TUGAS KELOMPOK PENGETAHUAN BAHAN AGROINDUSTRI Dosen pengampu: Arie Febrianto Mulyadi, STP, MP.
NAMA KELOMPOK: 1. Dewi Purwati
(125100301111016) http://blog.ub.ac.id/dewikurakura/
2. Mala Wijayanti
(125100301111096) http://blog.ub.ac.id/centrifuge/
3. Pramitha Surya N. (125100300111002) http://blog.ub.ac.id/pramithasn/ 4. Samsul Arifin
(125100301111032) http://blog.ub.ac.id/samsul/ JURUSAN/KELAS
:TIP/L
JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2013
TUGAS RESUME PENGETAHUAN BAHAN AGROINDUSTRI 1. VITAMIN Tabel perbandingan:
a. Vitamin A (Retinol) -
Kandungan dalam beberapa makanan Buah-buahan yang mengandung banyak vitamin A pada umumnya adalah buah yang matang pohon yang berwarna kunning, jingga, dan merah. Kandungan vitamin A banyak terdapat pada buah-buahan seperti pepaya, semangka, kesemek, mangga, tomat, pisang, jeruk keprok, anggur dan nanas. Pada sayuran yang mengandung vitamin A pada umumnya dari sayuran daun yang berwarna hijau tua. Sayuran daun tersebut di antaranya wortel, daun singkong, daun pepaya, daun melinjo. Daun katuk, kangkung, bayam, kentang, ubi jalar merah, dan bucis (Djing, 2005).
-
Fungsi bagi kesehatan Vitamin A sangat besar manfaatnya bagi kesehatan mata maupun kerja fungsi organ lainnya. Beberapa manfaat vitamin A di antaranya sebagai berikut (Djing, 2005): 1. Merupakan vitamin utama bagi mata yang berfungsi dalam proses penglihatan atau visual. 2. Untuk pertumbuhan serta perkembangan sel-sel organ, terutama pada hati dan mata. 3. Untuk pembuatan hormon adrenalin 4. Sebagai proses reproduksi 5. Menunjang kegiatan hormon kelenjar gondok atau tiroid. 6. Untuk regenerasi sel-sel kulit, rambut, dan kuku. 7. Meningkatkan sistem kekebalan tubuh
-
Defisiensi Pentingnya vitamin A membuat ketersediaanya dalam tubuh harus selalu dipenuhhi. Kekurangan vitamin A dapat berakibat fatal, baik pada anak-anak maupun orang dewasa. Efek yang muncul akibat kekurangan vitamin A pada anak-anak dan orang dewasa sebagai berikut (Djing, 2005): Pada anak-anak biasanya dapat menghambat pertumbuhan, mudah terserang infeksi dan peradangan serta dapat menyebabkan kebutaan atau rabun senja. Pada orang dewasa mengakibatkan kulit kering, bersisik, rambut rontok, kuku rapuh, daya tahan tubuh melemah, kekuatan otot tubuh berkurang, dan menyebabkan buta atau rabun senja.
Defisiensi vitamin menyebabkan hipovitaminosis, sebaliknya kelebihan vitamin menyebabkan hipervitaminosis. -
Suapan Anjuran Vitamin A memiliki sifat mudah teroksidasi dan tidak stabil pada pH asam namun stabil pada pH netral dan basa. Pada vitamin A jumlah yang
dianjurkan adalah 700 microgram untuk wanita, 900 microgram untuk pria, 770 untuk wanita hamil dan 1200 untuk wanita menyusui (medicastore.com). Kebutuhan harian vitamin A dipenuhi dari 75% dari retinol (sebagai ester asam lemak, terutama retinil palmitat) dan 25% karotenoid dan karotenoid provitamin A lainnya. Berhubung pemutusan karotenoid sangat terbatas , paling sedikit dibutuhkan 6 g β-karoten untuk menghasilkan 1 g retinol. -
Kehilangan akibat pemanasan (pengolahan) dan penyimpanan Vitamin A mudah rusak oleh karenakenaikan suhu dan sinar di sekelilingnya. Sifat dari vitamin A yaitu tahan terhadap panas, cahaya dan alkali. Tetapi tidak tahan terhadap asam dan oksidasi. Menurut Begum (2009), walaupun pemanasan merupakan cara yang paling penting untuk memperpanjang daya simpan suatu bahan, namun dapat berpengaruh menurunkan
zat-zat
makanan yang terkandung dalam bahan tersebut dan ini sangat tergantung pada berat/lamanya proses pemanasan. Pengaruh panas terhadap nilai gizi tidak hanya dipengaruhi oleh faktor suhu saja, tetapi juga dipengaruhi lama waktu pemanasan. Sebenarnya tidak ada perbedaan nilai gizi suatu bahan akibat pemanasan, selama pemanasan yang diterapkan tidak berlebihan dan tidak terlalu lama. vitamin A (βkaroten) dapat rusak akibat pemanasan. Vitamin A akan stabil dalam kondisi ruang hampa udara, namun akan cepat rusak ketika dipanaskan dengan adanya oksigen, terutama pada suhu tinggi. Vitamin tersebut akan rusak seluruhnya apabila
dioksidasi dan didehidrogenasi. Pengukusan menghasilkan kerusakan
lebih sedikit dibandingkan perebusan (Rahayu, 2012). Penanganan, penyimpanan dan pengawetan bahan pangan sering menyebabkan terjadinya perubahan nilai gizi. Selama penyimpanan kandungan vitamin A dapat menga lami penurunan terus menerus hingga menjadi rusak. Penyimpanan dalam suhu kamar kamar, penguapan air menyebabkan struktur sel yang semula utuh menjadi layu sehingga enzim askorbat oksidase akan dibebaskan dengan cara kontak langsung dengan asam askorbat dan akibatnya vitamin A mengalami kerusakan. Penyimpanan buah-buahan pada kondisi yang menyebabkan kelayuan akan menurunkan kandungan vitamin A dan C dengan cepat karena adanya proses respirasi dan oksidasi (Rahayu, 2012).
b. B1 (Tiamin) -
Kandungan dalam beberapa makanan Vitamin B1 juga membantu dalam memproduksi energi. Sumber Vitamin B1 adalah biji-bijian yang masih mengandung kulit ari, kecambah, gandum, sayur-sayuran, kacang-kacangan kering, ercis, dan lain-lain. Contohnya adalah kacang polong, kacang, beras merah, selada air, asparagus, bayam, kubis Brussel, kembang kol, pecan dan kacang Brazil (Utami, 2010).
-
Fungsi bagi kesehatan Tiamin berfungsi sebagai koenzim dalam metabolisme karbohidrat. Tiamin dapat diserap oleh tubuh, lalu disimpan di organ hati, jantung, otak, ginjal, dan otot dalam jumlah terbatas. Namun, jika jumlahnya berlebihan, tubuh akan mengeluarkannya melalui urine (Utami, 2010).
-
Defisiensi Defisiensi pada vitamin B1 (Tiamin) adalah sebagai berikut (Utami, 2010). Penyekit beri-beri. Hal ini dapat terjadi jika beras yang dikonsumsi digiling sempurna atau pada anak yang menderita penyakit (gangguan pencernaan) menahun, seperti diare kronis. Terganggunya fungsi susunan saraf pusat. Energi dalam susunan saraf pusat hampir seluruhnya tergantung pada metabolisme karbohidrat. Jika terjadi kekurangan tiamin, penggunaan glukosa oleh jaringan saraf menurun 50-60%. Sel-sel neuron susunan saraf pusat akan membengkak dan mudah terangsang sehingga akan timbuk rasa sakit yang memanca sepanjang perjalanan satu saraf perifer atau lebih. Pada keadaan yang lebih berat dapat terjadi paralisis dan atrofi otot yang menyebabkan kelemahan hebat. Melemahnya otot jantung dan terganggunya sirkulasi darah. Gangguan saluran cerna, seperti indigesti, konstipasi berat, anoreksia, dan atoni lambung. Semua efek tersebut terjadi karena otot polos dan kelenjar-kelenjar saluran cerna tidak mendapatkan cukup energi dari metabolisme karbohidrat.
-
Suapan Anjuran Untuk vitamin B1 jumlah pengkonsumsian yang dianjurkan adalah 1.1 miligram untuk wanita, 1.2 miligram untuk pria,dan 1.4 miligram untuk wanita hamil atau menyusui (Arta, 2013).
-
Kehilangan akibat pemanasan (pengolahan) dan penyimpanan Tiamin dapat larut dalam air dan tidak tahan panas. Karena itu, tiamin akan
menghilang dari bahan makanan yang direbus dan mudah dihancurkan oleh panas dalam media netral. Tiamin bersifat tidak stabil terhadap panas, tapi stabil selama pembekuan, tidak stabil terhadap uv, iradiasi gamma yang terdekomposisi pada suhu tinggi. Kandungan vitamin B1 akan rusak apabila disimpan dengan cara penyimpanan dicampur, penyimpanan yang baik adalah dikelompok-kan berdasarkan
jenisnya dan disusun rapi/teratur. Jangka waktu simpan terlalu lama dapat meningkatkan kerusakan kandungan vitamin semakin besar (Utami, 2010). c. B2 (Riboflavin) -
Kandungan dalam beberapa makanan Beberapa makanan yang banyak mengandung vitamin B2 (Riboflavin) adalah ada dalam hati sapi, daging sapi, ayam, salmon liar, telur, jamur, kacang-kacangan, almond, bayam, brokoli dan asparagus (Youngson, 2005).
-
Fungsi bagi kesehatan Vitamin B2 berperan penting dalam metabolisme energi, antioksidan untuk melindungi dari radikal bebas, pembentukan sel darah merah yang kaya oksigen, mengkonversi vitamin B6 dan asam folat, manfaat bagi sistem saraf, pemeliharaan organ tubuh, dan pertumbuhan secara umum (Youngson, 2005).
-
Defisiensi Defisiensi riboflavin pada manusia umumnya tidak menimbulkan gejala yang berat. Gejala yang umum terjadi di antaranya gangguan pencernaan, rasa seperti terbakar pada kulit dan mata, retak-retak pada kornea dan sudut mulut, sakit kepala, depresi mental, dan pelupa. Gejala yang khas muncul adalah dermatitis bersisik halus pada sudut lubang hidung dan mata sering mengeluarkan air (Utami, 2010).
-
Suapan Anjuran Pada vitamin B2 jumlah yang dianjurkan adalah 1.1 miligram untuk wanita, 1.3 untuk pria, 1.4 untuk wanita hamil dan 1.6 untuk wanita menyusui (Youngson, 2005) .
-
Kehilangan akibat pemanasan (pengolahan) dan penyimpanan Menurut Febrianto (2013), sifat dari vitamin B1 antara lain yaitu; sedikit larut terhadap air, agak stabil terhadap panas, lebih stabil daripada tiamin dan peka terhadap sinar matahari. Oleh karena itu pemanasan dilakukan
tidak boleh pada suhu yang terlalu tinggi dan penyimpanan yang baik dilakukan pada suhu ruang yang tidak terkontaminasi langsung dengan paparan sinar matahari. Penyimpanan yang dilakukan juga tidak boleh terlalu lama, hal ini akan mempengaruhi kualitas dari bahan dan vitamin didalamnya. d. Asam Nikotinat -
Kandungan dalam beberapa makanan Vitamin niasin disebut juga antipelagra atau asamnikotinat, yang memiliki rumus kimia C6H5O6N. Vitamin ini berfungsi memelihara aktivitas metabolism karbohidrat dan lemak serta memelihara fungsi saraf, kulit dan system perncernaan. Vitamin niasin terdapat pada sayuran hijau, hati, daging dan telur. Sumber makanan lainnya yaitu; daging, unggas, jeroan (hati2 mengkonsumsinya bila anda terkena penyakit diabetes, tekanan darah tinggi, kolesterol), kacang (Karmana, 2005).
-
Fungsi bagi kesehatan Asam nikotinat berfungsi untuk memelihara fungsi saraf, kulit serta system pencernaan. Niasin Berkhasiat untuk semua kelainan fraksi lemak. Golongan ini mempengaruhi aktivitas enzim lipoprtein lipase sehingga terjadi penurunan prosuksi VLDL di hati. Akibatnya kadar kolesterol total, kolesterolLDL dan trigliserida menurun. Niasin juga dapat meningkatkan kolesterolLDL (Dalimartha, 2007).
-
Defisiensi Defisiensi niasin akan menyebabkan kulit menjadi kasar (pellagra), maag, liver, tingginya kadar gula darah dan sulit tidur (insomnia). Efek samping golongan ini bisa menimbulkan pelebaran (vasodolitas) pembuluh darah kulit yaitu kulih menjadi merah dan terasa panas (flushing). Disamping itu bisa timbul sakit kepala, berdebar, gatal dikulit, toksik terhadap hati, meningkatkan kadar asam urat darah, timbulnya resistensi insulin, naiknya kadar glukosa darah, dan gangguan saluran cerna (Dalimartha, 2007).
-
Suapan Anjuran Pada Asam Nikotinat (Niacin) jumlah yang dianjurkan adalah 14 miligram untuk wanita dan 16 miligram untuk pria. Konsumsi niasin sangat diperlukan untuk wanita menyusui. Rata-rata kebutuhan vitamin niasin (vitamin B3) per hari yaitu 20mg (Arta, 2013).
-
Kehilangan akibat pemanasan (pengolahan) dan penyimpanan Pemanasan kembali sayuran beku dapat menghilangkan niasin sebesar 12%.
Namunpada beberapa kasus kehilangannya bisa mencapai 26%, dimana dua per tiganyadisebabkan
oleh
leaching.
Pemanasan,
konsentrasi
dan
dehidrasi
mempengaruhi jumlah dan bentuk vitamin B3. Pada proses penyimpanan yang baik dilakukan pada suhu ruang atau dalam lemari es dengan catatan durasi waktu yang tidak boleh lebih dari 1 minggu (Arta, 2013). e. Vitamin C (Asam Askorbat) -
Kandungan dalam beberapa makanan Vitamin C pada umumnya hanya terdapat di dalam pangan nabati, yaitu
sayur dan buah terutama yang asam, seperti jeruk, nanas, rambutan, papaya, gandaria, dan tomat. Vitamin C juga banyak terdapat di dalam sayuran, daundaunan, dan jenis kol. Kandungan vitamin C beberapa bahan makanan dapat dilihat pada table berikut (Almatsier, 2004). Tabel nilai vitamin C berbagai bahan makanan (mg/100 gram) Bahan Makanan
Mg
Bahan Makanan
275 Daun singkong Daun Katuk
Mg 197
200
Jambu Monyet Buah Gandaria (masak)
110
Daun Melinjo
150
Jambu Biji
95
Daun Pepaya
140
Pepaya
78
Sawi
102
Mangga Muda
65
Kol
50
Mangga Masak Pohon
41
Kol Kembang
65
Durian
53
Bayam
60
Kedondong (masak)
50
Kemangi
50
Jeruk Manis
49
Tomat Masak
40
Jeruk Nipis
27
Kangkung
30
Nanas
24
Ketela Pohon Kuning
30
Rambutan
58
-
Fungsi bagi kesehatan Vitamin C mempunyai banyak fungsi di dalam tubuh. Diantaranya adalah
(Almatsier, 2004): 1. Sintesis Kolagen Vitamin C dibutuhkan untuk hidroksilasi prolin dan lisin menjadi hidroksiprolin, bahan penting dalam pembentukan kolagen. Kolagen merupakan senyawa protein yang mempengaruhi integritas struktur sel disemua jaringan ikat, seperti pada tulang awan, matriks tulang, dentin gigi, membrane kapiler, kulit dan tendon (urat oto). Dengan demikian, vitamin C berperan dalam penyembuhan luka, patah tulang, perdarahan di bawah kulit dan perdarahan di gusi. 2. Sintesis Karnitin, Noradrenalin, Serotonin, dan Lain-lain. Karnitin memegang peran dalam mengangkut asam lemak-rantai panjang kedalam mitikondria untuk dioksidasi. Karnitin menurun pada devisiensi vitamin C yang disertai rasa lemah dan lelah. 3. Absorbsi dan Metabolisme Besi Vitamin C mereduksi besi feri menjadi fero dalam usus halus sehingga mudah di absorbs. Vitamin C menghambat pembentukan homosiderin yang sukar dimobilisasi untuk membebaskan besi bila diperlukan. Absorpsi besi dalam bentuk nonhem meningkat empat kali lipat bila ada vitamin C. Vitamin C berperan dalam memindahkan besi dari transferin di dalam plasma ke feritin hati. 4. Absorpsi Kalsium Vitamin C juga membantu dalam absorpsi kalsium dengan menjaga agar kalsium berada dalam bentuk larutan. 5. Mencegah Infeksi Vitamin C meningkatkan daya tahan terhadap infeksi, kemungkinan karena pemeliharaan terhadap membrane mukosa atau pengaruh terhadap fungsi kekebalan. -
Defisiensi Kekurangan vitamin C menyebabkan sariawan di mulut, kulit cenderung kasar, gusi tidak sehat hingga gigi mudah goyah dan tanggal, mudah terjadi perdarahan di bawah kulit (sekitar mata dan gusi), cepat lelah, otot lemah, luka sukar sembuh, mudah mengalami depresi, gampang terkena anemia dengan gejala-gejala kelelahan sakit kepala dan lekas marah.
Kekurangan vitamin C berat menyebabkan penyakit kudisan. Sedangkan keracunan vitamin C terjadi jika terlalu banyak konsumsi suplemen vitamin C berlebihan. Efek keracunan vitamin C tidak akan terjadi jika vitamin C yang dimakan berasal dan makanan, buah – buahan dan sayuran. Efek dari kelebihan konsumsi suplemen vitamin C overdosis antara lain; diare, mual, muntah, mulas, kram perut, sakit kepala, insomnia dan batu ginjal (Almatsier, 2004). -
Suapan Anjuran Pada vitamin C jumlah yang di ajurkan adalah 75 miligram untuk wanita, 90 miligram untuk pria, 80 miligram untuk wanita hamil, 120 miligram untuk wanita menyusui dan 35 miligram lebih untuk perokok (Arta, 2013). Batas maksimal vitamin C yang masih dapat diterima oleh tubuh adalah 2000 mg/hr, melebihi dari dosis tersebut dapat menyebabkan keracunan. Ketika seseorang mengkonsumsi sejumlah besar vitamin C dalam bentuk suplemen
dalam
jangka
panjang,
tubuh
menyesuaikannya
dengan
menghancurkan dan mengeluarkan kelebihan vitamin C dari pada biasanya. Jika konsumsi kemudian secara tiba-tiba dikurangi, tubuh tidak akan menghentikan proses ini, sehingga menyebabkan penyakit kudisan. -
Kehilangan akibat pemanasan (pengolahan) dan penyimpanan Vitamin C mudah sekali terdegradasi, baik oleh emperatur, cahaya maupun udara sekitar. Vitamin C bersifat mudah larut dalam air, akibatnya sangat mudah hilang akibat luka di permukaan atau pada waktu pemotongan bahan pangan. Menurut Safaryani et al. (2007) terdapat pengaruh
interaksi
antara suhu dengan lama penyimpanan terhadap penurunan kadar vitamin C pada brokoli. Secara umum reaksi oksidasi vitamin C ada dua macam yaitu proses oksidasi spontan dan tidak spontan. Proses oksidasi spontan adalah oksidasi yang terjadi tanpa menggunakan enzim atau katalisator, sedangkan oksidasi tidak spontan terjadi dengan adanya penambahan enzim atau katalisator, misalnya enzim glutation. Menurut Rachmawati et al. (2009) penyimpanan buah berpengaruh terhadap kadar vitamin C, kandungan vitamin C tertinggi pada cabai rawit putih terdapat pada kontrol (tidak disimpan) yaitu 59,9 mg/100 ml. Selama penyimpanan kandungan vitamin C pada cabai rawit putih menga lami penurunan terus
menerus
hingga menjadi
rusak.
Hal ini disebabkan oleh terjadinya proses respirasi dan oksidasi vitamin C menjadi asam L-dehidroaskorbat dan mengalami perubahan lebih lanjut menjadi asam L– diketogulonat yang tidak memiliki keaktifan vitamin C.
Pada suhu kamar, penurunan kadar vitamin C paling cepat, karena pada suhu kamar kondisi lingkungan tidak dapat dikendalikan seperti adanya panas dan oksigen sehingga proses pemasakan buah berjalan de ngan sempurna (Helmiyesi et al. 2008).
Pengaruh panas terhadap nilai gizi tidak hanya
dipengaruhi oleh faktor suhu saja, tetapi juga dipengaruhi lama waktu pemanasan. Sebenarnya tidak ada perbedaan nilai gizi suatu bahan akibat pemanasan, selama pemanasan yang diterapkan tidak berlebihan dan tidak terlalu lama.
Pada penyimpanan suhu kamar kamar, penguapan air menyebabkan struktur sel yang semula utuh menjadi layu sehingga enzim askorbat oksidase akan dibebaskan dengan cara kontak langsung dengan asam askorbat dan akibatnya vitamin C mengalami kerusakan. Penyimpanan buah-buahan pada kondisi yang menyebabkan kelayuan akan menurunkan kandungan vitamin C dengan cepat karena adanya proses respirasi dan oksidasi (Helmiyesi et al. 2008; Ersoy & Ozeren 2011) f. Vitamin D (Kolkalsiferol) -
Kandungan dalam beberapa makanan Sumber vitamin D bisa didapatkan dengan mudah dan gratis, yaitu dari sinar matahari. Namun, gaya hidup di zaman sekarang kurang memungkinkan bagi beberapa orang untuk dapat menikmati sinar matahari lebih banyak. Karena itulah mau tidak mau mereka harus mengkonsumsi berbagai jenis makanan yang mengandung vitamin D agar kebutuhan harian vitamin D terpenuhi. Berikut ini kami pilihkan berbagai jenis makanan yang mengandung sumber vitamin D terbaik; Minyak hati ikan cod, Jamur, Kedelai, Susu, Udang, Tuna, Jus jeruk, Kaviar, Margarin, Tahu, Salami dan Sosis (Arta, 2013).
-
Fungsi bagi kesehatan Manfaat vitamin D untuk tubuh sangat banyak. Vitamin D akan bermanfaat langsung terutama bagi kekuatan tulang serta system immune. Vitamin ini memiliki peran penting dalam meningkatkan system kekebalan tubuh. Vitamin D juga dapat menghancurkan bakteri dan virus yang ada dalam tubuh kita. Selain untuk kekebalan tubuh, vitamin yang satu ini juga sangat penting untuk penyerapan kalsium, mineral yang sangat penting untuk menjaga kesehatan dan kekuatan tulang. Akibat kekurangan vitamin D yang paling nyata adalah tulang keropos. Tulang keorpos akan mencapai puncak ketika penderita mencapai usia tua (Utami, 2010).
-
Defisiensi Penyakit seperti osteoporosis (kerapuhan tulang), diabetes, Multiple Sclerosis, Rheumatoid Arthritis, liver (hati), stroke (serangan jantung), Parkinson, vascular, alzheimer adalah jenis penyakit yang menyerang seseorang ketika keurangan vitamin D (Utami, 2010).
-
Suapan Anjuran Untuk pria dan wanita yang berusia 14-50 tahun dianjurkan untuk mengkonsumsi vitamin D sebanyak 200 IU per hari. Untuk usia diatas 51 tahun, asupan vitamin D dalam tubuh harus ditambah menjadi 400 IU per hari. Jika menginjak usia 71 tahun, asupan pun bertambah menjadi 600 IU per hari (Utami, 2010).
-
Kehilangan akibat pemanasan (pengolahan) dan penyimpanan Pengukusan dan perebusan adalah metode konvensional lainnya yang telah lama dikenal untuk memanaskan bahan makanan. Bahan makanan yang langsung terkena air rebusan akan menurun nilai gizinya terutama vitaminvitamin larut air (B kompleks dan C), sedangkan vitamin larut lemak (A, D, E, dan K) kurang terpengaruh. Pengukusan juga akna mengurangi zat gizi namun tidak sebesar pada proses perebusan. Vitamin D stabil pada pemanasan namun akan rusak bila pemanasan terlalu tinggi dan dengan penyimpanan suhu ruang yang tidak terlalu lama (Arta, 2013).
g. Vitamin E (Tokoferol) -
Kandungan dalam beberapa makanan Sumber makanan yang mengandung vitamin E juga cukup banyak dan bervariasi. Bukan cuma dari jenis kacang-kacangan tapi juga dari sayuran dan buah-buahan. Bahkan umbi-umbian seperti talas juga memiliki kandungan vitamin E cukup tinggi. Misalnya; bayam, kacang almond, kacang tanah, sawi, brokoli, paprika merah, bubuk cabai merah, biji bunga matahari,daun kemangi, acar buah zaitun, talas dan apricot kering (Rahayu, 2012).
-
Fungsi bagi kesehatan Vitamin E memiliki manfaat yang sangat banyak untuk manusia. Pertama untuk meningkatkan daya tahan tubuh, mengurangi stres, mencegah terjadinya kanker, membantu kesuburan alat kelamin, dan mencegah terjadinya penyakit jantung. Namun, vitamin E lebih banyak dikembangkan untuk bahan perawatan kulit tubuh. Karena manfaatnya untuk kulit antara lain melindungi
dari sinar UV, menjaga kelembapannya, dan mencegah proses penuaan dini pada kulit (Arta, 2013). -
Defisiensi Kekurangan vitamin bisa menyebabkan berbagai gangguan kesehatan seperti; gangguan sistem reproduksi dan infertilitas, menurunnya fungsi sel darah merah, gangguan penglihatan seperti katarak, gangguan neurologis, kelainan fungsi otak ,otot dan sumsum tulang belakang dan kelainan kulit. Secara umum kekurangan vitamin E terjadi jika menjalani diet yang salah dalam waktu yang lama. Biasanya, diet yang salah adalah dengan mengurangi waktu makan atau bahkan tidak makan sama sekali dalam sehari. Hal inilah yang menyebabkan tubuh kekurangan asupan nutrisi, termasuk vitamin E (Anonim, 2013).
-
Suapan Anjuran Untuk vitamin E jumlah yang dianjurkan adalah 15 miligram (22 UI dari natural atau 31 IU dari sintesis), dan 19 miligram untuk wanita menyusui (Arta, 2013).
-
Kehilangan akibat pemanasan (pengolahan) dan penyimpanan Vitamin E stabil pada pemanasan namun akan rusak bila pemanasan terlalu tinggi. Vitamin E bersifat basa jika tidak ada oksigen dan tidak terpengaruh oleh asam pada suhu 100oC. Bila terkena oksigen di udara, akan teroksidasi secara perlahan-lahan.Sedangkan bila terkena cahaya warnanya akan menjadi gelap secara bertahap. Vitamin E larut dalam lemak. Kelarutannya dalam lemak merupakan sifat yang menguntungkan karena sebagian besar kerusakan akibat radikal bebas terjadi di dalam membran sel dan lipoprotein yang terbuat dari molekul lemak (Anonim, 2013).
2. MINERAL a. Kalsium -
Kandungan dalam Makanan
-
Fungsi Kalsium (Ca) merupakan salah satu Makro Mineral, yaitu mineral sangat dibutuhkan tubuh lebih dari 100mg per hari. Fungsi kalsium yang utama adalah berperan dalam pembentukan tulang dan gigi. Kekurangan kalsium bisa menyebabkan pertumbuhan tulang terganggu dan juga mengalami osteoporosis (Arta, 2013).
-
Defisiensi Gangguan-gangguan yang berhubungan dengan kekurangan kalsium dalam tubuh antaralain; Osteoporosis, Kram otot, Palpitasi, Hipertensi, Rickets
(pembengkokan tulang akibat kurangnya asupan kalsium pada tulang yang masih bertumbuh, yakni pada masa kanak-kanak, Penurunan kognitif dan Depresi. -
Suapan Anjuran
Di negara yang mempunyai angka kejadian osteoporosis tinggi, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan konsumsi kalsium minimum 400-500 mg perhari untuk mencegah terjadinya osteoporosis. Sedangkan pada ibu hamil konsumsi kalsium minimal 1000 mg perhari. Kebutuhan Kalsium per hari dapat dilihat pada tabel berikut. Angka Kecukupan Gizi (AKG) Rata-rata yang Dianjurkan (per hari) (Anonim, 2007): Umur
Kalsium (mg) Pria
Wanita
0-6 bulan
200
200
7-11 bulan
400
400
1-6 tahun
500
500
7-9 tahun
600
600
10-18 tahun
1000
1000
≥ 19
800
800
Wanita hamil trimester IIII
-
+150
Wanita menyusui 6 bulan pertama dan kedua
-
+150
-
Kehilangan akibat Penyimpanan (pengolahan) dan Penyimpanan Kalsium akan mengalami kerusakan ketika disimpan mencapai 3 hari. Waktu pemanasan yang singkat dimaksudkan untuk mencegah kerusakan nilai gizi susu. Oleh karea itu, untuk menjaga kandungan kalsium, maka pemanasan tidak boleh terlalu lama dan dengan suhu panas tidak boleh sampai mendidih (Anonim, 2007).
b. Besi -
Kandungan dalam Makanan Berbagai makan yang mengandung unsure zat besi antaralain; hati hewan dan tiram, daging merah, daging ayam, sayuran berdaun hijau, kecambah dan kedelai, jagung, buah bit, kismis, sereal serta buah kering.
-
Fungsi Zat besi merupakan salah satu mineral penting yang dibutuhkan tubuh manusia. Fungsi dari zat besi adalah mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh. Zat besi bergabung dengan oksigen di dalam paru-paru dan melepaskan oksigen dalam darah yang memerlukan. Zat besi digunakan dalam pembuatan hemoglobin dan berperanan penting dalam fungsi normal daya tahan tubuh (Marshal, 2002).
-
Defisiensi Kekurangan zat besi menyebabkan terhambatnya pasokan hemoglobin dalam darah. Penyakit karena kurangnya hemoglobin (sel darah merah) disebut anemia. Gejalanya biasa ditandai dengan kurang bergairah, mudah lelah dan lemas, pucat serta sering pusing. Kekurangan zat besi bisa diatasi dengan mengkonsumsi makanan yang mengandung zat besi seperti bayam, kentang, daging sapi, dll (Marshal, 2002).
-
Suapan Anjuran kecukupan konsumsi zat besi agar ibu menyusui tidak anemia. Zat besi banyak
terdapat
pada
sayuran
seperti
kangkung,
bayam
dan
katuk. Katuk merupakan sayuran spesial bagi ibu menyusui, karena dalam 100 g daun katuk terdapat sekitar 2.7 mg zat besi dan 204 mg kalsium. Bayi yang masih mendapat ASI, cenderung memperoleh cukup zat besi dari ibu mereka sampai usia 4-6 bulan, saat MPASI misalnya sereal yang diperkaya zat besi biasanya diperkenalkan (meskipun ibu menyusui harus terus memberikan ASI).
Untuk bayi yang memperoleh susu formula, sebaiknya mendapatkan susu formula yang kaya akan zat besi (Marshal, 2002). • Bayi usia 7-12 bulan membutuhkan 11 mg zat besi per hari. Sedangkan bayi yang usianya kurang dari 1 tahun, harus mendapatkan MPASI yang diperkaya dengan zat besi. • Anak-anak berusia 1-12 tahun membutuhkan 70-10 mg zat besi setiap harinya. • Anak remaja laki-laki harus mendapatkan 11 mg zat besi setiap harinya dan anak remaja perempuan harus mendapatkan 15 mg. (Remaja adalah tahap dengan pertumbuhan yang cepat dan gadis-gadis remaja sangat membutuhkan pengganti zat besi untuk menggantikan kehilangan zat besi tiap bulannya ketika mereka mengalami menstruasi). -
Kehilangan akibat Penyimpanan (pengolahan) dan Penyimpanan Proses pemanasan dapat mendegradasi heme sehingga bioavailabilitas heme iron akan menjadi rendah. Semakin lama proses pemanasan akan menyebabkan solubility zat besi semakin rendah. Kerusakan pangan yang disebabkan perlakuan kimia biasanya saling terkait dengan jenis kerusakan lainnya. Pencetus kerusakan pangan yang menyebabkan perubahan kimia pangan dapat dipengaruhi suhu selama reaksi berlangsung; oksigen yang mempercepat reaksi oksidasi; reaksi biologis seperti enzimatik; pH yang mempengaruhi denaturasi protein atau perubahan warna dan adanya logam yang menjadi prekursor reaksi serta penyimpanan yang terlalu lama (Marshal, 2002).
c. Natrium -
Kandungan dalam Makanan
KANDUNGAN NATRIUM DALAM BEBERAPA MAKANAN(MG /100 GRAM):
No NAMA MAKANAN
NATRIUM
1 2 3 4 5 6 7
300 mg 530 mg 600 mg 780 mg 800 mg 800 mg 900 mg
POPCORN / SNACK ROTI TAWAR SAOS BOTOL MENTEGA AYAM GORENG HAMBURGER KENTANG GORENG
8 MARGARIN 9 SOUP 10 SOSIS 11 KORNET 12 TELOR ASIN 13 KECAP ASIN 14 IKAN ASIN - Fungsi
950 mg 1060 mg 1100 mg 1750 mg 2200 mg 4000 mg 6000
Fungsi natrium bagi tubuh adalah untuk mencegah menurunnya kandungan cairan ekstraseluler akibat tekanan osmotik dalam cairan tubuh menurun. Volume cairan, termasuk tekanan darah akan menurun. Aldosteron, hormone yang ada di konteks adrenal, membantu menahan natrium dengan cara menyerap kembali natrium bersama air dalam ginjal. Dengan cara ini volume cairan ekstraseluler dalam sirkulasi darah kembali normal. Teh setidaknya dapat membantu menyediakan kebutuhan tubuh akan natrium. zat mineral yang kita andalkan sebagai pembentuk garam didalam tubuh dan sebagai penghantar impuls dalam serabut syaraf dan tekanan osmosis pada sel yang menjaga keseimbangan cairan sel dengan cairan yang ada disekitarnya. -
Defisiensi Kekurangan Natrium (Hiponatremia). Hiponatremia mengacu pada kadar natrium serum yang kurang dari normal (kurang dari 135 mEq/L ; 135 mmol/L). Konsentrasi natrium plasma menggambarkan rasio natrium tubuh total terhadap air tubuh total. Natrium mungkin hilang melalui muntah, diare, fistula, atau berkeringat, atau mungkin dihubungkan dengan diuretik, trauma pada kombinasi dengandiet rendah garam. Defisiensi aldosteron, seperti yang terjadi pada insufisiensi afrenal, juga meningkatkan kecenderungan pasien untuk mengalami defisiensi natrium. Kurangnya konsumsi natrium dapat menyebabkan volume darah menurun yang membuat tekanan darah menurun, denyut jantung meningkat, pusing, kadang – kadang disetrai kram otot, lemas, lelah, kehilangan selera makan, daya ingat menurun, daya tahan terhadap infeksi menurun, luka sukar sembuh, gangguan penglihatan, rambut tidak sehat dan terbelah ujungnya, serta terbentuknya bercak – bercak putih di kuku (Anonim, 2007).
-
Anjuran Asupan Kebutuhan natrium 1. Usia 1 – 5 Tahun 225 mg / hari 2. Usia 6 – 9 Tahun 300 mg/ hari
-
3. Usia 10 – 18 Tahun 400mg/hari 4. Dewasa 500 mg/hari Kehilangan akibat Penyimpanan (pengolahan) dan Penyimpanan Semakin lama proses pemanasan akan menyebabkan kandungan natrium semakin rendah. Kerusakan pangan yang disebabkan perlakuan kimia biasanya saling terkait dengan jenis kerusakan lainnya. Pencetus kerusakan pangan yang menyebabkan perubahan kimia pangan dapat dipengaruhi suhu selama reaksi berlangsung; oksigen yang mempercepat reaksi oksidasi; reaksi biologis seperti enzimatik; pH yang mempengaruhi denaturasi protein atau perubahan warna dan adanya logam yang menjadi prekursor reaksi serta penyimpanan yang terlalu lama (Marshal, 2002).
d. Iodin -
Kandungan dalam Makanan Sebagian
dari
sumber-sumber
makanan
yang
paling
banyak
mengandung iodine itu seringkali adalah makanan-makanan olahan yang mengandung garam beryodium, dan roti yang mengandung adonan beryodium. Rumput laut itu adalah suatu sumber yang sempurna untuk iodine. Yogurt, susu sapi, telur, dan strawberrie itu adalah sumber-sumber yang sangat bagus untuk iodine. Sumber yang bagus antara lain mozzarella cheese (Anonim, 2007). -
Fungsi Iodin merupakan elemen penting yang diperlukan dalam pertumbuhan dan perkembangan anda.Ia dihasilkan oleh badan dalam jumlah yang sedikit sahaja iaitu 15-20mg. Oleh itu ia dikenali sebagai elemen surih. Ia disimpan dalam kelenjar tiroid dan digunakan untuk mensintesis hormon tiroid. Iodin diperlukan oleh badan untuk mensintesis hormon tiroid. Hormon tiroid amat diperlukan untuk mensintesis protein dan mengawal aktiviti-aktiviti enzim di otot, otak, buah pinggang dan kelenjar pituitari (Anonim, 2007).
-
Defisiensi Kekurangan zat iodin dalam dalam badan akan mejejas kesihatan, terutama sekali kecerdasan otak. Kekurangan pengambilan iodin dalam makanan
mengakibatkan
berlakunya
masalah
terutamanya semasa mengandung (Anonim, 2007). -
Anjuran Asupan
mental
dan
kretinism,
Dalam suatu usaha untuk mencegah gejala-gejala dari keracunan iodine ini, Institute of Medicine menetapkan Tolerable Upper Intake Levels (TUL) berikut ini untuk iodine: 1-3 tahun: 900 mcg 4-8 tahun: 300 mcg 9-13 tahun: 600 mcg 14-18 tahun: 900 mcg 19 tahun keatas: 1.100 mcg Wanita hamil 14-18 tahun: 900 mcg Wanita hamil 19 tahun keatas: 1.100 mcg Wanita menyusui 14-18 tahun: 900 mcg Wanita menyusui 19 tahun keatas: 1.100 mcg -
Kehilangan akibat Penyimpanan (pengolahan) dan Penyimpanan Pemanasan tidak terlalu berpengaruh terhadap kandungan iodine. Akan tetapi, jika semakin lama proses pemanasan akan menyebabkan solubility iodine semakin rendah. Kerusakan pangan yang disebabkan perlakuan kimia biasanya saling terkait dengan jenis kerusakan lainnya. Pencetus kerusakan pangan yang menyebabkan perubahan kimia pangan dapat dipengaruhi suhu selama reaksi berlangsung; oksigen yang mempercepat reaksi oksidasi; reaksi biologis seperti enzimatik; pH yang mempengaruhi denaturasi protein atau perubahan warna dan adanya logam yang menjadi prekursor reaksi serta penyimpanan yang terlalu lama (Marshal, 2002).
3. JURNAL TENTANG PENGOLAHAN PRODUK a. Karbohidrat (Beras Instan) -
Cara pembuatan Produk Pembuatan beras instan metode I dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
penambahan air dengan perbandingan sesuai perlakuan (1,5, 2, dan 3 kali berat tepung), pemasakan dalam rice cooker hingga tanak, pengeringan dalam bentuk lempengan, dan penggilingan hingga diperoleh nasi ubi jalar instan. Pembuatan beras instan metode II dilakukan dengan tahapan sebagai berikut : penambahan air secukupnya (kondisi air sesuai perlakuan) hingga bisa dibentuk adonan, pencetakan, pemasakan dalam rice cooker hingga tanak, pengeringan dalam bentuk lempengan, dan penggilingan hingga diperoleh produk beras instan ubi jalar. -
Metode Pembuatan Produk dan Indikator Kualitas Produk yang diuji.
Tahapan penelitian dilakukan sebagai berikut. a. Optimasi proses pembuatan beras instan metode I. Pembuatan beras instan metode I dilakukan dengan tahapan sebagai berikut : Penambahan air dengan perbandingan 1 : 1,5, pemasakan dalam bentuk lempengan, dan penggilingan hingga diperoleh nasi ubi jalar instan. b. Optimasi proses pembuatan beras instan metode I (rasio penambahan air 1:2). c. Optimasi proses pembuatan beras instan metode I (rasio penambahan air 1:3). d. Optimasi proses pembuatan beras instan metode II. Pembuatan beras instan metode I dilakukan dengan tahapan sebagai berikut : penambahan air secukupnya hingga bisa dibentuk adonan, pencetakan, pemasakan dalam rice cooker hingga tanak, pengeringan dalam bentuk lempengan, dan penggilingan hingga diperoleh nasi ubi jalar instan. e. Optimasi proses pembuatan beras instan metode II (air yang digunakan untuk membentuk adonan dalam bentuk air panas). f. Optimasi proses pembuatan beras instan metode II (air yang digunakan untuk membentuk adonan dalam bentuk air panas, dan dilakukan penambahan tapioka dengan prosentase penambahan 0%, 5%, dan 10%). g. Analisis produk, terdiri dari pengujian kesempurnaan gelatinisasi, sensoris dan proksimat. h. Pengujian derajat kesempurnaan gelatinisasi dilakukan dengan metode mikroskop polarisasi dengan cara membandingkan kondisi granula pati tepung (sebelum proses pengolahan) dan granula pati produk beras instan (setelah proses pengolahan). Indikator kualitas produk yang diuji adalah sebagai berikut. 1. Pengujian Komposisi Kimia Pengujian komposisi kimia produk beras instan ubi jalar dilakukan pada konsentrasi penambahan tapioka 0%, 5%, dan 10%. Hasil Pengujian disajikan pada Tabel dibawah ini.
2. Pengujian Kesempurnaa derajat gelatinisasi Pengujian kesempurnaan derajat gelatinisasi produk nasi instan dilakukan dengan metode mikroskop polarisasi dengan cara membandingkan kondisi granula pati produk nasi instan yang diproses dengan metode I dan kondisi granula pati produk nasi instan yang diproses dengan metode I. Hasil pengujian (Gambar 4), menunjukkan bahwa produk nasi instan yang diproses dengan metode II memiliki kesempurnaan derajat gelatinisasi yang lebih baik dibandingkan kondisi metode I. Pada metode I, terlihat masih ada granula yang belum pecah secara sempurna.
-
Hasil dan Pembahasan a. Pembuatan Beras Instan Metode I Hasil pengujian karakteristik beras instan ubi jalar yang dihasilkan untuk rasio
penambahan air 1.5, 2, dan 3 kali berat tepung, disajikan pada Gambar 1 dan Tabel 3, menyajikan karakteristik instan produk yang diamati berdasarkan tingkat kematangan produk pada waktu penyajian 5, 10, dan 15 menit.
Hasil pengujian karakteristik organoleptik beras instan ubi jalar, menunjukkan bahwa perlakuan penambahan air 2 kali berat tepung akan menghasilkan produk beras instan ubi jalar dengan skor organoleptik yang lebih disukai panelis.
Ditinjau dari skor organoleptik secara keseluruhan (Gambar 1), pengolahan beras instan ubi jalar dengan metode I belum optimal karena rata–rata skor organoleptik masih sangat rendah (tidak suka – agak suka). Rendahnya skor organoleptik ini juga berkaitan dengan data karakteristik instan produk (Tabel 3) yang menunjukkan bahwa pada rasio penambahan air 1 kali berat tepung, produk masih terasa mentah hingga waktu penyiapan 15 menit. Peningkatan rasio penambahan air 2 kali berat tepung akan meningkatkan tingkat kematangan produk tetapi pada waktu penyiapan 10 menit produk yang dihasilkan akan berbentuk bubur. Penilaian organoleptik secara keseluruhan dari metode I diperlukan perbaikan metode pengolahan untuk memperbaiki karakteristik produk beras instan ubi jalar yang dihasilkan. b. Pembuatan Beras Instan Metode II
Hasil pengujian karakteristik organoleptik beras instan ubi jalar yang dihasilkan untuk perlakuan kondisi air (dingin dan panas), disajikan pada Gambar 2 dan Tabel 4 menyajikan karakteristik instan produk yang diamati berdasarkan tingkat kematangan produk pada waktu penyajian 5, 10, dan 15 menit. Hasil pengujian karakteristik organoleptik beras instan ubi jalar, menunjukkan bahwa penggunaan air panas untuk membentuk adonan akan menghasilkan produk beras instan ubi jalar dengan skor organoleptik yang lebih disukai panelis. Ditinjau dari skor organoleptik secara keseluruhan, pengolahan beras instan ubi jalar dengan metode II belum optimal karena rata–rata skor organoleptik masih sangat rendah (tidak suka – agak suka). Hasil pengujian karakteristik instan (Tabel 4), menunjukkan bahwa perlakuan penambahan air panas akan menghasilkan produk beras instan ubi jalar dengan tingkat kematangan yang lebih baik. Tingkat kematangan yang lebih baik ini juga didukung oleh data waktu penyiapan yang menunjukkan bahwa mulai dari waktu penyajian 5 menit, telah dihasilkan produk nasi ubi jalar dengan tingkat kematangan yang baik.
Hasil penelitian pada Tabel 4, menunjukkan bahwa pengolahan beras instan ubi jalar metode II dengan menggunakan air panas telah mampu menghasilkan produk dengan
karaktersistik instan yang cukup baik. Upaya perbaikan formulasi lebih lanjut, diperlukan karena produk beras instan ubi jalar yang dihasilkan masih memiliki karakteristik organoleptik yang kurang disukai konsumen. Upaya perbaikan formulasi dilakukan dalam bentuk penambahan tapioka sebagai senyawa pengikat (binder). c. Optimasi Prosentase Penambahan Tapioka sebagai Senyawa Pengikat (Binder) Hasil pengujian organoleptik produk beras instan ubi jalar yang dihasilkan untuk konsentrasi penambahan tapioka 0%, 5%, dan 10%, disajikan pada Gambar 3, sedangkan hasil pengujian karakteristiknya disajikan pada Tabel 5.
Hasil pengujian karakteristik organoleptik beras instan ubi jalar, menunjukkan bahwa perlakuan penambahan tapioka pada konsentrasi 5% akan menghasilkan produk beras instan ubi jalar dengan skor organoleptik yang lebih disukai panelis. Semakin meningkatnya skor organoleptik ini berkaitan dengan kemampuan tapioka untuk berfungsi sebagai senyawa binder (pengikat) sehingga tekstur beras instan dari ubi jalar yang dihasilkan akan lebih baik.
Ditinjau dari skor organoleptik secara keseluruhan, beras instan ubi jalar yang dihasilkan telah memiliki karakteristik organoleptik optimal karena rata–rata skor organoleptik telah cukup baik (agak suka – suka). Hasil pengujian karakteristik instan (Tabel 5), menunjukkan bahwa perlakuan penambahan penambahan tapioka pada konsentrasi 5% akan menghasilkan produk beras instan ubi jalar dengan tingkat kematangan optimal. Tingkat kematangan yang optimal ini juga didukung oleh data waktu penyiapan yang menunjukkan bahwa mulai dari waktu penyajian 5 menit, telah dihasilkan produk nasi ubi jalar dengan tingkat kematangan yang baik. Hasil pengujian karakteristik secara keseluruhan, menunjukkan bahwa penambahan tapioka pada konsentrasi sebesar 5% akan menghasilkan produk beras instan ubi jalar dengan karakteristik instan yang memenuhi syarat dan karakteristik organoleptik optimal. -
Kesimpulan Metode untuk memperoleh produk beras instan ubi jalar dengan karakteristik
optimal adalah penambahan tapioka 5%, penambahan air panas untuk membentuk adonan, pencetakan, pemasakan dalam rice cooker hingga tanak, pengeringan dalam bentuk lempengan, dan penggilingan. b. Lemak (Mayonnaise) -
Cara Pembuatan Produk Prosedur pembuatan mayonnaise adalah : 1. Disiapkan bahan-bahan yang akan digunakan. 2. Dipisahkan kuning telur ayam buras dari putih telur. 3. Ditimbang minyak nabati dan kuning telur untuk setiap perlakuan serta air, cuka, gula, garam, lada dan mustard. 4. Dicampur air, gula, garam, lada, mustard 1/3 bagian dari total cuka dan kuning telur dengan menggunakan mixer sampai homogen, kemudian ditambahkan minyak nabati secara bertahap sambil terus diaduk dan ditambahkan pula cuka secara bergantian dengan minyak nabati. Pencampuran dilakukan ada suhu 65oC. 5. Dilakukan pengisian dalam gelas dan ditutup rapat, siap untuk dilakukan analisa.
-
Metode Pembuatan Produk dan Indikator kualitas produk yang diuji Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode percobaan dengan
menggunakan
Rancangan
Acak
Kelompok
Pola
Faktorial
(Yitnosumarto,
1990).
Pengelompokan berdasarkan waktu. Setiap perlakuan diulang tiga kali. Perlakuan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua faktor. Faktor I yaitu konsentrasi minyak nabati (M) yang terdiri dari 65% (M1), 70%(M2) dan 75%(M3) sedangkan faktor II yaitu konsentrasi kuning telur ayam buras (T) yang terdiri dari 6% (T1), 9% (T2) dan 12% (T3). Kualitas mayonnaise ditinjau dari sifat fisikokimia dapat dilihat pada Tabel. 1, berikut ini :
-
Hasil dan Pembahasan Kualitas mayonnaise ditinjau dari sifat fisikokimia dapat dilihat pada Tabel. 1, berikut ini :
Viskositas Peningkatan viskositas mayonnaise sesuai degan meningkatnya konsentrasi minyak nabati dan kuning telur ayam. buras, karena permukaan molekul minyak dapat dilapisi dengan baik, sehingga dapat bersatu dengan air. Selain itu, peningkatan konsentrasi minyak nabati dan kuning telur ayam buras akan meningkatkan jumlah
lemak yang terdispersi dalam pembentukan sistem emulsi, sehingga akan meningkatkan viskositas mayonnaise. Winarno (1993) menjelaskan bahwa selain sebagai komponen gizi yang penting, protein dalam telur memiliki kemampuan untuk membentuk gel, buih dan emulsi. Minyak nabati bertindak sebagai fase internal sangat mempengarui viskositas mayonnaise, sehingga pada konsentrasi yang berbeda akan memberikan perbedaan terhadap viskositas mayonnaise. Le Hsich and Regeastein (1992) menyatakan bawa jumlah fase internal yang lebih besar daripada fase eksternal dapat meningkatkan viskositas emulsi, karena partikel-partikelnya terdesak dalam sistem emulsi. Viskositas mayonnaise standar yanga da dipasaran sebesar 3346,6667 cp (Al-Bachir and Zeinou, 2006), sedangkan mayonnaise hasil percobaan yang mendekati nilai standar adalah perlakuan M2T2 sebesar 2874,6667 cp. pH Perlakuan kombinasi konsentrasi minyak nabati dan kuning telur ayam buras pada tingkat terendah sampai tertinggi tidak mempengaruhi pH mayonnaise. Menurut Ketaren (1986), minyak nabati mempunyai ph yang cenderung netral, dimana minyak nabati termasuk kedalam golongan lemak yang netral, sehingga tidak mempengaruhi pH mayonnaise. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ph mayonnaise berkisar antara 2,622,95. Hal ini berarti mayonnaise yang dihasilkan bersifat asam, karena menurut penelitian Gaonkaret al. (2010) pH mayonnaise normal adalah 3,70. Hal ini diduga karena adanya penambahan asam cuka (asam asetat) pada mayonnaise. Goldberg and Richard (1991) meyatakan bahwa asam yang ditambahkan dalam bahan pangan dapat menurunkan pH. Kadar Air Kadar air mayonnaise yang dihasilkan diperoleh dari kandungan air bahan baku yang digunakan, yaitu kadar air kuning telur, cuka dan penambahan air. Kadar air kuning telur ayam buras adalah 49,7239%. Peningkatan konsentrasi kuning telur ayam buras akan meningkatkan kadar air mayonnaise tetapi dalam penelitian ini penambahan air pada setiap perlakuan berbeda, sehingga peningkatan konsentrasi kuning telur ayam buras dan minyak nabati akan mengurangi penambahan air pada setiap perlakuan.
Kadar air mayonnaise standar yang ada dipasaran adalah 21,8910%(Gaonkaret al., 2010). Mayonnaisehasil penelitian yang mendekati nilai standar adalah perlakuan M2T1 dan M2T2 sebesar 22,3914% dan 20,6499%. Kadar Protein Sumber protein mayonnaise adalah kuning telur ayam buras, dimana kadar protein kuning telur ayam buras adalah 16,710% (Al-Bachir and Zeinou, 2006). Menurut Winarno (1990), protein mayonnaise adalah protein yang bermutu tinggi karena berasal dari kuning telur yang mengandung asam-asam amino esensial. Hasil penelitian menunjukka bahwa peningkatan konsentrasi minyak nabati dan kuning telur akan meningkatkan kadar protein mayonnaise. Menurut Hui (1992), semua lemak dan minyak atau lemak dalam makanan mengandung sejumlah lemakfosfor. Fosfor merupakan mineral yang terdapat pada bahan makanan dengan kadar protein yang tinggi, sedangkan kedelai (sebagai bahan baku dasar minyak kedelai) termasuk bahan makanan yang mempunyai protein tinggi. Kadar protein mayonnaise standar sebesar 1,4307% (Gaonkaret al., 2010). Mayonnaise hasil penelitian yang mendekati nilai standar adalah perlakua M1T1, yaitu sebesar 1,4333%. Kadar Lemak Peningkatan konsentrasi minyak nabati dan kuning telur ayam buras dapat meningkatkan kadar lemak mayonnaise, karena masing-masing memberikan kontribusi yang cukup tinggi. Kadar lemak kuning telur ayam buras adalah 30,092%. Sehingga kontribusi terebsar adalah dari minyak nabati. Minyak nabati adalah bahan utama dalam pembuatan mayonnaise yang merupakan lemak dalam bentuk cair, sehingga peningkatan konsentrasi minyak akan meningkatkan kadar lemak. Kadar lemak mayonnaise standar yang ada dipasaran adalah 80,7253% Gaonkaret al., 2010). Mayonnaise hasil percobaan yang mendekati nilai standar adalah perlakuan M3T3 sebesar 79,3933%. -
Kesimpulan Interaksi kombinasi konsentrasi minyak nabati dan kuning telur ayam buras
memberikan perbedaan kualitas mayonnaise terhadap viskositas, kadar protein, kadar air dan kadar lemak, tetapi tidak memberikan pengaruh terhadap pH. Kombinasi
perlakuan yang menghasilkan mayonnaise terbaik adalah M3T2, yaitu dengan konsentrasi minyak nabati 75% dan konsentrasi kuning telur ayam buras 9%. c. Protein (Mie) -
Cara Pembuatan Produk Cara pembuatan mie adalah sebagai berikut : 1. Siapkan bahan yang akan digunakan. 2. Campur tepung dengan garam, garam alkali, telur dan air lalu uleni hingga menjadi adonan kalis. Bentuk adonan bulat dan langsung taruh dalam baskom. Kemudian tutup dengan plastik transparan selama 30 menit agar adonan beristirahat. 3. Sebelum menggiling adonan menggunakan mesin pembuat mie. Sebaiknya adonan dipipihkan dahulu menggunakan gilingan kue hingga rata dan cukup ketebalannya untuk dimasukkan ke dalam mesin mie. 4. Sebelum mie mulai dibentuk,atur ukuran ketebalan adonan pada mesin dan ditaburi tepung agar tidak lengket. Masukkan adonan ke dalam mesin dan putar perlahan. Lakukan secara berulang hingga adonannya jadi tipis atau sesuai dengan ketebalan yang diinginkan. 5. Jika ukuran mie terlalu panjang, mie bisa dipotong sekitar 20 cm menggunakan pisau yang bersih dan tidak berkarat. Mie sudah siap direbus untuk kemudian diolah bisa jadi mie rebus komplit atau mi goreng udang yang gurih mantap.
-
Metode Pembuatan Produk dan Indikator Kualitas Produk yang diuji Ikan swangi diperoleh dari hasil tangkapan nelayan di Muarabaru, selanjutnya
dibawa ke laboratorium BBRP2B menggunakan es dalam coolbox. Ikan dicuci bersih, diambil dagingnya, dan digiling sampai halus (lumat). Rumput laut yang digunakan berasal dari Pulau Panjang hasil budidaya rakyat yang telah mengalami proses pengeringan dan pemutihan, direndam dalam air tawar selama satu malam. Daging ikan yang telah dilumatkan dicampur dengan garam, telur, bumbubumbu, dan soda kue. Selanjutnya dicampurkan terigu dan rumput laut yang sudah dikukus selama 10 menit dan dicincang halus serta dibuat adonan yang lumat dan liat. Adonan ditipiskan dengan alat pencetak mie untuk dibuat lembaran setebal 2 mm dan dipotong memanjang dengan cetakan mie untuk kemudian dikukus selama 10 menit (Gambar 1). Selanjutnya mie dikeringkan di dalam oven dengan suhu 60oC selama 7 jam.
Parameter yang diamati adalah sebagai berikut. Organoleptik Penilaian organoleptik produk mie ikan-rumput laut dilakukan dengan menggunakan lembar penilaian skala hedonik terhadap parameter kenampakan, warna, aroma, rasa, dan tekstur dengan skor 1–9 (9 sangat disukai dan 1 sangat tidak disukai). Kimiawi Uji kimiawi yang dilakukan meliputi kadar air, abu, lemak, protein, serat kasar, dan kadar iodium. Uji kimiawi kadar air menggunakan metode gravimetri (AOAC, 2000), protein dengan metode Kjeldahl, serat kasar dengan metode SNI 01-2891-1992 (BSN,1992) dan iodium dengan Spektrofotometri (Riyanto, 2004). -
Hasil dan Pembahasan
Hasil parameter Organoleptik sebagai berikut. -
Kenampakan Pada Gambar 2 dapat dilihat bahwa nilai organoleptik kenampakan terendah
terdapat pada perlakuan penambahan ikan 30% dan rumput laut 10% yaitu sebesar 3,18 dan tertinggi pada perlakuan penambahan ikan 30% dan rumput laut 20% sebesar 6,08. Kenampakan dari mie dengan penambahan ikan dan rumput laut terlihat bersih, menarik, bentuk seragam, dan cerah. Hasil analisis statistik mie ikan rumput laut menunjukkan bahwa perlakuan penambahan ikan dan rumput laut berpengaruh terhadap nilai organoleptik kenampakan (p<0,05).
-
Warna Pada Gambar 3 dapat dilihat bahwa nilai organoleptik warna terendah
terdapat pada perlakuan penambahan ikan 30% dan rumput laut 10% yaitu sebesar 3,47 dan tertinggi pada perlakuan penambahan ikan 30% dan rumput laut 20% sebesar 6,40. Mie ikan berwarna kuning keputihan cerah, cukup cemerlang dan
warnanya merata. Menurut Tobias et al. (2005) secara kuantitatif, penambahan rumput laut dapat mempengaruhi warna. Menurut Winarno (1992), uji warna lebih banyak melibatkan indra penglihatan dan merupakan salah satu indikator untuk menentukan apakah suatu bahan pangan diterima atau tidak oleh masyarakat konsumen. Makanan yang berkualitas (rasanya enak, bergizi, dan bertekstur baik) belum tentu disukai oleh konsumen bila bahan pangan tersebut memiliki warna yang tidak sedap dipandang atau menyimpang dari warna aslinya. Hasil analisis statistik mie ikan-rumput laut menunjukkan bahwa perlakuan penambahan ikan dan rumput laut berpengaruh terhadap nilai organoleptik warna (p<0,05).
-
Aroma Pada Gambar 4 dapat dilihat bahwa nilaipenambahan ikan 20% dan rumput
laut 20% yaitu sebesar 4,96 dan tertinggi pada perlakuan penambahan ikan 30% dan rumput laut 20% sebesar 5,88. Hasil penilaian panelis terhadap aroma mie ikanrumput laut menunjukkan bahwa perlakuan kombinasi ikan 30% dan rumput laut 20% merupakan perlakuan yang paling disukai dan perlakuan kombinasi ikan 20% dan rumput laut 20% merupakan perlakuan yang paling tidak disukai. Aroma mie ikan tersebut cukup gurih, aroma atau bau ikan kurang tercium dan tidak ada aroma tambahan yang mengganggu. Menurut Winarno (1992), uji aroma lebih banyak melibatkan indra penciuman, karena kelezatan suatu makanan sangat ditentukan oleh aroma makanan tersebut dan organoleptik aroma terendah terdapat pada perlakuan merupakan salah satu indikator penting dalam menentukan kualitas bahan pangan. Umumnya konsumen akan menyukai bahan pangan jika mempunyai aroma khas yang tidak menyimpang dari aroma normal. Hasil analisis statistik mie ikan-rumput laut menunjukkan bahwa perlakuan penambahan ikan berpengaruh terhadap nilai organoleptik aroma (p<0,05) sedangkan penambahan rumput laut tidak berpengaruh.
-
Rasa Pada Gambar 5 dapat dilihat bahwa nilai organoleptik rasa terendah
terdapat pada perlakuan penambahan ikan 40% dan rumput laut 30% yaitu sebesar 2,95 dan tertinggi pada perlakuan penambahan ikan 30% dan rumput laut 10% sebesar 5,62. Rasa mie ikan-rumput laut cukup gurih, tidak ada rasa tambahan, untuk mie dengan penambahan ikan 40% terasa gurih. Hasil analisis statistik mie ikan-rumput laut menunjukkan bahwa perlakuan penambahan ikan dan rumput laut tidak berpengaruh terhadap nilai organoleptik rasa (p>0,05).
-
Tekstur Pada Gambar 6 dapat dilihat bahwa nilai organoleptik tekstur terendah
terdapat pada perlakuan penambahan ikan 20% dan rumput laut 40% yaitu sebesar 4,39 dan tertinggi pada perlakuan penambahan ikan 30% dan rumput laut 20% sebesar 6,39. Hal ini menunjukkan bahwa mie ikan-rumput laut yang dihasilkan masuk dalam kategori agak suka hingga suka. Tekstur mie ikan-rumput laut kering, renyah dan tidak liat. Penambahan rumput laut dapat mempengaruhi
tekstur pada mie dengan mutu yang bagus (Tobias et al., 2005). Gambar 6 memperlihatkan perlakuan kombinasi ikan 30% dan rumput laut 20% adalah perlakuan dengan tekstur yang paling disukai. Menurut Chang & Wu (2008), penambahan telur dengan rumput laut pada mie akan meningkatkan mutu tekstur dari produk akhir mie. Tekstur yang liat diperoleh apabila dalam pembuatan mie menggunakan tepung terigu yang mengandung protein tinggi yaitu sekitar 11%– 13% atau bahkan lebih. Hal ini terjadi karena tepung terigu berprotein tinggi yang bercampur dengan bahan cair, glutennya akan mengembang dan saling mengikat dengan kuat (Anon., 2007). Hasil analisis statistik mie ikan-rumput laut menunjukkan bahwa perlakuan penambahan ikan berpengaruh terhadap nilai organoleptik tekstur (p<0,05) sedangkan penambahan rumput laut tidak berpengaruh.
Hasil parameter Kimiawi sebagai berikut. Kadar air Pada Gambar 7 dapat dilihat bahwa kadar air terendah terdapat pada perlakuan mie dengan penambahan ikan 30% dan rumput laut 20% yaitu sebesar 9,04% dan tertinggi pada perlakuan mie dengan penambahan ikan 20% dan rumput laut 40% sebesar 10,75%. Hasil analisis mie tanpa ikan dan rumput laut (kontrol) mempunyai kadar air sebesar 8,34%. Kadar air maksimum yang diijinkan menurut SNI untuk mie kering adalah 8% untuk mutu I dan 10% untuk mutu II (BSN, 2000). Dari pengamatan organoleptik diperoleh bahwa mie dengan penambahan ikan 30% dan rumput laut 20% lebih kering dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hasil analisis statistik untuk kadar air menunjukkan bahwa perlakuan penambahan ikan dan rumput laut
berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air (p<0,05). Semakin tinggi konsentrasi penambahan rumput laut cenderung meningkatkan kadar air.
Kadar abu Pada Gambar 8 dapat dilihat bahwa kadar abu terendah terdapat pada perlakuan mie dengan penambahan ikan 40% dan rumput laut 30% yaitu sebanyak 3,0% dan tertinggi pada perlakuan mie dengan penambahan ikan 30%, rumput laut 10% sebanyak 3,29%. Kadar abu yang diijinkan menurut SNI untuk mie kering adalah maksimum 3% (BSN,1992). Dari Gambar tersebut dapat dilihat bahwa semakin tinggi penambahan rumput laut dan ikan maka kadar abu semakin rendah. Hasil analisis statistik kadar abu mie ikan-rumput laut menunjukkan bahwa perlakuan penambahan rumput laut dan ikan berpengaruh nyata terhadap kadar abu produk mie yang dihasilkan (p<0,05).
Protein Pada Gambar 9 dapat dilihat bahwa kadar protein terendah terdapat pada perlakuan penambahan ikan 20% dan rumput laut 40% yaitu sebesar 16,03% dan tertinggi pada perlakuan penambahan ikan 40% dan rumput laut 10% sebesar 17,26%,
sedangkan hasil analisis mie tanpa ikan dan rumput laut (kontrol) mempunyai kadar protein sebesar 9,07%. Kadar protein untuk mie kering yang diijinkan menurut SNI adalah minimum 11% untuk mutu I dan 8% untuk mutu II (BSN, 1992; BSN, 2000). Hasil analisis statistik mie ikan-rumput laut menunjukkan bahwa perlakuan penambahan ikan dan rumput laut berpengaruh terhadap kadar protein (p<0,05). Kandungan protein utama tepung terigu yang berperan dalam pembuatan mie adalah gluten. Gluten dapat dibentuk dari gliadin (prolamin dalam gandum) dan glutenin. Protein dalam tepung terigu untuk pembuatan mie harus dalam jumlah yang cukup tinggi. Supaya mie menjadi elastis dan tahan terhadap penarikan sewaktu proses produksinya (Anon.,2008a). Jenis tepung terigu yang digunakan untuk mie sebaiknya dari jenis tepung terigu berprotein sedang (10–11%) sampai dengan jenis tepung yang berprotein tinggi (12–13%) (Anon., 2007). Pada pembuatan mie dengan jenis tepung terigu protein sedang, proses pengadukan dan rolling-nya tidak selama dan sebanyak yang diperlukan jika menggunakan tepung terigu protein tinggi. Menurut Irianto & Soesilo (2007), daging ikan lumat yang ditambahkan sebesar 20% pada pembuatan mie kering dan 25% pada mie basah dapat meningkatkan kadar protein masing-masing dari 5,9% menjadi 11,9% dan dari 5,1% menjadi 7,4%.
Kadar lemak Pada Gambar 10 dapat dilihat bahwa kadar lemak terendah terdapat pada perlakuan penambahan ikan 20% dan rumput laut 30% yaitu sebesar 0,46% dan tertinggi pada perlakuan penambahan ikan 40% dan rumput laut 40% sebesar 1,02%, sedangkan hasil analisis mie tanpa ikan dan rumput laut (kontrol) mempunyai kadar lemak sebesar 2,10%. Dari gambar tersebut terlihat bahwa semakin banyak ikan dan rumput laut yang ditambahkan semakin besar kadar lemaknya. Hasil analisis statistik
mie ikan-rumput laut menunjukkan bahwa perlakuan penambahan ikan dan rumput laut berpengaruh terhadap kadar lemaknya (p<0,05).
Kadar serat kasar Pada Gambar 11 dapat dilihat bahwa kadar serat kasar terendah terdapat pada perlakuan penambahan ikan 30% dan rumput laut 20% yaitu sebanyak 0,20% dan tertinggi pada perlakuan penambahan ikan 20% dan rumput laut 40% sebanyak 0,77%, sedangkan hasil analisis mie tanpa ikan dan rumput laut (kontrol) mempunyai kadar serat kasar sebesar 0,35%. Hasil analisis statistik mie ikan-rumput laut menunjukkan bahwa perlakuan penambahan rumput laut dan ikan berpengaruh terhadap kadar serat kasar (p<0,05). Menurut Garrow & James (1993), kebutuhan serat untuk tubuh manusia sangat bervariasi menurut pola makan dan tidak ada anjuran kebutuhan sehari secara khusus untuk serat makanan. Konsumsi serat ratarata sebesar 25 g/hr dianggap cukup untuk memelihara kesehatan tubuh. Selanjutnya menurut Sediaoetama (1999), serat bahan makanan dapat berperan terhadap pengikatan asam empedu yang diduga sebagai promotor terbentuknya proses (kimiawi) karsinogenesis, sehingga apabila proses pengikatan itu terjadi dapat menurunkan risiko terjadinya kanker usus besar, dan juga dapat menurunkan kadar kolesterol darah. Dari Gambar 11 terlihat bahwa semakin banyak ikan dan rumput laut yang ditambahkan semakin besar kadar serat kasarnya. Hal ini juga dinyatakan oleh Wirjatmadi et al. (2002), bahwa serat kasar meningkat seiring dengan penambahan proporsi rumput laut pada mie rumput laut. Menurut Datu et al. (2002), kebutuhan serat bagi anak dihitung berdasarkan usia. Pada orang dewasa, kebutuhan serat dalam sehari berkisar antara 25–35 g per hari. Untuk anak-anak dapat diberikan sebanyak: usia anak (tahun) + 5 g. Karena kandungan serat tertinggi pada mie ikan-rumput laut hanya 0,77% maka anak usia 1 tahun pun sudah dapat mengkonsumsi mie kering campuran ikan dan rumput laut ini. Menurut Suryaalamsah (2007), penambahan bubur
rumput laut E. cottonii sebanyak 37% ke dalam bahan dasar mie basah, mie instan, dan mie kering, bisa meningkatkan total serat pangan hingga 29,7% berat kering (mie basah), 18,2% berat kering (mie instan) dan 18,8% berat kering (mie kering). Untuk memenuhi asupan serat pangan 30 g/hr hari, Suryaalamsah (2007) menganjurkan orang dewasa mengkonsumsi 48 g mie basah, atau 28 g mie instan, atau 27 g mie kering yang mengandung rumput laut per hari dalam menu makan. Ia menganjurkan anak-anak mengkonsumsi 32 g mie basah, 19 g mie instan, dan 18 g mie kering yang mengandung rumput laut per hari untuk memenuhi kecukupan iodium dalam menu makanannya.
Iodium Pada Gambar 12 dapat dilihat bahwa kadar iodium terendah terdapat pada perlakuan penambahan ikan 40% dan rumput laut 10% yaitu sebanyak 5,07 ppm dan tertinggi pada perlakuan penambahan ikan 20% dan rumput laut 40% sebanyak 11,5 ppm. Menurut Wirjatmadi et al. (2002), produk mie dengan penambahan rumput laut sebesar 30% mengandung kadar iodium sebanyak 156,89 μg per 100 g sampel. Mengkonsumsi 30 g mie yang mengandung rumput laut akan meningkatkan kadar iodium sebanyak 119 μg (Tobias et al., 2005). Menurut Almatsier (2001), konsumsi normal iodium adalah 100–150 μg sehari atau sekitar 1–2 μg per kg bobot badan. Dalam Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi dinyatakan bahwa Angka Kecukupan Gizi (AKG) untuk iodium adalah sebagai berikut: bayi sebesar 50–70 μg, balita dan anak sekolah sebesar 70–120 μg, remaja dan dewasa 150 μg, ibu hamil ditambah 25 μg dan ibu menyusui ditambah 50 μg per hari (Anon., 1998). Hasil analisis statistik mie ikan-rumput lautmenunjukkan bahwa perlakuan penambahan ikan dan rumput laut berpengaruh terhadap kadar iodium (p<0,05). Menurut Suryaalamsah (2007),
penambahan bubur rumput laut 37% akan meningkatkan 5,2 ppm bobot kering iodium dalam mie basah; 5,5 ppm bobot kering iodium dalam mie instan; dan 6 ppm bobot kering iodium dalam mie kering. Komposisi mie tanpa ikan dan rumput laut mempunyai kadar iodium 0% (perlakuan kontrol).
-
Kesimpulan
a. Dari hasil analisis organoleptik untuk kenampakan, warna, aroma dan tekstur, nilai yang terbaik adalah perlakuan mie dengan penambahan ikan 30% dan rumput laut 20%, sedangkan untuk rasa yang terbaik adalah perlakuan penambahan ikan 30% dan rumput laut 10%. b. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa penambahan ikan dan rumput laut berpengaruh terhadap kadar protein dan iodium, sedangkan untuk serat kasar penambahan ikan tidak berpengaruh tetapi penambahan rumput laut berpengaruh. c. Berdasarkan pertimbangan peningkatan kadar protein, iodium, dan serat kasar serta
karakteristik
organoleptik,
pada
pembuatan
ditambahkan ikan sebanyak 30% dan rumput laut 20%.
mie
kering
dapat
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2007. Farmakologi dan Terapi. edisi 5. Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Anonim. 2013.http://www.gen22.net/2013/04/manfaat-vitamin-e-dan-akibat-kekurangan.html. Diakses tanggal 31 oktober 2013 pukul 12:55. Amerthaningtyas, D dan Jaya, F. 2006. Sifat Fisiko-Kimia Mayonnaise dengan Berbagai Tingkat Konsentrasi Minyak Nabati dan Kuning Telur Ayam Buras. Jurnal Ilmuilmu peternakan volume 2. Malang: Universitas Brawijaya. Arta, Katerina. 2013. http://katherinearta.wordpress.com/2008/02/07/kebutuhan-vitaminsehari/. Diakses tanggal 31 Oktober 2013 pukul 11.50. Dalimartha, S. 2007. 36 Resep Tumbuhan Obat untuk Menurunkan Kolesterol. Jakarta: Penebar Swadaya. Djing, O.G. 2005. Terapi Mata dengan Pijat dan Ramuan. Jakarta: Penebar Plus. Kalsum, N. dkk. 2008. Kajian Optimasi Pengolahan Produk Beras Instan Ubi Jalar (ipomoea batat L.) Varietas Shiroyutaka. Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian Volume.13 dan No. 2. Lampung: Politeknik Negeri Lampung. Karmana, Oman. 2005. Cerdas Belajar Biologi. Jakarta: Grafindo. Marshall, Janette. 2002. Makanan Sumber Tenaga. Jakarta: Erlangga. Murniyati. dkk. 2010. Pengolahan Mie yang difortifikasi dengan Ikan dan Rumput Laut sebagai Sumber Protein, Serat Kasar, dan Iodium. Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Volume 5 dan No. 1. Jakarta. Rahayu, Suwarsi, Enni dan Pribadi, Putik. 2012. Kadar Vitamin dan Mineral dalam Buah Segar dan Manisan Basah Karika Dieng (Carica pubescens Lenne & K.Koch). Jurnal Biosaintifika 4 (2) (2012). Utami, P. 2010. Jus untuk kecerdasan, kesehatan dan Daya Tahan Tubuh Anak. Jakarta: PT. AgroMedia Pustaka. Youngson R. 2005. Antioksidan, Manfaat Vitamin C & E Bagi Kesehatan. Cet.1. Jakarta: Arcan.
LAMPIRAN
Djing, O.G. 2005. Terapi Mata dengan Pijat dan Ramuan. Jakarta: Penebar Plus.
Utami, P. 2010. Jus untuk kecerdasan, kesehatan dan Daya Tahan Tubuh Anak. Jakarta: PT. AgroMedia Pustaka
Dalimartha, S. 2007. 36 Resep Tumbuhan Obat untuk Menurunkan Kolesterol. Jakarta: Penebar Swadaya