akan diberikan kepada Indonesia dilakukan test dan evaluasi lanjutan. Fase pengembangan rekayasa teknik dan manufaktur dimulai pada tahun 2015, meskipun fase pengembangan rekayasa teknik dan manufaktur ini tertunda selama dua tahun namun selama tahun 2013 dan 2014 banyak sekali perkembangan terhadap proyek pembuatan pesawat tempur KF-X/IF-X. Diantaranya tim ilmuan menyelesaikan dua desain pesawat tempur KF-X/IF-X, yaitu KF-X C-103 single engine dan KF-X C-103 twin engine dan kemudian diputuskan untuk menggunakan KF-X C-103 twin engine, dimana pilihannya adalah mesin F414 atau SNECMA M88 (mesin F/A-18 Super Hornet). Terdapat dua pilihan pesawat yaitu C-103 (Sayap Konvensional) dan C-203 (Sayap Delta). Pada fase pengembangan rekayasa teknik dan manufaktur, sudah harus ditentukan desain akhir yang akan dipakai. Selain itu, jenis mesin apa pula yang akan digunakan. Pemenang tender FX-III dimenangkan oleh F-35 A, sehingga desain yang akan dipakai adalah desain C-103 (sayap konvensional). Indonesia melakukan peletakan batu pertama pembangunan hangar untuk proyek pesawat tempur KF-X/IF-X pada tanggal 2 September 2015. Peletakan batu pertama ini dilakukan oleh Sekjen Kemhan Letjen TNI Ediwan Prabowo, bersama-smaa dengan Direktur Utama PT. Dirgantara Indonesia Budi Santoso, Kabalitbang Kemhan Dr. Ir. Anne Kusmayati, M.Sc, Tim ahli KF-X/IF-X Marsdaya TNI (Pur) Eris Heryanto dan Komandan Koharmaatau (Komandan Pemeliharaan Materiil TNI AU) Marsda TNI Robert S. Marut. Pembangunan hangar pesawat KF-X/IF-X dilakukan di atas tanah seluas 4 ha dan akan selesai pada Desember 2015. Hal ini menjadi hal bersejarah bagi kebangkitan industri pertahanan nasional Indonesia dan sebagai realisasai dari program industri pertahanan Indonesia dalam rangka memperkuat sistem pertahanan dan keamanan Indonesia. Alasan Indonesia Melakukan Kerjasama Produksi Pesawat Tempur KF-X/IF-X dengan Korea Selatan Setiap negara memiliki kepentingan yang sama yaitu menjaga kedaulatan wilayahnya serta menjaga keamanan penduduknya dari berbagai macam ancaman yang dapat timbul. Baik dari dalam ataupun yang dari luar negara itu sendiri. Selain itu setiap negara pasti menginginkan untuk dapat mandiri dalam memproduksi alutsista negaranya. Begitu pula dengan Indonesia, Indonesia dituntut untuk dapat menjaga keamanan wilayah serta keamanan seluruh penduduknya. Oleh karena itu peneliti memaparkan beberapa alasan yang menyebabkan Indonesia melakukan kerjasama produksi pesawat tempur KF-X/IF-X dengan Korea Selatan, yaitu: 1. Mencapai Kemandirian Alutsista Serta Mengembangkan Kemampuan Rekayasa Insinyur Indonesia Melalui Transfer of Technology dari Korea Selatan Kemandirian dalam bidang alutsista merupakan hal yang ingin dimiliki oleh setiap negara terutama untuk negara berkembang seperti Indonesia. Selain itu dimata negara-negara Asia Tenggara Indonesia merupakan negara yang besar. Karena memiliki luas wilayah daratan dan lautan yang besar serta penduduk yang besar. Kemandirian ini akan membuat Indonesia tidak lagi sepenuhnya bergantung kepada luar negeri, walaupun mungkin dalam beberapa teknologi
364
Analisis Kerjasama Produksi Pesawat Tempur Indonesia-Korea Selatan (Noor Novisa A)
masih akan tetap mengandalkan negara lain. Seperti yang terjadi saat ini Indonesia masih belum bisa mandiri dalam bidang alutsista. Masih banyak kekurangan dalam menuju kemandirian alutsista salah satunya karena kurangnya penguasaan teknologi dan modal terhadap alutsista. Saat ini pesawat militer yang dimiliki Indonesia kebanyakan merupakan hibah pesawat militer bekas dari beberapa negara maju. Contohnya 9 unit pesawat transport C-130H Hercules dari Australia. Dari 9 unit pesawat, 4 unit diterima Indonesia dalam bentuk skema hibah dan 5 unit diterima dalam skema jual beli antar kedua negara. Pesawat Hercules memiliki tugas dasar yaitu Penerbangan Angkutan Udara Militer (PAUM). Selain untuk mengangkut pasukan Tentara Nasional Indonesia dan bahan logistik, pesawat ini juga bisa digunakan untuk misi kemanusiaan. Selain itu 24 unit pesawat tempur F-16 C/D Block 25 dari Amerika Serikat. Kedua jenis pesawat hibah yang dimiliki Indonesia tersebut pernah mengalami kecelakaan dan kemudian hancur yang mengakibatkan banyak korban jiwa dikarenakan pesawat tersebut mogok atau rusak ketika sedang terbang. Untuk memperbaiki dan memodernisasi alutsista serta untuk mencapai kemandirian dalam alutsista, Indonesia melakukan kerjasama dengan negara yang mempunyai kemampuan dalam bidang teknologi pesawat tempur. Salah satunya adalah proyek KF-X/IF-X yang dibangun bersama Korea Selatan yang diharapkan akan menambah pengalaman ahli-ahli design pesawat tempur dari Indonesia dan juga menambah pengalaman Industri Dirgantara Indonesia. Sehingga diharapkan suatu saat nanti pengalaman ini bisa digunakan untuk menciptakan hal-hal baru atau alutsista baru secara mandiri di dalam Industri Strategis Indonesia. Selain memajukan kemandirian, melalui program KF-X/IF-X ini menjadi salah satu cara Indonesia dalam rangka mengembangkan alutsista untuk kebutuhan sekarang dan masa depan dan dapat pula mengembangkan kemampuan rekayasa insinyur penerbangan Indonesia, yang berikutnya diharapkan bisa menghasilkan manfaat lanjutan yang memicu produk atau kemampuan lain sehingga dapat meningkatkan kemampuan industri pertahanan dan meningkatkan kemandirian dan sistem pertahanan strategis. Dalam proyek kerjasama dalam pembuatan pesawat tempur KF-X/IF-X ini pemerintah dan industri nasional harus sepenuhnya mendukung program nasional ini dan menjadikannya ujung tombak penguasaan teknologi serta alutsista yang dibutuhkan negara. Seperti yang dikatakan Morgenthau, dalam rangka menjaga kesiagaan militer suatu negara diperlukan pranata militer yang mampu mendukung politik luar negeri yang ditempuh. Dalam menghadapi ancaman keamanan yang dapat terjadi Indonesia harus memiliki kemampuan militer yang tangguh. Untuk memiliki kemampuan militer yang tangguh Indonesia harus memiliki sejumlah faktor tersebut, salah satunya adalah dalam bidang teknologi. Kerjasama pembuatan pesawat tempur KF-X/IF-X dengan Korea Selatan ini Indonesia mendapatkan transfer of technology yang akan menjadi inovasi teknologi dalam bidang alutsista kedirgantaraan untuk Indonesia. Dengan melakukan inovasi teknologi
365
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 4, Nomor 2, 2016: 359-370
secara mandiri dalam bidang alutsista kedirgantaraan, Indonesia dapat meningkatkan kemampuan militer yang dimilikinya. Dalam konsep Military Industrial Complex, untuk menjadi sebuah Industri pertahanan yang strategis dibutuhkan dukungan dari semua bagian dalam pemerintahan Indonesia yaitu Angkatan Udara Tentara Nasional Indonesia (TNIAU), pihak legislatif dan eksekutif yaitu Presiden, Kementerian Pertahanan, dan DPR serta perusahan nasional milik Indonesia yaitu PT. Dirgantara Indonesia untuk mengembangkan industri pertahanan strategis. Teknologi dan kemajuan yang dihasilkan dalam kerjasama pembuatan pesawat tempur KF-X/IF-X dengan Korea Selatan ini akan berdampak positif untuk Indonesia, akan membantu meningkatkan tingkat kompetitif perindustrian, menyentuh sektor besi baja, elektronik, armaments, dan lainnya agar dapat menghasilkan produk yang bersaing dengan produksi luar negeri. Kalaupun hasilnya masih sama atau kurang dapat bersaing dengan buatan luar, minimal dapat memperolehnya dengan harga yang lebih bersahabat dan melibatkan industri nasional Indonesia. 2. Memperkuat dan Melindungi Sistem Keamanan Militer Udara Indonesia Indonesia merupakan negara yang luas dan merupakan negara kepulauan. Jumlah alutsista untuk melakukan pengamanan, tidak sebanding dengan luas wilayah NKRI. Untuk menghadapi situasi dan perkembangan ancaman maupun bentuk perang yang tidak lagi konvensional, penguasaan atas teknologi bagi TNI merupakan suatu keharusan. Armada yang sangat efektif dan cocok untuk melindungi negara kepulauan adalah pesawat. Karena dengan menggunakan pesawat, Indonesia dapat mencapai titik-titik wilayah dengan cepat. Kebutuhan dalam pemenuhan alat utama sistem senjata (alutista) untuk Indonesia sangatlah penting mengingat alutsista TNI masih sangat memprihatinkan, karena sebagian besar alat utama sistem pertahanan mereka adalah warisan peralatan tahun 1960-an, 1970-an dan 1980-an. Pesawat yang dimiliki oleh TNI AU merupakan pesawat-pesawat yang sudah tidak layak terbang dikarenakan memang sudah tidak dapat mengudara karena sudah tua. Pesawat yang kemampuannya sudah tidak sesuai lagi dapat mengakibatkan kecelakaan. Seperti yang terjadi dengan pesawat hibah F-16 dari Amerika Serikat yang mengalami dua kali kecelakaan. Hal seperti inipun dapat menjadi ancaman yang bersifat internal. Oleh karena itu perlunya rejuvenation atau peremajaan pesawat untuk menghindari kecelakaan. Salah satu peremajaan dalam bidang pesawat militer yang dilakukan oleh Indonesia adalah dengan melakukan kerjasama dalam pembuatan pesawat tempur KF-X/IF-X dengan Korea Selatan. Dengan kerjasama ini Indonesia dapat memiliki pesawat tempur baru generasi 4,5 yang merupakan produksi sendiri bersama dengan negara Korea Selatan yang memiliki teknologi lebih maju daripada Indonsia. Sehingga selain maju dalam bidang penyerapan atau penguasaan teknologi dalam pesawat tempur, kerjasama pemubuatan pesawat KF-X/IF-X membuat kekuatan militer Indonesia di Asia tenggara bahkan di dunia akan semakin meningkat. Hal ini akan membuat negara lain akan semakin segan dengan bangsa Indonesia dan
366
Analisis Kerjasama Produksi Pesawat Tempur Indonesia-Korea Selatan (Noor Novisa A)
membuat indonesia tidak dipandang remeh soal perang dalam hal kepemilikian alutsista yan mulai modern. Dalam kerjasama dengan Korea Selatan, Indonesia berusaha untuk mencapai kepentingan nasionalnya untuk kebaikan bersama bagi seluruh masyarakat Indonesia. Pesawat tempur KF-X/IF-X ini digunakan Indonesia untuk dapat mencapai beberapa kepentingan nasionalnya serta melindungi keamanan negara Indonesia yang mencakup seluruh sektor utama dalam pengertian keamanan, yaitu: 1. The Military Security dimana pengelolaan kapabilitas pesawat KF-X/IF-X digunakan Indonesia untuk melindungi kedaulatan wilayah NKRI beserta keamanan penduduk Indonesia dari segala ancaman yang dapat timbul dari dalam maupun luar. Untuk itu Indonesia diharapkan memiliki perangkat keamanan nasional yang meliputi angkatan bersenjata serta sistem persenjataan yang modern. Sehingga dapat menghadapi segala ancaman yang dapat timbul dari dalam dan luar. Pesawat KF-X/IF-X ini masuk kedalam defensif aktif dari negara lain, dimana lebih digunakan Indonesia sebagai pertahanan negara. Selain itu sebagai keturut sertaan Indonesia dalam menjaga perdamaian di dunia bukan digunakan untuk menyerang negara lain. 2. The Political Security untuk mempertahankan stabilitas negara sebagai bentuk idelogi negara Indonesia dan legitimasi pemerintahan Indonesia. Dimana sebagai negara berdaulat Indonesia berusaha untuk mempertahankan kedaulatannya sebagai sebuah negara. Terutama untuk keamanan politiknya. 3. The Economic Security dimana dalam kerjasama produksi pesawat tempur KF-X/IF-X dengan Korea Selatan. Sumber daya manusia yang merupakan insinyur-insinyur penerbangan Indonesia dilibatkan dalam proses produksi pesawat tempur KF-X/IF-X karena Indonesia berusaha untuk mencapai kemandirian dalam bidang alutsista. Agar kelak dapat memproduksi alutsista sendiri dan dapat dijual ke negara lain. Sehingga dengan memiliki industri pertahanan sendiri yang mandiri, hal ini dapat menjadi kekuatan ekonomi bagi Indonesia yang kemudian menjadi penunjang pertumbuhan ekonomi Indonesia. 4. Societal Security yaitu sebagai pembentuk identitas nasional Indonesia dengan suksesnya kerjasama pembuatan pesawat tempur dengan Korea Selatan akan membuat kekuatan militer nasional Indonesia semakin disegani oleh dunia. Sehingga Indonesia tidak dipandang remeh dalam perang karena memiliki alutsista yang canggih dan merupakan hasil produksi bersama Korea Selatan. Pemaparan penulis tentang kepentingan nasional yang ingin dicapai oleh Indonesia dalam melakukan kerjasama produksi pesawat tempur KF-X/IF-X dengan Korea Selatan yaitu untuk melindungi keamanan kedaulatan negara Indonesia serta keamanan penduduknya sesuai dengan teori tentang keamanan militer yang diungkapkan oleh Barry Buzan dan senada dengan yang dikatakan oleh Nuechterlein tentang kepentingan dasar negara untuk menjalankan kepentingan nasionalnya. Merujuk pada pemaparan Jack C. Plano dan Roy Olton, kepentingan nasional merupakan tujuan mendasar serta faktor yang paling menentukan yang memandu
367
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 4, Nomor 2, 2016: 359-370
para pembuat keputusan dalam merumuskan politik luar negeri. Kepentingan nasional merupakan unsur yang menjadi kebutuhan yang sangat vital bagi negara. Salah satu dari unsur tersebut adalah prestige. Dimana dengan melakukan kerjasama dalam pembuatan pesawat tempur KF-X/IF-X Indonesia menunjukkan bahwa Indonesia mampu memiliki pesawat tempur hasil dari pembuatan atau produksi bersama dengan Korea Selatan. Hal ini menunjukkan bahwa insinyur Indonesia mampu untuk memproduksi pesawat tempur dan memungkinkan Indonesia kelak dapat memproduksi pesawat tempur sendiri secara mandiri. Melalui pesawat tempur KF-X/IF-X Indonesia berusaha meningkatkan citra negara serta identitas negara di dunia internasional. Kerjasama pembuatan pesawat tempur dengan Korea Selatan ini jika ditinjau dengan sudut pandang dari kepentingan nasional masuk kedalam kepentingan sekunder. Dimana Indonesia melakukan kerjasama ini untuk melindungi kedaulatan wilayah negaranya sebagai bentuk keamanan negaranya dan negaranegara tetangga bukan digunakan Pesawat tempur KF-X/IF-X ini akan digunakan sebagai penjaga zona terluar dari kedaulatan Indonesia, bukan digunakan menjadi senjata berperang untuk menyerang negara lain sehingga membuat perdamaian dunia terganggu karna kebijakan strategis yang dimiliki Indonesia adalah defensif aktif. Pesawat tempur ini akan ditempatkan di luar dari titik-titik landasan udara terluar di Indonesia yang memang dapat menjangkau negara-negara ASEAN, tapi hanya akan sebagai pelindung karena dapat menjangkau luasnya nusantara dan juga sebagai efek pencegahan bagi negara lain. Indonesia berusaha untuk menjaga kedaulatan wilayah negaranya dan masyarakatnya. Dengan adanya pesawat tempur KF-X/IF-X ini diharapkan dapat menghalau pesawat-pesawat yang terkadang memasuki wilayah udara Indonesia tanpa ijin dan dapat mengganggu keamanan atau bahkan menjadi ancaman kedaulatan wilayah Indonesia. Hambatan yang Dihadapi dalam Produksi Pesawat Tempur KF-X/IF-X Sebelum kerjasama pembuatan pesawat tempur KF-X/IF-X masuk ke dalam fase pengembangan rekayasa teknik dan manufaktur atau Engineering Manufacturing Development (EMD). Kerjasama pembuatan jet tempur KF-X/IF-X sempat tertunda dikarenakan pergantian Perdana Menteri di Korea Selatan dan adanya pemotongan anggaran yang masih menunggu persetujuan dari parlemen Korea Selatan. Karena penundaan yang dilakukan oleh Korea Selatan, pekerja profesional yang merupakan perwira (TNI AU) PT. Dirgantara Indonesia banyak yang menganggur sehingga kerjasama pembuatan pesawat tempur jenis KFX/IFX itu perlu ditinjau kembali. Selain itu tantangan yang harus dihadapi oleh tim pengembang KF-X/IF-X adalah masalah time line project. Prototype KF-X/IF-X diharapkan sudah mulai dibuat di tahun 2018, dan diharapkan di tahun 2023 akan mulai masuk kepada masa produksi massal tahap pertama. Di pihak Indonesia diharapkan KFX/IFX akan mulai masuk ke inventory TNI AU di tahun 2025. Jika dilihat dari time line yang dibuat, maka kemungkinan ini bisa terjadi.
368
Analisis Kerjasama Produksi Pesawat Tempur Indonesia-Korea Selatan (Noor Novisa A)
Hambatan besar yang terjadi sebelumnya juga adalah saat Indonesia masuk ke masa Pemilu 2014 lalu, dimana pemerintahan akan berganti. Yang menjadi hambatan adalah apabila pemerintah yang baru tidak mendukung proyek pembuatan peswat tempur KF-X/IF-X ini karena sampai saat ini, belum ada Undang Undang yang mengikat secara hukum yang bisa memastikan proyek KF-X/IF-X ini akan tetap berjalan walaupun pemerintah sudah berbeda. Pada akhir-akhir ini program kerjasama produksi pesawat tempur KF-X/IF-X dievaluasi oleh pemerintahan Presiden Jokowi. Menurut Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacundu, penundaan kerjasama peswat tempur ini sudah dengan berbagai pertimbagan. Menurut Menteri Pertahanan, salah satu pertimbangan itu adalah masih ada yang lebih prioritas dibandingkan dengan proyek kerjasama pembuatan pesawat tempur KF-X/IF-X. Anggaran untuk kerjasama produksi pesawat tempur ini nantinya akan digeser ke pengadaan dan perbaikan alutsista yang lain seperti pengadaan senjata ataupun alat-alat selam yang dimiliki Pasukan Komando Pasukan Katak (Kopaska). Berbeda dengan pesawat tempur yang bisa menghabiskan dana yang cukup besar, untuk pengadaan senjata dapat dilakukan dengan dana yang lebih sedikit. Namun pada tanggal 4 Desember 2015 di Kantor Kementerian Pertahanan Indonesia, Indonesia dan Korea Selatan melalui PT. Dirgantara Indonesia dan Korean Airspace Industry menandatangani perjanjian kerjasama pembuatan pesawat tempur KF-X/IFX yang disaksikan oleh Menteri Pertahanan (Menhan) Ryamizard Ryacudu dan Duta Besar (Dubes) Korsel untuk Indonesia Cho Tai Young. Penandatanganan ini dilakukan untuk melanjutkan kerjasama produksi pesawat tempur dalam fase pengembangn rekayasa teknik dan manufaktur seperti\ maintenance/sustainability, modification, dan upgrading. Kesimpulan Keamanan wilayah teritorial beserta penduduknya merupakan hal yang sangat penting bagi negara yang berdaulat. Melintasnya posawat negara lain ke dalam wilayah Indonesia tanap izin merupakan suatu ancaman yang harus bisa dihadapi oleh Indonesia. Untuk menghadapi ancaman tersebut indonesia harus Indonesia harus memperkuat pertahanan negaranya dengan melakukan modernisasi alutsista dan pesawat tempur merupakan alutsista yang mutlak harus dimiliki Indonesia untuk menjaga wilayah udaranya. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut Indonesia melakukan kerjasama industri pertahanan dengan Korea Selatan yang berupa pembuatan bersama pesawat tempur. Indonesia melakukan kerjasama karena Korea Selatan selama ini selalu menyertakan ToT atau Transfer of Technology dalam bidang industri pertahanan. Berdasarkan tujuan dilakukan penelitian ini, maka peneliti mengambil kesimpulan bahwa dengan melakukan kerjasama produksi pesawat tempur dengan Korea Selatan Indonesia memiliki beberapa alasan yaitu untuk mencapai kemandirian dalam bidang alutsista sehingga kelak Indonesia mampu untuk memproduksi sendiri alutsistanya yang berupa pesawat tempur dan produk lainnya karena mendapatkan transfer teknologi yang membuat kemampuan rekayasa insinyur Indonesia semakin maju dan
369
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 4, Nomor 2, 2016: 359-370
berkembang. Selain itu hal utama dari kerjasama ini adalah untuk memperkuat sistem keamanan militer Indonesia dan menjaga keamanan wilayah udara Indonesia. Daftar Pustaka Buku Buzan, Barry, People, States, and Fear: an Agenda for International Security Studies in the Post-Cold War (2nd edition), (London: Harvester Wheatsheaf,1991) Plano, Jack C & Olton, Roy, Kamus Hubungan Internasonal, (Diterjemahkan oleh Drs. Wawan Juanda), ( Putra Abardin, 1999 ) Morgenthau, Hans J, Politik Antar Bangsa “terj. S. Maimoen, A.M. Fatwan. Cecep Sudrajat”, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2010) Perwita, Anak Agung B. & Yani, Yanyan M., Pengantar Ilmu Habungan Internasional, Edisi kedua, (Bandung, Remaja Rosdakarya, 2006) Williams, Simon, 2012. The Role of the National Interest in the National Security Debate. (United Kingdom: Royal College of Defence Studies, 2012) Jurnal Clinton, W. David. “The National Interest: Normative Foundation. The Review of Politics.” Vol.48. No.4 (1986) World Wide Web Kementrian Luar Negeri di “Perjanjian Internasional”, terdapat di http://treaty.kemlu.go.id/index.php/treaty/index?Treaty%5Bcountry_id%5D=68 &Treaty%5Borganization_id%5D=&Treaty%5Bwork_field_id%5D=83&Treat y%5Bwork_type_id%5D=1&Treaty%5Bwork_form_id%5D=&Treaty%5Bsign ed_year%5D=&Treaty%5Bkeywords%5D=&yt0=MENCARI diakses tanggal 12 Januari 2015 Soedagoeng tumbler di “Military Industrial Complex dalam film Lor of War”, terdapat di http://soedagoeng.tumbler.com/post/4960p270111/militaryindustrial-complex-dalam-film-lor-of-war/ diakses pada tanggal 13 April 2015 Stephen Trimble di “KF-X flight test in 2016 or 2017”, terdapat di http://www.flightglobal.com/news/articles/kf-x-flight-test-in-2016-or-2017363692/ diakses tanggal 15 Juli 2015
370