6
TINJAUAN PUSTAKA Pengetahuan Gizi Pengetahuan gizi adalah pemahaman seseorang tentang ilmu gizi, zat gizi serta interaksi antara zat gizi terhadap status gizi dan kesehatan. Pengetahuan gizi yang baik dapat menghindarkan seseorang dari konsumsi pangan yang salah atau buruk (Suhardjo 1996). Pengetahuan diperoleh seseorang
melalui
pendidikan formal,
informal
dan
nonformal.
Tingkat
pengetahuan gizi seseorang berpengaruh terhadap sikap dan perilaku dalam memilih makanan, yang pada akhirnya akan berpengaruh pada keadaan gizinya (Khomsan et al. 2007) Pengetahuan gizi ibu hamil dapat dipengaruhi oleh karakterisitik ibu dan dan karakteristik keluarga ibu hamil. Salah satu faktor yang menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan gizi yang diperoleh adalah faktor pendidikan. Ibu yang memiliki tingkat pendidikan tinggi akan lebih mudah menerima pesan dan informasi gizi (Gabriel 2008). Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap sikap dan perilaku hidup sehat. perubahan sikap dan perilaku sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan. Tingkat pendidikan yang
lebih
tinggi
akan
lebih
mudah
menyerap
informasi
dan
mengimplementasikannya dalam perilaku dan gaya hidup, khususnya dalam hal kesehatan dan gizi (Atmarita dan Fallah 2004). Usia ibu yang relatif masih muda, cenderung memiliki sedikit sekali pengetahuan tentang gizi dan pengalaman dalam mengasuh anak (Hurlock 1998). Pengukuran Pengetahuan Gizi Pengukuran pengetahuan gizi dapat dilakukan dengan menggunakan instrumen berbentuk pertanyaan pilihan berganda (multiple choice test). Instrumen ini merupakan bentuk tes obyektif yang paling sering digunakan. Di dalam menyusun instrumen ini diperlukan jawaban-jawaban yang sudah tertera di dalam tes, dan responden hanya memilih jawaban yang menurutnya benar. Alternatif jawaban yang benar dari berbagai opsi disebut ‘jawaban’, sedangkan alternatif yang salah disebut ‘distracter’. Distracter yang baik mempunyai ciri karakteristik yang hampir mirip dengan ‘jawaban’ , dengan demikian responden harus berpikir dahulu sebelum menentukan pilihan jawaban yang benar. Multiple choice test dapat digunakan untuk mengukur berbagai aspek yang terkait di dalam ranah kognitif. Bentuk soal multiple choice test akan menghilangkan antivalensi dari persoalan yang ditanyakan sehingga pertanyaan dapat dijawab
7
sesuai dengan yang diminta. Bentuk soal ini mempunyai reliabilitas yang tinggi. Adanya opsi jawaban sebanyak empat butir pilihan mengurangi kesempatan menebak (Khomsan 2000). Pembuatan instrumen untuk mengukur pengetahuan gizi hendaknya memperhatikan aspek reliabilitas dan validitas alat ukur. Selain itu jumlah butir tes harus cukup memenuhi untuk menggambarkan tingkat pengetahuan gizi yang sesungguhnya. Dengan jumlah soal 20 butir kiranya cukup untuk mengukur domain pengetahuan gizi tertentu. Tahapan penilaian dilakukan dengan memberi skor tertentu pada jawaban yang salah atau benar. Untuk soal berbentuk correctanswer multiple choice atau soal dengan satu jawaban benar maka penilaian dilakukan dengan memberi skor 1 untuk opsi jawaban benar dan 0 untuk opsi jawaban salah. Sedangkan untuk soal best-answer multiple choice, maka opsi yang paling benar deberi skor tertinggi misalnya 3 kemudian berturut-turut 2,1 dan 0 untuk jawaban yang tingkat kebenarannya kurang. Skor 0 bisa diterapkan pada opsi tidak tahu (Khomsan 2000). Kategori pengetahuan gizi bisa dibagi dalam tiga kelompok yaitu baik, sedang dan kurang. Cara pengkategorian dilakukan dengan menetapkan cut-off point dari skor yang telah dijadikan persen. Kategori pengetahan gizi yaitu baik apabila skor > 80%; sedang apabila skor 60-80%; dan kurang apabila skor <60% (Khomsan 2000). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan, Sikap dan Praktek Konsumsi Susu Susu adalah sumber makanan paling bergizi dari segala jenis makanan dan minuman kesukaan bagi setiap orang di seluruh dunia. Susu hampir memiliki seluruh zat –zat gizi yang dibutuhkan orang untuk pertumbuhan dan menjaga kesehatan yang baik. Dengan kata lain, susu memiliki semua zat-zat gizi dalam jumlah yang besar dan dalam porsi yang sedemikian rupa sehingga dapat saling bekerja sebagai satu kesatuan untuk membantu menjaga agar tubuh tetap sehat dan kuat (Iswahanik 2001). Saat ini produk olahan susu tidak hanya diproduksi secara umum dan dapat dikonsumsi oleh semua golongan usia, tetapi juga telah tersegmentasi berdasarkan usia dan kondisi fisiologis konsumen target. Selain itu produk olahan susu kini hadir dengan varian rasa dan difortifikasi dengan zat-zat gizi tertentu (Tias 2005). Berdasarkan data tahun 2001-2005, di Badan Pengawas
8
Obat dan Makanan (BPOM) telah terdaftar sebanyak 56 produk minuman khusus ibu hamil dan atau ibu menyusui (BPOM 2005). Sutisna (2001) menyatakan terdapat tiga faktor yang mempengaruhi konsumen dalam memilih suatu barang dan jasa. Faktor pertama adalah konsumen sebagai individu, pilihan untuk membeli suatu produk dipengaruhi kebutuhan, persepsi, demografis, gaya hidup dan karakteristik kepribadian. Faktor yang kedua yaitu lingkungan yang mempengaruhi konsumen, pilihan konsumen terhadap suatu merek dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya. Faktor ketiga yaitu stimuli pemasaran atau juga disebut strategi pemasaran, pemasar berusaha
mempengaruhi
konsumen
dengan
memberikan
stimuli-stimuli
pemasaran seperti iklan atau promosi. Pengaruh yang mendasari perilaku konsumen menurut Engel et al. (1994), adalah pengaruh lingkungan, perbedaan dan pengaruh individual, dan proses
psikologi
konsumen.
Pengaruh
lingkungan
yang
mempengaruhi
konsumen individu untuk mengambil keputusan dalam membeli suatu produk, yaitu budaya, keluarga, pengaruh kelompok sosial, pengaruh kelompok acuan dan pengaruh pribadi. Faktor yang berasal dari pengaruh individu dalam keputusan pembelian bergantung pada sumberdaya yang dimiliki konsumen, motivasi dan keterlibatan konsumen terhadap produk tersebut, pengetahuan, gaya hidup, kepribadian dan sikap yang dimiliki oleh konsumen. Proses psikologi memiliki tiga tahapan, yaitu proses informasi, proses pembelajaran dan perubahan sikap serta perilaku konsumen. Karakteristik individu dan karakteristik sosial ekonomi Salah satu faktor yang menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan gizi yang diperoleh adalah faktor pendidikan. Ibu yang memiliki tingkat pendidikan tinggi akan lebih mudah menerima pesan dan informasi gizi. Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap sikap dan perilaku hidup sehat. perubahan sikap dan perilaku sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan lebih mudah menyerap informasi dan mengimplementasikannya dalam perilaku dan gaya hidup, khususnya dalam hal kesehatan dan gizi (Atmarita dan Fallah 2004). Tingkat pendidikan seseorang juga akan mempengaruhi nilai-nilai yang dianutnya, cara berpikir, cara pandang bahkan persepsinya terhadap suatu masalah. Konsumen yang memiliki pendidikan yang lebih baik akan sangat responsif terhadap informasi, pendidikan juga mempengaruhi konsumen dalam
9
pilihan produk maupun merek. Pendidikan yang berbeda akan menyebabkan selera konsumen juga berbeda. Memahami usia konsumen juga penting, karena konsumen yang berbeda usia akan mengkonsumsi produk dan jasa yang berbeda. Perbedaan usia juga akan mengakibatkan perbedaan selera dan kesukaan terhadap merek. Pendapatan yang diukur dari seorang konsumen biasanya bukan hanya pendapatan yang diterima oleh seorang individu, tetapi diukur semua pendapatan yang diterima oleh semua anggota keluarga di mana konsumen berada. Daya beli sebuah rumah tangga bukan hanya ditentukan oleh pendapatan dari satu orang, tetapi dari seluruh anggota rumah tangga yang bekerja. Media informasi Media informasi adalah alat atau perangkat yang digunakan dalam proses penyampaian informasi secara umum. Media informasi diklasifikasikan dalam tiga jenis, yaitu: 1) media cetak, seperti surat kabar, majalah dan lain-lain; 2) media elektronik, seperti radio, televisi dan film; 3) media tradisional seperti papan pengumuman dan bedug (Mappiare et al. 1995 dalam Restikowati 2007). Sumber informasi juga dapat mempengaruhi perilaku konsumen dalam memilih dan membeli produk yang dikelompokkan menjadi 4, yaitu: 1) sumber pribadi: keluarga, teman, tetangga, kenalan; 2) sumber komersial: iklan, tenaga penjual, penyalur, kemasan dan pameran; 3) sumber umum: media massa, organisasi konsumen; dan 4) sumber pengalaman: pernah menangani, menguji dan menggunakan produk (Yuliati 2007). Penelitian yang dilakukan oleh Sulhiyah (2007) menunjukkan pada tahap pencarian informasi, dokter atau bidan merupakan sumber informasi yang paling mempengaruhi responden dalam keputusan pembelian susu khusus ibu hamil. Hill & Radimer (1996) menyatakan sejumlah survei di Australia yang meneliti sumber-sumber informasi gizi menemukan bahwa majalah merupakan sumber utama informasi gizi di kalangan wanita. Selanjutnya dijelaskan pula sebuah studi di Austaralia juga menyatakan bahwa iklan makanan di majalah diidentifikasi sebagai sumber informasi gizi yang digunakan oleh sepertiga responden dalam survery tersebut. Survei yang sama juga menunjukkan bahwa 68% individu berusia 21-24 tahun memilih majalah sebagai sumber informasi gizi dan individu dengan usia lebih muda juga menyatakan bahwa iklan di majalah merupakan sumber informasi yang sangat berguna (Hill & Radimer 1996).
10
Ketersediaan informasi merupakan salah satu faktor yang dapat memperngaruhi perilaku konsumsi susu pada ibu hamil. Kehamilan Penilaian status gizi ibu hamil Penilaian status gizi merupakan landasan bagi berbagai upaya untuk memperbaiki kesehatan perorangan dan masyarakat diseluruh dunia. Ada empat pendekatan utama untuk menilai status gizi:
Antropometri yang mengukur besar dan komposisi tubuh manusia
Biomarker yang mencerminkan asupan zat gizi dan dampak yang ditimbulkan oleh asupan zat gizi tersebut
Pemeriksaan
klinis
yang
memastikan
konsekuensi
klinis
akibat
ketidakseimbangan asupan zat gizi
Pengkajian makanan yang meliputi asupan makanan dan/atau zat gizi Masing-masing pendekatan ini memiliki kekuatan dan keterbatasan yang
berbeda serta spesifik ketika dipakai pada perorangan dibandingkan pada masyarakat (Gibney et al. 2009). Penilaian status gizi wanita hamil meliputi evaluasi terhadap faktor resiko, pengukuran antropometrik, diet (penilaian konsumsi pangan), dan biokimiawi (Arisman 2007). Faktor resiko pada ibu hamil Faktor resiko dapat dibagi dalam 2 kelompok, yaitu resiko selama hamil dan resiko selama perawatan (antenatal). Resiko yang pertama ialah (a) usia dibawah 18 tahun, (b) keluarga prasejahtera, (c) food fadism, (d) perokok berat, (e) pecandu obat dan alkohol, (e) berat di bawah 80% atau di atas 120% berat baku, (g) terlalu sering hamil: >8 kali dengan selang waktu <1 tahun, (h) riwayat obstetrik buruk: pernah melahirkan mati, dan (i) tengah menjalani terapi gizi untuk penyakit sistemik. Sementara itu, pertambahan berat tidak adekuat (<1 kg/bulan), pertambahan berat berlebihan (>1 kg/minggu), dan Hemoglobin< 11 g (terendah 9,5 g) dan Hematokrit < 33 (terendah 30) termasuk dalam resiko kedua (Arisman 2007). Terdapat beberapa keadaan yang menambah resiko kehamilan, namun tidak secara langsung meningkatkan resiko kematian ibu. Faktor resiko pada ibu hamil yaitu: (1) primigravida kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, (2) anak lebih dari 4 orang, (3) jarak kelahiran terakhir dan sekarang kurang dari 2 tahun dan (4) tinggi badan kurang dari 145 cm dan berat badan kurang dari 35 kg (Depkes 1997).
11
Pengukuran antropometri ibu hamil Kecukupan zat gizi selama hamil baru dapat dipantau melalui parameter keadaan kesehatan ibu dan berat lahir janin. Meskipun baku penilaian status gizi wanita yang tidak hamil tidak dapat diaplikasikan pada wanita hamil, perubahan fisiologis selama hamil dapat digunakan sebagai petunjuk. Berat badan rendah sebelum konsepsi, serta pertambahan berat yang tidak adekuat merupakan penilaian langsung yang dapat digunakan untuk menilai laju pertumbuhan janin. Berat lahir berkorelasi positif dengan pertambahan berat total selama hamil. Pemeriksaan antropometri yang biasa dilakukan adalah penimbangan berat, pengukuran tinggi, penentuan berat ideal, dan pola pertambahan berat badan. Berat pada kunjungan pertama ditimbang sementara berat sebelumnya jangan terlewat untuk ditanyakan. Berat sebelum hamil berguna untuk penentuan prognosis serta keputusan perlu tidaknya dilakukan terapi gizi secara intensif. Status gizi buruk ditandai oleh berat badan sebelum hamil 10% di bawah atau 20% di atas berat ideal. Berat kini diperlukan untuk menentukan pola pertambahan berat (Arisman 2007). Rata-rata pertambahan BB ibu hamil sebesar 10-12,5 kg selama kehamilan, kebanyakan terjadi setelah minggu ke-20, yaitu pada trimester II dan III kehamilan. Adapun pertambahan BB selama hamil turut dipengaruhi oleh tinggi badan (TB). Ibu yang tinggi cenderung mempunyai pertambahan BB yang lebih besar daripada ibu yang pendek (Kurniasih et al. 2010). Tabel1 Rekomendasi kenaikan berat badan selama kehamilan berdasarkan pada indeks massa tubuh sebelum kehamilan. Kategori BB terhadap TB (IMT)
Rekomendasi Kenaikan Berat Badan Total (kg)
Rekomendasi Kenaikan BB/minggu Selama Trimester II dan Trimester III (kg)
Rendah (IMT < 19,8)
12,5 – 18
0,5
Normal (IMT 19,8 – 26,0)
11,5 – 16
0,4
Tinggi (IMT 26,0 – 29,0)
7 – 11,5
0,3
Obesitas (IMT > 29,0)
> 6,8
Ditentukan pada setiap individu (Sumber: Institute of Medicine: Nutrition during preganancy, Washington DC, 1990 dikutip dalam Moore 1997)
Beberapa studi yang tersebar di seluruh dunia menunjukkan bahwa pertambahan berat total ibu selama kehamilan (gestational weight gain) berada pada rentang 8 -14 kg. Lebarnya rentang pertambahan berat badan total ini disebabkan sangat bervariasinya kondisi ibu ( misal, tinggi badan, kondisi sosio
12
ekonomi,
tingkat
konsumsi
pangan).
Faktor-faktor
yang
mempengaruhi
pertambahan berat badan total ibu selama kehamilan adalah status gizi ibu sebelum hamil (prapregnancy nutritional status), konsumsi zat gizi selama kehamilan, tinggi badan ibu, asal etnis, umur dan paritas, aktivitas fisik, status sosial ekonomi, dan kebiasaan-kebiasaaan selama kehamilan (merokok dan minum alkohol) (Yongki 2007). Selain pertambahan berat badan ibu hamil, penilaian antropometri terhadap ibu hamil dapat dilakukan dengan cara mengukur lingkar lengan atas (LILA). Pengukuran LILA dimaksudkan untuk mengetahui apakah seseorang menderita Kurang Energi Kronis (KEK). Penilaian konsumsi pangan ibu hamil Penilaian tentang asupan pangan dapat diperoleh melalui ingatan 24 jam atau metode lainnya (Arisman 2007). E-Siong et al. (2004) dalam Widajanti (2009) menyatakan bahwa metodologi intake makanan khususnya untuk survei konsumsi gizi individu lebih disarankan menggunakan Recall 24 jam dan Food Frequency Questionnaires. Hal ini lebih dikarenakan dari sisi kepraktisan dan kevalidan data masih dapat diperoleh dengan baik selama yang melakukan terlatih. Recall 24 jam adalah wawancara dengan meminta responden untuk menyebutkan semua makanan dan minuman yang dikonsumsinya dalam waktu 24
jam
sebelumnya.
Recall
yang
tidak
diberitahukan
sebelumnya
direkomendasikan untuk dilakukan karena responden tidak dapat mengubah apa yang mereka makan secara restropektif dan dengan demikian intsrumen ini tidak dapat mengubah pola makan responden. Kerugian utama pada metode recall 24 jam adalah bahwa metode tersebut hanya mengandalkan daya ingat dan kemampuan responden dalam memperkirakan ukuran takaran saji makanan. Di samping itu, kita tidak dapat memastikan kebenaran apakah dorongan sosial tidak memengaruhi pelaporan asupan makanan setiap hari yang dilakukan sendiri oleh responden. Keuntungan yang patut dicatat pada metode Recall 24 jam adalah bahwa metode ini sangat sesuai bagi masyarakat yang kurang mampu menulis sehingga pencatatan asupan makanan menjadi pekerjaan yang sulit bagi mereka. Akhirnya, karena metode recall 24 jam dilakukan oleh pewawancara sendiri, pengumpulan data dapat dilakukan dengan cara yang sangat konsisten (Gibney et al. 2009).
13
Metode recall 24 jam terbukti sangat berguna dalam berbagai penelitian populasi, khususnya bagi tujuan monitoring gizi. Asupan makanan dalam satu hari dapat memberikan estimasi yang dapat diandalkan tentang asupan makanan rata-rata pada kelompok populasi yang luas. Metode ini sangat tepat untuk mengkaji asupan antarkelompok populasi dengan pola makan yang berbeda secara nyata karena bersifat open-ended (jawaban pertanyaannya terbuka) (Gibney et al. 2009). Kebutuhan zat gizi ibu hamil Saat hamil diperlukan tambahan zat gizi seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral (vitamin A, vitamin C, vitamin K, asam folat, zat besi, yodium dan kalsium) dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh ibu dan perkembangan janin. Ibu hamil memerlukan zat gizi yang cukup sebelum, selama dan sesudah kehamilan. Zat gizi tersebut dibutuhkan untuk pertumbuhan otot, organ tubuh, jaringan gigi, tulang, dan pembentukan sel darah merah. Apabila asupan gizi ibu kurang, maka janin akan mengambil simpanan makanan dari tubuh ibunya (Depkes 2000) Menurut Hardinsyah dan Tambunan (2004), tambahan energi yang dianjurkan untuk ibu hamil trimester 1 adalah sebesar 180 kkal/hari sedangkan pada trimester 2 dan 3 tambahan kalori yang dianjurkan untuk ibu hamil adalah sebesar 300 kkal/hari. angka kecukupan energi (AKE) adalah sebesar 2000 kkal/hari dan angka kecukupan protein sebesar 52 g/hari. Peningkatan kebutuhan gizi ibu hamil tidak hanya pada energi dan protein saja tetapi juga zat gizi lainnya seperti vitamin dan mineral. Apabila ibu hamil kekurangan vitamin maupun mineral maka pembentukan sel-sel tubuh anak akan terhambat. Anak yang dilahirkan bisa kurang darah, cacat bawaan, kelainan bentuk, atau ibu mengalami keguguran (Nadesul 2005). Faktor yang mempengaruhi status gizi ibu hamil Status gizi ibu sewaktu konsepsi dipengaruhi oleh (1) keadaan sosial ekonomi ibu sebelum hamil, (2) keadaan kesehatan dan gizi ibu, (3) jarak kelahiran jika yang dikandung bukan anak pertama, (4) paritas, dan (5) usia kehamilan pertama. Status gizi ibu pada waktu melahirkan ditentukan berdasarkan keadaan kesehatan dan status gizi waktu konsepsi, juga berdasarkan (a) keadaan sosial dan ekonomi waktu hamil, (b) derajat pekerjaan fisik, (c) asupan pangan, dan (d) pernah tidaknya terjangkit penyakit infeksi (Arisman 2007).