TINJAUAN PUSTAKA Irigasi Air adalah unsur yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, yakni demi peradaban manusia. Bahkan dapat dipastikan, tanpa pengembangan sumber daya air secara konsisten peradaban manusia tidak akan mencapai tingkat yang dinikmati sampai saat ini. Oleh karena itu, pengembangan dan pengelolaan sumber daya air merupakan dasar peradaban manusia (Sunaryo dkk., 2004). Dalam rangka pembangunan pertanian yang berkelanjutan, maka pengelolaan lahan harus menerapkan suatu teknologi yang berwawasan konservasi. Suatu teknologi pegelolaan lahan yang dapat mewujudkan pembangunan pertanian berkelanjutan yang memiliki ciri-ciri seperti: pertanian yang dapat meningkatkan pendapatan petani, komoditi yang diusahakan sesuai dengan keadaan fisik lahan dan dapat diterima oleh pasar, tidak mengakibatkan degradasi lahan karena laju erosi kecil, dan teknologi tersebut dapat diterapkan oleh masyarakat (Sinukaban, 1994). Sistem irigasi merupakan suatu sistem yang terbuka secara struktural dan fungsional. Sistem irigasi merupakan suatu set dari elemen-elemen fisik dan sosial yang difungsikan untuk: (1) mendapatkan air dari suatu sumber terkumpulnya air secara alami, (2) memberikan fasilitas dan mengendalikan perpindahan air dari sumber air ke lahan atau tempat lain yang dimaksudkan untuk budidaya tanaman pertanian atau tanaman-tanaman lain yang diinginkan, dan (3) menyebarkan air ke daerah lingkungan perakaran di lahan yang dialiri (Small and Svendsen, 1992). Irigasi secara umum didefenisikan sebagai penggunaan air pada tanah untuk keperluan penyediaan cairan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanam-
5 Universitas Sumatera Utara
6
tanaman. Pemberian air irigasi dapat dilakukan dalam lima cara: (1) dengan penggenangan (flooding); (2) dengan menggunakan alur, besar atau kecil; (3) dengan menggunakan air di bawah permukaan tanah melalui sub irigasi, sehingga menyebabkan permukaan air tanah naik; (4) dengan penyiraman (sprinkling); atau (5) dengan sistem cucuran (trickle) (Hansen dkk., 1986).
Irigasi Tetes Irigasi cucuran, juga disebut irigasi tetesan (drip), terdiri dari jalur pipa yang ekstensif biasanya dengan diameter yang kecil yang memberikan air yang tersaring langsung ke tanah dekat tanaman. Alat pengeluaran air pada pipa disebut pemancar (emitter) yang mengeluarkan air hanya beberapa liter per jam. Dari pemancar, air menyebar secara menyamping dan tegak oleh gaya kapiler tanah yang diperbesar pada arah gerakan vertikal oleh gravitasi. Daerah yang dibasahi oleh pemancar tergantung kepada besarnya aliran, jenis tanah, kelembaban tanah, dan permeabilitas tanah vertikal dan horizontal (Hansen dkk., 1986). Irigasi tetes merupakan cara pemberian air dengan jalan meneteskan air melalui pipa-pipa secara setempat di sekitar tanaman atau sepanjang larikan tanaman. Disini hanya sebagian dari daerah perakaran yang terbasahi, tetapi seluruh air yang ditambahkan dapat diserap cepat pada keadaan kelembaban tanah yang rendah. Jadi keuntungan cara ini adalah penggunaan air irigasi yang sangat efisien (Hakim dkk., 1986).
Universitas Sumatera Utara
7
Komponen Irigasi Tetes Jaringan Pipa pada Irigasi Tetes Pipa yang digunakan pada irigasi tetes terdiri dari pipa lateral, pipa sekunder dan pipa utama komponen penting dari irigasi tetes. Tata letak dari irigasi tetes dapat sangat bervariasi tergantung kepada berbagai faktor seperti luas tanah, bentuk dan keadaan topografi. Irigasi tetes tersusun atas dua bagian penting yaitu pipa dan emiter. Air dialirkan dari pipa dengan banyak percabangan yang biasanya terbuat dari plastik yang berdiameter 12 mm (1/2 inci) – 25 mm (1 inci) (Hansen dkk., 1986). Pipa utama (main line, head unit) terdiri dari pompa, tangki injeksi, filter utama, pengukur tekanan, pengukur debit dan katup pengontrol. Pipa utama umumnya terbuat dari pipa polyvinylchloride (PVC), galvanized steel atau besi cor dan berdiameter antara 7,5 – 25 cm. Pipa utama dapat dipasang di bawah permukaan tanah (Sapei, 2003). Pipa pembagi (sub-main, manifold) dilengkapi dengan filter kedua yang lebih halus (80 - 100 µ m), katup solenoid, regulator tekanan, pengukur tekanan dan katup pembuang. Pipa sub-utama terbuat dari pipa PVC atau pipa HDPE (high density polyethylene) dan berdiameter antara 50 – 75 mm (Sapei, 2003). Pipa lateral umumnya terbuat dari pipa PVC fleksibel atau pipa politeline dengan diameter 12 mm – 32 mm. Emiter dimasukkan ke dalam pipa lateral pada jarak yang ditentukan yang dipilih sesuai dengan tanaman dan kondisi tanah. Pipa lubang ganda, pipa porus dan pipa dengan perforasi yang kecil pada beberapa instalasi keduanya digunakan sebagai pipa pembawa dan sebuah system emitter (Hansen dkk., 1986).
Universitas Sumatera Utara
8
Emiter Emiter merupakan alat pengeluaran air yang disebut pemancar. Emiter mengeluarkan dengan cara meneteskan air langsung ke tanah ke dekat tanaman. Emiter mengeluarkan air hanya beberapa liter per jam. Dari emiter air keluar menyebar secara menyamping dan tegak oleh gaya kapiler tanah yang diperbesar pada arah gerakan vertikal oleh gravitasi. Daerah yang dibasahi emiter tergantung pada jenis tanah, kelembaban tanah, permeabilitas tanah. Emiter harus menghasilkan aliran yang relatif kecil menghasilkan debit yang mendekati konstan. Penampang aliran perlu relatif lebar untuk mengurangi tersumbatnya emiter (Hansen dkk., 1986). Menurut Keller and Bliesner (1990) emiter merupakan alat pembuangan air, emiter dipasang di dekat tanaman dan tanah. Semakin dekat ke tanah semakin efisien air yang diterima tanah dan tanaman karena semakin besar daerah yang terbasahi semakin tinggi kelembaban tanah. Semakin dekat jarak emiter maka semakin banyak daerah yang terbasahi. Berdasarkan pemasangan di pipa lateral, penetes dapat menjadi (a) on-line emitter, dipasang pada lubang yang dibuat di pipa lateral secara langsung atau disambung dengan pipa kecil; (b) in-line emitter, dipasang pada pipa lateral dengan cara memotong pipa lateral. Penetes juga dapat dibedakan berdasarkan jarak spasi atau debitnya, yaitu (a) point source emitter, dipasang dengan spasi yang renggang dan mempunyai debit yang relatif besar; (b) line source emitter, dipasang dengan spasi yang lebih rapat dan mempunyai debit yang kecil. Pipa porous
dan
pipa
berlubang
juga
dimasukkan
pada
kategori
ini
(Prastowo, 2003).
Universitas Sumatera Utara
9
Tabung Marihot Tabung Marihot merupakan tabung untuk mengalirkan air dengan head sesuai dengan rancangan (20 cm – 250 cm). Prinsip kerja tabung marihot adalah pengaliran air dengan tekanan atmosfir atau dengan kata lain low pressure, sehingga air yang keluar pada setiap emiter akan seragam (Tusi, 2006). Tabung marihot berfungsi sebagai wadah atau tangki air irigasi/ larutan nutrisi yang dapat mengalirkan aliran debit tetap, dan debit akan berubah pada elevasi yang berbeda (pada head yang berbeda). Bagian ini dilengkapi dengan selang-selang kecil untuk saluran pemasukan udara dan saluran pengairan. Menurut Tusi (2006), cara kerja tabung marihot yaitu udara luar yang mempunyai tekanan 1 atm masuk ke dalam tabung marihot melalui lubang masuk udara, karena berat udara yang lebih ringan dari air irigasi (larutan nutrisi) maka udara luar yang masuk akan naik ke bagian atas tabung marihot. Udara yang berada di bagian atas tabung akan menekan air irigasi (larutan nutrisi) yang ada dalam tabung marihot dengan tekanan tetap sebesar 1 atm sehingga larutan nutrisi akan mengalir keluar melalui lubang pengaliran dengan kecepatan yang tetap. Adanya tekanan udara dan beda head yang tetap ini akan menyebabkan kecepatan aliran nutrisi tetap. Penutup dan tempat pemasukan larutan nutrisi Pipa pemasukan udara ke dalam tabung
Kran pembuka laju aliran nutrisi (output)
Gambar 1. Tabung Marihot
Universitas Sumatera Utara
10
Tekanan Menurut Erizal (2003) keseragaman pemberian air ditentukan berdasarkan variasi debit yang dihasilkan emiter. Karena debit merupakan fungsi dari tekanan operasi, maka variasi tekanan operasi merupakan faktor keseragaman aliran. Oleh karena tekanan berpengaruh pada debit emiter maka semakin besar tinggi air tangki penampungan akan semakin tinggi pula tekanan. Sehingga debit akan semakin besar.
Debit Debit adalah banyaknya volume air yang mengalir per satuan waktu. Pada irigasi tetes debit yang diberikan hanya beberapa liter per jam. Umumnya debit rata-rata dari emiter tersedia dari suplier peralatan. Debit untuk irigasi tetes bergantung dari jenis tanah dan tanaman. Debit irigasi tetes yang umum digunakan 4 ltr/jam, namun ada beberapa pengelolaan pertanian menggunakan debit 2, 6, 8 ltr/jam. Penggunaan debit berdasarkan jarak tanam dan waktu operasi (Keller and Bliesner, 1990). Debit air rata-rata (Qa) dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
Ta =
G ……………………………...…… (1) N p Qa
Dimana: Ta
= lama pemberian air (jam/hari)
G
= volume air irigasi keseluruhan per tanaman per hari (l)
Np
= jumlah emiter per tanaman
Qa
= debit rata-rata dari keseluruhan emiter (l/jam)
(Sapei, 2003).
Universitas Sumatera Utara
11
Keseragaman Irigasi Menurut Sapei (2003), besarnya nilai Cu yang layak untuk irigasi tetes adalah lebih besar dari 90%. Keseragaman aplikasi air merupakan salah satu faktor penentu efisiensi irigasi yang dihitung dengan persamaan koefisiensi keseragaman
irigasi
(CU/Coefficient
Uniformity)
dengan
menggunakan
persamaan Christiansen: ∑ xi − x Cu = 1001 − ................................. (2) ∑ xi Diamana: Cu
= koefisiensi keseragaman irigasi (%)
xi
= volume air pada wadah ke-i (ml)
x
= nilai rata-rata dari volume air pada wadah (ml)
∑ xi − x
= jumlah dari deviasi absolut dari rata-rata pengukuran (ml).
Efisiensi Penyebaran Irigasi Tetes Pemberian air irigasi adalah distribusi air irigasi normal yang merata pada daerah perakaran. Pada hampir seluruh keadaan, makin merata air yang didistribusikan makin baik reaksi tanaman. Penyebaran air yang tidak sama mengandung banyak karakteristik yang tidak diinginkan. Pada daerah yang kering terlihat perbedaan yang diberi air irigasi secara tidak merata kecuali kelebihan air yang tidak digunakan, yang sebaliknya berakibat pada pemborosan air. Apabila ada kecenderungan untuk akumulasi garam, daerah tersebut yang menerima air lebih sedikit dari kedalaman air yang diinginkan akan menunjukkan akumulasi
Universitas Sumatera Utara
12
garam yang paling besar. Rumus untuk efisiensi penyebaran air yang menggambarkan sampai dimana air didistribusikan secara merata sebagai berikut:
y Ed = 1001 − .............................................. (3) d Dimana: Ed
= efisiensi penyebaran
y
= angka deviasi rata-rata kedalaman yang ditampung (cm)
d
= kedalaman air rata-rata yang ditampung selama pemberian air irigasi tetes (cm)
(Hansen dkk., 1986).
Tanaman Sawi Secara alami sebenarnya tanaman sudah mendapatkan air dari hujan, tetapi sebagian besar air hujan itu hilang melalui penguapan, perkolasi dan aliran permukaan. Sehingga hanya tinggal sebagian kecil saja yang ada di sekitar akar, maka air ini sering tidak mencukupi kebutuhan tanaman. Oleh sebab itu, dalam membudidayakan tanaman harus diusahakan dalam jumlah, waktu, cara yang efisien dan efektif (Najiyati dan Danarti, 1993). Sawi dapat ditanam di dataran tinggi maupun di dataran rendah. Pada umumnya sawi diusahakan di dataran rendah, yaitu di pekarangan, di ladang atau di sawah. Sawi termasuk tanaman yang tahan terhadap hujan. Sehingga dapat ditanam sepanjang tahun, asalkan pada musim kemarau disediakan air yang cukup untuk penyiraman. Keadaan tanah yang dikehendaki adalah tanah yang gembur, banyak mengandung humus, dan drainase baik dengan derajat keasaman (pH) 6-7 (Tim Penulis, 1993).
Universitas Sumatera Utara
13
Adapun klasifikasi botani untuk sawi adalah sebagai berikut: Divisi
: Spermatophyta
Sub divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledonae
Ordo
: Brassicales (Rhoeadales)
Famili
: Brassicaceae (Cruciferae)
Genus
: Brassica
Spesies
: Brassica juncea var. L
(Haryanto dkk., 1996). Tanaman sawi dapat ditanam pada berbagai jenis tanah, namun yang paling baik adalah jenis tanah lempung berpasir seperti tanah andosol. Syarat tanah yang ideal adalah subur, gembur, banyak mengandung bahan organik (humus), tidak menggenang, tata udara dalam tanah berjalan dengan baik (Rukmana, 1994).
Kebutuhan Air Tanaman Kebutuhan Air Tanaman Teoritis Kebutuhan air tanaman adalah jumlah air yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan evapotranspirasi tanaman agar tanaman dapat tumbuh dengan baik (Doorenbos and Pruitt, 1984). Sosrodarsono dan Takeda (1993), menyatakan bahwa salah satu perhitungan evapotranspirasi tanaman adalah metode Blaney and Criddle yang telah diubah seperti berikut:
Universitas Sumatera Utara
14
U=
K .P(45,7t + 813) ..................................... (4) 100
K = Kt
x
Kc
Kt = 0,0311 t + 0,240 Dimana: U
= evapotranspirasi tanaman bulanan (mm/bulan)
Kt
= koefisian suhu
Kc
= koefisien tanaman (sawi)
P
= persentase jam siang Lintang Utara (%)
t
= suhu rata-rata bulanan ( 0 C).
Menurut Guslim (1997) suhu rata-rata bulanan diperoleh dari perhitungan suhu rata-rata harian selama satu bulan dengan rumus: t=
2t 07.00 + t13.30 + t17.30 ................................ (5) 4
Dimana: t
= suhu rata-rata harian
t
07.00
= suhu pada pukul 07.00
t
13.30
= suhu pada pukul 13.30
t
17.30
= suhu pada pukul 17.30
Kebutuhan Air Tanaman Riil Kebutuhan air tanaman riil adalah besarnya pemakaian air untuk metabolisme tanaman yang ditentukan dengan mengukur volume pemakaian air oleh tanaman. Permatasari (2001) menyimpulkan bahwa kebutuhan air tanaman riil lebih kecil dari kebutuhan air tanaman teoritis.
Universitas Sumatera Utara
15
Jika air bebas diberikan kesempatan merambah ke dalam suatu kolom tanah yang kering dan posisi mendatar dan yang mempunyai keragaman struktur berat isi, tingkat kekeringan, maka akan menunjukkan hubungan yang erat antar jarak perambatan, kecepatan, dan waktu yang diperlukan untuk mencapai jarak tersebut (Kertonegoro dkk., 1998).
Universitas Sumatera Utara