BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1.
TEORI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR
Air merupakan salah satu sumber kehidupan yang mutlak diperlukan oleh mahluk hidup, baik itu manusia, hewan maupun tumbuhan. Air merupakan sumberdaya alam yang unik dibandingkan dengan sumberdaya alam lainnya. Air bersifat sumberdaya alam yang terbarukan dan dinamis. Artinya, sumber utama air yang berupa hujan akan datang sesuai dengan waktu dan musimnya sepanjang tahun.
Air secara alami akan mengalir dari hulu menuju hilir, dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah, baik di permukaan tanah maupun di dalam tanah. Air juga dapat berubah wujud, cair, padat dan gas. Perubahan ini tergantung pada lokasi dan kondisi alam. Pada suhu yang panas, air akan berubah menjadi uap, yang kemudian pada suhu tertentu akan berubah kembali menjadi air. Sedangkan pada suhu yang dingin (di bawah 0⁰C), air akan berubah menjadi padat yang dikenal dengan es. Air juga dapat berupa air tawar maupun air asin (air laut) yang jumlahnya merupakan bagian terbesar di bumi (70% luas bumi).
Hujan yang jatuh ke bumi baik secara langsung maupun tidak langsung akan mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah yang pada akhirnya ke laut. Akibat pemanasan matahari, air di permukaan bumi akan berubah wujud menjadi uap melalui proses evaporasi atau evapotranspirasi (bila melalui tanaman). Uap air bergerak di udara berubah wujud akibat perbedaan suhu di udara dari panas menjadi dingin, terjadilah kondensasi. Bila temperatur di bawah titik beku, kristal es terbentuk. Tetesan air tumbuh akibat kondensasi dan benturan dengan kristal es lainnya dan terbawa oleh gerakan udara turbulen sampai pada kondisi menjadi butir-butir air. Apabila Butir air tersebut sudah cukup banyak dan akibat berat, air itu sendiri akan turun ke bumi sebagai hujan. Bila temperatur udara turun sampai di bawah 0⁰C maka butiran air akan berubah menjadi salju.
12
Hujan yang turun di lokasi seperti cekungan, danau, embung, waduk, dll, maka lokasi tersebut dapat disebut sebagai retensi, artinya tempat penyimpanan air sementara. Pada lokasi retensi ini air akan disimpan beberapa lama sebelum air mengalir menuju ke laut. Sedangkan, hujan yang turun di hutan, permukaan tanah, meresap ke dalam tanah secara infiltrasi, perlokasi, kapiler. Air mengalir menuju laut dapat melalui permukaan tanah maupun di dalam tanah. Aliran air tanah dapat dibedakan menjadi aliran tanah dangkal, aliran tanah dalam, aliran tanah antara, dan aliran dasar. Aliran dasar adalah aliran yang mengisi sistem jaringan sungai. Hal ini dapat dilihat pada musim kemarau, pada saat hujan tidak turun beberapa waktu tetapi suatu sistem sungai tetap mengalir secara tetap dan kontinyu.
Kejadian tersebut membentuk suatu pergerakan yang membentuk suatu siklus yang dikenal dengan siklus hirdologi. Siklus ini merupakan konsep dasar tentang keseimbangan air secara global di bumi. Siklus ini juga menunjukan semua hal yang berhubungan dengan air. Bila dalam keseluruhan sistem jumlah air tetap dan seimbang, maka sistem tersebut disebut sebagai siklus hidrologi tertutup (closed system diagram of global hydrological cycle). Siklus hidrologi tertutup dikendalikan oleh radiasi matahari.
Gambar II.1. Siklus Hidrologi Tertutup (Kodoatie, 2005)
13
Gambar II.2. Siklus Hidrologi (disederhanakan)
Dalam jumlah tertentu air dapat mengakibatkan bencana. Jumlah air yang berlebihan dalam satu lokasi mempunyai kekuatan yang sangat besar dan bersifat destruktif yang dikenal dengan bencana banjir. Kondisi ini dapat menimbulkan kerugiann yang besar bagi mahluk hidup. Di lain pihak, jumlah air yang sangat sedikit di satu lokasi menimbulkan bencana yang dikenal dengan bencana kekeringan.
Air merupakan bagian dari sumberdaya alam dan juga merupakan bagian dari ekosistem secara keseluruhan. Jumlah air di bumi secara umum adalah tetap, namun komposisinya dapat berubah. Artinya, jumlah air yang berada di permukaan tanah, di dalam tanah, maupun di udara dapat bertambah maupun berkurang. Bila jumlah air di daratan bertambah dan jumlah air di udara tetap, maka jumlah air di lautan akan berkurang, demikian pula sebaliknya. Dengan demikian, air harus dikelola secara bijak dengan pendekatan terpadu. Terpadu artinya memerlukan keterikatan dengan berbagai aspek, berbagai pihak, dan
14
berbagai disiplin ilmu. Menyeluruh artinya mencerminkan cakupan yang luas, lintas batas antar sumberdaya, antar lokasi, mulai hulu sampai dengan hilir, dan sebagainya. Secara umum, pendekatan pengelolaan sumber daya air harus bersifat holistik dan berwawasan lingkungan. Semua aspek seperti sosial, ekonomi, budaya, teknik, lingkungan, hukum bahkan politik ikut terlibat dan diperhitungkan baik secara langsung maupun tidak langsung.
Eksploitasi besar-besaran terhadap sumberdaya alam pada masa lampau yang tidak berwawasan lingkungan berakibat pada rusaknya ekosistem lingkungan yang berpengaruh pada siklus hidrologi. Perubahan lahan hutan atau lingkungan konservasi akibat pembabatan/eksploitasi hutan menjadikan areal konservasi menjadi gundul, dan ini menyebabkan kawasan tersebut tidak lagi dapat menyerap air. Hujan yang jatuh di lokasi tersebut tidak lagi diserap ke dalam tanah tetapi langsung menuju ke hilir. Jumlah air yang seharusnya dapat ditahan lebih lama di areal hutan langsung meluncur menuju hilir, dan dengan jumlah air yang cukup besar menghasilkan aliran air yang besar yang sering dikenal dengan banjir bandang. Apabila banjir bandang ini melewati kawasan permukiman, maka akan terjadilah bencana banjir, longsor, dan sebagainya. Di lain waktu, misalnya pada musim kemarau, areal hutan yang seharusnya pada musim hujan menyimpan air, sudah tidak dapat berfungsi lagi sehingga ketersediaan air tanah pada musim kemarau menjadi jauh berkurang, yang pada akhirnya menimbulkan bencana kekurangan air atau dikenal dengan bencana kekeringan.
II.1.1 PERMASALAHAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR
Faktor utama krisis air adalah perilaku manusia guna mencukupi kebutuhan hidup, yaitu perubahan akan tata guna lahan untuk keperluan mencari nafkah dan tempat tinggal. Kerusakan lingkungan yang secara implisit menambah lajunya krisis air dipercepat dengan pertambahan penduduk yang tinggi, baik secara alami maupun migrasi. Degradasi lingkungan dapat dilihat dari banyaknya kejadian bencana banjir, kekeringan, dan longsor.
15
Pengelolaan sumber daya air juga memerlukan koordinasi pengelolaan sumber daya air yang baik di tingkat pusat maupun daerah. Namun, fenomena otonomi daerah yang “berlebihan” menyebabkan kurang harmonisnya hubungan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah (provinsi/kabupaten/kota) yang menyebabkan terjadinya kurang koordinasi khususnya dalam pelaksanaan koordinasi pengelolaan sumber daya air.
Kurangnya koordinasi juga dipicu dengan banyaknya instansi yang ikut terlibat dalam mengelola sumber daya air seperti Departemen Pekerjaan Umum, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, Departemen Kehutanan, Departemen Pertanian, Dinas teknis Provinsi/Kabupaten/Kota (PU, Pertanian, dll).
Masing-masing
melakukan
pengelolaan
menurut
kebutuhan
dan
kepentingannya tanpa melakukan koordinasi terpadu dan terintegrasi antar instansi, atau bila melakukan koordinasi masih sebatas koordinasi “di atas kertas”.
Gambar II.3. Pemanfaatan sumber daya air oleh stakeholder untuk berbagai keperluan (Kodoatie, 2005)
Krisis ekonomi pada tahun 1998 juga menyebabkan berkurangnya dana pengelolaan sumber daya air yang mengakibatkan terkendalanya kegiatan
16
pemeliharaan infrastruktur sumber daya air, penurunan kapasitas infrastruktur sumber daya air baik secara kualitas maupun kuantitas, dan peningkatan biaya pemeliharaan infrastruktur sumber daya air.
Keinginan Pemerintah Daerah untuk meningkatkan APBD secara cepat juga menyebabkan terjadinya perubahan lahan konservasi sumber daya air menjadi lahan perekonomian. Penggundulan hutan seluas 71.000 ha yang terjadi di Jawa Tengah pada tahun 200011, misalnya, merupakan salah satu cara meningkatkan APBD secara cepat. Bank Dunia mencatat, luas lahan hutan Indonesia pada awal orde baru terdapat 142 juta ha, dan dalam kurun waktu 25 tahun tercatat tinggal 96 juta ha.
Pada hakikatnya, air tidak dibatasi oleh batas administratif tetapi lebih pada daerah aliran sungai. Hal ini menyebabkan banyak DAS yang bersifat lintas wilayah baik lintas kabupaten/kota, lintas provinsi, bahkan lintas negara. Dalam era otonomi daerah saat ini dan dengan kondisi koordinasi yang lemah antar pemerintah pusat, provinsi, kabupaten, kota, maka pengelolaan sumber daya air menjadi lebih sulit. Apalagi ditambah dengan keterbatasan dana pengelolaan sumber daya air yang ada.
Gambar II.4. DAS dan Batas Wilayah
11
Kahumas Perum Perhutani Unit I Jateng, Kompas, 24 Nov 2000
17
II.1.2 PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR TERPADU
Lingkup pengelolaan sumber daya air meliputi upaya perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi terhadap penyelenggaraan konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air, yang bertujuan untuk menjaga kelangsungan keberadaan daya dukung, daya tampung dan fungsi sumber daya air, pemanfaatan sumber daya air secara berkelanjutan dengan mengutamakan pemenuhan kebutuhan pokok kehidupan masyarakat, serta mencegah, menanggulangi, dan memulihkan infrastruktur sumber daya air akibat kerusakan kualitas lingkungan yang disebabkan oleh daya rusak air.
Gambar II.5. Lingkup Pengelolaan Sumber Daya Air12
Pemerintah dan para pemangku kepentingan (stakeholder) dalam melakukan pengelolaan sumber daya air wajib melakukan proses manajemen secara menyeluruh baik dari aspek teknis, finansial/ekonomi maupun sosial bahkan politis. Secara aspek teknis harus dapat dijamin bahwa pengelolaan sumber daya 12
Dijabarkan dari UU No. 7 Tahun 2004 tentang SDA
18
air yang dilakukan akan memberikan manfaat yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan dan bahwa pembangunan infrastruktur sumber daya air tidak akan merusak lingkungan. Apabila diperkirakan akan terjadi kerusakan lingkungan, maka harus dicarikan alternatif dan upaya pencegahan atau apabila terpaksa kegiatan tersebut dapat ditunda atau dibatalkan. Dari aspek finansial/ekonomi telah dikaji manfaat apa yang akan diperoleh dengan pengelolaan sumber daya air tersebut, bahkan bila memungkinkan pendapatan yang diperoleh akan dapat meningkatan pendapatan daerah. Ada kalanya secara finansial, pengelolaan sumber daya air kurang memberikan pendapatan tetapi apabila pengelolaan sumber daya air tersebut dapat mengurangi kerugian masyarakat maka hal tersebut dapat diprioritaskan untuk dilaksanakan. Kekurangan akan dana untuk mengimplementasikan kegiatan tersebut dapat pula diupayakan melalui jalur sosial ataupun politis.
Rekayasa pembangunan pada dasarnya merupakan suatu kegiatan yang didasarkan pada analisis dari berbagai aspek antara lain seperti teknis dan finansial dengan hasil yang seoptimal mungkin. Tahapan yang dilakukan umumnya terdiri dari 4 tahapan yaitu tahapan studi, perancangan, implementasi, dan operasi dan pemeliharaan (O dan M).
Gambar II.6. Alur proses pembangunan (Kodoatie, 2005)
19
Pengelolaan sumber daya air terpadu bertujuan mengoptimalkan resultan ekonomis dan kesejahteraan sosial dalam perilaku yang cocok tanpa mengganggu kestabilan dari ekosistem. Pengelolaan sumber daya air dapat dilakukan melalui cara struktural dan non-struktural untuk mengendalikan sistem sumber daya air alam dan buatan.
Gambar II.7. Proses pembangunan (Kodoatie, 2005)
Kerangka konseptual pengelolaan sumber daya air setidaknya memperhatikan bahwa: a.
Masalah sumber daya air adalah bersifat kompleks.
b.
Wilayah sumber daya air dapat berupa bagian dari pengembangan wilayah, dapat pula berupa bagian administratif.
c.
Adanya relasi antara Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dengan master plan sumber daya air.
d.
Adanya batas teknis hidrologi, DAS, daerah aliran air tanah (groundwater basin) yang pada kondisi wilayah tertentu dapat berbeda dengan DAS.
e.
Pengelolaan sumber daya air dapat dilakukan secara natural/alami atau man-made (campur tangan manusia).
20
f.
Pengelolaan sumber daya air harus dipandang sebagai sesuatu yang terpadu
(integrated),
meliputi
banyak
hal
dan
menyeluruh
(comprehensive) dan saling ketergantungan (interdependency).
Prinsip pengelolaan sumber daya air secara umum harus memenuhi kriteria sebagai berikut: a.
pada dasarnya berupa pemanfaatan, perlindungan, dan pengendalian;
b.
dilaksanakan secara terpadu, menyeluruh, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan;
c.
dalam satu sungai hanya berlaku satu rencana induk pengelolaan;
d.
lingkup pengelolaan sumber air mencakup: pengelolaan daerah tangkapan hujan, pengelolaan kuantitas air, pengelolaan kualitas air, pengendalian banjir, dan pengelolaan lingkungan sungai;
e.
pengelolaan terhadap infrastruktur keairan yang meliputi: sistem penyediaan air (waduk, penampungan air, jaringan transmisi dan distribusi, fasilitas pengolahan air); sistem pengelolaan air limbah (termasuk fasilitas infrastruktur pendukungnya seperti fasilitas pengumpul, pengolahan, pembuangan, sistem daur ulang); fasilitas pengelolaan limbah; fasilitas pengendaian banjir, drainase dan irigasi; fasilitas lintas air dan navigasi; serta fasilitas sistem kelistrikan (PLTA).
II.2.
TEORI ORGANISASI
II.2.1 ORGANISASI SEBAGAI SEBUAH SISTEM
Organisasi adalah suatu bentuk persekutuan dua orang atau lebih yang terikat secara formal untuk mencapai tujuan bersama dengan membagi tugas dan dikerjakan secara bersama, terdapat suatu kelompok atau seseorang yang menjadi pimpinan dan sekelompok orang menjadi pengikut.13
13
Dr.K. Suhendra, SH.MSi. Manajemen dan Organisasi : Dalam Realita Kehidupan, 2008
21
Dengan pengertian ini, dalam organisasi terdapat beberapa unsur, yaitu manusia (dua orang atau lebih), ada ikatan formal, ada tujuan bersama, ada pembagian tugas, serta ada orang atau kelompok yang menjadi atasan dan ada kelompok yang menjadi bawahan.
Barnard merupakan seorang ahli organisasi yang pertama kali mempunyai pengaruh atas pemikiran pengorganisasian modern. Dalam bukunya, The Functions of the Executive, organisasi formal didefinisikan sebagai suatu sistem kegiatan yang secara sadar dikoordinasikan oleh dua atau lebih orang. Dengan definisi ini, Barnard menekankan kata sistem dan orang-orang. Orang-orang, bukan kotak-kotak suatu bagan organisasi, yang membentuk organisasi formal.
Arti dasar pendapat Barnard dan uraian-uraian di atas, dapat disimpulkan tentang definisi organisasi menurut teori modern yaitu organisasi sebagai proses yang tersusun dalam suatu sistem dengan orang-orang didalamnya saling berinteraksi untuk mencapai tujuan.
Kajian tentang teori organisasi modern bersifat multidisiplin yang dikembangkan dari konsep-konsep dan teknik-teknik multi disiplin ilmu, seperti manajemen, sosiologi, teori administrasi publik, ekonomi, psikologi, politik, dan bidangbidang disiplin ilmu lainnya. Teori modern berusaha untuk memberikan analisis dan sintesis yang komprehensif terhadap bagian-bagian yang berhubungan dengan semua studi tersebut untuk mengembangkan suatu teori organisasi yang generalis. Hal ini sering disebut analisis sistem pada organisasi.
Atas dasar uraian di atas, faktor-faktor yang membedakan kualitas teori organisasi modern dengan teori-teori organisasi lainnya adalah dasar konsepsional\analitiknya, ketergantungannya pada data riset empirik, dan di atas semuanya, sifat pemaduan dan pengintegrasiannya. Kualitas-kualitas ini merupakan kerangka filosofi yang diterima sebagai suatu cara untuk mempelajari organisasi sebagai suatu sistem. Sesuai dengan teori sistem dapat dipahami bahwa setiap sistem terdiri dari sub sistem-sub sistem yang saling berinteraksi dan mempengaruhi satu
22
sama lain. Sistem organisasi juga diibaratkan sebagai organisme hidup yang terus tumbuh dan berkembang, tetapi bisa juga mati.
Bagian dasar pertama sistem adalah individu dan struktur kepribadiannya yang diberikan kepada organisasi. Unsur utama kepribadian individu adalah motif dan sikap yang dipengaruhi oleh harapannya untuk memperoleh kepuasan melalui partisipasinya dalam organisasi.
Bagian kedua sistem adalah penentuan fungsi-fungsi formal yang biasa disebut organisasi formal. Organisasi formal merupakan pola hubungan antar pekerjaanpekerjaan yang membangun struktur pada suatu sistem. Di sini penting dijalin keselarasan interaksi antara permintaan organisasi dan individu.
Bagian ketiga dalam sistem organisasi adalah organisasi informal. Individu mempunyai harapan untuk memuaskan kebutuhan melalui kontaknya dengan orang lain dalam pekerjaannnya. Ini menimbulkan pola interaksi antara individu dan kelompok informal.
Bagian keempat adalah struktur status peranan. Harus ada peleburan pola perilaku timbal balik peranan yang dimainkan oleh organisasi formal dan organisasi informal serta persepsi individu yang khas akan peranan atau proses peleburan (fusion process) dapat pula dikatakan sebagai suatu kekuatan yang memainkan peranan untuk menyatukan elemen-elemen yang berbeda secara bersama-sama dalam memelihara integritas organisasi.
Bagian kelima adalah lingkungan fisik pelaksanaan pekerjaan. Walaupun hal ini implisit pada organisasi formal dan fungsi-fungsinya tetapi penting untuk dipisahkan.
Teori organisasi modern menunjukkan tiga kegiatan proses hubungan universal yang selalu muncul pada sistem manusia dalam perilakunya berorganisasi. Ketiga
23
proses tersebut adalah komunikasi, berusaha untuk mencapai keseimbangan, dan pengambilan keputusan.
1)
Komunikasi sering disebut juga dalam teori neoklasik, tetapi tekanannya pada deskripsi bentuk kegiatan komunikasi, yaitu formal-informal, vertikal-horizontal dan lini-staf. Komunikasi, sebagai mekanisme yang menghubungkan bagian-bagian sistem secara bersamaan, seharusnya dipandang dengan lebih menekankan analisisnya. Dalam struktur organisasi, arus komunikasi kemudian diterjemahkan sebagai alur perintah, kewenangan dan pertanggungjawaban. Salah satu aspek teori organisasi modern adalah mempelajari jaringan komunikasi dalam sistem. Komunikasi dipandang sebagai cara yang kegiatannya ditimbulkan oleh bagian-bagian sistem. Komunikasi bukan hanya sebagai rangsangan atau stimulan yang menimbulkan kegiatan tetapi juga pengendali dan pengkoordinasi mekanisme hubunganhubungan dalam sistem untuk satu pola hubungan yang sinkron.
2)
Konsep keseimbangan adalah mengenai penyeimbangan mekanisme yang dicapai dengan jalan menjaga hubungan struktural yang harmonis antar bagian-bagian dalam sistem. Hal ini dicapai dengan stabilisasi atau mekanisme adaptasi. Kedua bentuk keseimbangan ini yaitu quasi– automatic dan inovatif, berusaha memelihara integritas sistem dalam menghadapi perubahan lingkungan, baik internal maupun eksternal, yang mempengaruhi sistem. Quasi–automatic dimaksudkan sebagai dinamika yang menjaga agar keadaan dalam sistem tetap stabil atau sering disebut sebagai homeostatis (keadaan yang stabil yang dicapai dengan dinamika bukan statis). Peranan inovatif sebagai usaha-usaha keseimbangan yang kreatif sangat dibutuhkan bila organisasi perlu menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan eksternal untuk menjaga sistem tetap dalam keadaan seimbang. Program-program baru harus dikembangkan untuk memelihat sistem tetap
24
harmonis di dalamnya. Hubungan saling bergantung antara organisasi dan lingkungan secara sederhana tergambar dibawah ini.
Organisasi Keluaran suatu organisasi adalah masukan bagi lingkungannya
Lingkungan Keluaran Lingkungan adalah masukan bagi suatu organisasi
Gambar II.8. Hubungan Organisasi dengan Lingkungannya
Dua hal di atas, yaitu komunikasi dan konsep keseimbangan, memberikan pemikiran tentang sebuah model sibernetik (cybernetics model), suatu model yang membahas tentang pengendalian dan komunikasi pada manusia dan mesin. Sibernetik melakukan pengendalian dan memberikan umpan balik dalam semua jenis sistem. Ini dimaksudkan untuk menjaga stabilitas sistem dalam menghadapi perubahan. Sibernetik tidak dapat dipelajari tanpa memperhatikan jaringan komunikasi, aliran informasi, dan beberapa proses keseimbangan lainnya yang ditujukan untuk memelihara integritas sistem.
3)
Proses pengambilan keputusan adalah variabel internal dalam suatu organisasi yang tergantung pada pekerjaan-pekerjaan, harapan-harapan individu, motivasi, dan struktur organisasi. Keputusan ini meliputi dua hal pokok, yaitu keputusan untuk berproduksi dan keputusan untuk berpartisipasi dalam sistem. Keputusan untuk berproduksi merupakan hasil interaksi antara sikap individu dan permintaan organisasi. Sedang keputusan untuk partisipasi
menyangkut hubungan imbalan yang
diberikan organisasi dengan permintaan organisasi. Hal ini juga
25
berhubungan
dengan
alasan
mengapa
orang
tetap
tinggal
atau
meninggalkan organisasi.
Organisasi mempunyai tiga tujuan utama yang saling berhubungan, seperti dalam kasus berbagai sistem kompleks, atau hasil akhirnya saling tergantung. Tujuantujuan ini adalah pertumbuhan, stabilitas, dan interaksi. Tujuan akhirnya berarti bahwa sistem berfungsi sebagai perantara bagi asosiasi para anggota untuk memperoleh pemenuhan kebutuhan-kebutuhan. Ketiga tujuan tersebut akan membedakan bentuk organisasi dengan tingkat kompleksitas yang berbeda-beda. Persamaan dalam tujuan-tujuan tersebut juga telah diteliti oleh para ahli sejalan dengan pengembangan teori sistem umum.
Dalam menyusun suatu organisasi perlu diperhatikan prinsip sebagai berikut: 1.
Prinsip Kejelasan Visi, Misi, dan Tujuan Setiap organisasi dibentuk untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yang dirumuskan dalam visi, misi, dan tujuan organisasi. Visi, Misi, dan Tujuan merupakan pengikat bagi para anggota maupun pengurus dalam menjalankan organisasi. Demikian pula organisasi pemerintahan yang dibentuk untuk melaksanakan tugas yang dibebankan oleh Negara dalam mewujudkan tujuan negara.
2.
Prinsip Kemitraan dan Pemberdayaan Masyarakat Dalam organisasi pemerintahan, prinsip ini menekankan adanya peran aparatur Negara, mitra, dan masyarakat dalam mewujudkan tujuan Negara. Prinsip ini menekankan peran serta keterlibatan seluruh stakeholder yaitu pemerintah, baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah, mitra, dan masyarakat dengan cara memberikan peran dan peluang kepada stakeholder untuk ikut serta dalam mewujudkan tujuan Negara.
3.
Prinsip Pembagian Tugas Dalam prinsip ini, seluruh tugas pemerintahan dibagai dalam tugas organisasi atau satuan organisasi di bawahnya sehingga tidak ada tugas yang tidak ditangani oleh organisasi atau satuan organisasi di bawahnya. Tugas tersebut dijabarkan dalam fungsi-fungsi yang bertujuan untuk
26
mewujudkan tujuan Negara. Prinsip ini juga ditujukan untuk menghindari terjadinya tumpang tindih (overlapping) pelaksanaan tugas dan fungsi. Pembagian tugas diperlukan dalam upaya sinergi untuk mencapai tujuan. Dengan kejelasan tugas dan fungsi, peranan dan kontribusi yang harus diberikan setiap orang kepada organisasi dan kompensasi yang akan diperolehnya akan menjadi jelas. 4.
Prinsip Koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi Prinsip ini menekankan keharusan akan adanya saling hubungan antarunit organisasi, lembaga, pusat dan daerah, serta stakeholder sehingga diperoleh satu kesatuan arah dan keserasian kebijakan dan tindakan untuk mewujudkan tujuan. Prinsip ini juga dimaksudkan untuk menghindari terjadinya tumpang tindih dan kevakuman dalam pelaksanaan tugas, serta dapat menggerakkan seluruh potensi secara efisien untuk mencapai tujuan.
5.
Prinsip Keberlangsungan Tugas/Berkesinambungan Pelaksanaan kegiatan seringkali merupakan sasaran antara untuk mencapai tujuan yang lebih besar atau jauh, jangka menengah, bahkan jangka panjang. Setiap kegiatan merupakan rangkaian kegiatan selanjutnya yang kemudian
akan
dilanjutkan
dengan
kegiatan
lainnya.
Dalam
pengorganisasian perlu dipertimbangkan pula adanya kepastian bahwa tugas-tugas yang dilaksanakan akan terus berlangsung dalam kurun waktu yang lama. 6.
Prinsip Proporsionalitas Prinsip ini menekankan bahwa dalam menyusun organisasi perlu mempertimbangkan keserasian hubungan dan wewenang, baik internal, beban tugas, kemampuan, dan sumber daya yang ada.
7.
Prinsip Keluwesan Prinsip ini menekankan bahwa desain tugas suatu organisasi perlu disesuaikan dengan perkembangan dan perubahan lingkungan strategis sehingga organisasi dapat berkembang atau menciut sesuai dengan tuntutan perkembangan lingkungan, tugas, dan beban kerjanya. Organisasi perlu dirancang untuk dapat mengantisipasi perubahan yang terjadi secara cepat.
27
8.
Prinsip Pendelegasian Wewenang Prinisp ini menekankan pada tugas-tugas yang perlu dan harus didelegasikan kepada unit organisasi di bawahnya atau unit organisasi daerah dan tugas-tugas apa yang harus dilaksanakan sendiri. Hal ini juga perlu mempertimbangkan adanya beban tugas yang secara organisasi dan kewenangannya dapat didelegasikan kepada unit organisasi di bawahnya.
9.
Prinsip Rentang Kendali Prinsip ini menekankan pada jumlah satuan kerja atau orang yang dibawahi oleh seorang pimpinan diperhitungkan secara rasional. Hal ini disebabkan keterbatasan kemampuan seorang pimpinan dalam melakukan pengawasan terhadap bawahannya.
10.
Prinsip Jalur dan Staf Prinsip ini merupakan derivasi dari prinsip pembagian tugas dan menekankan pada pembedaan unit kerja yang melaksanakan tugas utama organisasi maupun tugas penunjang organisasi untuk nmencapai tujuan organisasi secara keseluruhan.
11.
Prinsip Kejelasan dalam Pembagian Tugas Prinsip ini menekankan bahwa dalam menyusun organisasi dibuat bagan yang menggambarkan secara jelas mengenai kedudukan, susunan jabatan, pembagian tugas dan fungsi serta hubungan kerja antar satuan unit organisasi.
12.
Prinsip Legalitas Prinsip ini menekankan bahwa setiap pembentukan organisasi harus dilandasi dengan ketentuan hukum atau peraturan yang berlaku sehingga memberikan
perlindungan
bagi
setiap
anggota
organisasi
dalam
melaksanakan tugasnya secara jelas untuk mencapai tujuan organisasi.
Prinsip-prinsip tersebut pada dasarnya dapat memberikan beberapa keuntungan dan manfaat sehingga dapat memicu terbentuknya organisasi yang baik yang dapat memberikan dampak positif bagi kinerja organisasi. Beberapa keuntungan dari prinsip prinsip pengorganisasian dapat dilihat dalam tabel berikut.
28
Table II.1. Prinsip Pengorganisasian dan Manfaat yang diperoleh PRINSIP PENGORGANISASIAN Prinsip kejelasan Visi dan Misi
Prinsip Kemitraan dan Pemberdayaan Masyarakat
MANFAAT YANG DIPEROLEH 1. 2. 3. 1. 2.
3.
Prinsip Pembagian Tugas
Prinsip Koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi Prinsip Keberlangsungan Tugas/Berkesinambungan Prinsip Proporsionalitas
Prinsip Keluwesan Prinsip Pendelegasian dan Penyerahan Wewenang Prinsip Rentang Kendali
Prinsip Jalur dan Staf Prinsip Kejelasan dalam Pembagian Tugas
Prinsip Legalitas
4. 1. 2. 3. 4. 1. 2. 1. 2. 1. 2. 1. 2. 1. 2. 3. 1. 2. 1. 2. 1. 2. 3. 1. 2.
Memberikan arah organisasi Memberikan kesamaan komitmen untuk pencapaiannya Membantu para pelaksana pada setiap tingkat merancang kegiatan untuk mencapai tujuan Dapat mengetahui kebutuhan stakeholder Dapat membantu memperingan pelaksanaan tugas pemerintahan dan pembangunan dengan sistem outsourcing Dapat lebih responsif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat Dapat menerapkan konsep organisasi minimalis Semua tugas dapat diakomodasikan dengan baik Kejelasan akan siapa mengerjakan apa Kejelasan akan pertanggungjawaban Memperkecil terjadinya tumpang tindih Memberikan arah kerjasama yang jelas Keserasian pelaksanaan tugas Memberikan jaminan terhadap kesinambungan tugas Memberikan kepastian pelaksanaan tugas Menjamin bahwa organisasi yang disusun efektif dan efisien Menghindari mekanisme pelayanan yang birokrasi Dapat mengantisipasi perubahan dengan cepat Dapat dilakukan pengambilan keputusan secara cepat Memperjelas kewenangan unit organisasi Menjamin terlaksananya kewenangan organisasi Terdistribusinya semua urusan organisasi Menjadi pengawasan pelaksanaan kegiatan Kejelasan wewenang dan tanggung jawab setiap pimpinan unit organisasi Memperjelas tugas utama dan tugas pendukung Memperjelas mekanisme koordinasi antarunit organisasi Menjamin pelaksanaan sistem akuntabilitas unit organisasi Menjamin mekanisme kerja yang jelas Memperjelas tugas dan fungsi unit organisasi Memberikan kepastian hukum dalam pelaksanaan tugas Menjadi dasar kewenangan dan tanggung jawab dalam pelaksanaan tugas
29
Fungsi lainnya yang perlu mendapat perhatian dalam penyusunan suatu organisasi14 adalah:
1.
The strategic apex, fungsi ini dilaksanakan oleh pimpinan tingkat puncak dalam suatu organisasi yang diberi tanggung jawab terhadap organisasi tersebut. Dalam organisasi pemerintahan pusat (eksekutif), fungsi strategic apex berada pada Presiden dan untuk tingkat departemen berada pada Menteri.
2.
The Operating Core, fungsi ini ditujukan kepada pelaksana langsung tugas organisasi. Dalam organisasi pemerintahan pusat, hal ini dilaksanakan oleh Departemen, sedangkan di tingkat provinsi dilaksanakan oleh Dinas Provinsi. Untuk tingkat Departemen, fungsi ini dilakukan oleh Direktorat Jenderal teknis.
3.
The Middle Line, fungsi ini merupakan fungsi penghubung antara strategic apex dengan operating core. Dalam organisasi pemerintahan pusat, fungsi ini dilakukan oleh Kementerian Koordinator, sedangkan di tingkat departemen dilakukan oleh Staf Ahli Menteri.
4.
The Support Staff, fungsi ini memberikan dukungan kepada unit organisasi lainnya dalam rangka mencapai tujuan. Dalam organisasi pemerintahan pusat, fungsi ini dilakukan antara lain dilaksanakan oleh Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet, sedangkan di tingkat departemen, fungsi ini dilakukan oleh Sekretariat Jenderal.
5.
The Technostructure, fungsi ini merupakan fungsi perumusan, penyusunan standar atau kebijakan tertentu yang harus dilaksanakan dalam rangka pelaksanaan tugas organisasi. Dalam organisasi pemerintahan pusat, fungsi ini dilakukan antara lain oleh BPPT, LIPI, dll, sedangkan di tingkat departemen, fungsi ini dilakukan oleh Badan Litbang, Badan Pembinaan Konstruksi dan Sumber Daya Manusia.
14
Diadopsi dari Mintzberg (1993:12-18)
30
6.
The Controlling, fungsi ini merupakan fungsi pengawasan dalam pelaksanaan tugas untuk mencapai tujuan. Dalam organisasi pemerintahan pusat (eksekutif), fungsi ini dilakukan antara lain oleh BPK, MA, dll, sedangkan di tingkat departemen, fungsi ini dilakukan oleh Inspektorat Jendral.
Fungsi-fungsi tersebut bisa terdapat dalam hampir setiap organisasi, baik itu organisasi pemerintah maupun organisasi nonpemerintahan. Demikian pula dalam unit organisasi di bawahnya, seperti di lingkungan Direktorat Jenderal Sumber Daya Air. Di lingkungan Ditjen Sumber Daya Air, fungsi strategic apex dilaksanakan oleh Direktur Jenderal Sumber Daya Air, fungsi operating core dilaksanakan oleh direktorat teknis yaitu Direktorat Rawa, Direktorat Irigasi, dan Direktorat Sungai Danau dan Waduk. Untuk fungsi support staf dilaksanakan oleh Sekretariat Direktorat Jenderal dan untuk fungsi technostructure dilaksanakan oleh Direktorat Bina Pengelolaan Sumber Daya Air dan Direktorat Bina Program. Untuk fungsi controlling secara organisasi tidak dilakukan tetapi secara internal dilakukan oleh masing-masing pimpinan direktorat atau sekretariat ditjen. Sedangkan fungsi middle line secara organisasi dilaksanakan oleh para pejabat fungsional yang memiliki keahlian tertentu untuk setiap bidang.
Tabel II.2. Fungsi organisasi di lingkungan Departemen PU dan Ditjen Sumber Daya Air FUNGSI DEPARTEMEN DITJEN SDA ORGANISASI PEKERJAAN UMUM Strategic Apex Menteri Dirjen SDA Supporting Staff Sekretariat Jenderal Setditjen SDA Middle Line *) Staf Ahli Menteri Staf Khusus Operating core Direktorat Jenderal Direktorat Pelaksana (SDA, BM, CK, PR) (Rawa, Irigasi, Sungai Danau dan Waduk) Technostructure Badan Litbang Bina Program Badan PKSDM Bina Pengelolaan SDA Controlling Inspektorat Jenderal Catatan : *) Fungsi Middle Line, dapat dibentuk sesuai dengan kebutuhan, secara umum tidak perlu dibentuk unit khusus tetapi dalam pelaksanaan tugas seringkali dilaksanakan oleh para pejabat fungsional.
31
II.2.2 PENGORGANISASIAN DAN DESAIN ORGANISASI
Memahami tugas dan fungsi organisasi akan lebih lengkap jika dimulai dengan pemahaman tentang pengorganisasian dan desain organisasi karena penjabaran tugas dan fungsi merupakan bagian dari aktivitas pengorganisasian dan desain organisasi. Pengorganisasian15 adalah fungsi dari pengumpulan sumberdaya, alokasi sumberdaya, dan struktur pekerjaan untuk mengisi rencana-rencana yang terorganisasikan. Dengan demikian, pengorganisasian merupakan penetapan oleh pimpinan tentang tugas-tugas yang perlu dilaksanakan, siapa yang melaksanakan, dan siapa saja yang berhak mengambil keputusan dalam pelaksanaan tugas tersebut. Dalam dunia nyata, pengorganisasian muncul sebagai konsekuensi logis dari adanya pembagian kerja dan sistem koordinasi serta pengendalian. Pengorganisasian merupakan upaya untuk menyinergikan sumberdaya individuindividu yang apabila tidak dilakukan secara sinergi tidak mampu mencapai hasil yang lebih optimal. Melalui sinergi maka akan terjadi pengintegrasian tugas-tugas yang terspesialisasi pada masing-masig individu. Dengan demikian, dapat dimaknai bahwa pengorganisasian adalah upaya untuk menciptakan efisiensi dan efektivitas penggunaan sumberdaya dan upaya menyinergikan tugas-tugas yang terspesialisasi dalam rangka mencapai tujuan.
Melalui pengorganisasian, maka akan diperoleh manfaat bagi semua pihak yang terlibat di dalamnya berupa: a.
Kejelasan tentang harapan-harapan kinerja individu dan jenis tugas-tugas yang terspesialiasi.
b.
Pembagian kerja, menghindari timbulnya duplikasi, konflik, dan penyalahgunaan sumberdaya material maupun sumberdaya nonmaterial.
c.
Terbentuknya suatu arus aktivitas kerja yang logis yang dapat dilaksanakan dengan baik oleh individu-individu atau kelompok.
d.
Saluran-saluran
komunikasi
yang
mapan
pengambilan keputusan dan pengawasan.
15
Holt (1993:264)
32
yang
dapat
membantu
e.
Mekanisme-mekanisme yang terorganisasi memungkinkan tercapainya harmoni antara para anggota organisasi yang terlibat dalam beraneka ragam kegiatan.
f.
Upaya-upaya yang difokuskan pada sasaran-sasaran secara logis dan efisien.
g.
Struktur otoritas yang tepat memungkinkan kelancaran pelaksanaan dan pengawasan pada seluruh organisasi yang bersangkutan.
Langkah-langkah16 dalam proses pengorganisasi dilakukan sebagai berikut : a.
Melaksanakan refleksi tentang rencana dan sasaran/tujuan secara cermat.
b.
Menetapkan tugas-tugas pokok.
c.
Membagi tugas pokok menjadi tugas-tugas bagian (sub-tugas).
d.
Mengalokasi sumber daya dan petunjuk-petunjuk/SOP untuk tugas tersebut.
e.
Mengevaluasi
hasil
dari
strategi
pengorganisasian
yang
diimplementasikan.
Adapun proses pengorganisasian tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.
Gambar II.9. Langkah-Langkah Proses Pengorganisasian
16
Certo, (1994:215)
33
telah
Hal lain yang menjadi fokus dalam pengorganisasian adalah penyusunan desain organisasi. Desain organisasi adalah keputusan dari pimpinan yang menghasilkan struktur
organisasi.
Mendesain
organisasi
merupakan
tindakan
untuk
mengelompokkan pekerjaan ke dalam bagian-bagian dan menentukan alur pertanggungjawaban pelaksanaan pekerjaan tersebut.
Proses menetapkan desain organisasi dilakukan melalui aktivitas sebagai berikut: a.
Pimpinan memutuskan bagaimana cara membagi tugas menyeluruh menjadi tugas-tugas yang lebih kecil secara berurutan. Pimpinan membagi seluruh aktivitas tadi menjadi rangkaian aktivitas yang lebih kecil yang saling berhubungan. Hasil dari keputusan ini adalah mendefinisikan pekerjaan menjadi aktivitas dan tanggung jawab khusus yang bercirikan adanya spesialisasi.
b.
Pemimpin
membagikan
wewenang
untuk
menjalankan
pekerjaan.
Wewenang adalah hak untuk mengambil keputusan tanpa meminta persetujuan pimpinan tingkat atas dan hak untuk menuntut ketaatan orangorang yang telah diangkat dan berada dibawah pengendaliannya. c.
Pimpinan menentukan dasar dalam pengelompokan pekerjaan individu yang
menghasilkan
kelompok-kelompok
pekerjaan
yang
sejenis
(homogeneous) dan kelompok pekerjaan yang beragam (heterogenous). d.
Para pimpinan menentukan besaran ukuran yang pantas bagi kelompok yang bertanggung jawab pada atasannya masing-masing. Penentuan besaran kelompok ini didasarkan kepada rentang kendali.
Dari konsep tersebut dapat disimpulkan bahwa keputusan dalam menentukan desain organisasi sangat ditentukan oleh pilihan pimpinan terhadap keempat aktivitas di atas. Penentuan struktur organisasi seperti sebuah pendulum yang bergerak dari satu titik yang ekstrim di sebelah kiri ke titik yang ekstrim di sebelah kanan. Pilihan pimpinan dapat ditetapkan di antara kedua titik pendulum tersebut. Hal-hal yang membentuk variasi keputusan adalah pembagian kerja, pendelegasian wewenang, departementasi, dan rentang kendali.
34
Dengan demikian, bentuk dan besaran struktur organisasi dapat dilihat sebagai kontinum pilihan yang bergerak seperti gambar II.10 berikut ini.
spesialisasi
Pembagian kerja
Rendah
Tinggi
Delegasi
Wewenang
rendah
Tinggi
Dasar/Basis Departementasi sejenis
Beragam
Jumlah Rentang kendali sedikit
Banyak
Gambar II.10. Alternatif Pendulum Struktur Organisasi.
II.2.3 PEMBAGIAN KERJA, DEPARTEMENTASI, DAN RENTANG KENDALI
Pembagian pekerjaan menyangkut kadar spesialisasi pekerjaan dalam membagi tugas organisasi menjadi berbagai pekerjaan khusus yang memiliki aktivitas tertentu. Pembagian kerja ini menguraikan apa yang harus dikerjakan dan diselesaikan oleh orang yang mendapat pekerjaan tertentu. Pembagian kerja ini dapat ditentukan berdasarkan metode kerja atau berdasarkan proses kerja atau berdasarkan kriteria pengelompokan lainnya.
35
Pendelegasian
wewenang
menyangkut
seberapa
besar
wewenang
yang
didelegasikan kepada setiap pekerjaan dan pelaksananya. Tinggi rendahnya tingkat pendelegasian wewenang yang diputuskan oleh pimpinan tergantung pada kebutuhan akan pengambilan keputusan, karakteristik pekerjaan, dan kebutuhan akan pengendalian17 Pekerjaan yang membutuhkan pengambilan keputusan yang cepat, karekteristik pekerjaan yang mengandalkan kepada keahlian, dan pekerjaan yang tidak memerlukan pengawasan yang terus menerus, akan lebih tepat diberikan pendelegasian wewenang yang besar. Sedangkan pekerjaan yang tidak memerlukan pengambilan keputusan yang cepat, karakteristik pekerjaan yang memerlukan pertimbangan yang kompleks dan tidak terspesialisasi dengan baik dan memerlukan pengendalian yang ketat karena adanya resiko yang besar apabila terjadi kesalahan, maka akan lebih tepat jika pendelegasian wewenangnya rendah.
Meskipun ada tiga faktor yang mempengaruhi keputusan dalam pendelegasian wewenang tadi tetapi tetap harus diperhatikan keuntungan yang diperoleh dengan adanya pendelegasian wewenang sebagai berikut: a.
Pendelegasian yang tinggi mendorong pengembangan manajer yang profesional. Dengan pendelegasian wewenang dalam pengambilan keputusan penting, organisasi akan memberikan tantangan kepada para pimpinan untuk meningkatkan keahlian dalam melaksanakan tugas.
b.
Pendelegasian wewenang yang tinggi akan mendorong terjadinya persaingan yang sehat dalam organisasi. Dengan adanya kewenangan dalam pengambilan keputusan akan mendorong pimpinan yang mendapat pendelegasian wewenang untuk menghasilkan keputusan yang terbaik bagi organisasi.
c.
Pendelegasian wewenang yang besar akan menimbulkan kepuasan bagi pejabat dalam organisasi sehingga mendorong terciptanya motivasi kerja, suasana kerja, dan iklim kerja yang kondusif yang pada gilirannya meningkatkan produktivitas organisasi.
17
Gibson dkk, 1994:12
36
Departementasi adalah proses menguraikan pekerjaan serta kekuasaan dalam pekerjaan itu dan bersifat analisis. Artinya seluruh tugas organisasi diuraikan secara berurutan menjadi tugas-tugas yang lebih kecil (pembagian kerja). Kemudian
tugas-tugas
tadi
digabungkan
kedalam
kelompok-kelompok
(departemen) tugas yang saling berhubungan. Alasan pentingnya pengelompokan adalah adanya keperluan untuk melakukan koordinasi dan pengendalian karena dengan semakin banyak pembagian kerja dan spesialisasi, maka semakin sulit dilakukan koordinasi oleh seorang pimpinan. Untuk itu, perlu dibentuk kelompok yang dikoordinasikan oleh pimpinan kelompok dan selanjutnya kelompok tadi perlu dikoordinasikan dengan kelompok lain sehingga memerlukan pembentukan kelompok yang lebih besar yang merupakan gabungan dari sub-sub kelompok tadi dan pada akhirnya membentuk struktur organisasi. Dalam penentuan kelompok diperlukan dasar penentuan kelempok yang biasa disebut dengan departementasi.
Adapun beberapa dasar dalam penentuan kelompok (departementasi) yang biasa digunakan adalah: a.
Departementasi Fungsional Departementasi fungsional adalah pengelompokan pekerjaan yang dilakukan berdasarkan fungsi. Setiap organisasi harus menjalankan aktivitas tertentu untuk melaksanakan pekerjaannya. Aktivitas tersebut merupakan fungsi organisasi. Fungsi suatu organisasi berbeda-beda menurut pekerjaan/wewenang yang dimilikinya. Sebuah rumah sakit, misalnya, mempunyai fungsi pemberian layanan jasa dan pemberian layanan adminstrasi, sedangkan organisasi tentara mempunyai fungsi yang berbeda seperti penyiapan logistik, fungsi pelatihan, fungsi pertahanan darat, fungsi pertahanan udara, fungsi pertahanan laut dan fungsi-fungsi lain sesuai dengan tugas dan kewenangan organisasi.
b.
Departementasi Teritorial Metode ini lazimnya untuk departementasi kelompok-kelompok atas dasar wilayah. Argumentasi rasional penggunaan metode teritorial adalah bahwa semua aktivitas dalam sebuah wilayah tertentu harus diserahkan kepada
37
satu orang pimpinan. Pimpinan itulah yang harus bertanggung jawab atas segala aktivitas dalam wilayahnya. Misalnya Kantor Wilayah. c.
Departementasi Produk Metode departementasi produk menentukan bahwa pembagian kelompok didasarkan pada jenis produk. Metode ini memberikan kewenangan kepada seorang manajer untuk mengelola satu produk mulai dari bahan baku, proses pengolahan, dan pemasaran.
d.
Departementasi Pelanggan Departementasi pelanggan menentukan bahwa keputusan penentuan kelompok didasarkan pada karakteristik dan jenis pelanggan. Kelompok pelanggan dibagi berdasarkan aktivitas, jenis kelamin, jasa yang dibutuhkan, atau karakteristik lainnya. Perguruan tinggi misalnya dapat membentuk kelompok departemen berdasarkan klasifikasi bidang studi mahasiswanya, misalnya fakultas teknik, fakultas ekonomi, dan lainnya. Beberapa perusahaan swasta membagi kelompok organisasinya menurut jenis penyakit; seperti rumah sakit bersalin, dan rumah sakit jantung.
e.
Departementasi Gabungan Departementasi dalam banyak organisasi besar tidak dapat dilakukan dengan satu metode departementasi saja. Mengingat kompleksnya pekerjaan dan spesialisasi, maka metode departementasi yang digunakan merupakan gabungan dari beberapa metode. Namun yang perlu diingat adalah bahwa pada prinsipnya metode departementasi yang digunakan tidak boleh menimbulkan duplikasi dan ketidakjelasan pekerjaan tiap kelompok atau departemen.
Untuk menentukan departemen/kelompok yang sejajar seharusnya digunakan metode yang sama tetapi untuk kelompok di bawahnya dapat digunakan metode yang berbeda dengan metode departementasi kelompok di atasnya. Sebagai contoh, penentuan departemen di Angkatan Bersenjata pada tingkat nasional ditentukan berdasarkan fungsi. Sedangkan kelompok yang berada dibawah masing-masing fungsi tersebut dibentuk berdasarkan teritorial.
38
Namun, harus dihindari penggunaan metode departementasi yang berbeda pada level yang sama. Misalnya di tingkat nasional penentuan departemen/kelompok ada yang berdasarkan fungsi dan ada yang berdasarkan teritorial sehigga akan terjadi duplikasi antarkelompok/departemen dalam melaksanakan kegiatan.
Faktor lain yang perlu mendapat perhatian dan mempengaruhi keputusan mendesain organisasi adalah rentang kendali. Rentang kendali adalah menyangkut kemampuan seorang pemimpin dalam melakukan hubungan dengan orang-orang yang bekerja di bawah kelompok/departemennya. Semakin besar kemampuan manajer dalam melakukan hubungan dengan orang-orang di bawahnya maka semakin luas rentang kendali dan sebaliknya semakin kecil kemampuan manajer dalam melakukan hubungan dengan bawahannya maka semakin kecil pula rentang kendali.
Penentuan rentang kendali dipengaruhi oleh beberapa faktor yang amat penting sebagai berikut: a.
Hubungan wajib Dalam melakukan hubungan komunikasi antara pimpinan dan bawahan tidak semua pekerjaan menuntut komunikasi yang tinggi. Ada beberapa jenis pekerjaan yang tidak memerlukan hubungan komunikasi yang tinggi antara pemimpin dan anak buahnya. Seorang pimpinan tim peneliti memerlukan komunikasi yang tinggi dengan timnya.
b.
Tingkat spesialisasi Pekerjaan yang terspesialisasi tinggi dan cenderung rutin membuat pegawai mempunyai keahlian dalam melaksanakannnya. Pekerjaan seperti ini membutuhkan hubungan komunikasi yang tidak begitu tinggi karena bawahan telah mampu melaksanakan pekerjaan dengan baik karena sudah terbiasa dan sudah ahli sedangkan pekerjaan yang mempunyai kompleksitas yang tinggi memerlukan hubungan komunikasi yang lebih tinggi antara pimpinan dengan bawahannya sehingga jumlah bawahan yang menjadi tanggung jawabnya akan lebih sedikit.
39
c.
Kemampuan berkomunikasi Rentang kendali pada dasarnya adalah hubungan komunikasi antara pimpinan dengan bawahan. Semakin tinggi kemampuan komunikasi seorang pimpinan, maka semakin banyak hubungan komunikasi yang mampu dilakukannnya sehingga pimpinan yang mempunyai kemampuan komunikasi tinggi mampu membawahi bawahan lebih banyak.
Rentang kendali yang terlalu kecil mengakibatkan munculnya banyak kelompok dan akan memperpanjang rentang struktur organisasi dari unitkerja yang paling bawah sampai pada puncak manajemen. Organisasi yang mempunyai struktur yang terlalu banyak akan memperlambat dan menghambat laju arus komunikasi dari atas ke bawah maupun sebaliknya karena setiap arus informasi harus mengikuti setiap jenjang dalam struktur organisasi. Hal tersebut akan mengakibatkan organisasi akan lambat menghadapi perubahan dan tidak responsi terhadap tuntutan karyawan maupun perubahan perilaku pelanggan.
II.2.4 PEMBAGIAN KEWENANGAN PUSAT DAN DAERAH
Tidak ada satupun konsep pembagian kewenangan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah yang memberikan batasan dengan tegas. Begitu juga dalam praktik
penyelenggaraan pemerintahan di dunia mempunyai batasan
kewenangan yang berbeda-beda antara satu negara dengan negara lainnya dalam membagi urusan antara pemerintah pusat dengan daerah. Ada dua bentuk18 hubungan pemerintahan antara pusat dan daerah, yaitu bentuk negara federal dan negara kesatuan.
Di negara federal, urusan yang menjadi kewenangan pemerintah federal adalah urusan yang diserahkan oleh negara-negara bagian pada saat pembentukan negara federasi yang dituangkan dalam konstitusi yang disusun melalui referendum. Umumnya, kewenangan pemerintah federal adalah urusan yang menyangkut
18
C.F Strong, Modern Political Constitution (1984)
40
kedaulatan ke luar yaitu kekuasaan negara dalam berhubungan dengan negara lain.
Adapun urusan yang berkaitan dengan kedaulatan ke luar, meliputi hubungan diplomasi dengan negara lain dan badan-badan dunia, mata uang (moneter), pertahanan dan keamanan, menjadi kewenangan pemerintah federal, sedangkan urusan yang menyangkut kedaulatan ke dalam yaitu supremasi pemerintah dalam menciptakan tertib sosial dan pembangunan dalam negeri menjadi kewenangan negara bagian.
Sedang di negara kesatuan, semua urusan baik yang menyangkut kedaulatan ke luar maupun kedaulatan ke dalam menjadi kewenangan pemerintah pusat sehingga tidak ada pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah yang diatur secara tegas dalam konstitusi negara kesatuan. Urusan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah hanyalah urusan yang diserahkan oleh pemerintah pusat kepada daerah.
Teknik pembagian urusan antara pemerintah pusat dan daerah dilakukan dengan dua cara, yaitu ada negara yang membagi dengan rinci kewenangan pemerintah federal/pusat, sedangkan sisanya (reserve of power) menjadi kewenangan negara bagian/daerah. Atau sebaliknya, ada negara yang menguraikan dengan rinci kewenangan negara bagian/daerah sedangkan sisanya menjadi kewenangan pemerintah federal/pusat.
Semakin besar sisa kewenangan yang diberikan kepada daerah/negara bagian, maka negera tersebut semakin mendekati bentuk negara federal dan sebaliknya semakin besar kewenangan yang diberikan kepada pemerintah pusat, maka negara tersebut mendekati bentuk negara kesatuan.
Di negara federal, kewenangan antara pemerintah federal dengan pemerintah negara bagian telah diatur secara jelas dan rinci dalam konstitusi. Namun, di negara kesatuan, pembagian kewenangan tersebut tidak memiliki batasan yang
41
jelas dan sangat tergantung kepada kemauan politik (political will) dari pemerintah pusat. Pembagian kewenangan di negara kesatuan ini dikenal dengan desentralisasi.
Selain melalui desentralisasi, pemerintah pusat dapat mendelegasikan pelaksanaan tugasnya kepada pejabat atau badan pemerintah pusat yang ada di daerah atau pemerintah daerah melalui dekonsentrasi. Namun, dekonsentrasi tidak dapat dianggap sebagai pembagian kewenangan antara pusat dan daerah karena dengan azas dekonsentrasi, kewenangan dan tanggung jawab tetap berada di tangan pemerintah pusat, sedangkan pejabat atau organ pemerintah pusat di daerah ataupun pemerintah daerah hanyalah pelaksana yang wajib mempertanggungjawabkan tugasnya kepada pemberi tugas.
Selain itu, pendelegasian wewenang juga dapat dilaksanakan melalui tugas pembantuan. Tugas pembantuan diartikan sebagai penyerahan tugas oleh pemerintah yang lebih tinggi kepada pemerintah yang lebih rendah yang bukan merupakan organ/badan yang berada dan bertanggung jawab langsung kepada pemerintah pusat yang memberikan tugas. Tugas pembantuan tidak dapat dikategorikan sebagai pembagian kewenangan karena pada dasarnya kewenangan masih tetap dimiliki oleh pemerintah yang memberikan tugas yang sifatnya hanya sementara (temporary). Penerima tugas hanya bertindak selaku pelaksana.
Pembagian kewenangan yang bersifat relatif tetap (permanent) antara pemerintah pusat dan daerah dalam negara kesatuan adalah melalui desentralisasi. Melalui desentralisasi, pusat dan daerah berbagi kewenangan dan masing-masing mempunyai hak untuk mengatur sendiri urusan yang menjadi kewenangannya. Beberapa kelebihan19 pembagian kewenangan melalui desentralisasi antara lain: a.
Menyediakan kesempatan yang lebih besar kepada anggota masyarakat untuk memilih dan dipilih.
19
Riswandha Imawan (2003)
42
b.
Sebagai media pelatihan dan kaderisasi kepemimpinan bagi kader lokal untuk menuju ke tingkat nasional.
c.
Pendidikan bagi masyarakat lokal untuk meningkatkan rasa tanggung jawab.
d.
Memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mempengaruhi kebijakan lokal.
e.
Meningkatkan tanggung jawab pemerintah kepada masyarakat dengan terbukanya akses masyarakat dalam proses politik.
f.
Meningkatkan kemampuan pemerintah untuk melayani masyarakat.
Ada beberapa prinsip yang dapat digunakan dalam memberikan variasi terhadap desentralisasi yaitu prinsip desentralisasi terbatas dan desentralisasi yang seluasluasnya. Penerapan prinsip ini membawa konsekuensi terhadap luasnya kewenangan yang diberikan kepada daerah. Dalam desentralisasi terbatas, urusan yang diserahkan kepada daerah dibatasi, baik pada jenis urusan yang menjadi kewenangan maupun tingkat ke dalam/kebebasan daerah dalam melaksanakan urusan tersebut, sedangkan dalam prinsip desentralisasi yang seluas-luasnya atau sering juga disebut otonomi seluas-luasnya, daerah diberikan jenis kewenangan yang sangat luas dan diberikan kebebasan penuh dalam menjalankan urusan tersebut mulai dari penetapan kebijakan, implementasi, evaluasi, sampai pada tindak lanjutnya.
Meskipun pada kedua prinsip tersebut ada arah tentang pembagian kewenangan, tetapi tetap masih terdapat kesulitan dalam menentukan kriteria yang terukur dan rinci dalam pembagian urusan antara pemerintah pusat dan daerah.
Dalam penyusunan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, digunakan teori residu (reserve of power) dalam membagi kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah, yang dalam Undang-Undang tersebut hanya diuraikan urusan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat dan pemerintah provinsi, sedangkan sisanya (residu) menjadi kewenangan kabupaten/kota.
43
Namun dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah, penyelenggaraan urusan pemerintahan dibagi ke dalam dua macam urusan yaitu urusan yang sepenuhnya menjadi urusan pemerintah pusat yaitu urusan luar negeri, keuangan/moneter, peradilan, politik luar negeri, pertahanan keamanan dan agama sedangkan urusan lainnya menjadi urusan konkuren (urusan bersama) yang dibagi antara pemerintah pusat dan daerah.
Untuk membagi urusan konkuren tersebut ditetapkan indikator/kriteria untuk menentukan urusan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota. Indikator/kriteria tersebut adalah efisiensi, eksternalitas dan akuntabilitas. Berdasarkan kriteria tersebut pembagian urusan antara pemerintah pusat dengan daerah telah dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2007 tentang pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah,
pemerintahan
daerah
provinsi,
dan
pemerintahan
daerah
kabupaten/kota.
Konsekuensi logis dari desentralisasi dan pembagian urusan tersebut adalah adanya perubahan terhadap volume tugas, baik bagi pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, yang menuntut adanya penyesuaian terhadap struktur birokrasi dan jumlah sumber daya manusia pada pemerintah pusat maupun pada pemerintah daerah.
Penyesuaian akan beban tugas bagi pemerintah pusat inilah yang menyebabkan perlu adanya perubahan paradigma pemerintah pusat. Perubahan paradigma pemerintahan bertitik tolak dari pemahaman dan pergeseran peran fungsi dasar pemerintahan yang menyangkut peran dan fungsi instansi pemerintah meliputi: 1.
peran dan fungsi yang harus dilakukan,
2.
peran dan fungsi yang tidak harus dilakukan.
44
Perubahan paradigma ini juga tidak terlepas dari 4 fase evolusi pemerintah20 yaitu: a.
Fase Pertama, adalah pemerintah yang eksis pada negara tradisional masa lampau yang berbentuk monarki mutlak. Pada masa ini, pemerintah memiliki makna sepenuhnya sebagai “gouvernance” (royal officer) yang merupakan aparat yang harus loyal menjalankan perintah kekuasaan monarkhi raja atau kaisar.
b.
Fase Kedua, adalah pemerintah yang eksis pada masa konsolidasi demokrasi. Pemerintahan pada fase ini memiliki orientasi untuk mewujudkan
kesejahteraan
rakyat
dengan
peran
yang
dominan
melaksanakan pembangunan. Pada fase ini, pemerintah adalah aktor tunggal yang dipandang sebagai satu-satunya kendaraan yang tepat, legitimate, dan tidak terbantahkan untuk melakukan perubahan sosial, mendorong pemerataan (equality), dan melaksanakan pembangunan ekonomi (economic development). c.
Fase Ketiga, adalah masa marketisasi peranan pemerintah. Pada masa ini terjadi pengurangan peranan pemerintah (terutama dalam bidang ekonomi) digantikan oleh peranan sektor swasta dalam menjalankan peran-peran tradisional yang lama dipegang oleh pemerintah. Oleh karenanya intervensi dan peranan negara (terhadap kegiatan ekonomi) dibatasi.
d.
Fase Keempat dan terakhir adalah pemerintah yang melakukan adopsi terhadap nilai-nilai entrepreneurship. Pada masa ini, proses repositioning pemerintah tidak hanya dilakukan dalam konteks mengurangi peranan ekonomi, melainkan juga dalam konteks reformasi manajerial. Manajemen negara yang semula mengadopsi model pemerintahan birokrasi tradisional kemudian direformasi melalui pendekatan new public management yang mengadopsikan nilai-nilai swasta (entrepreneurship) pada institusiinstitusi pemerintahan. Peran pemerintah berubah sepenuhnya dari “pengatur” menjadi “pengarah” atau “fasilitator masyarakat”.
20
Pierre & Peters, (2000, h. 2-3)
45
Pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah provinsi/kabupaten/kota, pada dasarnya memiliki “kekuasaan yang memaksa”. Pemerintah adalah suatu lembaga yang dibentuk untuk mewujudkan cita-cita masyarakat suatu bangsa serta membuat dan melaksanakan keputusan bersama untuk mencapai cita-cita itu. Pemerintah mendapatkan mandat yang otoritatif untuk mendayagunakan sumbersumber daya yang ada pada masyarakat untuk melaksanakan tugas itu. Pemerintah memiliki legitimasi kekuasaan yang bersifat memaksa. “Kekuasaan yang memaksa” itu timbul karena adanya legitimasi undang-undang yang dimiliki pemerintah untuk bertindak atas nama Negara/Wilayah dalam konteks menjaga dan menjamin kepentingan sosial dalam proses pencapaian tujuan.
II.2.5 ARAH PENATAAN ORGANISASI
a.
Organisasi Disusun Berdasarkan Visi dan Misi Visi dan misi yang jelas merupakan prasyarat utama dalam penyusunan organisasi pemerintahan. Proses penyusunan dan penataan organisasi pemerintahan harus mampu menyeimbangkan antara kemampuan sumber daya organisasi dengan kebutuhan masyarakat. Demikian pula dengan strategi yang jelas dalam pencapaian visi dan misi organisasi. Pimpinan Pemerintahan dapat menentukan desain organisasi yang tepat untuk menjamin efektivitas dan efisiensi organisasi. Keberlanjutan organisasi dapat dilakukan dengan menempatkan sumber daya manusia yang tepat pada struktur organisasi yang telah dirancang dengan baik. Organisasi pemerintahan yang digerakkan oleh visi, misi, strategi yang jelas diharapkan dapat menjawab kebutuhan masyarakat dan melayani masyarakat maupun stakeholder lainnya.
Jika digambarkan dalam sebuah piramida, dalam organisasi pemerintahan yang berlandaskan visi dan misi yang jelas, pada puncaknya adalah visi tentang kepuasan masyarakat terhadap pelayanan publik yang diberikan oleh setiap organisasi pemerintahan. Penopang puncak piramida adalah para pemimpin organisasi pemerintah yang mempunyai visi tentang
46
strategi untuk mengimplementasikan visi kepuasan masyarakat terhadap pelayanan publik. Sementara pada bagian bawah piramida adalah peraturan-peraturan dan para staf atau aparatur yang berdedikasi sebagai pelaksana kebijakan pimpinan dalam mewujudkan pelayanan publik yang baik.
b.
Organisasi Bersifat Datar (Flat) Organisasi Pemerintahan dituntut untuk memiliki kinerja yang tinggi. Upaya yang dapat dilakukan untuk hal tersebut adalah memberikan pelayanan yang lebih baik dengan menerapkan prosedur birokrasi yang tidak berbelit, rumit atau panjang, dengan kata lain membentuk organisasi yang bersifat datar. Pada organisasi yang bersifat datar struktur organisasinya tidak terdiri dari banyak tingkatan atau hirarki sehingga proses pengambilan keputusan dan pemberian pelayanan akan berjalan lebih cepat dan efektif.
c.
Organisasi Bersifat Ramping Perampingan organisasi pemerintahan dimaksudkan agar pembidangan secara horizontal dapat ditekan seminimal mungkin. Struktur organisasi lebih mengakomodasi bidang-bidang yang sesuai dengan visi, misi, dan strategi yang sesuai dengan beban dan sifat tugasnya. Dengan organisasi yang bersifat ramping, kontrol kendali organisasi akan berada pada posisi yang ideal. Pembengkakan organisasi pemerintahan akan berdampak pula terhadap melebarnya rentang kendali yang akan menimbulkan inkoherensi kelembagaan. Kondisi ini dapat terjadi karena fungsi yang seharusnya ditangani dalam satu kesatuan unit harus diderivasi ke beberapa unit organisasi. Dalam kondisi demikian, kegiatan organisasi akan mengarah pada proliferasi birokrasi sehingga berpotensi menimbulkan disharmoni atau bahkan friksi antarunit organisasi sebagai akibat dari tarik-menarik kewenangan.
47
d.
Organisasi Bersifat Jejaring (Networking) Pada sistem pemerintahan yang bersifat desentralistik diperlukan suatu prakarsa
dan
kreativitas
yang
berkesinambungan
dalam
meningkatkan kemampuan dan kapasitas pemerintahan.
upaya
Pemerintah
bukan lagi satu-satunya stakeholder yang menggerakkan kegiatan pembangunan. Pemerintah harus bekerja sama dengan stakeholder lainnya dalam menggerakkan pembangunan. Stakeholder lainnya antara lain adalah masyarakat, pelaku usaha (swasta), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Perguruan Tinggi, maupun pemerintah daerah lain, baik pemerintah provinsi/kabupaten/kota.
Perubahan peran pemerintah yang luas dalam kegiatan pembangunan, memungkinkan terjadinya suatu proses perubahan dari “steering” menjadi “rowing” dan “providing” menjadi “enabling”. Dengan perubahan peran tersebut, Pemerintah lebih banyak memfasilitasi, mengoordinasikan, mengarahkan,
dan
mengontrol.
Perubahan
peran
ini
mendorong
pemerintah atau organisasi publik menjadi lebih efektif dan efesien dalam menyelenggarakan kegiatan pemerintahan pada umumnya.
Berkaitan dengan penyusunan organisasi pemerintahan, memanfaatkan hubungan jejaring (networking) dengan stakeholder lainnya akan sangat penting dalam rangka memanfaatkan keunggulan komparatif. Sarana jejaring tersebut sangat bermanfaat sebagai sarana untuk saling berbagi pengalaman, berbagi keuntungan dari kerjasama, maupun berbagi dalam memikul tanggung jawab pembiayaan secara proporsional. Organisasi jejaring dapat memperkuat eksistensinya dan dapat bertahan secara berkelanjutan dalam iklim yang kompetitif. Secara tidak langsung, dengan berorientasi pada struktur organisasi jejaring akan mendorong terciptanya organisasi yang kecil tetapi memiliki jejaring yang luas (small organization but large networking).
48
Gambar II.11. Peran Pemerintah dalam Pembangunan21
e.
Organisasi Bersifat Fleksibel dan Adaptif Dinamika perubahan dalam berbagai kehidupan di luar organisasi akan berpengaruh terhadap organisasi. Perubahan-perubahan yang terjadi seperti perubahan teknologi, pengetahuan, informasi, sosial, dan politik menjadi
masukan
yang
berguna
bagi
kelangsungan
organisasi
pemerintahan. Oleh karena itu, agar organisasi pemerintahan mampu mengikuti perkembangan dan perubahan yang terjadi, struktur organisasi pemerintahan harus bersifat fleksibel dan adaptif.
Upaya membentuk organisasi yang adaptif adalah suatu kegiatan yang berorientasi pada perbaikan dalam di bidang struktur organisasi, prosedural organisasi, dan struktur kultur organisasi. Kegiatan tersebut dapat dilakukan melalui pembinaan organisasi. Dalam perspektif individu, 21
Bahan Sosialisasi UPT, Ditjen SDA, 2006
49
pembinaan organisasi
dapat membantu individu untuk bekerja dan
menjalankan tugas-tugasnya secara lebih efektif dan efisien. Dalam perspektif organisasi, pembinaan organisasi dapat membantu dan mendorong organisasi menjadi tetap sehat dan lebih mencapai efisiensi kerja dalam kondisi dan situasi yang dinamis, serta mampu berpartisipasi dalam perkembangan teknologi, sosial, politik, dan ekonomi serta dapat bertahan dalam menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi dalam lingkungannya.
f.
Organisasi Banyak Diisi Jabatan Fungsional Sejalan dengan bentuk organisasi yang bersifat datar, organisasi pemerintahan sebaiknya diisi oleh pejabat-pejabat fungsional yang lebih mengedepankan kompetensi dan profesionalitas dalam pelaksanaan tugasnya. Jabatan struktural sebaiknya dibentuk terbatas dalam rangka mewadahi tugasnya yang bersifat manajerial saja sehingga perlu disederhanakan hanya untuk tingkatan pimpinan tertentu saja.
Bentuk organisasi yang lebih banyak mengedepankan jabatan fungsional memungkinkan
peningkatan
produktivitas
kerja
dan
melancarkan
pekerjaan dalam organisasi pemerintahan. Tugas-tugas dari pejabatnya akan lebih terbatas sehingga setiap pejabat akan menjadi mahir dan spesialis di bidangnya.
g.
Organisasi Bervariasi Dalam menyusun
organisasi
pemerintahan
memungkinkan
terjadi
perbedaan antara satu departemen dengan departemen yang lain, antara unit kerja yang satu dengan unit kerja yang lainnya. Setiap departemen dapat menyusun organisasi sesuai dengan strategi yang didasarkan pada kondisi, karakteristik, dan kemampuannya, khususnya disesuaikan dengan kemampuan sumberdaya yang dimiliki.
50
h.
Tata kerja, Tatalaksana, dan Standar Operasi dan Prosedur (SOP) Tata kerja merupakan proses pembagian kerja ke dalam spesialisasispesialisasi khusus dan pengelompokan kerja dalam kelompok-kelompok tertentu yang di dalamnya berisikan tugas-tugas yang harus dilaksanakan dan berisikan kewenangan yang merupakan hak untuk mengambil keputusan dan meminta kepatuhan kepada orang yang ada di bawahnya serta berisi kewajiban untuk mempertanggungjawabkan pelaksanaan pekerjaan. Tata kerja organisasi biasanya digambarkan dalam struktur organisasi
di
mana
pembagian
pekerjaan,
arus
pekerjaan,
dan
pengelompokan pekerjaan digambarkan dalam bagan dan dideskripsikan dalam uraian tugas pokok dan fungsi pada tiap unit organisasi.
Kelompok pekerjaan dapat dibagi ke dalam dua bagian yaitu kelompok yang
pekerjaan
yang
langsung
melaksanakan
pekerjaan
untuk
memproduksi barang/jasa menjadi inti kegiatan organisasi, yang biasa dikenal dengan jalur lini, dan kelompok kedua yang merupakan kelompok yang mendukung organisasi dalam melaksanakan misinya yang biasa disebut jalur staf.
Penentuan tata kerja berupa struktur organisasi dan deskripsinya dilakukan melalui aktivitas desain struktur organisasi. Berbagai masalah dapat terjadi dalam aktivitas mendesain organisasi yang pada akhirnya dapat mengganggu efektivitas dan efisiensi organisasi. Beberapa masalah yang mungkin akan timbul adalah: a.
Perumusan sasaran dan tujuan tidak jelas sehingga pekerjaan secara keseluruhan tidak bisa digambarkan dengan jelas;
b.
Tidak seluruh pekerjaan dibagi habis ke dalam unit-unit organisasi sehingga ada pekerjaan sisa yang tidak menjadi kewenangan salah satu unit organisasi atau sebaliknya terjadi duplikasi dalam pembagian pekerjaan antarunit kerja sehingga terjadi konflik antarunit organisasi;
51
c.
Uraian pekerjaan tidak didefinisikan dengan jelas sehingga dalam pelaksanaannya terjadi penyimpangan atau kesalahan;
d.
Alur perintah dan pertanggungjawaban tidak dirumuskan dengan jelas sehingga terdapat kesulitan dalam koordinasi dan komunikasi.
Tatalaksana adalah aktivitas pengaturan mekanisme dan prosedur pelaksanaan pekerjaan. Mekanisme dan prosedur pelaksanaan pekerjaan dituangkan dalam standar operasi dan prosedur (SOP). Standar operasi merupakan norma, kuantitas, dan kualitas pekerjaan yang wajib dipenuhi oleh organisasi, sedangkan prosedur merupakan rangkaian proses dan urutan aktivitas yang wajib dijalankan oleh organisasi.
Untuk mengukur dan mengevaluasi proses pelaksanaan pekerjaan, maka SOP merupakan acuan untuk menilai apakah suatu pekerjaan telah dilaksanakan sesuai dengan norma, kualitas, kuantitas dan mekanisme yang telah ditetapkan. Standar norma termasuk standar perilaku, standar waktu, standar kualitas, dan standar lainnya yang ditetapkan. Dalam SOP juga
mengatur
siapa
mengerjakan
apa
dan
bagaimana
cara
mengerjakannya.
II.3.
KERANGKA KONSEP PENELITIAN
Untuk dapat memberikan alternatif bentuk kelembagaan institusi pengelolaan sumber daya air perlu dilakukan kajian terhadap fenomena organisasi Ditjen Sumber Daya Air yang telah ada sebelumnya baik pada masa orde baru sampai dengan saat ini. Dari pengamatan sesaat diperoleh informasi bahwa
jumlah
jabatan struktural Ditjen Sumber Daya Air makin lama makin bertambah besar sehingga terjadi pelaksanaan kegiatan yang saling tumpang tindih, terutama pada saat terbentuknya unit pelaksana teknis. Untuk meningkatkan kinerja organisasi perlu dilakukan evaluasi tentang tugas dan fungsi kelembagaan pengelolaan sumber daya air berdasarkan tugas, fungsi, wewenang, paradigma dan
52
departementasi, sehingga dapat dianalisis apakah kelembagaan yang ada saat ini sudah sesuai atau perlu melakukan penyesuaian (right sizing).
Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat dalam diagram pola pikir pemecahan masalah sebagai berikut :
Gambar II.12. Pola Pikir Pemecahan Masalah
Peningkatan kualitas pengelolaan sumber daya air melalui peningkatan fungsi organisasi perlu diutamakan sehingga target untuk mewujudkan organisasi yang ramping struktur dan kaya fungsi dapat tercapai. Oleh sebab itu, perlu dilakukan kajian departementasi yang sesuai dan pembagian tugas dan wewenang yang seimbang dengan memperhatikan prinsip pengelolaan sumber daya air yang berkelanjutan. Dari hasil analisis tersebut akan dapat ditentukan alternatif kelembagaan pengelolaan sumber daya air yang sesuai dengan amanat Undang Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.
53
Secara umum, transformasi kelembagaan bidang sumber daya air dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar II.13. Transformasi kelembagaan sumber daya air
Dalam kajian ini, hanya akan dilakukan pembahasan mengenai struktur kelembagaan Ditjen Sumber Daya Air dengan melibatkan stakeholder terkait, yaitu pelaksana pengelolaan sumber daya air dari internal Ditjen Sumber Daya Air, UPT Ditjen Sumber Daya Air, dan Dinas Provinsi yang menangani pengelolaan sumber daya air mengingat fokus penelitian berada pada kewenangan pengelolaan sumber daya air yang berada pada pemerintah pusat yang dilaksanakan oleh Ditjen Sumber Daya Air, baik yang dilaksanakan sendiri maupun dilaksanakan oleh UPT Ditjen Sumber Daya Air.
Penelitian dilakukan melalui studi pustaka dan pengamatan pada institusi Ditjen Sumber Daya Air. Pengumpulan kuesioner terbatas dari beberapa narasumber di lingkungan direktorat teknis, unit pelaksana teknis, dan dinas provinsi yang menangani sumber daya air. Informasi yang dikumpulkan mencakup informasi kewenangan pemerintah pusat terhadap pengelolaan sumber daya air baik di pusat
54
maupun di daerah, manfaat keberadaan unit pelaksana teknis di daerah, pelaksanaan kewenangan pemerintah pusat di daerah oleh unit pelaksana teknis maupun
pemerintah
daerah
(baik
secara
dekonsentrasi
maupun
tugas
pembantuan), hambatan pelaksanaan kewenangan pusat di daerah, dan bentuk kelembagaan pengelolaan sumber daya air yang ada di daerah.
Kuesioner disusun dengan sistem semi terbuka, artinya narasumber diberikan kesempatan untuk mengisi jawaban apabila tidak tersedia jawaban yang sesuai, juga narasumber diijinkan untuk memilih beberapa jawaban yang dianggap tepat. Pengumpulan data dilakukan melalui pengiriman kuesioner ke narasumber, kemudian dilakukan analisis terhadap jawaban. Hasil jawaban tersebut akan memperkaya analisis kelembagaan pengelolaan sumber daya air yang diusulkan.
55