Tolok Ukur Prinsip Hukum Sederhana, Cepat dan Biaya Ringan pada Peradilan Perdata Mohammad Amir Hamzah Universitas Trunojoyo Madura/
[email protected]/087751240949 Abstract Procedural law principle is simple, fast, and low cost is a fundamental principle of law in the civil justice system, because it determines the dignity of the judiciary. The principle of this law, is conceptually not clear that its application raises issues of judicial practice. Civil judicial practice in the courts of appeals indicates the deviation of this legal principle that led to a civil case examination mechanism be transparent and accountable. Therefore, it is necessary to benchmark these legal principles, so that justice practices can be implemented in a standard and transparent procedure so that justice can be upheld. Civil case examination procedures and transparent standard will provide a sense of justice and the rule of law which is the guarantee for the justice seekers do not cassation to the Supreme Court, resulting in the restriction of appeal in civil cases. Keywords: benchmarking, trial procedures, restrictions case Abstrak Prinsip hukum acara sederhana, cepat, dan biaya ringan merupakan prinsip hukum yang mendasar dalam sistem peradilan perdata, karena sangat menentukan harkat dan martabat lembaga peradilan. Prinsip hukum ini, secara konseptual belum jelas sehingga menimbulkan persoalan penerapannya pada praktek peradilan. Praktek peradilan perdata pada peradilan tingkat banding mengindikasikan terjadinya penyimpangan prinsip hukum ini sehingga menyebabkan mekanisme pemeriksaan perkara perdata menjadi tidak transparan dan akuntabel. Oleh karena itu, diperlukan adanya tolok ukur prinsip hukum ini, agar praktek peradilan dapat dilaksanakan dalam suatu prosedur yang baku dan transparan sehingga hukum dan keadilan dapat ditegakkan. Prosedur pemeriksaan perkara perdata yang baku dan transparan akan memberikan rasa keadilan dan kepastian hukum yang merupakan jaminan pencari keadilan untuk tidak melakukan upaya hukum kasasi pada Mahkamah Agung, sehingga terjadi pembatasan perkara kasasi dalam perkara perdata. Kata kunci : tolok ukur, prosedur persidangan, pembatasan perkara
78
79
Mohammad Amir Hamzah : Tolok Ukur Prinsip Hukum...
Pendahuluan
nullus testis. Prinsip hukum tidak
Prinsip hukum (Bruggink, 1999 :
mengenal hirarki
sehingga tidak
119) merupakan pikiran dasar yang
pernah
terdapat di dalam dan dibelakang
hukum. Fungsi
sistem hukum
dalam penyelesaian perkara menem-
sehingga prinsip
hukum merupakan
konflik
prinsip
prinsip hukum
dalam
pati posisi penting, karena memberi-
pembentukan hukum, atau pemben-
kan pesan moral dalam aturan
tukan hukum harus berorientasi pada
hukum sehingga memberikan arti
prinsip hukum (Yudha, 2010 : 22).
bagi kepentingan kehidupan ma-
Prinsip hukum tidak hanya dalam
syarakat dan sebagai landasan hakim
rangka pembentukan hukum, akan
untuk menentukan norma hukum
tetapi juga dalam rangka memecah-
landasan dalam menyelesaikan suatu
kan
perkara.
persoalan
dasar
terjadi
hukum
(praktek
hukum) jika aturan hukum yang
Berdasarkan hal tersebut, salah
tersedia tidak memadai atau tidak
satu prinsip hukum yang penting
dijumpai
hukum
adalah prinsip hukum acara sederha-
(Simamora, 200 : 22 dan Ramelan,
na, cepat, dan biaya ringan merupa-
2003 : 41).
kan prinsip hukum yang menjadi
adanya
aturan
Prinsip hukum dibedakan antara
landasan bekerjanya sistem peradilan
prinsip hukum umum dan prinsip
perdata khususnya peradilan tingkat
hukum
hukum
banding, namun tolok ukur prinsip
umum adalah prinsip hukum yang
hukum ini belum jelas sehingga
berhubungan dengan seluruh bidang
menyebabkan inkonsistensi imple-
hukum yang merupakan cita-cita
mentasi dalam proses peradilan.
sehingga merupakan suatu presump-
Pembahasan
tion, suatu persangkaan, sesuatu
Konsep Prinsip Hukum Sederha-
yang abstrak, misalnya
na, Cepat, dan Biaya Ringan
khusus.
Prinsip
putusan
hakim dianggap benar, setiap orang
Fungsi utama peradilan perdata,
diangap tahu akan undang-undang.
adalah “the primary function of the
Prinsip hukum khusus adalah prinsip
court is to determine the legality of
hukum yang berlaku dalam bidang
various kind of behavior” (Djamal,
hukum tertentu, seperti unus testis
2009 : 41), dengan fungsi yang
80
Rechtldee Jurnal Hukum, Vol. 10. No. 1, Juni 2015
menekankan pada keabsahan ber-
Bumiputera tidak boleh diperhatikan
bagai
masyarakat
peraturan yang lebih atau yang lain
(peristiwa hukum), maka prinsip
daripada yang ditentukan dalam
hukum acara sederhana, cepat, dan
reglemen ini”. Ketentuan ini dengan
biaya ringan (salah satu prinsip
tegas melarang diberlakukan peratu-
hukum yang berwujud aturan hukum
ran lainnya kecuali HIR pada perkara
yang dipositifkan dalam Pasal 2 ayat
orang golongan bumi putera. Pasal
(4) Undang-undang tentang kekua-
393 ayat (2) HIR, menyatakan bahwa
saan Kehakiman merupakan prinsip
:
jenis
prilaku
yang dikeluarkan untuk mengadakan
“Akan tetapi Gubernur Jenderal tinggal tetap memegang hak, sekadar tentang mengadili perkara perdata, setelah berbicara dengan Mahkamah Tinggi di Indonesia, akan menetapkan lagi peraturan lain, yang lebih sesuai dengan peraturan tuntutan hukum perdata di hadapan pengadilan Eropa, untuk pengadilan negeri di Jakarta, Semarang, dan Surabaya, jika nyata benar bahwa menurut pengalaman, perlu sekali diadakan peraturan demikian dan juga untuk pengadilan negeri yang lain-lain, jika terdapat juga keperluan yang demikian itu”.
sesuatu sedikit jumlahnya. Ketiga
Ketentuan ayat (1) dan ayat (2) ini
aspek ini merupakan satu kesatuan
tidak sinkron. Pasal 393 ayat (2) HIR
yang tidak dapat dipisahkan satu
ini untuk meniadakan ketidakadilan
sama lain.
yang terdapat dalam HIR. Menghi-
hukum penting, melandasi tahapan dan proses peradilan. Prinsip hukum ini, meliputi tiga aspek, yakni sederhana, cepat, dan biaya ringan. Sederhana merupakan kata sifat, artinya bersahaja; tidak berlebih-lebihan, sedangkan cepat merupakan kata sifat, artinya dalam waktu singkat; lekas;
segera,
sedangkan
biaya
ringan merupakan kata sifat, biaya
Semula, prinsip hukum ini berke-
langkan
lembaga
penggabungan,
naan dengan ketiadaan pengaturan
intervensi, penjaminan, dan rekes
lembaga penggabungan, penjami-
sipil (request civil) dalam HIR me-
nan, intervensi dan rekes sipil
rupakan
(request civil), namun diatur ketentu-
prosedur beracara pada peradilan
an antisipatif. Pasal 393 HIR ayat
golongan
(1), menyatakan: “Dalam hal menga-
menjadi sederhana, cepat, sehingga
dili perkara dihadapan pengadilan
biaya
langkah Indonesia
ringan.
menjadikan (Bumiputra)
Praktek,
lembaga
Mohammad Amir Hamzah : Tolok Ukur Prinsip Hukum...
81
penggabungan, intervensi, penjami-
berkaitan dengan jangka waktu yang
nan, dan rekes sipil (request civil)
tidak terlalu lama.
yang diatur dalam Rv dalam praktek peradilan
perdata
Mahkamah Agung menerbitkan
diberlakukan,
Surat Edaran Nomor 2 Tahun 1985
sehingga terjadi pergeseran tolok
tentang seleksi terhadap saksi-saksi
ukur berlakunya prinsip hukum ini.
yang diperintahkan untuk hadir di
Saat ini, tolok ukur prinsip hukum
sidang pengadilan, yang
pada
ini menggunakan tolok ukur penger-
pokoknya hendaknya hakim secara
tian modern, seperti efisien, efektif
bijaksana melakukan seleksi terha-
dan biaya dapat dijangkau oleh ma-
dap saksi-saksi yang diperintahkan
syarakatlihat penjelasan Pasal 2 ayat
untuk hadir dipersidangan. Surat
(4) Undang-undang Nomor 48 Tahun
edaran ini menekankan bahwa hanya
2009 tentang Kekuasaan Keha-
saksi yang dianggap penting saja
kiman. Prinsip hukum acara sederha-
yang
na, cepat, dan biaya ringan merupa-
Demikian pula Peraturan Mahkamah
kan prinsip hukum acara yang jelas,
Agung RI Nomor 02 Tahun 2009
mudah dipahami dan tidak berbe-
tentang Biaya Proses Penyelesaian
lit-belit
Perkara dan Pengelolaanya Pada
dan
pemeriksaan
merupakan yang
relatif
proses tidak
didengar
Mahkamah Agung
keterangannya.
dan
Badan
memakan jangka waktu lama sampai
Peradilan yang ada dibawahnya,
bertahun-tahun sesuai dengan kese-
mengatur biaya proses perkara pada
derhanaan hukum acara itu sendiri
peradilan tingkat banding, dan Mah-
(Harahap, 1993 : 54) Namun demiki-
kamah Agung, yang menegaskan
an, meskipun proses beracara dan
bahwa proses biaya perkara perdata
pemeriksaan perkara harus berjalan
dibebankan kepada pihak atau para
secara sederhana, cepat dan biaya
pihak yang berperkara, Besarnya
ringan, proses beracara tidak boleh
biaya proses pada Pengadilan Ting-
mengurangi ketepatan pemeriksaan
kat Banding sebesar Rp. 150.000,00
dan penilaian terhadap hukum dan
(seratus lima puluh ribu rupiah),
keadilan (Harahap, 1993 : 54). Tolok
sedangkan
ukur
dengan
500.000,00 (lima ratus ribu rupiah);
prosedur yang sederhana, efektif
kecuali perkara dengan prodeo dibe-
efisien
berkaitan
kasasi
sebesar
Rp.
Rechtldee Jurnal Hukum, Vol. 10. No. 1, Juni 2015
82 bankan kepada negara. Penyelesaian masih
Surat
Edaran
Mahkamah
perkara
perdata
Agung Nomor 1 Tahun 2002 tentang
enam
bulan,
Pemberdayaan Pengadilan Tingkat
melebihi
sebagaimana
arkan
diungkapkan
Mahkamah Agung
oleh
dalam
Pertama
Menerapkan
Lembaga
Surat
Damai. Melalui lembaga perdamaian
Edaran Mahkamah Agung, Nomor: 3
(dading) diharapkan proses peradilan
Tahun 1998 tentang Penyelesaian
perdata dapat berlangsung dengan
Perkara, bahwa :
sederhana, cepat, dan biaya ringan.
“… Dalam kenyataannya masih terdapat penyelesaian perkara yang diputus melewati 6 (enam) bulan sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Surat Edaran Mahkamah Agung tersebut”. Fakta berikutnya, terdapat dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor
6 Tahun
1992
tentang
Penyelesaian Perkara di Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri, menyatakan bahwa “Ternyata sampai saat ini penyelesaian perkara-perkara pidana dan perdata, baik yang diperiksa di Pengadilan Negeri, maupun Pengadilan Tinggi, memakan waktu terlalu lama”. Permasalahan ini, bukan terletak pada keberadaan
jumlah
hakim
pada
peradilan tingkat banding, tetapi terletak pada keberadaan hukum acara yang berlaku. Upaya untuk melaksanakan prinsip hukum acara sederhana, cepat, dan biaya ringan, dalam proses peradilan dilakukan dengan dikelu-
Implementasi
Prinsip
Hukum
Peradilan Sederhana, Cepat, dan Biaya
Ringan
dalam
Perkara
Perdata Prinsip hukum acara sederhana, cepat dan biaya ringan dalam implementasinya berhadapan dengan berbagai macam bentuk upaya hukum, seperti perlawanan, banding, kasasi, dan peninjauan kembali, sehingga yang
tampak
dalam
praktek
peradilan perdata terjadi peradilan yang rumit, berbelit-berbelit, serta memakan waktu lama. Nampak prinsip hukum acara sederhana, cepat, dan biaya ringan tidak memberikan pengaruh apapun terhadap praktek peradilan perdata, terutama praktek peradilan tingkat banding. Peradilan tingkat banding tidak mampu membatasi jumlah perkara perdata yang melakukan upaya hukum kasasi. Ketidakmampuan peradilan tingkat
Mohammad Amir Hamzah : Tolok Ukur Prinsip Hukum...
83
banding sebagai sarana membatasi
Selanjutnya, Sudikno Mertoku-
jumlah perkara, salah satunya dise-
sumo, menyatakan, bahwa : (Sudik-
babkan karena ketidakjelasan tolok
no, 1988: :54) Terlalu banyak formalitas merupakan hambatan bagi jalannya peradilan. Dalam hal ini bukan hanya jalannya peradilan dalam pemeriksaan di muka sidang saja, tetapi juga penyelesaian daripada berita acara pemeriksaan di persidangan sampai pada penanda-tanganan putusan oleh hakim dan pelaksanaannya. Tidak jarang suatu perkara tertunda-tunda sampai bertahun-tahun karena saksi tidak datang atau para pihak bergantian tidak datang atau minta mundur. Maka cepatnya jalannya peradilan akan meningkatkan kewibawaan pengadilan dan menambah kepercayaan masyarakat kepada pengadilan”.
ukur prinsip hukum acara sederhana, cepat, dan biaya ringan sehingga terjadi kesulitan implementasinya. Beberapa pendapat berusaha merumuskan tolok ukur prinsip hukum acara sederhana, cepat, dan biaya ringan, diantaranya, Sudikno Mertokusumo, menyatakan: (Sudikno, 1998: 35) “Acara yang jelas, mudah dipahami, dan tidak berbelit-belit. Makin sedikit dan sederhana formalitas yang diwajibkan atau diperlukan dalam beracara di muka pengadilan, makin baik. Terlalu banyak formalitas yang sukar dipahami atau peraturan-peraturan yang berwayuh arti (dubieus), sehingga memungkinkan timbulnya pelbagai penafsiran, kurang menjamin adanya kepastian hukum dan menyebabkan keengganan atau ketakutan untuk beracara di muka pengadilan”. Tolok ukurnya adalah formalitas yang diwajibkan. Formalitas menunjuk adanya tata cara atau prosedur tertentu, yang diatur hukum acara perdata. Prosedur beracara perkara perdata berkaitan dengan fungsi peradilan judex facti atau judex juris. Tolok ukur ini tidak jelas karena masih abstrak, perlu dirumuskan menjadi lebih konkrit.
Tolok ukurnya berkaitan dengan tiga (3) hal, yakni : tata cara persidangan, waktu penyelesaian berita acara, dan pelaksanaan putusan. Pendapat lainnya, disampaikan oleh M. Yahya Harahap (1993 : 35) yang menyatakan bahwa “…suatu proses pemeriksaan yang relatif tidak memakan jangka waktu lama sampai bertahun-tahun sesuai dengan kesederhanaan hukum acara itu sendiri. Apa yang sudah memang sederhana, jangan sengaja dipersulit oleh hakim kearah proses pemeriksaan yang berbelit-belit dan tersendat-sendat. Jangan sampai jalannya pemeriksaan mundur terus untuk sekian puluh kali atas berbagai alasan yang tidak sah menurut hukum.”
84
Rechtldee Jurnal Hukum, Vol. 10. No. 1, Juni 2015
Pendapat ini tidak menentukan tolok
si justisial. Demikian pula halnya
ukur
pada tahap pemeriksaan perkara oleh
prinsip
hukum
sederhana,
cepat, dan biaya ringan, hanya mem-
majelis
peringatkan hakim untuk konsisten
tentang Peradilan Tingkat Banding
terhadap
tidak mengatur mekanisme pemerik-
kesederhanaan
hukum
acara perdata.
hakim,
Undang-Undang
saan perkara sehingga tidak dapat
Sesuai dengan perkembangannya,
diketahui tenggang waktu pemerik-
maka tolok ukur prinsip hukum
saan perkara. Jadi, konsep efisiensi
sedernana, cepat, dan biaya ringan
itu mencakup tiga aspek, yakni
(modern), adalah efisien,
efektif,
sederhana, cepat, dan biaya ringan.
dan rasional (lihat penjelasan Pasal 2
Implementasi prinsip hukum seder-
ayat (4) Undang-Undang Nomor 48
hana, cepat, dan biaya ringan, akan
Tahun 2009 tentang Kekuasaan
menjadikan peradilan tingkat ban-
Kehakiman. Efisiensi
ding efektif. Efektif, artinya
ketepatan cara sesuatu
merupakan
dalam menjalankan
dengan tidak membuang
ada
akibatnya, pengaruhnya, atau membawa hasil
pada proses peradilan
waktu, tenaga, biaya (kedayagunaan
perdata, berupa keadilan dan kepas-
atau ketepatgunaan); atau kemam-
tian hukum. Tolok ukur efisien dan
puan menjalankan tugas dengan baik
efektif menjadi bermakna jika ditam-
dan tepat dengan tidak membuang
bah dengan rasionalitas, artinya
waktu, tenaga, biaya. Tata cara
implementasi prinsip hukum acara
pemeriksaan perkara perdata pada
sederhana, cepat, dan biaya ringan
peradilan tingkat banding dilak-
harus memperhatikan pertimbangan
sanakan
memperhatikan
yang logis atau menurut pikiran yang
kecepatan waktu pemberkasan per-
sehat melalui ketelitian dan kecer-
kara pada tahap administrasi justi-
matan dalam mencari kebenaran dan
sial, dan tahap pemeriksaan perkara
keadilan.
oleh
dengan
majelis.
Undang-Undang
Praktek peradilan,
Mahkamah
Nomor 20 Tahun 1947 tentang
Agung mengeluarkan Surat Edaran
Pengadilan Peradilan Ulangan tidak
Mahkamah Agung, Nomor 6 Tahun
mengatur tentang tenggang waktu
1992 tentang Penyelesaian Perkara
pemberkasan pada tahap administra-
di Pengadilan Tinggi dan Pengadilan
85
Mohammad Amir Hamzah : Tolok Ukur Prinsip Hukum...
Negeri yang pada pokoknya meng-
Kaitan Prinsip Hukum Peradilan
himbau kepada Ketua pengadilan
Sederhana,
negeri dan Ketua pengadilan tinggi
Ringan dengan Keadilan, dan
supaya benar-benar memperhatikan
Kepastian Hukum Dalam Perkara
pengisian
Perdata
kolom-kolom
tentang
tanggal penerimaan perkara; tanggal
Cepat,
dan
Biaya
Prinsip hukum acara sederhana,
tanggal
cepat, dan biaya ringan dalam perka-
putusan, dan penyelesaian minute-
ra perdata tidak dapat dilepaskan
ring, sehingga nampak penggamba-
dengan masalah keadilan dan kepas-
ran yang jelas dengan tugas dan
tian hukum, karena prinsip hukum
kewajiban dari badan peradilan,
acara sederhana, cepat dan biaya
untuk mewujudkan peradilan yang
ringan menjadi salah satu tolok ukur
sederhana, cepat dan biaya ringan.
implementasi keadilan dan kepastian
Tujuan pengisian kolom ini merupa-
hukum. Keadilan dan kepastian
kan bahan pimpinan badan peradilan
hukum dapat dibedakan akan tetapi
untuk memperbaiki tenggang waktu
tidak dapat dipisahkan, keduanya
penyelesaian perkara. Ditegaskan
dibutuhkan dan harus tercermin
pula bahwa pada dasarnya jumlah
dalam suatu putusan. Putusan yang
hakim di Pengadilan Negeri maupun
benar,
di Pengadilan Tinggi sudah mencu-
mencerminkan keadilan dan kepas-
kupi kebutuhan untuk penyelesaian
tian hukum yang proporsional, tidak
perkara di Pengadilan Negeri atau-
berat sebelah. Terlalu berat berpihak
pun di Pengadilan Tinggi dalam
kepada keadilan dengan mengesa-
waktu 6 (enam) bulan, jika melebihi
mpingkan kepastian hukum akan
6 (enam) bulan Ketua Pengadilan
menabrak undang-undang yang akan
Negeri atau Pengadilan Tinggi diha-
menimbulkan ketidakpastian hukum,
ruskan untuk melaporkan hal terse-
sebaliknya terlalu berat berpihak
but dengan menyebut alasan-ala-
kepada kepastian hukum akan mena-
sannya kepada Ketua Pengadilan
brak rasa keadilan sehingga menim-
Tinggi dan Ketua Mahkamah Agung
bulkan ketidakadilan. Keadilan dan
RI.
kepastian hukum merupakan dua hal
dimulainya
persidangan,
adalah
putusan
mampu
yang berbeda namun berkaitan erat
86
Rechtldee Jurnal Hukum, Vol. 10. No. 1, Juni 2015
dengan masalah penegakan hukum.
positif itu baik atau jelek, adil atau
Keadilan merupakan pengetahuan
tidak adil. Suatu hukum positif dapat
dalam bidang politik hukum sedang-
dipandang adil dipandang dari sudut
kan kepastian hukum merupakan
politik tertentu, dan tidak adil dipan-
pengetahuan dalam bidang hukum
dang dari sudut pandang politik yang
positif (Kelsen, 1992 : vii). Pengeta-
lain. Ajaran murni tentang hukum
huan dalam bidang hukum positif
menjauhkan diri dari penilaian-pe-
merupakan
nilaian subyektif (Kelsen, 1992:
hukum
ruang
lingkup
sedangkan
ilmu
pengetahuan
viii).
dalam bidang politik hukum merupa-
Suatu aturan hukum berlaku atau
kan ruang lingkup ilmu politik
mengapa manusia harus bertingkah
hukum. Pada tataran keilmuan, ilmu
laku sesuai aturan hukum tertentu,
hukum harus dibedakan dengan ilmu
tidak dapat ditemukan jawabannya
politik, bahkan menurut Kelsen, ilmu
dengan menunjuk pada suatu fakta
hukum
dari
yang ada, melainkan suatu aturan
unsur-unsur politik, namun dalam
hukum berlaku karena adanya norma
masyarakat harus dijalankan politik
yang lebih tinggi, sampai norma
(Kelsen, 1992 : vii). Pendapat Kelsen
yang tertinggi dan terakhir yang
ini dikenal dengan ajaran murni
berupa Grundnorm (Kelsen, 1992 :
tentang hukum (Reine Rechtslehre,
ix). Grundnorm merupakan norma
Pure Theory of Law) yang termasuk
yang memberikan kesatuan dan
aliran positivisme hukum.
keutuhan
harus
dibebaskan
Ajaran tentang hukum positif
dalam
kemajemukan
norma-norma, karena menjadi dasar
harus bersifat murni, artinya men-
berlakunya
jauhkan
unsur
mewujudkan diri sebagai tata hukum
penilaian (Kelsen, 1992 : viii), seper-
(Kelsen, 1992 : x). Posisi Grund-
ti tidak mempersoalkan tentang
norm
pengertian keadilan. Jelasnya, ajaran
berfungsi sebagai landasan bagi
murni tentang hukum merupakan
berlakunya secara obyektif suatu tata
teori tentang hukum ‘yang senyata-
hukum positif.
ajaran
itu
dari
norma-norma
seperti
ini,
yang
menjadikan
nya’ dan ‘tidak mempersoalkan yang
Mengamati keberadaan keadilan
senyatanya’, seperti apakah hukum
dan kepastian hukum yang berada
87
Mohammad Amir Hamzah : Tolok Ukur Prinsip Hukum...
dalam bidang yang berbeda, maka
mengedepankan keadilan maka akan
muaranya muncul ketika hukum
mengorbankan
dimaknai bukan sebagai ilmu hukum
demikian
semata tapi sebagai ilmu terapan
mengedepankan kepastian hukum
(law in actions). Basuki Rekso
akan mengorbankan keadilan. Jika
Wibowo (2011 : 7), menegaskan
harus
bahwa “sejatinya law in books ha-
mengedepankan keadilan merupakan
nyalah memuat rumusan normatif
pilihan utama, karena tujuan utama
ideal (das sollen) yang belum tentu
hukum (putusan) adalah keadilan,
dengan sendirinya akan menjadi
sedangkan kepastian hukum adalah
operasional dalam kenyataan prak-
tujuan antara menuju tujuan utama.
tiknya (das sein)”. Aturan hukum
Aristoteles (Marbun, 1997 : 11) me-
dibuat bukan untuk aturan itu sendiri
nyatakan bahwa pada hakekatnya
tapi untuk mencapai tujuan, yakni
substansi hukum adalah keadilan,
ketertiban, keteraturan, kedamaian,
yakni hukum sebagai ius, iustitia,
kemanfatan serta keadilan (Wibowo,
recht atau right, mengandung prin-
2011 : 7), seperti yang ditegaskan
sip
oleh paham utilatarian dari John
keadilan. Demikian juga Roscoe
Stuart Mill maupun Jeremy Ben-
Pound (Huijbers, 1982 : 7), menya-
tham, bahwa tujuan hukum adalah
takan bahwa hakikat hukum mem-
untuk
kebahagian
berikan keadilan dalam masyarakat.
yang sebesar-besarnya bagi seban-
Demikian pula menurut Thomas
yak-banyaknya warga masyarakat
Aquinas (Sumaryono, 2002 : 167),
(the great happines for the great
bahwa tujuan hukum untuk menca-
numbers) (Wibowo, 2011 : 7).
pai kebaikan umum, yakni demi
mendatangkan
Ketika hukum dimaknai sebagai
pula
memilih,
atau
asas
tercapainya hidupnya.
keadilan
disampaikan
kepastian
hukum.
hukum,
sebaliknya
maka
yang
Pendapat
jika
pilihan
berintikan
kebahagian
law in action, memunculkan konflik dan
kepastian
dalam
yang
Soernarjati
sama
Hartono
Keadilan dan kepastian hukum tidak
(Hartono, 1976 : 17), yang menya-
mungkin dapat diciptakan bersamaan
takan bahwa “tujuan hukum yang
secara mutlak dalam putusan, karena
terpenting adalah untuk mencapai
sifatnya yang bertentangan. Jika
keadilan di dalam masyarakat”.
88
Rechtldee Jurnal Hukum, Vol. 10. No. 1, Juni 2015
Keadilan
ber-
kan sehingga terjadi kesetaraan.
hubungan dengan hukum ketika
Muncullah kemudian apa yang dike-
mengamati hukum dari dari aspek
nal dengan pandangan keadilan
‘fair’ atau ‘unfair’ (Hart, 1988 :
sebagai sarana pemeliharaan atau
154).
mulai
‘Fair
unfair’
tidak
pemulihan kesimbangan atau propor-
moralitas,
si (“...as maintaining or restoring a
yang nampak ketika beban atau man-
balance or proportion...”) dengan
faat tertentu hendak didistribusikan
prinsip hukumnya bahwa perlakukan
dan konpensasi atas kerugian yang
hal yang serupa dengan cara yang
diderita.
hanya
serupa (“treat like cases alike”) dan
berhubungan dengan distribusi atau
perlakukan hal yang berbeda dengan
kompensasi, namun juga berhubu-
cara yang berbeda (“treat different
ngan dengan “...but also of a judge
cases differently”) (Hart, 1988 :
as just or unjust; trial as fair or
155).
berdampingan
atau
muncul
dengan
Keadilan
bukan
unfair; and a person as justly or
Prinsip hukum perlakukan hal
unjustly convicted” (Hart, 1988 :
yang serupa dengan cara yang serupa
154-155).
mempunyai aspek, yakni aspek kese-
Prinsip umum dalam penerapan
ragaman atau konstan (a uniform or
individu
constant feature) dan aspek tidak
dihadapan individu lainnya berhak
tentu yang berkaitan dengan kapan
atas kedudukan yang setara atau
sesuatu dipandang serupa atau berbe-
ketidaksetaraan (“ individuals are
da (a shifting or varying criterion
entitled in respect of each other to a
used in determining when, for any
certain relative position of equality
given purpose, cases are alike or
or inequality”) (Hart, 1988 : 155).
different) (Hart, 1988 : 156). Konsep
Ketika penegakan hukum perdata
keadilan dalam penerpannya me-
dilakukan maka setiap penggugat
ngandung rujukan tersirat pada suatu
dan
hak
standar
yang
kedudukan relatif berupa kesetaraan
dengan
klasifikasi
atau ketidaksetaraan. Jika, salah satu
dituju.
konsep keadilan, bahwa
tergugat
mempunyai
bervariasi hal-hal
sesuai yang
pihak memperoleh perlakuan yang
Keserupaan dan perbedaan yang
berbeda maka hal itu harus dipulih-
relevan dintara individu yang harus
Mohammad Amir Hamzah : Tolok Ukur Prinsip Hukum...
89
dirujuk oleh penegak hukum, diten-
menjadi efisiensi, efektivitas, dan
tukan
rasionalitas.
oleh
hukum. Tidak
ada
prasangka atau kepentingan yang mempengaruhi
penegak
hukum
Saran
dalam memperlakukan para pihak
Melakukan pembaharuan Undang-
secara setara (Hart, 1988 : 156). Oleh
Undang tentang Peradilan Tingkat
karena itu, standar-standar prosedu-
Banding dan RBg, dengan meletak-
ral semacam “ audi alteram partem”
kan prinsip hukum acara sederhana,
dipandang
ketentuan
cepat, dan biaya ringan sebagai
keadilan, yang berfungsi sebagai
pedoman penyusunan aturan hukum
jaminan pelaksanaan prinsip hukum
tentang tata cara pemeriksaan perka-
sebagai
ketidakberpihakan
(impartiality)
ra perdata.
atau kejujuran (objectivity), yang dimaksudkan untuk
memastikan
bahwa hukum diterapkan bagi semua orang dan hanya bagi mereka yang serupa dalam segi-segi yang relevan yang ditentukan oleh hukum itu sendiri (Hart, 1988: 156). Penutup Simpulan Berdasarkan uraian diatas ini maka dapat disimpulkan bahwa Indonesia sebagai negara hukum dapat ditegakkan jika mempunyai independensi peradilan melalui implementasi prinsip hukum hukum acara sederhana, cepat, dan biaya ringan dalam pembentukan hukum dan praktek hukum. Tolok ukur prinsip hukum acara ini mengalamai perkembangan, yakni
Daftar Rujukan Baswedan, Ismet, 2004, Hukum Acara Perdata Peradilan Umum, Surabaya : Airlangga University Press. Bruggink, J.J.H., 1999, Refleksi tentang Hukum, alih bahasa Arief Sidharta, Bandung : Citra Aditya. Djamal, 2099, Hukum Acara Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Indonesia, Bandung : Pustaka Reka Cipta. Kelsen, Hans, 1992 Introduction to The Problems of Legal Theory, A Translation of The First Edition of The Reine Rechtslehre or Pure Theory of Law, translated by Bonnie Litschewski Paulson and Stanley L. Paulson, New York : Oxford University Press.
90
Rechtldee Jurnal Hukum, Vol. 10. No. 1, Juni 2015
Hart, H.L.A., 1988, The Concept of Law, New York : Oxford University. Hartono, 1976, Soenarjati Apakah The Rule Of law itu?, Bandung : Alumni. Huijbers, Theo, 1982, Filsafat Hukum dalam Lintasan Sejarah, Yogyakarta : Kanisius. Mertokusumo, Sudikno, 1998, Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta : Liberty. Neufeldt, Victoria, 1989, Webster’s New World Dictionary of American English, New York : Prentice Hall General Reference. Ramelan, Eman, 2003. Prinsip-prinsip Pengaturan Ruang Bawah Tanah Untuk Bangunan Gedung dalam Sistem Hukum Agraria Nasional, Disertasi, Program Pasca Sarjana Universitas Airlangga, Surabaya.
Soerodjo, Irawan, 1999, Kepastian Hukum Pendaftaran Hak Atas Tanah di Indonesia, Disertasi, Program Pascasarjana Universitas Airlangga Surabaya. Sumaryono, E, 2002, Etika Hukum : Relevansi Teori Hukum Kodrat Thomas Aquinas, Yogyakarta : Karnisius. Subekti, R., 1989, Hukum Acara Perdata, Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman, Bandung : Binacipta. Sogar Simamora, Yohanes, 2005. Prinsip Hukum Kontrak dalam Pengadaan Barang dan Jasa oleh Pemerintah, Disertasi, Program Pasca Sarjana Univertsitas Airlangga, Surabaya. Yudha Hernoko, Agus, 2010, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial, Jakarta : Kencana Prenada Media Group.